Post on 02-Oct-2021
AKURASI DERAJAT FIBROSIS HATI BERDASARKAN SIMPLER SCORE (S INDEX) TERHADAP FIBROSCAN
PADA PASIEN PENYAKIT HATI B KRONIK
TESIS
Oleh
KATHARINE
NIM: 097101009
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2012
Universitas Sumatera Utara
AKURASI DERAJAT FIBROSIS HATI BERDASARKAN SIMPLER
SCORE (S INDEX) TERHADAP FIBROSCAN PADA
PASIEN PENYAKIT HATI B KRONIK
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister
Kedokteran Klinik dan Spesialis Penyakit Dalam Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Oleh:
KATHARINE 097101009
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2012
Universitas Sumatera Utara
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah penulis nyatakan dengan benar.
Nama : Katharine
NIM : 097101009
Tanda Tangan :
Universitas Sumatera Utara
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama : Katharine
NIM : 097101009
Program Studi : Magister Kedokteran Klinik
Konsentrasi : Ilmu Penyakit Dalam
Jenis Karya : Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive Royalty
Free Right ) atas tesis saya yang berjudul:
AKURASI DERAJAT FIBROSIS HATI BERDASARKAN SIMPLER SCORE (S INDEX) TERHADAP FIBROSCAN PADA
PASIEN PENYAKIT HATI B KRONIK
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-eksklusif
ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan,
mengelola dalam bentuk database, merawat dan mempublikasikan tesis saya tanpa
meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan
sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Medan
Pada Tanggal : 27 Juni 2012
Yang menyatakan
Katharine
Universitas Sumatera Utara
Telah diuji
Pada Tanggal : 27 Juni 2012
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Prof. dr. Yusuf Nasution, SpPD-KGH
Anggota : Dr. Rustam Effendi, SpPD-KGEH
Dr. Pirma Siburian, SpPD-KGer
Dr. Mabel Sihombing SpPD-KGEH
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji syukur yang tak terhingga senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa, atas karunia, petunjuk, kekuatan dan kemudahan sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini. Penulis sangat menyadari bahwa tanpa bantuan dari semua pihak,
tesis ini tidak mungkin dapat penulis selesaikan. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis
mengucapkan terima kasih serta penghargaan yang setingi-tingginya kepada semua pihak
yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Rasa hormat, penghargaan dan ucapan terima kasih sebesar-
besarnya penulis sampaikan kepada:
1. Dr. Salli Roseffi Nasution, SpPD-KGH, selaku ketua Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FK USU yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk
mengikuti pendidikan serta senantiasa membimbing, memberi dorongan, dan
nasehat selama penulis menjalani pendidikan.
2. Dr. Zulhelmi Bustami, SpPD-KGH dan Dr. Zainal Safri, SpPD, SpJP selaku
Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Penyakit Dalam FK USU yang telah
dengan sungguh-sungguh membantu dan membentuk penulis menjadi dokter
Spesialis Penyakit Dalam yang siap mengabdi pada nusa dan bangsa.
3. Prof. Dr. Lukman Hakim Zain, SpPD-KGEH sebagai pembimbing yang
senantiasa memberikan dorongan dan bimbingan, serta telah meluangkan waktu
Universitas Sumatera Utara
melalui diskusi dna materi dengan kesabaran sehingga memberikan kemudahan
dan kelancaran dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini. Selain itu,
selaku mantan Ketua Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU terima kasih
sebesar-besarnya penulis ucapkan atas dukungan penuh bagi penulis dalam
mengenyam pendidikan.
4. Para Guru Besar, Prof. Dr. Harun Rasyid Lubis, SpPD-KGH, Prof. Dr.
Bachtiar Fanani Lubis, SpPD-KHOM, Prof. Dr. Habibah Hanum, SpPD-
KPsi, Prof. Dr. Sutomo Kasiman, SpPD, SpJP, Prof. Dr. OK. Moehadsyah,
SpPD-KR, Prof. Dr. Lukman Hakim Zain, SpPD-KGEH, Prof. Dr. M. Yusuf
Nasution, SpPD-KGH, Prof. Dr. Abdul Majid, SpPD-KKV, Prof. Dr. Gontar
Alamsyah Siregar, SpPD-KGEH, Prof. Dr. Harris Hasan, SpPD, SpJP, Prof.
Dr. Harun Al Rasyid Damanik, SpPD-KGK, yang telah memberikan
bimbingan dan teladan selama penulis menjalani pendidikan.
5. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU, para guru
penulis: Dr. Zulhelmi Bustami, SpPD-KGH, Dr. Salli Roseffi Nasution,
SpPD-KGH, Dr. Abdurrahim Rasyid Lubis, SpPD-KGH, Dr. Dharma
Lindarto, SpPD-KEMD, Dr. Mardianto, SpPD-KEMD, Dr. Santi Syafril,
SpPD-KEMD, Dr. Sri Maryuni Sutadi, SpPD-KGEH, Dr. Betthin Marpaung,
SpPD-KGEH, Dr. Mabel Sihombing, SpPD-KGEH, DR. Dr. Juwita
Sembiring, SpPD-KGEH, Dr. Leonardo Basa Dairi, SpPD-KGEH, Dr.
Rustam Effendi YS, SpPD-KGEH, Dr. Yosia Ginting, SpPD-KPTI, Dr.
Tambar Kembaren, SpPD-KPTI, Dr. Armon Rahimi, SpPD-KPTI, Dr. Refli
Hasan, SpPD, SpJP, Dr. Zainal Safri, SpPD, SpJP, Dr. Alwinsyah Abidin,
Universitas Sumatera Utara
SpPD-KP, Dr. Pirma Siburian, SpPD-KGer, Dr. EN. Keliat, SpPD-KP, Dr.
Zuhrial Zubir, SpPD, Dr. Dairion Gatot, SpPD-KHOM, Dr. Sugiarto Gani,
SpPD, Dr. Savita Handayani, SpPD-KHOM, Dr. Ilhamd, SpPD, DR. Dr.
Blondina Marpaung, SpPD-KR, Dr. Imelda Rey, SpPD, Dr. Syafrizal
Nasution, SpPD, serta para guru lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu, yang dengan kesabaran dan perhatiannya senantiasa membimbing penulis
selama mengikuti pendidikan, penulis hanturkan rasa hormat dan terima kasih
yang tak terhingga.
6. Dr. Dharma Lindarto, SpPD-KEMD, sebagai mantan Sekretaris Program Studi
atas kesempatan, perhatian, bimbingan, dan motivasi yang diberikan selama
penulis menjalani pendidikan.
7. Direktur dan mantan Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik
Medan dan RSU Dr. Pirngadi Medan, yang telah memberikan fasilitas dan
kesempatan yang seluas-luasnya kepada penulis dalam menjalani pendidikan.
8. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan dan Ketua TKP PPDS I Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan penulis
kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit
Dalam di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
9. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes, selaku pembimbing statistik yang telah
banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan berdiskusi dengan penulis
dalam penyusunan tesis ini.
10. Prof. Dr. Harun Rasyid Lubis, SpPD-KGH, Prof. Dr. Sutomo Kasiman,
SpPD, SpJP, Prof. Dr. M. Yusuf Nasution, SpPD-KGH, yang telah
Universitas Sumatera Utara
memberikan rekomendasi kepada penulis untuk mengikuti ujian masuk PPDS
Ilmu Penyakit Dalam.
11. Seluruh senior peserta PPDS-II Gastroenterohepatologi, senior peserta
Pendidikan Endoskopi, teman sejawat stase Gastroenterohepatologi, stase
ruangan, stase poliklinik pria/wanita, stase konsultan, tanpa adanya bantuan
mereka tidak mungkin penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.
12. Teman-teman seangkatan penulis yang memberikan dorongan semangat: Dr.
Bayu Rusfandi Nasution, Dr. Naomi Dalimunthe, Dr. Sari Harahap, Dr.
Elizabeth Sipayung, Dr. Junita M.Kes, Dr. Ratna Karmila, Dr. Ester Silalahi,
Dr. Nelila Fitriani Siregar, Dr. Herlina Yani, Dr. Riki Muljadi, Dr. Budiman,
Dr. Doharjo Manulang, Dr. Agustina, Dr. Wirandi Dalimunthe, Dr. M.
Azhari, serta seluruh rekan seperjuangan peserta PPDS Ilmu Penyakit Dalam
FK USU, yang telah mengisi hari-hari penulis dengan persahabatan, kerja sama,
keceriaan, dan kekompakan dalam menjalani kehidupan sebagai residen.
13. Seluruh perawat/paramedik di berbagai tempat di mana penulis pernah bertugas
selama pendidikan, terima kasih atas bantuan dan kerjasama yang baik selama ini.
14. Bapak Syarifuddin Abdullah, Kak Lely Husna, Sdr. Deni, Sdri. Yanti, Sdri.
Wanti, Sdri. Fitri, Sdr. Erjan, dan seluruh pegawai administrasi Departemen
Ilmu penyakit Dalam FK USU, yang telah banyak membantu memfasilitasi dalam
menyelesaikan tugas pendidikan.
15. Para pasien yang telah bersedia ikut dalam penelitian ini sehingga penulisan tesis
ini dapat terwujud.
Universitas Sumatera Utara
Sembah sujud dan terima kasih tak terhingga penulis haturkan kepada
kedua orangtua penulis tercinta, ayahanda Kamarrudin dan ibunda Suliana,
atas segala jerih payah, pengorbanan dan kasih sayang tulus telah melahirkan,
membesarkan, mendidik, mendoakan tanpa henti, memberikan dukungan moril
dan materiil, serta mendorong penulis dalam berjuang mencapai cita-cita. Tidak
akan pernah bias penulis membalas jasa-jasa ayahanda dan ibunda. Semoga
Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan berkah kesehatan yang baik,
rahmat dan karunia kepada ayahanda dan ibunda.
Terima kasih dan rasa hormat sebesar-besarnya kepada abang kandung
Albert Kam dan adik tercinta merriani beserta keluarga yang telah banyak
memberikan bantuan moril, semangat dan doa tanpa pamrih selama pendidikan,
dengan semua ini penulis dapat sampai pada titik ini, yang tak lain adalah
pencapaian keluarga besar yang dicita-citakan bersama.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis sampaikan pula terima
kasih kepada semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu, yang
telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung selama pendidikan
maupun dalam penyelesaian tesis ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan limpahan rahmat
dan karuniaNya kepada kita semua dan semoga penelitian ini dapat bemanfaat
bagi kita dan masyarakat.
Medan, April 2012
Penulis
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…...............................................................................................................i
Daftar Isi…………………………………………………………………………………vi
Daftar Tabel……………………………………………………………………………..ix
Daftar Gambar...................................................................................................................x
Daftar Singkatan………………………………………………………………………...xi
Abstract...........................................................................................................................xiii
Abstrak............................................................................................................................xiv
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1
1.2 Perumusan masalah...............................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian...................................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian.................................................................................................3
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Hati B Kronik dan Fibrosis Hati................................................................4
2.2 Patogenesis Fibrosis Hati............................................................................................6
2.3 Penentuan Stadium Fibrosis Hati..............................................................................8
2.3.1 Metode Invasif...........................................................................................................8
2.3.2 Metode Noninvasif..................................................................................................11
2.3.2.1 Fibroscan...............................................................................................................11
2.3.2.2 Petanda (marker) biokimia.................................................................................14
Universitas Sumatera Utara
2.3.2.3 Simple score (S index)..........................................................................................15
BAB III: KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsepsional..........................................................................................17
3.2. Definisi Operasional................................................................................................18
3.2.1. Penyakit hati kronik..............................................................................................18
3.2.2. Hepatitis B kronik..................................................................................................18
3.2.3. Fibrosis Hati...........................................................................................................18
3.2.4. Trombosit................................................................................................................18
3.2.5. AST..........................................................................................................................19
3.2.6. Albumin..................................................................................................................19
3.2.7. GGT (Gamma-Glutamyl Transferase)................................................................19
3.2.8. Fibroscan.................................................................................................................20
3.2.9. Simpler score (S index)...........................................................................................20
3.3. Hipotesis…………………………………………………………………………….20
BAB IV: METODE PENELITIAN
4.1. Desain penelitian......................................................................................................21
4.2. Waktu dan tempat penelitian..................................................................................21
4.3. Populasi dan Sample terjangkau............................................................................21
4.4. Besar Sampel...........................................................................................................21
4.5. Kriteria yang dimasukkan (Inklusi)......................................................................22
4.6. Kriteria yang dikeluarkan (Eksklusi).....................................................................22
4.7. Bahan dan Prosedur Penelitian...............................................................................22
Universitas Sumatera Utara
4.8. Analisa Statistik.......................................................................................................25
4.9. Kerangka Operasional.............................................................................................26
4.10. Etika Penelitian.......................................................................................................26
BAB V: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian..........................................................................................................27
5.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian............................................................................27
5.1.2 Menilai Akurasi Nilai-nilai Prediktif Model Non-invasif S Index pada
Subjek Penelitian....................................................................................................29
5.2. Pembahasan (Diskusi)..............................................................................................34
BAB VI: KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 KESIMPULAN..........................................................................................................39
6.2 SARAN........................................................................................................................39
BAB VII: DAFTAR PUSTAKA...............................................................................40
LAMPIRAN
1. Master Tabel.........................................................................................................44
2. Hasil Statistik.......................................................................................................46
3. Lembaran Penjelasan Kepada Subjek...............................................................52
4. Formulir Persetujuan Penjelasan.......................................................................54
5. Form Data Peserta Penelitian.............................................................................55
6. Persetujuan Komite Etik.....................................................................................56
7. Daftar Riwayat Hidup.........................................................................................57
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Indeks Aktivitas Histologik (HAI)..................................................................8
Tabel 2.2. Hubungan antara Skor HAI dengan Derajat Hepatitis Kronik dengan
menyingkirkan fibrosis....................................................................................9
Tabel 2.3. Aktivitas peradangan portal dan lobular......................................................9
Tabel 2.4. Fibrosis (Sistem skoring METAVIR)...........................................................10
Tabel 2.5. Nilai cut off S index berdasarkan penelitian...............................................15
Tabel 5.1. Parameter Klinis, biokimia dan Fibrosis Hati dari Subjek Studi.............28
Tabel 5.2. Nilai Prediktif dari Model Prediktif dalam Diagnosis Significant Fibrosis,
Advanced Fibrosis dan Sirosis pada Subjek Penyakit Hati B Kronik........32
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Transien elastografi (Fibroscan)..............................................................13
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian....................................................................17
Gambar 4.1. Kerangka Operasional..............................................................................26
Gambar 5.1. Kurva ROC S Index dalam prediksi significant fibrosis pada subjek
penyakit hati B kronik..............................................................................33
Gambar 5.2. Kurva ROC S Index dalam prediksi advanced fibrosis pada subjek
penyakit hati B kronik...............................................................................33
Gambar 5.3. Kurva ROC S Index dalam prediksi sirosis hati pada subjek penyakit
hati B kronik...............................................................................................34
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR SINGKATAN
Singkatan Nama Penulisan
Pertama Kali
Pada Halaman
NASH Non Alcoholic Steatohepatitis 1
kPa kiloPascals 2
SLFG Shanghai Liver Fibrosis Group 2
HCC Hepatocellular carcinoma 4
MES Matriks Ekstraselular 4
GGT Gamma-Glutamil Transferase 5
HSC Hepatic Stellate Cells 7
TGF-b1 Transforming Growth Factor-b1 7
HAI Histological Activity Index 8
AUROCs Area Under Receiver Operating Characteristics 11
PPV Positive Predictive Values 12
NPV Negative Predictive Values 12
Se Sensitivity 12
Spe Specificity 12
Universitas Sumatera Utara
AST Aspartate Amino Transferase 14
ALT Alanine Amino Transferase 14
S index Simple Score 15
PLT Platelet 15
ALB Albumin 15
HA Hyaluronic Acid 16
A2M Alfa 2 Makroglobulin 16
DA Diagnostic accuracy 25
LR+ Positive Likelihood Ratios 25
LR- Negative Likelihood Ratios 25
SD Standar Deviasi 27
Universitas Sumatera Utara
ACCURACY OF SIMPLER SCORE PREDICTS LIVER FIBROSIS BASED ON FIBROSCAN IN
PATIENTS WITH CHRONIC B LIVER DISEASE
Katharine, Lukman Hakim Zain
Division of Gastroenterology and Hepatology, Department of Internal Medicine, Medical Faculty of Universitas Sumatera Utara, Medan
ABSTRACT Background: A great interest has been dedicated to the development of noninvasive predictive models in recent years to substitute liver biopsy for fibrosis assessment and follow-up. Kun Zhou, et al proposed S index, a simpler model consisting of routine laboratory markers for predicting liver fibrosis in patients with chronic B liver disease in order to optimize their clinical management. Objective: To investigate the accuracy and predictive value of S index based on fibroscan for predicting liver fibrosis in patients with chronic B liver disease. Methods: Fifty two patients, confirmed chronic hepatitis B, underwent fibroscan in division of Gastroenterology and hepatology at Haji Adam Malik hospital, Medan. Serum obtained from those 52 patients since July 2011 until Jan 2012, analyzed for GGT, PLT, ALB activity, and the S index score was computed. Liver fibrosis pathology was staged according to a defined system on a scale of F0 to F4 in fibroscan. We used predictive values to assess the accuracy of S index scores. Results: S index was successfully identifying 100% significant fibrosis from 29 patients with sensitivity of 90.63% and specificity 100%, together, 71.2% of the total 52 patients could be identified correctly, only 5.7% were misidentified. S index in advanced fibrosis has 96,4% sensitivity, 100% specificity & PPV, 94,7% NPV. S index could also accurately predict the absence or presence of cirrhosis in 85% patients, with NPV of 95% and PPV of 85%, respectively. AUROC value for each significant, advanced fibrosis and cirrhosis was 0.953, 0.982, and 0.904, respectively. Conclusion: The S index, a simpler mathematical model consisting of routine laboratory markers predicts significant fibrosis, advanced fibrosis and cirrhosis in patients with chronic B liver disease with a high degree of accuracy, potentially decreasing the need for liver biopsy. Key words: S index, fibroscan, liver fibrosis, chronic B liver disease Name : dr. Katharine Address : Jl. Asia No. 256-H, Medan Institution : Medical Faculty of Universitas Sumatera Utara Medan Email : Medical_heartsutra@yahoo.com
Universitas Sumatera Utara
AKURASI DERAJAT FIBROSIS HATI BERDASARKAN SIMPLER SCORE (S INDEX)
TERHADAP FIBROSCAN PADA PASIEN PENYAKIT HATI B KRONIK
Katharine, Lukman Hakim Zain
Divisi Gastroenterologi dan Hepatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan
ABSTRAK Latar Belakang: Dalam beberapa tahun terakhir ini, perhatian yang besar telah didedikasikan bagi pengembangan model prediksi noninvasif dalam mensubstitusi biopsi hati untuk penilaian dan evaluasi fibrosis hati. Kun Zhou, dkk telah mengusulkan S index, sebuah model sederhana yang terdiri dari penanda laboratorium rutin untuk memprediksi fibrosis hati pada pasien dengan penyakit hati B kronis dalam rangka mengoptimalkan manajemen klinisnya. Tujuan: Untuk menilai akurasi dan nilai prediktif dari S index yang berbasiskan fibroscan dalam memprediksi fibrosis hati pada pasien dengan penyakit hati B kronik. Metode: Lima puluh dua pasien dengan penyakit hati B kronik, menjalani fibroscan di divisi Gastroenterologi dan hepatologi, RS Haji Adam Malik, Medan. Serum diambil dari 52 pasien sejak Juli 2011 sampai Jan 2012, dianalisa aktivitas serum GGT, PLT, ALB, dan skor S index kemudian dikalkulasi. Patologi fibrosis hati digradasi berdasarkan sistem penilaian Fibroscan dari skala F0 sampai F4. Digunakan nilai-nilai prediktif diagnostik dalam menilai akurasi skor S index. Hasil: S index berhasil mengidentifikasi 100% significant fibrosis dari 29 pasien dengan sensitivitas 90.63% dan spesifisitas 100%, secara keseluruhan, 71.2% dari total 52 pasien dapat diidentifikasi secara akurat, hanya 5.7% yang misidentifikasi. S index dalam advanced fibrosis meimiliki sensitivitas 96,4%, spesifisitas & PPV 100%, NPV 94,7%. S index juga dapat secara akurat memprediksi ada tidaknya sirosis pada 85% pasien, dengan NPV 95% dan PPV 85%. Nilai AUROC untuk masing-masing significant, advanced fibrosis dan sirosis adalah 0.953, 0.982, dan 0.904. Kesimpulan: S index, sebuah model matematis sederhana yang berisikan petanda laboratorium rutin, dapat memprediksi significant fibrosis, advanced fibrosis dan sirosis pada pasien penyakit hati B kronik dengan tingkat akurasi yang tinggi, berpotensial menurunkan keperluan biopsi hati. Kata Kunci: S index, fibroscan, fibrosis hati, penyakit hati B kronik Nama : dr. Katharine Alamat : Jl. Asia No. 256-H, Medan Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Email : Medical_heartsutra@yahoo.com
Universitas Sumatera Utara
ACCURACY OF SIMPLER SCORE PREDICTS LIVER FIBROSIS BASED ON FIBROSCAN IN
PATIENTS WITH CHRONIC B LIVER DISEASE
Katharine, Lukman Hakim Zain
Division of Gastroenterology and Hepatology, Department of Internal Medicine, Medical Faculty of Universitas Sumatera Utara, Medan
ABSTRACT Background: A great interest has been dedicated to the development of noninvasive predictive models in recent years to substitute liver biopsy for fibrosis assessment and follow-up. Kun Zhou, et al proposed S index, a simpler model consisting of routine laboratory markers for predicting liver fibrosis in patients with chronic B liver disease in order to optimize their clinical management. Objective: To investigate the accuracy and predictive value of S index based on fibroscan for predicting liver fibrosis in patients with chronic B liver disease. Methods: Fifty two patients, confirmed chronic hepatitis B, underwent fibroscan in division of Gastroenterology and hepatology at Haji Adam Malik hospital, Medan. Serum obtained from those 52 patients since July 2011 until Jan 2012, analyzed for GGT, PLT, ALB activity, and the S index score was computed. Liver fibrosis pathology was staged according to a defined system on a scale of F0 to F4 in fibroscan. We used predictive values to assess the accuracy of S index scores. Results: S index was successfully identifying 100% significant fibrosis from 29 patients with sensitivity of 90.63% and specificity 100%, together, 71.2% of the total 52 patients could be identified correctly, only 5.7% were misidentified. S index in advanced fibrosis has 96,4% sensitivity, 100% specificity & PPV, 94,7% NPV. S index could also accurately predict the absence or presence of cirrhosis in 85% patients, with NPV of 95% and PPV of 85%, respectively. AUROC value for each significant, advanced fibrosis and cirrhosis was 0.953, 0.982, and 0.904, respectively. Conclusion: The S index, a simpler mathematical model consisting of routine laboratory markers predicts significant fibrosis, advanced fibrosis and cirrhosis in patients with chronic B liver disease with a high degree of accuracy, potentially decreasing the need for liver biopsy. Key words: S index, fibroscan, liver fibrosis, chronic B liver disease Name : dr. Katharine Address : Jl. Asia No. 256-H, Medan Institution : Medical Faculty of Universitas Sumatera Utara Medan Email : Medical_heartsutra@yahoo.com
Universitas Sumatera Utara
AKURASI DERAJAT FIBROSIS HATI BERDASARKAN SIMPLER SCORE (S INDEX)
TERHADAP FIBROSCAN PADA PASIEN PENYAKIT HATI B KRONIK
Katharine, Lukman Hakim Zain
Divisi Gastroenterologi dan Hepatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan
ABSTRAK Latar Belakang: Dalam beberapa tahun terakhir ini, perhatian yang besar telah didedikasikan bagi pengembangan model prediksi noninvasif dalam mensubstitusi biopsi hati untuk penilaian dan evaluasi fibrosis hati. Kun Zhou, dkk telah mengusulkan S index, sebuah model sederhana yang terdiri dari penanda laboratorium rutin untuk memprediksi fibrosis hati pada pasien dengan penyakit hati B kronis dalam rangka mengoptimalkan manajemen klinisnya. Tujuan: Untuk menilai akurasi dan nilai prediktif dari S index yang berbasiskan fibroscan dalam memprediksi fibrosis hati pada pasien dengan penyakit hati B kronik. Metode: Lima puluh dua pasien dengan penyakit hati B kronik, menjalani fibroscan di divisi Gastroenterologi dan hepatologi, RS Haji Adam Malik, Medan. Serum diambil dari 52 pasien sejak Juli 2011 sampai Jan 2012, dianalisa aktivitas serum GGT, PLT, ALB, dan skor S index kemudian dikalkulasi. Patologi fibrosis hati digradasi berdasarkan sistem penilaian Fibroscan dari skala F0 sampai F4. Digunakan nilai-nilai prediktif diagnostik dalam menilai akurasi skor S index. Hasil: S index berhasil mengidentifikasi 100% significant fibrosis dari 29 pasien dengan sensitivitas 90.63% dan spesifisitas 100%, secara keseluruhan, 71.2% dari total 52 pasien dapat diidentifikasi secara akurat, hanya 5.7% yang misidentifikasi. S index dalam advanced fibrosis meimiliki sensitivitas 96,4%, spesifisitas & PPV 100%, NPV 94,7%. S index juga dapat secara akurat memprediksi ada tidaknya sirosis pada 85% pasien, dengan NPV 95% dan PPV 85%. Nilai AUROC untuk masing-masing significant, advanced fibrosis dan sirosis adalah 0.953, 0.982, dan 0.904. Kesimpulan: S index, sebuah model matematis sederhana yang berisikan petanda laboratorium rutin, dapat memprediksi significant fibrosis, advanced fibrosis dan sirosis pada pasien penyakit hati B kronik dengan tingkat akurasi yang tinggi, berpotensial menurunkan keperluan biopsi hati. Kata Kunci: S index, fibroscan, fibrosis hati, penyakit hati B kronik Nama : dr. Katharine Alamat : Jl. Asia No. 256-H, Medan Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Email : Medical_heartsutra@yahoo.com
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit hati kronik merupakan masalah global yang melibatkan proses destruksi
yang progresif dan regenerasi dari parenkim hati yang sering berlanjut pada sirosis hati
dan hepatoselular karsinoma. Penyebab utama fibrosis hati antara lain adalah infeksi
kronis dari virus B dan C, peminum alkohol, dan non alcoholic steatohepatitis (NASH).
Deteksi dan penentuan stadium fibrosis hati adalah proses yang penting dalam
manajemen pasien dengan penyakit hati kronis. Biopsi hati sebagai metode invasif masih
sebagai baku emas dalam menegakkan diagnosis derajat fibrosis. Namun, kesulitan yang
dihadapi adalah gambaran klinis tidak selalu sesuai dengan gambaran derajat fibrosis dan
tidak semua penderita bersedia untuk dibiopsi. Selain itu, limitasi pada biopsi dapat
dijumpai dengan adanya variasi hasil biopsi intra- dan inter-observer serta adanya
kemungkinan untuk terjadinya kesalahan dalam pengambilan sampel (sampling error)
(Craja, 2010), (Grigorescu, 2010).
Karena begitu banyak hambatan-hambatan yang dialami dengan metode invasif
ini, banyak penelitian yang mencoba mendiagnosis derajat fibrosis dengan metode yang
noninvasif.
Pada beberapa tahun belakangan ini, usaha telah dilakukan dalam pengembangan
model-model prediktif noninvasif yang berkorelasi dengan stadium fibrosis. Saat ini telah
ditemukan alat untuk menilai derajat fibrosi hati dengan teknik noninvasif. Teknik ini
dikenal dengan nama Ultrasound Elastography, yang secara komersil dikenal sebagai
Universitas Sumatera Utara
Fibroscan. Teknik imaging terbaru Fibroscan telah menunjukkan keunggulannya dalm
menentukan derajat fibrosis hati dengan akurasi yang tinggi. Namun, biaya pemeriksaan
dengan alat tersebut mahal dan sulit dijangkau sebagai tes rutin pada kebanyakan unit
klinik seluruh dunia. Alat ini mampu untuk menentukan stadium fibrosis hati lebih
sensitif dengan mengukur rerata kekakuan hati dihubungkan terhadap derajat fibrosis
dalam kiloPascals (kPa). Fibrosis hati diukur oleh Fibroscan secara signifikan, sesuai
dengan derajat biopsi hati. Ketelitian diagnostik Fibroscan lebih tinggi dibandingkan
dengan penanda biokimia untuk menilai derajat fibrosis hati. Keuntungan Fibroscan ialah
cepat, tidak ada rasa sakit dan kesalahan interpretasi lebih sedikit dibandingkan dengan
biopsi hati (Kwang, et al., 2010).
Hepatitis B kronik merupakan penyebab infeksius tersering pada penyakit hati
kronik di dunia. Model prediktif didesain secara khusus untuk pasien hepatitis B kronik
telah dimintakan oleh Shanghai Liver Fibrosis Group (SLFG), Hui et al. dan
Mohamadnejad et al. Namun sedikit dari model-model yang telah disebutkan diatas yang
diimplementasikan dan divalidasikan secara luas pada praktikal klinis (Leroy, et al.,
2007), (Lai, et al., 2003), (Zeng, et al., 2005).
Pada penelitian ini peneliti bermaksud untuk menilai korelasi fibrosis hati dengan
model yang simpel dan noninvasif dalam memprediksi fibrosis hati pada pasien dengan
infeksi virus hepatitis B yang kronis berdasar pada marker (petanda) rutin laboratorium
dan membandingkannya dengan fibroscan untuk penyediaan referensi dalam hal
pengenalan model prediktif noninvasif dalam manajemen klinikal pada pasien dengan
infeksi kronik virus hepatitis B.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Perumusan masalah
Apakah Simpler score (S index) dapat memprediksi derajat fibrosis hati secara akurat
pada pasien penyakit hati B kronik.
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui keakuratan Simpler score (S index) dalam memprediksi derajat
fibrosis hati pada pasien penyakit hati B kronik.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1. Untuk menilai keakuratan model sederhana dan noninvasif yang berisikan
petanda laboratorium rutin dalam memprediksi derajat fibrosis hati pada
pasien penyakit hati B kronik dengan tujuan untuk mengoptimalisasi
manajemen klinis.
1.4.2. Mengevaluasi adanya persamaan hasil dari kombinasi dua metode
noninvasif (S index dan Fibroscan) dalam memprediksi derajat fibrosis
hati pada pasien penyakit hati B kronik.
1.4.3. Mengurangi keperluan tes-tes yang kompleks dan pengeluaran (biaya)
ekstra.
1.4.4. Mereduksi keperluan biopsi hati dalam identifikasi signifikan fibrosis &
sirosis pada pasien penyakit hati B kronik.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Hati B Kronik dan Fibrosis Hati
Hepatitis B kronis merupakan masalah kesehatan besar secara global dan
merupakan penyebab utama terjadinya morbiditas dan mortalitas dengan timbulnya
sirosis hati dan HCC (Hepatocellular carcinoma) (Craja, 2010). Di Asia, sebagian besar
pasien hepatitis B kronis mendapat infeksi pada masa perinatal (Grigorescu, 2010).
Penyakit hati kronik merupakan suatu proses penyakit hati yang melibatkan
proses destruksi yang progresif dan regenerasi dari parenkim hati yang pada akhirnya
akan menuju terjadinya fibrosis dan sirosis (Craja , 2010). Fibrosis hati adalah akumulasi
interstisial atau jaringan parut matriks ekstraselular (MES) setelah jejas hati akut atau
kronik (Grigorescu, 2010), (Kwang, et al., 2010). Deteksi dan penentuan stadium fibrosis
hati adalah proses yang penting dalam manajemen pasien dengan penyakit hati kronis.
Sampai sekarang ini biopsi hati masih merupakan metode standar dalam menentukan
stadium fibrosis, namun biopsi sendiri memiliki kelemahan dimana biopsi merupakan
tindakan invasif dan berhubungan dengan kemungkinan timbulnya beberapa komplikasi
dan ketidaknyamanan (Kwang, et al., 2010), (Kun, et al., 2010).
Teknik imaging terbaru Fibroscan telah menunjukkan keunggulannya dalm
menentukan derajat fibrosis hati dengan akurasi yang tinggi (Kun, et al., 2010), (Ziol, et
al., 2005). Namun, biaya pemeriksaan dengan alat tersebut mahal dan sulit dijangkau
sebagai tes rutin pada kebanyakan unit klinik seluruh dunia (Kun, et al., 2010).
Universitas Sumatera Utara
Pada beberapa tahun belakangan ini, usaha telah dilakukan dalam pengembangan
model-model prediktif noninvasif yang berkorelasi dengan stadium fibrosis. Salah satu
dari model prediktif noninvasif yang pertama kali dikembangkan bagi pasien dengan
hepatitis C kronik adalah Fibrotest yang mencakup a2-makroglobulin, haptoglobin, g-
glutamiltransferase (GGT), apolipoprotein A1 dan total bilirubin (Kun, et al., 2010),
(Imbert-Bismut, et al., 2001). Fibrotest dapat mengidentifikasi significant fibrosis pada
hepatitis C kronik dengan nilai prediktif positif maupun negatif yang tinggi. Namun,
dengan adanya pertimbangan biaya pengeluaran dan penggunaan parameter yang tidak
umum telah mengurangi kepraktisan dalam hal penggunaan Fibrotest (Kun, et al., 2010).
Beberapa tahun kemudian, Forns’ score (usia, GGT, kolesterol, platelet, dan protrombin)
(Kun, et al., 2010), (Forns, et al., 2002) dan APRI index (AST dan platelet) (Kun, et al.,
2010), (Wai, et al., 2003) menutupi kekurangan ini melalui penggunaan tes laboratorium
yang standar pada model prediktif mereka. Model-model prediktif lainnya yang
kemudian muncul mencakup ELF-score (Kun, et al., 2010), (Rosenberg, et al., 2004),
Hepascore (Kun, et al., 2010), (Adams, et al., 2005) dan Fibrometer (Kun, et al., 2010),
(Cales, et al., 2005). Validasi dari penelitian kohort model-model ini pada pasien hepatitis
C kronik menunjukkan informasi yang dapat dipercayai untuk fibrosis hati pada sekitar
sepertiga dari pasien. Namun, APRI dan Forns’ score, walaupun sedikit kurang akurat,
namun memberi keuntungan dengan kemudahannya dalam penggunaannya (Kun, et al.,
2010), (Bourliere, et al., 2006), (Leroy, et al., 2007).
Hepatitis B kronik merupakan penyebab infeksius tersering pada penyakit hati
kronik di dunia. Lebih dari 400 juta orang menderita penyakit hepatitis kronik yang
terinfeksi oleh virus hepatitis B (Kun, et al., 2010). Virus tersebut bertanggung jawab
Universitas Sumatera Utara
terhadap lebih dari 300.000 kasus kanker hati tiap tahunnya dan dengan jumlah yang
sama untuk timbulnya perdarahan gastrointestinal dan asites (Lai, et al., 2003). Model
prediktif didesain secara khusus untuk pasien hepatitis B kronik telah dimintakan oleh
Shanghai Liver Fibrosis Group (SLFG) (Zeng, et al., 2005), Hui et al (Hui, et al., 2005).
dan Mohamadnejad et al (Mohamadnejad, et al., 2006). Namun sedikit dari model-model
yang telah disebutkan diatas yang diimplementasikan dan divalidasikan secara luas pada
praktikal klinis (Kun, et al., 2010).
2.2 Patogenesis Fibrosis Hati
Fibrosis hati adalah akumulasi interstisial atau jaringan parut matriks ekstraselular
(MES) setelah jejas hati akut atau kronik (Grigorescu, 2010), (Kwang, et al., 2010).
Fibrosis hati akan berlanjut menyebabkan kerusakan arsitektur hati, gangguan fungsi hati
dan pembentukan nodul dengan proses akhir sebagai sirosis hati. Di Amerika Serikat
prevalensinya mencapai 360.000 kasus per tahun. Di Indonesia, pada penelitian oleh
Tarigan dkk, diperoleh angka kejadian sirosis hati sebesar 72,7% dari seluruh kasus
penyakit hati yang dirawat inap. Perbandingan jumlah kasus antara pria dan wanita
sebesar 2,2 : 1 dan kasus terbanyak terjadi pada usia dekade kelima (Amirudin, 2007).
Patogenesis fibrosis hati merupakan suatu proses yang sangat kompleks yang
diakibatkan oleh respon penyembuhan setelah timbulnya penyakit hati akut dan
merupakan proses lanjut penyakit hati kronis. Patogenesis fibrosis hati melibatkan
Hepatic Stellate Cells (HSC) sebagai sel utama, sel Kupffer, bermacam-macam mediator,
sitokin, growth factors dan inhibitornya serta berbagai jenis kolagen. Proses fibrosis hati
dikaitkan dengan respon inflamasi terhadap Hepatic Stellate Cells dan adanya akumulasi
Universitas Sumatera Utara
matriks ekstraselular (Amirudin, 2007). Fibrosis hati dimulai dengan aktivasi Hepatic
Stellate Cells yang meliputi 3 fase yaitu initiation phase, perpetuation phase dan
resolution phase, sampai terjadinya akumulasi jaringan ikat patologis. Prosesnya meliputi
interaksi antara Hepatic Stellate Cells dengan sel-sel pertahanan tubuh seperti leukosit
dan sel Kupffer, pelepasan berbagai mediator inflamasi, sitokin dan growth factors
terutama TGF-b1, berbagai oksidan dan peroksida lipid, perubahan komposisi matriks
ekstraselular dan degradasinya, dan diakhiri inaktivasi Hepatic Stellate Cells serta
apoptosis (Kun, et al., 2010) ,(Amirudin, 2007).
Diagnosis fibrosis hati didasarkan pada diagnosis penyakit dasar, aktivasi Hepatic
Stellate Cells dengan berbagai penandanya, pemeriksaan degradasi matriks ekstraselular
dan enzim yang berperan, serta adanya fibrosis yang dapat dinilai secara pasti dengan
biopsi hati (Amirudin, 2007). Adapun gambaran histopatologik hepatitis B kronik dimana
pada segitiga portal terdapat infiltrasi sel radang terutama limfosit dan sel plasma , dapat
terjadi fibrosis yang makin meningkat sesuai dengan derajat keparahan penyakit. Sel
radang dapat masuk ke dalam lobulus sehingga terjadi erosi limitting plate, sel-sel hati
dapat mengalami degenerasi baluning dan dapat terjadi badan asidofil (acidophilic
bodies) (Soemohardjo dan Gunawan, 2009).
Untuk menilai derajat keparahan hepatitis serta untuk menentukan prognosis,
dahulu gambaran histopatologik hepatitis B kronik dibagi menjadi 3 kelompok yaitu
hepatitis kronik persisten, hepatitis kronik aktif dan hepatitis kronik lobular. Klasifikasi
di atas telah dipakai berpuluh-puluh tahun oleh para ahli di seluruh dunia tetapi ternyata
kemudian tidak bisa dipertahankan lagi karena terlalu kasar dan hasilnya sering
overlapping (Soemohardjo dan Gunawan, 2009).
Universitas Sumatera Utara
2.3 Penentuan Stadium Fibrosis Hati
2.3.1 Metode Invasif
Berbagai jenis sistem scoring telah dipakai untuk menilai stadium fibrosis hati
dari hasil biopsi. Salah satu klasifikasi histologik untuk menilai aktivitas peradangan
yang terkenal adalah Histological Activity Index (HAI), yang ditemukan oleh Knodell
pada tahun 1981, yang dapat dilihat pada Tabel1. Dengan demikian skor HAI yang
mungkin adalah 0-18. Pada tabel 2 dapat dilihat hubungan antara skor indeks aktivitas
histologik dengan derajat hepatitis kronik (Soemohardjo dan Gunawan, 2009),
(Franciscus, 2010).
Tabel 2.1. Indeks Aktivitas Histologik (HAI) (Soemohardjo dan Gunawan, 2009)
Komponen Skor
Nekrosis periportal dengan atau tanpa bridging necrosis 0-10
Regenerasi intralobular dan nekrosis fokal 0-4
Inflamasi portal 0-4
Tabel 2.2. Hubungan antara Skor HAI dengan Derajat Hepatitis Kronik dengan
menyingkirkan fibrosis (Soemohardjo dan Gunawan, 2009)
HAI Diagnosis
1-3 Minimal
4-8 Ringan
Universitas Sumatera Utara
9-12 Sedang
13-18 Berat
Belakangan dibuat suatu pembagian baru berdasarkan skor yang menunjukkan
intensitas nekrosis (grade) dan progresi struktural penyakit hati (stage) yang dinyatakan
dalam bentuk kuantitatif yang lebih sederhana dan lebih sering dipakai. Berikut ini
rincian dari sistem skor tersebut: (Amirudin, 2007), (Soemohardjo dan Gunawan, 2009),
(Franciscus, 2010)
Tabel 2.3. Aktivitas peradangan portal dan lobular (Amirudin, 2007), (Soemohardjo dan
Gunawan, 2009), (Franciscus, 2010)
Grade Patologi
0 Tidak ada peradangan portal atau peradangan portal minimal
1 Peradangan portal tanpa nekrosis atau peradangan lobular tanpa nekrosis
2 Limitting plate necrosis ringan (Interface Hepatitis ringan) dengan atau
nekrosis lobular yang bersifat fokal
3 Limitting plate necrosis sedang (Interface Hepatitis sedang) dan atau
nekrosis fokal berat (Confluent necrosis)
4 Limitting plate necrosis berat (Interface Hepatitis berat) dan atau
bridging necrosis
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.4. Fibrosis (Sistem skoring METAVIR) (Amirudin, 2007), (Soemohardjo dan
Gunawan, 2009), (Franciscus, 2010)
Stage Patologi
0 Tidak ada fibrosis
1 Fibrosis terbatas pada zona portal yang melebar
2 Pembentukan septa periportal atau septa portal-portal dengan arsitektur
yang masih utuh
3 Distorsi arsitektur (Fibrosis septa bridging) tanpa sirosis yang jelas
4 Kemungkinan sirosis atau pasti sirosis
Baku emas untuk mendiagnosis fibrosis hati adalah biopsi hati, oleh karena
berbagai kendala sehingga dikembangkan berbagai jenis pemeriksaan untuk membantu
menutupi kelemahan pemeriksaan tersebut. Bukti-bukti penelitian biomolekuler dalam
dua dekade terakhir menunjukkan bahwa sirosis hati dapat reversibel, hal ini memberikan
harapan untuk memperbaiki penatalaksanaan fibrosis hati (Grigorescu, 2010), (Kwang, et
al., 2010), (Kun, et al., 2010).
Universitas Sumatera Utara
2.3.2 Metode Noninvasif
2.3.2.1 Fibroscan
Fibroscan merupakan suatu teknologi elastrografi yang mampu menentukan
stadium fibrosis hati lebih sensitif dengan mengukur rerata kekakuan hati dimana
kekakuan hati dihubungkan dengan derajat fibrosis. Keuntungan fibroscan ialah
noninvasif, cepat , tidak ada rasa sakit dan kesalahan interpretasi lebih sedikit
dibandingkan dengan biopsi hati (Grigorescu, 2010), (Al-Ghamdi, 2010).
Beberapa penelitian yang luas baru-baru ini, telah menunjukkan bahwa
pengukuran pengerasan hati dengan fibroscan merupakan alternatif yang baik pada biopsi
hati. Derajat fibrosis hati dapat diukur dengan mudah dan andal pada lebih dari 95%
pasien. Pada pasien sirosis, pengukuran kekakuan hati berkisar antara 12,5-
75,5 kPa. Namun, relevansi klinis dari nilai-nilai ini tidak diketahui. Bedossa, dkk tahun
1996 menyatakan nilai fibroscan berkisar 2,4-75,4 kilopascal dengan nilai Cut-
off adalah 7,1 kPa untuk F ≥ 2; 9,5 kPa untuk F ≥3; dan 12,5 kPa untuk F = 4
(didefinisikan menurut sistem klasifikasi METAVIR) (Al-Ghamdi, 2010). Ketelitian
fibroscan 91,2% lebih tinggi dibandingkan dengan biopsi hati. Gomez Dominguez dkk
tahun 2006 meneliti bahwa fibroscan memiliki nilai sensitifitas 85% untuk menilai
fibrosis hati dengan nilai cut offs 4,0 kPa. AUROCs (interval kepercayaan 95%)
adalah 0,80 (0,75-0,84) untuk pasien dengan significant fibrosis (F> 2); 0,90 (0,86-0,93)
untuk pasien dengan advanced fibrosis (F3) dan 0,96 (0,94-0,98) untuk pasien dengan
sirosis (F4). Dengan menggunakan nilai cut-off 17,6 kPa, pasien dengan sirosis,
terdeteksi dengan nilai prediksi positif (PPV) dan nilai prediksi negatif (NPV)
sebesar 90% (Al-Ghamdi, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Erhardt dkk. menemukan bahwa hasil fibroscan berkorelasi positif dengan
skor histologi fibrosis hati pada 147 pasien (r = 0,8, 95% derajat kepercayaan
(Confidence Interval): 0,72-0,85; P value < 0,001). AUROCs
adalah 0,91 untuk ≥ F3 fibrosis (95% CI: 0,85-0,96) dan 0,94 untuk
sirosis (95% CI: 0,90-0,98). Dengan menggunakan nilai cut-off 13 kPa untuk
mendeteksi sirosis hati, akan didapati sensitivitas 90%, spesifisitas 82%, PPV 71%
dan NPV sebesar 95% (Al-Ghamdi, 2010).
Ganne-Carri dan kelompoknya menilai keakuratan pengukuran pengerasan
hati dengan fibroscan untuk diagnosis sirosis pada 1.257 pasien penyakit hati kronis
dengan berbagai sebab. Setelah mengeksklusi pasien yang tidak cocok
sebagai spesimen biopsi (132 pasien) dan mereka yang pengukuran pengerasan
hatinya tidak representatif (118 pasien), didapati hasil AUROC adalah
0,95 (95% CI, 0,93-0,96) untuk diagnosis sirosis. Diperoleh nilai cut-off fibroscan dengan
akurasi diagnosis yang optimal adalah 14,6 kPa (PPV dan NPV: 74% dan 96%, masing-
masing). Mereka kemudian menyimpulkan bahwa fibroscan adalah metode yang dapat
diandalkan untuk diagnosis sirosis pada pasien dengan penyakit hati kronis, terutama
dengan cut-off 14,6 kPa (Al-Ghamdi, 2010).
Ziol dan kelompoknya membandingkan elastografi dengan hasil
pemeriksaan histologi pada 327 pasien. Mereka menemukan bahwa
pengukuran pengerasan hati dan gradasi fibrosis berkorelasi dengan baik, dengan nilai
cut-off optimal yang ditentukan pada 8,7 dan 14,5 kPa untuk F ≥ 2 dan F = 4 (Al-Ghamdi,
2010).
Fibroscan (elastografi) yang dipergunakan pada penelitian telah tersedia di
Universitas Sumatera Utara
RSHAM Medan dengan merek Echosens, dan telah dioperasikan oleh Prof. dr. Lukman
Hakim Zein SpPD-KGEH. Pada penelitian ini, cut-off yang dipergunakan sesuai dengan
cut-off dari Ledinghen dan Vergniol, tahun 2008 dengan nilai cut-off yang memang
sesuai dengan penelitian yang telah dipublikasikan sebelumnya, dengan F0-1 =0- 7,1
kPa; F2 = >7,1-9,3 kPa; F3 = >9,3-14,5 kPa; F4 = >14,5 kPa.
Gambar 2.1. Transien elastografi (Fibroscan) (Ledinghen dan Vergniol, 2008)
Universitas Sumatera Utara
2.3.2.2 Petanda (marker) biokimia
Serum marker dapat digunakan untuk menentukan fibrosis hati. Serum marker
untuk fibrosis hati dibagi atas 2 kelompok yaitu petanda langsung dan tidak langsung:
(Grigorescu, 2009), (Amirudin, 2007)
A. Petanda tidak langsung
Studi studi sebelumnya telah mengevaluasi petanda noninvasif untuk
memprediksi keberadaan fibrosis atau sirosis pada penderita hepatitis kronis,
seperti :
1. Rasio AST/ALT ( indeks AAR: Rasio AST/ALT lebih besar dari 1 dengan
kuat menyarankan sirosis dengan sensitivitas 78% dan spesifisitas 97%
2. Skor PGA: Kombinasi pengukuran indeks protombin, GGT dan
apolipoprotein A1 (PGA).
3. Fibrotest, pemeriksaan melibatkan alfa-2 makroglobulin, alfa2 globulin,
gamma globulin, apolipoprotein A1, gamma GT, dan bilirubin total.
4. Acti Test, pemeriksaan memodifikasi Fibrotest dengan menyertakan ALT
5. Skor Forns ( indeks Forns), berdasarkan 4 variabel umum dijumpai di kloinik
meliputi jumlah trombosit, umur, level kolesterol, dan GGT.
6. Rasio AST/trombosit (indeks APRI), model ini konsisten dan objektif pada
laboratorium rutin pasien pasien dengan hati kronis.
7. Fibroindex menggunakan variable trombosit, AST dan YGlobulin.
8. Kombinasi AST,INR, trombosit( indeks GUCI).
9. Simple score (S index) dengan variabel GGT, platelet dan albumin.
B.Petanda langsung (direct marker)
Universitas Sumatera Utara
Petanda langsung seperti : Collagen type IV, Hyaluronic acid, Procollagen III
peptide, Platelet.
2.3.2.3 Simple score (S index)
Simple score (S index) merupakan petanda fibrosis hati noninvasif, pertama kali
dikemukakan oleh Kun Zhou, dkk, sebagai tes laboratorium rutin dalm memprediksi
fibrosis hati pada pasien dengan hepatitis B kronik. Simple score (S index) menggunakan
variabel GGT (Gamma-Glutamyl Transferase), albumin, dan jumlah trombosit (platelet)
(Kun, et al., 2010). Rumus untuk menghitung skor adalah: (Kun, et al., 2010)
S-index = 1000 x GGT/(PLT x ALB2)
Unit dalam formula: GGT, IU/L; PLT, 109/L; ALB, g/L.
Pada penelitian Kun Zhou, dkk dinyatakan cut-off value dari S index adalah sebagai
berikut:
Tabel 2.5. Nilai cut off S index berdasarkan penelitian (Kun, et al., 2010)
Significant Fibrosis
(F2-4)
Absence Presence
S index < 0,1 ≥ 0,5
Advanced Fibrosis
(F3-4)
Absence Presence
S index < 0,2 ≥ 0,6
Universitas Sumatera Utara
Cirrhosis
(F4)
Absence Presence
S index < 0,3 ≥ 1,5
Hasil penelitian adalah sebagai berikut: (Kun, et al., 2010) dalam memprediksi
significant fibrosis, AUROCs adalah 0.812 (S index), 0.808 (SLFG model), 0.778
(Fibrometer), 0.765 (Hepascore), 0.735 (Hui model), 0.719 (Forns score) dan 0.717
(APRI), dalam memprediksi advanced fibrosis, AUROCs adalah 0.890 (S index), 0.887
(SLFG model), 0.876 (Fibrometer), 0.873 (Forns score), 0.872 (Hui model), 0.818
(Hepascore) dan 0.817 (APRI), dalam memprediksi sirosis, AUROCs adalah 0.936 (Hui
model), 0.890 (S index), 0.888 (Forns score), 0.872 (SLFG model), 0.836 (Fibrometer),
0.790 (APRI) dan 0.780 (Hepascore).
Pada penelitian (Kun, et al., 2010) dinyatakan bahwa pada umumnya model
noninvasif dapat dibagi atas 2 jenis, yakni model yang hanya mencakup tes rutin
sederhana (S index, Hui model, Forns score dan APRI) dan model yang mencakup tes
spesial seperti HA/ asam hialuronat dan A2M/ alfa 2 makroglobulin (SLFG model,
Fibrometer dan Hepascore). Secara kasar dapat dinyatakan bahwa model dengan tes
spesial akan memiliki AUROC yang lebih tinggi dibandingkan tes sederhana, terutama
dalam mengidentifikasi significant fibrosis. Namun pada model yang dikonstruksikan
pada pasien hepatitis B kronik didapatkan hasil yang lebih superior bila dibandingkan
dengan model lainnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsepsional
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
S INDEX Non significant fibrosis (F0-1)
Significant Fibrosis (F2-4)
Advanced Fibrosis (F3-4)
Sirosis (F4)
FIBROSCAN
F0-1
F2
F3
F4
Universitas Sumatera Utara
3.2. Definisi Operasional
3.2.1. Penyakit hati kronik
Penyakit hati kronik merupakan suatu proses penyakit hati yang
melibatkan proses destruksi yang progresif dan regenerasi dari parenkim
hati yang pada akhirnya akan menuju terjadinya fibrosis dan sirosis,
ditandai secara klinis lekas capek, hepatomegali dan kelainan laboratorium
yaitu meningkatnya transaminase dan bilirubin baik terus menerus ataupun
berfluktuasi selama 6 bulan.
3.2.2. Hepatitis B kronik
Penyakit infeksi pada hati oleh virus hepatitis B pada pasien dengan viral
marker HbsAg menetap selama minimal 6 bulan.
3.2.3. Fibrosis Hati
Fibrosis hati.merupakan suatu keadaan patologis yang terjadi akibat
kerusakan hati yang kronis dan adanya ketidakseimbangan antara sintesis,
dan perusakan serabut kolagen. Bila sintesis lebih meningkat, fibrosis
akan progresif. Struktur lobulus hati masih utuh karena belum dijumpai
bentuk pseudolobule. Fibrosis hati juga ditandai dengan adanya akumulasi
interstisial atau jaringan parut matriks ekstraselular (MES) setelah jejas
hati akut atau kronik.
3.2.4. Trombosit
Trombosit merupakan komponen darah yang dihasilkan dari megakariosit
Universitas Sumatera Utara
sumsum tulang, suatu sel besar dengan 8 sampai 32 nukleu. Secara
fisiologis berperan dalam hemostatis, berfungsi menghentikan perdarahan
pada permulaan dan pada luka kecil dapat menyebabkan hemostatis yang
menetap. Trombosit tidak melekat pada sel endotel vaskular normal, tapi
pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.
3.2.5. AST
AST ( Aspartate Aminotransferase ) adalah enzim yang terdapat dalam sel
hati tetapi terdapat juga dalam sel jantung, otot skletal, ginjal otak,
pankreas, limpa dan paru. Enzim ini akan dikeluarkan ke sirkulasi apabila
terjadi kerusakan atau kematian sel. Tingginya kadar enzim ini
berhubungan langsung dengan jumlah kerusakan sel. Kerusakan sel akan
diikuti dengan peningkatan kadar AST dalam 12 jam dan tetap meningkat
selama 5 hari.
3.2.6. Albumin
Albumin merupakan substansi terbesar dari protein yang diproduksi oleh
hati dari asam amino yang diambil dari makanan. Albumin berfungsi
dalam mengatur tekanan onkotik, pengangkut nutrisi, hormon, asam lemak,
dan zat sisa. Pada penyakit hati dapat terjadi penurunan kadar albumin.
3.2.7. GGT (Gamma-Glutamyl Transferase)
Enzim GGT terutama terdapat di hati, ginjal dan pankreas. Enzim ini
diperiksa untuk menentukan disfungsi sel hati dan mendeteksi penyakit
hati yang diinduksi alkohol. Aktivitas GGT meningkat pada semua bentuk
penyakit hati. Selain itu GGT juga digunakan sebagai petanda kanker
Universitas Sumatera Utara
prostat dan metastase kanker payudara dan kolon ke hati.
3.2.8. Fibroscan
Fibroscan merupakan suatu teknologi elastografi yang mampu
menentukan stadium fibrosis hati lebih sensitif dengan mengukur rerata
kekakuan hati dimana kekakuan hati dihubungkan dengan derajat fibrosis.
Fibroscan yang dipergunakan telah tersedia di RSHAM medan dengan
merek Echosens, dan akan dioperasikan oleh Prof. dr. Lukman Hakim
Zein SpPD-KGEH.
3.2.9. Simpler score (S index)
S index (S-index: 1000 x GGT/(PLT x ALB2)) adalah suatu pemeriksaan
nonivasif sebagai petanda awal fibrosis hati dengan menggunakan variabel
GGT, albumin dan trombosit/platelet.
3.3. Hipotesis
Simpler score (S index) dapat memprediksi derajat fibrosis hati secara akurat pada
pasien penyakit hati B kronik.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Desain penelitian
Penelitian dilakukan dengan cara potong lintang (Cross sectional study) dan
merupakan suatu uji diagnostik. Penelitian akan dilaksanakan setelah mendapat
clearance dari Komite Etik.
4.3. Waktu dan tempat penelitian
Penelitian dilakukan mulai Juli 2011 s/d Januari 2012, di Ruang Rawat Inap dan Poli
Penyakit Dalam RS H.Adam Malik Medan serta di beberapa klinik gastroenterolog di
Medan.
4.3. Populasi dan Sample terjangkau
Populasi adalah semua penderita Hepatitis B kronik.
Sampel adalah semua populasi penderita Hepatitis B kronik yang dirawat di Rumah
Sakit H Adam Malik Medan dan beberapa klinik gastroenterolog di Medan.
4.4. Besar Sampel
Rumus perhitungan besar sample untuk penelitian uji hipotesis:
Data proporsi; Uji hipotesis satu populasi:
Universitas Sumatera Utara
n = besar sample minimum
Z1-α/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu
Z1-β = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada β tertentu
P0 = proporsi di populasi
Pa = Perkiraan proporsi di populasi
Pa-P0 = perkiraan selisih proporsi yang diteliti dengan proporsi di
populasi
P0= 0,36
Pa-P0= 0,25 Perkiraan besar sampel minimal 39 orang
Zα= 1,96 α=0,05
Zβ= 1,282 β=0,10
4.5. Kriteria yang dimasukkan (Inklusi)
Penderita penyakit hati kronik yang disebabkan oleh virus hepatitis B dengan viral
marker (+), baik wanita maupun pria berusia 18 tahun ke atas dan bersedia ikut
dalam penelitian.
4.6. Kriteria yang dikeluarkan (Eksklusi)
Koinfeksi dengan HIV atau HCV, konsumsi alkohol > 30 g/hari, penyebab lain
penyakit hati kronik, sirosis hepatis stadium decompensata dan pasien dengan gagal
ginjal.
4.7. Bahan dan Prosedur Penelitian
Pemeriksaan sampel darah pada seluruh pasien akan dilaksanakan di laboratorium
PRODIA.
Universitas Sumatera Utara
4.7.1. Pemeriksaan trombosit
a. Sampel yang diperlukan darah EDTA atau darah kapiler
b. Isi pipet dengan darah sampai garis 0,5 bila diketahui trombositopenia diisi
sampai garis I
c. Sambil menahan dengan ujung jari, isi pipet dengan Rees Ecker sampai garis
101, kemudian letakkan horizontal
d. Sambil menekan kedua ujung pipet, pipet digoyang selama 3 - menit
e. Isi kamar yang twelah ditutup dengan larutan tersebut setelah terlebih dahulu
membuang 3 tetes pertama larutan tersebut.
f. Biarkan kamar hitung selama 2 menit, kemudian trombosit dihitung dibawah
mikroskop dengan pembesaran 40x. Bidang yang dihitung adalah semua
bidang kecil sebanyak 25 buah (E). Perhitungan trombosit n x 10 x
200/mm3
4.7.2. Albumin
Sampel darah diambil untuk tes ini, yang dimana akan dimasukkan ke dalam
sentrifuge sehingga akan memisahkan bagian cairan darah dari sel-sel darah.
4.7.3. GGT (Gamma-Glutamyl Transferase)
Bahan : Serum darah
Alat yang digunakan : Kinetic assay
Substrat: (gamma-L-glutamyl)-p-nitroanilide dan glycylglycine
1. (gamma-L-glutamyl)-p-nitroanilide dan glycylglycine sebagai substrat untuk
formasi GGT enzimatik dari p-nitroaniline.
2. Substrat direaksikan dengan serum GGT selama lebih kurang 10 menit.
Universitas Sumatera Utara
3. p-nitroaniline yang terproduksi dari reaksi ini kemudian diukur dengan
spectrophotometrical dalam jarak panjang gelombang 405-410 nm.
4. Persentase formasi p-nitroaniline adalah proposional dengan aktivitas GGT.
Oleh sebab itu, konversi p-nitroaniline yang tinggi merupakan indikatif
tingginya konsentrasi GGT dalam serum.
4.7.4. AST
Bahan : Serum plasma heparin / EDTA
Alat yang digunakan : Spektrofometer
Dengan start reagent
5. Serum plasma 100 uL
6. Larutan Reagent 1000 uL
7. Campur, sesudah 1 menit tambahkan : Start reagent 250 uL
8. Campurkan dan sesudah 1 menit ukur penurunan absorbsi setiap menit
selama 3 menit.
9. Perhitungan : Aktivitas enzym = (Δ A/min ) x F IU/! ( F: 2143 )
4.7.5. Pemeriksaan Fibroscan
a. Lobus kanan dari liver dinilai melalui bidang intercostal sementara pasien
berbaring dalam posisi terlentang dengan lengan kanan pada abduksi
maksimum.
b. Operator menempatkan tranluser ke kulit, yang telah diberi dengan
gel.Dibantu dengan isyarat waktu ultrasound dan pencitraan mode-A.
Universitas Sumatera Utara
c. Operator menempatkan satu posisi liver pada ketebalan setidaknya 60 mm
dan menekan tombol akuisisi setelah area pengukuran ditentukan dengan
tepat. Kedalaman pengukuran adalah antara 25 dan 65 mm.
4.7.6. Simpler score (S index)
S index =
PLT x ALB2
1000 x GGT
Unit dalam formula: GGT, IU/L; PLT, 109/L; ALB, g/L.
4.8. Analisa Statistik
Untuk menentukan nilai diagnostik panel petanda S index, dilakukan evaluasi
berdasarkan analisis kurva ROC (Receiver Operating Characteristic) dan menilai
Sensitivity (Se), specificity (Spe), positive predictive values (PPV), negative
predictive values (NPV), diagnostic accuracy (DA), positive likelihood ratios
(LR+) dan negative likelihood ratios (LR-) yang dikalkulasi berdasarkan nilai cut-
off yang tertera pada publikasi / jurnal originalnya. Analisa Statistik dilakukan
dengan software SPSS V15.0
Universitas Sumatera Utara
4.9. Kerangka Operasional
.
Gambar 4.1. Kerangka Operasional
4.10. Etika Penelitian
Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Kesehatan dari Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Hepatitis B kronik
Anamnesa Pemeriksaan fisik
Darah rutin LFT (AST, ALT, GGT, Albumin)
Viral marker
FIBROSCAN
Simpler score (S index)
AKURASI S INDEX
Universitas Sumatera Utara
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Secara keseluruhan, total dari 52 pasien dengan penyakit hati B kronik
diikutsertakan dalam studi penelitian ini. Karakteristik klinis, biokimia dan derajat
fibrosis hati pasien telah disimpulkan dan dapat dilihat pada tabel 5.1. Seluruh data yang
telah didapat kemudian dilakukan uji tes normalitas Kolmogorov-Smirnov untuk melihat
distribusi dari data-data tersebut. Dari hasil uji tes normalitas diperoleh hanya data umur
yang memiliki distribusi normal sehingga dipilih mean sebagai ukuran pemusatan dan
standar deviasi (SD) sebagai ukuran penyebaran, sedangkan data-data lainnya tidak
berdistribusi normal dan ditampilkan dalam bentuk ukuran median dan nilai minimum-
maksimum. Umur rata-rata pasien adalah 47 tahun, dengan jumlah 33 pasien (63,46%)
adalah laki-laki dan sejumlah 19 pasien dengan jenis kelamin perempuan (36,54%).
Seluruh pasien tidak berada dalam keadaan sirosis hepatis dekompensata. Pada tabel 5.1
juga dapat dilihat nilai platelet pasien dengan nilai terkecil dan terbesar 20.000/mm3 dan
421.000/mm3 , nilai albumin terkecil dan terbesar masing-masing adalah 18 dan 47 g/L,
nilai GGT dengan 12 dan 371 IU/L sebagai nilai terkecil dan terbesar. Sedangkan pada
fibroscan seluruh pasien penyakit hati B kronik diperoleh angka terendah dan tertinggi
masing-masing dengan nilai 4,3 kPa dan 75 kPa, dan nilai terendah serta nilai tertinggi
Universitas Sumatera Utara
sebesar 0,02 dan 3,30 diperoleh pada nilai perhitungan S Index. Dari derajat fibrosis hati
yang digradasi berdasarkan fibroscan diperoleh derajat fibrosis 4 (F4) sebesar 44,2% dari
keseluruhan pasien, fibrosis yang absen dan ringan (F0-F1) sebesar 28,8%, F3 dengan
persentase 17,3% dan F2 sebesar 9,6% dari seluruh pasien.
Tabel 5.1. Parameter Klinis, biokimia dan Fibrosis Hati dari Subjek Studi.
Variabel Penyakit Hati Kronik B
Pasien (n) 52
Jenis Kelamin (Lk/Pr) n (%) 33/19 (63,46/36,54)
Umur (tahun) 47,12 (SD ± 12,65)
Platelet (109/L) 142 (20-421)
Albumin (g/L) 34,2 (18-47)
GGT (IU/L) 69 (12-371)
Fibroscan (kPa) 12,6 (4,3-75)
S Index (nilai) 0,62 (0,02-3,30)
Fibrosis (fibroscan) n (%)
F0-1
F2
F3
F4
15 (28,8)
5 (9,6)
9 (17,3)
23 (44,2)
Berdasarkan tes normalitas Kolmogorov-Smirnov, data umur berdistribusi normal (mean,
SD), sedangkan data-data lain tidak berdistribusi normal (ukuran data median, min-max).
Derajat fibrosis hati berdasarkan fibroscan ditampilkan dalam bentuk jumlah dan
Universitas Sumatera Utara
persentase.
5.1.2 Menilai Akurasi Nilai-nilai Prediktif Model Non-invasif S Index pada
Subjek Penelitian
Nilai cut-off S index dan formulanya diterapkan sesuai dengan referensi jurnal
aslinya (Kun Zhou dkk). Nilai cut-off yang dipilih dalam mengidentifikasi ada tidaknya
significant fibrosis adalah absence (S Index <0,1) dan presence (S Index ≥0,5). Nilai
prediktif dari model non invasif S Index dalam identifikasi significant fibrosis, advanced
fibrosis dan sirosis pada pasien dengan penyakit hati B kronik dapat dilihat pada tabel 5.2.
Diantara 37 pasien yang dinyatakan mengalami significant fibrosis melalui fibroscan,
hanya 3 pasien (8,1%) yang menunjukkan nilai S Index lebih rendah dari 0,1. Dengan S
index lebih rendah 0,1, 72,72% pasien dapat dinyatakan tidak mengalami significant
fibrosis. Pasien dengan S index lebih dari 0,5, sebanyak 29 dari 29 pasien (100%)
mengalami significant fibrosis, dan tidak adanya pasien yang diklasifikasikan secara
salah pada 15 orang pasien yang tidak mengalami significant fibrosis berdasarkan
fibroscan. Secara keseluruhan, 37 (71,2%) dari total 52 pasien akan dapat diidentifikasi
secara benar, hanya 3 pasien (5,7%) yang salah identifikasi oleh S Index. Sebanyak 12
pasien (23%) tidak dapat dikelompokkan dengan nilai S Index berada diantara 0,1 dan
0,5.
Melalui cut off S Index dengan absence (S Index <0,2) dan presence (S Index ≥0,6),
maka dapat diprediksi kejadian advanced fibrosis. Dimana dengan S index lebih rendah
0,2, 94,74% pasien dapat dinyatakan tidak mengalami advanced fibrosis. Sebanyak 32
pasien yang dinyatakan mengalami advanced fibrosis melalui fibroscan, hanya 1 pasien
Universitas Sumatera Utara
(3,1%) yang salah diklasifikasikan. Pasien dengan S index lebih dari 0,6, sebanyak 27
dari 27 pasien (100%) mengalami advanced fibrosis, dan tidak adanya pasien yang
diklasifikasikan secara salah pada 20 pasien yang dinyatakan tidak mengalami advanced
fibrosis berdasarkan fibroscan. Total, 45 (86,5%) dari total 52 pasien akan dapat
diidentifikasi secara benar, hanya 1 pasien (1,9%) yang salah identifikasi oleh S Index.
Dan terdapat sebanyak 6 pasien (11,5%) yang tidak dapat dikelompokkan oleh S Index
yang nilainya berada diantara 0,2 dan 0,6.
Nilai cut-off untuk sirosis adalah absence (S Index <0,3) dan presence (S Index
≥1,5). Hanya 1 pasien (4,3%) yang menunjukkan nilai S Index lebih rendah dari 0,3
diantara 23 pasien yang dinyatakan mengalami sirosis melalui pengukuran fibroscan.
Dengan S index lebih rendah 0,3, sebesar 95% pasien dapat dinyatakan tidak mengalami
sirosis. Dengan S index lebih dari 1,5, sebanyak 17 dari 20 pasien (85%) dapat
diidentikasi mengalami sirosis, dan terdapat 3 pasien (10,3%) yang diklasifikasikan
secara salah pada 29 orang pasien yang tidak mengalami sirosis berdasarkan fibroscan.
Secara keseluruhan, 36 (69%) dari total 52 pasien akan dapat diidentifikasi secara benar,
hanya 4 pasien (7,7%) yang salah identifikasi oleh S Index. Dan terdapat sebanyak 12
pasien (23%) yang tidak dapat dikelompokkan oleh S Index yang nilainya berada diantara
0,3 dan 1,5.
Nilai diagnostik dari S Index kemudian dievaluasi lebih lanjut dengan menilai
besarnya AUROC, LR (+), LR (-) dan Akurasi. Dalam memprediksi significant fibrosis,
AUROC adalah 0,953 untuk S Index (gambar 5.1). Untuk Prediksi advanced fibrosis,
nilai AUROC sebesar 0,982 untuk S Index (gambar 5.2). Sedangkan dalam prediksi
sirosis, AUROC adalah 0,904 untuk S Index (gambar 5.3). Dari hasil ini, terlihat
Universitas Sumatera Utara
walaupun S Index merupakan model prediktif yang terdiri atas petanda laboratorium
yang sederhana dan rutin, namun S Index memiliki akurasi dan nilai prediktif yang baik.
Sensitivitas, spesifisitas, PPV, NPV, LR (+), LR (-) beserta nilai akurasi model
prediktif dapat dilihat pada tabel 5.2. Pada tabel 5.2 menunjukkan S Index memiliki nilai
prediktif yang tinggi dalam memprediksi fibrosis. Pada tabel 5.2 juga menunjukkan
tingginya sensitivitas, NPV serta LR (-) yang rendah pada S Index sehingga memiliki
risiko kejadian negatif palsu yang rendah, data hasil penelitian pada S Index
menunjukkan sensitivitas sebesar 90,63%, spesifisitas 100%, PPV 100%, NPV 72,72%,
LR (+) tak terhingga, LR (–) 0,09 dan akurasi sebesar 92,5% dalam identifikasi pasien
penyakit hati B kronik dengan significant fibrosis. Diikuti dengan hasil penelitian dengan
sensitivitas sebesar 96,43%, spesifisitas 100%, PPV 100%, NPV 94,74%, LR (+) tak
terhingga, LR (–) 0,04 dan akurasi sebesar 97,83% dalam identifikasi pasien penyakit
hati B kronik dengan advanced fibrosis. Dan diperolehnya data hasil penelitian dalam
identifikasi pasien sirosis penyakit hati B kronik dengan sensitivitas sebesar 94,44%,
spesifisitas 86,36%, PPV 85%, NPV 95%, LR (+) 7, LR (–) 0,06 dan akurasi sebesar
90% yang dapat dilihat pada tabel 5.2.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.2. Nilai Prediktif dari Model Prediktif S Index dalam Diagnosis Significant
Fibrosis, Advanced Fibrosis dan Sirosis pada Subjek Penyakit Hati B Kronik.
Model Cut-off (significant Fibrosis)
Sig Fib Fibroscan
Sen (%)
Spe (%)
PPV (%)
NPV (%)
AUROC
LR + LR - Akurasi (%)
F0-1 n=15
F2-4 n=37
S Index Absence <0,1 n = 11
8 3 90,63 100 100 72,72 0,953 Inf 0,09 92,5
Presence ≥0,5 n = 29
0 29
Model Cut-off
(advanced Fibrosis)
Adv Fib Fibroscan
Sen (%)
Spe (%)
PPV (%)
NPV (%)
AUROC
LR + LR - Akurasi (%)
F0-2 n=20
F3-4 n=32
S Index Absence <0,2 n = 19
18 1 96,43 100 100 94,74 0,982 Inf 0,04 97,83
Presence ≥0,6 n = 27
0 27
Model Cut-off
(Sirosis) Sirosis
Fibroscan Sen (%)
Spe (%)
PPV (%)
NPV (%)
AUROC
LR + LR - Akurasi (%)
F0-3 n=29
F4 n=23
S Index Absence <0,3 n = 20
19 1 94,44 86,36 85 95 0,904 7 0,06 90
Presence ≥1,5 n = 20
3 17
Sen (Sensitivity); Spe (Specificity); PPV (Positive Predictive Value); NPV (Negative
Predictive Value); LR+ (Positive Likelihood Ratio); LR- (Negative Likelihood Ratio);
AUROC (Area Under the ROC curves).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.1. Kurva ROC S Index dalam prediksi significant fibrosis pada subjek
penyakit hati B kronik.
Gambar 5.2. Kurva ROC S Index dalam prediksi advanced fibrosis pada subjek penyakit hati B kronik.
AUROC = 0,953
Nilai P = 0,0001
AUROC = 0,982
Nilai P = 0,0001
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.3. Kurva ROC S Index dalam prediksi sirosis hati pada subjek penyakit hati B
kronik.
5.2. Pembahasan (Diskusi)
Banyak studi dalam model diagnostik fibrosis hati noninvasif pada
penyakit hati kronis yang telah dipublikasikan dalam beberapa tahun terakhir.
Kebanyakan dari model diagnostik tersebut diterapkan pada penyakit hati kronik C dan
hanya sedikit data yang tersedia pada penerapan pasien penyakit hati B kronik. Meskipun
dua laporan terakhir terapan FibroTest pada penyakit hati B kronik menunjukkan
hasil 0,77 dan 0,78 nilai AUROC dalam mendeteksi significant fibrosis, namun model
prediktif tersebut terdiri atas petanda yang tidak rutin
tersedia seperti haptoglobulin, A2M dan apolipoprotein A1. Kebutuhan tes
AUROC = 0,904
Nilai P = 0,0001
Universitas Sumatera Utara
yang kompleks dan biaya tambahan dalam perhitungan hasil jelas akan
mengurangi utilitas praktisnya (Kun, et al., 2010).
Beberapa model prediktif yang dirancang khusus untuk pasien penyakit hati B
kronik telah diusulkan, namun penelitian ini memiliki beberapa fitur yang unik. Pertama,
model SLFG dirancang dan divalidasi pada HBeAg
positif pasien penyakit hati B kronik dengan ALT antara 2 dan 10 kali
batas normal atas (ULN), sedangkan Mohamadnejad dkk. menawarkan formula yang
hanya cocok untuk pasien HBeAg negatif. Hui dkk. merekrut
hanya pasien dengan HBV DNA> 105 kopi / mL dan ALT antara 1,5 dan 10 kali batas
normal atas (ULN). Dalam studi saat ini, pasien
yang terdaftar adalah pasien penyakit hati B kronik terlepas dari mendapat terapi ataupun
tanpa terapi, tingkat HBeAg, ALT dan jumlah HBV DNA. Dengan demikian, hasil
penelitian ini akan lebih membantu dalam menilai pasien dengan infeksi virus hepatitis
B kronis dengan jangkauan yang lebih luas (Kun, et al., 2010).
Kedua, model prediktif S Index didasarkan hanya pada petanda-
petanda laboratorium yang rutin. GGT, PLT dan ALB merupakan semua tes rutin
yang tersedia pada kebanyakan klinisi dalam penatalaksanaan pasien dengan infeksi
penyakit hati B kronik, sehingga tidak diperlukan adanya tes tambahan lagi. Pada
penelitian sebelumnya oleh Kun Zhou dkk., akurasi diagnostik model yang terdiri
dari tes rutin sederhana kemudian dibandingkan dengan model
yang memperkenalkan tes-tes khusus seperti HA dan A2M dengan hasil bahwa
model SLFG dan Hepascore lebih baik dalam mengidentifikasi significant fibrosis
daripada skor Forns dan APRI, tapi keunggulan tersebut tidak signifikan dalam
Universitas Sumatera Utara
mengidentifikasi advanced fibrosis ataupun sirosis. Hal ini menunjukkan bahwa
tes khusus mungkin dapat meningkatkan sensitivitas diagnostik model dalam
memprediksi awal fibrosis. Namun dengan tes khusus yang tidak tersedia dalam
praktek sehari-hari akan menyebabkan
pemanfaatan standarisasi, validasi dan pemeriksaan rutin menjadi sulit.
Ketiga, S indeks mudah dikalkulasi (dihitung). Sebagian besar
model sebelumnya, kecuali APRI, berisikan formula kompleks yang
memerlukan kalkulator untuk perhitungan logaritma. Kesederhanaan S
Indeks dan APRI memungkinkan mereka dapat diterapkan secara klinis dengan lebih
mudah. Namun, APRI yang sebelumnya memang diteliti pada pasien penyakit hati C
kronik, memiliki salah satu dari dua parameternya yang berupa AST yang tidak
menunjukkan adanya korelasi signifikan dengan kejadian fibrosis pada penyakit hati B
kronik dalam penelitian Kun Zhou dkk. Hal inilah yang mungkin menjelaskan AUROC
APRI yang lebih rendah dibandingkan dengan
model S Index pada penelitian Kun Zhou dkk.
Selain itu, juga terdapat beberapa limitasi ataupun kelemahan dalam penelitian ini.
Pada penelitian ini tidak semua pasien dilakukan biopsi hati, dan basis gradasi fibrosis
hati adalah berdasarkan fibroscan (Transient Elastography), meskipun demikian, walau
tidak ditampilan pada hasil penelitian ini, terdapat 10 pasien yang mendapat biopsi hati
dan semuanya memiliki tingkat gradasi fibrosis hati yang sama dengan hasil gradasi
fibrosis hati oleh fibroscan. Pada penelitian Kun Zhou dkk juga memasukkan biopsi hati
sebagai salah satu kelemahan penelitian mereka dengan mengemukakan bahwa biopsi
hati bukanlah gold standard yang sempurna untuk evaluasi fibrosis hati oleh
Universitas Sumatera Utara
adanya kesalahan dalam pengambilan bahan (sampling error) dan variasi hasil antar
pembaca (observer variability). Sebuah hasil analisis prospektif juga mengklaim bahwa
kegagalan biopsi adalah > 7 kali lebih umum
dari kegagalan diagnostik penanda. Untuk mengurangi variabilitas dan subjektivitas,
penggunaan laparoskopi biopsi, fibroscan, memvalidasi tes noninvasif , dapat membantu
untuk meningkatkan keandalan standar emas. Keterbatasan lainnya adalah
hasil penelitian ini divalidasi dengan subjek penelitian dari populasi yang sama, beserta
jumlah populasi yang belum luas.
Tingkat aminotransferase yang abnormal sangat erat kaitannya dengan cedera
hati. Tingkat ALT > 2ULN adalah prinsip yang paling penting dalam memilih
pengobatan antivirus. Namun pasien dengan ALT berada dalam nilai batas atau sedikit
meningkat mungkin memiliki histologi abnormal yang juga terdapat peningkatan
risiko kematian dari penyakit hati. Meskipun suksesnya pengobatan dengan interferon
ataupun analog nukleotida dalam memodifikasi fibrosis dan mencegah pengembangan
menjadi sirosis dan kanker pada pasien penyakit hati B kronik, namun
adanya resistensi antiviral, kemungkinan daya tahan respon yang rendah,
toksisitas dan biaya yang tinggi membuat pemilihan pasien dalam
terapi antivirus menjadi hal yang penting (Kun, et al., 2010). Dalam
pedoman terbaru praktek AASLD, biopsi hati dianjurkan pada pasien yang tidak
memenuhi kejelasan dalam pedoman. Pengobatan harus dipertimbangkan
jika biopsi menunjukkan significant fibrosis. Sayangnya, prosedur invasif memiliki
keterbatasan yang cukup besar seperti sampling error, variasinya hasil pengamatan, dan
kegagalan untuk memenuhi kebutuhan klinis. Diperlukan sebuah alat (tool) yang dapat
Universitas Sumatera Utara
dengan cepat, aman dan dapat digunakan secara berulang untuk menilai derajat
fibrosis pasien dengan penyakit hati B kronik yang diperlukan untuk memutuskan kapan
memulai pengobatan dan menilai respon terapi.
Meskipun sebagian besar model prediktif noninvasif tidak dapat
memberikan derajat fibrosis dengan tepat oleh karena tumpang tindih
antara pasien dengan berbagai tahap fibrosis, namun model prediktif tersebut
memiliki kecukupan akurasi dalam memprediksi significant fibrosis. Peran utama
mereka adalah untuk mengurangi kebutuhan biopsi hati dengan mengidentifikasi
significant fibrosis atau sirosis, namun bukanlah untuk menggantikan biopsi hati secara
total. Dengan menggunakan nilai-nilai cut-off yang dioptimalkan dari S index, diharapkan
akan dapat mengurangi kebutuhan untuk biopsi hati. Selanjutnya, kombinasi model
prediktif dan teknik diagnostik invasif lainnya dapat meningkatkan kinerja ke tingkat
yang lebih tinggi. Kombinasi Fibroscan dan S indeks akan menjadi cara yang menarik
dalam pengelolaan pasien penyakit hati B kronik. Tapi kita harus mengakui bahwa
sebelum menerapkan model prediktif dalam praktek klinis, prioritas harus diberikan
dalam studi validasi skala besar karena diagnostik akurasi mudah terpengaruh
oleh etiologi penyakit hati kronik yang berbeda, populasi pasien dan uji metode (Kun, et
al., 2010).
Universitas Sumatera Utara
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 KESIMPULAN
S Index, sebuah model matematis sederhana yang terdiri atas petanda-petanda
laboratorium rutin, memiliki kemampuan memprediksi derajat fibrosis pada pasien
penyakit hati B kronik dengan tingkat akurasi yang tinggi.
6.2 SARAN
S indeks sebagai model prediktif noninvasif derajat fibrosis hati pada penyakit
hati B kronik memilki akurasi yang tinggi. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan
studi validasi skala yang lebih besar dan dengan kelompok populasi yang berbeda
sehingga membantu untuk mengetahui model akurasi yang stabil, terlepas darimana
pasien berasal. Demikian juga dengan basis gradasi fibrosis hati yang lebih divalidasi
dengan biopsi hati dikombinasi dengan fibroscan untuk meningkatkan keandalan
standar emas.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
Adams, L.A., Bulsara, M., Rossi, E., DeBoer, B., Speers, D., George, J. et al.,
2005. Hepascore: an accurate validated predictor of liver fibrosis in chronic
hepatitis C infection. J. Clin. Chem., 51, pp.1867–73.
Al-Ghamdi, A.S., 2010. Fibroscan: A Noninvasive Test of Liver Fibrosis
Assessment. [online] Available at:
<http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19858635>
[Accessed 15 November 2010].
Amirudin, R., 2007. Fibrosis Hati. In: A. Sulaiman, N. Akbar, L.A. Lesmana,
S. Noer, eds., 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Jakarta: Penerbit Jayabadi,
pp.329-33.
Bourliere, M., Penaranda, G., Renou, C., Botta-Fridlund, D., Tran, A., Portal,
I. et al., 2006. Validation and comparison of indexes for fibrosis and cirrhosis
prediction in chronic hepatitis C patients: proposal for a pragmatic approach
classification without liver biopsies. J. Viral. Hepat., 13, pp.659–70.
Cales, P., Oberti, F., Michalak, S., Hubert-Fouchard, I., Rousselet, M.C.,
Konate, A. et al., 2005. A novel panel of blood markers to assess the degree of
liver fibrosis. J. Hepatology, 42, pp.1373–81.
Czaja, A.J., 2010. Chronic Liver Disease. [online] Available at:
Universitas Sumatera Utara
<www.umm.edu/liver/chronic.htm.> [Accessed 1 January 2011].
Forns, X., Ampurdanes, S., Llovet, J.M., Aponte, J., Quinto, L., Martinez-
Bauer, E. et al., 2002. Identification of chronic hepatitis C patients without
hepatic fibrosis by a simple predictive model. J. Hepatology, 36, pp.986–92.
Franciscus, A., 2010. HCV Diagnostic Tools: Grading and Staging a Liver
Biopsy. [online] Available at:
<http://www.hcvadvocate.org/hepatitis/factsheets_pdf/grade_stage.pdf.>
[accessed 1 January 2011].
Grigorescu, M., 2010. Noninvasive Biochemical Markers of Liver Fibrosis.
University of Medicine and Pharmacy. [online] Available at:
<http://168.105.175.200/Csiszar/644_07/09_20_07/Grigorescu%2006%20rev.pdf.
> [accessed 15 December 2010].
Hui, A.Y., Chan, H.L., Wong, V.W., Liew, C.T., Chim, A.M., Chan, F.K. et
al., 2005. Identification of chronic hepatitis B patients without significant liver
fibrosis by a simple noninvasive predictive model. Am. J. Gastroenterol., 100,
pp.616–23.
Imbert-Bismut, F., Ratziu, V., Pieroni, L., Charlotte, F., Benhamou, Y.,
Poynard, T. et al., 2001. Biochemical markers of liver fibrosis in patients with
hepatitis C virus infection: a prospective study. Lancet., 357, pp.1069–75.
Kun, Z., Chun, F.G., Yun, P.Z., Hai, L.L., Rui, D.Z., Jian, C.X. et al., 2010.
Universitas Sumatera Utara
Simpler Score of Routine Laboratory Tests Predicts Liver Fibrosis in Patients
with Chronic Hepatitis B. Journal of Gastroenterology and Hepatology, 96(4),
pp.1569-77.
Kwang, G.L., Yeon, S.S., Hyonggin, A., Soon, H.U., Eun, S. J., Bora, K. et al.,
2010. Usefulness of Non-Invasive Markers for Predicting Liver Cirrhosis in
Patients with Chronic Hepatitis B. Journal of Gastroenterology and Hepatology,
25(1), pp.94-100.
Lai, C.L., Ratziu, V., Yuen, M.F. and Poynard, T., 2003. Viral hepatitis B.
Lancet, 362, pp.2089–94.
Ledinghen, V.D. and J.,Vergniol., 2008. Fibroscan. Gastroenterologie Clin.
Bio., 32, pp.58-67.
Leroy, V., Hilleret, M.N., Sturm, N., Trocme, C., Renversez, J.C., Faure, P. et
al., 2007. Prospective comparison of six non-invasive scores for the diagnosis of
liver fibrosis in chronic hepatitis C. J. Hepatol., 46, pp.775–82.
Mohamadnejad, M., Montazeri, G., Fazlollahi, A., Zamani, F., Nasiri, J.,
Nobakht, H. et al., 2006. Noninvasive markers of liver fibrosis and inflammation
in chronic hepatitis B-virus related liver disease. Am. J. Gastroenterol., 101,
pp.2537–45.
Rosenberg, W.M., Voelker, M., Thiel, R., Becka, M., Burt, A., Schuppan, D.
et al., 2004. Serum markers detect the presence of liver fibrosis: a cohort study.
Gastroenterology, 127, pp.1704–13.
Soemohardjo, S. dan Gunawan, S., 2009. Hepatitis B Kronik. In: A.W.
Universitas Sumatera Utara
Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi, M. Simadibrata, S. Setiati, eds., 2009. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Penerbit InternaPublishing, pp.653-57.
Takemoto, R., 2009. Validity of Fibroscan values for predicting hepatic
fibrosis stage in patients with chronic HCV infection. Journal of Digestive
Diseases, 10, pp.145-48.
Wai, C.T., Greenson, J.K., Fontana, R.J., Kalbfleisch, J.D., Marrero, J.A.,
Conjeevaram, H.S. et al., 2003. A simple noninvasive index can predict both
significant fibrosis and cirrhosis in patients with chronic hepatitis C. Hepatology,
38, pp.518–26.
Zeng, M.D., Lu, L.G., Mao, Y.M., Qiu, D.K., Li, J.Q., Wan, M.B. et al., 2005.
Prediction of significant fibrosis in HBeAg-positive patients with chronic
hepatitis B by a noninvasive model. Hepatology, 42, pp.1437–45.
Ziol, M., Handra-Luca, A., Kettaneh, A., Christidis, C., Mal, F., Kazemi, F. et
al., 2005. Noninvasive assessment of liver fibrosis by measurement of stiffness in
patients with chronic hepatitis C. Hepatology, 41, pp.48–54.
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN 1
MASTER TABEL
No Umur JK AST PLT ALB GGT S-Index Fibroscan 1 56 PR 51 73 4.7 61 0.3783 33.3 2 49 PR 17 270 3.8 53 0.1359 5.3 3 40 PR 26 108 3.7 53 1.51 32.5 4 46 LK 23 174 4.1 27 0.0923 6.6 5 54 PR 92 137 2.5 42 0.4905 75 6 34 PR 35 223 4.5 19 0.0421 6.1 7 30 LK 92 185 4.4 42 0.1173 6.6 8 47 LK 18 60 4.4 173 1.8021 12.6 9 25 PR 37 161 3.1 27 0.675 12.5 10 52 PR 26 207 4.7 53 0.1159 4.4 11 61 LK 52 146 4.7 19 0.0589 7.7 12 40 PR 28 360 4.5 19 0.0261 5.4 13 44 PR 30 233 4.4 24 0.0532 6.7 14 46 LK 62 142 4.7 53 0.169 6.9 15 74 LK 40 155 3.8 78 0.3485 10.3 16 61 PR 144 55 2.2 19 1.5778 57.1 17 46 LK 45 207 3.7 53 0.187 7.1 18 66 LK 41 271 4.8 73 1.5208 20.4 19 23 LK 59 132 3.5 84 0.5195 11.6 20 40 LK 274 72 2.9 124 2.0478 49.6 21 59 PR 274 88 2.4 137 2.7028 63.9 22 60 LK 31 345 4.2 12 0.0197 8.9 23 40 LK 418 82 3.1 201 2.5507 69.2 24 52 LK 2010 404 3.8 98 0.168 12.6 25 74 LK 136 150 3.8 371 1.7128 45 26 40 PR 28 149 4.6 37 0.1174 6.9 27 44 LK 100 44 2.8 114 3.3047 21.8 28 55 LK 36 197 3.2 51 1.6529 21.8 29 37 PR 18 114 3.2 98 0.8395 12.5 30 36 PR 225 178 4 77 1.925 12.6 31 50 LK 44 129 3.1 91 1.7636 22.8 32 41 LK 34 216 4.3 12 0.03 4.3 33 31 PR 78 217 4.4 26 0.0619 8.9 34 49 LK 27 208 4.6 21 0.0477 5 35 65 LK 66 150 2.5 75 1.584 26 36 64 LK 44 125 2.7 57 0.6255 16.5 37 55 PR 17 134 3.1 65 0.6219 10.9 38 66 PR 50 20 3.2 32 1.5625 21.1 39 33 LK 57 252 3.7 50 1.875 13 40 55 LK 86 86 2.8 122 1.8094 46.4
Universitas Sumatera Utara
41 33 LK 44 421.0 3.35 298.0 0.6307 75.0 42 39 LK 66 228.0 2.5 75.0 0.5263 7.6 43 39 LK 36 142.0 4.0 65.0 0.2861 19.8 44 64 PR 44 127.0 2.7 147.0 1.5878 34.3 45 37 LK 33 168.0 2.3 149.0 1.6766 42.2 46 63 LK 73 95.0 4.0 160.0 1.0526 45.7 47 32 PR 21 188.0 2.2 17.0 0.1868 5.8 48 55 LK 81 251.0 4.0 40.0 0.0996 6.6 49 35 LK 41.7 262.0 3.8 30.0 0.0793 5.9 50 31 LK 66 229.0 2.3 115.0 0.9493 22.3 51 46 LK 116 87.0 2.6 162.0 2.7545 46.4 52 36 LK 90 44.0 3.9 123.0 1.8379 21.8
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN 2
HASIL STATISTIK
Karakteristik Klinis Penelitian
Statistics
Umur JenisKelamin SIndeks Fibroscan Platelet GammaGT Albumin
N Valid 52 52 52 52 52 52 52
Missing 0 0 0 0 0 0 0
Mean 47.12 1.37 1.46 1.7692 160.81 83.67 3.343
Median 46.00 1.00 2.00 2.0000 142.00 69.00 3.425
Mode 40 1 0 3.00 100 53 2.0a
Std. Deviation 12.649 .486 1.393 1.29275 88.839 69.645 .9446
Variance 159.986 .236 1.940 1.671 7.892E3 4850.381 .892
Range 51 1 3 3.00 401 359 2.9
Minimum 23 1 0 .00 20 12 1.8
Maximum 74 2 3 3.00 421 371 4.7
Percentiles 25 37.00 1.00 .00 .0000 100.00 33.25 2.425
50 46.00 1.00 2.00 2.0000 142.00 69.00 3.425
75 55.75 2.00 3.00 3.0000 214.00 115.00 4.175
a. Multiple modes exist. The smallest value is
shown
Tes Normalitas
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
Umur .117 52 .073 .973 52 .275
Universitas Sumatera Utara
JenisKelamin .408 52 .000 .610 52 .000
Platelet .145 52 .008 .919 52 .002
GammaGT .156 52 .003 .813 52 .000
Albumin .147 52 .007 .916 52 .001
AST .370 52 .000 .279 52 .000
Fibroscanvalue .219 52 .000 .809 52 .000
SIndexvalue .172 52 .001 .868 52 .000
APRIvalue .313 52 .000 .619 52 .000
a. Lilliefors Significance Correction
Significant Fibrosis
Significant FibIndex * Significant FibScan Crosstabulation
Count
Significant FibScan
Total
Non Significant
FibScan
Significant
FibScan
Significant FibIndex Non Significant Fibrosis 8 3 11
Significant Fibrosis 0 29 29
Total 8 32 40
Universitas Sumatera Utara
Area Under the Curve
Test Result Variable(s):Significant FibIndex
Area Std. Errora Asymptotic Sig.b
Asymptotic 95% Confidence
Interval
Lower Bound Upper Bound
.953 .033 .000 .889 1.017
The test result variable(s): Significant FibIndex has at least one tie between the
positive actual state group and the negative actual state group. Statistics may be
biased.
a. Under the nonparametric assumption
b. Null hypothesis: true area = 0.5
Advanced Fibrosis
Advanced FibIndex * Advanced FibScan Crosstabulation
Count
Advanced FibScan Total
Universitas Sumatera Utara
Non Advanced
FibScan
Advanced
FibScan
Advanced FibIndex Non Advanced Fibrosis 18 1 19
Advanced Fibrosis 0 27 27
Total 18 28 46
Area Under the Curve
Test Result Variable(s):Advanced FibIndex
Area Std. Errora Asymptotic Sig.b
Asymptotic 95% Confidence
Interval
Lower Bound Upper Bound
.982 .021 .000 .941 1.023
The test result variable(s): Advanced FibIndex has at least one tie between the
positive actual state group and the negative actual state group. Statistics may be
biased.
a. Under the nonparametric assumption
b. Null hypothesis: true area = 0.5
Universitas Sumatera Utara
Sirosis
Cirrhosis Index * Cirrhosis Scan Crosstabulation
Count
Cirrhosis Scan
Total
Non
CirrhosisScan CirrhosisScan
Cirrhosis Index NonCirrhosis 19 1 20
Cirrhosis 3 17 20
Total 22 18 40
Universitas Sumatera Utara
Area Under the Curve
Test Result Variable(s):Cirrhosis Index
Area Std. Errora Asymptotic Sig.b
Asymptotic 95% Confidence
Interval
Lower Bound Upper Bound
.904 .054 .000 .799 1.009
The test result variable(s): Cirrhosis Index has at least one tie between the
positive actual state group and the negative actual state group. Statistics may be
biased.
a. Under the nonparametric assumption
b. Null hypothesis: true area = 0.5
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN 3
LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK
Salam Sejahtera.
Pada hari ini saya ingin menjelaskan kepada bapak/ibu tentang penelitian
yang akan saya lakukan, yang berjudul : “AKURASI DERAJAT FIBROSIS HATI
BERDASARKAN SIMPLER SCORE (S INDEX) TERHADAP FIBROSCAN PADA
PASIEN PENYAKIT HATI B KRONIK”.
Penelitian ini meneliti keakurasian S INDEX didalam memprediksi ataupun
menentukan derajat fibrosis hati dengan berdasar pada fibroscan terhadap penderita
penyakit hati B kronik serta manfaat S INDEX sebagai alternatif diagnostik dalam
menentukan derajat fibrosis hati pada penyakit hati B Kronik.
Penelitian ini dilakukan dengan mengukur S Index sebagai salah satu penanda
fibrosis hati non invasif berdasar pada fibroscan. Manfaatnya adalah S Index sebagai
alternatif diagnostic yang lebih murah untuk menentukan derajat fibrosis hati pada
penyakit hati B kronik dalam mengoptimalisasi manajemen klinis sehingga mengurangi
keperluan tes-tes kompleks dan biaya ekstra.
Sedangkan prosedur penelitiannya yaitu : pertama sekali Bapak/Ibu yang telah
diduga (didiagnosa) dengan Hepatitis B Kronik, akan kami lakukan pemeriksaan darah,
akan diambil darah kira – kira 10 cc di daerah lengan bawah oleh petugas yang ahli di
bidangnya, lalu dilakukan pemeriksaan terhadap beberapa parameter dalam darah
tersebut dan selanjutnya dilakukan pemeriksaan dengan fibroscan. Pemeriksaan fibroscan
Universitas Sumatera Utara
tersebut dengan menggesek alat pada daerah perut kanan atas Bapak/Ibu sekalian tanpa
rasa nyeri. Akan diperoleh hasil pengukuran dengan alat fibroscan tersebut dalam bentuk
angka - angka. Lalu dibandingkan parameter darah dan hasil fibroscan tersebut untuk
selanjutnya dianalisis. Penelitian ini tidak berbahaya dan tidak menimbulkan rasa sakit.
Perlu Bapak/Ibu ketahui kemungkinan bisa terjadi lebam – lebam pada tempat
pengambilan darah dan sedikit rasa sakit pada saat pengambilan darah, namun lebam –
lebam tersebut akan hilang dengan sendirinya.
Keikut sertaan Bapak/Ibu adalah suka rela dan tidak dipaksakan. Biaya
pemeriksaan tidak dibebankan kepada Bapak/Ibu, sepenuhnya ditanggung oleh peneliti.
Bila keterangan yang saya berikan masih belum jelas atau ada hal - hal yang belum jelas,
Bapak/Ibu dapat langsung bertanya kepada saya.
Nama : Dr. Katharine
Alamat : Jl. Asia No. 256-H, Medan
No Telp : 081361745345
Atas kesediaan Bapak/Ibu sekalian untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, saya
ucapkan banyak terima kasih.
Medan, 16 Juni 2011
Peneliti
( dr. Katharine )
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN 4
LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
(INFORMED CONSENT)
--------------------------------------------------------------------------------
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Alamat :
No Telp :
Setelah mendapat penjelasan dari peneliti tentang kebaikan dan keburukan prosedur
penelitian ini, saya secara sadar dan tanpa paksaan menyatakan bersedia
Demikian surat pernyataan bersedia ikut dalam penelitian ini saya perbuat untuk
dapat digunakan seperlunya.
untuk ikut
dalam penelitian tentang : “AKURASI DERAJAT FIBROSIS HATI
BERDASARKAN SIMPLER SCORE (S INDEX) TERHADAP FIBROSCAN PADA
PASIEN PENYAKIT HATI B KRONIK”
Medan,………………….2011
(………………………………)
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN 5
Data Peserta penelitian
Tanggal : ……………………
MR : ……………………
No.Pemeriksaan lab : ……………………
I. Anamnese Pribadi
II. Nama : ………………………………..
Umur : ………………………………..
Jenis Kelamin : ...……………………………...
Alamat : ..………………………………
No telp : ..………………………………
III. Pemeriksaan
a. Laboratorium
- Darah rutin : ………………………………..
- AST/ALT : ………………..……………...
-GGT : …………………………….....
-Albumin : …………………………….....
-HBsAg : …………………………….....
b. Fibroscan : ………………………………..
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6: Surat Persetujuan Komite Etik
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Identitas
Nama : Dr. Katharine
Tempat/Tgl Lahir : Medan/ 10 November 1983
Suku/Bangsa : Tionghoa/ Indonesia
Agama : Buddha
Alamat : Jl. Asia no. 256-H, Medan
II. Keluarga
III. Pendidikan
SD SUTOMO I Medan, Tamat Tahun 1996
SMP SUTOMO I Medan, Tamat Tahun 1999
SMA SUTOMO I Medan, Tamat Tahun 2002
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Tamat Tahun 2008
Peserta PPDS Ilmu Penyakit Dalam FK USU, tahun 2009-sekarang
IV. Riwayat Pekerjaan
Dokter jaga di berbagai klinik dan RS Swasta di Medan, tahun 2008-2009.
V. Perkumpulan Profesi
1. Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI)
Universitas Sumatera Utara
VI. Karya Ilmiah
Katharine
, Elias T, Religus P, Masrul L, Ilhamd, Herryanto LT, Leonardo BD,
Juwita S, Mabel HMS, Betthin M, Sri S, Gontar AS, Lukman HZ. Accuracy of
Simpler Score Predicts Liver Fibrosis Based on Fibroscan in Patients with
Chronic Hepatitis B and C. Laporan Kasus. Pekan Ilmiah Nasional XVIII/
Kongres Nasional XV Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PGI)/
Perhimpunan Endoskopi Gastrointestinal Indonesia (PEGI) 2011, Surakarta,
19-22 September 2011.
VII. Partisipasi Dalam Kegiatan Ilmiah
1. Peserta ACLS (Advanced Cardiac Life Support), Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskular Indonesia, Medan, tahun 2008.
2. Peserta PIT IX Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU, Medan, 17-19
April 2008.
3. Peserta PIT X Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU, Medan, 20-22
April 2009.
4. Peserta Workshop Confronting Obstacles In Managing type 2 DM
Controlling HbA1C Effectively without Compromise, PAPDI Cabag
Sumut, 6 Desember 2009.
5. Peserta dan Panitia PIT XII Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU,
Medan, 28-30 April 2011.
Universitas Sumatera Utara
6. Peserta dan Panitia Gastroenterohepatology Update IX , PPHI-PGI-PEGI
Cabang Sumut Divisi Gastroenterohepatologi Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FK USU, 3-5 November 2001.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara