Post on 28-Dec-2015
description
LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA INDUSTRI
PROSES PRODUKSI ALUM (TAWAS)
Disusun oleh:
KELOMPOK 10 R
Dara Lidya Astuti 140210060012
Riani Sutrisnawati 140210060014
Verwaty 140210060016
Erianti Siska 140210060018
Isma Nuraeni 140210060020
LABORATORIUM KIMIA INDUSTRI
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2009
PROSES PRODUKSI ALUM (TAWAS)
I. TUJUAN
- Mengaplikasikan perhitungan stoikiometri dalam skala industri.
- Membuat koagulan (tawas) semi pilot
- Mempelajari proses, operasi pembuatan tawas
- Menghitung ekonomi pembuatan tawas dan dapat menghitung HPP tawas.
II. PRINSIP PERCOBAAN
- Pembentukan Garam Rangkap
Garam rangkap terbentuk apabila dua garam mengkrisltal secara bersamaan
dalam perbandingan molekul tertentu
- Kristalisasi
Proses pembentukan kristal yang didasari atas pemisahan senyawa dari
larutannya karena perbedaan kelarutan dalam pelarut panas dan dingin.
III. REAKSI
Alum dari alumunium hidroksida dibuat dengan jalan mereaksikan Al(OH)3
dengan asam sulfat (H2SO4) degan reaksi seperti dibawah ini:
Al3+(aq) + K+
aq) + 2SO4-(aq)
+ 12H2O (ι) KAl(SO4)2.12H2O(s)
Reaksi parsialnya:
Pembuatan tawas butek :
2 Al(OH)3 + 3H2SO4 Al2(SO4)3 + 6 H2O
(tawas butek)
IV. TEORI
Penggunaan Kalium Alum pertama kali adalah di China dan Egypt sebagai
penghilang bau. Tepatnya 100 tahun lalu ketika pengarang Roman Plinus
mendokumentasikan pemakaian Alumen Romanium melalui pelarutan berulang kalium
alum dalam air. Alum atau biasa kita sebut dengan tawas merupakan salah satu contoh
dari garam rangkap. Garam rangkap terbentuk apabila dua garam mengkristal bersama-
sama dalam perbandingan tertentu. Garam-garam tersebut memiliki struktur tersendiri
dan tidak harus sama dengan struktur garam komponennya. Garam rangkap yang berada
dalam larutan akan terionisasi menjadi ion-ion komponennya.
Alum adalah sulfat ganda dari alumunium sulfat dengan kalium atau ammonium
sulfat lain. Alum dapat ditemukan di alam di beberapa belahan dunia tapi tidak di
Britain. Di negara ini alum diproses dari batuan atau bijih yang mengandung pirit besi.
Di abad pertengahan alum sangat penting di bberapa industri. Alum digunakan sebagai
mordant untuk pewarnaan alami suatu benda. Dalam pembuatan kertas alum berperan
sebagai zat adesif untuk mengikat serat kertas. Dalam proses penyamakan alum
digunakan untuk meningkatkan kelenturan kulit. Alum juga diigunakan sebagai bahan
obat-obatan.
Di Amerika Serikat, 1500 kaleng alumunium didaur ulang setiap detik dengan
menyimpan energi sebesar 95% daripada peleburan bijih bauksit. Bijih alumunium,
yang disebut bauksit, banyak terbentuk dalam batuan paling dalam karena pengaruh
cuaca. Di beberapa lokasi, batu-batu vulkanik dalam, biasanya basalt membentuk
deposit bauksit.
Bauksit
Bauksit adalah bahan mentah yang secara luas digunakan dalam produksi
alumunium pada skala komersial. Bahan mentah lain, seperti anorthosite, alunite,
buangan batubara, dan minyak dari batuan, selebihnya ditambah sumber Al2O3 yang
potensial. Meskipun ini akan membutuhkan fasilitas dan teknologi baru, Al2O3 dari
bahan nonbauksit dapat memuaskan kebutuhan utama logam, refraktori, bahan-bahan
kimia alumunium, dan abrasive. Pembuatan mullite, dihasilkan dari kyanite dan
sillimanite, ditukar dengan bauksit berdasarkan refraktori. Meskipun lebih mahal,
silicon-karbida dan alumina-zirkonia ditukar dengan bauksit berdasarkan abrasive.
Ketika alum ditambahkan ke dalam air, akan terjadi reaksi seperti di bawah ini.
Alum bereaksi dengan natrium bikarbonat untuk membentuk alumunium hidroksida,
sebagai endapan.
Al2(SO4)3.18H2O + 3Ca(HCO3)2 <=====> 2Al(OH)3 + 6CO2 + 3CaSO4 + 18H2O
Mineral alumunium hidroksida utama yang ditemukan dari berbagai bagian
dengan bauksit adalah gibbsite dan polimorf boehmite dan diaspore. Bauksit
diklasifikasikan berdasarkan tujuan aplikasi komersial: abrasive, semen, bahan kimia,
bahan metalurgi, refraktor, dan lain-lain.
Aluminum sulfat, atau yang biasa disebut sebagai “alum filter” , umum
digunakan sebagai koagulan atau pengendap dalam sistem pengolahan atau penjernihan
air dan kadang juga digunakan dalam system pengolahan limbah. Dalam pengolahan
air, alumunium sulfat digunakan secara primer untuk memindahkan partikel-partikel
kecil (seperti koloid, yang diukur dalam partikel padatan tersuspensi) dalam air yang
seringkali sangat membutuhkan waktu lama apabila dibiarkan mengendap hanya dengan
gravitasi saja. Faktor yang memberi kontribusi lainnya mengapa partikel tersebut
sangat sulit untuk diendapkan adalah karena biasanya partikel yang sangat kecil
memiliki muatan permukaan negatif. Partikel tersebut tidak akan berinteraksi satu sama
lain seperti terdapat tolak–menolak. Contohnya sistem koloid biasanya stabil terhadap
panas.
Proses yang menyebabkan sistem koloid dapat diendapkan dinamakan
“destabilisasi”. Koagulasi didefinisikan sebagai proses untuk mendestabilisasi sistem
koloid. Terdapat dua teori utama yang menjelaskan mekanisme yang tepat bagaimana
koagulan dapat menghilangkan koloid dalam air atau limbah. Teori yang pertama
menerangkan tentang netralisasi muatan permukaan partikel yang menyebabkan mereka
berinteraksi satu sama lain membentuk partikel besar yang dapat mengendap dengan
adanya gaya gravitasi dalam waktu tertentu. Mekanisme yang lain yang akan dibahas
lebih sering dikatakan sebagai teori “penyapuan gumpalan” atau sweep floc.
Postulat teori ini menerangkan bahwa penambahan koagulan membentuk
endapan (kelarutan produk dilampaui) yang diakibatkan oleh gravitasi. Gumpalan
koagulan ini akan menarik koloid dan mengendap bersama. Dari beberapa standar
operasional, proses koagulasi ini dibagi menjadi beberapa tahap yaitu Pencampuran
secara cepat (flash mixing), flokulasi, dan pengendapan. Flash mixing adalah proses
ketika koagulan ditambahkan ke air atau limbah, kemudian tercampur sehingga dapat
terdistribusi dalam air. Koagulasi tidak akan terjadi apabila molekul-molekul koagulan
tidak terdistribusi dalam air. Langkah kedua yaitu flokulasi. Selama proses flokulasi
campuran air-koloid-koagulan diaduk untuk terjadinya kontak antara partikel gumpalan
(floc) dan koloid. Hal ini akan menyebabkan partikel floc tumbuh menjadi besar dan
akan mengendap (settle) dengan cepat, dan diharapkan membawa banyak koloid.
Ekstraksi pertama secara komersial terhadap alumina (Al2O3) dari bauksit dilakukan
oleh Henri Sainte-Claire Deville pada sekitar tahun 1854.
Segera setelah itu, pada 1888, Karl Joseph Bayer memberi penjelasan yang sekarang
dikenal sebagai Bayer Proses, yang mengarahkan pada penuruna dramatis harga logam
alumunium. Sekarang, alumunium merupakan komoditas harian, lebih baik daripada
logam sebelumnya.
Proses Bayer, yang merupakan metode pengolahan alumina yang ekonomis dapat
dirngkas secara sistematik dalam diagram alir,
dan melibatkan operasi berikut:
Penambangan
Pengendapan alumina pada suhu bertingkat
Penambahan flokulan
Pengendapan Gibbsite murni
Regenerasi larutan untuk daur ulang
Pemanasan Gibbsite sampai 1100ºC (kalsinasi) untuk memberikan alumina
V. ALAT DAN BAHAN
A. Alat:
1. Batang Pengaduk
2. Cetakan
3. Gelas kimia
4. Gelas ukur
5. Neraca
6. Spatula
B. Bahan:
1. Alumunium hidroksida ( Al(OH)3 ) 200 g
2. Asam Sulfat (H2SO4) 200 mL
3. Aquades (H2O) 400 mL
VI. PROSEDUR
a. Pembuatan Tawas (Al2(SO4)3)
Alumunium hidroksida 200 gram ditimbang dan dimasukkan ke dalam gelas
kimia. Air sebanyak 400 ml ditambahkan ke dalam gelas yang berisi Alumunium
hidroksida. Asam sulfat sebanyak 200 ml ditambahkan secara perlahan-lahan dan
diaduk perlahan sampai homogen. Campuran ditempatkan pada cetakan dan dibiarkan
pada suhu kamar sampai memadat. Tawas di kemas kemudian ditimbang hasilnya.
b. Pengujian Tawas (Al2(SO4)3)
Tawas yang telah terbentuk, dilarutkan secukupnya di dalam air, kemudian
larutan tawas di masukkan ke dalam air keruh. Larutan dikocok dengan kuat kemudian
diamati perubahannya.
VII. DATA PENGAMATAN dan PERHITUNGAN
7.1 Tabel Data Hasil Pengamatan
Reagen/Zat Perlakuan Hasil
Al(OH)3
H2SO4 pekat
Larutan Tawas
butek
Tawas Butek
Ditimbang.
Dilarutkan dalam 400 mL air.
Ditempatkan dalam gelas ukur.
Ditambahkan ke dalam larutan
tetes demi tetes sambil diaduk.
Ditempatkan pada cetakan.
Didinginkan pada suhu ruang
Dilarutkan sedikit dalam air
Dimasukkan dalam air keruh,
ditambah NaOH
Massa = 200 g
reaksi eksoterm
Volume =200 mL
Timbul panas (eksoterm),
tawas butek
Tawas dalam cetakan
Tawas Butek
Tawas larut
Air jernih, kotoran
mengendap di dasar.
7.2. Perhitungan
Pada percobaan ini berat tawas yang dihasilkan adalah : 650 gram
Stoikiometri:
a. Pembuatan tawas butek
2 Al(OH)3 + 3H2SO4 Al2(SO4)3 + 6 H2O
100 g 756 g
1,28 mol 7,7 mol 0,64 mol
Massa alum = mol alum x Mr Alum
= (0,64 mol) x (342 g.mol-1) =875,52 g.
Harga beli bahan:
Harga Al(OH)3 di pasaran = (0,1 kg) x (Rp 3.500,00) = Rp 350,00
Harga H2SO4 di pasaran = (0,756 kg) x (Rp 700,00) = Rp 529,00
Total pengeluaran untuk 650 g Rp 942,00
Harga satuan produksi = (Rp 942,00) : (0,65 kg) = Rp 1.449,00 per kg
Jadi harga jual satuan = Rp 2.500,00 per kg
Biaya produksi untuk produksi 1 ton per hari = (1000 kg) x (Rp 1.449,00 per kg)
= Rp 1.449.000,00
Hargajual untuk produksi 1 ton per hari: = (1000 kg) x (Rp 2.500,00 per kg)
= Rp 2.500.000,00
Keuntungan yang diperoleh dari pemesanan 1 ton per hari:
Biaya produksi: 1000 kg@Rp 1.449,00 per kg = Rp 1.449.000,00
Total pengeluaran produksi total = Rp 1.449.000,00
Laba penjualan:
Harga jual: 1000 kg@Rp 2.500,00 per kg = Rp 2.500.000,00
Biaya produksi total = Rp 1.449.000,00 -
Laba = Rp 1.051.000,00
Jadi laba yang diperoleh dari produksi satu ton per hari adalah Rp 1.051.000,00 dengan
harga jual satuan Rp 2.500,00 per kg.
VIII. PEMBAHASAN
Pada Percobaaan kali ini bertujuan untuk membuat tawas, Al2(SO4)3,
mempelajari proses pembuatan tawas, mengaplikasikan perhitungan stoikiometri dalam
skala industri dan menghitung kelayakan ekonomi dalam pembuatan tawas serta HPP
atau Harga Penjualan Pokok pembuatan tawas.
Alumunium (alum) sulfat dikenal dengan tawas dapat berfungsi sebagai
penjernih air karena dapat mengabsorpsi pengotor-pengotor dalam air yang keruh.
Penggunaan tawas ini dapat diaplikasikan pada pengolahan air limbah di sungai-
sungai.Aluminium sulfat atau biasa kita sebut dengan tawas merupakan salah satu
contoh dari garam rangkap. Garam rangkap terbentuk apabila dua garam mengkristal
bersama-sama dengan perbandingan tertentu.
Tawas terdapat dalam dua jenis yaitu tawas butek (alumunium sulfat, Al2(SO4)3)
dan tawas bening (NH4)Al(SO4)2.12H2O. Alumunium sulfat dikatakan sebagai tawas
butek karena daya destabilisasi dari tawas masih kurang baik sehingga perlu adanya
proses lanjutan untuk memperoleh hasil yang lebih baik melalui pengkristalan kembali
menjadi tawas bening.
Tahap pertama yang dilakukan adalah persiapan yang dimulai dengan
mempersiapkan bahan-bahan baku.Aluminium hidroksida sebanyak 200 g dimasukkan
ke dalam gelas kimia kemudian ditambahkan air sebanyak 400 mL. Air digunakan
sebagai medium pelarut dan air yang digunakan secara stoikiometri seluruhnya
langsung digunakan untuk melarutkan alummunium hidroksida agar jumlah air semakin
banyak sehingga pada saat bereaksi dengan asam sulfat akan menghasilkan panas yang
cukup tinggi sehingga tidak perlu lagi menambahkan katalis.
Pada proses ini terbentuk larutan putih keruh. Setelah itu, asam sulfat pekat
sebanyak 200 mL ditambahkan perlahan-lahan sambil diaduk hingga homogen. Adanya
asam sulfat menghasilkan panas sehingga interaksi atau tumbukan antar partikel larutan
meningkat. karena energi kinetik masing-masing partikel akan bertambah sehingga
partikel-partikel mudah bergerak, berinteraksi, dan bertumbukan satu sama lainnya.
Pada suhu kamar, interaksi partikel satu sama lain terbatas.
Untuk memudahkan dalam pelarutan tawas juga dilakukan pengadukan.
Pengadukan di sini berfungsi untuk mempercepat reaksi antara asam sulfat dengan
larutan aluminium hidroksida. Melalui pengadukan, partikel-partikel dalam larutan akan
saling bertabrakan dengan sejumlah energi kinetik tertentu.
Penambahan Asam sulfat ke dalam air dilakukan secara perlahan karena reaksi
yang dihasilkan merupakan reaksi eksoterm. Jika penambahan asam sulfat dilakukan
dalam jumlah yang banyak, maka dikhawatirkan suhu larutan akan meningkat drastis
sehingga dapat terjadi ledakan. Reaksi sebagai berikut:
Al(OH)3(s) + 2 H2SO4(aq) Al2(SO4)3(aq) + 6H2O(l)
Larutan kemudian ditempatkan kedalam cetakan dan didinginkan pada suhu
kamar. Pada saat ini terbentuklah kristal atau kristalisasi. Kristalisasi merupakan suatu
proses pembentukan kristal dari suatu larutan jenuh karena perbedaan pelarut pada
keadaan panas dan dingin.
Tahap pertama pada pembentukan kristal dimulai dengan pembentukan inti
kristal atau nukleasi. Pada proses ini, partikel-partikel tawas mulai membentuk inti
kristal yaitu pasangan beberapa partikel menjadi butir-butir sangat kecil. Tahap
berikutnya adalah pertumbuhan kristal yaitu inti tersebut menarik partikel-partikel lain
sehingga kumpulan dari beberapa molekul tumbuh menjadi butiran lebih besar.
Pembentukan inti harus selambat mungkin, sedangkan pertumbuhan kristal harus
sebesar mungkin,agar terbentuk kristal-kristal yang besar.
Kristalisasi merupakan suatu proses pembentukan kristal dari suatu larutan
jenuh karena perbedaan pelarut pada keadaan panas dan dingin. Ukuran kristal yang
terbentuk selama pengendapan, tergantung pada dua faktor penting yaitu laju
pembentukan inti atau nukleasi dan laju pertumbuhan kristal.
Laju pertumbuhan inti dapat dinyatakan dengan jumlah inti yang terbentuk
dalam satuan waktu. Jika laju pembentukan inti tinggi, banyak sekali kristal yang akan
terbentuk, tetapi tak satupun dari inti akan tambah menjadi terlalu besar. Jadi terbentuk
endapan yang terdiri dari partikel-partikel kecil. Laju pembentukan inti tergantung pada
derajat lewat jenuh (supersaturasi) dari larutan. Makin tinggi derajat lewat jenuh, makin
besarlah kemungkinan untuk membentuk inti baru, jadi semakin besarlah laju
pembentukan inti.
Laju pertumbuhan kristal merupakan faktor lainnya yang mempengaruhi
ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan berlangsung. Jika laju inti tinggi,
kristal besar-besar terbentuk. Namun sebaliknya diciptakan kondisi-kondisi pada mana
lewat jenuhnya sedang-sedang saja, yang hanya memungkinkan terbentuknya sejumlah
inti yang relatif sedikit, yang setelah itu dapat timbul menjadi kristal-kristal besar
(Bassett et al., 1994).
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, kristal tawas berwarna putih
dengan molekul-molekul kristal yang serupa dengan bentuk hexagonal. Daya koagulan
tawas tersebut diuji dengan melarutkan tawas kedalam air dan memasukkannya sedikit
ke dalam air kotor.Air kotor tadi perlahan berubah menjadi bening. Ini menandakan
tawas berfungsi sebagai koagulan yang menarik partikel pengotor dalam air.
Dari gambar diatas, air kotor yang disebelah kanan menjadi lebih bening
dibandingkan air yang ada di sebelah kiri karena air kotor tersebut diberi tawas. Hal ini
dikarenakan tawas berfungsi sebagai koagulan atau penjernih air karena dapat
mengabsorpsi pengotor-pengotor dalam air yang keruh. Penggunaan tawas ini dapat
diaplikasikan pada pengolahan air limbah di sungai-sungai. Sebagai koagulan, tawas
sangat efektif untuk mengendapkan partikel yang melayang baik dalam bentuk koloid
maupun suspensi.
Mekanisme penjernihan air yang terjadi hampir mirip dengan mekanisme
koagulasi. Tawas dalam campuran air yang kotor akan membentuk ion-ion yang
memiliki sifat mudah menarik molekul-molekul yang berada disekelilingnya. Baik ion
aluminium maupun amonia akan berinteraksi dengan pengotor yang besar maupun
kecil yang memiliki muatan yang berlawanan akibat adanya tarikan elektronik.
Akibatnya pengotor akan tertarik dan membentuk gumpalan kotoran yang ukurannya
lebih besar dengan ion Al3+ maupun NH4+ sebagai intinya. Proses ini terjadi sampai
semua kotoran terendapkan. Jadi dapat disimpulkan tawas dapat dijadikan juga sebagai
koagulan. Selain sebagai koagulan tawas juga dapat digunakan sebagai zat aditif untuk
anti respirant atau deodorant.
Pembuatan tawas memiliki harga jual yang cukup menguntungkan yaitu sebesar
Rp. 1.051.000,00 Hal ini disebabkan oleh sangat sederhananya proses pembuatan tawas
dan sangat mudahnya bahan-bahan didapatkan.
IX. KESIMPULAN
1. Tawas Al2(SO4)3 dapat dibuat dengan mereaksikan aluminium hidroksida
Al(OH)3 ) dengan asam sulfat ( H2SO4 ).
2. Perhitungan stoikiometri dapat digunakan dalam skala industri.
3. Operasi dan proses pembuatan tawas dapat dipelajari dari percobaan ini.
4. Hargajual untuk produksi 1 ton per hari: Rp 2.500.000,00
Total pengeluaran produksi total Rp 1.449.000,00
Jadi laba yang diperoleh dari produksi satu ton per hari adalah Rp 1.051.000,00
dengan harga jual Rp 2.000,00 per kg.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Tawas. http://id.wikipedia.org/wiki/tawas
Anonymous. 2009. Bauxite. //volcano.und.nodak.edu/vwdocs/minerals/bauxite.html
Anonymous. 2009. Alum. //www.deodorantstones.com/potassiumalum.ivnu
Anonymous..2009. Reactions.//web.mit.edu/murcott/www/arsenic/templates/CP2Salts.
Anonymous. 2009. Industrial Chemical Products and Applications.
http://product .teckcominco.com/Products/IndustrialProducts.html .
Bassett, J. , R. C. Denney, G. H. Jeffery, dan J. Mendham. 1994. Buku Ajar Vogel
Kimia Alanisis Kuantitatif Anorganik, diterjemahkan oleh A. H. Pudjaatmaka
dan L. Setiono. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Cotton, F.A., and Wilkinson, G. 1999. Kimia Anorganik Dasar. Edisi Pertama.
Diterjemahkan oleh S. Suharto. UI Press. Jakarta.
Lanchashire, J. 2006. The Chemistry and Processing of Jamaican Bauxite. http://
www.chem.uwimona.edu.jm:1104/lectures/bauxite.html.