Post on 08-Mar-2019
ANALISIS FAKTOR PENENTU PRODUKSI
TANDAN BUAH SEGAR (TBS) TANAMAN KELAPA SAWIT
(Elaeis guineensis Jacq.) di SUNGAI BAHAUR ESTATE (SBHE),
PT BUMITAMA GUNAJAYA AGRO (PT BGA), WILAYAH VI
METRO CEMPAGA, KOTAWARINGIN TIMUR,
KALIMANTAN TENGAH
NURUL DWI PRIHUTAMI
A24070058
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
RINGKASAN
NURUL DWI PRIHUTAMI. Analisis Faktor Penentu Produksi Tandan
Buah Segar (TBS) Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) di
Sungai Bahaur Estate (SBHE), PT Bumitama Gunajaya Agro (PT BGA),
Wilayah VI Metro Cempaga, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah.
(Dibimbing oleh ABDUL QADIR dan HARIYADI).
Jenis data yang digunakan dalam magang ini berupa data primer dan data
sekunder yang terdiri dari data untuk laporan umum dan laporan khusus. Data dari
laporan khusus untuk analisis faktor penentu produksi yang telah dikumpulkan
kemudian sebagian dianalisis dengan fungsi produksi Cobb-Douglas
menggunakan persamaan regresi linear berganda dan sebagian lagi dianalisis
menggunakan Uji-t. Alat bantu yang digunakan untuk mengolah data tersebut
adalah Minitab 14 dan SAS 9.1.3.
Faktor-faktor penentu produksi TBS yang diduga dapat meningkatkan
produksi TBS di SBHE adalah faktor jumlah pupuk, curah hujan, tenaga kerja,
kondisi lahan (daratan dan rendahan/lowland), umur tanaman (umur <7 tahun, 7-
11 tahun, >11 tahun), dan faktor populasi tanaman per hektar (SPH) (SPH <135,
135-143, dan >143), serta analisis terhadap komponen produksi yang terdiri dari
jumlah bunga betina per pohon, jumlah janjang per pohon, Berat Janjang Rata-
Rata (BJR), dan jumlah pohon produktif per hektar.
Hasil korelasi pada empat komponen produksi yang digunakan
menunjukkan antara komponen bunga betina per pohon dengan jumlah janjang
per pohon memiliki hubungan yang nyata, searah dan sangat erat.
Jumlah pupuk tidak berpengaruh nyata terhadap produksi TBS kelapa
sawit di SBHE (nilai signifikan sebesar 0.174) dan faktor jumlah pupuk hanya
menyumbang 16.2 % terhadap produksi TBS. Hal ini disebabkan oleh jumlah
pupuk yang digunakan kurang sesuai dengan rekomendasi yang telah ditetapkan
sehingga menyebabkan produksi TBS yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang
diharapkan. Pengaruh aplikasi pupuk kurang sesuai dengan rekomendasi
menyebabkan kondisi fisik tanaman kelapa sawit di SBHE mengalami defisiensi
hara tertinggi pada unsur Kalium (K).
Curah hujan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi TBS kelapa sawit
di SBHE (nilai signifikan 0.566) dan faktor curah hujan menyumbang 12.3 %
terhadap produksi TBS. Hal ini disebabkan oleh adanya keragaman populasi yang
tinggi akibat adanya heterogenitas tahun tanam yang tinggi untuk setiap bloknya
sehingga pengaruh pengukuran curah hujan yang dibutuhkan tanaman menjadi
bias.
Tenaga kerja yang digunakan dalam analisis adalah tenaga kerja pemanen.
Tenaga kerja memiliki pengaruh yang sangat nyata dalam peningkatan produksi
TBS di SBHE (nilai signifikan 0.000) dan faktor tenaga kerja menyumbang 98 %
terhadap produksi TBS. Peningkatan produksi TBS dipengaruhi oleh jumlah
tenaga pemanen, pengawasan yang ketat oleh pihak supervisi, adanya sistem
denda, sanksi, dan premi.
Umur tanaman memiliki peranan yang sangat penting terhadap produksi
TBS kelapa sawit. Hasil analisis menunjukkan umur tanaman 7-11 tahun
memberikan pengaruh terbaik terhadap produksi TBS. Tanaman kelapa sawit
pada umur 7-11 tahun dapat mencapai produksi optimum dengan jumlah TBS
yang dihasikan banyak dan berat janjang yang dihasilkan juga cukup tinggi
sehingga berpengaruh kepada pencapaian produksi TBS per hektarnya yang tinggi
pula.
Hasil analisis pada populasi tanaman per hektar (SPH) yang memberikan
pengaruh terbaik adalah kelompok SPH <135. Kelompok SPH ini memberikan
produksi TBS yang maksimum.
Hasil analisis pada faktor kondisi lahan yang memberikan pengaruh
terbaik dalam produksi TBS kelapa sawit adalah kelompok daratan dibandingkan
kelompok rendahan/lowland. SBHE memiliki luasan daratan sebesar 78.85% dan
luasan rendahan/lowland sebesar 21.15%. Kehilangan hasil produksi TBS akibat
areal rendahan sebesar 17.95 % dari total produksi TBS. Hal ini berpengaruh
terhadap produksi TBS yang dihasilkan.
Analisis Faktor Penentu Produksi Tandan Buah Segar (TBS) Tanaman Kelapa Sawi
(Elaeis Guineensis Jacq.) di Sungai Bahaur Estate (SBHE), PT Bumitama Gunajaya
Agro, Wilayah VI Metro Cempaga, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah
The Analysis of Determinant Fresh Fruit Bunch (FFB) Production Factors Palm Oil (Elaeis
Guineensis Jacq.) in Sungai Bahaur Estate (SBHE), PT Bumitama Gunajaya Agro, Region VI
Metro Cempaga, East Kotawaringin, Central Borneo
Nurul Dwi Prihutami1, Abdul Qadir
2 dan Hariyadi
2
1Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta IPB
2Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta IPB
Abstract
The internship started from February 14th
to June 14th
2011. The aim of this
internship is to find out and analyze about the effects determinant fresh fruit bunch (FFB
production factors) of palm oil (Elaeis Guineensis Jacq.) in SBHE, PT Bumitama Gunajaya
Agro, Central Borneo. Data used for this internship is time series data from 2008-2010.
Independent variables are fertilizer, rainfall, employees, ages of plant, SPH, and topography.
Dependent variable is FFB production. The data were gained primary data (direct method)
and secondary data (indirect method). It used two different method, Cobb-Douglas method
with double linear regression analysis equation and t-test method. The double linear
regression analysis result shows that the variables of employees has positive and very
significant effect, variable of fertilizer has negative and is not significant effect, and variable
of rainfall has positive effect is not significant towards the palm production. The t-test results
shows that ages of plants, SPH and topography has significant towards the palm production.
The coefficient determining (R2) test result shows that the variables of the FFB production as
dependent variable can be describe by the independent variables (fertilizer, rainfall and
employees) for 98.2 %.
Keywords: Palm Oil, FFB Production, Determinant Production Factors
ANALISIS FAKTOR PENENTU PRODUKSI
TANDAN BUAH SEGAR (TBS) TANAMAN KELAPA SAWIT
(Elaeis guineensis Jacq.) di SUNGAI BAHAUR ESTATE (SBHE),
PT BUMITAMA GUNAJAYA AGRO (PT BGA), WILAYAH VI
METRO CEMPAGA, KOTA WARINGIN TIMUR,
KALIMANTAN TENGAH
Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
NURUL DWI PRIHUTAMI
A24070058
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
Judul : ANALISIS FAKTOR PENENTU PRODUKSI TANDAN
BUAH SEGAR (TBS) TANAMAN KELAPA SAWIT
(Elaeis guineensis Jacq.) di SUNGAI BAHAUR ESTATE
(SBHE), PT BUMITAMA GUNAJAYA AGRO
(PT BGA), WILAYAH VI METRO CEMPAGA,
KOTAWARINGIN TIMUR, KALIMANTAN TENGAH
Nama : NURUL DWI PRIHUTAMI
NIM : A24070058
Menyetujui,
Mengetahui.
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian IPB
Dr. Ir. Agus Purwito, MSc Agr
NIP 19611101 198703 1 003
Tanggal Lulus :
Pembimbing I
Ir. Abdul Qadir, MSi
NIP 19620927 198503 1 001
Pembimbing II
Dr. Ir. Hariyadi, MSi
NIP 19611008 198601 1 001
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 2 Januari 1989 di Kuala Simpang,
Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Penulis merupakan anak kedua dari tiga
bersaudara dari pasangan Bapak Ismanto dan Ibu Dahlia.
Pendidikan pertama dijalani penulis di SD DHARMA PATRA YKPP
RANTAU pata tahun 1995 sampai 2001. Penulis menyelesaikan pendidikan di
SMP SWASTA DHARMA PATRA RANTAU pada tahun 2001 sampai 2004.
Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) dilalui penulis di SMA SWASTA
PATRA NUSA RANTAU tahun 2004 dan lulus pada tahun 2007
Penulis diterima di Fakultas IPB pada tahun 2007 melalui jalur USMI
(Ujian Seleksi Masuk IPB) yang diterima di Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis juga mengikuti
kegiatan kampus. Tahun 2007-2008 penulis mengikuti organisasi LDKM AL-
Hurriyah yang berstatus sebagai anggota pada Divisi Hubungan Luar, mengikuti
kegiatan Masa Perkenalan Kedatangan Mahasiswa Baru (MPKMB) sebagai PJK
pada tahun 2008. Penulis pernah menjabat sebagai bendahara pada organisasi
Badan Eksekutif Mahasiswa di Divisi Sosial Kemasyarakatan (2008-2009). Tahun
2009 penulis mengikuti kegiatan Masa Perkenalan Departemen (MPD) sebagai
PAK. Penulis juga aktif dalam kepanitian Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA)
yang bernama IMTR (Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong) pada Divisi
Kewirausahaan sebagai anggota tahun 2007-2010.
Penulis mengakhiri masa studi di IPB dengan menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Analisis Faktor Penentu Produksi Tandan Buah Segar (TBS) Tanaman
Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) di Sungai Bahaur Estate (SBHE), PT
Bumitama Gunajaya Agro (PT BGA), Wilayah VI Metro Cempaga, Kotawaringin
Timur Kalimantan Tengah”. Penulisan ini terlaksana atas dukungan serta
bimbingan dari Ir. Abdul Qadir, MSi dan Dr. Ir. Hariyadi, MSi.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Alah SWT atas limpahan berkah,
rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga magang dan penyusunan skripsi yang
berjudul “Analisis Faktor Penentu Produksi Tandan Buah Segar (TBS)
Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) di Sungai Bahaur Estate
(SBHE), PT Bumitama Gunajaya Agro (PT BGA), Wilayah VI Metro
Cempaga, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah” dapat terlaksana.
Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir magang penulis untuk menyelesaikan
pendidikan Strata 1 (S1) dalam memperoleh gelar Sarjana Pertanian.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut
mendukung dan membantu, baik dari segi moril maupun materil sehingga skripsi
ini dapat diselesaikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Ir. Abdul Qadir, MSi dan Bapak Dr. Ir. Hariyadi, MSi selaku
pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan, dorongan,
petunjuk serta nasihat selama pelaksanaan magang dan penyusunan
skripsi.
2. Bapak Ir. Supijatno, MSi selaku dosen penguji.
3. Bapak Dr. Ir. Winarso D. Widodo, MSi selaku pembimbing akademik
yang telah membimbing penulis selama menjalani studi.
4. Kak Arif yang telah membantu dan membimbing penulis dalam mengolah
data.
5. Bapak Adityo Herlambang, SP selaku Asisten Divisi I dan sebagai
pembimbing lapang selama kegiatan magang berlangsung.
6. Bapak Rudi Ismanto, SP selaku Estate Manager, Bapak Amsah Mulyadi,
SP dan Bapak Darlin Bin Darwis, STP selaku Asisten Kepala, Bapak Adi
Nugroho, SE selaku Kasie yang terus membantu dan membimbing penulis
selama menjalani magang di SBHE.
7. Orang tua serta kakak dan adik atas doa, kasih sayang, perhatian,
dukungan, nasehat dan kepercayaan kepada penulis.
8. Seluruh keluarga besar SBHE dan PT BGA, Kalimantan Tengah.
9. Sahabat tercinta Kalimatul Jumro dan Desi Agustiani yang selalu
memberikan saran dan dukungan kepada penulis selama masa studi.
10. Teman-teman Agronomi dan Hortikulktura‟44 yang telah memberikan
dukungan dan kasih sayangnya.
11. Semua pihak yang telah turut membantu penyelesaian penulisan skripsi ini
yang tidak bisa penulis ucapkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak
kekurangan, seperti halnya pepatah mengatakan tiada gading yang tak retak,
demikian pula skripsi ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan. Penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga skripsi ini
menjadi lebih sempurna.
Semoga Allah SWT Meridhoi amal saleh dan memberikan imbalan yang
setimpal dengan niat dan keikhlasan kita. Besar harapan bahwa skripsi ini akan
memberikan manfaat bagi kita semua.
Bogor, Agustus 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... ix
PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
Latar Belakang ............................................................................................. 1
Tujuan .......................................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 4
Botani Kelapa Sawit .................................................................................... 4
Kondisi Iklim ............................................................................................... 5
Curah Hujan ................................................................................................. 6
Umur Tanaman ............................................................................................ 7
SPH (Stand per Hectare) atau Populasi Tanaman per Hektar ..................... 8
Pemupukan ................................................................................................... 8
Faktor Penentu Produksi .............................................................................. 9
Fungsi Produksi Cobb-Douglas ................................................................... 9
METODE MAGANG ......................................................................................... 12
Tempat dan Waktu ....................................................................................... 12
Metode Pelaksanaan ..................................................................................... 12
Pengumpulan Data ....................................................................................... 13
Metode Pengolahan dan Analisis Data ........................................................ 15
KEADAAN UMUM ........................................................................................... 18
Sejarah Perusahaan ...................................................................................... 18
Profil Perusahaan ......................................................................................... 18
Lokasi dan Letak Geografis ......................................................................... 19
Keadaan Kondisi Lahan, Tanah dan Iklim................................................... 19
Luas Areal dan Tata Guna Lahan ................................................................ 20
Keadaan Tanaman dan Produksi .................................................................. 21
Struktur Organisasi Perusahaan dan Ketenagakerjaan ................................ 22
PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG ...................................................... 25
Aspek Teknis ............................................................................................... 25
Aspek Manajerial ......................................................................................... 57
PEMBAHASAN ................................................................................................. 61
Halaman
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 84
Kesimpulan .................................................................................................. 84
Saran ............................................................................................................ 84
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 85
LAMPIRAN ........................................................................................................ 87
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Harga CPO Dunia 5 Tahun Terakhir (2006-2010) ..................................... 1
2. Parameter Iklim untuk Kesesuaian Tanaman Kelapa Sawit ....................... 6
3. Pengaruh Curah Hujan terhadap Potensi Produksi TBS ............................. 6
4. Pengaruh Umur Tanaman terhadap Berat Janjang Rata-Rata
(BJR) ........................................................................................................... 8
5. Produksi TBS Kelapa Sawit di SBHE 2006-2010 ...................................... 22
6. Jumlah Staf dan Non Staf di SBHE Tahun 2011 ........................................ 23
7. Ketentuan upah 2011................................................................................... 24
8. Jenis Pupuk, Kelompok Pupuk dan Aplikasi Pemupukan pada
Tanaman Kelapa Sawit TBM di SBHE ......................................................
38
9. Jenis Pupuk, Kelompok Pupuk dan Aplikasi Pemupukan pada
Tanaman Kelapa Sawit TM di SBHE ......................................................... 38
10. Rekomendasi Waktu Aplikasi Pemupukan di SBHE 2011 ....................... 39
11. Beberapa Tingkat Fraksi TBS ................................................................... 46
12. Beberapa Tingkat Fraksi TBS di SBHE .................................................... 46
13. Potensi Produksi TBS di SBHE 2009-2010 ............................................... 53
14. Komponen Produksi SBHE pada Beberapa Tahun Tanam Kelapa
Sawit ........................................................................................................... 61
15. Uji Korelasi pada Komponen-Komponen Produksi TBS .......................... 63
16. Pendugaan Faktor Penentu Produksi terhadap Produksi TBS ................... 66
17. Persentase Realisasi Pemupukan (2007-2008) di SBHE ........................... 69
18. Persentase Defisiensi Unsur Hara di SBHE (2010) ................................... 70
19. Realisasi Pemanenan di SBHE Berdasarkan Luasan Hasil/HK ................. 75
20. Realisasi Pemanenan di Kebun SBHE Berdasarkan Janjang
Panen/HK ................................................................................................... 76
21. Pengaruh Umur Tanaman terhadap Produksi TBS di SBHE ..................... 78
22. Pengaruh Umur Tanaman terhadap Produktivitas TBS Kelapa
Sawit di SBHE ........................................................................................... 78
Nomor
23. Pengaruh Faktor SPH terhadap Produksi TBS di SBHE ..........................
Halaman
79
24. Pengaruh Faktor Kondisi Lahan terhadap Produksi TBS di
SBHE ........................................................................................................ 81
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Kondisi Tanaman pada Areal Rendahan ..................................................... 27
2. Merk Dagang Beberapa Jenis Herbisida yang Digunakan .......................... 30
3. Tim Unit Semprot (TUS) SBHE ................................................................. 31
4. Teknik Penanaman Muccuna bracteata ...................................................... 33
5. Persentase Sebaran Produksi di SBHE 2009-2010 ..................................... 52
6. Histogram Produksi Bulanan di SBHE tahun 2010 .................................... 55
7. Pengaruh Kondisi Lahan terhadap Produktivitas TBS di SBHE
2008-2010 ................................................................................................... 82
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Curah Hujan dan Hari Hujan di Kebun Sungai Bahaur Estate
(SBHE), PT Bumutam Gunajaya Agro (2006-2010) .................................. 88
2. Peta SBHE ................................................................................................... 89
3. Struktur Organisasi Kebun SBHE ............................................................... 90
4. Peta SBHE Divisi I ..................................................................................... 91
5. Jurnal Harian Magang sebagai Karyawan harian Lepas (KHL) ................. 92
6. Jurnal Harian Magang sebagai Pendamping Mandor ................................. 93
7. Jurnal Harian Magang sebagai Pendamping Asisten .................................. 94
8. Cara Perhitungan Premi pada Masing-Masing Model Tim
Pemanen ..................................................................................................... 97
9. Komposisi Pohon Kebun SBHE ................................................................. 99
10. Potensi Produksi TBS berdasarkan RUT di SBHE .................................... 100
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak kelapa sawit (CPO- crude
palm oil) dan inti kelapa sawit (KPO-Kernel Palm Oil) merupakan salah satu
primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non-migas
bagi Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam
perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk
terus memacu peningkatan akan harga CPO di dunia. Harga CPO di dunia
mengalami fluktuasi selama 5 tahun terakhir (2006-2010) pada Tabel 1.
Tabel 1. Harga CPO Dunia 5 Tahun Terakhir (2006-2010)
Tahun Harga CPO
(US$ per ton)
2006 478
2007 740
2008 733
2009 540
2010 875
Sumber: Direktorat Jendral Perkebunan (2010)
Prospek tanaman kelapa sawit cukup cerah, menjanjikan dan memiliki
keunggulan dibandingkan sumber minyak nabati lainnya. Hal ini dapat diketahui
dari adanya peningkatan jumlah konsumen yang disebabkan kegunaanya yang
bermacam-macam, mulai dari penggunaan untuk bahan industri pangan sampai
industri kimia. Minyak nabati yang banyak diperdagangkan di pasar internasional
antara lain minyak kedelai, minyak sawit, minyak lobak (rapeseed oil), minyak
bunga matahari (sunflower oil), minyak kelapa, minyak jagung, dan minyak
kacang tanah.
Kelapa sawit memiliki kelebihan dibandingkan minyak nabati lainnya jika
ditinjau dari segi produksi. Menurut Direktorat Jendral Perkebunan (2010) pangsa
produksi sawit telah mencapai 34 % di seluruh dunia, sementara minyak kedelai
30,1 % dan selebihnya untuk produk minyak nabati lainnya seperti minyak bunga
matahari, minyak lobak, minyak kapas, dan minyak kelapa.
2
Luas lahan untuk tanaman kelapa sawit di dunia hanya 4,5 %, sedangkan
kedelai mencapai 40,5 %, lobak 11,3 %, dan bunga matahari 10,1 %.
Perbandingan ini menunjukkan bahwa kelapa sawit merupakan tanaman yang
memiliki luasan lahan yang efisien dibandingkan sumber minyak nabati lainnya.
Efisiensi lahan ini disebabkan karena kelapa sawit adalah tanaman tahunan yang
berbuah sepanjang tahun.
Menurut Palm Oil 4 Nation (2010) biaya yang dibutuhkan untuk
memproduksi CPO tergolong lebih murah daripada tanaman pesaing lainnya.
Biaya yang dibutuhkan untuk memproduksi satu ton CPO di lahan seluas satu
hektar sebesar 250 US Dolar. Biaya investasi untuk memproduksi minyak kedelai
senilai 380 US Dolar per ton per hektar, dan minyak lobak membutuhkan 370 US
Dolar. Hal ini menjadi dasar pertimbangan mengapa harga CPO memiliki harga
yang lebih terjangkau bagi konsumen dunia dibandingkan dengan harga minyak
nabati lainnya.
Produksi TBS merupakan hasil dari aktivitas kerja di bidang pemeliharaan
tanaman. Keberhasilan produksi TBS sangat tergantung oleh beberapa faktor,
diantaranya faktor lingkungan, faktor tanaman dan faktor budidaya. Faktor-faktor
tersebut meliputi faktor bahan tanam, curah hujan, pemupukan, populasi tanaman,
kondisi lahan, umur tanaman, manusia (pemanen) dengan kapasitas kerjanya,
sarana dan prasarana panen, serta faktor pendukung lainnya.
Ketersediaan sarana atau faktor-faktor produksi belum berarti
produktivitas yang diperoleh suatu perusahaan perkebunan akan tinggi pula.
Peningkatan produksi dapat diperoleh dengan mengalokasikan input produksi
secara tepat dan berimbang. Komoditi kelapa sawit sebagai salah satu penghasil
devisa negara terbesar memiliki peranan yang penting sehingga akan dilakukan
magang mengenai analisis produksi TBS tanaman kelapa sawit dengan melihat
faktor-faktor penentu produksi yang mempengaruhinya sehingga diharapkan dapat
dibentuk sebuah sistem perkebunan kelapa sawit dengan tingkat produktivitas
yang tinggi.
3
Tujuan
Kegiatan magang yang dilaksanakan secara umum bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan, keterampilan kerja dan pengalaman lapang
mahasiswa dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit, baik secara teknis
maupun manajerial. Kegiatan magang secara khusus bertujuan untuk mempelajari
dan menganalisis produksi TBS tanaman kelapa sawit dengan melihat faktor-
faktor yang mempengaruhinya dengan harapan dapat memberikan masukan yang
efektif dan efisien dalam kegiatan produksi dan melatih mengembangkan
kemampuan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari tiga kata yaitu Elaeis
berasal dari Elation berarti minyak dalam bahasa Yunani, Guineensis berasal dari
bahasa Guinea (pantai barat Afrika) dan Jacq. berasal dari nama Botanis Amerika
Jacquin.
Taksonomi dari tanaman kelapa sawit adalah:
Divisi : Tracheophyta
Subdivisi : Pteropsida
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Monocotyledoneae
Ordo : Cocoideae
Famili : Palmae
Subfamili : Cocoideae
Genus : Elaeis
Spesies : Elaeis guineensis Jacq.
Akar tanaman kelapa sawit adalah serabut. Akar pertama yang muncul dari
biji yang telah tumbuh (berkecambah) adalah radikula yang panjangnya dapat
mencapai 15 cm. Akar primer mampu bertahan sampai 6 bulan yang bertugas
mengambil air dan makanan terkait dengan cadangan makanan pada endosperm
biji telah habis yang ditandai dengan lepasnya biji. Akar primer ini akan tumbuh
akar sekunder dengan diameter 2-4 mm yang tumbuh horizontal. Akar sekunder
ini akan tumbuh pula akar tertier dan kuartener yang berada dekat dengan
permukaan tanah. Akar tertier dan kuartener inilah yang paling aktif mengambil
air dan hara lain dalam tanah (Lubis, 1992).
Batang kelapa sawit tumbuh tegak lurus (phototropi) dibungkus oleh
pangkal pelepah daun (frond base). Batang berbentuk silindris berdiameter 0.5 m.
Batang kelapa sawit tidak memiliki kambium dan tidak bercabang (Lubis, 1992).
Menurut Setyamidjaja (2006) setiap tanaman memiliki 8 spiral yang letaknya
agak tegak dan mengarah ke kanan atau ke kiri. Sifat ini merupakan sifat genetis.
5
Daun dibentuk di dekat titik tumbuh. Daun kelapa sawit membentuk
susunan daun majemuk, bersirip genap dan bertulang daun sejajar. Daun
membentuk satu pelepah dengan panjang mencapai lebih dari 7.5-9 m. Jumlah
anak daun pada setiap pelepah berkisar 200-400 helai. Pelepah yang dihasilkan
pada tanaman dewasa sekitar 40-50 pelepah. Setiap tahun tanaman kelapa sawit
bisa menghasilkan 20-24 lembar daun (Fauzi et al., 2008).
Bunga tanaman kelapa sawit terdiri atas bunga jantan, bunga betina atau
hermafrodit. Tiap tandan bunga jantan memiliki 100-250 cabang (spikelet) yang
panjangnya antara 10-20 cm dan berdiameter 1-1,5 cm. Tiap cabang berisi 500-1
500 bunga kecil yang akan menghasilkan tepung sari. Tandan bunga betina
memiliki 100-200 cabang dan setiap cabang terdapat 15-20 bunga betina. Satu
tandan buah tanaman dewasa dapat diperoleh 600-2 000 butir buah, tergantung
besarnya tandan. Letak bunga betina dan bunga jantan pada satu pohon terpisah
dan matangnya tidak bersamaan, sehingga tanaman kelapa sawit biasanya
menyerbuk silang. Penyerbukan dilakukan oleh bantuan angin atau serangga
(Setyamidjaja, 2006).
Buah kelapa sawit disebut juga fructus. Waktu yang diperlukan mulai dari
penyerbukan sampai dengan buah matang siap dipanen kurang lebih 5-6 bulan.
Buah kelapa sawit terdiri atas empat bagian yaitu: eksokarp, mesokarp, endokarp
dan kernel. Menurut Fauzi et al. (2008) tanaman kelapa sawit rata-rata
menghasilkan 20-22 tandan/tahun.
Kondisi Iklim
Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah di
sekitar lintang utara-selatan 12o pada ketinggian 0-500 m dpl. Faktor iklim sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tandan kelapa sawit.
Menurut Fauzi et al. (2008) tanaman kelapa sawit memerlukan suhu
optimum yaitu sekitar 24-28oC untuk tumbuh dengan baik, tetapi tanaman kelapa
sawit masih bisa tumbuh pada suhu terendah 18oC dan tertinggi 32
oC. Suhu
berpengaruh terhadap masa pembungaan dan kematangan buah.
Kelembapan optimum bagi pertumbuhan kelapa sawit adalah 80 %.
Kecepatan angin 5-6 km/jam sangat baik untuk membantu proses penyerbukan.
6
Faktor yang mempengaruhi kelembapan adalah suhu, sinar matahari, lama
penyinaran, curah hujan, dan evapotranspirasi.
Tabel 2. Parameter Iklim untuk Kesesuaian Tanaman Kelapa Sawit
Parameter Iklim Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4
(Baik) (Sedang) (Kurang Baik) (Tidak Baik)
Curah hujan (mm) 2 000-2500 1 800-2 000 1 800-1 500 < 1500
Defisit air (mm/thn) 0-150 150-250 250-500 > 400
Hari tanpa hujan < 10 < 10 < 10 < 10
Temperatur (0C) 22-23 22-23 22-23 22-23
Penyinaran (jam) 6 6 < 6 < 6
Kelembapan (%) 80 80 < 80 < 80
Sumber: Sunarko (2007)
Curah Hujan
Menurut Mangoensoekarjo (2007) curah hujan optimal untuk tanaman
kelapa sawit adalah 1 250 – 2 500 mm/tahun, sedangkan Hadi (2004) menyatakan
bahwa curah hujan yang ideal untuk pertumbuhan tanaman kelapa sawit 2 500 – 3
000 mm/tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun serta tidak terdapat bulan
kering berkepanjangan dengan curah hujan di bawah 120 mm dan tidak terdapat
bulan basah dengan hujan lebih dari 20 hari. Akar tanaman sulit menyerap unsur
bila tanah dalam keadaan kering.
Tabel 3. Pengaruh Curah Hujan terhadap Potensi Produksi TBS
Curah Hujan Setahun (mm) Potensi Produksi (%)
2 500 mm atau lebih 100
2 500-2 000 mm 80
1 500 mm atau kurang 60-70
Sumber : Sunarko (2007)
Pusat Penelitian Kelapa Sawit (2006) menjelaskan bahwa terdapat
beberapa pengaruh musim kering dan defisit air (water deficit) terhadap produksi
kelapa sawit. Water deficit merupakan kondisi suplai air yang tersedia tidak
mampu memenuhi kebutuhan air untuk tanaman. Pengaruh water deficit terhadap
produksi sebagai berikut:
7
a. Pengaruh terhadap produksi semester II
1. Water deficit mencapai batas stadia I (water deficit 200 – 300 mm), hal ini
belum berpengaruh terhadap produksi.
2. Water deficit mencapai batas stadia II (water deficit 300 – 400 mm), maka
kemungkinan kehilangan produksi semester II berkisar 10 – 20 persen.
3. Water deficit mencapai batas stadia III (water deficit 400 – 500 mm), maka
kemungkinan kehilangan produksi semester II berkisar 20 – 40 persen.
4. Water deficit mencapai stadia IV (water deficit 500 mm), maka
kemungkinan kehilangan produksi semester II berkisar 40 – 60 persen.
Akibat kekerinagn, buah menjadi lebih cepat matang tetapi akan berakibat
turunnya rendemen minyak dan jumlah buah parthenocarpi meningkat.
b. Pengaruh terhadap produksi tahun II dan III
1. Water deficit mencapai batas stadia I, maka pengaruhnya terhadap
produksi tahun II tidak ada.
2. Jika seluruhnya terkena stadia II, maka kemungkinan kehilangan produksi
tahunn II mencapai 0 – 10 persen. Jika seluruhnya terkena stadia III, maka
kemungkinan kehilangan produksi semester I tahun II mencapai 10 – 20
persen karena mengganggu sex differentiation.
Umur Tanaman
Tinggi rendahnya produktivitas tanaman kelapa sawit dipengarui oleh
komposisi umur tanaman. Lubis (1992) menyatakan bahwa produktivitas
maksimal tanaman kelapa sawit dapat dicapai ketika tanaman berumur 7 – 11
tahun. Menurut Pahan (2008) produksi optimal dapat dicapai saat rata-rata umur
tanaman 15 tahun. Acuan penentuan batasan umur 15 tahun didasarkan pada umur
15 tahun akan tercapai produksi puncak.
Menurut Sunarko (2007) jumlah bunga betina pada tanaman muda lebih
banyak sehingga buah yang dihasilkan lebih banyak, tetapi bobot yang dihasilkan
hanya mencapai kurang 10-15 kg. Kondisi seperti ini menyebabkan produktivitas
tanaman rendah. Tanaman tua memiliki bobot tandan lebih berat dibandingkan
tanaman muda. Berat janjang Rata-Rata (BJR) akan sama untuk setiap tahunnya
saat tanaman berumur lebih dari 10 tahun.
8
Tabel 4. Pengaruh Umur Tanaman terhadap Berat Janjang Rata-Rata (BJR)
Umur Tanaman
(Tahun)
Berat Janjang Rata-Rata
(kg)
3 3-4
4 4-5
5 6-7
6-7 8-9
8-9 10-11
10 > 12
Sumber : Sunarko (2007)
SPH (Stand per Hectare) atau Populasi Tanaman Per Hektar
Kerapatan tanaman merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
tingkat produktivitas tanaman kelapa sawit. Risza (2009) menyatakan bahwa
terdapat hubungan antara penurunan produksi dengan kerapatan tanam. Kelapa
sawit yang hidup di tempat yang terlindung dan kurang mendapatkan cahaya
matahari pertumbuhannya akan meninggi, tidak normal, habitusnya kurus, lemah,
jumlah daun sedikit, dan produksi bunga betina berkurang.
Menurut Lubis (1992) bahan tanaman tipe Dolok Sinumbah, Bah Jambi,
SP-540, dan Yangambi dianjurkan menggunakan kerapatan tanaman antara 128 –
130 pohon per hektar, sedangkan tipe Lame adalah 143 pohon per hektar. Daerah
yang memiliki iklim relatif kering dianjurkan untuk menggunakan kerapatan
tanaman 143 pohon per hektar.
Pemupukan
Pemupukan merupakan faktor yang sangat penting untuk meningkatkan
produksi. Pemupukan tergolong kedalam salah satu tindakan perawatan tanaman.
Pemupukan pada tanaman kelapa sawit bertujuan untuk mendapatkan target
produksi tandan buah segar (TBS) yang optimal dan mendapatkan kualitas
minyak yang baik (Adiwiganda dan Siahaan, 1994).
Adiwiganda (2002) menyatakan bahwa tidak kurang dari 50 % biaya
pemeliharaan berasal dari biaya pemupukan mulai dari biaya pengadaan,
transportasi, dan pengawasan. Sugiyono et al. (2005) menambahkan bahwa biaya
9
yang diperlukan untuk pemupukan sekitar 30 % terhadap biaya produksi atau
sekitar 60 % terhadap biaya pemeliharaan.
Menurut Sastrosayono (2006) kebutuhan unsur hara bagi tanaman kelapa
sawit untuk setiap fase pertumbuhan berbeda-beda. Jumlah unsur hara yang
ditambahkan melalui pupuk harus memperhitungkan kehilangan hara akibat
pencucian, penguapan, penambahan hara dari tanaman penutup tanah (cover
crop), hara yang terikat dari udara, serta potensi fisik dan kimia tanah.
Faktor Penentu Produksi
Keberhasilan dalam produksi tergantung pada berbagai faktor. Faktor yang
mempengaruhi kelapa sawit meliputi: pengaruh jenis tanah, iklim, defisit air, dan
jenis bahan tanam. Kerapatan pohon juga menentukan produksi. Umur tanaman 7-
9 tahun telah mencapai panjang pelepah daun yang maksimum. Produksi tertinggi
terdapat pada tanaman berumur 7-11 tahun.
Keadaan topografi dan kondisi jalan sangat mempengaruhi dalam kegiatan
produksi. Jalan yang masih terkendala terkadang menyebabkan panen menjadi
tertunda, buah tidak terangkut pada hari panen sehingga banyak buah yang
membusuk di lapang. Hal tersebut merupakan contoh faktor yang langsung
berhubungan dengan kegiatan produksi. Banyak faktor lain yang perlu dikaji
seperti keterampilan pemanen, premi panen, dan lain-lain (Lubis, 1992).
Fungsi Produksi Cobb-Douglas
Faktor produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar
tanaman tersebut mampu menghasilkan dengan baik. Faktor produksi sangat
menentukan besar kecilnya produksi yang diperoleh. Faktor produksi terdiri dari
empat komponen, yaitu faktor produksi lahan (tanah), modal, tenaga kerja dan
skill atau manajemen.
Hubungan antara faktor produksi (input) dengan produksi (output)
biasanya disebut dengan fungsi produksi (Soekartawi, 1991). Masing-masing
faktor mempunyai fungsi yang berbeda dan saling terkait satu sama lain. Salah
satu faktor tidak tersedia menyebabkan proses produksi tidak akan berjalan lancar.
Beberapa bentuk fungsi produksi yang umum digunakan misalnya bentuk linier,
10
kuadratik, Cobb-Douglas dan CES (Constan Elasticity of Substitution). Fungsi
produksi yang umum digunakan adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Hal ini
disebabkan karena adanya kelebihan yang dipakai oleh fungsi produksi ini.
Penggunaan fungsi produksi Cobb-Douglas menghasilkan pendugaan
koefisien regresi yang sekaligus menunjukan besaran perubahan output akibat
penggunaan input produksi (elastisitas produksi). Besaran elastisitas produksi
tersebut sekaligus menunjukkan besarnya respon output terhadap perubahan
proporsional input yang disebut dengan skala usaha (retuns to scale).
Fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang
melibatkan dua variabel atau lebih variabel yang satu disebut dengan variabel
dependen, dijelaskan (Y) dan yang lain disebut variabel independen, dijelaskan
(X). Penyelesaian hubungan antara Y dan X biasanya dengan cara regresi, yaitu
variasi dari Y akan dipengaruhi oleh variasi dari X. Kaidah-kaidah pada garis
regresi juga berlaku pada penyelesaian fungsi produksi Cobb-Douglas. Secara
matematis, fungsi produksi Cobb-Douglas dapat dituliskan dengan persamaan:
Y = a X1 b1
X2 b2
... Xi bi
..... Xnbn
eu
= aπXibi
eu …………………………(1.1)
Keterangan:
Y = variabel yang dijelaskan (dependen)
X = variabel yang menjelaskan (independen)
a, b = besaran yang akan diduga
u = kesalahan (disturbance term)
e = logaritma natural, e = 2,718
Persamaan tersebut memperlihatkan bahwa nilai b1, b2 , bi ....bn adalah
tetap walaupun variabel yang terlibat telah dilogaritmakan. Hal ini karena b1 , b2
....bn pada fungsi produksi Cobb-Douglas adalah sekaligus menunjukan elastisitas
X terhadap Y dan jumlah dari elastisitasnya merupakan ukuran returns to scale.
Fungsi produksi Cobb-Douglas tersebut dinyatakan sebagai hubungan Y dan X
sehingga persamaannya menjadi:
Y = f (X1, X2, X3 , .... Xi..., Xn) ……………………………(1.2)
Fungsi produksi Cobb-Douglas pada persamaan (1.1) dapat diduga
besarnya produksi yang dihasilkan dengan terlebih dahulu diubah menjadi bentuk
11
linear berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut yang ditulis
dengan persamaan:
Y = f (X1, X2)
dan
Y = a X1 b1
X2 b2
eu
Logaritma dari persamaan diatas, adalah:
Log Y = log a + b1 log X1 + log a + b2 log X2 + v
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebelum menggunakan fungsi
produksi Cobb-Douglas adalah sebagai berikut:
1. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol karena logaritma dari nol
adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite).
2. Fungsi produksi memerlukan asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi
pada setiap pengamatan (non neutral difference in the respective
technologies). Hal ini berarti bila fungsi produksi yang dipakai sebagai
model dalam suatu pengamatan dan bila diperlukan analisis yang
memerlukan lebih dari satu model maka perbedaan model tersebut terletak
pada intersep dan bukan pada kemiringan garis (slope) model tersebut.
METODE MAGANG
Tempat dan Waktu
Kegiatan magang ini dilaksanakan selama empat bulan yang terhitung
mulai dari 14 Februari hingga 14 Juni 2011. Kegiatan ini bertempat di Sungai
Bahaur Estate (SBHE), PT Bumitama Gunajaya Agro (PT BGA), Wilayah VI
Metro Cempaga, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah.
Metode Pelaksanaan
Metode magang yang digunakan adalah melaksanakan seluruh kegiatan
yang telah ditetapkan oleh kebun, baik aspek teknis di lapangan maupun aspek
manajerial pada berbagai tingkatan pekerjaan mulai dari karyawan harian lepas
(KHL), pendamping mandor sampai dengan pendamping asisten divisi. Kegiatan
yang dilakukan selama menjadi KHL selama satu bulan pertama meliputi
pemeliharaan tanaman kelapa sawit TM (Tanaman Menghasilkan), yaitu:
pengendalian gulma secara manual (pembersihan piringan dan gawangan, DAK),
pengendalian gulma secara kimiawi (piringan dan gawangan chemist dan oles
anak kayu), rawat jalan, pembuatan pasar pikul, pemangkasan (pruning),
penanaman Muccuna bracteata (MB) dan Nephrolepis sp., dongkel kentosan,
pemupukan, dan pemanenan.
Kegiatan sebagai pendamping mandor berlangsung selama satu bulan
dengan tugas melaksanakan instruksi dari asisten divisi. Kemandoran yang diikuti
meliputi kemandoran panen, kemandoran perawatan, kemandoran chemist, dan
kemandoran pemupukan. Kegiatan sebagai pendamping kerani panen dan kerani
divisi juga dilaksanakan saat menjadi pendamping mandor.
Kegiatan sebagai pendamping asisten divisi dilaksanakan selama satu
bulan. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan antara lain: melakukan pemeriksaan ke
lapang, menyusun rencana dan anggaran biaya divisi yang disebut dengan
Rencana Kegiatan Bulanan (RKB), membantu membenahi administrasi kantor
kebun dan melakukan kunjungan ke pabrik kelapa sawit.
Kegiatan yang dilakukan selama satu bulan terakhir adalah mengikuti
kegiatan manajerial di kantor induk kebun dan lebih banyak berdiskusi dengan
13
staf kebun terkait dengan kroscek kegiatan yang telah dilaksanakan selama
menjadi KHL, pendamping mandor dan pendamping asisten divisi.
Pengumpulan Data
Data primer merupakan informasi yang diperoleh secara langsung melalui
observasi kegiatan di kebun. Pengumpulan data primer terbagi menjadi dua
bagian, yaitu data primer untuk laporan umum dan laporan khusus. Data primer
untuk laporan umum adalah data prestasi kerja selama menjadi KHL, pendamping
mandor dan pendamping asisten. Data primer untuk analisis produksi difokuskan
pada pengamatan terhadap komponen produksi, yaitu jumlah bunga betina per
pohon, jumlah TBS per pohon, bobot buah per TBS yang dilihat dari nilai Berat
Janjang Rata-Rata (BJR) setiap blok berdasarkan tahun tanam dan jumlah pohon
produktif.
Teknik pengambilan data dilakukan dengan melakukan pengamatan pada
blok contoh yang mewakili untuk beberapa tahun tanam kelapa sawit (tahun
tanam 1998, 2002, 2003, 2005, 2007, dan 2008). Pengumpulan data untuk
komponen-komponen produksi yang akan diamati diambil contoh pada luasan
satu ha dari tiap-tiap blok contoh. Luasan satu hektar terdiri atas dua pasar pikul.
Pengamatan pada pasar pikul pertama dilakukan pada baris tanaman ketiga yang
terhitung dari pinggir blok dan pengamatan untuk pasar pikul kedua dilakukan
selang 10 baris dari baris tanaman pada pengamatan awal. Pengamatan terhadap
komponen produksi dilakukan dengan menghitung semua jumlah bunga
betina/pohon, jumlah janjang/pohon dan jumlah pohon produktif yang ada dalam
setiap pasar pikul pikul yang diamati. Nilai BJR diperoleh dari data kebun untuk
blok contoh yang diamati.
Pengamatan terhadap komponen produksi ini digunakan untuk mengetahui
korelasi tiap-tiap komponen produksi, estimasi produksi semesteran dan potensi
produksi per blok berdasarkan tahun tanam.
Menurut Lubis (1992) rumus yang digunakan untuk menghitung produksi
TBS 6 bulan mendatang dalam satu hektar adalah:
P =a x b x d
e
14
Keterangan:
P = Produksi (kg)
a = Jumlah tandan bunga betina dan janjang yang diamati (janjang)
b = Berat janjang Rata-Rata (BJR) (kg/janjang)
d = Jumlah pohon yang diamati (pohon)
e = Jumlah seluruh pohon dalam blok (pohon)
Data sekunder diperoleh untuk melengkapi informasi di lapangan (data
primer) selama kegiatan magang. Data sekunder yang dikumpulkan terbagi
menjadi dua, yaitu data sekunder untuk laporan umum dan data sekunder untuk
keperluan analisis produksi. Data sekunder untuk laporan umum diperoleh dari
laporan manajemen mengenai keadaan umum perusahaan, letak geografis,
keadaan tanah dan iklim, kondisi tanah dan produksi, luas areal dan tata guna
lahan, organisasi dan manajemen, penerapan teknik budidaya dan peta kebun.
Data sekunder yang diperlukan untuk keperluan analisis produksi berupa data
produksi TBS setiap tahun (2008-2010), data curah hujan, umur tanaman,
populasi tanaman per hektar, pemupukan, data penyebaran kondisi lahan, data
kebutuhan tenaga kerja dan data-data pendukung lainnya.
Data sekunder yang digunakan untuk keperluan analisis adalah data tiga
tahun terakhir (2008-2010). Data untuk keperluan analisis ini disesuaikan dengan
kelengkapan data yang ada pada administrasi kebun dan melihat kondisi kebun
yang baru dilakukan pemutihan umur tanaman pada tahun 2008. Pemutihan umur
tanaman merupakan penggenapan perkiraan tahun tanam suatu blok yang
heterogen ke dalam tahun penanaman terdekat atau dapat diketahui dengan
menghitung komposisi umur tanaman berdasarkan Rata-Rata Umur Tanaman
(RUT). Data pupuk merupakan data realisasi jumlah pupuk yang telah digunakan
setiap bulannya. Data curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan per
bulan. Data curah hujan dan data realisasi pemupukan yang digunakan adalah data
dua tahun sebelum produksi TBS karena pengaruh curah hujan dan realisasi
pemupukan terhadap produksi dapat dilihat setelah dua tahun kemudian. Data
kondisi lahan yang digunakan untuk areal daratan adalah pengurangan dari luasan
total setiap blok dengan luasan areal rendahan/lowland pada blok tersebut.
Persentase areal rendahan/lowland dan daratan tersebut dihubungkan dengan
15
produksi TBS pada blok tersebut. Data kelompok umur tanaman diperoleh dari
hasil pengurangan tahun yang digunakan untuk analisis (2008-2010) dengan tahun
tanaman kelapa sawit sehingga diperoleh data umur tanaman kelapa sawit yang
dikaitkan dengan produksi TBS yang dicapai. Data SPH merupakan data SPH
yang diambil pada setiap divisi dan dikelompokkan berdasarkan kategori SPH
yang telah ditentukan yang dihubungkan terhadap pencapaian produksi TBS.
Metode Pengolahan dan Analisa Data
Data primer dan data sekunder yang dihasilkan selanjutnya dianalisis
secara kuantitatif lalu diuraikan secara deskriptif dengan membandingkan
terhadap norma baku yang berlaku pada perkebunan kelapa sawit dan standar
yang telah ditetapkan perusahaan. Data yang telah diperoleh sebagian dianalisis
dengan fungsi produksi Cobb-Douglas menggunakan persamaan regresi linear
berganda dan sebagian lagi dianalisis menggunakan Uji-t. Hal ini disebabkan oleh
kelengkapan data yang tersedia di kebun yang akan digunakan untuk keperluan
analisis.
1. Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas dengan Menggunakan Persamaan
Regresi Linear Berganda
Metode yang digunakan dalam menganalisis data yang telah diperoleh
adalah fungsi produksi Cobb-Douglas dengan menggunakan persamaan regresi
linear berganda (double linear regression analysis) dengan alat bantu Minitab 14
Analisis regresi linear berganda adalah suatu teknik statistical yang digunakan
untuk menganalisis variabel mana yang memberikan pengaruh yang terbaik di
antara beberapa variabel independen (faktor-faktor penentu produksi) terhadap
peubah dependen (produksi TBS).
Model persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas sebagai berikut :
Y = aX1b1
X2b2
aX3b3
Fungsi produksi Cobb-Douglas diubah kedalam persamaan linier berganda
setelah terlebih dahulu diubah dalam bentuk Ln (Logaritma natural).
Persamaannya adalah sebagai berikut :
Ln Y = Ln a + b1 Ln X1+ b2 Ln X2 + b3 Ln X3 + U
16
Keterangan :
Y = Produksi Tandan Buah Segar (TBS) yaitu TBS yang dihasilkan dari
kebun dan siap untuk diolah (kg)
X1 = Faktor jumlah pupuk (kg)
X2 = Faktor curah hujan (mm/bulan)
X3 = Faktor tenaga kerja (orang)
a = intersep, merupakan besaran parameter
bij = koefisien produksi yang juga merupakan elastisitas produksi
i = 1, 2, 3
j = sub faktor produksi
u = kesalahan
e = Logaritma natural ( e = 2.718 )
Hasil perhitungan dari fungsi produksi Cobb-Douglas diuji pengaruh
masing-masing faktor secara individu menggunakan Uji-t (Walpole, 1990).
Hipotesa yang diajukan dalam analisa ini adalah sebagai berikut:
H0 : bi = 0
H1 : bi ≠ 0
T hit =bi
sbi ,
bi = koefisien regresi variabel ke-i
sbi = standar error variabel ke- i
Bila : t hit > t tab tolak H0
t hit < t tab terima H0
H0 ditolak membuktikan bahwa faktor produksi yang digunakan
berpengaruh nyata terhadap hasil produksi. H0 membuktikan bahwa faktor
produksi tidak berpangaruh nyata terhadap hasil produksi.
Nilai koefisien determinasinya (R2) digunakan untuk melihat besarnya
persentase pengaruh semua variabel independen terhadap nilai variabel dependen.
Besarnya koefisien determinasi adalah 0 sampai dengan 1. Nilai R2
semakin
mendekati nol memperlihatkan semakin kecil pengaruh semua variabel
independen terhadap variabel dependen. Nilai R2
semakin mendekati satu
memperlihatkan semakin besar pula pengaruh semua variabel independen
terhadap variabel dependen.
17
2. Analisis Menggunakan Uji-t
Sebagian faktor penentu produksi TBS yang digunakan untuk keperluan
analisis adalah menggunakan Uji-t. Hal ini disebabkan oleh data yang diperoleh
berupa data hasil produksi akibat dari pengaruh variabel faktor penentu produksi
yang digunakan untuk analisis. Variabel faktor produksi yang digunakan adalah
variabel kelompok umur tanaman (umur tanam <7 tahun, 7-11 tahun dan > 11
tahun), kelompok SPH (SPH <135, SPH 135-143, dan SPH > 143) dan kelompok
kondisi lahan (daratan dan rendahan/lowland). Nilai yang diperoleh dari analisis
selanjutnya dilihat kelompok variabel mana dari variabel faktor penentu produksi
tersebut yang memberikan pengaruh terbaik terhadap produksi TBS.
KEADAAN UMUM
Sejarah Perusahaan
Bumitama Gunajaya Agro (BGA) berawal dari pengusahaan perkebunan
kelapa sawit berskala kecil di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan
Tengah yang dimulai pada tahun 1998 dengan dibangunnya PT Karya Makmur
Bahagia (KMB) seluas 255 ha. BGA telah mengelola lahan perkebunan kelapa
sawit seluas 3 000 hektar hingga akhir 2000. BGA mengakuisisi tiga perusahaan
perkebunan kelapa sawit yakni PT Windu Nabatindo Lestari, PT Hati Prima Agro,
dan PT Surya Barokah pada tahun 2001.
Percepatan tanam yang spektakuler dimulai sejak tahun 2004 dengan
pencapaian luasan tanam 7 718 ha, tahun 2005 dengan pencapaian luasan tanam
12 040 ha dan tahun 2006 dengan pencapaian luasan tanam 12 731 ha. Total
luasan kebun kelapa sawit hingga akhir tahun 2006 mencapai 45 549 ha.
BGA mengalami pertumbuhan yang signifikan hingga mencapai areal
tanam lebih dari 90.000 hektar pada akhir tahun 2009. Areal perkebunan BGA
juga tersebar di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Riau. BGA
menargetkan total luas areal yang digarap mencapai sedikitnya 200.000 ha dalam
rangka mewujudkan langkah pertumbuhan yang pesat untuk jangka waktu hingga
2015.
Profil Perusahaan
Bumitama Gunajaya Agro Group (BGA Group) adalah kelompok
perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan dan pabrik kelapa sawit. BGA
Group berkomitmen mewujudkan kelapa sawit lestari (sustainable palm oil).
BGA Group senantiasa melakukan kegiatan standarisasi praktek operasional
sesuai Prinsip dan Kriteria Roundtable On Sustainable Palm Oil (RSPO) demi
terwujudnya kelapa sawit lestari.
BGA menaungi beberapa perusahaan diantaranya PT Windu Nabatindo
Lestari, PT Hati Prima Agro, dan PT Surya Barokah. PT Surya Barokah bergerak
di bidang pengusahaan kayu yang kemudian beralih ke bidang perkebunan dengan
HPH (Hak Pengusahaan Kayu). PT Surya Barokah mulai mengusahakan
19
perkebunan untuk mendapatkan IPK (Izin Pemanfaatan Kayu). Pengusahaan ini
dilakukan sejak tahun 1996 hingga tahun 2004. PT Surya Barokah mengalami
kebangkrutan pada tahun 2004, kemudian di take over dan diakuisisi kepada PT
BGA menjadi PT Windu Nabatindo Abadi (PT WNA) dengan luas areal tanam 9
589. PT WNA menaungi 3 kebun, yaitu Sungai Bahaur Estate (SBHE), Bangun
Koling Estate (BKLE) dan Sungai Cempaga Estate (SCME).
Sungai Bahaur Estate (SBHE) merupakan kebun take over yang berasal
dari PT Surya Barokah yang terletak di Kecamatan Cempaga Hulu Kotawaringin
Timur dengan luas areal 3 987 ha. Jumlah karyawan Kebun SBHE adalah 761
karyawan, yang terdiri atas 8 Orang staf, 40 orang karyawan bulanan, 424 KHT,
244 KHL. ITK SBHE adalah 0.18 yang terdiri dari ITK untuk kegiatan perawatan
sebesar 0.12 HK/ha kegiatan panen sebesar 0.06 HK/ha.
Lokasi dan Letak Geografis
Secara geografis SBHE berada antara 113.01o-113.07
o BT dan 1.80
o-1.86
o
LS yang terletak di Desa Pundu, Kecamatan Cempaga Hulu, Kabupaten
Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Batas wilayah SBHE sebelah utara
adalah Sungai Cempaga Estate (SCME) dan sebelah timur berbatasan dengan PT
Bisma Darma Kencana.
Keadaan Kondisi lahan, Tanah dan Iklim
SBHE mempunyai dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau.
Puncak musim hujan terjadi pada April dan Desember, sedangkan puncak musim
kemarau terjadi pada Februari dan Agustus berdasarkan data curah hujan tahun
2006-2010.
Curah hujan rata-rata selama 5 tahun terakhir (2006-2010) di SBHE adalah
3 207 mm/tahun dengan rata-rata hari hujan adalah 133.8 hari/tahun. Rata-rata
bulan kering 1.00 bulan/tahun dan rata-rata bulan basah 10.40 bulan/tahun.
Menurut klasifikasi Schimidth-Ferguson, iklim di SBHE termasuk tipe iklim A
(sangat basah). Keadaan curah hujan di SBHE dapat dilihat pada Lampiran 1.
20
Keadaan kondisi lahan di SBHE mayoritas adalah relatif datar dengan
tingkat kemiringan 0-8 % dan sedikit daerah bergelombang dengan tingkat
kemiringan 9 – 15 %.
Jenis tanah di SBHE terdiri atas tanah inceptisol sebesar 60.28%, kaolin
sebesar 19.86%, ultisol sebesar 17.73% dan tanah entisol sebesar 0.71%. Menurut
Resman, et al. (2006) tanah inceptisol adalah tanah yang belum matang
(immature) dengan perkembangan profil yang lebih remah dibanding dengan
tanah yang matang dan masih banyak menyerupai sifat bahan induk. Warna tanah
inceptisol beraneka ragam tergantung dari jenis bahan induknya. Warna kelabu
menunjukkan bahan induknya berasal dari endapan sungai. Warna coklat
kemerahan terbentuk karena mengalami proses reduksi. Warna hitam
mengandung bahan organik yang tinggi. Menurut Jalaluddin dan Jamaluddin T
(2005) kaolin adalah salah satu jenis tanah lempung yang tersusun dari mineral-
mineral. Tanah lempung jenis ini berwarna putih keabu-abuan. Menurut Prasetyo
dan Suriadikarta (2006) ultisol berkembang dari berbagai bahan induk, baik yang
bersifat masam hingga basa. Ultisol dicirikan oleh adanya akumulasi liat pada
horizon bawah permukaan. Menurut Utami dan Handayani (2003) tanah entisol
merupakan tanah yang relatif kurang menguntungkan untuk pertumbuhan
tanaman. Tanah ini mempunyai konsistensi lepas-lepas, tingkat agregasi rendah,
peka terhadap erosi dan kandungan hara yang tersedia rendah.
Kesesuaian lahan aktual untuk tanaman kelapa sawit di SBHE termasuk
kedalam lahan kelas S3 (sesuai marjinal) dengan faktor pembatas utama adalah
tekstur tanah pasir berlempung. Pemanfaatan tanah berdasarkan kelas lahan ini
untuk pengembangan kelapa sawit, khususnya di SBHE harus diikuti dengan
upaya untuk memperbaiki tingkat kesuburan tanah. Upaya tersebut diantaranya
adalah penanaman tanaman kacangan penutup tanah, pemupukan, dan aplikasi
bahan organik. Berbagai perbaikan yang dilakukan pada kondisi tanah tersebut
diharapkan dapat mencapai protensi produksi yang ingin dicapai sesuai dengan
siklus tanaman kelapa sawit.
21
Luas Areal dan Tata Guna Lahan
Luas areal tanam PT Windu Nabatindo Abadi adalah 9 589 ha yang
terbagi ke dalam tiga kebun, yaitu Sungai Bahaur Estate (SBHE) 3 987 ha,
Bangun Koling Estate (BKLE) 2 505 ha, dan Sungai Cempaga Estate (SCME) 3
097 ha.
SBHE terdiri dari 5 Divisi. Divisi I memiliki 24 Blok dengan luas areal
tanam 696.16 ha. Divisi II memiliki 31 Blok dengan luas areal tanam 855 ha.
Divisi III memiliki 24 Blok dengan luas areal tanam 672 ha. Divisi IV memiliki
32 Blok dengan luas areal tanam 959 ha. Divisi V memiliki 30 Blok dengan luas
areal tanam 806 ha. Luas keseluruhan areal perkebunan SBHE adalah 3 987 ha
yang terdiri dari luas kebun kelapa sawit inti 1 987 ha dan luas kebun kelapa sawit
plasma 2 000 ha. Peta SBHE dapat dilihat pada Lampiran 2.
Keadaan Tanaman dan Produksi
Tanaman kelapa sawit yang diusahakan di SBHE adalah varietas Marihat
yang dihasilkan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS). Jarak tanam yang
digunakan adalah 9.2 m x 9.2 m x 9.2 m dengan jarak tegak lurus antar baris
adalah 7.97 m dan jarak dalam barisan 9.2 m sehingga populasi tanaman per
hektarnya 136 pohon. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa populasi tanaman
per hektarnya beragam. Tanaman kelapa sawit sebelum berpindah tangan kepada
PT WNA kurang terawat dan hanya areal daratan saja yang ditanami pohon
kelapa sawit dengan jarak tanam yang digunakan beragam. Tanaman kelapa sawit
tersebut di lakukan konsolidasi dan ditambah dengan tanaman kelapa sawit
sisipan setelah berganti kepemilikan. Standar yang digunakan untuk populasi
tanaman di SBHE adalah 136 pohon/ha. Kondisi ini yang menyebabkan SBHE
memiliki tingkat heterogenitas yang tinggi, yaitu dalam satu blok memiliki
beberapa tahun tanam dengan SPH yang beragam. Keragaman populasi tanaman
juga disebabkan oleh adanya tanaman yang mati karena terserang hama dan
penyakit, kondisi lahan yang banyak terdapat sungai-sungai sehingga ada
sebagian tanaman yang terkena erosi dan kondisi lahan lainnya yang tidak
mungkin untuk ditanami.
22
SBHE memiliki tanaman kelapa sawit TM dan TBM. Luas areal TBM
adalah 502 ha dan areal TM seluas 3 485 ha. Terdapat delapan tahun tanam kelapa
sawit, yaitu tahun tanam 1998, 2000, 2002, 2003, 2005, 2006, 2007, dan 2008.
Setiap divisi di SBHE memiliki tahun tanam yang berbeda.
Produksi TBS di SBHE setiap tahunnya terus mengalami peningkatan
selama 5 tahun terkhir (2006-2010) yang dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Produksi TBS Kelapa Sawit di SBHE 2006-2010
No. Tahun Produksi TBS
Produksi
(ton)
Jumlah Janjang
(buah)
BJR
(kg/janjang)
1 2006 11 579.04 1 294 791 8.94
2 2007 21 595.80 2 397 493 9.01
3 2008 32 828.72 3 355 822 9.78
4 2009 45 781.83 4 372 208 10.47
5 2010 54 781.80 4 830 847 11.34
Sumber: Data Produksi TBS SBHE (2006-2010)
Produksi TBS di SBHE terus mengalami peningkatan sejak tahun 2006
yaitu sebesar 11 579.04 ton TBS hingga tahun 2010 yaitu 54 781.80 ton TBS
(Tabel 5). Hal ini disebabkan oleh adanya pertambahan luas areal TM kelapa
sawit, perawatan yang intensif, curah hujan yang cukup, dan pemupukan yang
teratur. TBS yang dihasilkan oleh SBHE kemudian dibawa ke PKS yang terletak
di Wilayah II bernama Pundu Nabatindo Mill (PNBM) dan Wilayah VI bernama
Selucing Agro Mill (SAGM) untuk selanjutnya diproses menghasilkan CPO
dengan kapasitas 45 ton TBS/jam dan kernel.
Struktur Organisasi Perusahaan dan Ketenagakerjaan
Pemimpin tertinggi SBHE dipegang oleh seorang Estate Manager (EM)
yang dibantu oleh seorang Asisten Kepala (Askep). Asisten kepala dibantu oleh
lima orang asisten divisi. Seorang asisten divisi dibantu oleh mandor I, kerani
divisi, kerani transport, kerani panen, mandor panen, mandor perawatan, mandor
pupuk, dan mandor chemist. Bagian administrasi dipegang oleh seorang kepala
administrasi (Kasie). Kasie dibantu oleh seorang admin dan mantri tanaman,
23
accounting, kasir dan dibawahnya terdapat kerani divisi. Struktur organisasi
SBHE dapat dilihat pada Lampiran 3.
Estate Manager (EM) memiliki atasan langsung kepada Kepala Wilayah
dan memiliki bawahan langsung kepada Asisten Kepala Kebun, Asisten Divisi,
dan Kepala Seksi Administrasi. Seorang EM memiliki tugas-tugas dalam
mengelola kebun, meliputi: 1) melakukan monitoring pelaksanaan pekerjaan
operasional berdasarkan laporan dari divisi atau bagian dari unit kebun serta
melaporkannya secara komprehensif kepada atasan langsung, 2) menyusun
anggaran tahunan dan bulanan meliputi aspek area statement, produksi, kapital,
Sumber Daya Manusia dan totalitas biaya, 3) mengadakan rapat kerja intern
dengan Asisten Divisi dan Kepala Seksi (Kasie) beserta jajaran di bawahnya
secara periodik (minimal seminggu sekali) dalam upaya percepatan/peningkatan
kinerja.
Asisten Kepala (Askep) memiliki atasan langsung kepada Estate Manager
dan memiliki bawahan langsung kepada asisten divisi. Seorang Asisten Kepala
Kebun memiliki tugas dalam mengelola kebun, diantaranya: 1) membantu
manajer kebun dalam pengelolaan seluruh aspek pekerjaan agronomi, 2)
bertanggung jawab kepada Manajer Kebun dalam mengelola seluruh aspek
pekerjaan non agronomi untuk mendukung operasional kebun, 3) melaksanakan
kunjungan secara periodik ke setiap divisi
Asisten Divisi memiliki atasan langsung kepada Asisten Kepala Kebun
dan Manajer Kebun serta memiliki bawahan langsung kepada Mandor I, Mandor
dan Kerani. Tugas seorang Asisten Divisi meliputi: 1) membuat dan menjabarkan
Rencana Kerja Tahunan (RKT) dalam bentuk Rencana Kerja Bulanan (RKB), 2)
mengadakan rapat kerja intern dengan Mandor I, Mandor dan Kerani beserta
jajaran di bawahnya secara periodik (minimal seminggu sekali) dalam upaya
peningkatan kinerja, 3) melaksanakan kunjungan langsung secara rutin pada
setiap kemandoran di lapangan.
Status pegawai di SBHE terdiri atas karyawan staf, karyawan bulanan,
Karyawan Harin Tetap (KHT), dan Karyawan Harian Lepas (KHL) dapat dilihat
pada Tabel 6.
24
Tabel 6. Jumlah Staf dan Non Staf di SBHE Tahun 2011
No. Status Pegawai
SBHE
(Karyawan)
1 Staf 8
2 Karyawan Bulanan 40
3 Karyawan Harian Tetap 424
4 Karyawan Harian Lepas 244
Jumlah 716
ITK 0.18
Sumber: Data Tenaga Kerja SBHE (2011)
Kebutuhan jumlah karyawan dapat ditentukan berdasarkan ITK (Indeks
Tenaga Kerja) sebuah kebun. Menurut Pahan (2008), ITK standar sebuah
perkebunan adalah 0.2 HK/ha. ITK pada SBHE sudah memenuhi standar karena
telah mendekati dari ITK standar sebuah perkebunan. Ini menunjukkan bahwa
jumlah karyawan di SBHE telah memenuhi standar dari jumlah karyawan yang
dibutuhkan untuk sebuah perkebunan.
Hari kerja karyawan dalam seminggu adalah 6 hari dengan lama kerja 7
jam/hari kecuali hari jumat yaitu 5 jam/hari. Perbedaan diantara keduanya terletak
pada tunjangan-tunjangan yang diberikan perusahaan. Seorang KHT mendapatkan
tunjangan beras, listrik gratis, pengobatan gratis dan tunjangan cuti tahunan.
Sistem penggajian staf dan karyawan di SBHE dapat dilihat pada Tabel 7:
Tabel 7. Ketentuan Upah 2011
Status Upah
Tunjangan Beras
Pekerja
(kg/hari)
Istri
(*kg/hari)
Anak
(**kg/hari)
KHL Rp 49.765,-/hari - - -
KHT Rp 1.244.135,-/hari 0.5 0.3 0.25
Bulanan Berdasarkan golongan, struktur
dari upah bulanan
0.5 0.3 0.25
Sumber: Data Administrasi SBHE (2011)
Ket:
*) Istri sah pekerja dan tidak bekerja, tinggal di perkebunan (unit usaha)
**) yang berhak adalah anak yang tinggal di perkebunan (unit usaha) maksimal 2
anak.
PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG
Aspek Teknis
Selama menjalani kegiatan magang di SBHE berstatus sebagai karyawan
harian lepas selama satu bulan, pendamping mandor selama satu bulan,
pendamping aisten divisi selama satu bulan dan kegiatan manajerial di kantor
kebun selama satu bulan. Kegiatan yang dilakukan selama menjadi karyawan
harian lepas meliputi pemeliharaan tanaman kelapa sawit TM maupun TBM yaitu:
1) pengendalian gulma secara manual (pembersihan piringan dan gawangan
manual, DAK), 2) pengendalian gulma secara kimiawi (piringan dan gawangan
chemist, oles anak kayu), 3) pemeliharaan tanaman dan areal pertanaman
(penanaman Muccuna bracteata (MB) dan Nephrolepis bisserata, rawat jalan,
pembuatan pasar pikul, pemangkasan (pruning), pemupukan), 5) kegiatan
simulasi kebun (Field Visit dan simulasi Leaf Sampling Unit, LSU), 6) kegiatan
pemanenan. Aspek teknis ini dilakukan di Divisi I. Peta Divisi I terdapat pada
Lampiran 4. Kegiatan sebagai KHL, pendamping Mandor dan pendamping
Asisten Divisi terlampir pada Lampiran 5, 6 dan 7.
Pemeliharaan dan Perawatan Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit dibedakan menjadi dua fase, yaitu tanaman belum
menghasilkan (TBM) dan tanaman menghasilkan (TM). Pemeliharaan tanaman
merupakan salah satu tindakan yang sangat penting dalam menentukan
produktivitas tanaman kelapa sawit, disamping kondisi lingkungan dan potensi
genetik.
Pengendalian Gulma secara Manual
Gulma merupakan salah satu faktor pembatas produksi tanaman yang
sedang dibudidayakan. Gulma menyerap hara dan air lebih cepat dibanding
tanaman pohon (Gupta 1984). Komunitas gulma dipengaruhi oleh faktor-faktor
yang berkaitan dengan kultur teknis.
Pembersihan Piringan dan Gawangan Manual. Pengendalian/
pemberantasan gulma di perkebunan kelapa sawit dilakukan pada dua tempat
26
yaitu di piringan dan gawangan (inter row). Piringan merupakan areal disekitar
pertanaman kelapa sawit yang memerlukan perhatian khusus dalam hal
pengendalian gulma. Piringan di sekitar tanaman kelapa sawit harus bebas gulma
atau dikenal dengan zona W0 yaitu piringan harus benar-benar bersih dari semua
gulma.
Tujuan pengendalian rumput di piringan dibedakan berdasarkan pada fase
pertumbuhan tanaman kelapa sawit, yaitu: 1) fase TBM, pengendalian gulma
dapat mengurangi kompetensi unsur hara karena akar halus tanaman masih berada
di sekitar piringan, 2) fase TBM dan TM, pengendalian gulma ditujukan untuk
memudahkan kontrol pemupukan, 3) fase TM, pengendalian gulma bertujuan
untuk memudahkan pengutipan berondolan.
Pembersihan piringan dilakukan di Blok A 4/5. Pembersihan piringan
dilakukan dengan membersihkan gulma yang berada di piringan kelapa sawit
selebar proyeksi tajuk kelapa sawit pada jari-jari 1-1.5 m. Seorang mandor
perawatan membawahi 8 orang tenaga kerja. Standar yang digunakan adalah 0.5
ha/HK. Seorang pekerja dapat menyelesaikan 3-4 pasar pikul dan disesuaikan juga
dengan kondisi gulma di lapang. Pekerja juga menggaru brondolan-brondolan di
sekitar areal piringan agar tetap bersih.
Gawangan merupakan areal pertanaman kelapa sawit yang memiliki jarak
1.5-3 m dari tempat tumbuh pohon kelapa sawit. Gawangan juga memerlukan
perhatian khusus dalam hal pengendalian gulma. Pengendalian gulma di areal
gawangan ditujukan untuk mengurangi kompetisi gulma terhadap tanaman dalam
penyerapan hara, air, dan sinar matahari, mempermudah pekerja untuk melakukan
pekerjaan pemeliharaan maupun pemanenan. Pengendalian gulma di gawangan
juga ditujukan untuk mempermudah pengawasan di lapang dan efektifitas
pemupukan.
Dongkel Anak Kayu (DAK) . Kegiatan dongkel anak kayu merupakan
kegiatan pengendalian gulma secara manual selektif dengan cara mencabut semua
jenis gulma berkayu yang berada pada piringan, gawangan maupun pasar pikul
kemudian dibuang ke pasar mati. Kegiatan ini dimandori oleh seorang mandor
pupuk dan 16 pekerja. Standar yang digunakan dalam DAK adalah 0.5 ha/HK.
27
Kondisi di lapang menunjukkan bahwa gulma dominan yang ditemukan
meliputi: Melastoma malabatricum, Asystasia coromandeliana, Chromolaena
odorata, Cyperus cyperoides, Cyperus rotundus, dan Mikania micrantha. DAK
dilakukan sekali dalam setahun dan disesuaikan dengan kondisi gulma di lapang.
Kebun yang telah di DAK dibiarkan kurang lebih selama 1 bulan agar gulma-
gulma tersebut mengering dan mati yang dilanjutkan dengan kegiatan
pengendalian gulma secara kimiawi.
Kondisi pertanaman kelapa sawit saat dilakukan DAK kurang bagus buat
pertumbuhan tanaman kelapa sawit. Hal ini disebabkan sebagian areal di Blok C1
tergenang air yang dapat menimbulkan kondisi anaerob. Tanaman kelapa sawit
yang tergenang oleh air menyebabkan tanaman tumbuh kerdil bahkan mati yang
terlihat pada Gambar 1.
(a) (b)
Gambar 1. Kondisi Tanaman pada Areal Rendahan
(a) Tanaman Tergenang Air
(b) Tanaman Mati
Kondisi di lapang juga menunjukkan banyak bunga jantan dan bunga
betina yang terendam dan berlumut. Pohon-pohon siap panen menjadi tidak dapat
dipanen dan pada akhirnya buah membusuk di pohon. Keadaan ini dapat berakibat
pada rendahnya produksi buah yang akan diperoleh pada blok ini. Perbaikan
saluran air atau drainase untuk memberikan kondisi yang baik bagi pertumbuhan
tanaman yang sedang dibudidayakan.
Pengendalian Gulma secara Kimiawi
Gawangan dan Piringan Chemist. Pengendalian gulma secara kimiawi
merupakan salah satu cara pengendalian gulma dengan menggunakan bahan kimia
28
(herbisida). Tujuannya adalah untuk mempermudah kegiatan pemupukan,
pemanenan, memudahkan pengontrolan dan sanitasi terhadap hama dan penyakit.
Pengendalian gulma secara kimiawi di SBHE menerapkan sistem kerja
BGA Spraying System (BSS). BSS merupakan program penyemprotan yang
dilakukan secara terintegrasi dan terorganisir dari awal hingga akhir kegiatan
penyemprotan. Tujuan dibentuknya sistem BSS adalah untuk meningkatkan
output pekerja semprot, baik dari segi luasan (hancak semprot) maupun dari
kualitas hasil semprotan.
Sistem penyemprotan BSS ini mulai diterapkan di SBHE pada Bulan
Maret. SBHE memiliki 2 Rayon yaitu Rayon A untuk Div. I sampai Div. III dan
Rayon B untuk Div. IV sampai Div. V. Jumlah anggota BSS untuk setiap Rayon
adalah 25 orang. SOP (Standard Operating Procedure) pada BSS meliputi: 1)
pembuatan rencana kerja, 2) persiapan tim BGA Spraying System, 3) persiapan
alat, 4) persiapan kerja terkait dengan pengisian air ke tangki dan pencampuran
bahan herbisida, 5) teknis kerja yaitu tahapan pelaksanaan aplikasi herbisida ke
lapang, 6) perawatan dan pengumpulan alat, 7) cek mutu semprot oleh mandor
chemist, dan 8) pertanggungjawaban oleh supervisi.
Pengendalian gulma secara kimiawi dilakukan di Blok C1. Seorang
mandor chemist membawahi 16 pekerja yang terdiri dari 1 orang pekerja lelaki
sebagai operator, pembuat larutan herbisida, pelangsir herbisida sekaligus sebagai
pengisi herbisida pada knapsack sprayer pekerja dan 15 orang pekerja perempuan
yang bertugas mengaplikasikan herbisida ke lahan yang menjadi target semprot.
Standar yang digunakan adalah sesuai dengan 7 jam kerja. Seorang pekerja dapat
menyelesaikan 11-12 kep herbisida dalam kondisi standar. Output yang dihasilkan
untuk penyemprotan piringan dan pasar pikul sebesar 3 ha/HK sedangkan output
untuk gawangan sebesar 2 ha/HK. Rotasi penyemprotan adalah 4 kali dalam
setahun.
Alat semprot yang digunakan adalah knapsack sprayer tipe Solo dengan
kapasitas kep 15 liter. Perlengkapan lainnya seperti: nozzle VLV (Very Low
Volume) 200, nozzle VLV 100, gelas ukur, bendera merah kuning, parang, ember,
angkong, nozzle polizet (berwarna merah, kuning), sarung tangan, tang, masker,
dan topi. Penggunaan VLV diaplikasikan jika kondisi gulma tergolong berat saat
29
kondisi sangat semak. Nozzle VLV 200 digunakan untuk aplikasi herbisida pada
spot gawangan dengan jarak lebar semprot adalah 1.2 meter dan tingkat
kebasahannya lebih merata dengan flow rate 900-915 ml/menit. Volume semprot
yang dibutuhkan jika menggunakan VLV 200 dalam keadaan standar adalah 156
l/ha blanket. Nozzle VLV 100 digunakan untuk aplikasi spot piringan dengan
jarak lebar semprot adalah 1.2 meter dan tingkat kebasahannya merata dengan
flow rate 400-430 ml/menit. Volume semprot yang dibutuhkan jika menggunakan
VLV 100 dalam keadaan standard adalah 69 l/ha blanket.
Efisiensi penggunaan dosis herbisida dapat dicapai jika terlebih dahulu
melakukan kalibrasi alat semprot. Perhitungan kebutuhan larutan untuk aplikasi
ke lapang adalah sebagai berikut:
𝐿 =F x 10 000
V x a
Ket: L = kebutuhan larutan dalam 1 ha (l/ha), dengan mengetahui kebutuhan
larutan per ha maka dapat diketahui konsentrasi bahan dalam larutan
F = Flow rate yaitu jumlah larutan yang keluar melalui nozzle setiap
satu menit dengan tekanan tertentu, biasanya 1 bar (l/menit)
V = Kecepatan berjalan (m/menit), merupakan kecepatan rata-rata
penyemprot berjalan dengan membawa alat semprot
a = Lebar semprot (m), merupakan lebar hasil semprotan yang keluar dari
nozzle yang ditentukan oleh jenis nozzle, tekanan alat semprot, dan
ketinggian semprotan
Contoh perhitungann :
Semprot piringan menggunakan herbisida „A‟ 1.5 liter per ha dengan nozzle VLV
200. Flowrate 0.9 l/menit, lebar semprot 1.2 m dan kecepatan penyemprot
berjalan 48 m/menit.
Kebutuhan larutan VLV =10.000 x 0.9 l/menit
48 m/menit x 1.2 m
= 156L
m2atau setara dengan 156 l/ha
Konsentrasi herbisida „A‟ = (1.5 l/ha/ 156 l/ha) x 100 % =
= 0.96 %
30
Perhitungan diatas memperlihatkan jika knapsack yang digunakan berisi
15 liter, maka herbisida „A‟ yang dicampurkan dalam setiap knapsack adalah 15 l
x 0.96 % = 0.144 liter atau setara dengan 144 cc.
Jenis herbisida yang digunakan adalah herbisida dengan merk dagang
Primaxone dan Meta Prima. Primaxone merupakan herbisida purna tumbuh
bersifat kontak, berbentuk larutan dalam air berwarna hijau tua, dan berbahan
aktif parakuat diklorida 276 g/l yang berfungsi untuk mengendalikan jenis gulma
berdaun lebar, sempit dan teki. Meta prima merupakan herbisida pra dan purna
tumbuh yang bersifat selektif, berbentuk butiran berwarna putih keabuan, dan
berbahan aktif metil metsulfuron 20 % yang berfungsi untuk mengendalikan
gulma berdaun lebar dan gulma berdaun sempit.
Penyemprotan gulma secara kimiawi menggunakan herbisida dengan merk
dagang Kleenup 480 SL yang berbahan aktif isopropil amina glifosat 480 g/l
(setara dengan glifosat 356 g/l) ampuh untuk mengendalikan gulma alang-alang.
Jenis herbisida ini merupakan herbisida purna tumbuh yang bersifat sistemik
berbentuk larutan dalam air berwarna coklat muda. Dosis yang digunakan 3-6 l/ha
dan volume air yang dibutuhkan 200-400 l/ha. Waktu penyemprotan yang tepat
adalah pada saat gulma tumbuh subur dan kematian gulma akan tampak pada saat
seminggu setelah aplikasi. Jenis herbisida yang digunakan SBHE terlihat pada
Gambar 2.
(a) (b) (c)
Gambar 2. Merk Dagang Beberapa Jenis Herbisida yang Digunakan
(a) Meta Prima
(b) Primaxone
(c) Kleen Up
Perbandingan primaxone dan air yang digunakan saat penyemprotan
gulma 1:1 yaitu penggunaan primaxone untuk kapasitas satu kep sebanyak 60 cc
31
dan air sebanyak 60 cc. Cara pengaplikasian meta prima terlebih dahulu
melarutkan bahan dan air dengan perbandingan 1:10. Meta prima yang digunakan
sebanyak 3 gram dilarutkan kedalam 30 cc air.
Premi yang diperoleh oleh seorang pekerja apabila melebihi basis akan
memperoleh extra fooding (kerajinan semprot) sebesar Rp 2 500/hari dan 1 kaleng
susu kental manis setiap 6 hari sekali. Seorang mandor chemist akan memperoleh
premi sebesar Rp 20 000 jika ia berhasil menyelesaikan penyemprotan dalam
waktu minimal 15 hari dan maksimal 20 hari.
Kegiatan penyemprotan di Divisi 2 menggunakan sistem Tim Unit
Semprot (TUS) yang terlihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Tim Unit Semprot (TUS) SBHE
Keuntungan dibentuknya Tim Unit Semprot adalah menghemat tenaga
supervisi, kontrol lebih baik, mobilitas yang tinggi, kualitas kerja lebih baik dan
pengorganisasian yang lebih mudah.
Perlengkapan utama Tim Unit Semprot terdiri dari 1 buah kendaraan roda
empat (truk tangki air) dan 20-25 unit alat semprot sekaligus tenaga semprot
(wanita yang tidak berganti-ganti). Tangki ini berfungsi sebagai tempat
percampuran bahan herbisida dan air dalam jumlah besar. Kapasitas 1 tangki
adalah 1900-2000 l dan cukup untuk 126 kep.
Oles Anak Kayu. Kegiatan oles anak kayu dilakukan beriringan dengan
kegiatan pengendalian manual DAK. Oles anak kayu dilakukan di Blok C1.
Bahan olesan anak kayu menggunakan campuran herbisida dengan merk
dagang Starlon dan solar. Perbandingan yang digunakan 1:20 yaitu penggunaan 1
liter Starlon membutuhkan campuran solar sebanyak 20 liter. Cara aplikasi
meliputi anak kayu yang telah didongkel atau ditebas hingga kulitnya mengelupas
sampai terlihat kambium dilanjutkan dengan mengoleskan herbisida pada anak
32
kayu tersebut. Pengolesan dengan menggunakan jenis herbisida ini tergolong
ampuh dalam memberantas DAK karena bekerja secara sistemik sehingga anak
kayu tersebut cepat mati.
Aplikasi oles anak kayu dilakukan pada areal rendahan/lowland. Kondisi
ini tergenang oleh air sehingga menyebabkan pengaplikasian bahan kimia kurang
efektif dan menyebabkan tercemarnya air akibat olesan bahan kimia tersebut.
Pengendalian Hama
Pengendalian hama dilakukan menggunakan pertisida nabati, khususnya
untuk mengendalikan keberadaan ulat api. SBHE menggunakan tanaman Turnera
ulmifolia dan Nephrolepis biserata untuk mengendalikan hama ulat api. Turnera
ulmifolia ditanam di sepanjang jalan utama, jalan antar blok, dan sebagian di
pinggiran pasar pikul. Nephrolepis biserata ditanam di gawangan mati dan di
sekitar tanaman berbentuk U-Shape. Nephrolepis biserata yang berfungsi sebagai
predator hama ulat api juga dapat menjaga iklim mikro tanaman kelapa sawit.
Pemeliharaan Tanaman dan Areal Pertanaman
Penanaman Muccuna bracteata (MB). Kegiatan pemeliharaan tanaman
kelapa sawit TBM salah satunya adalah dengan melakukan penanaman MB yang
merupakan jenis tanaman penutup tanah (LCC).
Menurut BGA Group (2007) kelebihan MB adalah: 1) pertumbuhannya
sangat cepat, 2) lebih mudah tumbuh dan lambat dalam memasuki masa generatif,
3) memiliki toleransi yang tinggi terhadap cuaca panas, 4) tahan terhadap
naungan, 5) memproduksi biomasa perbanyakan (stek) yang lebih banyak, 6)
lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit, dan 7) lebih baik dalam
mempertahankan erosi tanah karena mempunyai perakaran yang dalam.
Perbanyakan MB dapat dilakukan dengan vegetatif (stek) dan generatif
(biji). MB ditanam di sela-sela tanaman kelapa sawit di sekitar gawangan mati
menghadap timur-barat. Penanaman terbaik dilakukan saat musim hujan karena
pada kondisi ini tanaman akan mendapatkan cukup air untuk membantu
pertumbuhannya.
33
Tingkat pertumbuhan MB sangat cepat. Pertambah panjang mencapai 14
cm dalam waktu satu minggu sehingga membutuhkan pemeliharaan khusus agar
pertumbuhannya tidak merambat ke jalan dan menutupi tanaman kelapa sawit
yang sedang dibudidayakan. Penanaman MB ini dilakukan oleh 4 orang pekerja
dengan norma 2 HK/Ha.
Teknik perbanyakan MB dapat dilakukan dengan beberapa cara, meliputi:
teknik penanaman 5 ruas batang, 3 ruas batang, dan 1 ruas batang (Gambar 4).
(a) (b) (c)
Gambar 4. Teknik Penanaman Muccuna bracteata
(a) Teknik 5 Ruas
(b) Teknik 3 Ruas
(c) Teknik 1 Ruas
Teknik perbanyakan MB dengan penanaman 5 ruas batang adalah yang
umum dipakai di SBHE. Teknik penanaman ini memiliki persentase hidup yang
tinggi dibandingkan dengan teknik lain. Tahapan penyetekannya meliputi: 1)
tanah dibuat guludan sepanjang ruas batang yang akan ditanam, 2) bagian tengah
guludan dibuat larikan, 3) menyiapkan stek yang siap ditanam. Kriteria stek siap
tanam adalak kondisi stek yang tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua, 4) setiap
guludan ditanam 5 batang MB. Ruas kedua sampai ruas keempat ditimbun
kedalam tanah, sedangkan ruas pertama dan kelima dibengkokkan kedalam tanah
dengan mata tunas menghadap keluar dan berhati-hati saat membengkokkan
batang agar tidak patah. Daun pada batang dipotong setengah yakni mengurangi
evaporasi, 5) menutup MB yang telah ditanam dengan dedaunan atau jerami untuk
mengurangi penguapan.
Teknik perbanyakan MB dengan penanaman 3 ruas batang dilakukan
dengan cara dibengkokkan. Ruas pertama dan ketiga ditimbun kedalam tanah dan
ruas kedua menghadap keluar tanah. Teknik ini diharapkan untuk ruas kedua akan
34
mundul calon daun baru dan ruas pertama dan ketiga akan menjadi calon akar
baru. Teknik ini juga memiliki tingkat persentase hidup yang tinggi.
Perbanyakan MB dengan teknik satu ruas umumnya dilakukan untuk
tujuan pembibitan yang ditanam di dalam polibag. Penanaman MB ini umumnya
ditanam didalam polibag. Teknik penanamannya adalah menancapkan ujung ruas
kedalam tanah dan ujung satunya lagi mengarah keluar. Teknik penanaman ini
memiliki memiliki tingkat persentase hidup yang rendah dan kurang efisien dari
segi waktu dan biaya.
Pertumbuhan MB akan terlihat setelah 1 BST (Bulan Setelah Tanam).
Pemupukan pertama menggunakan RP atau Guano dengan dosis 100 gram per
tanaman atau setara dengan 100 kg/ha yang diaplikasikan dengan cara disebar
diatas kacangan. Pemupukan kedua dilakukan pada 3 BST dengan dosis 200
kg/ha.
Penanaman Nephrolepis biserata. Nephrolepis merupakan jenis paku-
pakuan yang tumbuh secara liar dan memiliki daya adaptasi yang tinggi. Jenis
tanaman ini sangat berguna dalam menjaga kelembaban disekitar tanaman kelapa
sawit dan sebagai tanaman inang untuk predator ulat api. Penanaman nephrolepis
dikhususkan untuk areal TM yang telah ternaungi.
Nephrolepis ditanam di sekitar gawangan mati tepatnya di rumpukan
pelepah yang berbentuk U-Shape. Bibit yang ditanam berasal dari tanaman yang
tumbuh disekitar tanaman kelapa sawit sebelumnya. Teknik penanamannya
tergolong mudah dengan membuat lubang tanam di dekat rumpukan pelepah dan
menananam nephrolepis tersebut. Rata-rata nephrolepis yang ditanam sebanyak
lima lubang tanam pada satu pohon kelapa sawit. Nephrolepis tidak memerlukan
pemeliharaan khusus karena sifatnya yang mudah tumbuh. Kebutuhan tenaga
kerja yang diperlukan untuk menyelesaikan penanaman nephrolepis adalah 1.5
ha/HK.
Dongkel Kentosan. Dongkel kentosan merupakan salah satu kegiatan
pemeliharaan tanaman dengan membuang tanaman sawit liar yang tumbuh di
sekitar tanaman kelapa sawit utama yang terdapat di piringan, gawangan maupun
pasar pikul. Sawit liar dicabut bertujuan agar penyerapan hara oleh tanaman
kelapa sawit utama tidak terganggu. Kegiatan ini dikerjakan oleh 2 orang pekerja
35
dengan norma kerja 1-2 ha/HK untuk 1 blok dan 17 ha/HK untuk 1 CR
(Collection Road).
Rawat Jalan. Sarana jalan pada suatu kebun menjadi hal yang perlu
diperhatikan karena kelancaran pengangkutan hasil panen dari TPH ke PKS
ditentukan oleh bagus tidaknya kondisi jalan. Jalan yang baik adalah jalan yang
memiliki muka jalan padat, cembung, rata dengan tingkat kemiringan jalan kurang
dari 10% (4.5o) serta kering (sistem drainase baik).
Rawat jalan dilakukan dibawah kemandoran perawatan. Kemandoran ini
membawahi 6 orang pekerja dengan standar 7 jam kerja. Alat yang digunakan
meliputi cangkul, ember, dodos, gergaji, dan kapak.
Rawat jalan dilakukan secara manual tanpa menggunakan alat berat terkait
dengan kondisi jalan yang tidak terlalu parah sehingga. Pemeliharaan jalan secara
manual dan sedini mungkin akan mencegah jalan dari kerusakan lebih parah dan
menekan biaya pemeliharaan jalan dan penggunaan alat berat. Rawat jalan
dimulai dengan membuatan parit-parit kecil di kanan kiri jalan kemudian
dilanjutkan pengerukan lumpur yang menggenangi jalan. Menunggu beberapa saat
hingga tanah menjadi agak kering. Jalan yang rusak diberi kayu balok dan
ditimbun dengan menggunakan tanah laterit untuk dipadatkan. Kayu tersebut
berfungsi sebagai palang jalan untuk menopang jalan jika ada truk atau
kendaraaan berat lewat. Pemadatan jalan dengan tanah laterit diusahakan dalam
kondisi benar-benar padat sehingga kemungkinan kecil air dapat menggenangi
jalan.
Sistem perbaikan jalan pada musim hujan dan kemarau memiliki
perbedaan dari segi pekerjaannya. Perbaikan jalan pada musim hujan terlebih
dahulu dengan mengeruk lumpur hingga kering, dilanjutkan dengan penimbunan
dengan kayu balok dan tanah laterit hingga benar-benar dalam kondisi padat.
Perbaikan jalan di musim kering dilakukan dengan membongkar balok kayu yang
terdapat di jalan dan diganti dengan tanah laterit secara keseluruhan untuk
dipadatkan kembali. Pembongkaran balok kayu ini disebabkan karena kayu
merupakan bahan organik yang lama kelaman akan mengalami pelapukan
sehingga dapat menyebabkan jalan akan mengalami kerusakan kembali.
36
Pembuatan Pasar Pikul. Pasar pikul merupakan jalan yang dibuat
diantara baris tanaman kelapa sawit yang diperuntukkan bagi pemanen agar
mempermudah dalam hal akses jalan, mempermudah pelaksanaan panen,
pengangkutan buah ke TPH dan memudahkan dalam perawatan. Terdapat 2 pasar
pikul pada luasan 1 ha kelapa sawit.
Kegiatan pembuatan pasar pikul di bawah kemandoran perawatan yang
terdiri dari 9 pekerja. Standar yang digunakan adalah mengikuti 7 jam kerja dan
tidak diberlakukan sistem premi. Pembuatan pasar pikul dilakukan di Blok A3.
Pekerja membuat parit kecil di kanan dan kiri pasar pikul yang berfungsi sebagai
saluran drainase untuk mencegah pasar pikul tidak tergenang air.
Pruning atau pemangkasan merupakan kegiatan pembuangan daun-daun
tua atau daun yang tidak produktif pada tanaman kelapa sawit. Kondisi tanaman
over pruning harus dihindari. Over pruning adalah terbuangnya sejumlah pelepah
produktif secara berlebihan yang akan mengakibatkan penurunan produksi.
Jumlah pelepah pada setiap pohon harus dipertahankan dalam jumlah
tertentu sesuai dengan umur tanaman. Jumlah pelepah yang optimal untuk
tanaman berumur antara 3-8 tahun sekitar 48-56 pelepah (6-7 lingkaran daun).
Jumlah pelepah yang harus dipertahankan untuk tanaman dengan umur lebih dari
8 tahun sekitar 40-48 pelepah (5-6 lingkaran daun). Pemangkasan dilakukan 6
bulan sekali untuk TBM dan 8 bulan sekali untuk TM.
Pruning dilakukan di Blok C 5/6. Alat yang digunakan meliputi dodos,
egrek, dan batu asah. Tenaga kerja yang dibutuhkan adalah 2 orang. Standar yang
digunakan mengikuti 7 jam kerja. Seorang pekerja dapat menyelesaikan 3 pasar
pikul. Pruning juga dapat dilakukan dengan sitem borongan. Upah yang diperoleh
untuk kelapa sawit TBM sebesar Rp 1 500/pohon dan TM sebesar Rp 700/pohon.
Seorang pekerja akan memperoleh premi berdasarkan jam lemburnya setelah
melewati 7 jam kerja. Premi yang diperoleh sebesar Rp 6 000/jam.
Cara melakukan pemangkasan adalah memotong pelepah yang tergolong
pelepah sengkleh, pelepah kering, maupun pelepah negatif yang melebihi jumlah
standar hingga mepet ke batang.
Pemupukan. Pemupukan merupakan kegiatan pemberian unsur hara
kepada tanaman. Pemupukan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan unsur hara
37
tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan normal
(pertumbuhan vegetatif) dan berproduksi dengan maksimal (pertumbuhan
generatif) serta kesuburan tanah dapat dipertahankan.
Pemupukan di SBHE menerapkan sistem kerja BGA Manuring System
(BMS). BMS merupakan program pemupukan yang dilakukan terintegrasi, mulai
dari pupuk sampai digudang kebun hingga pupuk sampai dilahan. Tujuan
dibentuknya sistem BMS untuk meningkatkan output pekerja pemupukan dari
segi luasan (hancak pupuk) dan kualitas hasil pemupukan (5T).
Sistem pemupukan secara BMS mulai diterapkan di SBHE pada Bulan
Maret. Pusat BMS dibagi kedalam 2 Rayon yaitu Rayon A yang berpusat di Div. I
dengan daerah tugas pada Div. I hingga Div. III dan Rayon B berpusat di Div. IV
dengan daerah tugas pada Div. IV dan Div. V. Jumlah tenaga kerja pemupukan
untuk setiap rayonnya adalah 58 karyawan, yang terdiri dari 28 penabur, 14
pengecer, 12 penguntil, dan 4 Bongkar Muat (BM).
Pencapaian output sistem BMS tidak terlepas dari prosedur atau langkah-
langkah kerja, seperti: 1) persiapan alat dan bahan, 2) teknis kerja, 3) pemeriksaan
mutu pemupukan oleh mandor pupuk, 4) melakukan management goni, dan 5)
pertanggungjawaban oleh tim supervisi.
Pemupukan dilakukan di Blok A5 dan A6. Rekomendasi pemupukan yang
dilakukan berdasarkan uji analisis daun, jenis tanah, status hara, dan potensi
produksi yang diharapkan.
Pemupukan dilakukan secara berkelompok yang dikenal dengan KKP
(Kelompok Kerja Pupuk). KKP terdiri dari 2 BMP, 10 penabur pupuk, 5 pengecer
dan 3 penguntil. Pemupukan dilakukan secara manual. Alat-alat yang digunakan
meliputi karung, tali pengikat, ember, timbangan “cantelan”, mangkuk paralon
(cepuk) ukuran 500 gram, cangkul, sekop, tali untuk menggendong, sarung
tangan, masker, dan angkong. Pupuk yang digunakan adalah Rock Phosphate
(RP). Rotasi pemupukan RP dilakukan dua kali dalam setahun. Kandungan dari
pupuk RP adalah P2O5 29.73 %. Fungsi pupuk ini adalah merangsang
pertumbuhan akar tersier dan kuartener.
Tahapan dalam kegiatan pemupukan adalah: 1) para penguntil menimbang
dan membagi pupuk kedalam sejumlah karung dengan berat 18 kg/karung untuk 8
38
pohon/ karung (tergantung dosis yang direkomendasikan untuk setiap pohonnya),
2) mengikat karung, 3) pupuk yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam truk
pengangkut pupuk dan dibawa ke blok yang akan menjadi target aplikasi
pemupukan, 4) BMP meletakkan pupuk di pinggir pasar untuk selanjutnya di
langsir oleh pelangsir ke pasar pikul, 5) para pelangsir pupuk menempatkan
pupuk-pupuk ke areal pasar pikul hingga mencapai pasar tengah. Pelangsir
meletakkan 1 untilan pupuk pada setiap 8 pohon sehingga dalam satu pasar pikul
terdapat 4 until pupuk hingga pasar tengah, 6) para penabur mengambil pupuk dan
mengaplikasikannya ke pohon yang menjadi target pemupukan.
SBHE dalam aplikasi pemupukan menggunakan RP, Guano, Urea, MOP,
Kieserite, ZinCopper, dan HGF-B. Tanaman kelapa sawit TBM menggunakan
jenis pupuk majemuk dan jenis pupuk tunggal diaplikasikan pada kelapa sawit
TM. Jenis dan cara aplikasi pemupukan pada TBM dan TM dapat dilihat pada
Tabel 8 dan 9.
Tabel 8. Jenis Pupuk, Kelompok Pupuk dan Aplikasi Pemupukan pada
Tanaman Kelapa Sawit TBM di SBHE
Jenis Pupuk Kelompok Aplikasi
HGF-B, Cu, NPK 16-
10-18, NPK 14-8-21
Mikro Diaplikasikan dekat dengan pangkal batang
(± 20 cm dari pangkal batang)
Cu (areal pasir, gambut) Mikro Sistem tugal dekat dengan pangkal batang
Urea, MOP, NPK 15-
15-15, NPK 12-12-17 Makro
Di piringan di bawah tajuk terluar
mengarah ke dalam dengan sistem tabur
RP atau Guano Makro Dibawah tajuk mengarah keluar dengan
sistem tabur “U-Shape”
Sumber: Lembaga Researh BGA Plantations (2010)
Tabel 9. Jenis Pupuk, Kelompok Pupuk dan Aplikasi Pemupukan pada
Tanaman Kelapa Sawit TM di SBHE
Jenis Pupuk Kelompok Aplikasi
Zn, Borate, CuSO4,
dan FeSO4 Mikro
Di sekeliling pohon dengan radius 0.5-1
meter dari pangkal pohon
NPK 16 dan 14
(Palmo) Makro
Pada areal pasir dilakukan dengan sistem
pocket dekat dengan pangkal batang
Urea dan MOP Makro
Berbentuk U-Shape dengan radius 1.5-2
meter dari pangkal pohon (arah dalam piringan)
Sumber: Lembaga Research BGA Plantations (2010)
39
Pasar pikul tidak boleh diaplikasikan pupuk. Hal ini disebabkan kurang
efektif dan efisiennya pemanfaatan pupuk karena pasar pikul adalah akses jalan
dan bukan merupakan areal peresapan unsur hara oleh akar tanaman.
Aplikasi pemupukan untuk setiap jenis pupuk memiliki waktu aplikasi
yang berbeda-beda. Hal ini disesuaikan dengan kondisi curah hujan, peranan dari
unsur hara yang terkandung pada pupuk tersebut, sifat dan karakteristik dari jenis
pupuk, ketersediaan pupuk di unit kebun, dan lain-lain. Rotasi masing-masing
jenis pupuk dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Rekomendasi Waktu Aplikasi Pemupukan di SBHE 2011
Sumber: Lembaga Research BGA Plantations (2010)
Aplikasi RP dilapang sebanyak 8 ton pupuk. Dosis yang digunakan 2.25
kg/pohon sehingga jumlah pohon yang dipupuk sebanyak 3556 pohon. Aplikasi
pupuk dilakukan dengan membagi karyawan menjadi beberapa KKP. Masing-
masing KKP terdiri dari 3 orang yaitu 1 pelangsir dan 2 penabur yang memiliki
hancak tugas 5 pasar pikul atau setara dengan 2.5 ha. Standar yang digunakan
dalam pemupukan adalah 500 kg/HK.
SBHE menerapkan sistem basis dalam pemupukan untuk memperoleh
premi. Kelebihannya adalah: 1) hemat dalam penggunaan jumlah tenaga kerja, 2)
output karyawan pupuk menjadi lebih tinggi dan 3) kesejahteraan karyawan
khususnya karyawan pemupukan akan meningkat. Ketentuan sistem premi di
SBHE sebagai berikut:
a. Mandor Pupuk
Seorang mandor pupuk akan mendapatkan premi sebesar Rp 20 000 per
hari jika karyawannya telah mencapai basis tugas.
40
b. Penabur
Premi diberikan kepada penabur apabila telah mencapai basis tugas
sebesar 500 kg/HK sehingga mendapatkan uang tambahan sebesar Rp 2 500
sebagai Extra Fooding dan 1 kaleng susu kental manis setiap minggunya.
Tambahan penghasilan sebesar Rp 100/kg akan diberikan setelah melebihi
basis.
c. Penguntil
Premi diberikan kepada penguntil apabila telah mencapai basis tugas
sebesar 2 ton/HK. Seorang penguntil yang mencapai basis tugasnya dan
menguntil pupuk lagi sebanyak 1 ton maka akan mendapatkan premi sebesar
Rp 24 000/HK/ton dan tambahan uang Rp 2 500 sebagai Extra Fooding.
d. BMP (Bongkar Muat Pupuk)
Premi diberikan kepada BMP apabila telah mencapai basis tugasnya
sebesar 4 ton/HK. Premi sebesar Rp 12/kg akan diberikan setelah mencapai
basis tugas dan ditambah dengan Rp 2 500 sebagai Extra Fooding.
Kegiatan Simulasi Kebun
Field Visit. Field Visit merupakan kegiatan kunjungan lapang yang
bertujuan untuk memeriksa kondisi kebun pada waktu yang telah ditetapkan
sehingga dapat diketahui permasalahan-permasalahan yang terjadi di kebun
sehingga dapat dicari jalan keluar dari permasalahan-permasalahan tersebut.
Kegiatan ini dihadiri oleh Estate Manager, Asisten Kepala Kebun, Asisten Divisi,
dan Mandor I yang dilakukan di setiap divisi secara bergiliran. Field visit
dilakukan setiap hari Jumat. Kegiatan-kegiatannya meliputi sosialisasi mengenai
deklarasi transpor dan pemeriksaan mutu transpor serta sosialisasi mengenai mutu
buah dan mutu hancak.
Sosialisasi deklarasi transpor dan pemeriksaan mutu transport merupakan
salah satu upaya yang dilakukan pihak kebun dalam menjaga kelancaran buah
yang telah dipanen hingga sampai ke PKS untuk diproses ke tahap selanjutnya
tepat waktu. Sosialisasi ini dipimpin oleh Estate Manager. Kelancaran buah
sampai ke PKS tepat pada waktunya harus diperhatikan, seperti: akses jalan tidak
boleh rusak dan harus tembus oleh motor, mobil maupun unit pengangkut buah.
41
Kroscek atau pengawasan ulang oleh Mandor I dan Asisten tiap-tiap divisi
bertujuan untuk mengetahui permasalahan yang terjadi sehingga dapat dicari jalan
keluarnya.
Kegiatan Field Visit juga membahas mengenai mutu buah yang layak
panen untuk dibawa ke PKS. Sosialisai mutu buah ini disampaikan oleh Asisten
Kepala Kebun di Blok G 15 dan 16. Kategori buah layak panen adalah buah yang
telah membrondol 5 alami di piringan. Buah membrondol 1-4 dikategorikan
kedalam buah kurang matang (under ripe). Pemanen harus lebih teliti sebelum
melakukan pemanenan dengan melihat karakteristik dari buah tersebut.
Output yang diharapkan dari kegiatan Field Visit untuk membangun suatu
kompetisi yang sehat pada setiap divisi sehingga dapat memacu untuk bekerja
lebih baik, menimbulkan budaya malu antar sesama divisi dalam menciptakan
suatu perubahan dan memperbaiki kualitas panen.
Simulasi Kegiatan LSU (Leaf Sampling Unit). LSU merupakan kegiatan
pengambilan contoh daun sebagai dasar penentuan rekomendasi pemupukan
untuk satu tahun yang akan datang. Kegiatan LSU dilakukan setiap satu tahun
sekali oleh kebun yang dikoordinasi oleh Departemen Riset. Saat kondisi normal
waktu pelaksanaan LSU sekitar 2-3 bulan setelah pemupukan semester I
dilakukan.
Jumlah tanaman yang diambil sebagai sampel dalam satu blok LSU adalah
1 % dari total pohon pada blok. Simulasi dilakukan di Blok B11 dan B12,
beranggotakan 4 orang dari utusan Lembaga Research, Asisten Kepala, dan
perwakilan dari masing-masing divisi (Asisten Divisi, Mandor I, dan 3 karyawan
sebagai pelaksana LSU). Peralatan yang dibutuhkan diantaranya: parang atau
gergaji, egrek, pisau yang tajam dan bersih, kantong plasik untuk tempat sampel
daun, cat dan kuas cat, form pencatatan pohon sampel, dan alat tulis.
Pengambilan sampel daun harus dilakukan secara hati-hati sesuai dengan
prosedur untuk menghindari adanya kontaminasi. Langkah kerja dalam
pengambilan LSU meliputi: 1) pengambilan sampel daun dilakukan antara pukul
06.00-12.00 WIB, terkait klorofil daun yang masih aktif pada batasan waktu
tersebut, 2) kelompok pengambilan sampel terdiri dari 3 orang; ketua kelompok
bertugas dalam mencatat hasil dan gejala defisiensi tanaman, anggota I bertugas
42
mengukur dan mengambil sampel daun dan anggota II bertugas mencari pohon
sampel, menentukan pelepah ke 17 dan memotongnya, 3) pohon sampel yang
berada di pinggir jalan posisinya minimal selang tiga baris pohon kearah dalam
blok, 4) sampel daun yang telah diambil jangan sampai terjatuh ke tanah, 5)
tenaga kerja dilarang merokok saat mengambil sampel daun.
Metode Pengutipan Brondolan. Ada 2 metode pengutipan brondolan
yang berlaku di SBHE yaitu metode kutip jagung (hand picking) dan metode
pengutipan dengan garu.
Metode hand picking merupakan metode pengutipan brondolan dengan
cara mengutip brondolan satu per satu secara manual menggunakan tangan.
Brondolan yang dihasilkan bersih dari sampah dan kontaminan lainnya. Metode
ini bisa digunakan untuk menangani lahan yang memiliki piringan sempit karena
terhalang gulma dan piringan tidak rata. Hand picking dapat diterapkan dengan
ketentuan pusingan normal 6/7 dan kondisi pasar pikul baik.
Metode pengutipan dengan garu menggunakan alat bantu garu untuk
mengutip brondolan. Pemanen dapat mengumpulkan brondolan yang jatuh di
piringan lebih cepat dengan sekali raup. Metode ini lebih mudah diterapkan
dengan lahan piringan datar dan bersih.
Metode handpicking dilakukan pada 11 pohon dan metode pengutipan
dengan garu dilakukan terhadap 16 pohon. Hasil pengamatan memperlihatkan
waktu yang dibutuhkan untuk mengutip brondolan pada masing-masing metode
tidak menunjukkan perbedaan nyata jika dilakukan pada jumlah pohon yang sama.
Perbedaan nyata tampak pada kualitas brondolan saat dikumpulkan di TPH.
Brondolan dengan metode handpicking hasilnya lebih bersih dan pemanen tidak
perlu membersihkan ulang brondolan saat di TPH. Hasil brondolan menggunakan
garu menunjukkan brondolan kotor yang tercampur dengan tanah, daun kering,
ranting, dan kerikil sehingga pemanen harus membersihkan ulang brondolan saat
di TPH.
SBHE lebih menganjurkan pengutipan brondolan dengan menggunakan
hand picking untuk mendapatkan kualitas buah yang lebih baik. Syarat
diberlakukannya hand picking adalah pusingan blok dan pohon harus normal serta
43
sarana maupun prasarana harus bagus, baik dari alat yang digunakan, pasar pikul,
piringan, pemanen, dan lain-lain.
Kegiatan Pemanenan
Proses pemanenan pada tanaman kelapa sawit meliputi pekerjaan
memotong tandan buah masak, memungut brondolan, dan mengangkutnya dari
pohon ke tempat pengumpulan hasil (TPH) serta ke pabrik. Kriteria panen yang
perlu diperhatikan adalah matang panen, cara panen, alat panen, rotasi panen,
sistem panen, serta mutu panen.
Panen di SBHE menerapkan sistem BGA Harvesting System (BHS).
Metode ini memiliki sistem panen yang lebih terkosentrasi, adil, bersinergi, dan
terigentrasi. Kelebihan sistem BHS diantaranya: memberikan pendapat yang lebih
baik kepada pemanen, memberikan tingkat kemudahan dalam aktivitas kegiatan
potong buah, dan adil.
Ketentuan-ketentuan yang harus dilaksanakan meliputi: 1) setiap divisi
hanya mempunyai satu seksi per hari (rotasi 6/7), 2) seluruh kemandoran panen
melakukan potong buah pada seksi yang sama per hari, 3) batas hancak
kemandoran dalam blok, seksi panen dan tenaga panen harus jelas, 4) dibentuknya
Kelompok Kecil Pemanen (KKP) untuk mengantisipasi ketidakhadiran salah satu
anggota KKP (3-4 pemanen per KKP), 5) hancak mandor, KKP dan pemanen
bersifat tetap, 6) kegiatan panen dimulai dan diakhiri dengan arah yang sama, 7)
pengerjaan panen diselesaikan block by block secara menyambung ke arah
collection road.
Kriteria matang panen
Kriteria matang panen ditentukan saat kandungan minyak maksimal dan
kandungan asam lemak bebas atau Free Fatty Acid (ALB atau FFA) minimal.
Kriteria matang panen bergantung pula pada berat tandan. Berat tandan > 10 kg
minimal 2 brondolan/kg untuk tiap tandan dan berat tandan <10 kg minimal 1
brondolan/kg.
SBHE menggunakan ketentuan kriteria matang panen sebanyak 5
brondolan alami yang jatuh di piringan. Hal ini bertujuan untuk memudahkan para
44
pemanen dalam menentukan kriteria masak buah sehingga dapat meminimalkan
adanya buah kurang matang (under ripe) dan menghindari buah lewat matang
(over ripe) di pusingan berikutnya.
Kondisi di lapang menunjukkan bahwa terdapat buah yang disebut buah
abnormal. Buah abnormal terdiri atas buah parthenocarpi dan buah keras atau
buah batu (hard bunch). Buah parthenocarpi memiliki lebih dari 75% total
brondolan di permukaaan buah cengkeh yang tidak terbentuk secara sempurna.
Buah ini berwarna hitam dan tidak mempunyai kandungan minyak. Buah batu
memiliki tanda-tanda kematangan dengan memperlihatkan adanya keretakan atau
pecah-pecah, buah tidak membrondol dan saat itulah buah siap untuk dipanen.
Buah batu kebanyakan muncul saat musim kemarau. Buah landak adalah buah
yang mempunyai banyak duri pada satu tandan. Buah landak sulit membrondol di
piringan. Ketelitian pemanen sangat diperlukan sebelum melakukan pemanenan
dengan melihat kondisi buah dan karakteristik buah yang ada di pohon.
Rotasi atau Pusingan Panen
Rotasi panen adalah waktu yang diperlukan antara panen terakhir sampai
panen berikutnya pada tempat yang sama. Rotasi panen bergantung pada
kerapatan panen, kapasitas pemanenan, dan keadaan pabrik. Rotasi panen juga
dipengaruhi oleh iklim yang menimbulkan adanya panen puncak dan panen kecil.
SBHE menggunakan sistem rotasi 6/7, artinya dalam satu luasan areal
tertentu dibagi menjadi 6 hari panen yaitu hari senin sampai dengan hari sabtu
dengan rotasi ulangan 7 hari. Rotasi yang dilakukan lebih dari 7 hari dapat
mengakibatkan meningkatnya buah yang terlalu matang sehingga brondolan yang
dihasilkan akan lebih banyak dan meningkatkan ALB.
Sistem Panen
Hancak panen merupakan luasan areal yang akan dipanen dalam satu hari.
Ada dua sistem hancak panen yaitu sistem giring dan sistem tetap. Sistem hancak
yang digunakan di SBHE adalah sistem hancak giring tetap. Sistem hancak giring
tetap yaitu sistem hancak pada setiap kemandoran panen yang memiliki hancak
tetap, sementara pemanen dalam kemandoran tersebut dapat dilakukan giring atau
45
perubahan hancak sesuai dengan kebutuhan, misalnya berdasarkan kerapatan
panen, output pemanen dan lain-lain.
Angka Kerapatan Panen (AKP)
Tujuan dari penentuan AKP adalah mengetahui banyaknya janjang yang
akan dipanen pada hari tersebut, jumlah tenaga pemanen yang diperlukan dan
kebutuhan transportasi (truk). Perhitungan AKP dilakukan melalui taksasi atau
sensus potong buah dengan sampel yang diambil secara acak sebanyak 10% dari
luas blok yang akan dipanen. Cara penentuan AKP adalah sebagai berikut:
% kerapatan =jumlah janjang yang akan dipanen
jumlah pohon yang diamati x 100 %
Contoh:
Seorang mandor panen melakukan taksasi produksi untuk menentukan
jumlah janjang yang akan dipanen besok di Blok B3. Taksasi produksi dilakukan
pada 125 pohon sampel dan didapatkan hasil bahwa jumlah janjang yang telah
dihitung sebanyak 37 janjang. AKP pada blok tersebut dan estimasi janjang yang
akan dipanen besok adalah sebagai berikut:
Jawab:
=37 janjang
125 pohon x 100 % = 27.21 % janjang/pohon
Besarnya estimasi jumlah janjang yang akan dipanen besok pada blok
tersebut adalah:
= AKP x populasi pohon/ha x luasan blok yang diamati
= 27.21 % janjang/pohon x 134 pohon/ha x 29.08 ha
= 1 060 janjang
Jadi, dapat diketahui bahwa pada Blok B3 memiliki AKP sebesar 27.21 %
dengan estimasi jumlah janjang yang akan dipanen besok sebanyak 1 060 janjang.
Kebutuhan Tenaga Kerja Panen (TKP)
Perencanaan Setiap pemanen dapat memanen dengan luasan lahan 3-4
ha/hari pada kondisi normal. ITK pemanen di SBHE adalah 0.06. Kebutuhan
tenaga kerja panen dalam sehari dapat diketahui dengan menggunakan persamaan:
46
Kebutuhan TKP =A x B x C x D
E
Keterangan:
A = Luas ancak yang akan dipanen (ha)
B = Kerapatan panen
C = Berat janjang rata-rata (BJR) (kg)
D = Populasi tanaman/ha
E = Kapasitas panen/HK
Fraksi TBS dan Mutu Panen
Ada beberapa tingkatan atau fraksi dari TBS yang dipanen. Fraksi-fraksi
tersebut sangat mempengaruhi mutu panen, termasuk kualitas minyak sawit yang
dihasilkan. Ada lima fraksi TBS dengan kriteria layak untuk dipanen adalah
berada pada fraksi 1, 2, dan 3 (Tabel 11).
Tabel 11. Beberapa Tingkat Fraksi TBS
Fraksi Jumlah Brondolan Tingkat
Kematangan
00 Tidak ada, buah berwarna hitam Sangat mentah
0 1-12.5% buah luar membrondol Mentah
1 12.5-25% buah luar membrondol Kurang matang
2 25-50% buah luar membrondol matang I
3 50-75% buah luar membrondol Matang II
4 75-100% buah luar membrondol Lewat matang I
5 buah dalam juga membrondol, ada buah busuk Lewat matang II
Sumber: Pusat Penelitian Marihat (1982)
SBHE memiliki ketentuan yang berbeda dalam menentukan kriteria
derajat kematangan buah. Kriteria kematangan buah di SBHE pada Tabel 12.
Tabel 12. Beberapa Tingkat Fraksi TBS di SBHE
Fraksi Tingkat Kematangan
0% buah membrondol Mentah
< 2 brondol/kg Kurang matang
2 brondol/kg Matang
> 75% membrondol semua Lewat matang
100% buah luar membrondol semua Janjang kosong
Sumber: BGA Group Plantations (2010)
47
Basis Panen
Basis yang diterapkan di SBHE adalah basis borong (tugas), basis waktu
dan basis hancak. Seorang pemanen harus memenuhi persyaratan dari 3 basis
tersebut. Basis ditentukan berdasarkan BJR dan topografi.
Basis tugas atau borong adalah jumlah tandan yang harus dipanen dalam
satu hari kerja oleh seorang pemanen dalam satu hari kerja (7 jam). Basis tugas
ditentukan berdasarkan tahun tanam, keadaan buah dan topografi. Penetapan basis
borong di SBHE berdasarkan tahun tanam. Basis tugas untuk tahun tanam 1998
adalah 110. Basis borong untuk tahun tanam 2002, 2003, 2005, 2007 dan 2008
adalah 120.
Basis waktu adalah jumlah tandan yang harus dipanen berdasarkan
ketentuan waktu yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Jam kerja seorang
pemanen di SBHE hingga pukul 14.00 WIB. Seorang pemanen yang telah
mencapai basis borong juga harus memenuhi basis waktunya.
Basis hancak adalah jumlah tandan yang harus dipanen oleh seorang
pemanen sesuai dengan ketetapan luasan hancak pada kebun tersebut.
Premi dan Denda Panen
Premi panen merupakan pemberian pendapatan diluar gaji pohon apabila
pemanen telah memanen janjang melebihi dari basis yang telah ditetapkan.
Besarnya premi panen di SBHE ditentukan berdasarkan tim atau model pemanen
dan berdasarkan tahun tanam.
Tim pemanen terdiri atas 3 model, yaitu model BHS Non-DOL, BHS-
DOL 2 dan BHS-DOL 3. Tim pemanen BHS Non–DOL adalah pemanen
melakukan potong buah (cutter) sekaligus bertugas sebagai pengutip brondolan
(LF Picker) dan membawa hasil panen langsung ke TPH (Carrier). BHS–DOL 2,
kegiatan pemanenan terdiri atas dua orang pekerja, yaitu satu orang sebagai
potong buah dan mengangkut hasil panen ke TPH (cutter+carrier) dan satu orang
lagi sebagai pengutip brondolan (LF Picker). BHS–DOL 3, kegiatan pemanenan
terdiri atas tiga orang pekerja. Satu orang sebagai potong buah dan potong pelepah
sekaligus merumpuknya berbentuk U-Shape (Cutter+Frond Stacking), satu orang
48
sebagai pembawa buah hasil panen ke TPH (Carrier), dan satu orang sebagai
pengutip brondolan (LF Picker).
Ketentuan pemberian premi juga didasarkan pada tahun tanam. Hal ini
disebabkan semakin lama tahun tanam maka berpengaruh terhadap BJR janjang
yang semakin besar pula yang dihubungkan pada kemampuan pemanen dalam
memotong buah. Premi lebih borong yang diberikan untuk janjang dengan tahun
tanam 1998 sebesar Rp 380/janjang, sedangkan untuk tahun tanam 2000, 2002,
2003, 2005, 2006, 2007, dan 2008 premi lebih borong yang diberikan sebesar Rp
320/janjang.
Sistem pemberian premi pada setiap model pemanen memiliki ketentuan
yang berbeda. Cara perhitungan premi pada masing-masing model tim pemanen
dapat dilihat pada Lampiran 8. Perbedaaan masing-masing model sebagai berikut:
1. Model BHS Non DOL
Sistem premi yang diberikan jika telah mencapai basis siap borong yaitu
sebesar Rp 8 500. Pemanen yang telah mencapai basis borong akan
mendapatkan uang tambahan yang besarnya dihitung dengan mengalikan
premi lebih borong dengan janjang yang dihasilkan.
2. Model BHS–DOL 2
Seorang cutter+carrier yang telah mencapai 150 % dari basis borong akan
memperoleh premi sebesar Rp 1 500, apabila telah mencapai 165 % dari basis
borong maka akan mendapatkan premi sebesar Rp 3 000 dan ditambah Rp 1
500. Pencapaian janjang panen sebesar 180 % dari basis borong, pemanen
akan mendapatkan premi sebesar Rp 6 000 dan ditambah Rp 4 500. Seorang
LF Picker akan memperoleh premi apabila telah mencapai basis borong
sebesar 275 kg brondolan. Setiap kilogram brondolan yang dihasilkan akan
dikalikan Rp 90 setelah melebihi dari basis borongnya.
3. Model BHS–DOL 3
Kriteria premi yang diberikan pada model BHS–DOL 3 adalah: 1)
pemanen Cutter+Frond Stacking dan Carrier akan memperoleh premi
sebesar Rp 1 000 jika telah mencapai 220 % dari basis borong. Premi sebesar
Rp 1500 akan diperoleh setelah mencapai 240 % dari basis borong dan
ditambah dengan Rp 1 000. Premi sebesar Rp 5 000 akan diperoleh setelah
49
mencapai 260 % dari basis borong dan ditambah dengan Rp 2 500, 2)
pemanen LF Picker akan memperoleh premi setelah mencapai basis 275 kg
brondolan. Banyaknya brondolan per kilogramnya akan dikalikan dengan Rp
90 setelah mencapai basis borong.
Premi juga diberikan kepada Mandor Panen, Kerani Buah, Mandor I dan
Kerani Transpor. Premi yng diberikan kepada Mandor Panen adalah 150 % dari
rata-rata premi pemanen kemandorannya. Premi yang diberikan kepada Kerani
Buah adalah 125 % dari rata-rata premi panen pemanen kemandoran yang
bersangkutan. Premi Mandor I adalah 125 % dari premi Mandor Panen. Premi
Kerani Transpor adalah 110 % dari rata-rata premi kerani buah.
Penerapan sistem denda diberikan kepada pemanen yang melanggar
ketentuan yang telah diterapkan. Bentuk kesalahan dan denda di SBHE seperti:
potong buah mentah, < 6 berondolah/janjang di TPH, buah masak tidak dipotong,
buah masak dipotong tinggal di hancak, loose fruit tidak dikutip, memotong buah
tidak sempurna, buah tidak distempel, brondolan banyak sampah, gagang panjang
dengan panjang rata-rata lebih dari 3 cm, pelepah tidak disusun, pelepah sengkleh,
buah busuk, karung atau alas karung tercecer, janjang tinggal di TPH, over
pruning, dan lain-lain. Rata-rata kesalahan yang umum dilakukan oleh pemanen
adalah buah mentah dipotong, brondolan < 6 brondol/Jjg di TPH, brondolan tidak
dikutip yang tertinggal di pohon, piringan, pasar rintis maupun di TPH. Pemanen
yang memanen buah mentah akan mendapatkan denda sebesar Rp 5 000/janjang.
Pemanen yang memanen buah dengan ketentuan < 6 brondol/janjang akan
mendapatkan denda sebesar Rp 500/janjang. Brondolan tinggal di pohon,
piringan, maupun TPH akan dikenakan denda sebesar Rp 500/pohon.
Sistem denda yang di terapkan di SBHE juga diberlakukan untuk
supervisi, yaitu Mandor I, Mandor Panen, Kerani Buah, dan Kerani Transpor.
Jenis–jenis kesalahan meliputi: under ripe > 10%, kesalahan tidak didenda mutu
hancak dan mutu buah, tidak mencatat sesuai mutu buah pada hari tersebut,
mencatat hasil TBS+LF Picker berlebihan dari aktual, empty bunch > 5 %
terangkut ke PKS, buah tinggal di TPH (buah restan), pengangkutan tidak FIFO,
berondolan tinggal > 60 brondol/ha, pusingan panen < 9 hari, dan janjang tinggal
> 1 janjang/ha. Bentuk denda yang dikenakan kepada para supervisi; Mandor I,
50
Mandor Panen, Kerani Panen, dan Kerani Transpor berupa premi hari tersebut
tidak dibayar.
Pelaksanaan Panen
Pelaksanaan panen di SBHE dibagi kedalam dua kemandoran. Setiap
kemandoran terdiri atas 16 orang pemanen. Sistem panen yang diberlakukan
menggunakan sistem KKP (Kelompok Kecil Pemanenan). Setiap 1 orang
pemanen harus menyelesaikan 2 pasar pikul pada luasan 1 ha.
Setiap pemanen harus membawa perlengkapan panen, seperti: angkong,
egrek, dodos, gancu, garu, stempel, dan karung untuk alas brondol. Seorang
pemanen harus memperhatikan mutu buah yang dipanen (ripe, unripe, under ripe,
over pruning, empty bunch, long stalk, kontaminasi, alas brondolan, dan
brondolan busuk/TPH) dan mutu hancak (buah tinggal, brondolan tinggal, pelepah
sengkleh, pohon over pruning).
Grading Buah
Grading Buah TBS adalah kegiatan menggolongkan buah berdasarkan
tingkat kematangan sesuai dengan standar yang ditentukan perusahaan. Grading
TBS dilakukan minimal 10 % dari total estimasi taksasi produksi pada hari
pelaksanaan panen.
Terdapat ketetapan oleh pihak PKS terhadap kebun dalam menentukan
standar grading buah agar tercapainya kualitas minyak yang tinggi. Standar yang
digunakan untuk buah masak (ripe) > 85 %, unripe (0 %), under ripe (< 8 %),
over ripe (<7 %), empty bunch (0 %), buah abnormal (< 2 %), long stalk (0%),
brondolan segar (100 %), sampah/kontaminasi (<5 %), losses fruit (> 8 %), dan
serangan tikus (0 %).
Pengawasan Panen
Target dari kegiatan panen adalah mendapatkan buah dengan kualitas dan
kuantitas yang baik sehingga menghasilkan minyak dengan rendemen tinggi.
Pencapaian target tersebut tidak terlepas dari pengawasan panen. Pengawasan
kegiatan panen dilakukan oleh tim supervisi.
51
Mandor panen bertugas mengawasi pemanen sampai hancaknya selesai,
mengawasi mutu buah hingga buah terangkut ke PKS dan melakukan taksasi
produksi harian. Mandor I dan Asisten melakukan inspeksi panen sebanyak 5 kali
per minggu bersama mandor panen. Kerani panen bertugas mencatat jumlah TBS
yang telah dipanen dan melakukan grading buah sebelum diangkut ke PKS.
Transportasi Panen
Alat angkut yang digunakan di SBHE untuk mengangkut buah ke PKS
adalah truk. SBHE memiliki 10 unit truk. Penentuan kebutuhan truk berdasarkan
hasil taksasi yang telah dilakukan sehari sebelumnya oleh mandor panen.
Kapasitas satu unit truk adalah 7-7.5 ton TBS.
Pengangkutan TBS dari lapangan ke PKS menggunakan dua sistem, yaitu:
1) pengangkutan dengan kendaraan kebun (intern) yaitu pengangkutan TBS
dilaksanakan dan diawasi oleh kebun dan 2) pengangkutan oleh pemborong
(extern) yaitu pengangkutan TBS dilakukan oleh kontraktor namun
pelaksanaannya dibawah pengawasan/kontrol kebun. Biaya angkut dihitung
berdasarkan harga per kilogram TBS yang jumlahnya sesuai dengan hasil
penimbangan di PKS.
52
0.0
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
14.0
% S
eb
aran
2009
2010
Bulan
Analisis Produksi TBS
Besarnya tonase produksi TBS dalam satu tahun yang akan dicapai oleh
suatu kebun dapat diketahui berdasarkan hasil sensus produksinya. Sensus
produksi dilakukan dua kali dalam setahun yaitu untuk mengetahui produksi TBS
pada semester I (kondisi lowcrop) dan semester II (kondisi peakcrop). Musim
panen puncak berlangsung 2-3 bulan dalam setahun dan biasanya pada bulan
panen puncak produksi TBS meningkat 12-13 % dari produksi setahun. Angka ini
selalu dipakai untuk memperhitungkan kapasitas pabrik.
Besarnya estimasi produksi TBS untuk satu tahun berdasarkan hasil
sensus, selanjutnya disebar pada setiap bulannya dengan melihat potensi buah
yang disebut dengan sebaran produksi (Gambar 5).
Gambar 5. Persentase Sebaran Produksi di SBHE 2009-2010
Sebaran produksi tahun 2010 mengalami fluktuasi setiap bulannya dari
tahun sebelumnya (2009). Sebaran terendah pada Bulan Agustus dan tertinggi
dicapai di Bulan Desember (Gambar 5). Kondisi ini disesuaikan dari sebaran
produksi pada tahun-tahun sebelumnya dengan melihat faktor-faktor produksi
yang mempengaruhinya. Sebaran produksi yang diketahui tiap bulannya dapat
dijadikan sebagai acuan oleh pihak kebun dalam mengestimasikan kebutuhan
tenaga kerja, baik tenaga kerja pemanen maupun BM (Bongkar Muat), kebutuhan
alat kerja, dan kebutuhan unit transportasi (untuk kegiatan evakuasi buah).
Sebaran produksi yang diketahui tiap bulannya dapat juga digunakan oleh pihak
53
Marketing Departement sebagai dasar penentuan untuk kegiatan penjualan CPO
dan KPO.
Potensi produksi merupakan kemampuan tanaman dalam memenuhi
semua asumsi-asumsi agronomis dan fisiologis, saat tanaman mampu beradaptasi
terhadap lingkungan sebagai tempat tumbuhnya serta mendapat cukup pasokan
hara dan air tanpa ada gangguan hama dan penyakit. Besarnya potensi produksi
yang dimiliki digunakan oleh kebun sebagai dasar atau acuan dalam perencanaan
biaya (cost) yang akan dikeluarkan perusahaan pada periode tertentu, baik untuk
semesteran maupun tahunan. Potensi produksi TBS di SBHE dapat dilihat pada
Tabel 13.
Tabel 13. Potensi Produksi TBS di SBHE 2009-2010
Tahun
Tanam
Potensi Produksi TBS
2009 2010
(RUT) (S. Marihat) (RUT) (S. Marihat)
...………..ton/ha…………
1998 25 25 25 25
1999 - - - -
2000 25 25 25 25
2001 - - - -
2002 16 25 19 25
2003 16 23 19 23
2004 - - - -
2005 13 16 16 16
2006 13 13 16 13
2007 - - 16 6
2008 - - - -
Keterangan : RUT = Rata-Rata Umur Tanaman
S. Marihat = Standar Marihat
Potensi produksi pada umur tanam yang berbeda akan menghasilkan
potensi produksi yang berbeda pula. Semakin tua komposisi umur tanam pada
tingkat umur tertentu maka potensi produksi yang dihasilkan semakin tinggi
(Tabel 13). Hal ini disebabkan semakin tua komposisi umur tanam pada tingkat
umur tertentu jumlah janjang yang dihasilkan semakin sedikit tetapi BJR yang
dihasilkan akan semakin besar yang berpengaruh terhadap pencapaian produksi
per hektarnya yang tinggi.
54
Penentuan potensi produksi didasarkan oleh standar potensi produksi
PPKS Marihat. Potensi produksi yang dicapai oleh SBHE menunjukkan bahwa
kebun ini telah mampu untuk mencapai potensi produksi sesuai dengan standar
PPKS Marihat. Terdapat pencapaian potensi produksi yang melebihi potensi
standar marihat (Tabel 13). Perbedaan ini disebabkan oleh kondisi SBHE yang
memiliki tingkat heterogenitas umur tanam yang tinggi pada setiap bloknya.
Sebagai contoh perhitungan RUT untuk mengetahui potensi produksi
pada tahun 2010, luasan areal dengan tahun tanam 2007 seluas 512.92 ha
memiliki potensi sebesar 16 ton/ha, sedangkan standar marihatnya adalah 6
ton/ha. Kondisi ini disebabkan pada luasan areal tersebut terdapat beberapa tahun
tanam. Pohon dengan tahun tanam 2000 memiliki luasan 10.37 ha, tahun tanam
2002 seluas 58.87 ha, tahun tanam 2003 seluas 124.54 ha, tahun tanam 2005
seluas 23.97, tahun tanam 2006 seluas 47.20 ha, dan tahun tanam 2008 seluas
62.33 ha, sedangkan tahun tanam 2007 memiliki luasan 185.64 ha sehingga
potensi produksi yang dihasilkan melebihi dari potensi produksi yang didasarkan
pada standar marihat. Kebijakan yang diambil dalam menentukan potensi
produksinya adalah berdasarkan RUT (Rata-Rata Umur Tanaman). Komposisi
pohon di SBHE dapat dilihat pada Lampiran 9.
RUT merupakan suatu perhitungan untuk mengetahui potensi produksi
yang sebenarnya pada kebun yang memiliki komposisi umur pohon yang beragam
dalam satu bloknya. RUT dihitung dengan cara mengidendifikasi komposisi
pohon dan luasan areal tanam dari masing-masing blok berdasarkan tahun tanam
yang berbeda. Potensi produksi TBS berdasarkan RUT di SBHE dapat dilihat
pada Lampiran 10. Berikut adalah contoh perhitungan potensi produksi SBHE:
a. Tahun tanam 2000 = 10 tahun x 10.37 ha = 103.70 tahun ha
Tahun tanam 2002 = 8 tahun x 58.87 ha = 470.96 tahun ha
Tahun tanam 2003 = 7 tahun x 124.54 ha = 871.78 tahun ha
Tahun tanam 2005 = 5 tahun x 23.97 ha = 119.85 tahun ha
Tahun tanam 2006 = 6 tahun x 47.20 ha = 188.80 tahun ha
Tahun tanam 2007 = 3 tahun x 185.64 ha = 556.92 tahun ha
Tahun tanam 2008 = 2 tahun x 62.33 ha = 124.66 tahun ha
2436.67 tahun ha +
55
010002000300040005000600070008000
Ton
ase
(To
n)
Bulan
sensus
produksi
budget
b. 2436.67 tahun ha / 512.92 ha = 5 tahun.
Perhitungan diatas memperlihatkan bahwa areal dengan tahun tanam 2007
yang memiliki umur 3 tahun pada tahun 2010 memiliki potensi produksi di umur
5 tahun. Umur 3 tahun memiliki potensi produksi 6 ton/ha, sedangkan umur 5
tahun memiliki potensi 16 ton/ha. Jadi, dapat diketahui bahwa sebenarnya pada
blok tersebut memiliki potensi untuk menghasilkan TBS sebesar 16 ton/ha.
Berdasarkan hasil sensus produksi dan potensi produksi dibuat proyeksi
produksi (budget produksi) sebagai bentuk estimasi anggaran atau rencana biaya
produksi yang ditetapkan oleh perusahaan untuk memonitor sebaran produksi
yang dicapai setiap tahun bahkan setiap bulannya. Budget produksi tidak boleh
lebih dari 5 % dari sensusnya. Hal ini berhubungan dalam pembuatan budget
produksi karena perusahaan telah membuat anggaran-anggaran biaya yang terkait
dengan proses produksi, mulai dari biaya perawatan dan pemeliharaan, biaya
transportasi, biaya untuk kegiatan panen, upah tenaga kerja, dan lain-lain. Kondisi
tersebut menuntut perusahaan harus lebih cermat dan teliti dalam pembuatan
budget dan sebaran produksi untuk meminimalisasi terhambatnya budget yang
diperlukan dalam proses produksi yang berpengaruh terhadap produksi yang akan
dicapai.
Sensus produksi tahun 2010 mengalami fluktuasi tiap bulannya terhadap
realisasi produksi yang dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Histogram Produksi Bulanan di SBHE tahun 2010
Pencapaian produksi yang lebih rendah dari hasil sensus dan pencapaian
produksi yang melebihi dari hasil sensus produksi. Pencapaian produksi lebih
56
rendah dari hasil sensus dapat disebabkan oleh: 1) tidak akuratnya sensus pohon
terutama pada pohon produktif, 2) saat sensus dilakukan, bunga cengkeh yang
belum membuka sempurna diestimasikan dapat dipanen untuk semester I atau 15
% dari total sensus, namun buah baru dapat dipanen pada semester II yang
disebabkan oleh faktor-faktor produksi yang mempengaruhinya, 3) kurang
maksimalnya dalam mengeksploitasi buah. Eksploitasi buah yang kurang
dipengaruhi oleh: a) kurang maksimalnya transportasi yang disebabkan oleh
faktor jalan yang kurang mendukung, b) kurangnya sarana panen meliputi: titi
panen, pasar pikul dan piringan, c) pusingan tinggi karena kurangnya tenaga kerja
pemanen dan produksi TBS yang melebihi kapasitas pabrik. Kapasitas pabrik
yang terbatas menyebabkan kegiatan panen diberhentikan untuk sementara waktu
yang berakibat kepada kerapatan panen tinggi.
Realisasi produksi yang melebihi dari hasil sensus. Faktor-faktor yang
mempengaruhinya meliputi: 1) semester II merupakan kondisi peakcrop, 2)
terdapat pohon kelapa sawit dengan tahun tanam 2008 yang mulai dapat dipanen
dengan melihat kondisi fisik buah yang telah memenuhi kriteria buah layak panen,
3) jika dilihat dari produksi TBS terhadap BJR yang diperoleh, produksi yang
diperoleh terus meningkat sedangkan BJR yang diperoleh menurun yang
disebabkan oleh BJR yang dihasilkan beragam akibat adanya tahun tanam pohon
kelapa sawit yang beragam. BJR yang diperoleh akan mempengaruhi besarnya
tonase produksi TBS yang dihasilkan.
Aspek Manajerial
Manajemen tingkat karyawan non staf adalah karyawan yang bertugas
membantu jalannya kegiatan, baik kebun maupun pada administrasi kantor.
Karyawan yang termasuk tenaga kerja tingkat non staf terdiri atas Mandor I,
Kerani Divisi, Mandor Pupuk, Mandor perawatan, Mandor Chemist, Mandor
Panen, Kerani Panen, dan Kerani Transpor. Manajemen tingkat karyawan
meliputi pengelolaan di bidang administrasi terkait kegiatan yang direncanakan
dan dilaksanakan oleh asisten, mandor, petugas administrasi kebun atau kerani
lainnya.
Kegiatan yang diikuti pada aspek manajerial yaitu berstatus sebagai
pendamping Kerani Divisi, Mandor Pupuk, Kerani Panen, Mandor Chemist, dan
Mandor Perawatan.
Mandor I
Setiap divisi memiliki seorang Mandor I. Tanggung jawab seorang
Mandor I meliputi: 1) melakukan koordinasi antar mandor, 2) memonitor
pekerjaan di divisi, 3) memeriksa pusingan potong buah yang dibuat mandor
panen, 4) memeriksa buah hasil laporan kerani panen, 5) mengatur angkutan buah
untuk pengangkutan ke PKS, 6) mengecek brondolan di TPH dan mutu hancak.
Kerani Divisi
Tanggung jawab seorang Kerani Divisi adalah: 1) membuat laporan
harian, mingguan dan bulanan, 2) membuat usulan permintaan bahan atau
material yang dibutuhkan di lapang, 3) mengisi Buku Prestasi Kerja (BPK), 4)
membuat daftar hadir dan mengabsen kehadiran karyawan saat apel pagi dan sore
serta merekapitulasi daftar absensi per tahapan, 5) merekapitulasi pengangkutan
janjang kosong, 6) membantu pembayaran gajian, 7) membuat BPB (Bon
Permintaan Barang), dan 8) mencatat karyawan berobat.
Kegiatan-kegiatan yang diikuti antara lain: mengisi papan rencana kerja
harian/mingguan/bulanan untuk monitoring pengiriman TBS ke PKS, realisasi
pemupukan, monitoring persediaan bahan di gudang, melakukan input data ke
58
website perusahaan yaitu BPS (Bumitama Plantations System), membuat LHA
(Laporan Harian Asisten) dan membantu pembayaran gaji karyawan.
Mandor Pupuk
Tanggung jawab seorang Mandor Pupuk adalah: 1) melaksanakan program
BMS (Block Manuring System) yang telah dibuat, 2) mengarahkan dan
menghancakan karyawan, 3) menjaga kualitas kerja, kontrol dan cek mutu kerja,
4) mengawasi pelaksanaan pemupukan sesuai rencana yang telah ditentukan, 5)
koordinasi dengan bagian traksi untuk pengangkutan pupuk.
Kegiatan yang diikuti selama satu minggu menjadi pendamping Mandor
Pupuk adalah membantu menghitung kebutuhan pupuk yang diperlukan saat akan
dilakukan aplikasi pemupukan, memonitoring pupuk mulai dari pengangkutan
dari gudang, pengeceran, pelangsiran, sampai kegiatan penaburan pupuk ke
lapang. Jumlah karyawan yang diawasi 9 orang pada luasan 15 ha.
Mandor Perawatan
Tanggung jawab seorang Mandor Perawatan adalah: 1) membagi hancak
karyawan sesuai lokasi yang akan dikerjakan, 2) memastikan semua alat yang
digunakan dalam kondisi baik dan siap pakai, 3) mengontrol dan mengawasi
pekerjaan karyawan, dan 4) mengawasi karyawan secara optimal.
Kegiatan yang dilakukan selama berstatus sebagai pendamping Mandor
Perawatan, meliputi: mengawasi karyawan yang bekerja saat rawat jalan sebanyak
3 orang selama 2 hari kerja, pembuatan pasar pikul sebanyak 8 orang dalam 1 hari
kerja, pembersihan piringan manual sebanyak 8 orang selama 1 hari kerja dengan
luasan 4 ha, dan pruning sebanyak 2 orang selama 1 hari dengan luasan 4 ha.
Mandor Chemist
Tanggung jawab pekerjaan seorang Mandor Chemist adalah memberikan
pengarahan dan penghancakan karyawan, melakukan control dan cek mutu kerja
dan menjaga keselamatan diri, bawahan dan lingkungan, dan melakukan
pemeriksaan “Quality Check” Mutu Semprot.
59
Kegiatan yang diikuti saat menjadi pendamping Mandor Chemist,
meliputi: monitoring dan mempersiapkan kebutuhan bahan sebelum dibawa ke
lapang dan mengawasi karyawan selama kegiatan penyemprotan berlangsung.
Jumlah pekerja yang diawasi sebanyak 16 karyawan dalam satu hari kerja pada
luasan 3 ha.
Mandor Panen
Tanggung jawab seorang Mandor Panen adalah: 1) mengarahkan dan
membina karyawan, 2) mengontrol pekerjaan karyawan dan meminimalkan
accident, 3) membagi hancak pemanen, 4) mengontrol hancak pemanen, 5)
koordinasi dengan kerani panen untuk pengecekan buah, dan 6) melaporkan hasil
pemeriksaan mutu buah dan mutu hancak kepada Asisten Divisi.
Kegiatan yang diikuti saat menjadi pendamping Mandor Panen selama
satu minggu pada dua blok adalah: melakukan taksasi harian, mengawasi
pemanen selama kegiatan panen berlangsung dan melakukan penilaian terhadap
mutu hancak dan mutu buah pemanen. Jumlah pemanen yang diawasi dalam satu
kemandoran sebanyak 12 orang secara bergantian pada luasan 12 ha.
Kerani Panen
Pencapaian mutu buah ditentukan oleh seorang kerani panen dalam
menggrading buah yang telah dipanen. Tugas seorang kerani panen meliputi: 1)
memeriksa buah di TPH, 2) mencatat hasil pemeriksaaan buah di TPH ke dalam
Buku Penerimaan Buah (BPB), 3) mengisi buku notes potong buah, 4) mengisi
laporan potong buah SKU, 5) mengisi daftar premi potong buah, 6) mengecek
buah sisa (restan), 7) mengisi buku mutu buah, dan 8) merekapitulasi laporan
potong buah.
Kegiatan yang diikuti saat menjadi pendamping Kerani Buah selama dua
hari, meliputi: membantu menggrading buah dan mengklasifikasikannya ke dalam
kategori buah ripe, under ripe, unripe, empty bunch, buah abnormal dan buah
busuk sebelum diangkut ke unit, mencatat hasil pemeriksaaan buah di TPH ke
dalam Buku Penerimaan Buah (BPB), dan memeriksa stempel buah.
60
Kerani Transpor
Tugas seorang kerani transpor meliputi: 1) mengisi BPB, 2) memeriksa
realisasi permintaan barang dengan BPB, 3) melayani kebutuhan spare part,
pelumas, BBM dan lain-lain, 4) mengarsipkan surat-surat masuk, 5) membuat
laporan premi transport, 6) merekapitulasi laporan produksi TBS, 7) mencatat
produksi TBS yang diangkut ke PKS, 8) mengisi buku register permintaan
kendaraan.
Asisten Divisi
Kegiatan yang dilakukan selama berstatus sebagai pendamping Asisten
Divisi selama satu bulan, yaitu: membantu membuat RKB (Rencana Kerja
Bulanan), mengikuti Field Visit, bersama dengan asisten melakukan pemeriksaaan
ke lapang meliputi kegiatan penggunaan alat berat (Excavator), pemupukan sesuai
dengan pedoman BMS, penanaman MB dan Nephrolepis, penyemprotan
herbisida, dan kegiatan pemanenan, membantu asisten dalam melengkapi dan
merapikan administrasi kantor kebun karena akan dijadikan sebagai kantor
percontohan untuk divisi lain sesuai dengan SAP (Standard Administrasi
Procedure) yang telah ditetapkan oleh perusahaan, membantu asisten
memperindah TPA (Tempat Penitipan Anak) dengan menggambar mural yang
bertujuan untuk memberikan kesenangan dan kenyaman kepada anak-anak selama
berada di TPA.
PEMBAHASAN
Panen dan produksi merupakan hasil dari aktivitas kerja di bidang
pemeliharaan tanaman kelapa sawit. Tujuan utamanya untuk menghasilkan
produksi yang optimal. Produk yang dihasilkan berupa TBS yang diharapkan
dapat mencapai tingkat produktivitas yang tinggi dengan kandungan rendemen
minyak yang tinggi pula. Kaitannya terhadap pencapaian produksi TBS yang
diharapkan, terdapat komponen-komponen produksi (faktor pengali produksi) dan
faktor penentu produksi yang harus diperhatikan.
Komponen Produksi (Faktor Pengali Produksi)
Produksi TBS tidak terlepas dari komponen-komponen produksi yang
mempengaruhinya. Ada empat komponen produksi tanaman kelapa sawit yang
dikenal juga dengan istilah faktor pengali produksi, meliputi: jumlah bunga betina
per pohon, jumlah TBS per pohon, Berat Janjang Rata-Rata (BJR), dan jumlah
pohon produktif. Berikut data komponen-komponen produksi tanaman kelapa
sawit di SBHE pada Tabel 14.
Tabel 14. Komponen Produksi SBHE pada Beberapa Tahun Tanam Kelapa Sawit
Tahun Pohon Bunga (X1)
Jumlah (X2) (X3) (X4)
Tanam Sampel Betina janjang
1998 97 2 0.2 436 4 114 18.0
2002 116 24 0.2 580 5 109 13.5
2003 192 35 0.2 746 4 93 13.5
2005 125 42 0.3 943 8 128 10.2
2007 130 31 0.2 624 5 122 7.6
2008 194 51 0.3 1192 6 111 7.5
Keterangan : X1 = Jumlah bunga betina/pohon
X2 = Jumlah janjang/pohon
X3 = BJR (Berat Janjang Rata-Rata)
X4 = Jumlah pokok produktif/ha
Hasil korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara komponen jumlah bunga betina per pohon dengan jumlah janjang per
pohon yang dilihat dari nilai signifikan sebesar 0.023 (Tabel 15), sedangkan untuk
62
perbandingan komponen produksi dengan komponen produksi lainnya
menunjukkan hasil yang tidak berpengaruh nyata.
Hubungan keeratan antar variabel yang menunjukkan hubungan yang
sangat erat yaitu antara komponen jumlah bunga betina per pohon dengan jumlah
janjang per pohon sebesar 87.3 %. Hubungan terlemah terdapat antara komponen
BJR dengan pohon produktif yaitu sebesar 35.8 %. Hubungan korelasi yang erat
memperlihatkan semakin berpengaruhnya komponen produksi yang diamati
terhadap pencapaian produksi TBS yang diharapkan.
Uji korelasi juga memperhatikan arah korelasi yang searah atau
berlawanan arah yang dilihat dari nilai koefisien yang diperoleh bernilai positif
atau negatif. Hasil korelasi menunjukkan hubungan tidak searah yaitu antara
komponen jumlah bunga betina dengan BJR, antara jumlah janjang dengan BJR,
dan antara komponen BJR dengan pohon produktif. Hubungan yang searah
ditunjukkan antara komponen bunga betina per pohon dengan komponen jumlah
janjang per pohon, antara bunga betina per pohon dengan pohon produktif dan
antara jumlah janjang per pohon dengan pohon produktif. Hubungan yang searah
memperlihatkan semakin besar jumlah komponen produksi yang bernilai positif
tersebut akan berpengaruh kepada semakin besar pula produksi TBS yang akan
diperoleh.
Hasil korelasi pada empat komponen produksi yang diamati yang memiliki
hubungan nyata, searah dan sangat erat adalah antara komponen jumlah bunga
betina per pohon dengan jumlah janjang per pohon. Hasil korelasi ini dapat
diartikan bahwa semakin banyak jumlah bunga betina per pohon maka semakin
banyak pula jumlah janjang yang akan terbentuk sehingga berpengaruh kepada
semakin besar pula pencapaian produksi TBS yang akan dihasilkan. Hal ini
disebabkan oleh potensi buah pada tanaman kelapa sawit pada blok yang diamati
cukup tinggi. Banyaknya janjang kelapa sawit yang dihasilkan dipengaruhi oleh
umur tanaman dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Semakin tua
komposisi umur tanaman maka semakin sedikit pula jumlah janjang yang
dihasilkan, tetapi BJR yang dihasilkan semakin besar dan begitu pula sebaliknya.
Komponen Berat Janjang Rata-Rata (BJR) dan komponen pohon produktif
memiliki pengaruh yang tidak nyata. Jika dilihat dari produksi TBS terhadap BJR
63
yang diperoleh, produksi yang diperoleh terus meningkat sedangkan BJR yang
diperoleh menurun. Hal ini disebabkan oleh kondisi kebun yang memiliki tingkat
heterogenitas umur tanaman yang tinggi yang berpengaruh kepada pencapaian
BJR kebun beragam. Tabel 14 juga menunjukkan bahwa nilai BJR yang diperoleh
dari data produksi kebun untuk tahun tanam 1998 adalah 18.50 kg sedangkan
menurut Standar Marihat dengan kesesuaian lahan S3, pohon dengan umur 13
tahun dapat menghasilkan BJR sebesar 19.5 kg. Perbedaan nilai BJR untuk umur
tanam yang sama sangat berpengaruh terhadap besarnya tonase produksi TBS
yang akan dihasilkan.
Pohon produktif merupakan pohon yang memiliki potensi untuk
menghasilkan buah. Pohon produktif tidak memiliki pengaruh nyata yang
disebabkan oleh rendahnya jumlah pohon produktif pada setiap blok dalam satu
hektarnya. Data populasi tanaman per hektar terkait dengan komponen jumlah
pokok produktif pada Blok B4, B5, D1, B6, D2, dan D3 secara berturut-turut
adalah 136, 119, 138, 143, 141, dan 140. Jumlah pohon produktif yang rendah
dapat disebabkan oleh adanya pohon yang terserang HPT, pohon mandul, terdapat
areal rendahan, dan adanya pohon sisipan yang menyebabkan rendahnya jumlah
tandan yang akan dihasilkan sehingga berpengaruh terhadap pencapaian produksi
TBS per hektarnya yang rendah pula.
Hasil uji korelasi pada komponen-komponen produksi TBS di SBHE pada
Tabel 15.
Tabel 15. Uji Korelasi pada Komponen-Komponen Produksi TBS
Variabel Statistik Uji Variabel
X1 X2 X3
X2 r (koefisien) 0.873*
P-value 0.023
X3
r (koefisien) -0.548 tn -0.550 tn
P-value 0.260 0.258
X4
r (koefisien) 0.524 tn 0.687
tn -0.358
tn
P-value 0.286 0.132 0.487
Keterangan : * = berbeda nyata pada taraf uji 5 %
tn = tidak berbeda nyata
64
Jumlah bunga betina dan jumlah janjang digunakan untuk menduga
produksi semesteran yang dikenal dengan istilah ramalan produksi atau sensus
produksi. Ramalan produksi dapat menduga produksi untuk satu tahun yang
didistribusikan setiap bulannya (Januari-Desember) yang dikelompokkan menjadi
semester I (kondisi lowcrop) dan semester II (kondisi peakcrop). Ramalan
produksi dapat juga digunakan untuk menduga produksi satu bulan maupun
ramalan untuk seminggu. Jumlah janjang siap panen yang diamati digunakan
untuk menduga produksi TBS esok hari atau yang dikenal dengan istilah taksasi
produksi harian.
Menurut Lubis (1992) untuk mengetahui ramalan tahunan maka data-data
yang diperlukan adalah:
1. data produksi 5 tahun terakhir,
2. umur atau komposisi umur tanam,
3. iklim 2 tahun terakhir dan tahun mendatang (ramalan),
4. potensi bahan tanam,
5. pelaksanaan pemupukan,
6. serangan hama dan penyakit,
7. pemeliharaan tanaman,
8. topografi areal.
Menurut Sunarko (2007) penyebaran produksi setiap bulan dalam setahun
sangat dipengaruhi oleh curah hujan pada tahun-tahun sebelumnya. Faktor iklim
yang mempengaruhi fluktuasi produksi adalah sebagai berikut:
1 Dua puluh empat bulan setelah kemarau panjang (bulan kering) bunga
jantan lebih banyak daripada bunga betina
2 Sebelas bulan setelah bulan kering, bunga-bunga berguguran atau abortus
3 Enam bulan setelah bulan kering, buah abortus.
Sebagai contoh pengamatan untuk mengetahui produksi TBS 6 bulan yang
akan datang dilakukan pada Blok B5 dengan tahun tanam 2002 seluas 26.6 ha.
Pohon yang dijadikan sampel sebanyak 116 pohon dan diperoleh data bahwa
jumlah bunga betina yang diamati sebanyak 24 tandan dan janjang yang diamati
sebanyak 580 janjang. BJR pada blok tersebut sebesar 14 kg dan jumlah pohon
65
produktif pada Blok B5 sebanyak 2 984 pohon (Tabel 14). Ramalan produksi TBS
pada blok tersebut adalah sebagai berikut:
P =580 janjang x 14
kgjanjang x 116pohon/ha
2984 pohon
= 315.7 kg/ha
Ramalan produksi untuk 6 bulan yang akan datang berdasarkan
perhitungan yang telah dilakukan memperlihatkan pada Blok B5 berpotensi untuk
menghasilkan 8 396.5 kg TBS atau setara dengan 8.39 ton TBS. Produktivitas
Blok B5 jika disesuaikan dengan potensi Standar Marihat untuk 6 bulan
mendatang berpotensi menghasilkan 12.5 ton/ha TBS.
Perbedaaan potensi produksi ini disebabkan oleh faktor-faktor yang
mempengaruhinya, seperti banyak tanaman kelapa sawit yang mandul (dalam satu
pohon hanya memiliki bunga jantan saja), terdapat areal rendahan/lowland,
kondisi gulma yang telah mencapai diatas ambang ekonomi, terdapatnya pohon
yang terserang hama dan penyakit dan defisiensi hara, terdapat pohon yang belum
menghasilkan dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.
Melihat kondisi di lapang bahwa dalam pencapaian produksi yang optimal
dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya faktor lingkungan, genetis, maupun
faktor teknis budidaya sehingga perlu dilakukannya suatu analisis faktor-faktor
penentu produksi yang paling berpengaruh terhadap pencapaian produksi TBS
tanaman kelapa sawit khususnya di SBHE.
Analisis Faktor - Faktor Penentu Produksi TBS
Peningkatan hasil produksi TBS tidak terlepas dari pengaruh faktor-faktor
penentu produksi. Faktor tersebut saling terkait dan saling mempengaruhi satu
sama lain. Kurangnya satu faktor produksi atau lebih akan berdampak pada
pencapaian produksi TBS yang diharapkan. Faktor-faktor produksi yang diduga
berpengaruh terhadap pencapaian produksi TBS khususnya di SBHE adalah faktor
jumlah pupuk, curah hujan, tenaga kerja, umur tanaman, SPH, dan kondisi lahan.
Pemilihan faktor-faktor yang dianalisa didasarkan pada asumsi dan kelengkapan
data yang tersedia di kebun.
66
Fungsi produksi menyatakan hubungan input-output dan menggambarkan
tingkat sumberdaya tertentu yang digunakan untuk menghasilkan produk.
Penentuan fungsi produksi yang digunakan adalah untuk melihat pengaruh faktor
produksi terhadap produksi TBS dengan menggunakan analisis yang berbeda.
1. Pengujian Fungsi Produksi Cobb-Douglas
Analisis dilakukan terhadap 3 variabel faktor penentu produksi, yakni
curah hujan, pupuk dan tenaga kerja. Persamaan regresi yang dihasilkan adalah
sebagai berikut:
Ln Y = 12.1 - 0.00187 X1 + 0.00407 X2 + 0.59400 X3
Persamaan diatas menunjukkan pada saat semua variabel atau peubah
bebas (X) yang digunakan diasumsikan bernilai 0 maka nilai Y (peubah tak bebas)
yang dihasilkan adalah 12.1 satuan. Hasil signifikan dari ketiga variabel X yang
memiliki pengaruh secara signifikan terhadap produksi TBS (Y) pada taraf uji 5%
adalah faktor tenaga kerja yang terlihat dari nilai signifikan yang dihasilkan
adalah 0.000 (Tabel 16). Berdasarkan model persamaan regresi diatas, jika terjadi
peningkatan jumlah tenaga kerja sebesar satu satuan maka produksi TBS yang
dicapai akan meningkat sebesar 0.999 X satuan.
Tabel 16. Pendugaan Faktor Penentu Produksi terhadap Produksi TBS
No. Variabel t-hitung Peluang
1 Pupuk -1.390 tn 0.174
2 Curah Hujan 0.580 tn 0.566
3 Tenaga Kerja 35.950** 0.000
Keterangan : ** = berpengaruh nyata pada taraf uji 1 %
tn = tidak berpengaruh nyata
Nilai koefisien determinasi atau R2 yang dihasilkan dalam analisis adalah
sebesar 98.2 %. Ini dapat diartikan bahwa 98.2 % variasi variabel Y (produksi
TBS) di SBHE dapat diterangkan oleh variabel X (faktor penentu produksi berupa
faktor pupuk, curah hujan dan tenaga kerja) yang dijelaskan dalam model dan
kecil sekali (hanya 1.8 %) pengaruh faktor lain diluar model. Hasil uji analisis ini
membuktikan bahwa faktor-faktor penentu produksi yang digunakan untuk
67
analisis telah cukup kuat mewakili dalam memperkirakan atau menduga pengaruh
faktor-faktor penentu produksi terhadap produksi TBS kelapa sawit di SBHE.
Pengaruh faktor penentu produksi terhadap produksi TBS berdasarkan
model fungsi produksi Cobb-Douglas akan dijelaskan pada masing-masing faktor
penentu produksi yang digunakan dalam analisis ini.
Jumlah Pupuk
Faktor penentu produksi pada variabel jumlah pupuk yang digunakan
untuk keperluan analisis lebih menitik beratkan kepada pencapaian realisasi
pemupukan terhadap rekomendasi yang telah di tetapkan perusahaan, mengingat
bahwa jumlah pupuk yang diaplikasikan ke lapang harus tepat dan sesuai
rekomendasi. Nilai koefisien regresi untuk faktor jumlah pupuk adalah -0.00187.
Nilai signifikan yang diperoleh untuk faktor jumlah pupuk adalah 0.174 yang
berarti bahwa penggunaan pupuk dengan jumlah tertentu tidak berpengaruh nyata
terhadap produksi TBS. Nilai koefisien regresi yang bernilai negatif
memperlihatkan peningkatan jumlah pupuk sebesar satu satuan menyebabkan
produksi akan menurun sebesar 0.00187 X satuan.
Pengaruh jumlah pupuk terhadap pencapaian produksi TBS dari hasil
analisis sebesar 16.2 %. Ini membuktikan bahwa pengaruh jumlah pupuk masih
tergolong kecil dan jauh dari besarnya persentase yang diharapkan oleh sebuah
kebun untuk mencapai produksi TBS yang optimum.
Pengaplikasian pupuk di lapang sering terkendala pada selisih antara
rencana pemupukan berdasarkan rekomendasikan dengan realisasi pemupukan
(Tabel 17). Menurut PPKS (2006) realisai pemupukan di kebun umumnya belum
memenuhi dosis yang direkomendasikan. Hal ini terutama terkait dengan
ketersediaan pupuk di kebun, waktu aplikasi pupuk yang tidak sesuai dengan
waktu yang telah disarankan oleh petugas rekomendasi sehingga sering terjadi
kemunduran aplikasi pupuk dari jadwal yang telah ditentukan sebelumnya.
Penetapan waktu aplikasi didasarkan pada pola curah hujan di daerah tersebut.
Menurut Pahan (2008) seorang rekomendator dalam menentukan jenis,
dosis, frekuensi, cara aplikasi, serta kebutuhan pupuk dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya mengacu pada analisis daun dan tanah, potensi pertumbuhan
68
dan produksi, pelaksanaan pemupukan dan perawatan tanaman sebelumnya, hasil
percobaan pemupukan, dan penilaian lingkungan tumbuh seperti iklim, hama,
penyakit, kondisi lahan, dan sebagainya.
Faktor jumlah pupuk tidak berpengaruh nyata terhadap produksi TBS
berdasarkan pada analisis yang telah dilakukan. Penyebab tidak nyatanya
pengaruh faktor jumlah pupuk terhadap produksi dapat disebabkan oleh
penggunaan pupuk pada dua tahun sebelumnya yang kurang sesuai dengan
rekomendasi yang telah ditentukan oleh perusahaan, baik yang disebabkan oleh
faktor eksternal maupun faktor internal. Hal ini dapat dilihat dari persentase
realisasi pemupukan di SBHE tahun 2007-2008 (Tabel 17).
Persentase realisasi pemupukan di SBHE berdasarkan data pemupukan
dua tahun sebelumnya mengalami fluktuasi dari tahun 2007 hingga 2008.
Realisasi pemupukan dikategorikan baik apabila realisasi mencapai 100 %, jika
kurang atau melebihi dari 100 % dikatakan kurang baik yang berpengaruh kepada
produksi TBS yang ingin dicapai. Rata-rata pencapaian realisasi pemupukan
tertinggi tahun 2007 sebesar 94.41 % dan terendah tahun 2008 yaitu 40.12 %.
Rendahnya realisasi pemupukan pada tahun 2008 dapat disebabkan oleh
ketersediaan pupuk yang langka sehingga kegiatan pemupukan pada tahun
tersebut terganggu.
Data historis pemupukan tahun 2007 memperlihatkan pencapaian realisasi
pemupukan lebih dari 100 % (Tabel 17). Pencapaian ini dikategorikan kurang
baik. Menurut Lubis (1992) pemberian pupuk yang berlebih akan menekan dan
menghambat pertumbuhan tanaman dan berakibat kematian pada tanaman kelapa
sawit yang sedang dibudidayakan. Realisasai aplikasi pemupukan berlebih
terdapat pada pupuk makro, yaitu Urea sebesar 101.94 %, RP sebesar 104.46 %
dan Kieserite sebesar 101.54%. Pencapaian realisasi melebihi dari 100 %
dipengaruhi oleh: 1) kurang telitinya mandor pupuk dalam menghitung kebutuhan
pupuk terhadap rekomendasi, 2) akibat adanya heterogenitas tahun tanaman setiap
bloknya yang tinggi sedangkan perhitungan kebutuhan dosis pupuk yang
dilakukan adalah berdasarkan tahun tanam blok yang menyebabkan adanya selisih
perhitungan antara rekomendasi dengan realisasi, 3) terdapatnya figur-figur pohon
69
kerdil sehingga membutuhkan pemupukan ekstra karena pohon tersebut berada di
areal marjinal.
Data historis pemupukan tahun 2008 memperlihatkan terdapat realisasi
pemupukan pada pupuk makro maupun mikro yang rendah. Realisasi aplikasi
pupuk makro yang telah digunakan di SBHE adalah Urea sebesar 30.53 %, RP
sebesar 42.30 % dan kieserite sebesar 2.91 %. Pupuk makro dibutuhkan oleh
tanaman dalam jumlah yang besar sehingga rendahnya realisasi ini sangat
berpengaruh kepada pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Realisasi pupuk
mikro yang digunakan adalah HGF Borate sebesar 68.74 dan CuSO4 sebesar 1.11
%. Pupuk mikro dibutuhkan dalam jumlah relatif kecil, namun kekurangan akan
unsur mikro tersebut berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman
menjadi terganggu.
Tabel 17. Persentase Realisasi Pemupukan (2007-2008) di SBHE
Jenis Pupuk Realisasi Pemupukan (%)
2007 2008
Urea 101.94 30.53
Rock Phospat 104.46 42.30
MOP 93.63 95.11
Kiesrite 101.54 2.91
HGF Borate 82.36 68.74
CuSO4 82.51 1.11
NPK 15 - -
NPK 12 - -
Guano - -
Dolomit - -
ZinCopper - -
Rata-Rata 94.41 40.12
Sumber: Lembaga Research BGA Plantations (2010)
Aplikasi pupuk dua tahun sebelumnya akan terlihat produksi TBS yang
dihasilkan pada dua tahun kemudian. Hal ini disebabkan tanaman kelapa sawit
membutuhkan waktu untuk proses pertumbuhan dan perkembangan vegetatif
maupun generatifnya. Khusus untuk pertumbuhan generatif, tanaman kelapa sawit
membutuhkan waktu untuk mencapai tingkat kematangan tanaman sehingga
tanaman kelapa sawit tersebut sudah mulai dapat memproduksi buah hingga buah
tersebut termasuk kedalam kriteria buah layak untuk dipanen. Pengaplikasian
70
pupuk pada dua tahun sebelumnya akan berpengaruh kepada banyaknya janjang
yang akan dihasilkan oleh pohon, sedangkan pengaplikasian pupuk 6 bulan
setelah aplikasi akan berpengaruh kepada pertumbuhan vegetatif dan berat janjang
TBS tersebut.
Penggunaan pupuk yang tidak sesuai dengan rekomendasi dapat
berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit, seperti
terjadinya defisiensi hara. Kekurangan atau defisiensi unsur hara tanaman dapat
diketahui dari gejala-gejala penampakan fisik tanaman. Defisiensi unsur hara yang
tinggi dapat menurunkan produktivitas tanaman bahkan dapat menyebabkan
kematian pada tanaman kelapa sawit.
Pemberian pupuk pada tanaman harus memperhatikan beberapa hal yang
menjadi kunci keefektifan pemberian pupuk, diantaranya daya serap akar
tanaman, cara pemberian dan penempatan pupuk, waktu pemberian, serta jenis
dan dosis pupuk. Keadaan di lapang memperlihatkan terdapat beberapa blok yang
mengalami defisiensi unsur hara.
Kondisi pertanaman kelapa sawit di SBHE secara umum tergolong kepada
kebun yang memiliki tingkat permasalahan defisiensi hara yang tinggi (Tabel 18).
Total keseluruhan luasan areal SBHE menunjukkan terdapat tiga jenis unsur hara
yang dikategorikan mengalami defisiensi hara, yaitu unsur Nitrogen (N), Kalium
(K) dan Tembaga (Cu).
Tabel 18. Persentase Defisiensi Unsur Hara di SBHE (2010)
Jenis Hara Status Hara Daun
Luas (ha) % Defisiensi
N 312.1 8
K2O 734.3 20
Cu 499.2 13
Sumber: Lembaga Research BGA Plantations (2010)
Unsur Kalium menempati proporsi defisiensi yang terbesar dibandingkan
dengan unsur lain. Kebijakan yang diambil oleh pihak kebun dengan melihat
defisiensi unsur hara yang terjadi yaitu melakukan pengajuan rekomendasi
pemupukan susulan kepada Departemen Riset perusahaan untuk mendapatkan
rekomendasi yang sesuai terhadap permasalahan yang terjadi. Unsur Kalium
71
menempati defisiensi hara dengan tingkat proporsi terbesar dibandingkan dengan
unsur lainnya. Unsur Kalium merupakan unsur utama dalam proses pembentukan
buah sehingga Departemen Riset merekomendasikan untuk mempercepat aplikasi
MOP pada awal tahun dari program pemupukan sebelumnya agar potensi buah
pada periode berikutnya tetap optimal.
Hasil analisis yang menunjukkan bahwa pemupukan di SBHE pada dua
tahun sebelumnya yang tidak berpengaruh nyata terhadap produksi TBS dapat
diantisipasi dan di cari jalan keluarnya dengan tetap melakukan pemupukan sesuai
dengan rekomendasi yang telah ditetapkan. Pemupukan yang dilandaskan pada
rekomendasi akan menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang
optimal karena unsur hara yang dibutuhkan tanaman akan tersedia dalam jumlah
yang cukup yang berpengaruh kepada pencapaian produksi TBS yang tinggi.
Curah Hujan
Ketersediaan air merupakan faktor utama yang membatasi tingkat
produksi tanaman. Pengembangan perkebunan kelapa sawit sering kali
berhadapan dengan lahan yang memiliki keterbatasan pada agroklimat khususnya
ketersediaan air. Curah hujan yang rendah dan tidak merata sering menyebabkan
terjadinya kondisi defisit air yang berdampak negatif terhadap tanaman. Menurut
Pangaribuan (2001) suplai air yang kurang dalam jangka waktu lama, secara
morfologi menyebabkan meningkatnya kerusakan vegetatif tanaman, yaitu
terhambatnya daun-daun membuka, terjadinya pengeringan daun muda, rusaknya
hijau daun, dan juga dapat berakibat seluruh kanopi mengalami kerusakan bahkan
bila kondisi sangat ekstrim dapat menyebabkan kematian. Kondisi ini sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan generatif tanaman kelapa sawit khususnya
dalam menghasilkan TBS.
Pengaruh curah hujan terhadap pencapaian produksi TBS berdasarkan
hasil analisis adalah sebesar 12.3 %. Besarnya persentase yang dihasilkan ini
masih tergolong kecil jika dikaitkan dengan produksi TBS yang diharapkan. Nilai
signifikan yang diperoleh untuk faktor curah hujan adalah 0.566. Nilai ini
menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara produksi TBS
72
terhadap curah hujan yang terlihat dari nilai signifikan yang diperoleh lebih besar
dari taraf uji 0.05 (α = 5%).
Hasil analisis yang memperlihatkan tidak berpengaruhnya curah hujan
terhadap produksi TBS dapat disebabkan oleh adanya keragaman populasi yang
tinggi akibat adanya heterogenitas tahun tanam yang tinggi untuk setiap bloknya.
Heterogenitas tahun tanam yang tinggi pada setiap bloknya berdampak pada
pengaruh pengukuran curah hujan yang dibutuhkan tanaman menjadi bias.
Pengaruh curah hujan dapat terukur dengan akurat apabila populasi yang
digunakan relatif seragam. Hal ini disebabkan pada jumlah curah hujan tertentu,
jika terdapat populasi yang beragam, maka respon tanaman terhadap curah hujan
tersebut akan beragam pula. Kondisi tersebut yang menyebabkan pertumbuhan
dan perkembangan tanaman menjadi beragam dan berdampak pada produksi TBS
yang akan dicapai beragam pula.
Faktor curah hujan terhadap produksi TBS berpengaruh dalam hal
penyerapan unsur hara oleh akar, membantu perkembangan bunga betina,
membantu kemasakan buah menjadi lebih sempurna dan berpengaruh terhadap
berat janjang. Curah hujan yang cocok untuk kegiatan pemupukan adalah 60-300
mm. Curah hujan dalam jumlah ini memberikan kondisi tanah yang cukup basah
dan tidak jenuh (kapasitas lapang) sehingga memudahkan perakaran dalam
menyerap unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman.
Pengaruh curah hujan terhadap produksi TBS akan terlihat pada 6 bulan
berikutnya, yaitu pengaruh curah hujan pada semester I akan terlihat pada
semester II terkait waktu yang dibutuhkan untuk perkembangan bunga betina
menjadi buah serta berpengaruh kepada berat janjang. Rata-rata jumlah curah
hujan tertinggi terdapat pada semester II yaitu saat kondisi buah mengalami
peakcrop (kondisi buah melimpah).
Menurut Anonim (2010), kekurangan air akan berpengaruh negatif
terhadap produksi TBS sampai dengan dua tahun ke depan. Penurunan produksi
tahun pertama berkisar antara 6-10 % dari produksi normal per 100 mm defisit air
dan tahun kedua berkisar antara 2-5 % dari produksi normal per 100 mm defisit
air. Besarnya pengaruh defisit air terhadap produksi dipengaruhi banyak faktor,
diantaranya umur tanaman, tingkat produksi saat terjadi kekeringan, fisiologis
73
tanaman dan sebagainya. Pengaruh negatif umumnya dimulai 6 bulan setelah
terjadi defisit air, misalnya aborsi janjang. Akibat adanya defisit air yang besar,
ada kemungkinan akan terjadinya perubahan pola produksi. Sunarko (2007)
menambahkan bahwa kemarau panjang bisa menyebabkan gagalnya pembentukan
bakal bunga pada 19-21 bulan berikutnya (abortus bunga) dan keguguran buah
pada 5 – 6 bulan berikutnya.
Curah hujan yang terlalu tinggi terkadang menjadi masalah, baik dari segi
kondisi pertanaman kelapa sawit maupun kondisi kebun terutama akses jalan.
Pengaruh curah hujan yang terlalu tinggi pada tanaman kelapa sawit berpengaruh
terhadap pembentukan dan perkembangan bunga betina menjadi buah yang gagal
terbentuk karena bunga betina menjadi gugur (abortus) dan tanaman kelapa sawit
lebih rentan terhadap hama penyakit sehingga poduksi TBS dapat menurun.
Kondisi tanaman pada areal rendahan/lowland dengan curah hujan yang
terlalu tinggi berdampak pada tanaman menjadi tergenang sehingga perakarannya
menjadi anaerob. Curah hujan yang terlalu tinggi dan terus menerus juga dapat
menyebabkan kondisi jalan menjadi becek, tergenang air dan rusak. Hal ini sangat
berpengaruh kepada angkutan unit buah yang tidak dapat menembus akses jalan
sehingga dapat menyebabkan buah restan dan berpengaruh kepada pencapaian
produksi TBS yang diharapkan menurun.
Tenaga Kerja
Kelancaran kegiatan pemanenan tidak terlepas dari faktor tenaga kerja
yaitu tenaga pemanen. Kualitas dan kuantitas TBS yang dipanen dipengaruhi oleh
pemanen. Banyaknya tenaga pemanen yang diperlukan pada perkebunan kelapa
sawit berbeda-beda antara satu kebun dengan kebun yang lain. Hal ini tergantung
pada luasan hancak (kappel) yang akan dipanen, kerapatan panen, BJR buah,
populasi tanaman/ha, kapasitas panen/HK, jumlah hari kerja, dan lain-lain.
Nilai signifikan untuk faktor tenaga kerja adalah 0.000. Nilai signifikan ini
membuktikan faktor tenaga kerja mempunyai pengaruh yang sangat nyata
terhadap produksi TBS yang terlihat dari nilai signifikan yang diperoleh lebih
kecil dari taraf uji 0.01 (α = 1%).
74
Pengaruh faktor tenaga kerja adalah sebesar 98 %. Besarnya persentase
yang dihasilkan membuktikan pengaruh faktor tenaga kerja terkait produksi TBS
yang dicapai sangat besar. Ini menunjukkan apabila perusahaan ingin
memaksimalkan pencapaian produksi TBS, maka perusahaan tersebut harus lebih
memperhatikan faktor tenaga kerja khususnya tenaga pemanen. Hal ini sesuai
dengan hasil analisis yang diperoleh bahwa tenaga kerja berpengaruh sangat nyata
terhadap pencapaian produksi TBS dan persentase yang dihasilkan tergolong
sangat tinggi.
Kebutuhan tenaga kerja pada semester I lebih sedikit daripada semester II.
Hal ini disebabkan kerapatan buah pada semester I lebih rendah dibandingkan
pada semester II. Jumlah tenaga pemanen yang tersedia pada musim peakcrop
biasanya kurang. Kekurangan tenaga pemanen berdampak terhadap banyaknya
buah yang tidak dipanen. Kekurangan tenaga pemanen dapat diantisipasi oleh
pihak kebun dengan melakukan suatu kebijakan yaitu mengalokasikan karyawan
laki-laki dari kemandoran lain, seperti dari kemandoran pemupukan dan
kemandoran perawatan untuk membantu kegiatan panen. Harapannya adalah
pelaksanaan panen tidak terganggu dengan pusingan panen tetap terjaga dan buah
yang dipanen dari segi kualitas maupun kuantitasnya dapat maksimal.
Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dapat dilihat dari ITK kebun. ITK
merupakan kebutuhan tenaga kerja per satuan luas (ha). ITK yang digunakan di
SBHE adalah 0.06 yang berarti bahwa dalam 1 ha luas areal panen membutuhkan
tenaga pemanen sebanyak 6 orang untuk setiap hari kerja dengan rotasi 6/7.
Seorang pemanen dalam kondisi buah normal dapat memanen dengan
luasan 3-4 ha/HK. Luasan ini merupakan luasan standar yang digunakan di SBHE
untuk sekali panen dalam satu seksi. Seorang pemanen pada Divisi I dan II dapat
memanen sebanyak empat blok dalam sehari, sedangkan pada Divisi III, IV dan V
seorang pemanen dapat memanen 5-6 blok. Perbedaan luasan areal panen ini
disebabkan oleh luasan kebun pada setiap divisi yang berbeda-beda. Cara yang
ditempuh oleh pihak kebun dalam menjaga agar keseluruhan blok dapat dipanen
dalam rotasi 6 hari adalah membagi setiap harinya kedalam beberapa blok panen,
sehingga pusingan panen dapat terjaga dan buah yang dihasilkan sesuai dengan
yang diharapkan.
75
Realisasi pemanenan di SBHE berdasarkan luasan hasil/HK (basis hancak)
diperoleh dari banyaknya tenaga kerja pemanen yang bekerja pada setiap
kemandoran di lima divisi dengan menjumlahkan tenaga kerja pada setiap divisi
kemudian menganalisis luasan lahan yang dipanen telah memenuhi standar atau
belum. Data yang digunakan adalah data rata-rata pemanen memanen pada luasan
tertentu selama 6 hari (satu rotasi panen) pada bulan April. Hasil yang diperoleh
umumnya tenaga kerja pemanen pada setiap divisi telah memenuhi standar luasan
panen yang telah ditetapkan, namun Divisi I rata-rata pemanen tidak mampu
untuk menyelesaikan hancaknya (Tabel 19). Hancak yang tidak selesai
dipengaruhi oleh kondisi areal yang masih terkendala dalam hal pasar pikul yang
sulit diakses oleh pemanen, kondisi piringan yang masih banyak gulma sehingga
menghambat pemanen dalam memotong buah dan mengutip brondolan, areal
yang berawa, titi panen yang belum ada, peralatan panen yang belum lengkap, dan
lain-lain. Keterampilan dan kecepatan pemanen dalam memotong buah, mengutip
brondolan dan mengangkut buah ke TPH juga sangat mempengaruhi hancak dapat
diselesaikan atau tidak. Keterampilan dan kecepatan seorang pemanen ini
dipengaruhi oleh lamanya pengalaman memanen yang dimiliki oleh seorang
tenaga pemanen.
Tabel 19. Realisasi Pemanenan di SBHE Berdasarkan Luasan Hasil/HK
Divisi Blok
Jumlah
HK
Standar
(ha/HK)
Realisasi
(ha)
Realisasi
(ha/HK)
1 8 29 3 81.80 2.85
2 9 33 3 104.39 3.17
3 9 29 3 97.15 3.46
4 13 37 3 115.00 3.12
5 12 38 3 138.69 3.72
Basis yang harus dipenuhi oleh seorang pemanen selain basis hancak dan
waktu adalah basis tugas. Basis tugas atau yang dikenal dengan istilah basis
borong harus dipenuhi oleh seorang pemanen dalam satu hari kerja sebagai
kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang pemanen dan sebagai dasar
penentuan untuk mendapatkan premi panen. Rata-rata pemanen setiap divisi di
SBHE telah memenuhi basis tugas. Divisi II rata-rata pemanen tidak mampu
memenuhi basis tugasnya yang terlihat dari basis tugas pada blok tersebut adalah
76
120 janjang tetapi realisasinya hanya mencapai 85 janjang/HK (Tabel 20). Tidak
terpenuhinya basis tugas yang telah ditetapkan dapat disebabkan oleh AKP pada
blok tersebut yang rendah. AKP yang rendah mengharuskan pemanen untuk
memanen lebih dari standar luasan yang telah ditetapkan agar terpenuhinya basis
borong. AKP yang rendah mendorong pemanen untuk cenderung memanen buah
mentah (under ripe). Pencegahan pemanen dalam memanen buah mentah dapat
diantisipasi dengan melakukan pengawasan secara rutin oleh Mandor Panen
maupun dari tim supervisi. Pemberlakukan sistem denda dan sangsi kepada
pemanen yang melanggar ketentuan harus lebih tegas dan benar-benar diterapkan
demi menjaga kondisi buah masak (ripe) yang diharapkan tetap tinggi.
Tabel 20. Realisasi Pemanenan di Kebun SBHE Berdasarkan Janjang Panen/HK
Divisi Blok Jumlah Jumlah
HK Basis Realisasi
Janjang Borong JJG/HK
1 8 3 931 29 99 137
2 9 2 746 32 120 85
3 9 3 832 29 105 135
4 13 4 573 37 118 136
5 12 4 468 38 96 122
Seorang pemanen cenderung berusaha agar mencapai basis borong atau
basis tugas yang telah ditetapkan. Hal ini terkait dengan diberlakukannya sistem
premi yang diberikan oleh kebun kepada pemanen yang telah melebihi basis.
Sistem premi ini berkorelasi positif terhadap output pemanen dalam satu hari kerja
dan berpengaruh kepada banyaknya produksi TBS yang dihasilkan pada kebun
tersebut. Keuntungan dari adanya sistem premi ini selain dari output yang
dihasilkan tinggi adalah dapat meningkatkan pendapatan pemanen sehingga
kesejahteraan pemanen dapat tercapai.
2. Pengujian Secara Parsial atau Individu (Uji-t)
Kegiatan magang ini dilakukan dengan memperhatikan nilai t hitung untuk
mengetahui signifikan variabel X berupa faktor penentu produksi secara terpisah
atau parsial terhadap variabel Y yaitu produksi TBS pada tingkat alfa 5%. Berikut
akan dijelaskan pengaruh faktor penentu produksi terhadap produksi TBS kelapa
sawit berdasarkan masing-masing variabel yang digunakan dalam analisis.
77
Umur Tanaman
Umur tanaman berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Semakin luas komposisi umur tanaman menunjukkan tingkat kedewasaan dan
kematangan tanaman semakin tinggi pula. Hal ini juga berlaku untuk tanaman
kelapa sawit. Umur tanaman berpengaruh pada pertumbuhan vegetatif dan
generatif tanaman kelapa sawit. Peran umur tanaman jika ditinjau dari
pertumbuhan vegetatif tanaman kelapa sawit yaitu berpengaruh dalam
pembentukan pelepah yakni jumlah pelepah, panjang pelepah, dan jumlah anak
daun. Tanaman yang berumur tua jumlah pelepah dan anak daun yang dihasilkan
lebih banyak. Pelepah yang terbentuk juga lebih panjang dibandingkan dengan
tanaman yang masih muda. Ini berkolerasi positif terhadap ketersediaan makanan
bagi tanaman karena pelepah berfungsi sebagai tempat berlangsungnya proses
fotosintesis. Peran umur tanaman jika ditinjau dari pertumbuhan generatif yakni
berpengaruh terhadap organ reproduksi tanaman yaitu dalam proses pembentukan
dan perkembangan buah. Kelapa sawit yang memiliki komposisi umur tanam
muda akan memiliki jumlah janjang yang lebih banyak tetapi berat janjang yang
dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan tanaman yang memiliki komposisi
umur tanaman yang lebih tua. Kondisi ini berpengaruh pada BJR kebun yang
berpengaruh terhadap pencapaian produksi TBS yang diharapkan.
Faktor produksi untuk peubah umur tanaman kelapa sawit dikelompokkan
berdasarkan umur produktifnya. Analisis dengan menggunakan Uji-t yang
dilakukan berdasarkan kelompok umur tanam menunjukkan kelompok umur
tanaman yang memberikan pengaruh terbaik terhadap produksi TBS terdapat pada
peubah kelompok umur tanaman 7-11 tahun dibandingkan dengan kelompok
umur tanaman yang lain (Tabel 21). Hasil ini terlihat dari kelompok umur
tanaman 7-11 tahun memiliki pengaruh yang signifikan terhadap hasil. Nilai
tengah yang diperoleh dari hasil analisis untuk umur tanaman 7-11 tahun memiliki
produksi yang maksimum dibandingkan dengan variabel kelompok umur tanaman
lainnya. Nilai tengah untuk peubah kelompok umur tanam < 7 tahun, umur tanam
7-11 tahun dan umur tanam > 11 tahun secara berturut-turut adalah 1.39 juta ton
TBS, 1.88 juta ton TBS dan 1.38 juta ton TBS. Hal tersebut sesuai dengan
78
pendapat Lubis (1992) yang mengemukakan bahwa produksi tertinggi tanaman
kelapa sawit dicapai pada saat tanaman berumur 7-11 tahun.
Tabel 21. Pengaruh Umur Tanaman terhadap Produksi TBS di SBHE
Perbandingan Umur Tanaman Nilai Tengah (juta ton)
<7 7_11 >11 t-hitung Pr > |t|
umur < 7 tahun dengan umur 7-11 tahun 1.39 1.88 - 2.52* 0.015
umur < 7 tahun dengan umur > 11 tahun 1.39 - 1.38 0.02tn 0.989
umur 7-11 tahun dengan umur > 11 tahun - 1.88 1.38 2.94** 0.005
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata
* = berbeda nyata pada taraf uji 5 %
** = berbeda nyata pada taraf uji 1 %
SBHE memiliki komposisi umur tanam tertua yaitu tahun tanam 1998 dan
termuda dengan tahun tanam 2008. Hingga tahun 2010 tanaman kelapa sawit di
SBHE telah berumur 12 tahun sehingga SBHE tergolong kebun produktif karena
pohon-pohon yang ditanam termasuk kedalam umur ekonomis yaitu dibawah
umur 25 tahun. Tanaman kelapa sawit dengan umur produktif mencapai produksi
optimum dengan jumlah TBS yang dihasikan banyak dan berat janjang yang
dihasilkan juga cukup tinggi sehingga berpengaruh kepada pencapaian produksi
TBS per hektarnya yang tinggi pula. Tanaman yang melebihi dari umur
ekonomisnya mengharuskan untuk segera dilakukan peremajaan, yaitu dengan
mengganti tanaman kelapa sawit yang sudah tua dengan tanaman yang baru agar
kestabilan produksi TBS suatu kebun tetap terjaga. Pengaruh tahun tanam
terhadap produksi TBS di SBHE dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22. Pengaruh Umur Tanaman terhadap Produktivitas TBS Kelapa
Sawit di SBHE (2008-2010)
Tahun
Tanam
Luasan Produktivitas TBS (ton/Ha)
(Ha) 2008 2009 2010
1998 27 14.0 17.4 17.5
2000 31 10.7 13.9 15.3
2002 29 9.2 12.3 12.5
2003 58 8.4 12.6 25.9
2005 30 5.9 9.6 12.0
2006 36 3.5 6.0 17.8
2007 28 4.4 6.5 6.3
2008 26 2.3 4.2 5.2
Sumber: Data Produksi Kebun SBHE (2010)
79
Populasi Tanaman per Hektar (SPH)
Kerapatan tanaman mempunyai hubungan erat dan merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi tingkat produksi tanaman kelapa sawit. Kerapatan
tanam terkait dengan keefisienan dalam hal pemanfaatan cahaya untuk proses
fotosintesis dan persaingan antar tanaman dalam penggunaan air dan unsur hara.
Produksi tiap satuan luas yang tinggi tercapai dengan populasi tinggi
karena tercapainya penggunaan sinar matahari, air dan unsur hara secara
maksimum di awal pertumbuhan. Penampilan masing-masing tanaman secara
individu menurun karena persaingan untuk mendapatkan sinar matahari, air dan
unsur hara. Kerapatan tanaman yang optimum hanya dapat ditentukan dengan
mengetahui potensi produksi pada beberapa tingkat kerapatan tanaman. Adanya
peningkatan kerapatan tanaman ternyata menyebabkan tanaman lebih cepat
meninggi, daun lebih panjang dan diameter batang lebih kecil serta berakibat pada
produksi TBS yang semakin menurun.
Menurut Fauzi et al. (2008) populasi tanaman kelapa sawit 143 pohon/ha
merupakan populasi yang paling ekonomis karena tanaman cukup kondusif untuk
mendapatkan sinar matahari, kelembaban tanaman terjaga dan pelepah antar
pohon tidak saling berimpitan sehingga produksi TBS per hektarnya akan
mencapai optimum. Hal inilah yang menjadi dasar pengklasifikasian kelompok
SPH dalam analisis ini.
Hasil analisis pada kelompok SPH yang memberikan pengaruh yang nyata
terhadap produksi TBS pada kelompok SPH < 135 dan SPH 135-143 (Tabel 23).
Namun dari dua kelompok SPH tersebut yang memberikan pengaruh terbaik
adalah kelompok SPH <135 yang dilihat dari nilai tengah yang diperoleh.
Kelompok SPH < 135 memberikan nilai tengah yang lebih tinggi sebesar 1.39 juta
ton dibandingkan dengan kelompok SPH lainnya.
Tabel 23. Pengaruh Faktor SPH terhadap Produksi TBS di SBHE
Perbandingan Populasi per Hektar
(SPH)
Nilai Tengah (juta ton)
<135 135-143 >143 t-hitung Pr > |t|
SPH < 135 dengan SPH 135-143 1.39 1.26 - -0.52tn 0.60
SPH < 135 dengan SPH > 143 1.39 - 0.06 7.69** 0.00
SPH 135-143 dengan SPH > 143 - 1.26 0.06 7.41** 0.00
80
Keterangan : tn = berbeda tidak nyata
** = berbeda nyata pada taraf uji 1 %
Kenyataannya di lapang bahwa penerapan populasi tanaman kelapa sawit
143 pohon/ha kurang sesuai diterapkan di SBHE. Hal ini terkait dengan SBHE
merupakan kebun take over. Kebun ini sebelumnya memiliki SPH yang beragam
pada setiap hektarnya. Keragaman ini disebabkan ketika SBHE belum di take over
jarak tanam yang digunakan tinggi dan beragam sehingga kerapatan yang
dihasilkan rendah dan beragam. SBHE melakukan rehabilitasi dengan cara
melakukan konsolidasi tanaman (tanam sisip) untuk lahan yang masih belum
ditanami pada areal rendahan dengan menggunakan standar kerapatan tanaman
136 pohon/ha.
Pengelompokan yang dilakukan terhadap SPH yang memberikan hasil
terbaik adalah kelompok SPH < 135. Hasil analisis ini telah cukup membuktikan
dengan penerapan kelompok SPH ini telah memberikan pengaruh yang terbaik
untuk produksi TBS dengan syarat pemeliharaan tanaman dilakukan secara teratur
dan kontinyu seperti pada pemeliharaan sebelumnya.
Keuntungan yang diperoleh jika dilihat dari segi ekonomisnya terkait
dengan kelompok SPH <135 dan kelompok SPH 135-143 memberikan pengaruh
yang sama terhadap produksi TBS, maka perusahaan dapat menerapkan sistem
penanaman kelapa sawit menggunakan SPH <135. Hal ini berhubungan dengan
efisiensi biaya yang akan dikeluarkan pada SPH <135 yang lebih rendah
dibandingkan dengan SPH 135-143.
Kondisi lahan
Kondisi lahan dapat dijadikan sebagai faktor pembatas apabila dalam
penggunaan untuk pertanaman menjadi salah satu kendala untuk pertumbuhan dan
perkembangan tanaman yang sedang dibudidayakan. Pencapaian produktivitas
yang tinggi dapat tercapai apabila disertai dengan penerapan kultur teknis sesuai
dengan kaedah yang telah ditentukan.
SBHE terdiri atas daratan dengan kemiringan 0-8o dan rendahan berupa
areal berawa. Produktivitas TBS di SBHE sangat dipengaruhi oleh kedua tipe
kondisi lahan ini.
81
Hasil analisis pada faktor kondisi lahan yang memberikan pengaruh
terbaik terhadap produksi TBS kelapa sawit adalah kelompok daratan
dibandingkan kelompok rendahan. Hal ini terlihat dari nilai signifikan dan nilai
tengah yang dihasilkan. Kelompok daratan memiliki nilai tengah yang lebih besar
dibandingkan kelompok rendahan yaitu sebesar 3.03 juta ton, sedangkan nilai
tengah untuk kelompok rendahan sebesar 0.68 juta ton (Tabel 24). Nilai signifikan
yang diperoleh sebesar 0.00 membuktikan bahwa produksi TBS sangat
dipengaruhi oleh kondisi lahan.
Tabel 24. Pengaruh Faktor Kondisi Lahan terhadap Produksi TBS di SBHE
Variabel Perbandingan Kondisi
lahan
Nilai Tengah (juta ton)
Daratan rendahan t-hitung Pr > |t|
daratan dengan rendahan 3.03 0.68 14.91** 0.00
Keterangan : ** = berbeda nyata pada taraf uji 1 %
SBHE memiliki luasan daratan sebesar 78.85% dan luasan rendahan
mencapai 21.15%. Data yang diperoleh memperlihatkan akibat dari kondisi lahan
berupa areal rendahan, rata-rata persentase kehilangan hasil di SBHE adalah
mencapai 17.95% dari total produksi TBS yang diperoleh. Angka kehilangan hasil
dapat disebabkan kondisi tanaman kelapa sawit tergenang oleh air sehingga
menyebabkan kondisi perakaran menjadi anaerob. Kondisi ini sangat menghambat
akar tanaman dalam menyerap oksigen dan unsur hara di dalam tanah. Hasil
analisis pada faktor kondisi lahan menunjukkan jika kebun ingin meningkatkan
produksi TBS, sebaiknya faktor kondisi lahan lebih diperhatikan terkait dengan
angka kehilangan hasil yang diperoleh sehingga mengakibatkan terjadinya
penurunan produksi TBS.
Kondisi tanah di daerah rendahan pada umunya bersifat asam. Menurut
Yulianti (2007) keasaman tanah ditentukan oleh kadar atau kepekatan ion
hidrogen di dalam tanah tersebut. Kepekatan ion hidrogen di dalam tanah yang
terlalu tinggi menyebabkan tanah akan bereaksi asam dan begitu pula sebaliknya.
Kepekatan ion hidrogen terlalu rendah menyebabkan tanah akan bereaksi basa.
Tanah yang terlalu asam menyebabkan akar tanaman sulit dalam menyerap unsur
hara tertentu dan dapat berakibat pada unsur hara yang dibutuhkan tanaman akan
tersedia sebagai unsur yang toksik.
82
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
2008 2009 2010
Ton
/ha
Tahun
Lowland
Dataran
Pengamatan terhadap kondisi tanaman kelapa sawit pada daerah rendahan
memperlihatkan penampakan fisik tanaman umumnya kerdil bahkan mati serta
buah yang dihasilkan umumnya berlumut dan busuk. Akibat dari adanya areal
rendahan dapat menghambat pemanen yakni terkait dengan kondisi areal yang
berawa, akses pasar pikul yang susah ditembus dan titi panen yang belum tersedia.
Kondisi ini ditambah dengan SBHE yang dikelilingi oleh sungai-sungai sehingga
rentan akan terjadinya banjir saat musim hujan. Hal ini sangat berpengaruh
terhadap kehilangan produksi TBS di SBHE.
Pengaruh faktor kondisi lahan terhadap produktivitas TBS di SBHE dari
tahun 2008 hingga tahun 2010 terus mengalami peningkatan (Gambar 7).
Gambar 7. Pengaruh Kondisi Lahan terhadap Produktivitas TBS di SBHE
2008-2010
Peningkatan produksi TBS ini tercapai akibat telah dilakukannya upaya-
upaya perbaikan kondisi areal rendahan oleh pihak kebun. Pada dasarnya di
daerah rendahan ini memiliki potensi untuk dapat menghasilkan TBS yang lebih
tinggi dibandingkan areal daratan. Hal ini disebabkan areal rendahan tersebut
berperan sebagai tempat penampungan sisa-sisa pupuk akibat proses pencucian
yang terbawa oleh air hujan yang berasal dari areal pertanaman dengan kondisi
lahan yang lebih tinggi. Tanaman kelapa sawit pada areal rendahan ini akan selalu
tersedia oleh unsur hara dan air. Pengelolaan areal rendahan dengan membuat
saluran drainase dengan baik dapat mencegah tanaman tergenang air yang
berpengaruh kepada produkstivitas yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan
areal daratan.
Pemanfaatan pengelolaan daerah rendahan mencakup pekerjaan
pembuatan sistem tata saluran untuk menurunkan muka air di lahan (water
83
management). Water management merupakan konsep pengelolaan air dengan cara
mengeluarkan kelebihan air dan menahan air untuk pertumbuhan tanaman
budidaya dengan cara: 1) membuat parit-parit, baik dipinggir blok maupun
didalam blok dengan ukuran parit yang berbeda-beda, 2) pembuatan tapak timbun,
3) pemberian air irigasi, 4) reklamasi atau perbaikan kualitas tanah, dan 5)
pengendalian banjir.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Faktor penentu produksi TBS kelapa sawit yang digunakan untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap produksi TBS meliputi: faktor jumlah pupuk,
curah hujan, tenaga kerja, umur tanaman, SPH dan kondisi lahan. Hasil analisis
pada komponen-komponen produksi memperlihatkan komponen produksi yang
memiliki pengaruh terhadap produksi TBS di SBHE adalah antara jumlah bunga
betina per pohon dengan komponen jumlah janjang per pohon yang dilihat dari
hasil uji korelasinya memiliki hubungan yang nyata, searah dan sangat erat.
Faktor penentu produksi yang memberikan pengaruh terbaik terhadap
produksi TBS kelapa sawit di SBHE secara berturut-turut adalah faktor tenaga
kerja, kondisi lahan, SPH, umur tanaman, pupuk dan curah hujan. Nilai koefisien
determinasi (R2) yang dihasilkan dalam analisis adalah sebesar 98.2 % yang
diartikan bahwa 98.2 % variasi variabel dependen dapat diterangkan oleh variabel
independen (jumlah pupuk, curah hujan, dan tenaga kerja) yang terdapat di dalam
model.
Saran
Kondisi pertanaman kelapa sawit di SBHE dengan tingkat heterogenitas
umur tanam yang tinggi menyebabkan beberapa faktor penentu produksi tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap produksi TBS sehingga diperlukan
perhatian yang khusus terhadap faktor tersebut, seperti dilakukan manajemen
terhadap faktor jumlah pupuk dan curah hujan. Manajemen jumlah pupuk dengan
cara mengaplikasikan pupuk sesuai dengan rekomendasi dan manajemen curah
hujan dengan memperbaiki sistem drainase disekitar areal tanaman kelapa sawit.
Sistem administrasi kebun sebaiknya dikelola dengan lebih baik lagi sehingga
diketahui berbagai permasalahan yang terjadi dan dapat dicari jalan keluar dari
permasalahan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Adiwiganda, R. dan M. M. Siahaan. 1994. Kursus Manajemen Perkebunan Dasar
Bidang Tanaman. Lembaga Pendidikan Perkebunan Kampus Medan.
Medan. 68 hal.
_____________________________ 2002. Field management on fertilizer
application at oil palm plantation. Seminar on Fertilizer Management for
Oil Palm, Organized by PT Sentana Adidaya Pratama, Canadian Potash
Exporter (Canpotex), Potash and Phosphate Institut (PPI) and Indonesia
Oil Palm Research Institut (IOPC). Bali. 40 p.
Anonim. 2010. Manajemen pemupukan tanaman kelapa sawit.
http://h0404055.wordpress.com/2010/04/05/manajemen-pemupukan-
tanaman-kelapa-sawit/. [5 Juli 2010].
BGA Group. 2007. Pedoman Teknis Agronomis Kelapa Sawit (Elaeis guineensis
Jacq.). BGA Group Plantations. Jakarta. 154 hal.
Ditektorat Jenderal Perkebunan. 2010. Ekspor–impor kelapa sawit.
http://ditjenbun.deptan.go.id. [9 Februari 2010].
Fauzi, Y., Y.E. Widyastuti, I. Satyawibawa, dan R. Hartono.2008. Budidaya
Pemanfaatan Hasil dan Limbah Analisis Usaha dan Pemasaran Edisi
Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta. 168 hal.
Gupta, O.P. 1984. Scientific Management. Today and Tomorrows. Printers and
Pub. New Delhi, India. 102 p.
Hadi, M. 2004. Teknik Berkebun Kelapa Sawit. Adicita Karya Nusa. Yogyakarta.
175 hal.
Jalaluddin, T. J. 2005. Pemanfaatan kaolin sebagai bahan baku pembuatan
aluminium sulfat dengan metode adsorps. Jurnal Sistem Teknik Industri.
Vol. 5 (6):71–73.
Lubis, A.U. 1992. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Indonesia. Pusat
Penelitian Perkebunan Marihat. Sumatera Selatan. 435 hal.
Mangoensoekarjo, S. 2007. Manajemen Tanah dan Pemupukan Budidaya
Perkebunan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 408 hal.
Pahan, I. 2008. Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu HIngga Hilir.
Penebar Swadaya. Jakarta. 412 hal.
86
Palm Oil 4 Nation. 2010. Sawit paling unggul dari sumber minyak nabati lain.
http://palmoil4nation.com/artikel/sawit-paling-unggul-dari-sumber-
minyak-nabati-lain. [5 Juli 2010]. Pangaribuan, Y., Asmono, D., Latif, S. 2001. Pengaruh cekaman air terhadap
karakter morfologi beberapa varietas tanaman kelapa sawit (Elaeis
Guineensis Jacq.). Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan. Vol. 9 (1):1-19.
Prasetyo, B.H., Suriadikarta, D.A. 2006. Karakteristik, potensi dan teknologi
pengelolaan tanah ultisol untuk pengembangan pertanian lahan kering di
Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. Vol. 25 (2):39-47.
________________________ 2006. Budidaya Kelapa Sawit. PPKS. Medan. 153
hal.
Resman, Syamsul, A.S., Bambang, H.S. 2006. Kajian beberapa sifat kimia dan
fisika inceptisol pada toposekuen lereng selatan gunung merapi kabupaten
sleman. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. Vol. 6 (2):101-108.
Risza, S. 2009. Kelapa Sawit Upaya Peningkatan Produktivitas. Kanisius.
Yogyakarta. 189 hal.
Sastrosayono, S. 2006. Kiat Mengatasi Permasalahn Praktis Budidaya Kelapa
Sawit. Agromedia Pustaka. Jakarta. 65 hal.
Setyatmidjaja, D. 2006. Kelapa Sawit Teknik Budidaya, Panen, dan Pengolahan.
Kanisius. Yogyakarta. 127 hal.
Soekartawi.1991. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Rajawali Pers. Jakarta. 202
hal.
Sugiyono, E., S. Sutarta, W. Darmosarko, dan H. santoso. 2005. Peranan
perimbangan K, Ca, dan Mg tanah dalam penyusunan rekomendasi
pemupukan kelapa sawit. Prosiding Pertemuan Teknis Kelapa Sawit 2005,
Peningkatan Produktivitas Kelapa Sawit Melalui Pemupukan dan
Pemanfaatan Limbah PKS. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan. Vol.
1:44-56.
Sunarko. 2007. Petunjuk Praktis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit.
Agromedia Pustaka. Jakarta. 70 hal.
Utami, S.N.H, Suci, H. 2003. Sifat kimia entisol pada sistem pertanian organic.
Ilmu Pertanian. Vol. 10 (2): 63-69.
Walpole, R.E. 1997. Pengantar Statistika Edisi ke-3. PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta. 516 hal.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Curah Hujan dan Hari Hujan di Kebun Sungai Bahaur Estate (SBHE), PT Bumitama Gunajaya Agro (2006-2010)
Keterangan: HH = Hari Hujan
MM = Curah hujan (mm)
BK = Bulan Kering (<60 mm)
BB = Bulan Basah (> 100 mm)
Q = Nilai untuk menentukan batas-batas tipe iklim
Klasifikasi Iklim menurut Schimidth-Ferguson
A = Daerah sangat basah E = Daerah agak kering
B = Daerah basah F = Daerah kering
C = Daerah agak basah G = Daerah sangat kering
D = Daerah sedang H = Daerah ekstrim kering
Bulan 2006 2007 2008 2009 2010 Rataan
HH MM HH MM HH MM HH MM HH MM HH MM
Januari 5 143 11 320 13 236 20 348 19 357 13.60 280.80
Februari 9 307 13 165 1 1 9 203 14 326 9.20 200.40
Maret 12 271 16 501 10 209 9 203 17 268 12.80 290.40
April 12 282 16 690 14 397 9 292 18 312 13.80 394.60
Mei 3 114 8 336 7 73 7 213 16 291 8.20 205.40
Juni 5 87 17 353 8 180 6 270 13 431 9.80 264.20
Juli 13 134 12 215 9 106 5 280 16 473 11.00 241.60
Agustus 0 0 4 49 7 165 1 22 15 293 5.40 105.80
September 6 104 8 377 10 278 2 32 16 531 8.40 264.40
Oktober 5 76 14 318 9 217 12 405 11 337 10.20 270.60
November 16 192 15 493 11 269 15 235 14 521 14.20 342.00
Desember 25 427 15 496 18 304 19 297 9 209 17.20 346.60
Jumlah 111 2 137 149 4 313 117 2 435 114 2 800 178 4 349 133.80 3 207
BB 9 11 10 10 12 10.40
BK 1 1 1 2 0 1.00
𝑄 =Rata − rata BK
Rata − rata BB
𝑥 = 1.00
10.40
= 0.096 (Tipe iklim A)
88
89
KETERANGAN LUAS (Ha)
I. AREAL YANG DIUSAHAKAN 4,168
A. AREAL YANG DITANAM 3,987
1. TM 1998 848
2000 282
2002 350
2003 1,182
2005 181
2006 130
2007 513
2. TBM 2008 502
1. Sedang dikerjakan -
2. Belum dikerjakan -
LEGENDA
Lampiran 2. Peta SBHE
LEGENDA KETERANGAN
BATAS KEBUN
BATAS DIVISI
JALAN POROSKANTOR UTAMA
PERUMAHAN KARYAWAN
PERUMAHAN STAF
B u ild in g 2
H o u s e
89
90
Lampiran 3. Struktur Organisasi Kebun SBHE
90
91
Lampiran 4. Peta SBHE DIVISI I
30.57 29.46 27.92 26.00
31.46 29.81 26.55 30.88
29.55 29.64 28.86 25.64
29.7 29.35 29.08 23.26
31.01 27.45 29.81 27.53
29.38 30.64 31.14 31.47
U
TT : 1998
L : 317.02 Ha
TT : 2002
L : 144. Ha
TT : 2003
L : 120.87 Ha
TT : 2005
L : 27.92 Ha
TT : 2007
L : 56.65 Ha
TT : 2008
L : 29.7 Ha
A B C D
5
4
3
2
1
6
91
92
Lampiran 5. Jurnal Harian Magang sebagai Karyawan Harian Lepas (KHL)
Penulis Karyawan Standar
14 Februari 2011 Orientasi Kebun Divisi I
15 Februari 2011 LIBUR
16 Februari 2011 Babat Manual dan DAK 0,5 ha 0,5 ha C1
17 Februari 2011 Pemupukan 150 kg 500 kg 500 kg A5-6
18 Februari 2011 Field Visit G15-16
19 Februari 2011 Cek Brondolan Jatuh B5-6
20 Februari 2011 LIBUR
21 Februari 2011 Penyemprotan (Mandor Semprot) 7 jam 7 jam C1
A 3/4 –
A 4/5
23 Februari 2011 Simulasi Pengutipan Brondolan G16-17
24 Februari 2011 Grading Buah E11-
F1125 Februari 2011 Field visit E11-
F1126 Februari 2011 Cek Brondolan Jatuh B5-6
27 Februari 2011 LIBUR
28 Februari 2011 Penunasan 7 jam 7 jam C6
01 Maret 2011 Piringan Manual 7 jam 7 jam A4
02 Maret 2011 Pembuatan Pasar Pikul 7 jam 7 jam A3
03 Maret 2011 Pengolahan Data Kantor
SBHE04 Maret 2011 Panen (Mandor Panen) 3 ha 3 ha C6, B6,
B5, B4, 05 Maret 2011 LIBUR
06 Maret 2011 LIBUR
07 Maret 2011 Pengolahan Premi Panen Kantor
Divisi I08 Maret 2011 Pengamatan Panen A1, A2
09 Maret 2011 Grading mutu buah D6, D5
10 Maret 2011 Grading mutu buah (Krani Buah) D2, D2
11 Maret 2011 Sensus Harian 1 ha 4 ha 4 ha B6, B5
12 Maret 2011 Sensus Harian 1 ha 4 ha 4 ha B4, B3
13 Maret 2011 LIBUR
Lokasi
…..(satuan/HK)…..
22 Februari 2011Rawat Jalan (Mandor Perawatan)
7 jam 7 jam
Tanggal Uraian Kegiatan
Prestasi Kerja
93
Lampiran 6. Jurnal Harian Magang sebagai Pendamping Mandor
Jumlah
KHL
yang
diawasi
Luas
areal
yang
diawasi
Lama
Kegiatan
(Orang) (Ha) (Jam)
14 Maret 2011 Mandor Pupuk 6 10 5
15 Maret 2011 Mandor Pupuk 9 15 5
16 Maret 2011 Mandor Pupuk 9 15 5
17 Maret 2011 Mandor Pupuk 9 15 5
18 Maret 2011 Mandor Pupuk 9 15 5
19 Maret 2011 Mandor Pupuk 9 15 5
20 Maret 2011 LIBUR
21 Maret 2011 Krani Divisi 7
22 Maret 2011 Krani Divisi 7
23 Maret 2011 Krani Divisi 7
24 Maret 2011 Krani Divisi 7
25 Maret 2011 Krani Divisi 7
26 Maret 2011 Krani Divisi 7
27 Maret 2011 LIBUR
28 Maret 2011 Admin 7
29 Maret 2011 Admin 7
30 Maret 2011 Admin 7
31 Maret 2011 Admin 7
01 April 2011 Admin 7
02 April 2011 Admin 7
03 April 2011 LIBUR
04 April 2011 Krani Divisi 7
05 April 2011 Krani Divisi 7
06 April 2011 Krani Divisi 7
07 April 2011 Membantu adm (Tutup Buku) 7
08 April 2011 Membantu adm (Tutup Buku) 7
09 April 2011 Membantu pembayaran gaji
10 April 2011 LIBUR
Tanggal Uraian Kegiatan
Prestasi Kerja Penulis
94
Lampiran 7. Jurnal Harian Magang sebagai Pendamping Asisten
Jumlah
KHL
yang
diawasi
Luas
areal
yang
diawasi
Lama
Kegiatan
(Orang) (Ha) (Jam)
11 April 2011 Pembuatan RKB 5
12 April 2011 Kuliah Pemupukan 6
13 April 2011 Field Visit 4 4
14 April 2011 Kantor induk 4
15 April 2011 Simulasi Tabur Pupuk Urea 1 3
16 April 2011 Supervisi Dosen 2
17 April 2011 LIBUR
18 April 2011 Pengawasan Alat Berat
(Excavator)
2 4 2
19 April 2011 Melengkapi administrasi kantor
kebun Div. I
7
20 April 2011 Field Visit 4 2
21 April 2011 Melengkapi administrasi kantor
kebun Div. I
7
22 April 2011 LIBUR
23 April 2011 Penilaian mutu hanca dan mutu
buah
2
24 April 2011 LIBUR
25 April 2011 Pembenahan administrasi Divisi I 4
26 April 2011 Melengkapi administrasi kantor
kebun Div. I
4
27 April 2011 Membantu administrasi di kantor
Induk
28 April 2011 Melengkapi administrasi kantor
kebun Div. I
7
29 April 2011 Menggambar TPA mural 3
30 April 2011 Menggambar TPA mural 3
01 Mei 2011 LIBUR
02 Mei 2011 Membantu administrasi di kantor
Induk (Tutup Buku)
7
03 Mei 2011 Simulasi LSU (Leaf Sampling
Unit)
2 4
Tanggal Uraian Kegiatan
Prestasi Kerja Penulis
95
Lampiran 7. Jurnal Harian Magang sebagai Pendamping Asisten (Lanjutan)
Jumlah
KHL
yang
diawasi
Luas
areal
yang
diawasi
Lama
Kegiatan
(Orang) (Ha) (Jam)
04 Mei 2011 Menganalisa pemanen terbaik
berdasarkan mutu hancak dan mutu
buah
2
05 Mei 2011 Review kantor besar
06 Mei 2011 Melengkapi administrasi kantor kebun
Div. I
5
07 Mei 2011 Membantu pembayaran gaji karyawan
08 Mei 2011 LIBUR
09 Mei 2011 Melengkapi administrasi kantor kebun
Div. I
4
10 Mei 2011 Melengkapi administrasi gudang
pupuk
4
11 Mei 2011 Melengkapi administrasi gudang
pupuk
4
12 Mei 2011 Melengkapi administrasi gudang
pupuk
4
13 Mei 2011 Melengkapi administrasi kantor kebun
Div. I
4
14 Mei 2011 Melengkapi administrasi kantor kebun
Div. I
4
15 Mei 2011 LIBUR
16 Mei 2011 Melengkapi administrasi kantor kebun
Div. I
5
17 Mei 2011 Melengkapi administrasi BMS 3
18 Mei 2011 Melengkapi administrasi BMS 3
19 Mei 2011 Melengkapi administrasi BMS 3
20 Mei 2011 Melengkapi administrasi BMS 3
21 Mei 2011 Melengkapi administrasi BMS 3
22 Mei 2011 LIBUR
23 Mei 2011 Review pelaksanaan teknis BMS
kantor besar
5
24 Mei 2011 Riview pelaksanaan teknis BMS
kantor besar
5
Tanggal Uraian Kegiatan
Prestasi Kerja Penulis
96
Lampiran 7. Jurnal Harian Magang sebagai Pendamping Asisten (Lanjutan)
Jumlah
KHL
yang
diawasi
Luas
areal
yang
diawasi
Lama
Kegiatan
(Orang) (Ha) (Jam)
25 Mei 2011 Riview pelaksanaan teknis BMS
kantor besar
5
26 Mei 2011 Riview pelaksanaan teknis
perawatan manual di kantor besar
5
27 Mei 2011 Riview pelaksanaan teknis
perawatan manual di kantor besar
5
28 Mei 2011 Riview pelaksanaan teknis
perawatan manual di kantor besar
5
29 Mei 2011 LIBUR
30 Mei 2011 Review pelaksanaan teknis BSS di
kantor besar
6
31 Mei 2011 Review pelaksanaan teknis BSS di
kantor besar
5
01 Juni 2011 Review pelaksanaan teknis BSS di
kantor besar
5
02 Juni 2011 Review pelaksanaan teknis BHS di
kantor besar
6
03 Juni 2011 Review pelaksanaan teknis BHS di
kantor besar
5
04 Juni 2011 Membantu pembayaran gaji
karyawan
05 Juni 2011 LIBUR
06 Juni 2011 Review pelaksanaan teknis BHS di
kantor besar
7
07 Juni 2011 Review pelaksanaan teknis BHS di
kantor besar
7
08 Juni 2011 Review pelaksanaan teknis BHS di
kantor besar
7
09 Juni 2011 Review Pembahasan Pengamatan
Magang kantor besar
7
10 Juni 2011 Review Pembahasan Pengamatan
Magang kantor besar
7
11 Juni 2011 Review Pembahasan Pengamatan
Magang kantor besar
7
12 Juni 2011 LIBUR
13 Juni 2011 Review kantor besar
Tanggal Uraian Kegiatan
Prestasi Kerja Penulis
97
Lampiran 8. Cara Perhitungan Premi Pada Masing-Masing Model Tim Pemanen
A. Non-DOL
Basis Borong = 85 janjang
Realisasi Panen Pemanen A = 95 janjang
Premi yang diterima :
1. Premi Siap Borong = Rp 8 500
2. Premi Lebih Borong (95-85 janjang) x Rp 470/janjang = Rp 4 700
Total Premi yang diterima Pemanen A pada hari itu = Rp 13 200
B. BHS-DOL 2
Cutter+Carrier
Basis Borong = 128 janjang
a. Bila ealisasi Panen Cutter+Carrier A adalah 130 janjang, premi yang diterima
1. Premi Siap Borong = Rp 1 500
2. Premi Lebih Borong (130-128) x 235 = Rp 470
3. Total premi = Rp 1 970
b. Bila Realisasi panen Cutter+carrier A adalah 145 janjang, premi yang diterima
1. Premi Siap Borong (Rp 1 500 + Rp 3 000) = Rp 4 500
2. Premi Lebih Borong (145-128) x 235 = Rp 3 995
3. Total Premi = Rp 8 495
c. Bila Realisasi panen Cutter+carrier adalah 168 janjang, premi yang diterima
1. Premi Siap Borong (Rp 1 500 + Rp 3 000 + Rp 6 000) = Rp 10 500
2. Premi Lebih Borong (168-128) x 235 = Rp 9 400
3. Total Premi = Rp 19 900
LF Picker
Bila Realisasi LF Picker 285 kg, premi yang diterima (285-275) x 90 = Rp 900
C. BHS – DOL 3
Cutter+Frond Stacking
Basis Borong = 187 Janjang
a. Bila Realisasi Cutter+Frond Stacking adalah 197 janjang, premi yang diterima
1. Premi Siap Borong = Rp 1 000
2. Premi Lebih Borong (197-187) x 165 = Rp 1 650
3. Total premi = Rp 2 650
98
b. Bila realisasi panen Cutter+Frond Stacking 206 janjang, premi yang diterima
1. Premi Siap Borong (Rp 1 000 + Rp 1 500) = Rp 2 500
2. Premi Lebih Borong (206-187) x 165 = Rp 3 135
3. Total Premi = Rp 5 635
c. Bila Realisasi panen Cutter + Frond Stacking adalah 223 janjang, premi yang
diterima
1. Premi Siap Borong (Rp 1 000 + Rp 1 500 + Rp 5 000) = Rp 7 500
2. Premi Lebih Borong (223-187) x 165 = Rp 5 940
3. Total Premi = Rp 13 440
Carrier
Basis Borong = 187 janjang
a. Bila realisasi Cutter+Frond Stacking adalah 197 janjang, premi yang diterima
1. Premi Siap Borong = Rp 1 000
2. Premi Lebih Borong (197-187) x 165 = Rp 1 650
3. Total Premi = Rp 2 500
b. Bila realisasi panen Cutter+Frond Stacking adalah 206 janjang, premi yang
diterima
1. Premi Siap Borong (Rp 1 000 + Rp 1 500) = Rp 2 500
2. Premi Lebih Borong (206-187) x 165 = Rp 3 135
3. Total Premi = Rp 5 635
c. Bila realisasi panen Cutter+Frond Stacking adalah 223 janjang, premi yang
diterima
1. Premi Siap Borong (Rp 1 000 + Rp 1 500 + Rp 5 000) = Rp 7 500
2. Premi Lebih Borong (223-187) x 165 = Rp 5 940
3. Total Premi = Rp 13 440
99
Lampiran 9. Komposisi Pohon Kebun SBHE
99
100
Lampiran 10. Potensi produksi TBS berdasarkan RUT di SBHE
100