Post on 10-Mar-2019
ANALISIS EKONOMI KELEMBAGAAN PEMASARAN CPO
PRODUKSI P.T. PERKEBUNAN NUSANTARA (PTPN)
(Kasus Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN Jakarta)
OLEH
HENGKY GAMES JS
H14053064
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
RINGKASAN
HENGKY GAMES JONATAN SIAHAAN. Analisis Ekonomi Kelembagaan
Pemasaran CPO Produksi P.T. Perkebunan Nusantara (PTPN), Kasus Kantor
Pemasaran Bersama (KPB) Jakarta. (dibimbing oleh WIWIEK RINDAYATI).
Di zaman globalisasi, pembangunan ekonomi jangka panjang tidak selalu
harus diarahkan pada sektor industri, tetapi dapat juga diarahkan pada sektor lain,
seperti sektor pertanian. Salah satu sub sektor pertanian tersebut adalah
perkebunan. Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak sawit (CPO)
merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber
penghasil devisa non migas bagi Indonesia. Di Indonesia sendiri terdapat 3 jenis
pengusahaan perkebunan kelapa sawit yang nantinya diolah menjadi CPO, yaitu
perkebunan rakyat, swasta dan negara (PTPN). Dalam pemasaran CPO, PTPN
seluruh Indonesia yang terdiri dari PTPN I hingga PTPN XIV melakukan
penjualan melalui suatu lembaga pemasaran gabungan yang bernama Kantor
Pemasaran Bersama (KPB) PTPN yang berpusat di Jakarta. KPB PTPN berfungsi
sebagai pelaksana teknis pemasaran komoditi perkebunan (termasuk CPO) hasil
produksi P.T. Perkebunan Nusantara (PTPN).
Pembentukan Kantor Pemasaran Bersama (KPB) ini diharapkan dapat
meningkatkan efisiensi dalam kegiatan penjualan, promosi, dan pengangkutan.
Keberadaan Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN diharapkan dapat
menggabungkan kekuatan dari seluruh perkebunan besar negara yang ada
sehingga memudahkan melakukan penetrasi pasar, memperluas pasar serta
memperkuat posisi tawar produsen dalam negosiasi.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa keberadaan Kantor Pemasaran
Bersama (KPB) PTPN Jakarta ini terkait dengan bagaimana struktur kelembagaan
dan saluran tataniaga pemasarannya, bagaimana fungsi (fungsi pertukaran, fungsi
fisik dan fungsi fasilitas) dan kinerjanya, bagaimana struktur pasar yang terbentuk
(monopoli, persaingan sempurna, dll) dan perilakunya (praktek jual beli, sistem
pembayaran, dll), bagaimana analisis fleksibilitas transmisi harga serta analisis
keterpaduan pasarnya terhadap pasar internasional (luar negeri) yang pada
akhirnya menunjukkan seberapa efisien kinerja Kantor Pemasaran Bersama
(KPB) P.T. Perkebunan Nusantara (PTPN) Jakarta ini.
Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) dan dilakukan di
Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN yang terletak di Jalan Taman Cut
Mutiah nomor 11, Menteng, Jakarta Pusat 10330. Jenis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer dan
sekunder yang diperoleh dari hasil survei akan diestimasi melalui metode analisis
deskriptif secara kualitatif dan kuantitatif melalui pendekatan studi kasus. Analisis
kualitatif yang digunakan antara lain analisis lembaga dan saluran tataniaga
pemasaran (dalam hal ini adalah KPB), analisis fungsi – fungsi tataniaga, analisis
stuktur pasar dan perilaku pasar. Sedangkan analisis kuantitatif yang akan
digunakan antara lain adalah analisis fleksibilitas transmisi harga dan analisis
keterpaduan pasar (Indeks of Market Connection) dengan menggunakan data
harga CPO time series.
Dari hasil analisis di atas maka diperoleh hasil bahwa fungsi-fungsi
tataniaga yang dilaksanakan cukup merata pada setiap lembaga tataniaga, dengan
kegiatan tataniaga yang menyebar pada masing-masing lembaga tataniaga. Hal ini
dapat dilihat dari beragamnya fungsi-fungsi tataniaga karena semakin banyak
fungsi-fungsi yang dilaksanakan oleh sebuah lembaga tataniaga maka biaya yang
dikeluarkan semakin besar. Di samping itu, pola saluran yang terbentuk yaitu
Produsen (PTPN) KPB PTPN Pembeli (Processor) juga menjadi salah
satu indikator. Struktur dan perilaku pasar yang dihadapi tidak membuat pelaku-
pelaku pasar melakukan suatu upaya rekayasa untuk mempengaruhi harga pasar.
Struktur pasar pada setiap tingkat lembaga tataniaga terlihat cukup beragam dan
secara umum struktur pasar yang terbentuk pada sistem tataniaga CPO cenderung
mendekati kepada struktur pasar persaingan sempurna. Selain itu, volume
penjualan pada setiap transaksi saluran tataniaga CPO dimana volume penjualan
CPO yang dilakukan relatif cukup besar.
Sedangkan melalui analisis fleksibilitas transmisi harga diperoleh angka
fleksibilitas sebesar 1,0024 yang menunjukkan perubahan harga pada tingkat
konsumen sebesar 1 persen, maka akan mengakibatkan perubahan harga di tingkat
produsen PTPN (KPB) sebesar 1,0024 persen, ceteris paribus, baik dalam
keadaan harga naik maupun harga turun. Perubahan harga CPO pada tingkat
produsen PTPN (KPB) terjadi secara proporsional dengan perubahan harga CPO
yang terjadi pada tingkat konsumen.
Dari hasil analisis keterpaduan pasar (IMC) antara KPB PTPN Jakarta
dengan pasar MDEX Malaysia dan pasar fisik Rotterdam diperoleh IMC sebesar
1,7326 dan 2,0038 (IMC > 1) sehingga tidak terjadi keterpaduan pasar jangka
panjang namun terjadi keterpaduan pasar jangka pendek, dimana perubahan harga
CPO di tingkat pasar acuan baik di MDEX Malaysia maupun di pasar fisik
Rotterdam tidak memiliki pengaruh dominan terhadap pembentukan harga CPO di
tingkat pasar pengikut dalam jangka panjang melainkan lebih dipengaruhi oleh
kondisi dan faktor di pasar pengikut itu sendiri. Berdasarkan hasil penelitian ini
dapat disimpulkan bahwa KPB PTPN Jakarta telah menjalankan tugas dan
fungsinya dengan baik dan efisien.
Berdasarkan hasil penelitian ini pula dapat dirumuskan strategi kebijakan
bagi pemerintah untuk berani untuk menjadikan pasar CPO Indonesia sebagai
pasar acuan internasional sehingga harga CPO Indonesia dapat menjadi harga
acuan mengingat Indonesia merupakan produsen CPO terbesar di dunia seperti
yang sedang diusahakan saat ini melalui pendirian BBJ (Bursa Berjangka Jakarta).
Selain itu, dapat disarankan juga agar perlu dilakukan penelitian tambahan terkait
dengan marjin tataniaga, bagian harga yang diterima petani (farmer’s share), rasio
keuntungan dan biaya (benefit-cost ratio) serta perbandingannya secara relatif
terhadap pihak swasta untuk lebih mengetahui lebih dalam lagi efisiensi dari KPB
PTPN Jakarta.
ANALISIS EKONOMI KELEMBAGAAN PEMASARAN CPO
PRODUKSI P.T. PERKEBUNAN NUSANTARA (PTPN)
(Kasus Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN Jakarta)
Oleh
HENGKY GAMES JS
H14053064
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
Judul Skripsi : Analisis Ekonomi Kelembagaan Pemasaran
CPO Produksi P.T. Perkebunan Nusantara
(PTPN), Kasus Kantor Pemasaran Bersama
(KPB) PTPN Jakarta
Nama Mahasiswa : Hengky Games Jonatan Siahaan
Nomor Registrasi Pokok : H14053064
Menyetujui,
Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Wiwiek Rindayati
NIP. 19620816 198701 2 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Dedi Budiman Hakim
NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Februari 2010
Hengky Games JS
H14053064
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jambi pada tanggal 10 September 1987. Penulis
adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak E. Siahaan dan Ibu
D. Simanungkalit, S.Pd.
Penulis memulai pendidikan di TK Xaverius I Jambi pada tahun 1992 dan
lulus pada tahun 1993. Penulis melanjutkan pendidikan dasar di SD Xaverius I
Jambi pada tahun 1993 dan lulus pada tahun 1999. Penulis kemudian melanjutkan
pendidikan menengah pertama di SLTP Xaverius I Jambi pada tahun 1999 dan
lulus pada tahun 2002. Kemudian pada tahun 2002 penulis menyelesaikan
pendidikan sekolah menengah atas di SMU Negeri 2 Jambi dan lulus pada tahun
2005. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis merupakan mahasiswa
angkatan pertama yang diterima IPB dengan program baru IPB, yaitu program
kurikulum mayor-minor. Sesuai dengan sistem mayor-minor bahwa pada tahun
pertama penulis belum memiliki jurusan. Pada tahun kedua, penulis baru diterima
sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi dengan mayor Ilmu Ekonomi dan
minor Ekonomi Pertanian, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi dan
kepanitiaan. Penulis menjadi anggota Keluarga Mahasiswa Katolik IPB (2005-
2009) dan anggota Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi Studi
Pembangunan (HIPOTESA). Penulis juga aktif di berbagai kepanitiaaan, yaitu
seksi logistik dan transportasi (Logstran), dalam acara HIPOTESA Exhibition and
Revolution 2007 (HIPOTEX-R 2007) serta seksi publikasi dan dokumentasi
(PDD) dalam acara Natal Civitas Akademika (NATAL CIVA) IPB tahun 2008.
Penulis juga aktif sebagai staf pengajar ekonomi dalam Asoy Club HIPOTESA
tahun 2007.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
berkat dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul
skripsi ini adalah ”Analisis Ekonomi Kelembagaan Pemasaran CPO Produksi
P.T. Perkebunan Nusantara (PTPN), Kasus Kantor Pemasaran Bersama
(KPB) Jakarta”. Ekonomi Kelembagaan Pemasaran adalah topik yang sangat
menarik karena merupakan hal baru bagi penulis karena tidak dipelajari secara
spesifik di dalam perkuliahan.
Penelitian ini penting dilakukan mengingat Kantor Pemasaran Bersama
(KPB) PTPN Jakarta merupakan lembaga pemasaran CPO produksi PTPN seluruh
Indonesia yang menjadi salah satu produsen terbesar CPO nasional. Oleh karena
itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur kelembagaan, saluran
tataniaga, struktur pasar, fungsi-fungsi pemasaran, perilaku pemasaran serta
keragaan pasar terkait dengan efisiensi pemasarannya. Disamping hal tersebut,
skripsi ini juga merupakan salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan dalam
penyusunan skripsi ini. Keterbatasan penulis dan berbagai kendala yang dihadapi
merupakan penyebab tidak sempurnanya skripsi ini. Harapan penulis, semoga
hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Bogor, Februari 2010
Hengky Games JS
H14053064
ii
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis ucapkan pertama kali kepada Tuhan Yang Maha
Esa atas berkat, rahmat, anugerah, dan penyertaan-Nya kepada penulis. Berbagai
jalan yang panjang penulis hadapi dalam penyelesaian skripsi ini. Tetapi karena
kasih dan rancangan-Nya yang selalu indah, penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dari berbagai pihak. Untuk
itu, pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orangtuaku tercinta, Bapak E. Siahaan dan Ibu D. Simanungkalit,
S.Pd atas segala doa, dukungan, perhatian, dan nasehatnya yang tiada
hentinya diberikan kepada penulis. Doa dan dukungan Papa dan Mama
selama penyelesaian skripsi ini sangat berarti bagi penulis. Semoga dengan
tulisan ini dapat memberikan kebanggaan bagi Papa dan Mama.
2. Adikku tercinta, Heber Rifandi Siahaan yang telah memberikan dukungan,
semangat dan doa selama penulis melakukan perkuliahan sampai penulis
menyelesaikan skripsi ini.
3. Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang
telah memberikan masukan, arahan dan selalu menyediakan waktu bagi
penulis.
4. Idqan Fahmi, M.Ec selaku Dosen Penguji Utama yang telah memberikan
banyak masukan dan saran kepada penulis untuk perbaikan skripsi ini.
5. Dr. Muhammad Findi selaku Dosen Penguji Komisi Pendidikan yang telah
memberikan banyak masukan dan saran kepada penulis untuk perbaikan
skripsi ini.
6. Dr. Sri Mulatsih, M.Sc selaku Dosen Pembimbing Akademik atas
bimbingan dan masukan yang berharga selama penulis melakukan
perkuliahan.
7. Seluruh Pimpinan, staf dan karyawan Kantor Pemasaran Bersama (KPB)
PTPN Jakarta, Pak Tobing selaku Kepala Bagian Analisis Informasi Pasar
(AIP), Ibu Mujiwati selaku Kepala Urusan Informasi Pasar, Pak Tri selaku
iii
Kepala Urusan Analisa Pasar Sawit serta Ibu Emmy dan Pak Hendy selaku
staf AIP atas pengetahuan dan bimbingannya selama penulis melakukan
magang dan penelitian di KPB PTPN Jakarta.
8. Seluruh dosen, staf pengajar, dan staf Tata Usaha Departemen Ilmu
Ekonomi yang telah memberikan pengetahuan dan bantuan selama penulis
melakukan perkuliahan di IPB.
9. Prof. Dr. E. K. S. Harini atas doa, bimbingan, dan dukungannya selama
penulis melakukan perkuliahan di IPB.
10. Pembina dan pengurus Yayasan Bhumiksara serta teman-teman penerima
beasiswa Bhumiksara atas dukungan dan bantuannya selama penulis
melakukan perkuliahan di IPB.
11. Agus Naufal, Rian Novati Sandi dan Septi Khairunnisa yang menjadi
rekan satu bimbingan dan telah memberikan semangat dan dukungan bagi
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
12. Semua anak-anak Ilmu Ekonomi 42, Fakultas Ekonomi dan Manajemen
IPB atas kebersamaan dan pengalaman berharga sehingga penulis
termotivasi dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga kita semua dapat
menjadi orang-orang sukses.
13. Semua teman-teman di KEMAKI, HIMAJA, panitia Natal CIVA IPB
2008 dan teman-teman di IPB yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu,
terima kasih untuk semuanya. Saya bersyukur memiliki keluarga seperti
kalian.
14. Semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran proses penyusunan
skripsi ini. Terima kasih banyak, semoga Tuhan memberkati anda semua.
Bogor, Februari 2010
Hengky Games JS
H14053064
iv
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... viii
I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ....................................................................... 4
1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................... 7
1.4. Manfaat Penelitian ......................................................................... 8
1.5. Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. 8
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN.................. 10
2.1. Tinjauan Teoritis Kelembagaan .................................................... 10
2.2. Konsep Pemasaran ........................................................................ 16
2.3. Pendekatan Analisis Pemasaran .................................................... 17
2.4. Kinerja Kelembagaan Pemasaran ................................................. 19
2.5. Analisis Efisiensi Sistem Pemasaran ............................................ 21
2.6. Penelitian Terdahulu ..................................................................... 24
2.7. Kerangka Pemikiran ...................................................................... 30
III. METODOLOGI PENELITIAN .............................................................. 31
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 31
3.2. Jenis dan Sumber Data .................................................................. 31
3.3. Metode Pengumpulan Data dan Pengambilan Contoh.................. 32
3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ......................................... 32
3.4.1. Metode Analisis Data .............................................................. 33
3.4.2.1. Analisis Lembaga dan Saluran Tataniaga Pemasaran ... 33
3.4.2.2. Analisis Fungsi-Fungsi Tataniaga ................................. 33
3.4.2.3. Analisis Struktur Pasar .................................................. 34
3.4.2.4. Analisis Perilaku Pasar .................................................. 34
v
3.4.2.5. Analisis Fleksibilitas Transmisi Harga ......................... 35
3.4.2.6. Analisis Indeks Keterpaduan Pasar ............................... 36
3.4.2.7. Pengujian Hipotesis ....................................................... 38
IV. GAMBARAN UMUM KPB PTPN JAKARTA .................................... 40
4.1. Sejarah dan Perkembangan KPB PTPN ........................................ 40
4.1.1. Periodisasi Sejarah dan Perkembangan KPB PTPN ............... 40
4.2. Organisasi KPB PTPN Jakarta ...................................................... 44
4.2.1. Landasan Pembetukan Organisasi........................................... 45
4.2.1. Lokasi KPB PTPN Jakarta ...................................................... 46
4.2.3. Usaha Pemasaran KPB PTPN Jakarta .................................... 49
4.2.4. Struktur Organisasi KPB PTPN Jakarta .................................. 49
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 53
5.1. Analisis Lembaga dan Saluran Tataniaga CPO KPB PTPN ......... 53
5.1.1. Analisis Struktur Kelembagaan............................................... 53
5.1.2. Analisis Saluran Tataniaga CPO KPB PTPN ......................... 59
5.2. Analisis Fungsi-Fungsi Tataniaga ................................................. 61
5.3. Analisis Struktur Pasar CPO ......................................................... 67
5.4. Analisis Perilaku Pasar .................................................................. 70
5.4.1. Praktek Penjualan dan Pembelian ........................................... 70
5.4.2. Sistem Penentuan Harga ......................................................... 73
5.4.3. Sistem Pembayaran ................................................................. 74
5.5. Keragaan Pasar .............................................................................. 75
5.5.1. Fleksibilitas Transmisi Harga ................................................. 76
5.5.2. Keterpaduan Pasar ................................................................... 78
VI. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................... 84
6.1. Kesimpulan ................................................................................... 84
6.2. Saran .............................................................................................. 86
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 87
LAMPIRAN ........................................................................................................ 90
vi
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia Tahun 1994-2008 ......... 2
2. Produksi dan Produktivitas CPO di Indonesia Tahun 2004-2007 ............ 3
3. Ringkasan Definisi Kelembagaan dari Berbagai Sudut Pandang ............. 12
4. Data Karyawan Menurut Pendidikan Formal ........................................... 50
5. Data Karyawan Menurut Kelompok Usia ................................................. 51
6. Data Karyawan Menurut Golongan .......................................................... 52
7. Kriteria Uji ................................................................................................ 55
8. Persyaratan Peserta Tender KPB PTPN Jakarta ....................................... 58
9. Fungsi – Fungsi Tataniaga ........................................................................ 61
10. Koefisien Regresi dan Fleksibilitas Transmisi Harga antara Harga
di Tingkat Konsumen (PR) dan Harga di Tingkat Produsen (PF) ............ 76
11. Koefisien Regresi Keterpaduan Pasar antara Pasar CPO di KPB PTPN
dengan Pasar CPO Internasional di MDEX Malaysia .............................. 79
12. Koefisien Regresi Keterpaduan Pasar antara Pasar CPO di KPB PTPN
dengan Pasar CPO Internasional di Pasar Fisik Rotterdam ...................... 80
vii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Saluran Pemasaran CPO Indonesia ........................................................... 6
2. Konsep Pemasaran .................................................................................... 17
3. Kerangka Pemikiran .................................................................................. 30
4. Saluran Tataniaga CPO Hasil Produksi PTPN ......................................... 59
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Data Harga CPO Fob MDEX Malaysia Tahun 2004-2009 ........................ 91
2. Data Harga CPO Cif Rotterdam Tahun 2004-2009 .................................... 91
3. Data Harga CPO di Tingkat Produsen (Pf) dan Konsumen (Pr)
Tahun 2007-2009 ........................................................................................ 92
4. Data Harga CPO Lokal yang terjual di KPB PTPN Jakarta
Tahun 2004-2009 ........................................................................................ 93
5. Data Kurs Rp/USD Bank Indonesia Tahun 2004-2009 .............................. 94
6. Tampilan Hasil Olahan Eviews 6.1 Fleksibilitas Transmisi Harga............ 95
7. Perhitungan Analisis Fleksibilitas Transmisi Harga................................... 95
8. Tampilan Hasil Olahan Eviews 6.1 dari Data Harga MDEX Malaysia...... 96
9. Tampilan Hasil Olahan Eviews 6.1 dari Data Harga Bursa Rotterdam...... 96
10. Struktur Organisasi KPB PTPN .................................................................. 97
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di zaman globalisasi, pembangunan ekonomi jangka panjang tidak selalu
harus diarahkan pada sektor industri, tetapi dapat juga diarahkan pada sektor lain,
seperti sektor pertanian. Salah satu konsepnya adalah agribisnis yang berorientasi
ekspor yaitu sebagai salah satu penopang pembangunan nasional. Pengembangan
agribisnis merupakan upaya pemerintah untuk masuk ke sektor industri tanpa
memerlukan transformasi tenaga kerja yang crusial dari sektor pertanian ke sektor
agroindustri. Transisi ini semakin penting karena kegiatan agribisnis dapat
menyerap sebagian tenaga kerja di sektor pertanian tanpa memerlukan pelatihan
yang sifatnya khusus (Pahan, 2008).
Salah satu subsektor pertanian yang memiliki peranan penting dalam
perekonomian Indonesia khususnya dari sektor non migas adalah perkebunan.
Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak sawit (CPO = Crude Palm Oil)
dan inti sawit (PK = Palm Kernel) merupakan salah satu primadona tanaman
perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non migas bagi Indonesia
karena menjadi salah satu sumber minyak nabati dan dapat digunakan sebagai
bahan bakar alternatif (biofuel). Peluang untuk pengembangan agribisnis kelapa
sawit masih cukup terbuka bagi Indonesia, terutama karena didukung ketersediaan
sumber daya lahan, tenaga kerja, teknologi, dan para ahli.
Saat ini, di Indonesia, perkebunan kelapa sawit dikelola oleh tiga jenis
pengusahaan, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Swasta (PBS),
2
dan Perkebunan Besar Negara (PBN). Pengelolaan perkebunan kelapa sawit di
Indonesia saat ini masih didominasi oleh pihak swasta dikarenakan kepemilikan
modal investasi yang besar sehingga mampu mengembangkan potensi perkebunan
kelapa sawit yang dimilikinya. Namun secara umum, dari tahun ke tahun, terjadi
peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit dari masing-masing pengusahaan.
Perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit dapat dilihat dari tabel berikut.
Tabel 1. Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia Tahun 1994 – 2008
Tahun Luas Areal (Ha)
P. Rakyat (PR) P. Negara (PBN) P. Swasta (PBS) Total
1994 572.544 386.309 845.296 1.804.149
1995 658.536 404.732 961.718 2.024.986
1996 738.887 426.804 1.083.823 2.249.514
1997 813.175 517.064 1.592.057 2.922.296
1998 890.506 556.641 2.113.050 3.560.197
1999 1.041.046 576.999 2.283.757 3.901.802
2000 1.166.758 588.125 2.403.194 4.158.077
2001 1.561.031 609.947 2.542.457 4.713.435
2002 1.808.424 631.566 2.627.068 5.067.058
2003 1.854.394 662.803 2.766.360 5.283.557
2004 2.220.338 605.865 2.458.520 5.284.723
2005 2.356.895 529.854 2.567.068 5.453.817
2006 2.549.572 687.428 3.357.914 6.594.914
2007* 2.565.135 687.847 3.358.632 6.611.614
2008** 2.565.172 687.847 3.358.792 6.611.811 Sumber: Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Perkebunan, 2007.
Keterangan : (*) Angka Sementara
(**) Angka Estimasi
Sementara itu, produksi CPO (Crude Palm Oil) Indonesia dari tahun 2004
hingga tahun 2007 mengalami peningkatan yang signifikan. Besarnya
peningkatan produksi CPO dikarenakan para pengusaha melakukan peningkatan
terhadap luas areal penanaman kelapa sawit. Produksi CPO Indonesia hingga
tahun 2007 sebesar 17,37 juta ton dengan kontribusi terbesar oleh perkebunan
3
milik swasta sebesar 9,25 juta ton. Produksi CPO yang diusahakan oleh negara
mempunyai kontribusi yang paling rendah dengan produksi 2,31 juta ton.
Produktivitas CPO jika dilihat dari tahun 2004 hingga tahun 2007 menurut
pengusahaan, perkebunan rakyat mempunyai produktivitas 1,80 ton per hektar,
sedangkan perkebunan negara mempunyai produktivitas 3,03 ton per hektar dan
perkebunan swasta sebesar 2,05 ton per hektar. Dengan demikian rata-rata
produktivitas kelapa sawit Indonesia adalah sebesar 2,37 ton per hektar maka
dapat disimpulkan perkebunan milik negara mempunyai produktivitas tertinggi
selanjutnya diikuti perkebunan swasta dan perkebunan rakyat dengan
produktivitas terkecil. Perkebunan milik negara memiliki produktivitas tertinggi
dikarenakan jenis tanaman yang diusahakan merupakan klon-klon, selain itu
penguasaan budidaya juga baik. Kondisi yang berbeda ditemukan pada
perkebunan milik rakyat, dimana penggunaan teknik budidaya tanaman kelapa
sawit belum dilakukan dengan bibit yang berkualitas dan penggunaan teknologi
yang masih bersifat sederhana.
Tabel 2. Produksi dan Produktivitas CPO di Indonesia Tahun 2004 - 2007
Tahun
Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha)
PR PBN PBS Jumlah PR PBN PBS Rata
2004 4.475.000 2.096.000 6.395.000 12.966.000 1,52 2,67 2,18 2,04
2005 5.149.000 2.295.000 7.176.000 14.620.000 1,90 2,73 2,30 2,17
2006 5.783.088 2.313.729 9.254.031 17.350.848 2,26 3,36 2,75 2,63
2007* 5.805.125 2.313.976 9.254.101 17.373.202 1,52 3,36 2,75 2,62
Rata 5.303.053 2.254.676 8.019.783 15.577.513 1,80 3,03 2,50 2,37
Sumber: Ditjen Perkebunan, 2007.
Ket : (*) angka sementara
4
Hingga saat ini kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan
yang mampu memberikan kontribusi nyata terhadap pendapatan negara dan
pendapatan masyarakat petani kelapa sawit serta mampu mengurangi tingkat
pengangguran dan kemiskinan di Indonesia. Pengolahan kelapa sawit di Indonesia
sampai saat ini masih didominasi oleh produksi CPO dikarenakan permintaan
masyarakat domestik dan internasional meningkat untuk penggunaan bahan baku
dari bahan pangan seperti minyak goreng dan bahan bakar alternatif nabati yaitu
biofuel.
1.2 Rumusan Permasalahan
Produksi minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia dihasilkan oleh
Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Besar
Swasta (PBS). Perkebunan Besar Negara (PBN) di Indonesia tergabung dalam
P.T. Perkebunan Nusantara (PTPN) yang memiliki status sebagai Badan Usaha
Milik Negara (BUMN). P.T. Perkebunan Nusantara ini terdiri dari P.T.
Perkebunan Nusantara I-XIV dimana sebagian besar di antaranya mengusahakan
komoditi kelapa sawit yang nantinya diolah menjadi minyak kelapa sawit (CPO).
Dalam pemasaran produk perkebunannya, baik pemasaran CPO lokal maupun
ekspor, P.T. Perkebunan Nusantara I-XIV membentuk suatu lembaga yang
dikenal dengan nama Kantor Pemasaran Bersama (KPB) yang kantor pusatnya
berlokasi di Jalan Taman Cut Mutiah nomor 11, Jakarta Pusat.
Kantor Pemasaran Bersama (KPB) P.T. Perkebunan Nusantara (PTPN)
berfungsi sebagai pelaksana teknis pemasaran komoditi perkebunan (termasuk
CPO) hasil produksi P.T. Perkebunan Nusantara (PTPN) dimana dalam
5
pelaksanaannya masih harus bersaing dengan perusahaan-perusahaan penghasil
CPO lainnya baik dari dalam maupun luar negeri. Penetapan strategi pemasaran
yang tepat perlu dilakukan untuk mempertahankan pangsa pasar yang ada maupun
meningkatkan pangsa pasar tersebut karena kegiatan pemasaran merupakan ujung
tombak keberhasilan dan kesuksesan suatu perusahaan. Berhasil atau tidaknya
kegiatan pemasaran sangat ditentukan oleh strategi pemasaran yang dijalankan
dengan sebelumnya menganalisa posisi produk pada perusahaan tersebut
dibandingkan perusahaan pesaingnya. Pelaksanaan strategi yang tepat dalam suatu
kegiatan pemasaran akan membawa perusahaan pada posisi persaingan yang
semakin kuat.
Pembentukan Kantor Pemasaran Bersama (KPB) ini diharapkan dapat
meningkatkan efisiensi dalam kegiatan penjualan, promosi, dan pengangkutan.
Keberadaan Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN diharapkan dapat
menggabungkan kekuatan dari seluruh perkebunan besar negara yang ada,
sehingga memudahkan melakukan penetrasi pasar, memperluas pasar serta
memperkuat posisi tawar produsen dalam negosiasi. Oleh sebab itu sesuai
kebijakan yang ada maka P.T. Perkebunan Nusantara (PTPN) seluruh Indonesia
akan memasarkan hasil komoditi perkebunannya khususnya minyak kelapa sawit
(CPO) melalui Kantor Pemasaran Bersama (KPB). Sementara itu, setiap
perusahaan perkebunan swasta bebas melakukan penjualan produknya sendiri-
sendiri tanpa melalui Kantor Pemasaran Bersama (KPB). Saluran distribusi
perusahaan perekebunan swasta menjadi lebih pendek dan kesepakatan harga
ditetapkan melalui mekanisme pasar dengan mengacu pada harga CPO
6
internasional di bursa berjangka Kuala Lumpur (MDEX). Berikut saluran
tataniaga pemasaran CPO di Indonesia baik CPO hasil produksi perusahaan
swasta maupun PTPN yang melalui Kantor Pemasaran Bersama P.T. Perkebunan
Nusantara (KPB PTPN).
Keterangan: Saluran pemasaran PBN/PTPN
Saluran pemasaran perusahaan swasta
Gambar 1. Saluran Pemasaran CPO Indonesia
Sumber: Pahan, 2008.
Namun, keberadaan Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN Jakarta ini
masih perlu untuk dianalisa lagi tujuan sebenarnya dari kebijakan
pembentukannya, bagaimana struktur kelembagaan dan saluran tataniaga
pemasarannya, bagaimana fungsi (fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi
Kantor Pemasaran Bersama
PBN/PTPN Perusahaan Swasta
Importir Luar Negeri
Broker
Badan
Pemasaran Luar
Negeri
Konsumen
Dalam Negeri
Konsumen Luar
Negeri
7
fasilitas) dan kinerjanya, bagaimana struktur pasar yang terbentuk (monopoli,
persaingan sempurna, dll) dan perilakunya (praktek jual beli, sistem pembayaran,
dll), bagaimana analisis fleksibilitas transmisi harga serta analisis keterpaduan
pasarnya terhadap pasar internasional (luar negeri) yang pada akhirnya
menunjukkan seberapa efisien kinerja Kantor Pemasaran Bersama (KPB) P.T.
Perkebunan Nusantara (PTPN) Jakarta ini.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka permasalahan yang menjadi fokus
pada penelitian ini adalah :
1. Bagaimana struktur kelembagaan dan saluran pemasaran CPO hasil
produksi P.T. Perkebunan Nusantara (PTPN) melalui KPB PTPN Jakarta?
2. Bagaimana fungsi-fungsi tataniaga, struktur pasar dan perilaku pemasaran
CPO melalui KPB PTPN Jakarta?
3. Bagaimana fleksibilitas transmisi harga CPO dan keterpaduan pasar CPO
melalui KPB PTPN Jakarta?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah :
1. Menganalisis struktur kelembagaan dan saluran pemasaran CPO hasil
produksi P.T. Perkebunan Nusantara (PTPN) melalui KPB PTPN Jakarta.
2. Menganalisis fungsi-fungsi tataniaga, struktur pasar dan perilaku
pemasaran CPO melalui KPB PTPN Jakarta.
3. Menganalisis fleksibilitas transmisi harga CPO dan keterpaduan pasar
CPO melalui KPB PTPN Jakarta
8
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini, selain dapat dipergunakan untuk kepentingan
penulis sendiri, tetapi juga dapat dipergunakan oleh pihak lain yang terkait
khususnya pemerintah dimana penelitian ini dapat digunakan dan dijadikan dasar
pertimbangan, evaluasi, dan arah kebijakan tataniaga pemasaran produk-produk
pertanian khususnya CPO (Crude Palm Oil) di Indonesia.
Bagi penulis, penelitian ini dapat digunakan sebagai proses pembelajaran
yang dapat memberikan pengetahuan dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
pribadi maupun orang lain. Sedangkan bagi pihak lain yang berkepentingan
penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi dan bahan pertimbangan
untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Mengacu pada latar belakang, perumusan masalah, dan tujuan penelitian
yang sudah diuraikan sebelumnya, maka ruang lingkup penelitian ini difokuskan
untuk menganalisis sistem kelembagaan tataniaga CPO hasil produksi PTPN
melalui Kantor Pemasaran Bersama (KPB) Jakarta sehingga dapat diketahui
efisiensi sistem tataniaga CPO hasil produksi PTPN melalui Kantor Pemasaran
Bersama (KPB). Penelitian ini hanya dibatasi pada CPO hasil produksi P.T.
Perkebunan Nusantara (PTPN) yang dipasarkan melalui Kantor Pemasaran
Bersama (KPB) Jakarta.
Permasalahan-permasalahan tersebut akan dikaji dengan analisis deskriptif
baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kualitatif yang digunakan
antara lain analisis lembaga dan saluran tataniaga pemasaran (dalam hal ini adalah
9
KPB), analisis fungsi dan kinerja kelembagaan KPB, analisis stuktur pasar CPO
dan perilaku pasar CPO di KPB. Sedangkan analisis kuantitatif yang akan
digunakan antara lain adalah analisis fleksibilitas transmisi harga dan analisis
keterpaduan pasar.
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Tinjauan Teoritis Kelembagaan
Menurut Mubyarto (1989), lembaga (institution) adalah organisasi atau
kaidah-kaidah, baik formal maupun informal, yang mengatur perilaku dan
tindakan anggota masyarakat tertentu, baik dalam kegiatan rutin sehari-hari
maupun dalam usahanya untuk mencapai tujuan tertentu. Lembaga-lembaga
dalam masyarakat ada yang berasal dari adat kebiasaan yang turun-temurun, tetapi
ada pula yang baru diciptakan, baik dari dalam maupun mengadopsi dari luar
masyarakat tersebut.
Kelembagaan dapat diartikan sebagai organisasi atau sebagai aturan main.
Kelembagaan ditinjau dari sudut organisasi merupakan sistem organisasi dan
kontrol terhadap sumber daya. Kelembagaan sebagai organisasi biasanya
menunjuk pada lembaga-lembaga formal. Dari sudut pandang ekonomi, lembaga
dalam artian organisasi biasanya menggambarkan aktivitas ekonomi yang
dikoordinasikan bukan oleh mekanisme pasar tetapi melalui mekanisme
administrasi atau komando. Pasar dapat menjadi batas eksternal dari suatu
organisasi, akan tetap secara internal aktivitas ekonomi dikoordinasikan secara
administratif (Pakpahan, 1990a).
Campbell dan Clevenger (1975) menyatakan bahwa ekonomi
kelembagaan memfokuskan pada transaksi dan sistem transaksi. Kelembagaan
merupakan mekanisme organisasi suatu kelompok masyarakat. Menurut
Commons (1934), dalam Campbell dan Clevenger (1975), kelembagaan
11
didefinisikan sebagai aksi kolektif dalam mengontrol aksi individu. Konsep aksi
kolektif ini memiliki arti kontrol terhadap aktivitas individu yang terorganisir.
Kelembagaan sebagai aturan main dapat diartikan sebagai himpunan
aturan mengenai tata hubungan antar orang-orang, dimana ditentukan oleh hak-
hak mereka, perlindungan atas hak-haknya, hak-hak istimewa dan tanggung
jawabnya (Schmid, 1987). Dari sudut pandang individu, kelembagaan merupakan
himpunan kesempatan bagi individu dalam membuat keputusan dan
melaksanakan aktivitasnya.
Kelembagaan dicirikan oleh tiga hal, yaitu: hak-hak kepemilikan, baik
berupa hak atas benda materi maupun bukan materi, batas-batas juridiksi dan
aturan representasi (Pakpahan, 1989). Perubahan kelembagaan dicirikan oleh
perubahan satu atau lebih dari unsur-unsur kelembagaan tersebut. Batas juridiksi
menentukan siapa dan apa yang tercakup dalam kelembagaan suatu masyarakat.
Konsep batas juridiksi dapat berarti batas wilayah kekuasaan dan/atau batas
otoritas yang dimiliki oleh suatu kelembagaan. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kinerja kelembagaan apabila terjadi perubahan batas juridiksi
antara lain: perasaan sebagai satu masyarakat, eksternalitas, homogenitas, dan
skala ekonomi. Perasaan sebagai satu masyarakat menentukan siapa yang
termasuk kita dan siapa yang termasuk mereka. Hal ini erat kaitannya dengan
konsep jarak sosial yang akan menentukan kadar komitmen yang dimiliki oleh
suatu masyarakat terhadap suatu kebijaksanaan (Pakpahan, 1990a).
Satuan analisis dalam mempelajari institusi adalah transaksi yang
mencakup transaksi melalui mekanisme pasar, administrasi atau hibah. Dalam
12
setiap transaksi selalu terjadi transfer sesuatu yang dapat berupa manfaat, biaya,
informasi, hak-hak istimewa, kewajiban dan lain-lain. Perhitungan siapa yang
memperoleh apa dan berapa banyak ditentukan oleh batas juridiksi karena batas
inilah yang menentukan apakah sesuatu itu internal atau eksternal bagi pihak-
pihak yang bertransaksi. Perubahan batas juridiksi akan mengubah struktur
eksternalitas yang pada akhirnya mengubah siapa yang menanggung apa.
Tabel 3. Ringkasan Definisi Kelembagaan dari Berbagai Sudut Pandang
Sudut Pandang Definisi Kelembagaan
Organisasi Biasanya menunjuk pada lembaga-lembaga formal. Dari sudut
pandang ekonomi, lembaga biasanya menggambarkan aktivitas
ekonomi yang dikoordinasikan bukan oleh mekanisme pasar
tetapi melalui mekanisme administrasi atau komando. Pasar dapat
menjadi batas eksternal dari suatu organisasi, akan tetapi secara
internal aktivitas ekonomi dikoordinasikan secara administratif
(Pakpahan, 1990a).
Fungsi Kelembagaan dicirikan oleh tiga hal, yaitu: hak-hak kepemilikan,
batas juridiksi, dan aturan representasi. Hak kepemilikan
menerangkan hak atas benda materi maupun bukan materi. Batas
juridiksi menentukan siapa dan apa yang tercakup dalam
kelembagaan. Sedangkan aturan representasi mengatur
permasalahan siapa yang berhak berpartisipasi terhadap apa
dalam proses pengambilan keputusan (Pakpahan, 1989).
Aturan main Himpunan aturan mengenai tatahubungan antarorang - orang,
dimana ditentukan oleh hak-hak mereka, perlindungan atas hak-
haknya, hak-hak istimewa dan tanggung jawabnya (Schmid,
1987).
Individu Himpunan kesempatan bagi individu dalam membuat keputusan
dan melaksanakan aktivitasnya (Schmid, 1987).
13
Homogenitas preferensi dan kepekaan politik ekonomi terhadap perbedaan
preferensi merupakan hal yang penting dalam penentuan batas juridiksi. Konsep
ini penting dalam menentukan batas juridiksi untuk merefleksikan permintaan
terhadap barang dan jasa. Apabila barang dan jasa harus dikonsumsi secara
kolektif, maka isu batas juridiksi menjadi penting dalam merefleksikan preferensi
konsumen dalam aturan pengambilan keputusan. Dalam hal ini permasalahannya
menjadi preferensi yang memutuskan. Homogenitas preferensi dan distribusi
individu masyarakat yang memiliki preferensi yang berbeda akan mempengaruhi
jawaban atas pertanyaan siapa yang memutuskan.
Konsep skala ekonomi memegang peranan penting dalam menelaah
permasalahan batas juridiksi. Dalam pengertian ekonomi, skala ekonomi
menunjuk suatu situasi dimana biaya per satuan terus menurun apabila output
ditingkatkan (decreasing return to scale). Batas juridiksi yang sesuai akan
menghasilkan biaya per satuan yang lebih rendah dibanding dengan alternatif
batas juridiksi yang lainnya.
Konsep property right muncul dari konsep hak dan kewajiban yang
didefinisikan atau diatur oleh hukum, adat dan tradisi atau konsensus yang
mengatur hubungan antar anggota masyarakat dalam hal ini kepentingannya
terhadap sumber daya, situasi dan kondisi. Dalam bentuk formal, property right
merupakan produk dari sistem hukum formal. Dalam bentuk lain, property right
merupakan produk dari tradisi atau adat kebiasaan dalam suatu masyarakat. Oleh
karena itu tidak seorang pun yang dapat menyatakan hak milik tanpa pengesahan
dari masyarakat dimana dia berada. Implikasi dari hal ini adalah: (1) hak
14
seseorang adalah kewajiban orang lain, dan (2) hak seperti dicerminkan oleh
kepemilikan adalah sumber kekuatan untuk akses dan kontrol terhadap hak
miliknya. Hak tersebut dapat diperoleh melalui berbagai cara seperti melalui
pembelian, apabila barang dan jasa dimaksud boleh diperjualbelikan, melalui
pemberian atau hadiah dan melalui pengaturan administrasi, seperti halnya
pemerintah memberikan subsidi terhadap sekelompok masyarakat tertentu.
Kepemilikan menguraikan hubungan orang dengan orang terhadap
sesuatu. Hal inilah yang merupakan instrumen masyarakat dalam mengendalikan
hubungan dengan orang tehadap sesuatu dan mengatur siapa memperoleh apa
melalui penggunaan dengan persetujuan bersama. Kepemilikan merupakan bagian
integral dari sistem sosial-ekonomi. Perubahan dalam sistem ekonomi dapat
merubah kepemilikan dan perubahan dalam konsep kepemilikan yang diterima
masyarakat juga dapat merubah kinerja ekonomi. Memiliki hak milik artinya
memiliki kekuasaan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
penggunaan sumber daya dan menciptakan biaya bagi orang lain apabila ia
menginginkan sumber daya yang dimiliki tersebut (Pakpahan, 1991b).
Setiap bentuk aturan representasi harus berhadapan dengan dua jenis
biaya, yaitu biaya pengambilan keputusan sebagai akibat partisipasi dan biaya
eksternal yang ditanggung oleh seseorang atau suatu lembaga sebagai akibat
keputusan orang lain atau lembaga lain. Biaya representasi yang tinggi, baik
dalam artian nilai uang maupun bukan uang, akan menentukan apakah output
akan dihasilkan atau tidak. Jenis output apa yang dihasilkan oleh masyarakat juga
ditentukan oleh aturan representasi dari kepentingan masyarakat.
15
Sumber daya alam, sumber daya manusia, teknologi dan kelembagaan
merupakan faktor-faktor penggerak dalam pembangunan dan merupakan syarat
kecukupan untuk mencapai keragaan pembangunan yang dikehendaki. Apabila
satu atau lebih dari faktor-faktor tersebut tidak tersedia atau tidak sesuai dengan
persyaratan yang diperlukan, maka tujuan untuk mencapai keragaan tertentu yang
dikehendaki tidak akan dapat dicapai (Pakpahan, 1989).
Kontribusi utama kelembagaan dalam proses pembangunan adalah
mengkoordinasikan para pemilik faktor produksi (tenaga kerja, kapital,
manajemen, dan lain-lain) ke dalam proses transformasi faktor produksi menjadi
output. Pada saat yang bersamaan juga mengkoordinasikan distribusi output
kepada para pemilik faktor produksi. Pemilik faktor produksi tersebut dapat
berupa individu, organisasi, pemerintah dan lain-lain bergantung pada satuan
analisis yang digunakan. Kemampuan suatu kelembagaan mengkoordinasikan,
mengendalikan atau mengontrol ketergantungan antar pihak-pihak yang terlibat
sangat ditentukan oleh kemampuan intuisi tersebut mengendalikan sumber
ketergantungan tersebut yang merupakan karakteristik dari komoditi yang
dianalisis, misalnya biaya eksklusi (exclusion cost), joint impact, biaya transaksi
(transaction cost), risiko (risk), dan ketidakpastian (uncertainty) (Pakpahan,
1990a).
Veblen dalam Djojohadikusumo (1991) menekankan bahwa perilaku
manusia di bidang ekonomi dipengaruhi oleh iklim keadaan sekitar, pada tahap
tertentu dan di zaman tertentu. Iklim keadaan yang dimaksud mempengaruhi
kompleks citarasa dan pikiran, naluri dan nalar, persepsi dan perspektif di sekitar
16
permasalahan ekonomi. Veblen mengkombinasikan teori pertentangan di antara
ketidakselarasan kepentingan. Pilihan orang-orang ditentukan oleh budaya
lingkungan dan kekuatan kebiasaan setempat.
2.2 Konsep Pemasaran
Menurut Kotler (1997), pemasaran adalah suatu proses sosial dan
manajerial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang
mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan
mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Manajemen pemasaran
adalah proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran, penetapan harga, promosi,
serta penyaluran gagasan, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang
memuaskan tujuan-tujuan individu dan organisasi.
Evans dan Berman (1995) menyatakan bahwa konsep pemasaran adalah
suatu antisipasi, manajemen, dan pemenuhan kebutuhan melalui suatu proses
perubahan pada produk, jasa, organisasi, sumber daya manusia, tempat, dan
gagasan. Di dalamnya terdapat tiga elemen penting untuk kesuksesan suatu
produk atau jasa yang dipasarkan, yaitu pemasaran yang berorientasi kepada
konsumen, pemasaran yang berorientasi pada keuntungan atau bukan mencari
keuntungan, dan memfokuskan kegiatan bisnis secara integrasi. Konsep
pemasaran berpangkal tolak dari pasar yang ditetapkan dengan baik, berfokus
pada kebutuhan pelanggan, mengkoordinasikan semua kegiatan pemasaran yang
mempengaruhi pelanggan dan menghasilkan laba dengan menciptakan kepuasan
pelanggan. Menurut konsep pemasaran, perusahaan memproduksi apa yang
diinginkan pelanggan dan dengan cara ini perusahaan dapat memuaskan
17
pelanggan dan menghasilkan keuntungan. Konsep pemasaran mengambil
perspektif dari luar dan dalam seperti terlihat dalam gambar berikut ini.
Gambar 2. Konsep Pemasaran
Sumber: Kotler dan Amstrong, 1995.
2.3 Pendekatan Analisis Pemasaran
Purcell (1979) mengemukakan bahwa ada empat pendekatan yang dapat
digunakan untuk mempelajari dan menganalisis masalah pemasaran, yaitu:
1. Pendekatan komoditi yang diperdagangkan (the commodity approach)
2. Pendekatan kelembagaan (the institutional approach)
3. Pendekatan fungsional (the functional approach)
4. Pendekatan sistem (the system approach)
Pendekatan komoditi difokuskan pada apa yang dilakukan terhadap suatu
komoditi setelah meninggalkan titik produksi. Pendekatan ini mengikuti
pergerakan komoditi mulai dari produsen sampai ke konsumen, dianalisis dengan
menggambarkan apa yang dilakukan dan bagaimana komoditi dapat ditangani
lebih efisien. Kesederhanaan dari pendekatan ini merupakan keunggulan
utamanya. Fokus pada komoditi menyederhanakan kompleksitas dari situasi dan
memperjelas gambaran yang pasti terhadap apa yang terjadi. Masalah yang
berhubungan dengan kerusakan fisik komoditi, kesalahan penanganan
(mishandling), lemahnya kontrol kualitas, penanganan yang tidak perlu, dan
Pasar Kebutuhan
pelanggan
Pemasaran
Terpadu
Laba melalui
Kepuasan
Pelanggan
18
tingginya biaya transportasi dapat diamati melalui jaringan pemasaran suatu
komoditi. Meskipun demikian, pendekatan ini juga mempunyai kelemahan.
Perhatian yang difokuskan pada komoditi membatasi perhatian mengenai dimensi
perilaku dari aktivitas-aktivitas dalam sistem pemasaran. Pendekatan ini juga
sedikit atau tidak memberikan perhatian pada konsep koordinasi antar tahap
pemasaran dan pentingnya beberapa koordinasi untuk efisiensi sistem pemasaran
total.
Pada pendekatan kelembagaan, perhatian difokuskan pada penanganan
komoditi dan penyediaan jasa-jasa pemasaran. Kelembagaan merupakan dasar
perilaku pengambilan keputusan dan merupakan pusat perubahan. Tidak akan ada
perubahan dan penyesuaian tanpa aksi dari kelembagaan. Tetapi penekanan pada
institusi saja tidak cukup. Pada analisis akhir akan ada interaksi kelembagaan
sepanjang jaringan pemasaran dari produsen ke konsumen yang menentukan
tingkat koordinasi dan efisiensi sistem total yang dicapai. Untuk mencapai
efisiensi dalam pemasaran perlu memperluas fokus perhatian pada aksi dan
interaksi antar tahap pemasaran tersebut. Melalui pendekatan ini, permasalahan
penelitian dapat dipahami dengan menganalisis kegiatan lembaga-lembaga
perantara, misalnya aktivitas pedagang desa dalam memperoleh modal, risiko-
risiko yang dihadapi, tingkat keuntungan dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi.
Efisiensi pada sejumlah fungsi ekonomi yang dilakukan adalah penting.
Berkaitan dengan bagaimana sistem pemasaran diorganisir, fungsi-fungsi
ekonomi yang berkaitan dengan kegunaan bentuk, waktu dan tempat harus
dilakukan. Pendekatan fungsional menyediakan kerangka pemikiran untuk suatu
19
pendekatan yang lebih luas untuk mempelajari pemasaran. Kohls (1972)
menambahkan bahwa dalam mempelajari pemasaran suatu komoditi dapat
dianalisis berdasarkan fungsi-fungsi pemasarannya, yaitu:
1. Fungsi pertukaran (exchange function), terdiri dari pembelian dan
penjualan.
2. Fungsi fisik (physical function), terdiri dari pengangkutan dan
penyimpanan.
3. Fungsi fasilitas (facility function), standardisasi dan grading, pembiayaan,
penanggungan risiko, dan informasi pasar.
Pendekatan fungsional berkembang karena pendekatan ini menawarkan
satu keunggulan dalam mempelajari dan menganalisis pemasaran, yaitu
memfokuskan pada spesialisasi. Meskipun demikian, perhatian yang difokuskan
pada spesialisasi menjadi kelemahan dari pendekatan ini. Jika pendekatan
digunakan terlalu jauh, spesialisasi dapat memperlakukan fungsi tertentu seolah-
olah fungsi tersebut tidak tergantung satu sama lain dengan fungsi lainnya yang
secara teknis berhubungan.
Suatu pendekatan sistem pemasaran dapat dimulai dari yang sederhana
sampai kompleks. Dimana persepsi dan orientasi merupakan hal yang penting,
pendekatan sistem tidak membutuhkan perhatian yang lebih kompleks dibanding
perhatian terhadap sistem total dan kesadaran akan pentingnya koordinasi antar
tahap untuk efisiensi sistem total.
2.4 Kinerja Kelembagaan Pemasaran
Kelembagaan dipandang penting mengingat kelembagaan inilah yang
mendasari keputusan untuk produksi, investasi dan kegiatan ekonomi lainnya
yang dibuat oleh seorang individu atau sebuah organisasi dalam konteks sosial
20
atau interaksi dengan pihak lain. Perubahan dalam kelembagaan akan merubah
gugus kesempatan yang dihadapi para pelaku ekonomi sehingga keragaan
ekonomi seperti produksi, kesempatan kerja, kemiskinan, kerusakan lingkungan,
distribusi pendapatan, dan lain-lain dapat berubah (Pakpahan, 1991b).
Jiwa analisis kelembagaan adalah ketergantungan antarpihak terhadap
sesuatu, kondisi atau situasi dengan menggunakan transaksi sebagai aktivitas
ekonomi. Kelembagaan pemasaran menguraikan bentuk-bentuk aturan main,
fungsi pihak-pihak yang terlibat dan sistem pemberian penghargaan (merit
system). Aturan main disusun berdasarkan bentuk-bentuk ketergantungan antar
pihak yang terlibat. Dalam aturan main ini juga akan diuraikan fungsi masing-
masing pihak dalam kelembagaan tersebut. Sedangkan fungsi dari masing-masing
pihak yang terlibat mencerminkan gambaran kerja (tugas dan tanggung jawab)
tiap pihak. Pemberian penghargaan diberikan kepada masing-masing pihak
berdasarkan apa yang telah dilakukannya (jasa) pada kelembagaan pemasaran.
Hal-hal yang terkait dengan kelembagaan pemasaran ini dibentuk berdasarkan
kesepakatan kedua belah pihak yang melakukan transaksi. Sedangkan besarnya
manfaat yang diterima dan biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing pihak
akan tergantung pada kekuatan posisi tawar antara pihak yang satu dengan pihak
yang lain.
Peserta yang terlibat dalam kelembagaan pemasaran ini ditentukan oleh
aturan representasi. Setiap bentuk aturan representasi harus berhadapan dengan
dua jenis biaya, yaitu biaya pengambilan keputusan sebagai akibat partisipasi dan
biaya eksternal yang ditanggung oleh seseorang atau lembaga sebagai akibat
21
keputusan orang lain atau lembaga lain. Biaya representasi yang tinggi baik dalam
artian nilai uang atau bukan uang, akan menentukan apakah output akan
dihasilkan atau tidak. Jenis output apa yang dihasilkan oleh masyarakat juga
ditentukan oleh aturan representasi dari kepentingan masyarakat.
Setiap transaksi (transaction relationship) memasukkan tiga komponen
ekonomi dasar, yaitu: alokasi nilai atau distribusi pendapatan dari perdagangan,
alokasi ketidakpastian dan hal yang berhubungan dengan resiko keuangan, dan
alokasi property right untuk memutuskan masuk dalam kelembagaan. Ketiga
komponen ini saling mempengaruhi satu sama lain. Misalnya pada kontrak
dengan harga tertentu (fixed price contract), menghilangkan risiko ketidakpastian
harga nominal tetapi di sisi lain dapat menghasilkan risiko finansial jika harga
pasar relatif berubah. Kontrak ini juga dapat mempengaruhi insentif dari masing-
masing pihak dan cara mereka dalam mengambil keputusan, khususnya berkaitan
dengan kualitas produk (Syukuta dan Cook, 2001).
Salah satu pendekatan yang dikembangkan oleh ekonomi kelembagaan
adalah bahwa kelembagaan memandang perilaku sebagai bagian dari rangkaian
Struktur-Perilaku-Kinerja (Structure-Conduct-Performance). Struktur dianggap
akan menentukan pola perilaku dan pola perilaku akan mempengaruhi kinerja
serta pada akhirnya kinerja akan mempengaruhi kondisi struktur kelembagaan
ekonomi yang bersangkutan (Schmid, 1987).
2.5 Analisis Efisiensi Sistem Pemasaran
Pemasaran adalah semua usaha yang mencakup kegiatan arus barang dan
jasa, mulai dari titik produksi sampai ke tangan konsumen akhir. Kegiatan
distribusi adalah suatu kegiatan ekonomi yang berperanan menghubungkan
22
kepentingan produsen dengan konsumen, baik untuk produksi primer, setengah
jadi maupun produk jadi. Melalui kegiatan tersebut produsen memperoleh
imbalan sesuai dengan volume dan harga produk per unit yang berlaku pada saat
terjadinya transaksi. Hasil pemasaran tersebut diharapkan dapat memberikan
keuntungan yang proporsional bagi petani atau produsen komoditas yang
bersangkutan sesuai dengan biaya, risiko dan pengorbanan yang sudah
dikeluarkan. Di lain pihak, para pelaku pemasaran diharapkan memperoleh
imbalan jasa pemasaran proporsional dengan pelayanan dan risiko yang
ditanggungnya (Dillon, 1998).
Tujuan dari penelitian pasar adalah untuk mengetahui siapa menginginkan
apa, mengapa dia menginginkan produk tersebut, pada harga berapa dia
menawarkan, dalam bentuk apa (standar kualitas) produk tersebut diinginkan,
dimana barang tersebut sebaiknya diperoleh atau dibeli, dan berapa banyak jumlah
barang yang diinginkan. Penelitian pasar juga harus menjawab pertanyaan tentang
bagaimana administrasi dan transportasi (termasuk asuransi) seharusnya atau
dapat diatur. Sebuah perusahaan yang ingin memasarkan produknya seharusnya
juga dapat memberikan informasi dari pihaknya sendiri kepada klien potensialnya.
Dalam pertukaran informasi ini, baik penjual dan pembeli sebenarnya
membutuhkan tipe informasi yang sama. Tetapi dalam pasar terbuka, penjual
tidak akan bersedia menginformasikan biaya produksi dan efisiensi (keuntungan)
yang diperoleh perusahaannya, sedangkan pembeli tidak akan bersedia
menunjukkan harga jual berikutnya dan rahasia dagangnya. Hubungan bisnis yang
baik dan kepercayaan yang saling menguntungkan antara penjual dan pembeli
23
menentukan seberapa besar penjual bersedia menurunkan harga penawaran dan
seberapa tinggi pembeli bersedia menaikkan tawarannya. Pemahaman yang baik
antara penjual dan pembeli merupakan satu faktor penentu harga dalam suatu
transaksi (Wassink dan Wiselius, 1980).
Analisis efisiensi sistem pemasaran juga dapat dilihat dari bentuk
kelembagaan pasar yang dipilih. Salah satunya adalah kelembagaan pemasaran
dengan sistem patron-klien. Menurut Scott (1993), hubungan patron-klien adalah
sebuah pertukaran hubungan antara dua peran yang dapat dinyatakan sebagai
kasus khusus ikatan antara dua orang yang terutama melibatkan persahabatan
instrumental, dimana seseorang dengan status sosial-ekonomi yang lebih tinggi
(patron) menggunakan pengaruhnya dan/atau keuntungan-keuntungan untuk
seseorang yang status sosial-ekonominya lebih rendah (klien). Selanjutnya, klien
akan menawarkan dukungan umum dan bantuan, termasuk jasa pribadi kepada
patron. Jaringan patron-klien ini berfungsi untuk menyatukan individu-individu
yang tidak mempunyai hubungan keluarga. Sedangkan barang dan jasa yang
dipertukarkan oleh patron dan klien mencerminkan kebutuhan yang timbul serta
sumber daya masing-masing.
Dalam hubungan ini juga dilihat apakah hubungan ketergantungan yang
terjalin oleh klien dilihat lebih bersifat kolaboratif dan sah atau terutama lebih
bersifat eksploratif. Klien akan membandingkan antara jasa yang diterimanya
dengan yang diberikan kepada patron. Makin besar nilai yang diterima dari patron
dibanding biaya yang harus ia kembalikan, maka makin besar kemungkinannya ia
melihat hubungan ini sebagai ikatan yang sah dan kolaboratif (saling
24
menguntungkan). Tujuan utama dari suatu transaksi adalah mencari untung
sehingga ada kecenderungan untuk berusaha membeli semurah-murahnya dan
berusaha menjual semahal-mahalnya. Kecenderungan untuk memperoleh
keuntungan yang sebesar-besarnya inilah yang membedakan praktek dan cara
berpikir pedagang perantara dan produsen (Mubyarto, 1987 dalam Sukmadinata,
1995).
Sebagaimana halnya kegiatan ekonomi, pemasaran juga mensyaratkan
efisiensi, yaitu pengorbanan yang sekecil mungkin dari berbagai sumber ekonomi
sehingga dapat memberikan kepuasan maksimal terhadap barang dan jasa yang
diminta konsumen (Saefudin, 1983 dalam Tumbel, 1996). Pemasaran yang efisien
dicirikan oleh tercapainya kepuasan bagi semua pihak, yaitu: produsen, lembaga
pemasaran, dan konsumen. Efisiensi dalam pemasaran akan mengurangi biaya-
biaya pemasaran dan memperkecil margin pemasaran. Menurut Kohls (1972),
margin pemasaran adalah perbedaan harga yang diterima produsen dibandingkan
dengan harga yang dibayar konsumen akhir. Efisiensi sistem pemasaran dapat
dilihat dari distribusi margin pemasaran yang merata antar tiap-tiap pelaku
pemasaran.
2.6 Penelitian Terdahulu
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Arief Hariadi (2001) yang berjudul
Kajian metode penjualan Kelapa Sawit di Divisi Penjualan Kelapa Sawit Kantor
Pemasaran Bersama (KPB) PT Perkebunan Nusantara Jakarta dengan
menitikberatkan pada faktor-faktor yang dipertimbangkan pada penjualan minyak
kelapa sawit di Kantor Pemasaran Bersama (KPB) dan kemungkinan-
25
kemungkinan alternatif metode penjualan yang lain yang dapat diterapkan di
Kantor Pemasaran Bersama (KPB).
Menurut penelitian ini, hal-hal yang mempengaruhi fluktuasi harga pada
penjualan minyak kelapa sawit terutama mempertimbangkan harga, supply-
demand, kondisi politik dan keamanan, serta perubahan teknologi yang
berlangsung. Derivatif lain yang juga dipertimbangkan berkaitan dengan kondisi
di atas adalah kurs, substitusi, produksi, kebijaksanaan atau peraturan pemerintah,
dan cadangan minyak kelapa sawit. Dari penelitian selain teridentifikasi faktor-
faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi nilai penjualan CPO, dan untuk
mengantisipasi faktor-faktor tersebut pihak KPB khususnya divisi penjualan
kelapa sawit menggunakan mekanisme penjualan dengan tender, penjualan bebas
dan long term kontrak. Alternatif lain dari metode penjualan yang ada tersebut
yaitu bursa berjangka dan e-commerce belum dapat diadakan.
Penelitian lain dilakukan oleh Yarnis Alisyahbana (2001) dengan judul
Analisis Proses Tender Minyak Sawit (CPO) di Kantor Pemasaran Bersama
(KPB) PT Perkebunan Nusantara Jakarta yang menitikberatkan pada
menganalisis sistem tender CPO yang dilaksanakan oleh KPB Jakarta, keterkaitan
antara fluktuasi harga CPO dalam tender dengan faktor-faktor yang
mempengaruhinya, keterkaitan antara volume tender dengan faktor-faktor yang
mempengaruhinya, dan memberikan alternatif kebijakan pemasaran CPO di KPB
Jakarta.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tender CPO domestik dilaksanakan
setiap hari Selasa pukul 15.00 WIB sampai dengan selesai, dihadiri oleh Direktur
26
Pelaksana KPB dan Staf PT Perkebunan Nusantara, peserta tender, serta peninjau
atas izin panitia tender. Bentuk pasar tender di KPB adalah tender atau lelang
Inggris, dimana penawaran oleh peserta tender terhadap produk CPO akan
meningkatkan harga patokan (price idea) sampai tercapainya harga tertinggi.
Analisis kualitatif menunjukkan bahwa sebagian besar peserta tender telah merasa
puas terhadap pelaksanaan tender yang ada. Para peserta tender juga
mengharapkan antara lain: pengurusan faktur pajak setelah transaksi mohon
dipercepat; tender diharapkan dapat dilakukan dua kali seminggu; serta informasi
tender mohon lebih dipercepat. Sruktur pasar pada pelaksanaan tender cenderung
mendekati pasar bersaing (kompetitif). Hal ini dicirikan dengan terdapatnya
penjual dan banyak pembeli dengan produk yang standar, adanya informasi antara
penjual dan pembeli, setiap pembeli dan penjual adalah penerima harga dan
produk yang dijual mempunyai kualitas yang seragam.
Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa secara umum pelaksanaan
dan sistem tender di KPB Jakarta sudah dilakukan dengan baik dan transparan,
mulai dari pengumuman produk CPO yang akan ditenderkan sampai dengan
penentuan pemenang tender. Hasil analisis regresi menggunakan minitab for
windows dengan menggunakan harga tender sebagai variabel dependen dan
variabel harga internasional, harga domestik, kurs mata uang rupiah terhadap
dollar, supply, demand, jumlah peserta, harga tender bulan sebelumnya dan ekspor
Indonesia sebagai variabel independen menunjukkan nilai R-square 99,2 % dan
nilai R-square (adj) 98,6 %, yang berarti bahwa 98,6 % variasi dalam variabel
dependen (Y) dapat dijelaskan oleh variasi dalam variabel independen (X) yang
27
dimasukkan dalam model pada persamaan regresi harga tender. Variabel
independen harga domestik, demand jumlah peserta tender dan harga trender pada
bulan sebelumnya berpengaruh secara signifikan terhadap harga tender.
Hasil analisis regresi dengan menggunakan volume tender sebagai variabel
dependen dan harga tender bulan sebelumnya, jumlah CPO yang ditawarkan,
harga internasional, kurs mata uang rupiah terhadap dollar dan dummy sifat
musiman (seasonality) sebagai variabel independen menunjukkan nilai R-square
67,6 % dan nilai R-square (adj) 58,6 %. Variabel independen jumlah yang
ditawarkan berpengaruh secara signifikan terhadap volume tender. Untuk
meningkatkan daya saing KPB Jakarta dalam memasarkan CPO melalui tender,
disarankan agar KPB Jakarta melakukan pendataan kembali processor yang ada di
Indonesia, processor yang terdaftar di KPB dan processor yang mengikuti tender;
mempercepat informasi mengenai pelaksanaan tender kepada para peserta; serta
meningkatkan kualitas CPO yang ditawarkan.
Penelitian yang dilakukan oleh Cicilia Nancy (1988) dengan judul Usaha
untuk Meningkatkan Daya Saing Karet Alam Indonesia di Pasar Internasional
melalui Efisiensi Pemasaran yang melakukan analisis fleksibilitas transmisi harga
terhadap karet alam mendapatkan hasil bahwa sistem pemasaran petani peserta
proyek yang menghasilkan sleb giling (Bokar = Bahan olah karet rakyat) adalah
yang paling efisien dimana nilai fleksibilitas transmisi harga antara petani dan
pedagang lebih besar dari satu. Hal ini berarti bila harga di tingkat pedagang
berubah 1 persen, maka harga di tingkat petani akan berubah lebih dari 1 persen,
ceteris paribus. Hal ini antara lain disebabkan terjadinya persaingan yang efektif
28
pada tingkat pedagang dalam mendapatkan bokar dari petani proyek. Di samping
itu, petani proyek sendiri berada pada posisi tawar menawar yang lebih kuat,
karena telah mempunyai standar KKK dan harga bokar serta hanya menjual
produknya kepada pedagang yang memberikan harga tertinggi.
Penelitian juga dilakukan oleh Fadhilah Wulandari (2008) yang berjudul
Efisiensi Sistem Tataniaga Sayuran untuk Pasar Tradisional dan Pasar Modern
melalui Sub Terminal Agribisnis Cigombong Kabupaten Cianjur – Jawa Barat
yang menggunakan analisis keterpaduan pasar (IMC = Indeks of Market
Connection) mendapatkan hasil pada pasar tradisional untuk sayuran brokoli
dimana untuk IMC lebih besar dari satu yaitu sebesar 2,07 sehingga tidak terjadi
keterpaduan pasar jangka panjang antara pasar pengikut dan pasar acuan serta
untuk koefisien b2 sebesar 0,52 yang artinya terjadi keterpaduan pasar jangka
pendek, dikarenakan nilai b2 kurang dari satu.
Selain itu juga untuk sayuran bawang daun didapat nilai perhitungan
IMC sebesar 1,52 dan nilai b2 sebesar 1,11 dimana keduanya lebih besar dari satu
yang artinya antara pasar acuan dan pasar pengikut tidak terjadi keterpaduan pasar
jangka panjang maupun keterpaduan pasar jangka pendek. Sedangkan pada pasar
modern untuk sayuran brokoli didapat IMC sebesar 0,03 yang artinya terjadi
keterpaduan pasar jangka panjang dan koefisien b2 sebesar 1,36 yang artinya tidak
terjadi keterpaduan pasar jangka pendek. Oleh karena itu penelitian ini
menyimpulkan bahwa pola sayuran yang paling efisien adalah pola saluran 1 dari
pasar modern sebab pola saluran yang terbentuk pendek dan terjadi keterpaduan
pasar jangka panjang.
29
Penelitian lain yang cukup terkait dilakukan oleh Reni Kustiari (2007)
dalam disertasi yang berjudul Analisis Ekonomi tentang Posisi dan Prospek Kopi
Indonesia di Pasar Internasional yang menggunakan analisis kekuatan pasar
dengan menggunakan model Pricing To Market (PTM) untuk menguji apakah
negara pengekspor menerapkan diskriminasi harga terhadap mitra dagangnya,
model pemimpin harga melalui model triopoli serta analisis integrasi harga
dengan uji kointegrasi untuk melihat keterpaduan dan keterkaitan harga kopi biji
antara pasar domestik dan pasar dunia. Dari hasil analisis model PTM harga FOB
Indonesia menunjukkan bahwa koefisien nilai tukar bertanda negatif dan tidak
berpengaruh nyata secara statistik dimana Indonesia tidak melakukan praktek
diskriminasi harga antar pasar tujuan ekspor, begitu pula dengan Jerman. Berbeda
dengan Amerika Serikat yang diketahui melakukan diskriminasi harga.
Dari model pemimpin harga didapat fleksibilitas harga sebesar 0,4 yang
menunjukkan bahwa peningkatan permintaan Uni Eropa sebesar 1 persen akan
meningkatkan harga kopi dunia sebesar 0,4 persen. Sedangkan untuk keterpaduan
pasar diperoleh bahwa pasar kopi robusta Indonesia terintegrasi dengan pasar
dunia dalam jangka panjang, sementara signal harga ditransmisikan dalam jangka
pendek. Dengan kata lain, harga kopi robusta di tingkat petani Indonesia sangat
dipengaruhi oleh tingkat harga di pasar Internasional.
Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa Brasilia sebagai
pengekspor utama kopi dapat melakukan kekuatan jual di pasar kopi dunia.
Demikian pula, Uni Eropa yang merupakan pengimpor utama berkemampuan
melakukan kekuatan pasar.
30
2.7 Kerangka Pemikiran
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Penelitian Analisis Ekonomi Kelembagaan
Pemasaran CPO Produksi PT Perkebunan Nusantara (PTPN), Kasus Kantor
Pemasaran Bersama (KPB) PTPN Jakarta
Produksi CPO PTPN
Pemasaran CPO PTPN
Kantor Pemasaran Bersama (KPB)
PTPN Jakarta
Metode Analisis Deskriptif
Analisis Kuantitatif
1. Analisis Fleksibilitas Transmisi
Harga
2. Analisis Keterpaduan Pasar
(Indeks of Market Connection)
Analisis Kualitatif
1. Analisis Lembaga dan Saluran
Tataniaga Pemasaran
2. Analisis Fungsi – Fungsi
Tataniaga
3. Analisis Struktur Pasar
4. Analisis Perilaku Pemasaran
Efisiensi Tataniaga Pemasaran CPO
Melalui Kantor Pemasaran Bersama
(KPB) Jakarta
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN
yang terletak di Jalan Taman Cut Mutiah nomor 11, Menteng, Jakarta Pusat
10330. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive), berdasarkan
pertimbangan:
1. Lokasi tersebut merupakan kantor pusat dari Kantor Pemasaran Bersama
(KPB) PTPN dimana setiap PTPN memasarkan CPO hasil produksinya
dengan pertimbangan adanya ketersediaan data dan informasi yang
dibutuhkan dalam penelitian.
2. Lokasi penelitian yang masih bisa dijangkau oleh peneliti untuk
memperoleh data dan informasi karena keterbatasan pada waktu, tenaga,
dan biaya.
Sedangkan waktu penelitian antara bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2009.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer dikumpulkan dengan survey. Survey merupakan suatu
teknik penelitian, yang mana informasi dari suatu responden dikumpulkan,
biasanya dengan menggunakan kuesioner atau wawancara (Juanda, 2007).
Sumber data primer utama dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan
wawancara dengan panduan kuesioner yang merupakan pertanyaan terbuka.
Kuesioner dengan pertanyaan terbuka dimaksudkan untuk mengetahui uraian
pendapat yang panjang lebar dari responden. Wawancara akan dilakukan dengan
32
pimpinan dan staf KPB Jakarta, staf pemasaran PTPN serta peserta tender
(pembeli). Data sekunder diperoleh dari informasi historis di KPB Jakarta,
instansi terkait seperti Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian,
Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Bank Indonesia, Badan Pusat
Statistik, dan PTPN I - XIV.
3.3 Metode Pengumpulan Data dan Pengambilan Contoh
Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara: (1) Studi kepustakaan
(eksplorasi), terutama kelembagaan pemasaran CPO khususnya KPB; (2)
Pengamatan langsung dengan mempelajari berbagai dokumen, proses tender di
KPB dan informasi historis yang ada; (3) Membuat daftar pertanyaan (kuesioner)
dan wawancara terhadap pimpinan dan staf KPB Jakarta, staf pemasaran PT
Perkebunan Nusantara (PTPN) serta peserta tender.
Pengambilan contoh (sampling) adalah suatu prosedur yang hanya
mengamati sebagian objek pengamatan. Sampling dilakukan dengan teknik
penarikan contoh tanpa peluang (non-probability sampling) yaitu prosedur
penarikan contoh yang tidak memungkinkan kita menghitung peluang terpilihnya
anggota tertentu populasi ke dalam contoh.
3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data primer dan sekunder yang diperoleh dari hasil survei dianalisis
melalui metode analisis deskriptif. Analisis deskriptif dilakukan dengan
melakukan analisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif yang
digunakan antara lain analisis lembaga dan saluran tataniaga pemasaran (dalam
hal ini adalah KPB), analisis fungsi – fungsi tataniaga, analisis stuktur pasar dan
33
perilaku pasar. Sedangkan analisis kuantitatif yang akan digunakan antara lain
adalah analisis fleksibilitas transmisi harga dan analisis keterpaduan pasar (Indeks
of Market Connection) dengan menggunakan data harga CPO time series.
Pengolahan data akan dibantu oleh program Microsoft Excel 2007 dan software
Eviews 6.1 yang disajikan dalam bentuk tabulasi dan keterangan penjelas.
3.4.1 Metode Analisis Data
3.4.1.1 Analisis Lembaga dan Saluran Tataniaga Pemasaran
Analisis lembaga adalah melakukan identifikasi struktur kelembagaan
dimana didalamnya dapat dijelaskan batas juridiksi, hak-hak kepemilikan dan
aturan representasi. Batas juridiksi menjelaskan pihak yang terlibat secara
langsung maupun tidak langsung sebagai pelaku dalam kelembagaan tersebut
secara individu maupun organisasi atau perusahaan. Hak-hak kepemilikan
menjelaskan hak dan kewajiban PTPN, KPB PTPN dan pembeli atau processor.
Aturan representasi menjelaskan keterlibatan pihak-pihak dalam regulasi dan
aturan-aturan yang mendasari kelembagaan ini. Analisis saluran tataniaga
pemasaran akan menjelaskan gambaran umum sistem pemasaran serta saluran
tataniaga pemasaran dari PTPN selaku produsen CPO hingga ke konsumennya
yang terdiri dari perusahaan pengolah CPO (processor). Hal ini juga akan
menjelaskan fungsi dan tujuan dibentuknya Kantor Pemasaran Bersama (KPB).
3.4.1.2 Analisis Fungsi – Fungsi Tataniaga
Analisis fungsi - fungsi tataniaga menggambarkan kegiatan-kegiatan dari
masing pihak dalam saluran tataniaga pemasaran CPO produksi PTPN dimulai
dari produsen (PTPN), lembaga pemasaran (KPB PTPN Jakarta) sampai ke
34
konsumen (pembeli atau processor). Kegiatan-kegiatan tersebut disebut dengan
fungsi-fungsi tataniaga dimana setiap tataniaga yang terlibat dalam penyaluran
CPO dari PTPN hingga ke konsumen melakukan berbagai fungsi tataniaga secara
umum yang dikelompokkan dalam tiga fungsi utama, yaitu fungsi pertukaran,
fungsi fisik dan fungsi fasilitas.
3.4.1.3 Analisis Struktur Pasar
Metode analisis ini diperlukan untuk mengetahui apakah struktur pasar
yang terbentuk cenderung mendekati pasar persaingan sempurna atau pasar
persaingan tidak sempurna. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat komponen
yang mengarahkan pasar ke suatu struktur pasar tertentu contohnya seperti
semakin banyak penjual dan pembeli, maka struktur pasar tersebut mendekati
kesempurnaan dalam persaingan. Kesepakatan antarsesama pelaku pemasaran
menimbulkan struktur pasar yang cenderung tidak bersaing sempurna.
Mengetahui struktur pasar komoditas CPO yang dipasarkan melalui Kantor
Pemasaran Bersama (KPB) dapat dilihat mudah tidaknya memasuki pasar,
differensiasi produk, dan informasi pasar.
3.4.1.4 Analisis Perilaku Pasar
Perilaku pasar dapat dianalisis dengan mengamati praktek penjualan dan
pembelian yang dilakukan oleh para pelaku pasar melalui sistem penentuan harga
serta sistem pembayarannya. Pelaku pasar yaitu produsen (PTPN), konsumen
(processor) dan lembaga pemasaran (KPB) menyesuaikan diri terhadap situasi
penjualan dan pembelian yang terjadi.
35
3.4.1.5 Analisis Fleksibilitas Transmisi Harga
Menurut George dan King (1972), elastisitas transmisi harga adalah rasio
perubahan harga relatif pada tingkat petani atau produsen terhadap perubahan
harga relatif pada tingkat pengecer atau konsumen. Elastisitas harga berarti
perubahan jumlah yang diminta (Q) akibat adanya perubahan harga (P). Menurut
Brandt dan French (1981), kebalikan dari elastisitas harga adalah fleksibilitas
harga, yaitu rasio perubahan harga akibat perubahan jumlah yang diminta.
Menurut George dan King (1972), diketahui bahwa harga tingkat petani
atau produsen merupakan fungsi linier dari harga tingkat pengecer atau konsumen
sehingga didapat persamaan melalui analisis regresi linier sederhana:
Pf = a + b Pr .......................... (1)
Konsep fleksibilitas transmisi harga dalam hal ini dapat dijadikan sebagai
ukuran efisiensi pemasaran. Secara sederhana konsep fleksibilitas transmisi harga
dapat dituliskan dalam bentuk persamaan matematis sebagai berikut (George dan
King dalam Nancy, 1988):
1
𝜂 = b
PrPf
........................... (2)
dimana: 1/𝜂 = Fleksibilitas transmisi harga
b = Koefisien regresi linier antara Pf dan Pr
Pf = Harga CPO di tingkat produsen PTPN (Rp/Kg)
Pr = Harga CPO di tingkat konsumen (Rp/Kg)
Dari bentuk persamaan ini dapat dilihat bahwa konsep ini mengukur
seberapa jauh perubahan harga yang terjadi di tingkat konsumen akan
ditransmisikan ke tingkat produsen, baik dalam kasus harga naik maupun harga
36
turun. Nilai fleksibilitas transmisi harga yang mendekati satu (1) menunjukkan
kelembagaan tataniaga mentransmisikan harga secara baik sehingga kelembagaan
tersebut dapat dikatakan efisien.
3.4.1.6 Analisis Indeks Keterpaduan Pasar
Keterpaduan pasar adalah sampai seberapa jauh pembentukan harga suatu
komoditas pada suatu tingkat lembaga tataniaga atau pasar dipengaruhi oleh
tingkat lembaga tataniaga atau pasar lainnya. Untuk mengetahui tingkat
keterpaduan pasar CPO antara tingkat atau level lembaga tataniaga ke-i dengan
tingkat lembaga tataniaga lainnya, dianalisis secara statistik menggunakan model
Indeks of Market Connection (IMC) dengan pendekatan model Autoregressive
Distribution Lag, yang dikembangkan oleh Ravallion (1986) yang kemudian
dikembangkan lebih lanjut oleh Heytens (1986) dalam Arifianto (2007). Analisis
indeks keterpaduan pasar digunakan untuk melihat efisiensi harga tataniaga CPO.
Model ekonometrika Autoregressive Distribution Lag diduga dengan
menggunakan metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square/OLS),
sebagai berikut:
Pit = b1Pit−1 + b2 Pjt − Pjt−1 + b3Pjt−1 + et ............. (3)
Dimana: Pit = Harga CPO di pasar pengikut bulan ke-t (Rp/kg)
Pit-1 = Lag harga CPO di pasar pengikut pada bulan ke-t (Rp/kg)
Pjt = Harga CPO di pasar acuan pada bulan ke-t (Rp/kg)
Pjt-1 = Lag harga CPO di pasar acuan pada bulan ke-t (Rp/kg)
bi = Parameter estimasi (bi = 1,2,3)
et = Random error
i = Pasar pengikut
j = Pasar acuan
37
Koefisien b2 mengukur bagaimana perubahan harga di pasar acuan
diteruskan terhadap harga di pasar pengikut. Jika b2 = 1, maka perubahan harga
yang terjadi adalah netral dan proporsi jika dihitung dalam persentase. Jika b2
lebih besar dari 1, maka perubahan yang terjadi di pasar acuan akan berpengaruh
terhadap harga di tingkat pasar pengikut. Jika di tingkat pasar acuan sama pada
setiap bulannya (b2 = 0), maka koefisien b2 tidak berpengaruh dan dapat
dikeluarkan dari persamaan. Dengan demikian harga di pasar pengikut hanya
dipengaruhi harga di pasar acuan, dengan koefisien b1 dan b3. Jika kedua
koefisien telah diketahui, maka dapat diperoleh indeks keterpaduan pasar (IMC)
yang dihitung sebagai berikut:
IMC = b1
b3 ........................................ (4)
Jika IMC < 1, maka terjadi keterpaduan pasar yang relatif tinggi antara
harga di tingkat pasar pengikut dengan pasar acuan. Artinya harga yang terjadi di
pasar acuan merupakan faktor utama (dominan) yang mempengaruhi harga yang
terjadi di tingkat pasar pengikut. Hal ini menunjukkan bahwa kedua pasar
terhubung dengan baik karena informasi permintaan dan penawaran di pasar
acuan diteruskan ke pasar pengikut serta mempengaruhi harga yang terjadi di
pasar pengikut.
Hipotesis keterpaduan pasar jangka panjang yang kuat diterima, apabila
nilai IMC = 0 dan b1 = 0, maka harga di tingkat pengecer atau pasar pengikut pada
bulan sebelumnya tidak berpengaruh terhadap yang diterima di pasar pengikut
sekarang. Jika IMC > 1, maka menunjukkan bahwa kondisi atau faktor di pasar
pengikut memiliki pengaruh yang dominan terhadap pembentukan harga di pasar
38
pengikut atau dengan kata lain terjadinya perubahan harga di tingkat pasar acuan
tidak memiliki pengaruh dominan terhadap pembentukan harga CPO di tingkat
pasar pengikut. Keterpaduan pasar jangka pendek secara sempurna akan terjadi
apabila b2 = 1, artinya perubahan harga pasar acuan akan sepenuhnya diteruskan
ke pasar pengikut. Dengan kata lain, semakin mendekati satu pada nilai koefisien
korelasi (b2), maka derajat asosiasinya semakin tinggi.
3.4.1.7 Pengujian Hipotesis
Mengetahui apakah secara statistik peubah bebas (independent variable)
yang dipilih berpengaruh nyata atau tidak terhadap peubah tak bebas (dependent
variable), digunakan uji statistik t dan uji statistik F. Uji t digunakan untuk
menguji koefisien regresi dari masing-masing peubah sehingga dapat diketahui
apakah peubah ke-j berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebasnya. Sedangkan
uji F digunakan untuk mengetahui koefisien regresi secara serentak apakah
peubah-peubah bebas secara bersama-sama menjelaskan variasi peubah tak
bebasnya. Pengujian hipotesis atas masing-masing koefisien regresi dilakukan
dengan uji t-student dengan hipotesis sebagai berikut:
1) Keterpaduan Pasar Jangka Pendek
Hipotesis:
H0 : b2 = 1
H1 : b2 ≠ 1
Selanjutnya hipotesis ini (H0 : b2 = 1) digunakan untuk menganalisis keterpaduan
pasar jangka pendek dengan uji statistik sebagai berikut:
t – hitung = b2−1
𝑆𝐸 b2
39
Apabila t-hitung < t-tabel, maka hipotesis nol tidak dapat ditolak secara
statistik. Artinya, kedua pasar terpadu dalam jangka pendek. Sebaliknya jika t-
hitung > t-tabel, maka hipotesis alternatif diterima secara statistik. Artinya kedua
pasar tidak terpadu dalam jangka pendek.
2) Keterpaduan Pasar Jangka Panjang
Hipotesis:
H0 : b1/b3 = 0
H1 : b1/b3 ≠ 0
Nilai b1/b3 = 0 terjadi apabila b1 = 0, sehingga hipotesis di atas dapat dituliskan
sebagai berikut:
H0 : b1 = 0
H1 : b1 ≠ 0
Selanjutnya hipotesis ini (H0 : b1 = 0) digunakan untuk menganalisis keterpaduan
pasar jangka panjang dengan uji statistik sebagai berikut:
t – hitung = b1−0
𝑆𝐸 b1
Apabila t-hitung < t-tabel, maka hipotesis nol tidak dapat ditolak secara statistik.
Artinya, kedua pasar terpadu dalam jangka panjang. Sebaliknya jika t-hitung > t-
tabel, maka hipotesis alternatif diterima secara statistik. Artinya kedua pasar tidak
terpadu dalam jangka panjang.
IV. GAMBARAN UMUM KANTOR PEMASARAN BERSAMA (KPB)
PTPN JAKARTA
4.1 Sejarah dan Perkembangan KPB PTPN
Sejarah pengelolaan perkebunan dan pemasaran hasil-hasilnya sebenarnya
telah dimulai sejak masa penjajahan Belanda dimana masuknya VOC (Verenigdee
Oost Indische Compagnie) dengan sistem tanam paksa (cultuur stelsel) sehingga
sistem usaha kebun rakyat menjadi sumber eksploitasi komoditi perdagangan
untuk pasaran Eropa yang berlanjut hingga masa pemerintahan Hindia Belanda.
Sejarah pengelolaan pemasaran hasil (khususnya CPO) perusahaan perkebunan
milik negara (BUMN) dan berdirinya Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN
dimulai sejak pengambil-alihan atau nasionalisasi perusahaan perkebunan milik
Belanda pada tahun 1957 yang disahkan oleh presiden Soekarno melalui UU
Nomor 86 tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Milik
Belanda.
4.1.1 Periodisasi Sejarah dan Perkembangan KPB PTPN
Tahun 1958 – 1961
Pada rentang tahun 1958 sampai dengan 1961 terdapat 2 (dua) Perusahaan
Perkebunan Negara (PPN) yang melaksanakan fungsi pemasaran secara sendiri
oleh masing-masing Badan Pimpinan Umum Perusahaan Perkebunan Negara
(BPU-PPN), kedua PPN tersebut adalah:
PPN Lama yang merupakan perusahaan perkebunan yang diambil alih
oleh pemerintah Republik Indonesia dari perusahaan perkebunan milik
pemerintah Belanda.
41
PPN Baru adalah perusahaan perkebunan hasil nasionalisasi oleh
pemerintah Republik Indonesia terhadap perusahaan perkebunan swasta
milik Belanda.
Tahun 1961 – 1963
Seiring dengan tumbuh kembangnya Perusahaan Perkebunan Negara, maka pada
periode ini dibentuk Badan Pimpinan Umum Perusahaan Perkebunan Negara
(BPU-PPN) yang memiliki fungsi sebagai pengelola seluruh perusahaan
perkebunan yang telah diambil alih oleh pemerintah Republik Indonesia dalam hal
ini PPN Lama dan PPN Baru beserta kebun-kebun yang dimiliki. Sebagai
konsekuensi dari hal tersebut maka pemasaran komoditas hasil perkebunan
dilaksanakan oleh direksi BPU-PPN beserta kantor-kantor yang dimiliki di
beberapa wilayah di Indonesia.
Tahun 1963 – 1968
Pemerintah Republik Indonesia membagi BPU-PPN menjadi 5 (lima) badan
hukum. Hal ini dilakukan demi tercapainya peningkatan efektifitas dan efisiensi
pada bidang produksi komoditas hasil perkebunan. Pada periode ini fungsi
pemasaran dilakukan oleh masing-masing BPU-PPN yang terdiri dari: BPU-PPN
Karet, BPU-PPN Aneka Tanaman, BPU-PPN Gula, BPU-PPN Tembakau, dan
BPU-PPN Serat.
Tahun 1968 – 1990
Pada periode ini pemerintah Republik Indonesia membubarkan seluruh BPU-PPN
dan membentuk 28 Perusahaan Negara Perkebunan (PNP). Berlandaskan
Peraturan Pemerintah (PP) No. 3 tahun 1983 dilakukan pembenahan status
42
perusahaan secara bertahap dari Perusahaan Negara (PN) menjadi Perseroan
Terbatas (PT) maka pada saat itulah Perusahaan Perkebunan Negara (PNP)
berubah menjadi Perseroan Terbatas Perkebunan (PTP). Dalam rangka mencegah
timbulnya persaingan harga diantara PTP yang ada, pada saat itu dibentuklah
Kantor Pemasaran Bersama (KPB) dengan tujuan mengelola pemasaran
komoditas hasil perkebunan yang dihasilkan oleh kelompok PTP yang berada
dalam 1 (satu) wilayah ditambah dengan Asosiasi Pemasaran Bersama
Perkebunan (APBP). Pembagian kantor pemasaran bersama PTP dan kantor
administrasi hasil gula berdasarkan wilayah regional tersebut adalah sebagai
berikut:
1. KPB PTP I – PTP IX di Medan
2. KPB PTP X, XI, XII, XIII dan XVIII di Jakarta
3. KPB PTP XIX, XXIII, XXVI, XXVII, dan XXIX di Surabaya
4. KAH Gula PTP XIV, XV – XVI, XVII, XX, XXI, XXII dan XXIV – XXV
Tahun 1990
Bertepatan dengan tanggal 26 Februari 1990 berdasarkan kesepakatan bersama
Direksi PNP/PTP I - XXIX tanggal 26 Februari 1990 yang kemudian disetujui
oleh Menteri Pertanian melalui Surat Keputusan Nomor: 166/Kpts/OT.210/3/1990
tanggal 8 Maret 1990 tentang Persetujuan Pembentukan Kantor Pemasaran
Bersama (KPB) PTPN dimana KPB Jakarta, KPB Surabaya, KPB Medan, Kantor
Administrasi Hasil Gula (KAH Gula) ditambah Asosiasi Pemasaran Bersama
Perkebunan (APBP) dilebur menjadi satu menjadi KPB PT Perkebunan yang
terpusat di Jakarta. Tujuan pembentukan KPB terpusat pada tahun 1990 ini adalah
43
untuk dapat lebih meningkatkan efisiensi dan efektifitas kegiatan pemasaran PTP
secara terpadu sehingga dapat menciptakan daya tawar yang mantap untuk
menghadapi pembeli maupun para spekulan. Tugas KPB PTPN berdasarkan
kesepakatan bersama Direksi PN/PT Perkebunan I – XXIX tanggal 26 Februari
1990 adalah sebagai berikut:
1. Melaksanakan kebijakan pemasaran.
2. Mengelola seluruh persediaan produksi siap jual.
3. Mengumpulkan informasi, menganalisa dan melakukan pengembangan
pasar.
4. Melakukan transaksi penjualan baik langsung maupun melalui kerjasama
dengan perwakilan KPB di luar negeri.
5. Menyelesaikan dan melaksanakan pembayaran klaim.
6. Mengkaji dan mengevaluasi antara lain:
- Data produksi dan konsumsi komoditas perkebunan dan saingannya di
dalam maupun luar negeri.
- Informasi harga dalam dan luar negeri serta situasi perkembangan pasar.
7. Mengadakan promosi.
8. Mengadakan pelayanan dan sarana teknis.
9. Melakukan hal-hal lain yang menunjang aktivitas dan pengembangan
pemasaran.
Tujuan pembentukan KPB:
1. Memperkuat bargaining power PTP terhadap pembeli.
2. Memperkuat daya saing pasar.
44
3. Meningkatkan bonafiditas PTP di pasaran internasional.
4. PTP akan lebih sanggup menghadapi usaha kerjasama internasional.
5. Strategi pemasaran dapat dilakukan secara lebih terarah.
6. Mempermudah PTP memasuki berbagai sistem perdagangan
internasional.
7. Mempermudah kerjasama berbagai industri hilir.
8. Mendayagunakan seoptimal mungkin sumberdaya manusia
pemasaran yang ada.
9. Mempermudah penanganan dalam meningkatkan efisiensi dan
efektivitas usaha-usahanya sesuai dengan kebijakan pemerintah
mengenai BUMN.
10. Keterpaduan atas produksi dengan pemasaran secara nasional dan
menyeluruh dapat ditingkatkan.
11. Menekan biaya-biaya pemasaran yang harus dipikul oleh PTP.
Saat ini KPB PTPN menangani pemasaran/penjualan produk-produk PTPN yaitu
molasses/tetes, kopi, kakao, karet, teh, dan Crude Palm Oil (CPO).
4.2 Organisasi KPB PTPN Jakarta
Kantor Pemasaran Bersama PT Perkebunan Nusantara dibentuk
berdasarkan Kesepakatan Bersama Direksi PN/PT Perkebunan I – XXIX pada
tanggal 26 Februari 1990. Pembentukan KPB PTPN telah disetujui oleh Menteri
Pertanian (sebagai Kuasa Pemegang Saham) dengan Surat Keputusan No:
166/KPTS/OT.210/3/1990 tanggal 8 Maret 1990. Dalam melaksanakan tugasnya
KPB PTPN Jakarta memiliki jaringan kantor cabang yang merupakan salah satu
45
elemen penting dalam mewujudkan tujuan organisasi untuk menjadi yang
terdepan dalam meningkatkan layanan kepuasan pelanggan. Dengan dukungan
jaringan kantor cabang, KPB PTPN diharapkan dapat menawarkan akses layanan
yang mudah serta layanan terbaik kepada para pelanggan. Sampai dengan
pertengahan 2009, KPB PTPN telah mengelola jaringan layanan yang meliputi 2
kantor cabang yang terletak di lokasi strategis pada kota-kota utama di Indonesia
yaitu; Kantor KPB PTPN cabang Surabaya di Jalan Veteran No. 37 Surabaya
60175 dan KPB PTPN cabang Medan di Jalan Balai Kota No. 8 Medan 20111.
Selain itu baru-baru ini KPB PTPN menambah 1 (satu) kantor cabang lagi guna
melayani para pelanggan di luar negeri khususnya di kawasan timur tengah yang
tepatnya terletak di kota Dubai, Uni Emirat Arab. Namun kantor cabang yang
berada di Dubai ini hanya mengurusi pemasaran komoditas khususnya teh
mengingat para pelanggan di kawasan tersebut memiliki permintaan yang cukup
tinggi untuk komoditas teh sehingga menjadi pasar yang cukup menjanjikan bagi
pemasaran teh KPB PTPN.
4.2.1 Landasan Pembentukan Organisasi
1. Kesepakatan Bersama Direksi PN/PT Perkebunan I – XXIX tanggal 26
Februari 1990 jo. Surat Direktur Utama PTPN I – XIV No.05/BMD –
PTPN/KPTS/1997 tanggal 22 Desember 1997 tentang Kesepakatan
Mengenai Penyesuaian Nama Kantor Pemasaran Bersama PTPN I – XIV.
2. Surat Keputusan Badan Musyawarah Direksi PT Perkebunan Nusantara I
– XIV No. 15/BMD – PTPN/Kpts/XII/2001 tentang Perubahan atau
Penyempurnaan Struktur Organisasi Kantor Pemasaran Bersama PT
Perkebunan Nusantara I – XIV.
46
3. Surat Keputusan Badan Musyawarah Direksi PT Perkebunan Nusantara
No. 004/BMD – PTPN/Kpts/VII/2004 tanggal 13 Juli 2004 tentang
Direktur Pelaksana Kantor Pemasaran Bersama PTPN I – XIV.
4. Surat Keputusan BMD – PTPN No. 14/BMD – PTPN/Kpts/1998 tanggal 8
Juli 1998 tentang Mekanisme Hubungan Kerja antara BMD – PTPN,
Dewan Pengawas dan Kantor Pemasaran Bersama PTPN I – XIV.
4.2.2 Lokasi KPB PTPN Jakarta
Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PT Perkebunan Nusantara Jakarta
beralamat di Jalan Taman Cut Mutiah No. 11, Jakarta Pusat 10330. KPB PTPN
dibentuk sebagai badan pemasaran terpusat PTPN yang ada di Indonesia, yaitu:
1. PT Perkebunan Nusantara I (Persero) yang terletak di Jl. Kebun Baru No.
85, Langsa, Aceh Timur, NAD 24551, Indonesia yang mengusahakan
komoditi kelapa sawit, karet, dan kakao.
Telp. 0641-21701, Fax. 0641-21700 (www.ptpn1.com).
2. PT Perkebunan Nusantara II (Persero) yang terletak di Jl. Tanjung
Morawa KM 15, Po.Box 104 Medan 20362, Tanjung Morawa, Sumatera
Utara, Indonesia yang mengusahakan komoditi kelapa sawit, karet, kakao,
dan tanaman semusim tebu dan tembakau.
Telp. 061-7940055, Fax. 061-7940233.
3. PT Perkebunan Nusantara III (Persero) yang terletak di Jl. Sei Batanghari,
Medan 20122, Sumatera Utara, Indonesia yang mengusahakan komoditas
kelapa sawit, karet, dan kakao
Telp. 061-4154666, Fax. 061-4573117 (www.ptpn3.co.id).
47
4. PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) yang terletak di Jl. Letjend
Suprapto No. 2, Medan, Sumatera Utara, Indonesia yang mengusahakan
komoditi kelapa sawit, kakao, dan teh.
Telp. 061-4154666, Fax. 061-4573117 (www.ptpn4.co.id).
5. PT Perkebunan Nusantara V (Persero) yang terletak di Jl. Rambutan No.
43, Pekanbaru, Riau 28294, Indonesia yang mengusahakan komoditi
kelapa sawit, karet, dan kakao.
Telp. 0761-66565,Fax. 0761-66558 (www.ptpn5.com).
6. PT Perkebunan Nusantara VI (Persero) yang terletak di Jl. Zainir Haviz
No. 1, Jambi 36128, Indonesia yang mengusahakan kelapa sawit, karet,
teh, dan kakao.
Telp. 0741-445603, Fax. 0741-445500 (www.ptpn6.co.id).
7. PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) yang terletak di Jl. Teuku Umar
No.300, Kedaton, Bandar Lampung 35141, Indonesia yang mengusahakan
komoditi kelapa sawit, karet, teh, kakao, tebu, dan hortikultura.
Telp. 0721-702233, Fax. 0721-702775 (www.ptpn7.co.id).
8. PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero) yang terletak di Jl. Sindangsirna
No. 4, Bandung 40152, Jawa Barat, Indonesia yang mengusahakan
komoditi kelapa sawit, teh, karet, kina, dan kakao.
Telp. 022-2038966, Fax. 022-2031455 (www.ptpn8.com).
9. PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) yang terletak di Jl. Mugas Dalam
(Atas), Semarang 50243, Indonesia yang mengusahakan komoditi teh,
karet, kopi, kakao, dan tebu.
48
Telp. 024-8414635, Fax. 024-8448276 (www.ptpnix.co.id).
10. PT Perkebunan Nusantara X (Persero) yang terletak di Jl. Jembatan Merah
No. 3-5, Surabaya 60175, Jawa Timur, Indonesia yang mengusahakan
komoditi tebu, tembakau, dan tanaman serat.
Telp. 031-3523143, Fax. 031-3523167 (www.ptpn10.com).
11. PT Perkebunan Nusantara XI (Persero) yang terletak di Jl. Merak No. 1,
Surabaya 60175, Jawa Timur, Indonesia yang mengusahakan komoditi
tebu. Telp. 6231-3524596, Fax. 6231-3532525 (www.ptpn-11.com).
12. PT Perkebunan Nusantara XII (Persero) yang terletak di Jl. Rajawali 44,
Surabaya 60175, Jawa Timur, Indonesia yang mengusahakan komoditi
kopi, kakao, karet, teh, dan hortikultura.
Telp. 031-3524893, Fax. 031-3534389 (www.ptpn12.com).
13. PT Perkebunan Nusantara XIII (Persero) yang terletak di Jl. Sultan
Abdurrachman No. 11, Pontianak 78116, Kalimantan Barat, Indonesia
yang mengusahakan komoditi kelapa sawit, karet, dan tebu.
Telp. 0561-749367, Fax. 0561-766026 (www.ptpn13.com).
14. PT Perkebunan Nusantara XIV (Persero) yang terletak di Jl. Urip
Sumohardjo Km. 4, PO BOX 1006, Makassar 90232, Sulawesi Selatan,
Indonesia yang mengusahakan komoditi kelapa sawit, karet, kakao, kelapa
hibrida, kelapa nias, pala, kopi, dan tebu.
Telp. 0411-444610, Fax. 0411-444810 (www.ptpnxiv.com).
49
4.2.3 Usaha Pemasaran KPB PTPN Jakarta
Beberapa usaha pemasaran yang dijalankan oleh KPB PTPN Jakarta
diantaranya:
1. Jakarta Tea Auction, setiap hari Rabu pukul 10.00 WIB.
2. Tender CPO lokal, setiap hari Senin - Jumat pukul 15.00 WIB.
3. Tender CPO ekspor, setiap bulan sekali pada minggu pertama.
4. Tender karet, setiap hari Selasa pukul 14.30 WIB.
5. Tender molasses/tetes, awal musim giling (April - Oktober).
Selain melakukan pemasaran keempat komoditi di atas, KPB PTPN juga
melaksanakan fungsi market intelligence dalam upaya mencari dan
menyampaikan informasi pasar bagi PTPN produsen komoditi lain yaitu gula,
kopi, kakao, minyak goreng, stearin, fatty acid, palm kernel, palm kernel oil, dan
palm kernel meal.
4.2.4 Struktur Organisasi KPB PTPN
KPB PTPN dipimpin oleh seorang Direktur Pelaksana (Managing
Director) setingkat Direktur Utama. Direktur Pelaksana dalam pelaksanaan tugas
sehari-harinya dibantu oleh Wakil Direktur Pelaksana dan delapan kepala bagian
yaitu Kepala Bagian SDM dan Umum; Kepala Bagian Pembiayaan; Kepala
Bagian Pemasaran Teh, Kopi, dan Kakao; Kepala Bagian Pemasaran Minyak
Sawit; Kepala Bagian Pemasaran Gula Pasir dan Tetes; Kepala Bagian Pemasaran
Karet; Kepala Bagian Analisa dan Informasi Pasar; Kepala Bagian Satuan
Pengawas Internal (SPI) serta masing-masing satu orang Kepala Kantor Cabang
Medan dan Surabaya setingkat kepala bagian. Masing-masing kepala bagian dan
50
pejabat setingkat kepala bagian membawahi kepala urusan. Adapun struktur
organisasi KPB PTPN secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 9.
Sebagai organisasi pemasaran, per 19 Agustus 2009, KPB PTPN memiliki
tenaga kerja sebanyak 204 orang dengan berbagai keahlian dan pengalaman yang
tersebar di kantor pusat Jakarta dan dua kantor cabang: Surabaya dan Medan.
Berdasarkan tabel di bawah ini terlihat bahwa jumlah karyawan KPB PTPN
Jakarta terdiri dari 128 orang, KPB Medan terdiri dari 53 orang dan KPB
Surabaya terdiri dari 23 orang dengan tingkat pendidikan masing-masing strata-2,
strata-1, sarjana muda dan diploma dan lain-lain (SLTA, SLTP, SD/SR).
Tabel 4. Data Karyawan Menurut Pendidikan Formal
No.urut Pendidikan Formal Jakarta Medan Surabaya Jumlah
1 S3 (Doktor) 0 0 0 0
2 S2 (Magister) 10 1 0 11
3 S1 (Sarjana) 46 15 12 73
4 Sarjana Muda 9 3 0 12
5 SLTA 46 27 8 81
6 SLTP 9 3 1 13
7 SD/SR 8 4 2 14
Jumlah 128 53 23 204
Sumber: KPB PTPN Jakarta, 2009.
Jika kita melihat tabel di atas maka jumlah karyawan lulusan SLTA atau SMA
merupakan jumlah yang terbanyak di masing- masing kantor pemasaran kecuali di
kantor cabang Surabaya yang berjumlah 8 orang dari total 23 orang. Oleh karena
itu, dapat dikatakan bahwa diperlukan peningkatan kualitas karyawan dengan
menjaring karyawan-karyawan baru yang minimal lulusan S1 (Sarjana) yang
51
kemampuannya dapat lebih dibutuhkan dan diandalkan oleh Kantor Pemasaran
Bersama (KPB) dan manajemen kantor pemasaran masing-masing.
Berdasarkan kelompok usia maka data karyawan KPB PTPN dapat dilihat
melalui tabel berikut ini.
Tabel 5. Data Karyawan Menurut Kelompok Usia
No.urut Kelompok Usia Jakarta Medan Surabaya Jumlah
1 Di atas umur 60 0 0 1 1
2 56 s/d 60 tahun 5 2 2 9
3 51 s/d 55 tahun 29 9 3 41
4 46 s/d 50 tahun 41 13 8 62
5 41 s/d 45 tahun 21 12 6 39
6 36 s/d 40 tahun 10 4 1 15
7 31 s/d 35 tahun 10 9 1 20
8 26 s/d 30 tahun 8 4 1 13
9 20 s/d 25 tahun 4 0 0 4
Jumlah 128 53 23 204
Sumber: KPB PTPN Jakarta, 2009.
Jika kita melihat tabel di atas maka jumlah karyawan dengan kelompok usia di
bawah 25 tahun hanya berjumlah 4 orang yang hanya terdapat di Kantor
Pemasaran Bersama (KPB) PTPN Jakarta tapi untuk kelompok usia tersebut tidak
ada di kantor cabang Medan dan Surabaya. Hal ini menjelaskan bahwa karyawan-
karyawan yang bekerja di Kantor Pemasaran Bersama merupakan orang-orang
yang sudah cukup matang dan berpengalaman dalam bidang pekerjaan yang
mereka geluti yang membutuhkan loyalitas dan kerja sama. Sedangkan
berdasarkan pembagian golongan maka data karyawan KPB PTPN dapat dilihat
melalui tabel berikut ini.
52
Tabel 6. Data Karyawan Menurut Golongan
No.urut Golongan Jakarta Medan Surabaya Jumlah
1 Dir.PEL (Direktur Pelaksana) 0 0 0 0
2 Wk.D.P (Wakil Direktur Pelaksana) 1 0 0 1
3 IV D (Pembina Utama) 3 0 1 4
4 IV C (Pembina Madya) 2 0 0 2
5 IV B (Penata Utama) 5 1 1 7
6 IV A (Penata Madya) 10 3 3 16
7 III D (Pengatur Utama) 16 1 3 20
8 III C (Pengatur Madya) 14 3 3 20
9 III B (Pengatur Muda) 9 6 1 16
10 III A (Pengatur Pratama) 3 2 1 6
11 II D (Penyelia Utama) 7 5 1 13
12 II C (Penyelia Madya) 7 6 0 13
13 II B (Penyelia Muda) 5 3 3 11
14 II A (Penyelia Pratama) 9 5 2 16
15 I D (Juru Muda) 2 3 1 6
16 I C (Jura Pratama) 1 0 0 1
17 I B (Pelaksana Muda) 4 2 0 6
18 I A (Pelaksana Pratama) 3 6 0 9
19 Hon (Honorer) 23 7 2 32
Jumlah 124 53 22 199
Sumber: KPB PTPN Jakarta, 2009.
Sejak tahun 2007 hingga saat ini, KPB PTPN Jakarta dipimpin oleh seorang
Direktur Pelaksana yang merupakan Pelaksana Harian (PLH) yang sebelumnya
menjabat sebagai Wakil Direktur Pelaksana KPB PTPN. Hal ini disebabkan
karena Direktur Pelaksana sebelumnya dipindahtugaskan menjadi Direktur Utama
PTPN XII pada tahun 2006.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Analisis Lembaga dan Saluran Tataniaga CPO KPB PTPN
Kantor Pemasaran Bersama PT Perkebunan Nusantara (“Perusahaan”)
dibentuk berdasarkan Kesepakatan Bersama Direksi PN/PT Perkebunan I – XXIX
pada tanggal 26 Februari 1990. Pembentukan KPB PTPN telah disetujui oleh
Menteri Pertanian (sebagai Kuasa Pemegang Saham) dengan Surat Keputusan No:
166/KPTS/OT.210/3/1990 tanggal 8 Maret 1990. KPB PTPN bukan merupakan
suatu badan hukum namun merupakan suatu badan terpisah (entitas) yang
mengelola sejumlah dana yang berasal dari PTPN I – PTPN XIV. KPB PTPN
mempunyai kantor pusat yang berkedudukan di Jakarta dan dua kantor cabang
masing-masing di Surabaya dan Medan serta baru-baru ini menambah kantor
cabang baru di Dubai (UEA) yang dikhususkan untuk menangani pemasaran
komoditi teh PTPN.
5.1.1 Analisis Struktur Kelembagaan
Batas Juridiksi
Dalam kelembagaan tataniaga CPO, banyak pihak yang terlibat secara
langsung maupun tidak langsung sebagai pelaku dalam kelembagaan tersebut
secara individu maupun organisasi atau perusahaan. Pelaku langsung adalah PT
Perkebunan Nusantara (PTPN) dan KPB PTPN yang mewakilinya serta para
processor atau perusahaan pembeli CPO. Sedangkan pihak-pihak sebagai pelaku
tidak langsung adalah pasar fisik Rotterdam, Bursa Berjangka Malaysia (MDEX),
Kantor Berita Dunia (Reuters, Oil World, Market Journal, dll), asosiasi kelapa
sawit (GAPKI, GAPKINDO, Kadin, dll) dan pemerintah serta aparatnya
54
(Kementerian Negara BUMN, dll). Pelaku langsung dari kelembagaan ini
membuat kesepakatan yang digunakan sebagai acuan dalam transaksi CPO.
Sementara pelaku tidak langsung banyak menentukan dalam perumusan
kesepakatan tersebut terutama yang menyangkut hak dan kewajiban yang harus
dipenuhi oleh pelaku langsung kelembagaan ini.
Organisasi atau lembaga pemasaran dalam hal ini KPB PTPN merupakan
bagian dari PTPN sebagai penjual, tidak bertindak sebagai lembaga tataniaga
yang mencari keuntungan dari transaksi CPO. Dengan demikian preferensi KPB
PTPN sama dengan PT Perkebunan Nusantara yakni mendapatkan harga jual CPO
yang setinggi-tingginya. Perilaku PTPN yang menyimpang dari kesepakatan atau
aturan yang telah ditentukan dalam transaksi memiliki dampak besar terhadap
kelangsungan kelembagaan ini. Heterogenitas PTPN telah dieliminir melalui
penentuan harga CPO berdasarkan “Price Idea” di KPB PTPN sehingga yang
dipertimbangkan adalah homogenitas preferensi perilaku transaksi terutama PTPN
yang tergabung dalam KPB PTPN.
Pemasaran CPO secara terorganisir seperti halnya melalui kelembagaan
KPB PTPN mensyaratkan adanya pembakuan mutu. Adanya PTPN yang
menghasilkan CPO yang mutunya lebih rendah dari PTPN lain akan merugikan
karena menurunkan harga CPO secara keseluruhan. Oleh karena itu kejelasan
mengenai hak dan kewajiban dari setiap pelaku transaksi serta usaha
penegakannya merupakan syarat keberlangsungan pola tataniaga terorganisir
seperti halnya melalui KPB PTPN.
55
Hak-hak Kepemilikan
Berikut diuraikan hak dan kewajiban dari pelaku langsung transaksi CPO
melalui kelembagaan KPB PTPN yakni meliputi hak dan kewajiban PTPN, KPB
PTPN dan pembeli atau processor. Hak dan kewajiban PTPN meliputi hal-hal
sebagai berikut:
1. Menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit dari perkebunan
yang ada yang nantinya diolah menjadi minyak kelapa sawit.
2. Menghasilkan minyak sawit dalam bentuk CPO dan sisanya dalam bentuk
Crude Stearin, RBD Olein, Palm Kernel Oil, Palm Kernel Fatty Acid, dll.
3. Menghasilkan CPO yang sesuai dengan kualitas yang terstandar.
Kode HS : 151110000
Nama Komoditi : Minyak kelapa sawit mentah (CPO)
Kode Standar Mutu : SNI.01-2901-2006
Tahun : 2006
Tabel 7. Kriteria uji
Sumber: KPB PTPN, 2009.
4. Pengendalian mutu yang dilakukan dengan sangat ketat mulai dari
pemanenan di kebun, kemudian diangkut ke pabrik dan langsung diproses
pada hari yang sama.
No Test Kriteria Satuan Persyaratan
A Warna _ Jingga kemerah-
merahan
B Kadar air dan kotoran %, fraksi masa 0,5 (maks.)
C Asam lemak bebas
(sebagai asam pelmitat)
%, fraksi masa 5 (maks.)
D Bilangan yodium g yodium/100g 50 - 55
56
5. Menyimpan CPO di gudang-gudang penyimpanan atau tangki timbun
yang dilengkapi dengan steamer (pemanas) dengan temperatur 500 C – 550
C untuk menjaga kualitas CPO.
Sementara itu sesuai dengan pokok kebijakan dan strategi pemasaran PTPN, hak
dan kewajiban KPB PTPN sebagai organisasi pemasaran CPO produksi PTPN
adalah sebagai berikut:
1. Melaksanakan kebijakan pemasaran.
2. Melaksanakan tender atau memasarkan CPO produksi PTPN.
3. Mengelola seluruh persediaan produksi siap jual.
4. Mengumpulkan informasi, menganalisa dan melakukan pengembangan
pasar.
5. Melakukan transaksi penjualan baik langsung maupun melalui kerjasama
dengan perwakilan KPB di luar negeri.
6. Menyelesaikan dan melaksanakan pembayaran klaim.
7. Sebagai unit market intelligence, menyampaikan informasi beserta analisa
pasar, dan melakukan riset pasar bagi PTPN.
8. Mengembangkan database pemasaran dan sistem jaringan komputer untuk
menyebarluaskan informasi pasar yang diperlukan PTPN.
9. Mengkaji dan mengevaluasi antara lain:
- Data produksi dan konsumsi komoditas perkebunan dan saingannya di
dalam maupun luar negeri.
- Informasi harga dalam dan luar negeri serta situasi perkembangan pasar.
57
10. Mengadakan promosi dalam bentuk pameran atau mengikuti misi dagang
di dalam dan di luar negeri baik atas nama PTPN maupun atas permintaan
PTPN tertentu.
11. Sebagai unit pelayanan, melaksanakan pengapalan komoditi, pergudangan,
dan penyelesaian dokumen-dokumen yang menyangkut pengapalan,
perbankan, dan lain-lain.
12. Mengadakan pelayanan dan sarana teknis (jadwal tender, tempat
pelaksanaan tender, syarat-syarat peserta tender, dll)
13. Melakukan hal-hal dan tugas-tugas lain yang ditetapkan oleh BMD-PTPN
untuk menunjang aktivitas dan pengembangan pemasaran yang dilakukan
oleh PTPN.
Pembeli yang terdaftar sebagai peserta tender baik perusahaan atau utusan
langsung dari perusahaan memiliki hak dan kewajiban sebagai berikut:
1. Hadir pada acara tender
2. Mengajukan harga penawaran pembelian CPO yang diminati.
3. Berhak mendapatkan CPO bagi pembeli yang mengajukan harga
penawaran tertinggi dan berada di atas “Price Idea” yang ditetapkan KPB
PTPN. Bila ada pembeli yang menetapkan harga penawaran tertinggi yang
sama dan di atas “Price Idea” maka CPO yang terjual dibagi antar pembeli
sama rata.
4. Membayar uang pembelian CPO dengan transfer melalui bank ke rekening
yang bersangkutan setelah terjadi kesepakatan.
58
Sebelum terdaftar sebagai peserta tender CPO di KPB PTPN setiap processor
yang ingin membeli CPO produksi PTPN ini harus memenuhi persyaratan tertentu
seperti yang ditampilkan dalam tabel berikut ini.
Tabel 8. Persyaratan Peserta Tender KPB PTPN Jakarta
No Dokumen yang dibutuhkan Lokal Ekspor
1 Profil Perusahaan Ya Ya
2 Akte Pendirian Perusahaan Ya Ya
3 Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Ya Ya
4 Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Ya Ya
5 Perusahaan Kena Pajak Ya Ya
6 Izin Industri Dari DEPPERINDAG Ya Ya
7 Referensi Bank Ya
8 Lisensi dari Perusahaan Induk Ya
9 Surat Rekomendasi Dari Kedutaan Indonesia
Setempat
Ya
Sumber: KPB PTPN, 2009.
Aturan Representasi
Aturan yang digunakan dalam kelembagaan ini lebih banyak atas dasar
penetapan dari Badan Musyawarah Direksi PT Perkebunan Nusantara (BMD-
PTPN), Dewan Pengawas dan KPB PTPN khususnya yang menyangkut
pelaksanaan teknis tender termasuk penentuan harga ancar-ancar atau “Price
Idea”. Keterlibatan pemerintah juga cukup besar mengenai regulasi yang akan
ditetapkan mengingat KPB PTPN merupakan salah satu lembaga pemasaran
komoditi perkebunan milik pemerintah. Keterlibatan PTPN sebagai produsen
dalam proses pengambilan keputusan juga sudah cukup jelas mengingat adanya
keterlibatan para pimpinan PTPN dalam Badan Musyawarah Direksi PT
Perkebunan Nusantara (BMD-PTPN). BMD PTPN beranggotakan para Direktur
Utama PT Perkebunan Nusantara.
59
5.1.2 Analisis Saluran Tataniaga CPO KPB PTPN
Saluran tataniaga merupakan serangkaian lembaga-lembaga tataniaga yang
mengambil alih hak atau membantu dalam pengalihan hak atas komoditi selama
komoditi tersebut berpindah dari produsen ke konsumen. Sebuah saluran tataniaga
melaksanakan tugas memindahkan komoditi dari tangan produsen ke tangan
konsumen. Hal ini bertujuan untuk mengatasi kesenjangan waktu, tempat dan
kepemilikan yang memisahkan komoditi dari orang-orang yang membutuhkan
atau menginginkannya.
Kantor Pemasaran Bersama PT Perkebunan Nusantara (KPB PTPN)
dibentuk sebagai badan pemasaran terpusat PTPN yang ada di Indonesia. KPB
PTPN dibentuk dengan tujuan utama adalah untuk menyelenggarakan pemasaran
hasil produksi PTPN dengan berpegang pada prinsip ekonomi dan tugas-tugas
BUMN agar PTPN mendapat manfaat yang sebesar-besarnya. Selain itu KPB
PTPN memiliki tugas-tugas pokok yang harus dilaksanakan sesuai peran dan
fungsinya. Tahapan saluran tataniaga CPO adalah penjualan CPO hasil produksi
PTPN oleh KPB PTPN kepada pembeli yang merupakan processor yang nantinya
akan mengolah CPO tersebut menjadi produk-produk jadi yang dapat dinikmati
langsung oleh masyarakat. Terdapat 2 pola saluran tataniaga untuk CPO yaitu
saluran tataniaga CPO lokal dan ekspor yaitu:
Saluran CPO lokal: Produsen (PTPN) KPB PTPN Pembeli (Processor).
Saluran CPO ekspor: Produsen (PTPN) KPB PTPN Broker/Badan
Pemasaran Luar Negeri/Konsumen Luar Negeri.
Gambar 4. Saluran Tataniaga CPO Hasil Produksi PTPN
60
Pola saluran tataniaga CPO hasil produksi PTPN sangat sederhana, baik
untuk pemasaran CPO lokal maupun ekspor. Hal ini disebabkan karena pelaku
tataniaga yang terlibat hanya sedikit, diantaranya PTPN sebagai produsen yang
menghasilkan CPO, kemudian menjual atau memasarkannya melalui KPB PTPN,
yang kemudian menjualnya ke pembeli/konsumen (processor), broker maupun
badan pemasaran luar negeri. Pola saluran tataniaga CPO ini secara fisik saling
berkaitan dan bekerjasama dalam sistem tataniaga yang terorganisir dan
terintegrasi dengan tujuan saling menguntungkan.
Saluran tataniaga pemasaran CPO di Indonesia baik CPO hasil produksi
perusahaan swasta maupun PTPN yang melalui Kantor Pemasaran Bersama PT
Perkebunan Nusantara (KPB PTPN) dapat dilihat pada Tabel 1. Dengan melihat
saluran tataniaga pemasaran di atas maka kita dapat menyimpulkan bahwa
keberadaan KPB PTPN sebagai ujung tombak pemasaran komoditi perkebunan
PTPN, khususnya CPO. Pada dasarnya, pembentukan KPB PTPN tidaklah
memperpanjang rantai tataniaga pemasaran karena KPB PTPN sendiri merupakan
suatu bentuk organisasi gabungan (grup) PTPN (PTPN I – PTPN XIV) yang
mengorganisir dan mengatur pemasaran CPO PTPN.
Para peserta tender CPO lokal adalah para penjual, para pembeli dan
peninjau, dimana dalam hal ini KPB PTPN bertindak dan untuk atas nama penjual
atau produsen CPO mewakili PTPN sedangkan pembeli terdiri dari para processor
industri pengolahan CPO yang telah terdaftar sebagai pembeli aktif di KPB
PTPN. Begitu pula dengan peserta tender CPO ekspor yang merupakan para
61
penjual atau para pembeli yang telah memenuhi syarat sebagai rekanan terdaftar
di KPB PTPN.
5.2 Analisis Fungsi – Fungsi Tataniaga
Pada tataniaga terdapat kegiatan yang berhubungan dengan penyampaian
produk dari produsen (PTPN) sampai ke konsumen (pembeli), termasuk juga
kegiatan menghasilkan perubahan bentuk dari produk tersebut yang dilakukan
untuk mempermudah penyaluran dan memberikan kepuasan kepada konsumen
dengan mengusahakan agar konsumen memperoleh barang yang diinginkan pada
tempat, waktu, bentuk, dan harga yang tepat. Kegiatan-kegiatan tersebut disebut
dengan fungsi-fungsi tataniaga dimana setiap tataniaga yang terlibat dalam
penyaluran CPO dari PTPN hingga ke konsumen melakukan berbagai fungsi
tataniaga secara umum yang dikelompokkan dalam tiga fungsi utama, yaitu fungsi
pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas.
Tabel 9. Fungsi-Fungsi Tataniaga
Fungsi Tataniaga
Lembaga Tataniaga
Produsen (PTPN) KPB PTPN Konsumen (Pembeli)
Pertukaran
a. Pembelian - - +
b. Penjualan - + #
Fisik
a. Pengolahan + - +
b. Pengemasan + - -
c. Penyimpanan + - +
d. Pengangkutan # - #
Fasilitas
a. Sortasi + - -
b. Grading + - -
c. Pembiayaan + - +
d. Penanggung Resiko + + +
e. Informasi Pasar # + +
Sumber: KPB PTPN Jakarta, 2009, (hasil olahan).
Keterangan : ( - ) kegiatan tidak dilakukan
( + ) kegiatan dilakukan
( # ) kegiatan kadang-kadang dilakukan
62
Tabel 9. menjelaskan keseluruhan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan
oleh lembaga tataniaga yang terlibat dalam penyampaian komoditi CPO dari
produsen (PTPN) hingga ke konsumen (pembeli). Setiap lembaga tataniaga akan
melakukan fungsi-fungsi tataniaga dengan baik dan efisien sehingga dapat
menekan biaya tataniaga.
Fungsi pertukaran menjelaskan terjadinya pemindahan hak kepemilikan
atas barang dari penjual kepada pembeli dalam proses jual beli melalui transaksi.
Dalam fungsi pertukaran pihak produsen (PTPN) tidak memiliki peran yang
signifikan karena fungsi penjualan dilakukan oleh pihak KPB PTPN yang
mewakili pihak produsen (PTPN). Sedangkan untuk pihak pembeli (processor)
melakukan fungsi pembelian dan kadang-kadang dapat pula melakukan kegiatan
penjualan khususnya bagi perusahaan yang memang berperan menjual kembali
CPO tersebut ke pembeli selanjutnya. Untuk CPO, transaksi pembelian dan
penawaran harga dilakukan langsung pihak pembeli atau utusan khusus
perusahaan pembeli.
Fungsi fisik merupakan fungsi tataniaga yang dimaksudkan untuk
memberikan kepuasan kepada konsumen sesuai bentuk, waktu dan tempat, yang
diinginkan konsumen (pembeli) melalui pengolahan, pengemasan, penyimpanan,
serta pengangkutan. Fungsi pengolahan dilakukan oleh pihak produsen (PTPN)
dimana proses ini dilakukan di pabrik pengolahan kelapa sawit yang dimiliki oleh
masing-masing PTPN. Kelapa sawit yang telah layak panen dipanen dalam bentuk
dan ukuran Tandan Buah Segar (TBS). TBS inilah yang nantinya diproses di
pabrik pengolahan untuk menghasilkan CPO. Setelah CPO diterima, pihak
63
pembeli (processor) juga akan mengolah CPO tersebut menjadi produk-produk
jadi seperti minyak goreng, sabun, margarin, kosmetik, dan lain-lain. Pihak KPB
PTPN sendiri tidak memiliki peran dalam fungsi pengolahan mengingat fungsinya
sebagai organisasi atau lembaga pemasaran.
Pengemasan menjadi tanggungjawab penuh para produsen (PTPN) namun
untuk CPO yang merupakan minyak kelapa sawit mentah tidak diperlukan adanya
pengemasan khusus dimana yang dibutuhkan hanyalah tangki yang digunakan
untuk mengangkut dan menyimpan guna mempertahankan kualitas CPO tetap
terjaga. Untuk penyimpanan, setelah produsen (PTPN) mengolah TBS menjadi
CPO, maka CPO disimpan di dalam tangki timbun penyimpanan atau gudang
penyimpanan dimana terdapat steamer (pemanas) dengan temperatur 500 – 55
0 C
untuk menjaga dan mempertahankan kualitas CPO sebelum diangkut dan
diserahkan kepada pembeli. Pihak pembeli (processor) pun juga menjalankan
fungsi penyimpanan dengan memiliki tangki penyimpanan setelah CPO diterima
pihak pembeli karena CPO yang diperjualbelikan berukuran ratusan bahkan
ribuan ton sehingga tidak dapat diolah sekaligus dan saat itu juga.
Untuk pengangkutan, pihak produsen (PTPN) maupun pembeli dapat
bertanggungjawab dalam hal penyediaan izin, dokumen, surat-surat, kontrak, alat
angkut yang berupa truk, kereta api atau kapal pengangkut, dll. Hal ini tergantung
kontrak penjualan yang telah disepakati dan disetujui oleh kedua belah pihak.
Bentuk kontrak pengangkutannya sendiri dapat berupa FOB (Freight On Board)
atau Franco atau CIF (Cost Insurance Freight). FOB adalah transaksi
pengangkutan melalui pelabuhan dimana penjual bertanggungjawab
64
mengantarkan barang hingga ke pelabuhan yang telah disepakati. Sedangkan
untuk franco ada yang berupa franco gudang pembeli dan franco pabrik penjual.
Untuk franco gudang pembeli maka CPO harus diantarkan oleh penjual dalam hal
ini PTPN sampai ke gudang pembeli. Penjual juga bertanggungjawab atas biaya,
risiko, serta dokumen-dokumen yang diperlukan. Sementara untuk franco pabrik
penjual maka pembeli sendiri yang mengambil CPO ke pabrik atau gudang PTPN.
Sedangkan CIF adalah untuk aktivitas ekspor, dimana seperti FOB tetapi
biaya selama pengangkutan menjadi tanggungjawab pembeli termasuk seluruh
dokumen (izin, dll) termasuk asuransi. Namun pada saat ini CIF sudah jarang
digunakan dimana pembeli lebih memilih untuk menyiapkan kapal pengangkut
sendiri. Sedangkan untuk CPO lokal umumnya beban pengangkutan dibebankan
kepada pembeli dimana pembeli dapat mengambil CPOnya sendiri atau
menggunakan jasa transportasi sewaan untuk mengangkut CPO dari gudang
penyimpanan atau tangki penyimpanan milik PTPN (franco pabrik/gudang
penjual).
Fungsi fasilitas disebut juga fungsi pelancar yang merupakan kegiatan-
kegiatan memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi dan arus komoditi antar
produsen dengan konsumen yang meliputi sortasi, grading, dan standardisasi,
pembiayaan, penanggungan risiko dan informasi pasar. Sortasi adalah tindakan
memilih suatu komoditi berdasarkan tingkat kerusakan dan kematangan,
sedangkan grading adalah tindakan mengklasifikasikan hasil-hasil pertanian
menurut standardisasi yang diinginkan sehingga terkumpul menurut suatu ukuran
standar. Sortasi dan grading secara pasti dilakukan oleh pihak produsen (PTPN)
65
dimana terdapat standardisasi berdasarkan warna, asam lemak bebas, kadar air
dan kotoran serta bilangan yodium. Secara umum hanya terdapat 1 jenis grade
untuk CPO hasil produksi PTPN yang dipasarkan melalui KPB PTPN yaitu sesuai
standar SNI.01-2901-2006 yang nantinya akan dijual kepada pembeli (processor).
KPB PTPN dan pembeli sendiri tidak perlu lagi melakukan sortasi dan grading
termasuk mempertanyakan kualitas CPO yang diproduksi PTPN mengingat sudah
sesuai dengan standar nasional.
Dalam hal pembiayaan, pihak produsen (PTPN) dan KPB PTPN memiliki
peran masing-masing dimana sumber dana anggaran pembiayaan KPB PTPN
berasal dari PTPN I – PTPN XIV yang besarnya didasarkan pada perbandingan
rencana penjualan. Biaya operasi dan biaya pegawai KPB PTPN dialokasikan
pada PTPN I – PTPN XIV berdasarkan perbandingan nilai rencana penjualan
yang dilakukan KPB PTPN.
Risiko yang ditanggung oleh lembaga tataniaga CPO dapat berupa risiko
fisik, risiko organisasi, serta risiko pasar. Risiko fisik antara lain adalah
kerusakan, pencurian dan penyusutan. Risiko fisik sangat rentan terjadi pada
pihak produsen (PTPN). CPO yang disimpan dapat menjadi rusak bila tidak
segera dipasarkan sehingga menurunkan standar kualitasnya. Pengaruh iklim,
cuaca (kelembaban,dll) serta proses pengolahan yang tidak baik dapat
mempengaruhi CPO yang akan dihasilkan. Meningkatnya harga jual CPO sendiri
dapat merangsang oknum-oknum tertentu untuk mencuri TBS dari perkebunan.
Nilai alat-alat yang digunakan pun akan mengalami penyusutan setiap tahunnya
dan dapat mempengaruhi proses pengolahan TBS menjadi CPO.
66
Risiko organisasi dapat terjadi pada pihak produsen (PTPN) maupun pada
pihak KPB PTPN. Hal ini terkait dengan adanya oknum-oknum tertentu yang
dapat memanfaatkan kesempatan yang ada untuk memperkaya diri atau kelompok
tertentu. Untuk itu diperlukan adanya sistem pengawasan internal dan kegiatan
audit yang dilakukan pihak internal maupun lembaga independen. Selain risiko di
yang disebutkan di atas, risiko pasar merupakan risiko yang paling signifikan
mempengaruhi kondisi kegiatan tataniaga CPO mengingat harga penjualan CPO
sangat dipengaruhi oleh harga CPO internasional, harga minyak nabati lainnya
(substitusi), kurs/nilai tukar, krisis ekonomi, dll. Selain itu terdapat pula risiko-
risiko seperti risiko pengangkutan (kecelakaan mobil/kapal pengangkut,
pencurian, dll) dan risiko pembayaran (adanya keterlambatan pelunasan sisa
pembayaran yang dilakukan pihak pembeli).
Informasi pasar sangat diperlukan oleh semua pihak yang terlibat dalam
tataniaga CPO. Hal ini sangat berkaitan dengan situasi dan kondisi pasar, lokasi,
mutu, waktu, perluasan pasar, penelitian terhadap produk, serta harga pasar.
Dengan penguasaan terhadap informasi pasar maka kita dapat mengetahui sejauh
mana posisi nilai komoditas tersebut di pasar dunia. Saat ini semua pihak dapat
memperoleh informasi dengan berbagai cara antara lain melalui internet,
pertukaran informasi dengan pihak lain atau lembaga tataniaga lain, buletin,
majalah, dll. Informasi pasar khususnya mengenai harga internasional akan sangat
berguna bagi penentuan harga produk tersebut di dalam negeri khususnya di KPB
PTPN. Informasi harga ini akan menentukan harga yang akan ditawarkan pihak
KPB PTPN maupun pihak pembeli mengingat pembentukan harga tender di KPB
67
PTPN berpatokan terhadap harga internasional (MDEX Malaysia, pasar fisik
Rotterdam).
5.3 Analisis Struktur Pasar CPO
Dalam banyak penelitian mengenai tataniaga CPO disebutkan bahwa
struktur pasar CPO cenderung mendekati bentuk pasar bersaing (competitive
market), dimana dalam satu wilayah pasar terdapat banyak penjual dan banyak
pembeli. KPB PTPN sendiri menjual sebagian besar produk CPOnya kepada
pabrikan dalam negeri untuk mengutamakan memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Sisanya baru diekspor ke negara-negara seperti: Uni Eropa, India, China,
Malaysia, Singapura, dlll. Mengingat sasaran utama penjualan CPO PTPN adalah
konsumen dalam negeri maka penelitian ini akan lebih difokuskan untuk
membahas pemasaran CPO lokal dibanding CPO ekspor.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa struktur pasar pada pelaksanaan
tender CPO domestik (lokal) dilaksanakan setiap hari senin hingga jumat pada
pukul 15.00 WIB sampai dengan selesai. Pelaksanaan tender dihadiri oleh panitia
tender (pihak KPB PTPN) yang terdiri dari Kepala Bagian Penjualan Sawit,
Kepala Bagian Analisa dan Informasi Pasar (AIP), Kepala Urusan Penjualan
Sawit, Kepala Urusan Pengapalan Sawit, Kepala Urusan Analisa Sawit serta para
peserta tender (processor). Namun peserta tender biasanya hanya diwakili oleh
utusan perusahaan misalnya karyawan perusahaan, dll mengingat letak perusahaan
yang tidak semuanya berada di Jakarta atau berada jauh dari kantor KPB PTPN.
Bentuk pemasaran CPO di KPB PTPN adalah tender, dimana diawali
dengan penawaran jumlah CPO oleh KPB PTPN berdasarkan PTPN yang ada lalu
68
para peserta tender (processor) yang berminat akan melakukan penawaran harga
sesuai dengan informasi yang mereka miliki hingga tercapainya harga tertinggi.
KPB PTPN akan menerima penawaran harga tertinggi tersebut bila berada di atas
harga ancar-ancar (Price Idea) yang telah ditetapkan di awal tender oleh KPB
PTPN atau minimal sama dengan harga ancar-ancar (Price Idea) tersebut. Dengan
begitu dapat dikatakan bahwa CPO telah terjual kepada pembeli tersebut. Sekedar
mengingatkan bahwa tidak semua PTPN (PTPN I – PTPN XIV) merupakan
penghasil CPO. PTPN yang menghasilkan CPO antara lain PTPN I - PTPN VIII,
PTPN XIII dan PTPN XIV. Oleh sebab itu ada 10 (sepuluh) produsen CPO yang
ada di KPB PTPN. Selain itu pembeli untuk CPO lokal yang terdaftar di KPB
PTPN berjumlah sekitar 50 perusahaan dengan pelanggan utama seperti: Astra
Agro Lestari, Musim Mas, Multi Nabati Asahan, PT Bukit Kapur Reksa, Permata
Hijau Sawit, SMART Tbk, Wilmar Nabati Indonesia, Nagamas Palmoil Lestari,
Bina Karya Prima, Darmex Oil & Fats, Pelita Agung Agrindustri, Inti Benua
Perkasatama, Sinar Alam Permai, Palm Mas Asri, Tunas Baru Lampung, Pacific
Palmindo Industri, Indokarya Internusa, dll. Sedangkan pelanggan utama untuk
CPO ekspor antara lain Uni Eropa (Wilmar, ISISA, Safic Alcan), India (Protea),
China (Wilmar), Malaysia, Singapura (Gladale Ltd, Wilmar), dll.
Sementara itu, produk CPO yang digunakan sejenis (homogen) yang
memiliki kualitas seragam dan telah terstandar di seluruh Indonesia (SNI) seperti
yang telah tersaji seperti di Tabel 7. Selain itu, informasi beredar secara sempurna
dimana pergerakan harga CPO selalu dipantau setiap saat (Real Time) baik oleh
pihak KPB PTPN maupun oleh pihak pembeli. KPB sendiri mendapatkan
69
informasi secara real time dan periodik. Pengumpulan informasi pasar ini
dilakukan oleh Urusan Informasi Pasar dengan cara:
1. Berlangganan, yaitu:
Online / real time (sumber: kantor berita dunia Reuters, Dow Jones
Newswires)
On line / periodik (sumber: Oil World)
Cetakan (sumber: Oil World, buletin komoditi, majalah, koran,dll)
2. Pemberian cuma-cuma dari lembaga terkait (buletin, majalah, dll)
3. Pencarian data cuma-cuma via internet (data, berita, artikel, dll) yang
bersumber dari: Bursa Berjangka Malaysia (MDEX), pasar fisik
Rotterdam, Market Journal, perbankan (menyangkut pergerakan kurs/nilai
tukar mata uang), dll.
Selain itu produsen (PTPN) dapat dengan mudah memperoleh informasi dari
produsen lainnya, begitu pula dengan para pembelinya. Oleh sebab itu setiap
pembeli dan penjual (PTPN) adalah penerima harga dimana pergerakan harga
sangat bergantung pada harga CPO internasional (MDEX Malaysia dan pasar fisik
Rotterdam), kurs/nilai tukar rupiah, serta harga-harga minyak nabati dunia sebagai
substitusinya (pasar minyak kedelai USA/CBOT, Argentina/GBRA,
Brazil/SYBV, India/NBTI, China/DCE, pasar minyak kelapa Filipina, dll). Di
samping itu KPB PTPN juga menerima produsen CPO lain yang ingin bergabung
untuk menjual produknya melalui tender di KPB PTPN.
Dari penjelasan di atas, maka dapat saya simpulkan bahwa struktur pasar
pada pelaksanaan tender CPO lokal di Kantor Pemasaran Bersama PT Perkebunan
Nusantara (KPB PTPN) mengarah ke bentuk pasar bersaing (competitive market).
70
Begitu pula dengan pelaksanaan tender untuk CPO ekspor yang dilaksanakan
sebulan sekali pada minggu pertama.
5.4 Analisis Perilaku Pasar
Perilaku pasar merupakan tingkah laku lembaga tataniaga dalam struktur
pasar tertentu, sehingga struktur pasar yang terbentuk sangat mempengaruhi
perilaku lembaga tataniaga yang terlibat termasuk pihak-pihak di dalamnya.
Analisis perilaku pasar dapat diketahui dengan mengamati praktek penjualan dan
pembelian yang dilakukan oleh masing-masing lembaga tataniaga termasuk
pihak-pihak yang terlibat, sistem penentuan harga, sistem pembayaran, dan
kerjasama diantara masing-masing pihak.
5.4.1 Praktek Penjualan dan Pembelian
Para produsen dalam hal ini PTPN melakukan penjualan CPO melalui
KPB PTPN yang dikemas dalam tanki-tanki penyimpanan dan diangkut dengan
menggunakan truk, kereta api ataupun kapal laut melalui pelabuhan tertentu.
Volume penjualan dan pembelian CPO dalam transaksi di KPB PTPN dapat
mencapai 2 juta ton per tahun, dimana pada tahun 2008 lalu tercatat sebanyak
1.865.520 ton. Hal ini didukung oleh transaksi penjualan dan pembelian CPO di
KPB PTPN yang dilaksanakan setiap hari senin hingga jumat pada pukul 15.00
WIB melalui proses tender (lelang/auction) sehingga PTPN selaku produsen CPO
dapat menjual produknya dalam kuantitas (jumlah) yang lebih besar dan lebih
sering. Pelaksanaan tender dihadiri oleh panitia tender (pihak KPB PTPN) yang
terdiri dari Kepala Bagian Penjualan Sawit, Kepala Bagian Analisa dan Informasi
71
Pasar (AIP), Kepala Urusan Penjualan Sawit, Kepala Urusan Pengapalan Sawit,
Kepala Urusan Analisa Sawit serta para peserta tender (processor).
Berikut akan dijelaskan tata cara atau prosedur tender CPO lokal.
1. Volume yang akan ditender disusun berdasarkan kondisi penyerahan CIF atau
FOB (FOB Pelabuhan Muat)/Franco pabrik pembeli/penjual dengan mutu
sesuai standar mutu yang berlaku serta bulan penyerahan/pengapalannya
ditetapkan di dalam formulir tender.
2. Pembeli peserta tender menyampaikan penawaran melalui fax/surat yang
dimasukkan kedalam kotak yang telah disediakan di Kantor Pemasaran
Bersama PTPN selambat-lambatnya pada jam 14.00 atau 15.00 WIB (sesuai
undangan) pada hari dan tanggal tender (penawaran melalui fax ditangani oleh
petugas khusus).
3. Harga penawaran diajukan dalam Rp/Kg termasuk PPN (dalam bulatan
Rupiah).
4. Pembeli peserta tender menyampaikan harga penawaran dengan jumlah per lot
sesuai yang ditawarkan dan berdasarkan kondisi penyerahan.
5. Penawaran dengan harga tertinggi yang mencapai atau melebihi price idea
dinyatakan sebagai pemenang tender.
6. Bila terdapat dua pembeli atau lebih dengan harga penawaran yang sama
untuk volume dan lot serta kondisi penyerahan yang sama, maka volume
tersebut dibagi secara proporsional.
7. Bila harga penawaran dari peserta tender tidak mencapai price idea, maka
ditawarkan kembali kepada penawar tertinggi pertama, apabila penawar
72
tertinggi pertama tidak bersedia atau tidak hadir, maka ditawarkan kepada
penawar tertinggi kedua. Apabila penawar tertinggi kedua juga tidak bersedia
atau tidak hadir, maka barang ditawarkan kepada peserta tender lainnya pada
saat pelaksanaan tender, dan apabila peserta tender lainnya tidak bersedia
maka barang ditarik dari tender (withdrawn).
Sedangkan tata cara atau prosedur tender CPO ekspor adalah sebagai berikut.
1. Bagian Jasa Penjualan Minyak Sawit menawarkan minyak sawit kepada Calon
Pembeli.
2. Calon Pembeli menerima penawaran dan mengirimkan tawaran melalui
faksimili atau dimasukkan ke dalam kotak tertutup.
3. Panitia Tender CPO Ekspor membuka penawaran, penawaran sesuai dengan
price idea atau harga tertinggi yang terjadi.
4. Panitia Tender CPO Ekspor melakukan counter kepada Calon Pembeli
tertinggi.
5. Calon Pembeli revisi tawaran sesuai price idea atau harga tertinggi yang
terjadi.
6. Apabila pembeli tidak bersedia maka CPO ditarik dari tender. Panitia Tender
CPO Ekspor Withdrawn.
Sistem transaksi penjualan dan pembelian CPO ini dapat dikatakan
merupakan sistem jual beli bebas dan sistem kepercayaan, berlangganan dimana
para pelaku tataniaga sudah bekerja sama cukup lama sehingga terjalin
kepercayaan satu sama lain antar pelaku kegiatan tataniaga. Selain itu, para
73
pembeli dapat dengan bebas memilih CPO hasil produksi PTPN mana yang ingin
dibeli dan dapat ditawar dengan harga yang telah mereka perkirakan sendiri.
5.4.2 Sistem Penentuan Harga
Sistem penentuan harga jual beli dalam tataniaga komoditi CPO terbentuk
melalui sistem lelang di dalam tender di KPB PTPN. Dalam tender ini, pembeli
dengan penawar harga tertinggi memiliki peluang terbesar untuk mendapatkan
CPO. Sebenarnya, sebelum tender dilaksanakan di KPB PTPN, Bagian AIP
(Analisis dan Informasi Pasar), Bagian Penjualan Sawit, beserta staf-staf internal,
dll melakukan rapat internal (15 – 30 menit sebelum tender) guna menentukan
harga ancar-ancar atau biasa disebut “Price Idea”. “Price Idea” berlaku untuk
FOB Belawan/Dumai sedangkan bila di luar Belawan dan Dumai maka “Price
Idea” akan dikurangi nilai pengurang sebagai biaya angkut (asuransi, dll) bagi
pembeli sehingga harganya berada di bawah “Price Idea” misalnya FOB Siak,
Franco PKS Bunut, dll. Besarnya “Price Idea” sangat dipengaruhi oleh harga
CPO di tingkat internasional (Bursa Berjangka Malaysia/MDEX, pasar fisik
Rotterdam) serta nilai tukar mata uang rupiah (kurs) sehingga besarnya selalu
berubah-ubah sesuai situasi dan kondisi pasar. Sistem ini dapat dikatakan sebagai
sistem penentuan harga secara sepihak dimana dapat dikatakan bahwa harga
terendah (nilai minimal) dari suatu produk telah ditentukan oleh pihak lembaga
pemasaran.
“Price Idea” menjadi harga patokan (counter price) bagi KPB PTPN
untuk melepas CPO kepada para pembeli yang menawar. Namun, besarnya “Price
Idea” ini masih dirahasiakan sampai semua harga yang ditawarkan oleh para
74
pembeli lebih rendah daripada “Price Idea” maka pihak KPB PTPN akan
melakukan counter dengan “Price Idea” tadi. Disinilah terjadi sistem tawar
menawar dimana harga yang terbentuk merupakan hasil kesepakatan kedua belah
pihak. Harga yang telah disepakati tergantung pada kekuatan permintaan dan
penawaran yang terjadi di pasar. Bila para pembeli tetap bertahan untuk tidak
menaikkan harga penawarannya tadi maka CPO ditarik kembali oleh pihak KPB
PTPN atau CPO tidak terjual (withdrawn) sehingga CPO dapat kembali
ditawarkan KPB PTPN di tender berikutnya. Sedangkan jika harga yang
ditawarkan pembeli minimal sama atau lebih tinggi dari “Price Idea” maka CPO
terjual kepada penawar tersebut.
5.4.3 Sistem Pembayaran
Sistem pembayaran CPO untuk tender di KPB PTPN pada umumnya
berupa sistem pembayaran transfer melalui bank dalam jangka waktu 14 hari
setelah kontrak tender disetujui dan ditandatangani oleh pihak pembeli dan pihak
KPB PTPN. Dalam jangka waktu tersebut pembayaran terhadap CPO yang dibeli
harus sudah lunas sehingga dapat diterbitkan kontrak penjualan (sales contract)
dalam bentuk in-voice sementara untuk pembeli. Bila dalam jangka waktu ini
pembeli tidak melunasi pembayarannya maka akan dikenakan denda. Dan bila
masih belum membayar (termasuk denda) juga maka pembeli akan dinon-aktifkan
sementara dari keanggotaan sebagai pembeli di KPB PTPN sehingga tidak dapat
mengikuti tender untuk waktu yang tidak ditentukan hingga pembeli
menyelesaikan masalah pembayaran tadi. Namun bila pembayaran telah dilunasi
maka dalam jangka waktu 14 hari berikutnya CPO harus diserahkan kepada
75
pembeli dimana akan dibuat D/O (Delivery Order) yang diterbitkan oleh KPB
PTPN untuk pembeli agar pembeli dapat mengambil CPO tersebut.
Sebelum diangkut, CPO ditimbang terlebih dahulu untuk memastikan
jumlah berat CPOnya sesuai dengan kontrak. Jumlah CPO yang ditimbang
terkadang tidak sesuai (terdapat kelebihan/kekurangan) dengan yang tertera di
kontrak maka diterbitkanlah in-voice tetap. Bila terjadi kelebihan atau kekurangan
pada jumlah CPO tadi maka akan disesuaikan pada kontrak berikutnya (transaksi
jual beli berikutnya). Sistem pembayaran transfer melalui bank ini berlangsung
tergantung pada tingkat kepercayaan dan perjanjian antara kedua belah pihak
dimana pembayaran harus lunas yang dilakukan di muka dengan transfer melalui
bank (cth: Bank Mandiri) ke rekening PTPN yang bersangkutan dalam jangka
waktu 14 hari. Setelah uang transfer masuk ke rekening milik PTPN yang
bersangkutan dan telah dipastikan lewat bank serta surat tanda bukti pembayaran
melalui bank maka CPO dapat diantar atau dijemput sesuai dengan kesepakatan
pengangkutan yang terjadi antara kedua belah pihak.
5.5 Keragaan Pasar
Keragaan pasar merupakan akibat dari struktur dan perilaku pasar yang
terbentuk dalam kegiatan tataniaga yang ditunjukkan dengan harga, biaya, dan
volume produksi. Deskripsi dari keragaan pasar dapat dilihat dari indikator: (1)
harga dan penyebarannya di tingkat produsen dan konsumen; dan (2) marjin dan
penyebarannya pada setiap pelaku pemasaran. Keragaan pasar CPO dianalisis
dengan menggunakan analisis fleksibilitas transmisi harga dan analisis
keterpaduan pasar (Indeks of Market Connection).
76
5.5.1 Fleksibilitas Transmisi Harga
Tujuan analisis fleksibilitas transmisi harga dalam penelitian ini adalah
untuk melihat pengaruh perubahan relatif harga pada tingkat harga penjualan di
tingkat konsumen terhadap perubahan relatif harga di tingkat PTPN yang dijual
oleh KPB PTPN (“Price Idea”). Analisis ini dilakukan terhadap data antara tahun
2007 hingga tahun 2009 (tepatnya sampai dengan Juni 2009). Data harga ini
selalu mengalami perubahan setiap harinya karena pelaksanaan tender di KPB
PTPN yang dilaksanakan setiap hari antara hari senin hingga jumat (5 kali
seminggu) apalagi mengingat harga CPO yang selalu berfluktuatif tergantung
pada situasi dan kondisi pasar. Hasil analisis disajikan pada tabel berikut.
Tabel 10. Koefisien Regresi dan Fleksibilitas Transmisi Harga antara Harga di
Tingkat Konsumen (PR) dan Harga di Tingkat Produsen PTPN (PF)
Variabel Koefisien Dugaan SE
Koefisien t-statistic Probabilitas
Konstanta 4,1368 0,0015 0,3605 0,7211
PR 1,0017 11,4724 654,6566 0,0000*
R—Sq = 99,9935 % 1/𝜂 = 1,0024
R—Sq (adj) = 99,9932 %
F—Statistic = 428575,2 Prob. (F stat) = 0,0000
Sumber: KPB PTPN Jakarta, 2009, (Hasil Olahan).
Keterangan: *) nyata pada taraf 5 persen
Tabel tersebut menunjukkan bahwa fleksibilitas transmisi harga antara
tingkat harga di tingkat konsumen dengan harga di tingkat produsen PTPN atau
KPB (Price Idea) kelembagaan KPB lebih besar dari satu. Hal ini berarti apabila
terjadi perubahan harga pada tingkat konsumen sebesar 1 persen, maka akan
mengakibatkan perubahan harga di tingkat produsen PTPN (KPB) lebih besar dari
1 persen, ceteris paribus. Secara lebih spesifik ini berarti bahwa pada
kelembagaan lelang, jika terjadi perubahan harga pada tingkat konsumen sebesar
1 persen akan mengakibatkan perubahan harga pada tingkat PTPN sebesar 1,0024
77
persen, baik dalam keadaan harga naik maupun harga turun. Hal ini berarti bahwa
perubahan harga CPO pada tingkat produsen PTPN (KPB) terjadi secara
proporsional dengan perubahan harga CPO yang terjadi pada tingkat konsumen.
Apabila dilihat maka tingginya fleksibilitas transmisi harga pada
kelembagaan lelang KPB merupakan refleksi dari relatif kecilnya hambatan
komunikasi dan informasi karena processor atau konsumen langsung berhadapan
dengan produsen PTPN yang diwakili oleh KPB. Harga terbentuk secara
kompetitif karena adanya persaingan yang ketat dan efektif pada tingkat pembeli
atau konsumen dalam usahanya mendapatkan CPO yang ditransaksikan. Di
samping itu, produsen PTPN (KPB) sendiri berada pada posisi tawar-menawar
yang lebih kuat karena telah mempunyai standar CPO dan harga CPO serta hanya
menjual CPOnya kepada pembeli atau konsumen yang memberikan harga
tertinggi.
Fleksibilitas transmisi harga dalam suatu analisis tataniaga bisa menjadi
cerminan adanya perbedaan pandangan antara produsen di suatu pihak yang
menginginkan harga tinggi, dan pembeli di pihak lain yang menginginkan harga
yang rendah dengan keuntungan yang sebesar-besarnya. Oleh karena itu
kelembagaan yang efisien harus dapat mengakomodasikan sebesar-besarnya dua
kepentingan yang berbeda tadi dimana kelembagaan tataniaga tersebut harus
mampu menyampaikan barang-barang yang diproduksi dari produsen hingga ke
konsumen dengan biaya yang serendah mungkin dan mampu memberikan
kepuasan maksimal kepada konsumen.
78
5.5.2 Keterpaduan Pasar
Keterpaduan pasar menunjukkan seberapa besar pembentukan harga pada
suatu pasar atau tingkat lembaga tataniaga tertentu mempengaruhi harga pada
suatu pasar lain atau tingkat lembaga tataniaga lain, serta melihat seberapa efisien
sistem pasar bekerja sehingga membentuk pasar yang terintegrasi atau terpadu
secara sempurna. Kekuatan pembentukan harga secara ekonomi akan berbeda
antara satu tingkat pasar dengan tingkat pasar lainnya. Hal tersebut menunjukkan
bahwa setiap pasar memiliki kurva penawaran dan permintaan yang berbeda. IMC
menggambarkan secara dinamis tingkat integrasi pasar jangka pendek antara pasar
pengikut dan pasar acuannya. Selain itu IMC juga menunjukkan tingkat efisiensi
pembentukan harga CPO di tingkat produsen PTPN, apakah dominan dipengaruhi
oleh harga CPO di pasar acuan dalam hal ini harga CPO di pasar CPO
internasional di Bursa Berjangka Malaysia (MDEX) dan harga di pasar CPO
internasional di pasar fisik Rotterdam atau dominan dipengaruhi oleh kondisi atau
faktor-faktor lokal.
Analisis keterpaduan pasar komoditi CPO adalah melihat keterpaduan
pasar CPO domestik khususnya di KPB PTPN dengan pasar CPO internasional di
Bursa Berjangka Malaysia (MDEX). Selain itu juga digunakan untuk melihat
keterpaduan pasar CPO domestik di KPB PTPN dengan pasar CPO internasional
di pasar fisik Rotterdam. Analisis indeks keterpaduan pasar antara pasar CPO di
KPB PTPN dengan pasar CPO di MDEX (Bursa Berjangka Malaysia) disajikan
dalam tabel berikut ini.
79
Tabel 11. Koefisien Regresi Keterpaduan Pasar antara Pasar CPO di KPB PTPN
dengan Pasar CPO Internasional di MDEX (Bursa Berjangka Malaysia)
Variabel Koefisien Dugaan SE
Koefisien t-
statistic Probabilitas
Konstanta 307,6324 104,8402 2,9342 0,0047*
Pit-1 (b1) 0,6080 0,0912 6,6653 0,0000*
Pjt — Pjt-1 (b2) 0,8760 0,0691 12,6687 0,0000*
Pjt-1 (b3) 0,3509 0,0862 4,0702 0,0001*
R—Sq = 98,2352 % IMC = 1,7326
R—Sq (adj) = 98,1484 %
F — Hitung = 1131,799 Prob. (F stat) = 0,0000
Sumber: KPB PTPN Jakarta, 2009, (Hasil Olahan).
Keterangan: *) nyata pada taraf 5 persen
Keterpaduan pasar diperoleh dari nilai b2 (untuk menentukan keterpaduan
pasar jangka pendek) dan nilai IMC (Indeks of Market Connection) untuk
menentukan keterpaduan pasar jangka panjang, yaitu nilai yang diperoleh dari
hasil pembagian antara nilai koefisien variabel Pit-1 (variabel lag harga di pasar
pengikut) dengan nilai koefisien variabel Pjt-1 (variabel lag harga di pasar acuan).
Dari tabel di atas terlihat antara pasar CPO di KPB PTPN dengan pasar CPO
Internasional di MDEX Malaysia diperoleh nilai IMC sebesar 1,7326, yaitu nilai
IMC lebih besar dari satu, artinya tidak terjadi keterpaduan pasar jangka panjang
antara pasar pengikut dan pasar acuan dikarenakan t-hitung (6,66) > t-tabel (1,67),
maka hipotesis alternatif (H1) diterima secara statistik (tolak H0) sehingga artinya
kedua pasar tidak terpadu dalam jangka panjang. Hal ini juga menunjukkan bahwa
kondisi atau faktor di pasar pengikut memiliki pengaruh yang dominan terhadap
pembentukan harga di pasar pengikut atau dengan kata lain terjadinya perubahan
harga CPO di tingkat pasar acuan (MDEX Malaysia) tidak memiliki pengaruh
dominan terhadap pembentukan harga CPO di tingkat pasar pengikut dalam
jangka panjang.
80
Berdasarkan tabel di atas juga diperoleh koefisien b2 sebesar 0,8760 yang
artinya terjadi keterpaduan pasar jangka pendek, dikarenakan t-hitung (-1,79) < t-
tabel (1,67), maka hipotesis nol (H0) tidak dapat ditolak secara statistik sehingga
kedua pasar terpadu dalam jangka pendek. Keterpaduan pasar jangka pendek ini
terlihat dari b2 yang semakin mendekati satu (b2 = 0,8760) dimana derajat
asosiasinya semakin tinggi yang menunjukkan perubahan harga pasar acuan akan
sebagian besar diteruskan ke pasar pengikut.
Sebenarnya tingginya keterpaduan (integrasi) pasar jangka pendek ini
disebabkan oleh informasi pasar yang bersifat simetris yang menggambarkan
perubahan harga pada suatu pasar atau suatu tingkat lembaga tataniaga dapat
ditransmisikan dengan cepat ke pasar lain atau tingkat lembaga tataniaga lainnya.
Hal ini juga berarti bahwa lancarnya arus informasi antara pasar acuan dan pasar
pengikut baik antara produsen maupun konsumen. Selain itu juga volume CPO
dalam setiap transaksi tender di KPB PTPN Jakarta juga relatif besar.
Analisis indeks keterpaduan pasar antara pasar CPO di KPB PTPN dengan
pasar CPO di Pasar Fisik Rotterdam disajikan dalam tabel berikut ini.
Tabel 12. Koefisien Regresi Keterpaduan Pasar antara Pasar CPO di KPB PTPN
dengan Pasar CPO Internasional di Pasar Fisik Rotterdam
Variabel Koefisien Dugaan SE
Koefisien t-
statistic Probabilitas
Konstanta 259,5784 100,3794 2,5859 0,0121*
Pit-1 (b1) 0,6246 0,0945 6,6103 0,0000*
Pjt — Pjt-1 (b2) 0,8278 0,0676 12,2414 0,0000*
Pjt-1 (b3) 0,3117 0,0839 3,7129 0,0004*
R—Sq = 98,2659 % IMC = 2,0038
R—Sq (adj) = 98,1807 %
F—Hitung = 1152,258 Prob. (Fstat) = 0,0000
Sumber: KPB PTPN Jakarta, 2009, (Hasil Olahan).
Keterangan: *) nyata pada taraf 5 persen
81
Dari tabel tersebut terlihat antara pasar CPO di KPB PTPN dengan pasar CPO
Internasional di Pasar Fisik Rotterdam diperoleh nilai IMC sebesar 2,0038, yaitu
nilai IMC lebih besar dari satu, artinya tidak terjadi keterpaduan pasar jangka
panjang antara pasar pengikut dan pasar acuan dikarenakan t-hitung (6,60) > t-
tabel (1,67), maka hipotesis alternatif (H1) diterima secara statistik sehingga
artinya kedua pasar tidak terpadu dalam jangka panjang. Hal ini juga
menunjukkan bahwa kondisi atau faktor di pasar pengikut memiliki pengaruh
yang dominan terhadap pembentukan harga di pasar pengikut atau dengan kata
lain terjadinya perubahan harga CPO di tingkat pasar acuan (Pasar Fisik
Rotterdam) tidak memiliki pengaruh dominan terhadap pembentukan harga CPO
di tingkat pasar pengikut dalam jangka panjang.
Berdasarkan tabel di atas juga diperoleh koefisien b2 sebesar 0,8278 yang
artinya terjadi keterpaduan pasar jangka pendek, dikarenakan t-hitung (-2,54) < t-
tabel (1,67), maka hipotesis nol (H0) tidak dapat ditolak secara statistik sehingga
kedua pasar terpadu dalam jangka pendek. Keterpaduan pasar jangka pendek ini
terlihat dari b2 yang semakin mendekati satu (b2 = 0,8278) dimana derajat
asosiasinya semakin tinggi yang menunjukkan perubahan harga pasar acuan akan
sebagian besar diteruskan ke pasar pengikut. Sama seperti penjelasan sebelumnya,
sebenarnya tingginya keterpaduan (integrasi) pasar jangka pendek ini disebabkan
oleh informasi pasar yang bersifat simetris yang menggambarkan perubahan harga
pada suatu pasar atau suatu tingkat lembaga tataniaga dapat ditransmisikan
dengan cepat ke pasar lain atau tingkat lembaga tataniaga lainnya. Hal ini juga
berarti bahwa lancarnya arus informasi antara pasar acuan dan pasar pengikut baik
82
antara produsen maupun konsumen. Tersedianya layanan internet yang membantu
produsen dan konsumen sehingga mereka dapat mengakses informasi dan
bertukar informasi secara lokal, nasional hingga global (mendunia). Selain itu
juga volume CPO dalam setiap transaksi tender di KPB PTPN Jakarta juga relatif
besar.
Dari hasil analisis di atas baik untuk Bursa Berjangka Malaysia (MDEX)
maupun pasar fisik Rotterdam diperoleh diperoleh bahwa terjadi keterpaduan
pasar jangka pendek namun tidak terjadi keterpaduan pasar jangka panjang. Hal
ini sedikit berbeda dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan Reni Kustiari
dimana untuk pasar kopi terdapat keterpaduan pasar jangka panjang dimana harga
kopi robusta Indonesia sangat dipengaruhi (dominan) oleh tingkat harga di pasar
internasional. Hal ini didukung pula oleh Surat Direktur Jenderal Pajak tanggal 11
Juni 2001 bahwa atas ekspor kopi dikenakan PPN dengan tarif 0 persen dan
pajak masukan yang telah dibayar dapat diminta kembali.
Sedangkan untuk pemasaran CPO produksi PTPN yang dilakukan melalui
KPB PTPN Jakarta lebih diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri
dibandingkan untuk pasar ekspor. Hal ini dapat terlihat dari tender untuk CPO
lokal yang diadakan di KPB PTPN Jakarta yang mencapai 5 kali dalam seminggu
(Senin hingga Jumat) sedangkan untuk CPO ekspor hanya 1 kali dalam sebulan.
Apalagi untuk CPO masih dikenakan biaya PPN (Pajak Pertambahan Nilai)
sebesar 10 persen dan untuk ekspor masih dikenakan pula pajak ekspor. Hal ini
juga menunjukkan bahwa kondisi atau faktor di pasar pengikut memiliki pengaruh
yang dominan terhadap pembentukan harga di pasar pengikut atau dengan kata
83
lain terjadinya perubahan harga CPO di tingkat pasar acuan (MDEX Malaysia dan
pasar fisik Rotterdam) tidak memiliki pengaruh dominan terhadap pembentukan
harga CPO di tingkat pasar pengikut dalam jangka panjang.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Suatu sistem tataniaga dapat dikatakan efisien apabila sistem tataniaga
tersebut dapat memberikan kepuasan bagi semua pihak yang terlibat, yaitu
produsen, konsumen, dan lembaga-lembaga tataniaga lainnya. KPB PTPN Jakarta
selaku lembaga pemasaran produk-produk perkebunan milik negara termasuk
CPO menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik dan efisien sebagai lembaga
tataniaga CPO. Hal ini dapat terlihat dari indikator - indikator yang dapat
digunakan untuk mengukur efisiensi tataniaga antara lain:
1. Kemerataan fungsi-fungsi tataniaga yang dilaksanakan oleh setiap lembaga
tataniaga yang terlibat. Fungsi-fungsi tataniaga yang dilaksanakan cukup
merata pada setiap lembaga tataniaga, dengan kegiatan tataniaga yang
menyebar pada masing-masing lembaga tataniaga. Hal ini dapat dilihat dari
beragamnya fungsi-fungsi tataniaga karena semakin banyak fungsi-fungsi
yang dilaksanakan oleh sebuah lembaga tataniaga maka biaya yang
dikeluarkan semakin besar.
2. Pola saluran pemasaran yang terbentuk yaitu Produsen (PTPN) KPB
PTPN Pembeli (Processor).
3. Volume penjualan pada setiap transaksi saluran tataniaga CPO dimana volume
penjualan CPO yang dilakukan relatif cukup besar.
4. Struktur dan perilaku pasar yang dihadapi tidak membuat pelaku-pelaku pasar
melakukan suatu upaya rekayasa untuk mempengaruhi harga pasar. Struktur
pasar pada setiap tingkat lembaga tataniaga terlihat cukup beragam dan secara
85
umum struktur pasar yang terbentuk pada sistem tataniaga CPO cenderung
mendekati kepada struktur pasar bersaing (competitive market).
5. Keragaan pasar yang diukur dari:
a. Analisis fleksibilitas transmisi harga, dimana didapat tingkat fleksibilitas
transmisi harga CPO KPB PTPN Jakarta sebesar 1,0024 yang
menunjukkan perubahan harga pada tingkat konsumen sebesar 1 persen,
maka akan mengakibatkan perubahan harga di tingkat produsen PTPN
(KPB) sebesar 1,0024 persen, ceteris paribus, baik dalam keadaan harga
naik maupun harga turun. Perubahan harga CPO pada tingkat produsen
PTPN (KPB) terjadi secara proporsional dengan perubahan harga CPO
yang terjadi pada tingkat konsumen.
b. Analisis keterpaduan pasar (IMC), dimana untuk keterpaduan pasar di
KPB PTPN Jakarta dengan pasar MDEX Malaysia didapat IMC sebesar
1,7326 sehingga tidak terjadi keterpaduan pasar jangka panjang antara
pasar pengikut dan pasar acuan dikarenakan t-hitung > t-tabel (tolak H0)
dan diperoleh koefisien b2 sebesar 0,8760 yang artinya terjadi keterpaduan
pasar jangka pendek, dikarenakan t-hitung < t-tabel, maka H0 tidak dapat
ditolak secara statistik sehingga kedua pasar terpadu dalam jangka pendek.
Sedangkan untuk keterpaduan pasar di KPB PTPN Jakarta dengan pasar
fisik Rotterdam didapat IMC sebesar 2,0038 sehingga tidak terjadi
keterpaduan pasar jangka panjang antara pasar pengikut dan pasar acuan
dikarenakan t-hitung > t-tabel (tolak H0) dan diperoleh koefisien b2 sebesar
0,8278 yang artinya terjadi keterpaduan pasar jangka pendek.
86
6.2 Saran
Saran penulis dalam penelitian ini adalah:
1. Perlu dilakukan penelitian tambahan terhadap kelembagaan pemasaran
KPB PTPN Jakarta terkait marjin tataniaga, bagian harga yang diterima
petani (farmer’s share), rasio keuntungan dan biaya serta perbandingannya
secara relatif terhadap pihak swasta untuk lebih mengetahui lebih dalam
lagi efisiensi dari KPB PTPN Jakarta.
2. Pemerintah harus berani untuk menjadikan pasar CPO Indonesia sebagai
pasar acuan internasional sehingga harga CPO Indonesia dapat menjadi
acuan mengingat Indonesia merupakan produsen CPO terbesar di dunia
seperti yang sedang diusahakan saat ini melalui BBJ (Bursa Berjangka
Jakarta).
3. Fungsi tataniaga KPB PTPN Jakarta harus memiliki batas-batas yang lebih
jelas dalam menjalankan fungsi-fungsinya sehingga tidak mencampuri
urusan produksi, pengangkutan, dll.
4. Melakukan pendataan kembali para processor (peserta tender) yang ada
dan promosi untuk menarik minat para processor baru agar mau menjadi
peserta tender KPB PTPN Jakarta.
5. Meningkatkan kuantitas dan kualitas (mutu) CPO yang ditenderkan
sehingga para processor lebih banyak yang tertarik untuk ikut memberikan
penawaran.
6. Memanfaatkan kantor cabang KPB PTPN di Medan dan Surabaya untuk
melaksanakan tender produk perkebunan termasuk CPO agar dapat
mengakomodasi para processor yang berasal dari daerah.
7. Mengembangkan teknologi informasi dalam hal penambahan aplikasi agar
dapat mempermudah kinerja operasional seperti mengembangkan tender
online (e-tender) serta penyediaan informasi yang akurat dan up to date.
8. Mengembangkan industri hilir pengolahan produk kelapa sawit atau yang
juga dikenal dengan produk turunan (derivative product) agar
meningkatkan nilai tambah dari kelapa sawit dan CPO itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Alisyahbana, Y. 2001. Analisis Proses Tender Minyak Sawit (CPO) Di Kantor
Pemasaran Bersama (KPB) PT Perkebunan Nusantara Jakarta [tesis].
Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Arifianto, W. Y. 2007. Analisis Marjin Tataniaga dan Keterpaduan Pasar Daging
Domba di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat (Kasus Pasar Ternak
Regional Pakowon Bojong Cideres, Pasar Kadipaten, dan Pasar
Cigasong) [skripsi]. Program Studi Ekstensi Manajemen Agribisnis,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Brandt, J. A and B. C. French. 1981. An Analysis of Economic Relationship and
Projected Adjustment in the US. Processing Tomato Industry. Giannini
Foundation Research Report No. 331. Division of Agricultural Sciences.
University of California.
Campbell, G. R and T. S. Clevenger. 1975. An Institutional Approach to Vertical
Coordination in Agriculture. Department of Agricultural Economics,
University of Wisconsin, Madison.
Dillon, H. S. 1998. Manajemen Distribusi Produk-Produk Agroindustri. Makalah
disajikan dalam NET Seminar: Sistem Distribusi Barang di Indonesia.
Forum Teknologi Informasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember,
Surabaya.
Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun). 2007. Statistik Perkebunan
Indonesia: Kelapa Sawit, 1994-2008. Departemen Pertanian, Jakarta.
Djojohadikusumo, S. 1991. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Buku I Dasar
Teori dalam Ekonomi. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Evans, J. R and Berman, B. 1995. Principles of Marketing. Edisi ke-3. Prentice-
Hall International, New Jersey.
George, P. S and G. A. King. 1972. Consumer Demand for Food Commodities in
the United States with Projections for 1980. Giannini Foundations
Monograph No. 39. University of California.
Hariadi, A. 2001. Kajian metode penjualan Kelapa Sawit di Divisi Penjualan
Kelapa Sawit Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PT Perkebunan
Nusantara Jakarta [tesis]. Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
http://ditjenbun.deptan.go.id
88
Juanda, B. 2007. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. IPB Press, Bogor.
Kohls, R. L. 1972. Marketing of Agricultural Products. Fourth Edition. The
McMillan Company, New York.
Kotler, P. 1997. Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi,
dan Kontrol. Penerbit Prenhallindo, Jakarta.
Kotler, P. dan G. Amstrong. 1995. Dasar-Dasar Pemasaran. Edisi ke-6 Jilid 1.
Intermedia, Jakarta.
Mubyarto. 1987. Politik Pertanian dan Pembangunan Pedesaan. Cetakan ke-2.
Penerbit Sinar Harapan, Jakarta.
________. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Edisi ke-4. LP3ES, Jakarta.
Nancy, C. 1988. Usaha untuk Meningkatkan Daya Saing Karet Alam Indonesia di
Pasar Internasional melalui Efisiensi Pemasaran [tesis]. Program
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Pahan, I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Cetakan ke-4. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Pakpahan, A. 1989. Perspektif Ekonomi Institusi dalam Pengelolaan Sumber
Daya Alam. Ekonomi dan Keuangan Indonesia, 37(4): 445-464.
___________. 1990a. Permasalahan dan Landasan Konseptual dalam Rekayasa
Institusi (Koperasi). Makalah disampaikan pada Seminar Pengkajian
Makalah Perkoperasian Nasional, 23 Oktober 1990. Badan Penelitian dan
Pengembangan, Departemen Koperasi dan Pusat Penelitian Sosial
Ekonomi, Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pertanian,
Bogor.
___________. 1991b. Penanggulangan Kemiskinan: Prinsip Dasar, Metodologi
dan Upaya Penanggulangannya. Prosiding Seminar dan Lokakarya
Nasional (Semiloka Nasional) Penanggulangan Kemiskinan. 20-24 Mei
1991. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Purcell, W. D. 1979. Agricultural Marketing: Systems, Coordination, Cash and
Future Price. A Prentice-Hall Company, Reston.
Schmid, A. A. 1987. Property, Power and Public Choice: An Inquiry into Law
and Economics. Second Edition. Preager, New York.
Scott, J. S. 1993. Perlawanan Kaum Tani. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Sukmadinata, T. 1995. Kajian Kelembagaan Transaksi dalam Pemasaran Hasil
Usaha Penangkapan Ikan di Jawa Timur. Disertasi Doktor. Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
89
Syukuta, M. and M. L. Cook. 2001. A New Institutional Economics Approach to
Contrast and Cooperatives. Working Paper No. 01-04. Contracting and
Organizations Research Initiative, University of Missouri, Missouri.
Tumbel, T. M. 1996. Analisis Pemasaran Kopra pada Tingkat Pedagang
Pengumpul di Kabupaten Minahasa Propinsi Sulawesi Utara. Tesis
Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Wassink, J. T. And S. I. Wiselius. 1980. Aspects of Marketing of Tropical Timber:
A Practical Guide. Department of Agricultural Research of The Royal
Tropical Institute Amsterdam, Amsterdam.
LAMPIRAN
91
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Harga CPO Fob MDEX Malaysia (2004-2009)
Bulan
Tahun
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Januari 454 335 387 542 988 519
Februari 500 368 407 552 1.118 520
Maret 488 384 396 567 1.159 531
April 479 376 412 630 1.088 656
Mei 407 371 405 700 1.098 741
Juni 400 371 415 711 1.100 684
Juli 372 367 462 738 1.032
Agustus 398 364 436 708 795
September 369 388 430 738 669
Oktober 377 383 467 803 478
November 373 370 539 882 432
Desember 366 377 568 888 445
Sumber: KPB PTPN Jakarta, 2009.
Lampiran 2. Data Harga CPO Cif Rotterdam (2004-2009)
Bulan
Tahun
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Januari 497 400 418 594 1.051 557
Februari 531 401 438 603 1.159 568
Maret 547 429 436 617 1.235 597
April 537 427 436 707 1.169 703
Mei 511 417 435 772 1.203 794
Juni 437 419 430 803 1.209 723
Juli 426 415 471 813 1.184
Agustus 432 407 510 840 831
September 435 421 497 836 766
Oktober 427 441 508 879 553
November 432 441 541 943 484
Desember 422 428 565 950 494
Sumber: KPB PTPN Jakarta, 2009.
92
Lampiran 3. Data Harga CPO di Tingkat Produsen (Pf) dan Konsumen (Pr)
(2007-2009)
Bulan Pf (Rp/Kg) Pr (Rp/Kg) Q yg ditawarkan (Ton) Q yg terjual (Ton)
Januari 5295 5305 33.500 21.000
Februari 5335 5344 27.250 21.000
Maret 5596 5611 35.000 21.000
April 6443 6493 31.500 21.000
Mei 6820 6842 23.500 21.000
Juni 6939 6979 49.000 21.000
Juli 7084 7100 58.250 21.000
Agustus 7298 7308 123.000 21.000
September 7219 7244 150.000 21.000
Oktober 7445 7448 147.500 21.000
November 8067 8083 132.500 21.000
Desember 7858 7872 69.500 21.000
Januari 9199 9233 68.000 21.000
Februari 9940 9965 98.000 21.000
Maret 9682 9707 133.500 21.000
April 9288 9332 118.250 21.000
Mei 9958 9967 167.000 21.000
Juni 9497 9509 236.750 21.000
Juli 8740 8755 198.250 21.000
Agustus 6923 6959 154.500 21.000
September 6003 6013 234.000 21.000
Oktober 4565 4577 175.000 21.000
November 5156 5166 184.500 21.000
Desember 5343 5347 98.000 21.000
Januari 6243 6249
Februari 6902 6919
Maret 7199 7209
April 8211 8220
Mei 8507 8510
Juni 7561 7561
Rata/Total 6428 6433 2.746.250 1.678.750
Sumber: KPB PTPN Jakarta, 2009.
93
Lampiran 4. Data Harga CPO Lokal yang terjual di KPB PTPN Jakarta
(2004-2009)
Bulan Harga CPO lokal
(Rp/Kg)
Januari 4.096
Februari 4.410
Maret 4.723
April 4.760
Mei 4.690
Juni 4.057
Juli 3.731
Agustus 3.802
September 3.880
Oktober 3.725
November 3.680
Desember 3.613
Januari 3.366
Februari 3.225
Maret 3.782
April 3.863
Mei 3.784
Juni 3.749
Juli 3.855
Agustus 3.848
September 4.006
Oktober 4.084
November 3.869
Desember 3.679
Januari 3.696
Februari 3.857
Maret 3.772
April 3.713
Mei 3.806
Juni 3.917
Juli 4.013
Agustus 4.362
September 4.191
Bulan Harga CPO lokal
(Rp/Kg)
Oktober 4.179
November 5.031
Desember 5.124
Januari 5.305
Februari 5.344
Maret 5.611
April 6.493
Mei 6.842
Juni 6.979
Juli 7.100
Agustus 7.308
September 7.244
Oktober 7.448
November 8.083
Desember 7.872
Januari 9.233
Februari 9.965
Maret 9.707
April 9.332
Mei 9.967
Juni 9.509
Juli 8.755
Agustus 6.959
September 5.984
Oktober 4.577
November 5.166
Desember 5.347
Januari 6.249
Februari 6.919
Maret 7.209
April 8.220
Mei 8.510
Juni 7.561
Sumber: KPB PTPN Jakarta, 2009.
94
Lampiran 5. Data Kurs Rp/USD (2004-2009)
Bulan Kurs Jual Kurs Beli
Januari 8894.95 7894.95
Februari 8925.17 7925.17
Maret 9068.82 8068.82
April 9108.25 8108.25
Mei 9465.32 8465.32
Juni 9882.38 8882.38
Juli 9536.86 8536.86
Agustus 9735.43 8735.43
September 9682.60 8682.60
Oktober 9596.24 8596.24
November 9531.47 8531.47
Desember 9723.10 8723.10
Januari 9744.90 8744.90
Februari 9744.94 8744.94
Maret 9870.52 8870.52
April 10039.35 9039.35
Mei 9979.80 8979.80
Juni 10116.45 9116.45
Juli 10299.29 9299.29
Agustus 10486.18 9486.18
September 10732.57 9732.57
Oktober 10593.38 9593.38
November 10540.71 9540.71
Desember 10357.32 9357.32
Januari 9972.38 8972.38
Februari 9753.15 8753.15
Maret 9671.57 8671.57
April 9436.94 8436.94
Mei 9484.86 8484.86
Juni 9412.50 8412.50
Juli 9625.48 8625.48
Agustus 9594.25 8594.25
September 9643.33 8643.33
Oktober 9687.18 8687.18
Bulan Kurs Jual Kurs Beli
November 9634.59 8634.59
Desember 9586.80 8586.80
Januari 9567.96 8567.96
Februari 9567.80 8567.80
Maret 9663.95 8663.95
April 9597.55 8597.55
Mei 9344.33 8344.33
Juni 9483.65 8483.65
Juli 9567.14 8567.14
Agustus 9866.68 8866.68
September 9809.90 8809.90
Oktober 9607.06 8607.06
November 9764.27 8764.27
Desember 9833.60 8833.60
Januari 9906.35 8906.35
Februari 9681.15 8681.15
Maret 9684.94 8684.94
April 9708.64 8708.64
Mei 9790.80 8790.80
Juni 9795.71 8795.71
Juli 9663.45 8663.45
Agustus 9649.25 8649.25
September 9840.65 8840.65
Oktober 10548.35 9548.35
November 12211.15 11211.15
Desember 11824.84 10824.84
Januari 11667.21 10667.21
Februari 12352.75 11352.75
Maret 12349.55 11349.55
April 11525.10 10525.10
Mei 10892.65 9892.65
Juni 10706.64 9706.64
Juli 10611.33 9611.33
Sumber: Bank Indonesia, 2009.
95
Lampiran 6. Tampilan Hasil Olahan Eviews 6.1 Fleksibilitas Transmisi
Harga Dependent Variable: PF
Method: Least Squares
Date: 10/10/09 Time: 13:51
Sample: 2007M01 2009M06
Included observations: 30 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. PR 1.001756 0.001530 654.6566 0.0000
C 4.136829 11.47245 0.360588 0.7211 R-squared 0.999935 Mean dependent var 7360.900
Adjusted R-squared 0.999932 S.D. dependent var 1537.800 S.E. of regression 12.64944 Akaike info criterion 7.977443 Sum squared resid 4480.230 Schwarz criterion 8.070856 Log likelihood -117.6616 Hannan-Quinn criter. 8.007326 F-statistic 428575.2 Durbin-Watson stat 1.651660 Prob(F-statistic) 0.000000
Lampiran 7. Perhitungan Analisis Fleksibilitas Transmisi Harga
1
𝜂 = b
PrPf
1
𝜂 = 1,0017 6433
6428
1
𝜂 = 1,0024
96
Lampiran 8. Tampilan Hasil Olahan Eviews 6.1 dari Data Harga MDEX
Malaysia Dependent Variable: PIT
Method: Least Squares
Date: 10/06/09 Time: 22:47
Sample (adjusted): 2 66
Included observations: 65 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 307.6324 104.8402 2.934298 0.0047
PIT_1 0.608011 0.091219 6.665363 0.0000
PJ_PJT_1 0.876044 0.069150 12.66879 0.0000
PJT_1 0.350917 0.086216 4.070225 0.0001 R-squared 0.982352 Mean dependent var 5548.308
Adjusted R-squared 0.981484 S.D. dependent var 2007.335
S.E. of regression 273.1480 Akaike info criterion 14.11747
Sum squared resid 4551200. Schwarz criterion 14.25128
Log likelihood -454.8177 Hannan-Quinn criter. 14.17026
F-statistic 1131.799 Durbin-Watson stat 1.774423
Prob(F-statistic) 0.000000
Lampiran 9. Tampilan Hasil Olahan Eviews 6.1 dari Data Harga Bursa
Rotterdam Dependent Variable: PIT
Method: Least Squares
Date: 10/06/09 Time: 22:58
Sample (adjusted): 2 66
Included observations: 65 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 259.5784 100.3794 2.585973 0.0121
PIT_1 0.624688 0.094502 6.610332 0.0000
PJ_PJT_1 0.827881 0.067629 12.24147 0.0000
PJT_1 0.311783 0.083972 3.712927 0.0004 R-squared 0.982659 Mean dependent var 5548.308
Adjusted R-squared 0.981807 S.D. dependent var 2007.335
S.E. of regression 270.7547 Akaike info criterion 14.09987
Sum squared resid 4471793. Schwarz criterion 14.23368
Log likelihood -454.2457 Hannan-Quinn criter. 14.15266
F-statistic 1152.258 Durbin-Watson stat 1.839707
Prob(F-statistic) 0.000000
Lampiran 10. Struktur Organisasi KPB PTPN
Sumber: KPB PTPN, 2007.
Direktur Pelaksana (Managing Director)
Wakil Direktur Pelaksana (Vice of Managing Director)
BMD PTPN
Dewan Pengawas
(Board of Supervisor)
Sekretaris
Dewan
Pengawas
(Board of
Supervisor’s
Secretary)
Urusan
Pengawasan
Finansial
(Finance Audit
Section)
Urusan Pengawasan
Operasional
(Operational
Audit Section)
Bagian Pembiayaan
(Department of
Purchasing)
Urusan Keuangan
(Finance Section)
Urusan Personalia
/ PDE (Human
Resource & EDP
Section)
Bagian SDM &
Umum
(Department of
Market HR &
General Affair)
Urusan Akuntansi
(Accounting Section)
Bagian SPI
(Department of
Internal Auditor)
Urusan
Pengembangan
SDM (HRD
Section)
Urusan RT / SP (General
Affair Section)
Urusan
Sekretariat &
Hukum
(Secretary &
Legal Section)
Urusan Analisa Pasar
Makanan & Minuman (F
& B Market Analysis
Section)
Urusan Analisa Pasar Minyak Sawit (CPO
Maket Analysis Section)
Urusan Analisa Pasar
Karet & Produk Karet
(Rubber & Downstream
Product Maket
&Analysis Section)
Urusan Informasi Pasar &
Promosi (Market
Information & Promotion
Section)
Bagian Analisa &
Informasi Pasar
(Department of
Market Analysis
& Information)
Bagian
Pemasaran
Minyak Sawit
(Marketing
Department of
CPO)
Urusan
Pemasaran Kopi
& Kakao (Coffee
& Cocoa
Marketing
Section)
Urusan Pengendalian
Mutu (Quality
Control System)
Urusan
Pengapalan &
Pergudangan
(Shipment &
Storage Section)
Urusan
Pemasaran Teh
(Tea Marketing
Section)
Urusan Pemasran
Karet Wilayah
Jawa (Rubber
Marketing Section
– Java Region)
Urusan Pemasaran
Karet Wilayah
Luar Jawa
(Rubber
Marketing Section
– Outside Java
Region)
Bagian Pemasaran
Teh, Kopi &
Kakao (Marketing
Department of
Tea, Coffe &
Cocoa)
Bagian
Pemasaran Karet
(Marketing
Department of
Rubber)
Urusan Verifikasi
Rampung Tetes
(Finished Molases
Verification
Section)
Urusan Pemasaran
Tetes (Molases
Marketing Section)
Urusan Pemasaran
Gula Pasir (White
Sugar Marketing
Section)
Bagian Pemasaran
Gula Pasir & Tetes
(Marketing
Department of
Sugar & Molases)
Urusan
Pemasaran
Minyak Sawit
Lokal (CPO –
Local Marketing
Section)
Urusan
Pemasaran
Minyak Sawit
Ekspor (CPO –
Export
Marketing
Section)
Urusan Pengapalan
(Shipment
Section)
Urusan Tata Usaha (General Affair Section)
Kantor Cabang Medan (Medan Branch Office)
Urusan Karet / Lateks (Rubber / Lateks Section)
Urusan Sawit / Nyiur (Palm Oil / Coconut Section)
Urusan Teh / Kakao (Tea / Cacao Section) Urusan Gula & Tetes (Sugar & Molases Section)
Urusan Teh / Kakao (Tea / Cocoa Section)
Urusan Karet / Kopi (Rubber / Coffee Section)
Urusan Tata Usaha (General Affair Section)
Kantor Cabang Surabaya (Surabaya Branch Office)
Makassar
Jambi
Pekanbaru
Kantor Administrasi Penjualan (Sales Administration Office)
Bandar Lampung
Bandung
Semarang
Pontianak
97