Post on 30-Jun-2015
PENGKAJIAN INTEGRASI PASAR PADA KOMODITI BERAS (Oryza Sativa L.) DI KABUPATEN MALANG
(Studi Kasus di Pasar Gadang,Pasar Lawang dan Pasar Tumpang di Kabupaten Malang)
Dwita Indrarosa
ABSTRAK
Integrasi pasar merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan
untuk menyatakan tingkat efisiensi suatu sistem pemasaran. Pengukuran
integrasi pasar dapat digunakan sebagai data dasar untuk memahami
mekanisme pasar dan sebagai bahan informasi bagi pemerintah dalam rangka
merumuskan kebijakan, berupa penyediaan infrastruktur dan layanan informasi
untuk menghindari eksploitasi pasar.
Dari hasil analisis Integrasi pasar beras secara horisontal antara pasar
Gadang dengan pasar Lawang menunjukkan bahwa perubahan harga ditingkat
pasar Lawang akan diikuti oleh perubahan harga ditingkat pasar Gadang dalam
jangka panjang. Adanya Integrasi pasar beras secara vertikal antara pasar
Kecamatan Tumpang dengan pasar Lawang dan antara pasar Kecamatan
Tumpang dengan pasar Gadang, baik dalam jangka panjang maupun jangka
pendek, sehingga dominasi penentuan harga di tingkat petani ditentukan oleh
pedagang pengumpul sebagai akibat dari struktur pasar oligopsoni.
Kata Kunci : Beras, Pasar, Integrasi, Malang
I. Pendahuluan
Pengukuran integrasi pasar dapat digunakan sebagai data dasar untuk
memahami mekanisme pasar (Ravallion, 1986) dan sebagai bahan informasi
bagi pemerintah dalam rangka merumuskan kebijakan, berupa penyediaan
infrastruktur dan jasa layanan informasi untuk menghindari eksploitasi pasar
(Lohano dan Mari, 2006).
Informasi pasar merupakan salah satu aspek penting bagi pembuat
kebijakan dan pelaku pasar dalam rangka tercapainya integrasi pasar yang kuat.
Dalam hal ini, jika informasi pasar dikuasai secara baik oleh pelaku pasar, baik
produsen, konsumen maupun padagang, maka pasar pada wilayah produksi
terintegrasi cukup kuat dengan pasar di wilayah konsumsi (Fadhla, 2002).
Informasi pasar yang dibutuhkan oleh para petani berupa perkiraan harga tren
Pengkajian Integrasi Pasar Pada Komoditi Beras di Kabupaten Malang 2
pasar dan harga saat ini serta informasi situasi pasar. Informasi tentang tren-tren
pasar dan perubahan harga berguna untuk perencanaan produksi (Anindita,
2004).
II. Tujuan Pengkajian
Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui tingkat integrasi pasar pada harga
beras di Kabupaten Malang.
III. Perumusan Masalah
Secara umum pemasaran dianggap sebagai proses aliran barang yang
terjadi dalam pasar. Dimana barang mengalir dari produsen sampai kepada
konsumen akhir yang disertai penambahan guna bentuk melalui proses
pengolahan, guna tempat melalui proses pengangkutan dan guna waktu melalui
proses penyimpanan.
Pemasaran komoditi pertanian merupakan proses konsentrasi yaitu
pengumpulan produk-produk pertanian dari petani ke tengkulak, pedagang
pengumpul dan pedagang besar serta diakhiri proses distribusi yaitu penjualan
barang dari pedagang ke agen, pengecer dan konsumen (Sudiyono, 2002).
Perbandingan harga yang terjadi ditingkat produsen, grosir dan pengecer
menyebabkan terjadinya fluktuasi harga komoditi tersebut. Oleh karena itu perlu
adanya kajian tentang analisis integrasi pasar sebagai salah satu Informasi pasar
yang diharapkan kiranya memberikan masukan kepada petani sebagai stake
holder.
IV. Metode Analisis Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini diklasifikasikan atas dua jenis,
yaitu data primer dan data sekunder.
Pengkajian Integrasi Pasar Pada Komoditi Beras di Kabupaten Malang 3
Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara langsung dari
120 responden petani beras yang berpedoman pada daftar pertanyaan yang
telah dipersiapkan sebelumnya. Secara garis besar data yang akan dijaring
meliputi data struktur pasar, saluran dan lembaga-lembaga pemasaran, margin
pemasaran, berbagai informasi tentang sarana dan prasarana pemasaran beras.
Data sekunder adalah data-data yang diperoleh dari instasi terkait, seperti dari
Kantor Camat Kecamatan Tumpang, BKP3 Kab Malang, Biro Pusat Statistik
Malang, serta berbagai pustaka yang bertalian dengan penelitian ini. Data kajian
ini diambil pada deret waktu (time series) bulan/tahun selama kurun waktu 5
tahun mulai dari tahun 2005–2010.
V. Pembahasan dan Hasil
Analisis Integrasi
Perkembangan Harga Beras
Perkembangan harga beras bulanan di pasar Lawang, pasar Gadang dan
pasar Kecamatan Tumpang selama kurun waktu 5 tahun (2005-2010) bergerak
secara tidak stabil atau berfluktuasi. Perkembangan harga beras dari ketiga
pasar tersebut dapat diuraikan secara jelas di bawah ini.
a. Perkembangan Harga Beras di Pasar Gadang
Harga beras bulanan di pasar Gadang selama kurun waktu 5 tahun
(2005-2010) selalu berfluktuasi. Harga beras terendah terjadi pada bulan Maret
sampai dengan bulan Juni tahun 2007, yakni sebesar Rp 2500, sedangkan harga
beras tertinggi terjadi selama tahun 2010, yakni sebesar Rp 4000.
Pada bulan Januari sampai dengan bulan Mei tahun 2006 harga beras
bergerak naik mencapai Rp 3500/kg, sedangkan pada bulan Juni-Juli harga
beras bergerak turun ke Rp 2750/kg, kemudian pada bulan Agustus harga
Pengkajian Integrasi Pasar Pada Komoditi Beras di Kabupaten Malang 4
kembali bergerak naik ke Rp 3500/kg. Pada bulan Januari sampai dengan bulan
Pebruari tahun 2007 harga beras berada pada tingkatan tertinggi, yakni sebesar
Rp 3000/kg sedangkan pada bulan Maret-Juni harga beras berada pada
tingkatan terendah, yakni sebesar Rp 2500/kg, kemudian pada bulan Juli-
Desember harga kembali naik ke Rp 2750/kg. Pada tahun 2008 harga beras
berada pada tingkatan yang stabil, yakni sebesar Rp 2750/kg. Pada bulan
Januari - September tahun 2006 harga beras berada pada tingkatan terendah,
yakni sebesar Rp 3250/kg sedangkan pada bulan Oktober-Desember harga
beras berada pada tingkatan tertinggi, yakni sebesar Rp 3500/kg. Pada tahun
2010 harga beras mengalami peningkatan menjadi Rp 4000/kg dan sepanjang
tahun tersebut harga beras berada pada tingkatan yang stabil.
Gambar 1. Harga Beras Bulanan dari Tahun 2006-2010 di
Pasar Inpres Gadang
Bila diamati perkembangan harga beras bulanan selama tahun 2006-
2010 diketahui bahwa harga akan kecenderungan menurun pada bulan Juni. Hal
2400
2800
3200
3600
4000
4400
2006 2007 2008 2009 2010
T a h u n
Harga
Pengkajian Integrasi Pasar Pada Komoditi Beras di Kabupaten Malang 5
ini disebabkan terjadinya panen raya. Sedangkan kenaikan harga akan terjadi
pada akhir sampai awal tahun. Hal ini disebabkan terdapatnya hari raya besar
(seperti Natal dan Tahun Baru) dan puncak musim paceklik pangan.
Selain secara grafik, penentuan pola pergerakan data harga beras dapat
dilakukan melalui 2 macam pengujian secara formal, yaitu korelogram dan unit
root test. Pada dasarnya korelogram merupakan teknik identifikasi stasioneritas
data time series melalui Fungsi Autokorelasi (Autocorrelation Function = ACF).
Pengujian korelogram pada tingkat level menunjukkan data beras tidak stasioner.
Hal ini ditunjukkan dengan berbagai indikator berikut:
Grafik autokorelasi pada lag pertama berada diluar garis Bartlett dan
menurun secara eksponensial atau perlahan, semakin kecil dan bila
diteruskan akan keluar lagi dari garis Bartlett, meskipun grafik batang
berpindah ke sebelah kiri. Garis Bartlett adalah garis yang ditandai dengan
garis putus-putus di kanan-kiri garis tengah, baik pada grafik autokorelasi
mapun autokorelasi parsial.
Nilai koefisien autokorelasi (lihat kolom AC) cukup besar, yaitu 0,906 (dari
kemungkinan -1 sampai dengan 1) dan menurun secara perlahan-lahan.
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa nilai koefisien autokorelasi mendekati
satu.
Nilai probabilitas dari lag ke-1 sampai dengan lag ke-28 yang sangat
mendekati nol, yang berarti lebih kecil dari α = 5%.
Pengujian korelogram dilanjutkan pada tingkat first difference untuk
melihat kestasioneran data pada tingkat tersebut. Hasil pengujian menunjukan
data sudah stasioner pada orde 1 atau I(1). Hal ini ditunjukkan dengan berbagai
indikator berikut:
Grafik autokorelasi dan autokorelasi parsial menunjukkan bahwa semua
grafik batang sudah berada di dalam garis Bartlett (garis putus-putus).
Pengkajian Integrasi Pasar Pada Komoditi Beras di Kabupaten Malang 6
Nilai koefisien autokorelasi (lihat kolom AC) mendekati nol.
Umumnya nilai probabilitas lebih besar dari α = 5%.
Pengujian stasioneritas data harga beras secara formal yang kedua
adalah dengan menggunakan unit root test, yaitu Dickey-Fuller (DF) test dan
Augmented Dickey-Fuller (ADF) Test secara ringkas dapat dilihat pada tabel 1,
dibawah ini.
Tabel 1. Dickey-Fuller (DF) test dan Augmented Dickey-Fuller (ADF) Test di
tingkat Pasar Inpres Gadang
No Uji
Level First Difference
Test Critical Value
tstatictic Ket. Test Critical Value
tstatictic Ket.
1 DF:
Intercept
1% (-2,605) 5% (-1,946) 10%(-1,613)
-1,037
ns
1% (-2,605) 5% (-1,946) 10%(-1,613)
-3,605
***
Intercept and Trend
1% (-3,736) 5% (-3,161) 10%(-2,863)
-1,769 ns 1% (-3,740) 5% (-3,164) 10%(-2,866)
-5,246 ***
2 ADF:
Intercept
1% (-3,546) 5% (-2,912) 10%(-2,593)
-1,109
ns 1% (-3,542) 5% (-2,913) 10%(-2,594)
-7,514
***
Intercept and Trend
1% (-4,121) 5% (-3,488) 10%(-3,172)
-1,808 ns 1% (-4,124) 5% (-3,489) 10%(-3,173)
-7,634 ***
None 1% (-2,605) 5% (-1,946) 10%(-1,613)
0,8167 ns 1% (-2,605) 5% (-1,946) 10%(-1,613)
-7,576 ***
Keterangan: ns = tidak signifikan
***) Signifikan pada taraf kepercayaan 1%
Hasil pengujian DF pada tabel 1 menunjukkan bahwa pada tingkat level,
baik dengan intercept maupun dengan intercept and trend data harga beras di
pasar Gadang tidak stasioner. Hal ini ditunjukkan dengan uji DF lebih besar dari
nilai kritisnya. Untuk itu pengujian stasioneritas data dilanjutkan pada tingkat first
difference. Hasil pengujiannya menunjukkan uji DF lebih kecil dari nilai kritisnya,
Pengkajian Integrasi Pasar Pada Komoditi Beras di Kabupaten Malang 7
maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak yang berarti data sudah stasioner
pada orde 1 atau I (1).
Hasil pengujian ADF pada tabel 1 menunjukkan bahwa pada tingkat level,
baik dengan intercept, intercept and trend maupun none data harga beras di
pasar Inpres Gadang tidak stasioner. Hal ini ditunjukkan dengan uji ADF lebih
besar dari nilai kritisnya. Untuk itu pengujian stasioneritas data dilanjutkan pada
tingkat first difference. Hasil pengujiannya menunjukkan uji ADF lebih kecil dari
nilai kritisnya, maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak yang berarti data sudah
stasioner pada orde 1 atau I(1).
b. Perkembangan Harga Beras di Pasar Inpres Lawang
Harga beras bulanan di pasar Lawang selama kurun waktu lima tahun
(2006-2010) selalu berfluktuasi. Harga beras terendah terjadi pada bulan Januari
sampai dengan bulan Pebruari tahun 2006, yakni sebesar Rp 2800, sedangkan
harga beras tertinggi terjadi pada bulan Desember tahun 2010, yakni sebesar Rp
4500. Pada bulan Maret 2006 sampai dengan bulan Desember 2008 harga beras
di pasar Lawang cenderung tidak berubah/konstan, yakni sebesar Rp 3000/kg.
Pada bulan Januari sampai dengan bulan Pebruari tahun 2006 harga
beras bergerak pada tingkatan rendah yakni sebesar Rp 2800/kg, sedangkan
pada bulan Maret-Desember harga beras bergerak pada tingkatan yang lebih
tinggi yakni sebesar Rp 3000/kg. Pada tahun 2007 dan 2008 harga beras
cenderung berada pada tingkatan yang stabil, yakni sebesar Rp 3000/kg. Pada
tahun 2009 harga beras mengalami peningkatan dan sepanjang tahun tersebut
harga beras berada pada tingkatan yang stabil, yakni sebesar Rp 3250/kg.
Sedangkan pada tahun 2010 harga beras sangat berfluktuasi dengan trend yang
terus meningkat. Harga terendah berada pada bulan Januari selanjutnya harga
bergerak naik dan mencapai harga yang tertinggi pada bulan Desember, yakni
Pengkajian Integrasi Pasar Pada Komoditi Beras di Kabupaten Malang 8
sebesar Rp 4500/kg. Sedangkan selama bulan Maret-Oktober harga tidak
berubah, yakni sebesar Rp 4000/kg.
Gambar 2. Harga Beras Bulanan dari Tahun 2006-2010 di
Pasar Lawang
Gambar 2 di atas terlihat bahwa harga selalu berfluktuasi, sehingga dapat
dikatakan data harga tersebut cenderung tidak stasioner. Selain secara grafik,
penentuan pola pergerakan data harga beras dapat dilakukan melalui 2 macam
pengujian secara formal, yaitu korelogram dan unit root test. Pengujian
stasioneritas data harga beras secara formal yang pertama yaitu korelogram
merupakan teknik identifikasi stasioneritas data time series melalui Fungsi
Autokorelasi (Autocorrelation Function = ACF). Pengujian korelogram pada
tingkat level menunjukan data beras tidak stasioner. Hal ini ditunjukkan dengan
berbagai indikator berikut:
Grafik autokorelasi pada lag pertama berada diluar garis Bartlett dan
menurun secara eksponensial atau perlahan, semakin kecil dan bila
2400
2800
3200
3600
4000
4400
4800
2006 2007 2008 2009 2010
Harga
T a h u n
Pengkajian Integrasi Pasar Pada Komoditi Beras di Kabupaten Malang 9
diteruskan akan keluar lagi dari garis Bartlett, meskipun grafik batang
berpindah ke sebelah kiri. Garis Bartlett adalah garis yang ditandai dengan
garis putus-putus di kanan-kiri garis tengah, baik pada grafik autokorelasi
mapun autokorelasi parsial.
Nilai koefisien autokorelasi (lihat kolom AC) cukup besar, yaitu 0,881 (dari
kemungkinan -1 sampai dengan 1) dan menurun secara perlahan-lahan.
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa nilai koefisien autokorelasi mendekati
satu.
Nilai probabilitas dari lag ke-1 sampai dengan lag ke-28 yang sangat
mendekati nol, yang berarti lebih kecil dari α = 5%.
Pengujian korelogram dilanjutkan pada tingkat first difference untuk
melihat kestasioneran data pada tingkat tersebut. Hasil pengujian menunjukan
data sudah stasioner pada orde 1 atau I(1). Hal ini ditunjukkan dengan berbagai
indikator berikut:
Grafik autokorelasi dan autokorelasi parsial menunjukkan bahwa semua
grafik batang sudah berada di dalam garis Bartlett (garis putus-putus).
Nilai koefisien autokorelasi (lihat kolom AC) mendekati nol.
Nilai probabilitas lebih besar dari α = 5%.
Pengujian stasioneritas data harga beras secara formal yang kedua
adalah dengan menggunakan unit rooot test, yaitu Dickey-Fuller (DF) test dan
Augmented Dickey-Fuller (ADF) Test.
Hasil pengujian DF menunjukkan bahwa pada tingkat level, dengan
intercept and trend data harga beras di Pasar Lawang tidak stasioner. Hal ini
ditunjukkan dengan uji DF lebih besar dari nilai kritisnya. Untuk itu pengujian
stasioneritas data dilanjutkan pada tingkat first difference. Hasil pengujiannya
menunjukkan uji DF lebih kecil dari nilai kritisnya, maka dapat disimpulkan bahwa
H0 ditolak yang berarti data sudah stasioner pada orde 1 atau I(1).
Pengkajian Integrasi Pasar Pada Komoditi Beras di Kabupaten Malang 10
Tabel 2. Dickey-Fuller (DF) test dan Augmented Dickey-Fuller (ADF) Test di
tingkat Pasar Inpres Lawang
No Uji
Level First Difference
Test Critical Value
tstatictic Ket. Test Critical Value
tstatictic Ket.
1 DF:
Intercept
1% (-2,605) 5% (-1,946) 10%(-1,613)
1,934
*
1% (-2,605) 5% (-1,946) 10%(-1,613)
-7,338
***
Intercept and Trend
1% (-3,736) 5% (-3,161) 10%(-2,863)
-0,739 ns
1% (-3,740) 5% (-3,164) 10%(-2,866)
-7,562 ***
2 ADF:
Intercept
1% (-3,546) 5% (-2,912) 10%(-2,593)
1,325
ns
1% (-3,542) 5% (-2,913) 10%(-2,594)
-7,268
***
Intercept and Trend
1% (-4,121) 5% (-3,488) 10%(-3,172)
-0,254 ns
1% (-4,124) 5% (-3,489) 10%(-3,173)
-7,632 ***
None 1% (-2,605) 5% (-1,946) 10%(-1,613)
2,335 **
1% (-2,605) 5% (-1,946) 10%(-1,613)
-7,576 ***
Keterangan: ns = tidak signifikan
***) Signifikan pada taraf kepercayaan 1% **) Signifikan pada taraf kepercayaan 5% *) Signifikan pada taraf kepercayaan 10%
Hasil pengujian ADF menunjukkan bahwa pada tingkat level, baik dengan
intercept, intercept and trend data harga beras di pasar Inpres Lawang tidak
stasioner. Hal ini ditunjukkan dengan uji ADF lebih besar dari nilai kritisnya.
Untuk itu pengujian stasioneritas data dilanjutkan pada tingkat first difference.
Hasil pengujiannya menunjukkan uji ADF lebih kecil dari nilai kritisnya, maka
dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak yang berarti data sudah stasioner pada orde
1 atau I(1).
Pengkajian Integrasi Pasar Pada Komoditi Beras di Kabupaten Malang 11
c. Perkembangan Harga Beras di Pasar Tumpang
Harga beras bulanan di pasar Tumpang selama kurun waktu lima tahun
(2005-2010) selalu berfluktuasi. Harga beras terendah terjadi pada bulan
Pebruari-Maret dan bulan Juli-Agustus 2006, yakni sebesar Rp 1750, sedangkan
harga beras tertinggi terjadi pada bulan Agustus-Desember 2010, yakni sebesar
Rp 3250. Terjadi kestabilan harga yang cukup panjang pada bulan September
2006 sampai dengan Desember 2008, yakni sebasar Rp 2000/kg.
Gambar 3. Harga Beras Bulanan dari Tahun 2006-2010 di Pasar Produsen Tumpang
Pada bulan Januari sampai dengan bulan Pebruari 2009 harga beras
bergerak pada tingkatan rendah, yakni sebesar Rp 2800/kg, sedangkan pada
bulan Maret-Desember harga beras bergerak pada tingkatan yang lebih tinggi,
yakni sebesar Rp 3000/kg. Pada tahun 2009 dan 2010, harga beras berada pada
tingkatan yang stabil, yakni sebesar Rp 3000/kg. Sedangkan pada tahun 2010
1600
2000
2400
2800
3200
3600
2006 2007 2008 2009 2010
T a h u n
Harga
Pengkajian Integrasi Pasar Pada Komoditi Beras di Kabupaten Malang 12
harga beras sangat berfluktuasi dengan trand yang terus meningkat. Harga
terendah berada pada bulan Januari selanjutnya harga bergerak naik dan
mencapai harga yang tertinggi pada bulan Desember, yakni sebesar Rp 3200/kg.
Sedangkan selama bulan Maret-Oktober harga tidak berubah, yakni sebesar Rp
3000/kg.
Gambar 3 di atas terlihat bahwa harga selalu berfluktuasi, sehingga dapat
dikatakan data harga tersebut cenderung tidak stasioner. Selain secara grafik,
penentuan pola pergerakan data harga beras dapat dilakukan melalui 2 macam
pengujian secara formal, yaitu korelogram dan unit root test. Pada dasarnya
korelogram merupakan teknik identifikasi stasioneritas data time series melalui
Fungsi Autokorelasi (Autocorrelation Function = ACF). Pengujian korelogram
pada tingkat level menunjukkan data beras tidak stasioner. Hal ini ditunjukkan
dengan berbagai indikator berikut:
Grafik autokorelasi pada lag pertama berada diluar garis Bartlett dan
menurun secara eksponensial atau perlahan, semakin kecil dan bila
diteruskan akan keluar lagi dari garis Bartlett, meskipun grafik batang
berpindah ke sebelah kiri.
Nilai koefisien autokorelasi (lihat kolom AC) cukup besar, yaitu 0,939 (dari
kemungkinan -1 sampai dengan 1) dan menurun secara perlahan-lahan.
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa nilai koefisien autokorelasi mendekati
satu.
Nilai probabilitas dari lag ke-1 sampai dengan lag ke-28 yang sangat
mendekati nol, yang berarti lebih kecil dari α = 5%
Pengujian korelogram dilanjutkan pada tingkat first difference untuk
melihat kestasioneran data pada tingkat tersebut. Hasil pengujian menunjukkan
data sudah stasioner pada orde 1 atau I(1). Hal ini ditunjukkan dengan berbagai
indikator berikut:
Pengkajian Integrasi Pasar Pada Komoditi Beras di Kabupaten Malang 13
Grafik autokorelasi dan autokorelasi parsial menunjukkan bahwa semua
grafik batang sudah berada di dalam garis Bartlett (garis putus-putus).
Nilai koefisien autokorelasi (lihat kolom AC) mendekati nol.
Nilai probabilitas lebih besar dari α = 5%.
Pengujian stasioneritas data harga beras secara formal yang kedua
adalah dengan menggunakan unit rooot test, yaitu Dickey-Fuller (DF) test dan
Augmented Dickey-Fuller (ADF) Test.
Tabel 3. Dickey-Fuller (DF) test dan Augmented Dickey-Fuller (ADF) Test di tingkat Tumpang
No Uji Level First Difference
Test Critical Value
tstatictic Ket. Test Critical Value
tstatictic Ket.
1 DF:
Intercept
1% (-2,605) 5% (-1,946) 10%(-1,613)
0,440
ns
1% (-2,605) 5% (-1,946) 10% (-1,613)
-3,730
***
Intercept and Trend
1% (-3,736) 5% (-3,161) 10%(-2,863)
-1,660 ns 1% (-3,740) 5% (-3,164) 10% (-2,866)
-6,157 ***
2 ADF:
Intercept
1% (-3,546) 5% (-2,912) 10%(-2,593)
0,1872
ns 1% (-3,542) 5% (-2,913) 10% (-2,594)
-8,344
***
Intercept and Trend
1% (-4,121) 5% (-3,488) 10%(-3,172)
-2,243 ns 1% (-4,124) 5% (-3,489) 10% (-3,173)
-8,360 ***
None 1% (-2,605) 5% (-1,946) 10%(-1,613)
1,532 ns 1% (-2,605) 5% (-1,946) 10% (-1,613)
-7,918 ***
Keterangan: ns = tidak signifikan
***) Signifikan pada taraf kepercayaan 1%
Hasil pengujian DF pada tabel diatas menunjukkan bahwa pada tingkat
level, baik dengan intercept maupun dengan intercept and trend data harga
beras tidak stasioner. Hal ini ditunjukkan dengan uji DF lebih besar dari nilai
kritisnya. Untuk itu pengujian stasioneritas data dilanjutkan pada tingkatan first
difference. Hasil pengujiannya menunjukkan uji DF lebih kecil dari nilai kritisnya,
Pengkajian Integrasi Pasar Pada Komoditi Beras di Kabupaten Malang 14
maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak yang berarti data sudah stasioner
pada orde 1 atau I(1).
Hasil pengujian ADF menunjukkan bahwa pada tingkat level, baik dengan
intercept, intercept and trend maupun none data harga beras di Pasar Tumpang
tidak stasioner. Hal ini ditunjukkan dengan uji ADF lebih besar dari nilai kritisnya.
Untuk itu pengujian stasioneritas data dilanjutkan pada tingkat first difference.
Hasil pengujiannya menunjukkan uji ADF lebih kecil dari nilai kritisnya, maka
dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak yang berarti data sudah stasioner pada orde
1 atau I(1).
Analisis Integrasi Pasar Beras
Analisis Integrasi Pasar Horisontal
Data time series yang digunakan telah dilakukan uji stasioneritas seperti
pada sub bab di atas, dimana variabel yang diteliti sudah stasioner pada derajad
atau orde yang sama, yaitu pada orde 1 atau I(1). Pengujian integrasi pasar
horisontal selanjutnya menggunakan uji kointegrasi. Hasil uji kointegrasi
diperoleh bahwa nilai residual antara pasar Inpres Gadang dengan pasar
Lawang telah mencapai stasioner pada tingkat first difference atau I(1) baik pada
intercept, trend and intercept, dan none. Besarnya nilai koefisien keseimbangan
jangka panjang pada intercept sebesar -0,982665, pada trend and intercept
sebesar -0,982679, dan pada none sebesar -0,979083. Dari nilai uji ADF lebih
kecil dari nilai kritisnya dengan nilai probalilitas lebih kecil dari 0,0100. Hal ini
menunjukkan bahwa nilai residual antara pasar Gadang dengan pasar Lawang
telah stasioner pada tingkat kepercayaan 99%. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa perubahan harga ditingkat pasar Lawang akan diikuti oleh
perubahan harga ditingkat pasar Gadang dalam jangka panjang. Hal ini
disebabkan tersedianya sarana-prasarana transportasi dan komunikasi yang
Pengkajian Integrasi Pasar Pada Komoditi Beras di Kabupaten Malang 15
cukup lancar dan memadai. Oleh karena itu apabila terjadi perubahan harga
beras di pasar Lawang akan diikuti oleh perubahan harga ditingkat pasar
Gadang dalam jangka panjang.
Analisis integrasi pasar horisontal selanjutnya adalah melalui error
corection model (ECM). Tujuannya adalah untuk mengetahui gambaran
hubungan keseimbangan dinamis jangka pendek dan keseimbangan jangka
panjang dari pasar Gadang dan pasar Lawang.
Tabel 4. Uji Error Correction Model (ECM) pasar Gadang dan pasar Lawang
Variabel Koefisien t-Statistik Prob. Adjusted R-squared C 120,0441 0,580926 0,5637 0,126707 D(A) 0,371083 1,538042 0,1298 A(-1) -0,034957 -0,547430 0,5863 ECT1 0,224671 2,945186 0,0047***
Keterangan: ***) Signifikan pada taraf kepercayaan 1%
C = konstanta D(A) = Variabel harga beras di tingkat pasar Inpres Lawang
A(-1) = Variabel harga beras di tingkat pasar Inpres Lawang pada periode sebelumnya (t-1)
ECT1 = Error Correction Term
Model ECM antara PKt dan PAt sebagai berikut:
ΔPKt = 120,044 + 0,371ΔPAt - 0,035PAt -1 + 0,225ECT1
Secara statistik, ECT signifikan dan bertanda positif, sehingga model
yang digunakan dalam penelitian ini valid. Dari persamaan diatas, dapat
dikatakan bahwa dalam jangka pendek harga di pasar Gadang di pengaruhi oleh
harga di pasar Lawang. Pengaruh jangka pendek harga di pasar Lawang
terhadap harga di pasar Gadang sebesar 0,371083. Hal ini berarti bahwa
kenaikan harga beras di pasar Lawang sebesar Rp 10 akan menyebabkan
kenaikan harga beras di pasar Gadang sebesar Rp. 3,71. Nilai Adjusted R-
squared sebesar 0,126707. Nilai tersebut mempunyai arti bahwa 12,67% dari
variasi atau perubahan variabel harga di pasar Gadang mampu dijelaskan oleh
variasi atau perubahan variabel harga di pasar Lawang, sedangkan sisanya
Pengkajian Integrasi Pasar Pada Komoditi Beras di Kabupaten Malang 16
sebesar 87,23% dijelaskan oleh variabel lain di luar dari model yang diajukan.
Nilai Adjusted R-squared tersebut relatif rendah, karena nilai tersebut diperoleh
pada tingkat difference (first difference), sehingga Adjusted R-squared lebih
rendah ketika mengestimasi dalam bentuk level.
Pengaruh jangka panjang harga beras di pasar Inpres Lawang terhadap
harga beras di pasar Inpres Gadang dengan persamaan dibawah maka :
PKt = a + bPAt
Dimana:
1,6516730,224671
0,371083
α
αa
0,8444080,224671
0,034957 -
α
ααb
PKt = 1,651673 + 0,844408PAt
Persamaan diatas dapat diinterpretasikan bahwa dalam jangka panjang,
kenaikan harga beras di pasar Lawang sebesar Rp 10 akan menyebabkan
kenaikan harga beras di pasar Gadang sebesar Rp. 8,44.
Bila dibandingkan besaran kenaikan harga di tingkat pasar Gadang
antara jangka pajang dengan jangka pendek, maka dapat dikatakan bahwa
kenaikan harga beras di tingkat pasar Gadang dalam jangka panjang lebih besar
daripada dalam jangka pendek.
Eksistensi hubungan antar variabel tidak membuktikan kausalitas atau
arah pengaruh. Untuk itu untuk mengetahui arah pengaruh harga beras dapat
diketahui dengan pengujian Kausalitas Granger. Pengujian Kausalitas Granger
memungkinkan untuk menganalisis variabel mana mendahului atau memberi
petunjuk variabel lain. Nilai probabilitas untuk null hypothesis K does not Granger
Cause A sebesar 0.09661. Nilai probalilitas tersebut menunjukkan bahwa
hipotesis nol (H0) ditolak pada tingkat kepercayaan 90%. Sehingga dapat
Pengkajian Integrasi Pasar Pada Komoditi Beras di Kabupaten Malang 17
dikatakan bahwa perubahan harga beras di pasar Lawang akan menyebabkan
perubahan harga beras di pasar Gadang. Sedangkan nilai probalilitas untuk null
hypothesis A does not Granger Cause K sebesar 0.31387. Nilai probalilitas
tersebut lebih besar dari 0,1. Ini berarti hipotesis nol (H0) diterima, sehingga
dapat dikatakan bahwa perubahan harga beras di pasar Gadang tidak akan
menyebabkan perubahan harga beras di pasar Lawang.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan antara harga
beras di pasar Lawang dengan harga beras di pasar Gadang mempunyai satu
arah pengaruh, yaitu perubahan harga beras di pasar Lawang akan
menyebabkan perubahan harga beras di pasar Gadang, tetapi tidak sebaliknya,
yaitu perubahan harga beras di pasar Gadang tidak akan menyebabkan
perubahan harga beras di pasar Lawang. Jadi perubahan harga beras di pasar
Lawang mendahului perubahan harga beras di pasar Gadang.
Analisis Integrasi Pasar Vertikal
Analisis integrasi pasar vertikal dilihat dari pergerakan harga beras
bulanan selama kurun waktu 5 tahun (2006-2010) yang terjadi di pasar produsen
dengan pasar konsumen, yaitu antara pasar Tumpang dengan pasar Gadang
dan antara pasar Tumpang dengan pasar Lawang.
Pengkajian Integrasi Pasar Pada Komoditi Beras di Kabupaten Malang 18
a. Analisis Integrasi Pasar Vertikal antara Pasar Tumpang dengan Pasar Lawang
Data time series yang digunakan untuk menganalisis Integrasi Pasar
Vertikal antara pasar Tumpang dengan pasar Lawang telah dilakukan uji
stasioneritas seperti pada sub bab di atas, dimana variabel yang diteliti sudah
stasioner pada derajad atau orde yang sama, yaitu orde 1 atau I (1). Pengujian
intergasi pasar vertikal selanjutnya menggunakan uji kointegrasi. Hasil uji
kointegrasi diperoleh bahwa nilai residual antara pasar Tumpang dengan pasar
Lawang telah mencapai stasioner pada tingkat first difference atau I(1) baik pada
intercept, trend and intercept, dan none (lihat lampiran 11). Besarnya nilai
koefisien keseimbangan jangka panjang pada intercept sebesar -0,973801, pada
trend and intercept sebesar -0,972775, dan pada none sebesar -0,972176. Nilai
uji ADF lebih kecil dari nilai kritisnya dengan nilai probalilitas sebesar 0,0000
(lebih kecil dari 0,0100). Hal ini menunjukkan bahwa nilai residual antara pasar
Tumpang dengan pasar Lawang telah stasioner pada tingkat kepercayaan 99%.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perubahan harga ditingkat pasar
Lawang akan diikuti oleh perubahan harga ditingkat pasar Tumpang dalam
jangka panjang.
Analisis integrasi pasar vertikal antara pasar Tumpang dengan pasar
Lawang selanjutnya adalah melalui error corection model (ECM). Tujuannya
adalah untuk mengetahui gambaran hubungan keseimbangan dinamis jangka
pendek dan keseimbangan jangka panjang.
Pengkajian Integrasi Pasar Pada Komoditi Beras di Kabupaten Malang 19
Tabel 5. Uji Error Correction Model (ECM) pasar Tumpang dan pasar Lawang
Variabel Koefisien t-Statistik Prob. Adjusted R-squared C 3.968386 0.035271 0.9720 0,132712 D(A) 0.315185 2.369130 0.0214**
A(-1) 0.002693 0.077412 0.9386
ECT2 0.191731 2.803359 0.0070***
Keterangan: **) Signifikan pada taraf kepercayaan 5%
***) Signifikan pada taraf kepercayaan 1% C = konstanta D(KA) = Variabel harga beras di tingkat pasar Inpres Lawang
KA(-1) = Variabel harga beras di tingkat pasar Inpres Lawang pada periode sebelumnya (t-1)
ECT2 = Error Correction Term
Model ECM antara PBt dan PAt adalah:
ΔPBt = 3,968 + 0,315ΔPAt + 0,003PAt -1 + 0,192ECT2
Secara statistik, ECT signifikan dan bertanda positif, sehingga model
yang digunakan dalam penelitian ini valid. Dari persamaan diatas, dapat
dikatakan bahwa dalam jangka pendek harga di pasar Tumpang dipengaruhi
oleh harga di pasar Lawang. Pengaruh jangka pendek harga di pasar Lawang
terhadap harga di pasar Tumpang sebesar 0.315185. Hal ini berarti bahwa
kenaikan harga beras di pasar Lawang sebesar Rp 10 akan menyebabkan
kenaikan harga beras di pasar Tumpang sebesar Rp. 3,15. Nilai Adjusted R-
squared sebesar 0.132712. Nilai tersebut mempunyai arti bahwa 13,27% dari
variasi atau perubahan variabel harga di pasar Tumpang mampu dijelaskan oleh
variasi atau perubahan variabel harga di pasar Lawang, sedangkan sisanya
sebesar 86,73% dijelaskan oleh variabel lain di luar dari model yang diajukan.
Nilai Adjusted R-squared tersebut relatif rendah, karena nilai tersebut diperoleh
pada tingkat difference (first difference), sehingga Adjusted R-squared lebih
rendah ketika mengestimasi dalam bentuk level.
PBt = a + bPAt
Pengkajian Integrasi Pasar Pada Komoditi Beras di Kabupaten Malang 20
Dimana:
20,697680.191731
3.968386
α
αa
1,0140460.191731
0,194424
α
ααb
PBt = 20,69768 +1,014046PAt
Dari persamaan diatas dapat diinterpretasikan bahwa dalam jangka panjang,
kenaikan harga beras di pasar Lawang sebesar Rp 10 akan menyebabkan
kenaikan harga beras di pasar Tumpang sebesar Rp. 10,14.
Bila dibandingkan besaran kenaikan harga di tingkat pasar Gadang
antara jangka pajang dengan jangka pendek, maka dapat dikatakan bahwa
kenaikan harga beras di tingkat pasar Tumpang dalam jangka panjang lebih
besar daripada dalam jangka pendek.
Eksistensi hubungan antara variabel tidak membuktikan kausalitas atau
arah pengaruh. Arah pengaruh harga beras dapat diketahui dengan pengujian
Kausalitas Granger. Pengujian Kausalitas Granger memungkinkan untuk
menganalisis variabel mana mendahului atau memberi petunjuk variabel lain.
Hasil pengujian Kausalitas Granger diketahui nilai probabilitas untuk null
hypothesis A does not Granger Cause B sebesar 0.06449. Nilai probalilitas
tersebut menunjukkan bahwa hipotesis nol (H0) ditolak pada tingkat kepercayaan
90%. Sehingga dapat dikatakan bahwa perubahan harga beras di pasar Lawang
akan menyebabkan perubahan harga beras di pasar Tumpang. Sedangkan nilai
probalilitas untuk null hypothesis KA does not Granger Cause KK sebesar
0.25381. Nilai probalilitas tersebut lebih besar dari 0,1. Ini berarti hipotesis nol
(H0) diterima, sehingga dapat dikatakan bahwa perubahan harga beras di pasar I
Tumpang tidak akan menyebabkan perubahan harga beras di pasar Lawang.
Pengkajian Integrasi Pasar Pada Komoditi Beras di Kabupaten Malang 21
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan antara harga
beras di pasar Lawang dengan harga beras di pasar Tumpang mempunyai satu
arah pengaruh, yaitu perubahan harga beras di pasar Lawang akan
menyebabkan perubahan harga beras di pasar Tumpang, tetapi tidak sebaliknya,
yaitu perubahan harga beras di pasar pasar Tumpang tidak akan menyebabkan
perubahan harga beras di pasar Lawang. Jadi perubahan harga beras di pasar
Lawang mendahului perubahan harga beras di pasar Tumpang.
b. Analisis Integrasi Pasar Vertikal antara pasar Tumpang dengan pasar Gadang
Data time series yang digunakan untuk menganalisis Integrasi Pasar
Vertikal antara pasar Tumpang dengan pasar Inpres Gadang telah dilakukan uji
stasioneritas seperti pada sub bab di atas, dimana variabel yang diteliti sudah
stasioner pada derajad yang sama, yaitu pada orde 1 atau I (1). Pengujian
integrasi pasar vertikal antara pasar Tumpang dengan pasar Gadang selanjutnya
menggunakan uji kointegrasi. Hasil uji kointegrasi diperoleh bahwa nilai residual
antara pasar Tumpang dengan pasar Gadang telah mencapai stasioner pada
tingkat first difference atau I(1) baik pada intercept, trend and intercept, dan
none. Besarnya nilai koefisien keseimbangan jangka panjang pada intercept
sebesar -0,989434, pada trend and intercept sebesar -0,985777, dan pada none
sebesar -0,982714. Nilai uji ADF lebih kecil dari nilai kritisnya dengan nilai
probalilitas sebesar 0,0000 (lebih kecil dari 0,0100). Hal ini menunjukkan bahwa
nilai residual antara pasar Tumpang dengan pasar Gadang telah stasioner pada
tingkat kepercayaan 99%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
perubahan harga ditingkat pasar Gadang akan diikuti oleh perubahan harga
ditingkat pasar Tumpang dalam jangka panjang.
Pengkajian Integrasi Pasar Pada Komoditi Beras di Kabupaten Malang 22
Tabel 6. Uji Error Correction Model (ECM) pasar Tumpang dan pasar Inpres Gadang
Variabel Koefisien t-Statistik Prob. Adjusted R-squared C -31.38196 -0.358251 0.7215 0,155510 D(KK) 0.143005 2.061628 0.0440**
KK(-1) 0.015736 0.585249 0.5608
ECT03 0.134566 1.920431 0.0600*
Keterangan: *) Signifikan pada taraf kepercayaan 10% **) Signifikan pada taraf kepercayaan 5% ***) Signifikan pada taraf kepercayaan 1%
C = konstanta D(KK) = Variabel harga beras di tingkat pasar Inpres Gadang
KK(-1) = Variabel harga beras di tingkat pasar Inpres Gadang pada periode sebelumnya (t-1)
ECT03 = Error Correction Term
Analisis integrasi pasar vertikal antara pasar Tumpang dengan pasar
Gadang selanjutnya adalah melalui error corection model (ECM). Tujuannya
adalah untuk mengetahui gambaran hubungan keseimbangan dinamis jangka
pendek dan keseimbangan jangka panjang.
Model ECM antara PPBt dan PKt adalah:
ΔPBt = -31,382 + 0,143ΔPKt + 0,016PKt -1 + 0.135ECT3
Secara statistik, ECT signifikan dan bertanda positif, sehingga model
yang digunakan dalam penelitian ini valid. Pengaruh jangka pendek harga di
pasar Gadang terhadap harga di pasar Tumpang sebesar 0.143005. Hal ini
berarti bahwa kenaikan harga beras di pasar Lawang sebesar Rp 10 akan
menyebabkan kenaikan harga beras di pasar Gadang sebesar Rp. 1,43. Nilai
Adjusted R-squared sebesar 0.155510. Nilai tersebut mempunyai arti bahwa
15,55% dari variasi atau perubahan variabel harga di pasar Tumpang mampu
dijelaskan oleh variasi atau perubahan variabel harga di pasar Gadang,
sedangkan sisanya sebesar 86,73% dijelaskan oleh variabel lain di luar dari
model yang diajukan. Nilai Adjusted R-squared tersebut relatif rendah, karena
nilai tersebut diperoleh pada tingkat difference (first difference), sehingga
Adjusted R-squared lebih rendah ketika mengestimasi dalam bentuk level.
Pengkajian Integrasi Pasar Pada Komoditi Beras di Kabupaten Malang 23
PBt = a + bKt
Dimana:
-233,208680.134566
31.38196-
α
αa
1,1169390.134566
0,150302
α
ααb
PBt = -233,20868 +1,116939Kt
Dalam jangka panjang, kenaikan harga beras di pasar Lawang sebesar
Rp 10 akan menyebabkan kenaikan harga beras di pasar Gadang sebesar Rp.
11,17.
Bila dibandingkan besaran kenaikan harga di tingkat pasar Gadang
antara jangka panjang dengan jangka pendek, maka dapat dikatakan bahwa
kenaikan harga beras di tingkat pasar dalam jangka panjang lebih besar
daripada dalam jangka pendek.
Eksistensi hubungan antara variabel tidak membuktikan kausalitas atau
arah pengaruh. Arah pengaruh harga beras dapat diketahui dengan pengujian
Kausalitas Granger. Pengujian Kausalitas Granger memungkinkan untuk
menganalisis variabel mana mendahului atau memberi petunjuk variabel lain.
Nilai probabilitas untuk null hypothesis B does not Granger Cause K sebesar
0.09792. Nilai probalilitas tersebut menunjukkan bahwa H0 ditolak pada tingkat
kepercayaan 90%. Sehingga dapat dikatakan bahwa perubahan harga beras di
pasar Gadang akan menyebabkan perubahan harga beras di pasar Tumpang.
Sedangkan nilai probalilitas untuk null hypothesis KK does not Granger Cause B
sebesar 0.49444. Nilai probalilitas tersebut lebih besar dari 0,1. Ini berarti H0
diterima, sehingga dapat dikatakan bahwa perubahan harga beras di pasar
Gadang tidak akan menyebabkan perubahan harga beras di pasar Tumpang.
Pengkajian Integrasi Pasar Pada Komoditi Beras di Kabupaten Malang 24
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan antara harga
beras di pasar Gadang dengan harga beras di pasar Tumpang mempunyai satu
arah pengaruh, yaitu perubahan harga beras di pasar Gadang akan
menyebabkan perubahan harga beras di pasar Tumpang, tetapi tidak sebaliknya,
yaitu perubahan harga beras di pasar Tumpang tidak akan menyebabkan
perubahan harga beras di pasar Gadang. Jadi perubahan harga beras di pasar
Gadang mendahului perubahan harga beras di pasar Tumpang.
Hubungan antara Struktur Pasar, Saluran Pemasaran, Margin Pemasaran
dan Integrasi Pasar yang Diperoleh dalam Pengkajian
Dari hasil pengkajian yang dilakukan di Kecamatan Tumpang
menunjukkan bahwa struktur pasar yang terjadi di tingkat petani adalah
persaingan tidak sempurna, yakni oligopsoni. Hal ini berarti derajad konsentrasi
di wilayah pasar tersebut secara umum terjadi ketidak-seimbangan kekuatan
posisi tawar antara petani (penjual) dengan pedagang (pembeli) atau adanya
kesulitan masuk-keluar pasar bagi penjual dan pembeli, informasi pasar tidak
dapat diakses secara merata oleh berbagai pelaku pasar, terutama petani.
Struktur pasar tersebut mendorong pedagang mendominasi penentuan harga
beras, sedangkan petani berada pada posisi yang lemah. Pada kondisi tersebut
petani tidak mempunyai banyak pilihan dalam menyalurkan produknya, apalagi
jumlah beras yang diproduksi dan dijual oleh petani secara perorangan tidak
terlalu banyak.
Saluran pemasaran yang terjadi adalah sebanyak 5 saluran, namun
secara umum dapat diklasifikasi atas 2 macam, yaitu: petani-pedagang
pengumpul-konsumen dan petani-pedagang pengumpul-pedagang pengecer-
konsumen. Jika saluran pemasaran yang terjadi tersebut dibandingkan dengan
hasil penelitian lain, maka dapat dikatakan bahwa saluran tersebut relatif pendek.
Pengkajian Integrasi Pasar Pada Komoditi Beras di Kabupaten Malang 25
Mardianto et al (2005) mengatakan bahwa struktur pasar akan
berdampak pada nilai margin pemasaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
distribusi margin pemasaran tidak metara/adil dan share harga yang diterima
petani relatif kecil, sedangkan keuntungan lebih banyak dinikmati oleh pedagang.
Margin pemasaran terbesar dikuasai oleh pedagang pengumpul. Hal ini
disebabkan oleh jumlah petani jauh lebih banyak daripada pedagang pengumpul
dan jumlah beras yang diproduksi oleh petani secara perorangan tidak terlalu
banyak serta dalam penjualan beras petani menjual secara perorangan pula,
sehingga posisi tawar petani terhadap harga jual beras lebih lemah daripada
pedagang pengumpul. Penentuan harga beras bergantung pada pedagang
pengumpul sebagai price maker, sedangkan petani hanya bertindak sebagai
price taker.
Pengukuran integrasi pasar dapat digunakan sebagai data dasar untuk
memahami mekanisme pasar (Ravallion, 1986) dan sebagai bahan informasi
bagi pemerintah dalam rangka merumuskan kebijakan, berupa penyediaan
infrastruktur dan jasa layanan informasi untuk menghindari eksploitasi pasar
(Lohano dan Mari, 2006). Hasil penelitian menunjukkan bahwa integrasi pasar
harisontal antara pasar Gadang dengan pasar Lawang menunjukkan bahwa
perubahan harga di tingkat pasar Lawang akan diikuti oleh perubahan harga di
tingkat pasar Gadang, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Perubahan harga beras dalam jangka pendek di pasar Lawang sebesar
Rp 10 akan menyebabkan perubahan harga beras di pasar Gadang sebesar Rp.
3,71. Demikian juga dengan perubahan harga beras dalam jangka panjang.
Perubahan harga beras di pasar Lawang sebesar Rp 10 akan menyebabkan
perubahan harga beras di pasar Gadang sebasar Rp. 8,44. Perubahan harga
yang tidak sebanding ini, diduga disebabkan konsumen di pasar Gadang tidak
bergantung sepenuhnya pada beras produksi Kecamatan Tumpang.
Pengkajian Integrasi Pasar Pada Komoditi Beras di Kabupaten Malang 26
Perubahan harga beras dalam jangka pendek di pasar Lawang sebesar
Rp 10 akan menyebabkan perubahan harga beras di pasar Tumpang sebesar
Rp. 3,15. Demikian juga dengan perubahan harga beras dalam jangka panjang.
Perubahan harga beras di pasar Lawang sebesar Rp 10 akan menyebabkan
perubahan harga beras di pasar Kecamatan Tumpang sebasar Rp. 10,14.
Perubahan harga yang tidak sebanding ini, menunjukkan integrasi pasar vertikal
antara pasar Tumpang dengan pasar Lawang belum sempurna. Hal ini
disebabkan tidak sempurnanya informasi pasar di tingkat petani, sehingga
dominasi penentuan harga jual beras di tingkat petani ditentukan oleh pedagang
pengumpul sebagai akibat dari struktur pasar oligapsoni.
Integrasi pasar vertikal antara pasar Tumpang dengan pasar Inpres
Gadang menunjukkan bahwa perubahan harga di tingkat pasar Gadang akan
diikuti oleh perubahan harga di tingkat pasar Tumpang, baik dalam jangka
pendek maupun jangka panjang. Perubahan harga beras dalam jangka pendek
di pasar Gadang sebesar Rp 10 akan menyebabkan perubahan harga beras di
pasar pasar Tumpang sebesar Rp. 1,43. Demikian juga dengan perubahan harga
beras dalam jangka panjang. Perubahan harga beras di pasar Gadang sebesar
Rp 10 akan menyebabkan perubahan harga beras di pasar Kecamatan Tumpang
sebasar Rp. 11,17. Perubahan harga yang tidak sebanding ini, menunjukkan
integrasi pasar vertikal antara pasar Tumpang dengan pasar Gadang belum
sempurna.
Dengan mengetahui integrasi pasar yang terjadi pada setiap tingkat
pasar, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang yang menunjukan
belum sempuna, berarti masih terdapat peluang untuk memperbaiki sistem
pemasaran beras di lokasi penelitian. Selain integrasi pasar, juga ditunjukkan
dengan struktur pasar yang terjadi, yakni oligopsoni dan margin pemasaran yang
belum terdistribusi secara merata/adil. Untuk memperkuat posisi petani dalam
Pengkajian Integrasi Pasar Pada Komoditi Beras di Kabupaten Malang 27
memperoleh harga beras jual yang lebih tinggi, maka petani dapat bersatu dalam
kelompok tani, sehingga pedagang tidak dapat dengan mudah mempermainkan
harga beras di tingkat petani. Sedangkan dalam pilihan saluran pemasaran,
petani diharapkan tidak lagi memilih saluran I dan V. Diharapkan pula kepada
pemerintah dan instansi terkait kiranya dapat menyediakan sarana produksi
seperti hand traktor dan perontok padi bagi petani, guna membantu petani pada
awal periode usahatani maupun saat panen. Hal ini bertujuan untuk
menghindarkan petani dari praktek-praktek pasar yang cenderung merugikan
petani secara ekonomi, karena petani sering terikat pada praktek penjualan
beras dengan sistem ijon bahkan pada awal usahatani. Selain itu diharapkan
kepada pemerintah perlunya meningkatkan layanan informasi pasar yang lebih
baik dan akurat.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan penelitian ini dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Integrasi pasar beras secara horisontal antara pasar Gadang dengan
pasar Lawang menunjukkan bahwa perubahan harga ditingkat pasar
Lawang akan diikuti oleh perubahan harga ditingkat pasar Gadang dalam
jangka panjang. Hal ini disebabkan tersedianya sarana transportasi dan
komunikasi yang cukup lancar dan memadai.
2. Adanya Integrasi pasar beras secara vertikal antara pasar Kecamatan
Tumpang dengan pasar Lawang dan antara pasar Kecamatan Tumpang
dengan pasar Gadang, baik dalan jangka panjang maupun jangka pendek,
sehingga terjadi perubahan harga di pasar Lawang dan pasar Gadang akan
diikuti oleh perubahan harga ditingkat pasar Kecamatan Tumpang. Namun
Pengkajian Integrasi Pasar Pada Komoditi Beras di Kabupaten Malang 28
perubahan harga di pasar Lawang dan pasar Gadang belum diikuti
sepenuhnya oleh perubahan harga ditingkat pasar Kecamatan Tumpang.
Hal ini disebabkan petani tidak memiliki informasi pasar yang cukup
memadai atau sempurna, sehingga dominasi penentuan harga di tingkat
petani ditentukan oleh pedagang pengumpul sebagai akibat dari struktur
pasar oligapsoni.
Saran
Pada kesempatan ini beberapa saran dapat disampaikan, antara lain:
a. Pemerintah perlu menyediakan program terpadu berupa pendanaan
usahatani padi dan penyediaan peralatan, seperti hand traktor dan
perontok padi bagi petani, guna membantu petani pada awal periode
usahatani maupun saat panen. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan
petani dari praktek-praktek pasar yang cenderung merugikan petani
secara ekonomi.
b. Agar pemasaran beras dapat lebih menguntungkan petani (lebih
terintegrasi), diharapkan kepada pemerintah perlunya meningkatkan
layanan informasi pasar yang lebih baik dan akurat.
Pengkajian Integrasi Pasar Pada Komoditi Beras di Kabupaten Malang 29
DAFTAR PUSTAKA
Anindita, Ratya. 2004. Pemasaran Hasil Pertanian. Papyrus. Surabaya. Anugrah, Iwan Setiajie. 2004. Pengembangan Sub terminal Agribisnis (STA) dan Pasar Lelang
Komoditas Pertanian dan Permasalahannya. Forum Penelitian Agro Ekonomi Volume 22 No.2 Desember 2004 : 102-112. Bogor.
Badan Agribisnis Departemen Pertanian. 2000. Petunjuk Teknis Pengembangan Sub Terminal
Agribisnis. Jakarta. Cahyono, B.. 2003. Wortel, Teknik Budidaya dan Analisis Usahatani. Cetakan ke-2. Kanisius,
Yogyakarta. Clodius, Robert L. dan Willard F. Mueller. 1967. Market Structure Analysis as an Orientation for
Research in Agricultural Economics. American Journal of Agricultural Economics. Downey, W.D. dan S.P. Erickson. 1992. Manajemen Agribisnis, Alih Bahasa Rochiyat Ganda S.
dan Alfonsus Sirait. Penerbit Erlangga. Jakarta. Harriss, B.. 1993. There is Method in My Madness: or is it Vice Versa? Measuring Agricultural
Market Performance. Agricultural and Food Marketing in Developing Countries, Selected Readings. C.A.B. International. Wallingford Oxon.
Hendratno, Sinung. 1996. Keragaan Pasar Lelang Bokar dan Reformulasi Konsepsi untuk
Pengembangannya. Jurnal Penelitian Karet Volume 14 No.2 Agustus. Bogor. Kohls, R.L. dan Joseph N. Uhl. 1986. Marketing of Agricultural Product. Fifth Edition. John Willey
and Sons, Macmillan Publishing Co-Inc., New York. Mardjoko, Tri. 2004. Pasar Lelang : Harapan Baru Memperbaiki Posisi Tawar Petani. http://
www.google.co.id. Diakses : 3 Januari 2006. Marpaung, Karmen. 1998. Analisis Pemasaran Karet Rakyat dalam Upaya Meningkatkan Harga di
Tingkat Petani (Studi Kasus pada Sentra Produksi di Kecamatan Kumai, Kalimantan Tengah).
Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya. Malang. Martin, Stephen. 1989. Industrial Economics : Economic Analysis and Public Policy. Macmillan
Publishing Company. New York. Masyrofie. 1994. Pemasaran Hasil-hasil Pertanian. Diktat Kuliah Jurusan Sosial Ekonomi. Fakultas
Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang. Monke, Erick dan Todd Petzel. 1984. Market Integration: an Application to International Trade in
Cotton. American Journal of Agricultural Economics. Mustajab, M. Muslich dan Nuhfil Hanani. 2001. Tipe Penelitian dan Teknik Sampling. Jurusan
Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.