Alum (Tawas)

21
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA INDUSTRI PROSES PRODUKSI ALUM (TAWAS) Disusun oleh: KELOMPOK 10 R Dara Lidya Astuti 140210060012 Riani Sutrisnawati 140210060014 Verwaty 140210060016 Erianti Siska 140210060018 Isma Nuraeni 140210060020 LABORATORIUM KIMIA INDUSTRI JURUSAN KIMIA

description

kimi industri

Transcript of Alum (Tawas)

Page 1: Alum (Tawas)

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA INDUSTRI

PROSES PRODUKSI ALUM (TAWAS)

Disusun oleh:

KELOMPOK 10 R

Dara Lidya Astuti 140210060012

Riani Sutrisnawati 140210060014

Verwaty 140210060016

Erianti Siska 140210060018

Isma Nuraeni 140210060020

LABORATORIUM KIMIA INDUSTRI

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG

2009

Page 2: Alum (Tawas)

PROSES PRODUKSI ALUM (TAWAS)

I. TUJUAN

- Mengaplikasikan perhitungan stoikiometri dalam skala industri.

- Membuat koagulan (tawas) semi pilot

- Mempelajari proses, operasi pembuatan tawas

- Menghitung ekonomi pembuatan tawas dan dapat menghitung HPP tawas.

II. PRINSIP PERCOBAAN

- Pembentukan Garam Rangkap

Garam rangkap terbentuk apabila dua garam mengkrisltal secara bersamaan

dalam perbandingan molekul tertentu

- Kristalisasi

Proses pembentukan kristal yang didasari atas pemisahan senyawa dari

larutannya karena perbedaan kelarutan dalam pelarut panas dan dingin.

III. REAKSI

Alum dari alumunium hidroksida dibuat dengan jalan mereaksikan Al(OH)3

dengan asam sulfat (H2SO4) degan reaksi seperti dibawah ini:

Al3+(aq) + K+

aq) + 2SO4-(aq)

+ 12H2O (ι) KAl(SO4)2.12H2O(s)

Reaksi parsialnya:

Pembuatan tawas butek :

2 Al(OH)3 + 3H2SO4 Al2(SO4)3 + 6 H2O

(tawas butek)

Page 3: Alum (Tawas)

IV. TEORI

Penggunaan Kalium Alum pertama kali adalah di China dan Egypt sebagai

penghilang bau. Tepatnya 100 tahun lalu ketika pengarang Roman Plinus

mendokumentasikan pemakaian Alumen Romanium melalui pelarutan berulang kalium

alum dalam air. Alum atau biasa kita sebut dengan tawas merupakan salah satu contoh

dari garam rangkap. Garam rangkap terbentuk apabila dua garam mengkristal bersama-

sama dalam perbandingan tertentu. Garam-garam tersebut memiliki struktur tersendiri

dan tidak harus sama dengan struktur garam komponennya. Garam rangkap yang berada

dalam larutan akan terionisasi menjadi ion-ion komponennya.

Alum adalah sulfat ganda dari alumunium sulfat dengan kalium atau ammonium

sulfat lain. Alum dapat ditemukan di alam di beberapa belahan dunia tapi tidak di

Britain. Di negara ini alum diproses dari batuan atau bijih yang mengandung pirit besi.

Di abad pertengahan alum sangat penting di bberapa industri. Alum digunakan sebagai

mordant untuk pewarnaan alami suatu benda. Dalam pembuatan kertas alum berperan

sebagai zat adesif untuk mengikat serat kertas. Dalam proses penyamakan alum

digunakan untuk meningkatkan kelenturan kulit. Alum juga diigunakan sebagai bahan

obat-obatan.

Di Amerika Serikat, 1500 kaleng alumunium didaur ulang setiap detik dengan

menyimpan energi sebesar 95% daripada peleburan bijih bauksit. Bijih alumunium,

yang disebut bauksit, banyak terbentuk dalam batuan paling dalam karena pengaruh

cuaca. Di beberapa lokasi, batu-batu vulkanik dalam, biasanya basalt membentuk

deposit bauksit.

Bauksit

Page 4: Alum (Tawas)

Bauksit adalah bahan mentah yang secara luas digunakan dalam produksi

alumunium pada skala komersial. Bahan mentah lain, seperti anorthosite, alunite,

buangan batubara, dan minyak dari batuan, selebihnya ditambah sumber Al2O3 yang

potensial. Meskipun ini akan membutuhkan fasilitas dan teknologi baru, Al2O3 dari

bahan nonbauksit dapat memuaskan kebutuhan utama logam, refraktori, bahan-bahan

kimia alumunium, dan abrasive. Pembuatan mullite, dihasilkan dari kyanite dan

sillimanite, ditukar dengan bauksit berdasarkan refraktori. Meskipun lebih mahal,

silicon-karbida dan alumina-zirkonia ditukar dengan bauksit berdasarkan abrasive.

Ketika alum ditambahkan ke dalam air, akan terjadi reaksi seperti di bawah ini.

Alum bereaksi dengan natrium bikarbonat untuk membentuk alumunium hidroksida,

sebagai endapan.

Al2(SO4)3.18H2O + 3Ca(HCO3)2 <=====> 2Al(OH)3 + 6CO2 + 3CaSO4 + 18H2O

Mineral alumunium hidroksida utama yang ditemukan dari berbagai bagian

dengan bauksit adalah gibbsite dan polimorf boehmite dan diaspore. Bauksit

diklasifikasikan berdasarkan tujuan aplikasi komersial: abrasive, semen, bahan kimia,

bahan metalurgi, refraktor, dan lain-lain.

Aluminum sulfat, atau yang biasa disebut sebagai “alum filter” , umum

digunakan sebagai koagulan atau pengendap dalam sistem pengolahan atau penjernihan

air dan kadang juga digunakan dalam system pengolahan limbah. Dalam pengolahan

air, alumunium sulfat digunakan secara primer untuk memindahkan partikel-partikel

kecil (seperti koloid, yang diukur dalam partikel padatan tersuspensi) dalam air yang

seringkali sangat membutuhkan waktu lama apabila dibiarkan mengendap hanya dengan

gravitasi saja. Faktor yang memberi kontribusi lainnya mengapa partikel tersebut

sangat sulit untuk diendapkan adalah karena biasanya partikel yang sangat kecil

memiliki muatan permukaan negatif. Partikel tersebut tidak akan berinteraksi satu sama

lain seperti terdapat tolak–menolak. Contohnya sistem koloid biasanya stabil terhadap

panas.

Page 5: Alum (Tawas)

Proses yang menyebabkan sistem koloid dapat diendapkan dinamakan

“destabilisasi”. Koagulasi didefinisikan sebagai proses untuk mendestabilisasi sistem

koloid. Terdapat dua teori utama yang menjelaskan mekanisme yang tepat bagaimana

koagulan dapat menghilangkan koloid dalam air atau limbah. Teori yang pertama

menerangkan tentang netralisasi muatan permukaan partikel yang menyebabkan mereka

berinteraksi satu sama lain membentuk partikel besar yang dapat mengendap dengan

adanya gaya gravitasi dalam waktu tertentu. Mekanisme yang lain yang akan dibahas

lebih sering dikatakan sebagai teori “penyapuan gumpalan” atau sweep floc.

Postulat teori ini menerangkan bahwa penambahan koagulan membentuk

endapan (kelarutan produk dilampaui) yang diakibatkan oleh gravitasi. Gumpalan

koagulan ini akan menarik koloid dan mengendap bersama. Dari beberapa standar

operasional, proses koagulasi ini dibagi menjadi beberapa tahap yaitu Pencampuran

secara cepat (flash mixing), flokulasi, dan pengendapan. Flash mixing adalah proses

ketika koagulan ditambahkan ke air atau limbah, kemudian tercampur sehingga dapat

terdistribusi dalam air. Koagulasi tidak akan terjadi apabila molekul-molekul koagulan

tidak terdistribusi dalam air. Langkah kedua yaitu flokulasi. Selama proses flokulasi

campuran air-koloid-koagulan diaduk untuk terjadinya kontak antara partikel gumpalan

(floc) dan koloid. Hal ini akan menyebabkan partikel floc tumbuh menjadi besar dan

akan mengendap (settle) dengan cepat, dan diharapkan membawa banyak koloid.

Ekstraksi pertama secara komersial terhadap alumina (Al2O3) dari bauksit dilakukan

oleh Henri Sainte-Claire Deville pada sekitar tahun 1854.

Segera setelah itu, pada 1888, Karl Joseph Bayer memberi penjelasan yang sekarang

dikenal sebagai Bayer Proses, yang mengarahkan pada penuruna dramatis harga logam

alumunium. Sekarang, alumunium merupakan komoditas harian, lebih baik daripada

logam sebelumnya.

Proses Bayer, yang merupakan metode pengolahan alumina yang ekonomis dapat

dirngkas secara sistematik dalam diagram alir,

Page 6: Alum (Tawas)

dan melibatkan operasi berikut:

Penambangan

Pengendapan alumina pada suhu bertingkat

Penambahan flokulan

Pengendapan Gibbsite murni

Regenerasi larutan untuk daur ulang

Pemanasan Gibbsite sampai 1100ºC (kalsinasi) untuk memberikan alumina

V. ALAT DAN BAHAN

A. Alat:

1. Batang Pengaduk

2. Cetakan

3. Gelas kimia

4. Gelas ukur

Page 7: Alum (Tawas)

5. Neraca

6. Spatula

B. Bahan:

1. Alumunium hidroksida ( Al(OH)3 ) 200 g

2. Asam Sulfat (H2SO4) 200 mL

3. Aquades (H2O) 400 mL

VI. PROSEDUR

a. Pembuatan Tawas (Al2(SO4)3)

Alumunium hidroksida 200 gram ditimbang dan dimasukkan ke dalam gelas

kimia. Air sebanyak 400 ml ditambahkan ke dalam gelas yang berisi Alumunium

hidroksida. Asam sulfat sebanyak 200 ml ditambahkan secara perlahan-lahan dan

diaduk perlahan sampai homogen. Campuran ditempatkan pada cetakan dan dibiarkan

pada suhu kamar sampai memadat. Tawas di kemas kemudian ditimbang hasilnya.

b. Pengujian Tawas (Al2(SO4)3)

Tawas yang telah terbentuk, dilarutkan secukupnya di dalam air, kemudian

larutan tawas di masukkan ke dalam air keruh. Larutan dikocok dengan kuat kemudian

diamati perubahannya.

VII. DATA PENGAMATAN dan PERHITUNGAN

Page 8: Alum (Tawas)

7.1 Tabel Data Hasil Pengamatan

Reagen/Zat Perlakuan Hasil

Al(OH)3

H2SO4 pekat

Larutan Tawas

butek

Tawas Butek

Ditimbang.

Dilarutkan dalam 400 mL air.

Ditempatkan dalam gelas ukur.

Ditambahkan ke dalam larutan

tetes demi tetes sambil diaduk.

Ditempatkan pada cetakan.

Didinginkan pada suhu ruang

Dilarutkan sedikit dalam air

Dimasukkan dalam air keruh,

ditambah NaOH

Massa = 200 g

reaksi eksoterm

Volume =200 mL

Timbul panas (eksoterm),

tawas butek

Tawas dalam cetakan

Tawas Butek

Tawas larut

Air jernih, kotoran

mengendap di dasar.

7.2. Perhitungan

Pada percobaan ini berat tawas yang dihasilkan adalah : 650 gram

Stoikiometri:

a. Pembuatan tawas butek

2 Al(OH)3 + 3H2SO4 Al2(SO4)3 + 6 H2O

100 g 756 g

1,28 mol 7,7 mol 0,64 mol

Massa alum = mol alum x Mr Alum

Page 9: Alum (Tawas)

= (0,64 mol) x (342 g.mol-1) =875,52 g.

Harga beli bahan:

Harga Al(OH)3 di pasaran = (0,1 kg) x (Rp 3.500,00) = Rp 350,00

Harga H2SO4 di pasaran = (0,756 kg) x (Rp 700,00) = Rp 529,00

Total pengeluaran untuk 650 g Rp 942,00

Harga satuan produksi = (Rp 942,00) : (0,65 kg) = Rp 1.449,00 per kg

Jadi harga jual satuan = Rp 2.500,00 per kg

Biaya produksi untuk produksi 1 ton per hari = (1000 kg) x (Rp 1.449,00 per kg)

= Rp 1.449.000,00

Hargajual untuk produksi 1 ton per hari: = (1000 kg) x (Rp 2.500,00 per kg)

= Rp 2.500.000,00

Keuntungan yang diperoleh dari pemesanan 1 ton per hari:

Biaya produksi: 1000 kg@Rp 1.449,00 per kg = Rp 1.449.000,00

Total pengeluaran produksi total = Rp 1.449.000,00

Laba penjualan:

Harga jual: 1000 kg@Rp 2.500,00 per kg = Rp 2.500.000,00

Biaya produksi total = Rp 1.449.000,00 -

Laba = Rp 1.051.000,00

Jadi laba yang diperoleh dari produksi satu ton per hari adalah Rp 1.051.000,00 dengan

harga jual satuan Rp 2.500,00 per kg.

Page 10: Alum (Tawas)

VIII. PEMBAHASAN

Pada Percobaaan kali ini bertujuan untuk membuat tawas, Al2(SO4)3,

mempelajari proses pembuatan tawas, mengaplikasikan perhitungan stoikiometri dalam

skala industri dan menghitung kelayakan ekonomi dalam pembuatan tawas serta HPP

atau Harga Penjualan Pokok pembuatan tawas.

Alumunium (alum) sulfat dikenal dengan tawas dapat berfungsi sebagai

penjernih air karena dapat mengabsorpsi pengotor-pengotor dalam air yang keruh.

Penggunaan tawas ini dapat diaplikasikan pada pengolahan air limbah di sungai-

sungai.Aluminium sulfat atau biasa kita sebut dengan tawas merupakan salah satu

contoh dari garam rangkap. Garam rangkap terbentuk apabila dua garam mengkristal

bersama-sama dengan perbandingan tertentu.

Tawas terdapat dalam dua jenis yaitu tawas butek (alumunium sulfat, Al2(SO4)3)

dan tawas bening (NH4)Al(SO4)2.12H2O. Alumunium sulfat dikatakan sebagai tawas

butek karena daya destabilisasi dari tawas masih kurang baik sehingga perlu adanya

proses lanjutan untuk memperoleh hasil yang lebih baik melalui pengkristalan kembali

menjadi tawas bening.

Tahap pertama yang dilakukan adalah persiapan yang dimulai dengan

mempersiapkan bahan-bahan baku.Aluminium hidroksida sebanyak 200 g dimasukkan

ke dalam gelas kimia kemudian ditambahkan air sebanyak 400 mL. Air digunakan

sebagai medium pelarut dan air yang digunakan secara stoikiometri seluruhnya

langsung digunakan untuk melarutkan alummunium hidroksida agar jumlah air semakin

banyak sehingga pada saat bereaksi dengan asam sulfat akan menghasilkan panas yang

cukup tinggi sehingga tidak perlu lagi menambahkan katalis.

Pada proses ini terbentuk larutan putih keruh. Setelah itu, asam sulfat pekat

sebanyak 200 mL ditambahkan perlahan-lahan sambil diaduk hingga homogen. Adanya

asam sulfat menghasilkan panas sehingga interaksi atau tumbukan antar partikel larutan

Page 11: Alum (Tawas)

meningkat. karena energi kinetik masing-masing partikel akan bertambah sehingga

partikel-partikel mudah bergerak, berinteraksi, dan bertumbukan satu sama lainnya.

Pada suhu kamar, interaksi partikel satu sama lain terbatas.

Untuk memudahkan dalam pelarutan tawas juga dilakukan pengadukan.

Pengadukan di sini berfungsi untuk mempercepat reaksi antara asam sulfat dengan

larutan aluminium hidroksida. Melalui pengadukan, partikel-partikel dalam larutan akan

saling bertabrakan dengan sejumlah energi kinetik tertentu.

Penambahan Asam sulfat ke dalam air dilakukan secara perlahan karena reaksi

yang dihasilkan merupakan reaksi eksoterm. Jika penambahan asam sulfat dilakukan

dalam jumlah yang banyak, maka dikhawatirkan suhu larutan akan meningkat drastis

sehingga dapat terjadi ledakan. Reaksi sebagai berikut:

Al(OH)3(s) + 2 H2SO4(aq) Al2(SO4)3(aq) + 6H2O(l)

Larutan kemudian ditempatkan kedalam cetakan dan didinginkan pada suhu

kamar. Pada saat ini terbentuklah kristal atau kristalisasi. Kristalisasi merupakan suatu

proses pembentukan kristal dari suatu larutan jenuh karena perbedaan pelarut pada

keadaan panas dan dingin.

Tahap pertama pada pembentukan kristal dimulai dengan pembentukan inti

kristal atau nukleasi. Pada proses ini, partikel-partikel tawas mulai membentuk inti

kristal yaitu pasangan beberapa partikel menjadi butir-butir sangat kecil. Tahap

berikutnya adalah pertumbuhan kristal yaitu inti tersebut menarik partikel-partikel lain

sehingga kumpulan dari beberapa molekul tumbuh menjadi butiran lebih besar.

Pembentukan inti harus selambat mungkin, sedangkan pertumbuhan kristal harus

sebesar mungkin,agar terbentuk kristal-kristal yang besar.

Kristalisasi merupakan suatu proses pembentukan kristal dari suatu larutan

jenuh karena perbedaan pelarut pada keadaan panas dan dingin. Ukuran kristal yang

terbentuk selama pengendapan, tergantung pada dua faktor penting yaitu laju

pembentukan inti atau nukleasi dan laju pertumbuhan kristal.

Page 12: Alum (Tawas)

Laju pertumbuhan inti dapat dinyatakan dengan jumlah inti yang terbentuk

dalam satuan waktu. Jika laju pembentukan inti tinggi, banyak sekali kristal yang akan

terbentuk, tetapi tak satupun dari inti akan tambah menjadi terlalu besar. Jadi terbentuk

endapan yang terdiri dari partikel-partikel kecil. Laju pembentukan inti tergantung pada

derajat lewat jenuh (supersaturasi) dari larutan. Makin tinggi derajat lewat jenuh, makin

besarlah kemungkinan untuk membentuk inti baru, jadi semakin besarlah laju

pembentukan inti.

Laju pertumbuhan kristal merupakan faktor lainnya yang mempengaruhi

ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan berlangsung. Jika laju inti tinggi,

kristal besar-besar terbentuk. Namun sebaliknya diciptakan kondisi-kondisi pada mana

lewat jenuhnya sedang-sedang saja, yang hanya memungkinkan terbentuknya sejumlah

inti yang relatif sedikit, yang setelah itu dapat timbul menjadi kristal-kristal besar

(Bassett et al., 1994).

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, kristal tawas berwarna putih

dengan molekul-molekul kristal yang serupa dengan bentuk hexagonal. Daya koagulan

tawas tersebut diuji dengan melarutkan tawas kedalam air dan memasukkannya sedikit

ke dalam air kotor.Air kotor tadi perlahan berubah menjadi bening. Ini menandakan

tawas berfungsi sebagai koagulan yang menarik partikel pengotor dalam air.

Dari gambar diatas, air kotor yang disebelah kanan menjadi lebih bening

dibandingkan air yang ada di sebelah kiri karena air kotor tersebut diberi tawas. Hal ini

Page 13: Alum (Tawas)

dikarenakan tawas berfungsi sebagai koagulan atau penjernih air karena dapat

mengabsorpsi pengotor-pengotor dalam air yang keruh. Penggunaan tawas ini dapat

diaplikasikan pada pengolahan air limbah di sungai-sungai. Sebagai koagulan, tawas

sangat efektif untuk mengendapkan partikel yang melayang baik dalam bentuk koloid

maupun suspensi.

Mekanisme penjernihan air yang terjadi hampir mirip dengan mekanisme

koagulasi. Tawas dalam campuran air yang kotor akan membentuk ion-ion yang

memiliki sifat mudah menarik molekul-molekul yang berada disekelilingnya. Baik ion

aluminium maupun amonia akan berinteraksi dengan pengotor yang besar maupun

kecil yang memiliki muatan yang berlawanan akibat adanya tarikan elektronik.

Akibatnya pengotor akan tertarik dan membentuk gumpalan kotoran yang ukurannya

lebih besar dengan ion Al3+ maupun NH4+ sebagai intinya. Proses ini terjadi sampai

semua kotoran terendapkan. Jadi dapat disimpulkan tawas dapat dijadikan juga sebagai

koagulan. Selain sebagai koagulan tawas juga dapat digunakan sebagai zat aditif untuk

anti respirant atau deodorant.

Pembuatan tawas memiliki harga jual yang cukup menguntungkan yaitu sebesar

Rp. 1.051.000,00 Hal ini disebabkan oleh sangat sederhananya proses pembuatan tawas

dan sangat mudahnya bahan-bahan didapatkan.

IX. KESIMPULAN

1. Tawas Al2(SO4)3 dapat dibuat dengan mereaksikan aluminium hidroksida

Al(OH)3 ) dengan asam sulfat ( H2SO4 ).

2. Perhitungan stoikiometri dapat digunakan dalam skala industri.

3. Operasi dan proses pembuatan tawas dapat dipelajari dari percobaan ini.

4. Hargajual untuk produksi 1 ton per hari: Rp 2.500.000,00

Total pengeluaran produksi total Rp 1.449.000,00

Jadi laba yang diperoleh dari produksi satu ton per hari adalah Rp 1.051.000,00

dengan harga jual Rp 2.000,00 per kg.

Page 14: Alum (Tawas)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Tawas. http://id.wikipedia.org/wiki/tawas

Anonymous. 2009. Bauxite. //volcano.und.nodak.edu/vwdocs/minerals/bauxite.html

Anonymous. 2009. Alum. //www.deodorantstones.com/potassiumalum.ivnu

Anonymous..2009. Reactions.//web.mit.edu/murcott/www/arsenic/templates/CP2Salts.

Anonymous. 2009. Industrial Chemical Products and Applications.

http://product .teckcominco.com/Products/IndustrialProducts.html .

Bassett, J. , R. C. Denney, G. H. Jeffery, dan J. Mendham. 1994. Buku Ajar Vogel

Kimia Alanisis Kuantitatif Anorganik, diterjemahkan oleh A. H. Pudjaatmaka

dan L. Setiono. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Cotton, F.A., and Wilkinson, G. 1999. Kimia Anorganik Dasar. Edisi Pertama.

Diterjemahkan oleh S. Suharto. UI Press. Jakarta.

Lanchashire, J. 2006. The Chemistry and Processing of Jamaican Bauxite. http://

www.chem.uwimona.edu.jm:1104/lectures/bauxite.html.