Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

72
* TISTIKA PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS CERDAS ISTIMEWA I *rx: a gift*q* *txsl*&t" f. t t ft ' '{. &r:rJi t:,t . l: ' '? :-::"' ",, '' :.lrriL-rt?; :r;- el)tlhu.tvl UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA Prof. Akhmad Fauzy, Ph.D *

Transcript of Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Page 1: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

*

TISTIKA

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS

CERDAS ISTIMEWA

I *rx: a gift*q* *txsl*&t"f.ttft' '{.

&r:rJi t:,t .

l: ' '? :-::"' ",, ''

:.lrriL-rt?; :r;-

el)tlhu.tvl

UNIVERSITASISLAMINDONESIA

Prof. Akhmad Fauzy, Ph.D

*

Page 2: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

KAJIAN STATISTI KA PENGEM BANGAN

PENDIDIKAN KHUSUS CERDAS ISTIMEWA

DESAIN COVER:Dharna A.

Layout:Dharna A

Ukuran Buku:21x29.7

Halaman:iv+67

Cetakan I,2015

Diterbitkan oleh

Sanksi Pelanggaran Pasal 72Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002

Tentang IIAK CIPTA1. Barangsiapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak

melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal2 Ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan Ayat (2) dipidana dengan

pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu)bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu

juta rupiah), ata,u pidana penjara paling lamaT (tujuh)tahun d,an/atau denda pa ling banyak Rp5.000.000.000,00

(lima miliar rupiah).2. Bamngsiapa dengan sengaj a menyiarkan, memamerkan,

mengedarkan, ataumenjual kepada umum suatu ciptaanatatbarang hasil pelanggaran Hak Cipta atau hak terkait

sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dipidana de ngan pidanapenjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda

l1

P e ng e tzls a.n.g a n P e ndkl ikan Kh r, i,sus C e r d cs s I s I i m eru a

Page 3: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| ii

ABSTRAK

Peningkatan mutu pendidikan khusus jenjang Pendidikan Menengah merupakan bagian integral dan fundamental dari upaya pembinaan dan pengembangan pendidikan nasional. Dengan demikian perlu dilakukan upaya-upaya yang mengarah pada pemerataan dan perluasan akses, peningkatan mutu, pencitraan publik secara terpadu dan berkesinambungan dalam pemberian kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus dan anak lainnya untuk mendapatkan pendidikan yang optimal sesuai dengan potensi dan bakat yang dimiliki. Keberhasilan pendidikan khusus tingkat menengah bergantung dari dukungan dan peran serta unsur pemerintah, orang tua, dan masyarakat sebagai wujud tanggungjawab memenuhi tuntutan terhadap pendidikan untuk semua.

Dalam konteks Indonesia, anak-anak yang memiliki kecerdasan istimewa (CI) juga termasuk anak berkebutuhan khusus. Upaya pemerintah untuk memberikan pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan istimewa adalah dengan menyelenggarakan layanan percepatan belajar (akselerasi) dan pengayaan (enrichment). Layanan akselerasi adalah layanan belajar yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menyelesaikan pendidikan lebih cepat dari waktu biasa, yaitu SMA dari 3 tahun menjadi 2 tahun namun tetap memberikan layanan pengembangan dan pendalaman materi ajar. Sedangkan layanan pengayaan dimaksudkan untuk memberikan kesempatan belajar kepada peserta didik dalam kurun waktu yang sama dengan peserta didik reguler tetapi materi yang diajarkan lebih luas dan mendalam.

Dengan bertambahnya jumlah anak berkebutuhan khusus, maka Direktorat Pembinaan PKLK Pendidikan Menengah Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia perlu melakukan berbagai langkah strategis untuk memberikan dan meningkatkan mutu pendidikan khusus, antara lain dengan menulis buku ini.

Yogyakarta, Desember 2015

Prof. Akhmad Fauzy, Ph.D

Page 4: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| iii

Daftar Isi

1. PENDAHULUAN ................................................................................. 1

1.1 Dasar Pemikiran ........................................................................... 1 1.2 Tujuan ........................................................................................... 2 1.3 Landasan ...................................................................................... 3 1.4 Permasalahan Peserta Didik Cerdas Istimewa ........................... 18

2. KONSEP DASAR .............................................................................. 23 2.1 Pengertian Cerdas Istimewa ....................................................... 23 2.2 Karakteristik Peserta Didik Cerdas Istimewa ............................... 26 2.3 Prinsip-prinsip Penyelenggaraan Cerdas Istimewa ..................... 28

3. PERSIAPAN PENDIDIKAN ............................................................... 32 3.1 Persiapan Pendidikan ................................................................. 32 3.2 Mekanisme Penyelenggaraan ..................................................... 32

4. PENYELENGGARAAN LAYANAN PENDIDIKAN ............................. 34

4.1 Layanan pendidikan .................................................................... 34 4.2 Identifikasi ................................................................................... 40 4.3 Kurikulum .................................................................................... 42 4.4 Guru ............................................................................................ 48 4.5 Sarana Prasarana ....................................................................... 50 4.6 Sistem Evaluasi ........................................................................... 50 4.7 Bimbingan dan Konseling ............................................................ 52 4.8 Pendanaan .................................................................................. 55 4.9 Komite Sekolah dan dewan Pendidikan ...................................... 56

5. PEMBINAAN ..................................................................................... 58 5.1 Mekanisme Pembinaan ............................................................... 58 5.2 Monitoring dan Supervisi ............................................................. 60 5.3 Evaluasi Layanan ........................................................................ 62 5.4 Pelaporan .................................................................................... 64 5.5 Sanksi ......................................................................................... 64

6 PENUTUP ......................................................................................... 65

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 66

Page 5: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 1

B

PENDAHULUAN

1.1 Dasar Pemikiran

Pendidikan di Indonesia pada umumnya lebih banyak

diselenggarakan secara klasikal, hal ini dilakukan karena untuk memenuhi

pemerataan akses pendidikan yang terjangkau oleh seluruh lapisan

masyarakat.

Kelemahan yang tampak dari penyelenggaraaan pendidikan klasikal

adalah tidak terakomodasinya kebutuhan kebutuhan individual di luar

kelompok peserta didik normal, padahal sebagaimana diketahui bahwa

hakikat pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi kecerdasan

dan bakat setiap peserta didik yang dimilikinya secara optimal.

Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus

Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah sesuai dengan amanat pasal

32 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional, melakukan pembinaan dan pengembangan

layanan layanan pendidikan khusus dan layanan khusus dalam rangka

memberikan pelayanan kepada peserta didik yang memiliki potensi

kecerdasan dan bakat istimewa.

Peningkatan mutu Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus jenjang

Pendidikan Menengah merupakan bagian integral dan fundamental dari

upaya pembinaan dan pengembangan pendidikan nasional. Dengan

demikian perlu dilakukan upaya-upaya yang mengarah pada pemerataan

dan perluasan akses, peningkatan mutu, pencitraan publik secara terpadu

dan berkesinambungan dalam pemberian kesempatan kepada anak

berkebutuhan khusus dan anak lainnya untuk mendapatkan pendidikan

yang optimal sesuai dengan potensi dan bakat yang dimiliki. Keberhasilan

Pendidikan Khusus (PK) dan Layanan Khusus (LK) tingkat menengah

bergantung dari dukungan dan peran serta unsur pemerintah, orang tua,

dan masyarakat sebagai wujud tanggungjawab memenuhi tuntutan

terhadap pendidikan untuk semua.

Page 6: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 2

Dalam konteks Indonesia, yang dimaksudkan dengan anak

berkebutuhan khusus juga termasuk didalamnya anak-anak yang memiliki

kecerdasan istimewa dan bakat istimewa. Upaya pemerintah untuk

memberikan pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki

potensi kecerdasan istimewa adalah dengan menyelenggarakan layanan

percepatan belajar (akselerasi) dan pengayaan (enrichment). Layanan

akselerasi adalah layanan belajar yang memberikan kesempatan kepada

peserta didik untuk menyelesaikan pendidikan lebih cepat dari waktu

biasa, yaitu SMA dari 3 tahun menjadi 2 tahun namun tetap memberikan

layanan pengembangan dan pendalaman materi ajar. Sedangkan layanan

pengayaan dimaksudkan untuk memberikan kesempatan belajar kepada

peserta didik dalam kurun waktu yang sama dengan peserta didik reguler

tetapi materi yang diajarkan lebih luas dan mendalam. Sementara itu

layanan pendidikan bagi anak berbakat istimewa dilakukan dengan

melatih dan mengembangkan bakat yang dimiliki.

Dengan bertambahnya jumlah anak berkebutuhan khusus, maka

Direktorat Pembinaan PK dan LK Pendidikan Menengah, Direktorat

Jenderal Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan perlu melakukan berbagai langkah strategis untuk

memberikan dan meningkatkan mutu pendidikan khusus dan layanan

khusus, antara lain dengan membuat naskah kajian pengembangan

pendidikan khusus Cerdas Istimewa (CI) pada pendidikan menengah.

1.2 Tujuan

Secara umum tujuan dari membuat naskah kajian pengembangan

pendidikan khusus CI pada pendidikan menengah adalah memberikan

bantuan berupa pedoman/panduan secara standar kepada penyelenggara

satuan pendidikan khusus CI.

Adapun tujuan khususnya antara lain:

a. Memberikan pemahaman kepada stakeholder tentang konsep

penyelenggaraan pendidikan khusus CI.

Page 7: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 3

b. Memberikan acuan bagi lembaga calon penyelenggara pendidikan

khusus CI dalam menyusun rencana untuk memberikan layanan

pendidikan kepada peserta didik yang memiliki potensi CI.

c. Sebagai bahan acuan dalam melakukan pembinaan dan

pengembangan pendidikan khusus CI.

d. Memberi kesempatan pada peserta didik CI untuk mengikuti

pendidikan sesuai potensi kecerdasan yang dimilikinya.

e. Memenuhi hak asasi peserta didik CI untuk memperoleh pendidikan

yang sesuai dengan kebutuhannya.

f. Membentuk manusia Indonesia yang memiliki kecerdasan

intelektual, emosi, dan spiritual, serta memiliki ketahanan dan

kebugaran fisik.

g. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan

untuk peserta didik CI.

1.3 Landasan

a. Landasan Hukum/Yuridis

Landasan hukum/yuridis dari pendidikan khusus CI antara lain:

1. Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1: “Setiap warga negara

berhak mendapatkan pendidikan”,

2. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak, dalam pasal 52 dijelaskan ”anak yang memiliki

keunggulan diberi kesempatan dan aksesibilitas untuk memperoleh

pendidikan khusus,

3. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003, tanggal 8

Juli 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas):

a. Pasal 5 ayat 4: ”Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan

dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus”,

b. Pasal 32 ayat 1: ”Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi

peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti

proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental,

sosial dan latar belakang potensi kecerdasan dan bakat istimewa,

Page 8: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 4

4. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar

Nasional Pendidikan,

5. Peraturan Pemerintah No. 17/2010 tentang Pengelolaan dan

Penyelenggaraan Pendidikan. Juncto PP No. 66 tahun 2010 tentang

Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan,

6. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 24

tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi dan Standar

Kompetensi Kelulusan,

7. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 34

tahun 2006 tentang Pembinaan Prestasi Peserta Didik yang memiliki

Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa,

8. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 20

tahun 2007 tentang Standar Penilaian,

9. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 1

tahun 2008 tentang Standar Proses Pendidikan Khusus,

10. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 39

tahun 2008 tentang Pembinaan Kepesertadidikan,

11. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 70

tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang

Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/ atau Bakat

Istimewa,

12. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 36

tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan,

13. Rencana Strategi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun

2010-2014.

14. Layanan Kerja Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan

Pendidikan Layanan Khusus Pendidikan Menengah.

Page 9: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 5

b. Landasan Teoritis

Istilah Cerdas Istimewa (CI) dalam bahasa Inggris sering disebut

dengan “the gifted” yang mengandung arti sangat cerdas, cemerlang,

memiliki kemampuan mental superior. “Giftedness” mengacu pada

kapasitas intelektual yang luar biasa, atau lebih dikenal dengan

keberbakatan intelektual (Hawadi, dkk, 2001). Istilah yang secara resmi

diambil berdasarkan Undang-Undang nomor 2 tahun 1989 adalah

berkemampuan dan berkecerdasan luar biasa (Mangunsong, 2011).

Definisi peserta didik berbakat menurut USOE (United States Office

of Education) ialah mereka yang diidentifikasi oleh orang berkualifikasi

profesional memiliki kemampuan luar biasa dan mampu berprestasi tinggi.

Peserta didik tersebut membutuhkan layanan pendidikan yang

terdiferensiasi dan atau pelayanan di luar jangkauan layanan sekolah

reguler agar dapat merealisasikan kontribusi dirinya maupun masyarakat

(Hawadi, 2004). Sedangkan definisi peserta didik yang memiliki potensi

kecerdasan istimewa menurut Departemen Pendidikan Nasional (2003)

adalah mereka yang oleh psikolog dan/ atau guru diidentifikasi sebagai

peserta didik yang telah mencapai prestasi memuaskan, dan memiliki

kemampuan intelektual umum yang berfungsi pada taraf cerdas,

kreativitas yang memadai, dan keterikatan terhadap tugas yang tergolong

baik.

Konsepsi tiga cincin (The Three Ring Conception) dari Renzulli

(1977) banyak digunakan dalam menyusun pendidikan khusus CI dan

merupakan teori yang mendasari pengembangan pendidikan CI. Konsepsi

tiga cincin keberbakatan dari Renzulli menentukan giftedness sebagai

saling keterkaitan antara tiga komponen yang penting, yaitu:

1. Kemampuan umum (kapasitas intelektual) dan/atau kemampuan

khusus di atas rata-rata,

2. Kreativitas yang tinggi,

3. Komitmen terhadap tugas yang tinggi.

Dimensi kemampuan umum pada taraf kecerdasan ditetapkan

dengan nilai Intelegentia Quotient (IQ) 130 ke atas dengan pengukuran

Page 10: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 6

menggunakan skala Wechsler (Pada alat tes yang lain = rata-rata skor IQ

ditambah dua standar deviasi), dimensi kreatifitas tinggi (ditetapkan skor

Creativity Qoutient (CQ) dalam nilai baku tinggi atau plus satu standar

deviasi di atas rata-rata) dan pengikatan diri (Task Commitment/ TC)

terhadap tugas baik (ditetapkan skor TC dalam kategori nilai baku baik,

atau plus satu standar deviasi di atas rata-rata). Mengacu pendapat

Feldhusen, Hawadi dkk (2001) membagi keberbakatan intelektual dalam

tiga kategori, yaitu keberbakatan ringan (skor IQ = 115-129),

keberbakatan sedang (IQ = 130-144), dan keberbakatan tinggi (IQ = 145

keatas), menurut skala Wechsler.

Faktor - Faktor Penyebab

Menurut Mangunsong (2011) ada 2 faktor penyebab seorang anak

tergolong CI, yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik

lebih menentukan rentang dimana seseorang akan berfungsi. Faktor

lingkungan lebih menekankan apakah individu akan berfungsi pada

pencapaian lebih rendah atau lebih tinggi dari rentang tersebut.

1. Faktor Genetik dan Biologis lainnya

Pendapat bahwa kecerdasan dan kemampuan yang berkualitas

merupakan hal yang diturunkan kurang dapat diterima masyarakat yang

memandang bahwa semua orang pada dasarnya sama. Penelitian

dalam genetika perilaku menyatakan bahwa setiap jenis dalam

perkembangan perilaku dipengaruhi secara signifikan melalui gen/

keturunan. Namun demikian faktor biologis juga tidak dapat diingkari.

Faktor biologis yang belum bersifat genetik yang berpengaruh pada

inteligensi adalah faktor gizi dan neurologik. Penekanannya adalah

individu tidak mewarisi IQ atau bakat, yang diwariskan adalah

sekumpulan gen yang bersama dengan pengalaman-pengalaman yang

dapat menentukan kapasitas inteligensi dan kemampuan lainnya

(Mangunsong, 2011).

Page 11: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 7

2. Faktor Lingkungan

Stimulasi, kesempatan, harapan, tuntutan, dan imbalan dari lingkungan

mempengaruhi proses belajar seorang anak. Penelitian tentang individu

berbakat yang sukses menunjukkan masa kecil mereka di dalam

keluarga memiliki keadaan antara lain:

a. Adanya minat pribadi dari orang tua terhadap bakat anak dan

memberikan dorongan,

b. Orangtua sebagai panutan anak dalam menjalani kehidupan,

c. Ada dukungan dan penghargaan orangtua kepada anak untuk

menjelajah, berpartisipasi dalam kegiatan rumah tangga dan

kehidupan sehari-hari

d. Proses belajar awal lebih bersifat eksplorasi dan bermain, bersifat

informal, dan dapat terjadi dalam berbagai situasi

e. Keluarga berinteraksi dengan tutor/mentor, dan mengetahui

informasi untuk mengarahkan kegiatan anak,

f. Ada nilai dan perilaku yang diharapkan berkaitan dengan bakat anak

dalam keluarga,

g. Orangtua menjadi pengamat latihan, memberi pengarahan bila

diperlukan, memberikan pengakuan dan penghargaan pada perilaku

anak yang dilakukan dengan terpuji dan memenuhi standar yang

ditetapkan,

h. Orangtua mencarikan instruktur dan guru khusus bagi anak,

i. Orangtua mendorong keikutsertaan anak dalam berbagai acara

positif yang memungkinkan kemampuan anak dapat diketahui

khalayak ramai (Mangunsong, 2011).

Penelitian lain menunjukkan bahwa kelompok budaya atau etnik-

etnik tertentu menghasilkan lebih banyak anak-anak berbakat walaupun

tingkat sosial ekonominya berbeda. Hal ini berkaitan dengan mobilitas

sosial dan nilai yang tinggi pada prestasi di dalam bidang tertentu yang

ada dalam kelompok budaya dan etnik tertentu yang menjadi kontribusi

dalam keberbakatan. Jadi lingkungan memiliki pengaruh yang banyak

Page 12: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 8

terkait bagaimana genetik anak diekspresikan dalam kesehariannya

(Mangunsong, 2011).

Karakteristik

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pusat Pengembangan

Kurikulum dan Sarana Pendidikan, Badan Penelitian dan Pengembangan

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan diketahui terdapat 20 ciri-ciri

dengan masing-masing lima ciri keberbakatan yang dianggap penting oleh

guru di Indonesia. Ke-20 ciri keberbakatan dilihat dari empat aspek, yaitu

ciri kemampuan belajar, ciri kreativitas, ciri pelibatan diri, dan ciri

kepribadian. Ciri-ciri keberbakatan tersebut adalah sebagai berikut

(Mangunsong, 2011):

1. Daya tangkap cepat,

2. Memiliki kecerdasan tinggi,

3. Mudah memecahkan masalah,

4. Bersikap kritis,

5. memiliki pemikiran yang logis,

6. Kreatif,

7. Memiliki keingintahuan yang besar,

8. Berani mengutarakan dan mempertahankan pendapat,

9. Aktif, sering bertanya dengan tepat,

10. Memiliki inisiatif,

11. Memiliki tanggung jawab terhadap tugas,

12. Tekun,

13. Teratur dalam belajar,

14. Teliti,

15. Memiliki ambisi untuk berprestasi,

16. Mempunyai rasa percaya diri,

17. Memiliki jiwa kepemimpinanan,

18. Kepribadian mantap,

19. Taat pada peraturan,

20. Sopan dalam bersikap.

Page 13: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 9

Melihat ciri-ciri keberbakatan di atas, terlihat sekan-akan peserta

didik yang mempunyai potensi CI hanya mempunyai sifat-sifat yang positif

saja, sebenarnya tidak demikian. Sebagaimana remaja pada umumnya,

peserta didik CI mempunyai kebutuhan pokok akan pengertian,

penghargaan, dan perwujudan diri. Apabila kebutuhan tersebut tidak

terpenuhi, mereka akan mengalami kecemasan dan keragu-raguan.

Apabila tingkah laku mereka yang berbeda dengan peserta didik pada

umumnya tidak memperoleh pengakuan, maka mereka akan mengalami

kesulitan. Martinson (Departemen Pendidikan Nasional, 2003)

menguraikan tentang masalah-masalah yang mungkin muncul berkaitan

dengan peserta didik CI, misalnya:

1. Kemampuan berpikir kritis dapat mengarah kepada sikap meragukan

(skeptis), baik terhadap diri sendiri maupun orang lain,

2. Kemampuan kreatif dan minat untuk melakukan hal-hal baru dapat

menyebabkan mereka tidak menyenangi dan mudah bosan terhadap

tugas-tugas rutin,

3. Perilaku yang ulet dan terarah pada tujuan dapat menjurus pada

keinginan untuk memaksakan atau mempertahankan pendapatnya;

4. Kepekaan yang tinggi dapat menyebebkan mereka menjadi mudah

tersinggung dan peka terhadap kritik,

5. Semangat, kesiagaan mental, dan inisiatif yang tinggi dapat

membuat kurang sabar dan kurang tenggang rasa,

6. Kemampuannya yang beragam memerlukan keluwesan dan

dukungan untuk dapat menjajagi dan mengembangkan minatnya,

7. Keinginan untuk mandiri dalam belajar dan bekerja, serta

kebutuhannya akan kebebasan dapat menimbulkan konflik karena

tidak mudah menyesuaikan diri,

8. Sikap acuh tak acuh dan malas dapat timbul karena pengajaran yang

diberikan di sekolah dianggap kurang memberi tantangan baginya.

Ditemukan juga fakta di lapangan yang menunjukkan bahwa terdapat

peserta didik CI yang tidak bisa bergaul dengan teman sebaya dan

Page 14: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 10

lingkungan, bahkan cenderung asosial, serta tidak suka berolahraga (Sidi,

2013).

c. Landasan Empiris

Berdasarkan kajiannya tentang layanan akselerasi bagi peserta didik

CI Jenjang Sekolah Menengah Atas, Alsa (2007) menemukan bahwa:

1. Peserta didik CI memperoleh percepatan dalam perkembangan

intelektual (ranah kognitif), tapi tidak memperoleh percepatan dalam

ranah afektif dan psikomotorik. Metode pembelajaran dan kegiatan

ekstrakurikuler yang dapat dipakai sebagai sarana untuk

mengembangkan ranah afektif dan psikomotorik peserta didik CI

tidak dimanfaatkan secara optimal oleh sekolah dan guru kelas

akselerasi.

2. Kendala utama tidak tercapainya standar kompetensi peserta didik

kelas akselerasi yang berkaitan dengan perkembangan ranah afektif,

adalah kurikulum yang padat, sistem ujian nasional yang

diberlakukan pemerintah, belum siapnya guru menggunakan metode

pembelajaran yang variatif, dan interaksi antara ketiga faktor

tersebut.

3. Penyelenggaraan pembelajaran di kelas akselerasi tidak memenuhi

salah satu asumsi penyelenggaraan layanan akselerasi, yaitu belajar

kontekstual, suatu pembelajaran yang melibatkan peserta didik

dalam kehidupan nyata, mendapatkan umpan balik, melakukan

refleksi, dan melakukan evaluasi.

4. Aktivitas belajar yang padat dalam layanan akselerasi mampu

meningkatkan regulasi diri peserta didik dalam belajar, sehingga

memiliki daya juang lebih tinggi dalam belajar.

5. Label “lebih unggul” menyebabkan peserta didik memiliki standar

personal dalam belajar, sehingga lebih termotivasi dan memiliki

komitmen belajar lebih tinggi untuk mencapai hasil sesuai standar

pribadinya.

Page 15: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 11

6. Tugas belajar yang banyak di luar jam sekolah memungkinkan

peserta didik CI mengembangkan pola belajar kolaboratif, yang

berpengaruh positif bagi kemampuan kerjasamanya.

7. Padatnya aktivitas belajar peserta didik kelas akselerasi di SMA tidak

menimbulkan dampak negatif. Meskipun demikian, sekolah tetap

harus melakukan pemantuan terhadap kinerja akademik dan perilaku

peserta didik pada semester awal, khususnya kepada yang tidak

memenuhi kualifikasi, karena kelompok inilah yang potensial

mengalami masalah penyesuaian.

Hasil penelitian Achir (1990) di Jakarta terhadap peserta didik SMA

menunjukkan bahwa sekitar 38 % dari peserta didik yang memiliki potensi

kecerdasan dan bakat istimewa berprestasi di bawah potensinya

(underachiever). Masalah tersebut dapat terjadi karena peserta didik CI

belum mendapat pelayanan pendidikan yang memadai. Apabila teman-

teman sekelas mereka memiliki tingkat kemampuan dan kecerdasan yang

relatif sama (homogen), hal di atas tidak akan terjadi. Dalam banyak hal

pendidikan khusus CI dengan salah satu implementasinya melalui kelas

akselerasi masih terlalu menekankan pembelajaran tentang ilmu

pengetahuan pada aspek kognitif saja, kurang memberi perhatian pada

pengembangan kecerdasan emosi, olahraga, maupun kemampuan

berkomunikasi dan kepemimpinan yang justru dibutuhkan dalam bekerja

kelak (Sidi, 2013).

Karakteristik peserta didik CI yang berprestasi di bawah potensinya

menurut Rimm (Munandar, 2012) dapat diklasifikasikan menjadi tiga

berdasarkan sebab dan gejala yang tampak. Pertama adalah karakteristik

primer, yaitu harga diri yang rendah (low self esteem). Harga diri yang

rendah ini menyebabkan munculnya karakteristik kedua (karakteristik

sekunder), yaitu perilaku menghindari tugas-tugas akademik (academic

avoidance behavior), yang mengakibatkan karakateristik ketiga (tersier),

seperti kebiasaan belajar yang buruk, tidak menguasai ketrampilan,

mengalami masalah terkait kedisiplinan dan interaksi sosial.

Page 16: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 12

Berdasarkan kajian tentang kurikulum pendidikan khusus CI,

Supriyanto (2012) menemukan bahwa selama ini kurikulum pendidikan

khusus CI di Indonesia masih menggunakan kurikulum reguler yang

memiliki karakter keunggulan normal (standar), yang logika menu

kurikulumnya dianggap kurang sesuai dan tidak menantang bagi peserta

didik CI yang mempunyai keunggulan dalam kecerdasan. Ditambahkan

bahwa berdasaran kajian beberapa ahli, ketidaksesuaian struktur dan

muatan kurikulum bagi peserta didik CI dapat mengakibatkan terjadinya

underacheivement. Oleh karena itu perlu dilakukan peningkatan isi

(eskalasi) kurikulum agar lebih sesuai dengan karakter peserta didik CI.

Pendidikan khusus CI telah dimulai sejak tahun 2002. Hal ini dibuktikan

dengan telah diterbitkannya Keputusan Dirjen Dikdasmen Kemdiknas No.:

511/C/Kep/MN/2002 tentang Penyelenggara Layanan Percepatan Belajar.

Secara lengkap dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 1: Sekolah Menengah Umum Penyelenggara Layanan Percepatan Belajar Berdasarkan Keputusan Dirjen Dikdasmen Kemdiknas

No.: 511/C/Kep/MN/2002

No Nama Sekolah

1 SMUN 81 Jakarta

2 SMUN 1 Yogyakarta

3 SMUN 5 Surabaya

4 SMU Plus Muhammadiyah Medan

5 SMU Plus Negeri 17 Palembang

6 SMU Titian Teras Muara Jambi, Jambi

7 SMUN 8 Pekan Baru

8 SMUN 1 Samarinda

9 SMUN 1 Balikpapan

10 SMUN 1 Banjarmasin

11 SMUN 17 Makasar

12 SMUN 9 Manado

13 SMUN 1 Denpasar

Page 17: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 13

Sebanyak 13 SMA telah menyelenggarakan pendidikan khusus CI

mulai tahun akademik 2002/2003. Sistem pendidikan yang dilakukan

adalah dengan melakukan percepatan (akselerasi). Sudah sekitar 10

tahun layanan akselerasi digulirkan namun belum ada evaluasi yang

menyeluruh berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan khusus

tersebut.

UII juga telah melakukan kajian yang berkaitan dengan pendidikan

khusus CI tingkat pendidikan menengah. Adapun penyelenggara

pendidikan khusus CI di provinsi DIY dapat dilihat dalam tabel di bawah

ini.

Tabel 2: Sekolah Menengah Atas (SMA) Penyelenggara Layanan CI Tingkat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Berdasarkan Keputusan Kepala Dinas Dikpora Provinsi DIY No.: 0651 tahun 2012

No Nama Sekolah

1 SMA Negeri 1 Yogyakarta

2 SMA Negeri 3 Yogyakarta

3 SMA Negeri 5 Yogyakarta

4 SMA Negeri 8 Yogyakarta

5 SMA Negeri 1 Wonosari

6 SMA Negeri 2 Bantul

7 SMA Negeri 1 Sedayu

8 SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta

Kajian yang telah dilakukan adalah melihat nilai seleksi (tes IQ dan nilai

UN ketika SMP. Secara ringkas dapat dilihat dalam tabel 2 di bawah ini.

Page 18: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 14

Tabel 3: Model Pendidikan, Jumlah Peserta didik, Rata-rata Nilai UN SMP dan nilai Tes IQ tahun akademik 2012/2013 Di Sekolah Penyelenggara Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa tingkat Provinsi DIY

No SMA Model Jumlah Peserta

didik

Rata-rata Nilai UN SMP Nilai Tes IQ

terendah tertinggi Rata-rata terendah tertinggi Rata-rata

1 Negeri 1 Yogyakarta Percepatan 37 9,50 9,80 9,63 106 135 121,84

2 Negeri 3 Yogyakarta Percepatan 13 9,64 9,99 9,76 129 132 130,40

3 Negeri 5 Yogyakarta Percepatan 19 9,04 9,53 9,29 110 125 119,21

4 Negeri 8 Yogyakarta Percepatan 24 9,44 9,86 9,65 122 151 134,83

5 Negeri 1 Wonosari Percepatan 24 8,03 9,48 8,82 114 128 119,79

6 Negeri 2 Bantul Pengkayaan 32 9,08 9,64 9,37 114 128 121,16

7 Negeri 1 Sedayu Percepatan 20 8,07 9,58 8,87 116 129 124,13

8 Muhammadiyah 1 Yogyakarta Percepatan 17 8,11 9,59 9,12 98 130 115,94

Rata-rata 8,86 9,68 9,31 113,63 132,25 123,41

Page 19: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 15

Terlihat bahwa dari sampel sebanyak 186 peserta didik CI, diperoleh rata-

rata nilai:

- UN SMP terendah = 8,86

- UN SMP tertinggi = 9,68

- UN = 9,31

- tes IQ terendah = 113,25

- tes IQ tertinggi = 132,25

- IQ = 123,41

UII juga telah menelusuri pendidikan khusus CI di Indonesia melalui

internet, telepon dan sumber-sumber lain. Hasil penelusuran diperoleh

sekitar 136 sekolah penyelenggaran pendidikan khusus CI.

Selanjutnya UII juga telah menelusuri pemberitaan berkaitan dengan

pendidikan khusus CI pada tingkat pendidikan menengah melalui media

masa, internet dan sumber lain.

d. Landasan Filosofis

Penyelenggaraan pendidikan khusus CI berlandasan filosofis

hakekat manusia, hakekat pembangunan nasional, tujuan pendidikan, dan

usaha untuk mencapai tujuan pendidikan. Secara lebih detail dijelaskan di

bawah ini.

Hakikat Manusia

Manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa telah dilengkapi

berbagai potensi dan kemampuan. Potensi tersebut merupakan anugerah

yang seharusnya dimanfaatkan dan dikembangkan, serta tidak disia-

siakan. Peserta didik yang memiliki potensi CI seperti peserta didik pada

umumnya, juga mempunyai kebutuhan pokok akan keberadaannya

(eksistensinya). Apabila kebutuhan pokoknya tidak terpenuhi, dapat

Page 20: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 16

mengakibatkan kecemasan dan keragu-raguan. Jika potensi tersebut tidak

dimanfaatkan, mereka akan mengalami kesulitan (Munandar, 1982).

Selain memiliki persamaan dalam sifat dan karakteristik, potensi

manusia juga memiliki tingkat dan jenis yang berbeda-beda. Pendidikan

dan lingkungan berfungsi untuk mengembangkan potensi tersebut agar

menjadi aktual dalam kehidupan, sehingga berguna bagi orang yang

bersangkutan, masyarakat, dan bangsanya, serta menjadi bekal untuk

mengabdi kepada Tuhan. Dengan demikian, usaha untuk mewujudkan

anugerah potensi tersebut secara penuh merupakan konsekuensi dari

amanah Tuhan (Departemen Pendidikan Nasional, 2003).

Hakikat Pendidikan

Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting bagi

pengembangan kehidupan manusia dan pembangunan bangsa.

Kemajuan suatu bangsa bergantung pada kemampuan bangsa tersebut

mengenali, menghargai, dan mengelola sumber daya manusianya, yang

hal ini berkaitan erat dengan kualitas pendidikan yang diberikan kepada

anggota masyarakat, terutama kepada peserta didik (Munandar, 2012).

Tujuan Pendidikan pada umumnya adalah menyiapkan lingkungan

yang memungkinkan peserta didik agar mampu mengembangkan

kemampuan dan bakatnya secara optimal, sehingga dapat

mengaktualisasikan dirinya sesuai dengan kebutuhan pribadinya dan

kebutuhan masyarakat. Setiap peserta didik memiliki bakat dan

kemampuan yang berbeda, karena itu membutuhkan layanan pendidikan

yang berbeda-beda pula. Proses pendidikan diharapkan mampu

memandu (mengidentifikasi dan membina) serta memupuk

(mengembangkan dan meningkatkan) kemampuan tersebut. (Munandar,

2012).

Page 21: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 17

Pembangunan Nasional

Manusia merupakan sentral dalam pembangunan nasional, yaitu

sebagai subyek pembangunan. Untuk dapat memainkan perannya

sebagai subyek, maka manusia Indonesia dikembangkan untuk menjadi

manusia yang utuh, yang berkembang segenap dimensi potensinya

secara wajar, sebagaimana mestinya.

Pelayanan pendidikan yang kurang memperhatikan potensi peserta

didik, bukan saja akan merugikan peserta didik itu sendiri, melainkan akan

membawa kerugian yang lebih besar bagi perkembangan pendidikan dan

percepatan pembangunan di Indonesia. Hal ini disebabkan karena negara

akan kehilangan sejumlah tenaga ahli dan terampil yang sangat

bermanfaat dalam pencapaian tujuan pembangunan secara menyeluruh.

Pendidikan nasional mengemban tugas dalam mengembangkan manusia

Indonesia sehingga menjadi manusia yang utuh, sekaligus merupakan

sumberdaya pembangunan (Departemen Pendidikan Nasional, 2003).

Tujuan Pendidikan

Pendidikan nasional berusaha menciptakan keseimbangan antara

pemerataan kesempatan dan keadilan. Pemeratan kesempatan berarti

membuka kesempatan seluas-luasnya kepada semua peserta didik dari

semua lapisan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan tanpa

dihambat perbedaan jenis kelamin, suku bangsa, dan agama. Akan tetapi,

memberikan kesempatan yang sama pada akhirnya akan dibatasi oleh

kondisi obyektif peserta didik, yaitu kapasitasnya untuk dikembangkan.

Untuk mencapai keunggulan dalam pendidikan, maka diperlukan

intensi bukan hanya memberikan kesempatan yang sama, melainkan

memberikan perlakuan yang sesuai dengan kondisi obyektif peserta didik.

Perlakuan pendidikan yang adil pada akhirnya adalah perlakuan yang

didasarkan pada minat, bakat, dan kemampuan serta kecerdasan peserta

didik. Sementara itu dipandang dari segi demokrasi, setiap peserta didik

harus diberi kesempatan sepenuhnya untuk mengembangkan dirinya

sampai ke batas kemampuan dan kecerdasannya. Di pihak lain,

Page 22: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 18

memperlakukan secara sama setiap peserta didik yang berbeda potensi

kecerdasannya merupakan ketidakadilan.

Proses pendidikan berpegang kepada azas keseimbangan dan

keselarasan, yaitu keseimbangan antara kreativitas dan disiplin,

keseimbangan antara persaingan (kompetisi) dan kerjasama (kooperatif),

keseimbangan antara pengembangan kemampuan berpikir holistik

dengan kemampuan berpikir atomistik, dan keseimbangan antara tuntutan

dengan prakarsa (Departemen Pendidikan Nasional, 2003).

1.4 Permasalahan Peserta Didik Cerdas Istimewa

Untuk melihat permasalahan peserta didik CI, UII telah melakukan

survey di 8 sekolah penyelenggara pendidikan khusus CI di provinsi DIY.

Pada survey ini digunakan kuesioner dengan pertanyaan seperti di bawah

ini.

Untuk peserta didik CI:

1. Tuliskan peristiwa-peristiwa menyenangkan yang anda alami selama

menjadi peserta didik CI,

2. Tuliskan peristiwa-peristiwa menyedihkan yang anda alami selama

menjadi peserta didik CI,

3. Tuliskan tingkah laku positif anda selama menjadi peserta didik CI,

4. Tuliskan tingkah laku negatif anda selama menjadi peserta didik CI.

Untuk orang tua dari peserta didik CI:

1. Uraikan tingkah laku Positif putra/putri Bpk./ibu setelah menjadi

peserta didik CI,

2. Uraikan tingkah laku Negatif putra/putri Bpk./ibu setelah menjadi

peserta didik CI,

3. Berikan masukan bpk/ibu terhadap pelaksanaan pendidikan CI.

Untuk guru layanan CI:

1. Uraikan peristiwa-peristiwa menyenangkan yang bpk/ibu alami

selama mendidik kelas CI,

Page 23: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 19

2. Uraikan peristiwa-peristiwa menyedihkanyang bpk/ibu alami selama

mendidik kelas CI,

3. Jelaskan kendala yang bpk/ibu alami selama mendidik kelas CI,

4. Sebutkan dukungan yang bpk/ibu peroleh dari sekolah terhadap

pelaksanaan pendidikan kelas CI,

5. Sebutkan dukungan yang bpk/ibu peroleh dari orang tua terhadap

pelaksanaan pendidikan kelas CI,

6. Sebutkan dukungan yang bpk/ibu peroleh dari Pemerintah terhadap

pelaksanaan pendidikan kelas CI.

Kesimpulan umum yang bisa didapatkan pada survey ini adalah:

1. Penentuan atau saringan peserta didik CI belum benar-benar dapat

diterapkan di setiap satuan pendidikan. Pemenuhan kuota layanan

CI di masing-masing satuan pendidikan menjadi acuan utama

terselenggaranya layanan tersebut, sehingga peserta didik yang

sebenarnya bukan berkategori Cerdas Istimewa melainkan Cerdas

saja digabungkan dengan peserta didik yang memiliki kategori

Cerdas Istimewa.

2. Belum diterapkannya kurikulum terdiferensiasi bagi peserta didik CI.

Kurikulum yang diterapkan masih memiliki pola pemadatan, yakni

kurikulum yang seharusnya terselenggara selama 3 tahun

dipadatkan menjadi 2 tahun. Hal ini berakibat terlalu beratnya para

peserta didik berkategori Cerdas saja dengan materi dan tugas yang

diberikan sehingga muncul berbagai keluhan seperti kelelahan,

kecapekan, harus mengejar materi, membuat atau berefek pada

beban psikologis lainnya (misalnya kurangnya sosialisasi, kurangnya

interaksi dengan anggota keluarga, pola tidur tidak teratur,

emosional, egois, sering mengeluh/ “sambat”, dan sebagainya).

3. Efek negatif utama yang dialami peserta didik CI adalah kelelahan

dengan banyaknya materi dan tugas sementara waktu yang

diberikan tidak seimbang. Hal ini menyebabkan keinginan untuk

refreshing sangat tinggi, sedikit waktu luang yang diperoleh peserta

Page 24: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 20

didik akan digunakan untuk refreshing atau belajar daripada kegiatan

lain yang sebenarnya juga diperlukan untuk mengembangkan bakat,

bersosialisasi, atau berinteraksi dengan lingkungan sekitar.

4. Tingkah laku peserta didik setelah mengikuti layanan CI secara

umum lebih positif, namun juga terdapat tingkah laku negatif yang

tidak disadari oleh para peserta didik, seperti keras kepala,

sombong, merasa paling benar dan baik, kurang mengembangkan

bakat, dan kurang menjaga kesehatan.

5. Peserta didik dan orang tua sama-sama mendapatkan kebanggaan

mengikuti layanan CI, namun orang tua belum memberikan porsi

sebenarnya terhadap anaknya yang mengikuti layanan CI, menuntut

anaknya harus banyak membantu pekerjaan rumah tangga,

mengikuti acara keluarga dan sebagainya. Layanan CI seharusnya

juga dipahami oleh orang tua dikarenakan peserta didik CI harus

mengikuti kurikulum yang dipadatkan.

Pada penelitian tersebut, diperbandingkan beberapa isian kuesioner

antara peserta didik, guru dan orang tua. Penelitian lebih difokuskan pada

perbandingan antara peserta didik dan orang tua, dikarenakan peserta

didik merupakan pelaku sekaligus produk yang mendapat layanan

pendidikan cerdas istimewa di masing-masing sekolah penyelenggara,

sedangkan orang tua dapat dikategorikan sebagai orang yang selalu

mengamati perkembangan seseorang yang mendapat perlakuan yang

berbeda dari kurikulum biasanya. Perbandingan tersebut antara:

1. Peristiwa yang menyenangkan yang dialami peserta didik dan yang

dialami guru,

2. Tingkah laku positif menurut peserta didik dan tingkah laku positif

menurut orang tua,

3. Tingkah laku negatif menurut peserta didik dan tingkah laku negatif

menurut orang tua,

4. Tingkah laku positif peserta didik yang dibenarkan oleh orang tua

serta tingkah laku positif tambahan yang dirasakan oleh orang tua,

Page 25: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 21

5. Tingkah laku negatif peserta didik yang dibenarkan oleh orang tua

serta tingkah laku negatif tambahan yang dirasakan oleh orang tua.

Ringkasan umum tingkah laku negatif peserta didik CI yang dirasakan diri

sendiri dan dapat dirasakan orang lain, diantaranya:

- Kelelahan, Kecapekan,

- Kurang sosialisasi dengan lingkungan sekitar,

- Kurang berinteraksi dengan anggota keluarga,

- Kurang membantu pekerjaan orang tua di rumah,

- Belajar sampai larut malam,

- Waktu tidur/ istirahat yang tidak teratur,

- Lebih emosional,

- Lebih egois,

- Mudah stress,

- Sering mengeluh,

- Sering tergesa-gesa.

Ringkasan umum tingkah laku negatif peserta didik CI yang tidak

dirasakan dirinya sendiri, tetapi dirasakan oleh orang lain, diantaranya:

- Keras kepala,

- Menjadi sombong,

- Merasa paling benar dan baik,

- Menyepelekan hal-hal yang dianggap kecil,

- Cenderung sombong dan meremehkan orang lain,

- Sembrono dan kurang teliti,

- Lupa waktu ibadah / ibadah tidak tepat waktu,

- Cepat tersinggung,

- Kurang mengembangkan bakat,

- Kurang menjaga kesehatan.

Ringkasan umum tingkah laku positif peserta didik CI yang dirasakan diri

sendiri dan dirasakan oleh orang lain, diantaranya:

Page 26: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 22

- Lebih rajin dan giat belajar,

- Bertanggung jawab,

- Mampu mengelola waktu belajar,

- Motivasi tinggi,

- Mandiri dalam belajar,

- Jarang menonton TV,

- Lebih disiplin,

- Fokus belajar,

- Tidak terpengaruh pergaulan negatif,

- Berfikir kritis dan dewasa.

Ringkasan umum tingkah laku positif peserta akselerasi yang tidak

dirasakan dirinya sendiri, tetapi dirasakan orang lain, diantaranya:

- Rajin beribadah (Sholat sunnah, puasa, baca Al Qur’an),

- Membanggakan orang tua,

- Kreatifitas dan keberanian beraktifitas,

- Berbakti pada orang tua,

- Kenakalan berkurang,

- Menjadi contoh yang baik,

- Memiliki etika yang baik,

- Ada target belajar.

Berdasarkan beberapa informasi yang dikumpulkan, pembelajaran di

pendidikan khusus CI ada yang menggunakan Sistem Kredit Semester

(SKS). Pusat kurikulum (Puskur), Badan Penelitian dan Pengembangan

(Balitbang), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) juga

telah mendesain pendidikan dengan SKS.

Page 27: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 23

2.1 Pengertian Cerdas Istimewa

Secara umum keberbakatan (giftednes) didefinisikan sebagai

kemampuan yang sangat tinggi pada satu atau lebih bidang (seperti

Matematika, IPA, IPS, menulis kreatif, seni, musik) sedemikian rupa

sehingga peserta didik membutuhkan layanan pendidikan khusus untuk

dapat mengembangkan potensinya secara sepenuhnya (Ormrod, 2009).

Menyesuaikan dengan definisi dari U.S. Office of Education (USOE),

Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan dan Yayasan

Pengembangan Kreativitas mendefinisikan anak berbakat adalah mereka

yang oleh orang-orang profesional diidentifikasi sebagai anak yang

mampu mencapai prestasi tinggi karena memiliki kemampuan yang

unggul. Anak-anak tersebut memerlukan layanan pendidikan yang

berdiferensiasi dan/ atau pelayanan di luar jangkauan layanan sekolah

biasa agar dapat merealisasikan sumbangan mereka terhadap

masyarakat maupun untuk pengembangan diri sendiri. Kemampuan-

kemampuan tersebut, baik secara potensial maupun telah nyata meliputi

satu atau dalam kombinasi: kemampuan intelektual umum, kemampuan

akademik khusus, kemampuan berpikir kreatif-produktif, kemampuan

memimpin, kemampuan dalam salah satu bidang seni, dan kemampuan

psikomotor (Munandar, 2012; Hawadi, dkk, 2001).

Implikasi dari definisi tersebut adalah harus dibedakan antara bakat

sebagai potensi yang mungkin belum terwujud dan bakat yang sudah

terwujud nyata dalam prestasi. Potensi yang belum terwujud harus

dihargai dan dikembangkan agar menjadi prestasi yang unggul. Potensi

peserta didik berbakat merupakan sumber daya manusia yang berkualitas.

Karena itu, peserta didik berbakat yang mengalami underachievement

juga diidentifikasi sebagai remaja berbakat yang memerlukan layanan

pendidikan khusus. (Munandar, 2012)

Page 28: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 24

Konsep Renzulli Mengenai Keberbakatan

Renzuli (1977) mengemukakan bahwa ciri keberbakatan terpusat

pada 3 karakteristik yaitu memiliki tingkat inteligensi di atas rata-rata,

kreativitas tinggi, dan bertanggung jawab terhadap tugas. Konsep Renzulli

terkenal dengan The Three Rings Conception, yang merupakan benang

merah antara konsep koservatif dan liberal yang sempat berkembang.

Konsep konservatif hanya menekankan pada prestasi akademis saja,

sehingga prestasi khusus seperti seni, musik, drama dan bidang lain

dianggap tidak bisa dijadikan tolak ukur keberbakatan. Sedangkan konsep

liberal mengukur suatu keberbakatan yang didapat pada usia tertentu.

Gambar 1: The Three Rings Conception (Renzulli, 1977)

Renzulli (1977) menegaskan tidak satu pun kluster yang membuat

keberbakatan selain interaksi antar tiga kluster tersebut yang di dalam

studi-studi terdahulu menjadi resep yang dilakukan untuk tercapainya

prestasi kreatif-produktif. Menurut Renzulli, keberbakatan dilihat dalam

hasil. Dengan perkataan lain, keberbakatan seseorang harus ditunjukkan

dalam suatu prestasi dan peserta didik yang tidak berprestasi tidak akan

masuk dalam kategori anak berbakat intelektual. Di bawah ini akan

dijelaskan secara detail dari masing-masing kluster.

Task Commitment

Above Average Ability

Creativity

Page 29: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 25

1. Above Average Ability (Kemampuan di atas Rata-rata)

Kemampuan di atas rata-rata yang dimaksud adalah kemampuan

umum dan spesifik. Kemampuan umum yang kita kenal dari Multiple

Intelegence milik Howard Gardner (1983), seperti kemampuan verbal,

musik, logika hitungan, spasial, dan lain-lain. Sedangkan kemampuan

spesifik merupakan spesifikasi dari kemampuan umum, yang terlihat dari

kemampuannya dalam mengekspresikan pengetahuan dalam kehidupan

sehari-hari, seperti kemampuan dalam bidang kimia, matematika,

komposisi musik, patung, fotografi, dan lain-lain.

Kemampuan spesifik pada bidang tertentu seperti matematika dan

kimia mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan kemampuan

umum, sehingga potensi dalam bidang ini dapat diukur melalui tes

inteligensi. Pengukuran dapat juga dilakukan dengan tes prestasi atau tes

khusus dalam bidang tersebut.

Meskipun agak sukar untuk menentukan skor inteligensi yang

dibutuhkan dalam setiap bidang agar dapat menunjukkan prestasi tinggi

dalam kreativitas, diantara peneliti sepakat bahwa IQ 130 atau lebih dapat

dijadikan patokan.

2. Task Commitment (Tanggung Jawab pada Tugas)

Tanggungjawab pada tugas ditunjukkan dengan beberapa karakter,

seperti kapasitas tinggi dalam hal minat, antusiasme, ketertarikan, dan

keterlibatan dalam suatu masalah, bidang studi, ataupun bentuk ekspresi

manusia tertentu. Kapasitas dalam ketekunan, keuletan, determinasi, kerja

keras, dan latihan terus menerus, memiliki rasa percaya diri, ego yang

kuat, suatu keyakinan pada diri, serta dorongan untuk berprestasi,

kemampuan untuk mengidentifikasi masalah yang signifikan dalam bidang

khusus, kemampuan mendengarkan dan berkomunikasi dalam berbagai

cara, membuat standar kerja yang tinggi, memelihara keterbukaan diri dari

kritik luar, mengembangkan cita rasa seni, kualitas dan keunggulan dalam

pekerjaan serta menuntut hal yang sama dari pekerjaan orang lain.

Page 30: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 26

3. Creativity (Kreatifitas)

Kreatifitas pada peserta didik CI ditunjukkan dengan karakteristik

kelancaran, keluwesan, dan orisinalitas dalam berpikir. Keterbukaan

terhadap pengalaman, penerimaan terhadap suatu yang baru dan

berbeda (maupun tampaknya tidak rasional) dalam hal pikiran, perilaku,

maupun produk. Rasa ingin tahu, spekulatif, memiliki jiwa petualang, dan

mampu menyesuaikan diri secara mental, menerima resiko dalam pikiran,

perilaku bahkan jika ada hambatan. Peka terhadap detail, cita rasa seni

dalam gagasan dan segalanya, mau bertindak dan bereaksi terhadap

rangsangan luar serta gagasan dan perasaan orang lain.

2.2 Karakteristik Peserta Didik Cerdas Istimewa

Sesuai dengan pengertian multidimensional tentang keberbakatan,

Kelompok Kerja Pendidikan Anak Berbakat Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan pada tahun 1985 menyusun kriteria keberbakatan peserta

didik CI juga dalam beberapa dimensi (Hawadi, dkk, 2001), diantaranya

adalah dimensi belajar, dimensi kreativitas, dimensi motivasi, dan dimensi

kepemimpinan.

1. Dimensi Belajar, ciri-cirinya antara lain adalah:

a. Memiliki daya konsentrasi yang baik, perhatiannya tidak mudah

teralih,

b. Mudah menangkap pelajaran,

c. Mudah mengingat kembali pelajaran yang telah diberikan,

d. Mempunyai perbendaharaan kata yang luas,

e. Mampu melakukan penalaran yang tajam (mampu berpikir logis,

kritis memahami hubungan sebab akibat),

f. Mampu mengidentifikasi masalah, merumuskan hipotesis,

menguji gagasan, dan merumuskan kesimpulan yang tepat,

g. Mampu mengungkapkan isi pikiran, perasaan, atau pendapat

secara lisan dengan lancar dan jelas,

h. Gemar membaca,

Page 31: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 27

i. Mempunyai rasa ingin tahu yang besar terhadap hal-hal yang

bersifat intelektual,

j. Memiliki pengetahuan umum yang luas,

k. Mampu mengamati dengan cermat.

2. Dimensi Kreativitas, ciri-cirinya antara lain ialah:

a. Memiliki rasa ingin tahu yang mendalam,

b. Sering mengajukan pertanyaan yang berbobot (tidak asal

bertanya),

c. Menyampaikan banyak gagasan, usul terhadap suatu masalah,

d. Mampu menyatakan pendapat secara spontan dan tidak malu-

malu,

e. Mempunyai dan menghargai rasa keindahan,

f. Menonjol dalam satu atau lebih bidang studi,

g. Mampu menemukan solusi dari berbagai sudut pandang,

h. Memiliki rasa humor,

i. Memiliki daya imajinasi yang baru dan tidak biasa,

j. Mampu mengajukan pemikiran, gagasan pemecahan masalah

yang orisinil,

k. Lancar dalam menghasilkan bermacam-macam gagasan,

l. Mampu menghadapi masalah dari berbagai sudut pandang.

3. Dimensi tanggung jawab terhadap tugas, ciri-cirinya antara lain adalah:

a. Tekun menghadapi tugas, mampu bekerja terus menerus untuk

waktu lama, tidak berhenti sebelum selesai,

b. Ulet, tidak mudah putus asa bila menghadapi kesuitan,

c. Mampu berprestasi sendiri tanpa dorongan orang lain,

d. Ingin mendalami bidang pengetahuan yang diberikan di dalam

kelas, ingin mengetahui lebih banyak bahan lebih dari yang

diajarkan guru,

e. Selalu berusaha untuk berprestasi sebaik mungkin, tidak cepat

puas akan prestasinya,

Page 32: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 28

f. Menunjukkan minat terhadap berbagai masalah orang dewasa

(seperti pembangunan, agama, politik, ekonomi, korupsi,

keadilan, dan sebagainya),

g. Senang dan rajin belajar dengan penuh semangat,

h. Cepat bosan dengan tugas-tugas rutin,

i. Mampu mempertahankan pendapatnya, jika sudah yakin akan

sesuatu, tidak mudah melepaskan pendapat tersebut,

j. Mampu menunda pemuasan kebutuhan sesaat untuk mencapai

tujuan di kemudian hari (misalnya membatasi waktu bermain

untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi).

4. Dimensi Kepemimpinan, ciri-cirinya antara lain ialah:

a. Sering dipilih menjadi pemimpin atau ketua oleh guru atau

teman,

b. Disenangi teman-teman sekolah,

c. Dapat bekerja sama secara positif dengan teman dan guru,

d. Mampu mempengaruhi orang lain,

e. Mempunyai banyak inisiatif, tidak perlu disuruh dalam

melaksanakan tugas,

f. Memiliki rasa percaya diri yang tinggi,

g. Mudah menyesuaikan diri terhadap situasi baru,

h. Aktif berperan serta dalam kegiatan sosial di sekolah,

i. Senang membantu orang lain,

j. Menyukai situasi yang mengandung tantangan,

k. Berani mengambil resiko, tidak takut pada kegagalan.

2.3 Jenis-Jenis Penyelenggaraan CI

Secara umum dapat dikatakan bahwa kesempatan untuk

mendapatkan pendidikan yang sebanding dengan potensi adalah hak

setiap anak manusia. Setiap anak harusnya memperoleh pengalaman

belajar sesuai dengan kebutuhan, kondisi, kemampuan, dan minat serta

Page 33: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 29

kecepatannya untuk dapat berkembang seoptimal mungkin (Semiawan,

2008).

Sidi (2004) mengemukakan bahwa pemberian layanan pendidikan

khusus CI untuk mempersiapkan pemimpin di masa akan datang. Sistem

politik dan sosial kita bersandar pada prinsip demokratis, jika sekolah

menyediakan kesempatan pendidikan yang sama untuk semua peserta

didik, berarti mengingkari adanya hak perkembangan pendidikan yang

cocok bagi peserta didik CI.

Alsa (2007) mengemukakan bahwa setidaknya terdapat tiga model

yang umum dipakai untuk mendidik peserta didik CI, yaitu model

percepatan belajar (acceleration), model pemerkayaan (enrichment), dan

model pengelompokan (grouping). Akselerasi berarti pemberian perlakuan

yang memungkinkan peserta didik CI untuk menyelesaikan sekolahnya

secara cepat sesuai dengan tingkat kemampuan dan kematangannya,

sehingga mereka dapat menyelesaikan pendidikan formalnya dalam waktu

yang lebih singkat atau pada usia yang lebih muda. Melalui akselerasi,

pengakomodasian perbedaan individual peserta didik dapat dilaksanakan

dengan empat cara, yaitu: (1) masuk sekolah berdasar usia mental dan

bukan usia kronologis, (2) loncat kelas, (3) waktu belajar dipersingkat, dan

(4) masuk sekolah menengah atau universitas lebih awal. Layanan

akselerasi dengan cara mempersingkat waktu belajar memiliki tiga model,

yaitu Model Kelas Reguler, Model Kelas Khusus, dan Model Sekolah

Khusus. Pada Model Kelas Reguler, peserta didik tetap berada dalam

kelas regulernya dan guru memberikan perlakuan akseleratif sehingga

bisa loncat kelas. Pada Model Kelas Khusus, peserta didik dikelompokkan

ke dalam satu kelas tersendiri dan diberi pengajaran akseleratif. Pada

Model Sekolah Khusus, peserta didik belajar di sekolah yang memang

dikhususkan untuk mereka. Model yang diterapkan di Indonesia adalah

Model Kelas Khusus, ditambah dengan adanya pemerkayaan / enrichment

(Departemen Pendidikan Nasional, 2003).

Page 34: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 30

Hawadi (2004) mengemukakan bahwa layanan akselerasi yang

dilakukan di Indonesia umumnya menggunakan tipe telescoping

curriculum, yang didalamnya peserta didik menggunakan waktu yang

kurang dari biasanya dalam menyelesaikan studi. Ditambahkan

sebenarnya ada beberapa intervensi proses pembelajaran yang

kemungkinan tepat dengan definisi akselerasi tersebut, antara lain:

1. Grade Skipping. Peserta didik dipromosikan ke kelas yang lebih

tinggi daripada kelas yang normal pada akhir tahun pelajaran.

2. Continuous Progress. Peserta didik menerima pelajaran yang

dianggap sesuai dengan prestasi yang mampu dicapainya.

3. Self-Paced Instruction. Peserta didik diperkenalkan pada materi

pelajaran yang memungkinkannya untuk mengatur sendiri

kemajuan-kemajuan yang bisa diperolehnya sesuai dengan

tempo yang dimilikinya.

4. Subject-matter Acceleration. Peserta didik ditempatkan di dalam

kelas yang lebih tinggi, khusus untuk satu atau beberapa mata

pelajaran tertentu.

5. Curriculum Compacting. Peserta didik dimungkinkan untuk melaju

pesat melalui kurikulum yang dirancang dengan mengurangi

sejumlah aktivitas, seperti drill dan review.

6. Mentorship. Peserta didik diperkenalkan pada seorang mentor

yang memiliki keahlian, pengalaman, dan pelatihan tingkat mahir

pada suatu bidang tertentu.

7. Extracurriculer Layanans. Peserta didik mengikuti suatu kegiatan

pelatihan atau layanan dengan instruksi tingkat mahir dan atau

kredit untuk suatu bidang studi.

8. Concurrent Enrollment. Peserta didik mengambil suatu pelatihan

untuk tingkat tertentu dan memperoleh kredit untuk

keberhasilannya dalam menyelesaikan suatu pelatihan yang

paralel, yang diselenggarakan dalam jenjang yang lebih tinggi.

9. Advanced Placement. Peserta didik mengambil suatu pelatihan

dan menyiapkannya mengambil ujian untuk diberi kredit.

Page 35: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 31

10. Credit by Examination. Peserta memperoleh kredit atas

keberhasilannya menyelesaikan suatu tes.

11. Correspondence Courses. Peserta didik mengikuti kursus tingkat

SMU atau universitas secara tertulis, baik melalui pos, video,

maupun internet.

Widyastono (2011) mengemukakan penyelenggaraan sistem kredit

semester (SKS) untuk Sekolah Menengah Atas mengacu Peraturan

Pemerintah nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,

bahwa beban belajar SMA/SMK pada jalur pendidikan formal kategori

standar dapat dinyatakan dalam SKS. Sistem SKS adalah sistem

penyelenggaraan layanan pendidikan yang peserta didiknya menentukan

sendiri beban belajar dan mata pelajaran yang diikuti setiap semester

pada satuan pendidikan. Sistem ini memberikan kesempatan pada

peserta didik untuk menyelesaikan studi sesuai dengan kemampuan,

bakat, minat, dan kecepatan belajarnya. Peserta didik dapat

menyelesaikan studi di SMA selama kurang atau lebih dari tiga tahun

dengan beban belajar disetarakan sekitar 114-126 SKS.

Di Jakarta sudah ada sekitar 35 sekolah yang menggunakan SKS.

Sekolah tersebut menggunakan SKS setelah menjadi Sekolah Kategori

Mandiri (SKM). Sekolah lain yang menggunakan SKS diantaranya:

- SMAN 3 Bandung,

- SMAN 1 Gadingrejo Lampung,

- SMAN 2 Pringsewu Lampung,

- SMAN 1 Pringsewu Lampung,

- SMAN 2 Malang,

- SMA Karangturi,

- SMAN 2 Kalianda, Lampung Selatan.

Page 36: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 32

3.1 Persiapan Pendidikan

Dalam rangka penyelenggaraan layanan pendidikan khusus CI perlu

dilakukan berbagai macam persiapan, antara lain:

1. Mengadakan konsultasi dan komunikasi intensif dengan sekolah-

sekolah yang sudah menyelenggarakan lebih dahulu layanan

tersebut, untuk mendapatkan berbagai informasi dan masukan.

2. Membentuk tim kecil layanan pendidikan khusus CI di sekolah calon

penyelenggara yang terdiri dari kepala sekolah, wakil kepala

sekolah, dan guru-guru senior yang mempunyai kepedulian dan

perhatian untuk memberikan layanan bagi anak CI.

3. Memberikan pembekalan dan wawasan tentang layanan pendidikan

khusus CI dengan mengundang nara sumber atau sekolah yang

sudah menyelenggarakan layanan tersebut, yang dihadiri oleh

semua unsur tenaga pendidik dan kependidikan di sekolah yang

akan terlibat dalam penyelenggaraan layanan pendidikan khusus CI.

4. Melakukan seleksi terhadap guru-guru yang akan mengajar pada

layanan pendidikan khusus CI.

5. Menyusun layanan kerja pendidikan khusus CI.

6. Mengurus perijinan penyelenggaraan layanan pendidikan khusus CI.

3.2 Mekanisme Penyelenggaraan

Permohonan ijin penyelenggaraan ujicoba layanan pendidikan

khusus CI dilaksanakan atas ide dari sekolah yang bersangkut (School

Based Management). Tahap-tahap yang dapat dilakukan adalah sebagai

berikut:

1. Sekolah mengajukan proposal permohonan ijin secara tertulis

dilengkapi dengan data dan informasi tentang ketersediaan

sumberdaya pendidikan (input peserta didik, kurikulum, tenaga

kependidikan, sarana-prasarana, dana, manajemen sekolah, proses

belajar mengajar, dan lingkungan sekolah) sebagai pendukung

Page 37: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 33

penyelenggaraan layanan pendidikan khusus CI kepada Kepala

Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.

2. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota meneliti proposal sesuai dengan

kriteria yang telah ditetapkan. Sekolah-sekolah yang memenuhi

kriteria, selanjutnya diberikan rekomendasi oleh Kepala Dinas

Pendidikan Kabupaten/Kota untuk kemudian diusulkan guna

memperoleh Surat Keputusan (SK) sebagai sekolah penyelenggara

layanan pendidikan khusus CI dari Kepala Dinas Pendidikan

Provinsi.

3. Seterusnya, Dinas Pendidikan Provinsi meneliti dan mengevaluasi

proposal yang masuk. Apabila hasil penelitian dan evaluasi tersebut

memenuhi kriteria, maka pejabat dari Dinas Pendidikan Provinsi

bersama-sama dengan Pejabat Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota

mengadakan observasi dan atau supervisi ke sekolah tersebut. Hasil

observasi dan atau supervisi selanjutnya dianalisis dan dibahas, jika

memenuhi kriteria, maka Kepala Dinas Pendidikan Provinsi segera

memproses dan menerbitkan Surat Keputusan (SK) Penetapan

sebagai Sekolah penyelenggara layanan pendidikan khusus CI.

4. Dinas Pendidikan Provinsi memberikan SK Penetapan Sekolah

penyelenggara layanan pendidikan khusus CI kepada sekolah yang

bersangkutan, dengan tembusan SK tersebut kepada Kepala Dinas

Pendidikan Kabupaten/Kota.

5. Dinas Pendidikan Provinsi mengirim statistik sekolah penyelenggara

layanan pendidikan khusus CI yang berada di wilayahanya kepada

Dirjen Dikmen c.q. Direktur PK-PLK dan tembusan Direktur terkait.

6. Sebagai upaya pengendalian mutu sekolah penyelenggara

pendidikan khusus CI, Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah

(dalam hal ini Direktorat PK-PLK) bersama-sama dengan pejabat

Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota secara berkala

melaksanakan supervisi atau monitoring dan evaluasi.

Page 38: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 34

4.1 Layanan pendidikan

Beberapa model pelayanan peserta didik CI dapat dilakukan dengan cara

seperti di bawah ini.

a. Akselerasi

Model ini merupakan salah satu bentuk pelayanan pendidikan yang

diberikan kepada peserta didik CI untuk dapat menyelesaikan pendidikan

lebih awal dari waktu yang telah ditentukan, dengan ketentuan telah

mengikuti pendidikan tingkat menengah (SMU/sederajat) sekurang-

kurangnya dua tahun. Layanan ini cocok bagi peserta didik yang bertipe

“accelerated learner”.

Waktu yang digunakan untuk menyelesaikan layanan belajar bagi

peserta didik yang memiliki potensi CI lebih cepat dibandingkan dengan

peserta didik reguler, yaitu empat semester.

Layanan pendidikan khusus CI telah dimulai tahun 2002 dan model

yang digunakan adalah model akselerasi. Hal ini dapat dilihat dari Surat

Keputusan Dirjen Dikdasmen Kemdiknas No.: 511/C/Kep/MN/2002

tentang Sekolah Menengah Umum Penyelenggara Layanan Percepatan

Belajar (Akselerasi).

Sampai saat ini ada sekitar 136 sekolah penyelenggara pendidikan

khusus CI. Sebagian besar dari sekolah tersebut layanan pendidikannya

menggunakan model akselerasi. Model ini dapat dilaksanakan dalam

waktu 4 semester (2 tahun).

Proses penyelenggaraan kelas khusus akselerasi dapat dilihat pada

gambar 2 di bawah ini.

Page 39: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 35

Gambar 2: Diagram Alur Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa dengan

Model Kelas Akselerasi

b. Pengayaan (Enrichment)

Model ini merupakan pelayanan pendidikan sesuai potensi

kecerdasan yang dimiliki peserta didik dengan penyediaan kesempatan

dan fasilitas belajar tambahan yang bersifat perluasan/pendalaman,

Page 40: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 36

setelah yang bersangkutan menyelesaikan tugas-tugas yang

dilayanankan untuk peserta didik lainnya.

c. Campuran (acceleration-enrichment)

Melalui layanan ini peserta didik tidak hanya memperoleh

percepatan waktu penyelesaian studi di sekolah, tetapi sekaligus

memperoleh eskalasi atau pengayaan materi dengan penyediaan

kesempatan dan fasilitas belajar tambahan yang bersifat

perluasan/pendalaman. Pengayaan dapat dilakukan secara horizontal

(menunjuk pada pengalaman belajar di tingkat pendidikan yang sama,

tetapi lebih luas) maupun vertikal (meningkatkan kompleksitasnya).

Bentuk layanan ini antara lain melalui kegiatan-kegiatan penelitian

ketika peserta didik mengikuti lomba kejuaraan untuk mata pelajaran

tertentu.

d. Sistem Kredit Semester (SKS)

Melalui layanan ini peserta didik dapat menentukan sendiri beban

belajar dan mata pelajaran yang diikuti setiap semester. Peserta didik

dapat menyelesaikan studi di SMA selama kurang atau lebih dari tiga

tahun. Jumlah beban belajar di SMA dapat disetarakan sekitar 114-126

SKS. Untuk dapat menyelesaikan studi selama tiga tahun, beban

belajar yang diambil setiap semester sekitar 20 SKS. Peserta didik

yang memiliki Indeks Prestasi (IP) sangat tinggi (IP rata-rata > 8.5),

pada semester berikutnya dapat mengambil beban belajar lebih dari 20

SKS (28-36 SKS). Apabila setiap semester mengambil rata-rata 32

SKS, maka dalam waktu empat semester peserta didik telah dapat

menyelesaikan studinya. Proses penyelenggaraan sistem SKS dapat

dilihat pada gambar 3 di bawah ini.

Page 41: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 37

Gambar 3: Diagram Alur Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa Menggunakan Sistem Kredit Semester (SKS)

Page 42: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 38

e. Akselerasi Menggunakan Sistem Kredit Semester

Melalui layanan ini peserta didik CI dapat menyelesaikan pendidikan

lebih awal dari waktu yang telah ditentukan menggunakan sistem SKS.

Proses penyelenggaraan akselerasi menggunakan SKS dapat dilihat

pada gambar 4 di bawah ini.

Gambar 4: Diagram Alur Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa dengan

Model Kelas Akselerasi Menggunakan Sistem Kredit Semester (SKS)

Page 43: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 39

Penyelenggaraan layanan pendidikan khusus CI dapat dilakukan

dalam bentuk kelas reguler, kelas khusus dan satuan pendidikan khusus.

a. Kelas Reguler

Kelas regular adalah kelas dimana peserta didik yang memiliki potensi

kecerdasan istimewa tetap berada bersama-sama dengan peserta didik

lainnya di kelas reguler (model inklusif). Bentuk penyelenggaraan pada

kelas reguler dapat dilakukan dengan model sebagai berikut:

1. Kelas reguler dengan kelompok (cluster)

Peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan istimewa belajar

bersama peserta didik lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok

khusus.

2. Kelas reguler dengan pull out

Peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan istimewa belajar

bersama peserta didik lain (normal) di kelas reguler namun dalam

waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber

(ruang khusus) untuk belajar mandiri, belajar kelompok, dan/atau

belajar dengan guru pembimbing khusus.

3. Kelas reguler dengan cluster dan pull out

Peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan istimewa belajar

bersama peserta didik lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok

khusus, dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke

ruang sumber (ruang khusus) untuk belajar mandiri, belajar

kelompok, dan/atau belajar dengan guru pembimbing khusus.

b. Kelas Khusus

Kelas khusus adalah kelas dimana peserta didik yang memiliki potensi

CI belajar dalam kelas khusus.

c. Satuan Pendidikan Khusus

Satuan pendidikan khusus adalah lembaga pendidikan formal pada

jenjang pendidikan menengah (SMA/MA, SMK/MAK) yang semua

peserta didiknya memiliki potensi CI.

Proses penyelenggaraan satuan pendidikan khusus CI dapat dilihat

pada gambar 5 di bawah ini.

Page 44: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 40

Gambar 5: Diagram Alur Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa (CI) dengan Satuan Pendidikan Khusus (Sekolah Khusus CI)

4.2 Identifikasi

Berdasarkan kajian terhadap peserta didik CI, Hawadi (2004)

mengemukakan terdapat dua tahap proses identifikasi, yaitu tahap

penjaringan (Screening) dan penyaringan (Selection). Pada tahap

penjaringan, semua peserta didik di sekolah dites dan diobservasi. Pada

Page 45: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 41

tahap penyaringan ditentukan peserta didik yang termasuk kategori CI.

Peserta didik yang diterima sebagai peserta layanan pendidikan Khusus

CI adalah peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan sesuai dengan

kriteria yang ditetapkan berdasarkan beberapa aspek persyaratan seperti

di bawah ini.

1. Informasi Obyektif

Informasi obyektif diperoleh dari pihak sekolah berupa nilai akademik

dan tim psikolog yang berwenang.

a. Nilai akademis yang diperoleh:

1. Rata-rata nilai rapor SMP kelas 9 minimal 8,0,

2. Rata-rata nilai UN SMP minimal 8,0,

3. Nilai Tes Kemampuan Akademis minimal 8,0 (skala 10).

b. Nilai psikologis yang diperoleh dari hasil pemeriksaan psikologi yang

meliputi tes inteligensi umum, tes kreativitas, dan inventori keterikatan

pada tugas. Hawadi (2004) mengemukakan berdasarkan pendekatan

multikriteria Renzulli, peserta didik tingkat sekolah menengah yang

lulus tes psikologi adalah mereka yang memiliki kemampuan

intelektual umum minimal kategori cerdas (IQ ≥ 120 Skala TIKI),

kreativitas tinggi (CQ ≥ 110 Skala TKV-URH), dan keterikatan

terhadap tugas baik (TC ≥ 126 Skala YA/FS Revisi).

2. Informasi Subyektif

Informasi subyektif berisi nominasi yang diperoleh dari diri sendiri

(self nomination), teman (peer nomination), orang tua (parent nomination),

dan guru (teacher nomination) sebagai hasil dari pengamatan ciri-ciri CI.

3. Kesediaan Calon Peserta Didik dan Persetujuan Orang tua

Kesediaan calon peserta didik dan persetujuan orang tua untuk

mengikuti layanan pendidikan khusus cerdas istimewa. Dalam surat

Page 46: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 42

pernyataan yang telah disediakan oleh sekolah berisi antara lain tentang

hak dan kewajiban serta hal-hal yang dianggap perlu dipatuhi untuk

menjadi peserta didik cerdas istimewa (Departemen Pendidikan Nasional,

2003).

4.3 Kurikulum

Departemen Pendidikan Nasional (2003) mengatur bahwa kurikulum

pendidikan khusus CI ialah kurikulum nasional ditambah muatan lokal

yang dimodifikasi dengan memberikan penekanan pada materi esensial

dan dikembangkan dengan sistem pembelajaran yang dapat mendorong

dan mengintegrasikan antara pengembangan spiritual, logika, etika,

estetika, serta dapat mengembangkan kemampuan berfikir holistik, kreatif,

sistematis, linear, dan konvergen untuk memenuhi tuntutan masa kini dan

masa mendatang. Kurikulum tersebut dikembangkan secara

terdiferensiasi meliputi empat dimensi yang saling berkaitan, yaitu:

1. Dimensi umum; yaitu kurikulum yang memberikan keterampilan

dasar, pengetahuan, pemahaman, nilai, dan sikap, yang

memungkinkan peserta didik berfungsi sesuai tuntutan masyarakat

dan tuntutan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi.

2. Dimensi diferensiasi; yaitu kurikulum yang berkaitan erat dengan ciri

khas perkembangan peserta didik cerdas dan berbakat istimewa,

yang merupakan layanan khusus dan pilihan terhadap bidang studi

tertentu.

3. Dimensi non-akademis; yaitu bagian kurikulum yang memberi

kesempatan kepada peserta didik untuk belajar di luar kegiatan

sekolah formal melalui media lain seperti radio, televisi, internet, CD-

ROM, wawancara pakar, kunjungan ke musium, dan sebagainya.

4. Dimensi suasana belajar; yaitu pengalaman belajar yang dijabarkan

dari lingkungan keluarga dan sekolah. Iklim akademik, sistem

pemberian hadiah (rewards) dan hukuman (punishments), hubungan

antara sesama peserta didik, antara guru dan peserta didik, antara

guru, antara peserta didik dan orangtua, serta antara orangtua dan

Page 47: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 43

peserta didik, merupakan unsur-unsur lingkungan suasana belajar

yang menentukan proses dan hasil belajar.

Kurikulum terdiferensiasi dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan

pendidikan peserta didik CI dengan cara memberikan pengalaman belajar

yang berbeda dalam arti kedalaman, keluasan, percepatan, maupun

dalam jenisnya. Modifikasi kurikulum dapat dilaksanakan dengan cara:

1. Mengenalkan isi kurikulum tertentu yang tidak diperoleh peserta didik

kelas reguler,

2. Memberi materi pelajaran secara lebih luas, mendalam, dan intensif,

3. Memberi pengalaman belajar baru yang tidak terdapat dalam

kurikulum umum,

4. Memberi pengalaman belajar berdasarkan keterlibatan masyarakat

sekitar, melalui kerjasama dengan instansi baik pemerintah maupun

swasta bagi kepentingan peserta didik maupun instansi (Alsa, 2007).

Standar Kompetensi yang diharapkan dapat dihasilkan melalui

layanan pendidikan khusus CI adalah kepemilikan kemampuan:

1. Kualifikasi perilaku kognitif: daya tangkap cepat, mudah dan cepat

memecahkan masalah, serta kritis,

2. Kualifikasi perilaku kreatif: rasa ingin tahu, imaginatif, tertantang, dan

berani mengambil resiko,

3. Kualifikasi perilaku keterikatan terhadap tugas: tekun, bertanggung-

jawab, disiplin, kerja keras, teguh, dan berdaya juang,

4. Kualifikasi perilaku kecerdasan emosi: pemahaman terhadap diri

sendiri, pemahaman terhadap orang lain, pengendalian diri,

kemandirian, penyesuaian diri, harkat diri, dan berbudi pekerti,

5. Kualifikasi perilaku kecerdasan spiritual: pemahaman mengenai apa

yang harus dilakukan peserta didik untuk mencapai kebahagiaan

bagi diri sendiri dan orang lain (Alsa, 2007).

Page 48: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 44

Berdasarkan kajiannya terhadap pengembangan kurikulum

pendidikan CI di Indonesia, Supriyanto (2012) mengemukakan bahwa

tujuan utama pengembangan kurikulum khusus bagi peserta didik CI

adalah untuk mendukung pengembangan kecerdasan creative productive.

Kajian tersebut merekomendasikan beberapa model pengembangan

kurikulum bagi peserta didik CI, antara lain:

1. Model kurikulum dari Van Tassel Baska

Pengembangan kurikulum dengan model ini mempunyai prinsip bahwa

kurikulum CI harus direncanakan agar peserta didik CI memperoleh

keuntungan yang luas. Secara ringkas dikemukakan Supriyanto (2012)

bahwa kurikulum model ini memiliki delapan tahapan yang bersifat

siklus/ terus menerus:

a. Tahap 1: Perencanaan (Planning)

Pengembang kurikulum perlu mempertimbangkan keunikan peserta

didik CI, filosofi penyelenggaraan CI, tujuan umum, mengkaji isu

dasar serta pertanyaan kunci sesuai dengan calon isi kurikulum.

Pertanyaan kunci tersebut meliputi tujuan pendidikan yang akan

dicapai sekolah, cara pengalaman belajar yang dipilih untuk

mencapai tujuan, serta evaluasi efektivitas pembelajaran.

b. Tahap 2: Analisis Kebutuhan (Needs Assesment)

Analisis dilakukan untuk mengetahui bidang-bidang yang dibutuhkan

untuk dikembangkan dalam kurikulum di sekolah.

c. Tahap 3: Team & Work Scope

Pengembang kurikulum menentukan standar yang akan dicapai

dalam kurikulum pendidikan CI.

d. Tahap 4: Curriculum Development Approach

Pendekatan pengembangan kurikulum ini dapat mengacu kurikulum

yang telah ada yang relevan, memodifikasi kurikulum yang telah ada,

atau mengembangkan kurikulum baru yang lebih sesuai.

Page 49: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 45

e. Tahap 5: Try Out, Pilotting, and Field Testing

Tahap ini mempunyai tujuan mengetahui efektivitas kurikulum. Uji

coba dapat dilakukan dengan menggunakan kelas khusus dalam

sekolah yang memberikan layanan CI atau lintas kelas.

f. Tahap 6: Implementation

Kegiatan utamanya adalah memastikan materi telah sesuai untuk

digunakan serta memonitor pelaksanaan pengembangan kurikulum.

g. Tahap 7: Evaluation

Dilakukan untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan kurikulum.

h. Tahap 8: Revision

Dilakukan dengan mengacu hasil evaluasi kurikulum.

2. Model Grip dari Kaplan

Model ini mengkonstruksikan kurikulum CI dengan mengintegrasikan

tiga komponen, yaitu isi (content), proses (process), dan Produk

(product). Isi maksudnya adalah pengetahuan dan informasi yang

berguna, penting, dan diminati peserta didik CI. Proses menunjuk pada

kompetensi yang diharapkan dikuasai peserta didik CI melalui

keterlibatannya dalam kurikulum. Product berupa hasil yang

mensyaratkan keterpaduan antara isi pengetahuan dengan

penguasaan ketrampilan.

3. Model Backward dari Tomlinson dan McTighe

Model ini muncul dari aksioma bahwa kurikulum yang efektif

dikembangkan dari prinsip perancangan yang mengkiuti alur

penelusuran dari belakang (backward), yaitu dengan menganalisis

tujuan akhir yang diharapkan dikuasai peserta didik CI. Model ini

memiliki tiga tahapan:

1. Tahap 1 : Mengidentifikasi hasil yang diinginkan,

Page 50: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 46

2. Tahap 2: Menentukan bukti jika peserta didik CI telah menguasai

materi,

3. Tahap 3: Merencanakan pengalaman pembelajaran dan

instruksional.

4. Model Paralel Kurikulum dari Kaplan, Tomlinson, Renzulli, Purcel,

Leppien, dan Burns

Model ini disebut paralel karena merupakan hasil kerja sama antara

empat pakar pendidikan CI dalam penyusunan kurikulum yang bisa

diterapkan secara paralel:

1. Core Parallel

Tercermin pada materi esensial, seperti konsep, prinsip, ketrampilan,

dan sebagainya sebagai wujud penguasaan mata pelajaran.

2. Connection Parallel

Perluasan dai kurikulum inti yangtelah dikuasai peserta didik berupa

konsep, prinsip, dan generalisasi yang berkaitan dengan ilmu lain

dan pengalaman dalam kehidupan nyata.

3. Practice Parallel

merupakan tantangan bagi peserta didik CI untuk menerapkan

konsep, prinsip, dan metodologi untuk memecahkan masalah.

4. Identity Parallel

Membantu peserta didik untuk menunjukkan kemampuan khusus

dalam menerapkan konsep, prinsip, dan sebagainya dalam mata

pelajaran yang dipelajari.

5. Model Kurikulum Eskalasi dari Eko Supriyanto

Model ini disusun berdasarkan kajian terhadap kondisi nyata yang

dihadapi peserta didik CI di Indonesia yang tidak bisa dipisahkan dari

kurikulum pendidikan di Indonesia yang mengharuskan peserta didik

Page 51: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 47

dengan kebutuhan khusus mengikuti ketentuan yang diberlakukan pada

peserta didik reguler. Dinamakan eskalasi, karena kurikulum yang

disusun tetap mematuhi standar isi sebagai landasan awal

penyusunannya, namun standar evaluasi kompetensi dasarnya

ditingkatkan level tuntutan pencapaiannya dibandingkan pada peserta

didik reguler. Berdasarkan hirarki taksonomi Bloom, jika pada peserta

didik reguler diukur standar minimal pencapaiannya pada level yang

rendah, maka pada peserta didik CI diukur pada level taksonomi yang

tinggi. Komponen kurikulum eskalasi terdiri dari standar isi, kompetensi

dasar, dokumen tentang keunggulan peserta didik CI, dan kata-kata

operasional dari revisi Bloom untuk eskalasi kurikulum. Pengembangan

kurikulum eskalasi dapat dilakukan dengan beberapa langkah :

1. Langkah 1: Para pengembang kurikulum dikelompokkan, misalnya

berdasarkan bidang studi, mata pelajaran sejenis, atau pokok

bahasan.

2. Langkah 2: Masing-masing anggota kelompok menganalisis

kompetensi dasar mata pelajaran dengan menetapkan level kata

kerja operasional pertama dalam kompetensi dasar dalam perspektif

daftar kata kerja operasional dari Bloom.

3. Langkah 3: Setelah menganalisis dan mengkonversi levelnya,

(misalnya C2 /“menjelaskan”), kelompok mengaitkan dengan hasil

dokumentasi keunggulan peserta didik CI untuk dilakukan eskalasi

ke level yang lebih tinggi (misalnya C3 atau C4). Analisis dilakukan

satu persatu dalam kurikulum reguler satuan semesteran.

4. Langkah 4: Dilakukan proses diskusi kelompok untuk memperoleh

ketepatan dan ketelitian eskalasi.

5. Langkah 5: Kelompok Bidang Studi mengintegrasikan hasil diskusi

kelompok ke dalam format standar isi (SK, KD), sehingga diperoleh

dokumen resmi/final kurikulum berdiferensiasi.

Page 52: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 48

4.4 Guru

Karena peserta didiknya memiliki potensi kecerdasan istimewa,

idealnya gurunya juga memiliki kecerdasan istimewa. Namun, bukanlah

hal yang mudah untuk mencapai kondisi ideal tersebut. Berkenaan

dengan hal itu, guru yang dipilih hendaknya guru yang memiliki

kemampuan, sikap, dan keterampilan terbaik di antara guru yang ada (the

best of the best). Secara lebih operasional, guru yang dipilih memenuhi

persyaratan sebagai berikut:

1. Memiliki tingkat pendidikan sekurang-kurangnya S1,

2. Mengajar sesuai dengan latar belakang pendidikannya,

3. Memiliki pengalaman mengajar di kelar reguler sekurang-kurangnya

3 (tiga) tahun dengan prestasi yang baik,

4. Memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang karakteristik peserta

didik yang memiliki potensi kecerdasan,

5. Memiliki karakteristik umum yang dipersyaratkan antara lain:

a. Adil dan tidak memihak,

b. Sikap kooperatif demokratis,

c. Fleksibilitas,

d. Rasa humor,

e. Menggunakan penghargaan dan pujian,

f. Minat yang luas,

g. Memberi perhatian terhadap masalah anak,

h. Penampilan dan sikap yang menarik,

6. Memenuhi sebagian besar dari persyaratan sebagai berikut:

a. Memiliki pengetahuan tentang sifat dan kebutuhan peserta didik

CI,

b. Memiliki keterampilan dalam mengembangkan kemampuan

berfikir tingkat tinggi,

c. Memiliki pengetahuan tentang kebutuhan efektif dan kognitif

peserta didik CI,

Page 53: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 49

d. Memiliki kemampuan untuk mengembangkan pemecahan

masalah secara kreatif,

e. Memiliki kemampuan untuk mengembangkan bahan ajar untuk

peserta didik CI,

f. Memiliki kemampuan untuk menggunakan strategi mengajar

perorangan,

g. Memiliki kemampuan untuk menunjukkan teknik mengajar yang

sesuai,

h. Memiliki kemampuan untuk membimbing dan memberi konseling

kepada peserta didik CI dan orangtuanya,

i. Memiliki kemampuan untuk melakukan penelitian.

Selain peserta didik, guru mempunyai peranan yang sangat penting

dalam penyelenggaraan pendidikan khusus CI. Beberapa sekolah

penyelenggara pendidikan khusus CI mempunyai guru yang telah

memenuhi standar, sebut saja SMA Labschool Rawamangun. Di sekolah

ini guru-guru yang mengajar CI adalah dosen-dosen di Universitas Negeri

Jakarta (UNJ). Beberapa guru tersebut bahkan ada yang bergelar

professor.

Contoh yang lain adalah di SMA Sifabudi Al Azhar Kemang Jakarta.

Guru-guru setelah mengajar melakukan diskusi antar guru mata pelajaran.

Sistem pembelajaran menggunakan moving class.

Selain tingkat pendidikan guru, cara mengajar guru juga menjadi

faktor yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan khusus CI.

Salah satu contoh adalah dengan metode GASING (GAmpang, aSIk dan

menyenaNGkan) yang dikembangkan oleh Prof. Yohanes Surya, Ph.D.

Metode ini membuat matematika dan sains menjadi asik dan

menyenangkan untuk dipelajari. Metode ini tidak hanya efektif untuk anak-

anak, tetapi untuk orang dewasa dan ibu-ibu sekalipun.

Page 54: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 50

4.5 Sarana Prasarana

Sekolah penyelenggara layanan pendidikan khusus CI diharapkan

mampu memenuhi sarana penunjang kegiatan pembelajaran yang sesuai

dengan kebutuhan peserta didik yang mencakup prasana dan sarana

belajar.

1. Prasarana Belajar

a. Ruang Kepala Sekolah, Ruang Guru , Ruang BK, Ruang TU dan

Ruang OSIS,

b. Ruang Kelas, dengan formasi tempat duduk yang mudah

dipindah-pindah sesuai dengan keperluan,

c. Ruang Lab IPA, Lab IPS, Lab Bahasa, Lab Kertakes, Lab

Komputer, dan Ruang Perpustakaan,

d. Kantin Sekolah, Koperasi Sekolah, Musholla/tempat ibadah,

e. Poliklinik,

f. Aula Pertemuan,

g. Lapangan Olahraga,

h. Kamar mandi/WC.

2. Sarana Belajar

a. Sumber belajar seperti buku paket, buku pelengkap, buku

referensi, buku bacaan, majalah, koran, modul, lembar kerja,

Kaset Video, VCD, CR-ROM, dan sebagainya.

b. Media pembelajaran seperti radio, cassette recorder, TV, OHP,

Wireless, Slide Projektor, LD/LCD/VCD/DVD Player, Komputer,

dan sebagainya.

c. Adanya sarana Information Tecnology (IT) dan jaringan internet.

4.6 Sistem Evaluasi

Evaluasi yang dilakukan untuk peserta didik layanan pendidikan

khusus CI pada dasarnya sama dengan yang dilakukan pada layanan

reguler, yaitu untuk mengukur ketercapaian materi (daya serap) materi

Page 55: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 51

dalam layanan pendidikan khusus CI ini sebaiknya sejalan dengan prinsip

belajar tuntas. Adapun sistem evaluasi yang ada di kelas percepatan

meliputi:

1. Ulangan Harian

Dalam satu semester setiap guru minimal memberikan ulangan

harian sebanyak 3 kali. Bentuk soal yang disarankan adalah soal

uraian.

2. Ulangan Umum

Ulangan umum diberikan lebih cepat dibandingkan peserta didik

reguler, sesuai dengan kalender pendidikan percepatan belajar. Soal

ulangan dibuat oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan dengan

menyusun kisi-kisi serta materi-materi yang esensial. Meskipun

demikian, untuk membandingkan keberhasilan dan kemampuan

peserta didik layanan pendidikan khusus CI dengan layanan reguler

bisa dilakukan antara lain dengan menyertakan peserta didik CI

dalam ulangan umum bersama dengan peserta didik layanan

reguler. Bila ini tidak memungkinkan, maka dapat ditempuh cara lain

yaitu menggunakan alat-alat evaluasi untuk layanan reguler kepada

peserta didik layanan pendidikan khusus CI.

3. Ujian Nasional

Ujian Nasional akan diikuti oleh peserta didik pada tahun kedua

bersamaan dengan pelaksanaan Ujian Nasional peserta didik

reguler. Laporan hasil belajar (rapor) peserta didik layanan

pendidikan khusus CI pada kelas reguler mempunyai format yang

sama dengan rapor peserta didik layanan reguler. Namun

pembagian dan tanggal diberikannya rapor sesuai dengan kalender

pendidikan layanan pendidikan khusus CI yang telah disusun secara

khusus. Evaluasi terhadap penyelenggaraan layanan pendidikan

khusus CI dilakukan oleh Ditjen Dikmen sekurang-kurangnya 1 (kali)

setahun dalam bentuk supervisi atau monitoring dan evaluasi.

Page 56: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 52

4.7 Bimbingan dan Konseling

Bimbingan dan konseling dilakukan dengan tujuan untuk membantu

peserta didik CI mengenali dan memahami diri, serta mengarahkan

dirinya dengan tepat terhadap lingkungannya yaitu, teman, keluarga,

sekolah, dan masyarakat. Bimbingan dan konseling juga dilakukan untuk

membantu perkembangan pribadi peserta Didik CI, mengatasi kendala

emosi dan lingkungan, serta membantu agar mampu menggunakan

potensi dan kemampuannya seoptimal mungkin (Lubis, 2004).

1. Alasan perlunya bimbingan dan konseling

Beberapa masalah menyebabkan peserta didik CI ini memerlukan

bimbingan dan konseling yaitu diantaranya masalah-masalah yang

berkaitan dengan dirinya, teman sebaya, guru dan orangtua, prestasi

belajar kurang (underachievement), dan perencanaan karir di masa

depannya.

a. Masalah dengan dirinya

Masalah yang muncul antara lain mengenai konsep dirinya. Konsep

diri diibaratkan sebagai sistem kekuatan dari struktur kognitif yang

merupakan interpretasi dan respon terhadap kejadian yang

melibatkan diri peserta didik CI, jadi merupakan persepsi dan

evaluasi diri. Karakteristik CI bukan hanya dilihat dari bagaimana

orang lain melihatnya, tetapi juga bagaimana peserta didik CI

menghayati pengalaman itu. Beberapa kajian menemukan remaja

berbakat mempersepsikan dirinya secara positif, namun

menganggap lingkungan (terutama teman sebaya dan gurunya)

memiliki pandangan negatif terhadap dirinya (Semiawan, 2008).

Masalah lainya terkait dengan perasaan dan pengambilan

keputusan. Peserta didik CI sering mengalami perasaan isolasi dan

kesepian akibat adanya gaya belajar mereka yang mandiri dan non

konformis. Pengambilan keputusan menjadi masalah karena peserta

didik CI memiliki kemampuan dan minat di banyak bidang, sehingga

sulit membuat keputusan untuk menentukan dalam bidang mana

Page 57: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 53

yang akan ditekuni secara serius. Terhadap masalah-masalah

tersebut, Semiawan (2008) merekomendasikan konseling kelompok,

karena terkait dengan kepedulian interpersonal. Konseling kelompok

dianggap efektif, karena remaja berbakat umumnya reseptif terhadap

umpan balik dari teman-teman mengenai dirinya.

b. Masalah dengan teman sebaya

Hal ini terjadi karena peserta didik CI memiliki tujuan dan minat yang

berbeda dengan teman sebayanya. Peserta didik CI juga remaja,

yang tidak mungkin lepas dari permasalahan tentang dirinya. Mereka

harus dapat bersosialisasi dengan teman sebayanya, karena

merupakan hal yang sangat penting untuk dapat diterima oleh

lingkungan. Masalah lainnya umumnya terkait kerjasama dalam

kelompok (team building). Hal ini terjadi karena peserta didik CI

sangat responsif terhadap berbagai bentuk kompetisi. Motivasi untuk

berkompetisi perlu diimbangi dengan kemauan bekerjasama

(berkolaborasi) dengan orang lain untuk mengatasi masalah secara

positif.

c. Masalah dengan guru dan orangtua

Hal ini terjadi karena guru dan orangtua sulit untuk menyadari bahwa

kedewasaan emosional tidak selalu tumbuh secara bersamaan

dengan kemampuan intelektual. Sikap ini menyebabkan guru dan

orangtua selalu berharap terlalu banyak pada peserta didik CI.

Memberikan label CI pada peserta didik seringkali menimbulkan

harapan terhadap kemampuan remaja dalam berbagai bidang, yang

bisa menjadikan beban mental tambahan bagi peserta didik CI,

bahkan dapat mengakibatkan frustrasi (Semiawan 2008).

d. Prestasi belajar kurang (underacheievement)

Keberbakatan tidak selalu menjamin sukses akademik, produktivitas

maupun kreativitas. Tekanan perasaan harus menjadi manusia

cerdas, luar biasa, selalu kreatif dan berprestasi tinggi dapat

menjadikannya bersikap defensif dan justru mengakibatkan prestasi

belajarnya tidak optimal (Semiawan, 2008).

Page 58: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 54

e. Merencanakan karir

Peserta didik CI biasanya sudah lebih matang untuk menentukan

pilihan karir yang akan dikembangkan, namun tidak menutup

kemungkinan kadang kurang selaras antara keinginan orang tua

dengan dirinya. Kadangkala juga mengalami kebimbangan sehingga

dibutuhkan fasilitator untuk memantapkan karir yang akan dipilih.

2. Peran Guru Sebagai Konselor

Guru peserta didik CI mempunyai peran dalam pelayanan konseling.

Kegiatan yang dapat dilakukan oleh guru antara lain:

a. Menyediakan aktivitas-aktivitas yang bertujuan mengembangkan

psikososial positif,

b. Mengimplementasikan kurikulum secara efektif dengan

menitikberatkan pada kebutuhan peserta didik CI,

c. Menyediakan pembicara dalam kelas yang dapat menjadi model

peran untuk peserta didik CI,

d. Menyiapkan bibliografi yang menitikberatkan pada biografi atau

autobiografi,

e. Menggunakan konsultasi kelompok kecil dan individual sebagai

strategi untuk meningkatkan pemahaman sosial dan diri,

f. Menggunakan literatur dan seni sebagai cara untuk mengatasi

masalah efektif dan kognitif,

g. Menyelenggarakan konferensi orangtua,

h. Membentuk kelompok diskusi orangtua.

3. Bidang Layanan Bimbingan dan Konseling

a. Bimbingan Akademis (Bidang Belajar)

Bimbingan akademis diperlukan agar peserta didik dapat mencapai

prestasi optimal dalam belajar sesuai bakat dan kemampuannya.

Upaya yang dapat dilakukan adalah:

1. Memonitor prestasi akademik berdasarkan hasil ulangan

harian,

Page 59: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 55

2. Memanggil peserta didik atau orangtua peserta didik yang

berkaitan dengan prestasi akademik di bawah target, dan

3. Memotivasi berdisiplin dalam belajar.

b. Bimbingan Kepribadian (Bidang Pribadi)

Bimbingan kepribadian diarahkan agar peserta didik dapat

mengembangkan konsep diri yang sehat, dapat memahami dirinya

dan lingkungannya dengan baik dan mampu mewujudkan dirinya

dalam hubungan yang serasi dengan diri sendiri, keluarga, sekolah,

alam, masyarakat dan Tuhan Yang Maha Esa, misalnya:

1. Mengetahui kegiatan sehari-hari di rumah, sekolah dan

masyarakat melalui jadwal kegiatan sehari-hari,

2. Menjaring data peserta didik melalui daftar cek masalah,

sosiometri, angket, dan wawancara,

3. Menghimpun data dari guru pada saat kegiatan pembelajaran.

c. Bimbingan Karir

Bimbingan karir diperlukan agar peserta didik dapat membuat pilihan

yang tepat dalam merencanakan karirnya, misalnya:

1. Informasi tentang apa dan bagaimana layanan percepatan

belajar,

2. Pemanggilan peserta didik/orangtua peserta didik yang

berkaitan dengan permasalahan pribadi, sosial, belajar dan

karir yang di hadapi,

3. Layanan BK melalui modul bimbingan pribadi/sosial, bimbingan

belajar dan bimbingan karir.

4.8 Pendanaan

Dana yang diperlukan layanan pendidikan khusus CI relatif lebih

besar dibandingkan dana yang diperlukan dalam layanan reguler. Untuk

itu demi keberhasilan pelaksanaan layanan tersebut, sekolah

Page 60: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 56

penyelenggara hendaknya berupaya menjalin kerjasama yang saling

menguntungkan dan tidak mengikat dengan berbagai pihak misalnya

pemerintah, masyarakat, dan lembaga terkait lainnya. Peran aktif orangtua

peserta didik pendidikan khusus CI dalam pengadaan dana sebagaimana

halnya pembinaan kegiatan penunjang lainnya mutlak diperlukan oleh

sekolah.

4.9 Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan

Layanan pendidikan khusus CI dapat dilaksanakan setelah sekolah-

sekolah tersebut memiliki persyaratan penyelenggaraan pendidikan yang

ditetapkan, baik yang menyangkut peserta didik, guru, sarana prasarana,

kurikulum, dan lain-lain, termasuk pembentukan Dewan Pendidikan,

Komite Sekolah, dan/atau Wakil Orangtua Tingkat Kelas (WOTK) sangat

diperlukan. Banyak hal dan kegiatan yang dapat dilakukan oleh Komite

Sekolah terhadap sekolah, yang pada gilirannya akan sangat membantu

penyelenggaraan pendidikan pada sekolah tersebut.

Keberadaan Komite Sekolah ditetapkan berdasarkan Kepmendiknas

RI Nomor 004/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.

Komite Sekolah berkedudukan di setiap sekolah, sedangkan Dewan

Pendidikan di setiap Kabupaten/Kota dan/atau Provinsi.

1. Komite Sekolah

Komite Sekolah berperan sebagai:

a. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan

pelaksanaan kebijakan pendidikan di sekolah,

b. Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial,

pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di

sekolah,

c. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan

akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di

sekolah,

d. Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di

sekolah.

Page 61: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 57

2. Dewan Pendidikan

Dewan Pendidikan berperan sebagai:

a. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan

pelaksanaan kebijakan pendidikan,

b. Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial,

pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan,

c. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan

akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan,

d. Mediator antara pemerintah (eksekutif) dan Dewan Rakyat Daerah

(legislatif) dengan masyarakat.

Page 62: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 58

Layanan pendidikan khusus CI pada satuan pendidikan SMA baik

negeri maupun swasta, yang merupakan model layanan pendidikan bagi

peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan istimewa, masih dalam

proses pengembangan atau dalam proses ujicoba. Layanan dimaksud

dikelola oleh Direktorat Jenderal Menengah (Ditjen Dikmen) yang secara

operasional dilaksanakan oleh Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus

dan Layanan Khusus (PKLK).

Namun untuk operasionalnya sesuai dengan perwujudan proses

otonomi, sekolah-sekolah yang menjadi ujicoba layanan pendidikan

khusus CI ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi dengan

memperhatikan rekomendasi dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota yang

mengacu pada Pedoman Penyelenggaraan Layanan pendidikan khusus

CI. Untuk melakukan upaya pembinaan, sekolah-sekolah tersebut

dipantau dan dikendalikan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah.

5.1 Mekanisme Pembinaan

1. Kelembagaan

a. Pembina Tingkat Nasional adalah Direktorat Jenderal Pendidikan

Menengah (Ditjen Dikmen), cq. Direktorat Pembinaan Pendidikan

Khusus dan Layanan Khusus yang berhubungan dengan

Penyusunan pedoman penyelenggaraan layanan pendidikan khusus

CI, monitoring dan supervisi, penilaian layanan, dan penutupan.

Sedangkan dalam proses pengembangan/ujicoba oleh Tim

Pengembang/Tim Pengendali yang terdiri dari Ditjen Dikmen,

Balitbang dan Perguruan Tinggi,

b. Pembina Tingkat Daerah adalah: (1) Dinas Pendidikan Provinsi

(Subdinas yang menangani PKLK) untuk pembinaan umum

penyelenggaraan pendidikan khusus CI dan membantu pembinaan

tingkat nasional; (2) Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota (Subdinas

yang menangani PKLK) untuk pembinaan khusus penyelenggaraan

Page 63: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 59

pendidikan khusus CI seperti diklat tenaga kependidikan, pembinaan

manajemen sekolah, pembinaan peningkatan mutu sekolah, serta

pembinaan dalam pemberdayaan peran serta masyarakat.

2. Mekanisme

a. Mekanisme Pembinaan Tingkat Nasional

1. Ditjen Dikmen cq. Direktorat Pembinaan PKLK memberikan

informasi ke daerah/sekolah tentang layanan, persyaratan, proses

pengusulan dan penetapan penyelenggaraan pendidikan khusus

CI,

2. Ditjen Dikmen cq. Direktorat Pembinaan KPLK melakukan

peninjauan, pendataan, identifikasi sekolah penyelenggara

pendidikan khusus CI,

3. Ditjen Dikmen cq. Direktorat Pembinaan KPLK memberikan diklat

bagi sekolah calon penyelenggara pendidikan khusus CI,

4. Secara berkala dan terlayanan, Ditjen Dikmen cq. Direktorat

Pembinaan PKLK sedikitnya setahun sekali melakukan

monitoring, supervisi, serta penilaian pelaksanaan pendidikan

khusus CI.

b. Mekanisme Pembinaan Tingkat Daerah ( Provinsi, Kabupaten/Kota)

1. Dinas Pendidikan Provinsi menerima usulan dari sekolah

penyelenggara pendidikan khusus CI yang telah diketahui oleh

Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota,

2. Dinas Pendidikan Provinsi, Kabupaten/Kota menindaklanjuti

dengan Penetapan Sekolah penyelenggara pendidikan khusus CI

didaerahnya (bagi yang memenuhi kriteria);

3. Dinas Pendidikan Provinsi, Kabupaten/Kota menyelenggarakan

diklat untuk tenaga kependidikan di daerah;

4. Secara berkala dan terlayanan Dinas Pendidikan Provinsi,

Kabupaten/Kota sesuai tugas dan fungsinya melakukan

monitoring, supervisi dan penilaian terhadap Sekolah

penyelenggara pendidikan khusus CI.

Page 64: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 60

5.2 Monitoring dan Supervisi

1. Monitoring

a. Lembaga

Pelaksana Monitoring adalah:

i. Ditjen. Dikmen cq. Direktorat Pembinaan PKLK

ii. Dinas Pendidikan Provinsi (Subdinas PKLK)

iii. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, sesuai dengan fungsi dan tugas

kelembagaan serta tugas dan fungsi lembaga dalam kaitannya

Pengembangan/Ujicoba penyelenggaraan pendidikan khusus CI.

iv. Komite sekolah.

b. Aspek yang dimonitor

Sesuai tugas dan fungsi dan kewenangan masing-masing lembaga

tersebut diatas, maka aspek yang dimonitor oleh:

1) Ditjen. Dikmen cq. Direktorat Pembinaan PKLK adalah:

i. Persiapan penyelenggaraan pendidikan khusus CI: peserta didik,

guru, kurikulum, sarana dan prasarana, dana, dan manajemen

ii. Pelaksanaan,

iii. Peran serta masyarakat dalam rangka mendukung

penyelenggaraan pendidikan khusus CI di sekolah bersangkutan.

2) Dinas Pendidikan Provinsi:

i. Keterlaksanaan layanan, dan

ii. Koordinasi instansi terkait dalam pelaksanaan pendidikan khusus

CI di sekolah bersangkutan.

3) Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota:

i. Keterlaksanaan layanan, serta

ii. Peran masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan khusus CI di

sekolah bersangkutan.

c. Waktu Pelaksanaan Monitoring

Sesuai dengan tugas dan fungsi serta kondisi, situasi dan potensi

daerah serta kepentingannya, waktu pelaksanaan monitoring diatur

Page 65: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 61

oleh masing-masing pihak yang berwenang seperti tersebut di atas,

dengan selalu melakukan koordinasi.

d. Instrumen Monitoring

Instrumen monitoring disiapkan oleh masing-masing lembaga yang

melaksanakan monitoring sesuai dengan kepentingannya (sesuai

aspek yang dimonitor).

2. Supervisi

Dalam pelaksanaan supervisi, kelembagaan, aspek yang di supervisi

sama, sedangkan pengaturan waktu pelaksanaan supervisi serta

instrumen supervisi ditentukan atau disiapkan oleh masing-masing

lembaga yang melakukan supervisi (disesuaikan dengan kegiatan

monitoring).

a. Lembaga

Pelaksana Supervisi adalah:

i. Ditjen. Dikmen cq. Direktorat Pembinaan PKLK

ii. Dinas Pendidikan Provinsi (Subdinas PKLK),

iii. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, sesuai dengan fungsi dan tugas

kelembagaan serta tugas dan fungsi lembaga dalam kaitannya

pengembangan/ujicoba penyelenggaraan pendidikan khusus CI.

iv. Kumite sekolah.

b. Aspek yang disupervisi

Sesuai tugas dan fungsi dan kewenangan masing-masing lembaga

tersebut di atas, maka aspek yang disupervisi oleh:

1) Ditjen. Dikmen cq. Direktorat Pembinaan PKLK adalah:

i. Persiapan penyelenggaraan pendidikan khusus CI seperti peserta

didik, guru, kurikulum, sarana dan prasarana, dana, dan

manajemen

ii. Pelaksanaan pendidikan khusus CI, dan

Page 66: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 62

iii. Peran masyarakat dalam rangka mendukung penyelenggaraan

pendidikan khusus CI di sekolah bersangkutan.

2) Dinas Pendidikan Provinsi:

i. Keterlaksanaan layanan, dan

ii. Koordinasi instansi terkait dalam pelaksanaan pendidikan khusus

CI di sekolah bersangkutan.

3) Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota:

i. Keterlaksanaan layanan, serta

ii. Peran dan masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan khusus CI

di sekolah bersangkutan.

c. Waktu Pelaksanaan Supervisi

Sesuai dengan tugas dan fungsi serta kondisi, situasi dan potensi

daerah serta kepentingannya, waktu pelaksanaan supervisi diatur oleh

masing-masing pihak yang berwenang seperti tersebut di atas, dengan

selalu melakukan koordinasi.

d. Instrumen Supervisi

Instrumen supervisi disiapkan oleh masing-masing lembaga yang

melaksanakan monitoring sesuai dengan kepentingannya (sesuai

aspek yang disupervisi).

5.3 Evaluasi Layanan

1. Lembaga Evaluator

Penyelenggara pendidikan khusus CI masih dalam proses

pengembangan atau ujicoba, dengan demikian evaluasi

penyelenggaraan pendidikan khusus CI di sekolah yang telah

ditetapkan oleh Dirjen Dikdasmen, maka lembaga penilainya adalah

Ditjen Dikmen cq Dit Pembinaan PKLK.

Page 67: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 63

2. Unsur-unsur yang dievaluasi

Sesuai dengan kedudukan penyelenggaraan pendidikan khusus CI di

sekolah-sekolah yang ditetapkan oleh Dirjen Dikmen, maka evaluasi

penyelenggaraan pendidikan khusus CI ditujukan pada unsur-unsur

sebagai berikut:

a. Penyiapan calon peserta pendidikan khusus CI;

b. Penyiapan Sumberdaya pendidikan untuk penyelenggaraan

pendidikan khusus CI, yang meliputi:

i. guru, tenaga pendidik dan tenaga kependidikan,

ii. sarana dan prasarana ruang belajar, laboratorium, ruang

perpustakaan, alat peraga/praktek, media pendidikan buku, dll,

iii. dana, untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan khusus

CI,

c. Pelaksanaan manajemen sekolah dalam rangka penyelenggaraan

pendidikan khusus CI,

d. Pelaksanaan pembelajaran dan layanan secara keseluruhan

e. Kerjasama dengan berbagai lembaga/instansi, masyarakat, dan

dunia usaha/industri dalam rangka kelancaran penyelenggaraan

pendidikan khusus CI,

f. Hasil belajar peserta didik peserta pendidikan khusus CI.

3. Waktu Pelaksanaan Evaluasi

Evaluasi dilakukan secara periodik sesuai dengan unsur yang

dievaluasi (unsur butir a sampai dengan f, seperti tersebut di atas):

a. Untuk evaluasi butir a dan b, evaluasi dilaksanakan pada awal

penyelenggaraan;

b. Untuk butir c dan d, evaluasi dilaksanakan saat pendidikan khusus

CI berlangsung (sekurang-kurangnya 2 kali setahun, pada

pertengahan tahun pelajaran dan pada akhir tahun pelajaran);

c. Untuk butir e dan f, evaluasi dilaksanakan pada akhir tahun

pelajaran.

Page 68: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 64

4. Instrumen Evalusi yang terdiri dari:

a. Standar evaluasi penyelenggaraan pendidikan khusus CI;

b. Format evaluasi Penyelenggaraan pendidikan khusus CI yang

memuat unsur evaluasi butir a s.d f tersebut di atas (Instrumen

evaluasi) disiapkan oleh Ditjen Dikmen cq. Dit. Pembinaan PKLK.

5.4 Pelaporan

Dalam rangka ujicoba pendidikan khusus CI, pelaporan dari sekolah

yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan khusus CI

disampaikan kepada Dinas Pendidikan Provinsi dengan tembusan Dinas

Pendidikan Kabupaten/Kota. Kemudian Dinas Pendidikan Provinsi

membuat laporan perkembangan pendidikan khusus CI pada sekolah-

sekolah di wilayahnya, disampaikan kepada Direktorat Jenderal

Pendidikan Menengah. C.q. Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan

Layanan Khusus dengan tembusan direktorat terkait.

5.5 Sanksi

Tata cara penyelenggaraan layanan pendidikan khusus CI yang

dilakukan oleh sekolah telah diatur dalam Pedoman Penyelenggaraan

Layanan pendidikan khusus CI yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal

Pendidikan Menengah. Apabila Tim dari Ditjen Dikmen atau Tim Dinas

Pendidikan Provinsi melakukan supervisi ke sekolah penyelenggara

pendidikan khusus CI dan ternyata menemukan hal-hal yang tidak sesuai

dengan ketentuan yang berlaku, maka sekolah yang bersangkutan akan

mendapat sanksi, sebagai berikut:

1. Ringan, diberi pedoman untuk memperbaiki sesuai dengan

Pedoman penyelenggaraan layanan pendidikan khusus CI;

2. Sedang, teguran tertulis dari pembina pusat atau daerah untuk

proses penyempurnaan;

3. Berat, akan dicabut SK Penetapan penyelenggaraan pendidikan

khusus CI atau tidak diperbolehkan lagi menyelenggarakan layanan

pendidikan khusus CI.

Page 69: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 65

Orientasi penyelenggaraan pendidikan saat ini telah berubah dari

manajemen berbasis pusat menuju manajemen berbasis sekolah (School

Based Management/ MBS). Pada dasarnya MBS memberikan peluang

besar kepada sekolah untuk mengatur dirinya sendiri dalam rangka

memberikan layanan pendidikan kepada peserta didik dan masyarakat

(stakeholders), tetapi masih dalam koridor kebijakan pemerintah yang

ditetapkan secara nasional.

Perubahan orientasi manajemen ini telah mendorong para

penyelenggara satuan pendidikan (sekolah) untuk mengelola layanan

pendidikan kepada masyarakat lebih optimal dan lebih berdaya guna,

termasuk kepada peserta didik CI. Penyelenggaraan layanan pendidikan

khusus CI dapat dilakukan dengan:

1. Menyelenggarakan satuan pendidikan khusus CI (gambar 5)

2. Menggunakan Sistem Kredit Semester (SKS) dengan peserta didik

CI digabung dengan regular (gambar 3),

3. Menggunakan Sistem Kredit Semester (SKS) dengan peserta didik

CI dipisahkan dengan regular (gambar 4),

4. Menggunakan sistem paket dengan peserta didik CI dipisahkan

dengan regular (gambar 2).

Penyusunan naskah kajian ini telah melalui uji publik dan telah

mempertimbangkan Sandar Nasional Pendidikan. Selanjutnya kami

mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Pembinaan Pendidikan

Khusus dan Layanan Khusus Pendidikan Menengah, Direktorat Jenderal

Pendidikan Menegah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Indonesia yang telah membiayai kegiatan penyusunan naskah kajian ini.

Semoga naskah kajian pengembangan pendidikan khusus CI ini dapat

memberikan kontribusi dalam bidang pendidikan.

Page 70: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 66

Achir, Y.A. (1990). Bakat dan Prestasi. Disertasi. Jakarta: Layanan

Pascasarjana, Universitas Indonesia.

Alsa, A. (2007). Keunggulan Dan Kelemahan Layanan Akselerasi Di Sma:

Tinjauan Psikologi Pendidikan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru

Besar pada Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

: Universitas Gadjah Mada

Departemen Pendidikan Nasional (2003). Pedoman Penyelenggaraan

Layanan Percepatan Belajar SD, SMP, dan SMA. (Satu Model

Pelayanan Bagi Peserta Didik Yang Memiliki Potensi Kecerdasan

Dan Bakat Istimewa). Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan

Menengah

Gardner, H. (1983). Frames of Mind : The Theory of Multiple Intelligences.

New York : Basic Books

Hawadi, L.F. (2004). Akselerasi. A-Z Informasi Layanan Percepatan

Belajar dan Anak Berbakat Intelektual. Jakarta : Gramedia

Widyasarana Indonesia

Hawadi, R.A., Wihardjo, R.S.D., dan Wiyono, M. (2001). Keberbakatan

Intelektual. Panduan Bagi Penyelenggaraan Layanan Percepatan

Belajar. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana

Lubis, S.D.B.U. (2004). Aspek-Aspek dalam Bimbingan Konseling Bagi

Peserta didik Akselerasi. Dalam Akselerasi. A-Z Informasi Layanan

Percepatan Belajar dan Anak Berbakat Intelektual. Editor Reni

Akbar-Hawadi. Jakarta : Gramedia Widyasarana Indonesia

Mangunsong, F. (2011). Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan

Khusus. Jilid Kedua. Jakarta : Lembaga Pengembangan Sarana

Pengukuran dan Pendidikan Psikologi

Martinson, R.A. (1974). The Identification of the Gifted and Talented.

California: Ventura.

Munandar, S.C.U. (2012). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat.

Jakarta : Rineka Cipta

Page 71: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa

| 67

Ormrod, J.E. (2009). Psikologi Pendidikan. Membantu Peserta didik

Tumbuh dan Berkembang. Alih bahasa : Wahyu Indianti, Eva

Septiana, Airin Y. Saleh, Puji Lestari. Editor : Rikard Rahmat. Jakarta

: Penerbit Erlangga

Renzulli, J. S. (1977). The Enrichment Triad Model: A guide for developing

defensible layanans for the gifted and talented. Mansfield Center,

CT: Creative Learning Press.

Renzulli, J.S. (2007). Enriching Curriculum for All Students. Thousand

Oaks. CA : Corwin Press

Semiawan, C. R. (1992). Pengembangan Kurikulum Berdiferensiasi.

Jakarta: Grasindo.

Sidi, I.J. (2004). Anak Berbakat Intelektual dalam Perspektif Masa Depan.

Dalam Akselerasi. A-Z Informasi Layanan Percepatan Belajar dan

Anak Berbakat Intelektual. Editor Reni Akbar-Hawadi. Jakarta :

Gramedia Widyasarana Indonesia

Sidi, I.J. (2013). Uji Publik. Draft Naskah Kajian Pengembangan

Pendidikan Cerdas Istimewa. Tanggapan Ahli. Direktorat Pembinaan

Pendidikan Khusus Dan Layanan Khusus, Direktorat Jenderal

Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan

Republik Indonesia

Supriyanto, E. (2012). Pengembangan Kurikulum Pendidikan Cerdas

Istimewa. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (1989). Jakarta: Dharma

Bhakti.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (2003). Jakarta,

Departemen Pendidikan Nasional.

Widyastono, H. (2011). Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester. Naskah

Presentasi. Jakarta : Pusat Kurikulum Balitbang Kemendiknas

View publication statsView publication stats

Page 72: Akhmad Fauzy, Ph - Universitas Islam Indonesia

9 786026 599346

q1B-bEA-b5qq-?+-b

il lil lil til tffil il il lffi l|l til tl| tffi il tffi