Post on 14-Jan-2020
ANALISIS MODEL KOMUNIKASI DAKWAH NIQAB SQUAD DALAM
MENGATASI STEREOTIP NEGATIF MUSLIMAH BERCADAR
(STUDI PADA KOMUNITAS NIQAB SQUAD PIMPINAN INDADARI)
SKRIPSI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
Oleh
AGNES RACHMAHWATI
ABSTRAK
ANALISIS MODEL KOMUNIKASI DAKWAH NIQAB SQUAD DALAM
MENGATASI STEREOTIP NEGATIF MUSLIMAH BERCADAR
(STUDI PADA KOMUNITAS NIQAB SQUAD PIMPINAN INDADARI)
Oleh
AGNES RACHMAHWATI
Muslimah bercadar dalam kehidupan sehari-hari menimbulkan stereotip negatif, mereka dicurigai sebagai muslimah garis keras, isteri teroris, kaku dan eksklusif.
Mereka belum mendapatkan dukungan oleh pihak-pihak tertentu. Hal ini
mendorong Niqab Squad membentuk komunitas khusus para muslimah bercadar.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana komunikasi dakwah Niqab
Squad dalam mengatasi stereotip muslimah bercadar studi pada komunitas Niqab
Squad pimpinan Indadari. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif
dengan pendekatan deskriptif dengan menggunakan teknik pengumpulan data
yaitu observasi, wawancara dan dokumentasi. Teori yang digunakan adalah teori
SMCRE (Source, Message, Receiver, Effect) milik David Berlo. Hasil penelitian
ini menunjukan bahwa komunitas Niqab Squad berhasil dalam mengatasi
stereotip negatif muslimah bercadar, didukung dengan kegiatan-kegiatan positif
yang dilakukan Niqab Squad. Kegiatannya adalah kerjasama antara organisasi lain
dengan Niqab Squad, masyarakat yang belum bercadar mau mengikuti kegiatan
yang diselenggarakan, keterikatan pengikut di media sosial Niqab Squad secara
aktif dan didukung dengan adanya sponsor serta bentuk kerjasama dari pihak
kepolisian untuk mengawasi keamanan.
Kata Kunci: Model Komunikasi Dakwah, Niqab Squad, Stereotip Negatif,
Muslimah Bercadar.
ABSTRACT
ANALYSIS OF THE COMMUNICATION MODEL OF NIQAB SQUAD
DA'WAH IN OVERCOMING THE STEREOTYPES NEGATIVE OF VEILED
MUSLIM WOMEN (STUDIES IN THE COMMUNITY OF NIQAB SQUAD
LED BY INDADARI)
Oleh
AGNES RACHMAHWATI
Niqabi Muslim women in everyday life create negative stereotypes, they are
suspected of beingMuslimextremists, terrorist wives, rigid, and exclusive. They
have not been accepted by certain parties. This prompted the Niqab Squad to form
a special community of niqabi Muslim women. This research was conducted to
find out how the Niqab Squad da'wah communication in overcoming the
stereotypes of niqabi Muslim women with respect to Indadari's Niqab Squad
community. The research method used is qualitative with a descriptive approach
using data collection techniques namely observation, interview, and
documentation. The theory used is from David Berlo's SMCRE (Source, Message,
Receiver, Effect). The results of this study indicate that the Niqab Squad
community succeeded in overcoming the negative stereotypes of niqabi Muslim
women, by using a reciprocal communication model involving communicants
namely each board member and internal member of the Niqab Squad, the wider
community throughout the world, the closest family, groups or institutions
involved, presenters who have knowledge in their fields, and are active followers
of Niqab Squad followers on Instagram, Facebook, and WhatsApp. The reciprocal
communication model is supported by positive activities carried out by the Niqab
Squad, the activities of which are collaboration between other organizations with
the Niqab Squad, people who do not use niqab want to take part in the activities
actively, the followers' attachments in the Niqab Squad social media and are
supported by sponsors and forms of cooperation from the police to oversee the
security.
Keywords: Communication Model of Da’wah, Da’wah Communication, Niqab
Squad, Negative Stereotypes, Niqabis.
ANALISIS MODEL KOMUNIKASI DAKWAH NIQAB SQUAD DALAM
MENGATASI STEREOTIP NEGATIF MUSLIMAH BERCADAR
(STUDI PADA KOMUNITAS NIQAB SQUAD PIMPINAN INDADARI)
Oleh
AGNES RACHMAHWATI
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA ILMU KOMUNIKASI
pada
Jurusan Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Lampung
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 06 Agustus 1996. Penulis
merupakan putri dari Bapak Jaiman dan Ibu Ani, sebagai anak ke-lima dari enam
bersaudara. Penulis telah menempuh pendidikan: TK Kartika II-31 diselesaikan
pada tahun 2002, SD Negeri 1 Langkapura Bandar Lampung diselesaikan pada
tahun 2008, SMP Negeri 4 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2011 dan
SMA Negeri 9 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2014. Selanjutnya,
penulis diterima dan terdaftar sebagai mahasiswi Jurusan Ilmu Komunikasi,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Lampung pada tahun 2014
melalui jalur SNMPTN.
Dalam menempuh pendidikan di Universitas Lampung, penulis terlibat dalam
beberapa kegiatan mahasiswa: HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan) Ilmu
Komunikasi sebagai anggota bidang Public Relations (humas), dan FSPI (Forum
Selain itu, penulis telah melaksanakan KKN (Kuliah Kerja Nyata) tematik
Universitas Lampung di Desa Karang Anyar, Kabupaten Lampung Tengah pada
periode Januari 2017. Selanjutnya, penulis juga telah melalui Praktik Kerja
Lapangan (PKL) di BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan)
Provinsi Lampung di bidang kehumasan pada periode September hingga
November 2017.
Studi Pengembangan Islam) sebagai anggota bidang kemuslimahan.
MOTTO
“Jadilah orang yang bermanfaat, kalau tidak bisa dengan Ilmu
pakailah pikiran, tenaga, serta apapun yang bisa kamu lakukan..
Untuk keluarga, saudara, sahabat, dan saudara seiman”
“Sesungguhnya Allah senantiasa menolong hamba selama ia
menolong saudaranya”
(HR. Muslim No.2699)
“Barangsiapa yang memenuhi keperluan saudaranya, maka Allah
akan memenuhi keperluannya”
(HR. Bukhari No. 2422)
“Barangsiapa yang memudahkan orang yang sedang dalam
kesulitan, maka Allah akan memudahkan hisabnya pada hari
kiamat”
( Imam Badruddin Ibnu Jama’ah)
PERSEMBAHAN
Allahul Musta’an wa ilallaahil Musytaka
(Hanya kepada Allah kami memohon pertolongan, dan hanya kepada Allah kami mengadu)
Penulis persembahkan karya ini untuk Allah Yang Maha Memberi Kebaikan.
Karena sesungguhnya hamba ini sekedar peminjam ilmu-Mu. Jika bukan sebab
ilmu-ilmu Mu, hamba tak lebih dari manusia yang banyak diliputi kebodohan.
Maka, apabila Engkau temukan banyak kesalahan dalam menyampaikan karya ini,
hamba mohon perbaikilah dan ampuni kesalahan hamba Ya Rabb serta berkahilah
tulisan ini. Sehingga tulisan ini mampu menjadi timbangan amal shalih pada hari
kiamat dan dapat menghantarkan hamba untuk memandang wajah-Mu kelak di
Jannah, aamiin.
kemudian ...
Ibu dan Abah
(Semoga Allah membalas kedua orangtua penulis dengan kebaikan dan pahala
yang berlimpah)
SANWACANA
Alhamdulillaahi ladzi bini’ matihi tatimmush shaalihaatu.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala amal shalih menjadi
sempurna. Ungkapan syukur atas segala nikmat, taufiq, dan hidayah Allah
Ta’ala. Sehingga, penulis dapat menuntaskan skripsi yang berjudul “Analisis
Model Komunikasi Dakwah Niqab Squad Dalam Mengatasi Stereotip Negatif
Muslimah Bercadar (Studi Pada Komunitas Niqab Squad Pimpinan
Indadari)”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana
Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.
Banyak pihak telah mendermakan berbagai bimbingan dan dukungan pada penulis
kasih dengan tulus kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr. Syarief Makhya, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Lampung.
2. Ibu Dhanik S. S.Sos, M.Comn and Media St, selaku Ketua Jurusan Ilmu
Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lampung.
3. Ibu Wulan Suciska, S.I.Kom, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Ilmu
Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lampung.
selama penyusunan skripsi ini. Untuk itu, penulis ingin menghaturkan terima
4. Ibu Dra. Ida Nurhaida, M.Si, selaku Pembimbing Akademik, terimakasih telah
bermurah hati dalam membimbing penulis.
5. Ibu Bangun Suharti S.Sos, MIP selaku Pembimbing yang dengan tulus dan
sabar meluangkan banyak waktu untuk membimbing penulis dalam
menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Terimakasih atas semua ilmu yang luar
biasa yang selalu ibu berikan kepada saya.
6. Ibu Dr. Tina Kartika, M.Si selaku Pembahas, terimakasih telah memberikan
saran dan masukan kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan karya
tulis ilmiah ini.
7. Seluruh Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi, terimakasih telah berjasa mendidik
penulis.
8. Ibu dan Abah, sosok yang selalu bersabar dalam mendidik penulis hingga
sekarang tanpa meminta imbalan. Terimakasih telah selalu mendukung
penulis dalam perkara kebaikan, semoga Allah membalas seluruh kebaikan
Ibu dan Abah dengan Surga-Nya.
9. Teteh Neni, Teteh Ita, Mas Ando, Teteh Ulul dan Adikku Farah. Terimakasih
selalu memberikan semangat dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini,
semoga Allah mengumpulkan kita kelak bersama-sama di Surga-Nya.
10. Keponakan-keponakan Titi yang shalih dan shalihah: Tsabita, Tama, Tsamira,
Dzakwan, Dzakia, „Aisyah, Naufal dan Ashafa. Terimakasih kalian telah
menjadi pelipur lara, ketika orang-orang dewasa berpikir keras untuk
mempersiapkan pulang ke kampung akhirat, kalian dengan polosnya selalu
menghibur Titi membuat tersenyum dan tertawa! Alhamdulillah.
11. Mbah Uti, Om Ujat, Bule i‟i, Najmah, Hilmi, Ayu, dan Agung. Terimakasih
saudara-saudara ku telah memberikan semangat yang penuh untuk penulis
dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini, dan saudara-saudara ku lainnya
tidak bisa disebutkan satu per-satu, semoga Allah selalu menjaga kalian.
12. Sahabat-sahabat shalihah dipadu dengan rasa cinta kasih karena Allah: Della
Septi Arum, Sa‟adatur Rahma, Nisa Larasati, dan Febrynanda Chika.
Terimakasih telah mendukung dan selalu menyemangati ku untuk berusaha
menjadi “Mahasantri”, biarpun mahasiswa tetapi masih diberikan kesempatan
oleh Allah untuk menuntut ilmu agama.
13. Kakak shalihah, Esy Andriyani. Terimakasih kak atas dukungannya selama
ini telah membantu, mendukung, mengarahkan menjadi pribadi yang lebih
baik dan bijaksana. Meskipun kita jauh, semoga Allah selalu mendekatkan
hati kita ya kak. Aku mencintai kakak karena Allah.
14. Kakak-kakak yang tidak pernah ku lupakan: Teh mita, Kak Yuli, Kak Prima,
Kak Bibeh dan Kak Nisa. Terimakasih telah mengarahkan ku untuk menjadi
pribadi yang lebih baik lagi.
15. Teman-teman shalihah yang penuh ketaatan kepada Allah: Bu Ambar, Ummu
Athiya, Mba pipit, Auliya, Cha-Cha, Vivien, Ummu Hafidz, Uwi, Annis,
Hafiza, dan Fiani. Terimakasih atas dukungan dan doa nya selama ini.
16. Mba Indadari, Mba Tyas, Mba Rara dan teman-teman lainnya selaku team
dari komunitas Niqab Squad. Terimakasih telah memberikan ruang bagi
penulis dengan ramah sehingga penulis tidak segan untuk menjaga tali
persaudaraan yang berlandaskan bertemu dan berpisah karena Allah Ta’ala.
17. Majelis Taklim Al-Hayah Bandar Lampung yang telah menjadi perantara
dalam menaati Allaah Ta’ala kemudian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam.
18. Teman-teman Ilmu Komunikasi 2014 yang telah belajar dan bertumbuh
bersama dengan bermacam perbedaan yang mendewasakan. Terimakasih
untuk doa dan semangat yang kalian berikan dan kebersamaan kita selama 4
tahun ini.
19. Teman-teman KKN desa Karang Anyar yang perempuan: Sekar Rona
Fiskasari, Nadia Fakhriyati, dan Dewi Lestari. Terimakasih atas kerjasamanya
untuk menjadi pribadi yang lebih dewasa dan bijaksana.
20. Almamaterku tercinta, Universitas Lampung. Terimakasih untuk segala
pembelajaran berharga di bangku perkuliahan yang telah membuatku menjadi
orang yang lebih baik.
Semoga Allah Ta’ala senantiasa melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya kepada
kita semua, serta membalas semua dengan kebaikan yang telah penulis uraikan.
Akhirnya, meskipun skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Penulis berharap
semoga skripsi ini tetap dapat memberikan bermanfaat bagi semua, Aamiin.
Bandar Lampung, November 2018
Penulis
Agnes Rachmahwati
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................. iii
DAFTAR BAGAN ................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. v
I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................. 9
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................... 9
1.4 Kegunaan Penelitian .............................................................. 9
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 10
2.1 Kajian Penelitian Terdahulu .................................................. 10
2.2 Tinjauan Tentang Analisis .................................................... 16
2.2.1 Definisi Analisis ........................................................... 16
2.3 Tinjauan Tentang Komunikasi .............................................. 16
2.3.1 Definisi Komunikasi .................................................... 16
2.4 Tinjauan Tentang Model Komunikasi ................................... 17
2.4.1 Model Komunikasi ...................................................... 17
2.4.2 Model S – R (positif-positif) .......................................... 18
2.4.3 Model Aristoteles ........................................................ 19
2.4.4 Model Lasswell ........................................................... 21
2.4.5 Model Schramm .......................................................... 22
2.4.6 Model Shannon dan Weaver ....................................... 23
2.4.7 Model DeFleur ............................................................ 25
2.5.Tinjauan Tentang Kelompok ................................................. 26
2.5.1 Definisi Komunikasi Kelompok ................................... 26
2.5.2 Definisi Kelompok ....................................................... 26
2.5.3 Fungsi Komunikasi Kelompok ..................................... 28
2.5.4 Komunitas Bagian dari Kelompok ............................... 30
2.6 Tinjauan Tentang Dakwah .................................................... 32
2.6.1 Definisi Komunikasi Dakwah ....................................... 32
2.6.2 Proses Komunikasi Dakwah .......................................... 34
2.6.3 Bentuk-Bentuk Dakwah ................................................ 34
2.7 Tinjauan Tentang Stereotip ................................................... 35
2.8 Tinjauan Tentang Niqab ........................................................ 38
2.9 Konsep Teori ......................................................................... 41
2.9.1 Teori SMCRE ............................................................... 41
2.10 Kerangka Pemikiran ............................................................ 44
ii
III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 47
3.1 Tipe Penelitian .......................................................................... 47
3.2 Fokus Penelitian ........................................................................ 47
3.3 Subjek dan Objek Penelitian ..................................................... 48
3.4 Jenis Sumber Data..................................................................... 50
3.5 Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 52
3.6 Teknik Pengolahan Data ........................................................... 53
3.7 Teknik Analisis Data................................................................. 55
3.8 Uji Validitas Data ..................................................................... 55
IV. GAMBARAN UMUM NIQAB SQUAD ........................................ 56
4.1 Profil Niqab Squad Indonesia .................................................... 56
4.2 Visi dan Misi Niqab Squad Indonesia ........................................ 57
4.2.1 Visi ................................................................................... 57
4.2.2 Misi .................................................................................. 57
4.3 Logo Niqab Squad Indonesia ..................................................... 58
4.4 Makna Niqab Squad ................................................................... 58
4.5 Fungsi Komunitas Niqab Squad Indonesia ................................ 59
4.6 Kepengurusan Niqab Squad Indonesia ...................................... 59
4.7 Bentuk Kegiatan Niqab Squad ................................................... 61
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................. 64
5.1 Identitas Informan ....................................................................... 65
5.2 Hasil Observasi ........................................................................... 69
5.3 Hasil Wawancara ........................................................................ 77
5.4 Pembahasan Model Komunikasi dakwah Niqab Squad.............. 133
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 194
6.1 Kesimpulan ................................................................................ 194
6.2 Saran .......................................................................................... 195
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Penelitian Terdahulu ........................................................................ 14
2. Informan Primer Penelitian .............................................................. 49
3. Informan Sekunder Penelitian .......................................................... 50
4. Struktur Kepengurusan Niqab Squad Indonesia .............................. 60
5. Tabel Identitas Informan Primer ...................................................... 65
6. Tabel Identitas Informan Sekunder .................................................. 66
7. Jawaban dari seperti apa komunitas Niqab Squad itu ...................... 78
8. Jawaban dari apakah tujuan utama dalam di bentuknya .................. 82
9. Jawaban dari siapa saja yang menjadi pembicara ............................ 86
10. Jawaban dari apakah kegiatan sosialisasi ......................................... 90
11. Jawaban bagaimana bentuk kegiatan .............................................. 94
12. Jawaban bagaimanakah komunikasi dakwah ................................... 97
13. Jawaban bagaimana cara Niqab Squad meyakinkan........................ 101
14. Jawaban apa saja alat komunikasi yang digunakan ......................... 105
15. Jawaban media sosial apa saja yang digunakan ............................... 109
16. Jawaban dari siapa sajakah yang menjadi penerima ........................ 113
17. Jawaban dari seperti apa respon dari masyarakat ............................ 117
18. Jawaban atas pertanyaan kelebihan apa yang di dapat .................... 121
19. Jawaban atas pertanyaaan bagaimana efek ...................................... 125
20. Jawaban atas pertanyaaan apakah setelah mengadakan ................... 129
iv
DAFTAR BAGAN
Halaman
1. Bagan Kerangka Pemikiran ............................................................. 46
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Model S – R (positif-positif) ............................................................ 18
2. Model Aristoteles ............................................................................. 19
3. Model Schramm ............................................................................... 22
4. Model Shannon dan Weaver ............................................................ 24
5. Model DeFleur ................................................................................. 25
6. Model Berlo .................................................................................... 42
7. Logo Niqab Squad Indonesia 1 ........................................................ 58
8. Logo Niqab Squad Indonesia 2 ........................................................ 58
9. Berbagi Pakaian Syar’i, Jilbab dan Cadar ........................................ 61
10. Membuka Stand Bazzar ................................................................... 61
11. Mengadakan Kajian Rutin ............................................................... 62
12. Melaksanakan Kegiatan Sosial ........................................................ 62
13. Membagikan Jadwal Kajian Rutin Di Jakarta ................................. 63
14. Membuat Aneka Merchandise ......................................................... 63
15. Informan primer 1 sangat menyayangi keluarga nya ....................... 70
16. Informan primer 2 memberikan Jadwal Kajian di Grup ................. 71
17. Informan primer 3 sering mengisi seminar pra-nikah ...................... 72
18. Wawancara bersama informan sekunder 1 ...................................... 73
19. Wawancara bersama informan sekunder 2 ...................................... 74
20. Wawancara bersama informan sekunder 3 ...................................... 74
21. Wawancara bersama informan sekunder 4 ..................................... 75
22. Wawancara bersama informan sekunder 5 ...................................... 76
23. Informan primer 1 bersama keluarga ............................................... 136
24. Informan primer 2 bersama keluarga ............................................... 137
25. Informan primer 3 bersama keluarga dan pasien ............................. 139
26. Kegiatan Niqab Squad ..................................................................... 141
27. Ustadz dan Ustadzah yang diundang oleh Niqab Squad ................ 141
28. Kegiatan Niqab Squad ..................................................................... 142
29. Pelatihan Janaiz Niqab Squad .......................................................... 142
30. Kegiatan Niqab Squad ..................................................................... 143
31. Sumber (Pembicara Niqab Squad) ................................................... 144
32. Berbagi jilbab, cadar, dan peci ......................................................... 148
33. Mengadakan kajian rutin .................................................................. 150
34. Mengadakan gathering .................................................................... 153
35. Perempuan Asing Berminat Menggunakan Cadar ........................... 155
36. Niqab Squad Store ........................................................................... 156
37. Kegiatan Sosial Niqab Squad ........................................................... 159
38. Membuat aneka merchandise........................................................... 160
39. Membagikan jadwal kajian rutin ..................................................... 161
vi
40. Pelatihan Memanah Niqab Squad .................................................... 162
41. Pelatihan membuat hyena (nail art) ................................................. 163
42. Pelatihan Janaiz ................................................................................ 164
43. Workshop Beauty Class ................................................................... 165
44. Workshop Cooking Class ................................................................. 166
45. Seminar Pra-Nikah ........................................................................... 167
46. Channel (Saluran Niqab Squad : Online) ........................................ 171
47. Receiver (Penerima Pesan Niqab Squad : Umum dan Khusus) ...... 173
48. Effect (Pengaruh yang dirasakan Niqab Squad) ............................... 176
49. Effect (Pengaruh yang dirasakan Niqab Squad) ............................... 178
50. Effect (Pengaruh yang dirasakan Niqab Squad) ............................... 179
51. Effect (Pengaruh yang dirasakan Niqab Squad) ............................... 180
52. Effect (Pengaruh yang dirasakan Niqab Squad) ............................... 180
53. Model Komunikasi Dakwah Melingkar Niqab Squad 1 .................. 187
54. Model Komunikasi Dakwah Timbal Balik Niqab Squad 2 ............. 188
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Jilbab di kalangan muslimah Indonesia merupakan sesuatu yang tidak asing lagi,
karena kesadaran muslimah Indonesia terhadap kewajiban menggunakan jilbab
sudah cukup baik. Salah satu kesadaran muslimah tersebut didukung oleh adanya
perkembangan akses informasi melalui internet yang mudah. Melalui akses
internet tersebut, dengan mudah pengetahuan tentang agama terutama perintah
untuk memakai jilbab diketahui masyarakat. Perintah penggunaan jilbab bagi
muslimah tersebut ditegaskan dalam terjemahan Al Qur‘an dalam Surat Al-Ahzab
ayat 59:
―Hai Nabi katakanlah pada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu, dan isteri-
isteri orang beriman, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh
mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih untuk dikenal. Karena itu
mereka tidak diganggu. Dan Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Hal ini diperjelas juga dalam Al Qur‘an Surat An-Nur ayat 31:
Katakanlah kepada wanita beriman: “Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka
menampakan perhiasannya, kecuali yang (biasa) Nampak dari padanya. Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah
menampakkan perhiasannya”.
Ayat-ayat di dalam Al Qur‘an tersebut menjelaskan bahwa muslimah dalam hal
ini harus menutupi auratnya sesuai dengan syariat agama Islam.
2
Lain halnya dengan cadar (niqab) yaitu kain penutup wajah muslimah berjilbab.
Ada beberapa ulama berbeda pendapat mengenai hukum cadar. Sebagian ulama
berpendapat bahwa hukum cadar adalah sunnah, dan ada yang berpendapat
hukumnya wajib. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berpendapat bahwa
cadar itu wajib, beliau mengatakan bahwa ―Pandangan lelaki yang sudah baligh
kepada perempuan baligh yang bukan mahramnya tanpa ada kebutuhan darinya,
maka tidak boleh melihat sesuatupun darinya‖. Sedangkan pendapat Syaikh Al-
Albani berpendapat bahwa cadar itu merupakan sunnah, beliau mengatakan
bahwa ―Karena kebutuhan mendorong telah dibukannya wajah-wajah wanita
untuk keperluan jual-beli, dan membuka telapak tangan untuk mengambil dan
memberi. Maka hukum cadar disunnahkan‖ (Taimiyyah, 2009:116).
Namun penggunaan cadar membawa konsekuensi penolakan dari masyarakat
yang lebih besar dari sekedar menggunakan jilbab. Hal ini karena sudah
dilekatkan stereotip negatif pada muslimah bercadar yaitu sebagai muslimah garis
keras atau aliran islam fundamental yang erat juga kaitannya dengan terorisme.
Kehidupan muslimah bercadar yang cenderung eksklusif berpotensi menimbulkan
stereotip negatif terhadap mereka (Ratri, 2011:29).
Stereotip merupakan kesimpulan orang-orang berdasarkan sedikit informasi dan
membentuk asumsi sehingga mengkategorisasikan suatu kelompok dengan
persepsi tertentu. Kelompok ini terdiri dari: kelompok ras, kelompok etnik, kaum
tua, berbagai pekerjaan dan profesi, atau orang dengan penampilan fisik tertentu
(Mulyana, 2012:237). Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa stereotip
bisa menjadi penghambat dalam proses komunikasi karena menimbulkan
3
penilaian negatif serta menyamaratakan kelompok masyarakat. Stereotip tersebut
juga menimpa kelompok muslimah bercadar.
Terdapat beberapa contoh perlakuan kurang baik pada muslimah bercadar yang
terjadi di Indonesia, salah satunya di Universitas Pamulang, Cadar dilarang
digunakan di kampus bersamaan dengan larangan memakai celana pendek, rok
pendek serta berambut gondrong. Hal ini dipertegas dengan ancaman, dari ketua
Yayasan Unpam mengatakan bahwa mereka yang menggunakan cadar di kampus
akan dikeluarkan. Karena ia mengklaim bahwa muslimah yang memakai cadar
dapat mengganggu komunikasi (Diakses dari republika.co.id pada tanggal, 19
Februari 2018 pukul 21.00).
Kasus lainnya dialami oleh Mardiya Hayati, seorang Guru Madrasah di
Bulukamba. Mardiya terancam dipecat sebagai guru karena menggunakan cadar
saat mengajar di sekolah (Diakses dari wartasulsel.net pada 15 Februari 2018).
Permasalahan serupa juga dialami oleh Diana, seorang pengunjung salah satu Mal
di Jakarta. Diana diperiksa dengan ketat karena menggunakan cadar, bahkan
sampai harus membuka sepatu. Para satpam juga terkesan tidak ramah terhadap
pengunjung yang menggunakan cadar (Diakses dari detik.com pada tanggal, 15
Maret 2018 pukul 20.00).
Stereotip terhadap muslimah bercadar di Indonesia muncul akibat pemberitaan
negatif terhadap mereka, pemberitaan yang serampangan dan hanya menilai
melalui informasi sedikit saja. Salah satunya yaitu dalam pemberitaaan terorisme.
Padahal berita terorisme dan stereotip muslimah yang dikaitkan dengan istri
teroris, menurut perkataan Syaikh Tantawi dari Universitas Al-Azhar, Kairo, yang
4
mengatakan bahwa ―Tidak ada salahnya perempuan bercadar, mungkin karena
sebagian besar teroris di Indonesia mewajibkan keluarga perempuannya memakai
cadar. Mereka berpendapat bahwa cadar adalah wajib. Teroris memakai aksi
kekerasan, mengaplikasikan bom, membunuh dan menculik. Padahal banyak
perempuan bercadar bukan teroris‖ (Diakses dari kompasiana.com pada tanggal,
19 Februari 2018 pukul 19.58).
Maraknya stereotip negatif masyarakat pada muslimah bercadar, memang sangat
dirasakan oleh para muslimah bercadar. Mereka para muslimah bercadar
seringkali dianggap seperti bagian dari teroris, kelompok aliran keras dan
kelompok ekslusif, menutup diri dan tidak mau bergaul dengan lingkungan
sekitarnya. Di tengah maraknya strereotip negatif terhadap muslimah bercadar,
pada awal tahun 2017 muncul suatu komunitas yang bernama Niqab Squad.
Komunitas ini berusaha untuk menginspirasi masyarakat luas, agar masyarakat
lebih mengenal muslimah bercadar secara lebih baik.
Awal terbentuknya komunitas Niqab Squad dimulai pada bulan Februari tahun
2017 di sebuah masjid Istiqlal di Jakarta Timur, dimulai dengan diskusi beberapa
muslimah bercadar lalu muncul ide untuk membentuk sebuah komunitas yang
bernama Niqab Squad. Komunitas Niqab Squad ini berdiri atas inisiatif Indadari
Mindrayanti, mantan istri komedian Caisar. Indadari mulai mengumpulkan
anggota Niqab Squad sejak awal 2017. Komunitas Niqab Squad memakai cadar
untuk mengaplikasikan peraturan Islam secara keseluruhan serta bukti cinta para
wanita muslimah kepada Allah Subhanallaahu wa Ta'ala.
5
Indadari Mindrayanti mengatakan bahwa niqab melindungi wanita dari pelecehan
dan pandangan laki-laki. Indadari menanyakan pendapat beberapa teman laki-
lakinya, bahwa mereka mengatakan saat berbicara dengan wanita menggunakan
niqab mereka tidak memiliki pikiran kotor, laki-laki tersebut cenderung
menghormati para wanita berniqab. Lalu Indadari berpikir bahwa ada baiknya
menyatukan orang yang memakai niqab dan membentuk sebuah komunitas
sehingga muslimah bercadar tidak akan merasa sendirian (Diakses dari tempo.co
pada tanggal, 15 Maret 2018 pukul 20.00).
Komunitas merupakan sebuah identifikasi dan interaksi sosial. Diidentifikasikan
bahwa muslimah bercadar membentuk komunitas karena memiliki pemikiran dan
tujuan untuk saling menguatkan dan bertahan untuk interaksi sosial dalam
kehidupan yang dibangun dengan berbagai macam kebutuhan fungsional. Di
dalam komunitas terdapat komunikasi dakwah atau penyampaian pesan. Melalui
cara berdakwah atau penyampaian, komunikasi pada hakekatnya merupakan
penyampaian pesan untuk mencapai satu tujuan komunitas (Wiryanto, 2004: 52).
Fungsi komunikasi kelompok/komunitas yaitu untuk mengungkapkan kesulitan,
menjelaskan permasalahan, menganalisis masalah, menyarankan solusi,
membandingkan alternatif dan menguji mereka dengan tujuan dan kriteria
berlawanan, dan mengamalkan solusi yang terbaik (Littlejohn, 2011: 344).
Komunitas Niqab Squad meskipun baru setahun di bentuk, tetapi telah
mengadakan kegiatan rutin bagi muslimah setiap minggunya. Keunggulan Niqab
Squad dapat dilihat dari pengikut di Instagram nya mencapai 28.500 pengikut
hingga Juni 2018. Lalu keunggulan yang lain dapat dilihat dari anggota Niqab
6
Squad lainnya yang sudah tersebar luas di seluruh penjuru Indonesia, hingga
sekarang anggotanya semakin bertambah. Kini keberadaan Niqab Squad tersebar
di 40 daerah di Indonesia, serta di luar negeri, yakni Taiwan, Malaysia, dan Afrika
Selatan. Berbagai macam kegiatan Niqab Squad yang terunggah tersebut di dalam
media sosial, bertujuan untuk memberdayakan anggotanya, yang dilakukan setiap
pekannya yaitu antara lain berupa olahraga panahan, seminar pra-perkawinan,
lokakarya bisnis, penggalangan dana untuk Rohingya setiap hari Minggu di
daerah bunderan CFD di Jakarta, kelas Niqab Challenges dan Quran-reading
(Diakses dari https://www.facebook.com/niqabSquadindonesia pada tanggal 18
Februari, 2018).
Komunitas Niqab Squad menggunakan berbagai komunikasi dakwah untuk
mengatasi stereotip negatif pada muslimah bercadar di Indonesia. Para anggota
Niqab Squad yang telah tersebar di berbagai wilayah Indonesia dapat menjadikan
semangat muslimah bercadar untuk terus berdakwah dan tidak berkecil hati
meskipun terkadang memakai tutupan wajah belum diterima dengan baik di
tengah-tengah masyarakat Indonesia. Keberadaan muslimah bercadar belum
diterima dengan baik di Indonesia, hal ini dibuktikan dengan contoh permasalahan
muslimah bercadar yang telah penulis paparkan sebelumnya. Oleh karena itu,
berbagai komunikasi dakwah dilakukan agar muslimah bercadar semakin dihargai
dan diterima di masyarakat. Komunitas Niqab Squad telah menggunakan semua
sarana dakwah yang ada, baik media sosial maupun komunikasi secara langsung,
hal itu dilakukan dalam rangka mengatasi stereotip negatif muslimah bercadar
(Diakses dari https://www.Instagram.com/NiqabSquad_Official pada tanggal, 18
Maret 2018 pukul 20.00).
7
Indadari selaku founder dalam Official Instagramnya menyatakan bahwa tujuan
terbentuknya komunitas Niqab Squad dengan berbagai macam kegiatan, bukan
sebagai sarana agar dipuji dan ingin dilihat saja. Namun memakai niqab adalah
sebagai bentuk dakwah kepada khalayak agar masyarakat tidak mendeskripsikan
muslimah bercadar dengan berbagai macam stereotip negatif. Mereka harus
membuktikan, bahwa para muslimah bercadar memiliki kegiatan yang positif,
bahkan Niqab Squad turut peduli kepada permasalahan masyarakat. Contoh
kepedulian masalah sosial kemasyarakatan yang ada di dalam kegiatan Niqab
Squad adalah penggalangan dana untuk membantu muslim Rohingnya (Diakses
dari https://www.Instagram.com/Indadari pada tanggal, 18 Maret 2018 pukul
20.00).
Model komunikasi adalah gambaran yang sederhana dari proses komunikasi yang
memperlihatkan kaitan antara satu komponen komunikasi dengan komponen
lainnya. Model ini menjelaskan bahwa komunikasi merupakan informasi sebagai
pesan ditransmisikan dalam bentuk pesan kepada penerima (Receiver) untuk
mencapai tujuan komunikasi tertentu yang dalam prosesnya memiliki
kemungkinan terjadinya noise atau gangguan. Dalam proses komunikasi dakwah
yang dilakukan Niqab Squad terhadap masyarakat, model komunikasi yang
digunakan untuk proses komunikasi antara Niqab Squad dengan masyarakat
melalui pesan-pesan yang dipertukarkan akan menentukan apakah Niqab Squad
berhasil mengatasi stereotip negatif pada muslimah bercadar.
8
Menurut Gorden Wiseman dan Larry Barker mengemukakan bahwa ada tiga
fungsi model komunikasi yang pertama yaitu melukiskan proses komunikasi,
kedua, menunjukan hubungan visual, dan ketiga, membantu dalam menemukan
dan memperbaiki kemacetan komunikasi (Ardianto, 2007:68)
Dengan demikian berdasarkan latar belakang yang diuraikan penulis di atas,
penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai Analisis Model Komunikasi
Dakwah Niqab Squad dalam mengatasi stereotip negatif muslimah bercadar di
Indonesia. Khususnya yang di Jakarta sebagai pusat Niqab Squad Indonesia yang
dipimpin oleh Indadari. Dalam penelitian ini untuk memudahkan penelitian,
penulis menggunakan analisis teori SMCRE (Source, Message, Channel,
Receiver, Effect) oleh David K. Berlo (Mulyana, 2012:162) sebagai acuan dalam
meneliti. Dalam teori tersebut bahwa S adalah source yang berarti sumber.
Kemudian M adalah message yang berarti pesan. C adalah channel yang berarti
saluran. R adalah receiver yang berarti penerima serta E adalah effect yang berarti
dampak atau pengaruh. Dengan demikian analisis yang digunakan memakai
unsur-unsur komunikasi sebagai unsur menganalisis model komunikasi dakwah
Niqab Squad pusat di Jakarta.
9
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ―Bagaimana Model Komunikasi
Dakwah Niqab Squad Dalam Mengatasi Stereotip Negatif Muslimah Bercadar?‖
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan pada
bagian sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana
model komunikasi dakwah Niqab Squad dalam mengatasi stereotip negatif
muslimah bercadar pada komunitas Niqab Squad pimpinan Indadari.
1.4 Kegunaan Penelitian
1. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu komunikasi dan juga diharapkan dapat menjadi referensi
bagi penelitian selanjutnya, khususnya yang berkaitan dengan analisis model
komunikasi dakwah Niqab Squad dalam mengatasi stereotip negatif muslimah
bercadar pada komunitas Niqab Squad pimpinan indadari.
2. Secara praktis, penelitian ini dapat bermanfaat dan menambah ilmu
pengetahuan mengenai cadar bagi masyarakat yang membacanya, serta
bermanfaat bagi komunitas Niqab Squad agar menjadi komunitas muslimah
bercadar yang terus eksis di tengah masyarakat.
3. Secara akademis, penelitian ini diharapkan mampu memperluas dan
memperkaya kajian yang berhubungan dengan penelitian kualitatif dan
pendekatan deskriptif.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Penelitian Terdahulu
Peneliti harus belajar dari peneliti lain, untuk menghindari duplikasi dan
pengulangan penelitian atau kesalahan yang sama seperti yang dibuat oleh peneliti
sebelumnya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian terdahulu
sebagai tolak ukur dan acuan untuk menyelesaikannya, penelitian terdahulu
memudahkan penulis dalam menentukan langkah-langkah yang sistematis untuk
penyusunan penelitian dari segi teori maupun konsep. Adapun penelitian
sebelumnya dipakai sebagai acuan dan referensi penulis serta memudahkan
penulis dalam membuat penelitian ini. Peneliti telah menganalisis tiga penelitian
terdahulu yang berkaitan dengan bahasan di dalam penelitian ini, yaitu:
1. Skripsi yang berjudul ―Strategi Komunikasi Komunitas Wanita Bercadar
(WIB) Dalam Mensosialisasikan Jilbab Bercadar‖.
Penelitian tersebut disusun oleh Rizky Nurul Ambia Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (2016)
Peneliti melakukan penelitian dengan menggunakan metode penelitian deskriptif
kualitatif. Metode deskriptif kualitatif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan
masalah yang bertujuan untuk menggambarkan, meringkas berbagai kondisi,
11
berbagai situasi ataupun berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat
yang menjadi objek penelitian yang berupaya menarik realitas itu ke permukaan
sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda atau gambaran tentang kondisi,
situasi ataupun fenomena tertentu (Bungin, 2008).
Berdasarkan hasil pada penelitian ini adalah bahwa implementasi strategi
komunikasi Komunitas Wanita Indonesia Bercadar (WIB) Dalam
mensosialisasikan jilbab bercadar tertuang dalam beberapa kegiatan yang
dilakukan komunitas WIB. Program-program tersebut berjalan dengan lancar dan
mendapat respon yang baik dari beberapa bagian masyarakat. WIB menggunakan
penyajian pesan yang bersifat menarik perhatian khalayak dan menggunakan
tanda-tanda yang disesuaikan dengan kerangka acuan khalayak dan juga
menentukan metode yang akan digunakan dengan cara informatif, persuasif, dan
edukatif.
Namun dalam tahap evaluasi strategi komunikasi terdapat faktor penghambat
dalam mensosialisasikan jilbab bercadar. Faktor perhambat tersebut berasal dari
sisi internal WIB itu sendiri, evaluasi yang harus diperbaiki yaitu masalah
keterbatasan waktu dan SDM yang kurang memadai dalam mengkoordinir
program-program kegiatan yang telah dilaksanakan.
12
2. Skripsi dengan judul ―Fenomena Wanita Bercadar (Studi Fenomenologi
Konstruksi Realitas Sosial Dan Interaksi Sosial Wanita Bercadar)‖.
Penelitian tersebut disusun oleh Zakiyah Jamal mahasiswa Jurusan Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Pembangunan Nasional
―Veteran‖ Jawa Timur (2013). Latar belakang penelitian ini adalah setelah proses
penangkapan terorisme-terorisme yang terjadi di Indonesia, pemberitaan di media
massa tidak hanya menguak profil seorang teroris, namun media massa juga
menampilkan sosok istri-istri pelaku peledakan yang hampir semuanya
menggunakan cadar. Seperti yang dilansir portal berita kompasiana.com, yang
menuliskan tentang peristiwa pengeboman hotel JW Marriot dan Ritz Carlton
beberapa waktu yang lalu oleh sekelompok teroris di bawah komando Noordin M
Top dan kawan-kawan. Isu penggunaan cadar dan wanita bercadar semakin
menjadi perhatian masyarakat, hal ini dipicu oleh fakta bahwa mayoritas istri dan
keluarga dari para pelaku bom bunuh diri dan para teroris yang selama ini menjadi
dalang teror memakai kerudung bercadar tersebut. Hingga akhirnya stigma cadar
selalu dikaitkan dengan haluan pemikiran garis keras yang berpotensi besar
dijadikan kelompok yang mendukung aksi terorisme yang terjadi.
Dalam latar belakang penelitian tersebut, menimbulkan pertanyaan bagi peneliti
skripsi untuk mengetahui konstruksi realitas yang dibagun oleh wanita bercadar.
Dengan adanya konstruksi realitas, dapat mengetahui dan mengungkapkan alasan
wanita menggunakan cadar serta motif menggunakan cadar. Penelitian ini
menggunakan pendekatan fenomenologi, yang tidak hanya pengalamannya saja
tetapi juga bagaimana interkasi sosial wanita bercadar dengan masyrakat sekitar.
13
3. Skripsi yang berjudul ―Dinamika Komunikasi Wanita Arab Bercadar‖.
Penelitian ini disusun oleh Mutiah pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas PGRI Ronggolawe Tuban, Jawa Timur.
Tujuan pada penelitian ini untuk mengetahui Penelitian ini menitik beratkan pada
penampilan otentik wanita Arab yang mengenakan cadar, yang notabene cadar
sendiri adalah pakaian budaya di Arab Saudi. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui makna cadar bagi wanita bercadar itu sendiri dan mengetahui
pengelolaan kesan yang terjadi dalam komunitas wanita bercadar tersebut.
Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi. Dalam penelitian ini terdapat 11 informan yang bersedia
mengartikulasi pengalamannya secara terbuka. Umumnya penulis memperoleh
sebuah pernyataan yang spontan sehingga didapat data yang natural. Makna cadar
yang mereka konstruksi, penulis reduksi menjadi tiga kategori, yaitu cadar sebagai
kewajiban, cadar sebagai kehormatan dan cadar berawal dari tradisi keluarga yang
ketiga kategori ini sangat dipengaruhi oleh faktor situasional. Penelitian ini
memperlihatkan dan memahami interaksi dan komunikasi yang terjadi dalam
komunitas wanita Arab yang mengenakan cadar itu sendiri maupun interaksi yang
terjadi dengan masyarakat sekitar, terjadi nuansa-nuansa identitas etnik ketika
interaksi tersebut berlangsung. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa semua
yang perempuan bercadar kelola, semua tindakan yang perempuan bercadar
lakukan dan kesadaran diri tentang makna cadar yang mereka konstruksi sendiri
terbentuk oleh satu motivasi yaitu syariat hukum Islam.
14
Tabel 1. Penelitian Terdahulu
No Aspek Peniliaian Keterangan
1 Judul Strategi Komunikasi Komunitas Wanita Bercadar
(WIB) Dalam Mensosialisasikan Jilbab Bercadar.
Peneliti Rizky Nurul Ambia Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta (2016)
Hasil Penelitian Di dalam penelitian ini penelitian menghasilkan
implementasi strategi komunikasi dalam
mensosialisasikan cadar dengan efektif ke pihak
masyarakat.
Persamaan dan Perbedaan Persamaan nya adalah menggunakan metode
deskriptif-kualitatif. Namun perbedaan dari
penelitian ini dapat diketahui bahwa keunggulan
peneliti ialah mengetahui bagaimana WIB
mensosialisasikan cadar, sedangkan kekuatan dari
penelitian yang peneliti lakukan terdapat pada
bagaimana cara mengatasi stereotip negatif
masyarakat terhadap perempuan bercadar.
Kontribusi Penilitian Memberikan referensi dalam menggambarkan
keberadaan komunitas perempuan bercadar di
Indonesia.
2 Judul Fenomena Wanita Bercadar (Studi Fenomenologi
Konstruksi Realitas Sosial dan Interaksi Sosial
Wanita Bercadar).
Peneliti Zakiyah Jamal Jurusan IlmuKomunikasi Fakultas
Ilmu Sosial dan Politik Universitas Pembangunan
Nasional ―Veteran‖Jawa Timur (2013)
Hasil Penelitian Penelitian ini dapat mengetahui interaksi sosial
wanita bercadar dengan masyarakat serta
mengetahui pemaknaan cadar bagi wanita bercadar
itu sendiri.
Persamaan dan Perbedaan Persamaan nya adalah menggunakan metode
deskriptif-kualitatif. Namun perbedaan dari
penelitian ini dapat diketahui fenomena realitas
sosial dan interaksi sosial wanita bercadar secara
keseluruhan. Sedangkan penelitian yang peneliti
lakukan hanya fokus pada komunitas Niqab Squad
yang dikemas menjadi lebih anak muda sehingga
menjadi daya tarik pembaca
Kontribusi Penilitian Memberikan referensi cara interaksi sosial wanita
bercadar dengan masyarakat
3 Judul Dinamika Komunikasi Wanita Arab Bercadar
Peneliti Mutiah pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas PGRI
Ronggolawe Tuban, Jawa Timur (2013)
Hasil penelitian Penelitian ini menitikberatkan bagaimana
penampilan otentik wanita Arab yang mengenakan
cadar serta mengetahui pengelolaan kesan
15
Persamaan dan Perbedaan Persamaan nya adalah menggunakan metode
deskriptif-kualitatif. Namun perbedaan dari
penelitian ini dapat diketahui bahwa salah satu
kekuatannya peneliti dapat langsung berinteraksi
dengan komunitas wanita Arab yang dimana
keturunan bangsa Arab. Sedangkan keunggulan
penelitian yang peneliti lakukan merupakan
komunitas Niqab Squad Indonesia yang seluruh
masyarakat indonesia dapat bergabung tanpa
mengenal ras atau suku
Kontribusi Penelitian Memberikan referensi keberadaan wanita bercadar
yang notaben komunitas wanita Arab
Sumber: http://repository.uinjkt.ac.id
http://eprints.upnjatim.ac.id
http://bppkibandung.id (Diakses pada 15 Maret, 2018)
Berdasarkan penelitian terdahulu menjadi acuan untuk menjadikan penelitian ini
lebih baik lagi, dengan alasan penelitian tersebut memiliki kesamaan dengan
penelitian yang penulis lakukan, yaitu berkaitan dengan model analisis
komunikasi dakwah Niqab Squad dalam mengatasi stereotip negatif pada
muslimah bercadar. Persamaan lain terletak pada keberadaan muslimah bercadar
ditengah masyarakat, keberadaan mereka masih dalam keterasingan. Dikarenakan
stereotip negatif masyarakat, maka mereka perlu menunjukan kepada masyarakat
bahwa stereotip negatif tersebut tidak benar. Untuk dapat dihargai serta tidak
diasingkan ditengah masyarakat, maka terbentuklah suatu komunitas muslimah
bercadar yang dinamakan Niqab Squad.
16
2.2 Tinjauan Tentang Analisis
2.2.1 Definisi Analisis
Analisis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dapat diartikan sebagai
sebuah penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui keadaan yang
sebenarnya, atau juga dapat diartikan sebagai sebuah penguraian suatu pokok atas
berbagai bagian itu sendiri. Analisis memiliki hubungan antar-bagian untuk
memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan (KBBI,
1990:32). Sedangkan menurut Effrey Like (dalam skripsi Nyimas, 2016) bahwa
analisis merupakan waktu untuk mengumpulkan bukti sehingga dapat menemukan
sumber suatu masalah, yaitu akarnya. Dalam penelitian ini penulis diharapkan
dapat meniliti setiap hal-hal yang berkaitan dengan penelitian dengan baik,
sehingga hasil penelitian dapat digunakan sebagai acuan atau sebagai contoh
penilitian berikutnya.
2.3 Tinjauan Tentang Komunikasi
2.3.1 Definisi Komunikasi
Istilah komunikasi atau dalam bahasa inggris disebut Communication berasal dari
bahasa latin Communication yang berarti ‗pemberitahuan‘ atau ‗pertukaran
pikiran‘. Jadi secara garis besar, dalam sebuah proses komunikasi haruslah
terdapat unsur-unsur kesamaan makna agar terjadi suatu pertukaran pikiran dan
pengertian antara komunikator (penyebar pesan) dan komunikan (penerima pesan)
(Cangara, 2016:19). Raymond S. Ross mengatakan bahwa komunikasi adalah
suatu proses menyortir, memilih, dan mengirimkan simbol-simbol sedemikian
rupa, sehingga membantu pendengar membangkitkan makna atau respon dari
pikirannya yang serupa dengan yang dimaksudkan oleh sang komunikator
(Wiryanto, 2004:6)
17
Dalam buku pengantar ilmu komunikasi menjelaskan bahwa komunikasi adalah
proses penyebaran informasi, ide-ide sebagai sikap atau emosi dari seseorang
kepada orang lain terutama melalui simbol-simbol. Carl Hovland mengemukakan
bahwa kegiatan komunikasi adalah untuk mengubah perilaku orang lain (to
modify the behavior of other individual) yang artinya setiap kegiatan komunikasi
bertujuan untuk mengubah perilaku orang lain melalui program informasinya
(Tommy, 2009:144). Kamus Besar Bahasa Indonesia mengatakan bahwa
komunikasi adalah sebuah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara
dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami (KBBI,
1990:454)
2.4 Tinjauan Tentang Model Komunikasi
2.4.1 Model Komunikasi
Seperti model pesawat terbang, model komunikasi kurang lebih adalah replika
kebanyakan sebagai model diagramatik dari dunia nyata. Oleh karena komunikasi
bersifat dinamis, sebenarnya komunikasi sulit dimodelkan. Akan tetapi,
penggunaan model berguna untuk mengidentifikasi unsur-unsur komunikasi dan
bagaimana unsur-unsur tersebut berhubungan.
Sejauh ini terdapat ratusan model komunikasi yang telah dibuat oleh pakar.
Kekhasan suatu model komunikasi juga dipengaruhi oleh latar belakang keilmuan
(pembuat) model tersebut, paradigma yang digunakan, kondisi teknologis, dan
semangat zaman yang melingkunginya. Penulis akan membahas sebagian kecil
saja dari sekian banyak model komunikasi tersebut, khususnya model-model yang
sangat populer (Mulyana, 2012:143)
18
2.4.2 Model S – R
Model stimulus – respons (S – R) adalah model komunikasi yang paling dasar.
Model ini dipengaruhi oleh disiplin psikologi, khususnya yang beraliran
behavioristik. Model tersebut menggambarkan hubungan stimulus – respons.
Model ini menunjukkan komunikasi sebagai proses aksi – reaksi yang sederhana.
Bila seorang wanita senyum kepada sahabatnya, dan sahabatnya membalas
senyumannya itulah pola S – R. Jadi model S – R mengasumsikan bahwa kata-
kata verbal (lisan – tulisan), isyarat-isyarat nonverbal, gambar-gambar, dan
tindakan-tindakan tertentu akan merangsang orang lain untuk memberikan
respons dengan cara tertentu. Oleh karena itu, proses ini sebagai pertukaran atau
pemindahan informasi atau gagasan. Proses ini dapat bersifat timbal-balik dan
mempunyai banyak efek. Setiap efek dapat mengubah tindakan komunikasi
(communication act) berikutnya (Mulyana, 2012:144).
Gambar 1. Model S – R (positif-positif)
Sumber: Mulyana, Ilmu Komunikasi, Bandung: 2012. Hlm.144
Pola S – R dapat berlangsung negatif, sehingga perilaku (respons) manusia dapat
diramalkan. Ringkasnya, komunikasi dianggap statis; manusia berperilaku karena
kekuatan dari luar (stimulus), bukan berdasarkan keinginan atau kemauan
bebasnya.
19
2.4.3 Model Aristoteles
Model Aristoteles adalah model komunikasi paling klasik, yang sering juga
disebut model retoris (rhetorical model). Model ini intinya adalah komunikasi
melalui pendekatan persuasi. Ia berjasa dalam merumuskan model komunikasi
verbal pertama. Komunikasi terjadi ketika seorang pembicara menyampaikan
pembicaraannya kepada khalayak dalam upaya mengubah sikap dan perilaku
mereka. Tepatnya, ia mengemukakan tiga unsur dasar proses komunikasi, yaitu
pembicara (speaker), pesan (message), dan pendengar (listener).
Gambar 2. Model Aristoteles
Sumber: Mulyana, Ilmu Komunikasi, Bandung: 2012. Hlm.145
Fokus komunikasi yang ditelaah Aristoteles adalah komunikasi retoris, yang kini
lebih dikenal dengan komunikasi publik (public speaking) atau pidato.Pada masa
itu, seni berpidato memang merupakan suatu keterampilan penting yang
digunakan di pengadilan dan di majlis legislator dan pertemuan-pertemuan
masyarakat.Oleh karena semua bentuk komunikasi publik melibatkan persuasi,
Aristoteles tertarik menelaah sarana persuasi yang paling efektif dalam pidato.
Menurut Aristoteles (dalam, Mulyana, 2012:145) persuasi dapat dicapai oleh siapa
anda (etos— keterpercayaan anda), argumen anda (logos—logika dalam pendapat
anda), dan dengan memainkan emosi khalayak (pathos— emosi khalayak).
20
Dengan kata lain, faktor-faktor yang memainkan peran dalam menentukan efek
persuasif suatu pidato meliputi isi pidato, susunannya, dan cara penyampaiannya.
Aristoteles juga menyadari peran khalayak pendengar. Persuasi berlangsung
melalui khalayak ketika mereka diarahkan oleh pidato itu ke dalam suatu keadaan
emosi.
Seperti model S -R, model komunikasi Aristoteles jelas sangat sederhana, malah
terlalu sederhana dipandang dari perspektif sekarang, karena tidak memuat unsur-
unsur lainnya yang dikenal dalam model komunikasi, seperti saluran, umpan
balik, efek, dan kendala atau gangguan komunikasi. Meskipun demikian, model
yang sangat sederhana ini dapat merangsang beberapa pertanyaan, misalnya:
unsur-unsur apa yang harus ada dalam pidato agar persuasif bagi khalayak?
Apakah bentuk susunan pidato tertentu lebih baik daripada bentuk lainnya?
Apakah gaya bahasa dalam suatu pidato mempengaruhi derajat persuasinya?
Apakah reputasi pembicara yang ada sebelumnya meningkatkan daya
persuasinya?
Salah satu kelemahan model ini adalah bahwa komunikasi dianggap sebagai
fenomena yang statis. Seseorang berbicara, pesannya berjalan kepada khalayak,
dan khalayak mendengarkan. Tahap-tahap dalam peristiwa itu berurutan alih-alih
terjadi secara simultan. Di samping itu, model ini juga berfokus pada komunikasi
yang bertujuan (disengaja) yang terjadi ketika seseorang berusaha membujuk
orang lain untuk menerima pendapatnya. Kelemahan lain model retoris ini adalah
tidak dibahasnya aspek-aspek nonverbal dalam persuasi. Meskipun demikian, kita
harus bersikap adil untuk tidak menilai suatu model komunikasi dengan perspektif
kekinian. Jelas bahwa model Aristoteles ini telah mengilhami para pakar
21
komunikasi lainnya untuk merancang model-model komunikasi yang lebih baru.
Kebanyakan model komunikasi lebih baru yang dikembangkan para ahli sejak
zaman Aristoteles tetap mengandung tiga unsur yang sama: yakni sumber yang
mengirimkan pesan, pesan yang dikirimkan, dan penerima pesan tersebut (dalam,
Mulyana, 2012:146).
2.4.4 Model Lasswell
Who, Says What, In Which Channel, To Whom, With What Effect. Model ini
dikemukakan oleh Harold Laswell tahun 1984 yang menggambarkan proses
komunikasi dan fungsi-fungsi yang diembannya dalam masyarakat. Laswell
mengemukakan tiga fungsi komunikasi, yaitu: pertama, pengawasan lingkungan
yang mengingatkan anggota-anggota masyarakat akan bahaya dan peluang dalam
lingkungan; kedua, kolerasi berbagai bagian terposah dalam masyarakat yang
merespons lingkungan; dan ketiga, transmisi warisan sosial dari suatu generasi ke
generasi lainnya (Mulyana, 2012:147).
Model Lasswell sering diterapkan dalam komunikasi massa. Model tersebut
mengisyaratkan bahwa lebih dari satu saluran dapat membawa pesan. Unsur
sumber (who) merangsang pertanyaan mengenai pengendalian pesan (misalnya
oleh ―penjaga gerbang‖), sedangkan unsur pesan (say what) merupakan bahan
untuk analisis isi. Saluran komunikasi (in which channel) dikaji dalam analisis
media. Unsur penerima (to whom) dikaitkan dengan analisis khalayak, sementara
unsur pengaruh (with what effect) jelas berhubungan dengan studi mengenaik
akibat yanbg ditimbulkan pesan komunikasi massa pada khalayak.
22
2.4.5 Model Schramm
Model Schramm yang satu ini, berkenaan dengan model komunikasi
antarpersonal – antara seseorang dengan orang lain. Schramm (dalam Mulyana,
2002:140) menganggap bahwa komunikasi sebagai interaksi dengan kedua belah
pihak yang menyandi, menafsirkan, menyandi balik, mentransmisikan, dan
menerima sinyal. Di sini kita melihat umpan balik dan lingkaran yang
berkelanjutan untuk berbagi informasi. Model ini dapat dilihat sebagai berikut:
Gambar 3. Model Schramm
Sumber: Mulyana, Ilmu Komunikasi, Bandung: 2012. Hlm.152
Dari model di atas, menunjukkan bahwa setiap orang yang terlibat dalam proses
komunikasi tersebut bertindak sebagai encoder dan decoder. Encoder (pembicara)
pertama sekaligus menjadi decoder (penerima) kedua, dan decoder pertama
sekaligus menjadi encoder kedua. Kedua orang yang terlibat dalam komunikasi
tersebut, saling menyampaikan pendapat, saling menafsirkan simbol-simbol yang
diterima, dan saling merespon satu sama lain. Simbol-simbol itu bisa berupa kata-
kata, seperti, ―apa kabar?‖ ―Bagaimana?‖ ―Kapan anda datang?‖ ―Menurut saya!‖
―Sebaiknya!‖ dan sebagainya.
23
Bisa juga simbol itu berbentuk gestur tubuh, seperti anggukan kepala, gelengan
kepala, mengkerutkan kening, dan sebagainya. Simbol-simbol tersebut,
memainkan peran penting dalam proses komunikasi, karena hal itu memberi tahu
kita bagaimana pesan itu disampaikan, dimaknai dan ditafsirkan. Kita akan saling
mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan pesan itu, untuk apa, dan
apa tujuannya. Pesan itu bisa bermakna positif, bila pesan itu membicarakan
kepentingan bersama, memberikan solusi, tujuan bersama, dan disampaikan
dengan cara yang baik dan santun. Sebaliknya pesan itu, bisa bermakna negatif
bila pesan itu hanya menyangkut kepentingan diri sendiri dan disampaikan dengan
cara yang tidak etis (Mulyana. 2012:153)
2.4.6 Model Shannon dan Weaver
Model matematika ini sangat berpengaruh terhadap model-model dan teori
komunikasi berikutnya. Model Shannon dan Weaver mengasumsikan bahwa
sumber informasi menghasilkan pesan untuk dikomunikasikan. Pemancar
mengubah pesan menjadi signal yang sesuai dengan saluran yang digunakan.
Saluran adalah medium yang digunakan untuk mengirim signal dari pemancar ke
penerima (Mulyana: 2012: 149)
24
Gambar 4. Model Shannon dan Weaver
Sumber: Mulyana, Ilmu Komunikasi, Bandung: 2012. Hlm.149
Model Shannon dan Weaver ini menyoroti problem penyampaian pesan
berdasarkan tingkat kecermatannya. Model itu melukiskan suatu sumber yang
menyandi atau menciptakan pesan dan menyampaikannya melalui suatu saluran
kepada seorang penerima yang menyandi-balik atau mencipta-ulang pesan
tersebut. Pemancar (transmitter) mengubah pesan menjadi sinyal yang sesuai
dengan saluran yang digunakan. Saluran (channel) adalah medium yang
mengirimkan sinyal (tanda) dari transmitter ke penerima (receiver). Sasaran
(destination) adalah (otak) orang yang menjadi tujuan pesan itu.
Suatu konsep penting dalam model Shannon dan Weaver ini adalah gangguan
(noise), yakni setiap rangsangan tambahan dan tidak dikehendaki yang dapat
mengganggu kecermatan pesan yang disampaikan. Gangguan ini bisa merupakan
interferensi statis atau suatu panggilan telepon, musik yang hingar bingar di
sebuah pesta, atau sirene di luar rumah. Menurut Shannon dan Weaver, gangguan
ini selalu ada dalam saluran bersama pesan tersebut yang diterima oleh penerima
(Mulyana: 2012: 149).
25
2.4.7 Model DeFleur
Model ini merupakan proses komunikasi massa yang dikembangkan dari proses
komunikasi antarpribadi. Model ini juga dapat dikatakan perluasan dari model
Shannon dan Weaver dengan memasukkan unsur unsur piranti media massa dan
piranti umpan balik. Sumber dan pemancar merupakan dua fungsi berbeda yang
dilakukan oleh individu. Individu memilih simbol simbol untuk menyatakan
makna denotatif dan konotatif. Hal ini disampaikan secara verbal atau ditulis
dalam simbol simbol tertentu, sehingga merubah menjadi peristiwa yang dapat
kita baca, dengar, atau lihat, serta dapat dipersepsikan sebagai stimulus oleh
khalayak (Mulyana: 2012: 165).
Gambar 5. Model DeFleur
Sumber: Mulyana, Ilmu Komunikasi, Bandung: 2012. Hlm.156
26
2.5 Tinjauan Tentang Kelompok
2.5.1 Definisi Komunikasi Kelompok
Michael Burgoon (Wiryanto, 2005: 52) mendefinisikan komunikasi kelompok
sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan
yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah,
yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-
anggota yang lain secara tepat.
2.5.2 Definisi Kelompok
Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang
berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama
lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut.
Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, kelompok pemecahan
masalah, atau suatu komite yang tengah merapat untuk mengambil suatu
keputusan. Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi
antarpribadi. Karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga
bagi komunikasi kelompok (Mulyana, 2005: 61).
Setiap kegiatan yang dijalankan oleh manusia dikarenakan timbul faktor-faktor
yang mendorong manusia tersebut untuk melakukan suatu pekerjaan.Begitu pula
dengan kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat,
didorong oleh faktor-faktor tertentu. Mengapa manusia ingin melaksanakan
komunikasi dengan yang lainnya, khususnya komunikasi kelompok adalah
kumpulan orang-orang yang memiliki kesadaran bersama akan keanggotaan dan
saling berinteraksi. Atau dengan kata lain, kelompok adalah kumpulan orang yang
27
saling berinteraksi, interdependen (saling tergantung antara satu dengan yang
lainnya), dan berada bersama-sama untuk mencapai tujuan yang sama.
Dua faktor utama yang mengarahkan pilihan tersebut adalah kedekatan dan
kesamaan, yaitu:
a) Kedekatan
Pengaruh tingkat kedekatan, atau kedekatan geografis, terhadap keterlibatan
seseorang dalam sebuah kelompok tidak bisa diukur.Kelompok tersusun atas
individu-individu yang saling berinteraksi. Semakin dekat jarak geografis
antara dua orang, semakin mungkin mereka saling melihat, berbicara dan
bersosialisasi. Singkatnya, kedekatan fisik meningkatkan peluang interaksi
dan bentuk kegiatan bersama yang memungkinkan terbentuknya kelompok
sosial. Jadi kedekatan menumbuhkan interaksi, yang memainkan peran
penting terhadap terbentuknya kelompok pertemanan.
b) Kebersamaan
Pembentukan kelompok tidak hanya tergantung pada kedekatan fisik, tetapi
juga kesamaan diantara anggota-anggotanya. Sudah menjadi kebiasaan, orang
lebih suka berhubungan dengan orang yang memiliki kesamaan dengan
dirinya. Kesamaan yang dimaksud adalah kesamaan minat, kepercayaan, nilai,
usia, tingkat intelejensi, dan karakter-karakter personal lain. Kesamaan juga
merupakan faktor utama dalam memilih calon pasangan untuk membentuk
kelompok yang disebut keluarga.
28
2.5.3 Fungsi Komunikasi Kelompok
Keberadaan suatu kelompok dalam suatu masyarakat dicerminkan oleh adanya
fungsi-fungsi yang akan dilaksanakannya. Fungsi-fungsi tersebut antara lain
adalah, fungsi hubungan sosial, pendidikan, persuasi, pemecahan masalah dan
pembuat keputusan, serta terapi. Semua fungsi ini di manfaatkan untuk
kepentingan masyarakat, kelompok dan para anggota kelompok itu sendiri.Berikut
penjelasan mengenai fungsi-fungsi kelompok, yaitu:
a) Fungsi pertama adalah menjalin hubungan sosial dalam artian bagaimana
kelompok tersebut dapat membentuk dan memelihara hubungan antara para
anggotanya dengan memberikan kesempatan melakukan berbagai aktivitas
rutin yang informal, santai, dan menghibur.
b) Fungsi kedua adalah pendidikan yang mana mempunyai makna bagaimana
sebuah kelompok baik secara formal maupun informal berinteraksi untuk
saling bertukar pengetahuan. Fungsi pendidikan ini sendiri sangat bergantung
pada 3 faktor, yang pertama adalah jumlah informasi yang di kontribusikan
oleh setiap anggota, yang kedua adalah jumlah partisipan yang ikut di dalam
kelompok tersebut, dan yang terakhir adalah berapa banyak interaksi yang
terjadi di dalam kelompok tersebut. Fungsi ini juga akan efektif jika setiap
anggota juga dapat memberikan informasi dan pengetahuan yang berguna bagi
anggotanya.
c) Fungsi ketiga adalah persuasi, dalam fungsi ini, seorang anggota berusaha
mempersuasikan anggota kelompok lainnya untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang di inginkannya. Seseorang yang
terlibat dalam usaha usaha persuasif didalam kelompoknya memiliki resiko
29
untuk tidak diterima oleh anggota kelompok nya yang lain, apabila hal yang di
usulkannya tersebut bertentangan dengan norma-norma kelompoknya, maka
justru dia dapat menyebabkan konflik di dalamkelompok dan dapat
membahayakan posisinya di dalam kelompok tersebut.
d) Fungsi keempat adalah pemecahan masalah dan pembuatan keputusan.
Pemecahan masalah (problem solving) berkaitan dengan penemuan alternatif
atau solusi yang tidak diketahui sebelumnya, sedangkan pembuatan keputusan
(decision making), berhubungan dengan pemilihan materi atau bahkan untuk
pembuatan keputusan.
e) Fungsi kelima adalah terapi. Kelompok terapi memiliki perbedaan dengan
kelompok lainnya, karena kelompok terapi tidak memiliki tujuan. Objek dari
kelompok terapi adalah membantu setiap individu untuk mencapai perubahan
persoalannya. Tentunya, individu tersebut harus berinteraksi dengan anggota
kelompok lainnya guna mendapatkan manfaat, namun usaha utamanya adalah
membantu dirinya sendiri, bukan membantu kelompok mencapai tujuan
kelompoknya. Sebagai contoh dari kelompok terapi ini adalah kelompok
konsultasi perkawinan, kelompok penderitas narkotika, kelompok perokok
berat. Tindak komunikasi dalam kelompok-kelompok terapi ini dikenal
dengan nama pengungkapan ciri (self-disclosure). Artinya dalam suasana yang
mendukung setiap anggota dianjurkan untuk berbicara secara terbuka tentang
apa yang menjadi permasalahannhya. Jika muncul konflik antar anggota
dalam diskusi yang dilakukan, orang yang menjadi pemimpin atau yang
memberi terapi yang akan menyelesaikannya.
30
2.5.4 Komunitas Bagian Dari Kelompok
Kata community menurut Iriantara dalam Skripsi Arsdiansyah (2016: 25) adalah
sekumpulan individu yang mendiami lokasi tertentu dan biasanya terkait dengan
kepentingan yang sama. Sedangkan menurut Wenger (2002: 4) komunitas itu
adalah sekumpulan orang yang saling berbagi masalah, perhatian atau kegemaran
terhadap suatu topik dan memperdalam pengetahuan serta keahlian mereka
dengan saling berinteraksi secara terus-menerus.
Komunitas memiliki banyak makna, komunitas dapat dimaknai sebagai sebuah
kelompok dari suatu masyarakat atau sebagai kelompok orang yang hidup disuatu
area khusus yang memiliki karakteristik budaya yang sama. Menurut Etienne
Wenger (2002: 24), komunitas mempunyai berbagai macam bentuk dan
karakteristik, diantaranya:
1. Besar atau Kecil
Keanggotaan dibeberapa komunitas ada yang hanya terdiri dari beberapa
anggota saja dan ada yang mencapai 1000 anggota.Besar atau kecilnya
anggota disuatu komunitas tidak menjadi masalah, meskipun demikian
komunitas yang memiliki banyak anggota biasanya dibagi menjadi sub divisi
berdasarkan wilayah sub tertentu.
2. Terpusat atau Tersebar
Sebagian besar suatu komunitas berawal dari sekelompok orang yang bekerja
ditempat yang sama atau memiliki tempat tinggal yang berdekatan. Sesama
anggota komunitas saling berinteraksi secara tetap serta ada beberapa
komunitas yang tersebar diberbagai wilayah.
31
3. Berumur Panjang atau Berumur Pendek
Terkadang sebuah komunitas dalam perkembangannya, memerlukan waktu
yang cukup lama, sedangkan jangka waktu keberadaan sebuah komunitas
sangat beragam.Beberapa komunitas dapat bertahan dalam jangka tahunan,
tetapi pula komunitas berumur pendek.
4. Internal atau Eksternal
Sebuahkomunitas dapat bertahan sepenuhnya dalam unit bisnis atau
bekerjasama dengan organisasi yang berbeda.
5. Homogen atau Heterogen
Sebagian komunitas berasal dari latar belakang yang sama serta ada yang
terdiri dari latar belakang yang berbeda. Pada umumnya jika sebuah
komunitas berasal dari latar belakang yang sama komunikasi akan lebih
mudah terjalin, sebaliknya jika komunitas terdiri dari berbagai macam latar
belakang diperlukan rasa saling menghargai dan rasa toleransi yang cukup
besar satu sama lain.
6. Spontan atau Disengaja
Beberapa komunitas ada yang berdiri tanpa adanya intervensi atau usaha
pengembangan suatu organisasi. Anggota secara spontan bergabung karena
kebutuhan berbagai informasi dan memiliki minat yang sama. Pada 18
beberapa kasus, terdapat komunitas yang secara sengaja didirkan secara
spontan atau disengaja tidak menentukan formal atau tidaknya sebuah
komunitas.
32
7. Tidak Dikenal atau Di bawahi sebuah institusi
Sebuah komunitas memilki berbagai macam hubungan dengan orgnasisai,
baik itu komunitas yang tidak dikenali, maupun komunitas yang berdiri
sendiri di bawah sebuah institusi.
Pengertian komunitas adalah sekelompok orang yang saling peduli satu sama lain
lebih dari yang seharusnya, dimana dalam sebuah komunitas terjadi relasi pribadi
yang erat antar para anggota komunitas tersebut karena adanya kesamaan interest
atau values. Dengan demikian, suatu komunitas merupakan suatu kelompok sosial
yang memiliki kesamaan tujuan, hobi ataupun keinginan. Komunitas adalah
sebuah kelompok sosial dari beberapa organisme yang berbagi lingkungan,
umumnya memiliki ketertarikan dan habitat yang sama (Kertajaya Hermawan,
2008).
2.6 Tinjauan Tentang Dakwah
2.6.1 Definisi Komunikasi Dakwah
Dakwah memiliki arti yang berasal dari bahasa Arab, yaitu da‟ayad‟uda‟watan,
yang artinya menyeru, mengajak, memanggil. Kata tersebut telah menjadi istilah
baku dalam Bahasa Indonesia. Dalam kamus besar bahasa indonesia, dakwah
memiliki arti; penyiaran, propaganda, penyiaran agama dikalangan masyarakat
dan pengembangannya, seruan untuk memeluk, mempelajari, dan mengamalkan
agama. Dengan kata lain, dakwah memberikan sedikitnya lima arti dari kata yaitu;
memanggil, menyeru, menegaskan atau membela sesuatu, perbuatan atau
perkataan untuk menarik manusia kepada sesuatu, dan memohon atau meminta
(Mauludi, 2016).
33
Secara teoritis, dakwah adalah kegiatan mengkomunikasikan pesan ajaran Islam
kepada khalayak. Dakwah bahwa kegiatan dakwah merupakan bentuk dari
komunikasi. Komunikasi itu sendiri secara sederhana bermakna suatu proses
penyampaian pesan dari penyampai pesan (komunikator) kepada orang lain
(komunikan). Seperti halnya pengertian dakwah yang sederhana berarti menyeru
dan menyampaikan pesan ajaran Islam kepada khalayak (Mauludi, 2016).
Dakwah dapat dikatakan merupakan bagian dari komunikasi. Dakwah juga
merupakan bagian dari studi cross-disciplinarity atau antar bidang yang tujuannya
adalah mengkaji fenomena dakwah dari sudut pandang atau perspektif ilmu
komunikasi. Melihat kembali tentang definisi dakwah sebagai proses
penyampaian pesan kepada khalayak, maka bahwa untuk memahami hal itu
diperlukan bantuan ilmu komunikasi. Dan jika komunikasi didefinisikan sebagai
proses pengiriman pesan dari berbagai lambang,ide, gagasan dan sebagainya
kepada masyarakat, maka berarti bahwa proses penyampaian ajaran Islam tersebut
akan dilihat dari perspektif proses pengiriman pesan atau lambang-lambang yang
akan disampaikan. Dari proses penyampaian ajaran Islam atau pesan dakwah
tersebut bisadikembangkan dalam pengelolaan komunikasi dakwah sehingga
menjadikan pesan dakwah tersebut tersampaikan secara efektif (Anis, 2011: 187)
Hal ini mengingat tentang formulasi teori Harold Lawell tentang ”Who sayswhat
to whom in what channel and with what effect”. Komponen komunikasi dalam
berdakwah juga terdiri dari lima komponen penting tersebut.
Oleh karena itu, dalam proses berdakwah banyak mengkaji tentang proses
komunikasi, baik secara persuasif atau proses interaksi sosial. Dakwah pada
34
akhirnya bisa menjadi bagian dari proses perubahan sosial. Proses perubahan
sosial tersebut sangatlah penting untuk menjadi gambaran para penyampai pesan
yang ingin berkomunikasi dengan khalayak terutama dalam skala yang lebih besar
untuk memperhatikan tahapan-tahapan yang harus diperhatikan dalam
penyampaian pesan tersebut, agar terciptanya komunikasi yang efektif.
2.6.2 Proses Komunikasi Dakwah
Proses komunikasi dakwah berlangsung sesuai dengan proses komunikasi dimulai
dari komunikator hingga feedback atau respon komunikan (objek dakwah).
Aktivitas dakwah dimulai dari adanya seorang komunikator (pengirim pesan).
Komunikator dakwah memilih dan memilah ide berupa materi dakwah
(encoding), lalu diolah menjadi pesan dakwah (message). Pesan itu disampaikan
melalui sarana (media) yang tersedia untuk diterima oleh komunikan (receiver,
penerima pesan, objek dakwah). Komunikan menerjemahkan atau memahami
simbol-simbol pesan dakwah itu (decoding) lalu memberi umpan balik (feedback)
atau meresponnya (Syamsul, 2013:12).
2.6.3 Bentuk-Bentuk Dakwah
Bentuk-bentuk dakwah dapat digolongkan menjadi empat golongan besar
(Ya‘kub, 1992: 47-48) yaitu sebagai berikut:
1). Dakwah Melalui Lisan
Dakwah yang dilakukan dengan lidah atau suara. Termasuk dalam bentuk ini
adalah khutbah, pidato, ceramah, kuliah, diskusi, seminar, musyawarah, nasehat,
pidato-pidato radio, ramah tamah dalam anjang sana, obrolan secara bebas setiap
ada kesempatan, dan lain sebagainya.
35
2) Dakwah Melalui Tulisan
Dakwah yang dilakukan dengan perantara tulisan misalnya: buku, majalah, surat
kabar, buletin, risalah, kuliah tertulis, pamflet, pengumuman tertulis, spanduk, dan
sebagainya.
3) Dakwah Melalui Media Audio Visual
Cara penyampaian yang sekaligus merangsang penglihatan dan pendengaran.
Contohnya adalah dakwah melalui televisi, Instagram dan lain-lain.
4) Dakwah melalui Akhlak Atau Perilaku
Cara penyampaian langsung ditunjukkan dalam bentuk perbuatan yang nyata
misalnya: menjenguk orang sakit, bersilaturrahmi ke rumah, pembangunan masjid
dan sekolah, poliklinik, kebersihan, pertanian, peternakan, dan lain sebagainya.
2.7 Tinjauan Tentang Stereotip
Stereotip adalah pendapat atau prasangka mengenai orang-orang dari kelompok
tertentu, dimana pendapat tersebut hanya didasarkan pada persepsi kelompok.
Stereotip dapat berupa prasangka positif dan negatif, dan kadang-kadang
dijadikan alasan untuk melakukan tindakan diskriminatif. Sebagian orang
menganggap segala bentuk stereotip bermakna negatif. Stereotip jarang sekali
akurat, biasanya hanya memiliki sedikit dasar yang benar, atau bahkan
sepenuhnya dikarang-karang (Dzikriyya, 2017:19).
Di dalam buku Mulyana, mengemukakan bahwa kesulitan komunikasi akan
muncul dari penstereotipan (stereotyping), yakni menggeneralisasikan orang-
orang berdasarkan sedikit informasi dan membentuk asumsi mengenai mereka
36
berdasarkan keanggotaan mereka dalam suatu kelompok. Dengan kata lain,
penstereotipan adalah proses menempatkan orang-orang dan objek-objek ke
dalam kategori-kategori yang sesuai, ketimbang berdasarkan karakteristik
individual mereka (Mulyana, 2012:237)
Definisi lain mengenai stereotip adalah kategorisasi psikologis dari kelompok
sosial tertentu yang diyakini oleh masyarakat umum, yang mempengaruhi
pembuatan keputusan dan pemrosesan informasi. Terkadang stereotip tidak
mencerminkan realita atau kenyataan dengan benar. Banyak penelitian
menunjukkan stereotip dengan citra negatif akan menghasilkan pemikiran yang
negatif pula. Serupa dengan definisi sebelumnya, definisi lain juga
mengungkapkan adanya pandangan yang negatif dimana stereotip diartikan
sebagai gambaran yang digeneralisir dan tercipta karena prasangka terhadap
kelompok tertentu yang terlalu disederhanakan, sehingga seseorang memandang
seluruh anggota kelompok itu memiliki sifat pembawaan tertentu yang negatif
(Bambang, 2015:233)
Stereotip terdapat dua macam yaitu stereotip positif dan stereotip negatif, namun
sebagian besar orang menganggap stereotip itu negatif. Sedangkan, stereotip
positif merupakan dugaan atau gambaran yang bersifat positif terhadap kondisi
suatu kelompok tertentu. Stereotip ini dapat membantu terjadinya komunikasi
(nilai-nilai toleransi) lintas budaya sehingga dapat memudahkan terjadinya
interaksi antar orang yangberbeda latar belakang pada sebuah lingkungan secara
bersama-sama. Sehingga menciptakan suatu hubungan yang harmonis antar
kelompok budaya (Dzikriyya, 2017: 19)
37
Stereotip itu bersifat unik dan berdasarkan pengalaman individu, namun kadang
merupakan hasil pengalaman dan pergaulan dengan orang lain maupun dengan
anggota kelompok kita sendiri. Hewstone dan Giles dalam Sunarto, mengajukan
kesimpulan tentang proses stereotip: (1) Proses stereotip merupakan hasil dari
kecenderungan mengantisipasi atau mengharapkan kualitas derajat hubungan
tertentu antara anggota kelompok tertentu berdasarkan sifat psikologis yang
dimiliki. Semakin negatif generalisasi itu kita lakukan, semakin sulit kita
berkomunikasi dengan sesama. (2) Sumber dan sasaran informasi mempengaruhi
proses informasi yang diterima atau yang hendak dikirimkan. Stereotip
berpengaruh terhadap proses informasi individu. (3) Stereotip menciptakan
harapan pada anggota kelompok tertentu dan anggota kelompok lain. (4) Stereotip
menghambat pola perilaku komunikasi kita dengan orang lain (Sunarto, 2010:233)
Salah satu dasar adanya stereotip adalah teori peran sosial. Dalam teori ini,
terdapat harapan individu untuk mengkonfirmasi tindakan dan kecenderungan
yang konsisten dengan peran mereka. Hal ini dapat didasarkan pada jender, status
ekonomi, atau variable demografi. Setiap orang beresiko mendapat perlakukan
yang tidak menyenangkan akibat adanya stereotipe ini. Ancaman stereotip ini
dapat didefinisikan sebagai ancaman situasional yang berasal dari penyebaran
stereotip negatif tentang suatu kelompok.
Contoh lain dari stereotip ini banyak sekali, dalam (Mulyana, 2012: 238) yaitu:
a) Laki-laki berpikir logis
b) Wanita bersikap emosional
c) Orang berkulit hitam pencuri
38
d) Orang Batak kasar
e) Orang Padang pelit
f) Orang Jawa halus-pembawaan
g) Orang berkaca mata minus jenius
h) Orang berjenggot fundamentalis (padahal kambing juga berjenggot)
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa stereotip
adalah persepsi terhadap seseorang atau kelompok lain yang telah dibawa dalam
alam bawah sadarnya sejak kecil sehingga membentuk suatu pemahaman yang
cenderung permanen terhadap seseorang atau kelompok.
2.8 Tinjauan Tentang Niqab
Pengertian cadar (niqab) menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
kain penutup kepala atau muka (http://kbbi.web.id/cadar). Cadar dalam bahasa
arab disebut niqab, yang berarti pakaian wanita yang menutupwajah. Dalam
mengenakanjilbab muslimah akan menambah niqab untuk menutupi kulit wajah.
Dalam bahasa inggris pengertian cadar adalah veil (sebagaimana varian Eropa
lain, misalnya voile dalam bahasa Prancis) bahwa cadar biasa dipakai untuk
merujuk pada penutup tradisional kepala, wajah (mata, hidung, atau mulut), atau
tubuh perempuan di Timur Tengah dan Asia Selatan. Makna yang dikandung kata
ini adalah ―penutup‖, dalam arti ―menutupi‖ atau menyembunyikan‖, atau
―menyamarkan‖. Dalam bahasa Arab kata veil tidak ada padannya yang tepat. The
Encyclopedia of Islam dalam Ratri menyebutkan ratusan istilah untuk
menunjukkan bagian-bagian pakaian, yang kebanyakan digunakan untuk padanan
kata veiling. Beberapa istilah yang dapat disebutkan disini antara lain „abayah,
39
burqu‟, burnus, disydasya, gallaiyah, gina‟, niqab, gargush, habarah, hayik,
jellabah, mungub, milayah, dan yashmik (Ratri, 2011: 33)
Banyak sekali dalil dari Al-Quran dan sunnah menunjukan bahwa menutup wajah
dengan cadar merupakan ajaran Islam, namun pemakaiannya masih diperdebatkan
oleh sebagian ulama. Ada yang mengatakan wajib, dan ada yang mengatakan
sunnah. Salah satunya firman Allah Ta‘ala di dalam surat (Al Ahzab:59) Allah
berfirman:
―Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri
orang mu‘min: ―Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke tubuh mereka.Yang
demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak
diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang‖.
Penegasan ayat di atas dapat ditegaskan dalam Kitab Tafsir Jalalain, karya
Jalaluddin ibn Muhammad Al-Mahalli dan Jalaluddin ibn Abi Bakrin as-Suyuthi
rahimahumallahu dijelaskan bahwa:
―Pakaian besar yang menutupi perempuan, yaitu menjulurkan sebagiannya ke atas
wajah-wajah mereka ketika keluar untuk pergi dalam keperluan mereka, hingga
tidak menampakkanya kecuali hanya satu mata saja.‖
(Kitab Tafsir Al-Jalalain hal. 437, Darus salam, Riyadh, cet. Ke-2, 1422 H diakses
pada, 15 Maret 2018)
Merupakan tuntutan agama Islam yang memerintahkan para muslimah untuk
menutup aurat dari pandangan laki-laki, niqab menutupi tubuh secara sempurna
dari atas hingga ujung kaki. Adapun di beberapa negara Islam, jilbab dikenal
dengan beberapa istilah. Kalau di Iran disebut chador, pardeh di India dan
Pakistan, milayat di Libya, abaya di Irak, charshaf di Turki, hijabb di beberapa
negara Arab-Afrika seperti di Mesir, Sudan, dan Yaman. Hanya saja pergeseran
makna hijab dari semula yang berarti tabir, berubah makna menjadi pakaian
40
penutup aurat wanita semenjak abad ke 4 H Sementara di Riyadh, banyak wanita
yang menutup wajah mereka dari laki-laki dengan Niqab (cadar) yang mereka
gunakan (Mutiah, 2008:58).
Penggunaan niqab menurut hukum Syariah Arab Saudi, pakaian wanita harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) Wanita harus menutupi seluruh tubuh
mereka, tetapi mereka diizinkan untuk mengekspos mata salah satu atau kedua
dalam kebutuhan; 2) Wanita harus mengenakan niqab cukup tebal untuk
menyembunyikan apa yang di bawahnya, dan abaya harus longgar. Wanita tidak
boleh mengenakan pakaian berwarna cerah atau baju yang dihiasi sehingga
merekadapat menarik perhatian laki-laki (Mutiah, 2013: 59).
Terdapat dua hukum cadar yaitu yang pertama hukum cadar adalah wajib. Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin mengatakan bahwa pandangan lelaki yang
sudah baligh kepada perempuan baligh yang bukan mahramnya tanpa ada
kebutuhan darinya. Maka tidak boleh melihat sesuatupun darinya, meskipun
rambut sambungannya. Pendapat kedua adalah sunnah menurut madzhab
Syafi‘iyyah, yaitu apabila memandang tidak disertai hawa nafsu dan tidak
dikhawatirkan akan muncul terjadinya sesuatu kepada perempuan maka
hukumnya adalah sunnah. Adapun para ulama sekarang syaikh Al-albani
mengatakan: ―Karena kebutuhan mendorong telah dibukanya wajah-wajah
wanitauntuk keperluan jual-beli, dan membuka telapak tangan untuk mengambil
dan memberi. Maka hukum cadar disunnahkan‖ di dalam kitab Jilbab Al Mar‟ah
Al Muslimah (Taimiyyah, 2009: 113)
41
2.9 Konsep Teori
2.9.1 Teori SMCRE
Dalam Mulyana (2012: 163), David Berlo mengemukakan suatu model
komunikasi interpersonal yang dikenal dengan model SMCRE (Source, Message,
Channel, Receiver, Effect). Pada model SMCRE, Sumber (Source) diasumsikan
sebagai orang yang mempunyai informasi yang senantiasa mengirimkan informasi
yang disebutnya sebagai Pesan (Message) kepada Penerima (Receiver) melalui
Saluran komunikasi (Channel), sehingga menimbulkan perubahan perilaku pada
Penerima (Effect) sesuai dengan yang dikehendaki oleh Sumber. Model David K.
Berlo (1960) sangat mengutamakan pada pengaruh pesan terhadap perilaku
penerima, oleh karenanya orientasinya lebih kepada bagaimana pesan harus
diterima oleh Penerima sesuai kehendak sumber.Itu sebabnya bersifat linear
(lurus) dan searah dalam arus pesan. Berdasarkan model Berlo tersebut
melukiskan beberapa faktor pribadi yang mempengaruhi proses komunikasi:
keterampilan berkomunikasi, pengetahuan, sistem sosial dan lingkungan budaya
sumber dan penerima.
42
Gambar 6. Model Berlo
Sumber: Mulyana, Ilmu Komunikasi, Bandung: 2012. Hlm.163
Menurut model Berlo, sumber dan penerima pesan dipengaruhi oleh faktor-faktor:
keterampilan komunikasi, sikap, pengetahuan, sistem sosial dan budaya. Pesan
dikembangkan berdasarkan elemen, struktur, isi, perlakuan dan kode. Salurannya
berhubungan dengan panca indra: melihat, mendengar, menyentuh, membaui, dan
merasai. Model ini lebih bersifat organisasional daripada mendeskripsikan proses
karena tidak menjelaskan umpan balik.
Salah satu kelebihan model Berlo adalah bahwa model ini tidak terbatas pada
komunikasi publik atau komunikasi massa, namun juga komunikasi antar pribadi
dan berbagai bentuk komunikasi tertulis. Model Berlo misalnya dapat memandu
untuk meneliti efek keterampilan komunikasi penerima atas penerimaan.
Selain Shannon dan Berlo, juga tercatat Charles Osgood, Gerald Miller, dan
Melvin L.De Fleur menambahkan lagi unsur efek dan umpan balik (feedbaack)
sebagai pelengkap dalam membangun komunikasi yang sempurna, yaitu:
43
1. Sumber (source);
Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat atau
pengirim informasi. Dalam komunikasi antarmanusia, sumber bisa terdiri dari
satu orang, tetapi bisa juga dalam bentuk kelompok misalnya partai,
organisasi, lembaga dan komunitas. Sumber sering disebut pengirim,
komunikator atau dalam bahasa inggrisnya disebut Source.
2. Pesan (message);
Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang
disampaikan dengan cara tatap muka atau melalui media komunikasi. Isinya
bisa berupa ilmu pengetahuan, hiburan, informasi, atau nasehat. Dalam bahasa
Inggris diterjemahkan dengan kata message.
3. Saluran (channel);
Media yang dimaksud di sini ialah alat yang digunakan untuk memindahkan
pesan dari sumber kepada penerima. Terdapat beberapa pendapat mengenai
saluran atau media. Ada yang menilai bahwa media bisa bermacam-macam
bentuknya, selain indra manusia, ada saluran komunikasi seperti telepon,
surat, telegram yang digolongkan sebagai media komunikasi antarpribadi.
4. Penerima (receiver);
Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber.
Penerima biasa disenut dengan berbagai macam istilah, seperti khalayak,
sasaran, komunikan, atau dalam bahasa inggris disebut audience atau receiver.
44
5. Pengaruh (Effect)
Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan
dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh
ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap dan tingkah laku seseorang (Cangara,
2016:29)
6. Tanggapan Balik
Umpan balik bisa berasal dari lain seperti pesan dan media, meski pesan
belum sampai pada penerima. Misalnya, sebuah konsep surat yang
memerlukan perubahan sebelum dikirim, atau alat yang digunakan untuk
menyampaikan pesan itu mengalami gangguan sebelum sampai ke tujuan.
7. Lingkungan
Lingkungan atau situasi adalah faktor-faktor tertentu yang dapat memengaruhi
jalannya komunikasi. Faktor ini dapat digolongkan atas empat macam, yakni
lingkungan fisik, lingkungan sosial budaya, dan lingkungan psikologis, dan
dimensi waktu (Cangara, 2016:29).
2.10 Kerangka Pikir
Setiap manusia tidak lepas dari komunikasi, begitupula dengan berdakwah. Disaat
manusia ingin berdakwah pasti membutuhkan komunikasi. Mengelola pesan
dakwah dengan baik merupakan salah satu cara agar pesan diterima oleh khalayak
yang dituju. Demikian halnya, salah satu bentuk dakwah yang digunakan oleh
kaum perempuan ialah dakwah melalui jilbab. Jilbab merupakan salah satu ajaran
agama Islam. Sebagian muslimah berjilbab, berkomitmen untuk mengenakan
cadar atau menutup wajah.
45
Muslimah bercadar tidak hanya dijumpai di tempat-tempat kajian, namun juga
saat kuliah di kampus, ke pasar, dan berbagai aktivitas lainnya. Namun sangat
disayangkan kesadaran mereka yang begitu tinggi untuk menjaga aurat belum
mendapatkan dukungan oleh pihak-pihak tertentu. Justru yang ada, mereka
dicurigai dan dilarang untuk mengenakan cadar. Berbeda dengan mereka yang
tidak berjilbab, yang berarti tidak melaksanakan salah satu perintah agama Islam
yaitu menutup aurat. Mereka yang melanggar salah satu syariat agama Islam ini,
perlakuannya yang tidak adil dan kurang nyaman bagi muslimah bercadar. Hal ini
mendorong mereka membentuk perekumpulan khusus muslimah bercadar.
Kelompok ini bernama Niqab Squad, mereka berharap keberadaan mereka di
hargai dan diterima di tengah masyarakat. Dengan komunitas ini, mereka berharap
dapat menguatkan satu sama lain, saling memotivasi, dan mengingatkan
komitmennya dalam menggunakan niqab. Mereka juga terus berdakwah kepada
masyarakat sekitarnya, agar eksistensi muslimah bercadar semakin kuat dan
mendapatkan tempat yang baik di tengah-tengah masyarakat. Mereka juga
berharap masyarakat menerima muslimah bercadar sehingga tidak diasingkan dan
tidak dicurigai dengan stereotip negatif muslimah bercadar sebagai istri teroris.
Penelitian ini berdasarkan teori SMCRE. Sumber nya adalah pihak Niqab Squad
pimpinan Indadari dalam menciptakan pesan. Pesan adalah terjemahan gagasan ke
dalam kode simbolik, seperti bahasa atau isyarat. Saluran nya adalah medium
yang membawa pesan; serta penerima adalah orang yang menjadi sasaran
komunikasi yaitu masyarakat luas.
46
Penelitian ini juga ingin mengetahui bagaimana model komunikasi dakwah Niqab
Squad dalam mengatasi stereotip negatif muslimah bercadar, dengan melihat
unsur-unsur komunikasi yaitu SMCRE, yaitu:
a. Sumber (source); Niqab Squad Pimpinan Indadari
b. Pesan (message); Isi pesan yang dibawa oleh Niqab Squad
c. Saluran (channel); Medium yang digunakan oleh Niqab Squad
d. Penerima (receiver); Penerima Pesan
e. Efek (effect); Pengaruh Pesan yang telah disampaikan
KERANGKA PIKIR
Komunitas Niqab Squad
Pimpinan Indadari
Model Komunikasi Dakwah dengan Unsur-Unsur:
(Source, Message, Channel, Receiver, Effect)
Penerima Pesan
Mengatasi Stereotip Negatif
Muslimah Bercadar
47
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tipe Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu metode penelitian
dengan pengamatan langsung yang bersifat interaktif dan memaparkan sesuai data
yang di dapat. Metode kualitatif adalah memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan
lain-lain. Pada penelitian ini menggunakan cara deskripsi yaitu dalam bentuk kata-
kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah (Moleong, 2012:118)
3.2 Fokus Penelitian
Metode deskriptif kualitatif sangat penting adanya fokus penelitian, karena fokus
penelitian akan membatasi ruang lingkup penelitian yang dilakukan. Metode
deskriptif kualitatif untuk memandu penelitian, memfokuskan dan membatasi
pengumpulan data. Hal tersebut merupakan bentuk pra-analisis yang
mengensampingkan variabel-variabel dan memperhatikan lainnya (Sugiyono,
2009:240) fokus penelitian ini adalah menganalisis model komunikasi dakwah
Niqab Squad dalam mengatasi stereotip negatif muslimah bercadar menggunakan
unsur-unsur komunikasi yang dikenal dengan SMCRE (Source, Message,
Channel, Receiver, Effect).
48
3.3 Subjek dan Objek Penelitian
Menurut Creswell (2012: 475), pemilihan subjek atau informan penelitian
memiliki beberapa kriteria yang harus dipertimbangkan, yaitu:
a. Subjek yang telah lama dan intensif menyatu dengan suatu kegiatan atau
lokasi aktivitas yang menjadi target atau perhatian penelitian dan ini biasanya
ditandai oleh kemampuan memberikan informasi di luar kepala tentang
sesuatu yang ditanyakan.
b. Subjek masih terkait secara penuh serta aktif dan terlibat pada lingkungan dan
kegiatan yang menjadi sasaran penelitian.
c. Subjek mempunyai cukup banyak waktu dan kesempatan untuk dimintai
informasi.
d. Subjek yang dalam memberikan informasi tidak cenderung di olah atau
dikemas terlebih dahulu dan mereka masih relatif jujur dalam memberikan
informasi.
Subjek penelitian dalam penelitian yang bermetode kualitatif yaitu informan
penelitian yang memahami informasi tentang objek penelitian. Dalam penentuan
subjek atau informan dalam penelitian digunakan teknik yang sesuai agar
informan yang diperoleh merupakan informan yang tepat dan sesuai dengan
penelitian. Informan penelitian merupakan subjek yang memahami informasi
sebagai pelaku ataupun orang lain yang mengetahui tentang penelitian yang
dilakukan. Informan (narasumber) penelitian ini berjumlah 3 orang yang memiliki
pekerjaan yang berbeda. Informan dalam penelitian ini yaitu berasal dari
wawancara langsung melalui wawancara langsung yang disebut sebagai
narasumber. Dalam pelaksanaanya penelitian ini menggunakan teknik pemilihan
49
informan adalah teknik purposive (bertujuan), dimana peneliti memilih informan
secara sengaja sesuai dengan pertimbangan-petimbangan yang telah ditentukan
sebelumnya pada penentuan informan.
Dalam penelitian ini yang menjadi informan primer 1 adalah founder Niqab
Squad Indonesia, informan primer 2 adalah ketua Niqab Squad Indonesia, dan
informan primer 3 adalah anggota Niqab Squad Indonesia pada divisi kesehatan.
Untuk mendapat informasi yang mendalam pada penelitian ini, peneliti membagi
informan menjadi 2 kelompok, yaitu informan primer dan informan sekunder:
1. Informan Primer terdiri dari 3 orang informan, yaitu:
Tabel 2. Informan Primer Penelitian
No Nama Profesi/Jabatan Usia Alamat
1 Indadari
Mindrayanti
Motivator
Muslimah/
founder Niqab
Squad Indonesia
35 Tahun
Cibubur, Jakarta
Timur
2 Tri Ningtyas ( Tyas
Ummu Zahid )
Pegawai Swasta/
Ketua Niqab
Squad Indonesia
33 Tahun
Cempaka Baru,
Jakarta Pusat
3 Rara Rihardini Dokter Umum/
Divisi Kesehatan
Niqab Squad
Indonesia
27 Tahun
Cibubur, Jakarta
Timur
50
2. Informan Sekunder terdiri dari 5 orang informan, digunakan peneliti untuk
mengklarifikasikan kebenaran data yang didapatkan oleh peneliti dari hasil
wawancara kepada informan primer. Informan Sekunder peneliti yaitu:
Tabel 3. Informan Sekunder Penelitian
No Nama Profesi/Jabatan Usia Alamat
1 Hartati Ibu Rumah
Tangga/ Ibunda
Indadari
Mindrayanti
50 Tahun
Sukarame, Bandar
Lampung
2 Ummu Haura Ibu Rumah
Tangga/ Anggota
Niqab Squad
Lampung
33 Tahun
Hajimena, Bandar
Lampung
3 Safira Hanoem
(Teh Fia )
Penjahit/ Anggota
Niqab Squad
Indonesia
39 Tahun
Kalideres, Jakarta
Barat
4 Sulastri Mahasiswi/ Divisi
Kemuslimahan
Niqab Squad
Indonesia
24 Tahun
Sunter, Jakarta Utara
5 Agus Purnomo Polisi Lalu Lintas
di Lampung
27 Tahun Gedong air, Bandar
Lampung
3.4 Jenis Sumber Data
Sumber data merupakan hal yang sangat penting untuk digunakan dalam
penelitian guna menjelaskan valid tidaknya suatu penelitian tersebut. Dalam hal
ini penulis menggunakan data primer dan sekunder. Berikut penjelasannya:
51
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung yang dicatat
melalui catatan dan wawancara dari berbagai pihak atau orang-orang yang
terlibat langsung dan berhubungan dengan pembahasan peneliti (Arikunto,
1991) Dalam hal ini data primer didapatkan melalui wawancara mendalam
(depth interview) dengan narasumber yang terkait yaitu founder Niqab Squad
Indonesia yaitu Indadari, ketua Niqab Squad Indonesia di Jakarta yaitu Ummu
Zahid, dan dari divisi kesehatan Niqab Squad Indonesia yaitu Dr. Rara
Rihardini. Dalam penelitian ini data primer yang peneliti gunakan adalah hasil
wawancara dan observasi pada ketua dan anggota Niqab Squad, karena
keterbatasan waktu dan tempat peneliti melakukan wawancara bersama
founder Niqab Squad melalui aplikasi Whatsapp.
b. Data Sekunder
Memperoleh data dalam bentuk yang sudah tersedia melalui publikasi dan
informasi yang dikeluarkan oleh komunitas. Data sekunder dalam penelitian ini
adalah berupa catatan-catatan, dokumen-dokumen, brosur dan sumber-sumber
lain yang berkaitan dengan penulisan penelitian ini. Informan Sekunder pada
penelitian ini terdiri dari 5 orang informan, digunakan peneliti untuk
mengklarifikasikan kebenaran data yang didapatkan oleh peneliti dari hasil
wawancara kepada informan primer.
52
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini digunakan teknik pengumpulan data yaitu:
a. Observasi
Dalam penelitian ini teknik observasi digunakan untuk memperkuat data yang
diperoleh dan juga melengkapi data yang diperoleh dari hasil wawancara.
Melalui observasi penulis memperhatikan, mencatat, dan apabila diperlukan
memvideokan aktivitas anggota komunitas. Observasi dalam penelitian ini
akan peneliti lakukan sebagai observasi terbuka. Artinya, peneliti
teridentifikasi secara jelas dan selama riset, subjek sadar bahwa dirinya sedang
diobservasi. Peneliti dalam hal ini semata sebagai seorang observer
(pengamat).
b. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data dalam metode
yang dilakukan melalui tatap muka dan tanya jawab langsung peneliti dengan
narasumber. Teknik wawancara yang dilakukan penulis adalah dengan cara
mencatat hasil wawancara, merekam dalam bentuk suara berdasarkan pedoman
pada daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya sehubungan dengan
pertanyaan penelitian. Pertanyaan yang diberikan agar tetap terarah pada
masalah yang akan dibahas. Terdapat 3 informan primer, yaitu sebagai sumber
data adalah founder-nya Niqab Squad yaitu bernama Indadari, Ketua Niqab
Squad Jakarta Pusat yaitu Ummu Zahid, dan Anggota Niqab Squad divisi
kesehatan yaitu Dr. Rara Rihardini. Dengan menggunakan metode ini, peneliti
akan memperoleh data yang sebenarnya dari informan secara utuh.
53
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang direkam. Dokumentasi yang
digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini berupa foto, video, dan arsip-arsip
dokumentasi selama proses wawancara dan observasi.
c. Studi Pustaka
Pengumpulan data yang dilakukan melalui teknik ini disesuaikan dengan
sumber-sumber data yang diperoleh, dengan mempelajari beberapa buku-buku,
majalah, artikel, surat kabar maupun tulisan ilmiah terkait dengan penelitian.
3.6 Teknik Pengolahan Data
Sebagaimana kita ketahui bahwa penelitian kualitatif menggunakan banyak
sumber data berupa simbol, gambar, narasi, kutipan, kata-kata dan tindakan.
Dengan demikian, kita membutuhkan teknik tertentu untuk dapat mengolahnya.
Berikut adalah beberapa teknik yang penulis gunakan dalam mengolah data
penelitian, yaitu:
a) Inventarisasi Data
Inventarisasi data adalah kegiatan mengumpulkan data dari hasil wawancara,
observasi, dan dokumentasi. Pengumpulan data dilakukan dengan cara
observasi dan wawancara mendalam dengan informan.
b) Mereduksi Data
Teknik ini adalah kegiatan untuk mengurangi data-data yang tidak penting
sehingga dapat memproses data pada tahapan selanjutnya. Data kualitatif yang
bukan berupa data numerik atau berupa data deskriptif sering kali tidak dapat
54
secara langsung dianalisis. Oleh karena itu, menurut Chariri (2009: 18) data
perlu diorganisir ke dalam format yang memungkinkan untuk dianalisis.
c) Editing Data
Editing data merupakan kegiatan untuk memilih dan memilah data yang telah
berhasil diperoleh dengan tujuan mencapai validitas penelitian. Proses editing
dilakukan dengan menyesuaikan pada rumusan masalah penelitian melalui
seleksi hasil pengumpulan data, baik berupa wawancara maupun dari
dokumentasi. Untuk kemudian ditentukan data manakah yang sesuai untuk
digunakan dalam penelitian ini. Sehingga, dapat diproses secara lebih lanjut
pada tahap selanjutnya.
d) Interpretasi Data
Interpretasi data adalah kegiatan memanfaatkan data hasil penelitian yang
telah penulis dapatkan. Baik berupa data primer maupun sekunder. Dengan
demikian penulis dapat menemukan makna dengan menghubungkan berbagai
data yang telah diperoleh. Selanjutnya, penulis akan mengaitkannya dengan
teori yang telah dipilih sehingga interpretasi tidak menjadi bias. Namun
demikian, dalam proses mengaitkannya dengan teori, penulis juga tetap
menyesuaikan dengan setting penelitian yang ada.
e) Menyimpulkan Data
Data-data yang telah melalui berbagai macam tahap di atas, selanjutnya masuk
ke dalam proses simpulan yang disesuaikan dengan kebutuhan penelitian.
55
3.7 Teknik Analisis Data
Setelah melalui berbagai tahap pengumpulan dan pengolahan data, maka
selanjutnya data tersebut dianalisis. Peneliti menggunakan teknik analisis filling
system. Dalam teknik ini, data dianalisis dengan membuat kategori-kategori atau
domain-domain tertentu. Karena peneliti memasukkan data ke dalam kategori-
kategori di dalam teknik pengolahan data, cara ini menurut Wimmer & Domnick
(dalam Kriyantono, 2010:200) disebut filling system.
3.8 Uji Validitas Data
Setelah menganalisis data penelitian, langkah berikutnya ialah menguji validitas
data. Uji validitas data yang peneliti akan gunakan dalam penelitian ini ialah
Triangulasi Teknik/Metode. Dwidjowinoto dalam Kriyantono (2010:72)
berpendapat bahwa tringulasi metode ialah usaha mengecek keabsahan data atau
mengecek keabsahan temuan riset. Tringulasi metode dapat dilakukan dengan
menggunakan lebih dari satu teknik pengumpulan data untuk mendapatkan yang
sama.
Sedangkan, Sugiyono (2013:274) menyatakan bahwa tringulasi teknik ialah
teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data
kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya data diperoleh
dengan wawancara, lalu dicek dengan observasi, atau dokumentasi. Bila dari
ketiga teknik itu peneliti mendapati hasil data yang berbeda-beda, maka peneliti
dapat mendiskusikan lebih lanjut kepada narasumber.
56
BAB IV
GAMBARAN UMUM NIQAB SQUAD
4.1 Profil Niqab Squad Indonesia
Niqab Squad Indonesia merupakan komunitas muslimah yang didirikan pada awal
Februari 2017 dengan tujuan menjadi sarana dakwah untuk memperkenalkan
cadar (niqab) sebagai salah satu alternatif pakaian muslimah. Dalam melakukan
kegiatan dakwahnya, Niqab Squad Indonesia menjadikan Al-Qur‘an dan Sunnah
sebagai rujukan utama. Anggotanya terjalin dalam satu ikatan cinta kepada Islam,
meski masing-masing memiliki latar belakang dari organisasi yang berbeda.
Komunitas Niqab Squad Indonesia mencoba mengatasi stereotip negatif muslimah
bercadar di masyarakat, bahwa muslimah bercadar tidak seperti yang mereka
katakan dan pikirkan. Sehingga aksi-aksi sosial terkait dengan aktivitas Niqab
Squad Indonesia ini dilaksanakan bersama anggota dan juga bersinergi dengan
komunitas lainnya. Disini Niqab Squad tidak memandang para anggota yang ingin
bergabung, wanita yang belum mengenakan cadar pun dapat bergabung di dalam
Niqab Squad Indonesia untuk belajar dan saling menguatkan satu sama lain.
57
Niqab Squad Indonesia berpandangan bahwa cadar bukan milik organisasi Islam
tertentu saja, namun setiap muslimah dari organisasi Islam manapun boleh
mengenakan cadar (niqab). Niqab Squad menyikapi dengan bijak adanya
perbedaan tentang hukum cadar seperti sunnah ataupun wajib.
4.2 Visi dan Misi Niqab Squad Indonesia
4.2.1 Visi
Sejak awal berdirinya komunitas Niqab Squad Indonesia telah memiliki visi
yaitu: membangun wadah silaturahmi, wadah dakwah, wadah informasi, wadah
kreasi, wadah penulis, wadah donasi, dan wadah pengusaha serta untuk
mengatasi stereotip negatif yang beredar di masyarakat terkait muslimah
bercadar.
4.2.2 Misi
Menyelamatkan dan memenuhi kebutuhan para muslimah bercadar di dunia
dan akhirat. Seperti membentuk fanpage sebagai sarana dakwah dan informasi
komunitas, mengadakan event-event non profit, bersinergi dengan komunitas
lain, menjadi peserta bazar dalam berbagai acara, serta menyapa masyarakat
secara langsung dengan kegiatan sosial.
58
4.3 Logo Niqab Squad Indonesia
Gambar 7.
Logo Niqab Squad Indonesia 1
Gambar 8.
Logo Niqab Squad Indonesia 2
4.4 Makna Niqab Squad
Sebagaimana diketahui anggota Niqab Squad tersebar diseluruh Indonesia. Oleh
sebab itu, komunitas ini diberi nama Niqab Squad Indonesia dengan harapan
dapat diterima oleh seluruh masyarakat Indonesia secara luas. Logo Niqab Squad
Indonesia memiliki arti ‗keberanian‘. ―Niqab Squad‖ secara bahasa berasal dari
59
dua kata yaitu niqab dalam bahasa Arab yang berarti cadar, dan kata Squad dalam
bahasa Inggris adalah pasukan. Sehingga secara umum Niqab Squad memiliki
makna ‗pasukan muslimah bercadar‘.
4.5 Fungsi Komunitas Niqab Squad Indonesia
Beberapa fungsi komunitas Niqab Squad Indonesia, antara lain:
1. Mempererat ukhuwah Islamiah para muslimah yang belum bercadar dan
sudah bercadar yang sedang belajar berhijrah menuju Islam yang kaffah
(sempurna).
2. Memberikan motivasi bagi para muslimah yang sedang atau pun baru
mengenal hijrah agar tetap semangat dan istiqamah.
3. Menjadi wadah silaturahmi dan berbagi pengalaman guna menginspirasi
para muslimah agar istiqomah menjalankan Islam sesuai Sunnah.
4. Mengubah stereotip negatif masyarakat dan memberikan pemahaman yang
benar tentang muslimah bercadar.
4.6 Kepengurusan Niqab Squad Indonesia
Komunitsas Niqab Squad Indonesia dinaungi oleh seorang founder bernama
Indadari Mindrayanti dan dibantu oleh rekan yang lain, salah satunya bernama
Tyas Ummu Zahid sebagai ketua Niqab Squad pusat serta para ketua chapter yang
tersebar di beberapa daerah. Saat ini Niqab Squad Indonesia yang masuk dalam
keanggotaan inti hanya 9 orang, berikut divisi-divisi yang terbentuk dalam Niqab
Squad Indonesia:
60
Tabel 4. Struktur Kepengurusan Niqab Squad Indonesia
Sumber: Data Hasil Wawancara 2018
Selain dari 10 orang pengurus inti di atas, Niqab Squad memiliki sekitar 3.000
anggota yang terbagi dalam 40 perwakilan daerah yang tersebar di seluruh
Indonesia. Ada pun ke-40 perwakilan daerah tersebut di antaranya: Jakarta,
Bandung, Depok, Jambi, Batam, Bekasi, Bengkulu, Semarang, Ciamis, Pontianak,
Tangerang, Solo, Surabaya, Medan, Makassar, Balikpapan, Palembang, Bogor,
Padang, Denpasar, Pekanbaru, Banjarmasin, Malang, Tasikmalaya, Cirebon,
Purworejo, Kendal, Purakarta, Indramayu, Yogyakarta, Garut, Manado, Bima,
Banyuwangi, Sukabumi, Purwokerto, Lombok, Mataram, Bandar lampung,
Banjarnegara. Selain itu ada juga 3 perwakilan Niqab Squad yang berada di luar
negeri yaitu Malaysia, Taiwan, dan Afrika Selatan. Total pengikut yang ada di
akun Facebook milik Niqab Squad Indonesia sampai pertengahan bulan Juni 2018
adalah 3.278 orang, sedangkan di Instagram 28.500 pengikut.
1. Founder : Indadari Mindrayanti
2. Ketua : Tyas Ummu Zahid
3. Wakil Ketua : Ina Arok
4. Bendahara : Anggun
5. Divisi Kemuslimahan : Ustadzah Rosdiana
6. Divisi Sosial : Dian Rose
7. Divisi Konsultasi : Diana Nurliana
8. Divisi Hukum : Karina Mastha, S.H M.R
9. Divisi Kesehatan : Dr. Rara Rihardini
10. Divisi Event : Ami Abdillah
61
4.7 Bentuk Kegiatan Niqab Squad
Komunitas Niqab Squad Indonesia memiliki beberapa program kegiatan, yaitu
berbagi pakaian syar‘i, jilbab dan cadar, mengadakan kajian rutin setiap
minggunya, gathering, membuka stand bazzar, mengadakan kegiatan sosial,
pelatihan mempelajari kerajinan dan kreatifitas untuk dapat menghasilkan barang,
membagikan jadwal kajian rutin yang ada di Jakarta, dan membuat aneka
merchandise seperti stiker, topi, pin, dll
Gambar 9. Berbagi Pakaian Syar’i, Jilbab dan Cadar di Car Free Day
Jakarta pada 2 Febuari 2018
Gambar 10. Membuka Stand Bazzar di Acara Youth Festival pada 15 Juli
2018
62
Gambar 11. Mengadakan Kajian Rutin Setiap Pekan Di Masjid Al-
Muhajirin Jakarta Timur pada 23 Maret 2018
Gambar 12. Melaksanakan Kegiatan Sosial Peduli Rohingya Bekerja Sama
Dengan PKPU Human Initatiative pada 12 Januari 2018
63
Gambar 13. Membagikan Jadwal Kajian Rutin Di Jakarta pada grup
Whatsapp Niqab Squad Jakarta
Gambar 14. Membuat Aneka merchandise; Gantungan Kunci, Pin, Topi,
Gelas, Tempat Minum, dan lain-lain
194
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tujuan penelitian adalah untuk
mengetahui bagaimana model komunikasi dakwah Niqab Squad dalam mengatasi
stereotip negatif muslimah bercadar yang dibuktikan dengan kegiatan-kegiatan
yang dilakukan oleh Niqab Squad yang bertujuan agar masyarakat lebih
mengenal dan nyaman dengan sunnah cadar serta dapat mengatasi stereotip
negatif yang beredar di masyarakat. Model komunikasi dakwah Niqab Squad
adalah menggunakan model komunikasi melingkar dan model komunikasi
dakwah timbal balik yaitu dengan berbagai macam unsur-unsur komunikasi yaitu
SMCRE (Source, Message, Channel, Receiver, Effect).
Komunikasi dakwah Niqab Squad adalah dengan cara berakhlak baik dengan
masyarakat dalam kegiatan berbagi jilbab, peci, dan cadar, gathering, melakukan
kegiatan sosial, menjadi peserta bazzar, kajian rutin, dan membuat aneka
merchandise. Niqab Squad menyampaikan isi pesan dengan cara santai dan lugas
sehingga tidak terkesan kaku, mereka membuktikan bahwa muslimah bercadar
pun bisa bersosialisasi dengan cara yang santai penuh dengan keseriusan namun
tetap dengan sikap yang ramah tamah dan sopan santun. Kegiatan-kegiatan positif
yang mereka lakukan menghasilkan model komunikasi dakwah yang digunakan
195
Niqab Squad dalam mengatasi stereotip negatif muslimah bercadar yaitu sesuai
dengan teori yang dikembangkan oleh David Berlo dan Wilbur Schramm, dengan
menggunakan model komunikasi melingkar, dimana komunikator dan komunikan
dapat berinteraksi secara langsung.
Dapat disimpulkan bahwa Niqab Squad sejauh ini berhasil dalam mengatasi
stereotip negatif masyarakat pada muslimah bercadar, hal ini didukung oleh
dengan adanya kegiatan-kegiatan positif yang dilakukan Niqab Squad,
diantaranya adalah adanya kerjasama antara organisasi lain dengan Niqab Squad,
masyarakat yang belum bercadar mau mengikuti kegiatan yang diselenggarakan,
keterikatan pengikut di media sosial Niqab Squad secara aktif dan didukung
dengan adanya sponsor serta bentuk kerjasama dari pihak kepolisian untuk
mengawasi keamanan saat kajian Niqab Squad yang akan datang.
6.2 Saran
Ada beberapa saran yang ingin diberikan peneliti, terkait hasil penelitian ini
kepada komunitas Niqab Squad. Tentunya saran ini bertujuan untuk eksistensi
Niqab Squad menjadi lebih baik lagi, diantaranya adalah:
1. Seharusnya Niqab Squad pusat melakukan pengawasan terhadap
kepengurusan tiap daerah, agar perwakilan tiap daerah yang memiliki
jobdesk dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan bertanggung jawab.
Sehingga program kegiatan Niqab Squad dapat terlaksana secara lancar
dan terkoordinir di setiap daerah bukan hanya di pusat saja.
196
2. Program kegiatan yang dilakukan oleh komunitas Niqab Squad seperti
Gathering, dan berbagi jilbab, cadar, dan peci di Car Free Day seharusnya
rutin dilaksanakan. Mengingat kegiatan ini sukses dan mendapat respon
yang sangat baik dari masyarakat, karena masyarakat dapat melihat
langsung rasa kepedulian yang besar para muslimah bercadar dengan
masyarakat umum.
3. Sebaiknya hubungan antar sesama anggota lebih direkatkan agar
komunikasi dakwah yang dijalankan oleh Niqab Squad secara internal dan
eksternal dapat berjalan lebih efektif.
4. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan untuk melengkapi penelitian
mengenai komunitas Niqab Squad dengan berbagai fenomena yang terjadi
di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Al Qur’an beserta Tejemahannya. 1422H. (Komplek Percetakan Al Qur’anul Karim
Kepunyaan Raja Fahd), Dibawah Pengawasan Kementrian Urusan Agama Islam
Wakaf, Da’wah dan Irsyad Kerajaan Saudi Arabia.
Aliyudin, Enjang AS. 2009, Dasar-Dasar Ilmu Dakwah. Tim Widya Padjajaran, Bandung.
Arikunto, S. 1991. Prosedur penelitian: suatu pendekatan praktik. PT Rineka Cipta, Jakarta.
Hlm 53.
Atik Catur, Budiati. 2009. Sosiologi Konstektual. Mediatama, Jakarta. Hlm 63.
Cangara, Hafied. 2016. Pengantar Ilmu Komunikasi. PT Raja Grafindo, Jakarta. Hlm 19.
Effendy, Onong Uchjana. 1992. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. PT Remaja
Rosdakarya, Bandung. Hlm 387. Hlm 33-38.
Kertajaya, Hermawan. 2008. Arti komunitas. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Hlm 13.
Littlejohn, Stephen. 2011. Teori Komunikasi. Salemba Humanika, Jakarta. Hlm 344.
Moleong, J. Lexy. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya, Bandung.
Hlm 118.
Muhammad Al-Mahalli, Jalaluddin. Kitab Tafsir Al-Jalalain. 1422 H. Penerbit Elba, Darus
salam, Riyadh. Hlm. 437 Cet. Ke-2.
Mulyana, Deddy. 2012. Suatu Pengantar Ilmu Komunikasi. PT Remaja Rosdakarya,
Bandung. Hlm 237.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta, Bandung. Hlm
267.
Suprapto, Tommy. 2009. Pengantar Teori & Manajemen Komunikasi. Medpress, Jakarta.
Hlm 23.
Syamsul, Anwar. 2007. Hukum Perjanjian Syariah; Studi tentang Teori Akad dalam Fikih
Muamalat. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Hlm 12.
Wenger, Etienne. 2002. Cultivating Communities of Practice. Harvard Business School
Press. Hlm 24.
Wiryanto. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. PT. Grasindo, Jakarta. Hlm 52.
Jurnal Ilmiah :
Aditya, Ardiansyah. 2016. Komunikasi Kelompok Pada Komunitas Instameet Dalam
Meningkatkan Kemampuan Fotografi Anggota (Skripsi). Universitas Lampung.
Bandar Lampung. Hlm 25-30.
Amelia, Rizka. 2017. Gaya Komunikasi Dakwah Bil-Lisan yang Digunakan Ustadz di
Majelis Taklim (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. Hlm 25-26
Rina Destri, Nyimas. 2016. Analsis Konsep Komunikasi Pada Metode Mengajar Oleh
Pengajar Muda Dalam Program Indonesia Mengajar (Skripsi). Universitas Lampung.
Bandar Lampung. Hlm 15-16.
E-Jurnal :
Ahmadi, Dadi dan Nova Yohan. 2007. Kontruksi Jilbab Sebagai Simbol Keislaman. Jurnal
Mediator. Desember, Vol. 8 No. 2: 54
Ambia, Rizky Nurul. 2016. Strategi Komunikasi Komunitas Wanita Bercadar (WIB) Dalam
Mensosialisasikan Jilbab Bercadar. Jurnal Ilmu Komunikasi, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta: 19-45
Bahtiar, Anis. 2011. Membangun Etika Dan Efektifitas Komunikasi Dalam Berdakwah.
Jurnal Komunikasi Islam Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya: 187-190
Bambang, Kariyawan. 2015. Meminimalisir Stereotipe Antar Gender Dengan Menggunakan
Teknik Ungkap Tangkap Curahan Hati. Jurnal Guru Sosiologi SMA Cendana
Pekanbaru, Komplek Palem PT. CPI Rumbai: 233 – 245
Dzikriyya, Vina Wavi. 2017. Stereotip Islam teroris dalam film “Alif Lam Mim”. Jurnal
Ilmu Komunikasi UIN Walisongo: 19-21
Faricha, Sari. 2014. “Studi Fenomenologi Mengenai Penyesuaian Diri Pada Wanita
Bercadar”. Jurnal Wacana Psikologi. Vol.6, No.11.
https://wolipop.detik.com/read/2017/07/26/160355/3574754/1632/mengenal-niqab-
squad-komunitas-para-wanita-bercadar-di-indonesia pada 19 Febuari, 2018.
Mauludi, MI. 2016. Keterkaitan Internet Addiction Dan Nomophobia Dengan Ayat- ayat Al-
Quran Perspektif Mufassir Indonesia. Jurnal Ilmiah UIN Sunan Ampel Surabaya : 33
Mensicosa, Herini. 2014. Analisis pesan dakwah dalam content SMS premium versi Siraman
Rohani Islam. Jurnal Ilmiah IAIN Walisongo: 55-57
Muthiah, M. 2013. Communication Dynamics of Vailed Arab Women. Jurnal Penelitian
Komunikasi. BPPKI Bandung: 58-59
Ratri, Lintang. 2011. Cadar, Media, dan Identitas Perempuan Muslim (pdf). Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Universitas Diponegoro: 29-33
Sunarto. 2010. Stereotipasi Peran Gender Wanita dalam Program Televisi Anak di Indonesia
Jurnal Ilmiah Program Magister Ilmu Komunikasi: 233 – 245
Sumber lainnya :
Aminah, Andy Nur. (2017). Universitas Pamulang Dilaporkan Larang Mahasiswinya
Bercadar. Diakses dari http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-
nasional/17/08/09/ouee5p1384-universitas-pamulang-dilaporkan-larang-
mahasiswinya-bercadar pada tanggal 19 Febuari , 2018.
Bahrean, Raehanul. 2011. Engkau Lebih Cantik Bercadar. Diakses dari
https://muslimafiyah.com/engkau-lebih-cantik-bercadar-mengangkat-kekhawatiran-
dan-belum-siapnya-wanita-untuk-memakai-cadar.html pada tanggal 7 maret, 2018.
Fajar, 2017. Fenomena Guru Sekolah Yang Bercadar Akan Di Pecat Di Bulukumba.
Diakses dari http://wartasulsel.net/2017/03/26/fenomena-guru-sekolah-yang-bercadar-
akan-di-pecat-di-bulukumba/ pada15 Febuari, 2018.
Indadari. Diakses dari https://www.Instagram.com/Indadari pada tanggal 18 Maret, 2018.
Iskandar, Syafi’i. 2017. Larang Cadar, Ketua Yayasan Unpam: Ini Kampus Saya, Saya yang
Punya Aturan. Diakses dari https://www.kiblat.net/2017/08/10/larang-cadar-ketua-
yayasan-unpam-ini-kampus-saya-saya-yang-punya-aturan/ pada 15 Febuari, 2018.
Model Komunikasi. Diakses dari
https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=dakwah+bil+lisan&oq
= pada tanggal 18 Juli 2018.
Mulyono, Tri. 2015. Seputar Jilbab, Cadar dan Terorisme. Diakses dari
https://www.kompasiana.com/trimulyono/seputar-bra-cadar-jilbab-dan-
terorisme_54ff0f4ca33311e61a50f911 pada 19 Febuari, 2018.
Niqab Squad. Niqabsquad Indonesia. Diakses dari
https://www.facebook.com/niqabsquadindonesia pada 18 Febuari, 2018.
Niqab Squad. Niqabsquad_official. Diakses dari
https://www.instagram.com/niqabsquad_official/ pada 18 Febuari, 2018.
Pengertian Analisis. Diakses dari https://kbbi.web.id/analisis pada tanggal 20 Juli 2018.
Pengertian Cadar. Diakses dari https://kbbi.web.id/cadar pada tanggal 20 Juli 2018.
Widyanto, Untung. 2017. Perempuan Bercadar Parade di CFD: I Am Not a Terrorist.
Diakses dari https://metro.tempo.co/read/907724/perempuan-bercadar-parade-di-
cfd-i-am-not-a-terrorist pada tanggal 15 Maret 2018.
Yulistara, Arina. 2017. Mengenal Niqab Squad, Komunitas Para Wanita Bercadar di
Indonesia. Diakses dari
https://wolipop.detik.com/read/2017/07/26/160355/3574754/1632/mengenal-niqab-
squad-komunitas-para-wanita-bercadar-di-indonesia pada 19 Febuari, 2018.