Makalah Kn
-
Upload
ridwan-kurniawan-kapindo -
Category
Documents
-
view
220 -
download
1
description
Transcript of Makalah Kn
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam makro ekonomi, terdapat hal-hal utama yang menjadi pokok permasalahan
yang sering kali dibahas. Permasalahan yang pertama adalah kelangkaan, dimana
kebutuhan manusia terbatas sedangkan barang pemenuh kebutuhan-kebutuhan tersebut
terbatas. Permasalahan lainnya yaitu masalah distribusi pendapatan. Permasalahan yang
ketiga yaitu inflasi. Inflasi adalah indikator pergerakan harga-harga barang dan jasa secara
umum. Inflasi mencerminkan stabilitas harga, semakin rendah nilai suatu inflasi berarti
semakin besar adanya kecenderungan ke arah stabilitas harga. Inflasi juga sangat berkaitan
dengan purchasing power atau daya beli dari masyarakat. Permasalahan yang keempat
yaitu pertumbuhan ekonomi. Dan yang yang kelima adalah pengangguran. Masalah
pengangguran telah menjadi momok yang begitu menakutkan khususnya di negara-negara
berkembang seperti di Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi, terutama pertumbuhan yang sangat pesat tidak akan
berlangsung secara terus menerus. Ada kalanya pertumbuhan ekonomi akan melambat.
Bahkan sering pula terjadi keadaan dimana keadaan ekonomi mengalami kemunduran,
yang dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan ekonomi yang negatif – yang menggambarkan
pendapatan nasional pada tahun tertentu lebih rendah dari tahun sebelumnya. Pada masa
seperti itu, biasanya tingkat pengangguran semakin meningkat, yang disebabkan tindakan
perusahaan-perusahaan mengurangi operasinya dan mengurangi penggunaan tenaga kerja.
Fenomena dimana pada suatu periode pertumbuhan ekonomi berjalan dengan pesat
sehingga mengurangi tingkat pengangguran tapi di sisi lain harus menghadapi masalah
inflasi yang lebih tinggi. Dan sebaliknya, pada periode lain pertumbuhan ekonomi
mengalami perlambatan yang memperburuk masalah pengangguran dengan semakin
banyaknya jumlah angkatan kerja yang tidak bekerja. Hal tersebut merupakan fenomena
yang berlaku di setiap negara, baik negara maju maupun berkembang.
BAB II
PERMASALAHAN
Pengangguran memiliki banyak efek negatif. Diantaranya dapat menimbulkan
naiknya tingkat kemiskinan yang kemudian dapat mendorong berbagai masalah sosial yang
nantinya dapat menimbulkan adanya krisis sosial. Bagi individu, menganggur dalam waktu
yang lama dapat mengakibatkan keterampilan yang ia miliki hilang. Bagi perekonomian
secara makro, pengangguran dapat mengurangi tingkat kemakmuran, pendapatan negara
dari pajak berkurang, dan pertumbuhan ekonomi yang terhambat.
Permasalahan pengangguran yang dihadapi negara berkembang seperti Indonesia
jauh lebih kompleks daripada yang dihadapi negara maju. Keadaan tersebut disebabkan
antara lain karena adanya ketidakseimbangan sumber-sumber ekonomi yang dimiliki
kebanyakan negara berkembang. faktor tersebut diperburuk dengan corak kegiatan
ekonomi yang masih bertumpu pada sektor-sektor yang tradisional. Perkembangan dan
struktur demografis di negara berkembang juga menimbulkan kecenderungan keadaan
pengangguran menjadi serius dari tahun ke tahun. Factor-faktor tersebut menyebabkan
persoalan pengangguran menjadi jauh lebih besar dan serius daripada yang dihadapi oleh
negara-negara maju.
Indonesia dan negara berkembang lainnya dihadapkan pada besarnya angka
pengangguran karena sempitnya lapangan pekerjaan yang dikarenakan minimnya modal
untuk investasi, sedangkan pertumbuhan penduduk tinggi. Karena begitu seriusnya masalah
pengangguran di Indonesia melalui makalah ini, penulis mencoba mengangkat masalah
pengangguran yang terjadi di Indonesia dengan dampaknya dan bagaimana mengatasi
masalah pengangguran di Indonesia.
BAB III
PEMBAHASAN MASALAH
1. Konsep Dasar Pengangguran
a. Pengertian Pengangguran
Menurut standar internasional yang sudah ditetapkan, pengangguran adalah suatu
keadaan dimana seseorang yang sudah digolongkan ke dalam angkatan kerja, yang secara
aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi belum atau tidak
dapat memperoleh pekerjaan yang diinginkannya atau ia sedang menunggu kesempatan
bekerja kembali. Yang dapat digolongkan sebagai pencari kerja yaitu :
1) Mereka yang belum pernah bekerja dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan atau
pencari kerja baru.
2) Mereka yang pernah bekerja, pada saat pencacahan sedang menganggur dan berusaha
untuk mendapatkan pekerjaan
3) Mereka yang dibebastugaskan dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan.
Penduduk yang digolongkan ke dalam angkatan kerja adalah penduduk yang
berumur antara 15 sampai 64 tahun, kecuali penduduk usia muda yang masih melanjutkan
sekolah, ibu rumah tangga yang mengurus keluarganya, penduduk usia di bawah 64 tahun
yang sudah pensiun dan tidak ingin bekerja lagi, dan lain-lain.
Sumber : www.datastatistik-indonesia.com
b. Macam Pengangguran
Pengertian kesempatan kerja penuh atau full employment bukanlah suatu kondisi
dimana dalam perekonomian tidak terdapat pengangguran. Tetapi tapi merupakan suatu
keadaan dimana 95% angkatan kerja memiliki pekerjaan. Jika terdapat pengangguran
sebesar 5%, maka kondisi tersebut sudah memenuhi kondisi full employment.
Pengangguran sebesar 5% tersebut dinamakan pengangguran alamiah yang tidak akan
mempercepat tingkat inflasi.
Pada umumnya, para ahli ekonomi membagi pengangguran menjadi tiga kelompok,
yaitu :
1) Pengangguran friksional.
Yaitu suatu jenis pengangguran yang disebabkan tindakan seseorang meninggalkan
pekerjaannya dan mencari pekerjaan lain yang lebih baik atau sesuai dengan
keinginannya. Ada tiga golongan yang dapat diklasifikasikan ke dalam pengangguran
friksional, yaitu :
a) Tenaga kerja yang baru pertama kali mencari pekerjaan
b) Pekerja yang meninggalkan pekerjaanya dan mencari pekerjaan baru
c) Pekerja yang kembali memasuki pasaran tenaga kerja
2) Pengangguran Struktural
Yaitu pengangguran yang disebabkan perubahan struktur perekonomian. Secara garis
besar, ada tiga sumber yang menyebabkan terjadinya pengangguran structural. Yang
pertama yaitu perkembangan teknologi, dimana penggunaan tenaga kerja manusia
digeser dengan penggunaan mesin-mesin yang canggih. Yang kedua, kemunduran yang
disebabkan persaingan dari luar negeri atau luar daerah. Ini banyak berlaku di Negara
maju. Yang ketiga, pertumbuhan suatu kawasan yang pesat yang mengakibatkan
kemunduran perkembangan ekonomi pada kawasan lainnya.
3) Pengangguran Cyclical
Pengangguran yang terjadi ketika keseluruhan permintaan tenaga kerjarendah. Ketika
output dan pengeluaran total turun, pengangguran meningkat di semua tempat.
Masalah pengangguran pada negara berkembang lebih kompleks daripada yang
terjadi di negara-negara maju. Pada negara-negara berkembang, terdapat tiga jenis
pengangguran lainnya yang disebabkan oleh kurangnya pekerjaan di sektor modern – yaitu
perusahaan-peusahaan yang yang terutama terdisi dari perseroan terbatas. Tiga jenis
pengangguran tersebut yaitu pengangguran tersembunyi, yaitu suatu keadaan dimana suatu
jenis kegiatan ekonomi dijalankan oleh tenaga kerja yang jumlahnya melebihi dari yang
diperlukan. Yang kedua, pengangguran musiman, yaiu pengangguran yang terjadi pada
suatu masa tertentu, misalnya petani yang mengenggur pada saat musim kemarau. Yang
ketiga, setengah menganggur (underemployment), yaitu suatu keadaan dimana seseorang
melakukan pekerjaan jauh lebih rendah dari jam kerja yang normal.
2. Data Pengangguran di Indonesia
Jika dibandingkan dengan negara berkembang Asia Tenggara lainnya, tingkat
pengangguran terbuka di Indonesia termasuk tinggi. Tahun 2003, tingkat pengangguran di
Indonesia 9,5%, jauh lebih tinggi dibanding Malaysia, 3,6% dan Thailand, 1,5%. Hanya
Filipina yang memiliki tingkat pengangguran yang lebih tinggi dari Indonesia, yaitu 10,2%.
Pengangguran terbuka adalah orang-orang yang
sebenarnya mampu dan ingin bekerja serta sedang mencari pekerjaan, akan tetapi tidak
mendapatkan pekerjaan sama sekali. Untuk mengukur tingkat pengangguran bukan hanya
pengangguran terbuka saja perlu yang diperhitungkan, tetapi juga perlu diperhitungkan
adanya suatu keadaan setengah menganggur. Yaitu ketika seseorang bekerja kurang dari 35
jam seminggu. Fenomena setengah menganggur biasanya ditemui di negara-negara
berkembang seperti Indonesia.
Dari grafik di atas, dapat dilihat tingkat pengangguran terbuka meningkat tajam dari
4,4% pada 1994 menjadi 6,5% pada 2004. Kemudian dapat dilihat pula antara tahun 1994 –
1997, yaitu sebelum terjadi krisis ekonomi, tingkat pengangguran relatif stabil. Kemudian
selama masa krisis mengalami kenaikan tajam sampai tingkat 6,5 % pada 1999 sebelum
akhirnya mengalami penurunan sampai tingkat 5,5% pada 2001. Kenaikan tajam tersebut
disebabkan banyaknya perusahaan yang bangkrut karena dililt utang. Selain itu perusahaan
berusaha untuk mengurangi biaya untuk membayar gaji para pekerjanya, sehingga banyak
pekerja dan buruh yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Setelah tahun 1999
tingkat pengangguran mengalami naik-turun sampai 2004. Setelah masa krisis, pada
dasarnya tingkat pengangguran mulai stabil. Tapi, tingkat keseimbangannya berada 2
tingkat lebih tinggi daripada periode sebelum krisis.
Pada grafik yang kedua memperlihatkan tingkat pengangguran yang terjadi di
daerah pedesaan dan perkotaan selama tahun 1994 - 2004. Pengangguran di daerah
perkotaan lebih besar daripada di daerah pedesaan.
Tabel 1 Proporsi tingkat pendidikan pada pengangguran
1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Dasar 24,8 24,62 24,43 23,27 23,09 23,71 24,71 21,79 22,63 20,74 18,58
Menengah
Pertama
17,13 17,64 18,14 17,54 19,44 19,23 23,37 22,07 23,54 24,27 25,87
Menegah
Atas
49,62 48,89 48,15 50,18 48,98 47,86 43,98 46,93 45,95 47,96 47,46
Tinggi 8,46 8,87 9.28 9,01 8,48 9,2 7,94 9,21 7,88 7,03 8,09
Tabel di atas menunjukkan pengangguran yang terjadi berdasarkan tingkat
pendidikannya. Dasar ke bawah yaitu tingkat Sekolah Dasar (SD), Menegah Pertama yaitu
tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), Menengah Atas yaitu tingkat Sekolah
Menengah Atas (SMA) dan Tinggi yaitu tingkat Perguruan Tinggi. Dari tabel di atas
terlihat bahwa pengangguran paling banyak terjadi pada penduduk berpendidikan terakhir
SMA yaitu rata-rata hampir 50% dari total pengangguran. Meskipun begitu, tingkat
pengangguran pada SMA dan perguruan tinggi tiap tahunnya relatif stabil. Hal yang
kontras terjadi pada tingkat SMP dimana pada tahun 1994 ‘hanya’ menyumbang sekitar
17%, menjadi hampir 26% pada tahun 2004. Fenomena ini terjadi berkaitan dengan
naiknya rata-rata pencapaian pendidikan masyarakat usia kerja, dari hanya lulus SD pada
satu dekade sebelumnya menjadi lulus SMP.
Diantara para penganggur, terdapat orang-orang yang sebelumnya sudah memiliki
pengalaman bekerja. Mereka adalah golongan minoritas diantara pengangguran. Jka kita
lihat tabel 2, jumlah penganggur yang sudah memiliki pengalaman bekerja di daerah
perkotaan lebih banyak daripada di daerah pedesaan. Hal ini dikarenakan lapangan
pekerjaan yang tersedia di pedesaan merupakan jenis pekerjaan informal dimana pekerja
berpengalaman dapat mudah mendapatkan pekerjaan.
Tabel 2. Proporsi pekerja berpengalaman diantara pengangguran
1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Nasional 38,69 34,01 28,89 32,18 37,12 32,06 34,30
Perkotaan 39,52 37,40 32,92 35,30 39,77 35,11 38,47
Pedesaan 37,38 28,35 22,99 27,26 32,89 27,20 27,96
Pengangguran dapat dilihat berdasarkan umur. Grafik di bawah ini memperlihatkan
bahwa sebagian besar penganggur adalah penduduk usia kerja yang masih muda, yaitu usia
15-24 tahun, dimana usia tersebut rata-rata menyumbang pengangguran sekitar 70%
pengangguran dari keseluruhan pengangguran yang ada. Sedangkan jumlah pengangguran
yang terjadi pada usia 45 tahun ke atas menyumbang pengangguran yang paling sedikit.
3. Masalah Pengangguran di IndonesiaAkibat krisis finansial yang memporak-porandakan perkonomian nasional,
banyak para pengusaha yang bangkrut karena dililit utang bank atau utang
ke rekan bisnis. Begitu banyak pekerja atau buruh pabrik yang terpaksa
di-PHK oleh perusahaan di mana tempat ia bekerja dalam rangka pengurangan
besarnya biaya yang dipakai untuk membayar gaji para pekerjanya. Hal inilah
yang menjadi salah satu pemicu terjadinya ledakan pengangguran yakni
pelonjakan angka pengangguran dalam waktu yang relatif singkat.
Awal ledakan pengangguran sebenarnya bisa diketahui sejak sekitar tahun 1997
akhir atau 1998 awal. Ketika terjadi krisis moneter yang hebat melanda Asia
khususnya Asia Tenggara mendorong terciptanya likuiditas ketat sebagai
reaksi terhadap gejolak moneter. Di Indonesia, kebijakan likuidasi atas 16
bank akhir November 1997 membuat sekitar 8000 karyawannya
menganggur. Dalam selang waktu yang tidak relatif lama, 7.196 pekerja
dari 10 perusahaan di-PHK dari pabrik-pabrik mereka di Jawa Barat,
Jakarta, Yogyakarta, dan Sumatera Selatan berdasarkan data pada akhir
Desember 1997. Ledakan pengangguran pun berlanjut di tahun 1998, di mana
sekitar 1,4 juta pengangguran terbuka baru terjadi. Dengan perekonomian
yang hanya tumbuh sekitar 3,5 sampai 4%, maka tenaga kerja yang bisa diserap
sekitar 1,3 juta orang dari tambahan angkatan kerja sekitar 2,7 juta orang.
Sisanya menjadi tambahan pengangguran terbuka tadi. Akhirnya, total pengangguran
akan melampaui 10 juta orang. Berdasarkan pengalaman, jika kita
mengacu pada data-data pada tahun 1996 maka pertumbuhan ekonomi sebesar 3,5
sampai 4% belumlah memadai, seharusnya pertumbuhan ekonomi yang ideal bagi
negara berkembang macam Indonesia adalah di atas 6%.
Berdasarkan data sepanjang di tahun 1996, perekonomian hanya mampu menyerap
85,7 juta orang dari jumlah angkatan kerja 90,1 juta orang. Tahun 1996
perekonomian mampu menyerap jumlah tenaga kerja dalam jumlah relatif besar
karena ekonomi nasional tumbuh hingga 7,98 persen. Tahun 1997 dan 1998,
pertumbuhan ekonomi dapat dipastikan tidak secerah tahun 1996. Pada tahun
1998 krisis ekonomi bertambah parah karena banyak wilayah Indonesia yang
diterpa musim kering, inflasi yang terjadi di banyak daerah, krisis moneter
di dalam negeri maupun di negara-negara mitra dagang seperti sesama ASEAN,
Korsel dan Jepang. Jika kita masih berpatokan dengan
asumsi keadaan di atas, maka ledakan pengangguran diperkirakan akan
berlangsung terus sepanjang tahun-tahun ke depan.
Memang ketika menginjak tahun 2000, jumlah pengangguran di tahun 2000
ini sudah menurun dibanding tahun 1999. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi
tahun 2000 yang meningkat menjadi 4,8 persen. Pengangguran tahun 1999 yang
semula 6,01 juga turun menjadi 5,87 juta orang. Sedang setengah pengangguran
atau pengangguran terselubung juga menurun dari 31,7 juta menjadi 30,1 juta
orang pada tahun 2000.
Berdasarkan perhitungan maka pada saat ini perekonomian negara kita
memerlukan pertumbuhan ekonomi minimal 6 persen, meski idealnya diatas 6
persen, sehingga bisa menampung paling tidak 2,4 juta angkatan kerja baru.
Sebab dari satu persen pertumbuhan ekonomi bisa menyerap sektiar 400 ribu
angkatan kerja. Ini juga ditambah dengan peluang kerja di luar negeri yang
rata-rata bisa menampung 500 ribu angkatan kerja setiap tahunnya. Untuk
memacu pertumbuhan ekonomi yang pesat maka mau tidak mau negara kita
terpaksa harus menarik investasi asing karena sangatlah sulit untuk
mengharapkan banyak dari investasi dalam negeri mengingat justru di dalam
negeri para pengusaha besar banyak yang berhutang ke luar negeri. Hal ini
bertambah parah karena utang para pengusaha (sektor swasta) dan pemerintah
dalam bentuk dolar. Sementara pada saat ini nilai tukar rupiah rendah
(undervalue) terhadap dolar. Namun menarik para investor asing pun bukan merupakan
pekerjaan yang mudah. Situasi dan kondisi yang kondusif haruslah diupayakan dan
dipertahankan guna menarik investor asing masuk kemari dan menjaga agar para investor
asing yang sudah menanamkan modalnya asing tidak lagi menarik modalnya ke luar yang
nantinya akan berakibat capital outflow.
3. Mengatasi Masalah Pengangguran
Pada tahun 2003 tingkat pengangguran di Indonesia sebesar 9,5% dan tingkat
pengangguran terbuka sebesar 6,5% pada tahun 2004, 2,5% lebih tinggi dibandingkan 10
tahun sebelumnya yaitu 4,5% pada tahun 1994. Tingginya tingkat pengangguran di
Indonesia merupakan masalah serius yang harus dihadapi bangsa Indonesia.
Besarnya angka pengangguran di Indonesia dapat menimbulkan naiknya tingkat
kemiskinan yang kemudian dapat mendorong berbagai masalah sosial yang nantinya dapat
menimbulkan adanya krisis sosial yang ditandai dengan ditandai dengan meningkatnya
angka kriminalitas, tingginya angka kenakalan remaja, melonjaknya jumlah anak jalanan
atau preman, dan besarnya kemungkinan untuk terjadi berbagai kekerasan sosial. Bagi
individu, menganggur dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan keterampilan yang ia
miliki hilang. Bagi perekonomian secara makro, pengangguran dapat mengurangi tingkat
kemakmuran, pendapatan negara dari pajak berkurang, dan pertumbuhan ekonomi yang
terhambat. Pengangguran juga merupakan pemborosan yang luar biasa. Setiap orang harus
mengkonsumsi beras, gula, minyak, pakaian, energi listrik, dan sebagainya, tapi mereka
tidak mempunyai penghasilan. Jadi, bisa dibayangkan berapa ton beras dan kebutuhan
lainnya yang harus disubsidi tiap harinya.
Karena besarnya efek negatif dari pengangguran, maka diperlukan solusi untuk
mengatasi masalah pengangguran. Untuk mengurangi masalah pengangguran, harus
diperhatikan lapangan kerja yang diciptakan dalam perekonomian harus sesuai dengan
kemampuan dan keinginan para pencari kerja. Daulat Sinuraya, Sekjen Himpunan Pembina
Sumberdaya Manusia Indonesia (HIPSMI), dalam artikelnya di
www.suarapembaruan.com, mengemukakan berbagai strategi dan kebijakan yang dapat
ditempuh sebagai berikut. Setiap penganggur diupayakan memiliki pekerjaan yang banyak
bagi kemanusiaan artinya produktif dan remuneratif sesuai Pasal 27 Ayat 2 UUD 1945
dengan partisipasi semua masyarakat Indonesia. Lebih tegas lagi jadikan penanggulangan
pengangguran menjadi komitmen nasional. Untuk itu diperlukan dua kebijakan, yaitu
kebijakan makro dan mikro. Kebijakan makro yang berkaitan erat dengan pengangguran,
antara lain seperti kebijakan moneter berupa uang beredar, tingkat suku bunga, inflasi dan
nilai tukar yang melibatkan Bank Indonesia (Bank Sentral), fiskal (Departemen Keuangan)
dan lainnya. Setiap lembaga pemerintah yang terkait dengan pengangguran harus memiliki
komitmen dalam keputusannya dan pelaksanaannya.
Selain itu, ada juga kebijakan mikro (khusus) . Kebijakan itu dapat dijabarkan
dalam beberapa poin. Pertama, pengembangan mindset dan wawasan penganggur,
berangkat dari kesadaran bahwa setiap manusia sesungguhnya memilki potensi dalam
dirinya namun sering tidak menyadari dan mengembangkan secara optimal. Dengan
demikian, diharapkan setiap pribadi sanggup mengaktualisasikan potensi terbaiknya dan
dapat menciptakan kehidupan yang lebih baik, bernilai dan berkualitas bagi dirinya sendiri
maupun masyarakat luas. Kebijakan ini dapat diimplementasikan menjadi gerakan nasional
melalui kerja sama dengan lembaga pelatihan yang kompeten untuk itu.
Kedua, melakukan pengembangan kawasan-kawasan, khususnya yang tertinggal
dan terpencil sebagai prioritas dengan membangun fasilitas transportasi dan komunikasi.
Ketiga, segera membangun lembaga sosial yang dapat menjamin kehidupan penganggur.
Hal itu dapat dilakukan serentak dengan pendirian Badan Jaminan Sosial Nasional dengan
embrio mengubah PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PT Jamsostek) menjadi Badan
Jaminan Sosial Nasional yang terdiri dari berbagai divisi menurut sasarannya. Dengan
membangun lembaga itu, setiap penganggur di Indonesia akan tercatat dengan baik dan
mendapat perhatian khusus. Secara teknis dan rinci, keberadaaan lembaga itu dapat disusun
dengan baik.
Kempat, mengaitkan secara erat (sinergi) masalah pengangguran dengan masalah di
wilayah perkotaan lainnya, seperti sampah, pengendalian banjir, dan lingkungan yang tidak
sehat. Sampah, misalnya, terdiri dari bahan organik yang dapat dijadikan kompos dan
bahan non-organik yang dapat didaur ulang. Sampah sebagai bahan baku pupuk organik
dapat diolah untuk menciptakan lapangan kerja dan pupuk organik itu dapat didistribusikan
ke wilayah-wilayah tandus yang berdekatan untuk meningkatkan produksi lahan.
Semuanya mempunyai nilai ekonomis tinggi dan akan menciptakan lapangan kerja.
Kelima, mengembangkan suatu lembaga antarkerja secara profesional. Lembaga itu
dapat disebutkan sebagai job center dan dibangun dan dikembangkan secara profesional
sehingga dapat membimbing dan menyalurkan para pencari kerja. Pengembangan lembaga
itu mencakup, antara lain sumber daya manusianya (brainware), perangkat keras
(hardware), perangkat lunak (software), manajemen dan keuangan. Lembaga itu dapat di
bawah lembaga jaminan sosial penganggur atau bekerja sama tergantung kondisinya.
Keenam, menyeleksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang akan dikirim ke luar
negeri. Perlu seleksi lebih ketat terhadap pengiriman TKI ke luar negeri. Sebaiknya
diupayakan tenaga-tenaga terampil (skilled). Di samping itu, perlu dibuat peraturan
tersendiri tentang pengiriman TKI ke luar negeri seperti di Filipina.Ketujuh,
penyempurnaan kurikulum dan sistem pendidikan nasional (Sisdiknas). Kedelapan,
mengembangkan potensi kelautan Indonesia.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Tingkat pengangguran terbuka meningkat tajam dari 4,4% pada 1994 menjadi 6,5%
pada 2004. selama masa krisis pengangguran terbuka mengalami kenaikan tajam sampai
tingkat 6,5 %. Pengangguran di daerah perkotaan lebih besar daripada di daerah pedesaan.
Pengangguran paling banyak terjadi pada penduduk berpendidikan terakhir SMA yaitu
rata-rata hampir 50% dari total pengangguran. Pada tingkat lulusan SMP, pada tahun 1994
‘hanya’ menyumbang sekitar 17%, menjadi hampir 26% pada tahun 2004. Jumlah
penganggur yang sudah memiliki pengalaman bekerja di daerah perkotaan lebih banyak
daripada di daerah pedesaan. Sebagian besar penganggur adalah penduduk usia kerja yang
masih muda, yaitu usia 15-24 tahun, dimana usia tersebut rata-rata menyumbang
pengangguran sekitar 70% pengangguran dari keseluruhan pengangguran yang ada.
Besarnya angka pengangguran di Indonesia dapat menimbulkan naiknya tingkat
kemiskinan yang kemudian dapat mendorong berbagai masalah sosial. Bagi individu,
menganggur dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan keterampilan yang ia miliki
hilang. Bagi perekonomian secara makro, pengangguran dapat mengurangi tingkat
kemakmuran, pendapatan negara dari pajak berkurang, dan pertumbuhan ekonomi yang
terhambat.
Untuk mengatasi masalah pengangguran diperlukan dua kebijakan, yaitu kebijakan
makro dan mikro. Kebijakan makro antara lain denan menrapkan kebijakan moneter,
sedangkan kebijakan mikro menyangkut hal-hal yang lebih khusus.
Saran
Untuk mengurangi masalah pengangguran, harus diperhatikan aspek penting
dimana lapangan kerja yang diciptakan dalam perekonomian harus sesuai dengan
kemampuan dan keinginan para pencari kerja.
DAFTAR PUSTAKA
TUGAS KEWARGANEGARAAN
PENGANGGURAN DI INDONESIA
Dosen Pengampu : Dra. Margaretha Suryaningsih, MS.