Post on 09-Mar-2019
ANALISIS GENDER DALAM KEGIATAN PENGELOLAAN
HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) ( Kasus di Desa Pulosari, RPH Pangalengan, BKPH Pangalengan, KPH Bandung
Selatan, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten )
LAILI ZUMROTUL BAHRIYAH
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
RINGKASAN
LAILI ZUMROTUL BAHRIYAH. E14102031. Analisis Gender dalam Kegiatan Pengelolaan hutan Bersama Masyarakat (PHBM), (Kasus di Desa Pulosari, RPH Pangalengan, BKPH Pangalengan, KPH Bandung Selatan, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten). Dibimbing oleh Dr.Ir. LETI SUNDAWATI, M.Sc. Degradasi hutan yang terus berlangsung di hutan Indonesia telah merambah
kawasan hutan yang dilindungi dan kawasan hutan yang berada dekat dengan
kawasan pemukiman. Keadaan ini telah mendorong dilakukannya pengelolaan
hutan yang lestari serta memberikan manfaat bagi semua pihak. Salah satu
program yang dikembangkan adalah Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat
(PHBM), dalam sistem PHBM masyarakat dilibatkan dalam pengelolaan hutan
mulai dari perencanaan, pembuatan tanaman, sampai produksi, baik di dalam
kawasan maupun diluar kawasan dengan sasaran pokok ekologi, ekonomi dan
sosial Diharapkan program PHBM dikembangkan dengan memperhatikan aspek-
aspek atau dimensi gender ke dalam setiap tahapan program (Daur Program)
sehingga dengan melibatkan laki-laki dan perempuan dalam program ini,
diharapkan manfaatnya dapat dirasakan oleh semua pihak dan tujuan yang
diharapkan dapat tercapai.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi partisipasi, curahan kerja dan
pembagian kerja laki-laki dan perempuan dalam kegiatan PHBM budidaya kopi
serta menganalisis kontribusi laki-laki dan perempuan terhadap pendapatan rumah
tangga dari kegiatan PHBM budidaya kopi.
Wawancara dilakukan terhadap 60 rumah tangga peserta program PHBM
yang dipilih berdasarkan stratifikasi kepemilikan lahan. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini berdasarkan pengukuran variabel pada: partisipasi yang
terdiri dari partisipasi kualitatif (kehadiran dalam kegiatan PHBM) dan partisipasi
kuantitatif (pengambilan keputusan), curahan waktu dan pembagian kerja pada
kegiatan produktif dan reproduktif, pendapatan total bersih dari berbagai sumber
(PHBM, pertanian non PHBM, non pertanian) dan kontribusi (%) laki-laki dan
perempuan dari pendapatan yang diperoleh.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah tingkat partisipasi perempuan
pada tahap perencanaan PHBM lebih rendah daripada tahap pelaksanaan PHBM..
Sedangkan partisipasi laki-laki pada tahap perencanaan dan pelaksanaan PHBM
budidaya kopi pada berbagai strata sangat tinggi. Secara keseluruhan partisipasi
laki-laki dalam PHBM lebih tinggi daripada perempuan. Pengambilan keputusan
pada kegiatan produktif dalam rumah tangga strata I didominasi oleh laki-laki,
sedangkan pada strata II, III dan IV sebagian besar merupakan kesepakatan
bersama. Pengambilan keputusan pada kegiatan reproduktif pada berbagai strata
dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama. Curahan waktu perempuan di
kegiatan produktif baik budidaya kopi maupun kegiatan lain lebih rendah dari
laki-laki, sebaliknya curahan waktu perempuan pada berbagai strata lebih tinggi
dari laki-laki pada kegiatan reproduktif. Budidaya kopi menempati urutan ketiga
dalam pendapatan rumah tangga setelah pendapatan yang diperoleh dari luar
pertanian, pertanian, dan peternakan. Kontribusi laki-laki dari budidaya kopi lebih
besar dari pada perempuan pada berbagai strata, dengan rata-rata kontribusi laki-
laki 79% dan perempuan 21%. Kontribusi perempuan pada strata I (51%) dan III
(66%) terhadap pendapatan rumah tangga lebih besar dari laki-laki pada kegiatan
non PHBM.
ANALISIS GENDER DALAM KEGIATAN PENGELOLAAN
HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) (Kasus di Desa Pulosari, RPH Pangalengan, BKPH Pangalengan, KPH Bandung
Selatan, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten)
LAILI ZUMROTUL BAHRIYAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
Judul Skripsi : Analisis Gender dalam Kegiatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) (Kasus di Desa Pulosari, RPH Pangalengan, BKPH Pangalengan, KPH Bandung Selatan, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten)
Nama : Laili Zumrotul Bahriyah NIM : E14102031
Disetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Leti Sundawati, M.Sc NIP: 131 916 788
Diketahui, Dekan Fakultas Kehutanan
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP: 131 430 799
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya bagi Allah yang telah melapangkan dan melancarkan
penyelesaian skripsi. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan bulan
Mei sampai Juni 2006 ini adalah gender dalam kehutanan dengan judul Analisis
Gender dalam Kegiatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) (Kasus
di Desa Pulosari, RPH Pangalengan, BKPH Pangalengan, KPH Bandung Selatan,
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten).
Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Ayah dan ibu atas doa, dukungan dan fasilitas yang diberikan
2. Dr. Ir. Leti Sundawati, M.Sc selaku pembimbing skripsi
3. Ir. Siti Badriyah Rushayati, M.Si selaku dosen penguji wakil dari
Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata
4. Ujang Suwarna, S.Hut, M.Sc selaku dosen penguji wakil dari Departemen
Hasil Hutan
5. Kepala BKPH Pangalengan beserta staf yang telah membantu selama
pengumpulan data dilapangan.
6. Mas Zaki, mbak Inung dan dek Ozik atas semangat dan doanya .
7. Indah, Linda, Yuni dan Wawan atas bantuannya selama penelitian.
8. Edelwis crew (Mbak Onya, Tyas, Nofi, Nutri, Ari, Galuh, Susi, Nikmah,
Sari, Ugi, Dara, Dewi, Anggi, Nai, Panca, Dona, Vinda, Rona, Indri, Dian,
Fani dan Mbak Uji) atas bantuan dan kerjasamanya selama ini.
9. Harini, Lenita, Luky, Resman, Inten dan teman-teman Manajemen Hutan 39
atas kebersamaan dan bantuannya selama ini.
Bogor, September 2006
Laili Zumrotul Bahriyah
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Nganjuk pada tanggal 31 Desember 1983 dari ayah
Drs. Amin Thohari dan ibu Siti Maslichah, S.Ag. Penulis merupakan anak ketiga
dari empat bersaudara.
Tahun 2002 penulis lulus dari SMU Negeri 2 Nganjuk dan pada tahun yang
sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis
memilih Program Studi dan Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menerima beasiswa Peningkatan
Prestasi Akademik (PPA). Penulis pernah tergabung dalam International Forest
Student Association (IFSA) dan Himpunan Profesi Forest Management Student
Club (FMSC). Beberapa praktek yang pernah diikuti antara lain: Praktek
Pengenalan Hutan di Cilacap-Baturaden, Praktek Pengelolaan Hutan di KPH
Banyumas Timur dan Praktek Kerja Lapang di HPHTI Korintiga Hutani,
Kalimantan Tengah.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL..........................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................xi
PENDAHULUAN
Latar Belakang ..................................................................................... 1
Perumusan Masalah ............................................................................. 1
Tujuan Penelitian ................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA
Gender dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam .................................... 3
Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat ( PHBM ) ............................ 7
Pola Tanam dalam PHBM. .................................................................. 8
METODOLOGI PENELITIAN
Kerangka Pemikiran ............................................................................. 9
Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................... 10
Alat dan Sasaran Penelitian .................................................................. 10
Jenis Data ............................................................................................. 10
Metode Pengumpulan Data .................................................................. 10
Metode Pengambilan Responden ......................................................... 11
Metode Pengukuran Variabel ............................................................... 11
Metode Pengolahan Data dan Analisis ................................................ 16
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
BKPH Pangalengan .............................................................................. 17
RPH Pangalengan ................................................................................ 17
Desa Pulosari ........................................................................................ 18
PROGRAM PHBM DI BKPH PANGALENGAN ...................................... 20
HASIL dan PEMBAHASAN
Karakteristik Responden ..................................................................... 22
Partisipasi dalam Program PHBM ...................................................... 25
Pengambilan Keputusan dalam Rumah Tangga Petani ....................... 28
Pembagian Kerja dalam Rumah Tangga Petani ................................... 30
Curahan Waktu Kerja ........................................................................... 32
ix
Pendapatan Rumah Tangga Petani ...................................................... 34
KESIMPULAN dan SARAN ........................................................................ 37
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 38
LAMPIRAN...................................................................................................40
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Peta lokasi kegiatan PHBM kopi di bawah tegakan ....................................... 40
2 Tabel karakteristik responden ......................................................................... 41
3 Tabel jumlah produksi kopi dan biaya produksi dalam budidaya kopi...........43
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Degradasi hutan yang terus berlangsung di hutan Indonesia, tidak hanya
terjadi di hutan produksi di luar Jawa, tetapi telah merambah kawasan hutan yang
dilindungi dan kawasan hutan yang berada dekat dengan kawasan permukiman.
Keadaan ini telah mendorong dilakukannya pengelolaan hutan yang lestari serta
memberikan manfaat bagi semua pihak yaitu pengembangan kawasan hutan di
daerah tropika dengan mengembangkan sistem-sistem pengelolaan kehutanan dan
pertanian yang memungkinkan pemanfaatan hutan alam sekaligus melestarikan
sumberdayanya (Michon dan Foresta 2000).
Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Pangalengan sebagai salah
satu instansi pengelola hutan telah mengembangkan sistem pengelolaan hutan
yang dipadukan dengan sektor lain seperti peternakan dan perkebunan melalui
program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Witjahjono (2005)
menyebutkan bahwa dalam sistem PHBM masyarakat dilibatkan dalam
pengelolaan hutan mulai dari perencanaan, pembuatan tanaman, sampai produksi,
baik di dalam kawasan maupun diluar kawasan dengan sasaran pokok ekologi,
ekonomi dan sosial. Salah satu kegiatan PHBM di BKPH Pangalengan yang saat
ini sedang berkembang adalah budidaya kopi di bawah tegakan.
Diharapkan program PHBM, terutama PHBM kopi di bawah tegakan ini
merupakan program yang berperspektif terhadap gender yaitu program yang
dikembangkan dengan memperhatikan aspek-aspek atau dimensi gender ke dalam
setiap tahapan program (Daur Program), baik pada tahap penjajagan kebutuhan
dan perencanaan program, pada tahap pelaksanaan, maupun pada tahap
monitoring dan evaluasi program (Tobing et al. 2005). Dengan melibatkan laki-
laki dan perempuan dalam program ini, diharapkan manfaatnya dapat dirasakan
oleh semua pihak dan tujuan yang diharapkan dapat tercapai.
Perumusan Masalah
Total luas hutan yang dimiliki BKPH Pangalengan adalah 8.734 hektar.
Bila dilihat dari potensinya, sekitar 2.990 ha atau 34,2% lahan di BKPH
2
Pangalengan bisa dimanfaatkan untuk memberdayakan ekonomi masyarakat di
sekitar hutan. Areal itu sangat cocok ditanami kopi, murbei, dan rumput gajah
karena tidak terlalu terjal dan dekat sumber air. Dari ketiga potensi tersebut, kopi
memegang prospek yang paling menjanjikan, setidaknya 2.241 ha atau 75% dari
2.290 lahan hutan di BKPH Pangalengan bisa dikembangkan untuk kopi jenis
arabika. Hingga saat ini areal hutan yang sudah tertanami kopi sekitar 410 ha.
Berarti masih ada 1.831 ha lahan hutan lainnya yang masih terbuka untuk
ditanami kopi. Seiring dengan adanya reformasi, masyarakat menuntut
pelibatannya dalam kegiatan pengelolaan hutan, untuk itu BKPH Pangalengan
mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan hutan melalui program
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) salah satunya agroforestri kopi
ini (Handiman 2005). Dalam kegiatan pengelolaan kopi ini ingin diketahui: sejauh
mana partisipasi anggota rumah tangga laki-laki dan perempuan dalam kegiatan
PHBM dan pengambilan keputusan dalam rumah tangga, bagaimanakah
pembagian dan curahan kerja anggota rumah tangga laki-laki dan perempuan
dalam kegiatan produktif dan reproduktif, seberapa besar kontribusi laki-laki dan
perempuan terhadap pendapatan rumah tangga dari kegiatan PHBM.
Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi partisipasi laki–laki dan perempuan dalam kegiatan PHBM
budidaya kopi.
2. Mengidentifikasi pembagian kerja dan curahan laki–laki dan perempuan
dalam kegiatan PHBM budidaya kopi.
3. Menganalisis kontribusi laki-laki dan perempuan terhadap pendapatan
rumah tangga dari kegiatan PHBM budidaya kopi.
TINJAUAN PUSTAKA
Gender dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan
Gender menggambarkan peran laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari
kontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan
biologis, melainkan oleh nilai-nilai, norma-norma, hukum-hukum, ideologi dari
masyarakat yang bersangkutan. Perbedaan gender suatu kelompok masyarakat
berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya. Dalam suatu kelompok
masyarakat posisi perempuan ada yang ditinggikan, direndahkan atau bahkan
sejajar dalam segala bidang atau pada bidang tertentu daripada laki-laki. Karena
gender merupakan hasil kontruksi sosial budaya, maka perbedaan gender dalam
suatu masyarakat dapat berubah dari waktu ke waktu (Suharjito et al. 2003).
Keluarga atau rumah tangga merupakan satuan masyarakat terkecil dimana
segala macam hubungan antara laki-laki dan perempuan dapat tercermin. Mulai
dari pembedaan peran, pembagian kerja, penguasaan dan akses atas sumber-
sumber baik fisik, maupun ideologis, hak dan posisi (Simatauw et al. 2001)
Gender dan Pembagian Tugas (Peran) dalam Rumah Tangga
Pembagian kerja adalah mengalokasikan anggota rumah tangga laki-laki dan
perempuan, dewasa dan anak-anak untuk melakukan berbagai kegiatan sesuai
dengan peranannya dalam kegiatan produktif dan reproduktif. Pembagian tugas
atau peran sebenarnya sulit untuk dibatasi, mana tugas untuk perempuan dan
mana untuk laki-laki, karena sebenarnya pembagian tugas gender kebanyakan bisa
dilakukan oleh keduanya. Pembagian tugas laki-laki dan perempuan perlu
dilakukan untuk berbagi tanggung jawab secara adil. Pembagian tugas yang baik
tidak menjadikan gender sebagai masalah karena pembagian peran laki-laki dan
perempuan tersebut menguntungkan kedua belah pihak. Pembagian peran dalam
rumah tangga terdiri dari produktif dan reproduktif (Djohani 1996).
Kegiatan produktif adalah kegiatan yang menyumbangkan pendapatan
seseorang/keluarga dalam bentuk uang atau barang yang dipergunakan untuk
memenuhi kebutuhan seseorang/keluarga. Misalnya: bertani, berkebun, beternak,
berdagang, membuat kerajinan tangan, dan sebagainya. Sedangkan kegiatan
4
reproduktif adalah kegiatan yang menjamin kelangsungan hidup manusia dan
keluarga seperti melahirkan dan mengasuh anak, serta pekerjaan rumah tangga
(Tobing, et al 2005).
Perempuan pada umumnya memiliki dua peran yaitu peran reproduktif dan
produktif, sementara laki-laki hanya produktif, dan sedikit reproduktif.
Berdasarkan hasil penelitian di Yuscaran-Honduras menunjukkan bahwa pada
awalnya bidang pertanian merupakan pekerjaan laki-laki. Namun seiring
terjadinya degradasi lahan pertanian telah meningkatkan peran perempuan pada
kegiatan pertanian. Tenaga kerja laki-laki pada rumah tangga yang lahan
pertaniannya marginal (miskin) dan peka erosi cenderung meninggalkan
pertaniannya dan bekerja di sektor non-pertanian (off-farm). Sehingga beban
tenaga kerja perempuan cenderung bertambah berat, yakni bukan hanya
bertanggung jawab untuk kegiatan reproduksi melainkan juga pada lahan
pertaniannya. Peran tenaga kerja perempuan tersebut tergantung ketersediaan
tenaga anak dewasa yang dapat membantu bekerja dan keberadaan anak bayi dan
balita (Paolisso et al. 1999 dalam Suharjito et al. 2003)
Gender dalam Pengambilan Keputusan
Di dalam rumah tangga setiap hal yang menyangkut kepentingan keluarga
atau bahkan pribadi-pribadi anggota memiliki cara tertentu untuk mengambil
keputusan. Ada keluarga yang pengambilan keputusan tertinggi adalah ayah, ada
yang bersama-sama (ayah dan ibu), ada pula yang ibu saja. Kadangkala
pengambilan keputusan memiliki jenjang berdasarkan umur dan jenis kelamin
(Simatauw et al. 2001).
Pembagian peran yang berjalan dalam suatu masyarakat tertentu seringkali
meletakkan perempuan pada posisi yang kurang menguntungkan, misalnya
dibatasi akses dan kontrolnya terhadap pengambilan keputusan, bahkan
keputusan-keputusan yang menyangkut dirinya dan kehidupannya. Dalam banyak
hal, perempuan diharuskan tunduk pada keputusan yang diambil laki-laki (Tobing
et al. 2005).
Selama ini peran perempuan dalam sektor pertanian di pedesaan sangat
tinggi namun seringkali tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan
yang berkaitan dengan pengembangan sektor pertanian (Ruswita et al. 2005)
5
Penempatan kaum perempuan dalam posisi yang seolah-olah tidak penting
dalam aktivitas pengelolaan sumber daya alam ini disebabkan adanya mitos
negatif yang masih berkembang, antara lain: perempuan adalah istri di rumah,
hasil hutan adalah domain laki-laki, laki-laki adalah kepala rumah tangga,
perempuan adalah anggota masyarakat yang pasif, perempuan kurang produktif
dibanding laki-laki (Suharjito et al. 2003).
Tidak disemua tempat, perempuan kehilangan hak dalam pengambilan
keputusan. Kasus seperti di Kupang Barat, propinsi Nusa Tenggara Timur
menunjukkan justru perempuan menguasai seluruh rantai produksi pangan. Mulai
dari menentukan waktu tanam, jenis tanaman, lokasi penanaman, pemeliharaan,
panen, hingga penjualan. Perempuan pun terlibat cukup dominan saat menentukan
penggunaan uang hasil penjualan hasil bumi (Simantaw et al. 2001).
Gender dan Kontribusi Pendapatan Rumah Tangga
Perekonomian modern selalu mengukur hasil produksi dengan uang. Setiap
hasil kerja diukur atau disetarakan dengan uang. Disamping itu kerja-kerja
reproduktif seperti memasak, mencuci, mengasuh anak tidak dapat dan tidak
diukur dengan uang. Bahkan pekerjaan produktif seperti bertani di sekitar
pekarangan, beternak hewan kecil, dan menenun meski kebutuhan sendiri pun
tidak diukur dengan uang. Hal ini menyebabkan pekerjaan traditional perempuan
tidak dianggap penting . Padahal pada masyarakat yang tidak menggantungkan
kebutuhan barang-barang dari luar, seringkali melakukan pekerjaan subsisten
semacam ini dan justru hal inilah yang menunjang kehidupan mereka sehari-hari
(Simatauw et al. 2001).
Berdasarkan hasil penelitian Tobing et al. (2005) di desa Manuk Bunggul,
kabupaten Nunukan menyebutkan bahwa sektor pertanian merupakan mata
pencaharian yang paling banyak memberikan kontribusi ekonomi keluarga. Pada
sektor pertanian ini perempuan dominan terlibat daripada laki-laki terutama pada
kegiatan pertanian semusim. Dengan besarnya keterlibatan perempuan dalam
sektor produksi dapat dikatakan perempuan memberikan kontribusi ekonomi yang
cukup besar kepada keluarga.
6
Beradasarkan hasil penelitian Hartoyo (1981) menunjukkan bahwa
hubungan antara pendapatan dengan luas penguasaan lahan maka terlihat bahwa
makin luas penguasaan lahan makin tinggi pendapatan.
Curahan Waktu Kerja
Curahan kerja adalah waktu yang dipergunakan untuk melakukan kegiatan
produktif yaitu kegiatan yang menghasilkan pendapatan baik secara langsung
berupa uang atau tidak langsung berupa natura (Haryono et al. 1997).
Jam kerja adalah jumlah waktu (dalam jam) yang digunakan untuk bekerja.
Jumlah jam kerja dapat dijadikan ukuran produktivitas kerja seseorang pekerja.
Jumlah jam kerja kurang dari 35 jam seminggu dikategorikan mempunyai jam
kerja dibawah normal dan disebut sebagai setengah penganggguran. Berdasarkan
data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2002 menunjukkan bahwa perempuan
memiliki jam kerja lebih rendah daripada laki-laki, baik di perkotaan maupun di
pedesaan. Perempuan mempunyai jam kerja kurang dari 35 jam/minggu sebesar
43,7%, sedangkan laki-laki 26,9%. Di pedesaan perempuan yang mempunyai jam
kerja normal hanya 41,4%, 43,6% mempunyai jam kerja antara 15-34 jam dan
10,3% antara 1-14 jam. Dengan kata lain lebih dari setengah dari seluruh pekerja
perempuan dipedesaan bekerja dibawah jam kerja normal. Rendahnya jumlah jam
kerja perempuan mungkin disebabkan karena adanya peran ganda perempuan,
yaitu selain bekerja juga harus mengurus rumah tangga sehingga perempuan lebih
memilih ataupun terpaksa sambilan dengan bekerja paruh waktu untuk menambah
penghasilan rumah tangga.Tingkat produktivitas kerja dan tingkat pendidikan
merupakan faktor yang mempengaruhi besar kecilnya upah. Produktivitas tenaga
kerja perempuan yang dinilai lebih rendah daripada laki-laki menyebabkan adanya
perbedaan pada sistem pengupahan. Sampai saat ini rata-rata upah/gaji yang
diterima perempuan (Rp. 269.003/bulan) masih lebih rendah bila dibandingkan
yang diterima kaum laki-laki (Rp.383.313/bulan) pola yang sama juga terlihat di
perkotaan maupun pedesaan. Hal ini mungkin disebabkan sampai saat ini kaum
perempuan yang bekerja tidak dianggap sebagai pencari nafkah yang utama,
melainkan sebagai penambah penghasilan keluarga (BPS 2002).
Berdasarkan hasil penelitian Hartoyo (1981) menunjukkan bahwa makin
luas pemilikan lahan oleh suatu rumah tangga maka cenderung makin rendah
7
tingkat pencurahan kerja. Golongan rumah tangga yang menguasai tanah luas,
lebih banyak bekerja sebagai manager daripada bekerja secara langsung pada
pekerjaannya, sehingga tenaga kerja yang dicurahkan menjadi lebih rendah.
Sedangkan pada golongan yang penguasaan lahannya sempit terpaksa harus
bekerja lebih banyak supaya dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Tingkat
pencurahan kerja pada golongan yang tidak menguasai lahan lebih rendah dari
pada golongan yang lain. Jenis pekerjaan yang dilakukan golongan ini sebagian
besar adalah buruh tani.
Pengelolaan Hutan Bersama Mayarakat ( PHBM )
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) adalah suatu sistem
pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan oleh Perhutani dan masyarakat
desa hutan atau Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang
berkepentingan (stakeholders) dengan jiwa berbagi, sehingga kepentingan
bersama untuk mencapai berkelanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan
dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional. Pengembangan PHBM
dimaksudkan untuk memberikan akses kepada masyarakat atau kelompok
masyarakat di sekitar hutan dan para pihak terkait (stakeholder) sesuai dengan
peran dan fungsinya masing-masing, untuk mengelola hutan secara partisipatif
tanpa mengubah status dan fungsi hutan, berdasarkan azas-azas manfaat,
kelestarian, kebersamaan, kemitraan, keterpaduan, kesederajatan, dan sistem
berbagi (Affianto 2005).
Model-model PHBM telah dilaksanakan Perhutani dan berjalan sejak
berdirinya Perum Perhutani tahun 1972, bahkan sebelum itu, dengan
melibatkan/mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya hutan,
antara lain dalam program Perhutanan Sosial, Agroforestry, Sylvofishery, PMDH
(Pembangunan Masyarakat Desa Hutan), PMDH-T (Pembangunan Masyarkat
Desa Hutan Terpadu) yang implementasinya dilaksanakan pada kegiatan
tumpangsari, insus tumpangsari, penanaman di bawah tegakan, Perhutanan Sosial,
tebangan, pemasaran, pembangunan sarana dan prasarana, dll. Kegiatan tersebut
berkelanjutan dan sudah menjadi budaya dan ladang kesempatan bekerja dan
berusaha bagi masyarakat dan stakeholders, sehingga dapat meningkatkan
8
kesejahteraannya dan kemandirian melalui peningkatan pendapatan dan produksi
pangan (Perum Perhutani 2005).
Pola Tanam dalam PHBM
Pelibatan masyarakat dan stakeholder dalam PHBM, dimaksudkan oleh
Perhutani untuk memanfaatkan semua sumberdaya hutan yang dimiliki untuk
menambah nilai tambah pengelolaan sumberdaya hutan tanpa mengesampingkan
menurunnya kelestarian sumberdaya hutan. Hal ini dilakukan salah satunya
melalui pengaturan pola tanam antara tanaman kehutanan dan tanaman pertanian
atau perkebunan, sehingga dihasilkan pemanfaatan lahan yang optimal bagi
pertumbuhan tanaman hutan dan tanaman pertanian. Dalam penerapannya di
lapangan, kebijakan-kebijakan yang bertema Social Forestry seperti ini selalu
akan berakhir pada keputusan menggunakan pola agroforestry dari yang
sederhana (tumpangsari) sampai yang kompleks, misalnya campuran tegakan
pinus, kopi dan tanaman bawah (empon-empon) berharga lainnya. Sistem
agroforestry sederhana merupakan perpaduan tanaman pertanian dan pepohonan
yang ditanam secara tumpangsari dengan satu atau lebih tanaman semusim.
Pepohonan bisa ditanam sebagai pagar mengeliling, petak lahan tanaman pangan,
secara acak dalam petak lahan, atau dengan pola lain misalnya berbaris dalam
larikan sehingga membentuk l0orong/pagar. Agroforestry sederhana dalam bentuk
tumpangsari banyak dikembangkan dalam rangka program Perhutanan Sosial di
Perhutani salah satunya adalah program PHBM. Diantaranya penanaman pangan
seperti tanaman padi, jagung, kacang-kacangan, ketela di antara pohon-pohon jati
muda oleh petani di Jawa, penanaman kopi pada hutan pinus di Ngantang-Malang,
penanaman kopi di bawah tegakan eukaliptus di Pangalengan-Bandung.
Penanaman kopi di bawah tegakan terbukti dapat meningkatkan hasil produksi,
karena agar tumbuh dan berproduksi baik kopi memerlukan naungan. Sistem
agroforestry kompleks merupakan sistem pertanian menetap dimana didalamnya
terdapat beraneka jenis pepohonan, tanaman perdu, tanaman merambat (liana),
tanaman musim dan rerumputan yang banyak jumlahnya yang sengaja ditanam
maupun yang tumbuh secara alami dan dikelola oleh petani mengikuti pola tanam
dan ekosistem yang menyerupai hutan, contohnya hutan damar di Krui-Lampung
Baratatau hutan karet di Jambi (Hairiyah et al. 2003).
Petani (Laki-laki dan Perempuan)
Kegiatan Produktif Kegiatan Reproduktif
PHBM
Partisipasi Laki-laki dan Perempuan
Non PHBM
Kontribusi terhadap pendapatan Rumah Tangga
Curahan kerja Laki-laki dan Perempuan
METODOLOGI PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Laki–laki dan perempuan memiliki peran masing–masing dalam segala
aspek kehidupan, kegiatan produktif maupun reproduktif. Kegiatan produktif
terdiri dari kegiatan PHBM dan kegiatan non PHBM seperti: pertanian,
peternakan, dll. Pada dasarnya laki-laki maupun perempuan meniliki kesempatan
sama besar untuk berperan dalam semua kegiatan tersebut, namun pembedaan
peran dilakukan untuk saling melengkapi, karena tidak semua kegiatan tersebut
(produktif dan reproduktif) dapat dilakukan sendiri dan dalam waktu yang
bersamaan. Peran laki-laki dan perempuan dalam kegiatan-kegiatan produktif dan
reproduktif dapat dilihat dari besarnya partisipasi pada kegiatan PHBM dan
pengambilan keputusan dalam rumah tangga, besarnya curahan waktu untuk
melakukan kegiatan-kegiatan tersebut dan besarnya kontribusi yang dapat
diberikan terhadap pendapatan rumah tangga.
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Gender dalam PHBM
10
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pulosari, RPH Pangalengan, BKPH
Pangalengan, KPH Bandung Selatan, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan
Banten. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei dan Juni 2006.
Alat dan Sasaran Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: kuisioner, alat tulis,
kalkulator, tape perekam dan kamera. Sasaran dalam penelitian ini adalah rumah
tangga petani peserta program PHBM budidaya kopi di blok Kubang Sari.
Jenis Data
Data yang dikumpulkan terdiri dari data:
a. Data primer, meliputi data identitas responden yaitu: nama, umur,
pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan, jumlah anggota keluarga. Informasi
sosial ekonomi meliputi: luas kepemilikan lahan, stastus kepemilikan lahan,
kepemilikan ternak, jenis ternak, dll. Informasi mengenai curahan waktu
kerja, pembagian kerja pada kegiatan-kegiatan produktif dan reproduktif
serta pada kegiatan PHBM budidaya kopi, keikutsertaan laki–laki dan
perempuan pada program PHBM,dll.
b. Data sekunder dikumpulkan dengan cara mencatat dan mengutip data yang
ada di instansi-instansi yang terkait dengan penelitian ini, meliputi: kondisi
umum tempat penelitian (letak, luas, topografi dan iklim), data sosial
ekonomi masyarakat meliputi: jumlah penduduk, pendidikan, mata
pencaharian, data potensi dan luasan lahan PHBM kopi dibawah tegakan ,
dll.
Metode Pengumpulan Data
1. Studi literatur.
Studi leteratur dilakukan untuk menambah kelengkapan data yang diperoleh.
Pengumpulan literatur dilakukan dengan cara mempelajari, mengutip buku
dan laporan yang berkaitan dengan penelitian ini.
11
2. Wawancara
Tehnik wawancara adalah tehnik pengumpulan data yang dilakukan dengan
melakukan tanya jawab langsung dengan responden dan pihak-pihak lain
yang berkaitan, seperti: aparat desa, pegawai BKPH Pangalengan, dsb.
Metode Pengambilan Responden
Responden dipilih secara acak berdasarkan strata kepemilikan lahan
(Kartasubrata 1986) dengan total responden 60 rumah tangga yang berasal dari
populasi rumah tangga peserta program PHBM sebanyak 67 orang. Jumlah
responden yang diamati dari tiap strata ditentukan dengan alokasi berimbang
berdasarkan persamaan: ni = NNi x n.
Dimana, ni = Responden terpilih strata-i N = Populasi seluruh srata
Ni = Populasi strata-i n = Jumlah responden total
Tabel 1 Jumlah responden berdasarkan strata kepemilikan lahan Strata Kepemilikan lahan
Luas (ha) Populasi strata
∑ Responden
I >0.50 10 9 II 0.26-0.50 5 4 III 0.01-0.25 10 9 IV 0 42 38
Jumlah 67 60
Metode Pengukuran Variabel
Partisipasi laki-laki dan perempuan
Berdasarkan Djohani (1996) partisipasi dibagi menjadi dua yaitu:
1. Partisipasi kuantitatif yaitu keikutsertaan yang dihitung dari jumlah
kehadiran (penilaian keikutsertaan secara fisik). Metode ini digunakan untuk
mengetahui partisipasi/keterlibatan laki-laki dan perempuan dalam program
PHBM mulai perencanaan sampai pelaksanaan (pembuatan tanaman sampai
produksi dan pasca produksi).
12
A. Perencanaan PHBM, meliputi kegiatan:
a. Sosialisasi dan penyuluhan
Tabel 2 Kriteria pemberian skor pada pertemuan sosialisasi dan penyuluhan
No. Intensitas keikutsertaan Skor
1. Ikut serta dalam 4 pertemuan 5 2. Ikut serta dalam 3 pertemuan 4 3. Ikut serta dalam 2 pertemuan 3 4. Ikut serta dalam 1 pertemuan 2 5. Tidak pernah ikut pertemuan 1
b. Keikutsertaan dalam kegiatan pembinaan dan pembentukan
kelembagaan, meliputi:
- Pertemuan anggota
- Pembentukan KTH
- Penentuan lokasi KTH
- Pembentukan LMDH
Tabel 3 Kriteria pemberian skor pada kegiatan pembinaan dan pembentukan kelembagaan
No. Intensitas keikutsertaan Skor
1. Ikut serta dalam 4 kegiatan 5 2. Ikut serta dalam 3 kegiatan 4 3. Ikut serta dalam 2 kegiatan 3 4. Ikut serta dalam 1 kegiatan 2 5. Tidak pernah ikut kegiatan 1
c. Keikutsertaan dalam negosiasi, meliputi:
- Penentuan jenis tanaman
- Penentuan luas dan pembagian lahan andil
- Penentuan lokasi PHBM
- Penentuan pola tanam
Tabel 4 Kriteria pemberian skor pada kegiatan negosiasi
No. Intensitas keikutsertaan Skor 1. Ikut serta dalam 4 kegiatan 5 2. Ikut serta dalam 3 kegiatan 4 3. Ikut serta dalam 2 kegiatan 34. Ikut serta dalam 1 kegiatan 2 5. Tidak pernah ikut kegiatan 1
13
d. Keikutsertaan dalam perjanjian, meliputi:
- Penentuan jangka waktu kontrak
- Penandatanganan kontrak
- Penentuan hak, kewajiban dan sangsi
- Penentuan bagi hasil
Tabel 5 Kriteria pemberian skor pada kegiatan perjanjian
No. Intensitas keikutsertaan Skor1. Ikut serta dalam 4 kegiatan 5 2. Ikut serta dalam 3 kegiatan 4 3. Ikut serta dalam 2 kegiatan 3 4. Ikut serta dalam 1 kegiatan 2 5. Tidak pernah ikut kegiatan 1
B. Pelaksanaan PHBM, meliputi kegiatan:
a. Keikutsertaan dalam pertemuan KTH
Tabel 6 Kriteria pemberian skor pada pertemuan KTH
No. Intensitas keikutsertaan Skor
1. Ikut serta dalam 4 pertemuan 5 2. Ikut serta dalam 3 pertemuan 4 3. Ikut serta dalam 2 pertemuan 3 4. Ikut serta dalam 1 pertemuan 2 5. Tidak pernah ikut pertemuan 1
b. Keikutsertaan dalam kegiatan persiapan lahan, meliputi:
- Pembuatan jalan pemeriksaan
- Pembuatan gubug kerja
- Pembuatan larikan
- Pembuatan lubang tanam
- Pemasangan ajir
Tabel 7 Kriteria pemberian skor pada kegiatan persiapan lahan
No. Intensitas keikutsertaan Skor
1. Ikut serta dalam 4-5 kegiatan 5 2. Ikut serta dalam 3 kegiatan 4 3. Ikut serta dalam 2 kegiatan 3 4. Ikut serta dalam 1 kegiatan 25. Tidak pernah ikut kegiatan 1
14
c. Keikutsertaan dalam kegiatan penanaman dan pemeliharaan,
meliputi:
- Penanaman sesuai jalur dan jarak tanam
- Penyulaman
- Penyiangan
- Penggemukan
- Penyetekan
- Pemeliharaan tanaman pokok
Tabel 8 Kriteria pemberian skor pada kegiatan pemeliharaan dan penanaman
No. Intensitas keikutsertaan Skor
1. Ikut serta dalam 6 kegiatan 5 2. Ikut serta dalam 4-5 kegiatan 4 3. Ikut serta dalam 2-3 kegiatan 3 4. Ikut serta dalam 1 kegiatan 2 5. Tidak pernah ikut kegiatan 1
d. Keikutsertaan dalam kegiatan pemanenan dan pengamanan,
meliputi:
- Pemanenan buah
- Pencegahan pencurian kayu
- Pencegahan perencekan
- Pencegahan penyerobotan lahan
- Pencegahan kebakaran hutan
Tabel 9 Kriteria pemberian skor pada kegiatan pemanenan pengamanan
No. Intensitas keikutsertaan Skor
1. Ikut serta dalam 4-5 kegiatan 5 2. Ikut serta dalam 3 kegiatan 4 3. Ikut serta dalam 2 kegiatan 3 4. Ikut serta dalam 1 kegiatan 2 5. Tidak pernah ikut kegiatan 1
Partisipasi laki-laki dan perempuan dalam PHBM dikelompokkan
berdasarkan kategori, yaitu rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. Dimana
15
kategori partisipasi berdasarkan pada total skor yang diperoleh dari kegiatan
perencanaan dan pelaksanaan.
Tabel 10 Tingkat partisipasi berdasarkan nilai skor perempuan dan laki-laki dalam setiap tahap PHBM budidaya kopi
No. Kategori Skor
1. Sangat tinggi 32,1-40 2. Tinggi 24,1-32 3. Sedang 16,1-24 4. Rendah 8-16
d. Partisipasi kualitatif adalah keterlibatan dalam pengambilan keputusan
dalam rumah tangga. Meliputi pengambilan keputusan dalam kegiatan
produktif (PHBM dan non PHBM) dan kegiatan reproduktif, seperti:
pendidikan anak, pembagian kerja, penentuan jenis tanaman di kebun dan
jenis binatang ternak yang dipelihara, dsb.
Simatauw et al. (2001) menyebutkan bahwa dalam rumah tangga
pengambilan keputusan dilakukan oleh :
Perempuan sendiri
Perempuan dominan
Bersama (laki-laki dan perempuan)
Laki-laki sendiri
Laki-laki dominan
Curahan Kerja Laki-laki dan Perempuan
Curahan kerja didasarkan pada pembagian peran yaitu :
a. Kegiatan produktif, terdiri dari kegiatan PHBM seperti : menanam,
memelihara, memanen, mengangkut. Kegiatan diluar PHBM, seperti :
beternak, berdagang, berkebun, pegawai.
b. Kegiatan reproduktif, seperti : memasak, mencuci pakaian, membersihkan
rumah, berbelanja, dll.
Curahan kerja untuk satu hari kerja dihitung berdasarkan Hari Orang Kerja
(HOK), dimana satu HOK sama dengan delapan jam kerja/hari. Curahan kerja
seseorang dalam satu hari diperoleh dari banyaknya waktu yang dihabiskan untuk
melakukan suatu kegiatan dalam satu hari (jam kerja) dibagi dengan 1 HOK.
16
Pendapatan Rumah Tangga
Sumber pendapatan yang dihitung adalah :
1. Pendapatan dari sektor pertanian, terdiri dari:
a. Pendapatan dari program PHBM
b. Pendapatan dari sektor pertanian non PHBM seperti : hasil ternak,
hasil kebun, hasil sawah, dll.
2. Pendapatan dari luar sektor pertanian, seperti: pegawai, berdagang,
pemberian, sumbangan.
Pendapatan total rumah tangga dihitung dari berbagai sumber pendapatan
selama satu tahun (Rp/tahun). Pendapatan total rumah tangga dihitung dengan
rumus berikut:
Y total = Ya+Yb+Yc+.......................+Yn
Y total = Pendapatan total rumah tangga
Ya = Pendapatan dari pengelolaan PHBM
Yb, Yc,Yn = Pendapatan dari semua bidang usaha, termasuk
sumbangan, kiriman.
Kontribusi laki-laki dan perempuan terhadap pendapatan rumah tangga
dihitung dengan cara membagi curahan kerja perempuan atau laki-laki dengan
total curahan kerja total (laki-laki dan perempuan) dari setiap bidang usaha
(PHBM, pertanian non PHBM dan non pertanian) dikalikan dengan jumlah
pendapatan yang diperoleh dari masing-masing bidang usaha.
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabulasi dan dianalisis secara
deskriptif meliputi analisis partisipasi, analisis curahan kerja serta analisis
kontribusi pendapatan.
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
BKPH Pangalengan
Secara administratif pemerintahan BKPH Pangalengan termasuk dalam
wilayah Kecamatan Kertasari dan Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung,
dengan batas–batas areal kerja sebagai berikut: sebelah utara berbatasan dengan
perkebunan teh Kertamanah, wilayah hutan BKPH Banjaran dan BKPH Ciparay,
KPH Bandung Selatan; sebelah barat berbatasan dengan wilayah hutan BKPH
Ciwidey, KPH Bandung Selatan; sebelah timur berbatasan dengan batas hutan
KPH Garut; sebelah selatan berbatasan dengan perkebunan teh Pasir Malang dan
wilayah hutan BKPH Cileuleuy, KPH Garut. BKPH Pangalengan berada pada
ketinggian 1700 m dpl dengan bentuk wilayah bergelombang. BKPH Pangalengan
memiliki areal seluas 8.734,65 ha yang terbagi dalam 4 Resort Pemangkuan Hutan
(RPH) yaitu RPH Papandayan, RPH Wayang Windu, RPH Pangalengan dan
RPH Kancana. Berdasarkan fungsi hutannya, areal BKPH Pangalengan termasuk
hutan lindung dengan jenis tanaman berupa rimba campuran seperti: rasamala,
eukalyptus, pinus, dan lain lain (BKPH Pangalengan, 2006).
RPH Pangalengan
Secara administratif RPH Pangalengan berbatasan dengan RPH Logawa,
BKPH Banjaran di sebelah utara; di sebelah timur berbatasan dengan Desa
Pangalengan, Warnasari, Sukaluyu, Lamajang, dan Margamulya; disebelah
selatan berbatasan dengan RPH Pamoyanan, BKPH Cileley, KPH Garut; sebelah
barat berbatasan dengan BKSDA Jawa Barat II. Lokasi RPH Pangalengan
meliputi Desa Margamulya, Tribaktimukti, Lamajang, Pulosari, Warnasari dan
Sukaluyu. Selain program PHBM kopi di desa Pulosari; terdapat beberapa
kegiatan PHBM lainnya, antara lain: budidaya kopi dan teh di Desa Sukaluyo,
budidaya kopi, alpukat dan nangka di Desa Lamajang; budidaya kopi dan rumput
gajah di Desa Margamulya dan Warnasari. Kegiatan penelitian ini difokuskan
pada budidaya kopi di Desa Pulosari (BKPH Pangalengan, 2006).
18
Desa Pulosari
Desa Pulosari terletak pada ketinggian 1200-1500 m dpl. Dan memiliki
curah hujan 1000 sampai 2000 mm/th. Suhu udara rata-rata harian di Desa
Pulosari berkisar antara 16o C sampai 20o C. Di sebelah utara, Desa Pulosari
berbatasan dengan Desa Lamajang, di sebelah selatan berbatasan dengan Desa
Margamekar, Di sebelah barat berbatasan dengan Desa Warnasari, di sebelah
timur berbatasan dengan Desa Pangalengan. Desa Pulosari seluas 5.118,147 ha
terbagi dalam berbagai penggunaan lahan seperti tanah sawah, tanah kering, tanah
basah, tanah perkebunan, tanah fasilitas umum dan tanah hutan. Jumlah total
penduduk desa Pulosari sebanyak 9193 orang, terdiri dari laki-laki 4894 orang dan
perempuan 4299 dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 2645 kepala keluarga.
Tabel 11 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk bermata
pencaharian utama sebagai buruh tani, baik buruh sawah maupun buruh
perkebunan teh. Kegiatan pertanian menempati urutan kedua sebagai sumber mata
pencaharian utama penduduk, dengan komoditas pertanian sebagai berikut:
jagung, cabe, tomat, sawi, kentang, kubis, buncis dan labu siam. Penduduk yang
bermata pencaharian sebagai peternak cukup banyak yaitu sebesar 9,6% dengan
jenis ternak yang diusahakan antara lain: sapi, domba, ayam dan bebek. Susu
merupakan komoditas utama yang dihasilkan dari sektor peternakan. Pekerjaan
utama penduduk lainnya adalah buruh/swasta, pegawai negeri, pedagang dan lain-
lain.
Tabel 11 Distribusi penduduk berdasarkan mata pencaharian pokok No Jenis mata pencaharian N % 1. Petani 426 10.3 2. Buruh tani 2739 66.0 3. Buruh/swasta 379 9.1 4. Pegawai negeri 49 1.2 5. Pedagang 183 4.4 6. Peternak 400 9.6 7. Lain-lain 15 0.4
Jumlah 4148 100 Sumber: Daftar Isian Penyusunan Profil Desa Pulosari Tahun 2005
Dari 9193 total penduduk, hanya 4,8 % penduduk yang tidak pernah
sekolah, hal ini merupakan indikator sedikitnya jumlah penduduk yang buta huruf.
19
Sebagian besar penduduk berpendidikan tamat SD, dan jumlah paling sedikit
adalah penduduk yang mengenyam pendidikan perguruan tinggi. Tabel 12
menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan semakin sedikit jumlah
penduduknya, hal ini dikarenakan fasilitas sekolah lanjutan seperti SMP/SMU
bahkan perguruan tinggi jumlahnya lebih sedikit, selain itu tingkat ekonomi
masyarakat yang cukup rendah merupakan alasan utama.
Tabel 12 Distribusi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan No Tingkat Pendidikan N % 1. Belum dan tidak sekolah 1449 15.8 2. Pernah sekolah SD tetapi tidak
tamat 204 2.2
3. Tamat SD 4457 48.5 4. SMP 1579 17.2 5. SMA 1043 11.3 6. PT 30 0.3
Jumlah 9193 100.0 Sumber: Daftar Isian Penyusunan Profil Desa Pulosari Tahun 2005
PROGRAM PHBM DI BKPH PANGALENGAN
Dalam Undang-undang Kehutanan No.41/1999 disebutkan bahwa hutan
lindung terbagi menjadi tiga blok, yaitu: blok perlindungan, blok pemanfaatan dan
blok lainnya. Blok Perlindungan adalah kawasan hutan yang tidak boleh ada
aktivitas sama sekali, sedangkan blok pemanfaatan merupakan kawasan hutan
yang masih memungkinkan adanya aktivitas sepanjang tidak mengganggu fungsi
lindung dari kawasan tersebut. BKPH Pangalengan dengan kawasan seluas
8.734,67 ha hampir seluruhnya berstatus sebagai hutan lindung, berdasarkan
kondisi real/fisik untuk sementara terbagi menjadi blok perlindungan seluas
5.699,17 ha dan blok pemanfaatan seluas 3.035,50 ha. Didukung dengan adanya
SK Direksi No. 136 tentang Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama
Masyarakat (PHBM) tahun 2001, BKPH Pangalengan mengembangkan
pengelolaan hutan pada blok pemanfaatan sebagai areal PHBM dengan komoditi
yang dibudidayakan antara lain: kopi, terong kori, murbei dan rumput gajah (Tim
Sukses PHBM BKPH Pangalengan, 2006).
Budidaya kopi
Kegiatan budidaya kopi di bawah tegakan ini melibatkan masyarakat/petani
sekitar hutan yang berasal dari desa Sinarwangi, Kaiarasanding, Pasanggrahan,
Puri Elok, Margamulya, Dangdang, Pulosari, Sirnasari, Cinangsi, Legokkondang,
Taraju, dan Laspada. Petani ini tergabung dalam KTH Kubangsari, LMDH
Pulosari. Kegiatan budidaya kopi di desa Pulosari berlokasi di lahan hutan
Perhutani blok Kubang, petak 39 e yang merupakan salah satu kawasan hutan
yang mengalami kerusakan cukup parah yang diakibatkan penjarahan hutan
sebagai dampak reformasi tahun 1998. Kopi dipilih sebagai komoditas PHBM
dengan beberapa pertimbangan antara lain: hasil dan harga kopi cukup
menjanjikan, tujuan pemasaran jelas, sesuai dengan kondisi daerah setempat,
tidak membutuhkan pengolahan tanah dan perawatan yang intensif. Tanaman kopi
ditanam diantara tanaman pokok kehutanan yaitu eukaliptus. Luas areal kerjasama
sampai saat ini adalah 64.51 ha dengan jumlah pohon kurang lebih 87.596 batang.
21
Budidaya Terong kori
Budidaya terong kori adalah salah satu kegiatan PHMB di RPH Wayang
Windu yang merupakan kerjasama antara Pihak Perhutani dengan petani KTH
Kawah Burung yang termasuk dalam LMDH Margamukti. Budidaya terongkori
ini telah dimulai pada tahun 2005 sebagai salah satu upaya dalam menyikapi surat
Edaran Gubernur No. 522/1224/Bimprod tentang larangan tumpangsari sayuran di
hutan lindung. Penanaman awal sebanyak 1500 batang, dan sampai saat ini telah
mencapai 33.800 batang dengan total areal budidaya seluas 16,9 ha dan
dibudidayakan di antara tanaman kehutanan dan tanaman kopi. Terongkori dapat
berbuah pada umur kurang lebih 1 tahun. Buah terongkori bermanfaat sebagai
buah segar maupun produk olahan seperti manisan, dodol, selai, dll.
Budidaya Rumput Gajah
Budidaya rumput gajah telah dimulai sejak tahun 1988, dilaksanakan di desa
Warnasari, RPH Pangalengan dan di desa Margamukti, RPH Wayang Windu
dengan luas total budidaya 42 ha. Budidaya rumput gajah melibatkan kerjasama
berbagai pihak, antara lain: Perhutani, masyarakat sekitar hutan yang tergabung
dalam KTH maupun LMDH dan KPBS (Koperasi Peternak Bandung Selatan).
Budidaya Murbei
Budidaya murbei dilaksanakan di blok Sukaratu, desa Sukamanah, RPH
Wayang Windu. Kegiatan ini merupakan kerjasama Perhutani dengan petani KTH
Sukaratu Lestari yang tergabung dalam LMDH Sukamanah. Jumlah pesanggem
pada budidaya murbei sebanyak 66 orang berasal dari desa Sukamanah,
Banjarsari, Margamukti dan Pangalengan. Kegiatan ini telah dirintis sejak tahun
2003 dan sampai saat ini telah mencapai luas 86 ha. Daun murbei dimanfaatkan
untuk pakan ulat sutera, teh murbei dan campuran tembakau untuk rokok
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Pesanggem
Umur Responden
Umur responden dikelompokkan dalam 4 kelas (Tabel 13). Usia 20
dijadikan batasan terendah karena paling muda laki-laki berumur 22 tahun
sedangkan perempuan 20 tahun. Sebagian besar perempuan (73%) berumur
produktif (15-54 tahun). Jumlahnya lebih banyak dari pada laki-laki yaitu 48.33%
dari total responden, hal ini menunjukkan besarnya ketersediaan tenaga kerja
perempuan.
Tabel 13 Distribusi responden laki-laki (L) dan perempuan (P) berdasarkan kelompok umur
Kelompok umur (th)
Strata I Strata II Strata III Strata IV L P L P L P L P
20-34 0 0 2 22 1 25 2 50 2 22 2 22 4 11 5 1335-49 6 67 6 67 1 25 1 25 2 22 3 33 13 34 22 58 50-64 3 33 1 11 1 25 1 25 4 44 4 44 13 34 8 21 >64 0 0 0 0 1 25 0 0 1 11 0 0 8 21 3 8
Jumlah 9 100 9 100 4 100 4 100 9 100 9 100 38 100 38 100 Tingkat Pendidikan
Tabel 14 menunjukkan bahwa pada berbagai strata kepemilikan lahan,
sebagian besar responden baik laki-laki maupun perempuan berpendidikan SD.
Tabel 14 Distribusi responden laki-laki (L) dan perempuan (P) berdasarkan tingkat pendidikan
Pen- didikan
Strata I Strata II Strata III Strata IV L P L P L P L P
N % N % N % N % N % N % N % N % TS 1 11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 8 0 0 SD 2 22 6 67 3 75 3 75 5 56 6 67 29 76 32 84 SMP 2 22 2 22 0 0 1 25 2 22 2 22 1 3 2 5 SMA 4 44 1 11 1 25 0 0 0 0 1 11 3 8 4 11 PT 0 0 0 0 0 0 0 0 2 22 0 0 2 5 0 0 Jml 9 100 9 100 4 100 4 100 9 100 9 100 38 100 38 100
Tingkat pendidikan perempuan lebih rendah daripada laki-laki, hal ini dapat
dilihat bahwa pendidikan laki-laki paling tinggi adalah perguruan tinggi
sedangkan tingkat pendidikan perempuan paling tinggi adalah SMU. Dari segi
23
jumlah, perempuan menempati urutan paling banyak di tingkat SD, SMP dan
paling sedikit SMA.
Mata Pencaharian
Sebagian besar responden menjawab budidaya kopi merupakan pekerjaan
utama, terutama bagi petani tidak berlahan (Tabel 15). Namun kegiatan ini tidak
dilakukan sepanjang tahun sehingga umumnya responden memiliki pekerjaan lain
sebagai pekerjaan sampingan seperti berburuh, berdagang, ojeg, beternak sapi
perah, dll.
Tabel 15 Distribusi responden laki-laki berdasarkan pekerjaan utama (PU) dan pekerjaan sampingan (PS)
Jenis pekerjaan
Strata I Strata II Strata II Strata IV PU PS PU PS PU PS PU PS
N % N % N % N % N % N % N % N % Petani kopi 4 44 2 22 3 75 1 25 6 67 2 22 20 53 12 32 Petani sayur 3 33 5 56 0 0 2 50 3 33 1 11 0 0 0 0 Wiraswasta 0 0 2 22 0 0 1 25 0 0 1 11 2 5 3 8Pegawai 2 22 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 5 0 0 Peternak 0 0 0 0 1 25 0 0 0 0 0 0 5 13 1 3 Buruh 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 23 2 5 Jumlah 9 100 9 100 4 100 4 100 9 100 4 44 38 100 19 50
Tabel 16 Distribusi responden perempuan berdasarkan pekerjaan utama
(PU) dan pekerjaan sampingan (PS)
Jenis pekerjaan Strata I Strata II Strata III Strata IV
PU PS PU PS PU PS PU PS N % N % N % N % N % N % N % N %
Petani kopi 0 0 0 0 1 25 1 25 0 0 2 22 6 16 8 21 Petani sayur 0 0 0 0 0 0 0 0 1 11 1 11 0 0 0 0 Wiraswasta 2 22 0 0 0 0 0 0 2 22 0 0 2 5 0 0 Pegawai 0 0 0 0 0 0 0 0 1 11 0 0 0 0 0 0 Peternak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Buruh 0 0 0 0 0 0 0 0 1 11 1 11 9 24 3 8 Jumlah 2 22 0 0 1 25 1 25 5 56 4 44 17 45 11 29
Pekerjaan utama perempuan pada rumah tangga pemilik lahan (strata I, II
dan III) sebagian besar adalah berdagang. Sedangkan pekerjaan utama perempuan
pada rumah tangga tidak berlahan milik sebagian besar adalah buruh tani (Tabel
16).
24
Kepemilikan Lahan
Satuan luas yang digunakan di daerah setempat adalah hektar dan tumbak,
dimana 1 tumbak sama dengan 14 m2. Sebagian besar responden termasuk dalam
kelompok strata IV (Tabel 17) , hal ini dikarenakan hampir sebagian besar lahan
di daerah setempat merupakan milik instansi, seperti perkebunan teh PTPN dan
Perum Perhutani. Pada umumnya lahan milik responden diperuntukkan sebagai
kebun sayur dan sebagian kecil lainnya berupa pekarangan dan sawah.
Tabel 17 Rata-rata luas lahan milik berdasarkan strata kepemilikan lahan
No. Strata kepemilikan
lahan N % Rata-rata luas lahan milik
(ha) 1 I 9 15,0 2,4 2 II 4 6,7 0,3 3 III 9 15,0 0,1 4 IV 38 63,3 0
Jumlah 60 100,0 2,8
Luas Lahan Andil
Luasan lahan andil untuk setiap pesanggem ditentukan berdasarkan
permintaan dan kemampuan petani dalam menyediakan modal untuk budidaya
kopi.
Tabel 18 Distribusi luas lahan andil responden berdasarkan strata kepemilikan lahan
Kelompok luas lahan andil (ha)
Strata I Strata II Strata III Strata IV Jumlah N % N % N % N % N %
0,01-0,24 0 0,0 1 25,0 0 0,0 0 0,0 1 1,7 0,25-0,49 1 11,1 1 25,0 2 22,2 7 18,4 11 18,3 0,50-0,99 0 0,0 1 25,0 1 11,1 13 34,2 15 25,0 1,00-1,99 2 22,2 0 0,0 0 0,0 11 28,9 13 21,7 ≥2,00 6 66,7 1 25,0 6 66,7 7 18,4 20 33,3 Jumlah 9 100,0 4 100,0 9 100,0 38 100,0 60 100,0 Tabel 18 menunjukkan bahwa hampir sebagian besar responden pada
berbagai strata kepemilikan lahan mengelola lahan andil cukup luas (≥2 ha). Hal
ini disebabkan bagi petani yang tidak memiliki lahan dan berlahan sempit (strata
II dan III), umumnya budidaya kopi merupakan sumber pendapatan utama.
Sedangkan bagi petani berlahan luas (strata I), umumnya memiliki kemampuan
25
modal yang cukup besar untuk mengelola lahan andil yang luas. Rata-rata luas
kelola lahan andil pada strata I adalah 2.3 ha, strata II: 0.8 ha, strata III: 1.5 ha dan
strata IV: 1.3 ha.
Partisipasi dalam Program PHBM
Perencanaan Program PHBM
Program PHBM di mulai dengan tahap perencanaan program, tahap ini
terdiri dari rangkaian kegiatan mulai dari sosialisasi sampai penandatanganan
kontrak kerja. Sosialisasi dan penyuluhan merupakan tahap pemahaman sistem
PHBM kepada masyarakat. Sosialisasi telah dilaksanakan sebanyak 4 kali yaitu
pada tahun 1998, 1999, 2000, dan 2001. Tahap selanjutnya adalah pembinaan dan
pembentukan kelembagaan dalam hal ini pembentukan KTH (Kelompok Tani
Hutan) dan LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan). Pembentukan KTH
bertujuan untuk memudahkan komunikasi dan informasi antara Pihak Perhutani
dengan para pesanggem dan sebaliknya. Dengan terbentuk KTH proses negosiasi
lebih mudah dilakukan. Negosiasi dilakukan untuk menentukan jenis tanaman
PHBM, penentuan luas dan pembagian lahan andil, penentukan lokasi PHBM,
dan penentuan pola tanam. Lokasi PHBM diusulkan oleh Pihak Perhutani dengan
pertimbangan lokasi merupakan kawasan hutan rawan ditinjau dari aspek sosial
ekonomi dan ekologi, setelah masyarakat dan pihak Perhutani sepakat selanjutnya
ditentukan jenis tanaman dan pola tanam yang digunakan. Kopi dipilih sebagai
komoditas, karena beberapa alasan diantaranya: hasil yang cukup menjanjikan dan
tujuan pemasaran jelas, sesuai dengan kondisi daerah setempat, tidak
membutuhkan pengolahan tanah dan perawatan yang intensif. Berdasarkan
perjanjian, pesanggem dapat memanfaatkan lahan andil dalam jangka waktu 1
tahun dan dapat diperpanjang setiap tahunnya. Penandatanganan kontrak tidak
dilakukan oleh setiap responden melainkan diwakilkan kepada ketua KTH. Hak,
kewajiban dan sangsi selama perjanjian ini berlangsung dibuat atas kesepakatan
pihak Perhutani dan pesanggem. PHBM dilaksanakan atas dasar bagi hasil
(sharing), di KTH Kubangsari ini sharing yang disepakati adalah 15% untuk Pihak
Perhutani dan 80% untuk pesanggem serta 5% untuk biaya administrasi lain-lain.
Tabel 19 menunjukkan bahwa pada strata I sampai strata IV partisipasi
perempuan pada tahap perencanan lebih rendah daripada laki-laki. Hal ini
26
mungkin disebabkan hampir keseluruhan kegiatan pada tahap perencanaan berupa
pertemuan, dimana pemberitahuan pertemuan biasanya ditujukan kepada kepala
rumah tangga, sedangkan masyarakat masih beranggapan bahwa kepala rumah
tangga adalah laki-laki. Jika laki-laki (suami) berhalangan hadir atau sudah
meninggal, biasanya pertemuan digantikan oleh anak laki-laki dewasa. Selain itu,
waktu pertemuan biasanya dilakukan pada malam hari, sehingga perempuan lebih
banyak sibuk dengan kegiatan reproduktif, atau memilih untuk beristirahat. Pada
tahap perencanaan, partisipasi perempuan paling besar adalah pada proses
negosiasi dengan nilai skor rata-rata pada proses negosiasi adalah 1,13 sedangkan
pada tahap sosialisasi dan penyuluhuan, pembentukan KTH dan perjanjian rata-
rata skornya adalah 1,07. Partisipasi laki-laki pada tahap perencanaan paling besar
adalah pada proses sosialisasi dan penyuluhan. Dari empat kali sosialisasi dan
penyuluhan, rata-rata kehadiran laki-laki adalah tiga kali pertemuan dengan rata-
rata skor 3,8 dan merupakan partisipasi terbesar pada tahap perencanaan.
Tabel 19 Distribusi responden berdasarkan tingkat partisipasi pada kegiatan
perencanaan program PHBM
Tingkat partisipasi
Strata kepemilikan lahan I II III IV
L P L P L P L P N % N % N % N % N % N % N % N %
Rendah 1 11 9 100 0 0 4 100 1 11 9 100 5 13 37 97 Sedang 1 11 0 0 0 0 0 0 3 33 0 0 2 5 0 0 Tinggi 2 22 0 0 1 25 0 0 0 0 0 0 4 11 1 3 Sangat Tinggi 5 56 0 0 3 75 0 0 5 56 0 0 27 71 0 0 Jumlah 9 100 9 100 4 100 4 100 9 100 9 100 38 100 38 100
Pelaksanaan Program
Pertemuan KTH merupakan salah satu kegiatan pada tahap pelaksanaan
program. Pertemuan KTH dilakukan setiap satu bulan sekali, pertemuan ini
bertujuan untuk saling berbagi informasi antar anggota, menyampaikan pendapat,
atau menyampaikan kesulitan yang ditemui sehingga dapat saling membantu.
Jumlah pertemuan KTH yang dihitung adalah pertemuan yang dilakukan pada
tahun 2006 saja, sampai pada saat penelitian ini dilakukan pertemuan sudah
dilakukan sebanyak 4 kali. Pelaksanaan program di lapangan terdiri dari persiapan
lahan, penanaman dan pemeliharaan, pemanenan dan pengamanan hutan.
27
Pada Tabel 20 dapat dilihat bahwa partisipasi perempuan pada tahap
pelaksanaan juga lebih rendah dari pada laki-laki. Partisipasi perempuan pada
tahap pelaksanaan mengalami peningkatan dibandingkan pada saat perencanaan,
hal ini ditunjukkan oleh jumlah perempuan pada berbagai strata terutama strata II
dan IV pada tingkat partisipasi sedang sebanyak 50% dan 63%. Rendahnya
partisipasi perempuan pada tahap pelaksanaan antara lain disebabkan rendahnya
partisipasi perempuan pada pengamanan hutan, hal ini dikarenakan perempuan
masih merasa takut untuk mengingatkan pelaku pelanggaran, meskipun hal
tersebut terjadi di lahan kelolanya.
Tabel 20 Distribusi responden berdasarkan tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan program PHBM
Tingkat partisipasi
Strata kepemilikan lahan I II III IV
L P L P L P L P N % N % N % N % N % N % N % N %
Rendah 2 22 7 78 0 0 2 50 0 0 7 78 0 0 11 29Sedang 2 22 2 22 0 0 2 50 1 11 0 0 0 0 24 63 Tinggi 1 11 0 0 1 25 0 0 2 22 2 22 11 29 0 0 Sangat Tinggi 4 44 0 0 3 75 0 0 6 67 0 0 27 71 3 8
Jumlah 9 100 9 100 4 100 4 100 9 100 9 100 38 100 38 10
0 Partisipasi dalam PHBM
Partisipasi laki-laki strata I pada rogram PHBM berdasarkan rata-rata total
nilai skor termasuk dalam kategori sedang dengan nilai skor 21, pada strata II, III
dan IV partisipasi pada PHBM termasuk dalam kategori tinggi dengan rata-rata
skor masing-masing adalah 28,8; 32,2 dan 30. Partisipasi perempuan pada PHBM
umumnya rendah, berdasarkan rata-rata total skor perempuan strata I tingkat
partisipasinya termasuk dalam kategori rendah, demikian halnya dengan
perempuan pada strata II dan III dengan nilai skor masing-masing adalah 8,2; 9,11
dan 10,5. Partisipasi perempuan pada strata IV termasuk dalam kategori sedang
dengan rata-rata skor 25,4. Tabel 21 menunjukkan bahwa dalam PHBM tingkat
partisipsi laki-laki umumnya termasuk dalam kategori tinggi dan sangat tinggi,
sedangkan pada perempuan termasuk dalam kategori rendah, rendahnya
28
partisipasi perempuan ini terutama disebabkan rendahnya partisipasi pada tahap
perencanaan.
Tabel 21 Distribusi responden berdasarkan tingkat partisipasi dalam PHBM
Tingkat partisipasi
Strata kepemilikan lahanI II III IV
L P L P L P L P N % N % N % N % N % N % N % N %
Rendah 1 11 9 100 0 0 3 75 0 0 7 78 2 5 25 66 Sedang 1 11 0 0 0 0 1 25 2 22 0 0 1 3 3 8 Tinggi 2 22 0 0 1 25 0 0 1 11 2 22 8 21 8 21 Sangat Tinggi 5 56 0 0 3 75 0 0 6 67 0 0 27 71 2 5 Jumlah 9 100 9 100 4 100 4 100 9 100 100 38 100 38 100
Pengambilan Keputusan dalam Rumah Tangga Petani
Pengambilan keputusan dalam rumah tangga terdiri dari keputusan pada
kegiatan produktif dan reproduktif. Keputusan pada kegiatan produktif terdiri dari
keputusan pada kegiatan PHBM, dan non PHBM (pertanian dan peternakan),
sedangkan keputusan pada kegiatan produktif non pertanian tidak disertakan
karena kegiatan ini tidak secara langsung berhubungan dengan sumberdaya yang
dimiliki rumah tangga. Jenis keputusan pada kegiatan produktif antara lain: jenis
tanaman yang dibudidayakan, jenis ternak yang dipelihara, keputusan untuk
memanfaatkan atau menjual hasilnya dan cara penjualan jika tidak dikonsumsi
sendiri. Hampir sebagian besar responden memutuskan untuk menanami kebun
dengan sayuran; memelihara sapi perah sebagai ternak; menjual hasil kebun
sayur, peternakan (susu), kebun kopi (PHBM) dan mengkonsumsi semua hasil
sawah berupa padi.
Pengambilan keputusan pada kegiatan budidaya kopi di lahan andil pada
kelompok strata I lebih banyak didominasi oleh laki-laki, sedangkan pada strata II,
III dan IV keterlibatan perempuan cukup besar dalam pengambilan keputusan..
Pengambilan keputusan pada kegiatan pertanian pada strata I dilakukan oleh laki-
laki sendiri, sedangkan pada strata II dan III dilakukan bersama (suami dan istri),
pada kegiatan peternakan pengambilan keputusan pada berbagai strata dilakukan
bersama. Kontribusi perempuan pada rumah tangga berlahan sempit (strata II dan
III) atau tidak berlahan dalam pengambilan keputusan pada kegiatan produktif
cukup besar perannya, hal ini dikarenakan sebagian besar perempuan pada strata
29
ini ikut bekerja di lahan andil dan pertanian sehingga pengetahuan mereka pada
kegiatan pertanian juga cukup baik untuk ikut serta mengambil keputusan (Tabel
22).
Tabel 22 Distribusi responden berdasarkan partisipasi pada pengambilan keputusan dalam kegiatan produktif
Jenis kegiatan produktif
Pengambil keputusan
Strata I Strata II Strata III Strata IV Total
N % N % N % N % N %
PHBM
LKS 2 22,2 0 0,0 0 0,0 12 31,6 14 23,3 LKD 7 77,8 2 50,0 4 44,4 6 15,8 19 31,7 BSM 0 0,0 2 50,0 4 44,4 20 52,6 26 43,3 PRS 0 0,0 0 0,0 1 11,1 0 0,0 1 1,7 PRD 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Jumlah 9 100,0 4 100,0 9 100,0 38 100,0 60 100,0
Non PHBM
a.Pertanian
LKS 3 33,3 1 25,0 1 16,7 0 0,0 5 26,3LKD 4 44,4 1 25,0 2 33,3 0 0,0 7 36,8 BSM 2 22,2 2 50,0 3 50,0 0 0,0 7 36,8 PRS 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 PRD 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Jumlah 9 100,0 4 100,0 6 100,0 0 0,0 19 100,0
b.Peternakan
LKS 1 33,3 0 0,0 0 0,0 2 28,6 3 21,4 LKD 1 33,3 0 0,0 1 33,3 0 0,0 2 14,3 BSM 1 33,3 1 100,0 2 66,7 5 71,4 9 64,3 PRS 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 PRD 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Jumlah 3 100,0 1 100,0 3 100,0 7 100,0 14 100,0
Ket: LKS: Laki-laki sendiri, LKD: Laki-laki dominan, BSM: Bersama, PRS: Perempuan sendiri, PRD: Perempuan Dominan Tingkat pendidikan anggota keluarga responden terutama anak umumnya
mengalami peningkatkan daripada orang tuanya, Sebagian besar anak responden
berpendidikan paling rendah SMP, bahkan jumlah anak yang mengenyam
pendidikan tinggi cukup banyak. Tingkat dan tempat pendidikan biasanya
merupakan pemintaan dari anak, orangtua hanya menyetujui dan memfasilitasi,
sehingga sebagian besar keputusan pada pendidikan anak ditentukan atas
kesepakatan bersama, terutama pada kelompok strata I, dan sebagian kecil lainnya
merupakan kompromi dari suami dan istri dengan pengambil keputusan dominan
laki-laki. Pembagian kerja antara anggota keluarga terutama suami dan istri juga
sebagian besar ditentukan dengan kesepakatan bersama (Tabel 23).
30
Tabel 23 Distribusi responden berdasarkan partisipasi pada pengambilan keputusan dalam kegiatan reproduktif
Jenis kegiatan reproduktif
Pengambil keputusan
Strata I Strata II Strata III Strata IV Total
N % N % N % N % N %
Pendidikan anak
LKS 0 0,0 0 0,0 2 28,6 4 14,8 6 14,0 LKD 1 14,3 1 50,0 0 0,0 3 11,1 5 11,6 BSM 6 85,7 1 50,0 5 71,4 20 74,1 32 74,4 PRS 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 PRD 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Jumlah 7 100,0 2 100,0 7 100,0 27 100,0 43 100,0
Pembagian kerja
LKS 0 0,0 0 0,0 1 11,1 3 7,9 4 6,7 LKD 1 11,1 1 25,0 0 0,0 2 5,3 4 6,7BSM 8 88,9 3 75,0 8 88,9 33 86,8 52 86,7 PRS 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 PRD 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Jumlah 9 100,0 4 100,0 9 100,0 38 100,0 60 100,0
Ket: LKS: Laki-laki sendiri, LKD: Laki-laki dominan, BSM: Bersama, PRS: Perempuan sendiri, PRD: Perempuan Dominan
Pembagian Kerja dalam Rumah Tangga Petani
Kegiatan di PHBM meliputi penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan
pengangkutan. Tabel 24 menunjukkan bahwa hampir semua kegiatan ini
dilakukan oleh laki-laki, perempuan biasanya banyak berperan di kegiatan
pemanenan, sebagian kecil lainnya ikut membantu pada kegiatan penanaman
seperti memasang ajir dan menanam. Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan
perempuan umumnya hanya menyiangi dan pemupukan, penyemprotan (bila ada)
dilakukan oleh laki-laki. Sebagian kecil perempuan ikut melakukan pengangkutan
kopi dari lahan ke tempat pengumpulan, karena pekerjaan ini dianggap sebagai
pekerjaan berat untuk perempuan. Peran perempuan pada strata II dan III cukup
besar dibanding peran perempuan pada strata I dan IV. Kegiatan pertanian, hampir
semua dikerjakan oleh laki-laki, perempuan biasanya ikut dalam penanaman dan
pemeliharaan. Pada kegiatan peternakan sebagian besar kegiatan dilakukan
bersama-sama. Kegiatan mencari rumput biasanya dilakukan bersamaan kegiatan
di kebun maupun di hutan. Karena pemeliharaan ternak masih di sekitar rumah
pemberian pakan ternak, mengurus kandang dan memerah susu lebih banyak
dilakukan bersama-sama. untuk kegiatan penyetoran susu semua dikerjakan oleh
laki-laki, meskipun dijumpai juga penyetor perempuan tapi tidak termasuk dalam
31
kategori responden. Peran perempuan dalam kegiatan peternakan cukup besar
pada strata II, III dan IV. Kegiatan produktif yang sebagian besar dilakukan oleh
perempuan adalah berdagang dan buruh tani, sedangkan laki-laki pada kegiatan
produktif lainnya adalah buruh proyek, buruh tani dan pegawai.
Tabel 24 Distribusi responden berdasarkan pembagian kerja dalam kegiatan produktif (L: laki-laki, P: Perempuan, BSM: Bersama)
Jenis kegiatan
Pembagian kerja
Strata I Strata II Strata III
Strata IV
N % N % N % N %
PHBM
L 7 77,8 1 25,0 5 55,6 11 28,9P 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 BSM 2 22,2 3 75,0 4 44,4 27 71,1 Jumlah 9 100,0 4 100,0 9 100,0 38 100,0
Non PHBM
Pertanian
L 9 100,0 2 50,0 5 83,3 6 46,2 P 0 0,0 0 0,0 0 0,0 7 53,8 BSM 0 0,0 2 50,0 1 16,7 0 0,0 Jumlah 9 100,0 4 100,0 6 100,0 13 0,0
Peternakan
L 3 100,0 0 0,0 2 66,7 4 57,1 P 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 BSM 0 0,0 1 100,0 1 33,3 3 42,9 Jumlah 3 100,0 1 100,0 3 100,0 7 100,0
Lain-lain
L 2 50,0 0 0,0 1 25,0 7 38,9 P 1 25,0 1 100,0 2 50,0 4 22,2 BSM 1 25,0 0 0,0 1 25,0 7 38,9 Jumlah 4 100,0 1 100,0 4 100,0 18 100,0
Tabel 25 menunjukkan bahwa hampir seluruh kegiatan reproduktif pada
strata manapun dilakukan oleh perempuan. Berdasarkan kesepakatan pembagian
peran pada kegiatan reproduktif dalam keluarga, laki-laki memang tidak
mendapatkan peran ini, namun dalam tabel menunjukkan adanya kegiatan yang
dilakukan oleh laki-laki bersama istri, hal ini menunjukkan adanya kepedulian
laki-laki terhadap tugas perempuan sehingga membantu untuk meringankan.
32
Tabel 25 Distribusi responden berdasarkan pembagian kerja dalam kegiatan reproduktif (L: laki-laki, P: Perempuan, BSM: Bersama)
Strata Pelaku Memasak Mencuci
pakaian Mencuci
piring Membersihkan
rumah Belanja Total
N % N % N % N % N % N % I L 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
P 9 23 9 23 9 23 9 23 9 23 45 100 BSM 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Jumlah 9 23 9 23 9 23 9 23 9 23 45 100
II
L 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 P 3 15 4 20 3 15 2 10 4 20 16 80 BSM 1 5 0 0 1 5 2 10 0 0 4 20 Jumlah 4 20 4 20 4 20 4 20 4 20 20 100
III
L 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 P 9 19 9 19 9 19 9 19 8 17 44 94BSM 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2 1 2 Jumlah 9 19 9 19 9 19 9 19 9 19 45 96
IV
L 0 0 2 1 1 0.5 1 0.5 0 0 4 2 P 35 18 31 16 34 18 36 19 38 20 174 92 BSM 3 2 5 3 3 2 1 1 0 0 12 6 Jumlah 38 20 38 20 38 20 38 20 38 20 190 100
Curahan Waktu Kerja
Pembagian kerja pada kegiatan produktif dan reproduktif mempengaruhi
besarnya curahan waktu pada kegiatan tersebut. Tabel 26 menunjukkan bahwa
semakin luas lahan milik semakin sedikit curahan waktu kerja laki-laki dan
perempuan untuk kegiatan PHBM. Curahan waktu rata-rata di kegiatan PHBM
lebih kecil dibandingkan dengan curahan waktu rata-rata di kegiatan pertanian
non PHBM dan kegiatan produktif lain, hal ini dikarenakan budidaya kopi tidak
memerlukan pemeliharaan intensif setiap hari, kegiatan di hutan hanya
memerlukan waktu yang cukup banyak ketika panen. Curahan waktu rata-rata
perempuan pada berbagai strata pada kegiatan pertanian dan peternakan lebih
rendah dari pada laki-laki. Curahan waktu rata-rata perempuan pada kegiatan
pertanian adalah 13,2 jam/th, laki-laki 32,1 jam/th, sedangkan curahan waktu rata-
rata perempuan pada kegiatan peternakan adalah 272,6 jam/th dan laki-laki 472,05
jam/th. Meskipun tidak memiliki lahan milik curahan waktu kegiatan pertanian
terbesar adalah pada strata IV dengan kegiatan sebagai buruh tani. Begitu juga
pada kegiatan peternakan, strata IV memiliki curahan waktu yang cukup besar
dibanding 3 strata lainnya. Curahan waktu rata-rata kegiatan peternakan lebih
33
besar dibandingkan dengan curahan waktu rata-rata kegiatan pertanian
dikarenakan, kegiatan peternakan dilakukan setiap hari, mulai memberi makan,
membersihkan kandang dan memerah susu. Curahan waktu perempuan pada
kegiatan non pertanian yaitu pada strata I dan III lebih besar dari pada laki-laki,
kegiatan ini umumnya adalah berdagang curahan waktu rata-rata untuk kegiatan
ini adalah 1,5 jam/hr.
Tabel 26 Distribusi responden (L: laki-laki, P: Perempuan) berdasarkan
curahan waktu rata-rata pada kegiatan produktif (jam/th)
No Jenis Kegiatan
Strata I II III IV
L P L P L P L P
1
Pertanian a. PHBM 22,8 2,9 29,7 9,2 36,9 23,2 44,5 24,5 b. Non PHBM * Kebun 33,9 0 28,8 13,8 25,7 7,5 39,9 31,5 * Pe- ternakan
456,3 91,3 392,8 355,3 273,8 228,1 765,3 415,5
2 Non Pertanian 404,9 423,8 338 225 168,8 284,7 243,8 196,8
Rata-rata 229,5 129,5 197,3 150,8 126,3 135,9 273,4 167,1
Tabel 27 menunjukkan bahwa pada semua strata peranan perempuan di
kegiatan reproduktif cukup dominan, hal ini ditunjukkan oleh curahan waktu
perempuan yang lebih besar dari pada laki-laki, curahan waktu reproduktif
terbesar adalah perempuan pada strata I, karena pada strata ini perempuan lebih
banyak melakukan kegiatan produktif dirumah seperti berdagang sehingga
kegiatan reproduktif dan produktif dapat dilakukan bersama. Rata-rata curahan
waktu perempuan dalam kegiatan reproduktif adalah 0,46 jam/hari, laki-laki
adalah 0,13 jam/hari. Laki-laki pada stata IV memiliki curahan waktu dalam
kegiatan reproduktif paling banyak, hal ini dikarenakan umumnya perempuan
pada strata IV juga terlibat dalam kegiatan produktif diluar rumah seperti menjadi
buruh sehingga laki-laki banyak membantu meringankan pekerjaan reproduktif.
Curahan waktu anak laki-laki lebih kecil daripada anak perempuan, rata-rata
curahan waktu anak perempuan adalah 0,19 jam/hr, sedangkan anak laki-laki
adalah 0,1 jam/hr. Besarnya curahan waktu anak-anak ini umumnya dilakukan
oleh mereka yang sudah tidak sekolah. Bagi yang masih bersekolah biasanya
34
anak-anak hanya membantu pada waktu liburan, atau hanya sekedarnya saja pada
hari sekolah. Meskipun demikian bagi orang dewasa terutama perempuan
keterlibatan mereka cukup membantu meringankan beban kerja.
Tabel 27 Distribusi responden (L: Laki-laki, P: Perempuan) berdasarkan curahan waktu rata-rata pada kegiatan reproduktif (jam/th)
Strata Dewasa Anak-anak L P L P
I 34,2 341,8 0,0 0,0 II 0,0 207,3 0,0 0,0 III 0,0 233,7 0,0 31.4 IV 79,8 306,6 11,8 47,4
Rata-rata 28,5 272,4 2,9 19,7
Pendapatan Rumah Tangga Petani
Pendapatan rumah tangga diperoleh dari berbagai sumber pendapatan yaitu
pertanian dan non pertanian. Pendapatan yang diperoleh merupakan pendapatan
bersih setelah dikurangi biaya produksi. Tabel 28 menunjukkan bahwa pada
berbagai strata budidaya kopi menempati urutan ketiga dalam pendapatan rumah
tangga, meskipun demikian pesanggem tetap tertarik untuk membudidayakan
karena tiap tahun dapat dipastikan kopi akan berproduksi. Hal ini merupakan
indikator bagi kelanjutan PHBM. Kopi dipasarkan oleh petani dalam bentuk
gabah kepada koperasi kopi dengan harga Rp 2000/kg. Pendapatan dari PHBM
terkecil adalah Rp 620.000/th, sedangkan paling tinggi adalah Rp 22198974,4/th.
Besarnya pendapatan dari budidaya kopi dipengaruhi antara lain oleh: luas lahan
andil, jumlah pohon yang berproduksi, penggunaan pupuk, dan tenaga kerja.
Pendapatan dari kegiatan pertanian (sawah/kebun) menunjukkan bahwa semakin
luas lahan milik semakin tinggi pendapatan yang diperoleh. Budidaya pertanian
dilakukan dilahan kering dengan komoditas utama sayuran, kentang dan cabe
merupakan dua komoditi yang memberi kontribusi cukup besar pada pendapatan
yaitu Rp 150.214.857,1/th untuk kentang dan Rp 132.567.580/th untuk cabe. Hasil
pertanian sawah berupa padi umumya dikonsumsi sendiri oleh petani, kontribusi
yang diperoleh dari padi sebesar Rp 287.250/th. Kegiatan petani pada strata IV
sebagai buruh tani memperoleh upah rata-rata Rp 9000/hari untuk laki-laki dan Rp
7000/hr untuk buruh perempuan. Perbedaan upah ini dikarenakan produktivitas
perempuan dianggap lebih rendah daripada laki-laki. Jenis ternak yang dihitung
35
dalam pendapatan adalah hasil dari ternak besar seperti sapi dan kambing. Petani
pada strata I sebagian besar mempercayakan pengurusan ternak pada orang lain,
sehingga pendapatan diperoleh dengan cara bagi hasil dengan orang yang
mengurus ternak. Sedangkan petani pada strata III dan IV umumnya mengurus
sendiri ternaknya, dan komoditas utama yang dihasilkan adalah susu. Kegiatan
perdagangan terbukti memberikan kontribusi yang cukup besar pada pendapatan
rumah tangga. Pada strata I dan II, pendapatan dari sektor non pertanian berasal
dari berdagang, sedangkan pada strata III pendapatan berasal dari usaha jasa
(ojeg), wiraswasta lain dan pensiunan, pada strata IV pendapatan berasal dari
kiriman, berdagang, gaji pegawai, dan upah buruh (pekerja proyek, pemetik teh,
dll).
Tabel 28 Pendapatan rata-rata (Rp/th) rumah tangga petani berdasarkan strata kepemilikan lahan dari berbagai sumber pendapatan
Sumber Pendapatan
Strata Rata-rata I II III IV
a. PHBM 9.262.242 2.492.778 3.766.506 3.423.942 18.945.468b. Pertanian Non PHBM * Kebun 239.529.278 10.205.634 4.455.485 1.447.000 255.637.397* Peternakan 2.500.000 1.500.000 262.500 281.944 4.544.444Non Pertanian 60.000.000 72.000.000 12.000.000 10.909.091 154.909.091Jumlah 311.291.520 86.198.411 20.484.492 16.061.977 434.036.400
Besarnya kontribusi laki-laki dan perempuan diengaruhi oleh besarnya
curahan kerja pada setiap kegiatan. Semakin besar curahan waktu pada suatu
bidang kerja akan semakin besar pula kontribusinya terhadap pendapatan. Tabel
29 menunjukkan bahwa kontribusi perempuan pada kegiatan pertanian lebih
rendah dibandingkan laki-laki pada strata manapun. Pada kegiatan pertanian yaitu
PHBM dan kegiatan di kebun perempuan pada strata IV memiliki kontribusi yang
cukup besar terhadap pendapatan keluarga, hal ini menunjukkan bahwa semakin
sempit lahan milik semakin besar curahan waktunya pada kegiatan produktif
(mencari nafkah) yang berarti semakin inggi pula kontribusinya pada pendapatan
rumah tangga. Kontribusi perempuan labih tinggi dari pada laki-laki pada strata I
dan III, dimana kontribusi ini diperoleh dari kegiatan wiraswasta (berdagang).
36
Tabel 29 Kontribusi (%) laki-laki dan perempuan terhadap pendapatan rumah dan berbasis jenis kegiatan
No Jenis Kegiatan
Strata Rata- rata I II III IV
L P L P L P L P L P
1
a. PHBM 94 6 75 25 75 25 70 20 79 21 b. Pertanian non PHBM
Kebun 100 0 78 22 90 10 48 52 79 21 Peternakan 83 17 53 47 55 45 70 30 65 35
2 Non Pertanian 49 51 60 40 34 66 69 31 53 47 Rata-rata 86 14 67 33 64 36 64 36 70 30
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Tingkat partisipasi perempuan pada tahap perencanaan PHBM lebih rendah
daripada tahap pelaksanaan PHBM. Sedangkan partisipasi laki-laki pada
tahap perencanaan dan pelaksanaan PHBM budidaya kopi pada berbagai
strata sangat tinggi. Secara keseluruhan partisipasi laki-laki dalam PHBM
lebih tinggi daripada perempuan. Pengambilan keputusan pada kegiatan
produktif dalam rumah tangga strata I didominasi oleh laki-laki, sedangkan
pada strata II, III dan IV sebagian besar merupakan kesepakatan bersama.
Pengambilan keputusan pada kegiatan reproduktif pada berbagai strata
dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama.
2. Curahan waktu perempuan di kegiatan produktif baik budidaya kopi
maupun kegiatan lain lebih rendah dari laki-laki, sebaliknya curahan waktu
perempuan untuk kegiatan reproduktif pada berbagai strata lebih tinggi dari
pada laki-laki.
3. Kontribusi laki-laki dari budidaya kopi terhadap pendapatan rumah tangga
lebih besar dari pada perempuan pada berbagai strata, dengan rata-rata
kontribusi laki-laki 79% dan perempuan 21%. Sedangkan kontribusi
perempuan terhadap pendapatan rumah tangga dari kegiatan non PHBM
terutama pada strata I dan III lebih besar dari pada kontribusi laki-laki yaitu
masing-masing 51% dan 66%. Hal tersebut menunjukkan bahwa perempuan
memiliki peranan yang cukup besar dalam ekonomi rumah tangga.
Saran
Dalam rangka pengembangan kegiatan PHBM terutama budidaya kopi perlu
peningkatan perlibatan perempuan terutama dalam kegiatan kelembagaan
(pertemuan, pelatihan-pelatihan). Sehingga kesempatan untuk memperoleh
pengetahuan dan pengalaman baru bagi perempuan sama besarnya dengan
kesempatan laki-laki.
DAFTAR PUSTAKA
Affianto A, Djatmiko WA, Riyanto S, Hermawan TT. 2005. Analisis Biaya dan Pendapatan Dalam Pengelolaan PHBM. Sebuah Panduan Perhitungan Bagi Hasil. Bogor: Pustaka Latin.
[BKPH] Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan Pangalengan. 2005. Laporan
Tahunan 2005. Bandung: BKPH Pangalengan [BPS] Badan Pusat Statistik . 2002. Profil Wanita Indonesia. Jakarta: BPS. Djohani R. 1996. Dimensi Gender dalam Pengembangan secara Partisipatif.
Bandung: Studio Driya Media Bandung dengan dukungan The Ford Fondation.
Hairiyah K, Sardjono MA, Sabarnurdin S. 2003. Bahan Ajaran Agroforestri 1:
Pengantar Agroforestri. Bogor: ICRAF. hlm: 4, 14-16. Handiman. 2005. Mewujudkan Sentra Kopi Nasional. http://www.pikiran-
rakyat.com/cetak/2005/0205/11/0316.html Hartoyo S. 1981. Tingkat Produksi, Tenaga Kerja, Pendapatan Rumah Tangga
dan Kelembagaan di Desa Gemarang, Ngawi Jawa Timur. Bogor: Rural Dynamic Series 19: 37-39.
Haryono BS, Wisadirana D, Susilo E. 1997. Analisis Produktivitas Tenaga Kerja
dan Kesempatan Kerja Wanita pada Usaha Peternakan Sapi Perah (Studi di Pedesaan Kabupaten Malang). Malang: Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial (Social Science) 1997; 9: 136-138.
Kartasubrata J.1986. Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan dan
Pemanfaatan Hutan di Jawa: Studi Kehutanan Sosial di Daerah Kawasan Hutan Produksi, Hutan Lindung dan Hutan Konservasi [disertasi]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Michon G, Foresta H de. 2002. Ketika Kebun Berupa Hutan: Agroforest Khas
Indonesia - Sebuah Sumbangan Masyarakat. Foresta H de, Kuswara A, Michon G, Djatmiko WA, editor. Bogor: ICRAF.
Pemerintah Kabupaten Bandung. 2005. Daftar Isian Penyusunan Profil Desa
Pulosari. Bandung: Pemerintah Kabupaten Bandung. [Perum Perhutani] Perusahaan Umum Kehutanan Negara. 2005. Pengelolaan
Hutan Bersama Masyarakat. http://members.bumn-ri.com/con_perhutani/news html?news_id=1171
39
Ruswita T et al. 2005. Agroforestry/Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah. Proyek Kerjasama CIDA Canada–CARE International Indonesia.
Simatauw M, Simanjutak L, Kuswardono PT. 2001. Gender dan Pengelolaan
Sumber Daya Alam : Sebuah Panduan Analisis. Wandita G, pengantar. Kupang : Yayasan PIKUL (Penguatan Institusi dan Kapasitas Lokal).
Suharjito D, Sundawati L, Suyanto, Utami SR. Bahan Ajaran Agroforestri 5:
Aspek Sosial Ekonomi dan Budaya Agroforestry. Bogor: ICRAF. hlm: 5-6,21-22 Tim Sukses PHBM BKPH Pangalengan. 2006. Leaflet Program PHBM BKPH
Pangalengan. Bandung: BKPH Pangalengan. Tobing M, Nursahaya, Armiyati S. 2005. Materi Pendukung Modul Pelatihan
Analisis Gender. Mungguro DW, Kismadi B, Gaban F, Fransisika I, editor. Proyek Kerjasama CIDA (Canadian International Development Agency) – CARE International Indonesia.
Witjahjono D. 2005. PHBM Alternatif Terbaik. Jakarta: Media Berita Kehutanan
dan Lingkungan (BINA): 8.
LAMPIRAN
Tabel karakteristk responden
No Nama Responden
Umur (tahun) Pendidikan
Pekerjaan Utama
Pekerjaan Sampingan
Istri responden
Umur (th) Pendidikan
Pekerjaan Utama
1 Eman 52 SD Petani Kopi Bu eman 45 SD Wiraswasta 2 Amin 60 SD Wiraswasta Petani kopi Bu amin 52 SD Ibu RT 3 Ana 55 SD Petani kopi Bu ana 40 SD Petani kopi 4 Soma 67 TS Petani kopi BU soma 56 SD Petani kopi
5 Didi Suwandi 50 SD Petani kopi Bandar Jagung BU kidi 45 SD Petani kopi
6 Mamat/Yayat 46 STM PNS Petani kopi dan sayuran Bu mamat 40 SD Ibu RT
7 Rohana 58 SD Peternak Petani kopi Bu rohana 50 SD Petani kopi 8 Odang 48 SD Buruh (suami+istri) Petani kopi BU odang 42 SD Buruh 9 Iri 41 SD Buruh, tani sayur Petani kopi Bu iri 38 SD Berdagang
10 Sadik 67 SD Peternak Petani kopi dan tani sayur Bu sadik 55 SD Petani kopi
11 Enjuh 67 SD Peternak Petani kopi Bu enjuh 54 SD Buruh 12 Jejen 54 SD Petani kopi Petani sayur Bu jejen 47 SD Ibu RT
13 Dede Rukmana 41 Sarjana Petani kopi
suplier bahan baku jamu
Ririn rachmi 37 SMA Ibu RT
14 Rukmana 49 SMP Petani sayuran Petani kopi Rosita 45 SD Ibu RT 15 Asep Tatang 37 STM Petani kopi Petani sayuran Imas 27 SMA Ibu RT 16 Aep 45 TS Petani kopi dan sayuran Bu aep 42 SD Berdagang 17 Acep 24 SMU Petani kopi Bu acep 20 SMP Ibu RT
18 Asep Mulyana 31 SMA Petani kopi Berdagang Bu asep 26 SMP Ibu RT
19 Yani 43 SMA Petani kopi dan sayuran Wiraswasta Bu yani 32 SMP Ibu RT
20 Mr. X/ Iep Hendi 35 SMU Karyawan Petani kopi Imas yual 30 SMA Ibu RT
21 Mr. X/ Dadeng K 31 SMU Satpam Petani kopi Wina 27 SMP Ibu RT
22 Nana 54 Sarjana Petani kopi Rahmawati 40 SMA Ibu RT
23 Rusnandar 52 SMU PNS Wiraswasta, tani Titi sumarni 48 SMP Ibu RT
24 Rudi Sugiman 28 D3 Petani sayur Petani kopi Ela s 20 SPG Guru
25 Enjang 56 SMP Petani kopi Petani sayuran Nani 50 SD Ibu RT 26 Sunarto 40 TS Petani kopi Pekerja proyek Yuniarti 30 SPG Ibu RT 27 Asih setiasih 24 SD Petani kopi Dadang 26 SD Petani 28 Uci 38 SD Petani kopi Mimin 35 SD Ibu RT
29 Aam Jamaludin 27 SLTP Petani kopi Dewi 24 SD Ibu RT
30 Jajang Suparman 36 SD Petani kopi Petani sayuran, ojeg Iis 35 SMP Ibu RT
31 Soleh 70 TS Petani kopi Kanah 65 SD Ibu RT 32 Mahya 44 SD Petani kopi Eha 35 SD Ibu RT 33 Komar 63 SD Petani kopi Ma cicih 57 SD Petani kopi 34 Amas 62 SMP Petani Sumiati 52 SD Ibu RT
35 Acak Sukandang 71 SD Petani Rukayah 54 SD Ibu RT
36 Iyu 59 SD Petani kopi Ma iting 42 SD Pekerja penjemuran37 Abi 55 SD Petani kopi Petani sayuran Ani 36 SD Ibu RT
38 Jamhur Sutarjat 63 Sarjana Petani kopi BU jamhur 55 SMP Berdagang
39 Yono 70 SD Petani Peternak BU yono 75 SD Ibu RT 40 Cucu 69 SD Buruh Petani kopi BU cucu 41 SD Pemetik the 41 Ika 58 SD Buruh Petani kopi Pak ika 60 SD Buruh 42 Jajang kurnia 46 SD Petani kopi Wiraswasta BU jajang 44 SD Ibu RT 43 Uli 58 SD Peternak Petani kopi BU uli 45 SD Petani kopi
44 Elo 65 SD Petani kopi Bu elo 55 SD Ibu RT 45 Ade Ebit 40 SD Peternak Petani kopi Bu ade 35 SD Ibu RT 46 Ayi 40 SD Petani kopi Petani sayuran BU ayi 36 SD Wiraswasta 47 Asep 38 SMP Petani kopi Bu asep 34 SD Ibu RT
48 Memed 50 SD Buruh Petani kopi BU memed 40 SD Buruh
49 Ujang amar 33 SD Buruh Petani kopi Iis 30 SD Buruh 50 Kanda 50 SD Buruh Petani kopi Bu kanda 41 SD Ibu RT 51 Aga 42 SD Entar 50 SD Buruh 52 Dede Rahmat 40 SD Petani BU dede 35 SD Buruh 53 Yaya 40 SD Petani kopi Bu yaya 38 SD Berdagang 54 Wardi 71 SD Petani kopi Bu wardi 66 SD Ibu RT55 Ondi 51 SD Petani kopi ojeg bu ondi 42 SD Ibu RT
56 Sumarna 68 SD Petani kopi Buruh BU sumarna 45 SD Karyawan perkebuna
57 Dadin setiawan 45 SD Petani kopi Tani sayur Bu dadin 34 SD Ibu RT
58 Aries S 55 SD Petani kopi Bu aris 42 SD Ibu RT 59 Ilah 46 SD Petani Bu ilah 42 SD Ibu RT 60 Maman 58 SD Petani kopi Tani sayur Bu maman 47 SD Ibu RT
Tabel jumlah produksi kopi dan biaya produksi dalam budidaya kopi
No
Nama
strata
Luas lahan andil (ha)
Tahun Tanam
Jumlah pohon
Jumlah phn produktif
Produksi kg/th
pendapatan kotor
Sharing
Penggunaan tenaga kerja L
P
Jml upah/hr Jml upah/hr 1 Eman 4 1,5 2002 3000 1900 3800 7600000 1140000 1 0 1 0 2 Amin 4 1 2002 2000 1000 2000 4000000 600000 2 10000 0 0 3 Ana 4 1 2001 1600 1200 2400 4800000 720000 1 0 1 0 4 Soma 4 1,5 2002 3000 2300 4600 9200000 1380000 1 0 1 0 5 didi y 4 0,56 1998 1000 800 1600 3200000 480000 1 0 1 0 6 Ma2t/Ya2t 1 5 2000 10000 8000 16000 32000000 4800000 3 10000 5 7000 7 Rohana 4 0,56 2005 1000 700 1400 2800000 420000 1 0 1 0 8 Odang 4 0,42 2004 750 512 1024 2048000 307200 1 0 1 0 9 Iri 3 0,4 2002 500 450 900 1800000 270000 1 0 1 0
10 Sadik 2 0,6 2004 1100 1000 2000 4000000 600000 1 0 1 0 11 Enjuh 4 0,32 2002 500 500 1000 2000000 300000 1 0 1 0 12 Jejen 1 2 2002 4000 3500 7000 14000000 2100000 2 8000 2 7000 13 Dede Rk 4 1 2002 2000 1500 3000 6000000 900000 3 8500 0 0 14 Rukman 1 5 2000 12000 11000 22000 44000000 6600000 8 9000 4 7000 15 Asep T 1 1 2002 2500 2000 4000 8000000 1200000 2 9000 1 7000 16 Aep 1 1 2003 2000 1800 3600 7200000 1080000 2 9000 2 7000 17 Acep 4 1 2004 2000 1400 2800 5600000 840000 2 9000 0 0 18 Asep M 2 2 4000 2000 4000 8000000 1200000 2 10000 0 0 19 Yani 1 2 2005 4000 3560 7120 14240000 2136000 3 9000 2 7000 20 Iep Hendi 4 2 2002 4000 3500 7000 14000000 2100000 3 8500 1 7500 21 Dadeng K 4 1 2003 1000 300 600 1200000 180000 2 0 1 0 22 Nana 4 2 5000 4000 8000 16000000 2400000 2 8500 1 600023 Rusnandar 1 2 5000 5000 10000 20000000 3000000 6 7000 0 024 Rudi S 3 2 4000 3000 6000 12000000 1800000 6 8500 0 0 25 Enjang 1 2 4000 4000 8000 16000000 2400000 4 8500 3 6000 26 Sunarto 4 0,5 1250 1200 2400 4800000 720000 3 8500 0 0 27 Asih setiasih 3 2 4000 3750 7500 15000000 2250000 1 0 3 7000 28 Uci 4 2 4000 3500 7000 14000000 2100000 1 0 3 7000 29 Aam J 4 1 2001 2000 2000 4000 8000000 1200000 1 0 1 0 30 Jajang S 3 0,28 560 400 800 1600000 240000 1 0 1 0 31 Soleh 4 1 2000 1000 2000 4000000 600000 1 0 1 0 32 Mahya 4 0,5 1000 600 1200 2400000 360000 1 0 1 0 33 Komar 4 0,5 1000 600 1200 2400000 360000 2 8500 1 0 34 Amas 3 2 2001 4000 2000 4000 8000000 1200000 5 8500 0 0 35 Acak S 4 1 2000 1600 3200 6400000 960000 3 8500 0 0 36 Iyu 3 2 5000 4800 9600 19200000 2880000 4 8500 0 0 37 Abi 4 12 24000 7000 14000 28000000 4200000 7 8500 0 0 38 Jamhur S 3 2 4000 2000 4000 8000000 1200000 3 8500 1 8500 39 Yono 4 0,56 1500 900 1800 3600000 540000 1 0 1 040 Cucu 4 2 5000 2750 5500 11000000 1650000 1 0 0 0 41 Ika 4 0,28 600 515 1030 2060000 309000 1 0 1 0 42 Jajang K 4 5,5 9000 8500 17000 34000000 5100000 2 10000 2 6000 43 Uli 4 0,5 800 550 1100 2200000 330000 1 0 1 0 44 Elo 3 0,56 1400 1060 2120 4240000 636000 2 10000 2 8000 45 Ade Ebit 4 2 4000 1000 2000 4000000 600000 1 0 1 0 46 Ayi 1 0,48 770 770 1540 3080000 462000 2 0 1 0 47 Asep S 3 2 2001 5000 3500 7000 14000000 2100000 2 10000 0 0 48 Memed 4 0,28 515 515 1030 2060000 309000 1 0 1 0 49 Ujang A 4 0,28 500 460 920 1840000 276000 1 0 1 0 50 Kanda 4 0,42 2005 500 500 1000 2000000 300000 1 0 1 0
51 Aga 4 0,56 1000 600 1200 2400000 360000 1 9000 1 600052 Dede R 4 0,56 1000 640 1280 2560000 384000 1 7000 1 9000 53 Yaya 4 0,98 2000 1300 2600 5200000 780000 1 0 1 0 54 Wardi 4 0,98 2000 1200 2400 4800000 720000 1 0 1 0 55 Ondi 4 1,96 1400 1200 2400 4800000 720000 1 0 1 0 56 Sumarna 4 0,31 700 600 1200 2400000 360000 1 0 1 0
57 Dadin setiawan 2 0,32 515 515 1030 2060000 309000 1 0 1 0
58 Aries S 4 0,7 1400 800 1600 3200000 480000 1 0 1 0 59 Ilah 4 0,8 1280 1280 2560 5120000 768000 1 0 1 0 60 Maman 2 0,16 260 260 520 1040000 156000 1 0 1 0
Penggunaan naker hari/th
Biaya tot naker
Jenis pupuk
Dosis /phn(kg)
hrg/unit
B total pupuk
Asal bibit
Bibit yg Dibeli (bibit)
Bayar bibit tiap Tahun
Harga/bibit
Total biaya bibit/th bibit
Pendapatan bersih
per tahun
78,2 0 Tdk pupuk 0 0 0 beli 3000 750 920 690000 5770000,0
49,2 984444,44 Tdk pupuk 0 0 0 beli 2000 500 920 460000 1955555,6
53,7 0 Tdk pupuk 0 0 0 beli 1600 400 920 368000 3712000,0
91,1 0 kandang 2 250 1500000 beli 3000 750 920 690000 5630000,0
44,8 0 Tdk pupuk 0 0 0 beli 1000 250 920 230000 2490000,0
97,3 6321851,9 NPK 0,05 3600 1800000 beli 10000 2500 920 2300000 16778148,1
36,6 0 Tdk pupuk 0 0 0 beli 1000 250 920 230000 2150000,0
22,4 0 urea 0,1 1500 112500 beli 750 0 920 0 1628300,0
28,0 0 Tdk pupuk 0 0 0 beli 500 0 920 0 1530000,0
31,2 0 Tdk pupuk 0 0 0 beli 250 0 920 0 3400000,0
40,1 0 kandang 2,5 250 312500 beli 500 0 920 0 1387500,0 75,7 2270000 kandang 2 250 2000000 beli 4000 1000 920 920000 6710000,0 54,0 1377000 organik 0,25 370 185000 beli 2000 500 920 460000 3078000,0 94,4 9441025,6 kandang 1 250 3000000 beli 12000 3000 920 2760000 22198974,4 53,3 1333333,3 kandang 2,5 250 1562500 beli 2500 625 920 575000 3329166,7 44,0 1408000 p buatan 0,1 3600 720000 beli 2000 500 920 460000 3532000,051,1 920000 NPK 0,015 3600 108000 beli 2000 500 920 460000 3272000,091,4 1828888,9 kandang 0,125 230 115000 beli 4000 1000 920 920000 3936111,1
52,6 2154777,8 Tdk pupuk 0 0 0 beli 4000 1000 920 920000 9029222,2
66,7 2200000 p organik 2 800 6400000 beli 4000 1000 920 920000 2380000,0
23,0 0 Tdk pupuk 0 0 0 beli 1000 0 920 0 1020000,0
96,7 2223333,3 Tdk pupuk 0 0 0 bikin ndiri 0 0 920 0 11376666,7
76,6 3218000 kandang 0,25 200 250000 bikin ndiri 0 0 920 0 13532000,0 57,6 2936142,9 kandang 2 300 2400000 beli 4000 1000 920 920000 3943857,155,3 2877333,3 kandang 2 300 2400000 beli 5000 1250 920 1150000 7172666,7 40,0 1020000 kandang 2 300 750000 beli 1250 0 920 0 2310000,0 88,0 1848000 organik 0,5 200 400000 beli&semai 2500 625 920 575000 9927000,0 84,7 1778000 organik 0,5 200 400000 beli&semai 2500 625 920 575000 9147000,0 73,4 0 organik 2 200 800000 beli&semai 1000 0 920 0 6000000,0
35,9 0 Tdk pupuk 0 0 0 beli 560 0 920 0 1360000,0
49,2 0 Tdk pupuk 0 0 0 beli 3400 850 920 782000 2618000,0
33,3 0 kandang 3 60 180000 beli 500 0 920 0 1860000,0
30,0 510000 p kandang 3 60 180000 beli 800 0 920 0 1350000,0
51,2 2176944,4 tahi ayam 1 400 1600000 beli 4000 1000 920 920000 2103055,6 55,7 1419500 kandang 2 300 1200000 beli 2000 500 920 460000 2360500,0 93,0 3162000 kandang 3 300 4500000 beli&semai 2500 625 920 575000 8083000,0
134,3 7992833,3 organik 0,25 370 2220000 beli 24000 6000 920 5520000 8067166,7 55,7 1892666,7 kandang 3 300 3600000 beli&semai 1000 0 920 0 1307333,3
47,0 0 Tdk pupuk 0 0 0 beli 1500 0 920 0 3060000,0
181,7 0 Tdk pupuk 0 0 0 beli 1500 0 920 0 9350000,0
31,4 0 kandang 2 200 240000 beli 600 0 920 0 1511000,0 207,3 6634666,7 NPK 0,04 40000 14400000 bkn ndiri 9000 0 920 0 7865333,3 32,2 0 tahi ayam 0,625 2500 1250000 beli 800 0 920 0 620000,0
32,1 1156800 Tdk pupuk 0 0 0 beli 1400 0 920 0 2447200,0
67,2 0 Tdk pupuk 0 0 0 beli 4000 1000 920 920000 2480000,0
32,8 0 urea 0,05 40000 1540000 beli 770 0 920 0 1078000,0
124,8 2495555,6 p kandang 3 250 3750000 beli 5000 1250 920 1150000 4504444,4
29,4 0 Tdk pupuk 0 0 0 beli 515 0 920 0 1751000,0
30,2 0 kandang 1 220 110000 beli 500 0 920 0 1454000,0
31,1 0 Tdk pupuk 0 0 0 bkn ndiri 500 0 920 0 1700000,0
31,3 470000 Tdk pupuk 0 0 0 beli 1000 0 920 0 1570000,0
41,2 659555,56 Tdk pupuk 0 0 0 beli 1000 0 920 0 1516444,4
57,9 0 tahi ayam 0,5 2200 2200000 beli 2000 500 920 460000 1760000,0
53,7 0 Tdk pupuk 0 0 0 beli&semai 500 0 920 0 4080000,0
73,7 0 organik 0,028 3000 117600 beli 1400 0 920 0 3962400,0 33,3 0 kandang 2 300 420000 beli 700 0 920 0 1620000,0
31,4 0 Tdk pupuk 0 0 0 beli 515 0 920 0 1751000,0
37,8 0 kandang 3 200 840000 beli 1000 250 920 230000 1650000,0 66,4 0 kandang 2 300 768000 beli 1280 320 920 294400 3289600,0
25,8 0 Tdk pupuk 0 0 0 beli 260 0 920 0 884000,0
257339646,3