Post on 26-Dec-2015
description
i
PENGARUH AERASI TERHADAP KADAR BESI PADA AIR SUMUR PEDESAAN, PERKOTAAN DAN DEKAT PERSAWAHAN DI DAERAH
JEMBER
SKRIPSI
Oleh :
Aisyah PoerwantaNIM.081810301038
JURUSAN KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER2013
ii
PENGARUH AERASI TERHADAP KADAR BESI PADA AIR SUMUR PEDESAAN, PERKOTAAN DAN DEKAT PERSAWAHAN DI DAERAH
JEMBER
SKRIPSI
Oleh :
Aisyah PoerwantaNIM.081810301038
JURUSAN KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER2013
iii
PENGARUH AERASI TERHADAP KADAR BESI PADA AIR SUMUR PEDESAAN, PERKOTAAN DAN DEKAT PERSAWAHAN DI DAERAH
JEMBER
SKRIPSI
Diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syaratuntuk menyelesaikan Program Studi Kimia (S1)
dan mencapai gelar sarjana Sains
Oleh :
Aisyah PoerwantaNIM.081810301038
JURUSAN KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER2013
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
1. Ayahanda Poerwanta Adisoebagya dan Ibunda Agustina Susi Utami terima
kasih sedalam-dalamnya atas rangkaian doa, cinta, kasih sayang,
pengorbanan, kesabaran, keikhlasan, bimbingan, nasehat, teladan dan atas
segala yang telah diberikan dengan tulus ikhlas yang tiada ternilai untuk
ananda hingga ananda bisa meraih semua ini. Semoga Allah SWT senantiasa
mencurahkan Rahmat dan Karunia-Nya baik di dunia maupun di akhirat;
2. adik-adik tersayang Muhammad Jibril Poerwanta, Masyithah Poerwanta,
Sofya Poerwanta dan Muhammad Mikail Poerwanta tidak ada yang mudah
dalam hidup ini, tetapi tidak ada yang tidak mungkin untuk dikerjakan.
Terimakasih atas semua kasih sayang, doa, semangat dan dukungan yang
selalu diberikan untukku;
3. guru-guru di SDN Kaliasin IV Surabaya, SMPN 15 Surabaya, SMAN 7
Surabaya serta dosen-dosen di Jurusan Kimia FMIPA UNEJ yang telah
memberikan ilmu dan membimbing dengan penuh kesabaran;
4. Almamater tercinta, Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Jember.
v
MOTO
Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah
selesai (dari suatu urusan masalah), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain).
(terjemahan Surat Al-Insyirah ayat 6-7)*)
Barang siapa menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia
memiliki ilmunya; dan barang siapa yang ingin (selamat dan berbahagaia) di akhirat,
wajiblah ia mengetahui ilmunya pula; dan barangsiapa yang menginginkan kedua-
duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula.
(H.R Bukhari dan Muslim)**)
*) Departemen Agama Republik Indonesia. 2008. Al Qur’an dan Terjemahannya. Bandung: CV Penerbit Diponegoro.**) katamutiara.com.2011.menuntut-ilmu-dalam-pandangan-islam
vi
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Aisyah Poerwanta
NIM : 081810301038
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul ”Pengaruh
Aerasi terhadap Kadar Besi pada Air Sumur di Pedesaan, Perkotaan dan Dekat
Persawahan di daerah Jember” adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali jika
dalam pengutipan substansi disebutkan sumbernya, dan belum pernah diajukan pada
institusi manapun, serta bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas
keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung
tinggi.
Demikian pernyataan ini saya buat sebenarnya, tanpa adanya tekanan dan
paksaan dari pihak maupun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika ternyata di
kemudian hari pernyataan ini tidak benar.
Jember, Maret 2013
Yang menyatakan,
Aisyah Poerwanta
NIM 081810301038
vii
SKRIPSI
PENGARUH AERASI TERHADAP KADAR BESI PADA AIR SUMUR PEDESAAN, PERKOTAAN DAN DEKAT PERSAWAHAN DI DAERAH
JEMBER
Oleh
Aisyah Poerwanta
NIM 081810301038
Pembimbing
Dosen Pembimbing Utama : Drs. Siswoyo, M.Sc., Ph.D
Dosen Pembimbing Anggota : Asnawati, S.Si., M.Si.
viii
ix
RINGKASAN
Pengaruh Aerasi terhadap Kadar Besi pada Air Sumur di Pedesaan, Perkotaan
dan Dekat Persawahan di daerah Jember; Aisyah Poerwanta, 081810301038;
2013: 38 halaman; Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Jember.
Air sumur merupakan sumber air yang digunakan sebagian penduduk Jember
untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Oleh karena itu kualitas air sumur harus
dijaga agar tidak membahayakan bagi penduduk yang mengonsumsi air tersebut. Air
sumur mengandung kation dan anion, salah satunya yaitu besi. Konsentrasi besi yang
terlalu besar pada air sumur sangat membahayakan kesehatan. Beberapa metode
untuk mengurangi kadar besi yaitu elektrokoagulasi, menggunakan zeolit alami, ion
exchange dan aerasi. Metode aerasi yaitu mengontakkan semaksimal mungkin
permukaan cairan dengan udara agar jumlah oksigen mengetahui terlarut dalam air
bertambah yaitu dengan melalui pemutaran baling-baling yang diletakkan pada
permukaan sampel. Dari paparan tersebut perlu dilakukannya penelitian untuk (i)
mengetahui pengaruh aerasi pada air sumur di pedesaan, dekat persawahaan dan
perkotaan terhadap pola distribusi besi, (ii) mengetahui waktu optimum aerasi
terhadap kadar besi pada air sumur di pedesaan, dekat persawahan dan perkotaan,
(iii) mengetahui hubungan kadar Fe2+ dan Fe3+ dengan parameter konduktivitas,
kekeruhan dan oksigen terlarut sebelum dan sesudah aerasi.
Pengambilan sampel air sumur diambil dari beberapa lokasi yaitu lokasi
Patrang, Bintoro, Baratan dan jalan Jawa II sebesar ± 10 liter. Dari masing-masing
lokasi tersebut diberi perlakuan aerasi dengan menggunakan aerator (pompa
akuarium) dengan variasi waktu 0, 3, 6 dan 9 jam. Setiap variasi waktu tersebut
dilakukan pengukuran besi (Fe total, Fe 2+ dan Fe3+) serta parameter yang digunakan
x
yaitu oksigen terlarut (Dometer), konduktivitas (Konduktometer) dan kekeruhan
(Turbidimeter). Data yang diperoleh dari hasil pengukuran absorbansi dibuat dalam
bentuk kurva kalibrasi antara absorbansi dan konsentrasi larutan sehingga dapat
menentukan kadar besi yang terlarut Fe total dan Fe2+ dalam sampel, hasil dari kurva
kalibrasi dengan menunjukkan persamaan y = mx + c, dimana kadar besi dapat dicari
dari nilai x. Fe3+ diperoleh dari pengurangan Fe total dan Fe2+. Data yang diperoleh
tersebut dianalisis dengan analisa ragam anova two way hal ini dimaksudkan untuk
menguji keragaman untuk mengetahui keragaman hasil disebabkan oleh perbedaan
lamanya aerasi dan lokasi. Analisa kadar Fe2+ dan Fe3+ dikorelasikan dengan
parameter pendukung yaitu konduktivitas, oksigen terlarut dan kekeruhan hal ini
dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh dari parameter tersebut.
Pengaruh aerasi dari pola distribusi besi dapat dilihat dari penurunan kadar
besi yang diperoleh pada saat aerasi 3 jam dan 6 jam sedangkan pada saat 9 jam
mengalami kenaikan hal ini dikarenakan bertambahnya oksigen dalam air akan terjadi
keadaan kelewat jenuh yang disebabkan kurang optimalnya kontak udara dengan Fe.
Analisa anova two way didapatkan ada pengaruh waktu aerasi terhadap perubahan
konsentrasi Fe total pada lokasi yang berbeda (air sumur pedesaan, dekat persawahan
dan perkotaan) sedangkan untuk konsentrasi Fe2+ dan Fe3+ hanya dipengaruhi oleh
perbedaan lokasi sampel air sumur. Waktu optimum aerasi diperoleh rata-rata 6 jam.
Hal ini dikarenakan pada saat 6 jam konsentrasi besi mengalami penurunan kadar
besi yang maksimum. Penentuan korelasi antara konsentrasi besi (Fe total, Fe2+ dan
Fe3+) dengan parameter oksigen terlarut, konduktivitas dan kekeruhan dapat
dinyatakan bahwa ada korelasi kuat hingga kuat antara konsentrasi besi dengan
konduktivitas dan oksigen terlarut sedangkan untuk nilai kekeruhan tidak ada korelasi
dengan konsentrasi besi. Dari paparan tersebut, maka saran yang diberikan yaitu
dilakukan pengukuran konsentrasi Fe3+ secara langsung.
xi
PRAKATA
Puji syukur alhamdulillah ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
”Pengaruh Aerasi terhadap Kadar Besi pada Air Sumur di Pedesaan, Dekat
Persawahan dan Perkotaan”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat
menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) pada Jurusan Kimia Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena
itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Drs. Kusno, DEA, Ph.D selaku Dekan Fakultas MIPA Universitas
Jember;
2. Drs. Achmad Sjaifullah, M.Sc, Ph.D selaku ketua Jurusan Kimia Fakultas
MIPA Universitas Jember;
3. Drs. Siswoyo, M.Sc, Ph.D selaku Dosen Pembimbing Utama, Asnawati S.Si.,
M.Si selaku Dosen Pembimbing Anggota, yang telah meluangkan waktu,
tenaga, dan pikiran serta perhatiannya untuk memberikan dukungan, dan
pengarahan demi terselesaikannya penulisan skripsi ini;
4. Dr. Bambang Piluharto, S.Si., M.Si selaku Dosen Penguji I dan Drs. Mukh.
Mintadi selaku Dosen Penguji II, yang telah meluangkan waktunya guna
menguji, serta memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini;
5. bapak dan ibu dosen-dosen FMIPA UNEJ, dan dosen-dosen Jurusan Kimia
khususnya yang telah banyak memberikan ilmu dan pengetahuan;
6. teman-teman angkatan 2008, terima kasih untuk semua kekompakkan, segala
bantuan, semangat, dan kenangan yang diberikan;
7. teman-teman laboratorium kimia analitik Deny dan Khilda terima kasih atas
kerjasama dan kekompakannya;
xii
8. semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Penulis menerima segala bentuk kritik dan saran yang sifatnya membangun.
Akhirnya penulis berharap, semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi ilmu
pengetahuan.
Jember, Maret 2013 Penulis
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ..................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ ii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... iii
HALAMAN MOTO ......................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN........................................................................... v
HALAMAN PEMBIMBING ........................................................................... vi
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... vii
RINGKASAN ................................................................................................... viii
PRAKATA ........................................................................................................ x
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xv
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xviii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 3
1.3 Batasan Masalah ........................................................................... 3
1.4 Tujuan............................................................................................ 3
1.5 Manfaat.......................................................................................... 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air................................................................................................... 5
2.2 Besi ................................................................................................. 6
2.3 Pengukuran Besi dan Spektrofotometri UV-VIS....................... 7
2.3.1 Pengujian Besi dengan Fenantroline..................................... 7
2.3.2 Spektrofotometer UV-VIS.................................................... 8
xiv
2.4 Proses Penambahan Oksigen (Aerasi) ........................................ 9
2.5 Konduktivitas ................................................................................ 10
2.6 Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen) ......................................... 11
2.7 Kekeruhan ..................................................................................... 11
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian..................................................... 13
3.2 Diagram Alir Penelitian ............................................................... 13
3.3 Alat dan Bahan.............................................................................. 14
3.2.1 Alat........................................................................................ 14
3.2.2 Bahan .................................................................................... 14
3.4 Prosedur Kerja............................................................................. 14
3.4.1 Teknik Sampling .................................................................. 14
3.4.2 Preparasi Bahan .................................................................... 15
a. Larutan Induk Besi 200 ppm ............................................ 15
b. Larutan Buffer Asetat ....................................................... 15
c. Larutan Hidroksilamin 10% ............................................. 15
d. Larutan 1,10-fenantrolin 0,1% ......................................... 15
3.4.3 Parameter yang ditentukan.................................................... 16
a. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum (λmaks).......... 16
b. Pembuatan Kurva Kalibrasi.............................................. 16
c. Penentuan Fe total Sampel Air Sumur dengan
Spektrofotometer UV-VIS ............................................... 16
d. Penentuan Fe2+ Sampel Air Sumur dengan
Spektrofotometer UV-VIS ............................................... 17
e. Penentuan Konduktivitas Sampel Air Sumur dengan
Konduktometer ................................................................. 17
f. Penentuan Kekeruhan Sampel Air Sumur dengan
Turbidimeter ..................................................................... 17
3.4.4 Analisa Data.......................................................................... 18
xv
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Panjang Gelombang Maksimum (λmaks) .................................... 19
4.2 Kurva Kalibrasi ........................................................................... 20
4.3 Pengaruh Aerasi terhadap Perubahan Pola Distribusi Besi
(Fe total, Fe2+ dan Fe3+) ............................................................... 20
4.4 Waktu Optimum Aerasi .............................................................. 26
4.5 Korelasi Konsentrasi Besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) dengan
Oksigen Terlarut.......................................................................... 29
4.6 Korelasi Konsentrasi Besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) dengan
Konduktivitas ............................................................................... 32
4.7 Korelasi Konsentrasi Besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) dengan
Kekeruhan .................................................................................... 35
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan.................................................................................... 39
5.2 Saran .............................................................................................. 39
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 40
LAMPIRAN ..................................................................................................... 44
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
4.1 Data Rata-rata Konsentrasi Besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) terhadap
Pengaruh Aerasi dengan Variasi Waktu ...................................................... 21
4.2 Pola Distribusi Konsentrasi Besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) terhadap
Aerasi .......................................................................................................... 24
4.3 Interpretasi terhadap Koefisien Korelasi...................................................... 31
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
3.1 Diagram Alir Penelitian............................................................................. 13
4.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Kompleks [Fe(phen)3]2+
pada Konsentrasi 2 ppm............................................................................. 19
4.2 Kurva Kalibrasi Senyawa Kompleks [Fe(phen)3]2+ pada Panjang
Gelombang 510 nm.................................................................................... 20
4.3 Grafik Pengaruh Aerasi terhadap Konsentrasi Besi Lokasi Kota 1........... 22
4.4 Grafik Pengaruh Aerasi terhadap Konsentrasi Besi Lokasi Kota 2........... 23
4.5 Grafik Pengaruh Aerasi terhadap Konsentrasi Besi Lokasi Dekat
Sawah......................................................................................................... 23
4.6 Grafik Pengaruh Aerasi terhadap Konsentrasi Besi Lokasi Desa ............. 24
4.7 Grafik Waktu Optimum Aerasi Lokasi Kota 1.......................................... 27
4.8 Grafik Waktu Optimum Aerasi Lokasi Kota 2.......................................... 27
4.9 Grafik Waktu Optimum Aerasi Lokasi Kota Dekat Sawah....................... 28
4.10 Grafik Waktu Optimum Aerasi Lokasi Desa............................................. 28
4.11 Grafik Korelasi Oksigen Terlarut (ppm) dengan Konsentrasi Besi
(Fe total, Fe2+ dan Fe3+) Lokasi Kota 1 ..................................................... 29
4.12 Grafik Korelasi Oksigen Terlarut (ppm) dengan Konsentrasi Besi
(Fe total, Fe2+ dan Fe3+) Lokasi Kota 2 ..................................................... 30
4.13 Grafik Korelasi Oksigen Terlarut (ppm) dengan Konsentrasi Besi
(Fe total, Fe2+ dan Fe3+) Lokasi Dekat Sawah........................................... 30
4.14 Grafik Korelasi Oksigen Terlarut (ppm) dengan Konsentrasi Besi
(Fe total, Fe2+ dan Fe3+) Lokasi Desa ........................................................ 31
4.15 Grafik Korelasi Konduktivitas (µS/cm) dengan Konsentrasi Besi
(Fe total, Fe2+ dan Fe3+) Lokasi Kota 1 ..................................................... 33
xviii
4.16 Grafik Korelasi Konduktivitas (µS/cm) dengan Konsentrasi Besi
(Fe total, Fe2+ dan Fe3+) Lokasi Kota 2 ..................................................... 34
4.17 Grafik Korelasi Konduktivitas (µS/cm) dengan Konsentrasi Besi
(Fe total, Fe2+ dan Fe3+) Lokasi Dekat Sawah........................................... 34
4.18 Grafik Korelasi Konduktivitas (µS/cm) dengan Konsentrasi Besi
(Fe total, Fe2+ dan Fe3+) Lokasi Desa ........................................................ 35
4.19 Grafik Korelasi Kekeruhan (NTU) dengan Konsentrasi Besi
(Fe total, Fe2+ dan Fe3+) Lokasi Kota 1 ..................................................... 36
4.20 Grafik Korelasi Kekeruhan (NTU) dengan Konsentrasi Besi
(Fe total, Fe2+ dan Fe3+) Lokasi Kota 2 ..................................................... 37
4.21 Grafik Korelasi Kekeruhan (NTU) dengan Konsentrasi Besi
(Fe total, Fe2+ dan Fe3+) Lokasi Dekat Sawah........................................... 37
4.22 Grafik Korelasi Kekeruhan (NTU) dengan Konsentrasi Besi
(Fe total, Fe2+ dan Fe3+) Lokasi Desa ........................................................ 38
xix
DAFTAR LAMPIRAN
HalamanA. Absorbansi Senyawa Kompleks [Fe(phen)3]
2+ pada Panjang
Gelombang 400-700 nm............................................................................. 44
B. Absorbansi dan Konsentrasi dari Fe total............................................... 45
C. Penentuan Distribusi Fe terhadap Lokasi ............................................... 47
D. Penentuan Waktu Optimum Aerasi ......................................................... 50
E. Perhitungan Penurunan Konsentrasi Besi (%) ....................................... 51
F. Perhitungan Korelasi
F.1 Korelasi antara Oksigen Terlarut dengan Konsentrasi Besi (Fe Total,
Fe2+ dan Fe3+)........................................................................................ 52
F.2 Korelasi antara Konduktivitas dengan Konsentrasi Besi (Fe Total,
Fe2+ dan Fe3+)........................................................................................ 55
F.3 Korelasi antara Kekeruhan dengan Konsentrasi Besi (Fe Total,
Fe2+ dan Fe3+)........................................................................................ 57
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan suatu kebutuhan bagi makhluk hidup untuk melangsungkan
suatu proses kehidupan. Kegunaan air dalam keseharian dapat dilihat dari beberapa
keberlangsungan suatu kehidupan seperti pertanian, perikanan dan kegiatan domestik.
Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar dapat dimanfaatkan dengan
baik oleh manusia serta makhluk hidup yang lain. Makhluk hidup khususnya manusia
menginginkan air yang digunakan memiliki kualitas air yang bersih dan tidak
berbahaya saat digunakan dan dikonsumsi entah dalam kegiatan sehari-hari seperti
mandi, mencuci hingga memasak.
Air dibagi menjadi dua menurut karakteristik badan air yaitu air permukaan
dan air tanah. Karakteristik utama yang membedakan air tanah dan air permukaan
yaitu pergerakan yang lambat dan waktu tinggal yang sangat lama, dapat mencapai
puluhan bahkan ratusan tahun. Salah satu contoh jenis air tanah yaitu air sumur.
Sebagian besar penduduk Jember menggunakan air sumur untuk melakukan kegiatan
sehari-hari, oleh karena itu air sumur harus dijaga agar tidak membahayakan bagi
konsumen yang mengonsumsi air tersebut.
Air sumur mengandung kation dan anion yang terlarut, salah satunya yaitu
besi. Kandungan besi relatif tinggi yang disebabkan oleh air permukaan mengalami
suatu kontak dengan mineral-mineral air yang terdapat dalam air tanah sehingga
kualitas air mengalami perubahan. Perubahan kualitas air yang memiliki kandungan
besi dapat dilihat dari kadar oksigen terlarut yang ada pada air sumur dan korelasi
parameter selain oksigen terlarut seperti kekeruhan dan konduktivitas (Effendi, 2003).
Kandungan suatu logam besi tidak akan membahayakan suatu kesehatan pada
makhluk hidup apabila tidak berlebih kandungannya. Jika berlebih keberadaan suatu
besi akan mengakibatkan gangguan kesehatan seperti melemahnya kondisi badan,
2
kerusakan pada hati, jantung, pankreas dan organ-organ yang lain (Istikasari, 2001).
Kelebihan besi juga dapat mengakibatkan warna kemerahan pada porselin, bak
mandi, pipa air dan pakaian (Effendi, 2003).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa logam besi yang terkandung
dalam air sumur melebihi ambang batas tidak diperbolehkan yaitu melebihi nilai 0,3
mg/L yang tertera pada KEPMENKES RI No. 907/MENKES/SK/VII/2002, sehingga
diperlukan proses untuk mengurangi kadar besi. Ada beberapa metode untuk
mengurangi kadar besi yaitu elektrokoagulasi (Nugroho, 2008), dengan menggunakan
zeolit alami (Rahman & Hartono, 2004), oksidasi (Said, 2005), ion exchange
(Martelli et al, 1997) dan aerasi (Sari dan Karnaningroem, 2010).
Metode yang digunakan dalam penelitian kali ini yaitu aerasi, metode aerasi
digunakan untuk mengontakkan semaksimal mungkin permukaan cairan dengan
udara agar jumlah oksigen yang terlarut dalam air, yaitu dengan melalui pemutaran
baling-baling yang diletakkan pada permukaan air sampel. Besi akan larut dalam air
dalam keadaan teroksidasi sehingga besi dapat dihilangkan dengan pengendapan
setelah aerasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi aerasi menurut Safrini (2009) yaitu
waktu (lama) aerasi dan laju alir. Aerasi yang digunakan yaitu secara difusi dimana
sejumlah udara dialirkan ke dalam air sumur yang berasal dari beberapa lokasi
melalui diffuser (pompa akuarium). Udara yang masuk ke dalam sampel air sumur
akan berbentuk gelembung-gelembung (Sugiharto,1987). Keuntungan menggunakan
aerasi yang telah dilakukan oleh Sari dan Karnaningroem (2010) dengan cascade
aerator yaitu menurunkan kadar besi hingga 31,9%. Penentuan kadar besi yang telah
diaerasi dengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis.
3
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan-permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini meliputi:
1) Bagaimana pengaruh aerasi pada air sumur di pedesaan, dekat persawahan dan
perkotaan terhadap perubahan pola distribusi besi?
2) Berapakah waktu optimum aerasi terhadap kadar besi air sumur di pedesaan,
dekat persawahan dan perkotaan ?
3) Bagaimana hubungan kadar Fe2+, Fe3+ dengan konduktivitas, kekeruhan, oksigen
terlarut sebelum dan sesudah aerasi?
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini, meliputi:
1) Sampel air sumur diambil di pedesaan terletak di daerah Bintoro, dekat
persawahan terletak di daerah Baratan dan perkotaan terletak di daerah Patrang.
2) Aerasi ini menggunakan pompa akuarium yang memiliki kecepatan yang konstan
dengan variasi waktu selama 0, 3, 6 dan 9 jam dengan pengulangan sebanyak 3
kali dalam sehari.
3) Pengukuran kadar besi menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis.
4) Parameter pendukung yang digunakan seperti konduktivitas, kekeruhan
(turbidimetri), dan oksigen terlarut (DO meter).
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini, meliputi:
1) Mengetahui pengaruh aerasi pada air sumur di pedesaan, dekat persawahan dan
perkotaan terhadap perubahan pola distribusi besi.
2) Mengetahui waktu optimum aerasi terhadap kadar besi pada air sumur di
pedesaan, dekat persawahan dan perkotaan.
3) Mengetahui hubungan kadar Fe2+ dan Fe3+ dengan parameter konduktivitas,
kekeruhan dan oksigen terlarut sebelum dan sesudah aerasi.
4
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah
1) Mengetahui pengaruh aerasi terhadap kadar besi.
2) Memberi masukan kepada masyarakat terhadap pengelolahan air sumur gali yang
memiliki kadar besi yang tinggi sebelum dikonsumsi dan digunakan dalam
kehidupan sehari-hari.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air
Air merupakan salah satu unsur ekosistem yang sangat diperlukan untuk
kelangsungan hidup manusia, hewan dan tumbuhan serta makhluk hidup lain yang
ada di alam ini. Siklus hidrologi air bergantung pada proses evaporasi dan prespitasi.
Air yang terdapat di permukaan bumi berubah menjadi uap air pada lapisan atmosfer
melalui proses evaporasi (penguapan) air sungai, danau, dan laut; serta proses
evapotranspirasi atau penguapan air oleh tanaman.
Air yang memiliki karakteristik yang khas, tidak dimiliki oleh senyawa kimia
yang lain. Karakteristik tersebut adalah air memiliki kisaran suhu, yakni 0C– 100C
air berwujud cair, penyimpanan panas yang sangat baik, memerlukan panas yang
tinggi dalam proses penguapan, pelarut yang baik (Effendi, 2003).
Air tanah merupakan air yang berada di bawah permukaan tanah. Air tanah
ditemukan pada akifer. Karakteristik utama yang membedakan air tanah dari air
permukaan adalah pergerakan yang sangat lambat dan waktu tinggal yang sangat
lama, dapat mencapai puluhan bahkan ratusan tahun. Hal ini dikarenakan pergerakan
yang sangat lambat dan waktu tinggal yang lama tersebut, air tanah akan sulit untuk
pulih kembali jika mengalami pencemaran. Air tanah dapat berasal dari air hujan
(prespitasi), baik melalui proses infiltrasi secara langsung ataupun tidak langsung dari
air sungai, air danau, rawa dan genangan air lainnya (Effendi, 2003).
Air tanah merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi manusia.
Dalam siklus hidrologi, air tanah juga mempunyai peran sebagai salah satu mata
rantai yang berfungsi sebagai reservoir yang kemudian melepaskannya secara
perlahan ke sungai atau danau, sehingga kesinambungan aliran terjaga. Air tanah
6
mempunyai peran penting karena mudah diperoleh dan kualitasnya relatif baik
(Notodarmojo, 2005).
2.2 Besi
Kehadiran besi pada air tanah yang bersama-sama dengan mangan (Mn),
ditandai oleh larutan yang berasal dari batuan dan mineral, oksida-oksida, sulfide,
karbonat dan silikat yang mengandung logam-logam ini. Sumber besi yang ada di
alam adalah pyrite (FeS2), hematite (Fe2O3), magnetite (Fe3O4), limonite (FeO(OH)),
goethite (HFeO2), ochre (Fe(OH)3) dan siderite (FeCO3) yang mudah larut dalam air
(Razif dalam Siswoyo, 1998).
Besi yang berada di dalam air dapat berbentuk kation ferro (Fe2+) atau ferri
(Fe3+). Pada umumnya besi membentuk senyawa dalam bentuk ferri daripada dalam
bentuk ferro, dan membentuk kompleks yang stabil dengan senyawa-senyawa
tertentu. Dalam kondisi sedikit basa, ion ferro akan dioksidasi menjadi ion ferri dan
akan berikatan dengan hidroksida membentuk Fe(OH)3 yang bersifat tidak larut dan
mengendap di dasar perairan berwarna kuning-kemerahan. Sementara dalam kondisi
asam dan banyak mengandung karbondioksida akan membuat FeCO3 larut dan
meningkatkan kadar Fe2+ di perairan (Effendi, 2003).
Besi diperlukan oleh tubuh manusia dalam jumlah tertentu, apabila kelebihan
besi juga dapat menimbulkan efek yang buruk yaitu melemahnya kondisi badan,
kerusakan hati, jantung, pankreas dan organ-organ tubuh manusia yang lain
(Istikasari, 2001). Beberapa masalah terkait adanya besi di dalam air selain menurut
Effendi (2003) yaitu prespitasi dari logam besi dapat merubah air menjadi keruh
berwarna kuning kecoklatan, menyebabkan mikroorganisme berkembang yang dapat
mencemari air dan mengganggu dalam sistem distribusi air dalam pipa, keberadaan
besi dengan konsentrasi beberapa mg/L saja akan menyebabkan air berasa logam,
akibat prespitasi dapat menimbulkan kesukaran pada proses pengolahan air, misalnya
dengan metoda penukaran ion atau destilasi, karena endapan yang terbentuk akan
menutupi pertukaran ion atau menimbulkan kerak pada pipa (Siswoyo,1998).
7
Kelarutan besi (Fe) dalam air dipengaruhi oleh:
a. Kedalaman
Kelarutan besi dalam air akan semakin tinggi jika semakin dalam air meresap
ke dalam tanah. Besi terlarut dalam bentuk Fe(HCO3)2.
b. pH
Nilai pH rendah (pH<7) akan mempengaruhi kelarutan besi dan logam lain
dalam air.
c. Suhu
Peningkatan suhu dalam air akan menyebabkan terjadinya penurunan kadar
O2 dan peningkatan kelarutan besi dalam air.
d. Oksigen (O2)
Oksigen dapat menyebabkan terjadinya aerasi yang akan mengubah ion Fe2+
menjadi Fe3+. Ion Fe3+ ini akan mengendap sehingga akan mengurangi
kelarutan besi dalam air.
(Taufan, 2002).
2.3 Pengukuran Besi dengan Spektrofotometer UV-Vis
Pengukuran besi Fe2+ dan Fe total dengan menggunakan metode
spektrofotometri UV-Vis dengan menggunakan pereduksi hidroksilamin 10% dan
pengompleksan dengan fenatrolin 0,1%. Pengukuran Fe3+ diperoleh dari pengurangan
Fe2+ terhadap Fe total.
2.3.1 Pengujian Besi dengan Fenatrolin
Pengukuran absorban dengan spektrofotometri diharuskan larutan memiliki
warna, apabila suatu larutan tidak memiliki warna maka larutan tersebut harus
direaksikan dahulu dengan pembentuk warna. Menurut Rose dalam Istikasari (2001)
besi dalam bentuk Fe2+ akan sangat mudah membentuk suatu kompleks dengan
fenatroline dan sangat stabil pada kisaran pH 2-9.
8
Besi yang larut dalam air selain berada dalam keadaan Fe2+ juga berbentuk
Fe3+. Ion Fe3+ harus direduksi terlebih dahulu menjadi Fe2+ dengan menggunakan
hidroksilamin, dengan reaksi sebagai berikut :
4 Fe3+ + 2 NH2OH 4 Fe2+ + N2O + 4 H+ + H2O
Ion Fe2+ akan bereaksi dengan fenatrolin akan membentuk suatu ion kompleks
yang berwarna merah, dengan reaksi sebagai berikut :
Fe2+ +
N N
N
N N
N
N N
Fe
3
2+
2.3.2 Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometer merupakan alat yang terdiri dari spektrometer dan
fotometer. Spektrometer adalah alat yang menghasilkan sinar dari spektrum dengan
panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya
yang ditransmisikan atau yang diabsorbsi, oleh karena itu spektrofotometer
digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan,
direfleksikan atau diemisikan sebagi fungsi dari panjang gelombang (Khopkar, 1990).
Spektrofotometri UV-Vis merupakan teknik analisis spektroskopik yang
memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190 – 380 nm) dan sinar
tampak (380 – 780 nm) dengan memakai alat spektrofotometer. Spektrofotometri
UV-Vis dapat melakukan penentuan terhadap sampel yang berupa larutan dan perlu
untuk memperhatikan beberapa persyaratan pelarut yang digunakan, antara lain
pelarut yang dipakai tidak mengandung sistem ikatan rangkap terkonjugasi pada
9
struktur molekulnya dan tidak berwarna, tidak terjadi interaksi dengan molekul
senyawa yang dianalisis, kemurniannya harus tinggi (Hendayana, 1994).
Aplikasi suatu spektrofotometri sangat berguna untuk menentukan suatu
kandungan zat dengan penggunaan persamaan hukum Lambert-Beer yaitu:
A = ebc
dimana: A = Absorbansi
e = absorptivitas molar
b = tebal sel larutan
c = konsentrasi (Underwood, 1998).
2.4 Proses Penambahan Oksigen (Aerasi)
Penambahan oksigen (Aerasi) adalah salah satu usaha dari pengambilan zat
pencemar dengan tujuan konsentrasi zat pencemar akan berkurang atau bahkan dapat
dihilangkan sama sekali.
Aerasi dengan menggunakan aerator bertujuan untuk memaksa air ke atas
untuk berkontak dengan oksigen. Cara mengontakkan air limbah dengan oksigen
melalui pemutaran baling-baling yang diletakkan pada permukaan limbah, yang
mengakibatkan air limbah akan terangkat keatas dan dengan terangkatnya maka air
limbah akan mengadakan kontak langsung dengan udara sekitarnya.
Oksigen ditambahkan ke dalama air limbah dengan beberapa cara yaitu
memasukkan udara ke dalam air limbah dan memaksa air ke atas untuk berkontak
dengan oksigen. Udara dimasukkan ke dalam air limbah adalah proses memasukkan
udara atau oksigen murni ke dalam limbah melalui benda porous atau nozzle. Nozzle
diletakkan di tengah-tengah, akan meningkatkan kecepatan berkontaknya gelembung
udara tersebut dengan air limbah, sehingga proses pemberian oksigen akan berjalan
lebih cepat. Udara yang dimasukkan adalah berasal dari udara luar yang dipompakan
ke dalam air limbah oleh pompa. Air dipaksa ke atas untuk berkontak dengan oksigen
adalah cara mengontakkan air limbah dengan oksigen melalui pemutaran baling-
baling yang diletakkan pada permukaan air limbah. Akibat dari pemutaran ini, air
10
limbah akan terangkat ke atas dan dengan terangkatnya maka air limbah akan
mengadakan kontak langsung dengan udara sekitarnya (Sugiharto, 1987).
Tujuan proses aerasi yaitu menaikkan jumlah oksigen terlarut di dalam air
yang dapat berguna bagi kehidupan. Dalam keadaan teroksida, besi terlarut di air.
Bentuk senyawa dengan larutan ion, besi terlarut dalam bentuk Fe2+. Ketika kontak
dengan oksigen atau oksidator lain, besi akan teroksidasi menjadi valesi yang lebih
tinggi, bentuk ion kompleks baru yang tidak larut ke tingkat yang cukup besar. Oleh
karena itu, besi dihilangkan dengan pengendapan setelah aerasi (Peavy dalam
Arifiani, 2007).
Sistem aerasi difusi udara yaitu udara dimasukkan kedalam cairan yang akan
diaerasi dalam bentuk gelembung-gelembung yang naik melalui cairan tersebut.
Ukuran gelembung bervariasi dari yang besar hingga yang halus, tergantung dari tipe
aerator tersebut.
2.5 Konduktivitas
Daya hantar listrik (DHL) atau konduktivitas didefinisikan sebagai
kemampuan dari larutan untuk menghantarkan arus listrik. Kemampuan ini
tergantung pada konsentrasi zat yang terion dalam air. DHL juga dipengaruhi oleh
jenis ion, valensi dan konsentrasi. Adanya CO2 dari udara yang terabsorpsi oleh air
dapat menyebabkan bertambahnya harga DHL. Daya hantar listrik dapat diketahui
dengan penentuan jumlah mineral dalam air, apabila daya hantar listrik besar maka
dapat dikatakan jumlah mineral dalam air juga besar. DHL (konduktivitas) diukur
dengan conductivity-meter digital, dimana satuan yang digunakan micros/cm. Untuk
menggerakkan arus listrik, ion-ion bergerak dalam larutan memindahkan muatan
listriknya bergantung pada ukuran interaksi antar ion dalam larutan (Effendi, 2003).
11
2.6 Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)
Pengukuran oksigen terlarut dilakukan untuk mengetahui berapa banyak
jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh mikroorganisme dalam mendegradasi bahan
buangan organik secara aerob (Fardiaz dalam Salmin, 2005).
Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen) dibutuhkan oleh semua jasad hidup
untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian
menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga
dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik.
Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari suatu proses difusi dari
udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut
(Salmin, 2005).
Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung dari beberapa faktor, seperti
kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti arus,
gelombang dan pasang surut. Kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan
semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Kadar
oksigen akan lebih tinggi pada permukaan, karena adanya proses difusi antara air
dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis. Dengan bertambahnya
kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses fotosintesis
semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan
dan oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik. Keperluan organisme terhadap
oksigen relatif bervariasi tergantung pada jenis dan aktifitasnya (Salmin, 2005).
2.7 Kekeruhan
Air dikatakan keruh, apabila air tersebut mengandung begitu banyak partikel
bahan yang tersuspensi sehingga memberikan warna atau rupa yang berlumpur dan
kotor. Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan ini meliputi tanah air, lumpur,
bahan-bahan organik yang tersebar secara baik dan partikel-partikel kecil yang
tersuspensi lainnya. Kekeruhan tidak membahayakan tetapi tidak disenangi karena
rupanya (Sugriawan & Wahyono, 2007).
12
Menurut Effendi (2003), menyatakan bahwa tingginya nilai kekeruhan juga
dapat menyulitkan usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada
proses penjernihan air. Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya
sistem osmoregulasi seperti pernafasan dan daya lihat organisme akuatik serta dapat
menghambat penetrasi cahaya ke dalam air. Pengaruh kekeruhan yang utama adalah
penurunan penetrasi cahaya secara mencolok, sehingga aktivitas fotosintesis
fitoplankton dan alga menurun, maka dapat dikatakan produktivitas perairan menjadi
turun.
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Jurusan Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jember yang dilaksanakan pada
bulan September-November 2012. Pengambilan sampel pada Baratan, Bintoro, dan
Patrang.
3.2 Diagram Alir Penelitian
Analisa Data
DO meterSpektrofotometer TurbidimeterKonduktometer
KekeruhanOksigen terlarut KonduktivitasFe2+Fe total Fe3+
Aerasi dengan variasi waktu 0 jam, 3 jam, 6 jam, 9 jam
Air sumur desa Air sumur kotaAir sumur dekat sawah
14
3.3 Alat dan Bahan
3.3.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Kuvet, labu ukur (50 mL,
100 mL, 1000 mL), beaker glass (50 dan 100 mL), gelas ukur (25 mL dan 50 mL),
pipet mohr (1 mL, 5 mL dan 10 mL), pipet tetes, ball pipet, botol semprot, penangas
air, neraca analitik (OHAUS, ketelitian 10-4 gram), spektrofotometer UV-Vis (tipe
UV756CRT), DO meter (tipe SCHOTT-OX1), konduktometer (tipe Activon-AS302),
turbidimeter, pH meter (Hanna Hi-98127), aerator (pompa akuarium) dan bak plastik.
3.3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: sampel air sumur,
aquades, larutan hidroksilamin 10% (Merck), Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O (Merck; Mr 392
gram/mol), larutan fenantrolin 0,1% (Merck; Mr 198 gram/mol), H2SO4(pa) 95%
(Merck), CH3COOH 0,1M 99,8% (Merck; Mr 60,05 gram/mol), CH3COONa 0,1M
(Merck; Mr 82 gram/mol), larutan standar KCl 0,01M (RdH; Mr 74,55 gram/mol).
3.4 Prosedur Kerja
3.4.1 Teknik Sampling
Pengambilan sampel air sumur diambil sebanyak ±10 L di setiap lokasi
dengan kriteria sampel air sumur sebagai berikut
air sumur perkotaan, dengan karakter jarak antara rumah yang berdekatan.
Lokasi sumur kota 1 (jalan Jawa II) sumur tertutup dan tidak pernah digunakan
untuk kegiatan sehari-hari. Lokasi sumur kota 2 (daerah Patrang) berdekatan
dengan rumah sakit dan dekat rel kereta api.
air sumur dekat persawahan dengan karakter jarak antar rumah dengan sawah 3
meter yang aktif dengan tanaman tembakau di daerah Baratan (Dekat Sawah).
air sumur pedesaan dengan karakter jarak antara rumah berjauhan dengan
sanitasi yang baik di daerah Bintoro (Desa).
15
pengambilan sampel dilakukan dengan cara menimba, sampel diletakkan pada sebuah
wadah yang telah dibersihkan. Analisa pengukuran Fe2+ dan Fe3+ serta parameter yang
digunakan (oksigen terlarut, konduktivitas, dan kekeruhan) dilakukan pada
laboratorium. Sampel dituangkan padadua wadah bak plastik setiap sampel dengan
perlakuan yang berbeda. Sampel yang diletakkan pada wadah bak plastik yang
terdapat aerator ditunggu selama 0, 3, 6 dan 9 jam dalam sehari. Pengukuran
dilakukan dengan tiga kali pengulangan tiap perlakuan.
3.4.2 Preparasi Bahan
a. Larutan Induk Besi 200 ppm
Larutan induk besi 200 ppm dibuat dengan mencampurkan 20 mL H2SO4(pa)
dengan 50 mL air dan melarutkan 1,4 gram Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O ke dalamnya
kemudian diencerkan menjadi 1000 mL dengan air.
b. Larutan Buffer Asetat
Larutan Buffer dibuat dari 1,394 gram CH3COONa yang dilarutkan dalam
1000 mL CH3COOH 0,1 M (Mulyono, 2006).
c. Larutan Hidroksilamin 10%
Larutan hidroksilamin 10% dibuat dengan melarutkan 10 gram NH2OH.HCl
dengan akuades sampai dengan 100 mL. Larutan hidroksilamin dibuat untuk
mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+ (Eaton et al, 1995).
d. Larutan 1,10-fenantrolin 0,1%
Larutan 1,10-fenantrolin dibuat dengan melarutkan 1 gram 1,10-fenantrolin
monohidrat C12H8N2.H2O dalam 1000 mL air sehingga diperoleh larutan fenantroline
dengan konsentrasi 1000 ppm.
16
3.4.3 Parameter yang ditentukan
a. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum (λmaks)
Pengukuran panjang gelombang maksimum dilakukan untuk mendapatkan
hasil yang maksimum pada pengukuran kadar besi dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis. Pengukuran panjang gelombang maksimum dilakukan
dengan mengukur absorbansi larutan standar besi (II) 2 ppm yang telah ditambahkan
dengan 1 mL hidroksilamin, 2 mL fenantrolin 0,1%, 5 mL larutan buffer asetat
sehingga membentuk kompleks [Fe(phen)3]2+ pada panjang gelombang
400 nm –700 nm.
b. Pembuatan Kurva Kalibrasi
Kurva kalibrasi diperoleh dengan cara dimasukkannya larutan induk sebanyak
2,5 mL dalam labu ukur 100 mL hingga tanda batas, sehingga didapat larutan induk
Fe(II) 5 ppm. Kemudian diambil volume 4; 8; 12; 16 dan 20 mL pada labu ukur 50
mL dengan ditambahkan dengan 1 mL hidroksilamin, 2 mL fenantrolin 0,1% dan
5 mL buffer asetat setelah itu diencerkan hingga tanda batas dan didiamkan 5 menit
hingga 10 menit. Selanjutnya diukur absorbansinya dan dibuat kurva yang merupakan
hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi.
c. Penentuan Fe total Sampel Air Sumur dengan Spektrofotometer UV-Vis
Sampel sebanyak 25 mL dimasukkan ke dalam beaker glass. Selanjutnya
ditambahkan 1 mL larutan hidroksilamin 10%. Kemudian dipanaskan dan diaduk
hingga volume tersisa 10 mL. Dinginkan pada suhu kamar dan dipindahkan ke dalam
labu ukur 50 mL. Selanjutnya ditambahkan 2 mL fenantrolin 0,1% dan 5 mL buffer
asetat. Kemudian ditambahkan aquades hingga tanda batas dan didiamkan selama 10
menit hingga warna stabil dan dibaca absorbansinya pada panjang gelombang
maksimum (Christian, 1971).
17
d. Penentuan Fe2+ Sampel Air Sumur dengan Spektrofotometer UV-Vis
Disiapkan sampel sebanyak 25 mL kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur
50 mL. Selanjutnya ditambahkan 2 mL fenantrolin 0,1% dan 5 mL buffer kemudian
diaduk dan diencerkan hingga 50 mL dengan aquades dan didiamkan 10 menit hingga
warna stabil. Kemudian ditambahkan aquades hingga tanda batas dan dibaca
absorbansinya pada panjang gelombang maksimum.
e. Penentuan Konduktivitas Sampel Air Sumur dengan Konduktometer
Sampel dimasukkan ke dalam beaker glass. Kemudian dicelupkan elektroda
konduktometer ke dalam larutan standart KCl 0,01M hingga alat menunjukkan
1413 µS. Setelah itu elektroda dibilas dengan aquades. Selanjutnya dicelupkan
elektroda pada larutan sampel dan dicatat nilai konduktansi.
f. Penentuan Oksigen Terlarut Sampel Air Sumur dengan DO (Dissolved Oxygen)
Meter
Sampel sebanyak 25 mL dimasukkan ke dalam beaker glass 50 mL, kemudian
dicelupkan DO meter yang telah dikalibrasi ke dalam larutan sampel dan ditekan
tombol O2. Selanjutnya dicatat nilai DO yang terbaca pada layar (dalam satuan
mg/L).
g. Penentuan Kekeruhan Sampel Air Sumur dengan Turbidimeter
Sampel air sumur di kocok dari wadah penampungan sampel sementara.
Kemudian dimasukkan sampel ke dalam tabung turbidimeter yang telah dikalibrasi
dan dicuci dengan aquades. Selanjutnya pasang tutup turbidimeter dan biarkan alat
menunjukkan nilai pembacaan yang stabil. Kemudian dicatat nilai kekeruhan sampel
yang teramati.
18
3.4.4 Analisa Data
Data yang diperoleh dari hasil pengukuran absorbansi dibuat dalam bentuk
kurva kalibrasi antara absorbansi dan konsentrasi larutan sehingga dapat menentukan
kadar besi yang terlarut Fe total dan Fe2+ dalam sampel, hasil dari kurva kalibrasi
menunjukkan persamaan y = mx + c, dimana kadar besi dapat dicari dari nilai x . Fe3+
diperoleh dari pengurangan Fe total dan Fe2+. Data yang diperoleh tersebut dianalisis
dengan analisa ragam anova two way hal ini dimaksudkan untuk menguji keragaman
untuk mengetahui keragaman hasil disebabkan oleh perbedaan lamanya aerasi dan
lokasi.
Analisa kadar Fe2+ atau Fe3+ dikorelasikan dengan parameter pendukung yaitu
konduktivitas, oksigen terlarut dan kekeruhan hal ini dimaksudkan untuk mengetahui
pengaruh dari parameter tersebut.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Panjang Gelombang Maksimum (λmaks)
Penentuan λmaks dilakukan pengukuran serapan pada rentang (400-700) nm
dengan konsentrasi 2 ppm. Berdasarkan hasil pengamatan λmaks kompleks
[Fe(phen)3]+2 nilai maksimum dihasilkan pada panjang gelombang 510 nm. Panjang
gelombang maksimum ini selanjutnya digunakan untuk mencari absorbansi dari
larutan standar dan sampel. Hasil setiap serapan dapat dilihat pada Lampiran A,
maka λmaks dapat ditentukan melalui kurva seperti Gambar 4.1
Gambar 4.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Kompleks [Fe(phen)3]+2 pada
konsentrasi 2 ppm
20
4.2 Kurva Kalibrasi
Pembuatan kurva kalibrasi dibuat dengan cara mengukur absorbansi dengan
konsentrasi pada panjang gelombang 510 nm, adapun konsentrasi yang digunakan
dari larutan standar Fe(II) yaitu 0; 0,4 ;0,8 ;1,2 ;1,6 dan 2 ppm, sehingga kurva
kalibrasi tersebut dapat menghasilkan persamaan yaitu y = 0,149 x + 0,067 dari
persamaan tersebut dapat dicari konsentrasi besi Fe total maupun Fe2+ yaitu dengan
cara memasukkan nilai absorbansi (y), adapun data absorbansi pada Lampiran B.
Kurva kalibrasi kompleks [Fe(phen)3]2+ pada Gambar 4.2
Gambar 4.2 Kurva Kalibrasi Senyawa Kompleks [Fe(phen)3]2+ pada Panjang
Gelombang 510 nm
4.3 Pengaruh Aerasi terhadap Perubahan Pola Distribusi Besi (Fe total, Fe2+ dan
Fe3+)
Konsentrasi besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) yang berasal dari beberapa sampel
(kota, dekat sawah dan desa) diberi perlakuan aerasi dengan variasi waktu 0, 3, 6 dan
9 jam menunjukkan adanya perubahan sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 4.1.
y = 0.149x + 0.067R² = 0.995
0,000
0,100
0,200
0,300
0,400
0 0,4 0,8 1,2 1,6 2
Abso
rban
si
Konsentrasi (ppm)
21
Tabel 4.1 Data Rata-rata Konsentrasi Besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) terhadap Pengaruh Aerasi dengan Variasi Waktu
Lokasi Aerasi Fe total (ppm) Fe2+ (ppm) Fe3+ (ppm)
Kota 1
0 Jam 2.324 0.898 1.4263 Jam 2.277 0.798 1.4796 Jam 1.977 0.596 1.3829 Jam 2.118 0.662 1.456
Kota 2
0 Jam 0.378 0.058 0.3203 Jam 0.262 0.043 0.2196 Jam 0.168 0.031 0.1379 Jam 0.210 0.039 0.171
Dekat Sawah
0 Jam 0.303 0.191 0.1123 Jam 0.272 0.164 0.1086 Jam 0.257 0.141 0.1169 Jam 0.262 0.145 0.117
Desa
0 Jam 0.160 0.003 0.1573 Jam 0.116 0.000 0.1166 Jam 0.097 0.000 0.0979 Jam 0.108 0.000 0.108
dari data pada Tabel 4.1 tersebut dinyatakan bahwa ada perbedaan nilai konsentrasi
besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) sebelum aerasi dan sesudah aerasi. Menurut Sari (2010)
proses aerasi dari beberapa variasi injeksi udara dengan besi (Fe) yang larut dalam air
mengikuti reaksi sebagai berikut:
4 Fe2+ + O2 + 10 H2O(l) 4 Fe(OH)3(s) + 8H+(aq)
dimana reaksi tersebut bertujuan memaksimalkan kontak air dengan udara, Fe2+ yang
terdapat pada sampel diubah menjadi Fe3+ sebagai endapan. Sampel air sumur
tersebut ditambah dengan larutan hidroksilamin yang bertujuan untuk mereduksi Fe3+
menjadi Fe2+ seperti reaksi berikut:
4 Fe3+ + 2 NH2OH 4 Fe2+ + N2O + 4 H+ + H2O
Ion Fe2+ yang dihasilkan akan bereaksi dengan fenatroline akan membentuk suatu
ion kompleks yang berwarna merah, dengan reaksi sebagai berikut :
Fe2+ + 3 [phen] [Fe(phen)3]2+
22
Pada Gambar 4.3, 4.4, 4.5 dan 4.6 terjadi penurunan konsentrasi besi setelah 3 jam
dan 6 jam namun pada saat 9 jam terjadi kenaikan konsentrasi besi yang dikarenakan
dengan bertambahnya oksigen dalam air maka akan terjadi keadaan kelewat jenuh
pada sampel selain itu menurut Arifiani (2007) dimungkinkan karena tidak meratanya
distribusi sampel air sumur pada media kontak yang disebabkan kurang optimalnya
kontak antara udara dengan Fe.
Menurut Said (2005) kecepatan oksidasi besi dipengaruhi oleh pH air,
semakin tinggi pH air kecepatan reaksi oksidasinya makin cepat dan terkadang
diperlukan waktu tinggal beberapa jam setelah proses aerasi agar reaksi berjalan
selain itu tergantung pula pada karakteristik air bakunya (air sampel). Hasil penelitian
sebelum aerasi, nilai pH untuk daerah perkotaan jalan Jawa II dan daerah Patrang
yaitu sebesar 7.93 dan 7.43 namun pada lokasi dekat persawahan (daerah Baratan)
dan lokasi pedesaan (daerah Bintoro) nilai pH sebesar 7.21 dan 6.97. Nilai pH
semakin tinggi setelah aerasi, pada sampel air sumur perkotaan jalan Jawa II dan
daerah Patrang sebesar 8.15 dan 7.62. Daerah Baratan dan Bintoro nilai pH sebesar
7.41 dan 7.13, dengan bertambahnya nilai pH maka keberadaan Fe2+ kurang stabil
sehingga Fe2+ berkurang.
Gambar 4.3 Pengaruh Aerasi terhadap Konsentrasi Besi Lokasi Kota 1
0,000
0,500
1,000
1,500
2,000
2,500
0 3 6 9
Kons
entr
asi b
esi (
ppm
)
Waktu Aerasi (Jam)
fe total
fe2+
fe3
Fe Total
Fe 2+
Fe 3+
23
Gambar 4.4 Pengaruh Aerasi terhadap Konsentrasi Besi Lokasi Kota 2
Gambar 4.5 Pengaruh Aerasi terhadap Konsentrasi Besi Lokasi Dekat Sawah
0,000
0,050
0,100
0,150
0,200
0,250
0,300
0,350
0,400
0 3 6 9
Kons
entr
asi
Besi
(ppm
)
Waktu Aerasi (Jam)
fe total
fe2+
fe3+
0,000
0,050
0,100
0,150
0,200
0,250
0,300
0,350
0 3 6 9
Kons
entr
asi B
esi (
ppm
)
Waktu Aerasi (Jam)
fe total
fe2+
fe3+
Fe Total
Fe 2+
Fe 3+
Fe Total
Fe 2+
Fe 3+
24
Gambar 4.6 Pengaruh Aerasi terhadap Konsentrasi Besi Lokasi Desa
Untuk melihat pengaruh aerasi air sumur (kota 1, kota 2, dekat sawah dan
desa) terhadap perubahan pola distribusi besi dapat digunakan metode anova two
way, adapun perhitungan pada Lampiran C.
Tabel 4.2 Pola Distribusi Konsentrasi Besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) terhadap Aerasi
hasil uji anova two way pada Tabel 4.2 didapatkan tolak H’0 dan H”0 untuk nilai
konsentrasi Fe total dari perhitungan f tabel > f hitung dengan selang kepercayaan
(α) 0.05 yang memiliki arti ada pengaruh lokasi terhadap waktu aerasi namun untuk
nilai konsentrasi Fe2+ dan Fe3+ diperoleh nilai tolak H’0 untuk f tabel > f hitung dan
0,000
0,020
0,040
0,060
0,080
0,100
0,120
0,140
0,160
0,180
0 3 6 9
Kons
entr
asi B
esi (
ppm
)
Waktu Aerasi (Jam)
fe total
fe2+
fe3+
Besif Hitung f Tabel
Aerasi Lokasi Aerasi Lokasi
Fe Total 4.518 186.069
3.86 3.86Fe2+ 1.831 64.847
Fe3+ 2.068 463.187
Fe Total
Fe 2+
Fe 3+
25
terima H”0 untuk f tabel < f hitung yang memiliki arti bahwa ada pengaruh lokasi
bila digunakan aerasi dan tidak ada beda rata-rata hasil untuk aerasi.
Nilai konsentrasi besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) sebelum diberi perlakuan aerasi
untuk daerah kota 1 (jalan Jawa II) melebihi ambang batas yang diperbolehkan yaitu
sebesar 2.324 ppm untuk Fe total, Fe2+ sebesar 0.898 ppm dan Fe3+ sebesar 1.426
ppm adapun kondisi daerah kota 1 (jalan Jawa II) padatnya pemukiman dan kondisi
sanitasi lingkungan yang buruk dapat mempengaruhi kandungan besi tersebut. Selain
itu juga kondisi sumur yang tertutup mengakibatkan air tidak banyak mengandung
oksigen terlarut dan menyebabkan kandungan Fe2+ cukup besar. Setelah dikenai
perlakuan aerasi konsentrasi besi di wilayah kota 1 (jalan Jawa II) masih melebihi
ambang batas yang diperbolehkan oleh KEPMENKES RI No.
907/MENKES/SK/VII/2002 yaitu 2.118 ppm untuk Fe total, Fe2+ sebesar 0.622 ppm
dan Fe3+ sebesar 1.456 ppm. Hal ini dikarenakan terlalu besarnya konsentrasi besi
pada wilayah tersebut yang dapat dilihat dari kondisi air berwarna kuning dan keruh,
adanya kondisi tersebut aerator (pompa akuarium) juga kurang memberi masukkan
oksigen pada sampel karena kondisi sampel air sumur.
Pada kota 2 (Patrang) konsentrasi besi sebelum aerasi sebesar 0.378 ppm
untuk Fe total, Fe2+ sebesar 0.058 ppm dan Fe3+ sebesar 0.320 ppm. Fe total dan Fe3+
melebihi nilai batas ambang mutu yaitu sebesar 0.3 ppm. Hal ini dikarenakan jarak
antara sampel air sumur dengan rumah sakit sekitar 15 meter, sehingga dimungkinkan
limbah rumah sakit juga memberi kontribusi terhadap kandungan besi pada air sumur
penduduk disekitar rumah sakit tersebut. Air limbah buangan rumah sakit berasal dari
hasil proses seluruh kegiatan rumah sakit yang meliputi buangan kamar mandi,
dapur, air bekas pencucian pakaian selain itu limbah cair medis meliputi air limbah
yang berasal dari kegiatan klinis rumah sakit, misalnya air bekas cucian luka, cucian
darah dan air limbah laboratorium. Selain itu jarak antara sampel air sumur dengan
rel kereta api sekitar 5 meter. Sampel air sumur yang diberi perlakuan aerasi memiliki
26
konsentrasi Fe total, Fe2+ dan Fe3+ berturut-turut yaitu sebesar 0.210 ppm, 0.039 ppm
dan 0.171 ppm.
Konsentrasi besi Fe total, Fe2+ dan Fe3+ sebelum aerasi pada wilayah dekat
sawah (Baratan) sesuai dengan batas ambang mutu, yaitu sebesar 0.303 ppm, 0.191
ppm dan 0.112 ppm. Hal ini disebabkan lahan persawahaan yang masih aktif dengan
tanaman tembakau. Pada keadaan tersebut tanaman tembakau membutuhkan pupuk,
dimungkinkan pupuk tersebut memberi kontribusi pada kandungan besi pada air
sumur penduduk. Jarak antara rumah penduduk dengan lahan persawahan yaitu
sekitar 3 meter. Selain itu dapat diakibatkan oleh peralatan pertanian yang digunakan
petani untuk menggemburkan tanah. Setelah diberi perlakuan aerasi konsentrasi Fe
total, Fe2+ dan Fe3+ yaitu sebesar 0.262 ppm, 0.145 ppm dan 0.117 ppm.
Air sumur yang berlokasi di desa daerah Bintoro memiliki kondisi sampel air
sumur yang jernih dan tidak berbau dimana di daerah tersebut dapat dikatakan jauh
dari polusi. Sebelum dilakukan aerasi konsentrasi Fe total pada air sumur sebesar
0.160 ppm, Fe2+ sebesar 0.003 ppm dan Fe3+ sebesar 0.157 ppm. Setelah aerasi
konsentrasi besi Fe total sebesar 0.108 ppm, Fe2+ sebesar 0.000 ppm dan Fe3+ sebesar
0.108 ppm.
Dari beberapa lokasi daerah perkotaan, dekat persawahan dan pedesaan dapat
disimpulkan ada perbedaan kandungan besi dalam air sumur. Perlakuan aerasi dapat
menurunkan konsentrasi besi meskipun tidak terlalu signifikan hal ini berkesesuaian
dengan paparan analisa anova two way pada Tabel 4.2. Konsentrasi besi Fe2+ lebih
kecil dibandingkan Fe3+. Menurut Effendi (2003) air tanah biasanya memiliki
karbondioksida dengan jumlah relatif banyak, dicirikan dengan rendahnya pH dan
disertai kadar oksigen terlarut yang rendah.
4.4 Waktu Optimum Aerasi
Penentuan waktu optimum aerasi dari beberapa lokasi (kota 1, kota 2, dekat
sawah dan desa) untuk mengetahui penurunan konsentrasi besi yang maksimum.
27
Dapat diperoleh dengan mencari nilai selisih antara konsentrasi besi sebelum aerasi
dengan konsentrasi besi sesudah aerasi, perhitungan terdapat pada Lampiran D.
Gambar 4.7 Waktu Optimum Aerasi Lokasi Kota 1
Gambar 4.8 Waktu Optimum Aerasi Lokasi Kota 2
-0,100
-0,050
0,000
0,050
0,100
0,150
0,200
0,250
0,300
0,350
0,400
0 3 6 9
∆ K
onse
ntra
si B
esi (
ppm
)
Waktu Aerasi (Jam)
Fe Total
Fe2+
Fe3+
0,000
0,050
0,100
0,150
0,200
0,250
0 3 6 9
∆ K
onse
ntra
si B
esi (
ppm
)
Waktu Aerasi (Jam)
Fe Total
Fe2+
Fe3+
Fe Total
Fe2+
Fe 3+
Fe Total
Fe2+
Fe 3+
28
Gambar 4.9 Waktu Optimum Aerasi Lokasi Dekat Sawah
Gambar 4.10 Waktu Optimum Aerasi Lokasi Desa
-0,010
0,000
0,010
0,020
0,030
0,040
0,050
0,060
0 3 6 9
∆ K
onse
ntra
si B
esi (
ppm
)
Waktu Aerasi (Jam)
Fe Total
Fe2+
Fe3+
0,000
0,010
0,020
0,030
0,040
0,050
0,060
0,070
0 3 6 9
∆ K
onse
ntra
si B
esi (
ppm
)
Waktu Aerasi (Jam)
Fe Total
Fe2+
Fe3+
Fe Total
Fe 2+
Fe 3+
Fe Total
Fe2+
Fe 3+
29
berdasarkan Gambar 4.7, 4.8, 4.9 dan 4.10 rata-rata waktu optimum aerasi untuk
menurunkan konsentrasi besi sekitar 6 jam untuk masing-masing lokasi, pada saat 9
jam terjadi kenaikan konsentrasi besi hal ini karena tidak meratanya distribusi sampel
air sumur pada media kontak (pompa akuarium) yang menyebabkan kurang
optimalnya kontak antara udara dengan Fe Besarnya penurunan konsentrasi besi yang
dikenai perlakuan aerasi sebesar 8.86% untuk lokasi kota 1, kota 2 sebesar 44%, pada
lokasi dekat sawah sebesar 13.5% dan pada lokasi desa sebesar 32.5%.
4.5 Korelasi Konsentrasi Besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) dengan Oksigen terlarut
Aerasi didefinisikan sebagai pengaliran udara ke dalam air untuk
meningkatkan kandungan oksigen dengan melewatkan gelembung udara ke dalam
air. Perlakuan aerasi dengan variasi waktu 0, 3, 6 dan 9 jam pada sampel air sumur
dari beberapa lokasi akan menghasilkan nilai berbeda. Perhitungan nilai korelasi
antara oksigen terlarut dengan konsentrasi besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) terdapat pada
Lampiran F.1.
Gambar 4.11 Korelasi Oksigen terlarut (ppm) dengan Konsentrasi Besi (Fe total, Fe2+
dan Fe3+) Lokasi Kota 1
0 Jam 3 Jam6 Jam
9 Jam
r = -0.226
r = - 0.849
r = -0.9200,000
0,500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
2,0 2,2 2,4 2,6 2,8 3,0 3,2 3,4
kons
entr
asi b
esi (
ppm
)
Oksigen terlarut (ppm)
fe total
fe2+
fe3+
Fe Total
Fe 2+
Fe 3+
30
Gambar 4.12 Korelasi Oksigen terlarut (ppm) dengan Konsentrasi Besi (Fe total, Fe2+
dan Fe3+) Lokasi Kota 2
Gambar 4.13 Korelasi Oksigen terlarut (ppm) dengan Konsentrasi Besi (Fe total, Fe2+
dan Fe3+) Lokasi Dekat Sawah
0 Jam
3 Jam
6 Jam
9 Jamr = - 0.906
r = - 0.912
r = - 0.866
0,000
0,050
0,100
0,150
0,200
0,250
0,300
0,350
0,400
3,4 3,5 3,5 3,6 3,6 3,7 3,7
Kons
entr
asi b
esi (
ppm
)
Oksigen terlarut (ppm)
fe total
fe2+
fe3+
0 Jam3 Jam 6 Jam 9Jam
r = - 0.809
r = - 0.711
r = - 0.866
0,000
0,050
0,100
0,150
0,200
0,250
0,300
0,350
2,0 2,2 2,4 2,6 2,8 3,0
Kons
entr
asi B
esi (
ppm
)
Oksigen terlarut (ppm)
fe total
fe2+
fe3+Fe 3+
Fe 2+
Fe 2+
Fe 3+
Fe Total
Fe Total
31
Gambar 4.14 Korelasi Oksigen terlarut (ppm) dengan Konsentrasi Besi ( Fe total, Fe2+
dan Fe3+) Lokasi Desa
berdasarkan Gambar 4.11, 4.12, 4.13 dan 4.14 nilai korelasi antara oksigen terlarut
dan konsentrasi Fe total dan Fe2+ berbeda. Hal ini dikarenakan ada perbedaan lokasi
yang mengakibatkan nilai konsentrasi besi berbeda selain itu nilai pH mempengaruhi
keberadaan Fe2+ yang kurang stabil sehingga cenderung berubah menjadi Fe3+. Ada
korelasi yang kuat hingga sangat kuat antara oksigen terlarut dengan konsentrasi besi
Fe total dan Fe2+. Penentuan korelasi sangat kuat hingga sangat lemah dijelaskan oleh
Wardhani (2012) pada kriteria interpretasi terhadap korelasi.
Tabel 4.3 Interpretasi terhadap Koefisien Korelasi
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0.00 – 0.199 Sangat Lemah
0.20 – 0.399 Lemah
0.40 – 0.599 Sedang
0.60 – 0.799 Kuat
0.80 – 1.000 Sangat Kuat
Sumber: Wardhani (2012)
r = - 0.731
r = - 0.781
r = - 0.783
0 Jam
3 Jam6 Jam
9 Jam
0,000
0,020
0,040
0,060
0,080
0,100
0,120
0,140
0,160
0,180
3,30 3,40 3,50 3,60 3,70 3,80 3,90
Kons
entr
asi B
esi (
ppm
)
Oksigen terlarut (ppm)
fe total
fe2+
fe3+
Fe Total
Fe 2+
Fe 3+
32
Nilai negatif dari suatu korelasi menurut Walpole (1995) dimana korelasi
antara kedua peubah semakin menurun secara numerik dengan semakin menjauhnya
titik-titik dari suatu garis. Dengan kata lain nilai negatif muncul karena adanya
konsentrasi Fe total dan Fe2+ yang dikenai perlakuan aerasi semakin menurun dan
pada saat 9 jam konsentrasi Fe2+ meningkat kembali sedangkan konsentrasi oksigen
terlarut semakin besar dari 0, 3, 6 dan 9 jam. Menurut Syahputra (2008) hal ini
dikarenakan adanya proses aerasi, dimana proses aerasi yaitu memaksimalkan
terjadinya kontak air dengan udara yang bertujuan untuk menambah oksigen, hal ini
sesuai dengan teori aerasi semakin lama waktu injeksi udara menunjukkan semakin
besar pula penurunan kandungan besi pada sampel air sumur dengan beberapa lokasi.
Ada korelasi kuat hingga sangat kuat antara oksigen terlarut dan konsentrasi
Fe3+ untuk lokasi kota 2, dekat sawah dan desa, sedangkan lokasi kota 1 memiliki
korelasi yang lemah. Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa oksigen terlarut
berperan terhadap turunnya konsentrasi besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+).
4.6 Korelasi Konsentrasi Besi ( Fe total, Fe2+ dan Fe3+) dengan Konduktivitas
Konduktivitas menurut Hazmi (2012) merupakan nilai kandungan ion-ion
yang terdapat dalam sampel air atau ukuran terhadap konsentrasi total elektrolit
dalam air yang berkaitan dengan kemampuan sampel air dalam menghantarkan arus
listrik. Perhitungan nilai korelasi antara konduktivitas sampel air sumur terhadap
konsentrasi besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) pada Lampiran F.2.
Korelasi konduktivitas dengan konsentrasi besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) yang
dikenai proses aerasi pada gambar 4.15, 4.16, 4.17 dan 4.18 memiliki nilai korelasi
kuat hingga sangat kuat dengan pola hubungan yang menunjukkan kecenderungan
semakin besar nilai konsentrasi besi semakin besar pula nilai konduktivitasnya,
namun pada Fe3+ pada lokasi kota 1 memiliki nilai korelasi yang cukup lemah yaitu
sebesar 0.275, hal ini dikarenakan konsentrasi Fe3+ pada lokasi kota 1 memiliki
kondisi sampel air sumur yang terlalu keruh sehingga menghasilkan nilai korelasi
yang cukup lemah dan dapat dikatakan pada konsentrasi besi Fe3+ pada lokasi
33
tersebut dalam bentuk endapan, sehingga dapat dikatakan konsentrasi besi (Fe total,
Fe2+ dan Fe3+) berpengaruh banyak terhadap nilai konduktivitas. Dimana nilai
konduktivitas tergantung pada ion-ion lain yang terukur pada sampel air sumur yang
terdiri dari beberapa lokasi tersebut. Sehingga dapat disimpulkan ada hubungan kuat
hingga sangat kuat antara nilai konduktivitas dengan konsentrasi besi, paparan
tersebut berkesesuaian dengan pernyataan dari Susilawati (2008) bahwa semakin
besar ion-ion yang ada pada air akan memberi nilai konduktivitas semakin besar pula.
Nilai korelasi konduktivitas dengan konsentrasi besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+)
pada lokasi jalan Jawa II sebesar 0.917, 0,275 dan 0.983. Pada lokasi daerah Patrang
memiliki nilai korelasi konduktivitas dengan konsentrasi besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+)
sebesar 0.985, 0,985 dan 0.981. Untuk lokasi Baratan memiliki nilai korelasi antara
konduktivitas dengan konsentrasi besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) sebesar 0.863, 0.935
dan 0.817 sedangkan nilai korelasi konduktivitas dengan korelasi besi (Fe total, Fe2+
dan Fe3+) di daerah Bintoro yaitu sebesar 0.787, 0.793 dan 0.649.
Gambar 4.15 Korelasi Konduktivitas (μS/cm) dengan Konsentrasi Besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) Lokasi Kota 1
9 Jam
6 jam
0 Jam3 Jam
r = 0.275
r = 0.917
r = 0.983
0,000
0,500
1,000
1,500
2,000
2,500
572 573 574 575 576 577 578 579
Kons
entr
asi B
esi (
ppm
)
Konduktivitas (μS/cm)
fe total
fe 2+
fe3+
Fe Total
Fe 2+
Fe 3+
34
Gambar 4.16 Korelasi Konduktivitas (μS/cm) dengan Konsentrasi Besi (Fe total, Fe2+
dan Fe3+) Lokasi Kota 2
Gambar 4.17 Korelasi Konduktivitas (μS/cm) dengan Konsentrasi Besi (Fe total, Fe2+
dan Fe3+) Lokasi Dekat Sawah
0 Jam
3 Jam
9 Jam
6 Jam
r = 0.985
r = 0.985
r = 0.981
0,000
0,050
0,100
0,150
0,200
0,250
0,300
0,350
0,400
360 365 370 375 380 385 390 395
Kons
entr
asi b
esi (
ppm
)
Konduktivitas (μS/cm)
fe total
fe2+
fe3+
9 Jam
6 Jam
0 Jam
3 Jam
r = 0.817
r = 0.935
r = 0.863
0,000
0,050
0,100
0,150
0,200
0,250
0,300
0,350
480 490 500 510 520 530 540 550
Kons
entr
asi B
esi (
ppm
)
Konduktivitas (μS/cm)
fe total
fe2+
fe3+
Fe 2+
Fe 3+
Fe Total
Fe Total
Fe 2+
Fe 3+
35
Gambar 4.18 Korelasi Konduktivitas (μS/cm) dengan Konsentrasi Besi (Fe total, Fe2+
dan Fe3+) Lokasi Desa
4.7 Korelasi Konsentrasi Besi ( Fe total, Fe2+ dan Fe3+) dengan Kekeruhan
Kekeruhan menurut Herlambang (2006) disebabkan hadirnya material koloid
sehingga air menjadi tampak keruh yang secara penglihatan kurang menarik dan
dapat berbahaya bagi kesehatan. Kekeruhan dapat pula disebabkan oleh partikel-
partikel tanah liat, lempung, atau akibat buangan limbah rumah tangga maupun
limbah industri atau bahkan karena adanya mikroorganisme dalam jumlah yang besar.
Nilai kekeruhan dinyatakan dalam satuan NTU (nephelometric turbidity units)
semakin banyak padatan tersuspensi dalam air, air terlihat semakin keruh dan
semakin tinggi pula nilai turbiditasnya. Namun nilai kekeruhan yang didapatkan pada
hasil penelitian tidak beraturan sehingga hubungan antara kekeruhan dan konsentrasi
besi dapat dilihat dari perhitungan korelasi antara konsentrasi besi (Fe total, Fe2+ dan
Fe3+) sebelum dan sesudah aerasi dengan kekeruhan yang terdapat pada Lampiran
F.3.
Berdasarkan Gambar 4.19, 4.20, 4.21 dan 4.22 dapat dikatakan nilai
kekeruhan tidak beraturan sehingga dapat mempengaruhi nilai korelasi tersebut Nilai
r = 0.649
r = 0.787
r = 0.793
9 jam
6 jam3 jam
0 jam
0,000
0,020
0,040
0,060
0,080
0,100
0,120
0,140
0,160
0,180
255 260 265 270 275
Kons
entr
asi B
esi (
ppm
)
Konduktivitas (μS/cm)
Fe total
fe2+
fe 3+
Fe 2+
Fe 3+
Fe Total
36
korelasi kekeruhan dengan konsentrasi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) pada kota 1 yaitu
sebesar - 0.096, 0.051 dan – 0.127, pada lokasi kota 2 diperoleh nilai korelasi sebesar
0.223 untuk Fe total, 0.232 untuk nilai Fe2+ dan 0.158 untuk nilai Fe3+. Pada lokasi
dekat sawah diperoleh nilai korelasi sebesar 0.046 untuk Fe total, 0.128 untuk Fe2+
dan – 0.471 untuk nilai Fe3+ sedangkan korelasi berturut-turut antara nilai kekeruhan
dan konsentrasi besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) yaitu sebesar - 0.187, 0.105 dan – 0.188.
Nilai korelasi kekeruhan dengan konsentrasi besi dari semua lokasi dapat dikatakan
tidak beraturan. Hal ini disebabkan partikel-partikel tanah liat, lempung atau akibat
limbah rumah tangga ikut terukur selain itu dimungkinkan pengambilan sampel pada
variasi waktu yang berbeda juga mempengaruhi nilai dari kekeruhan tersebut.
Nilai korelasi dari paparan di atas dihasilkan antara lemah hingga sangat
lemah. Oleh karena itu dapat dikatakan tidak ada hubungan antara kekeruhan dengan
konsentrasi besi.
Gambar 4.19 Korelasi Kekeruhan (NTU) dengan Konsentrasi Besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) Lokasi Kota 1
9 Jam3 jam
6 jam
0 jam
r = - 0.051
r = - 0.127
r = - 0.096
0,000
0,500
1,000
1,500
2,000
2,500
6,40 6,60 6,80 7,00 7,20 7,40 7,60
Kons
entr
asi B
esi (
ppm
)
Kekeruhan (NTU)
fe total
fe2+
fe3+Fe 3+
Fe 2+
Fe Total
37
Gambar 4.20 Korelasi Kekeruhan (NTU) dengan Konsentrasi Besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) Lokasi Kota 2
Gambar 4.21 Korelasi Kekeruhan (NTU) dengan Konsentrasi Besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) Lokasi Dekat Sawah
0 Jam
3 Jam
6 Jam9 Jam r = 0.232
r = 0.223
r = 0.1580,000
0,050
0,100
0,150
0,200
0,250
0,300
0,350
0,400
0,80 0,90 1,00 1,10 1,20
Kons
entr
asi B
esi (
ppm
)
Kekeruhan (NTU)
fe total
fe2+
fe3+
0 Jam3 Jam6 Jam 9 Jam r = 0.046
r = 0.128
r = - 0.471
0,000
0,050
0,100
0,150
0,200
0,250
0,300
0,350
0,50 0,60 0,70 0,80 0,90
Kons
entr
asi B
esi (
ppm
)
Kekeruhan (NTU)
fe total
fe2+
fe3+
Fe Total
Fe 2+
Fe 3+
Fe Total
Fe 2+
Fe 3+
38
Gambar 4.22 Korelasi Kekeruhan (NTU) dengan Konsentrasi Besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) Lokasi Desa
r = 0.105
r = - 0.187
r = - 0.188
0 Jam
3 Jam9 Jam
6 Jam
0,000
0,020
0,040
0,060
0,080
0,100
0,120
0,140
0,160
0,180
0,15 0,20 0,25 0,30
Kons
entr
asi B
esi (
ppm
)
Kekeruhan (NTU)
fe tottal
fe 2+
fe3+
Fe Total
Fe 2+
Fe 3+
BAB 5. PENUTUP
5.1 KesimpulanBerdasarkan hasil penelitian, pengaruh aerasi terhadap kadar besi pada air
sumur pedesaan, perkotaan dan dekat persawahan di daerah Jember, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Ada pengaruh waktu aerasi terhadap perubahan konsentrasi Fe total pada
lokasi yang berbeda (air sumur pedesaan, dekat persawahan dan perkotaan)
sedangkan untuk konsentrasi Fe2+ dan Fe3+ hanya dipengaruhi oleh perbedaan
lokasi sampel air sumur.
2. Rata-rata waktu optimum aerasi terhadap kadar besi air sumur di pedesaan,
dekat persawahan dan perkotaan adalah 6 jam.
3. Ada hubungan kuat antara konsentrasi Fe2+ dan Fe3+ dengan nilai oksigen
terlarut dan konduktivitas namun tidak ada hubungan Fe2+ dan Fe3+ dengan
nilai kekeruhan sebelum aerasi dan sesudah aerasi.
5.2 Saran
Dari penelitian pengaruh aerasi terhadap kadar besi pada air sumur pedesaan,
perkotaan dan dekat persawahan di daerah Jember, maka saran yang diberikan yaitu
dilakukan pengukuran konsentrasi Fe3+ secara langsung.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta: Universitas Negeri Jakarta.
Arifiani, N.F. & Hadiwidodo, M. 2007. “Evaluasi Desain Instalasi Pengolahan Air PDAM Ibu Kota Kecamatan Prambanan Kabupaten Klaten”. Jurnal Presipitasi, Vol.3 (2).78-85.
Christian, G.D. 1977. Analytical Chemistry. USA: John Wiley & Sons
Darsono, V. 1992. Pengantar Ilmu Lingkungan. Yogyakarta :Universitas Atmajaya.
Darmono. 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta: UI Press.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan.Yogyakarta: Kanisius.
Eaton, A.D., Clesceri, L.S. dan Greenberg, A.E.1995. Standart Method for the Examination of Water and Wastewater. Nineteenth Edition. Washington, DC: AWWA, WEF, APHA.
Hazmi, A., Desmiarti, R., Waldi, E.P., Hadiwibowo, A., Darwison. 2012. Penghilangan Mikroorganisme dalam Air Minum dengan Dielectric Barrier Discharge. Jurnal Rekayasa Elektrika. Vol. 10(1): 1-4.
Hendayana, S. 1994. Kimia Analitik Instrumen. Semarang: IKIP.
Herlambang, A., 2006. Pencemaran Air dan Strategi Penggulangannya. JAI.Vol.2(1): 239-250.
41
Istikasari, W. 2003. “Pengukuran Kadar Besi Secara Spektrofotometri dalam Air Sumur di Pemukiman Bekas Persawahan”. Tidak Diterbitkan. Skripsi. Jember: Universitas Jember.
Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/MENKES/SK/2002 tanggal 29 Juli 2002. Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum.
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press.
Martelli, Reis, Korn dan Rufini. 1997. The Use of Ion Exchange Resin for Reagen Immobilization and Concentration in Flow Systems. Determination of Nickel in Steel Alloys and Iron Speciation in Waters. J.Braz. Chem. Soc. Vol. 8(5): 479-485.
Mulyono, HAM. 2006. Membuat Reagen Kimia di Laboratorium. Jakarta: Bumi Aksara.
Ningrum, S.P. 2004. “Studi Penentuan Kadar Besi dalam Air sebagai Kompleks Kloridanya dari Garam NaCl melalui Spektroskopi UV”. Tidak Diterbitkan. Skripsi. Jember: Universitas Jember.
Notodarmojo, S. 2005. Pencemaran Tanah dan Air Tanah. Bandung: ITB
Notodarmojo, S. & Deniva, A. 2004. Penurunan Zat Organik dan Kekeruhan Menggunakan Teknologi Membran Ultrafiltrasi dengan Sistem Aliran Dead-End. Proc. ITB Sains & Tek. Vol. 36 A (1): 63-82.
Nugroho, 2008. Pengembangan Model Pengolahan Air Baku dengan Metoda Elektrogulasi. Jurnal Teknik. Vol.7 (2): 130-144.
Rahman, A. & Hartono, B. 2004. Penyaringan Air Tanah Dengan Zeolit Alami Untuk Menurunkan Kadar Besi Dan Mangan. Makara, Kesehatan. Vol. 8 (1): 1-6.
42
Said, I. N, 2005. Metode Penghilangan Zat Besi dan Mangan di dalam Penyediaan Air Minum Domestik. Jurnal Teknologi Lingkungan. Vol.1 (3): 239-250.
Salmin, 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) sebagai salah satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan. Oseana. Vol. XXX (3): 21-26.
Sari, W & Karnaningroem, N. 2010.”Studi Penurunan Besi (Fe) dan Mangan (Mn) dengan Menggunakan Cascade Aerator dan Rapid Sand Filter pada Air Sumur Gali”. Tidak Diterbitkan. Skripsi. Surabaya: Jurusan Teknik Lingkungan ITS.
Safrini, F.E. 2009. “Pengaruh Aerasi Sederhana (Pompa Manual) dalam Menurunkan Kadar BOD dan COD Limbah Cair Medis di RSUD Kalisat Jember”. Tidak Diterbitkan. Skripsi. Jember: Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Sastrawijaya, T. 1991. Pencemaran Lingkungan. Jakarta : Rieneka Cipta.
Siswoyo. 1998. “Perubahan Kondisi Fisik dan Kimiawi Air Sumur di Kotatif Jember Akibat Musim dan kepadatan Rumah Penduduk”. Tidak Diterbitkan. Laporan Penelitian. Jember: Lembaga Penelitian Universitas Jember.
Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta: UI.
Susilawati & Sitepu, M. 2008. Studi Intrusi Air Laut dengna Pengukuran Konduktivitas Listrik Air Sumur di Kecamatan Sibolga Kabupaten Tapanuli Tengah. Jurnal Teknologi Proses. Vol.7(2): 133-140.
Sugriawan, I & Wahyono, S.C. 2007. Pengukuran Kekeruhan, Konduktivitas, Total Dissolved Solid (TDS) dan Warna Air Sungai Martapura Untuk Aktifitas Mandi Cuci Kakus (MCK) Masyarakat Pemukiman Bantaran Sungai Martapura Di Banjarmasin. Jurnal Fisika FLUX. Vol.4(2): 81-95.
43
Syahputra, B. 2008. Penurunan Kadar Besi (Fe) pada Air Sumur Secara Pneumatic System. Jurnal Pondasi. Vol.14(2): 110-122.
Taufan, A. 2005. “Model alat pengolahan Fe dan Mn menggunakan sistem venturi aerator dengan variabel kecepatan aliran dan jumlah pipa”. Tidak Diterbitkan. Skripsi. Surabaya: ITS.
Underwood, D. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga
Walpole, R.E. 1995. Pengantar Statistika Edisi ke-3. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Wardhani, AA & Rinaningsih. 2012. Pengembangan Tes Diagnostik Berbasis Komputer Menggunakan Program PHP My SQL pada Materi Pokok Kesetimbangan Kimia SMA Kelas XI. Unesa Journal of Chemical Education. Vol.1(1): 25 34.
44
LAMPIRAN A. ABSORBANSI SENYAWA KOMPLEKS [Fe(phen)3]2+
PADA PANJANG GELOMBANG 400-700 nm
• Absorbansi pada Interval 10 nm • Absorbansi pada Interval 2 nm
No. Wavelength(nm) Abs1 700.0 -0.0022 690.0 -0.0023 680.0 -0.0024 670.0 -0.0025 660.0 -0.0026 650.0 -0.0027 640.0 -0.0018 630.0 0.0009 620.0 0.00110 610.0 0.00311 600.0 0.00712 590.0 0.01213 580.0 0.02114 570.0 0.03515 560.0 0.05916 550.0 0.10517 540.0 0.17618 530.0 0.26119 520.0 0.32320 510.0 0.34521 500.0 0.33422 490.0 0.32323 480.0 0.31824 470.0 0.30325 460.0 0.27726 450.0 0.25527 440.0 0.23728 430.0 0.21529 420.0 0.18830 410.0 0.15631 400.0 0.119
No. Wavelength(nm) Abs1 500.0 0.3342 502.0 0.3373 504.0 0.3404 508.0 0.3445 510.0 0.3456 512.0 0.3447 514.0 0.3418 516.0 0.3389 518.0 0.33110 520.0 0.323
45
LAMPIRAN B. ABSORBANSI DAN KONSENTRASI DARI Fe TOTAL
LokasiWaktu Aerasi
AbsorbansiRata-rata
Persamaan Regresi LinearA1 A2 A3
Kota 1
0 Jam 0.2518 0.2523 0.2529 0.2523 y = 0.175x + 0.049
3 Jam 0.2482 0.2482 0.2483 0.2482 R2 = 0.983
6 Jam 0.2221 0.2221 0.2218 0.22209 Jam 0.2342 0.2343 0.2343 0.2343
Kota 2
0 Jam 0.0821 0.082 0.0821 0.0821 y = 0.17x + 0.0491
3 Jam 0.0721 0.0718 0.0718 0.0719 R2 = 0.9836 Jam 0.0637 0.0637 0.0637 0.06379 Jam 0.0674 0.0672 0.0674 0.0673
Dekat Sawah
0 Jam 0.0895 0.0896 0.0896 0.0896 y = 0.149x + 0.067
3 Jam 0.0873 0.0871 0.0873 0.0872 R2 = 0.9956 Jam 0.0861 0.0861 0.0862 0.0861
9 Jam 0.0864 0.0866 0.0866 0.0865
Desa
0 Jam 0.0312 0.0312 0.0314 0.0312 y = 0.179x + 0.017
3 Jam 0.0272 0.0272 0.0274 0.0273 R2 = 0.9856 Jam 0.0256 0.0256 0.0256 0.02569 Jam 0.0265 0.0265 0.0267 0.0266
Konsentrasi Fe total lokasi Dekat Sawah (daerah Baratan) pada saat 0 jam dapat
ditentukan dengan menggunakan persamaan garis yang terbentuk dari kurva kalibrasi
yaitu y = 0,149x + 0,067, nilai absorbansi yang dihasilkan sebesar 0,0895 maka
konsentrasi Fe total adalah
46
Konsentrasi Fe total lokasi Kota 1 (Jalan Jawa II) 0 jam pada volume 25 mL adalah
47
LAMPIRAN C. PENENTUAN DISTRIBUSI Fe TERHADAP LOKASI
Data konsentrasi Fe pada Tabel 4.1, distribusi Fe terhadap lokasi dapat diketahui dari
uji anova two way dengan rumus
Sumber Keragaman
Jumlah Kuadrat
(JK)
Derajat Bebas (db)
Kuadrat Tengah (KT) f Hitung f Tabel
Rata-rata baris
JKBdb***=
r-1
f tabel
Rata-rata Kolom
JKKdb**= k-
1
f tabel
Galat JKGdb* = (r-1)*(k-1)
Total JKT r*k-1
48
Dengan : data pada baris ke-I, kolom ke-j
: total (jumlah)kolom ke-j
: total (jumlah) baris ke-i
: total (jumlah) seluruh pengamatan
k : banyaknya kolom
r : banyaknya baris
JKK : Jumlah Kuadrat Kolom
JKB : Jumlah Kuadrat Baris
JKG : Jumlah Kuadrat Galat
JKT : Jumlah Kuadrat Total
Untuk mengetahui pola distribusi besi (Fe Tota) terhadap lokasi adalah
Fe Total0 Jam 3 Jam 6 Jam 9 Jam Jumlah
Kota 1 2.324 2.277 1.977 2.118 8.695Kota 2 0.378 0.262 0.168 0.210 1.017
Dekat Sawah 0.303 0.272 0.257 0.262 1.094Desa 0.160 0.116 0.097 0.108 0.481
Jumlah 3.165 2.926 2.499 2.697 11.287
Penyelesaian :
1. a. H’0 : α1 = α2 = α3 = α4 = 0 (pengaruh baris nol)
b. H”0 : β1 = β2 = β3 = β4 = 0 (pengaruh kolom adalah nol)
2. a. H’1 : sekurang-kurangnya satu αi tidak sama dengan nol
b. H”1 : sekurang-kurangnya satu βi tidak sama dengan nol
3. Taraf nyata (α) = 0.05
4. Wilayah kritik : (a) f1 > 3.86 (b) f2 > 3.86
5. Analisa varian:
49
Analisa Ragam
Sumber Keragaman
Jumlah Kuadrat Derajat BebasKuadrat Tengah
f Hitung
Nilai Tengah Baris 11.556 3 3.852 186.069Nilai Tengah
Kolom0.062 3 0.021 4.518
Galat 0.041 9 0.005
Total 11.659 15
6. Kesimpulan:(a) Tolak H’0 dan dapat disimpulkan bahwa ada beda rata-rata lokasi apabila
digunakan aerasi(b) Tolak H”0 dan dapat disimpulkan bahwa ada beda rata-rata hasil untuk
waktu aerasi
50
LAMPIRAN D. WAKTU OPTIMUM AERASI
Data konsentrasi besi pada Tabel 4.1 sebagai acuan untuk mencari selisih
konsentrasi besi terbesar, sebelum aerasi dengan sesudah aerasi dengan cara:
Dengan :Konsentrasi besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) sebelum aerasi (0 jam)
: Konsentrasi besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) sesudah aerasi (3 jam/
6jam/ 9jam)
Contoh Perhitungan Waktu Optimum Aerasi lokasi Kota 1 (Jalan Jawa II)
51
LAMPIRAN E. PERHITUNGAN PENURUNAN KONSENTRASI BESI (%)
Data konsentrasi besi pada Tabel 4.1 sebagai acuan untuk menghitung
penurunan konsentrasi besi (%).
%100(%) xFe
FeFeEfisensi
x
yx
Keterangan :
[Fe]x : [Fe] sebelum aerasi
[Fe]y : [Fe] sesudah aerasi
Perhitungan Penurunan Konsentrasi Besi(%) lokasi Kota 1
Perhitungan Penurunan Konsentrasi Besi(%) lokasi Kota 2
Perhitungan Penurunan Konsentrasi Besi(%) lokasi Dekat Sawah
Perhitungan Penurunan Konsentrasi Besi(%) lokasi Desa
%86.8(%)
%100324.2
118.2324.2(%)
Efisiensi
xppm
ppmppmEfisiensi
%44(%)
%100378.0
210.0378.0(%)
Efisiensi
xppm
ppmppmEfisiensi
%5.13(%)
%100303.0
262.0303.0(%)
Efisiensi
xppm
ppmppmEfisiensi
%5.32(%)
%100160.0
108.0160.0(%)
Efisiensi
xppm
ppmppmEfisiensi
52
LAMPIRAN F. PERHITUNGAN KORELASI
F.1 Korelasi antara Oksigen Terlarut dengan Konsentrasi Besi (Fe total, Fe2+
dan Fe3+)
Data Oksigen Oksigen Terlarut sebagai sumbu x dan Konsentrasi Besi (Fe Total, Fe2+
dan Fe3+) sebagai sumbu y
terlarut di perkotaan
Daerah jalan Jawa (Kota 1)
Waktu Aerasi (Jam) Oksigen Terlarut (ppm) Fe Total (ppm) Fe2+(ppm) Fe3+(ppm)
0 2.3 2.324 0.898 1.426
3 2.5 2.277 0.798 1.479
6 3.1 1.977 0.596 1.382
9 3.3 2.118 0.662 1.456
Daerah Patrang (Kota 2)
Waktu Aerasi (Jam) Oksigen Terlarut (ppm) Fe Total (ppm) Fe2+(ppm) Fe3+(ppm)
0 3.4 0.378 0.058 0.320
3 3.5 0.262 0.043 0.219
6 3.6 0.168 0.031 0.137
9 3.7 0.210 0.039 0.171
Data Oksigen Terlarut di dekat persawahan
Waktu Aerasi (Jam) Oksigen Terlarut (ppm) Fe Total (ppm) Fe2+(ppm) Fe3+(ppm)
0 2.2 0.303 0.191 0.112
3 2.4 0.272 0.164 0.108
6 2.6 0.257 0.141 0.116
9 2.8 0.262 0.145 0.117
53
Data Oksigen Terlarut di dekat pedesaan
Waktu Aerasi (Jam) Oksigen Terlarut (ppm) Fe Total (ppm) Fe2+(ppm) Fe3+(ppm)
0 3.4 0.160 0.003 0.157
3 3.5 0.116 0.000 0.116
6 3.7 0.097 0.000 0.097
9 3.8 0.108 0.000 0.108
Korelasi antara oksigen terlarut dengan konsentrasi besi (Fe Total, Fe2+ dan Fe3+)
dapat ditentukan dengan rumus
Dengan r : Nilai koefisien korelasi
∑ xi : Jumlah pengamatan variabel X
∑ yi : Jumlah pengamatan variabel Y
∑XY : Jumlah hasil perkalian variable X dan Y
( ∑Xi2 ) : Jumlah kuadrat dari pengamatan variabel X
( ∑Xi)2 : Kuadrat dari jumlah pengamatan variabel X
( ∑Yi2 ) : Jumlah kuadrat dari pengamatan variabel Y
( ∑Yi )2 : Kuadrat dari jumlah pengamatan variabel Y
n : Jumlah pasangan pengamatan Y dan X
54
sehingga nilai korelasi di perkotaan dapat dihitung berdasarkan rumus dan data
tersebut, seperti berikut
Waktu Aerasi(Jam)
Oksigen terlarut (ppm)**
Fe2+
(ppm)*xy x2 y2
0 2.3 0.898 2.061 5.275 0.8063 2.5 0.798 2.003 6.300 0.6376 3.1 0.596 1.840 9.548 0.3559 3.3 0.662 2.184 10.890 0.438
Total 11.197 2.953 8.088 32.013 2.235
55
F.2 Korelasi antara Konduktivitas dengan Konsentrasi Besi (Fe Total, Fe2+ dan
Fe3+)
Data Konduktivitas di perkotaan
Daerah jalan Jawa (Kota 1)
Waktu Aerasi (Jam) Konduktivitas (µS/cm) Fe Total (ppm) Fe2+(ppm) Fe3+(ppm)
0 579 2.324 0.898 1.426
3 576 2.277 0.798 1.479
6 573 1.977 0.596 1.382
9 574 2.118 0.662 1.456Konduktivitas sebagai sumbu x dan Konsentrasi Besi (Fe Total, Fe2+ dan Fe3+) sebagai sumbu y
Daerah Patrang (Kota 2)
Waktu Aerasi (Jam) Konduktivitas (µS/cm) Fe Total (ppm) Fe2+(ppm) Fe3+(ppm)
0 390 0.378 0.058 0.320
3 372 0.262 0.043 0.219
6 365 0.168 0.031 0.137
9 368 0.210 0.039 0.171
Data Konduktivitas di dekat persawahan
Waktu Aerasi (Jam) Konduktivitas (µS/cm) Fe Total (ppm) Fe2+(ppm) Fe3+(ppm)
0 542 0.303 0.191 0.112
3 532 0.272 0.164 0.108
6 486 0.257 0.141 0.116
9 489 0.262 0.145 0.117
56
Data Konduktivitas di pedesaan
Waktu Aerasi (Jam) Konduktivitas (µS/cm) Fe Total (ppm) Fe2+(ppm) Fe3+(ppm)
0 270 0.160 0.003 0.157
3 268 0.116 0.000 0.116
6 257 0.097 0.000 0.097
9 256 0.108 0.000 0.108
sehingga korelasi dari konduktivitas dengan konsentrasi besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+)
dapat dihitung dengan rumus korelasi seperti pada Lampiran F.1.
57
F.3 Perhitungan Korelasi antara Kekeruhan dengan Konsentrasi Besi (Fe total,
Fe2+ dan Fe3+)
Data Kekeruhan di perkotaan
Daerah jalan Jawa II (Kota 1)
Waktu Aerasi (Jam) Kekeruhan (NTU) Fe Total (ppm) Fe2+(ppm) Fe3+(ppm)
0 6.66 2.324 0.898 1.426
3 7.49 2.277 0.798 1.479
6 7.23 1.977 0.596 1.382
9 6.55 2.118 0.662 1.456
Kekeruhan sebagai sumbu x dan Konsentrasi Besi (Fe Total, Fe2+ dan Fe3+) sebagai sumbu y
Daerah Patrang (Kota2)
Waktu Aerasi (Jam) Kekeruhan (NTU) Fe Total (ppm) Fe2+(ppm) Fe3+(ppm)
0 0.95 0.378 0.058 0.320
3 1.13 0.262 0.043 0.219
6 0.93 0.168 0.031 0.137
9 0.83 0.210 0.039 0.171
Data Kekeruhan di dekat persawahan
Waktu Aerasi (Jam) Kekeruhan (NTU) Fe Total (ppm) Fe2+(ppm) Fe3+(ppm)
0 0.66 0.303 0.191 0.112
3 0.85 0.272 0.164 0.108
6 0.52 0.257 0.141 0.116
9 0.80 0.262 0.145 0.117
58
Data Kekeruhan di pedesaan
Waktu Aerasi (Jam) Kekeruhan (NTU) Fe Total (ppm) Fe2+(ppm) Fe3+(ppm)
0 0.21 0.160 0.003 0.157
3 0.29 0.116 0.000 0.116
6 0.16 0.097 0.000 0.097
9 0.22 0.108 0.000 0.108
sehingga korelasi dari kekeruhan dengan konsentrasi besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+)
dapat dihitung dengan rumus korelasi seperti pada Lampiran F.1.