ANALISIS KEBIJAKAN INSTRUMEN INVESTASI EFEK...

110
ANALISIS KEBIJAKAN INSTRUMEN INVESTASI EFEK BERAGUN ASET SYARIAH (EBA SYARIAH) DI INDONESIA TAHUN 2016 SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis untuk Memenuhi Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E.) TAUFIQURROHMAN NIM 1112046100062 JURUSAN PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016 M./ 1438 H.

Transcript of ANALISIS KEBIJAKAN INSTRUMEN INVESTASI EFEK...

i

i

ANALISIS KEBIJAKAN INSTRUMEN INVESTASI EFEK

BERAGUN ASET SYARIAH (EBA SYARIAH) DI INDONESIA

TAHUN 2016

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis untuk Memenuhi Syarat-syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E.)

TAUFIQURROHMAN

NIM 1112046100062

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016 M./ 1438 H.

ii

ii

ANALISIS KEBIJAKAN INSTRUMEN INVESTASI EFEK

BERAGUN ASET SYARIAH (EBA SYARIAH) DI INDONESIA

TAHUN 2016

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi

Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh :

TAUFIQURROHMAN

1112046100062

Dibawah Bimbingan

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016 M./ 1438 H.

Pembimbing II

Nurul Handayani, S.Pd, M.Pd

NIP 19710113 199903 2 001

Pembimbing I

Prof. Dr. H. Faturrahman Djamil, MA.

NIDN 20-0711-6001

iii

iii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Hari ini Jum’at, 16 Desember 2016 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswa:

1. Nama : Taufiqurrohman

2. Nim : 1112046100062

3. Jurusan : Perbankan Syariah

4. Judul Skripsi : Analisis Kebijakan Instrumen Investasi Efek Beragun

Aset Syariah (EBA Syariah) di Indonesia Tahun 2016.

Setelah mencermati dan memperlihatkan penampilan dan kemampuan yang

bersangkutan selama proses Ujian Skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa

tersebut dinyatakan lulus dan Skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (S.E.) pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 16 Desember 2016

PANITIA UJIAN :

1. Ketua : A. M. Hasan Ali, M.A____

NIP. 197512012005011005

2. Sekertaris : Dr. Abdurrauf, M.A______

NIP. 197312152005011002

3. Pembimbing I : Prof. Dr. H. Faturrahman Djamil, MA

NIDN 20-0711-6001

4. Pembimbing II : Nurul Handayani, S.Pd, M.Pd

NIP 19710113 199903 2 001

5. Penguji I : Sofyan Rizal, S.E, M.M

NIP. 1976050302011011002

6. Penguji II : Aini Masruroh, S.E.I, M.M

(………………….)

(………………….)

(………………….)

(………………….)

(………………….)

(………………….)

iii

iv

iv

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Taufiqurrohman

NIM : 1112046100062

Fakultas : Ekonomi dan Bisnis

Jurusan : Perbankan Syariah

Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi saya ini, saya:

1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan

mempertanggung jawabkan.

2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah orang lain.

3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli

atau tanpa izin pemilik karya.

4. Tidak melakukan manipulasi dan pemalsuan data.

5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas

karya ini.

Jikalau dikemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan

telah melakukan pembuktian yang dapat dipertanggung jawabkan, ternyata

memang ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan di atas, maka

saya siap untuk dikenai sanksi berdasarkan sanksi yang berlaku di Fakultas

Ekonomi dan Bisnis dan Hukum UIN Syarif Hidayatulah Jakarta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Jakarta, 2 November 2016

Yang Menyatakan

(Taufiqurrohman)

iv

v

v

ABSTRAK

Taufiqurrohman. NIM 1112046100062 Analisis Kebijakan Instrumen

Investasi Efek Beragun Aset Syariah (EBA Syariah) di Indonesia Tahun 2016,

Jurusan Perbankan Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis Rumusan

kebijakan yang melatarbelakangi dibuatnya POJK No.20/POJK.04/2015 tentang

Penerbitan dan Persyaratan Efek Beragun Aset Syariah. Fokus permasalahan

adalah untuk mengetahui latarbelakang dibuatnya POJK EBA Syariah dan

bagaimana perkembangan EBA Syariah pasca terbitnya POJK EBA Syariah. Data

penelitian didapatkan dari wawancara dengan pihak Otoritas Jasa Keuangan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

kualitatif dengan analisis deskriptif. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa

latarbelakang dibuatnya POJK EBA Syariah adalah untuk penyempurnaan

peraturan sebelumnya untuk mengembangkan EBA Syariah. Pasca terbitnya EBA

Syariah masih belum ada institusi yang menerbitkan EBA Syariah.

Kata Kunci : Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK), Efek Beragun Aset

Syariah (EBA Syariah).

Pembimbing : Prof. Dr. H. Faturrahman Djamil, MA

: Nurul Handayani, S.Pd, M.Pd

Daftar Pustaka : Tahun 2005 s.d 2013

vi

vi

ABSTRACT

Taufiqurrohman, NIM 1112046100062 The Analysis of Instrument Policy

of Islamic Asset Backed Securities Investment in Indonesia 2016. Concentration

of Islamic Banking, Faculty of Economy and Business, UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta 2016. This research is aim to analysis background of formulation policy of

POJK No.20/POJK.04/2015 about publication and regulation of Islamic asset

backed securities. The focus problem is to know the background of formulation

policy of POJK No.20/POJK.04/2015 and the development of Islamic asset

backed securities after that policy have appear. The data that used from in-depth

interview with Financial Service Authority Institution (OJK). The method of this

research is qualitative with description analysis. The result of this reasecrh is

explain that formulation policy of POJK No.20/POJK.04/2015 is to complete the

policy before to develop Islamic asset backed securities. After the policy have

appear there are no institution that rise of Islamic asset backed securities.

Key word: financial service authority regulation (POJK), Islamic asset backed

securities

vii

vii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Data Pribadi

Nama : Taufiqurrohman

Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 9 September 1994

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Mahasiswa

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Jl. Balongsari rt 02 rw 02 no 7 Ratujaya

Cipayung Depok

Telephone : 021-77213932 / 083870228117

Email : [email protected]

B. Latar Belakang Pendidikan Formal

2000-2006 : MI Miftahul Jannah

2006-2009 : MTS Arrahmaniyah

2009-2012 : SMA Negeri 6 Depok

2012-2016 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

C. Latar Belakang Pendidikan Non Formal

1. The Indonesia Capital Market Institute (2016)

2. Sharia Banking Training Center (SBTC) (2015)

3. The Awareness English Course (2013)

D. Keorganisasian

1. Center For Islamic Economins Studies (C.O.I.N.S) (2015-2016)

2. Sharia Banking Training Center (SBTC) (2016)

3. Galeri Investasi Bursa Efek Indonesia (GIBEI) (2015)

viii

viii

KATA PENGANTAR

Subhanallah walhamdu lillah wa laailaaha illallah wallahu akbar. Puji dan

syukur ke hadirat Ilahi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

karuniaNya khususnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan baik. Shalawat serta salam senantiasa dipanjatkan kepada Nabi Besar

Muhammad SAW, yang telah mengantarkan manusia dari zaman kegelapan ke

zaman yang terang benderang ini.

Penulisan skripsi ini dimaksudkan sebagai salah satu syarat kelulusan

Strata (S-1) Konsentrasi Perbankan Syariah Program Studi Muamalat Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa banyak pihak yang

memberikan bantuan. Ucapan rasa hormat dan terima kasih atas segala kepedulian

mereka yang telah memberikan bantuan, baik moril, kritik, saran, masukan,

dorongan semangat, doa maupun pemikiran dalam penulisan skripsi ini. Oleh

karena itu, perkenankan penulis secara khusus mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., selaku dekan Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak A.M Hasan Ali, MA., selaku Ketua Program Studi Muamalat

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

ix

ix

3. Bapak Dr. Abdurrauf, MA., selaku Sekretaris Program Studi Muamalat

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

4. Bapak Prof. Dr. H. Faturrahman Djamil, MA. Dan Ibu Nurul Handayani,

S.Pd, M.Pd selaku dosen pembimbing yang tiada hentinya membimbing

penulis dan meluangkan waktu demi terselesaikannya skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang dengan sabar memberikan bekal

ilmu yang tak terhingga nilainya. Ibu Yuke Rahmawati, M.A, yang telah

membantu dan memberikan arahan kepada penulis dalam penyelesaian

skripsi ini.

6. Terimakasih kepada Bapak Primandanu, Bapak Thoriq dan segenap

karyawan PT. OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) yang telah

berkenan menjadi narasumber dalam penelitian skripsi ini.

7. Terimakasih juga disampaikan kepada Bapak Bramantia Nugraha dari PT.

DANAREKSA INVESTMENT MANAGEMENT yang juga telah

bersedia menjadi narasumber.

8. Segenap pimpinan dan karyawan Perpustakaan Fakultas Syariah dan

Hukum, Perpustakaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, dan Perpustakaan

Umum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

memberikan fasilitas untuk melakukan studi kepustakaan.

9. Segenap pimpinan dan karyawan akademik Fakultas Ekonomi dan Bisnis,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak

membantu dan memberikan kemudahan dalam proses administrasi.

x

x

10. Keluarga ideologis di C.O.I.N.S (Center For Islamic Economics Studies)

yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan di luar bangku kuliah.

Terima kasih untuk ilmu dan pengalaman yang diberikan kepada penulis.

11. Terima kasih kepada sahabat-sahabat terbaik penulis, Ahmad Izzuddin Al-

qosam (Jaki), Peni Rahmadani, Tendi Komara, Eko Supriyanto, Siska

Puspitasari, Maya Andyka, Reza M. Ikbal, Rizky Napwansyah dkk. Yang

menjadi motivasi penulis untuk terus berusaha menjalani hidup dan

menjadi lebih baik.

12. Kedua orang tua penulis ayahanda Ismail dan Ibunda Maineng, kakak

Roy, kembaran penulis Hidayat dan adik perempuan penulis Najwa, yang

juga menjadi motivasi untuk terus berusaha menyelesaikan skripsi ini.

13. Terima kasih kepada sahabat-sahabat perjuangan, keluarga besar

Perbankan Syariah B 2012 dan KKN Bumerang 2015, yang senantiasa

membantu, memberikan motivasi, dan mendoakan yang terbaik kepada

penulis. Terima kasih untuk semua kenangan yang tak terlupakan. Semoga

silaturahmi kita tetap dapat terjalin.

Akhir kata kepada semua pihak yang telah membantu selesainya

skripsi ini, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Semoga

Allah SWT mencatatnya sebagai amal baik dan membalasnya lebih baik

lagi. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua kalangan.

Jakarta, 2 November 2016

Taufiqurrohman

xi

xi

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ....................................... iv

ABSTRAK ......................................................................................................................... v

ABSTRACT ...................................................................................................................... vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... vii

KATA PENGANTAR .................................................................................................... viii

DAFTAR ISI..................................................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................. xiv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah.......................................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ................................................................................................ 9

C. Batasan dan Rumusan Masalah............................................................................... 9

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................................. 10

E. Kerangka Pemikiran .............................................................................................. 11

F. Sistematika Penulisan ........................................................................................... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................... 16

A. Tinjauan Umum Sekuritisasi ................................................................................. 16

1. Konsep Dasar Sekuritisasi ................................................................................ 16

2. Struktur Sekuritisasi .......................................................................................... 20

3. Proses Sekuritisasi ............................................................................................ 23

B. Pihak-pihak terkait Sekuritisasi Aset .................................................................... 24

1. Originator .......................................................................................................... 24

2. Spesial purpose vehicle (SPV) .......................................................................... 25

3. Manajer Investasi .............................................................................................. 25

4. Bank Kutodian .................................................................................................. 26

5. Lembaga pemeringkat efek ............................................................................... 27

6. Arranger (pengatur) .......................................................................................... 28

7. Profesi penunjang pasar modal ......................................................................... 28

C. Tinjauan Umum kontrak investasi kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA) ....... 29

xii

xii

1. Konsep dasar Kontrak Investasi Kolektif ......................................................... 29

2. Konsep dasar Efek Beragun Aset ...................................................................... 29

3. Proses penerbitan Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset ................... 33

D. Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset Syariah ....................................... 35

E. Keuntungan dan Resiko Sekuritisasi Aset ............................................................ 36

F. Review Studi Terdahulu........................................................................................ 39

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................................... 42

A. Jenis Penelitian ...................................................................................................... 42

B. Lokasi Penelitian ................................................................................................... 42

C. Sumber Data Penelitian ......................................................................................... 43

D. Teknik Pengumpulan Data .................................................................................... 44

E. Metode Analisis Data ............................................................................................ 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................................... 47

A. Profil OJK ............................................................................................................. 47

1. Fungsi, Tugas, dan Wewenang OJK ................................................................. 47

2. Struktur Organisasi OJK ..................................................................................... 50

B. POJK pada Sekuritas ............................................................................................. 52

C. Efek Beragun Aset Konvensional ......................................................................... 53

1. Prosedur pembelian EBA .................................................................................. 53

2. Kriteria Underlying Asset EBA ........................................................................ 55

3. Perkembangan EBA .......................................................................................... 61

D. Efek Beragun Aset Syariah ................................................................................... 63

E. Perkembangan Efek Beragun Aset Syariah pasca diterbitkannya POJK Nomor

20/pojk.40/2015 ............................................................................................................ 65

F. Perbandingan Regulasi EBA Konvensional dengan EBA Syariah ....................... 67

G. Interpretasi hasil penelitian ................................................................................... 71

BAB V PENUTUP ........................................................................................................... 73

A. Kesimpulan ........................................................................................................... 73

B. Saran ..................................................................................................................... 75

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 76

LAMPIRAN..................................................................................................................... 79

xiii

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1. Kerangka Pemikiran ……………………………………………

2.1. Tiga Prinsip Utama Sekuritisasi………………………………..

2.2. Struktur Arus Kas dari Sekuritisasi Aset………………………

2.3. Skema Transaksi EBA…………………………………………

4.1. Struktur Anggota Dewan Komisioner………………………….

4.2. Strutktur Organisasi OJK………………………………………

4.3. Aplikasi Indoprenier Securities………………………………...

4.4. Data Produk EBA………………………………………………

4.5. Perbandingan Regulasi EBA Konvensional

dengan EBA Syariah……………………………………………

13

18

23

34

50

52

54

62

68

xiv

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Traskrip wawancara dengan Otoritas Jasa Keuangan

Lampiran 2 : Transkrip wawancara dengan Danareksa Investment Management

Lampiran 3 : Surat Permohonan Data/ Wawancara ke Otoritas Jasa Keuangan

Lampiran 4 : Surat Permohonan Data/ Wawancara ke Danareksa Investment

Management

Lampiran 5 : Surat Kesediaan menjadi Pembimbing Skripsi

1

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu sarana perkonomian yang terlihat meningkat dari waktu ke

waktu serta mampu menggerakan masyarakat untuk berpartisipasi dalam

mewujudkan pertumbuhan ekonomi adalah pasar modal. Secara historis pasar

modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa

efek telah hadir sejak zaman kolonial Belanda dan tepatnya pada 14 Desember

1912 bursa efek pertama dibentuk di Batavia oleh pemerintah Hindia-

Belanda.1

Seiring perkembangan pasar modal, dikembangkan pula pasar modal

syariah yaitu pasar modal yang menggunakan prinsip, prosedur, asumsi,

instrumentasi, dan aplikasi bersumber dari nilai epistemologi islam2. Pasar

modal di Indonesia dikelola oleh PT. Bursa Efek Indonesia, baik konvensional

maupun syariah. Dalam Al-qur’an Allah SWT. berfirman dalam surat Al-

Maidah ayat 88 :

وكلوا مما رزقكم الله حلالا طيبا واتقوا الله الذي أنتم به مؤمنون

1 Andri Soemitra MA, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Kencana, 2009),

h.115.

2 Ardi Hamzah,”Analisa Ekonomi Makro,Industri dan Karatkeristik Perusahaan Terhadap

Beta Saham Syariah”,Jurnal SNA VIII solo (15-16 September 2005): h. 367.

2

Yang artinya: “dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang

Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu

beriman kepada-Nya”.

Ayat diatas merupakan perintah Allah SWT. kepada kita manusia agar

makan makanan yang halal dan baik. Dapat diperluas lagi bahwasannya tidak

hanya berkutat pada makanan. Namun bisnis, perdagangan, transaksi dan

rezeki yang kita cari dan kita peroleh wajib memenuhi aspek kehalalan.3

Terkait dengan pasar modal syariah maka setiap transaksi perdagangan

surat berharga di pasar modal dilaksanakan sesuai dengan ketentuan syariah

Islam.4 Termasuk di dalamnya efek-efek yang diperjualbelikan harus

memenuhi segala persyaratan dan kualifikasi untuk bisa dikategorikan sebagai

efek syariah, dimana pedoman mengenai prinsip-prinsip syariah sebagai syarat

bagi efek syariah bisa di temukan di dalam fatwa Dewan Syariah Nasional

Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).

Sebagai sumber dana yang langsung melibatkan masyarakat luas, pasar

modal tidak hanya menyediakan instrumen investasi dalam bentuk penyertaan

kepemilikan saham atau obligasi saja, namun pada umumnya hanya dimaknai

dan dimengerti pasar modal sebagai bursa yang memperdagangkan saham atau

obligasi sementara pemahaman mengenai efek-efek lain yang diperjualbelikan

tidaklah terlalu banyak diketahui.

3 Ainur Rachman,”Pengaruh Inflasi Nilai Tukar Rupiah, Bi rate,terhadap Net Asset Value

Reksa Dana Saham Syariah”,Jurnal Ekonomi lslam, Vol. 2. No.12 (Desember 2015): h. 986. 4 Abdul Manan, Aspek Hukum dalam Penyelenggaraan Investasi di Pasar Modal Syariah

Indonesia (Jakarta: kencana, 2009), h. 77.

3

Produk-produk di pasar modal selain Saham dan Obligasi juga ada

Reksadana, Dana Investasi Real Estate (DIRE), Equity Trade Fund(ETF),

Kontrak Investasi Berjangka, dan Efek-efek Derivatif seperti Rights atau yg

lebih dikenal dengan Hak Memesan Efek Terlebih dahulu (HMETD), serta

Waran. Produk di pasar modal syariah yakni Saham Syariah, Obligasi Syariah

(Sukuk), Reksadana Syariah, dan sebagainya. Belakangan ada instrumen

investasi yang juga mulai dikenalkan kepada kalangan investor yakni Efek

Beragun Aset (EBA).

Efek Beragun Aset adalah efek (surat berharga) yang terdiri dari

sekumpulan aset keuangan berupa tagihan yang timbul dari surat berharga

komersial seperti tagihan kartu kredit, pemberian kredit, termasuk kredit

pemilikan rumah, kredit mobil, efek bersifat utang yang dijamin pemerintah

dan arus kas. Dalam prosesnya kreditur awal (originator) mengalihkan asset

keuangannya kepada para pemegang EBA.

Ketika perusahaan ingin mengembangkan usahanya dalam term

investasi dan aktifitas keuangan maka membutuhkan banyak dana untuk

mendukung pengembangan tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan dana,

perusahaan harus memiliki dua jenis sumber yaitu sumber internal yang

berasal dari laba ditahan perusahaan, investment deposit, cadangan persediaan

dan sumber-sumber eksternal yang berasal dari penerbitan obligasi, kredit

yang ditangguhkan, surat utang, saham biasa dan saham preferen. Ketika efek

beragun aset digunakan sebagai sumber keuangan biasanya didasarkan pada

pertimbangan resiko jangka waktu kredit atau pembiayaan jangka panjang dan

4

dana yang digunakan untuk kredit atau pembiayaan yang notabene berasal dari

dana pihak ketiga atau deposito atau pinjaman jangka pendek. Sehingga

memungkinkan terjadinya liquidity shortage.

Ketika bank melakukan kredit atau pembiayaan kepada nasabah

peminjam, umumnya jangka panjang seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR)

maka bank memiliki tagihan dari kredit atau pembiayaan tersebut, namun arus

kas yang akan diterima tersebut berjangka waktu sekitar 15 sampai 20 tahun

sedangkan bank dalam membiayai KPR tersebut menggunakan dana

masyarakat (nasabah penabung) atau Dana Pihak Ketiga (DPK) yang

menyimpan uang nya dalam bentuk deposito yang rata-rata berjangka waktu

pendek 3 bulanan. Disini terjadi mismatch (ketidak sesuaian) likuiditas antara

dana yang akan diterima dari tagihan dengan dana yang harus dibayar sebagai

beban bank, dari permasalahan itulah muncul skema efek beragun aset, bank

bisa menjual tagihan-tagihan jangka panjangnya dalam bentuk surat berharga

yang kemudian bisa dibeli investor melalui Manajer Investasi. Bank bisa

mendapatkan dana dari pembelian oleh investor Kemudian angsuran dari

pihak debitur akan menjadi hak investor.

Proses seperti ini disebut juga sekuritisasi aset. Secara sederhana

sekuritisasi aset dapat diartikan sebagai penciptaan sekuritas dengan agunan

aset keuangan.5 Produk ini untuk pertama kalinya muncul di Amerika Serikat

dengan diperkenalkannya Mortgage Backed Securities (MBS) dan

5Marisa Adiwilaga dan Chirstian Anderson, Special Purpose Vechile (SPV) dalam transaksi

aset backed securities/ efek beragun aset (EBA) menurut uu No.8 tahun 1995 tentang pasar modal,

Jurnal Hukum Bisnis dan Iinvestasi vol.3 No.( November 2011): h. 29.

5

berkembang dengan pesat pada tahun 1970 hingga tahun 1980. Beberapa

tahun berikutnya sekuritisasi aset ini juga berkembang di negara-negara

Eropa, Australia, Amerika Latin, dan Selandia Baru. Di Indoneisa masalah

sekuritisasi aset baru berkembang kurang lebih tahun 1995 dengan munculnya

transaksi sekuritisasi aset untuk kartu kredit untuk auto loan oleh Astra Sedaya

Finance tahun 1996

Seperti diketahui bahwa saat ini alternatif peran lembaga pembiayaan

sebagai sumber pembiayaan sektor riil yang produktif masih mengalami

kendala mendasar yang berupa keterbatasan modal. Namun seperti telah

dilakukan dalam praktik di negara lain, salah satu upaya untuk mengatasi

liquidity shortage di pasar domestik dan internasional dilakukan melalui

penciptaan mekanisme sekuritisasi aset. Karena melalui sekuritisasi aset,

penerimaan pendapatan pada masa mendatang (Future Income) akan diterima

di depan (Net Present Value) sehingga dapat mengatasi kendala tersebut.6

Dalam rangka pendalaman pasar keuangan pemerintah telah berupaya

mengembangkan pasar Secondary Mortgage Facility (Kredit Perumahan

Rakyat) dengan mendirikan PT Sarana Multigriya Finansial (SMF). Meskipun

demikian, pasar sekunder KPR tersebut relatif masih belum aktif jika

dibandingkan dengan pasar sekunder negara tetangga seperti Malaysia.7

Faktor penyebabnya diduga akibat belum kuatnya regulasi yang ada dan

6 Sri Liani Suselo, dkk,, Sekuritisasi Aset lembaga Pembiayaan dan Pengembangan Pasar

Secondary Mortgage Facility dalam Rangka Pendalaman Pasar keuangan Indonesia. Working

Paper Bank Indonesia (Desember 2013): h. 4. 7 Ibid., h. 4.

6

ketidaktahuan masyarakat seputar proses sekuritisasi aset. Oleh sebab itu,

Bank Indonesia melakukan kajian mengenai sekuritisasi aset lembaga

pembiayaan dan pengembangan pasar sekunder di Indoneisa.

Instrumen investasi Efek Beragun Aset ini masih terbilang baru,

meskipun sudah penah dilakukan oleh Citybank Grup tahun 1995 namun

transaksi ini dilakukan di luar negeri. Di dalam negeri baru dikenal pada tahun

2009 ketika Bank BTN melakukan sekuritisasi aset atas pembiayaan KPR nya.

Produk pertama yang diluncurkan bernama Efek Beragun Aset Danareksa

SMF I – KPR BTN dengan kode ISIN DSMF01.

Meskipun EBA masih terbilang baru namun ada kelebihan dari EBA

ini dibanding instrumen yang hampir sama skemanya yakni obligasi.

kesamaan bisa dilihat dari keuntungan yang didapat investor berupa

pendapatan tetap (fix income) Di luar negeri institusi yang dapat menerbitkan

EBA ada 2 yakni Trust dan SPV. Di sistem hukum Indonesia tidak mengenal

lembaga Trust sementara SPV belum diterapkan secara umum dalam proses

sekuritisasi di Indoneisa. Oleh karena itu, mekanisme yang diatur dan

digunakan untuk melakukan sekuritisasi di pasar modal Indonesia adalah

Kontrak Investasi Kolektif (KIK). Oleh karena EBA diterbitkan oleh suatu

kontrak yakni KIK, sedangkan KIK tidak termasuk badan hukum, maka tidak

dapat dipailitkan yang pada akhirnya dapat melindungi investor pemegang

7

EBA.8 Sedangkan obligasi diterbitkan oleh pelaku industri yang berbadan

hukum sehingga ada resiko pailit dan investor bisa kehilangan uangnya.

Kemudian seiring perkembangan pasar modal syariah, instrumen-

instrumen investasi yang bedasarkan prinsip Islam juga bermunculan, setelah

munculnya Reksadana Syariah kemudian Obligasi Syariah (Sukuk), pada

tanggal 10 november 2015 OJK resmi membuat POJK tentang EBA Syariah

yang tertuang dalam PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

NO.20/POJK.40/2015 tentang penerbitan dan persyaratan efek beragun aset

syariah, dan juga pernyataan Tim Kajian pengembangan produk syariah

dipasar modal Bapepeam menyebutkan sekuritisasi syariah bisa diterapkan

dan dikembangkan di Indonesia.9

Penelitian yang dilakukan oleh Galuh Ratnasari dan Moch.Khoirul

Anwar dalan jurnalnya yang berjudul “Perkembangan Sekuritisasi Aset

Syariah di Indonesia” mengatakan bahwa landasan hukum yang ada di

Indonesia sudah cukup memadai untuk melaksanakan sekuritisasi. Dengan

adanya skema dan landasan hukum yang jelas maka sekuritisasi aset syariah

dapat dilaksanakan dan dikembangkan di Indoensia. Tidak semua jenis aset

dapat disekuritisasi, jenis akad yang digunakan di Indonesia saat ini adalah

akad ijarah dan mudharabah.

8 http://mysharing.co/mengenal-efek-beragun-aset-syariah/ artikel diakses 10 Agustus 2016,

pukul114.00 wib 9 Galuh Ratnasari , “Pengembangan Sekuritisasi Syariah (EBAS) di Indoneisa. Jurnal”

Online, Universitas Negri Surabaya, h.3.

8

Sri Liani Suselo, Shinta R.I. Soekro, dan R. Aga Nugraha dalam

working paper Bank Indonesia menulis tentang Sekuritisasi Aset Lembaga

Pembiayaan dan Pengembangan Pasar Secondary Mortgage Facility dalam

rangka Pendalaman Pasar Keuangan Indonesia, dalam tulisannya

menyimpulkan bahwa minimnya originator (sisi penawaran) telah

menyebabkan kurang berkembangnya sekuritisasi aset di Indonesia baik di

pasar primer maupun di pasar sekunder. Dari sisi permintaan, potensi

implementasi sekuritisasi aset sebagai alternatif pendanaan bagi perusahaan

pembiayaan cukup tinggi oleh berbagai lembaga keuangan seperti dana

pensiun, reksadana, serta perusahaan asuransi dan bank untuk melakukan

sekuritisasi. Sekuritisasi aset juga menunjukan potensi yang besar yang

dicerminkan oleh semakin meningkatnya jenis pinjaman yang diberikan oleh

perusahaan pembiayaan khususnya untuk pembiayaan konsumen dan sewa

guna usaha (leasing), dan kredit yang diberikan oleh bank. Potensi yang besar

dari sisi permintaan dan sisi penawaran terhadap sekuritisasi aset diharapkan

akan mendorong pengembangan pasar sekuritas di Indonesia.

Namun sampai saat ini belum ada emiten atau pelaku industri yang

mengimplementasikan EBA Syariah ini. Padahal instrumen investasi EBA

Syariah ini berpeluang untuk menjadi instrumen investasi yang

menguntungkan karena didukung juga oleh program pemerintah pembangunan

sejuta rumah yang dicanangkan Presiden Jokowi dan juga relatif aman karena

ada agunan berupa aset. Untuk itu penulis ingin meninjau hal-hal apa saja

yang melatarbelakangi dibuatnya peraturan tentang EBA Syariah ini, serta

9

perkembangannya pasca dibuatnya peraturan tersebut. Berdasarkan

permasalahan ini penulis tertarik untuk menulis penelitian dengan judul

“ANALISIS KEBIJAKAN INSTRUMEN INVESTASI EFEK

BERAGUN ASET SYARIAH (EBA Syariah) DI INDONESIA TAHUN

2016.”

B. Identifikasi Masalah

Meskipun peraturan tentang instrumen investasi Efek Beragun Aset

Syariah sudah dibuat namun respon dari para pelaku industri tidak secepat

yang diharapkan, tercatat sampai dari saat disahkannya Peraturan OJK No

20/POJK No 40/2015 pada 10 November 2015 sampai pada 27 April 2016

baru ada satu perusahaan yang mengatakan akan menerbitkan EBA Syariah

tersebut. Itupun datang dari PT Sarana Multigriya Finansial selaku arranger

(pengatur) yang dibentuk oleh pemerintah. Menjadi pertanyaan apakah dibuat

nya EBA Syariah ini berdasarkan urgensi dari pelaku pasar di industri pasar

modal yang menginginkan produk investasi beragun aset yang nonribawi

ataukah kondisi pasar yang belum memungkinkan untuk diterbitkannya EBA

Syariah sehingga responnya tidak signifikan. Mengingat EBA

konvensionalpun belum begitu dikenal di masyarakat.

C. Batasan dan Rumusan Masalah

Adapun pembahasan dalam penulisan penelitian ini agar tidak terlalu

melebar maka dibuat batasan masalah yakni hanya seputar kebijakan tentang

10

instrumen investasi Efek Beragun Aset Syariah dan untuk perbandingan maka

disertakan juga pembahasan tentang EBA konvensional,

Dan untuk memfokuskan penelitian pada menemukan jawaban dari

permasalahan yang diteliti, penulis membuat rumusan masalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana rumusan ketentuan Efek Beragun Aset (EBA) berdasarkan

peraturan Bapepam LK No. IX.K.1?

2. Bagaimana rumusan ketentuan Efek Beragun Aset Syariah (EBAS)

berdasarkan POJK NOMOR 20/pojk.40/2015?

3. Bagaimana perbedaan regulasi dan aplikasi pada EBA konvensional dan

EBA Syariah?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah

a. Menjelaskan instrumen investasi efek beragun aset serta

perkembangannya.

b. Menjelaskan hal-hal apa saja yang melatarbelakangi dibuatnya

peraturan tentang EBA Syariah.

c. Menjelaskan perbandingan regulasi dan aplikasi EBA dengan EBA

Syariah..

2. Manfaat Penelitian

11

Setelah memperhatikan judul dan pembahasan serta latar belakang

masalah pada skripsi ini, maka penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat

bagi pihak pihak yang berkepentingan sebagai berikut:

a. Bagi Akademisi

Penelitian ini memberikan informasi terkait dengan hal-hal yang

melatarbelakangi dibuatnya instrumen investasi Efek Beragun Aset

Syariah. selain itu juga dapat memperkaya bahan kajian atau referensi

untuk penelitian yang akan datang.

b. Bagi Perusahaan.

Penelitian ini akan menjadi masukan dan sebagai bahan acuan dalam

mengambil keputusan yang berkaitan dengan instrumen pendanaan

jangka menengah dan panjang

c. Bagi pihak Investor.

Penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan dan pertimbangan

dalam memilih instrumen investasi EBA Syariah serta menjadikan

alternatif pilihan untuk berinvestasi menjadi lebih banyak.

E. Kerangka Pemikiran

Sekuritisasi merupakan suatu proses transformasi aset yang tidak

likuid menjadi surat berharga yang dapat diperdagangkan sesuai dengan

kebutuhan para investor. Dengan demikian perusahaan akan mendapatkan

dana dengan jaminan atau menyerahkan aset keuangan yang dimilikinya dan

kemudian diterbitkan suatu surat berharga oleh pihak lain yang dikenal dengan

12

sebutan sebagai Special Purpose Vechile atau entitas yang betindak sebagai

mediator antara pihak yang membutuhkan dana dengan investor. Walaupun

sekuritisasi banyak ragamnya, namun seringkali istilah sekuritisasi diidentikan

dengan aset backed securities atau yang dibahasa Indonesia dikenal dengan

efek beragun aset.

Dilihat dari sisi syariah, pasar modal adalah salah satu sarana

muamalah. Transaksi didalam pasar modal menurut prinsip hukm syariah

tidak dilarang atau dibolehkan sepanjang tidak terdapat transaksi yang

bertentangan dengan ketentuan yang telah digariskan oleh syariah.10

Diantara

yang dilarang oleh syariah adalah transaksi yang mengandung bunga dan riba.

Larangan transaksi bunga (riba) sangat jelas. Karena itu transaksi

dipasarmodal yang didalamnya terdapat bunga (riba) tidak diperkenankan oleh

syariah.

Dalam pertimbangannya dalam rangka mendorong perkembangan

industri pasar modal maupun pasar modal syariah di Indonesia, pemerintah

dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan bertugas mengawasi dan mengatur

regulasi di sektor jasa keuangan baik di pasar modal, bank, maupun lembaga

keuangan non bank. produk-produk yang ada di pasar modal seperti saham,

obligasi dan reksadana sudah banyak dikenal di masyarakat investor, namun

produk efek beragun aset (EBA) belum banyak diketahui bahkan EBA syariah

masih terbilang baru.

10

Aziz Budi Setiawan, perkembangan Pasar Modal Syariah, artikel ini dipublikasi di kolom

Majalah Hidayatullah, Mei 2005

13

Untuk mengembangkan produk EBA syariah Bapepam-LK

mengeluarkan peraturan No. IX.A.13 tentang penerbitan efek syariah

kemudian setelah adanya perubahan dan dibentuk nya lembaga pengatur dan

pengawas sektor jasa keuangan yakni OJK. OJK merasa perlu

menyempurnakan peraturan mengenai penerbitan Efek Beragun Aset Syariah

dengan menetapkan peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang penerbitan dan

Persyaratan Efek Beragun Aset Syariah yang tertuang dalam peraturan otoritas

jasa keuangan POJK No.20/pojk.04/2015. Dan untuk melihat

perkembangannya maka di lakukan pula perbandingan regulasi dan aplikasi

dengan EBA konvensional yang tertuang dalam peraturan Bapepam-LK No.

IX.K.1 tentang pedoman kontrak investasi kolektif efek beragun aset dan

peraturan Bapepam-LK No. IX.C.9 tentang pernyataan pendaftaran dalam

rangka penawaran umum efek beragun aset.

Gambar : 1.1 kerangka pemikiran

14

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penelitian ini, maka disusun sistematika

penulisan yang terdiri dari lima bab dengan rincian sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah,

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review

studi terdahulu, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini mengurai teori-teori yang terkait dengan konsep dasar

sekuritisasi, kontrak investasi kolektif efek beragun aset, dan kontrak

investasi kolektif efek beragun aset syariah.

BAB III : METODE PENELITIAN

Pada bab ini terdapat pembahasan mengenai ruang lingkup penelitian, jenis

penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, dan metode

analisis data.

BAB IV : ANALISA HASIL PENELITIAN

Akan menguraikan bagaimana temuan hasil yang diperoleh dari Analisis hal-

hal yang melatarbelakangi dibuatnya peraturan efek beragun aset syariah,

analisis perkembangan efek beragun aset syariah, analisis prospek Efek

Beragun Aset Syariah di masa yang akan datang.

BAB V : PENUTUP

15

Bab ini memuat kesimpulan yang merupakan jawaban dari rumusan

permasalahan yang telah dibahas sebelumnya dan saran.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Sekuritisasi

1. Konsep Dasar Sekuritisasi

Secara sederhana aset securitization didefinisikan sebagai

Transaction created securities backed by financial assets such as loans or

lower quality bonds or notes.11

Securitizaton, menurut Dictionary of Financial Risk Management

adalah:

The proses of converting assets which would normally serve as collateral for

a bank loan into securities which are more liquid and can be traded at lower

cost than the underlyingassets. The largest category of securitized assets is

real estate mortgage loans which serve as collateral for mortgage backed

securities.

Selanjutnya, Securitization, menurut Black’s Law Dictionary adalah

sebagai berikut.12

To converts (assets) into negotiable securities for resale in financial

market, allowing the issuing financial institution to remove assets from its

11 Gary L. Gastineau , “Swiss Bank Corporation – Dictionary of Financial Risk Management”

dalam Gunawan Widjaja dan Yongki Angga., Real Estate Invesment Trust (Jakarta: PT.Raja

Grafindo Persada, 2008), 109.

12

Ibid.,

17

books, to improve its capital ratio and liquidity while marking new loans with

the security proceeds.

Berdasarkan Peraturan Presiden No.19 tahun 2005 tentang

Pembiayaan Sekunder Perumahan, Sekuritisasi adalah suatu transformasi aset

yang tidak likuid menjadi likuid, dengan cara penjualan aset oleh kreditur

asal kepada penerbit yang selanjutnya menerbitkan sekuritas beragun aset

kepada pemodal yang diwakili oleh wali amanat. Pada dasarnya inovasi

keuangan tersebut adalah dengan mengalihkan risiko kredit atas sekelompok

aset kepada pihak lain dan selanjutnya akan diperoleh likuiditas/dana segar

yang dapat diputar kembali untuk menambah volume usaha bank melalui

penyaluran kredit. Di Indonesia, sekuritisasi aset dikenal dengan istilah Efek

Beragun Aset sesuai dengan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal

dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) No.KEP- 493/BL/2008 Tahun

2008.13

Suatu transaksi sekuritisasi aset (dimana pun juga) akan terlaksana

bila ketiga prinsip berikut terpenuhi:14

a. Jual putus (true sale). Penjualan aset keuangan dari kreditur asal kepada

penerbit harus secara jual putus, baik dari perspektif hukum maupun

perspektif akuntansi. Hal ini dimaksudkan agar aset keuangan tersebut benar-

benar telah keluar dari buku kreditur asal, dan kreditur asal tidak lagi memiliki

aset tersebut baik secara hukum, secara manfaat maupun risiko. Kepemilikan

13 Isye Lily Amelia, “Sekuritisasi Aset Sebagai Alternatif Strategi Pendanaan Bank XYZ,”

(Tesis, Universitas Indoneisa, 2011), h. 5.

14

Soebowo musa,” Apakah Sekuritisasi =KIK-EBA?”, (Jakarta, Kiran, 2008),h. 5.

18

aset keuangan tersebut secara hukum maupun manfaat (dan risikonya) telah

beralih ke investor.

b. Perlindungan dari dampak kebangkrutan atau kepailitan (bankruptcy

remote). Struktur transaksi dibentuk sedemikian rupa untuk melindungi

investor dari dampak kebangkrutan dari pihak-pihak yang terlibat dalam

transaksi sekuritisasi, khususnya dari kreditur asal dan penerbit.

c. Kesempurnaan pengalihan aset dan seluruh jaminannya (perfection of

security interest). Aset keuangan yang dijual (jual putus) oleh kreditur asal

kepada penerbit harus beserta seluruh jaminan dan hak-hak yang melekat

pada aset keuangan tersebut secara hukum. kesempurnaan pengalihan aset

dan seluruh jaminannya ini lebih terhadap perpindahan seluruh hak yang

melekat pad aset keuangan yang dijual secara hukum untuk kepentingan

investor. Sedangkan administrasi perpindahan tersebut tentunya tergantung

dari tata cara yang berlaku di negara masing-masing.

Sumber : PT. Bank BTN

Gambar 2.1. Tiga prinsip utama sekuritisasi

SEKURITISASI

TRUE SALE (Jual Putus) Terpisahnya aset yang telah disekuritisasi dari neraca Originator

BANKRUPCY REMOTENESS

Investor terbebas dari

risiko kebangkrutan bank

atau penerbit atau

Originator

THE PERFECTION OF

SECURITY INTEREST

adanya kesempurnaan

pengalihan aset kepada

pihak investor

19

Pembentukan EBA sebagaimana proses sekuritisasi lazimnya merupakan

suatu proses pembentukan efek, yang merupakan instrument pasar modal,

dari sekumpulan aset yang biasanya merupakan aset keuangan dan berupa

tagihan yang nantinya secara legal akan berada dibawah pengendalian

pemegang EBA (investor) yang diwakili oleh suatu SPV, di Indonesia dalam

bentuk KIK. Pengembalian atas investasi dalam EBA berasal dari likuidasi

atas sekumpulan aset yang menjadi jaminan (asal) pembentukannya, yang

dapat juga berasal dari peningkatan kredit (credit enhancement) yang

disediakan baik secara internal maupun eksternal.

Konsep pengembalian investasi dalam EBA pada prinsipnya ada dua,

yaitu:15

a. Pengembalian pokok dan bunganya dilakukan secara bersamaan dengan

tempo yang teratur dalam kurun waktu tertentu atau lazim disebut dengan

Amortizing Assets Backed Securities;

b. Pembayaran bunga (return investasi) dilakukan secara periodik sedangkan

pelunasan atas pokoknya dilakukan pada akhir periode atau disebut Non-

amortizing Assets Backed Securities.

Dalam perkembangannya, metode pengembalian dapat merupakan

kombinasi dari ke dua metode tersebut, dimana dalam kurun waktu tertentu

15 Tim Studi Perdagangan Efek Beragun Aset Departemen Keuangan Republik Indonesia

Badan Pengawas Pasar Modal Proyek Peningkatan Efisiensi Pasar Modal, Studi Tentang

Perdagangan Efek Beragun Aset.(Jakarta: Tim Studi Perdagangan Efek Beragun Aset, 2013),

h..11.

20

hanya dibayar bunganya saja, selanjutnya pembayaran mencakup unsur

pokok dan bunganya.

2. Struktur Sekuritisasi

Menurut Doherty dan Schlesinger,16

struktur sekuritisasi aset beragun

piutang terdiri atas dua model, yaitu (1) pindah tangan (pass through) dan (2)

salur bayar (pay through).

Pindah tangan adalah aset menjadi milik investor, semua pembayaran

piutang diterima investor, bank (atau pihak yang semula memberi pinjaman)

tidak lagi mencantumkan piutang dalam neraca mereka, tetapi mereka tetap

menerima service fee untuk melayani administrasi piutang, sedangkan salur

bayar adalah kepemilikan piutang tetap di tangan perusahaan pemilik

piutang, pembayaran piutang langsung disalurkan kepada investor, dan

sekuritas tercatat sebagai utang dalam neraca pemilik piutang.

Berdasarkan aliran pembayaran pokok dan bunga kepada investor

terdiri dari:

a. Collateralized debt, merupakan bentuk yang paling mirip dengan model

peminjaman dana melalui penerbitan instrument utang dengan menjaminkan

aset sebagai jaminan pembayaran kembali pinjaman tersebut ( traditional

asset-based borrowing). Aset yang dijaminkan dinilai berdasarkan nilai pasar

atau kemampuannya dalam menghasilkan arus kas. Namun, instrument

hutang ini tidak harus sesuai dengan konfigurasi arus kas dari aset yang

dijaminkan sehingga untuk mendapatkan jaminan pembayaran kembali

16

Neil A. Doherty dan Harris Schlesinger, “Insurance Contracts and Securitization”

(The Journal of Risk and Insurance, 69 No 1): h. 45--62.

21

hutang tersebut sering dilakukan over collateralization, yaitu menjaminkan

nilai aset melebihi nilai pinjaman.

b. Pass-Through, adalah cara paling sederhana untuk melakukan sekuritisasi

aset. Karakterisitik khusus dari struktur ini adalah tidak diperkenankan

adanya rekonfigurasi arus kas, sehingga jumlah pembayaran bunga dan

pokok yang dilakukan oleh debitur hanya diteruskan secara langsung kepada

investor. Dalam hal ini, dari jumlah bunga yang dibayarkan oleh debitur akan

didistribusikan kepada beberapa pihak yang terlibat dalam proses sekuritisasi

berupa bunga investasi ataupun fee seperti investor, servicer, credit enhancer

dan lain-lain. Namun untuk pokok harus diteruskan sesuai dengan jumlah

yang dibayarkan oleh debitur sebagaimana gambar 2.1. (Lederman, 1990;

Fabozzi, Modigliani & Jones, 2010; Saunders & Cornnet, 2011).

c. Pay-Through, struktur ini hampir sama dengan collateralized mortgage

obligation dengan karakteristik bahwa arus kas dari aset dapat dikonfigurasi

kembali dalam suatu tranche. Dengan demikian, setelah originator menjual

sekelompok aset kepada SPV, maka selanjutnya SPV akan menerbitkan surat

berharga dalam beberapa tranche yang didukung oleh arus kas dari aset

dengan tingkat risiko yang berbeda-beda. Kemudian kelas-kelas surat

berharga tersebut ditawarkan kepada berbagai tipe investor yang sesuai

dengan risk appetite-nya seperti gambar 2.2. (Lederman, 1990).

22

Menurut Vera Intanie dewi,17

menarik atau tidaknya suatu sekuritisasi

aset, sangat tergantung kepada struktur dan jaminan yang digunakan. Struktur

sekuritisasi aset beragun piutang bisa disusun dalam bentuk (1) pindah tangan

(pass-through); (2) agunan biasa; (3) salur bayar (pay-through). Dalam

struktur pertama, aset menjadi milik investor, semua pembayaran piutang

diterima investor, bank (atau pihak yang semula memberi pinjaman) tidak

lagi mencantumkan piutang dalam neraca mereka, namun mereka tetap

menerima service fee untuk melayani administrasi.

Dalam struktur kedua, kepemilkan piutang tetap ditangan perusahaan

pemilik piutang aslinya; pembayaran piutang tidak langsung diperuntukkan

bagi investor; piutang tetap terdaftar sebagai aset; dan asset backed securities

terdaftar sebagai utang dalam neraca pemilik piutang. Dalam struktur ketiga,

kepemilikan piutang tetap ditangan perusahaan pemilik piutang; pembayaran

piutang langsung disalurkan kepada investor; sekuritas terscatat sebagai

utang dalam neraca pemilik piutang . secara ringkas, berbagai alur ini

disimpulkan dalam tabel beriut ini.

Komponen Pass

Through

Agunan

Biasa

Pay

Through

Kepemilikan

aset

Pembayaran

di tangan

investor

untuk

investor

Tetap pada

perusahaan

Untuk

perusahaan

Tetap pada

perusahaan

Untuk

investor

17

Vera Intanie Dewi, “Sekuritisasi Aset Sebagai Peluang Bisnis dan Peningkatan

Solvabilitas Perusahaan”. Jurnal Bina Ekonomi vol .10, no.1 (Januari 2006): h. 91.

23

Piutang

Pembukuan

di luar

neraca

perusahaan

Tetap di

neraca

perusahaan

Tetap di

neraca

perusahaan

Gambar 2.2 Struktur Alur Kas dari Sekuritisasi Aset

3. Proses Sekuritisasi

Secara sederhana proses sekuritisasi aset menurut Saunders dan

Cornett akan melalui beberapa tahapan yakni:18

1). Memindahkan

sekelompok aset dari neraca bank selaku originator secara jual putus (true

sale) kepada SPV. Dalam hal ini SPV merupakan lembaga yang dibentuk

oleh arranger dengan umur terbatas hanya hingga jatuh tempo surat

berharga yang diterbitkan. Sebelum sekelompok aset tersebut dijual

kepada SPV, Bank akan menyeleksi berdasarkan kriteria-kriteria tertentu,

2). Selanjutnya, SPV akan Menerbitkan surat berharga yang dijamin oleh

arus kas dari aset dimaksud (dikenal dengan istilah Asset Backed

Securities-ABS), 3). Kemudian, SPV menjual ABS tersebut kepada

investor seperti Dana Pensiun dan Asuransi, dan 4). Dana yang diperoleh

dari hasil penjualan ABS akan dibayarkan kepada originator sebagai

pembayaran atas pembelian sekelompok aset. Selain itu, SPV tetap

bertanggung jawab untuk membayarkan bunga dan pokok ABS hingga

jatuh tempo secara tepat waktu kepada investor. Dengan berjalannya

proses sekuritisasi aset maka seluruh pembayaran angsuran pokok maupun

18

Isye Lily Amelia, Sekuritisasi Aset sebagai Alternatif Strategi Pendanaan, h. 14.

24

bunga dari debitur serta agunan atas kelompok aset tersebut akan menjadi

hak investor.

B. Pihak-pihak terkait Sekuritisasi Aset

1. Originator

Deacon merumuskan originator sebagai the entity that originates or

generates the receivables that backed the finance raised. Dengan demikian,

secara umum dapat dikatakan bahwa originator adalah pihak pemilik aset

(pada umumnya piutang-piutang yang berjangka waktu menengah dan

panjang, yaitu yang berjangka waktu lebih dari satu tahun) yang dijadikan

jaminan untuk menerbitkan ABS/EBA tersebut. Tidak ada batasan mengenai

perusahaan yang dapat menjadi originator. Dengan demikian pada prinsipnya

setiap perusahaan dapat menjadi originator, misalnya bank, asuransi, leasing

company, dan pada umumnya semua perusahaan yang memiliki piutang-

piutang yang lebih dari satu tahun.19

Originator (kreditur awal) merupakan pihak yang mengalihkan aset

keuangannya atau yang melakukan sekuritisasi atas aset keuangannya. Setelah

aset keuanganya dijual kepada KIK-EBA (yang diwakili oleh manajer

investasi selaku pengelola portofolionya), maka originator berhak atas

pembayaran dari KIK-EBA (yang berasal dari pemegang EBA) dimana aset

keuangan tersebut diperoleh pihak yang bersangkutan karena pemberian

19 Gunawan widjaja dan Yongki Angga, Real Estate Investment Trust Dana Investasi

Real Estate (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2008), h. 111.

25

pinjaman, penjualan, dan atau pemberian jasa lain yang berkaitan dengan

usahanya.20

2. Spesial purpose vehicle (SPV)

adalah perusahaan yang didirikan khusus untuk membeli aset dari

originator dan kemudian menerbitkan surat berharga yang dijamin dengan aset

tersebut. Spesial Purpose Vehicle juga biasa disebut trustee.

3. Manajer Investasi

Manajer Investasi adalah pihak yang kegiatan usahanya mengelola

portofolio efek untuk para nasabah atau mengelola portofolio investasi

kolektif untuk sekelompok nasabah, kecuali perusahaan asuransi, dana

pensiun, dan bank yang melakukan sendiri kegiatan usahanya berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Manajer Investasi atas Efek Beragun Aset wajib mempunyai modal

kerja bersih disesuaikan (MKBD) sekurang-kurangnya 25 miliar rupiah.

Selain itu, dipersyaratkan pula bagi manajer investasi untuk mempunyai

sekurang-kurangnya 2 orang pegawai yang mempunyai pengalaman kerja

sekurang-kurangnya 6 bulan dalam kegiatan perorganisasian, strukturisasi, dan

pengelolaan aset yang mendukung Efek Beragun Aset.

Manajer Investasi wajib mengembangkan likuiditas Efek Beragun Aset

dan membantu pemegang Efek Beragun Aset untuk menjual Efek Beragun

Asetnya. Selain itu agar terjadi obyektivitas dalam tugas manajer investasi,

20

Marisa Adiwilaga, chirstian Anderson, Special Purpose Vechile, h. 34.

26

maka dipersyaratkan pula untuk tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan

kreditur awal/originator.

Adapun fungsi manajer investasi berkaitan dengan Efek Beragun Aset,

adalah sebagai pihak yang membeli tagihan yang dijual originator dan

mengeluarkan sertifikat utang atau Unit Penyertaan untuk dijual kepada

investor berdasarkan kontrak.21

4. Bank Kutodian

Bank Kustodian adalah Bank yang memberikan jasa penitipan EBA

dan harta serta jasa lain yang berkaitan dengan sekuritisasi aset sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.22

Custodian adalah lembaga penitipan (kolektif) yang menyimpan aset

yang dijadikan jaminan berdasarkan pada pernyataan pemisahan piutang-

piutang yang akan dijadikan sebagai dasar penerbitan ABS atau EBA. Dalam

hal ini pemilik piutang yang akan menerbikan ABS/EBA melalui

pembentukan trusts, berdasarkan pada penyertaan pembentukan trust tersebut

selanjutnya menyerahkan pendaftaran kepemilikan piutang-piutang atas nama

custodian tersebut diperlukan untuk memenuhi ketentuan bahwa piutang-

piutang yang dijadikan sebagai jaminan penerbitan ABS/EBA haruslah

dikeluarkan dari kepemilikan (on balance sheet) originator. Dengan demikian

jika originator tersebut dipailitkan, piutang-piutang yang dijadikan jaminan

21

Tim Studi Perdagangan Efek Beragun Aset, Studi Tentang Perdagangan Efek Beragun

Aset. h..15. 22

Isye Lily Amelia, Sekuritisasi Aset sebagai Alternatif Strategi Pendanaan, h. 39.

27

penerbitan ABS/EBA, yang sudah dikeluarkan dari kepemilikan originator

tidak lagi menjadi harta pailit bagi pemenuhan kewajiban atau utang

originator.23

Fungsi Bank Kustodian berkaitan dengan Efek Beragun Aset

diantaranya: melaksanakan penitipan kolektif, memisahkan aset kontrak

investasi kolektif Efek Beragun Aset dari aset Bank Kustodian dan atau

kekayaan nasabah lain dari Bank Kustodian, memenuhi instruksi dari Manajer

Investasi sesuai ketentuan dalam kontrak investasi kolektif Efek Beragun

Aset.

5. Lembaga pemeringkat efek

Lembaga Pemeringkat (Rating Agency) adalah pihak yang melakukan

pemeringkatan atas struktur transaksi dan EBA yang akan ditawarkan kepada

investor.

Credit Rating Agency adalah perusahaan yang melakukan penilaian

terhadap kualitas putang-piutang yang dijual dan dijadikan dasar bagi

penerbitan ABS atau EBA. Dalam praktik dikenal beberapa lembaga yang

melaksanakan kegiatan penilaian ini. Lembaga-lembaga itu antara lain:

Moody’s, S&P, Fitch IBCA, Duff & Phelps.24

Di Indonesia lembaga

pemeringkat efek ini adalah PEFINDO (Pemeringkat Efek Indoneisa).

Lembaga pemeringkat efek yang memberikan peringkat atas kelas-

kelas EBA. Selain faktor kondisi makro ekonomi dan aspek hukumnya,

23

Gunawan widjaja dan Yongki Angga, Real Estate Investment Trust , h. 116. 24

Ibid.,. h. 123.

28

lembaga pemeringkat efek akan memperhatikan karakter portofolio aset

keuangan yang menjadi agunan (EBA) dalam proses pemeringkatan, dan

biasanya ditinjau dari aspek-aspek : record pembayaran masa lalu, jaminan

dari debitur yang melekat pada utang, analisa cashflow projection, struktur

layer EBA, credit enhancement, dan dalam hal aset keuangannya berupa

future receivable maka originator juga diperhitungkan. disamping itu,

kredibilitas servicer dan juga Manajer Investasi akan menjadi faktor yang tak

kalah pentingnya mengingat fungsinya sebagai pihak yang mewakili para

pemeganga EBA dalam proses pembayaran dari debitur.25

6. Arranger (pengatur)

pihak yang menata transaksi mulai dari melakukan uji tuntas terhadap

kreditur asal, menyusun struktur transaksi, menyusun prospektus, hingga

melaksanakan penawaran umum.

7. Profesi penunjang pasar modal

Profesi penunjang pasar modal meliputi, akuntan dan konsultan hukum

yang melakukan penelaahan terhadap EBA dari aspek akuntansi (keuangan)

dan aspek hukum, serta notaris yang berfungsi sebagai pembuat akta atas

kontrak-kontrak yang berkaitan dengan EBA.26

25

Syafarudin Harahap, “Tinjauan Yuridis Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset

di Bank BTN”, (Tesis, Universitas Diponegoro, 2010), h.85.

26

Marisa Adiwilaga dan chirstian Anderson, Special Purpose Vechile, h. 35.

29

C. Tinjauan Umum kontrak investasi kolektif Efek Beragun Aset (KIK-

EBA)

1. Konsep dasar Kontrak Investasi Kolektif

Kontrak Investasi Kolektif (Collective Investment Contract) yang

selanjutnya disebut KIK adalah Kontrak antara Manajer Investasi

(pengelola dana dari investor) dan Bank Kustodian yang mengikat

pemegang Unit Penyertaan dimana Manajer Investasi diberi wewenang

untuk mengelola portofolio investasi kolektif dan Bank Kustodian diberi

wewenang untuk melaksanakan Penitipan Kolektif. Intrumen investasi

yang menggunakan sistem KIK ini diantaranya reksadana dan efek

beragun aset.

2. Konsep dasar Efek Beragun Aset

Dalam Knowledge Bank dari Lyons Financial Solution Holding

Ltd. Khususnya yang berkaitan dengan penelitiannya yang berjudul

Securitization Explained

”Asset-backed securities are securities that are primarily serviced by

cash flow of a securitized assets that attracts interest on the basis of either

being fixed or variable for maturities that can be fixed, revolving, either

long term or short term, that by their own terms convert into cash over the

duration attached to them”.27

27

Agnes elga margareth, “Tinjauan yuridis terhadap pemegang unit penyertaan kontrak

investasi kolektif efek beragun aset (asset backed securities) dalam kepailitan originator,” (Skripsi

S1 Fakultas Hukum Universtitas Sumatera Utara Medan, 2010). H.25.

30

Menurut Ian H. Giddy, Professor of Finance New York University,

memaparkan dalam situsnya28

“Asset–backed securities are securities

which are based on pools of underlying assets”.

Dalam slide Dr. Tsui KaiChong berjudul Asset Backed Securities29

“Bonds or notes that are backed by financial assets”.

Berdasarkan Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor Kep-

493/BL/2008 Peraturan Nomor IX.K.1 tentang Pedoman Kontrak Investasi

Kolektif Efek Beragun Aset, Efek beragun Aset (EBA) yang dikenal

dengan asset backed securities (ABS) adalah Unit Penyertaan Kontrak

Investasi Kolektif yang portofolionya terdiri dari aset keuangan berupa

tagihan yang timbul dari surat berharga komersial, sewa guna usaha,

perjanjian jual beli bersyarat, perjanjian pinjaman cicilan, tagihan kartu

kredit, pemberian kredit termasuk kredit pemilikan rumah atau apartemen,

Efek bersifat hutang yang dijamin oleh pemerintah, Sarana Peningkatan

Kredit (Credit Enhancement) / Arus Kas (Cash Flow), serta aset keuangan

setara dan aset keuangan lain yang berkaitan dengan aset keuangan

tersebut.

Secara umum ada dua jenis EBA yang sesuai dengan ketentuan di

pasar modal Indonesia30

berdasarkan penerimaan investor yaitu :

28

http://www.absresearch.com/, dikutip dari Tim Studi Perdagangan Efek Beragun Aset,

Departemen Keuangan Republik Indonesia Badan Pengawas Pasar Modal Proyek Peningkatan

Efisiensi Pasar Modal, Studi Tentang Perdagangan Efek Beragun Aset, h. 8.

29 Seminar Workshop, The Future & Opportunities of Asset Backed Securities in

Indonesia, Jakarta 1 & 2 Oktober 2003, dikutip dari Tim Studi Perdagangan Efek Beragun Aset,

Departemen Keuangan Republik Indonesia Badan Pengawas Pasar Modal Proyek Peningkatan

Efisiensi Pasar Modal, Studi Tentang Perdagangan Efek Beragun Aset h. 8.

31

a. EBA Arus Kas Tetap (fixed income securities) adalah EBA yang

memberikan pemegangnya penghasilan tertentu seperti kepada

pemegang Efek bersifat hutang.

b. EBA Arus Kas Tidak Tetap (floating income securities) adalah EBA

yang menjanjikan pemegangnya suatu penghasilan tidak tertentu

seperti kepada pemegang Efek bersifat ekuitas.

Berdasarkan jenis piutang yang disekuritisasikan, dapat

dibedakan menjadi31

:

a. Mortgage Backed securities (MBS). Mortgage digunakan dalam suatu

transaksi dimana satu pihak menjanjikan suatu aset nyata atau properti

kepada pihak lainnya. MBS ini merupakan EBA yang dijamin oleh

piutang-piutang dengan jaminan mortgage (di Indonesia berbentuk

Hipotek atau Hak Tanggungan). Bentuk dari MBS adalah Mortgage-

Backed Bonds (MBBs), Mortgage Pass Through Securities (MPTs),

dan Mortgage Pay-Through Securities (MPTBs).

b. Asset Backed Securities (ABS). Sekuritisasi aset akan menghasilkan

ABS atau disebut EBA karena setiap pemenuhan kewajiban yang ada

dalam efek tersebut dijamin dengan aset.

30

Tim Studi Perdagangan Efek Beragun Aset, Studi Tentang Perdagangan Efek Beragun

Aset. h..9. 31

Gunawan Widjaja dan E. Paramitha Sapardan, Seri Aspek Hukum Pasar Modal Aset

Securitization (Pelaksanaan SMF di Indonesia), Ed. 1, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2006),

h.63- 69.

32

c. Collateralized Debt Obligation (CDO). Merupakan sekuritisasi dalam

bentuk penerbitan Surat Utang atau obligasi yang dijamin dengan

piutang jangka menengah dan aset lain kecuali mortgage loan.

d. Collateralized Mortgage Obligation (CMO). Merupakan mortgage

backed bonds yang tidak hanya menerbitkan satu jenis obligasi, tetapi

dengan beberapa macam kelas obligasi (tranches).

Pembentukan EBA sebagaimana proses sekuritisasi lazimnya

merupakan suatu proses pembentukan efek, yang merupakan instrument

pasar modal, dari sekumpulan aset yang biasanya merupakan aset

keuangan dan berupa tagihan yang nantinya secara legal akan berada di

bawah pengendalian pemegang EBA (investor) yang diwakili oleh suatu

SPV, di Indonesia dalam bentuk KIK. Pengembalian atas investasi dalam

EBA berasal dari likuidasi atas sekumpulan aset yang menjadi jaminan

(asal) pembentukannya, yang dapat juga berasal dari peningkatan kredit

(credit enhancement) yang disediakan baik secara internal maupun

eksternal.

Konsep pengembalian investasi dalam EBA pada prinsipnya ada dua32

,

yaitu:

a. Pengembalian pokok dan bunganya dilakukan secara bersamaan

dengan tempo yang teratur dalam kurun waktu tertentu atau lazim

disebut dengan Amortizing Assets Backed Securities;

32

Tim Studi Perdagangan Efek Beragun Aset, Studi Tentang Perdagangan Efek Beragun

Aset., h.10.

33

b. Pembayaran bunga (return investasi) dilakukan secara periodik

sedangkan pelunasan atas pokoknya dilakukan pada akhir periode atau

disebut Non-amortizing Assets Backed Securities.

Dalam perkembangannya, metode pengembalian dapat merupakan

kombinasi dari ke dua metode tersebut, dimana dalam kurun waktu

tertentu hanya dibayar bunganya saja, selanjutnya pembayaran mencakup

unsur pokok dan bunganya.

3. Proses penerbitan Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset

EBA merupakan salah satu instrumen Pasar Modal yang

mempunyai latar belakang aspek hukum yang cukup kompleks terutama

mengenai bentuk hukum yang dapat dipakai sebagai SPV dan pengalihan

hak atas aset. Secara umum EBA mempunyai konstruksi yang sama di

semua negara, namun peraturannya terutama mengenai bentuk SPV-nya

dapat berbeda untuk masing-masing negara. Di Amerika Serikat bentuk

hukum dari SPV dalam EBA adalah Trust atau Corporation. Namun

bentuk hukum Trust ini tidak dikenal dalam sistem hukum di Indonesia,

oleh karena itu perlu ditetapkan bentuk hukum lain yang sesuai untuk

suatu SPV.33

33

Syafarudin Harahap, “Tinjauan Yuridis Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset

di Bank BTN”, (Tesis, Universitas Diponegoro Semarang, 2010), h.76.

34

Penyedia Jasa

(Servicer) Bank Kustodian Manajer Investasi

Special Purpose

Vehicle (KIK) Originator/ Kreditur

Awal Investor

Credit enhancements Obligor/ Debitur

Sumber: http://www.smf-indonesia.co.id/referensi/efek-beragun-aset/ di akses 17 Desember 2016

pukul 13.28 wib

Gambar 2. 3. Skema Transaksi EBA

Dari gambar diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:34

Kreditur Asal (Originator) menjual kumpulan aset kredit kepada Kontrak

Investasi Kolektif Efek Beragun Aset, selanjutnya Kontrak Investasi

Kolektif Efek Beragun Aset akan menerbitkan surat berharga dalam

bentuk EBA untuk dijual kepada investor dengan jaminan aset yang dibeli

dari bank. pembayaran kepada investor bersumber dari angsuran kredit

debitor setelah dikurangi dengan biaya (fee) untuk penyedia jasa

(servicer).

Untuk meningkatkan kualitas surat berharga yang diterbitkan oleh Kontrak

Investasi Kolektif Efek Beragun Aset sehingga memiliki peringkat efek

34

Syafarudin Harahap, “Tinjauan Yuridis Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset di Bank

BTN”, (Tesis, Universitas Diponegoro Semarang, 2010), h.52.

35

(rating) yang baik, maka selain dijamin dengan aset yang dibeli dari bank

(pool of underlying asset), surat berharga tersebut juga akan dilengkapi

dengan fasilitas kredit pendukung (credit enhacement) yang berfungsi

untuk melindungi kepentingan investor dari potensi kerugian.

Fasilitas credit enhacement bisa diberikan secara internal yaitu diberikan

oleh bank yang melakukan penjualan aset kredit dalam bentuk over

collateralization, atau bisa juga diberikan oleh pihak eksternal dalam

bentuk jaminan pihak ketiga seperti pemerintah atau perusahaan asuransi.

Di Amerika, penerbitan surat berharga dalam bentuk Mortgage Back

Securities (MBS) terdapat jaminan dalam bentuk Timely payment

guarantee yang diberikan oleh salah satu conduit yaitu Ginnie Mae

D. Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset Syariah

Efek Beragun Aset Syariah adalah efek yang diterbitkan oleh kontrak

investasi kolektif EBA Syariah yang portofolionya terdiri dari aset keuangan

berupa tagihan yang timbul dari surat berharga komersial, tagihan yang timbul

dikemudian hari, jual beli pemilikan aset fisik oleh lembaga keuangan, efek

bersifat investasi yang dijamin oleh pemerintah, sarana peningkatan

investasi/arus kas serta aset keuangan setara, yang sesuai dengan prinsip-

prinsip syariah.35

Berdasarkan peraturan OJK No.20/POJK.04/2015, Kontrak investasi

Kolektif Efek Beragun aset syariah adalah kontrak antara manajer investasi

dan Bank Kustodian yang mengikat pemegang Efek Beragun aset syariah

35

Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, h.152

36

dimana manajer investasi diberi wewenang untuk mengelola portofolio

investasi kolektif dan Bank Kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan

Penitipan Kolektif, yang pelaksanaannya tidak bertentangan dengan Prinsip

syariah di Pasar modal36

.

Disebut Efek Beragun aset syariah adalah Efek Beragun aset yang:

e. Portofolionya terdiri dari aset keuangan berupa piutang, pembiayaan atau

aset keuangan lainnya;

f. akad

g. Cara pengelolaannya, tidak bertentangan dengan Prinsip syariah di Pasar

modal.

E. Keuntungan dan Resiko Sekuritisasi Aset

1. Keuntungan sekuritisasi aset bagi Originator:

Ada beberapa keuntungan dari sekuritisasi aset yaitu:

Meningkatkan likuiditas, karena pada dasarnya sekuritisasi aset

merupakan penjualan aset, sehingga merupakan sumber dana baru

atau tambahan likuiditas yang diperlukan perusahaan.

Cost of fund yang rendah, karena pendanaan langsung dipasar uang

melalui KIK akan membantu originator untuk mendapatkan dana

dengan biaya yang lebih rendah.

Adanya diversifikasi sumber pembiayaan. EBA membuat alternatif

sumber pembiayaan perusahaan semakin bertambah yang selama ini

36

Buletin Infovesta, (T.tp., Februari 2016).h. 55.

37

hanya mengeluarkan modal dan hutang dengan dana pihak ketiga.

Artinya bila manajemen gagal mendapatkan dana dari pihak ketiga

maka pembiayaan dengan metode sekuritisasi ini akan

mendiversifikasi pembiayaan perusahaan.

Sekuritisasi aset dapat menutupi kesenjangan antara sumber dana

dengan penggunaan dana.

Menerima dana lebih awal.

Investasi EBA menyebabkan resiko katastropik dipindahkan kepada

pemegang EBA. Resiko katastropik merupakan resiko yang terjadi

karena bencana yang dialami oleh debitur sehingga tagihan kurang

lancar atau tidak dapat ditagih.

Meningkatkan kualitas aset/piutang yang pada gilirannya ikut

membawa naik tingkat solvabilitas.

Dana hasil sekuritisasi aset bisa dipakai untuk mengurangi beban

utang berbunga tinggi, serta sekuritisasi menjamin adanya transparansi

karena melibatkan sedikitnya empat pihak yang terlibat dalam

program penjualan, sehingga ada pengawasan ketat.

Sedangkan resikonya adalah ada opportunity cost yang harus dibayar dan

aset perusahaan menjadi lebih kecil.

2. Keuntungan sekuritisasi aset bagi investor:

Sedangkan, keuntungan sekuritisasi aset bagi investor yakni investor

memiliki resiko investasi yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan

instrumen lainnya seperti obligasi, pinjaman atau modal ventura. Hal ini

38

karena EBA dalam pengembalian investasinya (return) tidak tergantung

pada satu kinerja korporasi, melainkan pada banyak debitur-debitur.

Investasi dijamin oleh sejumlah tagihan termasuk seluruh jaminan yang

melekat didalamnya (perfection of security interest). Jadi alasan utama

bagi investor untuk memilih surat berharga yang dijamin dengan aset

bukan hanya karena sekuritisasi aset menawarkan penghasilan yang lebih

menarik tetapi juga karena analisanya lebih sederhana dibandingkan

dengan analisa pinjaman dari bank atau korporasi.37

3. Resiko Sekuritisasi Aset

Sekuritisasi Aset memiliki kelemahan berupa resiko yang terdiri dari dua

jenis, yaitu: 38

Resiko Prepayment atau pelunasan dipercepat.

Dengan adanya resiko Prepayment, hal ini mempengaruhi yield yang

akan diterima oleh investor, dan pelunasan yang akan dilakukan lebih

awal juga akan menyebabkan kerugian bagi kreditur.

Resiko Default

Yaitu resiko yang harus ditanggung oleh pemegang EBA, apabila

debitur dari aset jaminan tidak mampu membayar bunga dan pinjaman

tepat pada waktunya.

37

Vera Intanie Dewi, “Sekuritisasi Aset Sebagai Peluang Bisnis dan Peningkatan

Solvabilitas Perusahaan”. Jurnal Bina Ekonomi vol .10, no.1 (Januari 2006): h. 92. 38

Fajar Windri Astuti, “Analisis dampak sekuritisasi aset terhadap kinerja perusahaan”

(Tesis, Universitas Indonesia Depok, 2011), h.31.

39

F. Review Studi Terdahulu

Isye Lily Amelia dalam Tesisnya yang berjudul “Sekuritisasi Aset

sebagai Alternatif Strategi Pendanaan pada Bank XYZ”. tujuan dari penelitian

ini untuk mengetahui pelaksanaan, peluang, kendala, dan potensi

pengembangan aktivitas sekuritisasi tagihan KPR melalui Kontrak Investasi

Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA) pada Bank yang menjadi pelopor

aktivitas tersebut.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa bagi Bank, sekuritisasi

menjadi alternatif strategi pendanaan jangka panjan yang ditujukan untuk

mengatasi masalah mismatch antara pembiayaan kredit bertenor panjang

dengan sumber dana jangka pendek. Dana segar hasil sekuritisasi dapat

membantu bank memperbesar kapasitas pembiayaan KPR bagi masyarakat.

Dalam pelaksanaannya masih terdapat kendala pemasaran produk KIK-EBA,

karena relatif baru bagi investor. Namun mengingat kebutuhan perumahan

tinggi dan untuk pembiayaannya membutuhkan dana yang besar, maka

kedepannya sekuritisasi aset akan semakin berkembang dengan dukungan

semua pihak yang terlibat.

Galuh Ratnasari dan Moch.Khoirul Anwar dalan jurnalnya yang

berjudul “Perkembangan Sekuritisasi Aset Syariah di Indonesia” tujuan dari

penelitian ini adalah untuk menganalisis perkembangan sekuritisasi aset

syariah di Indonesia, selagi sekuritisasi aset syariah masih baru dan belum

diaplikasikan secara luas.

40

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa landasan hukum yang ada di

Indonesia sudah cukup memadai untuk melaksanakan sekuritisasi. Dengan

adanya skema dan landasan hukum yang jelas maka sekuritisasi aset syariah

dapat dilaksanakan dan dikembangkan di Indoensia. Tidak semua jenis aset

dapat disekuritisasi, jenis akad yang digunakan di Indonesia saat ini adalah

akad ijarah dan mudharabah.

Sri Liani Suselo, Shinta R.I. Soekro, dan R. Aga Nugraha dalam

working paper Bank Indonesia menulis tentang Sekuritisasi Aset Lembaga

Pembiayaan dan Pengembangan Pasar Secondary Mortgage Facility dalam

rangka pendalaman Pasar Keuangan Indonesia, tujuan penelitian ini untuk

mengetahui potensi inmplementasi sekuritisasi aset sebagai alternatif pe

ndanaan bagi lembaga pembiayaan serta melihat potensi secondary mortgage

facility bagi perbankan di Indonesia, dan mengetahui langkah-langkah yang

dibutuhkan untuk mengembangkan sekuritisasi aset di Indonesia.

Hasil dalam tulisan nya menyimpulkan bahwa minimnya originator

(sisi penawaran) telah menyebabkan kurang berkembangnya sekuritisasi aset

di Indonesia baik di pasar primer maupun di pasar sekunder. Namun

sekuritisasi aset ini mempunyai potensi yang besar untuk berkembang. Jika

dilihat dari sisi permintaan, potensi implementasi sekuritisasi aset sebagai

alternatif pendanaan bagi perusahaan pembiayaan cukup tinggi yang

dicerminkan oleh minat yang cukup besar oleh berbagai lembaga keuangan

seperti dana pensiun, reksadana, serta perusahaan asuransi dan bank untuk

melakukan sekuritisasi. munculnya pembiayaan-pembiayaan yang

41

menyebabkan adanya tagihan (piutang) ini berpotensi untuk bisa

diterbitkannya sekuritisasi aset.

Tim Studi Perdagangan Efek Beragun Aset dari Departemen

Keuangan Republik Indonesia dan Badan Pengawasan Pasar Modal dalam

rangka proyek peningkatan efisiensi pasar modal tahun 2003, dalam

tuliasnnya yang berjudul studi tentang perdagangan efek beragun aset

mempelajari penelitian tentang efek beragun aset di negara lain, mengenai

persyaratan pernyataan pendaftaran, persyaratan keterbukaan, dan ketentuan

tentang proses pelaksanaan efek beragun aset dan juga mempelajari praktek

dan ketentuan efek beragun aset yang ada di Indonesia.

hasil dari penelitian tersebut merekomendasikan beberapa hal yakni,

dikarenakan penerbitan efek beragun aset merupakan suatu proses yang

komplek dan rumit, maka pihak-pihak yang berkepentingan dalam proses

penerbitannya harus merencanakan dengan baik yang bertumpu pada

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, juga

diperlukan proses yang jelas dari penerbitan efek beragun aset ini guna

mengetahui alur yang dapat dijadikan acuan dalam menjual piutang dari

perusahaan ini kepada investor termasuk pula didalamnya proses pengalihan

piutang tersebut.

42

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif analisis,

yaitu penulis menggambarkan permasalahan dengan didasari pada data-data

yang ada lalu dianalisa lebih lanjut untuk kemudian diambil kesimpulan.

Dengan metode deskriptif analisis penulis mengumpulkan dan memaparkan

data terlebih dahulu yang telah diperoleh dari hasil interview dilapangan

kemudian menganalisanya dengan berpedoman pada sumber-sumber tertulis

yang didapatkan dari perpustakaan (Library Research)

Deskriptif adalah salah satu penelitian kualitatif, adapun data yang

dikumpulkan dapat berupa kata-kata, maupun angka. Adapun tujuan penelitian

kualitatif lebih berupaya memahami situasi tertentu, bukan mencari sebab

akibat sesuatu sebagaimana tujuan kuantitatif.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di PT. OTORITAS JASA KEUANGAN

yang beralamat di Gedung Sumitro Djojohadikusumo, Komplek Kementrian

Keuangan Republik Indonesia, Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4, Daerah

Khusus Ibukota Jakarta, Indonesia 10710 (021) 29600 000. Dan di PT.

DANAREKSA INVESMENT MANAGEMENT yang beralamat di Jl. Medan

Merdeka Selatan 14, Jakarta 10110.

43

Adapun alasan memilih lokasi penelitian tersebut, yaitu karena objek

dari penelitian adalah kebijakan tentang instrumen investasi yang dituangkan

dalam peraturan otoritas jasa keuangan (POJK) dan seputar Efek Beragun

Aset. Dan juga narasumber dalam wawancara untuk mengumpulkan data juga

berasal dari Otoritas Jasa Keuangan selaku Regulator dan Danareksa

Investment Managemen selaku Manajer Investasi.

C. Sumber Data Penelitian

Dalam tahapan-tahapan penelitian ini sumber data yang digunakan

adalah:

a. Data Primer, merupakan data yang pertama kali didapat yang menjadi

sumber utama, baik dari individu maupun kelompok. Yaitu hasil dari

Wawancara (interview), yaitu peneliti melakukan wawancara dengan

pihak yang tekait dalam pembuatan kebijakan instrumen investasi efek

beragun aset syariah di Indonesia yakni Otoritas Jasa Keuangan, divisi

Pengawas Pasar Modal Syariah yang diwkili oleh Bapak Primandanu. Dan

wawancara dengan pihak Manajer Investasi yang menerbitkan EBA

Konvensional yakni PT. Danareksa Investment Management yang di

wakili oleh bapak Bramantia Nugroho sebagai Asistant Vice President

bagian Alternatif Investment. Wawancara dilakukan dengan menggunakan

teknik wawancara berstruktur, bentuk pertanyaan akan diajukan terlebih

dahulu disusun sebelum wawancara dilakukan, informasi yang dibutuhkan

berkaitan dengan instrumen investasi efek beragun aset syariah yaitu,

44

perkembangan instrumen investasi EBA, rumusan kebijakan POJK NO

20/POJK.04/2015, bagaimana perkembangan EBA Syariah pasca terbitnya

POJK tentang EBA Syariah kedepannya.

b. Data Sekunder, adalah data yang diperoleh dari bahan kepustakaan

berkaitan dengan masalah-masalah yang diteliti yakni dengan

Dokumentasi, yaitu pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-

dokumen39

.

D. Teknik Pengumpulan Data

Informasi data dalam penelitian diperoleh melalui dua sumber, yakni

lapangan dan dokumen. Sumber data lapangan dapat berarti seorang tokoh

masyarakat, tokoh agama, aparat pemerintah, dan sebagainya yang merupakan

sumber data primer. Sumberdata documenter primer dapat berupa arsip-arsip

yang berkaitan dengan masalah penelitian, misalnya Undang-undang,

peraturan keanggotaan semacam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah

Tangga. Sumber-sumber sekunder dapat berupa buku-buku tentang subject

matter yang ditulis orang lain, dokumen-dokumen yang merupakan hasil

penelitian dan hasil laporan.40

Jenis data yang penulis gunakan dalam rangka kelangsungan

memperoleh sumber data adalah:

a. Penelitian Lapangan (Field Research)

39

Masri Singarimbun, Metode Penelitian Survei, (Jakarta: LP3ES, 1989), Edisi Revisi, h.193. 40

Beni Ahmad Saebani, Metode Penelitian (Bandung: Pustaka Setia 2008), h.95.

45

Penelitian ini dilakukan secara langsung ke objek penelitian untuk

mengadakan pengangkatan dan pengumpulan data yang dianalisa. Penelitian

ini merupakan usaha dalam mengumpulkan data-data dengan teknik

wawancara. Menurut Imam Suprayogo dan Tobroni wawancara merupakan

metode penggalian data yang paling banyak dilakukan, baik untuk tujuan

praktis maupun ilmiah, terutama untuk penelitian yang bersifat kualitatif.

Wawancara adalah percakapan langsung dan tatap muka (face to face) dengan

maksud tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara

(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai

(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.41

dalam

penelitian ini wawancara dilakukan langsung kepada pihak-pihak yang

berkepentingan dalam membuat kebijakan penerbitan intrumen investasi efek

beragun aset syariah guna mendapatkan informasi dan data yang diperlukan

dalam melengkapi penelitian ini.

b. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Penelitian ini dilakukan untuk mencapai pemahaman yang

komprehensif tentang konsep yang dikaji, penulisan ini digunakan dalam

rangka menelusuri dan meneliti literature serta menelaah kerangka studi

ilmiah yang ada di perpustakaan dilakukan dengan mengumpulkan data,

menganalisa suatu pengertian yang bersifat teoritis untuk menguji kebenaran

serta menguji relevansi antara teori dan praktek lapangan yaitu dengan

41

Imam Suparyogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2003), H.172.

46

mengumpulkan data dari buku-buku, bahan makalah, jurnal, artikel dan

bacaan lain yang berhubungan dengan pembahasan penelitian ini.

Pengumpulan data ini penulis lakukan guna membangun rangkaian bukti dan

klarifikasi atas fokus penelitian yang penulis lakukan.

E. Metode Analisis Data

Dalam metode penganalisaan data penelitian ini, penulis menggunakan

metode penulisan deskriptif. Metode penelitian ini dirancang untuk

mengumpulkan informasi tentang keadaan-keadaan nyata sekarang dengan

tujuan untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan

pada saat penelitian dilakukan. Jenis metode penelitian deskriptif ini adalah

sebagai kegiatan yang meliputi pengumpulan data dalam rangka menjawab

pertanyaan yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari

pokok suatu penelitian42

yaitu berusaha memberikan gambaran tentang

instrumen investasi efek beragun aset syariah dengan mengumpulkan semua

data-data yang didapat, kemudian menyusunnya dan menjelaskannya serta

selanjutnya dianalisa. Dari hasil analisis tersebut, penulis berusaha

menggambarkan permasalahan secara rinci dengan didasari pada data-data

yang dteliti dan kemudian diambil suatu kesimpulan yang valid.

42

Coonsuelo G. Selvia, Pengantar Metode Penelitian, dalam Toto Kurniato,”Peran Lembaga

Perekonomian Nahdlatul Ulama Dalam Perkembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah

Berbasis Syariah,”(Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negri Syarif

Hidayatulah Jakarta, 2010),h.12.

47

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Profil OJK

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga Negara yang dibentuk

berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 yang berfungsi

menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi

terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan baik di sektor

perbankan, pasar modal, dan sektor jasa keuangan non-bank seperti Asuransi,

Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya.

1. Fungsi, Tugas, dan Wewenang OJK

OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan

yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa

keuangan. Sementara berdasarkan pasal 6 dari UU No 21 Tahun 2011, tugas

utama dari OJK adalah melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap:

a. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;

b. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal;

c. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga

Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.

48

Adapun wewenang yang dimiliki OJK adalah sebagai berikut:

a. Terkait Khusus Pengawasan dan Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan

Bank yang meliputi:

Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran

dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan

sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta

pencabutan izin usaha bank;

Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana,

produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;

Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:

likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan

modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman

terhadap simpanan dan pencadangan bank; laporan bank yang terkait

dengan kesehatan dan kinerja bank; sistem informasi debitur;

pengujian kredit (credit testing); dan standar akuntansi bank;

Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank,

meliputi: manajemen risiko; tata kelola bank; prinsip mengenal

nasabah dan anti-pencucian uang; dan pencegahan pembiayaan

terorisme dan kejahatan perbankan; serta pemeriksaan bank.

b. Terkait Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank)

meliputi:

Menetapkan peraturan dan keputusan OJK;

49

Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;

Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;

Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis

terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;

Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola

statuter pada lembaga jasa keuangan;

Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola,

memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban;

Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa

keuangan.

c. Terkait pengawasan lembaga jasa keuangan (bank dan non-bank) meliputi:

Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan

jasa keuangan;

Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh

Kepala Eksekutif;

Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan

konsumen dan tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku,

dan atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud

dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;

Memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan dan atau

pihak tertentu;

50

Melakukan penunjukan pengelola statuter;

Menetapkan penggunaan pengelola statuter;

Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan

pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa

keuangan;

Memberikan dan atau mencabut: izin usaha, izin orang perseorangan,

efektifnya pernyataan pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan

melakukan kegiatan usaha, pengesahan, persetujuan atau penetapan

pembubaran dan penetapan lain.

2. Struktur Organisasi OJK

Struktur organisasi OJK terdiri atas:

1) Dewan Komisioner OJK

2) Pelaksana Kegiatan Operasional

Struktur Dewan Komisioner terdiri atas:

Jabatan Nama

Ketua Muliaman D. Hadad

Wakil ketua / Ketua Komite Etik Rahmat Waluyanto

Kepala Eksekutif Pengawas

Perbankan

Nelson Tampubolon

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar

Modal

Nurhaida

51

Kepala Eksekutif Pengawas IKNB Firdaus Djaelani

Ketua Dewan Audit Ilya Avianti

Anggota yang membidangi

Edukasi dan Perlindungan

Konsumen

Kusumaningtuti SS

Anggota Ex-officio dari Bank

Indonesia

Halim Alamsyah

Anggota Ex-officio dari

Kementerian Keuangan

Anny Ratnawaty

Sumber : Otoritas Jasa Keuangan

Gambar 4.1 struktur anggota dewan komisioner

Struktur Anggota Pelaksana Kegiatan Operasional:

1. Ketua Dewan Komisioner memimpin bidang Manajemen Strategis I;

2. Wakil Ketua Dewan Komisioner memimpin bidang Manajemen

Strategis II;

3. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan memimpin bidang Pengawasan

Sektor Perbankan;

4. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal memimpin bidang

Pengawasan Sektor Pasar Modal;

5. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga

Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya memimpin bidang

Pengawasan Sektor IKNB;

52

6. Ketua Dewan Audit memimpin bidang Audit Internal dan Manajemen

Risiko; dan

7. Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan

Konsumen memimpin bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen.

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan

Gambar 4.2. Struktur Organisasi Otoritas Jasa Keuangan

B. POJK pada Sekuritas

Pada semester satu tahun 2016, OJK sudah menerbitkan 8 aturan di

bidang pasar modal yang terdiri dari lima POJK, dua SEOJK, dan 1 SE

Dewan Komisioner. Lima POJK tersebut antara lain: 1) POJK No.

19/POJK.04/2016 tentang Pedoman bagi Manajer Investasi dan Bank

Kustodian yang melakukan pengelolaan DIRE Kontrak Investasi Kolektif, 2)

POJK No. 20/POJK.04/2016 tentang Perizinan Perusahaan Efek yang

53

melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara

Pedagang Efek, 3) POJK No.21/POJK.04/2016 tentang Pendaftaran Penilai

Pemerintah untuk Tujuan Revaluasi Aset bagi Badan Usaha Milik Negara atau

Badan Usaha Milik Daerah yang melakukan penawaran umum di pasar modal,

4) POJK No. 22/POJK.04/2016 tentang Segmentasi Wakil Perantara

Perdagangan Efek, dan 5) POJK No. 23/POJK.04/2016 tentang Reksa Dana

berbentuk Kontrak Investasi Kolektif.43

Sedangkan dua SEOJK antara lain SEOJK No. 16/SEOJK.04/2016

tentang Pengakuan terhadap Asosiasi Wakil Manajer Investasi dan SEOJK

No.17/SEOJK.04/2016 tentang Pengakuan terhadap Asosiasi Wakil Penjamin

Emisi Efek dan Wakil Perantara Perdagangan Efek. Satu SE Dewan

Komisioner yaitu SEDK No. 1/SEDK.04/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan

Protokol Manajemen Krisis Bidang Pengawasan Sektor Pasar Modal.

C. Efek Beragun Aset Konvensional

1. Prosedur pembelian EBA

Cara pembelian EBA sama saja dengan cara pembelian saham yakni

pertama harus punya rekening dana nasabah (RDN) / rekening investasi di

perusahaan sekuritas. Kemudian selanjutnya memesan EBA lewat broker di

perusahaan sekuritas tersebut. Selanjutnya broker yang akan mencarikan EBA

tersebut.

43

http://www.ojk.go.id/id/kanal/pasar-modal/regulasi/peraturan-ojk/Default.aspx diakses

2 Oktober 2016, pukul114.00 wib

54

Harga jual dan harga beli EBA dinilai atau divaluasi oleh lembaga

penilaian harga efek di Indonesia yakni Indonesia Bond Pricing Agency

(IBPA). Untuk data terakhir EBA yang di terbitkan yaitu KIK-DBTN05 harga

satuannya ditentukan sebesar Rp 5.000.000,00-

Perdagangan EBA dilakukan di pasar primer yakni untuk investor-

investor strategis /investor-investor institusi. Perdagangannya juga dilakukan

di pasar sekunder yakni yang tercatat di Bursa Efek Indonesia dan

diperdagangkan oleh sekuritas. bentuk dari EBA tersebut berupa Sertifikat

Jumbo yang disimpan oleh Bank Kustodian. Sedangkan yang diperdagangkan

berbentuk Scripless. Karena diperdagangkan oleh sekuritas, jika sekuritas

tersebut memiliki sistem online trading maka aplikasinya akan berbeda-beda

tiap sekuritas jika sekuritasnya tidak ada sistem online trading maka

pembelian dilakukan by phone. Berikut contoh aplikasi online trading milik

PT. Indopremier securities.

Sumber : aplikasi indopremier online trading

Gambar 4.3 Aplikasi Indopremier Securities

55

Selanjutnya klik pada pilihan tool kemudian klik message

Selanjutnya tulis pesan untuk pembelian EBA dan akan ditindaklanjuti

oleh pihak sekuritas.

2. Kriteria Underlying Asset EBA

Dari data terakhir penerbitan EBA konvensional yakni KIK-DBTN05

didalam prospektusnya terdapat kriteia-kriteria aset yang bisa dijadikan

underlying asset dari penerbitan EBA. aset yang dijadikan jaminan berupa

tagihan-tagihan KPR.

Kriteria pemilihan KPR untuk portofolio KIK-DBTN05 adalah

sebagai berikut44

:

1) Tiap Debitur Perjanjian KPR harus warga negara Indonesia (untuk

menghindari keraguan, tidak termasuk suatu perusahaan, yayasan,

44

Prospektus penawaran umum efek beragun aset DANAREKSA KIK-DBTN05 – KPR Kelas A

(EBA Kelas A)

56

persekutuan atau badan hukum lain, selain orang alamiah) dan adalah

penduduk di Indonesia terbukti dengan Kartu Tanda Penduduk, serta

secara fisik tinggal di Indonesia.

2) Tiap Debitur tidak telah dilepaskan dari kewajibannya berdasarkan

Perjanjian KPR selain dari pembayaran penuh pada saat jatuh tempo

pembayaran jumlah pokok dan kewajiban bunganya.

3) Tiap Properti Dibiayai berada dalam wilayah Republik Indonesia, dan

merupakan perumahan pribadi yang dimiliki Debitur dan dihuni atau

dalam kondisi terpelihara.

4) Tiap Properti Dibiayai dibuktikan dengan suatu sertifikat hak atas tanah

yang sah.

5) Tiap Properti Dibiayai telah dijamin dengan suatu Hak Tanggungan untuk

manfaat Kreditur Awal yang dibuktikan dengan suatu sertifikat HT yang

sah, atau alternatifnya, SKMHT yang sah yang diberikan oleh Debitur

untuk memungkinkan pemasangan HT atas Properti Dibiayai. Properti

Dibiayai tidak dibebani jaminan lainnya.

6) Asli Sertifikat-sertifikat hak atas tanah dan HT berada dalam penguasaan

Kreditur Awal.

7) Properti Dibiayai berupa tanah dan rumah dalam kondisi telah dibangun

8) Tiap Properti Dibiayai dijamin dengan asuransi kebakaran dengan nilai

pertanggungan minimum yang sama dengan hasil penilaian bangunan dari

Properti Dibiayai bersangkutan pada saat pembelian KPR, dan masing-

57

masing Debitur telah dijamin dengan asuransi jiwa dengan nilai

pertanggungan minimum sama dengan nilai kredit semula yang diberikan.

9) Tiap Perjanjian KPR diadakan Kreditur Awal sesuai dengan semua

kebijakan, praktek, prosedur, dan persyaratan lain yang berlaku untuk

usaha KPR dari Krediur Awal.

10) Properti Dibiayai harus dimiliki Debitur. Bila Properti Dibiayai dimiliki

oleh lebih dari satu orang, maka orang tersebut harus terdaftar bersama

dengan Debitur sebagai pemilik bersama atas Properti Dibiayai dan

menjadi debitur bersama dibawah perjanjian Kredit dan Akta Pemberian

Hak Tanggungan. Bila Debitur menikah dan oleh karenanya suami istri

bersama-sama memiliki Properti Dibiayai, Debitur harus telah

memperoleh persetujuan tertulis dari suami /istrinya untuk membeli

Properti Dibiayai, untuk mengikatkan diri dalam Perjanjian KPR, dan

untuk menjaminkan Properti Dibiayai dengan HT.

11) Tiap Perjanjian KPR harus bebas dan bersih dari janji untuk tidak

dijaminkan, dan lain-lain pengaturan jaminan, atau ketentuan /pengaturan

cross default pada Tanggal Cut-off Pertama dan tanggal Cut-off Final.

12) Semua dokumentasi hukum dan arsip/berkas kredit yang berkaitan dengan

tiap perjanjian KPR, termasuk dokumen jaminan HT dan Ijin Mendirikan

Bangunan atau Ijin lain yang setara yang dikeluarkan oleh pemerintah

setempat, tersedia. Semua dokumen hukum mengenai tiap perjanjian KPR

dan HT harus tetap berlaku dan efektif, dan merupakan kewajiban yang

sah, berlaku dan mengikat terhadap para Debitur, dan tidak melanggar atau

58

bertentangan dengan hukum Indonesia pada Tanggal Cut off pertama dan

Tanggal Cut off Final, dan tidak melanggar atau bertentangan dengan

hukum dan peraturan Indonesia yang berlaku.

13) Perjanjian KPR yang relevan menentukan bahwa hanya dengan pelunasan

penuh atas jumlah-jumlah yang wajib dibayar berdasarkan Perjanjian

KPR, hubungan kreditur-kreditur dan pernyataan jaminan antara Kreditur

Awal dan Debitur terkait berakhir.

14) Tidak ada Debitur yang telah mengikatkan diri lebih dari satu perjanjian

KPR dengan Kreditur Awal.

15) Tiap Perjanjian KPR adalah untuk pembelian1 (satu) Properti Dibiayai.

16) Sehubungan dengan perjanjian KPR, penaggungan (bila ada), dan polis

asuransi, tidak ada proses hukum, tindakan atau penyelidikan yang

berlangsung atau, sepengetahuan Kreditur Awal setelah mengadakan

penelusuran /penyelidikan, ancaman terhadap Debitur terkait dimuka

pengadilan, atau institusi pemerintahan.

17) Untuk tiap Perjanjian KPR, jumlah yang wajib dibayar oleh tiap Debitur

harus hanya dalam denominasi mata uang rupiah dan wajib dibayar

berdasarkan jumlah pembayaran cicilan bulanan yang sama, yang terdiri

atas pokok dan bunga yang berlaku sampai dengan jatuh tempo Perjanjian

KPR.

18) Tiap Perjanjian KPR harus berasal dari dan berdasarkan suatu Perjanjian

KPR dan perjanjian terkait lainnya dimana Debitur menjadi pihak, dan

harus ditandatangani dan dilengkapi dengan benar oleh Debitur dan tidak

59

berisi pernyataan dan jaminan atau pernyataan lainnya yang tidak akurat

yang dibuat oleh Debitur. Perjanjian KPR dalam semua hal material harus

sama dengan standar dokumen yang digunakan oleh Kreditur Awal.

19) Kredit perumahan dibuat menurut Perjanjian KPR antara Kreditur Awal

dan Debitur berdasarkan mana Kreditur Awal telah membayar harga beli

(bersama dengan pembayaran dimuka yang dilakukan secara pribadi oleh

Debitur yang merupakan harga beli penuh) atas Properti Dibiayai atas

nama Debitur menurut perjanjian jual beli yang dilakukan antara Debitur

sebagai pembeli dan penjual properti.

20) Tiap Perjanjian KPR harus berasal dari satu cabang Kreditur Awal yang

berlokasi di Bekasi, Bandung, Makasar, Batam, Pekanbaru, Cilegon,

Bogor, Semarang, Solo, Depok, Pekalongan, Cirebon, Denpasar, Malang,

Purwokerto, Ciputat, Jakarta, Kuningan, Mataram, Bangkalan, Surabaya,

Samarinda, Jambi, Jakarta Harmoni, Jember, Tasikmalaya, Gresik,

Palangkaraya, Balikpapan, Palu, Madiun, Bengkulu, Yogyakarta, Padang,

Kendari, Cimahi, Cikarang, Tanjungpinang, Cibubur, Pangkal Pinang,

Kebon Jeruk, Bumi Serpong Damai, Kelapa Gading Square, Harapan

Indah, Surabaya Bukit Darmo, Kediri dan Karawaci.

21) Tiap Perjanjian KPR, pada saat pembuatan mempunyai jumlah pokok

maksimum yang tidak lebih dari Rp 500 Juta.

22) Tiap Perjanjian KPR tidak boleh mempunyai tunggakan pembayaran yang

melebihi 30 hari dari tanggal jatuh tempo terakhir pada Tanggal Cut off

60

pertama dan Tanggal Cut off Final dan belum pernah direstrukturisasi atau

dijadwal ulang.

23) Semua Perjanjian KPR yang ditagih melalui mekanisme penagihan

kolektif, terakhir pada Tanggal Cut off pertama dan Tanggal Cut off Final

mempunyai Perjanjian Penagihan yang sah dan ditandatangani secara

semestinya antara Kreditur Awal dan istitusi terkait yang melakukan

penagihan secara kolektif tersebut.

24) Tiap Perjanjian KPR harus telah dibukukan dalam buku Kreditur Awal

minimal 18 bulan.

25) Tiap Perjanjian KPR harus mempunyai original loan to value (OLTV)

tidak lebih dari 90%.

26) Tiap Perjanjian KPR mempunyai ukuran pinjaman terhutang yang tidak

kurang dari Rp. 10 Juta sejak Tanggal Cut off pertama dan Tanggal Cut off

Final dan mempunyai suku bunga tetap yang dapat disesuaikan yang tidak

kurang dari 12,50% per tahun pada Tanggal Cut off Final.

27) Jangka waktu pinjaman semula sampai dengan jatuh tempo (original term

to maturity atau OTM) dari tiap Perjanjian KPR tidak lebih dari 15 (lima

belas) tahun.

28) Pada Tanggal Cut off pertama dan Tanggal Cut off Final, jangka waktu

pinjaman yang tersisa sampai dengan jatuh tempo (remaining term to

maturity atau RTM) dari tiap Perjanjian KPR tidak kurang dari 12 bulan

dan tidak lebih dari 120 bulan.

61

29) Tiap Debitur Perjanjian KPR tidak boleh ada wanprestasi atas pembayaran

sebelumnya kepada Kreditur Awal untuk tipe pembiayaan apapun dan

/atau dinyatakan pailit.

30) Tiap Debitur Perjnjian KPR tidak boleh berumur kurang dari 25 tahun dan

tidak berumur lebih dari 55 tahun pada tanggal dibuatnya masing-masing

Perjanjian KPR.

31) Tiap Properti Dibiayai wajib telah dilakukan penilaian oleh perusahaan

penilai independen atau Kreditur Awal pada tanggal pembuatan/pengadaan

masing-masing pinjaman.

32) Tiap Perjanjian KPR mempunyai tanggal jatuh tempo terjadwal yang tidak

lebih dari 18 bulan sebelum Tanggal Jatuh Tempo Final.

3. Perkembangan EBA

Dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2016 total produk EBA yang

pernah diterbitkan ada 7 (tujuh), Berikut adalah data produk EBA yang

pernah diterbitkan oleh Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset PT.

Danareksa Investment Management dengan PT. Bank Tabungan Negara

(Persero)Tbk.

EBA Manajer

Investasi

Bank Kustodi

an

Kreditur Awal

Penyedia Jasa

Tanggal

Efektif

Underlying

Asset

Nilai Sekuritisasi

Dominasi

Credit Enhanc

er

TanggalJatuh

Tempo Final

62

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan

Danareksa SMF-I-KPR BTN

PT. Danareksa Investment Management

PT. Bank Rakyat Indonesia (persero), Tbk.

PT. Bank Tabungan Negara (persero),Tbk.

PT. Bank Tabungan Negara (persero),Tbk

26 Januari 2009

Tagihan KPR PT. Bank Tabungan Negara (persero)

111.111.108.501,00

IDR PT. Sarana Multgriya Finansial (persero)

10 Maret 2018

Danareksa SMF-II-KPR BTN

PT. Danareksa Investment Management

PT. Bank Rakyat Indonesia (persero), Tbk.

PT. Bank Tabungan Negara (persero),Tbk.

PT. Bank Tabungan Negara (persero),Tbk.

30 Oktober 2009

Tagihan KPR PT. Bank Tabungan Negara (persero)

391.305.329.159,00

IDR PT. Sarana Multgriya Finansial (persero

10 Desember 2019

Danareksa BTN 01-KPR

PT. Danareksa Investment Management

PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk.

PT. Bank Tabungan Negara (persero),Tbk.

PT. Bank Tabungan Negara (persero),Tbk.

23 Desember 2010

Tagihan KPR PT. Bank Tabungan Negara (persero)

750.000.230.716,80

IDR PT. Sarana Multgriya Finansial (persero

27 September 2019

Danareksa BTN 02-KPR

PT. Danareksa Investment Management

PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk.

PT. Bank Tabungan Negara (persero),Tbk.

PT. Bank Tabungan Negara (persero),Tbk.

03 November 2011

Tagihan KPR PT. Bank Tabungan Negara (persero)

703.450.414.156,00

IDR PT. Sarana Multgriya Finansial (persero

27 Februari 2021

Danareksa BTN 03-KPR

PT. Danareksa Investment Management

PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk.

PT. Bank Tabungan Negara (persero),Tbk.

PT. Bank Tabungan Negara (persero),Tbk.

05 Desember 2012

Tagihan KPR PT. Bank Tabungan Negara (persero)

1.000.000.005.977,00

IDR PT. Sarana Multgriya Finansial (persero

7 Januari 2023

Danareksa BTN 04-KPR

PT. Danareksa Investment Management

PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk.

PT. Bank Tabungan Negara (persero),Tbk.

PT. Bank Tabungan Negara (persero),Tbk.

17 Desember 2013

Tagihan KPR PT. Bank Tabungan Negara (persero)

1.000.000.005.941,00

IDR PT. Sarana Multgriya Finansial (persero

26 Februari 2022

Danareksa BTN 05-KPR

PT. Danareksa Investment Management

PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk.

PT. Bank Tabungan Negara (persero),Tbk.

PT. Bank Tabungan Negara (persero),Tbk.

26 November 2014

Tagihan KPR PT. Bank Tabungan Negara (persero)

1.500.000.001.615,00

IDR PT. Sarana Multgriya Finansial (persero

7 September 2025

63

Gambar 4.4 Data produk EBA.

Dari data di atas dapat dilihat bahwa jumlah nilai sekuritisasi aset terus

meningkat dari waktu ke waktu. Tahun 2009 nilai sekuritisasi aset pertama

kali diterbitkan senilai Rp 111.111.108.501,00 kemudian terbitan kedua

meningkat nilainya hampir tiga kali lipat menjadi Rp 391.305.329.159,00

dan sampai terbitan ke tujuh nilai nya semakin tinggi yakni Rp

1.500.000.001.615,00 produk EBA tersebut diterbitkan oleh Bank BTN

bekerjasama dengan Danareksa Investment Management sebagai Manajer

Investasinya dengan KPR BTN sebagai underlying asset nya.

D. Efek Beragun Aset Syariah

Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan pihak Otoritas Jasa

Keuangan Divisi Pengawas Pasar Modal Syariah yang diwakili oleh bapak

Primandanu, beliau menyatakan bahwa dibuatnya peraturan POJK tentang

EBA Syariah adalah dilatarbelakangi untuk penyempurnaan peraturan

sebelumnya yang dibuat Bapepam LK, guna membuat regulasi yang

menunjang untuk perkembangan produk-produk investasi syariah di pasar

modal syariah

POJK No.20/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan

KIK-EBA Syariah merupakan salah satu penyempurnaan dari Peraturan

Bapepam LK No. IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah. Secara

keseluruhan, POJK yang merupakan hasil penyempurnaan dari Peraturan

Bapepam LK No. IX.A.13 mencakup:

64

a. POJK No. 15/POJK.04/2015 tentang Penerapan Prinsip Syariah di Pasar

Modal

b. POJK No. 17/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek

Syariah berupa Saham oleh Emiten Syariah atau Perusahaan Publik

Syariah

c. POJK No. 18/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan Sukuk

d. POJK No. 19/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan Reksa

Dana Syariah

e. POJK No. 20/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan KIK-

EBA Syariah

Secara umum, penyempurnaan Peraturan Bapepam LK No. IX.A.13

dilakukan agar dapat memberikan infrastruktur yang memfasilitasi

perkembangan pasar modal syariah pada pada umumnya dan perkembangan

produk investasi syariah pada khususnya. Hal ini mengingat arah

perkembangan pasar modal syariah juga perlu didukung oleh penyediaan

regulasi yang mendukung perkembangan efek syariah sesuai karakteristiknya.

Pokok penyempurnaan yang ada di POJK No. 20/POJK.04/2015 tentang

Penerbitan dan Persyaratan KIK-EBA Syariah antara lain meliputi:

a) Jenis aset yang mendasari (underlying asset);

b) Pernyataan atas akad;

c) Cara pengelolaan; dan

d) Fungsi DPS

65

E. Perkembangan Efek Beragun Aset Syariah pasca diterbitkannya POJK

Nomor 20/pojk.40/2015

Sampai saat ini, belum ada penerbitan EBA Syariah sejak

dikeluarkannya POJK terkait EBA Syariah. Namun demikian, terdapat minat

dari pelaku industri untuk menerbitkan EBA Syariah berbentuk Surat

Partisipasi (EBA SP Syariah)

Beberapa tantangan yang dihadapi dalam penerbitan EBA Syariah

antara lain:

a. Aset bank syariah masih relatif kecil

b. Aturan OJK di sektor perbankan (d/h Peraturan Bank Indonesia/PBI),

yaitu PBI No. 14/26/PBI/2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan

Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank masih membatasi bank melakukan

sekuritisasi. Hanya bank yang masuk Bank Umum berdasarkan Kegiatan

Usaha (BUKU) 3 dan 4 yang bisa melakukan sekuritisasi. Saat ini,

sebagian besar Bank Umum Syariah (BUS) masih masuk klasifikasi

BUKU 1 dan BUKU 2.

c. Aset keuangan pada bank syariah tidak seluruhnya dapat disekuritisasi.

Aset keuangan yang dapat disekuritisasi hanya aset keuangan yang aset

riilnya masih dimiliki oleh bank syariah. Contohnya, piutang yang

menggunakan akad MMQ dan IMBT.

d. Perbankan syariah belum memiliki standar penyusunan akad atau kontrak

pembiayaan antara perbankan syariah dengan nasabah. Akibatnya,

beberapa bank syariah sulit melakukan pooling aset secara bersama

66

dimana aset tersebut akan digunakan sebagai underlying dalam penerbitan

EBA Syariah.

Beberapa upaya yang dilakukan OJK dalam mengembangkan EBA

syariah antara lain:

a. Mempersiapkan infrastruktur regulasi berupa penerbitan POJK No.

20/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan KIK-EBA Syariah.

b. Mendorong penyempurnaan peraturan di bidang perbankan terkait kategori

bank yang dapat melakukan sekuritisasi aset.

c. Mendorong perbankan syariah untuk melakukan penerbitan EBA Syariah

dengan underlying assets yang berasal dari kumpulan piutang-piutang

beberapa bank syariah.

d. Melakukan sosialisasi dan koordinasi dengan pelaku pasar untuk lebih

mendorong pelaku menerbitkan EBA Syariah.

EBA Syariah sangat berperan penting dalam pembangunan infrastruktur

khususnya infrastruktur perumahan. Prospek EBA Syariah di Indonesia

sangat baik. Hal ini dikarenakan kebutuhan perumahan di Indonesia masih

sangat tnggi. Kebijakan terkait pembangunan satu juta rumah dapat dijadikan

peluang untuk menerbitkan EBA Syariah. Hal ini melihat kepada rasio

Financing to Deposit Ratio (FDR) bank syariah yang sudah sangat tinggi.

Sampai dengan bulan juli 2016, data Statistik Perbankan Syariah

menyebutkan bahwa FDR perbankan syariah (Bank Umum Syariah dan Unit

67

Usaha Syariah) mencapai 98,69%. Oleh karena itu perbankan syariah

membutuhkan likuiditas guna mendukung program tersebut. Salah satu

alternatif memperoleh likuiditas adalah dengan melakukan sekuritisasi aset

portofolio pembiayaan ke dalam bentuk penerbitan EBA Syariah.

F. Perbandingan Regulasi EBA Konvensional dengan EBA Syariah

Regulasi yang menjadi dasar hukum dari instrumen investasi efek

beragun aset konvensional yakni peraturan Bapepam LK no IX.K.1 tentang

pedoman kontrak investasi kolektif efek beragun aset. poin-poin yang ada

didalmnya mengatur ketentuan tentang aset yang membentuk portofolionya,

hal-hal tentang pengalihan aset antara kreditur awal dengan kontrak investasi

kolektif efek beragun aset, kewajiban pemegang efek beragun aset, kewajiban

kontrak investasi kolektif. Dan apabila efek beragun aset nya akan di

terbitkan melalui penawaran umum Bapepam Mengeluarkan peraturan

Bapepam No IX.C.9 tentang pernyataan pendaftaran dalam rangka penawaran

umum efek beragun aset yang didalamnya disertakan formulir IX.C.9-2

tentang pernyataan pendaftaran.

Sedangkan regulasi yang mengatur ketentuan tentang penerbitan efek

beragun aset syariah yakni POJK No 20/pojk.04/2015 tentang penerbitan dan

persyaratan efek beragun aset syariah. Secara umum dapat dilihat bahwa

regulasi yang mengatur EBA konvensional tidak berbeda jauh dengan EBA

syariah secara konsep tetap sama poin-poin yang diatur yakni tentang aset

68

yang menjadi portofolio, kewajiban pemegang efek beragun aset, kewajiban

kontrak investasi kolektif. Hanya saja dalam regulasi EBA Syariah setiap

pihak yang melakukan penerbitan efek beragun aset syariah diwajibkan untuk

memenuhi ketentuan prinsip syariah di pasar modal. Selain itu pihak yang

terlibat dalam penerbitan Efek Beragun Aset Syariah dalam rangka

mengawasi dan mengevaluasi juga diwajibkan adanya Dewan Pengawas

Syariah.

Dari segi teknisnya perbedaannya terletak pada underlying asset yang

mendasari penerbitan EBA itu sendiri. Pada EBA konvensional segala macam

tagihan aset keuangan bisa dijadikan underlying asset. Yang penting

memenuhi kriteria untuk underlying asset. Pada EBA Syariah underlying

asset harus yang memenuhi prinsip syariah. Tagihan piutang yang berupa

bunga tidak diperbolehkan. Dan dari segi pihak yang terlibat di dalam EBA

Syariah di wajibkan adanya Dewan Pengawas Syariah atau adanya Tim Ahli

Syariah sebagai pengawasan agar dalam perjalanannya produk EBA Syariah

ini tidak keluar dari koridor syariah. Berikut ini tabel yang menunjukan poin-

poin perbedaannya:

Regulasi EBA Konvensional dalam

Bapepam LK no IX.K.1 tentang

pedoman kontrak investasi kolektif

efek beragun aset

Regulasi EBA Syariah dalam POJK No

20/pojk.04/2015 tentang penerbitan dan

persyaratan efek beragun aset syariah

Definisi : Kontrak Investasi Kolektif Definisi : Kontrak Investasi Kolektif

69

Efek Beragun Aset (KIK-EBA) adalah

kontrak antara Manajer Investasi dan

Bank Kustodian yang mengikat

pemegang Efek Beragun Aset dimana

Manajer Investasi diberi wewenang

untuk mengelola portofolio investasi

kolektif dan Bank Kustodian diberi

wewenang untuk melaksanakan

penitipan kolektif.

Efek Beragun Aset Syariah adalah

kontrak antara Manajer Investasi dan

Bank Kustodian yang mengikat

pemegang Efek Beragun Aset Syariah

dimana Manajer Investasi diberi

wewenang untuk mengelola portofolio

investasi kolektif dan Bank Kustodian

diberi wewenang untuk melaksanakan

penitipan kolektif, yang pelaksanaannya

tidak bertentangan dengan prinsip

syariah di Pasar Modal.

Aset yang membentuk portofolio: Aset

keuangan berupa tagihan yang timbul

dari surat berharga komesial, tagihan

kartu kredit, tagihan dikemudian hari

(future receivables), pemberia kredit

termasuk kredit pemilikan rumah atau

apartemen, efek bersifat hutang yang

dijamin oleh pemerintah, sarana

peningkatan kredit (credit

enhacement)/arus kas (cash flow), serta

aset keuangan setara dan aset keuangan

lain yang berkaitan dengan aset

Aset yang membentuk portofolio: Aset

keuangan berupa piutang, pembiayaan

atau aset keuangan lainnya, yang akad,

dan cara pengelolaannya tidak

bertentangan dengan prinsip Syariah di

Pasar Modal

70

keuangan tersebut.

- Adanya Dewan Syariah Nasional yang

bertanggung jawab memberikan nasihat

dan saran serta mengawasi pemenuhan

prinsip syariah

- Adanya Efek Beragun Aset Syariah

berbentuk Surat Partisipasi (EBA-SP)

- Adanya Tim Ahli yang bertanggung

jawab terhadap kesesuaian syariah atas

produk atau jasa syariah di Pasar Modal

Syariah di Pasar Modal

- Adanya prinsip syariah di Pasar Modal

yakni prinsip hukum Islam dalam

kegiatan Syariah di Pasar Modal.

Setiap Kontrak Investasi Kolektif Efek

Beragun Aset wajib diberi nama dan

nama tersebut harus sama dengan nama

Manajer Investasi, didahului dengan

kata “KONTRAK INVESTASI

KOLEKTIF EFEK BERAGUN ASET”

dan nomor yang diberikan oleh

Manajer Investasi

Kontrak Investasi Kolektif Efek

Beragun Aset Syariah wajib memuat

ketentuan paling sedikit:

a. Kata “Syariah” pada nama Efek

Beragun Aset yang diterbitkan

b. Pernyataan bahwa:

1. Manajer Investasi dan Bank

Kustodian merupakan wakil

(wakiliin) yang bertindak

71

untuk kepentingan para

pemegang efek bergaun aset

syariah sebagai pihak yang

diwakili (muwakil).

2. Aset yang menjadi portofolio

Efek Beragun Aset Syariah

tidak bertentangan dengan

prinsip syariah di pasar

modal

Tabel 4.5 perbandingan regulasi EBA Konvensional dengan EBA Syariah

G. Interpretasi hasil penelitian

Menurut wawancara yang dilakukan dengan bapak Bramantia

Nugraha Assistant Vice President dari PT. DANAREKSA INVESTMENT

MANAGEMENT, menurut beliau regulasi yang ada di Indonesia sudah

cukup baik untuk perkembangan Instrumen Investasi EBA, namun memang

selama ini Instrumen Investasi EBA hanya menjadi peluang investasi bagi

para investor besar saja karena nilai transaksinya yang memang cukup besar.

Oleh karena itu pasar instrumen investasi EBA jika dibandingkan dengan

pasar saham tidak selikuid pasar saham.

Untuk perkembangannya kedepan akan dibutuhkan investasi pada

Sumber Daya Manusia dan juga Sistem Informasi, mengingat instrumen EBA

ini masih perlu dipelajari lebih lanjut karena untuk penerbitannya

72

membutuhkan SDM yang handal dalam bidangnya dan juga sistem informasi

dan pencatatan perusahaan baik itu untuk perpajakan maupun pelaporan

akuntansinya.

Di luar negeri produk Efek Beragun Aset ini sangat dikenal

dimasyarakat investornya seperti Amerika, Perancis dan Cina. namun sampai

saat ini produk Efek Beragun Aset ini masih kurang popular di Indonesia.

Salah satu penyebabnya dikarenakan investor-investor EBA ini masih

tergolong investor besar, investor strategis atau investor institusi. Dengan

nilai transaksi minimal Rp 700 milliar. Dan juga dari sistem pencatatan

akuntansinya masih menyulitkan perusahaan karena adanya amortisasi tiap

tiga bulan waktu pencatatan dan nilainya selalu berubah-ubah, adanya resiko

reinvestment risk serta faktor kebutuhan yang masih belum dirasakan oleh

perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk segera menerbitkan EBA kecuali

BTN yang memang kebutuhannya sudah mendesak untuk dilakukan

sekuritisasi. padahal EBA ini dalam hal pendanaan memiliki kelebihan

dibandingkan intrumen serupa seperti Obligasi. Kelebihannya EBA ini

meningkatkan likuiditas karena mengubah piutang menjadi cash, dan

kalaupun Debitur mengalami gagal bayar masih ada aset yang bisa dijual.

Dan biasanya seiring berjalannya waktu hutang Debitur semakin sedikit harga

aset semakin bertambah. Kemudian dengan Instrumen EBA perusahaan tidak

harus menambah rasio hutangnya seperti halnya Obligasi. Sehingga Debt to

Equity Ratio (DER) tetap terjaga. Dengan kata lain tidak akan memperburuk

laporan keuangan.

73

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dibahas dan dijabarkan, maka penulis dapat

mengambil kesimpulan dari skripsi ini:

1. Perkembangan EBA cukup baik dilihat dari nilai sekuritisasinya yang

semakin meningkat tiap penerbitannya, regulasi yang ada saat ini sudah

cukup untuk mengembangkan intrumen EBA. dilihat dari keuntungan dan

resiko instrument EBA ini lebih menarik dari pada Obligasi karena ada

jaminan berupa aset yang jika terjadi gagal bayarpun masih ada aset yang bisa

dilikuidasi. dari sisi Manajer Investasi terus mengupayakan untuk

mengembangkan intrumen ini, namun dari sisi Originator masih belum

banyak perusahaan yang mengimplementasikan instrumen EBA ini untuk

menambah lukiditas dikarenakan kebutuhan perusahaan yang berbeda-beda

2. Rumusan latarbelakang dibuatnya POJK tentang EBA Syariah (POJK

No.20/POJK.04/2015) adalah untuk penyempurnaan peraturan sebelumnya.

dimana pada peraturan lama (Peraturan Bapepam LK No. IX.A.13) peraturan

penerbitan dan persyaratan EBA syariah tergabung bersama efek syariah lain

seperti reksadana syariah, obligasi syariah dll. Di dalam peraturan penerbitan

dan persyaratan efek syariah, sehingga tidak fleksibel untuk terjadi

perubahan. Sedangkan saat ini OJK merubah peraturan penerbitan dan

persyaratan efek syariah tersebut menjadi terpisah-pisah. penyempurnaan

Peraturan Bapepam LK No. IX.A.13 dilakukan agar dapat memberikan

73

74

infrastruktur yang memfasilitasi perkembangan pasar modal syariah pada

pada umumnya dan perkembangan produk investasi syariah pada khususnya.

Perkembangan instrumen investasi efek beragun aset syariah sampai

saat ini pasca dikeluarkannya POJK No.20/POJK.04/2015 tentang Penerbitan

dan Persyaratan EBA Syariah masih belum seperti yang diharapkan, belum

ada institusi yang menerbitkan EBA Syariah,namun demikian terdapat minat

dari pelaku industri untuk menerbitkan EBA Syariah berbentuk Surat

Partisipasi (EBA SP Syariah) yakni dari PT. Sarana Multigriya Finansial

(SMF) dan Bank BTN Syariah. Masih belum adanya institusi yang

menerbitkan EBA Syariah dikarenakan masih terdapatnya beberapa kendala

seperti aset bank syariah yang masih relatif kecil, dan juga peraturan

membolehkan bank untuk menerbitkan EBA Syariah hanya bagi bank yang

masuk kategori Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) 3 dan 4, sedangkan

mayoritas perbankan syariah masih kategori BUKU 1 dan 2. Namun OJK

masih berupaya untuk mendorong perkembangan EBA Syariah dengan

Mendorong penyempurnaan peraturan di bidang perbankan terkait kategori

bank yang dapat melakukan sekuritisasi aset, Mendorong perbankan syariah

untuk melakukan penerbitan EBA Syariah dengan underlying assets yang

berasal dari kumpulan piutang-piutang beberapa bank syariah, serta

melakukan sosialisasi dan koordinasi dengan pelaku pasar untuk lebih

mendorong pelaku menerbitkan EBA Syariah.

3. Secara umum dapat dilihat bahwa regulasi yang mengatur EBA konvensional

tidak berbeda jauh dengan EBA syariah secara konsep tetap sama poin-poin

75

yang diatur yakni tentang aset yang menjadi portofolio, kewajiban pemegang

efek beragun aset, kewajiban kontrak investasi kolektif. Hanya saja dalam

regulasi EBA Syariah setiap pihak yang melakukan penerbitan efek beragun

aset syariah diwajibkan untuk memenuhi ketentuan prinsip syariah di pasar

modal. Selain itu pihak yang terlibat dalam penerbitan Efek Beragun Aset

Syariah dalam rangka mengawasi dan mengevaluasi juga diwajibkan adanya

Dewan Pengawas Syariah.

B. Saran

1. Untuk regulator dalam membuat peraturan untuk mendorong berkembangnya

instrumen investasi efek beragun aset syariah agar tidak tumpang tindih,

seperti dimudahkan perbankan syariah dalam penerbitan EBA Syariah,

namun terkendala karena harus BUKU 3 dan 4 sedangkan mayoritas

perbankan syariah BUKU 1 dan 2, regulator harus bisa mensinkronisasikan

peraturan-peraturan tersebut untuk bisa mengembangkan produk investasi

syariah, tentu saja tanpa menghilangkan prinsip kehati-hatian.

2. Untuk mendorong perkembangan EBA Syariah, perlu dipertimbangkan

insentif bagi perbankan syariah apabila akan berperan sebagai originator.

3. Efek Beragun Aset Syariah dapat dimanfaatkan untuk memperoleh dana segar

dalam rangka meningkatkan kapasitas pembiayaan. Saat ini masih belum ada

yang menerbitkan. Ketika nanti sudah ada institusi yang menerbitkan EBA

Syariah bisa dilakukan penelitian lanjutan dengan menganalisa peluang dan

tantangan EBA Syariah dari sudut pandang institusi penerbit.

76

DAFTAR PUSTAKA

Andri soemitra, M,A,“Bank dan Lembaga Keuangan Syariah”,(Jakarta:

Kencana, 2009), h.115.

Ardi Hamzah,”Analisa ekonomi makro,Industri dan Karatkeristik

perusahaan terhadap beta saham syariah”,Jurnal SNA VIII solo (15-16 september

2005): h. 367.

Manan,Abdul, Aspek Hukum dalam Penyelenggaraan Investasi di Pasar

Modal Syariah

Indonesia, Jakarta: kencana, 2009.

Marisa Adiwilaga, chirstian Anderson,” Special Purpose Vechile (SPV)

dalam transaksi aset backed securities/ efek beragun aset (EBA) menurut uu No.8

tahun 1995 tentang pasar moda”l, jurnal hukum bisnis dan investasi vol.3 No.1

November 2011, hal. 29.

Sri Liani Suselo, Shinta R.I. Soekro, R.Aga Nugraha, “Sekuritisasi Aset

lembaga pembiayaan dan pengembangan pasar secondary mortgage facility dalam

rangka pendalaman pasar keuangan Indonesia”. Working Paper Bank Indonesia.

Desember 2013.

Galuh Ratnasari , “Pengembangan sekuritisasi syariah (EBAS) di

Indoneisa”. Jurnal Online, Universitas Negri Surabaya, hal 3

Fatwa DSN-MUI No 40/DSN-MUI/2002 tentang pasar modal dan

pedoman umum penerapan prinsipsyariah di pasar modal.

77

Aziz Budi Setiawan, perkembangan Pasar Modal Syariah, artikel ini

dipublikasi di kolom majalah Hidayatullah, Mei 2005

A.Prasetyantoko. Bencana finansial (stabilitas sebagai barang public).

Jakarta: Kompas, 2008.

Malinda Maya dan Martalena. Pengantar Pasar Modal. Yogyakarta:

ANDI, 2011.

Hadi, Nor. Pasar Modal (Acuan teoritis dan praktis investasi di instrument

keuangan pasar modal). Yogyakarta: Graha ilmu, 2013.

Hendri Tanjung dan Abrista Devi. metode penelitian ekonomi islam.

Jakarta: Gramata Publishing, 2013.

Karim, Adiwarman. Ekonomi Makro Islami. Jakarta: Rajagrafindo

persada, 2012.

Saputra, Bambang, pasar modal syariah indonesia (alternatif instrument

investasi, makasar: ADEI Makasar,2012.

Widjaja, Gunawan dan Yongki Angga, Real Estate Investment Trust Dana

Investasi Real Estate. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008

Isye Lily Amelia, “Sekuritisasi Aset Sebagai Alternatif Strategi Pendanaan

Bank XYZ”. Tesis, Universitas Indoneisa, 2011.

Syafarudin Harahap, “Tinjauan Yuridis Kontrak Investasi Kolektif Efek

Beragun Aset di Bank BTN”. Tesis, Universitas Diponegoro, 2010.

78

Soebowo musa,” Apakah Sekuritisasi =KIK-EBA?”. Jakarta, Kiran, 2008.

Neil A. Doherty, Harris Schlesinger, “Insurance Contracts and

Securitization” ( The Journal of Risk and Insurance, 69 No 1), hal. 45--62.

www.ojk.go.id

79

LAMPIRAN

Lampiran 1

Wawancara dengan Bapak Primandanu,

Perwakilan PT. Otoritas Jasa Keuangan Divisi Pengawasan Pasar Modal

Syariah,

Tempat: Gedung Sumitro Djojohadikusumo, Jalan Lapangan Banteng Timur

No.2-4 Jakarta 10710

Waktu : Rabu, 26 Oktober 2016, pukul 13.00-14.00 WIB.

P: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku regulator membuat peraturan

NOMOR 20/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan KIK-EBA

Syariah. Apa yang melatar belakangi dibuatnya peraturan tersebut?

N: POJK No. 20/POJK/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan KIK-EBA

Syariah merupakan salah satu penyempurnaan dari Peraturan Bapepam LK

No. IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah. Secara keseluruhan, POJK

yang merupakan hasil Penyempurnaan dari peraturan Bapepam LK

No.IX.A.13 mencakup:

a) POJK No. 15/POJK.04/2015 tentang Penerapan Prinsip

Syariah di Pasar Modal

b) OJK No. 17/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan

Efek Syariah berupa Saham oleh Emiten Syariah atau

Perusahaan Publik Syariah

c) POJK No. 18/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan

Persyaratan Sukuk

80

d) POJK No. 19/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan

Persyaratan Reksa Dana Syariah

e) POJK No. 20/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan

Persyaratan KIK-EBA Syariah

Secara umum, penyempurnaan Peraturan Bapepam LK No. IX.A.13

dilakukan agar dapat memberikan infrastruktur yang memfasilitasi

perkembangan pasar modal syariah pada pada umumnya dan

perkembangan produk investasi syariah pada khususnya. Hal ini

mengingat arah perkembangan pasar modal syariah juga perlu didukung

oleh penyediaan regulasi yang mendukung perkembangan efek syariah

sesuai karakteristiknya. Pokok penyempurnaan yang ada di POJK No.

20/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan KIK-EBA Syariah

antara lain meliputi:

a) Jenis aset yang mendasari (underlying asset);

b) Pernyataan atas akad;

c) Cara pengelolaan; dan

d) Fungsi DPS

P: Institusi apa saja yang sudah mendaftar untuk menerbitkan KIK-EBA

Syariah?

N: Penerbitan KIK-EBA Syariah berkaitan dengan beberapa pihak,yaitu

Manajer Investasi (MI), Bank Kustodian (BK), Kreditur Asal (Originator),

Investor, Credit Enhancement, dan penyedia jasa (Servicer), hingga saat

81

ini belum ada penerbitan EBA Syariah di Indonesia. Sejak peraturan EBA

diterbitkan tahun 2007, sudah ada 7 EBA Konvensional yang terbit sampai

saat ini, sebagaimana dapat di lihat dalam lampiran. Dalam hal penerbitan

EBA Syariah, tidak terdapat ketentuan khusus yang harus dipenuhi bagi

pihak-pihak yang telah disebutkan. Ketentuan khusus yang sudah diatur

dalam POJK No. 20/POJK.04/2015 hanya terkait dengan kewajiban MI

memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS). Dalam hal ini, seluruh MI

memiliki kualifikasi untuk menerbitkan EBA Syariah, dengan kewajiban

memiliki DPS. Namun demikian, sampai saat ini, belum ada MI yang

menyampaikan peryataan pendaftaran untuk penerbitan EBA Syariah.

P: Bagaimana sosialisasi dari OJK untuk mengembangkan produk pasar

modal syariah KIK-EBA syariah ini di Indonesia?

N: OJK telah memiliki roadmap Pasar Modal Syariah 2-14-2019. Salah satu

arah pengembangan pasar modal syariah adalah “promosi dan edukasi

Pasar Modal Syariah” . arah pengembangan tersebut dijabarkan dalam

bentuk program kerja yang mencakup:

a. Melakukan promosi pasar modal syariah

b. Melakukan sosialisasi dan edukasi pasar modal syariah kepada

masyarakat

c. Bekerjasama dengan perguruan tinggi dan lembaga terkait

untuk memasukan materi pasar modal syariah dalam

kurikulum pendidikan

d. Bekerjasama dalam rangka promosi pasar modal syariah

82

indonesia kepada dunia internasional

Sampai dengan saat ini, OJK telah mengadakan sosialisasi dan edukasi

pasar modal syariah, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.

Sosialisasi dan edukasi dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan.

Diantaranya:

a. Sosialisasi pasar modal syariah ke perguruan tinggi dan

pesanren

b. Workshop pasar modal syariah

c. Training for trainers kepada para guru, dosen, dan pelaku

industri terkait pasar modal syariah

d. Keuangan syariah fair di beberapa daerah

e. Forum Riset Ekonomi dan Keuangan Syariah

Selain kegiatan tersebut. OJK juga aktif melakukan market deeping

(pendalaman pasar) kepada seluruh stakeholder pasar modal syariah. Salah

satunya, OJK aktif mengadakan sosialisasi kepada para calon emiten dari

perusahaan BUMN dan swasta untuk menerbitkan efek syariahnya.

P: Bagaimana pengawasan KIK-EBA Syariah?

N: Secara umum, pengawasan KIK-EBA Syariah tidak jauh berbeda dengan

pengawasan EBA Konvensional. Pengawasan EBA masih terkait pada

bancrupcy remote, yaitu kekayaan EBA dipisahkan dari kekayaan MI dan

BK. Hal ini bertujuan agar dalam hal terjadi wanprestasi oleh MI atau BK,

maka MI atau BK tersebut dapat digantikan dengan MI atau BK yang lain

83

tanpa mempengaruhi kekayaan EBA. Namun demikian, pengawasan EBA

Syariah lebih luas dengan mencakup pengawasan kepatuhan syariah oelh

EBA Syariah.

Pengawasan EBA Syariah sendiri dilakukan oleh tiga pihak, yaitu:

a. Bank Kustodian (BK)

Pengawasan BK berkaitan dengan pengawasan EBA pada

lapis pertama. Dalam hal MI melakukan pelanggaran atas

ketentuan yang berlaku atas DIRE Syariah. BK wajib

melaporkan pelanggaran tersebut. Begitu juga BK harus

mengawasi portofolio investasi yang dilakukan MI untuk

EBA Syariah.

b. Dewan Pengawas Syariah (DPS)

DPS merupakan pihak yang bertanggung jawab terhadap

pemenuhan Prinsip Syariah di Pasar Modal atas EBA Syariah

yang diterbitkan oleh KIK-EBA Syariah. Dalam menjalankan

fungsinya, anggota DPS wajib memiliki izin Ahli Syariah di

Pasar Modal.

c. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Pengawasan yang dilakukan OJK berupa pengawasan onsite

dan offsite, dalam pengawasan onsite dilakukan uji petik

minimal 1 atau 2 EBA dalam satu tahun. Sementara itu,

pengawasan offsite dilakukan berdasarkan laporan yang

disampaikan KIK-EBA kepada OJK.

84

P: Produk KIK-EBA Syariah belum terlalu berkembang di Indonesia,

bagaimana pandangan OJK?

N: Hingga saat ini, belum ada produk EBA Syariah yang terbit di Indonesia.

Hal ini dikarenakan masih terdapat beberapa tantangan yang harus diatasi

dalam rangka penerbitan EBA Syariah. Namun demikian, OJK terus

mendorong berbagai pihak agar EBA Syariah dapat terbit di Indonesia.

P: Apakah skema KIK-EBA Syariah ini terlalu rumit sehingga tidak disukai

investor?

N: Belum terbitnya EBA Syariah bukan disebabkan oleh skema KIK-EBA

Syariah. Pada dasarnya, skema penerbitan EBA Syariah masih sama

dengan skema penerbitan EBA Konvensional.

P: Bagaimana perkembangan KIK-EBA Syariah pasca dikeluarkannya POJK

EBA syariah?

N: Sampai saat ini, belum ada penerbitan EBA Syariah sejak dikeluakannya

POJK terkait EBA Syariah. Namun demikian, terdapat minat dari pelaku

industri untuk menerbitkan EBA Syariah berbentuk surat partisipasi (EBA

SP Syariah).

P: Kendala apa yang dihadapi untuk mengembangkan KIK-EBA Syariah di

85

Indonesia?

N: Beberapa tantangan yang dihadapi dalam penerbitan EBA Syariah antara

lain:

a. Aset bank syariah masih relatif kecil

b. Aturan OJK di sektor perbankan (d/h Peraturan Bank

Indonesia/PBI), yaitu PBI No. 14/26/PBI/2012 tentang

Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti

Bank masih membatasi bank melakukan sekuritisasi. Hanya

bank yang masuk Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha

(BUKU) 3 dan 4 yang bisa melakukan sekuritisasi. Saat ini,

sebagian besar Bank Umum Syariah (BUS) masih masuk

klasifikasi BUKU 1 dan BUKU 2.

c. Aset keuangan pada bank syariah tidak seluruhnya dapat

disekuritisasi. Aset keuangan yang dapat disekuritisasi hanya

aset keuangan yang aset riilnya masih dimiliki oleh bank

syariah. Contohnya, piutang yang menggunakan akad MMQ

dan IMBT.

d. Perbankan syariah belum memiliki standar penyusunan akad

atau kontrak pembiayaan antara perbankan syariah dengan

nasabah. Akibatnya, beberapa bank syariah sulit melakukan

pooling aset secara bersama dimana aset tersebut akan

digunakan sebagai underlying dalam penerbitan EBA

Syariah.

86

P: Upaya apa saja yang bisa ditempuh untuk mengembangkan pasar

instrumen investasi KIK-EBA Syariah ini di Indonesia?

N: Beberapa upaya yang dilakukan OJK dalam mengembangkan EBA syariah

antara lain:

a. Mempersiapkan infrastruktur regulasi berupa penerbitan

POJK No. 20/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan

Persyaratan KIK-EBA Syariah.

b. Mendorong penyempurnaan peraturan di bidang perbankan

terkait kategori bank yang dapat melakukan sekuritisasi aset.

c. Mendorong perbankan syariah untuk melakukan penerbitan

EBA Syariah dengan underlying assets yang berasal dari

kumpulan piutang-piutang beberapa bank syariah.

d. Melakukan sosialisasi dan koordinasi dengan pelaku pasar

untuk lebih mendorong pelaku menerbitkan EBA Syariah.

P: Kebijakan presiden Joko Widodo untuk membangun satu juta rumah.

Apakah hal ini menjadi peluang untuk berkembangnya KIK-EBA Syariah?

N: EBA Syariah sangat berperan penting dalam pembangunan infrastruktur .

khususnya infrastruktur perumahan. Prospek EBA Syariah di Indonesia

sangat baik. Hal ini dikarenakan kebutuhan perumahan di Indonesia masih

sangat tnggi. Kebijakan terkait pembangunan satu juta rumah dapat

dijadikan peluang untuk menerbitkan EBA Syariah. Hal ini melihat kepada

rasio Financing to Deposit Ratio (FDR) bank syariah yang sudah sangat

tinggi. Sampai dengan bulan juli 2016, data Statistik Perbankan Syariah

87

menyebutkan bahwa FDR perbankan syariah (Bank Umum Syariah dan

Unit Usaha Syariah) mencapai 98,69%. Oleh karena itu perbankan syariah

membutuhkan likuiditas guna mendukung program tersebut. Salah satu

alternatif memperoleh likuiditas adalah dengan melakukan sekuritisasi aset

portofolio pembiayaan ke dalam bentuk penerbitan EBA Syariah.

P: Mengingat Instrumen investasi MORTGAGE BACK SECURITY di

Amerika pernah membawa negara tersebut ke dalam krisis, bagaimana

prospek instrumen KIK-EBA Syariah di Indoneisa?

N: Prospek EBA Syariah di Indonesia sangat baik. Hal ini dikarenakan

kebutuhan perumahan di Indonesia masih sangat tinggi. Berdasarkan data

Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (d/h. Kemenpera),

kebutuhan pendanaan atas perumahan naik setiap tahunnya.

2015 2016 2017 2018 2019

14.717 29.865 43.121 60.167 72.690

Sumber: Kementrian Perumahan

Tingginya kebutuhan masyarakat terhadap perumahan akan terus memacu

kenaikan harga rumah. Hal ini tentunya berbeda dengan yang terjadi pada

krisis subprime mortgage dimana banyaknya kredit perumahan yang

default sehingga jumlah penawaran atas perumahan lebih kecil

dibandingkan prmintaan yang menyebabkan harga rumah menjadi terjun

bebas, bahkan lebih murah dari pinjaman yang diajukan oleh obligor KPR.

Akibatnya, obligor lebih memilih meninggalkan rumah yang masih

88

berstatus KPR tersebut dibandingkan harus melanjutkan KPR yang

nilainya lebih besar dibanding nilai rumah yang saat itu sedang turun.

Dampaknya, harga rumah semakin terperosok dan tidak dapat menutupi

KPR yang sudah digelontorkan oleh bank. hal ini mengakibatkan

Collateralized Debt Obligation (CDO) yang dikeluarkan bank investasi,

yang menjamin KPR atas penerbitannya, menjadi CDO kosong yang tidak

ada harganya.

Lampiran 2

Wawancara dengan Bapak Bramantia Nugroho ,

Asistant Vice President bagian Alternatif Investment PT. Danareksa

Investment Management

Tempat: jl. Medan Meredeka Selatan 14, Jakarta 10110

Waktu : Jumat, 6 Januari 2017, pukul 09.25-10.00 WIB.

P: EBA ini kan belum terlalu dikenal dimasyarakat investor, padahal sudah

ada sejak tahun 2009,mau tanya apasih penyebabnya pak? Apakah skema

pembeliannya terlalu rumit sehingga investor enggan membeli EBA?apa

sosialisasinya kurang?

N: Sosialisasi sih setiap tahun, Cuma ini.. mm.. kalau investor itu yang

pertama belum familiar ya sama EBA walaupun sosialisasi sama OJK

sudah, peraturan semua sudah dibuka. Kemudian mm.. kedua itu.. ini apa

mm.. ada amortiasi. Amortisasi itu bagi mereka disebut mm.. sebagai..

89

mm.. apa namanya.. mm.. ada resiko Reinvestment risk, karna kalau duit

dibalikin kan kita harus investasi lagi gitukan kata mereka. Dan yang

kedua ini emm.. dimasalah emm.. pencatatan. Itu.. kalo pencatatan

Obligasikan gampang karna hold to maturiry gitukan. Tapi kalo ini mm..

EBA ini akuntansinya .. kalo walaupun dicatatnya hold to maturity tapi

ada amortisasi tiap bulan.. tiap tiga bulan. amortisasi tiap tiga bulannya

itu.. agak sulit pencatatannya karna ga bisa di.. proyeksikan ga bisa

diprediksi selalu berubah-ubah. Cuman masalah itu si sebenernya.

Reinvestment risk sama pencatatan.

P: Karna itu makanya agak sulit gitu ya pak, nah tadi prosedur ya, sudah

dijawab sama kaya beli saham ya pak , ke sekuritas dulu.

N: Nanti untuk jawab pertanyaan itu nanti aku ada. Presentasinya.. nanti aku

kirim

P: Bentuk EBA itu seperti apa tadi sudah dijelaskan eba itu ada di bank

kustodian pak ya adanya?

N: mm.. EBA nya iyaa Bank Kustodian. Semua harta kalo.. KIK ya kalo itu

disimpennya di Bank Kustodian. Kan kalo pemisahan kekayaan kekayaan

ya.

P: Berarti bentuk nya bukan scrip gitu, scripless gitu ya pak?

N: Scripless

P: Oh scripless

N: Hu uh cuman jumbonya aja untuk mm.. untuk mm.. apa istilahnya karna

OJK nya ada peraturannya yang seperti itu, cuman satu doang. Jadi ngga

90

ngga setiap investor itu punya sertifikat, itu sertifikat dibuat Cuma satu

aja. Yang lain udah scripless

P: Kalo dibandingkan, inikan EBA ini untuk pendanaan pak ya, kalo

dibandingkan dengan obligasi atau IPO itu lebih gimana, apa lebih untung

kan kalau EBA kan jadi mengurangi aset juga pak asetnya kan jadi untuk

investor kan ?

Tapi kan lu dapet cash, begitu, jadi kalo eba itu keuntungannya eba itu dia

.. kalo.. mm.. apa .. dia itu. m.. jual aset kan setelah true sale jual putus, itu

berarti likuiditas dia meningkat karna kan nanti misalnya nih, klo kpr kan

di jual berarti piutangnya , piutangnya dijual . piutang hilang memang..

tapi kan jadi cash. Lebih likuid mana piutang sama cash, piutang kpr 20

tahun atau 6 tahun tadi kan, langsung jadi cash. Jadi.. likuiditasnya makin

bagus, terus yang kedua tidak mm.. menerbitkan eba itu tidak merubah,

tidak memperburuk rasio utang, kalo nerbitin obligasikan utang nambah,

debt to equity rasio nambah kan, nah kalo nerbitin eba kan ngga, gitukan,

Cuma pindah dari piutang ke cash aja, jadi aman utangnya. Jadi kalo.. kalo

aku pribadi lebih bagusan eba dari pada obligasi. Nah kalo IPO, IPO

saham jelas beda,dia surat efek.. itukan menjual kepemilikan ya

P: Berarti dari segi resiko dibandingkan dengan obligasi ini lebih kecil, karna

ga menambah utang pak ya

N: Iya, dan itu tadi underlying aset nya, underlying asetnya terdiversifikasi

kebanyak debitur, jadi itu kan salah satu mengurangi resiko,

P: pembayarannya bisa lebih terjamin gitu pak?

91

N: Ya betul, pembayarannya lebih terjamin

P: Kalo bagi investornya pak?

N: Pertama dia dapet bunga, seperti.. obligasi, perpajakannya juga sama

dengan obligasi. Jadi bagi investor itu mirip obligasi. Cuman mirip

obligasi rating nya sama juga di rating juga obligasikan.. mm.. eba itu..

kita ini AAA tapi dia lebih aman dari obligasi, itu ajalah.. karna tadi itu

resikonya terdiversifikasi

P: Kalau untuk mm.. teknisya pak, mau sebut angka boleh pak, kan kalo

setau saya misalkan diperusahaan indopremier gitu pak sekuritas, dia kalo

investornya beli saham kena fee 0,19% kalo investornya jual kena fee

0,29% gitu pak, kalo danareksa pak sebagai Manajer Investasinya

N: Ah kalo itu, kan jual beli , kan manajer investasi itu hanya menerbitkan,

hanya pertama aja nerbitin, begitu udah terbit mm.. jual belinya tergantung

kamu belinya dimana, kalo beli di indopremier kenanya misal nya 0,19,

kalo di Danareksa sekuritas ya aku ga tau berapa

P: Berarti perdagangannya seperti saham aja pak ya

N: Iya itu tergantung brokernya

P: Berarti keuntungan untuk danareksanya pak, untuk manajer investasinya?

N: Kalo kami manajer investasi dapet mm.. itu manajemen fee, sepanjang

produk ini masih ada, mau berapapun ini kita dapet manajemen fee, berapa

persen gitu kan

P: Dari apa .. setiap..

N: Dari outstanding, dari inilah kalo kita terbitin satu setengah triliun. Ya

92

berapa persen dari satu setengah triliun gitu. Tapi sepanjang.. sepanjang

tahun, sampe dengan nol nanti, gitu.. jadi bukan dari transaksi bukan

P: Ini kalo pasar nya EBA ini apa.. likuid, likuid juga ga pak sepeti saham

N: Ga selikuid obigasi, nah itu juga salah satu kenapa investor belom ini krna

gaselikuid obligasi, karna investornya.. investor gede-gede, dan masih

terbatas, 700 miliar tuh sekali beli langsung.. jadi .. terbatas

P: Kemudian apakah regulasi saat ini sudah menunjang perkembangan.. dari

segi regulasinya gimana pak?

N: Cukup. Aku bilang cukup.. sudah cukup menunjang ya.. cumankan nanti

berkembang .. tapi kalo dari regulasi udah cukup sih.. dari OJK dari..

peraturan menteri keuangan sudah cukup sih

P: Kemudian potensinya kedapan pak, pasar EBA ini menurut bapak..

gimana?

N: Banyak.. besar, posisinya besar, cuman memang mm..perlu edukasi dan

sosialisasi sih

P: Terakhir pak, apakah danareksa investment manajement berminat untuk

menerbitkan EBA Syariah pak?

N: Kita udah pernah ngedatengin, udah pernah datengin itu, berminat banget

kita datengin.. waktu itu ada beberapa bank syariah, itu cuman kalo mau

nerbitikan itu.. yang dituntut kesiapanya itu bukan kita, bukan MI nya, MI

kita kan udah biasa nerbitin, tapi yang di tuntu lebih siap itu di

Originatornya, nah originatornya tuh harus siap dari segi SDM, Sistem,

itu tuh yang berat tuh disitu karna mereka harus belajar lagi, nunjuk orang

93

untuk belajar tentang ini kan ga gampang ya ilmunya, sistemnya harus

disesuaikan,nah itu dari.. dari sana nya bukan dari kitanya, kalo kitanya si

nyari terus. Dari Originatornya sama kebutuhan dia apakah sudah

mendesak atau ngga, kalo udah mendesak kaya BTN dia terbitin, Mandiri

juga nerbitin juga. Itu.. jadi baru yang gede-gede, yang memang sumber

dayanya sama ini nya.. sistemnya punya.

94

95

96