Post on 15-Nov-2021
*
TISTIKA
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS
CERDAS ISTIMEWA
I *rx: a gift*q* *txsl*&t"f.ttft' '{.
&r:rJi t:,t .
l: ' '? :-::"' ",, ''
:.lrriL-rt?; :r;-
el)tlhu.tvl
UNIVERSITASISLAMINDONESIA
Prof. Akhmad Fauzy, Ph.D
*
KAJIAN STATISTI KA PENGEM BANGAN
PENDIDIKAN KHUSUS CERDAS ISTIMEWA
DESAIN COVER:Dharna A.
Layout:Dharna A
Ukuran Buku:21x29.7
Halaman:iv+67
Cetakan I,2015
Diterbitkan oleh
Sanksi Pelanggaran Pasal 72Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002
Tentang IIAK CIPTA1. Barangsiapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak
melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal2 Ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan Ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu)bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu
juta rupiah), ata,u pidana penjara paling lamaT (tujuh)tahun d,an/atau denda pa ling banyak Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).2. Bamngsiapa dengan sengaj a menyiarkan, memamerkan,
mengedarkan, ataumenjual kepada umum suatu ciptaanatatbarang hasil pelanggaran Hak Cipta atau hak terkait
sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dipidana de ngan pidanapenjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
l1
P e ng e tzls a.n.g a n P e ndkl ikan Kh r, i,sus C e r d cs s I s I i m eru a
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| ii
ABSTRAK
Peningkatan mutu pendidikan khusus jenjang Pendidikan Menengah merupakan bagian integral dan fundamental dari upaya pembinaan dan pengembangan pendidikan nasional. Dengan demikian perlu dilakukan upaya-upaya yang mengarah pada pemerataan dan perluasan akses, peningkatan mutu, pencitraan publik secara terpadu dan berkesinambungan dalam pemberian kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus dan anak lainnya untuk mendapatkan pendidikan yang optimal sesuai dengan potensi dan bakat yang dimiliki. Keberhasilan pendidikan khusus tingkat menengah bergantung dari dukungan dan peran serta unsur pemerintah, orang tua, dan masyarakat sebagai wujud tanggungjawab memenuhi tuntutan terhadap pendidikan untuk semua.
Dalam konteks Indonesia, anak-anak yang memiliki kecerdasan istimewa (CI) juga termasuk anak berkebutuhan khusus. Upaya pemerintah untuk memberikan pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan istimewa adalah dengan menyelenggarakan layanan percepatan belajar (akselerasi) dan pengayaan (enrichment). Layanan akselerasi adalah layanan belajar yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menyelesaikan pendidikan lebih cepat dari waktu biasa, yaitu SMA dari 3 tahun menjadi 2 tahun namun tetap memberikan layanan pengembangan dan pendalaman materi ajar. Sedangkan layanan pengayaan dimaksudkan untuk memberikan kesempatan belajar kepada peserta didik dalam kurun waktu yang sama dengan peserta didik reguler tetapi materi yang diajarkan lebih luas dan mendalam.
Dengan bertambahnya jumlah anak berkebutuhan khusus, maka Direktorat Pembinaan PKLK Pendidikan Menengah Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia perlu melakukan berbagai langkah strategis untuk memberikan dan meningkatkan mutu pendidikan khusus, antara lain dengan menulis buku ini.
Yogyakarta, Desember 2015
Prof. Akhmad Fauzy, Ph.D
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| iii
Daftar Isi
1. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Dasar Pemikiran ........................................................................... 1 1.2 Tujuan ........................................................................................... 2 1.3 Landasan ...................................................................................... 3 1.4 Permasalahan Peserta Didik Cerdas Istimewa ........................... 18
2. KONSEP DASAR .............................................................................. 23 2.1 Pengertian Cerdas Istimewa ....................................................... 23 2.2 Karakteristik Peserta Didik Cerdas Istimewa ............................... 26 2.3 Prinsip-prinsip Penyelenggaraan Cerdas Istimewa ..................... 28
3. PERSIAPAN PENDIDIKAN ............................................................... 32 3.1 Persiapan Pendidikan ................................................................. 32 3.2 Mekanisme Penyelenggaraan ..................................................... 32
4. PENYELENGGARAAN LAYANAN PENDIDIKAN ............................. 34
4.1 Layanan pendidikan .................................................................... 34 4.2 Identifikasi ................................................................................... 40 4.3 Kurikulum .................................................................................... 42 4.4 Guru ............................................................................................ 48 4.5 Sarana Prasarana ....................................................................... 50 4.6 Sistem Evaluasi ........................................................................... 50 4.7 Bimbingan dan Konseling ............................................................ 52 4.8 Pendanaan .................................................................................. 55 4.9 Komite Sekolah dan dewan Pendidikan ...................................... 56
5. PEMBINAAN ..................................................................................... 58 5.1 Mekanisme Pembinaan ............................................................... 58 5.2 Monitoring dan Supervisi ............................................................. 60 5.3 Evaluasi Layanan ........................................................................ 62 5.4 Pelaporan .................................................................................... 64 5.5 Sanksi ......................................................................................... 64
6 PENUTUP ......................................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 66
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 1
B
PENDAHULUAN
1.1 Dasar Pemikiran
Pendidikan di Indonesia pada umumnya lebih banyak
diselenggarakan secara klasikal, hal ini dilakukan karena untuk memenuhi
pemerataan akses pendidikan yang terjangkau oleh seluruh lapisan
masyarakat.
Kelemahan yang tampak dari penyelenggaraaan pendidikan klasikal
adalah tidak terakomodasinya kebutuhan kebutuhan individual di luar
kelompok peserta didik normal, padahal sebagaimana diketahui bahwa
hakikat pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi kecerdasan
dan bakat setiap peserta didik yang dimilikinya secara optimal.
Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus
Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah sesuai dengan amanat pasal
32 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, melakukan pembinaan dan pengembangan
layanan layanan pendidikan khusus dan layanan khusus dalam rangka
memberikan pelayanan kepada peserta didik yang memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa.
Peningkatan mutu Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus jenjang
Pendidikan Menengah merupakan bagian integral dan fundamental dari
upaya pembinaan dan pengembangan pendidikan nasional. Dengan
demikian perlu dilakukan upaya-upaya yang mengarah pada pemerataan
dan perluasan akses, peningkatan mutu, pencitraan publik secara terpadu
dan berkesinambungan dalam pemberian kesempatan kepada anak
berkebutuhan khusus dan anak lainnya untuk mendapatkan pendidikan
yang optimal sesuai dengan potensi dan bakat yang dimiliki. Keberhasilan
Pendidikan Khusus (PK) dan Layanan Khusus (LK) tingkat menengah
bergantung dari dukungan dan peran serta unsur pemerintah, orang tua,
dan masyarakat sebagai wujud tanggungjawab memenuhi tuntutan
terhadap pendidikan untuk semua.
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 2
Dalam konteks Indonesia, yang dimaksudkan dengan anak
berkebutuhan khusus juga termasuk didalamnya anak-anak yang memiliki
kecerdasan istimewa dan bakat istimewa. Upaya pemerintah untuk
memberikan pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki
potensi kecerdasan istimewa adalah dengan menyelenggarakan layanan
percepatan belajar (akselerasi) dan pengayaan (enrichment). Layanan
akselerasi adalah layanan belajar yang memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk menyelesaikan pendidikan lebih cepat dari waktu
biasa, yaitu SMA dari 3 tahun menjadi 2 tahun namun tetap memberikan
layanan pengembangan dan pendalaman materi ajar. Sedangkan layanan
pengayaan dimaksudkan untuk memberikan kesempatan belajar kepada
peserta didik dalam kurun waktu yang sama dengan peserta didik reguler
tetapi materi yang diajarkan lebih luas dan mendalam. Sementara itu
layanan pendidikan bagi anak berbakat istimewa dilakukan dengan
melatih dan mengembangkan bakat yang dimiliki.
Dengan bertambahnya jumlah anak berkebutuhan khusus, maka
Direktorat Pembinaan PK dan LK Pendidikan Menengah, Direktorat
Jenderal Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan perlu melakukan berbagai langkah strategis untuk
memberikan dan meningkatkan mutu pendidikan khusus dan layanan
khusus, antara lain dengan membuat naskah kajian pengembangan
pendidikan khusus Cerdas Istimewa (CI) pada pendidikan menengah.
1.2 Tujuan
Secara umum tujuan dari membuat naskah kajian pengembangan
pendidikan khusus CI pada pendidikan menengah adalah memberikan
bantuan berupa pedoman/panduan secara standar kepada penyelenggara
satuan pendidikan khusus CI.
Adapun tujuan khususnya antara lain:
a. Memberikan pemahaman kepada stakeholder tentang konsep
penyelenggaraan pendidikan khusus CI.
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 3
b. Memberikan acuan bagi lembaga calon penyelenggara pendidikan
khusus CI dalam menyusun rencana untuk memberikan layanan
pendidikan kepada peserta didik yang memiliki potensi CI.
c. Sebagai bahan acuan dalam melakukan pembinaan dan
pengembangan pendidikan khusus CI.
d. Memberi kesempatan pada peserta didik CI untuk mengikuti
pendidikan sesuai potensi kecerdasan yang dimilikinya.
e. Memenuhi hak asasi peserta didik CI untuk memperoleh pendidikan
yang sesuai dengan kebutuhannya.
f. Membentuk manusia Indonesia yang memiliki kecerdasan
intelektual, emosi, dan spiritual, serta memiliki ketahanan dan
kebugaran fisik.
g. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan
untuk peserta didik CI.
1.3 Landasan
a. Landasan Hukum/Yuridis
Landasan hukum/yuridis dari pendidikan khusus CI antara lain:
1. Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1: “Setiap warga negara
berhak mendapatkan pendidikan”,
2. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, dalam pasal 52 dijelaskan ”anak yang memiliki
keunggulan diberi kesempatan dan aksesibilitas untuk memperoleh
pendidikan khusus,
3. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003, tanggal 8
Juli 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas):
a. Pasal 5 ayat 4: ”Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan
dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus”,
b. Pasal 32 ayat 1: ”Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi
peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti
proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental,
sosial dan latar belakang potensi kecerdasan dan bakat istimewa,
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 4
4. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan,
5. Peraturan Pemerintah No. 17/2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan. Juncto PP No. 66 tahun 2010 tentang
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan,
6. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 24
tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi dan Standar
Kompetensi Kelulusan,
7. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 34
tahun 2006 tentang Pembinaan Prestasi Peserta Didik yang memiliki
Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa,
8. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 20
tahun 2007 tentang Standar Penilaian,
9. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 1
tahun 2008 tentang Standar Proses Pendidikan Khusus,
10. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 39
tahun 2008 tentang Pembinaan Kepesertadidikan,
11. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 70
tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang
Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/ atau Bakat
Istimewa,
12. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 36
tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan,
13. Rencana Strategi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun
2010-2014.
14. Layanan Kerja Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan
Pendidikan Layanan Khusus Pendidikan Menengah.
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 5
b. Landasan Teoritis
Istilah Cerdas Istimewa (CI) dalam bahasa Inggris sering disebut
dengan “the gifted” yang mengandung arti sangat cerdas, cemerlang,
memiliki kemampuan mental superior. “Giftedness” mengacu pada
kapasitas intelektual yang luar biasa, atau lebih dikenal dengan
keberbakatan intelektual (Hawadi, dkk, 2001). Istilah yang secara resmi
diambil berdasarkan Undang-Undang nomor 2 tahun 1989 adalah
berkemampuan dan berkecerdasan luar biasa (Mangunsong, 2011).
Definisi peserta didik berbakat menurut USOE (United States Office
of Education) ialah mereka yang diidentifikasi oleh orang berkualifikasi
profesional memiliki kemampuan luar biasa dan mampu berprestasi tinggi.
Peserta didik tersebut membutuhkan layanan pendidikan yang
terdiferensiasi dan atau pelayanan di luar jangkauan layanan sekolah
reguler agar dapat merealisasikan kontribusi dirinya maupun masyarakat
(Hawadi, 2004). Sedangkan definisi peserta didik yang memiliki potensi
kecerdasan istimewa menurut Departemen Pendidikan Nasional (2003)
adalah mereka yang oleh psikolog dan/ atau guru diidentifikasi sebagai
peserta didik yang telah mencapai prestasi memuaskan, dan memiliki
kemampuan intelektual umum yang berfungsi pada taraf cerdas,
kreativitas yang memadai, dan keterikatan terhadap tugas yang tergolong
baik.
Konsepsi tiga cincin (The Three Ring Conception) dari Renzulli
(1977) banyak digunakan dalam menyusun pendidikan khusus CI dan
merupakan teori yang mendasari pengembangan pendidikan CI. Konsepsi
tiga cincin keberbakatan dari Renzulli menentukan giftedness sebagai
saling keterkaitan antara tiga komponen yang penting, yaitu:
1. Kemampuan umum (kapasitas intelektual) dan/atau kemampuan
khusus di atas rata-rata,
2. Kreativitas yang tinggi,
3. Komitmen terhadap tugas yang tinggi.
Dimensi kemampuan umum pada taraf kecerdasan ditetapkan
dengan nilai Intelegentia Quotient (IQ) 130 ke atas dengan pengukuran
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 6
menggunakan skala Wechsler (Pada alat tes yang lain = rata-rata skor IQ
ditambah dua standar deviasi), dimensi kreatifitas tinggi (ditetapkan skor
Creativity Qoutient (CQ) dalam nilai baku tinggi atau plus satu standar
deviasi di atas rata-rata) dan pengikatan diri (Task Commitment/ TC)
terhadap tugas baik (ditetapkan skor TC dalam kategori nilai baku baik,
atau plus satu standar deviasi di atas rata-rata). Mengacu pendapat
Feldhusen, Hawadi dkk (2001) membagi keberbakatan intelektual dalam
tiga kategori, yaitu keberbakatan ringan (skor IQ = 115-129),
keberbakatan sedang (IQ = 130-144), dan keberbakatan tinggi (IQ = 145
keatas), menurut skala Wechsler.
Faktor - Faktor Penyebab
Menurut Mangunsong (2011) ada 2 faktor penyebab seorang anak
tergolong CI, yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik
lebih menentukan rentang dimana seseorang akan berfungsi. Faktor
lingkungan lebih menekankan apakah individu akan berfungsi pada
pencapaian lebih rendah atau lebih tinggi dari rentang tersebut.
1. Faktor Genetik dan Biologis lainnya
Pendapat bahwa kecerdasan dan kemampuan yang berkualitas
merupakan hal yang diturunkan kurang dapat diterima masyarakat yang
memandang bahwa semua orang pada dasarnya sama. Penelitian
dalam genetika perilaku menyatakan bahwa setiap jenis dalam
perkembangan perilaku dipengaruhi secara signifikan melalui gen/
keturunan. Namun demikian faktor biologis juga tidak dapat diingkari.
Faktor biologis yang belum bersifat genetik yang berpengaruh pada
inteligensi adalah faktor gizi dan neurologik. Penekanannya adalah
individu tidak mewarisi IQ atau bakat, yang diwariskan adalah
sekumpulan gen yang bersama dengan pengalaman-pengalaman yang
dapat menentukan kapasitas inteligensi dan kemampuan lainnya
(Mangunsong, 2011).
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 7
2. Faktor Lingkungan
Stimulasi, kesempatan, harapan, tuntutan, dan imbalan dari lingkungan
mempengaruhi proses belajar seorang anak. Penelitian tentang individu
berbakat yang sukses menunjukkan masa kecil mereka di dalam
keluarga memiliki keadaan antara lain:
a. Adanya minat pribadi dari orang tua terhadap bakat anak dan
memberikan dorongan,
b. Orangtua sebagai panutan anak dalam menjalani kehidupan,
c. Ada dukungan dan penghargaan orangtua kepada anak untuk
menjelajah, berpartisipasi dalam kegiatan rumah tangga dan
kehidupan sehari-hari
d. Proses belajar awal lebih bersifat eksplorasi dan bermain, bersifat
informal, dan dapat terjadi dalam berbagai situasi
e. Keluarga berinteraksi dengan tutor/mentor, dan mengetahui
informasi untuk mengarahkan kegiatan anak,
f. Ada nilai dan perilaku yang diharapkan berkaitan dengan bakat anak
dalam keluarga,
g. Orangtua menjadi pengamat latihan, memberi pengarahan bila
diperlukan, memberikan pengakuan dan penghargaan pada perilaku
anak yang dilakukan dengan terpuji dan memenuhi standar yang
ditetapkan,
h. Orangtua mencarikan instruktur dan guru khusus bagi anak,
i. Orangtua mendorong keikutsertaan anak dalam berbagai acara
positif yang memungkinkan kemampuan anak dapat diketahui
khalayak ramai (Mangunsong, 2011).
Penelitian lain menunjukkan bahwa kelompok budaya atau etnik-
etnik tertentu menghasilkan lebih banyak anak-anak berbakat walaupun
tingkat sosial ekonominya berbeda. Hal ini berkaitan dengan mobilitas
sosial dan nilai yang tinggi pada prestasi di dalam bidang tertentu yang
ada dalam kelompok budaya dan etnik tertentu yang menjadi kontribusi
dalam keberbakatan. Jadi lingkungan memiliki pengaruh yang banyak
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 8
terkait bagaimana genetik anak diekspresikan dalam kesehariannya
(Mangunsong, 2011).
Karakteristik
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pusat Pengembangan
Kurikulum dan Sarana Pendidikan, Badan Penelitian dan Pengembangan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan diketahui terdapat 20 ciri-ciri
dengan masing-masing lima ciri keberbakatan yang dianggap penting oleh
guru di Indonesia. Ke-20 ciri keberbakatan dilihat dari empat aspek, yaitu
ciri kemampuan belajar, ciri kreativitas, ciri pelibatan diri, dan ciri
kepribadian. Ciri-ciri keberbakatan tersebut adalah sebagai berikut
(Mangunsong, 2011):
1. Daya tangkap cepat,
2. Memiliki kecerdasan tinggi,
3. Mudah memecahkan masalah,
4. Bersikap kritis,
5. memiliki pemikiran yang logis,
6. Kreatif,
7. Memiliki keingintahuan yang besar,
8. Berani mengutarakan dan mempertahankan pendapat,
9. Aktif, sering bertanya dengan tepat,
10. Memiliki inisiatif,
11. Memiliki tanggung jawab terhadap tugas,
12. Tekun,
13. Teratur dalam belajar,
14. Teliti,
15. Memiliki ambisi untuk berprestasi,
16. Mempunyai rasa percaya diri,
17. Memiliki jiwa kepemimpinanan,
18. Kepribadian mantap,
19. Taat pada peraturan,
20. Sopan dalam bersikap.
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 9
Melihat ciri-ciri keberbakatan di atas, terlihat sekan-akan peserta
didik yang mempunyai potensi CI hanya mempunyai sifat-sifat yang positif
saja, sebenarnya tidak demikian. Sebagaimana remaja pada umumnya,
peserta didik CI mempunyai kebutuhan pokok akan pengertian,
penghargaan, dan perwujudan diri. Apabila kebutuhan tersebut tidak
terpenuhi, mereka akan mengalami kecemasan dan keragu-raguan.
Apabila tingkah laku mereka yang berbeda dengan peserta didik pada
umumnya tidak memperoleh pengakuan, maka mereka akan mengalami
kesulitan. Martinson (Departemen Pendidikan Nasional, 2003)
menguraikan tentang masalah-masalah yang mungkin muncul berkaitan
dengan peserta didik CI, misalnya:
1. Kemampuan berpikir kritis dapat mengarah kepada sikap meragukan
(skeptis), baik terhadap diri sendiri maupun orang lain,
2. Kemampuan kreatif dan minat untuk melakukan hal-hal baru dapat
menyebabkan mereka tidak menyenangi dan mudah bosan terhadap
tugas-tugas rutin,
3. Perilaku yang ulet dan terarah pada tujuan dapat menjurus pada
keinginan untuk memaksakan atau mempertahankan pendapatnya;
4. Kepekaan yang tinggi dapat menyebebkan mereka menjadi mudah
tersinggung dan peka terhadap kritik,
5. Semangat, kesiagaan mental, dan inisiatif yang tinggi dapat
membuat kurang sabar dan kurang tenggang rasa,
6. Kemampuannya yang beragam memerlukan keluwesan dan
dukungan untuk dapat menjajagi dan mengembangkan minatnya,
7. Keinginan untuk mandiri dalam belajar dan bekerja, serta
kebutuhannya akan kebebasan dapat menimbulkan konflik karena
tidak mudah menyesuaikan diri,
8. Sikap acuh tak acuh dan malas dapat timbul karena pengajaran yang
diberikan di sekolah dianggap kurang memberi tantangan baginya.
Ditemukan juga fakta di lapangan yang menunjukkan bahwa terdapat
peserta didik CI yang tidak bisa bergaul dengan teman sebaya dan
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 10
lingkungan, bahkan cenderung asosial, serta tidak suka berolahraga (Sidi,
2013).
c. Landasan Empiris
Berdasarkan kajiannya tentang layanan akselerasi bagi peserta didik
CI Jenjang Sekolah Menengah Atas, Alsa (2007) menemukan bahwa:
1. Peserta didik CI memperoleh percepatan dalam perkembangan
intelektual (ranah kognitif), tapi tidak memperoleh percepatan dalam
ranah afektif dan psikomotorik. Metode pembelajaran dan kegiatan
ekstrakurikuler yang dapat dipakai sebagai sarana untuk
mengembangkan ranah afektif dan psikomotorik peserta didik CI
tidak dimanfaatkan secara optimal oleh sekolah dan guru kelas
akselerasi.
2. Kendala utama tidak tercapainya standar kompetensi peserta didik
kelas akselerasi yang berkaitan dengan perkembangan ranah afektif,
adalah kurikulum yang padat, sistem ujian nasional yang
diberlakukan pemerintah, belum siapnya guru menggunakan metode
pembelajaran yang variatif, dan interaksi antara ketiga faktor
tersebut.
3. Penyelenggaraan pembelajaran di kelas akselerasi tidak memenuhi
salah satu asumsi penyelenggaraan layanan akselerasi, yaitu belajar
kontekstual, suatu pembelajaran yang melibatkan peserta didik
dalam kehidupan nyata, mendapatkan umpan balik, melakukan
refleksi, dan melakukan evaluasi.
4. Aktivitas belajar yang padat dalam layanan akselerasi mampu
meningkatkan regulasi diri peserta didik dalam belajar, sehingga
memiliki daya juang lebih tinggi dalam belajar.
5. Label “lebih unggul” menyebabkan peserta didik memiliki standar
personal dalam belajar, sehingga lebih termotivasi dan memiliki
komitmen belajar lebih tinggi untuk mencapai hasil sesuai standar
pribadinya.
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 11
6. Tugas belajar yang banyak di luar jam sekolah memungkinkan
peserta didik CI mengembangkan pola belajar kolaboratif, yang
berpengaruh positif bagi kemampuan kerjasamanya.
7. Padatnya aktivitas belajar peserta didik kelas akselerasi di SMA tidak
menimbulkan dampak negatif. Meskipun demikian, sekolah tetap
harus melakukan pemantuan terhadap kinerja akademik dan perilaku
peserta didik pada semester awal, khususnya kepada yang tidak
memenuhi kualifikasi, karena kelompok inilah yang potensial
mengalami masalah penyesuaian.
Hasil penelitian Achir (1990) di Jakarta terhadap peserta didik SMA
menunjukkan bahwa sekitar 38 % dari peserta didik yang memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa berprestasi di bawah potensinya
(underachiever). Masalah tersebut dapat terjadi karena peserta didik CI
belum mendapat pelayanan pendidikan yang memadai. Apabila teman-
teman sekelas mereka memiliki tingkat kemampuan dan kecerdasan yang
relatif sama (homogen), hal di atas tidak akan terjadi. Dalam banyak hal
pendidikan khusus CI dengan salah satu implementasinya melalui kelas
akselerasi masih terlalu menekankan pembelajaran tentang ilmu
pengetahuan pada aspek kognitif saja, kurang memberi perhatian pada
pengembangan kecerdasan emosi, olahraga, maupun kemampuan
berkomunikasi dan kepemimpinan yang justru dibutuhkan dalam bekerja
kelak (Sidi, 2013).
Karakteristik peserta didik CI yang berprestasi di bawah potensinya
menurut Rimm (Munandar, 2012) dapat diklasifikasikan menjadi tiga
berdasarkan sebab dan gejala yang tampak. Pertama adalah karakteristik
primer, yaitu harga diri yang rendah (low self esteem). Harga diri yang
rendah ini menyebabkan munculnya karakteristik kedua (karakteristik
sekunder), yaitu perilaku menghindari tugas-tugas akademik (academic
avoidance behavior), yang mengakibatkan karakateristik ketiga (tersier),
seperti kebiasaan belajar yang buruk, tidak menguasai ketrampilan,
mengalami masalah terkait kedisiplinan dan interaksi sosial.
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 12
Berdasarkan kajian tentang kurikulum pendidikan khusus CI,
Supriyanto (2012) menemukan bahwa selama ini kurikulum pendidikan
khusus CI di Indonesia masih menggunakan kurikulum reguler yang
memiliki karakter keunggulan normal (standar), yang logika menu
kurikulumnya dianggap kurang sesuai dan tidak menantang bagi peserta
didik CI yang mempunyai keunggulan dalam kecerdasan. Ditambahkan
bahwa berdasaran kajian beberapa ahli, ketidaksesuaian struktur dan
muatan kurikulum bagi peserta didik CI dapat mengakibatkan terjadinya
underacheivement. Oleh karena itu perlu dilakukan peningkatan isi
(eskalasi) kurikulum agar lebih sesuai dengan karakter peserta didik CI.
Pendidikan khusus CI telah dimulai sejak tahun 2002. Hal ini dibuktikan
dengan telah diterbitkannya Keputusan Dirjen Dikdasmen Kemdiknas No.:
511/C/Kep/MN/2002 tentang Penyelenggara Layanan Percepatan Belajar.
Secara lengkap dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.
Tabel 1: Sekolah Menengah Umum Penyelenggara Layanan Percepatan Belajar Berdasarkan Keputusan Dirjen Dikdasmen Kemdiknas
No.: 511/C/Kep/MN/2002
No Nama Sekolah
1 SMUN 81 Jakarta
2 SMUN 1 Yogyakarta
3 SMUN 5 Surabaya
4 SMU Plus Muhammadiyah Medan
5 SMU Plus Negeri 17 Palembang
6 SMU Titian Teras Muara Jambi, Jambi
7 SMUN 8 Pekan Baru
8 SMUN 1 Samarinda
9 SMUN 1 Balikpapan
10 SMUN 1 Banjarmasin
11 SMUN 17 Makasar
12 SMUN 9 Manado
13 SMUN 1 Denpasar
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 13
Sebanyak 13 SMA telah menyelenggarakan pendidikan khusus CI
mulai tahun akademik 2002/2003. Sistem pendidikan yang dilakukan
adalah dengan melakukan percepatan (akselerasi). Sudah sekitar 10
tahun layanan akselerasi digulirkan namun belum ada evaluasi yang
menyeluruh berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan khusus
tersebut.
UII juga telah melakukan kajian yang berkaitan dengan pendidikan
khusus CI tingkat pendidikan menengah. Adapun penyelenggara
pendidikan khusus CI di provinsi DIY dapat dilihat dalam tabel di bawah
ini.
Tabel 2: Sekolah Menengah Atas (SMA) Penyelenggara Layanan CI Tingkat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Berdasarkan Keputusan Kepala Dinas Dikpora Provinsi DIY No.: 0651 tahun 2012
No Nama Sekolah
1 SMA Negeri 1 Yogyakarta
2 SMA Negeri 3 Yogyakarta
3 SMA Negeri 5 Yogyakarta
4 SMA Negeri 8 Yogyakarta
5 SMA Negeri 1 Wonosari
6 SMA Negeri 2 Bantul
7 SMA Negeri 1 Sedayu
8 SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta
Kajian yang telah dilakukan adalah melihat nilai seleksi (tes IQ dan nilai
UN ketika SMP. Secara ringkas dapat dilihat dalam tabel 2 di bawah ini.
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 14
Tabel 3: Model Pendidikan, Jumlah Peserta didik, Rata-rata Nilai UN SMP dan nilai Tes IQ tahun akademik 2012/2013 Di Sekolah Penyelenggara Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa tingkat Provinsi DIY
No SMA Model Jumlah Peserta
didik
Rata-rata Nilai UN SMP Nilai Tes IQ
terendah tertinggi Rata-rata terendah tertinggi Rata-rata
1 Negeri 1 Yogyakarta Percepatan 37 9,50 9,80 9,63 106 135 121,84
2 Negeri 3 Yogyakarta Percepatan 13 9,64 9,99 9,76 129 132 130,40
3 Negeri 5 Yogyakarta Percepatan 19 9,04 9,53 9,29 110 125 119,21
4 Negeri 8 Yogyakarta Percepatan 24 9,44 9,86 9,65 122 151 134,83
5 Negeri 1 Wonosari Percepatan 24 8,03 9,48 8,82 114 128 119,79
6 Negeri 2 Bantul Pengkayaan 32 9,08 9,64 9,37 114 128 121,16
7 Negeri 1 Sedayu Percepatan 20 8,07 9,58 8,87 116 129 124,13
8 Muhammadiyah 1 Yogyakarta Percepatan 17 8,11 9,59 9,12 98 130 115,94
Rata-rata 8,86 9,68 9,31 113,63 132,25 123,41
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 15
Terlihat bahwa dari sampel sebanyak 186 peserta didik CI, diperoleh rata-
rata nilai:
- UN SMP terendah = 8,86
- UN SMP tertinggi = 9,68
- UN = 9,31
- tes IQ terendah = 113,25
- tes IQ tertinggi = 132,25
- IQ = 123,41
UII juga telah menelusuri pendidikan khusus CI di Indonesia melalui
internet, telepon dan sumber-sumber lain. Hasil penelusuran diperoleh
sekitar 136 sekolah penyelenggaran pendidikan khusus CI.
Selanjutnya UII juga telah menelusuri pemberitaan berkaitan dengan
pendidikan khusus CI pada tingkat pendidikan menengah melalui media
masa, internet dan sumber lain.
d. Landasan Filosofis
Penyelenggaraan pendidikan khusus CI berlandasan filosofis
hakekat manusia, hakekat pembangunan nasional, tujuan pendidikan, dan
usaha untuk mencapai tujuan pendidikan. Secara lebih detail dijelaskan di
bawah ini.
Hakikat Manusia
Manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa telah dilengkapi
berbagai potensi dan kemampuan. Potensi tersebut merupakan anugerah
yang seharusnya dimanfaatkan dan dikembangkan, serta tidak disia-
siakan. Peserta didik yang memiliki potensi CI seperti peserta didik pada
umumnya, juga mempunyai kebutuhan pokok akan keberadaannya
(eksistensinya). Apabila kebutuhan pokoknya tidak terpenuhi, dapat
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 16
mengakibatkan kecemasan dan keragu-raguan. Jika potensi tersebut tidak
dimanfaatkan, mereka akan mengalami kesulitan (Munandar, 1982).
Selain memiliki persamaan dalam sifat dan karakteristik, potensi
manusia juga memiliki tingkat dan jenis yang berbeda-beda. Pendidikan
dan lingkungan berfungsi untuk mengembangkan potensi tersebut agar
menjadi aktual dalam kehidupan, sehingga berguna bagi orang yang
bersangkutan, masyarakat, dan bangsanya, serta menjadi bekal untuk
mengabdi kepada Tuhan. Dengan demikian, usaha untuk mewujudkan
anugerah potensi tersebut secara penuh merupakan konsekuensi dari
amanah Tuhan (Departemen Pendidikan Nasional, 2003).
Hakikat Pendidikan
Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting bagi
pengembangan kehidupan manusia dan pembangunan bangsa.
Kemajuan suatu bangsa bergantung pada kemampuan bangsa tersebut
mengenali, menghargai, dan mengelola sumber daya manusianya, yang
hal ini berkaitan erat dengan kualitas pendidikan yang diberikan kepada
anggota masyarakat, terutama kepada peserta didik (Munandar, 2012).
Tujuan Pendidikan pada umumnya adalah menyiapkan lingkungan
yang memungkinkan peserta didik agar mampu mengembangkan
kemampuan dan bakatnya secara optimal, sehingga dapat
mengaktualisasikan dirinya sesuai dengan kebutuhan pribadinya dan
kebutuhan masyarakat. Setiap peserta didik memiliki bakat dan
kemampuan yang berbeda, karena itu membutuhkan layanan pendidikan
yang berbeda-beda pula. Proses pendidikan diharapkan mampu
memandu (mengidentifikasi dan membina) serta memupuk
(mengembangkan dan meningkatkan) kemampuan tersebut. (Munandar,
2012).
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 17
Pembangunan Nasional
Manusia merupakan sentral dalam pembangunan nasional, yaitu
sebagai subyek pembangunan. Untuk dapat memainkan perannya
sebagai subyek, maka manusia Indonesia dikembangkan untuk menjadi
manusia yang utuh, yang berkembang segenap dimensi potensinya
secara wajar, sebagaimana mestinya.
Pelayanan pendidikan yang kurang memperhatikan potensi peserta
didik, bukan saja akan merugikan peserta didik itu sendiri, melainkan akan
membawa kerugian yang lebih besar bagi perkembangan pendidikan dan
percepatan pembangunan di Indonesia. Hal ini disebabkan karena negara
akan kehilangan sejumlah tenaga ahli dan terampil yang sangat
bermanfaat dalam pencapaian tujuan pembangunan secara menyeluruh.
Pendidikan nasional mengemban tugas dalam mengembangkan manusia
Indonesia sehingga menjadi manusia yang utuh, sekaligus merupakan
sumberdaya pembangunan (Departemen Pendidikan Nasional, 2003).
Tujuan Pendidikan
Pendidikan nasional berusaha menciptakan keseimbangan antara
pemerataan kesempatan dan keadilan. Pemeratan kesempatan berarti
membuka kesempatan seluas-luasnya kepada semua peserta didik dari
semua lapisan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan tanpa
dihambat perbedaan jenis kelamin, suku bangsa, dan agama. Akan tetapi,
memberikan kesempatan yang sama pada akhirnya akan dibatasi oleh
kondisi obyektif peserta didik, yaitu kapasitasnya untuk dikembangkan.
Untuk mencapai keunggulan dalam pendidikan, maka diperlukan
intensi bukan hanya memberikan kesempatan yang sama, melainkan
memberikan perlakuan yang sesuai dengan kondisi obyektif peserta didik.
Perlakuan pendidikan yang adil pada akhirnya adalah perlakuan yang
didasarkan pada minat, bakat, dan kemampuan serta kecerdasan peserta
didik. Sementara itu dipandang dari segi demokrasi, setiap peserta didik
harus diberi kesempatan sepenuhnya untuk mengembangkan dirinya
sampai ke batas kemampuan dan kecerdasannya. Di pihak lain,
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 18
memperlakukan secara sama setiap peserta didik yang berbeda potensi
kecerdasannya merupakan ketidakadilan.
Proses pendidikan berpegang kepada azas keseimbangan dan
keselarasan, yaitu keseimbangan antara kreativitas dan disiplin,
keseimbangan antara persaingan (kompetisi) dan kerjasama (kooperatif),
keseimbangan antara pengembangan kemampuan berpikir holistik
dengan kemampuan berpikir atomistik, dan keseimbangan antara tuntutan
dengan prakarsa (Departemen Pendidikan Nasional, 2003).
1.4 Permasalahan Peserta Didik Cerdas Istimewa
Untuk melihat permasalahan peserta didik CI, UII telah melakukan
survey di 8 sekolah penyelenggara pendidikan khusus CI di provinsi DIY.
Pada survey ini digunakan kuesioner dengan pertanyaan seperti di bawah
ini.
Untuk peserta didik CI:
1. Tuliskan peristiwa-peristiwa menyenangkan yang anda alami selama
menjadi peserta didik CI,
2. Tuliskan peristiwa-peristiwa menyedihkan yang anda alami selama
menjadi peserta didik CI,
3. Tuliskan tingkah laku positif anda selama menjadi peserta didik CI,
4. Tuliskan tingkah laku negatif anda selama menjadi peserta didik CI.
Untuk orang tua dari peserta didik CI:
1. Uraikan tingkah laku Positif putra/putri Bpk./ibu setelah menjadi
peserta didik CI,
2. Uraikan tingkah laku Negatif putra/putri Bpk./ibu setelah menjadi
peserta didik CI,
3. Berikan masukan bpk/ibu terhadap pelaksanaan pendidikan CI.
Untuk guru layanan CI:
1. Uraikan peristiwa-peristiwa menyenangkan yang bpk/ibu alami
selama mendidik kelas CI,
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 19
2. Uraikan peristiwa-peristiwa menyedihkanyang bpk/ibu alami selama
mendidik kelas CI,
3. Jelaskan kendala yang bpk/ibu alami selama mendidik kelas CI,
4. Sebutkan dukungan yang bpk/ibu peroleh dari sekolah terhadap
pelaksanaan pendidikan kelas CI,
5. Sebutkan dukungan yang bpk/ibu peroleh dari orang tua terhadap
pelaksanaan pendidikan kelas CI,
6. Sebutkan dukungan yang bpk/ibu peroleh dari Pemerintah terhadap
pelaksanaan pendidikan kelas CI.
Kesimpulan umum yang bisa didapatkan pada survey ini adalah:
1. Penentuan atau saringan peserta didik CI belum benar-benar dapat
diterapkan di setiap satuan pendidikan. Pemenuhan kuota layanan
CI di masing-masing satuan pendidikan menjadi acuan utama
terselenggaranya layanan tersebut, sehingga peserta didik yang
sebenarnya bukan berkategori Cerdas Istimewa melainkan Cerdas
saja digabungkan dengan peserta didik yang memiliki kategori
Cerdas Istimewa.
2. Belum diterapkannya kurikulum terdiferensiasi bagi peserta didik CI.
Kurikulum yang diterapkan masih memiliki pola pemadatan, yakni
kurikulum yang seharusnya terselenggara selama 3 tahun
dipadatkan menjadi 2 tahun. Hal ini berakibat terlalu beratnya para
peserta didik berkategori Cerdas saja dengan materi dan tugas yang
diberikan sehingga muncul berbagai keluhan seperti kelelahan,
kecapekan, harus mengejar materi, membuat atau berefek pada
beban psikologis lainnya (misalnya kurangnya sosialisasi, kurangnya
interaksi dengan anggota keluarga, pola tidur tidak teratur,
emosional, egois, sering mengeluh/ “sambat”, dan sebagainya).
3. Efek negatif utama yang dialami peserta didik CI adalah kelelahan
dengan banyaknya materi dan tugas sementara waktu yang
diberikan tidak seimbang. Hal ini menyebabkan keinginan untuk
refreshing sangat tinggi, sedikit waktu luang yang diperoleh peserta
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 20
didik akan digunakan untuk refreshing atau belajar daripada kegiatan
lain yang sebenarnya juga diperlukan untuk mengembangkan bakat,
bersosialisasi, atau berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
4. Tingkah laku peserta didik setelah mengikuti layanan CI secara
umum lebih positif, namun juga terdapat tingkah laku negatif yang
tidak disadari oleh para peserta didik, seperti keras kepala,
sombong, merasa paling benar dan baik, kurang mengembangkan
bakat, dan kurang menjaga kesehatan.
5. Peserta didik dan orang tua sama-sama mendapatkan kebanggaan
mengikuti layanan CI, namun orang tua belum memberikan porsi
sebenarnya terhadap anaknya yang mengikuti layanan CI, menuntut
anaknya harus banyak membantu pekerjaan rumah tangga,
mengikuti acara keluarga dan sebagainya. Layanan CI seharusnya
juga dipahami oleh orang tua dikarenakan peserta didik CI harus
mengikuti kurikulum yang dipadatkan.
Pada penelitian tersebut, diperbandingkan beberapa isian kuesioner
antara peserta didik, guru dan orang tua. Penelitian lebih difokuskan pada
perbandingan antara peserta didik dan orang tua, dikarenakan peserta
didik merupakan pelaku sekaligus produk yang mendapat layanan
pendidikan cerdas istimewa di masing-masing sekolah penyelenggara,
sedangkan orang tua dapat dikategorikan sebagai orang yang selalu
mengamati perkembangan seseorang yang mendapat perlakuan yang
berbeda dari kurikulum biasanya. Perbandingan tersebut antara:
1. Peristiwa yang menyenangkan yang dialami peserta didik dan yang
dialami guru,
2. Tingkah laku positif menurut peserta didik dan tingkah laku positif
menurut orang tua,
3. Tingkah laku negatif menurut peserta didik dan tingkah laku negatif
menurut orang tua,
4. Tingkah laku positif peserta didik yang dibenarkan oleh orang tua
serta tingkah laku positif tambahan yang dirasakan oleh orang tua,
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 21
5. Tingkah laku negatif peserta didik yang dibenarkan oleh orang tua
serta tingkah laku negatif tambahan yang dirasakan oleh orang tua.
Ringkasan umum tingkah laku negatif peserta didik CI yang dirasakan diri
sendiri dan dapat dirasakan orang lain, diantaranya:
- Kelelahan, Kecapekan,
- Kurang sosialisasi dengan lingkungan sekitar,
- Kurang berinteraksi dengan anggota keluarga,
- Kurang membantu pekerjaan orang tua di rumah,
- Belajar sampai larut malam,
- Waktu tidur/ istirahat yang tidak teratur,
- Lebih emosional,
- Lebih egois,
- Mudah stress,
- Sering mengeluh,
- Sering tergesa-gesa.
Ringkasan umum tingkah laku negatif peserta didik CI yang tidak
dirasakan dirinya sendiri, tetapi dirasakan oleh orang lain, diantaranya:
- Keras kepala,
- Menjadi sombong,
- Merasa paling benar dan baik,
- Menyepelekan hal-hal yang dianggap kecil,
- Cenderung sombong dan meremehkan orang lain,
- Sembrono dan kurang teliti,
- Lupa waktu ibadah / ibadah tidak tepat waktu,
- Cepat tersinggung,
- Kurang mengembangkan bakat,
- Kurang menjaga kesehatan.
Ringkasan umum tingkah laku positif peserta didik CI yang dirasakan diri
sendiri dan dirasakan oleh orang lain, diantaranya:
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 22
- Lebih rajin dan giat belajar,
- Bertanggung jawab,
- Mampu mengelola waktu belajar,
- Motivasi tinggi,
- Mandiri dalam belajar,
- Jarang menonton TV,
- Lebih disiplin,
- Fokus belajar,
- Tidak terpengaruh pergaulan negatif,
- Berfikir kritis dan dewasa.
Ringkasan umum tingkah laku positif peserta akselerasi yang tidak
dirasakan dirinya sendiri, tetapi dirasakan orang lain, diantaranya:
- Rajin beribadah (Sholat sunnah, puasa, baca Al Qur’an),
- Membanggakan orang tua,
- Kreatifitas dan keberanian beraktifitas,
- Berbakti pada orang tua,
- Kenakalan berkurang,
- Menjadi contoh yang baik,
- Memiliki etika yang baik,
- Ada target belajar.
Berdasarkan beberapa informasi yang dikumpulkan, pembelajaran di
pendidikan khusus CI ada yang menggunakan Sistem Kredit Semester
(SKS). Pusat kurikulum (Puskur), Badan Penelitian dan Pengembangan
(Balitbang), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) juga
telah mendesain pendidikan dengan SKS.
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 23
2.1 Pengertian Cerdas Istimewa
Secara umum keberbakatan (giftednes) didefinisikan sebagai
kemampuan yang sangat tinggi pada satu atau lebih bidang (seperti
Matematika, IPA, IPS, menulis kreatif, seni, musik) sedemikian rupa
sehingga peserta didik membutuhkan layanan pendidikan khusus untuk
dapat mengembangkan potensinya secara sepenuhnya (Ormrod, 2009).
Menyesuaikan dengan definisi dari U.S. Office of Education (USOE),
Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan dan Yayasan
Pengembangan Kreativitas mendefinisikan anak berbakat adalah mereka
yang oleh orang-orang profesional diidentifikasi sebagai anak yang
mampu mencapai prestasi tinggi karena memiliki kemampuan yang
unggul. Anak-anak tersebut memerlukan layanan pendidikan yang
berdiferensiasi dan/ atau pelayanan di luar jangkauan layanan sekolah
biasa agar dapat merealisasikan sumbangan mereka terhadap
masyarakat maupun untuk pengembangan diri sendiri. Kemampuan-
kemampuan tersebut, baik secara potensial maupun telah nyata meliputi
satu atau dalam kombinasi: kemampuan intelektual umum, kemampuan
akademik khusus, kemampuan berpikir kreatif-produktif, kemampuan
memimpin, kemampuan dalam salah satu bidang seni, dan kemampuan
psikomotor (Munandar, 2012; Hawadi, dkk, 2001).
Implikasi dari definisi tersebut adalah harus dibedakan antara bakat
sebagai potensi yang mungkin belum terwujud dan bakat yang sudah
terwujud nyata dalam prestasi. Potensi yang belum terwujud harus
dihargai dan dikembangkan agar menjadi prestasi yang unggul. Potensi
peserta didik berbakat merupakan sumber daya manusia yang berkualitas.
Karena itu, peserta didik berbakat yang mengalami underachievement
juga diidentifikasi sebagai remaja berbakat yang memerlukan layanan
pendidikan khusus. (Munandar, 2012)
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 24
Konsep Renzulli Mengenai Keberbakatan
Renzuli (1977) mengemukakan bahwa ciri keberbakatan terpusat
pada 3 karakteristik yaitu memiliki tingkat inteligensi di atas rata-rata,
kreativitas tinggi, dan bertanggung jawab terhadap tugas. Konsep Renzulli
terkenal dengan The Three Rings Conception, yang merupakan benang
merah antara konsep koservatif dan liberal yang sempat berkembang.
Konsep konservatif hanya menekankan pada prestasi akademis saja,
sehingga prestasi khusus seperti seni, musik, drama dan bidang lain
dianggap tidak bisa dijadikan tolak ukur keberbakatan. Sedangkan konsep
liberal mengukur suatu keberbakatan yang didapat pada usia tertentu.
Gambar 1: The Three Rings Conception (Renzulli, 1977)
Renzulli (1977) menegaskan tidak satu pun kluster yang membuat
keberbakatan selain interaksi antar tiga kluster tersebut yang di dalam
studi-studi terdahulu menjadi resep yang dilakukan untuk tercapainya
prestasi kreatif-produktif. Menurut Renzulli, keberbakatan dilihat dalam
hasil. Dengan perkataan lain, keberbakatan seseorang harus ditunjukkan
dalam suatu prestasi dan peserta didik yang tidak berprestasi tidak akan
masuk dalam kategori anak berbakat intelektual. Di bawah ini akan
dijelaskan secara detail dari masing-masing kluster.
Task Commitment
Above Average Ability
Creativity
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 25
1. Above Average Ability (Kemampuan di atas Rata-rata)
Kemampuan di atas rata-rata yang dimaksud adalah kemampuan
umum dan spesifik. Kemampuan umum yang kita kenal dari Multiple
Intelegence milik Howard Gardner (1983), seperti kemampuan verbal,
musik, logika hitungan, spasial, dan lain-lain. Sedangkan kemampuan
spesifik merupakan spesifikasi dari kemampuan umum, yang terlihat dari
kemampuannya dalam mengekspresikan pengetahuan dalam kehidupan
sehari-hari, seperti kemampuan dalam bidang kimia, matematika,
komposisi musik, patung, fotografi, dan lain-lain.
Kemampuan spesifik pada bidang tertentu seperti matematika dan
kimia mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan kemampuan
umum, sehingga potensi dalam bidang ini dapat diukur melalui tes
inteligensi. Pengukuran dapat juga dilakukan dengan tes prestasi atau tes
khusus dalam bidang tersebut.
Meskipun agak sukar untuk menentukan skor inteligensi yang
dibutuhkan dalam setiap bidang agar dapat menunjukkan prestasi tinggi
dalam kreativitas, diantara peneliti sepakat bahwa IQ 130 atau lebih dapat
dijadikan patokan.
2. Task Commitment (Tanggung Jawab pada Tugas)
Tanggungjawab pada tugas ditunjukkan dengan beberapa karakter,
seperti kapasitas tinggi dalam hal minat, antusiasme, ketertarikan, dan
keterlibatan dalam suatu masalah, bidang studi, ataupun bentuk ekspresi
manusia tertentu. Kapasitas dalam ketekunan, keuletan, determinasi, kerja
keras, dan latihan terus menerus, memiliki rasa percaya diri, ego yang
kuat, suatu keyakinan pada diri, serta dorongan untuk berprestasi,
kemampuan untuk mengidentifikasi masalah yang signifikan dalam bidang
khusus, kemampuan mendengarkan dan berkomunikasi dalam berbagai
cara, membuat standar kerja yang tinggi, memelihara keterbukaan diri dari
kritik luar, mengembangkan cita rasa seni, kualitas dan keunggulan dalam
pekerjaan serta menuntut hal yang sama dari pekerjaan orang lain.
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 26
3. Creativity (Kreatifitas)
Kreatifitas pada peserta didik CI ditunjukkan dengan karakteristik
kelancaran, keluwesan, dan orisinalitas dalam berpikir. Keterbukaan
terhadap pengalaman, penerimaan terhadap suatu yang baru dan
berbeda (maupun tampaknya tidak rasional) dalam hal pikiran, perilaku,
maupun produk. Rasa ingin tahu, spekulatif, memiliki jiwa petualang, dan
mampu menyesuaikan diri secara mental, menerima resiko dalam pikiran,
perilaku bahkan jika ada hambatan. Peka terhadap detail, cita rasa seni
dalam gagasan dan segalanya, mau bertindak dan bereaksi terhadap
rangsangan luar serta gagasan dan perasaan orang lain.
2.2 Karakteristik Peserta Didik Cerdas Istimewa
Sesuai dengan pengertian multidimensional tentang keberbakatan,
Kelompok Kerja Pendidikan Anak Berbakat Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan pada tahun 1985 menyusun kriteria keberbakatan peserta
didik CI juga dalam beberapa dimensi (Hawadi, dkk, 2001), diantaranya
adalah dimensi belajar, dimensi kreativitas, dimensi motivasi, dan dimensi
kepemimpinan.
1. Dimensi Belajar, ciri-cirinya antara lain adalah:
a. Memiliki daya konsentrasi yang baik, perhatiannya tidak mudah
teralih,
b. Mudah menangkap pelajaran,
c. Mudah mengingat kembali pelajaran yang telah diberikan,
d. Mempunyai perbendaharaan kata yang luas,
e. Mampu melakukan penalaran yang tajam (mampu berpikir logis,
kritis memahami hubungan sebab akibat),
f. Mampu mengidentifikasi masalah, merumuskan hipotesis,
menguji gagasan, dan merumuskan kesimpulan yang tepat,
g. Mampu mengungkapkan isi pikiran, perasaan, atau pendapat
secara lisan dengan lancar dan jelas,
h. Gemar membaca,
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 27
i. Mempunyai rasa ingin tahu yang besar terhadap hal-hal yang
bersifat intelektual,
j. Memiliki pengetahuan umum yang luas,
k. Mampu mengamati dengan cermat.
2. Dimensi Kreativitas, ciri-cirinya antara lain ialah:
a. Memiliki rasa ingin tahu yang mendalam,
b. Sering mengajukan pertanyaan yang berbobot (tidak asal
bertanya),
c. Menyampaikan banyak gagasan, usul terhadap suatu masalah,
d. Mampu menyatakan pendapat secara spontan dan tidak malu-
malu,
e. Mempunyai dan menghargai rasa keindahan,
f. Menonjol dalam satu atau lebih bidang studi,
g. Mampu menemukan solusi dari berbagai sudut pandang,
h. Memiliki rasa humor,
i. Memiliki daya imajinasi yang baru dan tidak biasa,
j. Mampu mengajukan pemikiran, gagasan pemecahan masalah
yang orisinil,
k. Lancar dalam menghasilkan bermacam-macam gagasan,
l. Mampu menghadapi masalah dari berbagai sudut pandang.
3. Dimensi tanggung jawab terhadap tugas, ciri-cirinya antara lain adalah:
a. Tekun menghadapi tugas, mampu bekerja terus menerus untuk
waktu lama, tidak berhenti sebelum selesai,
b. Ulet, tidak mudah putus asa bila menghadapi kesuitan,
c. Mampu berprestasi sendiri tanpa dorongan orang lain,
d. Ingin mendalami bidang pengetahuan yang diberikan di dalam
kelas, ingin mengetahui lebih banyak bahan lebih dari yang
diajarkan guru,
e. Selalu berusaha untuk berprestasi sebaik mungkin, tidak cepat
puas akan prestasinya,
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 28
f. Menunjukkan minat terhadap berbagai masalah orang dewasa
(seperti pembangunan, agama, politik, ekonomi, korupsi,
keadilan, dan sebagainya),
g. Senang dan rajin belajar dengan penuh semangat,
h. Cepat bosan dengan tugas-tugas rutin,
i. Mampu mempertahankan pendapatnya, jika sudah yakin akan
sesuatu, tidak mudah melepaskan pendapat tersebut,
j. Mampu menunda pemuasan kebutuhan sesaat untuk mencapai
tujuan di kemudian hari (misalnya membatasi waktu bermain
untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi).
4. Dimensi Kepemimpinan, ciri-cirinya antara lain ialah:
a. Sering dipilih menjadi pemimpin atau ketua oleh guru atau
teman,
b. Disenangi teman-teman sekolah,
c. Dapat bekerja sama secara positif dengan teman dan guru,
d. Mampu mempengaruhi orang lain,
e. Mempunyai banyak inisiatif, tidak perlu disuruh dalam
melaksanakan tugas,
f. Memiliki rasa percaya diri yang tinggi,
g. Mudah menyesuaikan diri terhadap situasi baru,
h. Aktif berperan serta dalam kegiatan sosial di sekolah,
i. Senang membantu orang lain,
j. Menyukai situasi yang mengandung tantangan,
k. Berani mengambil resiko, tidak takut pada kegagalan.
2.3 Jenis-Jenis Penyelenggaraan CI
Secara umum dapat dikatakan bahwa kesempatan untuk
mendapatkan pendidikan yang sebanding dengan potensi adalah hak
setiap anak manusia. Setiap anak harusnya memperoleh pengalaman
belajar sesuai dengan kebutuhan, kondisi, kemampuan, dan minat serta
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 29
kecepatannya untuk dapat berkembang seoptimal mungkin (Semiawan,
2008).
Sidi (2004) mengemukakan bahwa pemberian layanan pendidikan
khusus CI untuk mempersiapkan pemimpin di masa akan datang. Sistem
politik dan sosial kita bersandar pada prinsip demokratis, jika sekolah
menyediakan kesempatan pendidikan yang sama untuk semua peserta
didik, berarti mengingkari adanya hak perkembangan pendidikan yang
cocok bagi peserta didik CI.
Alsa (2007) mengemukakan bahwa setidaknya terdapat tiga model
yang umum dipakai untuk mendidik peserta didik CI, yaitu model
percepatan belajar (acceleration), model pemerkayaan (enrichment), dan
model pengelompokan (grouping). Akselerasi berarti pemberian perlakuan
yang memungkinkan peserta didik CI untuk menyelesaikan sekolahnya
secara cepat sesuai dengan tingkat kemampuan dan kematangannya,
sehingga mereka dapat menyelesaikan pendidikan formalnya dalam waktu
yang lebih singkat atau pada usia yang lebih muda. Melalui akselerasi,
pengakomodasian perbedaan individual peserta didik dapat dilaksanakan
dengan empat cara, yaitu: (1) masuk sekolah berdasar usia mental dan
bukan usia kronologis, (2) loncat kelas, (3) waktu belajar dipersingkat, dan
(4) masuk sekolah menengah atau universitas lebih awal. Layanan
akselerasi dengan cara mempersingkat waktu belajar memiliki tiga model,
yaitu Model Kelas Reguler, Model Kelas Khusus, dan Model Sekolah
Khusus. Pada Model Kelas Reguler, peserta didik tetap berada dalam
kelas regulernya dan guru memberikan perlakuan akseleratif sehingga
bisa loncat kelas. Pada Model Kelas Khusus, peserta didik dikelompokkan
ke dalam satu kelas tersendiri dan diberi pengajaran akseleratif. Pada
Model Sekolah Khusus, peserta didik belajar di sekolah yang memang
dikhususkan untuk mereka. Model yang diterapkan di Indonesia adalah
Model Kelas Khusus, ditambah dengan adanya pemerkayaan / enrichment
(Departemen Pendidikan Nasional, 2003).
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 30
Hawadi (2004) mengemukakan bahwa layanan akselerasi yang
dilakukan di Indonesia umumnya menggunakan tipe telescoping
curriculum, yang didalamnya peserta didik menggunakan waktu yang
kurang dari biasanya dalam menyelesaikan studi. Ditambahkan
sebenarnya ada beberapa intervensi proses pembelajaran yang
kemungkinan tepat dengan definisi akselerasi tersebut, antara lain:
1. Grade Skipping. Peserta didik dipromosikan ke kelas yang lebih
tinggi daripada kelas yang normal pada akhir tahun pelajaran.
2. Continuous Progress. Peserta didik menerima pelajaran yang
dianggap sesuai dengan prestasi yang mampu dicapainya.
3. Self-Paced Instruction. Peserta didik diperkenalkan pada materi
pelajaran yang memungkinkannya untuk mengatur sendiri
kemajuan-kemajuan yang bisa diperolehnya sesuai dengan
tempo yang dimilikinya.
4. Subject-matter Acceleration. Peserta didik ditempatkan di dalam
kelas yang lebih tinggi, khusus untuk satu atau beberapa mata
pelajaran tertentu.
5. Curriculum Compacting. Peserta didik dimungkinkan untuk melaju
pesat melalui kurikulum yang dirancang dengan mengurangi
sejumlah aktivitas, seperti drill dan review.
6. Mentorship. Peserta didik diperkenalkan pada seorang mentor
yang memiliki keahlian, pengalaman, dan pelatihan tingkat mahir
pada suatu bidang tertentu.
7. Extracurriculer Layanans. Peserta didik mengikuti suatu kegiatan
pelatihan atau layanan dengan instruksi tingkat mahir dan atau
kredit untuk suatu bidang studi.
8. Concurrent Enrollment. Peserta didik mengambil suatu pelatihan
untuk tingkat tertentu dan memperoleh kredit untuk
keberhasilannya dalam menyelesaikan suatu pelatihan yang
paralel, yang diselenggarakan dalam jenjang yang lebih tinggi.
9. Advanced Placement. Peserta didik mengambil suatu pelatihan
dan menyiapkannya mengambil ujian untuk diberi kredit.
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 31
10. Credit by Examination. Peserta memperoleh kredit atas
keberhasilannya menyelesaikan suatu tes.
11. Correspondence Courses. Peserta didik mengikuti kursus tingkat
SMU atau universitas secara tertulis, baik melalui pos, video,
maupun internet.
Widyastono (2011) mengemukakan penyelenggaraan sistem kredit
semester (SKS) untuk Sekolah Menengah Atas mengacu Peraturan
Pemerintah nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
bahwa beban belajar SMA/SMK pada jalur pendidikan formal kategori
standar dapat dinyatakan dalam SKS. Sistem SKS adalah sistem
penyelenggaraan layanan pendidikan yang peserta didiknya menentukan
sendiri beban belajar dan mata pelajaran yang diikuti setiap semester
pada satuan pendidikan. Sistem ini memberikan kesempatan pada
peserta didik untuk menyelesaikan studi sesuai dengan kemampuan,
bakat, minat, dan kecepatan belajarnya. Peserta didik dapat
menyelesaikan studi di SMA selama kurang atau lebih dari tiga tahun
dengan beban belajar disetarakan sekitar 114-126 SKS.
Di Jakarta sudah ada sekitar 35 sekolah yang menggunakan SKS.
Sekolah tersebut menggunakan SKS setelah menjadi Sekolah Kategori
Mandiri (SKM). Sekolah lain yang menggunakan SKS diantaranya:
- SMAN 3 Bandung,
- SMAN 1 Gadingrejo Lampung,
- SMAN 2 Pringsewu Lampung,
- SMAN 1 Pringsewu Lampung,
- SMAN 2 Malang,
- SMA Karangturi,
- SMAN 2 Kalianda, Lampung Selatan.
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 32
3.1 Persiapan Pendidikan
Dalam rangka penyelenggaraan layanan pendidikan khusus CI perlu
dilakukan berbagai macam persiapan, antara lain:
1. Mengadakan konsultasi dan komunikasi intensif dengan sekolah-
sekolah yang sudah menyelenggarakan lebih dahulu layanan
tersebut, untuk mendapatkan berbagai informasi dan masukan.
2. Membentuk tim kecil layanan pendidikan khusus CI di sekolah calon
penyelenggara yang terdiri dari kepala sekolah, wakil kepala
sekolah, dan guru-guru senior yang mempunyai kepedulian dan
perhatian untuk memberikan layanan bagi anak CI.
3. Memberikan pembekalan dan wawasan tentang layanan pendidikan
khusus CI dengan mengundang nara sumber atau sekolah yang
sudah menyelenggarakan layanan tersebut, yang dihadiri oleh
semua unsur tenaga pendidik dan kependidikan di sekolah yang
akan terlibat dalam penyelenggaraan layanan pendidikan khusus CI.
4. Melakukan seleksi terhadap guru-guru yang akan mengajar pada
layanan pendidikan khusus CI.
5. Menyusun layanan kerja pendidikan khusus CI.
6. Mengurus perijinan penyelenggaraan layanan pendidikan khusus CI.
3.2 Mekanisme Penyelenggaraan
Permohonan ijin penyelenggaraan ujicoba layanan pendidikan
khusus CI dilaksanakan atas ide dari sekolah yang bersangkut (School
Based Management). Tahap-tahap yang dapat dilakukan adalah sebagai
berikut:
1. Sekolah mengajukan proposal permohonan ijin secara tertulis
dilengkapi dengan data dan informasi tentang ketersediaan
sumberdaya pendidikan (input peserta didik, kurikulum, tenaga
kependidikan, sarana-prasarana, dana, manajemen sekolah, proses
belajar mengajar, dan lingkungan sekolah) sebagai pendukung
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 33
penyelenggaraan layanan pendidikan khusus CI kepada Kepala
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.
2. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota meneliti proposal sesuai dengan
kriteria yang telah ditetapkan. Sekolah-sekolah yang memenuhi
kriteria, selanjutnya diberikan rekomendasi oleh Kepala Dinas
Pendidikan Kabupaten/Kota untuk kemudian diusulkan guna
memperoleh Surat Keputusan (SK) sebagai sekolah penyelenggara
layanan pendidikan khusus CI dari Kepala Dinas Pendidikan
Provinsi.
3. Seterusnya, Dinas Pendidikan Provinsi meneliti dan mengevaluasi
proposal yang masuk. Apabila hasil penelitian dan evaluasi tersebut
memenuhi kriteria, maka pejabat dari Dinas Pendidikan Provinsi
bersama-sama dengan Pejabat Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
mengadakan observasi dan atau supervisi ke sekolah tersebut. Hasil
observasi dan atau supervisi selanjutnya dianalisis dan dibahas, jika
memenuhi kriteria, maka Kepala Dinas Pendidikan Provinsi segera
memproses dan menerbitkan Surat Keputusan (SK) Penetapan
sebagai Sekolah penyelenggara layanan pendidikan khusus CI.
4. Dinas Pendidikan Provinsi memberikan SK Penetapan Sekolah
penyelenggara layanan pendidikan khusus CI kepada sekolah yang
bersangkutan, dengan tembusan SK tersebut kepada Kepala Dinas
Pendidikan Kabupaten/Kota.
5. Dinas Pendidikan Provinsi mengirim statistik sekolah penyelenggara
layanan pendidikan khusus CI yang berada di wilayahanya kepada
Dirjen Dikmen c.q. Direktur PK-PLK dan tembusan Direktur terkait.
6. Sebagai upaya pengendalian mutu sekolah penyelenggara
pendidikan khusus CI, Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah
(dalam hal ini Direktorat PK-PLK) bersama-sama dengan pejabat
Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota secara berkala
melaksanakan supervisi atau monitoring dan evaluasi.
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 34
4.1 Layanan pendidikan
Beberapa model pelayanan peserta didik CI dapat dilakukan dengan cara
seperti di bawah ini.
a. Akselerasi
Model ini merupakan salah satu bentuk pelayanan pendidikan yang
diberikan kepada peserta didik CI untuk dapat menyelesaikan pendidikan
lebih awal dari waktu yang telah ditentukan, dengan ketentuan telah
mengikuti pendidikan tingkat menengah (SMU/sederajat) sekurang-
kurangnya dua tahun. Layanan ini cocok bagi peserta didik yang bertipe
“accelerated learner”.
Waktu yang digunakan untuk menyelesaikan layanan belajar bagi
peserta didik yang memiliki potensi CI lebih cepat dibandingkan dengan
peserta didik reguler, yaitu empat semester.
Layanan pendidikan khusus CI telah dimulai tahun 2002 dan model
yang digunakan adalah model akselerasi. Hal ini dapat dilihat dari Surat
Keputusan Dirjen Dikdasmen Kemdiknas No.: 511/C/Kep/MN/2002
tentang Sekolah Menengah Umum Penyelenggara Layanan Percepatan
Belajar (Akselerasi).
Sampai saat ini ada sekitar 136 sekolah penyelenggara pendidikan
khusus CI. Sebagian besar dari sekolah tersebut layanan pendidikannya
menggunakan model akselerasi. Model ini dapat dilaksanakan dalam
waktu 4 semester (2 tahun).
Proses penyelenggaraan kelas khusus akselerasi dapat dilihat pada
gambar 2 di bawah ini.
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 35
Gambar 2: Diagram Alur Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa dengan
Model Kelas Akselerasi
b. Pengayaan (Enrichment)
Model ini merupakan pelayanan pendidikan sesuai potensi
kecerdasan yang dimiliki peserta didik dengan penyediaan kesempatan
dan fasilitas belajar tambahan yang bersifat perluasan/pendalaman,
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 36
setelah yang bersangkutan menyelesaikan tugas-tugas yang
dilayanankan untuk peserta didik lainnya.
c. Campuran (acceleration-enrichment)
Melalui layanan ini peserta didik tidak hanya memperoleh
percepatan waktu penyelesaian studi di sekolah, tetapi sekaligus
memperoleh eskalasi atau pengayaan materi dengan penyediaan
kesempatan dan fasilitas belajar tambahan yang bersifat
perluasan/pendalaman. Pengayaan dapat dilakukan secara horizontal
(menunjuk pada pengalaman belajar di tingkat pendidikan yang sama,
tetapi lebih luas) maupun vertikal (meningkatkan kompleksitasnya).
Bentuk layanan ini antara lain melalui kegiatan-kegiatan penelitian
ketika peserta didik mengikuti lomba kejuaraan untuk mata pelajaran
tertentu.
d. Sistem Kredit Semester (SKS)
Melalui layanan ini peserta didik dapat menentukan sendiri beban
belajar dan mata pelajaran yang diikuti setiap semester. Peserta didik
dapat menyelesaikan studi di SMA selama kurang atau lebih dari tiga
tahun. Jumlah beban belajar di SMA dapat disetarakan sekitar 114-126
SKS. Untuk dapat menyelesaikan studi selama tiga tahun, beban
belajar yang diambil setiap semester sekitar 20 SKS. Peserta didik
yang memiliki Indeks Prestasi (IP) sangat tinggi (IP rata-rata > 8.5),
pada semester berikutnya dapat mengambil beban belajar lebih dari 20
SKS (28-36 SKS). Apabila setiap semester mengambil rata-rata 32
SKS, maka dalam waktu empat semester peserta didik telah dapat
menyelesaikan studinya. Proses penyelenggaraan sistem SKS dapat
dilihat pada gambar 3 di bawah ini.
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 37
Gambar 3: Diagram Alur Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa Menggunakan Sistem Kredit Semester (SKS)
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 38
e. Akselerasi Menggunakan Sistem Kredit Semester
Melalui layanan ini peserta didik CI dapat menyelesaikan pendidikan
lebih awal dari waktu yang telah ditentukan menggunakan sistem SKS.
Proses penyelenggaraan akselerasi menggunakan SKS dapat dilihat
pada gambar 4 di bawah ini.
Gambar 4: Diagram Alur Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa dengan
Model Kelas Akselerasi Menggunakan Sistem Kredit Semester (SKS)
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 39
Penyelenggaraan layanan pendidikan khusus CI dapat dilakukan
dalam bentuk kelas reguler, kelas khusus dan satuan pendidikan khusus.
a. Kelas Reguler
Kelas regular adalah kelas dimana peserta didik yang memiliki potensi
kecerdasan istimewa tetap berada bersama-sama dengan peserta didik
lainnya di kelas reguler (model inklusif). Bentuk penyelenggaraan pada
kelas reguler dapat dilakukan dengan model sebagai berikut:
1. Kelas reguler dengan kelompok (cluster)
Peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan istimewa belajar
bersama peserta didik lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok
khusus.
2. Kelas reguler dengan pull out
Peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan istimewa belajar
bersama peserta didik lain (normal) di kelas reguler namun dalam
waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber
(ruang khusus) untuk belajar mandiri, belajar kelompok, dan/atau
belajar dengan guru pembimbing khusus.
3. Kelas reguler dengan cluster dan pull out
Peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan istimewa belajar
bersama peserta didik lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok
khusus, dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke
ruang sumber (ruang khusus) untuk belajar mandiri, belajar
kelompok, dan/atau belajar dengan guru pembimbing khusus.
b. Kelas Khusus
Kelas khusus adalah kelas dimana peserta didik yang memiliki potensi
CI belajar dalam kelas khusus.
c. Satuan Pendidikan Khusus
Satuan pendidikan khusus adalah lembaga pendidikan formal pada
jenjang pendidikan menengah (SMA/MA, SMK/MAK) yang semua
peserta didiknya memiliki potensi CI.
Proses penyelenggaraan satuan pendidikan khusus CI dapat dilihat
pada gambar 5 di bawah ini.
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 40
Gambar 5: Diagram Alur Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa (CI) dengan Satuan Pendidikan Khusus (Sekolah Khusus CI)
4.2 Identifikasi
Berdasarkan kajian terhadap peserta didik CI, Hawadi (2004)
mengemukakan terdapat dua tahap proses identifikasi, yaitu tahap
penjaringan (Screening) dan penyaringan (Selection). Pada tahap
penjaringan, semua peserta didik di sekolah dites dan diobservasi. Pada
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 41
tahap penyaringan ditentukan peserta didik yang termasuk kategori CI.
Peserta didik yang diterima sebagai peserta layanan pendidikan Khusus
CI adalah peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan sesuai dengan
kriteria yang ditetapkan berdasarkan beberapa aspek persyaratan seperti
di bawah ini.
1. Informasi Obyektif
Informasi obyektif diperoleh dari pihak sekolah berupa nilai akademik
dan tim psikolog yang berwenang.
a. Nilai akademis yang diperoleh:
1. Rata-rata nilai rapor SMP kelas 9 minimal 8,0,
2. Rata-rata nilai UN SMP minimal 8,0,
3. Nilai Tes Kemampuan Akademis minimal 8,0 (skala 10).
b. Nilai psikologis yang diperoleh dari hasil pemeriksaan psikologi yang
meliputi tes inteligensi umum, tes kreativitas, dan inventori keterikatan
pada tugas. Hawadi (2004) mengemukakan berdasarkan pendekatan
multikriteria Renzulli, peserta didik tingkat sekolah menengah yang
lulus tes psikologi adalah mereka yang memiliki kemampuan
intelektual umum minimal kategori cerdas (IQ ≥ 120 Skala TIKI),
kreativitas tinggi (CQ ≥ 110 Skala TKV-URH), dan keterikatan
terhadap tugas baik (TC ≥ 126 Skala YA/FS Revisi).
2. Informasi Subyektif
Informasi subyektif berisi nominasi yang diperoleh dari diri sendiri
(self nomination), teman (peer nomination), orang tua (parent nomination),
dan guru (teacher nomination) sebagai hasil dari pengamatan ciri-ciri CI.
3. Kesediaan Calon Peserta Didik dan Persetujuan Orang tua
Kesediaan calon peserta didik dan persetujuan orang tua untuk
mengikuti layanan pendidikan khusus cerdas istimewa. Dalam surat
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 42
pernyataan yang telah disediakan oleh sekolah berisi antara lain tentang
hak dan kewajiban serta hal-hal yang dianggap perlu dipatuhi untuk
menjadi peserta didik cerdas istimewa (Departemen Pendidikan Nasional,
2003).
4.3 Kurikulum
Departemen Pendidikan Nasional (2003) mengatur bahwa kurikulum
pendidikan khusus CI ialah kurikulum nasional ditambah muatan lokal
yang dimodifikasi dengan memberikan penekanan pada materi esensial
dan dikembangkan dengan sistem pembelajaran yang dapat mendorong
dan mengintegrasikan antara pengembangan spiritual, logika, etika,
estetika, serta dapat mengembangkan kemampuan berfikir holistik, kreatif,
sistematis, linear, dan konvergen untuk memenuhi tuntutan masa kini dan
masa mendatang. Kurikulum tersebut dikembangkan secara
terdiferensiasi meliputi empat dimensi yang saling berkaitan, yaitu:
1. Dimensi umum; yaitu kurikulum yang memberikan keterampilan
dasar, pengetahuan, pemahaman, nilai, dan sikap, yang
memungkinkan peserta didik berfungsi sesuai tuntutan masyarakat
dan tuntutan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi.
2. Dimensi diferensiasi; yaitu kurikulum yang berkaitan erat dengan ciri
khas perkembangan peserta didik cerdas dan berbakat istimewa,
yang merupakan layanan khusus dan pilihan terhadap bidang studi
tertentu.
3. Dimensi non-akademis; yaitu bagian kurikulum yang memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk belajar di luar kegiatan
sekolah formal melalui media lain seperti radio, televisi, internet, CD-
ROM, wawancara pakar, kunjungan ke musium, dan sebagainya.
4. Dimensi suasana belajar; yaitu pengalaman belajar yang dijabarkan
dari lingkungan keluarga dan sekolah. Iklim akademik, sistem
pemberian hadiah (rewards) dan hukuman (punishments), hubungan
antara sesama peserta didik, antara guru dan peserta didik, antara
guru, antara peserta didik dan orangtua, serta antara orangtua dan
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 43
peserta didik, merupakan unsur-unsur lingkungan suasana belajar
yang menentukan proses dan hasil belajar.
Kurikulum terdiferensiasi dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan
pendidikan peserta didik CI dengan cara memberikan pengalaman belajar
yang berbeda dalam arti kedalaman, keluasan, percepatan, maupun
dalam jenisnya. Modifikasi kurikulum dapat dilaksanakan dengan cara:
1. Mengenalkan isi kurikulum tertentu yang tidak diperoleh peserta didik
kelas reguler,
2. Memberi materi pelajaran secara lebih luas, mendalam, dan intensif,
3. Memberi pengalaman belajar baru yang tidak terdapat dalam
kurikulum umum,
4. Memberi pengalaman belajar berdasarkan keterlibatan masyarakat
sekitar, melalui kerjasama dengan instansi baik pemerintah maupun
swasta bagi kepentingan peserta didik maupun instansi (Alsa, 2007).
Standar Kompetensi yang diharapkan dapat dihasilkan melalui
layanan pendidikan khusus CI adalah kepemilikan kemampuan:
1. Kualifikasi perilaku kognitif: daya tangkap cepat, mudah dan cepat
memecahkan masalah, serta kritis,
2. Kualifikasi perilaku kreatif: rasa ingin tahu, imaginatif, tertantang, dan
berani mengambil resiko,
3. Kualifikasi perilaku keterikatan terhadap tugas: tekun, bertanggung-
jawab, disiplin, kerja keras, teguh, dan berdaya juang,
4. Kualifikasi perilaku kecerdasan emosi: pemahaman terhadap diri
sendiri, pemahaman terhadap orang lain, pengendalian diri,
kemandirian, penyesuaian diri, harkat diri, dan berbudi pekerti,
5. Kualifikasi perilaku kecerdasan spiritual: pemahaman mengenai apa
yang harus dilakukan peserta didik untuk mencapai kebahagiaan
bagi diri sendiri dan orang lain (Alsa, 2007).
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 44
Berdasarkan kajiannya terhadap pengembangan kurikulum
pendidikan CI di Indonesia, Supriyanto (2012) mengemukakan bahwa
tujuan utama pengembangan kurikulum khusus bagi peserta didik CI
adalah untuk mendukung pengembangan kecerdasan creative productive.
Kajian tersebut merekomendasikan beberapa model pengembangan
kurikulum bagi peserta didik CI, antara lain:
1. Model kurikulum dari Van Tassel Baska
Pengembangan kurikulum dengan model ini mempunyai prinsip bahwa
kurikulum CI harus direncanakan agar peserta didik CI memperoleh
keuntungan yang luas. Secara ringkas dikemukakan Supriyanto (2012)
bahwa kurikulum model ini memiliki delapan tahapan yang bersifat
siklus/ terus menerus:
a. Tahap 1: Perencanaan (Planning)
Pengembang kurikulum perlu mempertimbangkan keunikan peserta
didik CI, filosofi penyelenggaraan CI, tujuan umum, mengkaji isu
dasar serta pertanyaan kunci sesuai dengan calon isi kurikulum.
Pertanyaan kunci tersebut meliputi tujuan pendidikan yang akan
dicapai sekolah, cara pengalaman belajar yang dipilih untuk
mencapai tujuan, serta evaluasi efektivitas pembelajaran.
b. Tahap 2: Analisis Kebutuhan (Needs Assesment)
Analisis dilakukan untuk mengetahui bidang-bidang yang dibutuhkan
untuk dikembangkan dalam kurikulum di sekolah.
c. Tahap 3: Team & Work Scope
Pengembang kurikulum menentukan standar yang akan dicapai
dalam kurikulum pendidikan CI.
d. Tahap 4: Curriculum Development Approach
Pendekatan pengembangan kurikulum ini dapat mengacu kurikulum
yang telah ada yang relevan, memodifikasi kurikulum yang telah ada,
atau mengembangkan kurikulum baru yang lebih sesuai.
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 45
e. Tahap 5: Try Out, Pilotting, and Field Testing
Tahap ini mempunyai tujuan mengetahui efektivitas kurikulum. Uji
coba dapat dilakukan dengan menggunakan kelas khusus dalam
sekolah yang memberikan layanan CI atau lintas kelas.
f. Tahap 6: Implementation
Kegiatan utamanya adalah memastikan materi telah sesuai untuk
digunakan serta memonitor pelaksanaan pengembangan kurikulum.
g. Tahap 7: Evaluation
Dilakukan untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan kurikulum.
h. Tahap 8: Revision
Dilakukan dengan mengacu hasil evaluasi kurikulum.
2. Model Grip dari Kaplan
Model ini mengkonstruksikan kurikulum CI dengan mengintegrasikan
tiga komponen, yaitu isi (content), proses (process), dan Produk
(product). Isi maksudnya adalah pengetahuan dan informasi yang
berguna, penting, dan diminati peserta didik CI. Proses menunjuk pada
kompetensi yang diharapkan dikuasai peserta didik CI melalui
keterlibatannya dalam kurikulum. Product berupa hasil yang
mensyaratkan keterpaduan antara isi pengetahuan dengan
penguasaan ketrampilan.
3. Model Backward dari Tomlinson dan McTighe
Model ini muncul dari aksioma bahwa kurikulum yang efektif
dikembangkan dari prinsip perancangan yang mengkiuti alur
penelusuran dari belakang (backward), yaitu dengan menganalisis
tujuan akhir yang diharapkan dikuasai peserta didik CI. Model ini
memiliki tiga tahapan:
1. Tahap 1 : Mengidentifikasi hasil yang diinginkan,
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 46
2. Tahap 2: Menentukan bukti jika peserta didik CI telah menguasai
materi,
3. Tahap 3: Merencanakan pengalaman pembelajaran dan
instruksional.
4. Model Paralel Kurikulum dari Kaplan, Tomlinson, Renzulli, Purcel,
Leppien, dan Burns
Model ini disebut paralel karena merupakan hasil kerja sama antara
empat pakar pendidikan CI dalam penyusunan kurikulum yang bisa
diterapkan secara paralel:
1. Core Parallel
Tercermin pada materi esensial, seperti konsep, prinsip, ketrampilan,
dan sebagainya sebagai wujud penguasaan mata pelajaran.
2. Connection Parallel
Perluasan dai kurikulum inti yangtelah dikuasai peserta didik berupa
konsep, prinsip, dan generalisasi yang berkaitan dengan ilmu lain
dan pengalaman dalam kehidupan nyata.
3. Practice Parallel
merupakan tantangan bagi peserta didik CI untuk menerapkan
konsep, prinsip, dan metodologi untuk memecahkan masalah.
4. Identity Parallel
Membantu peserta didik untuk menunjukkan kemampuan khusus
dalam menerapkan konsep, prinsip, dan sebagainya dalam mata
pelajaran yang dipelajari.
5. Model Kurikulum Eskalasi dari Eko Supriyanto
Model ini disusun berdasarkan kajian terhadap kondisi nyata yang
dihadapi peserta didik CI di Indonesia yang tidak bisa dipisahkan dari
kurikulum pendidikan di Indonesia yang mengharuskan peserta didik
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 47
dengan kebutuhan khusus mengikuti ketentuan yang diberlakukan pada
peserta didik reguler. Dinamakan eskalasi, karena kurikulum yang
disusun tetap mematuhi standar isi sebagai landasan awal
penyusunannya, namun standar evaluasi kompetensi dasarnya
ditingkatkan level tuntutan pencapaiannya dibandingkan pada peserta
didik reguler. Berdasarkan hirarki taksonomi Bloom, jika pada peserta
didik reguler diukur standar minimal pencapaiannya pada level yang
rendah, maka pada peserta didik CI diukur pada level taksonomi yang
tinggi. Komponen kurikulum eskalasi terdiri dari standar isi, kompetensi
dasar, dokumen tentang keunggulan peserta didik CI, dan kata-kata
operasional dari revisi Bloom untuk eskalasi kurikulum. Pengembangan
kurikulum eskalasi dapat dilakukan dengan beberapa langkah :
1. Langkah 1: Para pengembang kurikulum dikelompokkan, misalnya
berdasarkan bidang studi, mata pelajaran sejenis, atau pokok
bahasan.
2. Langkah 2: Masing-masing anggota kelompok menganalisis
kompetensi dasar mata pelajaran dengan menetapkan level kata
kerja operasional pertama dalam kompetensi dasar dalam perspektif
daftar kata kerja operasional dari Bloom.
3. Langkah 3: Setelah menganalisis dan mengkonversi levelnya,
(misalnya C2 /“menjelaskan”), kelompok mengaitkan dengan hasil
dokumentasi keunggulan peserta didik CI untuk dilakukan eskalasi
ke level yang lebih tinggi (misalnya C3 atau C4). Analisis dilakukan
satu persatu dalam kurikulum reguler satuan semesteran.
4. Langkah 4: Dilakukan proses diskusi kelompok untuk memperoleh
ketepatan dan ketelitian eskalasi.
5. Langkah 5: Kelompok Bidang Studi mengintegrasikan hasil diskusi
kelompok ke dalam format standar isi (SK, KD), sehingga diperoleh
dokumen resmi/final kurikulum berdiferensiasi.
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 48
4.4 Guru
Karena peserta didiknya memiliki potensi kecerdasan istimewa,
idealnya gurunya juga memiliki kecerdasan istimewa. Namun, bukanlah
hal yang mudah untuk mencapai kondisi ideal tersebut. Berkenaan
dengan hal itu, guru yang dipilih hendaknya guru yang memiliki
kemampuan, sikap, dan keterampilan terbaik di antara guru yang ada (the
best of the best). Secara lebih operasional, guru yang dipilih memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
1. Memiliki tingkat pendidikan sekurang-kurangnya S1,
2. Mengajar sesuai dengan latar belakang pendidikannya,
3. Memiliki pengalaman mengajar di kelar reguler sekurang-kurangnya
3 (tiga) tahun dengan prestasi yang baik,
4. Memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang karakteristik peserta
didik yang memiliki potensi kecerdasan,
5. Memiliki karakteristik umum yang dipersyaratkan antara lain:
a. Adil dan tidak memihak,
b. Sikap kooperatif demokratis,
c. Fleksibilitas,
d. Rasa humor,
e. Menggunakan penghargaan dan pujian,
f. Minat yang luas,
g. Memberi perhatian terhadap masalah anak,
h. Penampilan dan sikap yang menarik,
6. Memenuhi sebagian besar dari persyaratan sebagai berikut:
a. Memiliki pengetahuan tentang sifat dan kebutuhan peserta didik
CI,
b. Memiliki keterampilan dalam mengembangkan kemampuan
berfikir tingkat tinggi,
c. Memiliki pengetahuan tentang kebutuhan efektif dan kognitif
peserta didik CI,
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 49
d. Memiliki kemampuan untuk mengembangkan pemecahan
masalah secara kreatif,
e. Memiliki kemampuan untuk mengembangkan bahan ajar untuk
peserta didik CI,
f. Memiliki kemampuan untuk menggunakan strategi mengajar
perorangan,
g. Memiliki kemampuan untuk menunjukkan teknik mengajar yang
sesuai,
h. Memiliki kemampuan untuk membimbing dan memberi konseling
kepada peserta didik CI dan orangtuanya,
i. Memiliki kemampuan untuk melakukan penelitian.
Selain peserta didik, guru mempunyai peranan yang sangat penting
dalam penyelenggaraan pendidikan khusus CI. Beberapa sekolah
penyelenggara pendidikan khusus CI mempunyai guru yang telah
memenuhi standar, sebut saja SMA Labschool Rawamangun. Di sekolah
ini guru-guru yang mengajar CI adalah dosen-dosen di Universitas Negeri
Jakarta (UNJ). Beberapa guru tersebut bahkan ada yang bergelar
professor.
Contoh yang lain adalah di SMA Sifabudi Al Azhar Kemang Jakarta.
Guru-guru setelah mengajar melakukan diskusi antar guru mata pelajaran.
Sistem pembelajaran menggunakan moving class.
Selain tingkat pendidikan guru, cara mengajar guru juga menjadi
faktor yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan khusus CI.
Salah satu contoh adalah dengan metode GASING (GAmpang, aSIk dan
menyenaNGkan) yang dikembangkan oleh Prof. Yohanes Surya, Ph.D.
Metode ini membuat matematika dan sains menjadi asik dan
menyenangkan untuk dipelajari. Metode ini tidak hanya efektif untuk anak-
anak, tetapi untuk orang dewasa dan ibu-ibu sekalipun.
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 50
4.5 Sarana Prasarana
Sekolah penyelenggara layanan pendidikan khusus CI diharapkan
mampu memenuhi sarana penunjang kegiatan pembelajaran yang sesuai
dengan kebutuhan peserta didik yang mencakup prasana dan sarana
belajar.
1. Prasarana Belajar
a. Ruang Kepala Sekolah, Ruang Guru , Ruang BK, Ruang TU dan
Ruang OSIS,
b. Ruang Kelas, dengan formasi tempat duduk yang mudah
dipindah-pindah sesuai dengan keperluan,
c. Ruang Lab IPA, Lab IPS, Lab Bahasa, Lab Kertakes, Lab
Komputer, dan Ruang Perpustakaan,
d. Kantin Sekolah, Koperasi Sekolah, Musholla/tempat ibadah,
e. Poliklinik,
f. Aula Pertemuan,
g. Lapangan Olahraga,
h. Kamar mandi/WC.
2. Sarana Belajar
a. Sumber belajar seperti buku paket, buku pelengkap, buku
referensi, buku bacaan, majalah, koran, modul, lembar kerja,
Kaset Video, VCD, CR-ROM, dan sebagainya.
b. Media pembelajaran seperti radio, cassette recorder, TV, OHP,
Wireless, Slide Projektor, LD/LCD/VCD/DVD Player, Komputer,
dan sebagainya.
c. Adanya sarana Information Tecnology (IT) dan jaringan internet.
4.6 Sistem Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan untuk peserta didik layanan pendidikan
khusus CI pada dasarnya sama dengan yang dilakukan pada layanan
reguler, yaitu untuk mengukur ketercapaian materi (daya serap) materi
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 51
dalam layanan pendidikan khusus CI ini sebaiknya sejalan dengan prinsip
belajar tuntas. Adapun sistem evaluasi yang ada di kelas percepatan
meliputi:
1. Ulangan Harian
Dalam satu semester setiap guru minimal memberikan ulangan
harian sebanyak 3 kali. Bentuk soal yang disarankan adalah soal
uraian.
2. Ulangan Umum
Ulangan umum diberikan lebih cepat dibandingkan peserta didik
reguler, sesuai dengan kalender pendidikan percepatan belajar. Soal
ulangan dibuat oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan dengan
menyusun kisi-kisi serta materi-materi yang esensial. Meskipun
demikian, untuk membandingkan keberhasilan dan kemampuan
peserta didik layanan pendidikan khusus CI dengan layanan reguler
bisa dilakukan antara lain dengan menyertakan peserta didik CI
dalam ulangan umum bersama dengan peserta didik layanan
reguler. Bila ini tidak memungkinkan, maka dapat ditempuh cara lain
yaitu menggunakan alat-alat evaluasi untuk layanan reguler kepada
peserta didik layanan pendidikan khusus CI.
3. Ujian Nasional
Ujian Nasional akan diikuti oleh peserta didik pada tahun kedua
bersamaan dengan pelaksanaan Ujian Nasional peserta didik
reguler. Laporan hasil belajar (rapor) peserta didik layanan
pendidikan khusus CI pada kelas reguler mempunyai format yang
sama dengan rapor peserta didik layanan reguler. Namun
pembagian dan tanggal diberikannya rapor sesuai dengan kalender
pendidikan layanan pendidikan khusus CI yang telah disusun secara
khusus. Evaluasi terhadap penyelenggaraan layanan pendidikan
khusus CI dilakukan oleh Ditjen Dikmen sekurang-kurangnya 1 (kali)
setahun dalam bentuk supervisi atau monitoring dan evaluasi.
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 52
4.7 Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan konseling dilakukan dengan tujuan untuk membantu
peserta didik CI mengenali dan memahami diri, serta mengarahkan
dirinya dengan tepat terhadap lingkungannya yaitu, teman, keluarga,
sekolah, dan masyarakat. Bimbingan dan konseling juga dilakukan untuk
membantu perkembangan pribadi peserta Didik CI, mengatasi kendala
emosi dan lingkungan, serta membantu agar mampu menggunakan
potensi dan kemampuannya seoptimal mungkin (Lubis, 2004).
1. Alasan perlunya bimbingan dan konseling
Beberapa masalah menyebabkan peserta didik CI ini memerlukan
bimbingan dan konseling yaitu diantaranya masalah-masalah yang
berkaitan dengan dirinya, teman sebaya, guru dan orangtua, prestasi
belajar kurang (underachievement), dan perencanaan karir di masa
depannya.
a. Masalah dengan dirinya
Masalah yang muncul antara lain mengenai konsep dirinya. Konsep
diri diibaratkan sebagai sistem kekuatan dari struktur kognitif yang
merupakan interpretasi dan respon terhadap kejadian yang
melibatkan diri peserta didik CI, jadi merupakan persepsi dan
evaluasi diri. Karakteristik CI bukan hanya dilihat dari bagaimana
orang lain melihatnya, tetapi juga bagaimana peserta didik CI
menghayati pengalaman itu. Beberapa kajian menemukan remaja
berbakat mempersepsikan dirinya secara positif, namun
menganggap lingkungan (terutama teman sebaya dan gurunya)
memiliki pandangan negatif terhadap dirinya (Semiawan, 2008).
Masalah lainya terkait dengan perasaan dan pengambilan
keputusan. Peserta didik CI sering mengalami perasaan isolasi dan
kesepian akibat adanya gaya belajar mereka yang mandiri dan non
konformis. Pengambilan keputusan menjadi masalah karena peserta
didik CI memiliki kemampuan dan minat di banyak bidang, sehingga
sulit membuat keputusan untuk menentukan dalam bidang mana
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 53
yang akan ditekuni secara serius. Terhadap masalah-masalah
tersebut, Semiawan (2008) merekomendasikan konseling kelompok,
karena terkait dengan kepedulian interpersonal. Konseling kelompok
dianggap efektif, karena remaja berbakat umumnya reseptif terhadap
umpan balik dari teman-teman mengenai dirinya.
b. Masalah dengan teman sebaya
Hal ini terjadi karena peserta didik CI memiliki tujuan dan minat yang
berbeda dengan teman sebayanya. Peserta didik CI juga remaja,
yang tidak mungkin lepas dari permasalahan tentang dirinya. Mereka
harus dapat bersosialisasi dengan teman sebayanya, karena
merupakan hal yang sangat penting untuk dapat diterima oleh
lingkungan. Masalah lainnya umumnya terkait kerjasama dalam
kelompok (team building). Hal ini terjadi karena peserta didik CI
sangat responsif terhadap berbagai bentuk kompetisi. Motivasi untuk
berkompetisi perlu diimbangi dengan kemauan bekerjasama
(berkolaborasi) dengan orang lain untuk mengatasi masalah secara
positif.
c. Masalah dengan guru dan orangtua
Hal ini terjadi karena guru dan orangtua sulit untuk menyadari bahwa
kedewasaan emosional tidak selalu tumbuh secara bersamaan
dengan kemampuan intelektual. Sikap ini menyebabkan guru dan
orangtua selalu berharap terlalu banyak pada peserta didik CI.
Memberikan label CI pada peserta didik seringkali menimbulkan
harapan terhadap kemampuan remaja dalam berbagai bidang, yang
bisa menjadikan beban mental tambahan bagi peserta didik CI,
bahkan dapat mengakibatkan frustrasi (Semiawan 2008).
d. Prestasi belajar kurang (underacheievement)
Keberbakatan tidak selalu menjamin sukses akademik, produktivitas
maupun kreativitas. Tekanan perasaan harus menjadi manusia
cerdas, luar biasa, selalu kreatif dan berprestasi tinggi dapat
menjadikannya bersikap defensif dan justru mengakibatkan prestasi
belajarnya tidak optimal (Semiawan, 2008).
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 54
e. Merencanakan karir
Peserta didik CI biasanya sudah lebih matang untuk menentukan
pilihan karir yang akan dikembangkan, namun tidak menutup
kemungkinan kadang kurang selaras antara keinginan orang tua
dengan dirinya. Kadangkala juga mengalami kebimbangan sehingga
dibutuhkan fasilitator untuk memantapkan karir yang akan dipilih.
2. Peran Guru Sebagai Konselor
Guru peserta didik CI mempunyai peran dalam pelayanan konseling.
Kegiatan yang dapat dilakukan oleh guru antara lain:
a. Menyediakan aktivitas-aktivitas yang bertujuan mengembangkan
psikososial positif,
b. Mengimplementasikan kurikulum secara efektif dengan
menitikberatkan pada kebutuhan peserta didik CI,
c. Menyediakan pembicara dalam kelas yang dapat menjadi model
peran untuk peserta didik CI,
d. Menyiapkan bibliografi yang menitikberatkan pada biografi atau
autobiografi,
e. Menggunakan konsultasi kelompok kecil dan individual sebagai
strategi untuk meningkatkan pemahaman sosial dan diri,
f. Menggunakan literatur dan seni sebagai cara untuk mengatasi
masalah efektif dan kognitif,
g. Menyelenggarakan konferensi orangtua,
h. Membentuk kelompok diskusi orangtua.
3. Bidang Layanan Bimbingan dan Konseling
a. Bimbingan Akademis (Bidang Belajar)
Bimbingan akademis diperlukan agar peserta didik dapat mencapai
prestasi optimal dalam belajar sesuai bakat dan kemampuannya.
Upaya yang dapat dilakukan adalah:
1. Memonitor prestasi akademik berdasarkan hasil ulangan
harian,
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 55
2. Memanggil peserta didik atau orangtua peserta didik yang
berkaitan dengan prestasi akademik di bawah target, dan
3. Memotivasi berdisiplin dalam belajar.
b. Bimbingan Kepribadian (Bidang Pribadi)
Bimbingan kepribadian diarahkan agar peserta didik dapat
mengembangkan konsep diri yang sehat, dapat memahami dirinya
dan lingkungannya dengan baik dan mampu mewujudkan dirinya
dalam hubungan yang serasi dengan diri sendiri, keluarga, sekolah,
alam, masyarakat dan Tuhan Yang Maha Esa, misalnya:
1. Mengetahui kegiatan sehari-hari di rumah, sekolah dan
masyarakat melalui jadwal kegiatan sehari-hari,
2. Menjaring data peserta didik melalui daftar cek masalah,
sosiometri, angket, dan wawancara,
3. Menghimpun data dari guru pada saat kegiatan pembelajaran.
c. Bimbingan Karir
Bimbingan karir diperlukan agar peserta didik dapat membuat pilihan
yang tepat dalam merencanakan karirnya, misalnya:
1. Informasi tentang apa dan bagaimana layanan percepatan
belajar,
2. Pemanggilan peserta didik/orangtua peserta didik yang
berkaitan dengan permasalahan pribadi, sosial, belajar dan
karir yang di hadapi,
3. Layanan BK melalui modul bimbingan pribadi/sosial, bimbingan
belajar dan bimbingan karir.
4.8 Pendanaan
Dana yang diperlukan layanan pendidikan khusus CI relatif lebih
besar dibandingkan dana yang diperlukan dalam layanan reguler. Untuk
itu demi keberhasilan pelaksanaan layanan tersebut, sekolah
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 56
penyelenggara hendaknya berupaya menjalin kerjasama yang saling
menguntungkan dan tidak mengikat dengan berbagai pihak misalnya
pemerintah, masyarakat, dan lembaga terkait lainnya. Peran aktif orangtua
peserta didik pendidikan khusus CI dalam pengadaan dana sebagaimana
halnya pembinaan kegiatan penunjang lainnya mutlak diperlukan oleh
sekolah.
4.9 Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan
Layanan pendidikan khusus CI dapat dilaksanakan setelah sekolah-
sekolah tersebut memiliki persyaratan penyelenggaraan pendidikan yang
ditetapkan, baik yang menyangkut peserta didik, guru, sarana prasarana,
kurikulum, dan lain-lain, termasuk pembentukan Dewan Pendidikan,
Komite Sekolah, dan/atau Wakil Orangtua Tingkat Kelas (WOTK) sangat
diperlukan. Banyak hal dan kegiatan yang dapat dilakukan oleh Komite
Sekolah terhadap sekolah, yang pada gilirannya akan sangat membantu
penyelenggaraan pendidikan pada sekolah tersebut.
Keberadaan Komite Sekolah ditetapkan berdasarkan Kepmendiknas
RI Nomor 004/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
Komite Sekolah berkedudukan di setiap sekolah, sedangkan Dewan
Pendidikan di setiap Kabupaten/Kota dan/atau Provinsi.
1. Komite Sekolah
Komite Sekolah berperan sebagai:
a. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan
pelaksanaan kebijakan pendidikan di sekolah,
b. Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial,
pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di
sekolah,
c. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan
akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di
sekolah,
d. Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di
sekolah.
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 57
2. Dewan Pendidikan
Dewan Pendidikan berperan sebagai:
a. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan
pelaksanaan kebijakan pendidikan,
b. Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial,
pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan,
c. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan
akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan,
d. Mediator antara pemerintah (eksekutif) dan Dewan Rakyat Daerah
(legislatif) dengan masyarakat.
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 58
Layanan pendidikan khusus CI pada satuan pendidikan SMA baik
negeri maupun swasta, yang merupakan model layanan pendidikan bagi
peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan istimewa, masih dalam
proses pengembangan atau dalam proses ujicoba. Layanan dimaksud
dikelola oleh Direktorat Jenderal Menengah (Ditjen Dikmen) yang secara
operasional dilaksanakan oleh Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus
dan Layanan Khusus (PKLK).
Namun untuk operasionalnya sesuai dengan perwujudan proses
otonomi, sekolah-sekolah yang menjadi ujicoba layanan pendidikan
khusus CI ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi dengan
memperhatikan rekomendasi dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota yang
mengacu pada Pedoman Penyelenggaraan Layanan pendidikan khusus
CI. Untuk melakukan upaya pembinaan, sekolah-sekolah tersebut
dipantau dan dikendalikan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah.
5.1 Mekanisme Pembinaan
1. Kelembagaan
a. Pembina Tingkat Nasional adalah Direktorat Jenderal Pendidikan
Menengah (Ditjen Dikmen), cq. Direktorat Pembinaan Pendidikan
Khusus dan Layanan Khusus yang berhubungan dengan
Penyusunan pedoman penyelenggaraan layanan pendidikan khusus
CI, monitoring dan supervisi, penilaian layanan, dan penutupan.
Sedangkan dalam proses pengembangan/ujicoba oleh Tim
Pengembang/Tim Pengendali yang terdiri dari Ditjen Dikmen,
Balitbang dan Perguruan Tinggi,
b. Pembina Tingkat Daerah adalah: (1) Dinas Pendidikan Provinsi
(Subdinas yang menangani PKLK) untuk pembinaan umum
penyelenggaraan pendidikan khusus CI dan membantu pembinaan
tingkat nasional; (2) Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota (Subdinas
yang menangani PKLK) untuk pembinaan khusus penyelenggaraan
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 59
pendidikan khusus CI seperti diklat tenaga kependidikan, pembinaan
manajemen sekolah, pembinaan peningkatan mutu sekolah, serta
pembinaan dalam pemberdayaan peran serta masyarakat.
2. Mekanisme
a. Mekanisme Pembinaan Tingkat Nasional
1. Ditjen Dikmen cq. Direktorat Pembinaan PKLK memberikan
informasi ke daerah/sekolah tentang layanan, persyaratan, proses
pengusulan dan penetapan penyelenggaraan pendidikan khusus
CI,
2. Ditjen Dikmen cq. Direktorat Pembinaan KPLK melakukan
peninjauan, pendataan, identifikasi sekolah penyelenggara
pendidikan khusus CI,
3. Ditjen Dikmen cq. Direktorat Pembinaan KPLK memberikan diklat
bagi sekolah calon penyelenggara pendidikan khusus CI,
4. Secara berkala dan terlayanan, Ditjen Dikmen cq. Direktorat
Pembinaan PKLK sedikitnya setahun sekali melakukan
monitoring, supervisi, serta penilaian pelaksanaan pendidikan
khusus CI.
b. Mekanisme Pembinaan Tingkat Daerah ( Provinsi, Kabupaten/Kota)
1. Dinas Pendidikan Provinsi menerima usulan dari sekolah
penyelenggara pendidikan khusus CI yang telah diketahui oleh
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota,
2. Dinas Pendidikan Provinsi, Kabupaten/Kota menindaklanjuti
dengan Penetapan Sekolah penyelenggara pendidikan khusus CI
didaerahnya (bagi yang memenuhi kriteria);
3. Dinas Pendidikan Provinsi, Kabupaten/Kota menyelenggarakan
diklat untuk tenaga kependidikan di daerah;
4. Secara berkala dan terlayanan Dinas Pendidikan Provinsi,
Kabupaten/Kota sesuai tugas dan fungsinya melakukan
monitoring, supervisi dan penilaian terhadap Sekolah
penyelenggara pendidikan khusus CI.
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 60
5.2 Monitoring dan Supervisi
1. Monitoring
a. Lembaga
Pelaksana Monitoring adalah:
i. Ditjen. Dikmen cq. Direktorat Pembinaan PKLK
ii. Dinas Pendidikan Provinsi (Subdinas PKLK)
iii. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, sesuai dengan fungsi dan tugas
kelembagaan serta tugas dan fungsi lembaga dalam kaitannya
Pengembangan/Ujicoba penyelenggaraan pendidikan khusus CI.
iv. Komite sekolah.
b. Aspek yang dimonitor
Sesuai tugas dan fungsi dan kewenangan masing-masing lembaga
tersebut diatas, maka aspek yang dimonitor oleh:
1) Ditjen. Dikmen cq. Direktorat Pembinaan PKLK adalah:
i. Persiapan penyelenggaraan pendidikan khusus CI: peserta didik,
guru, kurikulum, sarana dan prasarana, dana, dan manajemen
ii. Pelaksanaan,
iii. Peran serta masyarakat dalam rangka mendukung
penyelenggaraan pendidikan khusus CI di sekolah bersangkutan.
2) Dinas Pendidikan Provinsi:
i. Keterlaksanaan layanan, dan
ii. Koordinasi instansi terkait dalam pelaksanaan pendidikan khusus
CI di sekolah bersangkutan.
3) Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota:
i. Keterlaksanaan layanan, serta
ii. Peran masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan khusus CI di
sekolah bersangkutan.
c. Waktu Pelaksanaan Monitoring
Sesuai dengan tugas dan fungsi serta kondisi, situasi dan potensi
daerah serta kepentingannya, waktu pelaksanaan monitoring diatur
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 61
oleh masing-masing pihak yang berwenang seperti tersebut di atas,
dengan selalu melakukan koordinasi.
d. Instrumen Monitoring
Instrumen monitoring disiapkan oleh masing-masing lembaga yang
melaksanakan monitoring sesuai dengan kepentingannya (sesuai
aspek yang dimonitor).
2. Supervisi
Dalam pelaksanaan supervisi, kelembagaan, aspek yang di supervisi
sama, sedangkan pengaturan waktu pelaksanaan supervisi serta
instrumen supervisi ditentukan atau disiapkan oleh masing-masing
lembaga yang melakukan supervisi (disesuaikan dengan kegiatan
monitoring).
a. Lembaga
Pelaksana Supervisi adalah:
i. Ditjen. Dikmen cq. Direktorat Pembinaan PKLK
ii. Dinas Pendidikan Provinsi (Subdinas PKLK),
iii. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, sesuai dengan fungsi dan tugas
kelembagaan serta tugas dan fungsi lembaga dalam kaitannya
pengembangan/ujicoba penyelenggaraan pendidikan khusus CI.
iv. Kumite sekolah.
b. Aspek yang disupervisi
Sesuai tugas dan fungsi dan kewenangan masing-masing lembaga
tersebut di atas, maka aspek yang disupervisi oleh:
1) Ditjen. Dikmen cq. Direktorat Pembinaan PKLK adalah:
i. Persiapan penyelenggaraan pendidikan khusus CI seperti peserta
didik, guru, kurikulum, sarana dan prasarana, dana, dan
manajemen
ii. Pelaksanaan pendidikan khusus CI, dan
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 62
iii. Peran masyarakat dalam rangka mendukung penyelenggaraan
pendidikan khusus CI di sekolah bersangkutan.
2) Dinas Pendidikan Provinsi:
i. Keterlaksanaan layanan, dan
ii. Koordinasi instansi terkait dalam pelaksanaan pendidikan khusus
CI di sekolah bersangkutan.
3) Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota:
i. Keterlaksanaan layanan, serta
ii. Peran dan masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan khusus CI
di sekolah bersangkutan.
c. Waktu Pelaksanaan Supervisi
Sesuai dengan tugas dan fungsi serta kondisi, situasi dan potensi
daerah serta kepentingannya, waktu pelaksanaan supervisi diatur oleh
masing-masing pihak yang berwenang seperti tersebut di atas, dengan
selalu melakukan koordinasi.
d. Instrumen Supervisi
Instrumen supervisi disiapkan oleh masing-masing lembaga yang
melaksanakan monitoring sesuai dengan kepentingannya (sesuai
aspek yang disupervisi).
5.3 Evaluasi Layanan
1. Lembaga Evaluator
Penyelenggara pendidikan khusus CI masih dalam proses
pengembangan atau ujicoba, dengan demikian evaluasi
penyelenggaraan pendidikan khusus CI di sekolah yang telah
ditetapkan oleh Dirjen Dikdasmen, maka lembaga penilainya adalah
Ditjen Dikmen cq Dit Pembinaan PKLK.
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 63
2. Unsur-unsur yang dievaluasi
Sesuai dengan kedudukan penyelenggaraan pendidikan khusus CI di
sekolah-sekolah yang ditetapkan oleh Dirjen Dikmen, maka evaluasi
penyelenggaraan pendidikan khusus CI ditujukan pada unsur-unsur
sebagai berikut:
a. Penyiapan calon peserta pendidikan khusus CI;
b. Penyiapan Sumberdaya pendidikan untuk penyelenggaraan
pendidikan khusus CI, yang meliputi:
i. guru, tenaga pendidik dan tenaga kependidikan,
ii. sarana dan prasarana ruang belajar, laboratorium, ruang
perpustakaan, alat peraga/praktek, media pendidikan buku, dll,
iii. dana, untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan khusus
CI,
c. Pelaksanaan manajemen sekolah dalam rangka penyelenggaraan
pendidikan khusus CI,
d. Pelaksanaan pembelajaran dan layanan secara keseluruhan
e. Kerjasama dengan berbagai lembaga/instansi, masyarakat, dan
dunia usaha/industri dalam rangka kelancaran penyelenggaraan
pendidikan khusus CI,
f. Hasil belajar peserta didik peserta pendidikan khusus CI.
3. Waktu Pelaksanaan Evaluasi
Evaluasi dilakukan secara periodik sesuai dengan unsur yang
dievaluasi (unsur butir a sampai dengan f, seperti tersebut di atas):
a. Untuk evaluasi butir a dan b, evaluasi dilaksanakan pada awal
penyelenggaraan;
b. Untuk butir c dan d, evaluasi dilaksanakan saat pendidikan khusus
CI berlangsung (sekurang-kurangnya 2 kali setahun, pada
pertengahan tahun pelajaran dan pada akhir tahun pelajaran);
c. Untuk butir e dan f, evaluasi dilaksanakan pada akhir tahun
pelajaran.
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 64
4. Instrumen Evalusi yang terdiri dari:
a. Standar evaluasi penyelenggaraan pendidikan khusus CI;
b. Format evaluasi Penyelenggaraan pendidikan khusus CI yang
memuat unsur evaluasi butir a s.d f tersebut di atas (Instrumen
evaluasi) disiapkan oleh Ditjen Dikmen cq. Dit. Pembinaan PKLK.
5.4 Pelaporan
Dalam rangka ujicoba pendidikan khusus CI, pelaporan dari sekolah
yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan khusus CI
disampaikan kepada Dinas Pendidikan Provinsi dengan tembusan Dinas
Pendidikan Kabupaten/Kota. Kemudian Dinas Pendidikan Provinsi
membuat laporan perkembangan pendidikan khusus CI pada sekolah-
sekolah di wilayahnya, disampaikan kepada Direktorat Jenderal
Pendidikan Menengah. C.q. Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan
Layanan Khusus dengan tembusan direktorat terkait.
5.5 Sanksi
Tata cara penyelenggaraan layanan pendidikan khusus CI yang
dilakukan oleh sekolah telah diatur dalam Pedoman Penyelenggaraan
Layanan pendidikan khusus CI yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal
Pendidikan Menengah. Apabila Tim dari Ditjen Dikmen atau Tim Dinas
Pendidikan Provinsi melakukan supervisi ke sekolah penyelenggara
pendidikan khusus CI dan ternyata menemukan hal-hal yang tidak sesuai
dengan ketentuan yang berlaku, maka sekolah yang bersangkutan akan
mendapat sanksi, sebagai berikut:
1. Ringan, diberi pedoman untuk memperbaiki sesuai dengan
Pedoman penyelenggaraan layanan pendidikan khusus CI;
2. Sedang, teguran tertulis dari pembina pusat atau daerah untuk
proses penyempurnaan;
3. Berat, akan dicabut SK Penetapan penyelenggaraan pendidikan
khusus CI atau tidak diperbolehkan lagi menyelenggarakan layanan
pendidikan khusus CI.
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 65
Orientasi penyelenggaraan pendidikan saat ini telah berubah dari
manajemen berbasis pusat menuju manajemen berbasis sekolah (School
Based Management/ MBS). Pada dasarnya MBS memberikan peluang
besar kepada sekolah untuk mengatur dirinya sendiri dalam rangka
memberikan layanan pendidikan kepada peserta didik dan masyarakat
(stakeholders), tetapi masih dalam koridor kebijakan pemerintah yang
ditetapkan secara nasional.
Perubahan orientasi manajemen ini telah mendorong para
penyelenggara satuan pendidikan (sekolah) untuk mengelola layanan
pendidikan kepada masyarakat lebih optimal dan lebih berdaya guna,
termasuk kepada peserta didik CI. Penyelenggaraan layanan pendidikan
khusus CI dapat dilakukan dengan:
1. Menyelenggarakan satuan pendidikan khusus CI (gambar 5)
2. Menggunakan Sistem Kredit Semester (SKS) dengan peserta didik
CI digabung dengan regular (gambar 3),
3. Menggunakan Sistem Kredit Semester (SKS) dengan peserta didik
CI dipisahkan dengan regular (gambar 4),
4. Menggunakan sistem paket dengan peserta didik CI dipisahkan
dengan regular (gambar 2).
Penyusunan naskah kajian ini telah melalui uji publik dan telah
mempertimbangkan Sandar Nasional Pendidikan. Selanjutnya kami
mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Pembinaan Pendidikan
Khusus dan Layanan Khusus Pendidikan Menengah, Direktorat Jenderal
Pendidikan Menegah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia yang telah membiayai kegiatan penyusunan naskah kajian ini.
Semoga naskah kajian pengembangan pendidikan khusus CI ini dapat
memberikan kontribusi dalam bidang pendidikan.
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 66
Achir, Y.A. (1990). Bakat dan Prestasi. Disertasi. Jakarta: Layanan
Pascasarjana, Universitas Indonesia.
Alsa, A. (2007). Keunggulan Dan Kelemahan Layanan Akselerasi Di Sma:
Tinjauan Psikologi Pendidikan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru
Besar pada Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
: Universitas Gadjah Mada
Departemen Pendidikan Nasional (2003). Pedoman Penyelenggaraan
Layanan Percepatan Belajar SD, SMP, dan SMA. (Satu Model
Pelayanan Bagi Peserta Didik Yang Memiliki Potensi Kecerdasan
Dan Bakat Istimewa). Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan
Menengah
Gardner, H. (1983). Frames of Mind : The Theory of Multiple Intelligences.
New York : Basic Books
Hawadi, L.F. (2004). Akselerasi. A-Z Informasi Layanan Percepatan
Belajar dan Anak Berbakat Intelektual. Jakarta : Gramedia
Widyasarana Indonesia
Hawadi, R.A., Wihardjo, R.S.D., dan Wiyono, M. (2001). Keberbakatan
Intelektual. Panduan Bagi Penyelenggaraan Layanan Percepatan
Belajar. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana
Lubis, S.D.B.U. (2004). Aspek-Aspek dalam Bimbingan Konseling Bagi
Peserta didik Akselerasi. Dalam Akselerasi. A-Z Informasi Layanan
Percepatan Belajar dan Anak Berbakat Intelektual. Editor Reni
Akbar-Hawadi. Jakarta : Gramedia Widyasarana Indonesia
Mangunsong, F. (2011). Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan
Khusus. Jilid Kedua. Jakarta : Lembaga Pengembangan Sarana
Pengukuran dan Pendidikan Psikologi
Martinson, R.A. (1974). The Identification of the Gifted and Talented.
California: Ventura.
Munandar, S.C.U. (2012). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat.
Jakarta : Rineka Cipta
Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa
| 67
Ormrod, J.E. (2009). Psikologi Pendidikan. Membantu Peserta didik
Tumbuh dan Berkembang. Alih bahasa : Wahyu Indianti, Eva
Septiana, Airin Y. Saleh, Puji Lestari. Editor : Rikard Rahmat. Jakarta
: Penerbit Erlangga
Renzulli, J. S. (1977). The Enrichment Triad Model: A guide for developing
defensible layanans for the gifted and talented. Mansfield Center,
CT: Creative Learning Press.
Renzulli, J.S. (2007). Enriching Curriculum for All Students. Thousand
Oaks. CA : Corwin Press
Semiawan, C. R. (1992). Pengembangan Kurikulum Berdiferensiasi.
Jakarta: Grasindo.
Sidi, I.J. (2004). Anak Berbakat Intelektual dalam Perspektif Masa Depan.
Dalam Akselerasi. A-Z Informasi Layanan Percepatan Belajar dan
Anak Berbakat Intelektual. Editor Reni Akbar-Hawadi. Jakarta :
Gramedia Widyasarana Indonesia
Sidi, I.J. (2013). Uji Publik. Draft Naskah Kajian Pengembangan
Pendidikan Cerdas Istimewa. Tanggapan Ahli. Direktorat Pembinaan
Pendidikan Khusus Dan Layanan Khusus, Direktorat Jenderal
Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan
Republik Indonesia
Supriyanto, E. (2012). Pengembangan Kurikulum Pendidikan Cerdas
Istimewa. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (1989). Jakarta: Dharma
Bhakti.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (2003). Jakarta,
Departemen Pendidikan Nasional.
Widyastono, H. (2011). Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester. Naskah
Presentasi. Jakarta : Pusat Kurikulum Balitbang Kemendiknas
View publication statsView publication stats
9 786026 599346
q1B-bEA-b5qq-?+-b
il lil lil til tffil il il lffi l|l til tl| tffi il tffi