Post on 09-Mar-2019
i
i
ANALISIS KEBIJAKAN INSTRUMEN INVESTASI EFEK
BERAGUN ASET SYARIAH (EBA SYARIAH) DI INDONESIA
TAHUN 2016
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis untuk Memenuhi Syarat-syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E.)
TAUFIQURROHMAN
NIM 1112046100062
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016 M./ 1438 H.
ii
ii
ANALISIS KEBIJAKAN INSTRUMEN INVESTASI EFEK
BERAGUN ASET SYARIAH (EBA SYARIAH) DI INDONESIA
TAHUN 2016
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi
Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh :
TAUFIQURROHMAN
1112046100062
Dibawah Bimbingan
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016 M./ 1438 H.
Pembimbing II
Nurul Handayani, S.Pd, M.Pd
NIP 19710113 199903 2 001
Pembimbing I
Prof. Dr. H. Faturrahman Djamil, MA.
NIDN 20-0711-6001
iii
iii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Hari ini Jum’at, 16 Desember 2016 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswa:
1. Nama : Taufiqurrohman
2. Nim : 1112046100062
3. Jurusan : Perbankan Syariah
4. Judul Skripsi : Analisis Kebijakan Instrumen Investasi Efek Beragun
Aset Syariah (EBA Syariah) di Indonesia Tahun 2016.
Setelah mencermati dan memperlihatkan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama proses Ujian Skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa
tersebut dinyatakan lulus dan Skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (S.E.) pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 16 Desember 2016
PANITIA UJIAN :
1. Ketua : A. M. Hasan Ali, M.A____
NIP. 197512012005011005
2. Sekertaris : Dr. Abdurrauf, M.A______
NIP. 197312152005011002
3. Pembimbing I : Prof. Dr. H. Faturrahman Djamil, MA
NIDN 20-0711-6001
4. Pembimbing II : Nurul Handayani, S.Pd, M.Pd
NIP 19710113 199903 2 001
5. Penguji I : Sofyan Rizal, S.E, M.M
NIP. 1976050302011011002
6. Penguji II : Aini Masruroh, S.E.I, M.M
(………………….)
(………………….)
(………………….)
(………………….)
(………………….)
(………………….)
iii
iv
iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Taufiqurrohman
NIM : 1112046100062
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Jurusan : Perbankan Syariah
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi saya ini, saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan
mempertanggung jawabkan.
2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah orang lain.
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli
atau tanpa izin pemilik karya.
4. Tidak melakukan manipulasi dan pemalsuan data.
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas
karya ini.
Jikalau dikemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan
telah melakukan pembuktian yang dapat dipertanggung jawabkan, ternyata
memang ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan di atas, maka
saya siap untuk dikenai sanksi berdasarkan sanksi yang berlaku di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis dan Hukum UIN Syarif Hidayatulah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, 2 November 2016
Yang Menyatakan
(Taufiqurrohman)
iv
v
v
ABSTRAK
Taufiqurrohman. NIM 1112046100062 Analisis Kebijakan Instrumen
Investasi Efek Beragun Aset Syariah (EBA Syariah) di Indonesia Tahun 2016,
Jurusan Perbankan Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis Rumusan
kebijakan yang melatarbelakangi dibuatnya POJK No.20/POJK.04/2015 tentang
Penerbitan dan Persyaratan Efek Beragun Aset Syariah. Fokus permasalahan
adalah untuk mengetahui latarbelakang dibuatnya POJK EBA Syariah dan
bagaimana perkembangan EBA Syariah pasca terbitnya POJK EBA Syariah. Data
penelitian didapatkan dari wawancara dengan pihak Otoritas Jasa Keuangan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif dengan analisis deskriptif. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa
latarbelakang dibuatnya POJK EBA Syariah adalah untuk penyempurnaan
peraturan sebelumnya untuk mengembangkan EBA Syariah. Pasca terbitnya EBA
Syariah masih belum ada institusi yang menerbitkan EBA Syariah.
Kata Kunci : Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK), Efek Beragun Aset
Syariah (EBA Syariah).
Pembimbing : Prof. Dr. H. Faturrahman Djamil, MA
: Nurul Handayani, S.Pd, M.Pd
Daftar Pustaka : Tahun 2005 s.d 2013
vi
vi
ABSTRACT
Taufiqurrohman, NIM 1112046100062 The Analysis of Instrument Policy
of Islamic Asset Backed Securities Investment in Indonesia 2016. Concentration
of Islamic Banking, Faculty of Economy and Business, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta 2016. This research is aim to analysis background of formulation policy of
POJK No.20/POJK.04/2015 about publication and regulation of Islamic asset
backed securities. The focus problem is to know the background of formulation
policy of POJK No.20/POJK.04/2015 and the development of Islamic asset
backed securities after that policy have appear. The data that used from in-depth
interview with Financial Service Authority Institution (OJK). The method of this
research is qualitative with description analysis. The result of this reasecrh is
explain that formulation policy of POJK No.20/POJK.04/2015 is to complete the
policy before to develop Islamic asset backed securities. After the policy have
appear there are no institution that rise of Islamic asset backed securities.
Key word: financial service authority regulation (POJK), Islamic asset backed
securities
vii
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Data Pribadi
Nama : Taufiqurrohman
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 9 September 1994
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Jl. Balongsari rt 02 rw 02 no 7 Ratujaya
Cipayung Depok
Telephone : 021-77213932 / 083870228117
Email : taufiq8117@gmail.com
B. Latar Belakang Pendidikan Formal
2000-2006 : MI Miftahul Jannah
2006-2009 : MTS Arrahmaniyah
2009-2012 : SMA Negeri 6 Depok
2012-2016 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
C. Latar Belakang Pendidikan Non Formal
1. The Indonesia Capital Market Institute (2016)
2. Sharia Banking Training Center (SBTC) (2015)
3. The Awareness English Course (2013)
D. Keorganisasian
1. Center For Islamic Economins Studies (C.O.I.N.S) (2015-2016)
2. Sharia Banking Training Center (SBTC) (2016)
3. Galeri Investasi Bursa Efek Indonesia (GIBEI) (2015)
viii
viii
KATA PENGANTAR
Subhanallah walhamdu lillah wa laailaaha illallah wallahu akbar. Puji dan
syukur ke hadirat Ilahi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karuniaNya khususnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik. Shalawat serta salam senantiasa dipanjatkan kepada Nabi Besar
Muhammad SAW, yang telah mengantarkan manusia dari zaman kegelapan ke
zaman yang terang benderang ini.
Penulisan skripsi ini dimaksudkan sebagai salah satu syarat kelulusan
Strata (S-1) Konsentrasi Perbankan Syariah Program Studi Muamalat Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa banyak pihak yang
memberikan bantuan. Ucapan rasa hormat dan terima kasih atas segala kepedulian
mereka yang telah memberikan bantuan, baik moril, kritik, saran, masukan,
dorongan semangat, doa maupun pemikiran dalam penulisan skripsi ini. Oleh
karena itu, perkenankan penulis secara khusus mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., selaku dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak A.M Hasan Ali, MA., selaku Ketua Program Studi Muamalat
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
ix
ix
3. Bapak Dr. Abdurrauf, MA., selaku Sekretaris Program Studi Muamalat
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
4. Bapak Prof. Dr. H. Faturrahman Djamil, MA. Dan Ibu Nurul Handayani,
S.Pd, M.Pd selaku dosen pembimbing yang tiada hentinya membimbing
penulis dan meluangkan waktu demi terselesaikannya skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang dengan sabar memberikan bekal
ilmu yang tak terhingga nilainya. Ibu Yuke Rahmawati, M.A, yang telah
membantu dan memberikan arahan kepada penulis dalam penyelesaian
skripsi ini.
6. Terimakasih kepada Bapak Primandanu, Bapak Thoriq dan segenap
karyawan PT. OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) yang telah
berkenan menjadi narasumber dalam penelitian skripsi ini.
7. Terimakasih juga disampaikan kepada Bapak Bramantia Nugraha dari PT.
DANAREKSA INVESTMENT MANAGEMENT yang juga telah
bersedia menjadi narasumber.
8. Segenap pimpinan dan karyawan Perpustakaan Fakultas Syariah dan
Hukum, Perpustakaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, dan Perpustakaan
Umum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan fasilitas untuk melakukan studi kepustakaan.
9. Segenap pimpinan dan karyawan akademik Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak
membantu dan memberikan kemudahan dalam proses administrasi.
x
x
10. Keluarga ideologis di C.O.I.N.S (Center For Islamic Economics Studies)
yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan di luar bangku kuliah.
Terima kasih untuk ilmu dan pengalaman yang diberikan kepada penulis.
11. Terima kasih kepada sahabat-sahabat terbaik penulis, Ahmad Izzuddin Al-
qosam (Jaki), Peni Rahmadani, Tendi Komara, Eko Supriyanto, Siska
Puspitasari, Maya Andyka, Reza M. Ikbal, Rizky Napwansyah dkk. Yang
menjadi motivasi penulis untuk terus berusaha menjalani hidup dan
menjadi lebih baik.
12. Kedua orang tua penulis ayahanda Ismail dan Ibunda Maineng, kakak
Roy, kembaran penulis Hidayat dan adik perempuan penulis Najwa, yang
juga menjadi motivasi untuk terus berusaha menyelesaikan skripsi ini.
13. Terima kasih kepada sahabat-sahabat perjuangan, keluarga besar
Perbankan Syariah B 2012 dan KKN Bumerang 2015, yang senantiasa
membantu, memberikan motivasi, dan mendoakan yang terbaik kepada
penulis. Terima kasih untuk semua kenangan yang tak terlupakan. Semoga
silaturahmi kita tetap dapat terjalin.
Akhir kata kepada semua pihak yang telah membantu selesainya
skripsi ini, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Semoga
Allah SWT mencatatnya sebagai amal baik dan membalasnya lebih baik
lagi. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua kalangan.
Jakarta, 2 November 2016
Taufiqurrohman
xi
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ....................................... iv
ABSTRAK ......................................................................................................................... v
ABSTRACT ...................................................................................................................... vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................................... viii
DAFTAR ISI..................................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................................................ 9
C. Batasan dan Rumusan Masalah............................................................................... 9
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................................. 10
E. Kerangka Pemikiran .............................................................................................. 11
F. Sistematika Penulisan ........................................................................................... 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................... 16
A. Tinjauan Umum Sekuritisasi ................................................................................. 16
1. Konsep Dasar Sekuritisasi ................................................................................ 16
2. Struktur Sekuritisasi .......................................................................................... 20
3. Proses Sekuritisasi ............................................................................................ 23
B. Pihak-pihak terkait Sekuritisasi Aset .................................................................... 24
1. Originator .......................................................................................................... 24
2. Spesial purpose vehicle (SPV) .......................................................................... 25
3. Manajer Investasi .............................................................................................. 25
4. Bank Kutodian .................................................................................................. 26
5. Lembaga pemeringkat efek ............................................................................... 27
6. Arranger (pengatur) .......................................................................................... 28
7. Profesi penunjang pasar modal ......................................................................... 28
C. Tinjauan Umum kontrak investasi kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA) ....... 29
xii
xii
1. Konsep dasar Kontrak Investasi Kolektif ......................................................... 29
2. Konsep dasar Efek Beragun Aset ...................................................................... 29
3. Proses penerbitan Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset ................... 33
D. Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset Syariah ....................................... 35
E. Keuntungan dan Resiko Sekuritisasi Aset ............................................................ 36
F. Review Studi Terdahulu........................................................................................ 39
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................................... 42
A. Jenis Penelitian ...................................................................................................... 42
B. Lokasi Penelitian ................................................................................................... 42
C. Sumber Data Penelitian ......................................................................................... 43
D. Teknik Pengumpulan Data .................................................................................... 44
E. Metode Analisis Data ............................................................................................ 46
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................................... 47
A. Profil OJK ............................................................................................................. 47
1. Fungsi, Tugas, dan Wewenang OJK ................................................................. 47
2. Struktur Organisasi OJK ..................................................................................... 50
B. POJK pada Sekuritas ............................................................................................. 52
C. Efek Beragun Aset Konvensional ......................................................................... 53
1. Prosedur pembelian EBA .................................................................................. 53
2. Kriteria Underlying Asset EBA ........................................................................ 55
3. Perkembangan EBA .......................................................................................... 61
D. Efek Beragun Aset Syariah ................................................................................... 63
E. Perkembangan Efek Beragun Aset Syariah pasca diterbitkannya POJK Nomor
20/pojk.40/2015 ............................................................................................................ 65
F. Perbandingan Regulasi EBA Konvensional dengan EBA Syariah ....................... 67
G. Interpretasi hasil penelitian ................................................................................... 71
BAB V PENUTUP ........................................................................................................... 73
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 73
B. Saran ..................................................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 76
LAMPIRAN..................................................................................................................... 79
xiii
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1. Kerangka Pemikiran ……………………………………………
2.1. Tiga Prinsip Utama Sekuritisasi………………………………..
2.2. Struktur Arus Kas dari Sekuritisasi Aset………………………
2.3. Skema Transaksi EBA…………………………………………
4.1. Struktur Anggota Dewan Komisioner………………………….
4.2. Strutktur Organisasi OJK………………………………………
4.3. Aplikasi Indoprenier Securities………………………………...
4.4. Data Produk EBA………………………………………………
4.5. Perbandingan Regulasi EBA Konvensional
dengan EBA Syariah……………………………………………
13
18
23
34
50
52
54
62
68
xiv
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Traskrip wawancara dengan Otoritas Jasa Keuangan
Lampiran 2 : Transkrip wawancara dengan Danareksa Investment Management
Lampiran 3 : Surat Permohonan Data/ Wawancara ke Otoritas Jasa Keuangan
Lampiran 4 : Surat Permohonan Data/ Wawancara ke Danareksa Investment
Management
Lampiran 5 : Surat Kesediaan menjadi Pembimbing Skripsi
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu sarana perkonomian yang terlihat meningkat dari waktu ke
waktu serta mampu menggerakan masyarakat untuk berpartisipasi dalam
mewujudkan pertumbuhan ekonomi adalah pasar modal. Secara historis pasar
modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa
efek telah hadir sejak zaman kolonial Belanda dan tepatnya pada 14 Desember
1912 bursa efek pertama dibentuk di Batavia oleh pemerintah Hindia-
Belanda.1
Seiring perkembangan pasar modal, dikembangkan pula pasar modal
syariah yaitu pasar modal yang menggunakan prinsip, prosedur, asumsi,
instrumentasi, dan aplikasi bersumber dari nilai epistemologi islam2. Pasar
modal di Indonesia dikelola oleh PT. Bursa Efek Indonesia, baik konvensional
maupun syariah. Dalam Al-qur’an Allah SWT. berfirman dalam surat Al-
Maidah ayat 88 :
وكلوا مما رزقكم الله حلالا طيبا واتقوا الله الذي أنتم به مؤمنون
1 Andri Soemitra MA, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Kencana, 2009),
h.115.
2 Ardi Hamzah,”Analisa Ekonomi Makro,Industri dan Karatkeristik Perusahaan Terhadap
Beta Saham Syariah”,Jurnal SNA VIII solo (15-16 September 2005): h. 367.
2
Yang artinya: “dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang
Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu
beriman kepada-Nya”.
Ayat diatas merupakan perintah Allah SWT. kepada kita manusia agar
makan makanan yang halal dan baik. Dapat diperluas lagi bahwasannya tidak
hanya berkutat pada makanan. Namun bisnis, perdagangan, transaksi dan
rezeki yang kita cari dan kita peroleh wajib memenuhi aspek kehalalan.3
Terkait dengan pasar modal syariah maka setiap transaksi perdagangan
surat berharga di pasar modal dilaksanakan sesuai dengan ketentuan syariah
Islam.4 Termasuk di dalamnya efek-efek yang diperjualbelikan harus
memenuhi segala persyaratan dan kualifikasi untuk bisa dikategorikan sebagai
efek syariah, dimana pedoman mengenai prinsip-prinsip syariah sebagai syarat
bagi efek syariah bisa di temukan di dalam fatwa Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
Sebagai sumber dana yang langsung melibatkan masyarakat luas, pasar
modal tidak hanya menyediakan instrumen investasi dalam bentuk penyertaan
kepemilikan saham atau obligasi saja, namun pada umumnya hanya dimaknai
dan dimengerti pasar modal sebagai bursa yang memperdagangkan saham atau
obligasi sementara pemahaman mengenai efek-efek lain yang diperjualbelikan
tidaklah terlalu banyak diketahui.
3 Ainur Rachman,”Pengaruh Inflasi Nilai Tukar Rupiah, Bi rate,terhadap Net Asset Value
Reksa Dana Saham Syariah”,Jurnal Ekonomi lslam, Vol. 2. No.12 (Desember 2015): h. 986. 4 Abdul Manan, Aspek Hukum dalam Penyelenggaraan Investasi di Pasar Modal Syariah
Indonesia (Jakarta: kencana, 2009), h. 77.
3
Produk-produk di pasar modal selain Saham dan Obligasi juga ada
Reksadana, Dana Investasi Real Estate (DIRE), Equity Trade Fund(ETF),
Kontrak Investasi Berjangka, dan Efek-efek Derivatif seperti Rights atau yg
lebih dikenal dengan Hak Memesan Efek Terlebih dahulu (HMETD), serta
Waran. Produk di pasar modal syariah yakni Saham Syariah, Obligasi Syariah
(Sukuk), Reksadana Syariah, dan sebagainya. Belakangan ada instrumen
investasi yang juga mulai dikenalkan kepada kalangan investor yakni Efek
Beragun Aset (EBA).
Efek Beragun Aset adalah efek (surat berharga) yang terdiri dari
sekumpulan aset keuangan berupa tagihan yang timbul dari surat berharga
komersial seperti tagihan kartu kredit, pemberian kredit, termasuk kredit
pemilikan rumah, kredit mobil, efek bersifat utang yang dijamin pemerintah
dan arus kas. Dalam prosesnya kreditur awal (originator) mengalihkan asset
keuangannya kepada para pemegang EBA.
Ketika perusahaan ingin mengembangkan usahanya dalam term
investasi dan aktifitas keuangan maka membutuhkan banyak dana untuk
mendukung pengembangan tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan dana,
perusahaan harus memiliki dua jenis sumber yaitu sumber internal yang
berasal dari laba ditahan perusahaan, investment deposit, cadangan persediaan
dan sumber-sumber eksternal yang berasal dari penerbitan obligasi, kredit
yang ditangguhkan, surat utang, saham biasa dan saham preferen. Ketika efek
beragun aset digunakan sebagai sumber keuangan biasanya didasarkan pada
pertimbangan resiko jangka waktu kredit atau pembiayaan jangka panjang dan
4
dana yang digunakan untuk kredit atau pembiayaan yang notabene berasal dari
dana pihak ketiga atau deposito atau pinjaman jangka pendek. Sehingga
memungkinkan terjadinya liquidity shortage.
Ketika bank melakukan kredit atau pembiayaan kepada nasabah
peminjam, umumnya jangka panjang seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR)
maka bank memiliki tagihan dari kredit atau pembiayaan tersebut, namun arus
kas yang akan diterima tersebut berjangka waktu sekitar 15 sampai 20 tahun
sedangkan bank dalam membiayai KPR tersebut menggunakan dana
masyarakat (nasabah penabung) atau Dana Pihak Ketiga (DPK) yang
menyimpan uang nya dalam bentuk deposito yang rata-rata berjangka waktu
pendek 3 bulanan. Disini terjadi mismatch (ketidak sesuaian) likuiditas antara
dana yang akan diterima dari tagihan dengan dana yang harus dibayar sebagai
beban bank, dari permasalahan itulah muncul skema efek beragun aset, bank
bisa menjual tagihan-tagihan jangka panjangnya dalam bentuk surat berharga
yang kemudian bisa dibeli investor melalui Manajer Investasi. Bank bisa
mendapatkan dana dari pembelian oleh investor Kemudian angsuran dari
pihak debitur akan menjadi hak investor.
Proses seperti ini disebut juga sekuritisasi aset. Secara sederhana
sekuritisasi aset dapat diartikan sebagai penciptaan sekuritas dengan agunan
aset keuangan.5 Produk ini untuk pertama kalinya muncul di Amerika Serikat
dengan diperkenalkannya Mortgage Backed Securities (MBS) dan
5Marisa Adiwilaga dan Chirstian Anderson, Special Purpose Vechile (SPV) dalam transaksi
aset backed securities/ efek beragun aset (EBA) menurut uu No.8 tahun 1995 tentang pasar modal,
Jurnal Hukum Bisnis dan Iinvestasi vol.3 No.( November 2011): h. 29.
5
berkembang dengan pesat pada tahun 1970 hingga tahun 1980. Beberapa
tahun berikutnya sekuritisasi aset ini juga berkembang di negara-negara
Eropa, Australia, Amerika Latin, dan Selandia Baru. Di Indoneisa masalah
sekuritisasi aset baru berkembang kurang lebih tahun 1995 dengan munculnya
transaksi sekuritisasi aset untuk kartu kredit untuk auto loan oleh Astra Sedaya
Finance tahun 1996
Seperti diketahui bahwa saat ini alternatif peran lembaga pembiayaan
sebagai sumber pembiayaan sektor riil yang produktif masih mengalami
kendala mendasar yang berupa keterbatasan modal. Namun seperti telah
dilakukan dalam praktik di negara lain, salah satu upaya untuk mengatasi
liquidity shortage di pasar domestik dan internasional dilakukan melalui
penciptaan mekanisme sekuritisasi aset. Karena melalui sekuritisasi aset,
penerimaan pendapatan pada masa mendatang (Future Income) akan diterima
di depan (Net Present Value) sehingga dapat mengatasi kendala tersebut.6
Dalam rangka pendalaman pasar keuangan pemerintah telah berupaya
mengembangkan pasar Secondary Mortgage Facility (Kredit Perumahan
Rakyat) dengan mendirikan PT Sarana Multigriya Finansial (SMF). Meskipun
demikian, pasar sekunder KPR tersebut relatif masih belum aktif jika
dibandingkan dengan pasar sekunder negara tetangga seperti Malaysia.7
Faktor penyebabnya diduga akibat belum kuatnya regulasi yang ada dan
6 Sri Liani Suselo, dkk,, Sekuritisasi Aset lembaga Pembiayaan dan Pengembangan Pasar
Secondary Mortgage Facility dalam Rangka Pendalaman Pasar keuangan Indonesia. Working
Paper Bank Indonesia (Desember 2013): h. 4. 7 Ibid., h. 4.
6
ketidaktahuan masyarakat seputar proses sekuritisasi aset. Oleh sebab itu,
Bank Indonesia melakukan kajian mengenai sekuritisasi aset lembaga
pembiayaan dan pengembangan pasar sekunder di Indoneisa.
Instrumen investasi Efek Beragun Aset ini masih terbilang baru,
meskipun sudah penah dilakukan oleh Citybank Grup tahun 1995 namun
transaksi ini dilakukan di luar negeri. Di dalam negeri baru dikenal pada tahun
2009 ketika Bank BTN melakukan sekuritisasi aset atas pembiayaan KPR nya.
Produk pertama yang diluncurkan bernama Efek Beragun Aset Danareksa
SMF I – KPR BTN dengan kode ISIN DSMF01.
Meskipun EBA masih terbilang baru namun ada kelebihan dari EBA
ini dibanding instrumen yang hampir sama skemanya yakni obligasi.
kesamaan bisa dilihat dari keuntungan yang didapat investor berupa
pendapatan tetap (fix income) Di luar negeri institusi yang dapat menerbitkan
EBA ada 2 yakni Trust dan SPV. Di sistem hukum Indonesia tidak mengenal
lembaga Trust sementara SPV belum diterapkan secara umum dalam proses
sekuritisasi di Indoneisa. Oleh karena itu, mekanisme yang diatur dan
digunakan untuk melakukan sekuritisasi di pasar modal Indonesia adalah
Kontrak Investasi Kolektif (KIK). Oleh karena EBA diterbitkan oleh suatu
kontrak yakni KIK, sedangkan KIK tidak termasuk badan hukum, maka tidak
dapat dipailitkan yang pada akhirnya dapat melindungi investor pemegang
7
EBA.8 Sedangkan obligasi diterbitkan oleh pelaku industri yang berbadan
hukum sehingga ada resiko pailit dan investor bisa kehilangan uangnya.
Kemudian seiring perkembangan pasar modal syariah, instrumen-
instrumen investasi yang bedasarkan prinsip Islam juga bermunculan, setelah
munculnya Reksadana Syariah kemudian Obligasi Syariah (Sukuk), pada
tanggal 10 november 2015 OJK resmi membuat POJK tentang EBA Syariah
yang tertuang dalam PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NO.20/POJK.40/2015 tentang penerbitan dan persyaratan efek beragun aset
syariah, dan juga pernyataan Tim Kajian pengembangan produk syariah
dipasar modal Bapepeam menyebutkan sekuritisasi syariah bisa diterapkan
dan dikembangkan di Indonesia.9
Penelitian yang dilakukan oleh Galuh Ratnasari dan Moch.Khoirul
Anwar dalan jurnalnya yang berjudul “Perkembangan Sekuritisasi Aset
Syariah di Indonesia” mengatakan bahwa landasan hukum yang ada di
Indonesia sudah cukup memadai untuk melaksanakan sekuritisasi. Dengan
adanya skema dan landasan hukum yang jelas maka sekuritisasi aset syariah
dapat dilaksanakan dan dikembangkan di Indoensia. Tidak semua jenis aset
dapat disekuritisasi, jenis akad yang digunakan di Indonesia saat ini adalah
akad ijarah dan mudharabah.
8 http://mysharing.co/mengenal-efek-beragun-aset-syariah/ artikel diakses 10 Agustus 2016,
pukul114.00 wib 9 Galuh Ratnasari , “Pengembangan Sekuritisasi Syariah (EBAS) di Indoneisa. Jurnal”
Online, Universitas Negri Surabaya, h.3.
8
Sri Liani Suselo, Shinta R.I. Soekro, dan R. Aga Nugraha dalam
working paper Bank Indonesia menulis tentang Sekuritisasi Aset Lembaga
Pembiayaan dan Pengembangan Pasar Secondary Mortgage Facility dalam
rangka Pendalaman Pasar Keuangan Indonesia, dalam tulisannya
menyimpulkan bahwa minimnya originator (sisi penawaran) telah
menyebabkan kurang berkembangnya sekuritisasi aset di Indonesia baik di
pasar primer maupun di pasar sekunder. Dari sisi permintaan, potensi
implementasi sekuritisasi aset sebagai alternatif pendanaan bagi perusahaan
pembiayaan cukup tinggi oleh berbagai lembaga keuangan seperti dana
pensiun, reksadana, serta perusahaan asuransi dan bank untuk melakukan
sekuritisasi. Sekuritisasi aset juga menunjukan potensi yang besar yang
dicerminkan oleh semakin meningkatnya jenis pinjaman yang diberikan oleh
perusahaan pembiayaan khususnya untuk pembiayaan konsumen dan sewa
guna usaha (leasing), dan kredit yang diberikan oleh bank. Potensi yang besar
dari sisi permintaan dan sisi penawaran terhadap sekuritisasi aset diharapkan
akan mendorong pengembangan pasar sekuritas di Indonesia.
Namun sampai saat ini belum ada emiten atau pelaku industri yang
mengimplementasikan EBA Syariah ini. Padahal instrumen investasi EBA
Syariah ini berpeluang untuk menjadi instrumen investasi yang
menguntungkan karena didukung juga oleh program pemerintah pembangunan
sejuta rumah yang dicanangkan Presiden Jokowi dan juga relatif aman karena
ada agunan berupa aset. Untuk itu penulis ingin meninjau hal-hal apa saja
yang melatarbelakangi dibuatnya peraturan tentang EBA Syariah ini, serta
9
perkembangannya pasca dibuatnya peraturan tersebut. Berdasarkan
permasalahan ini penulis tertarik untuk menulis penelitian dengan judul
“ANALISIS KEBIJAKAN INSTRUMEN INVESTASI EFEK
BERAGUN ASET SYARIAH (EBA Syariah) DI INDONESIA TAHUN
2016.”
B. Identifikasi Masalah
Meskipun peraturan tentang instrumen investasi Efek Beragun Aset
Syariah sudah dibuat namun respon dari para pelaku industri tidak secepat
yang diharapkan, tercatat sampai dari saat disahkannya Peraturan OJK No
20/POJK No 40/2015 pada 10 November 2015 sampai pada 27 April 2016
baru ada satu perusahaan yang mengatakan akan menerbitkan EBA Syariah
tersebut. Itupun datang dari PT Sarana Multigriya Finansial selaku arranger
(pengatur) yang dibentuk oleh pemerintah. Menjadi pertanyaan apakah dibuat
nya EBA Syariah ini berdasarkan urgensi dari pelaku pasar di industri pasar
modal yang menginginkan produk investasi beragun aset yang nonribawi
ataukah kondisi pasar yang belum memungkinkan untuk diterbitkannya EBA
Syariah sehingga responnya tidak signifikan. Mengingat EBA
konvensionalpun belum begitu dikenal di masyarakat.
C. Batasan dan Rumusan Masalah
Adapun pembahasan dalam penulisan penelitian ini agar tidak terlalu
melebar maka dibuat batasan masalah yakni hanya seputar kebijakan tentang
10
instrumen investasi Efek Beragun Aset Syariah dan untuk perbandingan maka
disertakan juga pembahasan tentang EBA konvensional,
Dan untuk memfokuskan penelitian pada menemukan jawaban dari
permasalahan yang diteliti, penulis membuat rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana rumusan ketentuan Efek Beragun Aset (EBA) berdasarkan
peraturan Bapepam LK No. IX.K.1?
2. Bagaimana rumusan ketentuan Efek Beragun Aset Syariah (EBAS)
berdasarkan POJK NOMOR 20/pojk.40/2015?
3. Bagaimana perbedaan regulasi dan aplikasi pada EBA konvensional dan
EBA Syariah?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
a. Menjelaskan instrumen investasi efek beragun aset serta
perkembangannya.
b. Menjelaskan hal-hal apa saja yang melatarbelakangi dibuatnya
peraturan tentang EBA Syariah.
c. Menjelaskan perbandingan regulasi dan aplikasi EBA dengan EBA
Syariah..
2. Manfaat Penelitian
11
Setelah memperhatikan judul dan pembahasan serta latar belakang
masalah pada skripsi ini, maka penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
bagi pihak pihak yang berkepentingan sebagai berikut:
a. Bagi Akademisi
Penelitian ini memberikan informasi terkait dengan hal-hal yang
melatarbelakangi dibuatnya instrumen investasi Efek Beragun Aset
Syariah. selain itu juga dapat memperkaya bahan kajian atau referensi
untuk penelitian yang akan datang.
b. Bagi Perusahaan.
Penelitian ini akan menjadi masukan dan sebagai bahan acuan dalam
mengambil keputusan yang berkaitan dengan instrumen pendanaan
jangka menengah dan panjang
c. Bagi pihak Investor.
Penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan dan pertimbangan
dalam memilih instrumen investasi EBA Syariah serta menjadikan
alternatif pilihan untuk berinvestasi menjadi lebih banyak.
E. Kerangka Pemikiran
Sekuritisasi merupakan suatu proses transformasi aset yang tidak
likuid menjadi surat berharga yang dapat diperdagangkan sesuai dengan
kebutuhan para investor. Dengan demikian perusahaan akan mendapatkan
dana dengan jaminan atau menyerahkan aset keuangan yang dimilikinya dan
kemudian diterbitkan suatu surat berharga oleh pihak lain yang dikenal dengan
12
sebutan sebagai Special Purpose Vechile atau entitas yang betindak sebagai
mediator antara pihak yang membutuhkan dana dengan investor. Walaupun
sekuritisasi banyak ragamnya, namun seringkali istilah sekuritisasi diidentikan
dengan aset backed securities atau yang dibahasa Indonesia dikenal dengan
efek beragun aset.
Dilihat dari sisi syariah, pasar modal adalah salah satu sarana
muamalah. Transaksi didalam pasar modal menurut prinsip hukm syariah
tidak dilarang atau dibolehkan sepanjang tidak terdapat transaksi yang
bertentangan dengan ketentuan yang telah digariskan oleh syariah.10
Diantara
yang dilarang oleh syariah adalah transaksi yang mengandung bunga dan riba.
Larangan transaksi bunga (riba) sangat jelas. Karena itu transaksi
dipasarmodal yang didalamnya terdapat bunga (riba) tidak diperkenankan oleh
syariah.
Dalam pertimbangannya dalam rangka mendorong perkembangan
industri pasar modal maupun pasar modal syariah di Indonesia, pemerintah
dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan bertugas mengawasi dan mengatur
regulasi di sektor jasa keuangan baik di pasar modal, bank, maupun lembaga
keuangan non bank. produk-produk yang ada di pasar modal seperti saham,
obligasi dan reksadana sudah banyak dikenal di masyarakat investor, namun
produk efek beragun aset (EBA) belum banyak diketahui bahkan EBA syariah
masih terbilang baru.
10
Aziz Budi Setiawan, perkembangan Pasar Modal Syariah, artikel ini dipublikasi di kolom
Majalah Hidayatullah, Mei 2005
13
Untuk mengembangkan produk EBA syariah Bapepam-LK
mengeluarkan peraturan No. IX.A.13 tentang penerbitan efek syariah
kemudian setelah adanya perubahan dan dibentuk nya lembaga pengatur dan
pengawas sektor jasa keuangan yakni OJK. OJK merasa perlu
menyempurnakan peraturan mengenai penerbitan Efek Beragun Aset Syariah
dengan menetapkan peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang penerbitan dan
Persyaratan Efek Beragun Aset Syariah yang tertuang dalam peraturan otoritas
jasa keuangan POJK No.20/pojk.04/2015. Dan untuk melihat
perkembangannya maka di lakukan pula perbandingan regulasi dan aplikasi
dengan EBA konvensional yang tertuang dalam peraturan Bapepam-LK No.
IX.K.1 tentang pedoman kontrak investasi kolektif efek beragun aset dan
peraturan Bapepam-LK No. IX.C.9 tentang pernyataan pendaftaran dalam
rangka penawaran umum efek beragun aset.
Gambar : 1.1 kerangka pemikiran
14
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penelitian ini, maka disusun sistematika
penulisan yang terdiri dari lima bab dengan rincian sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review
studi terdahulu, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini mengurai teori-teori yang terkait dengan konsep dasar
sekuritisasi, kontrak investasi kolektif efek beragun aset, dan kontrak
investasi kolektif efek beragun aset syariah.
BAB III : METODE PENELITIAN
Pada bab ini terdapat pembahasan mengenai ruang lingkup penelitian, jenis
penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, dan metode
analisis data.
BAB IV : ANALISA HASIL PENELITIAN
Akan menguraikan bagaimana temuan hasil yang diperoleh dari Analisis hal-
hal yang melatarbelakangi dibuatnya peraturan efek beragun aset syariah,
analisis perkembangan efek beragun aset syariah, analisis prospek Efek
Beragun Aset Syariah di masa yang akan datang.
BAB V : PENUTUP
15
Bab ini memuat kesimpulan yang merupakan jawaban dari rumusan
permasalahan yang telah dibahas sebelumnya dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Sekuritisasi
1. Konsep Dasar Sekuritisasi
Secara sederhana aset securitization didefinisikan sebagai
Transaction created securities backed by financial assets such as loans or
lower quality bonds or notes.11
Securitizaton, menurut Dictionary of Financial Risk Management
adalah:
The proses of converting assets which would normally serve as collateral for
a bank loan into securities which are more liquid and can be traded at lower
cost than the underlyingassets. The largest category of securitized assets is
real estate mortgage loans which serve as collateral for mortgage backed
securities.
Selanjutnya, Securitization, menurut Black’s Law Dictionary adalah
sebagai berikut.12
To converts (assets) into negotiable securities for resale in financial
market, allowing the issuing financial institution to remove assets from its
11 Gary L. Gastineau , “Swiss Bank Corporation – Dictionary of Financial Risk Management”
dalam Gunawan Widjaja dan Yongki Angga., Real Estate Invesment Trust (Jakarta: PT.Raja
Grafindo Persada, 2008), 109.
12
Ibid.,
17
books, to improve its capital ratio and liquidity while marking new loans with
the security proceeds.
Berdasarkan Peraturan Presiden No.19 tahun 2005 tentang
Pembiayaan Sekunder Perumahan, Sekuritisasi adalah suatu transformasi aset
yang tidak likuid menjadi likuid, dengan cara penjualan aset oleh kreditur
asal kepada penerbit yang selanjutnya menerbitkan sekuritas beragun aset
kepada pemodal yang diwakili oleh wali amanat. Pada dasarnya inovasi
keuangan tersebut adalah dengan mengalihkan risiko kredit atas sekelompok
aset kepada pihak lain dan selanjutnya akan diperoleh likuiditas/dana segar
yang dapat diputar kembali untuk menambah volume usaha bank melalui
penyaluran kredit. Di Indonesia, sekuritisasi aset dikenal dengan istilah Efek
Beragun Aset sesuai dengan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal
dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) No.KEP- 493/BL/2008 Tahun
2008.13
Suatu transaksi sekuritisasi aset (dimana pun juga) akan terlaksana
bila ketiga prinsip berikut terpenuhi:14
a. Jual putus (true sale). Penjualan aset keuangan dari kreditur asal kepada
penerbit harus secara jual putus, baik dari perspektif hukum maupun
perspektif akuntansi. Hal ini dimaksudkan agar aset keuangan tersebut benar-
benar telah keluar dari buku kreditur asal, dan kreditur asal tidak lagi memiliki
aset tersebut baik secara hukum, secara manfaat maupun risiko. Kepemilikan
13 Isye Lily Amelia, “Sekuritisasi Aset Sebagai Alternatif Strategi Pendanaan Bank XYZ,”
(Tesis, Universitas Indoneisa, 2011), h. 5.
14
Soebowo musa,” Apakah Sekuritisasi =KIK-EBA?”, (Jakarta, Kiran, 2008),h. 5.
18
aset keuangan tersebut secara hukum maupun manfaat (dan risikonya) telah
beralih ke investor.
b. Perlindungan dari dampak kebangkrutan atau kepailitan (bankruptcy
remote). Struktur transaksi dibentuk sedemikian rupa untuk melindungi
investor dari dampak kebangkrutan dari pihak-pihak yang terlibat dalam
transaksi sekuritisasi, khususnya dari kreditur asal dan penerbit.
c. Kesempurnaan pengalihan aset dan seluruh jaminannya (perfection of
security interest). Aset keuangan yang dijual (jual putus) oleh kreditur asal
kepada penerbit harus beserta seluruh jaminan dan hak-hak yang melekat
pada aset keuangan tersebut secara hukum. kesempurnaan pengalihan aset
dan seluruh jaminannya ini lebih terhadap perpindahan seluruh hak yang
melekat pad aset keuangan yang dijual secara hukum untuk kepentingan
investor. Sedangkan administrasi perpindahan tersebut tentunya tergantung
dari tata cara yang berlaku di negara masing-masing.
Sumber : PT. Bank BTN
Gambar 2.1. Tiga prinsip utama sekuritisasi
SEKURITISASI
TRUE SALE (Jual Putus) Terpisahnya aset yang telah disekuritisasi dari neraca Originator
BANKRUPCY REMOTENESS
Investor terbebas dari
risiko kebangkrutan bank
atau penerbit atau
Originator
THE PERFECTION OF
SECURITY INTEREST
adanya kesempurnaan
pengalihan aset kepada
pihak investor
19
Pembentukan EBA sebagaimana proses sekuritisasi lazimnya merupakan
suatu proses pembentukan efek, yang merupakan instrument pasar modal,
dari sekumpulan aset yang biasanya merupakan aset keuangan dan berupa
tagihan yang nantinya secara legal akan berada dibawah pengendalian
pemegang EBA (investor) yang diwakili oleh suatu SPV, di Indonesia dalam
bentuk KIK. Pengembalian atas investasi dalam EBA berasal dari likuidasi
atas sekumpulan aset yang menjadi jaminan (asal) pembentukannya, yang
dapat juga berasal dari peningkatan kredit (credit enhancement) yang
disediakan baik secara internal maupun eksternal.
Konsep pengembalian investasi dalam EBA pada prinsipnya ada dua,
yaitu:15
a. Pengembalian pokok dan bunganya dilakukan secara bersamaan dengan
tempo yang teratur dalam kurun waktu tertentu atau lazim disebut dengan
Amortizing Assets Backed Securities;
b. Pembayaran bunga (return investasi) dilakukan secara periodik sedangkan
pelunasan atas pokoknya dilakukan pada akhir periode atau disebut Non-
amortizing Assets Backed Securities.
Dalam perkembangannya, metode pengembalian dapat merupakan
kombinasi dari ke dua metode tersebut, dimana dalam kurun waktu tertentu
15 Tim Studi Perdagangan Efek Beragun Aset Departemen Keuangan Republik Indonesia
Badan Pengawas Pasar Modal Proyek Peningkatan Efisiensi Pasar Modal, Studi Tentang
Perdagangan Efek Beragun Aset.(Jakarta: Tim Studi Perdagangan Efek Beragun Aset, 2013),
h..11.
20
hanya dibayar bunganya saja, selanjutnya pembayaran mencakup unsur
pokok dan bunganya.
2. Struktur Sekuritisasi
Menurut Doherty dan Schlesinger,16
struktur sekuritisasi aset beragun
piutang terdiri atas dua model, yaitu (1) pindah tangan (pass through) dan (2)
salur bayar (pay through).
Pindah tangan adalah aset menjadi milik investor, semua pembayaran
piutang diterima investor, bank (atau pihak yang semula memberi pinjaman)
tidak lagi mencantumkan piutang dalam neraca mereka, tetapi mereka tetap
menerima service fee untuk melayani administrasi piutang, sedangkan salur
bayar adalah kepemilikan piutang tetap di tangan perusahaan pemilik
piutang, pembayaran piutang langsung disalurkan kepada investor, dan
sekuritas tercatat sebagai utang dalam neraca pemilik piutang.
Berdasarkan aliran pembayaran pokok dan bunga kepada investor
terdiri dari:
a. Collateralized debt, merupakan bentuk yang paling mirip dengan model
peminjaman dana melalui penerbitan instrument utang dengan menjaminkan
aset sebagai jaminan pembayaran kembali pinjaman tersebut ( traditional
asset-based borrowing). Aset yang dijaminkan dinilai berdasarkan nilai pasar
atau kemampuannya dalam menghasilkan arus kas. Namun, instrument
hutang ini tidak harus sesuai dengan konfigurasi arus kas dari aset yang
dijaminkan sehingga untuk mendapatkan jaminan pembayaran kembali
16
Neil A. Doherty dan Harris Schlesinger, “Insurance Contracts and Securitization”
(The Journal of Risk and Insurance, 69 No 1): h. 45--62.
21
hutang tersebut sering dilakukan over collateralization, yaitu menjaminkan
nilai aset melebihi nilai pinjaman.
b. Pass-Through, adalah cara paling sederhana untuk melakukan sekuritisasi
aset. Karakterisitik khusus dari struktur ini adalah tidak diperkenankan
adanya rekonfigurasi arus kas, sehingga jumlah pembayaran bunga dan
pokok yang dilakukan oleh debitur hanya diteruskan secara langsung kepada
investor. Dalam hal ini, dari jumlah bunga yang dibayarkan oleh debitur akan
didistribusikan kepada beberapa pihak yang terlibat dalam proses sekuritisasi
berupa bunga investasi ataupun fee seperti investor, servicer, credit enhancer
dan lain-lain. Namun untuk pokok harus diteruskan sesuai dengan jumlah
yang dibayarkan oleh debitur sebagaimana gambar 2.1. (Lederman, 1990;
Fabozzi, Modigliani & Jones, 2010; Saunders & Cornnet, 2011).
c. Pay-Through, struktur ini hampir sama dengan collateralized mortgage
obligation dengan karakteristik bahwa arus kas dari aset dapat dikonfigurasi
kembali dalam suatu tranche. Dengan demikian, setelah originator menjual
sekelompok aset kepada SPV, maka selanjutnya SPV akan menerbitkan surat
berharga dalam beberapa tranche yang didukung oleh arus kas dari aset
dengan tingkat risiko yang berbeda-beda. Kemudian kelas-kelas surat
berharga tersebut ditawarkan kepada berbagai tipe investor yang sesuai
dengan risk appetite-nya seperti gambar 2.2. (Lederman, 1990).
22
Menurut Vera Intanie dewi,17
menarik atau tidaknya suatu sekuritisasi
aset, sangat tergantung kepada struktur dan jaminan yang digunakan. Struktur
sekuritisasi aset beragun piutang bisa disusun dalam bentuk (1) pindah tangan
(pass-through); (2) agunan biasa; (3) salur bayar (pay-through). Dalam
struktur pertama, aset menjadi milik investor, semua pembayaran piutang
diterima investor, bank (atau pihak yang semula memberi pinjaman) tidak
lagi mencantumkan piutang dalam neraca mereka, namun mereka tetap
menerima service fee untuk melayani administrasi.
Dalam struktur kedua, kepemilkan piutang tetap ditangan perusahaan
pemilik piutang aslinya; pembayaran piutang tidak langsung diperuntukkan
bagi investor; piutang tetap terdaftar sebagai aset; dan asset backed securities
terdaftar sebagai utang dalam neraca pemilik piutang. Dalam struktur ketiga,
kepemilikan piutang tetap ditangan perusahaan pemilik piutang; pembayaran
piutang langsung disalurkan kepada investor; sekuritas terscatat sebagai
utang dalam neraca pemilik piutang . secara ringkas, berbagai alur ini
disimpulkan dalam tabel beriut ini.
Komponen Pass
Through
Agunan
Biasa
Pay
Through
Kepemilikan
aset
Pembayaran
di tangan
investor
untuk
investor
Tetap pada
perusahaan
Untuk
perusahaan
Tetap pada
perusahaan
Untuk
investor
17
Vera Intanie Dewi, “Sekuritisasi Aset Sebagai Peluang Bisnis dan Peningkatan
Solvabilitas Perusahaan”. Jurnal Bina Ekonomi vol .10, no.1 (Januari 2006): h. 91.
23
Piutang
Pembukuan
di luar
neraca
perusahaan
Tetap di
neraca
perusahaan
Tetap di
neraca
perusahaan
Gambar 2.2 Struktur Alur Kas dari Sekuritisasi Aset
3. Proses Sekuritisasi
Secara sederhana proses sekuritisasi aset menurut Saunders dan
Cornett akan melalui beberapa tahapan yakni:18
1). Memindahkan
sekelompok aset dari neraca bank selaku originator secara jual putus (true
sale) kepada SPV. Dalam hal ini SPV merupakan lembaga yang dibentuk
oleh arranger dengan umur terbatas hanya hingga jatuh tempo surat
berharga yang diterbitkan. Sebelum sekelompok aset tersebut dijual
kepada SPV, Bank akan menyeleksi berdasarkan kriteria-kriteria tertentu,
2). Selanjutnya, SPV akan Menerbitkan surat berharga yang dijamin oleh
arus kas dari aset dimaksud (dikenal dengan istilah Asset Backed
Securities-ABS), 3). Kemudian, SPV menjual ABS tersebut kepada
investor seperti Dana Pensiun dan Asuransi, dan 4). Dana yang diperoleh
dari hasil penjualan ABS akan dibayarkan kepada originator sebagai
pembayaran atas pembelian sekelompok aset. Selain itu, SPV tetap
bertanggung jawab untuk membayarkan bunga dan pokok ABS hingga
jatuh tempo secara tepat waktu kepada investor. Dengan berjalannya
proses sekuritisasi aset maka seluruh pembayaran angsuran pokok maupun
18
Isye Lily Amelia, Sekuritisasi Aset sebagai Alternatif Strategi Pendanaan, h. 14.
24
bunga dari debitur serta agunan atas kelompok aset tersebut akan menjadi
hak investor.
B. Pihak-pihak terkait Sekuritisasi Aset
1. Originator
Deacon merumuskan originator sebagai the entity that originates or
generates the receivables that backed the finance raised. Dengan demikian,
secara umum dapat dikatakan bahwa originator adalah pihak pemilik aset
(pada umumnya piutang-piutang yang berjangka waktu menengah dan
panjang, yaitu yang berjangka waktu lebih dari satu tahun) yang dijadikan
jaminan untuk menerbitkan ABS/EBA tersebut. Tidak ada batasan mengenai
perusahaan yang dapat menjadi originator. Dengan demikian pada prinsipnya
setiap perusahaan dapat menjadi originator, misalnya bank, asuransi, leasing
company, dan pada umumnya semua perusahaan yang memiliki piutang-
piutang yang lebih dari satu tahun.19
Originator (kreditur awal) merupakan pihak yang mengalihkan aset
keuangannya atau yang melakukan sekuritisasi atas aset keuangannya. Setelah
aset keuanganya dijual kepada KIK-EBA (yang diwakili oleh manajer
investasi selaku pengelola portofolionya), maka originator berhak atas
pembayaran dari KIK-EBA (yang berasal dari pemegang EBA) dimana aset
keuangan tersebut diperoleh pihak yang bersangkutan karena pemberian
19 Gunawan widjaja dan Yongki Angga, Real Estate Investment Trust Dana Investasi
Real Estate (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2008), h. 111.
25
pinjaman, penjualan, dan atau pemberian jasa lain yang berkaitan dengan
usahanya.20
2. Spesial purpose vehicle (SPV)
adalah perusahaan yang didirikan khusus untuk membeli aset dari
originator dan kemudian menerbitkan surat berharga yang dijamin dengan aset
tersebut. Spesial Purpose Vehicle juga biasa disebut trustee.
3. Manajer Investasi
Manajer Investasi adalah pihak yang kegiatan usahanya mengelola
portofolio efek untuk para nasabah atau mengelola portofolio investasi
kolektif untuk sekelompok nasabah, kecuali perusahaan asuransi, dana
pensiun, dan bank yang melakukan sendiri kegiatan usahanya berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Manajer Investasi atas Efek Beragun Aset wajib mempunyai modal
kerja bersih disesuaikan (MKBD) sekurang-kurangnya 25 miliar rupiah.
Selain itu, dipersyaratkan pula bagi manajer investasi untuk mempunyai
sekurang-kurangnya 2 orang pegawai yang mempunyai pengalaman kerja
sekurang-kurangnya 6 bulan dalam kegiatan perorganisasian, strukturisasi, dan
pengelolaan aset yang mendukung Efek Beragun Aset.
Manajer Investasi wajib mengembangkan likuiditas Efek Beragun Aset
dan membantu pemegang Efek Beragun Aset untuk menjual Efek Beragun
Asetnya. Selain itu agar terjadi obyektivitas dalam tugas manajer investasi,
20
Marisa Adiwilaga, chirstian Anderson, Special Purpose Vechile, h. 34.
26
maka dipersyaratkan pula untuk tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan
kreditur awal/originator.
Adapun fungsi manajer investasi berkaitan dengan Efek Beragun Aset,
adalah sebagai pihak yang membeli tagihan yang dijual originator dan
mengeluarkan sertifikat utang atau Unit Penyertaan untuk dijual kepada
investor berdasarkan kontrak.21
4. Bank Kutodian
Bank Kustodian adalah Bank yang memberikan jasa penitipan EBA
dan harta serta jasa lain yang berkaitan dengan sekuritisasi aset sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.22
Custodian adalah lembaga penitipan (kolektif) yang menyimpan aset
yang dijadikan jaminan berdasarkan pada pernyataan pemisahan piutang-
piutang yang akan dijadikan sebagai dasar penerbitan ABS atau EBA. Dalam
hal ini pemilik piutang yang akan menerbikan ABS/EBA melalui
pembentukan trusts, berdasarkan pada penyertaan pembentukan trust tersebut
selanjutnya menyerahkan pendaftaran kepemilikan piutang-piutang atas nama
custodian tersebut diperlukan untuk memenuhi ketentuan bahwa piutang-
piutang yang dijadikan sebagai jaminan penerbitan ABS/EBA haruslah
dikeluarkan dari kepemilikan (on balance sheet) originator. Dengan demikian
jika originator tersebut dipailitkan, piutang-piutang yang dijadikan jaminan
21
Tim Studi Perdagangan Efek Beragun Aset, Studi Tentang Perdagangan Efek Beragun
Aset. h..15. 22
Isye Lily Amelia, Sekuritisasi Aset sebagai Alternatif Strategi Pendanaan, h. 39.
27
penerbitan ABS/EBA, yang sudah dikeluarkan dari kepemilikan originator
tidak lagi menjadi harta pailit bagi pemenuhan kewajiban atau utang
originator.23
Fungsi Bank Kustodian berkaitan dengan Efek Beragun Aset
diantaranya: melaksanakan penitipan kolektif, memisahkan aset kontrak
investasi kolektif Efek Beragun Aset dari aset Bank Kustodian dan atau
kekayaan nasabah lain dari Bank Kustodian, memenuhi instruksi dari Manajer
Investasi sesuai ketentuan dalam kontrak investasi kolektif Efek Beragun
Aset.
5. Lembaga pemeringkat efek
Lembaga Pemeringkat (Rating Agency) adalah pihak yang melakukan
pemeringkatan atas struktur transaksi dan EBA yang akan ditawarkan kepada
investor.
Credit Rating Agency adalah perusahaan yang melakukan penilaian
terhadap kualitas putang-piutang yang dijual dan dijadikan dasar bagi
penerbitan ABS atau EBA. Dalam praktik dikenal beberapa lembaga yang
melaksanakan kegiatan penilaian ini. Lembaga-lembaga itu antara lain:
Moody’s, S&P, Fitch IBCA, Duff & Phelps.24
Di Indonesia lembaga
pemeringkat efek ini adalah PEFINDO (Pemeringkat Efek Indoneisa).
Lembaga pemeringkat efek yang memberikan peringkat atas kelas-
kelas EBA. Selain faktor kondisi makro ekonomi dan aspek hukumnya,
23
Gunawan widjaja dan Yongki Angga, Real Estate Investment Trust , h. 116. 24
Ibid.,. h. 123.
28
lembaga pemeringkat efek akan memperhatikan karakter portofolio aset
keuangan yang menjadi agunan (EBA) dalam proses pemeringkatan, dan
biasanya ditinjau dari aspek-aspek : record pembayaran masa lalu, jaminan
dari debitur yang melekat pada utang, analisa cashflow projection, struktur
layer EBA, credit enhancement, dan dalam hal aset keuangannya berupa
future receivable maka originator juga diperhitungkan. disamping itu,
kredibilitas servicer dan juga Manajer Investasi akan menjadi faktor yang tak
kalah pentingnya mengingat fungsinya sebagai pihak yang mewakili para
pemeganga EBA dalam proses pembayaran dari debitur.25
6. Arranger (pengatur)
pihak yang menata transaksi mulai dari melakukan uji tuntas terhadap
kreditur asal, menyusun struktur transaksi, menyusun prospektus, hingga
melaksanakan penawaran umum.
7. Profesi penunjang pasar modal
Profesi penunjang pasar modal meliputi, akuntan dan konsultan hukum
yang melakukan penelaahan terhadap EBA dari aspek akuntansi (keuangan)
dan aspek hukum, serta notaris yang berfungsi sebagai pembuat akta atas
kontrak-kontrak yang berkaitan dengan EBA.26
25
Syafarudin Harahap, “Tinjauan Yuridis Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset
di Bank BTN”, (Tesis, Universitas Diponegoro, 2010), h.85.
26
Marisa Adiwilaga dan chirstian Anderson, Special Purpose Vechile, h. 35.
29
C. Tinjauan Umum kontrak investasi kolektif Efek Beragun Aset (KIK-
EBA)
1. Konsep dasar Kontrak Investasi Kolektif
Kontrak Investasi Kolektif (Collective Investment Contract) yang
selanjutnya disebut KIK adalah Kontrak antara Manajer Investasi
(pengelola dana dari investor) dan Bank Kustodian yang mengikat
pemegang Unit Penyertaan dimana Manajer Investasi diberi wewenang
untuk mengelola portofolio investasi kolektif dan Bank Kustodian diberi
wewenang untuk melaksanakan Penitipan Kolektif. Intrumen investasi
yang menggunakan sistem KIK ini diantaranya reksadana dan efek
beragun aset.
2. Konsep dasar Efek Beragun Aset
Dalam Knowledge Bank dari Lyons Financial Solution Holding
Ltd. Khususnya yang berkaitan dengan penelitiannya yang berjudul
Securitization Explained
”Asset-backed securities are securities that are primarily serviced by
cash flow of a securitized assets that attracts interest on the basis of either
being fixed or variable for maturities that can be fixed, revolving, either
long term or short term, that by their own terms convert into cash over the
duration attached to them”.27
27
Agnes elga margareth, “Tinjauan yuridis terhadap pemegang unit penyertaan kontrak
investasi kolektif efek beragun aset (asset backed securities) dalam kepailitan originator,” (Skripsi
S1 Fakultas Hukum Universtitas Sumatera Utara Medan, 2010). H.25.
30
Menurut Ian H. Giddy, Professor of Finance New York University,
memaparkan dalam situsnya28
“Asset–backed securities are securities
which are based on pools of underlying assets”.
Dalam slide Dr. Tsui KaiChong berjudul Asset Backed Securities29
“Bonds or notes that are backed by financial assets”.
Berdasarkan Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor Kep-
493/BL/2008 Peraturan Nomor IX.K.1 tentang Pedoman Kontrak Investasi
Kolektif Efek Beragun Aset, Efek beragun Aset (EBA) yang dikenal
dengan asset backed securities (ABS) adalah Unit Penyertaan Kontrak
Investasi Kolektif yang portofolionya terdiri dari aset keuangan berupa
tagihan yang timbul dari surat berharga komersial, sewa guna usaha,
perjanjian jual beli bersyarat, perjanjian pinjaman cicilan, tagihan kartu
kredit, pemberian kredit termasuk kredit pemilikan rumah atau apartemen,
Efek bersifat hutang yang dijamin oleh pemerintah, Sarana Peningkatan
Kredit (Credit Enhancement) / Arus Kas (Cash Flow), serta aset keuangan
setara dan aset keuangan lain yang berkaitan dengan aset keuangan
tersebut.
Secara umum ada dua jenis EBA yang sesuai dengan ketentuan di
pasar modal Indonesia30
berdasarkan penerimaan investor yaitu :
28
http://www.absresearch.com/, dikutip dari Tim Studi Perdagangan Efek Beragun Aset,
Departemen Keuangan Republik Indonesia Badan Pengawas Pasar Modal Proyek Peningkatan
Efisiensi Pasar Modal, Studi Tentang Perdagangan Efek Beragun Aset, h. 8.
29 Seminar Workshop, The Future & Opportunities of Asset Backed Securities in
Indonesia, Jakarta 1 & 2 Oktober 2003, dikutip dari Tim Studi Perdagangan Efek Beragun Aset,
Departemen Keuangan Republik Indonesia Badan Pengawas Pasar Modal Proyek Peningkatan
Efisiensi Pasar Modal, Studi Tentang Perdagangan Efek Beragun Aset h. 8.
31
a. EBA Arus Kas Tetap (fixed income securities) adalah EBA yang
memberikan pemegangnya penghasilan tertentu seperti kepada
pemegang Efek bersifat hutang.
b. EBA Arus Kas Tidak Tetap (floating income securities) adalah EBA
yang menjanjikan pemegangnya suatu penghasilan tidak tertentu
seperti kepada pemegang Efek bersifat ekuitas.
Berdasarkan jenis piutang yang disekuritisasikan, dapat
dibedakan menjadi31
:
a. Mortgage Backed securities (MBS). Mortgage digunakan dalam suatu
transaksi dimana satu pihak menjanjikan suatu aset nyata atau properti
kepada pihak lainnya. MBS ini merupakan EBA yang dijamin oleh
piutang-piutang dengan jaminan mortgage (di Indonesia berbentuk
Hipotek atau Hak Tanggungan). Bentuk dari MBS adalah Mortgage-
Backed Bonds (MBBs), Mortgage Pass Through Securities (MPTs),
dan Mortgage Pay-Through Securities (MPTBs).
b. Asset Backed Securities (ABS). Sekuritisasi aset akan menghasilkan
ABS atau disebut EBA karena setiap pemenuhan kewajiban yang ada
dalam efek tersebut dijamin dengan aset.
30
Tim Studi Perdagangan Efek Beragun Aset, Studi Tentang Perdagangan Efek Beragun
Aset. h..9. 31
Gunawan Widjaja dan E. Paramitha Sapardan, Seri Aspek Hukum Pasar Modal Aset
Securitization (Pelaksanaan SMF di Indonesia), Ed. 1, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2006),
h.63- 69.
32
c. Collateralized Debt Obligation (CDO). Merupakan sekuritisasi dalam
bentuk penerbitan Surat Utang atau obligasi yang dijamin dengan
piutang jangka menengah dan aset lain kecuali mortgage loan.
d. Collateralized Mortgage Obligation (CMO). Merupakan mortgage
backed bonds yang tidak hanya menerbitkan satu jenis obligasi, tetapi
dengan beberapa macam kelas obligasi (tranches).
Pembentukan EBA sebagaimana proses sekuritisasi lazimnya
merupakan suatu proses pembentukan efek, yang merupakan instrument
pasar modal, dari sekumpulan aset yang biasanya merupakan aset
keuangan dan berupa tagihan yang nantinya secara legal akan berada di
bawah pengendalian pemegang EBA (investor) yang diwakili oleh suatu
SPV, di Indonesia dalam bentuk KIK. Pengembalian atas investasi dalam
EBA berasal dari likuidasi atas sekumpulan aset yang menjadi jaminan
(asal) pembentukannya, yang dapat juga berasal dari peningkatan kredit
(credit enhancement) yang disediakan baik secara internal maupun
eksternal.
Konsep pengembalian investasi dalam EBA pada prinsipnya ada dua32
,
yaitu:
a. Pengembalian pokok dan bunganya dilakukan secara bersamaan
dengan tempo yang teratur dalam kurun waktu tertentu atau lazim
disebut dengan Amortizing Assets Backed Securities;
32
Tim Studi Perdagangan Efek Beragun Aset, Studi Tentang Perdagangan Efek Beragun
Aset., h.10.
33
b. Pembayaran bunga (return investasi) dilakukan secara periodik
sedangkan pelunasan atas pokoknya dilakukan pada akhir periode atau
disebut Non-amortizing Assets Backed Securities.
Dalam perkembangannya, metode pengembalian dapat merupakan
kombinasi dari ke dua metode tersebut, dimana dalam kurun waktu
tertentu hanya dibayar bunganya saja, selanjutnya pembayaran mencakup
unsur pokok dan bunganya.
3. Proses penerbitan Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset
EBA merupakan salah satu instrumen Pasar Modal yang
mempunyai latar belakang aspek hukum yang cukup kompleks terutama
mengenai bentuk hukum yang dapat dipakai sebagai SPV dan pengalihan
hak atas aset. Secara umum EBA mempunyai konstruksi yang sama di
semua negara, namun peraturannya terutama mengenai bentuk SPV-nya
dapat berbeda untuk masing-masing negara. Di Amerika Serikat bentuk
hukum dari SPV dalam EBA adalah Trust atau Corporation. Namun
bentuk hukum Trust ini tidak dikenal dalam sistem hukum di Indonesia,
oleh karena itu perlu ditetapkan bentuk hukum lain yang sesuai untuk
suatu SPV.33
33
Syafarudin Harahap, “Tinjauan Yuridis Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset
di Bank BTN”, (Tesis, Universitas Diponegoro Semarang, 2010), h.76.
34
Penyedia Jasa
(Servicer) Bank Kustodian Manajer Investasi
Special Purpose
Vehicle (KIK) Originator/ Kreditur
Awal Investor
Credit enhancements Obligor/ Debitur
Sumber: http://www.smf-indonesia.co.id/referensi/efek-beragun-aset/ di akses 17 Desember 2016
pukul 13.28 wib
Gambar 2. 3. Skema Transaksi EBA
Dari gambar diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:34
Kreditur Asal (Originator) menjual kumpulan aset kredit kepada Kontrak
Investasi Kolektif Efek Beragun Aset, selanjutnya Kontrak Investasi
Kolektif Efek Beragun Aset akan menerbitkan surat berharga dalam
bentuk EBA untuk dijual kepada investor dengan jaminan aset yang dibeli
dari bank. pembayaran kepada investor bersumber dari angsuran kredit
debitor setelah dikurangi dengan biaya (fee) untuk penyedia jasa
(servicer).
Untuk meningkatkan kualitas surat berharga yang diterbitkan oleh Kontrak
Investasi Kolektif Efek Beragun Aset sehingga memiliki peringkat efek
34
Syafarudin Harahap, “Tinjauan Yuridis Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset di Bank
BTN”, (Tesis, Universitas Diponegoro Semarang, 2010), h.52.
35
(rating) yang baik, maka selain dijamin dengan aset yang dibeli dari bank
(pool of underlying asset), surat berharga tersebut juga akan dilengkapi
dengan fasilitas kredit pendukung (credit enhacement) yang berfungsi
untuk melindungi kepentingan investor dari potensi kerugian.
Fasilitas credit enhacement bisa diberikan secara internal yaitu diberikan
oleh bank yang melakukan penjualan aset kredit dalam bentuk over
collateralization, atau bisa juga diberikan oleh pihak eksternal dalam
bentuk jaminan pihak ketiga seperti pemerintah atau perusahaan asuransi.
Di Amerika, penerbitan surat berharga dalam bentuk Mortgage Back
Securities (MBS) terdapat jaminan dalam bentuk Timely payment
guarantee yang diberikan oleh salah satu conduit yaitu Ginnie Mae
D. Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset Syariah
Efek Beragun Aset Syariah adalah efek yang diterbitkan oleh kontrak
investasi kolektif EBA Syariah yang portofolionya terdiri dari aset keuangan
berupa tagihan yang timbul dari surat berharga komersial, tagihan yang timbul
dikemudian hari, jual beli pemilikan aset fisik oleh lembaga keuangan, efek
bersifat investasi yang dijamin oleh pemerintah, sarana peningkatan
investasi/arus kas serta aset keuangan setara, yang sesuai dengan prinsip-
prinsip syariah.35
Berdasarkan peraturan OJK No.20/POJK.04/2015, Kontrak investasi
Kolektif Efek Beragun aset syariah adalah kontrak antara manajer investasi
dan Bank Kustodian yang mengikat pemegang Efek Beragun aset syariah
35
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, h.152
36
dimana manajer investasi diberi wewenang untuk mengelola portofolio
investasi kolektif dan Bank Kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan
Penitipan Kolektif, yang pelaksanaannya tidak bertentangan dengan Prinsip
syariah di Pasar modal36
.
Disebut Efek Beragun aset syariah adalah Efek Beragun aset yang:
e. Portofolionya terdiri dari aset keuangan berupa piutang, pembiayaan atau
aset keuangan lainnya;
f. akad
g. Cara pengelolaannya, tidak bertentangan dengan Prinsip syariah di Pasar
modal.
E. Keuntungan dan Resiko Sekuritisasi Aset
1. Keuntungan sekuritisasi aset bagi Originator:
Ada beberapa keuntungan dari sekuritisasi aset yaitu:
Meningkatkan likuiditas, karena pada dasarnya sekuritisasi aset
merupakan penjualan aset, sehingga merupakan sumber dana baru
atau tambahan likuiditas yang diperlukan perusahaan.
Cost of fund yang rendah, karena pendanaan langsung dipasar uang
melalui KIK akan membantu originator untuk mendapatkan dana
dengan biaya yang lebih rendah.
Adanya diversifikasi sumber pembiayaan. EBA membuat alternatif
sumber pembiayaan perusahaan semakin bertambah yang selama ini
36
Buletin Infovesta, (T.tp., Februari 2016).h. 55.
37
hanya mengeluarkan modal dan hutang dengan dana pihak ketiga.
Artinya bila manajemen gagal mendapatkan dana dari pihak ketiga
maka pembiayaan dengan metode sekuritisasi ini akan
mendiversifikasi pembiayaan perusahaan.
Sekuritisasi aset dapat menutupi kesenjangan antara sumber dana
dengan penggunaan dana.
Menerima dana lebih awal.
Investasi EBA menyebabkan resiko katastropik dipindahkan kepada
pemegang EBA. Resiko katastropik merupakan resiko yang terjadi
karena bencana yang dialami oleh debitur sehingga tagihan kurang
lancar atau tidak dapat ditagih.
Meningkatkan kualitas aset/piutang yang pada gilirannya ikut
membawa naik tingkat solvabilitas.
Dana hasil sekuritisasi aset bisa dipakai untuk mengurangi beban
utang berbunga tinggi, serta sekuritisasi menjamin adanya transparansi
karena melibatkan sedikitnya empat pihak yang terlibat dalam
program penjualan, sehingga ada pengawasan ketat.
Sedangkan resikonya adalah ada opportunity cost yang harus dibayar dan
aset perusahaan menjadi lebih kecil.
2. Keuntungan sekuritisasi aset bagi investor:
Sedangkan, keuntungan sekuritisasi aset bagi investor yakni investor
memiliki resiko investasi yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan
instrumen lainnya seperti obligasi, pinjaman atau modal ventura. Hal ini
38
karena EBA dalam pengembalian investasinya (return) tidak tergantung
pada satu kinerja korporasi, melainkan pada banyak debitur-debitur.
Investasi dijamin oleh sejumlah tagihan termasuk seluruh jaminan yang
melekat didalamnya (perfection of security interest). Jadi alasan utama
bagi investor untuk memilih surat berharga yang dijamin dengan aset
bukan hanya karena sekuritisasi aset menawarkan penghasilan yang lebih
menarik tetapi juga karena analisanya lebih sederhana dibandingkan
dengan analisa pinjaman dari bank atau korporasi.37
3. Resiko Sekuritisasi Aset
Sekuritisasi Aset memiliki kelemahan berupa resiko yang terdiri dari dua
jenis, yaitu: 38
Resiko Prepayment atau pelunasan dipercepat.
Dengan adanya resiko Prepayment, hal ini mempengaruhi yield yang
akan diterima oleh investor, dan pelunasan yang akan dilakukan lebih
awal juga akan menyebabkan kerugian bagi kreditur.
Resiko Default
Yaitu resiko yang harus ditanggung oleh pemegang EBA, apabila
debitur dari aset jaminan tidak mampu membayar bunga dan pinjaman
tepat pada waktunya.
37
Vera Intanie Dewi, “Sekuritisasi Aset Sebagai Peluang Bisnis dan Peningkatan
Solvabilitas Perusahaan”. Jurnal Bina Ekonomi vol .10, no.1 (Januari 2006): h. 92. 38
Fajar Windri Astuti, “Analisis dampak sekuritisasi aset terhadap kinerja perusahaan”
(Tesis, Universitas Indonesia Depok, 2011), h.31.
39
F. Review Studi Terdahulu
Isye Lily Amelia dalam Tesisnya yang berjudul “Sekuritisasi Aset
sebagai Alternatif Strategi Pendanaan pada Bank XYZ”. tujuan dari penelitian
ini untuk mengetahui pelaksanaan, peluang, kendala, dan potensi
pengembangan aktivitas sekuritisasi tagihan KPR melalui Kontrak Investasi
Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA) pada Bank yang menjadi pelopor
aktivitas tersebut.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa bagi Bank, sekuritisasi
menjadi alternatif strategi pendanaan jangka panjan yang ditujukan untuk
mengatasi masalah mismatch antara pembiayaan kredit bertenor panjang
dengan sumber dana jangka pendek. Dana segar hasil sekuritisasi dapat
membantu bank memperbesar kapasitas pembiayaan KPR bagi masyarakat.
Dalam pelaksanaannya masih terdapat kendala pemasaran produk KIK-EBA,
karena relatif baru bagi investor. Namun mengingat kebutuhan perumahan
tinggi dan untuk pembiayaannya membutuhkan dana yang besar, maka
kedepannya sekuritisasi aset akan semakin berkembang dengan dukungan
semua pihak yang terlibat.
Galuh Ratnasari dan Moch.Khoirul Anwar dalan jurnalnya yang
berjudul “Perkembangan Sekuritisasi Aset Syariah di Indonesia” tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menganalisis perkembangan sekuritisasi aset
syariah di Indonesia, selagi sekuritisasi aset syariah masih baru dan belum
diaplikasikan secara luas.
40
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa landasan hukum yang ada di
Indonesia sudah cukup memadai untuk melaksanakan sekuritisasi. Dengan
adanya skema dan landasan hukum yang jelas maka sekuritisasi aset syariah
dapat dilaksanakan dan dikembangkan di Indoensia. Tidak semua jenis aset
dapat disekuritisasi, jenis akad yang digunakan di Indonesia saat ini adalah
akad ijarah dan mudharabah.
Sri Liani Suselo, Shinta R.I. Soekro, dan R. Aga Nugraha dalam
working paper Bank Indonesia menulis tentang Sekuritisasi Aset Lembaga
Pembiayaan dan Pengembangan Pasar Secondary Mortgage Facility dalam
rangka pendalaman Pasar Keuangan Indonesia, tujuan penelitian ini untuk
mengetahui potensi inmplementasi sekuritisasi aset sebagai alternatif pe
ndanaan bagi lembaga pembiayaan serta melihat potensi secondary mortgage
facility bagi perbankan di Indonesia, dan mengetahui langkah-langkah yang
dibutuhkan untuk mengembangkan sekuritisasi aset di Indonesia.
Hasil dalam tulisan nya menyimpulkan bahwa minimnya originator
(sisi penawaran) telah menyebabkan kurang berkembangnya sekuritisasi aset
di Indonesia baik di pasar primer maupun di pasar sekunder. Namun
sekuritisasi aset ini mempunyai potensi yang besar untuk berkembang. Jika
dilihat dari sisi permintaan, potensi implementasi sekuritisasi aset sebagai
alternatif pendanaan bagi perusahaan pembiayaan cukup tinggi yang
dicerminkan oleh minat yang cukup besar oleh berbagai lembaga keuangan
seperti dana pensiun, reksadana, serta perusahaan asuransi dan bank untuk
melakukan sekuritisasi. munculnya pembiayaan-pembiayaan yang
41
menyebabkan adanya tagihan (piutang) ini berpotensi untuk bisa
diterbitkannya sekuritisasi aset.
Tim Studi Perdagangan Efek Beragun Aset dari Departemen
Keuangan Republik Indonesia dan Badan Pengawasan Pasar Modal dalam
rangka proyek peningkatan efisiensi pasar modal tahun 2003, dalam
tuliasnnya yang berjudul studi tentang perdagangan efek beragun aset
mempelajari penelitian tentang efek beragun aset di negara lain, mengenai
persyaratan pernyataan pendaftaran, persyaratan keterbukaan, dan ketentuan
tentang proses pelaksanaan efek beragun aset dan juga mempelajari praktek
dan ketentuan efek beragun aset yang ada di Indonesia.
hasil dari penelitian tersebut merekomendasikan beberapa hal yakni,
dikarenakan penerbitan efek beragun aset merupakan suatu proses yang
komplek dan rumit, maka pihak-pihak yang berkepentingan dalam proses
penerbitannya harus merencanakan dengan baik yang bertumpu pada
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, juga
diperlukan proses yang jelas dari penerbitan efek beragun aset ini guna
mengetahui alur yang dapat dijadikan acuan dalam menjual piutang dari
perusahaan ini kepada investor termasuk pula didalamnya proses pengalihan
piutang tersebut.
42
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif analisis,
yaitu penulis menggambarkan permasalahan dengan didasari pada data-data
yang ada lalu dianalisa lebih lanjut untuk kemudian diambil kesimpulan.
Dengan metode deskriptif analisis penulis mengumpulkan dan memaparkan
data terlebih dahulu yang telah diperoleh dari hasil interview dilapangan
kemudian menganalisanya dengan berpedoman pada sumber-sumber tertulis
yang didapatkan dari perpustakaan (Library Research)
Deskriptif adalah salah satu penelitian kualitatif, adapun data yang
dikumpulkan dapat berupa kata-kata, maupun angka. Adapun tujuan penelitian
kualitatif lebih berupaya memahami situasi tertentu, bukan mencari sebab
akibat sesuatu sebagaimana tujuan kuantitatif.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di PT. OTORITAS JASA KEUANGAN
yang beralamat di Gedung Sumitro Djojohadikusumo, Komplek Kementrian
Keuangan Republik Indonesia, Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4, Daerah
Khusus Ibukota Jakarta, Indonesia 10710 (021) 29600 000. Dan di PT.
DANAREKSA INVESMENT MANAGEMENT yang beralamat di Jl. Medan
Merdeka Selatan 14, Jakarta 10110.
43
Adapun alasan memilih lokasi penelitian tersebut, yaitu karena objek
dari penelitian adalah kebijakan tentang instrumen investasi yang dituangkan
dalam peraturan otoritas jasa keuangan (POJK) dan seputar Efek Beragun
Aset. Dan juga narasumber dalam wawancara untuk mengumpulkan data juga
berasal dari Otoritas Jasa Keuangan selaku Regulator dan Danareksa
Investment Managemen selaku Manajer Investasi.
C. Sumber Data Penelitian
Dalam tahapan-tahapan penelitian ini sumber data yang digunakan
adalah:
a. Data Primer, merupakan data yang pertama kali didapat yang menjadi
sumber utama, baik dari individu maupun kelompok. Yaitu hasil dari
Wawancara (interview), yaitu peneliti melakukan wawancara dengan
pihak yang tekait dalam pembuatan kebijakan instrumen investasi efek
beragun aset syariah di Indonesia yakni Otoritas Jasa Keuangan, divisi
Pengawas Pasar Modal Syariah yang diwkili oleh Bapak Primandanu. Dan
wawancara dengan pihak Manajer Investasi yang menerbitkan EBA
Konvensional yakni PT. Danareksa Investment Management yang di
wakili oleh bapak Bramantia Nugroho sebagai Asistant Vice President
bagian Alternatif Investment. Wawancara dilakukan dengan menggunakan
teknik wawancara berstruktur, bentuk pertanyaan akan diajukan terlebih
dahulu disusun sebelum wawancara dilakukan, informasi yang dibutuhkan
berkaitan dengan instrumen investasi efek beragun aset syariah yaitu,
44
perkembangan instrumen investasi EBA, rumusan kebijakan POJK NO
20/POJK.04/2015, bagaimana perkembangan EBA Syariah pasca terbitnya
POJK tentang EBA Syariah kedepannya.
b. Data Sekunder, adalah data yang diperoleh dari bahan kepustakaan
berkaitan dengan masalah-masalah yang diteliti yakni dengan
Dokumentasi, yaitu pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-
dokumen39
.
D. Teknik Pengumpulan Data
Informasi data dalam penelitian diperoleh melalui dua sumber, yakni
lapangan dan dokumen. Sumber data lapangan dapat berarti seorang tokoh
masyarakat, tokoh agama, aparat pemerintah, dan sebagainya yang merupakan
sumber data primer. Sumberdata documenter primer dapat berupa arsip-arsip
yang berkaitan dengan masalah penelitian, misalnya Undang-undang,
peraturan keanggotaan semacam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga. Sumber-sumber sekunder dapat berupa buku-buku tentang subject
matter yang ditulis orang lain, dokumen-dokumen yang merupakan hasil
penelitian dan hasil laporan.40
Jenis data yang penulis gunakan dalam rangka kelangsungan
memperoleh sumber data adalah:
a. Penelitian Lapangan (Field Research)
39
Masri Singarimbun, Metode Penelitian Survei, (Jakarta: LP3ES, 1989), Edisi Revisi, h.193. 40
Beni Ahmad Saebani, Metode Penelitian (Bandung: Pustaka Setia 2008), h.95.
45
Penelitian ini dilakukan secara langsung ke objek penelitian untuk
mengadakan pengangkatan dan pengumpulan data yang dianalisa. Penelitian
ini merupakan usaha dalam mengumpulkan data-data dengan teknik
wawancara. Menurut Imam Suprayogo dan Tobroni wawancara merupakan
metode penggalian data yang paling banyak dilakukan, baik untuk tujuan
praktis maupun ilmiah, terutama untuk penelitian yang bersifat kualitatif.
Wawancara adalah percakapan langsung dan tatap muka (face to face) dengan
maksud tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.41
dalam
penelitian ini wawancara dilakukan langsung kepada pihak-pihak yang
berkepentingan dalam membuat kebijakan penerbitan intrumen investasi efek
beragun aset syariah guna mendapatkan informasi dan data yang diperlukan
dalam melengkapi penelitian ini.
b. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Penelitian ini dilakukan untuk mencapai pemahaman yang
komprehensif tentang konsep yang dikaji, penulisan ini digunakan dalam
rangka menelusuri dan meneliti literature serta menelaah kerangka studi
ilmiah yang ada di perpustakaan dilakukan dengan mengumpulkan data,
menganalisa suatu pengertian yang bersifat teoritis untuk menguji kebenaran
serta menguji relevansi antara teori dan praktek lapangan yaitu dengan
41
Imam Suparyogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2003), H.172.
46
mengumpulkan data dari buku-buku, bahan makalah, jurnal, artikel dan
bacaan lain yang berhubungan dengan pembahasan penelitian ini.
Pengumpulan data ini penulis lakukan guna membangun rangkaian bukti dan
klarifikasi atas fokus penelitian yang penulis lakukan.
E. Metode Analisis Data
Dalam metode penganalisaan data penelitian ini, penulis menggunakan
metode penulisan deskriptif. Metode penelitian ini dirancang untuk
mengumpulkan informasi tentang keadaan-keadaan nyata sekarang dengan
tujuan untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan
pada saat penelitian dilakukan. Jenis metode penelitian deskriptif ini adalah
sebagai kegiatan yang meliputi pengumpulan data dalam rangka menjawab
pertanyaan yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari
pokok suatu penelitian42
yaitu berusaha memberikan gambaran tentang
instrumen investasi efek beragun aset syariah dengan mengumpulkan semua
data-data yang didapat, kemudian menyusunnya dan menjelaskannya serta
selanjutnya dianalisa. Dari hasil analisis tersebut, penulis berusaha
menggambarkan permasalahan secara rinci dengan didasari pada data-data
yang dteliti dan kemudian diambil suatu kesimpulan yang valid.
42
Coonsuelo G. Selvia, Pengantar Metode Penelitian, dalam Toto Kurniato,”Peran Lembaga
Perekonomian Nahdlatul Ulama Dalam Perkembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah
Berbasis Syariah,”(Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatulah Jakarta, 2010),h.12.
47
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil OJK
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga Negara yang dibentuk
berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 yang berfungsi
menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi
terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan baik di sektor
perbankan, pasar modal, dan sektor jasa keuangan non-bank seperti Asuransi,
Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya.
1. Fungsi, Tugas, dan Wewenang OJK
OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan
yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan. Sementara berdasarkan pasal 6 dari UU No 21 Tahun 2011, tugas
utama dari OJK adalah melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap:
a. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;
b. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal;
c. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
48
Adapun wewenang yang dimiliki OJK adalah sebagai berikut:
a. Terkait Khusus Pengawasan dan Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan
Bank yang meliputi:
Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran
dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan
sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta
pencabutan izin usaha bank;
Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana,
produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;
Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:
likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan
modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman
terhadap simpanan dan pencadangan bank; laporan bank yang terkait
dengan kesehatan dan kinerja bank; sistem informasi debitur;
pengujian kredit (credit testing); dan standar akuntansi bank;
Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank,
meliputi: manajemen risiko; tata kelola bank; prinsip mengenal
nasabah dan anti-pencucian uang; dan pencegahan pembiayaan
terorisme dan kejahatan perbankan; serta pemeriksaan bank.
b. Terkait Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank)
meliputi:
Menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
49
Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;
Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis
terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola
statuter pada lembaga jasa keuangan;
Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola,
memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban;
Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan.
c. Terkait pengawasan lembaga jasa keuangan (bank dan non-bank) meliputi:
Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan
jasa keuangan;
Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh
Kepala Eksekutif;
Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan
konsumen dan tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku,
dan atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud
dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
Memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan dan atau
pihak tertentu;
50
Melakukan penunjukan pengelola statuter;
Menetapkan penggunaan pengelola statuter;
Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan;
Memberikan dan atau mencabut: izin usaha, izin orang perseorangan,
efektifnya pernyataan pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan
melakukan kegiatan usaha, pengesahan, persetujuan atau penetapan
pembubaran dan penetapan lain.
2. Struktur Organisasi OJK
Struktur organisasi OJK terdiri atas:
1) Dewan Komisioner OJK
2) Pelaksana Kegiatan Operasional
Struktur Dewan Komisioner terdiri atas:
Jabatan Nama
Ketua Muliaman D. Hadad
Wakil ketua / Ketua Komite Etik Rahmat Waluyanto
Kepala Eksekutif Pengawas
Perbankan
Nelson Tampubolon
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar
Modal
Nurhaida
51
Kepala Eksekutif Pengawas IKNB Firdaus Djaelani
Ketua Dewan Audit Ilya Avianti
Anggota yang membidangi
Edukasi dan Perlindungan
Konsumen
Kusumaningtuti SS
Anggota Ex-officio dari Bank
Indonesia
Halim Alamsyah
Anggota Ex-officio dari
Kementerian Keuangan
Anny Ratnawaty
Sumber : Otoritas Jasa Keuangan
Gambar 4.1 struktur anggota dewan komisioner
Struktur Anggota Pelaksana Kegiatan Operasional:
1. Ketua Dewan Komisioner memimpin bidang Manajemen Strategis I;
2. Wakil Ketua Dewan Komisioner memimpin bidang Manajemen
Strategis II;
3. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan memimpin bidang Pengawasan
Sektor Perbankan;
4. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal memimpin bidang
Pengawasan Sektor Pasar Modal;
5. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya memimpin bidang
Pengawasan Sektor IKNB;
52
6. Ketua Dewan Audit memimpin bidang Audit Internal dan Manajemen
Risiko; dan
7. Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan
Konsumen memimpin bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen.
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Gambar 4.2. Struktur Organisasi Otoritas Jasa Keuangan
B. POJK pada Sekuritas
Pada semester satu tahun 2016, OJK sudah menerbitkan 8 aturan di
bidang pasar modal yang terdiri dari lima POJK, dua SEOJK, dan 1 SE
Dewan Komisioner. Lima POJK tersebut antara lain: 1) POJK No.
19/POJK.04/2016 tentang Pedoman bagi Manajer Investasi dan Bank
Kustodian yang melakukan pengelolaan DIRE Kontrak Investasi Kolektif, 2)
POJK No. 20/POJK.04/2016 tentang Perizinan Perusahaan Efek yang
53
melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara
Pedagang Efek, 3) POJK No.21/POJK.04/2016 tentang Pendaftaran Penilai
Pemerintah untuk Tujuan Revaluasi Aset bagi Badan Usaha Milik Negara atau
Badan Usaha Milik Daerah yang melakukan penawaran umum di pasar modal,
4) POJK No. 22/POJK.04/2016 tentang Segmentasi Wakil Perantara
Perdagangan Efek, dan 5) POJK No. 23/POJK.04/2016 tentang Reksa Dana
berbentuk Kontrak Investasi Kolektif.43
Sedangkan dua SEOJK antara lain SEOJK No. 16/SEOJK.04/2016
tentang Pengakuan terhadap Asosiasi Wakil Manajer Investasi dan SEOJK
No.17/SEOJK.04/2016 tentang Pengakuan terhadap Asosiasi Wakil Penjamin
Emisi Efek dan Wakil Perantara Perdagangan Efek. Satu SE Dewan
Komisioner yaitu SEDK No. 1/SEDK.04/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Protokol Manajemen Krisis Bidang Pengawasan Sektor Pasar Modal.
C. Efek Beragun Aset Konvensional
1. Prosedur pembelian EBA
Cara pembelian EBA sama saja dengan cara pembelian saham yakni
pertama harus punya rekening dana nasabah (RDN) / rekening investasi di
perusahaan sekuritas. Kemudian selanjutnya memesan EBA lewat broker di
perusahaan sekuritas tersebut. Selanjutnya broker yang akan mencarikan EBA
tersebut.
43
http://www.ojk.go.id/id/kanal/pasar-modal/regulasi/peraturan-ojk/Default.aspx diakses
2 Oktober 2016, pukul114.00 wib
54
Harga jual dan harga beli EBA dinilai atau divaluasi oleh lembaga
penilaian harga efek di Indonesia yakni Indonesia Bond Pricing Agency
(IBPA). Untuk data terakhir EBA yang di terbitkan yaitu KIK-DBTN05 harga
satuannya ditentukan sebesar Rp 5.000.000,00-
Perdagangan EBA dilakukan di pasar primer yakni untuk investor-
investor strategis /investor-investor institusi. Perdagangannya juga dilakukan
di pasar sekunder yakni yang tercatat di Bursa Efek Indonesia dan
diperdagangkan oleh sekuritas. bentuk dari EBA tersebut berupa Sertifikat
Jumbo yang disimpan oleh Bank Kustodian. Sedangkan yang diperdagangkan
berbentuk Scripless. Karena diperdagangkan oleh sekuritas, jika sekuritas
tersebut memiliki sistem online trading maka aplikasinya akan berbeda-beda
tiap sekuritas jika sekuritasnya tidak ada sistem online trading maka
pembelian dilakukan by phone. Berikut contoh aplikasi online trading milik
PT. Indopremier securities.
Sumber : aplikasi indopremier online trading
Gambar 4.3 Aplikasi Indopremier Securities
55
Selanjutnya klik pada pilihan tool kemudian klik message
Selanjutnya tulis pesan untuk pembelian EBA dan akan ditindaklanjuti
oleh pihak sekuritas.
2. Kriteria Underlying Asset EBA
Dari data terakhir penerbitan EBA konvensional yakni KIK-DBTN05
didalam prospektusnya terdapat kriteia-kriteria aset yang bisa dijadikan
underlying asset dari penerbitan EBA. aset yang dijadikan jaminan berupa
tagihan-tagihan KPR.
Kriteria pemilihan KPR untuk portofolio KIK-DBTN05 adalah
sebagai berikut44
:
1) Tiap Debitur Perjanjian KPR harus warga negara Indonesia (untuk
menghindari keraguan, tidak termasuk suatu perusahaan, yayasan,
44
Prospektus penawaran umum efek beragun aset DANAREKSA KIK-DBTN05 – KPR Kelas A
(EBA Kelas A)
56
persekutuan atau badan hukum lain, selain orang alamiah) dan adalah
penduduk di Indonesia terbukti dengan Kartu Tanda Penduduk, serta
secara fisik tinggal di Indonesia.
2) Tiap Debitur tidak telah dilepaskan dari kewajibannya berdasarkan
Perjanjian KPR selain dari pembayaran penuh pada saat jatuh tempo
pembayaran jumlah pokok dan kewajiban bunganya.
3) Tiap Properti Dibiayai berada dalam wilayah Republik Indonesia, dan
merupakan perumahan pribadi yang dimiliki Debitur dan dihuni atau
dalam kondisi terpelihara.
4) Tiap Properti Dibiayai dibuktikan dengan suatu sertifikat hak atas tanah
yang sah.
5) Tiap Properti Dibiayai telah dijamin dengan suatu Hak Tanggungan untuk
manfaat Kreditur Awal yang dibuktikan dengan suatu sertifikat HT yang
sah, atau alternatifnya, SKMHT yang sah yang diberikan oleh Debitur
untuk memungkinkan pemasangan HT atas Properti Dibiayai. Properti
Dibiayai tidak dibebani jaminan lainnya.
6) Asli Sertifikat-sertifikat hak atas tanah dan HT berada dalam penguasaan
Kreditur Awal.
7) Properti Dibiayai berupa tanah dan rumah dalam kondisi telah dibangun
8) Tiap Properti Dibiayai dijamin dengan asuransi kebakaran dengan nilai
pertanggungan minimum yang sama dengan hasil penilaian bangunan dari
Properti Dibiayai bersangkutan pada saat pembelian KPR, dan masing-
57
masing Debitur telah dijamin dengan asuransi jiwa dengan nilai
pertanggungan minimum sama dengan nilai kredit semula yang diberikan.
9) Tiap Perjanjian KPR diadakan Kreditur Awal sesuai dengan semua
kebijakan, praktek, prosedur, dan persyaratan lain yang berlaku untuk
usaha KPR dari Krediur Awal.
10) Properti Dibiayai harus dimiliki Debitur. Bila Properti Dibiayai dimiliki
oleh lebih dari satu orang, maka orang tersebut harus terdaftar bersama
dengan Debitur sebagai pemilik bersama atas Properti Dibiayai dan
menjadi debitur bersama dibawah perjanjian Kredit dan Akta Pemberian
Hak Tanggungan. Bila Debitur menikah dan oleh karenanya suami istri
bersama-sama memiliki Properti Dibiayai, Debitur harus telah
memperoleh persetujuan tertulis dari suami /istrinya untuk membeli
Properti Dibiayai, untuk mengikatkan diri dalam Perjanjian KPR, dan
untuk menjaminkan Properti Dibiayai dengan HT.
11) Tiap Perjanjian KPR harus bebas dan bersih dari janji untuk tidak
dijaminkan, dan lain-lain pengaturan jaminan, atau ketentuan /pengaturan
cross default pada Tanggal Cut-off Pertama dan tanggal Cut-off Final.
12) Semua dokumentasi hukum dan arsip/berkas kredit yang berkaitan dengan
tiap perjanjian KPR, termasuk dokumen jaminan HT dan Ijin Mendirikan
Bangunan atau Ijin lain yang setara yang dikeluarkan oleh pemerintah
setempat, tersedia. Semua dokumen hukum mengenai tiap perjanjian KPR
dan HT harus tetap berlaku dan efektif, dan merupakan kewajiban yang
sah, berlaku dan mengikat terhadap para Debitur, dan tidak melanggar atau
58
bertentangan dengan hukum Indonesia pada Tanggal Cut off pertama dan
Tanggal Cut off Final, dan tidak melanggar atau bertentangan dengan
hukum dan peraturan Indonesia yang berlaku.
13) Perjanjian KPR yang relevan menentukan bahwa hanya dengan pelunasan
penuh atas jumlah-jumlah yang wajib dibayar berdasarkan Perjanjian
KPR, hubungan kreditur-kreditur dan pernyataan jaminan antara Kreditur
Awal dan Debitur terkait berakhir.
14) Tidak ada Debitur yang telah mengikatkan diri lebih dari satu perjanjian
KPR dengan Kreditur Awal.
15) Tiap Perjanjian KPR adalah untuk pembelian1 (satu) Properti Dibiayai.
16) Sehubungan dengan perjanjian KPR, penaggungan (bila ada), dan polis
asuransi, tidak ada proses hukum, tindakan atau penyelidikan yang
berlangsung atau, sepengetahuan Kreditur Awal setelah mengadakan
penelusuran /penyelidikan, ancaman terhadap Debitur terkait dimuka
pengadilan, atau institusi pemerintahan.
17) Untuk tiap Perjanjian KPR, jumlah yang wajib dibayar oleh tiap Debitur
harus hanya dalam denominasi mata uang rupiah dan wajib dibayar
berdasarkan jumlah pembayaran cicilan bulanan yang sama, yang terdiri
atas pokok dan bunga yang berlaku sampai dengan jatuh tempo Perjanjian
KPR.
18) Tiap Perjanjian KPR harus berasal dari dan berdasarkan suatu Perjanjian
KPR dan perjanjian terkait lainnya dimana Debitur menjadi pihak, dan
harus ditandatangani dan dilengkapi dengan benar oleh Debitur dan tidak
59
berisi pernyataan dan jaminan atau pernyataan lainnya yang tidak akurat
yang dibuat oleh Debitur. Perjanjian KPR dalam semua hal material harus
sama dengan standar dokumen yang digunakan oleh Kreditur Awal.
19) Kredit perumahan dibuat menurut Perjanjian KPR antara Kreditur Awal
dan Debitur berdasarkan mana Kreditur Awal telah membayar harga beli
(bersama dengan pembayaran dimuka yang dilakukan secara pribadi oleh
Debitur yang merupakan harga beli penuh) atas Properti Dibiayai atas
nama Debitur menurut perjanjian jual beli yang dilakukan antara Debitur
sebagai pembeli dan penjual properti.
20) Tiap Perjanjian KPR harus berasal dari satu cabang Kreditur Awal yang
berlokasi di Bekasi, Bandung, Makasar, Batam, Pekanbaru, Cilegon,
Bogor, Semarang, Solo, Depok, Pekalongan, Cirebon, Denpasar, Malang,
Purwokerto, Ciputat, Jakarta, Kuningan, Mataram, Bangkalan, Surabaya,
Samarinda, Jambi, Jakarta Harmoni, Jember, Tasikmalaya, Gresik,
Palangkaraya, Balikpapan, Palu, Madiun, Bengkulu, Yogyakarta, Padang,
Kendari, Cimahi, Cikarang, Tanjungpinang, Cibubur, Pangkal Pinang,
Kebon Jeruk, Bumi Serpong Damai, Kelapa Gading Square, Harapan
Indah, Surabaya Bukit Darmo, Kediri dan Karawaci.
21) Tiap Perjanjian KPR, pada saat pembuatan mempunyai jumlah pokok
maksimum yang tidak lebih dari Rp 500 Juta.
22) Tiap Perjanjian KPR tidak boleh mempunyai tunggakan pembayaran yang
melebihi 30 hari dari tanggal jatuh tempo terakhir pada Tanggal Cut off
60
pertama dan Tanggal Cut off Final dan belum pernah direstrukturisasi atau
dijadwal ulang.
23) Semua Perjanjian KPR yang ditagih melalui mekanisme penagihan
kolektif, terakhir pada Tanggal Cut off pertama dan Tanggal Cut off Final
mempunyai Perjanjian Penagihan yang sah dan ditandatangani secara
semestinya antara Kreditur Awal dan istitusi terkait yang melakukan
penagihan secara kolektif tersebut.
24) Tiap Perjanjian KPR harus telah dibukukan dalam buku Kreditur Awal
minimal 18 bulan.
25) Tiap Perjanjian KPR harus mempunyai original loan to value (OLTV)
tidak lebih dari 90%.
26) Tiap Perjanjian KPR mempunyai ukuran pinjaman terhutang yang tidak
kurang dari Rp. 10 Juta sejak Tanggal Cut off pertama dan Tanggal Cut off
Final dan mempunyai suku bunga tetap yang dapat disesuaikan yang tidak
kurang dari 12,50% per tahun pada Tanggal Cut off Final.
27) Jangka waktu pinjaman semula sampai dengan jatuh tempo (original term
to maturity atau OTM) dari tiap Perjanjian KPR tidak lebih dari 15 (lima
belas) tahun.
28) Pada Tanggal Cut off pertama dan Tanggal Cut off Final, jangka waktu
pinjaman yang tersisa sampai dengan jatuh tempo (remaining term to
maturity atau RTM) dari tiap Perjanjian KPR tidak kurang dari 12 bulan
dan tidak lebih dari 120 bulan.
61
29) Tiap Debitur Perjanjian KPR tidak boleh ada wanprestasi atas pembayaran
sebelumnya kepada Kreditur Awal untuk tipe pembiayaan apapun dan
/atau dinyatakan pailit.
30) Tiap Debitur Perjnjian KPR tidak boleh berumur kurang dari 25 tahun dan
tidak berumur lebih dari 55 tahun pada tanggal dibuatnya masing-masing
Perjanjian KPR.
31) Tiap Properti Dibiayai wajib telah dilakukan penilaian oleh perusahaan
penilai independen atau Kreditur Awal pada tanggal pembuatan/pengadaan
masing-masing pinjaman.
32) Tiap Perjanjian KPR mempunyai tanggal jatuh tempo terjadwal yang tidak
lebih dari 18 bulan sebelum Tanggal Jatuh Tempo Final.
3. Perkembangan EBA
Dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2016 total produk EBA yang
pernah diterbitkan ada 7 (tujuh), Berikut adalah data produk EBA yang
pernah diterbitkan oleh Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset PT.
Danareksa Investment Management dengan PT. Bank Tabungan Negara
(Persero)Tbk.
EBA Manajer
Investasi
Bank Kustodi
an
Kreditur Awal
Penyedia Jasa
Tanggal
Efektif
Underlying
Asset
Nilai Sekuritisasi
Dominasi
Credit Enhanc
er
TanggalJatuh
Tempo Final
62
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Danareksa SMF-I-KPR BTN
PT. Danareksa Investment Management
PT. Bank Rakyat Indonesia (persero), Tbk.
PT. Bank Tabungan Negara (persero),Tbk.
PT. Bank Tabungan Negara (persero),Tbk
26 Januari 2009
Tagihan KPR PT. Bank Tabungan Negara (persero)
111.111.108.501,00
IDR PT. Sarana Multgriya Finansial (persero)
10 Maret 2018
Danareksa SMF-II-KPR BTN
PT. Danareksa Investment Management
PT. Bank Rakyat Indonesia (persero), Tbk.
PT. Bank Tabungan Negara (persero),Tbk.
PT. Bank Tabungan Negara (persero),Tbk.
30 Oktober 2009
Tagihan KPR PT. Bank Tabungan Negara (persero)
391.305.329.159,00
IDR PT. Sarana Multgriya Finansial (persero
10 Desember 2019
Danareksa BTN 01-KPR
PT. Danareksa Investment Management
PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk.
PT. Bank Tabungan Negara (persero),Tbk.
PT. Bank Tabungan Negara (persero),Tbk.
23 Desember 2010
Tagihan KPR PT. Bank Tabungan Negara (persero)
750.000.230.716,80
IDR PT. Sarana Multgriya Finansial (persero
27 September 2019
Danareksa BTN 02-KPR
PT. Danareksa Investment Management
PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk.
PT. Bank Tabungan Negara (persero),Tbk.
PT. Bank Tabungan Negara (persero),Tbk.
03 November 2011
Tagihan KPR PT. Bank Tabungan Negara (persero)
703.450.414.156,00
IDR PT. Sarana Multgriya Finansial (persero
27 Februari 2021
Danareksa BTN 03-KPR
PT. Danareksa Investment Management
PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk.
PT. Bank Tabungan Negara (persero),Tbk.
PT. Bank Tabungan Negara (persero),Tbk.
05 Desember 2012
Tagihan KPR PT. Bank Tabungan Negara (persero)
1.000.000.005.977,00
IDR PT. Sarana Multgriya Finansial (persero
7 Januari 2023
Danareksa BTN 04-KPR
PT. Danareksa Investment Management
PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk.
PT. Bank Tabungan Negara (persero),Tbk.
PT. Bank Tabungan Negara (persero),Tbk.
17 Desember 2013
Tagihan KPR PT. Bank Tabungan Negara (persero)
1.000.000.005.941,00
IDR PT. Sarana Multgriya Finansial (persero
26 Februari 2022
Danareksa BTN 05-KPR
PT. Danareksa Investment Management
PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk.
PT. Bank Tabungan Negara (persero),Tbk.
PT. Bank Tabungan Negara (persero),Tbk.
26 November 2014
Tagihan KPR PT. Bank Tabungan Negara (persero)
1.500.000.001.615,00
IDR PT. Sarana Multgriya Finansial (persero
7 September 2025
63
Gambar 4.4 Data produk EBA.
Dari data di atas dapat dilihat bahwa jumlah nilai sekuritisasi aset terus
meningkat dari waktu ke waktu. Tahun 2009 nilai sekuritisasi aset pertama
kali diterbitkan senilai Rp 111.111.108.501,00 kemudian terbitan kedua
meningkat nilainya hampir tiga kali lipat menjadi Rp 391.305.329.159,00
dan sampai terbitan ke tujuh nilai nya semakin tinggi yakni Rp
1.500.000.001.615,00 produk EBA tersebut diterbitkan oleh Bank BTN
bekerjasama dengan Danareksa Investment Management sebagai Manajer
Investasinya dengan KPR BTN sebagai underlying asset nya.
D. Efek Beragun Aset Syariah
Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan pihak Otoritas Jasa
Keuangan Divisi Pengawas Pasar Modal Syariah yang diwakili oleh bapak
Primandanu, beliau menyatakan bahwa dibuatnya peraturan POJK tentang
EBA Syariah adalah dilatarbelakangi untuk penyempurnaan peraturan
sebelumnya yang dibuat Bapepam LK, guna membuat regulasi yang
menunjang untuk perkembangan produk-produk investasi syariah di pasar
modal syariah
POJK No.20/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan
KIK-EBA Syariah merupakan salah satu penyempurnaan dari Peraturan
Bapepam LK No. IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah. Secara
keseluruhan, POJK yang merupakan hasil penyempurnaan dari Peraturan
Bapepam LK No. IX.A.13 mencakup:
64
a. POJK No. 15/POJK.04/2015 tentang Penerapan Prinsip Syariah di Pasar
Modal
b. POJK No. 17/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek
Syariah berupa Saham oleh Emiten Syariah atau Perusahaan Publik
Syariah
c. POJK No. 18/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan Sukuk
d. POJK No. 19/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan Reksa
Dana Syariah
e. POJK No. 20/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan KIK-
EBA Syariah
Secara umum, penyempurnaan Peraturan Bapepam LK No. IX.A.13
dilakukan agar dapat memberikan infrastruktur yang memfasilitasi
perkembangan pasar modal syariah pada pada umumnya dan perkembangan
produk investasi syariah pada khususnya. Hal ini mengingat arah
perkembangan pasar modal syariah juga perlu didukung oleh penyediaan
regulasi yang mendukung perkembangan efek syariah sesuai karakteristiknya.
Pokok penyempurnaan yang ada di POJK No. 20/POJK.04/2015 tentang
Penerbitan dan Persyaratan KIK-EBA Syariah antara lain meliputi:
a) Jenis aset yang mendasari (underlying asset);
b) Pernyataan atas akad;
c) Cara pengelolaan; dan
d) Fungsi DPS
65
E. Perkembangan Efek Beragun Aset Syariah pasca diterbitkannya POJK
Nomor 20/pojk.40/2015
Sampai saat ini, belum ada penerbitan EBA Syariah sejak
dikeluarkannya POJK terkait EBA Syariah. Namun demikian, terdapat minat
dari pelaku industri untuk menerbitkan EBA Syariah berbentuk Surat
Partisipasi (EBA SP Syariah)
Beberapa tantangan yang dihadapi dalam penerbitan EBA Syariah
antara lain:
a. Aset bank syariah masih relatif kecil
b. Aturan OJK di sektor perbankan (d/h Peraturan Bank Indonesia/PBI),
yaitu PBI No. 14/26/PBI/2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan
Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank masih membatasi bank melakukan
sekuritisasi. Hanya bank yang masuk Bank Umum berdasarkan Kegiatan
Usaha (BUKU) 3 dan 4 yang bisa melakukan sekuritisasi. Saat ini,
sebagian besar Bank Umum Syariah (BUS) masih masuk klasifikasi
BUKU 1 dan BUKU 2.
c. Aset keuangan pada bank syariah tidak seluruhnya dapat disekuritisasi.
Aset keuangan yang dapat disekuritisasi hanya aset keuangan yang aset
riilnya masih dimiliki oleh bank syariah. Contohnya, piutang yang
menggunakan akad MMQ dan IMBT.
d. Perbankan syariah belum memiliki standar penyusunan akad atau kontrak
pembiayaan antara perbankan syariah dengan nasabah. Akibatnya,
beberapa bank syariah sulit melakukan pooling aset secara bersama
66
dimana aset tersebut akan digunakan sebagai underlying dalam penerbitan
EBA Syariah.
Beberapa upaya yang dilakukan OJK dalam mengembangkan EBA
syariah antara lain:
a. Mempersiapkan infrastruktur regulasi berupa penerbitan POJK No.
20/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan KIK-EBA Syariah.
b. Mendorong penyempurnaan peraturan di bidang perbankan terkait kategori
bank yang dapat melakukan sekuritisasi aset.
c. Mendorong perbankan syariah untuk melakukan penerbitan EBA Syariah
dengan underlying assets yang berasal dari kumpulan piutang-piutang
beberapa bank syariah.
d. Melakukan sosialisasi dan koordinasi dengan pelaku pasar untuk lebih
mendorong pelaku menerbitkan EBA Syariah.
EBA Syariah sangat berperan penting dalam pembangunan infrastruktur
khususnya infrastruktur perumahan. Prospek EBA Syariah di Indonesia
sangat baik. Hal ini dikarenakan kebutuhan perumahan di Indonesia masih
sangat tnggi. Kebijakan terkait pembangunan satu juta rumah dapat dijadikan
peluang untuk menerbitkan EBA Syariah. Hal ini melihat kepada rasio
Financing to Deposit Ratio (FDR) bank syariah yang sudah sangat tinggi.
Sampai dengan bulan juli 2016, data Statistik Perbankan Syariah
menyebutkan bahwa FDR perbankan syariah (Bank Umum Syariah dan Unit
67
Usaha Syariah) mencapai 98,69%. Oleh karena itu perbankan syariah
membutuhkan likuiditas guna mendukung program tersebut. Salah satu
alternatif memperoleh likuiditas adalah dengan melakukan sekuritisasi aset
portofolio pembiayaan ke dalam bentuk penerbitan EBA Syariah.
F. Perbandingan Regulasi EBA Konvensional dengan EBA Syariah
Regulasi yang menjadi dasar hukum dari instrumen investasi efek
beragun aset konvensional yakni peraturan Bapepam LK no IX.K.1 tentang
pedoman kontrak investasi kolektif efek beragun aset. poin-poin yang ada
didalmnya mengatur ketentuan tentang aset yang membentuk portofolionya,
hal-hal tentang pengalihan aset antara kreditur awal dengan kontrak investasi
kolektif efek beragun aset, kewajiban pemegang efek beragun aset, kewajiban
kontrak investasi kolektif. Dan apabila efek beragun aset nya akan di
terbitkan melalui penawaran umum Bapepam Mengeluarkan peraturan
Bapepam No IX.C.9 tentang pernyataan pendaftaran dalam rangka penawaran
umum efek beragun aset yang didalamnya disertakan formulir IX.C.9-2
tentang pernyataan pendaftaran.
Sedangkan regulasi yang mengatur ketentuan tentang penerbitan efek
beragun aset syariah yakni POJK No 20/pojk.04/2015 tentang penerbitan dan
persyaratan efek beragun aset syariah. Secara umum dapat dilihat bahwa
regulasi yang mengatur EBA konvensional tidak berbeda jauh dengan EBA
syariah secara konsep tetap sama poin-poin yang diatur yakni tentang aset
68
yang menjadi portofolio, kewajiban pemegang efek beragun aset, kewajiban
kontrak investasi kolektif. Hanya saja dalam regulasi EBA Syariah setiap
pihak yang melakukan penerbitan efek beragun aset syariah diwajibkan untuk
memenuhi ketentuan prinsip syariah di pasar modal. Selain itu pihak yang
terlibat dalam penerbitan Efek Beragun Aset Syariah dalam rangka
mengawasi dan mengevaluasi juga diwajibkan adanya Dewan Pengawas
Syariah.
Dari segi teknisnya perbedaannya terletak pada underlying asset yang
mendasari penerbitan EBA itu sendiri. Pada EBA konvensional segala macam
tagihan aset keuangan bisa dijadikan underlying asset. Yang penting
memenuhi kriteria untuk underlying asset. Pada EBA Syariah underlying
asset harus yang memenuhi prinsip syariah. Tagihan piutang yang berupa
bunga tidak diperbolehkan. Dan dari segi pihak yang terlibat di dalam EBA
Syariah di wajibkan adanya Dewan Pengawas Syariah atau adanya Tim Ahli
Syariah sebagai pengawasan agar dalam perjalanannya produk EBA Syariah
ini tidak keluar dari koridor syariah. Berikut ini tabel yang menunjukan poin-
poin perbedaannya:
Regulasi EBA Konvensional dalam
Bapepam LK no IX.K.1 tentang
pedoman kontrak investasi kolektif
efek beragun aset
Regulasi EBA Syariah dalam POJK No
20/pojk.04/2015 tentang penerbitan dan
persyaratan efek beragun aset syariah
Definisi : Kontrak Investasi Kolektif Definisi : Kontrak Investasi Kolektif
69
Efek Beragun Aset (KIK-EBA) adalah
kontrak antara Manajer Investasi dan
Bank Kustodian yang mengikat
pemegang Efek Beragun Aset dimana
Manajer Investasi diberi wewenang
untuk mengelola portofolio investasi
kolektif dan Bank Kustodian diberi
wewenang untuk melaksanakan
penitipan kolektif.
Efek Beragun Aset Syariah adalah
kontrak antara Manajer Investasi dan
Bank Kustodian yang mengikat
pemegang Efek Beragun Aset Syariah
dimana Manajer Investasi diberi
wewenang untuk mengelola portofolio
investasi kolektif dan Bank Kustodian
diberi wewenang untuk melaksanakan
penitipan kolektif, yang pelaksanaannya
tidak bertentangan dengan prinsip
syariah di Pasar Modal.
Aset yang membentuk portofolio: Aset
keuangan berupa tagihan yang timbul
dari surat berharga komesial, tagihan
kartu kredit, tagihan dikemudian hari
(future receivables), pemberia kredit
termasuk kredit pemilikan rumah atau
apartemen, efek bersifat hutang yang
dijamin oleh pemerintah, sarana
peningkatan kredit (credit
enhacement)/arus kas (cash flow), serta
aset keuangan setara dan aset keuangan
lain yang berkaitan dengan aset
Aset yang membentuk portofolio: Aset
keuangan berupa piutang, pembiayaan
atau aset keuangan lainnya, yang akad,
dan cara pengelolaannya tidak
bertentangan dengan prinsip Syariah di
Pasar Modal
70
keuangan tersebut.
- Adanya Dewan Syariah Nasional yang
bertanggung jawab memberikan nasihat
dan saran serta mengawasi pemenuhan
prinsip syariah
- Adanya Efek Beragun Aset Syariah
berbentuk Surat Partisipasi (EBA-SP)
- Adanya Tim Ahli yang bertanggung
jawab terhadap kesesuaian syariah atas
produk atau jasa syariah di Pasar Modal
Syariah di Pasar Modal
- Adanya prinsip syariah di Pasar Modal
yakni prinsip hukum Islam dalam
kegiatan Syariah di Pasar Modal.
Setiap Kontrak Investasi Kolektif Efek
Beragun Aset wajib diberi nama dan
nama tersebut harus sama dengan nama
Manajer Investasi, didahului dengan
kata “KONTRAK INVESTASI
KOLEKTIF EFEK BERAGUN ASET”
dan nomor yang diberikan oleh
Manajer Investasi
Kontrak Investasi Kolektif Efek
Beragun Aset Syariah wajib memuat
ketentuan paling sedikit:
a. Kata “Syariah” pada nama Efek
Beragun Aset yang diterbitkan
b. Pernyataan bahwa:
1. Manajer Investasi dan Bank
Kustodian merupakan wakil
(wakiliin) yang bertindak
71
untuk kepentingan para
pemegang efek bergaun aset
syariah sebagai pihak yang
diwakili (muwakil).
2. Aset yang menjadi portofolio
Efek Beragun Aset Syariah
tidak bertentangan dengan
prinsip syariah di pasar
modal
Tabel 4.5 perbandingan regulasi EBA Konvensional dengan EBA Syariah
G. Interpretasi hasil penelitian
Menurut wawancara yang dilakukan dengan bapak Bramantia
Nugraha Assistant Vice President dari PT. DANAREKSA INVESTMENT
MANAGEMENT, menurut beliau regulasi yang ada di Indonesia sudah
cukup baik untuk perkembangan Instrumen Investasi EBA, namun memang
selama ini Instrumen Investasi EBA hanya menjadi peluang investasi bagi
para investor besar saja karena nilai transaksinya yang memang cukup besar.
Oleh karena itu pasar instrumen investasi EBA jika dibandingkan dengan
pasar saham tidak selikuid pasar saham.
Untuk perkembangannya kedepan akan dibutuhkan investasi pada
Sumber Daya Manusia dan juga Sistem Informasi, mengingat instrumen EBA
ini masih perlu dipelajari lebih lanjut karena untuk penerbitannya
72
membutuhkan SDM yang handal dalam bidangnya dan juga sistem informasi
dan pencatatan perusahaan baik itu untuk perpajakan maupun pelaporan
akuntansinya.
Di luar negeri produk Efek Beragun Aset ini sangat dikenal
dimasyarakat investornya seperti Amerika, Perancis dan Cina. namun sampai
saat ini produk Efek Beragun Aset ini masih kurang popular di Indonesia.
Salah satu penyebabnya dikarenakan investor-investor EBA ini masih
tergolong investor besar, investor strategis atau investor institusi. Dengan
nilai transaksi minimal Rp 700 milliar. Dan juga dari sistem pencatatan
akuntansinya masih menyulitkan perusahaan karena adanya amortisasi tiap
tiga bulan waktu pencatatan dan nilainya selalu berubah-ubah, adanya resiko
reinvestment risk serta faktor kebutuhan yang masih belum dirasakan oleh
perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk segera menerbitkan EBA kecuali
BTN yang memang kebutuhannya sudah mendesak untuk dilakukan
sekuritisasi. padahal EBA ini dalam hal pendanaan memiliki kelebihan
dibandingkan intrumen serupa seperti Obligasi. Kelebihannya EBA ini
meningkatkan likuiditas karena mengubah piutang menjadi cash, dan
kalaupun Debitur mengalami gagal bayar masih ada aset yang bisa dijual.
Dan biasanya seiring berjalannya waktu hutang Debitur semakin sedikit harga
aset semakin bertambah. Kemudian dengan Instrumen EBA perusahaan tidak
harus menambah rasio hutangnya seperti halnya Obligasi. Sehingga Debt to
Equity Ratio (DER) tetap terjaga. Dengan kata lain tidak akan memperburuk
laporan keuangan.
73
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dibahas dan dijabarkan, maka penulis dapat
mengambil kesimpulan dari skripsi ini:
1. Perkembangan EBA cukup baik dilihat dari nilai sekuritisasinya yang
semakin meningkat tiap penerbitannya, regulasi yang ada saat ini sudah
cukup untuk mengembangkan intrumen EBA. dilihat dari keuntungan dan
resiko instrument EBA ini lebih menarik dari pada Obligasi karena ada
jaminan berupa aset yang jika terjadi gagal bayarpun masih ada aset yang bisa
dilikuidasi. dari sisi Manajer Investasi terus mengupayakan untuk
mengembangkan intrumen ini, namun dari sisi Originator masih belum
banyak perusahaan yang mengimplementasikan instrumen EBA ini untuk
menambah lukiditas dikarenakan kebutuhan perusahaan yang berbeda-beda
2. Rumusan latarbelakang dibuatnya POJK tentang EBA Syariah (POJK
No.20/POJK.04/2015) adalah untuk penyempurnaan peraturan sebelumnya.
dimana pada peraturan lama (Peraturan Bapepam LK No. IX.A.13) peraturan
penerbitan dan persyaratan EBA syariah tergabung bersama efek syariah lain
seperti reksadana syariah, obligasi syariah dll. Di dalam peraturan penerbitan
dan persyaratan efek syariah, sehingga tidak fleksibel untuk terjadi
perubahan. Sedangkan saat ini OJK merubah peraturan penerbitan dan
persyaratan efek syariah tersebut menjadi terpisah-pisah. penyempurnaan
Peraturan Bapepam LK No. IX.A.13 dilakukan agar dapat memberikan
73
74
infrastruktur yang memfasilitasi perkembangan pasar modal syariah pada
pada umumnya dan perkembangan produk investasi syariah pada khususnya.
Perkembangan instrumen investasi efek beragun aset syariah sampai
saat ini pasca dikeluarkannya POJK No.20/POJK.04/2015 tentang Penerbitan
dan Persyaratan EBA Syariah masih belum seperti yang diharapkan, belum
ada institusi yang menerbitkan EBA Syariah,namun demikian terdapat minat
dari pelaku industri untuk menerbitkan EBA Syariah berbentuk Surat
Partisipasi (EBA SP Syariah) yakni dari PT. Sarana Multigriya Finansial
(SMF) dan Bank BTN Syariah. Masih belum adanya institusi yang
menerbitkan EBA Syariah dikarenakan masih terdapatnya beberapa kendala
seperti aset bank syariah yang masih relatif kecil, dan juga peraturan
membolehkan bank untuk menerbitkan EBA Syariah hanya bagi bank yang
masuk kategori Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) 3 dan 4, sedangkan
mayoritas perbankan syariah masih kategori BUKU 1 dan 2. Namun OJK
masih berupaya untuk mendorong perkembangan EBA Syariah dengan
Mendorong penyempurnaan peraturan di bidang perbankan terkait kategori
bank yang dapat melakukan sekuritisasi aset, Mendorong perbankan syariah
untuk melakukan penerbitan EBA Syariah dengan underlying assets yang
berasal dari kumpulan piutang-piutang beberapa bank syariah, serta
melakukan sosialisasi dan koordinasi dengan pelaku pasar untuk lebih
mendorong pelaku menerbitkan EBA Syariah.
3. Secara umum dapat dilihat bahwa regulasi yang mengatur EBA konvensional
tidak berbeda jauh dengan EBA syariah secara konsep tetap sama poin-poin
75
yang diatur yakni tentang aset yang menjadi portofolio, kewajiban pemegang
efek beragun aset, kewajiban kontrak investasi kolektif. Hanya saja dalam
regulasi EBA Syariah setiap pihak yang melakukan penerbitan efek beragun
aset syariah diwajibkan untuk memenuhi ketentuan prinsip syariah di pasar
modal. Selain itu pihak yang terlibat dalam penerbitan Efek Beragun Aset
Syariah dalam rangka mengawasi dan mengevaluasi juga diwajibkan adanya
Dewan Pengawas Syariah.
B. Saran
1. Untuk regulator dalam membuat peraturan untuk mendorong berkembangnya
instrumen investasi efek beragun aset syariah agar tidak tumpang tindih,
seperti dimudahkan perbankan syariah dalam penerbitan EBA Syariah,
namun terkendala karena harus BUKU 3 dan 4 sedangkan mayoritas
perbankan syariah BUKU 1 dan 2, regulator harus bisa mensinkronisasikan
peraturan-peraturan tersebut untuk bisa mengembangkan produk investasi
syariah, tentu saja tanpa menghilangkan prinsip kehati-hatian.
2. Untuk mendorong perkembangan EBA Syariah, perlu dipertimbangkan
insentif bagi perbankan syariah apabila akan berperan sebagai originator.
3. Efek Beragun Aset Syariah dapat dimanfaatkan untuk memperoleh dana segar
dalam rangka meningkatkan kapasitas pembiayaan. Saat ini masih belum ada
yang menerbitkan. Ketika nanti sudah ada institusi yang menerbitkan EBA
Syariah bisa dilakukan penelitian lanjutan dengan menganalisa peluang dan
tantangan EBA Syariah dari sudut pandang institusi penerbit.
76
DAFTAR PUSTAKA
Andri soemitra, M,A,“Bank dan Lembaga Keuangan Syariah”,(Jakarta:
Kencana, 2009), h.115.
Ardi Hamzah,”Analisa ekonomi makro,Industri dan Karatkeristik
perusahaan terhadap beta saham syariah”,Jurnal SNA VIII solo (15-16 september
2005): h. 367.
Manan,Abdul, Aspek Hukum dalam Penyelenggaraan Investasi di Pasar
Modal Syariah
Indonesia, Jakarta: kencana, 2009.
Marisa Adiwilaga, chirstian Anderson,” Special Purpose Vechile (SPV)
dalam transaksi aset backed securities/ efek beragun aset (EBA) menurut uu No.8
tahun 1995 tentang pasar moda”l, jurnal hukum bisnis dan investasi vol.3 No.1
November 2011, hal. 29.
Sri Liani Suselo, Shinta R.I. Soekro, R.Aga Nugraha, “Sekuritisasi Aset
lembaga pembiayaan dan pengembangan pasar secondary mortgage facility dalam
rangka pendalaman pasar keuangan Indonesia”. Working Paper Bank Indonesia.
Desember 2013.
Galuh Ratnasari , “Pengembangan sekuritisasi syariah (EBAS) di
Indoneisa”. Jurnal Online, Universitas Negri Surabaya, hal 3
Fatwa DSN-MUI No 40/DSN-MUI/2002 tentang pasar modal dan
pedoman umum penerapan prinsipsyariah di pasar modal.
77
Aziz Budi Setiawan, perkembangan Pasar Modal Syariah, artikel ini
dipublikasi di kolom majalah Hidayatullah, Mei 2005
A.Prasetyantoko. Bencana finansial (stabilitas sebagai barang public).
Jakarta: Kompas, 2008.
Malinda Maya dan Martalena. Pengantar Pasar Modal. Yogyakarta:
ANDI, 2011.
Hadi, Nor. Pasar Modal (Acuan teoritis dan praktis investasi di instrument
keuangan pasar modal). Yogyakarta: Graha ilmu, 2013.
Hendri Tanjung dan Abrista Devi. metode penelitian ekonomi islam.
Jakarta: Gramata Publishing, 2013.
Karim, Adiwarman. Ekonomi Makro Islami. Jakarta: Rajagrafindo
persada, 2012.
Saputra, Bambang, pasar modal syariah indonesia (alternatif instrument
investasi, makasar: ADEI Makasar,2012.
Widjaja, Gunawan dan Yongki Angga, Real Estate Investment Trust Dana
Investasi Real Estate. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008
Isye Lily Amelia, “Sekuritisasi Aset Sebagai Alternatif Strategi Pendanaan
Bank XYZ”. Tesis, Universitas Indoneisa, 2011.
Syafarudin Harahap, “Tinjauan Yuridis Kontrak Investasi Kolektif Efek
Beragun Aset di Bank BTN”. Tesis, Universitas Diponegoro, 2010.
78
Soebowo musa,” Apakah Sekuritisasi =KIK-EBA?”. Jakarta, Kiran, 2008.
Neil A. Doherty, Harris Schlesinger, “Insurance Contracts and
Securitization” ( The Journal of Risk and Insurance, 69 No 1), hal. 45--62.
www.ojk.go.id
79
LAMPIRAN
Lampiran 1
Wawancara dengan Bapak Primandanu,
Perwakilan PT. Otoritas Jasa Keuangan Divisi Pengawasan Pasar Modal
Syariah,
Tempat: Gedung Sumitro Djojohadikusumo, Jalan Lapangan Banteng Timur
No.2-4 Jakarta 10710
Waktu : Rabu, 26 Oktober 2016, pukul 13.00-14.00 WIB.
P: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku regulator membuat peraturan
NOMOR 20/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan KIK-EBA
Syariah. Apa yang melatar belakangi dibuatnya peraturan tersebut?
N: POJK No. 20/POJK/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan KIK-EBA
Syariah merupakan salah satu penyempurnaan dari Peraturan Bapepam LK
No. IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah. Secara keseluruhan, POJK
yang merupakan hasil Penyempurnaan dari peraturan Bapepam LK
No.IX.A.13 mencakup:
a) POJK No. 15/POJK.04/2015 tentang Penerapan Prinsip
Syariah di Pasar Modal
b) OJK No. 17/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan
Efek Syariah berupa Saham oleh Emiten Syariah atau
Perusahaan Publik Syariah
c) POJK No. 18/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan
Persyaratan Sukuk
80
d) POJK No. 19/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan
Persyaratan Reksa Dana Syariah
e) POJK No. 20/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan
Persyaratan KIK-EBA Syariah
Secara umum, penyempurnaan Peraturan Bapepam LK No. IX.A.13
dilakukan agar dapat memberikan infrastruktur yang memfasilitasi
perkembangan pasar modal syariah pada pada umumnya dan
perkembangan produk investasi syariah pada khususnya. Hal ini
mengingat arah perkembangan pasar modal syariah juga perlu didukung
oleh penyediaan regulasi yang mendukung perkembangan efek syariah
sesuai karakteristiknya. Pokok penyempurnaan yang ada di POJK No.
20/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan KIK-EBA Syariah
antara lain meliputi:
a) Jenis aset yang mendasari (underlying asset);
b) Pernyataan atas akad;
c) Cara pengelolaan; dan
d) Fungsi DPS
P: Institusi apa saja yang sudah mendaftar untuk menerbitkan KIK-EBA
Syariah?
N: Penerbitan KIK-EBA Syariah berkaitan dengan beberapa pihak,yaitu
Manajer Investasi (MI), Bank Kustodian (BK), Kreditur Asal (Originator),
Investor, Credit Enhancement, dan penyedia jasa (Servicer), hingga saat
81
ini belum ada penerbitan EBA Syariah di Indonesia. Sejak peraturan EBA
diterbitkan tahun 2007, sudah ada 7 EBA Konvensional yang terbit sampai
saat ini, sebagaimana dapat di lihat dalam lampiran. Dalam hal penerbitan
EBA Syariah, tidak terdapat ketentuan khusus yang harus dipenuhi bagi
pihak-pihak yang telah disebutkan. Ketentuan khusus yang sudah diatur
dalam POJK No. 20/POJK.04/2015 hanya terkait dengan kewajiban MI
memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS). Dalam hal ini, seluruh MI
memiliki kualifikasi untuk menerbitkan EBA Syariah, dengan kewajiban
memiliki DPS. Namun demikian, sampai saat ini, belum ada MI yang
menyampaikan peryataan pendaftaran untuk penerbitan EBA Syariah.
P: Bagaimana sosialisasi dari OJK untuk mengembangkan produk pasar
modal syariah KIK-EBA syariah ini di Indonesia?
N: OJK telah memiliki roadmap Pasar Modal Syariah 2-14-2019. Salah satu
arah pengembangan pasar modal syariah adalah “promosi dan edukasi
Pasar Modal Syariah” . arah pengembangan tersebut dijabarkan dalam
bentuk program kerja yang mencakup:
a. Melakukan promosi pasar modal syariah
b. Melakukan sosialisasi dan edukasi pasar modal syariah kepada
masyarakat
c. Bekerjasama dengan perguruan tinggi dan lembaga terkait
untuk memasukan materi pasar modal syariah dalam
kurikulum pendidikan
d. Bekerjasama dalam rangka promosi pasar modal syariah
82
indonesia kepada dunia internasional
Sampai dengan saat ini, OJK telah mengadakan sosialisasi dan edukasi
pasar modal syariah, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
Sosialisasi dan edukasi dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan.
Diantaranya:
a. Sosialisasi pasar modal syariah ke perguruan tinggi dan
pesanren
b. Workshop pasar modal syariah
c. Training for trainers kepada para guru, dosen, dan pelaku
industri terkait pasar modal syariah
d. Keuangan syariah fair di beberapa daerah
e. Forum Riset Ekonomi dan Keuangan Syariah
Selain kegiatan tersebut. OJK juga aktif melakukan market deeping
(pendalaman pasar) kepada seluruh stakeholder pasar modal syariah. Salah
satunya, OJK aktif mengadakan sosialisasi kepada para calon emiten dari
perusahaan BUMN dan swasta untuk menerbitkan efek syariahnya.
P: Bagaimana pengawasan KIK-EBA Syariah?
N: Secara umum, pengawasan KIK-EBA Syariah tidak jauh berbeda dengan
pengawasan EBA Konvensional. Pengawasan EBA masih terkait pada
bancrupcy remote, yaitu kekayaan EBA dipisahkan dari kekayaan MI dan
BK. Hal ini bertujuan agar dalam hal terjadi wanprestasi oleh MI atau BK,
maka MI atau BK tersebut dapat digantikan dengan MI atau BK yang lain
83
tanpa mempengaruhi kekayaan EBA. Namun demikian, pengawasan EBA
Syariah lebih luas dengan mencakup pengawasan kepatuhan syariah oelh
EBA Syariah.
Pengawasan EBA Syariah sendiri dilakukan oleh tiga pihak, yaitu:
a. Bank Kustodian (BK)
Pengawasan BK berkaitan dengan pengawasan EBA pada
lapis pertama. Dalam hal MI melakukan pelanggaran atas
ketentuan yang berlaku atas DIRE Syariah. BK wajib
melaporkan pelanggaran tersebut. Begitu juga BK harus
mengawasi portofolio investasi yang dilakukan MI untuk
EBA Syariah.
b. Dewan Pengawas Syariah (DPS)
DPS merupakan pihak yang bertanggung jawab terhadap
pemenuhan Prinsip Syariah di Pasar Modal atas EBA Syariah
yang diterbitkan oleh KIK-EBA Syariah. Dalam menjalankan
fungsinya, anggota DPS wajib memiliki izin Ahli Syariah di
Pasar Modal.
c. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Pengawasan yang dilakukan OJK berupa pengawasan onsite
dan offsite, dalam pengawasan onsite dilakukan uji petik
minimal 1 atau 2 EBA dalam satu tahun. Sementara itu,
pengawasan offsite dilakukan berdasarkan laporan yang
disampaikan KIK-EBA kepada OJK.
84
P: Produk KIK-EBA Syariah belum terlalu berkembang di Indonesia,
bagaimana pandangan OJK?
N: Hingga saat ini, belum ada produk EBA Syariah yang terbit di Indonesia.
Hal ini dikarenakan masih terdapat beberapa tantangan yang harus diatasi
dalam rangka penerbitan EBA Syariah. Namun demikian, OJK terus
mendorong berbagai pihak agar EBA Syariah dapat terbit di Indonesia.
P: Apakah skema KIK-EBA Syariah ini terlalu rumit sehingga tidak disukai
investor?
N: Belum terbitnya EBA Syariah bukan disebabkan oleh skema KIK-EBA
Syariah. Pada dasarnya, skema penerbitan EBA Syariah masih sama
dengan skema penerbitan EBA Konvensional.
P: Bagaimana perkembangan KIK-EBA Syariah pasca dikeluarkannya POJK
EBA syariah?
N: Sampai saat ini, belum ada penerbitan EBA Syariah sejak dikeluakannya
POJK terkait EBA Syariah. Namun demikian, terdapat minat dari pelaku
industri untuk menerbitkan EBA Syariah berbentuk surat partisipasi (EBA
SP Syariah).
P: Kendala apa yang dihadapi untuk mengembangkan KIK-EBA Syariah di
85
Indonesia?
N: Beberapa tantangan yang dihadapi dalam penerbitan EBA Syariah antara
lain:
a. Aset bank syariah masih relatif kecil
b. Aturan OJK di sektor perbankan (d/h Peraturan Bank
Indonesia/PBI), yaitu PBI No. 14/26/PBI/2012 tentang
Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti
Bank masih membatasi bank melakukan sekuritisasi. Hanya
bank yang masuk Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha
(BUKU) 3 dan 4 yang bisa melakukan sekuritisasi. Saat ini,
sebagian besar Bank Umum Syariah (BUS) masih masuk
klasifikasi BUKU 1 dan BUKU 2.
c. Aset keuangan pada bank syariah tidak seluruhnya dapat
disekuritisasi. Aset keuangan yang dapat disekuritisasi hanya
aset keuangan yang aset riilnya masih dimiliki oleh bank
syariah. Contohnya, piutang yang menggunakan akad MMQ
dan IMBT.
d. Perbankan syariah belum memiliki standar penyusunan akad
atau kontrak pembiayaan antara perbankan syariah dengan
nasabah. Akibatnya, beberapa bank syariah sulit melakukan
pooling aset secara bersama dimana aset tersebut akan
digunakan sebagai underlying dalam penerbitan EBA
Syariah.
86
P: Upaya apa saja yang bisa ditempuh untuk mengembangkan pasar
instrumen investasi KIK-EBA Syariah ini di Indonesia?
N: Beberapa upaya yang dilakukan OJK dalam mengembangkan EBA syariah
antara lain:
a. Mempersiapkan infrastruktur regulasi berupa penerbitan
POJK No. 20/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan
Persyaratan KIK-EBA Syariah.
b. Mendorong penyempurnaan peraturan di bidang perbankan
terkait kategori bank yang dapat melakukan sekuritisasi aset.
c. Mendorong perbankan syariah untuk melakukan penerbitan
EBA Syariah dengan underlying assets yang berasal dari
kumpulan piutang-piutang beberapa bank syariah.
d. Melakukan sosialisasi dan koordinasi dengan pelaku pasar
untuk lebih mendorong pelaku menerbitkan EBA Syariah.
P: Kebijakan presiden Joko Widodo untuk membangun satu juta rumah.
Apakah hal ini menjadi peluang untuk berkembangnya KIK-EBA Syariah?
N: EBA Syariah sangat berperan penting dalam pembangunan infrastruktur .
khususnya infrastruktur perumahan. Prospek EBA Syariah di Indonesia
sangat baik. Hal ini dikarenakan kebutuhan perumahan di Indonesia masih
sangat tnggi. Kebijakan terkait pembangunan satu juta rumah dapat
dijadikan peluang untuk menerbitkan EBA Syariah. Hal ini melihat kepada
rasio Financing to Deposit Ratio (FDR) bank syariah yang sudah sangat
tinggi. Sampai dengan bulan juli 2016, data Statistik Perbankan Syariah
87
menyebutkan bahwa FDR perbankan syariah (Bank Umum Syariah dan
Unit Usaha Syariah) mencapai 98,69%. Oleh karena itu perbankan syariah
membutuhkan likuiditas guna mendukung program tersebut. Salah satu
alternatif memperoleh likuiditas adalah dengan melakukan sekuritisasi aset
portofolio pembiayaan ke dalam bentuk penerbitan EBA Syariah.
P: Mengingat Instrumen investasi MORTGAGE BACK SECURITY di
Amerika pernah membawa negara tersebut ke dalam krisis, bagaimana
prospek instrumen KIK-EBA Syariah di Indoneisa?
N: Prospek EBA Syariah di Indonesia sangat baik. Hal ini dikarenakan
kebutuhan perumahan di Indonesia masih sangat tinggi. Berdasarkan data
Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (d/h. Kemenpera),
kebutuhan pendanaan atas perumahan naik setiap tahunnya.
2015 2016 2017 2018 2019
14.717 29.865 43.121 60.167 72.690
Sumber: Kementrian Perumahan
Tingginya kebutuhan masyarakat terhadap perumahan akan terus memacu
kenaikan harga rumah. Hal ini tentunya berbeda dengan yang terjadi pada
krisis subprime mortgage dimana banyaknya kredit perumahan yang
default sehingga jumlah penawaran atas perumahan lebih kecil
dibandingkan prmintaan yang menyebabkan harga rumah menjadi terjun
bebas, bahkan lebih murah dari pinjaman yang diajukan oleh obligor KPR.
Akibatnya, obligor lebih memilih meninggalkan rumah yang masih
88
berstatus KPR tersebut dibandingkan harus melanjutkan KPR yang
nilainya lebih besar dibanding nilai rumah yang saat itu sedang turun.
Dampaknya, harga rumah semakin terperosok dan tidak dapat menutupi
KPR yang sudah digelontorkan oleh bank. hal ini mengakibatkan
Collateralized Debt Obligation (CDO) yang dikeluarkan bank investasi,
yang menjamin KPR atas penerbitannya, menjadi CDO kosong yang tidak
ada harganya.
Lampiran 2
Wawancara dengan Bapak Bramantia Nugroho ,
Asistant Vice President bagian Alternatif Investment PT. Danareksa
Investment Management
Tempat: jl. Medan Meredeka Selatan 14, Jakarta 10110
Waktu : Jumat, 6 Januari 2017, pukul 09.25-10.00 WIB.
P: EBA ini kan belum terlalu dikenal dimasyarakat investor, padahal sudah
ada sejak tahun 2009,mau tanya apasih penyebabnya pak? Apakah skema
pembeliannya terlalu rumit sehingga investor enggan membeli EBA?apa
sosialisasinya kurang?
N: Sosialisasi sih setiap tahun, Cuma ini.. mm.. kalau investor itu yang
pertama belum familiar ya sama EBA walaupun sosialisasi sama OJK
sudah, peraturan semua sudah dibuka. Kemudian mm.. kedua itu.. ini apa
mm.. ada amortiasi. Amortisasi itu bagi mereka disebut mm.. sebagai..
89
mm.. apa namanya.. mm.. ada resiko Reinvestment risk, karna kalau duit
dibalikin kan kita harus investasi lagi gitukan kata mereka. Dan yang
kedua ini emm.. dimasalah emm.. pencatatan. Itu.. kalo pencatatan
Obligasikan gampang karna hold to maturiry gitukan. Tapi kalo ini mm..
EBA ini akuntansinya .. kalo walaupun dicatatnya hold to maturity tapi
ada amortisasi tiap bulan.. tiap tiga bulan. amortisasi tiap tiga bulannya
itu.. agak sulit pencatatannya karna ga bisa di.. proyeksikan ga bisa
diprediksi selalu berubah-ubah. Cuman masalah itu si sebenernya.
Reinvestment risk sama pencatatan.
P: Karna itu makanya agak sulit gitu ya pak, nah tadi prosedur ya, sudah
dijawab sama kaya beli saham ya pak , ke sekuritas dulu.
N: Nanti untuk jawab pertanyaan itu nanti aku ada. Presentasinya.. nanti aku
kirim
P: Bentuk EBA itu seperti apa tadi sudah dijelaskan eba itu ada di bank
kustodian pak ya adanya?
N: mm.. EBA nya iyaa Bank Kustodian. Semua harta kalo.. KIK ya kalo itu
disimpennya di Bank Kustodian. Kan kalo pemisahan kekayaan kekayaan
ya.
P: Berarti bentuk nya bukan scrip gitu, scripless gitu ya pak?
N: Scripless
P: Oh scripless
N: Hu uh cuman jumbonya aja untuk mm.. untuk mm.. apa istilahnya karna
OJK nya ada peraturannya yang seperti itu, cuman satu doang. Jadi ngga
90
ngga setiap investor itu punya sertifikat, itu sertifikat dibuat Cuma satu
aja. Yang lain udah scripless
P: Kalo dibandingkan, inikan EBA ini untuk pendanaan pak ya, kalo
dibandingkan dengan obligasi atau IPO itu lebih gimana, apa lebih untung
kan kalau EBA kan jadi mengurangi aset juga pak asetnya kan jadi untuk
investor kan ?
Tapi kan lu dapet cash, begitu, jadi kalo eba itu keuntungannya eba itu dia
.. kalo.. mm.. apa .. dia itu. m.. jual aset kan setelah true sale jual putus, itu
berarti likuiditas dia meningkat karna kan nanti misalnya nih, klo kpr kan
di jual berarti piutangnya , piutangnya dijual . piutang hilang memang..
tapi kan jadi cash. Lebih likuid mana piutang sama cash, piutang kpr 20
tahun atau 6 tahun tadi kan, langsung jadi cash. Jadi.. likuiditasnya makin
bagus, terus yang kedua tidak mm.. menerbitkan eba itu tidak merubah,
tidak memperburuk rasio utang, kalo nerbitin obligasikan utang nambah,
debt to equity rasio nambah kan, nah kalo nerbitin eba kan ngga, gitukan,
Cuma pindah dari piutang ke cash aja, jadi aman utangnya. Jadi kalo.. kalo
aku pribadi lebih bagusan eba dari pada obligasi. Nah kalo IPO, IPO
saham jelas beda,dia surat efek.. itukan menjual kepemilikan ya
P: Berarti dari segi resiko dibandingkan dengan obligasi ini lebih kecil, karna
ga menambah utang pak ya
N: Iya, dan itu tadi underlying aset nya, underlying asetnya terdiversifikasi
kebanyak debitur, jadi itu kan salah satu mengurangi resiko,
P: pembayarannya bisa lebih terjamin gitu pak?
91
N: Ya betul, pembayarannya lebih terjamin
P: Kalo bagi investornya pak?
N: Pertama dia dapet bunga, seperti.. obligasi, perpajakannya juga sama
dengan obligasi. Jadi bagi investor itu mirip obligasi. Cuman mirip
obligasi rating nya sama juga di rating juga obligasikan.. mm.. eba itu..
kita ini AAA tapi dia lebih aman dari obligasi, itu ajalah.. karna tadi itu
resikonya terdiversifikasi
P: Kalau untuk mm.. teknisya pak, mau sebut angka boleh pak, kan kalo
setau saya misalkan diperusahaan indopremier gitu pak sekuritas, dia kalo
investornya beli saham kena fee 0,19% kalo investornya jual kena fee
0,29% gitu pak, kalo danareksa pak sebagai Manajer Investasinya
N: Ah kalo itu, kan jual beli , kan manajer investasi itu hanya menerbitkan,
hanya pertama aja nerbitin, begitu udah terbit mm.. jual belinya tergantung
kamu belinya dimana, kalo beli di indopremier kenanya misal nya 0,19,
kalo di Danareksa sekuritas ya aku ga tau berapa
P: Berarti perdagangannya seperti saham aja pak ya
N: Iya itu tergantung brokernya
P: Berarti keuntungan untuk danareksanya pak, untuk manajer investasinya?
N: Kalo kami manajer investasi dapet mm.. itu manajemen fee, sepanjang
produk ini masih ada, mau berapapun ini kita dapet manajemen fee, berapa
persen gitu kan
P: Dari apa .. setiap..
N: Dari outstanding, dari inilah kalo kita terbitin satu setengah triliun. Ya
92
berapa persen dari satu setengah triliun gitu. Tapi sepanjang.. sepanjang
tahun, sampe dengan nol nanti, gitu.. jadi bukan dari transaksi bukan
P: Ini kalo pasar nya EBA ini apa.. likuid, likuid juga ga pak sepeti saham
N: Ga selikuid obigasi, nah itu juga salah satu kenapa investor belom ini krna
gaselikuid obligasi, karna investornya.. investor gede-gede, dan masih
terbatas, 700 miliar tuh sekali beli langsung.. jadi .. terbatas
P: Kemudian apakah regulasi saat ini sudah menunjang perkembangan.. dari
segi regulasinya gimana pak?
N: Cukup. Aku bilang cukup.. sudah cukup menunjang ya.. cumankan nanti
berkembang .. tapi kalo dari regulasi udah cukup sih.. dari OJK dari..
peraturan menteri keuangan sudah cukup sih
P: Kemudian potensinya kedapan pak, pasar EBA ini menurut bapak..
gimana?
N: Banyak.. besar, posisinya besar, cuman memang mm..perlu edukasi dan
sosialisasi sih
P: Terakhir pak, apakah danareksa investment manajement berminat untuk
menerbitkan EBA Syariah pak?
N: Kita udah pernah ngedatengin, udah pernah datengin itu, berminat banget
kita datengin.. waktu itu ada beberapa bank syariah, itu cuman kalo mau
nerbitikan itu.. yang dituntut kesiapanya itu bukan kita, bukan MI nya, MI
kita kan udah biasa nerbitin, tapi yang di tuntu lebih siap itu di
Originatornya, nah originatornya tuh harus siap dari segi SDM, Sistem,
itu tuh yang berat tuh disitu karna mereka harus belajar lagi, nunjuk orang
93
untuk belajar tentang ini kan ga gampang ya ilmunya, sistemnya harus
disesuaikan,nah itu dari.. dari sana nya bukan dari kitanya, kalo kitanya si
nyari terus. Dari Originatornya sama kebutuhan dia apakah sudah
mendesak atau ngga, kalo udah mendesak kaya BTN dia terbitin, Mandiri
juga nerbitin juga. Itu.. jadi baru yang gede-gede, yang memang sumber
dayanya sama ini nya.. sistemnya punya.