Post on 21-Dec-2015
description
KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNVERSITAS BRAWIJAYA
ABORSI DAN HUKUMNYA MENURUT ISLAM
Oleh:
Theresia Sulistyaningrum (125070607111056)
Monica Billy (125070601111005)
Rizky Amalia (125070600111003)
Azizatul Khamiliyah (125070601111006)
Selvie Tri Arieningsih (6121500090)
Woro Tamia Nunitias (125070607111059)
Drevanda Maulidya A (125070600111002)
Fahra Meysitta (125070600111020)
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG2012
PENDAHULUAN
Fungsi reproduksi sering membingungkan manusia. Ada dimana pasangan
yang ingin sekali mempunyai anak namun susah memperolehnya. Namun ironis
dimana sisi lain dari hal tersebut ditemukan ada pasangan yang istrinya menjadi
hamil atau mungkin ia adalah seorang wanita atau gadis yang hamil namun
kehamilan tersebut tidak diinginkan. Banyak diantara mereka mencari segala cara
untuk menggugurkan kandungannya. Mereka juga mengalami beban psikologis
yang berat, dan terkadang menanggung biaya finansial yang cukup besar untuk
mewujudkan hal tersebut.
Sementara itu banyak negara sudah melegalisasi aborsi, dan banyak pula
yang selama puluhan tahun membahas dan mendiskusikan masalah aborsi. Di
Indonesia sendiri yang mayoritas muslim belum melegalisasi aborsi, namun ada
kalangan yang mengusulkan untuk segera melegalkan dengan persyaratan
tertentu. Disini kita akan membahas tentang pengertian aborsi itu sendiri, metode
dari aborsi, pertimbangan etika tentang aborsi, dan tentang pandangan islam
terhadap aborsi.
PEMBAHASAN
I. Pengertian
Abortus provocatus adalah istilah Latin yang secara resmi dipakai
dalam kalangan kedokteran dan hukum yang artinya adalah dengan
sengaja mengakhiri kehidupan kandungan dalam rahim seorang wanita
hamil. Sedangkan ada istilah lain abortus spontaneus yang terlihat dari
namanya saja mengandung kata spontan yang bila diartikan adalah
wanita hamil yang spontan gugur secara tidak sengaja bahkan tidak
diinginkannya. Jadi abortus terdapat dua macam yaitu “abortus yang
disengaja atau pengguguran kandungan” dan “abortus spontan atau
keguguran”. Istilah lain dalam pengguguran kandungan dalam bahasa
Indonesia adalah aborsi yang diambil dalam bahasa inggris abortion.
Namun di negara kita ini tidak dispesifikan perbedaan antara
abortus yang disengaja dan abortus spontan. Padahal kita semua tahu
bahwa itu adalah dua hal yang berbeda antara kematian alami dan
pembunuhan. Kematian alami merupakan akibat dari kejadian yang
tidak terhindarkan dari proses-proses alami yang berujung pada
kematian tersebut, sedangkan yang dimaksud pembunuhan adalah
aborsi yang disengaja adalah tindakan yang dilakukan manusia
dimana ia sadar melakukan hal tersebut dan mengakibatkan kematian
seseorang. Jelas ini adalah sesuatu yang berbeda antara
ketidaksengajaan gugur yang artinya tidak diinginkan hal ini terjadi
oleh seorang wanita yang mengandung dan keinginan untuk
menggugurkan atau abortus provocatus. Abortus spontan adalah
permasalahan alami yang tidak menimbulkan masalah etika
kebalikannya dengan abortus yang disengaja adalah permasalahan
yang menimbulkan masalah etika yang sangat besar khususnya di
negeri kita ini. Dan pada pembahasan selanjutnya kita menggunakan
istilah “aborsi” yang biasa dikenal orang untuk menunjukkan abortus
yang disengaja.
II. Metode Aborsi
Secara medis, aborsi dimengerti sebagai penghentian kehamilan
selama janin belum viable, atau belum dapat hidup mandiri di luar
rahim, artinya sampai kira-kira umur 24 minggu atau sampai awal
trimester ketiga.
Dipandang dari segi medis-teknis, aborsi paling lebih mudah
dilakukan dalam trimester pertama kehamilan sekitar 7 hingga 12
minggu dengan proses kuret isap (suction curettage) dan dilakukan
dengan anestesi lokal dalam serviks. Pada 12 hingga 20 minggu
biasanya menggunakan metode dilatasi (dilation and evacuation atau
D & R) yang menggunakan anestesi total dan dilakukan oleh klinikus
yang terampil. Dan setelah 20 minggu dapat dilkaukan metode
installation abortion dimana cairan yang mematikan si fetus
disuntikan ke dalam rongga amnion,lalu isi rahim dikeluarkan secara
alami. Metode aborsi yang masih baru adalah pil aborsi atau RU-486
(mifepristone) yang ditemukan di Perancis dan mulai dipakai disana
sejak 1988. Selain di negara asalnya pil ini juga di 15 negara Eropa
dan pada tahun 2000 USA menyetujui penggunaan pil ini melalui
Food and Drug Administration.
III. Pertimbangan Etika tentang Aborsi
Dalam etika, kita mencoba memberikan alasan untuk apa yang kita
lakukan, khususnya untuk baik buruknya kelakuan diri kita. Dan
berarti yang dalam bahsan kita ini muncullah pertanyaan tentang etika
aborsi yaitu bolehkah aborsi dilakukan atau sebaliknya harus ditolak
sebagai tidak etis. Dalam pertimbangan etika muncul beberapa
wacana sebagi berikut:
Wacana hak yang meliputi:
a. Hak Perempuan Hamil
Bagi pihak yang menyetujui aborsi, pendekatan hak adalah
jalur pemikiran yang paling banyak ditempuh. Mereka
menekankan bahwa perempuan hamil mempunyai hak
untuk menguasai tubuhnya sendiri. Perempuan berhak
untuk mengambil keputusan mau melanjutkan
kehamilannya, atau sebaliknya mau menghentikannya
artinya menggugurkan kandungannya.
b. Hak Janin
Disisi lain, wacana hak bisa dipakai juga untuk menolak
aborsi sebagai hal yang tidak etis. Sebab, bukan saja ibu
hamil yang mempunyai hak, janin dalam kangdungan pun
mempunyai hak, yaitu hak untuk hidup.
c. Polarisasi Antara “Pro life” dan “Pro choice”
Gerakan pro life menekankan hak janin untuk hidup.
Gerakan pro choice mengedepankan pilihan si perempuan
mau melanjutkan kehamilannya atau mengakhirinya dengan
aborsi. Pertentangan antara pro life dan pro choice tidak
saja tampak pada publikasi dan unjuk rasa, tetapi juga
mengambil bentuk kekerasan. Pandangan prolife terutama
didukung oleh kelompok-kelompok keagamaan, khususnya
yang berorientasi fundamentalistis. Pandanga pro choice
lebih banyak di anut oleh kelompok-kelompok feministis
dan oleh mereka yang berorientasi sekuler.
Wacana hormat untuk kehidupan
Kehidupan harus kita hormati karena kehidupan merupakan
sesuatu nilai paling mendasar untuk kita semua. Kita
sendiri termasuk alam hidup yang merupakan suatu
keseluruhan organik dimana banyak ekosistem
berhubungan satu sama lain. Dengan menghormati
kehidupan, kita menghormati kondisi kehidupan kita
sendiri. Jika kehidupan dalam salah satu bentuknya
terancam, berarti eksistensi kita sendiri ikut terancam.
Kewajiban untuk menghormati kehidupan manusia tentu
berlaku bagi setiap orang yang beragama maupun yang
tidak beragama. Menghormati kehudupan manusia bukan
saja merupakan suatu tuntutan etis yang umum dan suatu
kewajiban yang secara khusus digaris bawahi oleh agama
aturan ini adalah suatu prinsip dasar juga untuk profesi
kedokteran. Menurut kodratnya, ethos profesi kedokteran
ditandai oleh hormat untuk kehidupan manusia. Hal itu
sudah diakui sejak Sumpah Hippokrates.
Indikasi Terapeutik sebagai alasan aborsi
Tidak bisa disangkal, bahwa menggugurkan kandungan
adalah suatu cara membunuh kehidupan manusiawi. Tetapi
seperti kita lihat tadi, membunuh bukan merupakan suatu
larangan mutlak. Selama sembilan bulan dua insan
mengalami simbiosis yang begitu erat, sehingga janin sama
sekali tergantung pada ibu. Tetapi bisa terjadi juga hadirnya
janin dalam kandungan mengganggu dan bahkan
mengancam kehidupan atau kesehatan si ibu. Dalam situasi
seperti ini, mengakhiri kehamilan dapat dibenarkan biarpun
akan dilakukan dengan berat hati. Seandainya dokter
mempunyai alternatif lain ia tidak akan melakukanya tetapi
alternatif tidak ada. Dengan demikian kehamilan boleh
diakhiri karena indikasi terapeutik atau alasan medis.
Indikasi lain sebagai alasan aborsi
Jika aborsi dapat dibenarkan karena indikasi terapeutik,
masalahnya belum selesai, karrena indikasi terapeutik ini
dapat diinterpretasikan dengan cara yang berbeda-beda.
Suatu interpretasi luas sekali tentang indikasi terapeutik
rupanya diupayakan oleh Asosiasi Kedokteran Dunia
(WMA) dengan Steament on Therapeutic Abortion (Oslo,
1970). Indikasi non-terapeutik merupakan bagian paling
sulit dari diskusi tentang aborsi, dan agaknya bagian diskusi
ini tidak pernah selesai. Misalnya, aborsi karena gagal
dalam keluarga berencana. Secara mutlak melarang aborsi
bisa bersifat kurang manusiawi juga, walaupun dilakukan
untuk melindungi kehidupan manusiawi. Aristoteles (abad
ke-4 SM) sudah merencanakan bahwa diu bidang etika
tidak mungkin dicapai kepastian sperti dalam ilmu eksakta.
Beberapa kasus konkret yang meliputi:
1. Ibu hamil dengan kanker rahim
Tidak jarang terjadi, seorang ibu hamil didiagnosis sebagai
pasien kanker rahim dan menurut dokter ia harus segera
dioperasi, artinya rahimnya harus diangkat (hysterectomy).
Kasus seperti itu sudah lama dikenal dalam etika dan
secara umum dikatakan bahwa opersi itu boleh dilakukan,
walaupun mengakibatkan kematian janin. Dasar
pertimbangan di sini adalah prinsip efek ganda (the
principle of double effect). Operasi ini menimbulkan dua
efek sekaligus: efek baik dan efek buruk. efek baik adalah
si ibu akan sembuh dari penyakitnya, sedangkan efek
buruknya adalah janin akan mati.
2. Kehamilan Ektopik Terganggu
Sering terjadi juga bahwa setelah pembuahan, embrio
muda tidak sampai pada tempat yang semestinya dalam
rahim, tetapi dalam tuba Fallopi. Sementara itu, embrio
muda tersebut tumbuh terus dan mengakibatkan problem
kesehatan untuk si ibu. Kondisi medis ini disebut
“kehamilan ektopik terganggu”. Disini aborsi boleh
dilakukan karena indikasi medis, biarpun banyak wanita
tidak akan menghayati tindakan medis ini sebagai aborsi,
karena kehamilanya masih muda sekali.
3. Pasien Jantung yang hamil
Wanita yang menjadi pasien jantung sering dianjurkan
diokter agar tidak hamil, karena jantungnya tidak kuat
untuk diberatkan dengan kehamilan selama 9 bulan dan
persalinan. Jika dokter yakin bahwa kehamilan membawa
risiko terlalu besar untuk ibu, dengan jelas terdapat
indikasi medis untuk mengakhiri kehamilannya. Tetapi
dalam kasus tertentu mungkin ada jalan keluar lain. Jika
dengan istirahat total di tempat tidur, risiko dapat dibatasi
sampai ketingkat minimum, sebaiknya dipilih
kemungkinan ini.
4. Janin Anensefal
Janin anensefal tidak mempunyai otak atau hanya
mempunyai batang otak. Ia tidak pernah bisa mencapai
taraf kesadaran. Ia tidak mempunyai masa depan sebagai
manusia. Dengan adanya pemeriksaan prenatal, kondisi
medis janin anensefal itu sekarang bisa diketahui selama
kehamilan. Kebanyakan pengamat tidak keberatan untuk
melkukan aborsi dalam kasus ini, dengan alasan bahwa
janin anensefal bukan merupakan manusia dalam arti
sesungguhnya, dan tidak pernah bisa berkembang sampai
status itu. Karena itu tidak ada arti untuk melanjutkan
kehamilan ini.
5. Janin Cacat
Pasangan suami istri bertanggung jawab atas kualitas
kehidupan dari makhluk insani yang baru yaitu bayi.
Karena itu ibu hamil harus menghindari semua perbuatan
yang dapat merugikan kesehatan janin dan kandungannya.
Melalui pemeriksaan prenatal yang memakai USG (ultra
sonogram) atau beberapa metode lain (amniocentesis,
biopsi, chorion, fetoskopi) saat ini dapat dipastikan bahwa
janin dalam kandungan mempunyai cacat. Menurut ilmu
kedokteran, 4-6 persen dari semua bayi lahir mempunyai
kelainan tertentu dan kira-kira separuhnya adalah kelainan
serius. Berbeda dengan kasus sebelumnya (janin
anensefal), janin cacat ini mempunyai status sebagai
persona. Tidak bisa diragukan, ia mempunyai masa depan
sabagai manusia, tetapi masa depan itu terbatas saja dan
tidak sempurna. Dalam kasus seperti itu sekarang sering
dilakukan aborsi. Biasanya alasan adalah bahwa orang tua
merasa terlalu berat mengasuh dan mendidik anak cacat.
Alasan lain yang dikemukakan adalah anak seperti itu
selalu akan menderita, sering kali secara fisik (nyeri),
tetapi sekurang-kurangnya secara psikis.
6. Kehamilan karena perkosaan
Dalam kasus ini tergantung pada wanitanya. Apabila
wanita tersebut mampu mengatasi gejolaknya dalam diri
mungkin ia memilih untuk merawat kandungan hingga
masa kelahirannya. Dan bila tidak ia memilih jalan untuk
aborsi
7. Kehamilan anak remaja
Di Indonesia berdasar Undang-Undang Perkawinan usia
perkawinan bagi wanita adalah 16 tahun dan untuk laki-
laki 19 tahun. Namun dalam kenyataannya remaja yang
hamil kebanyakan karena hubungan tidak serius yang
barangkali hanya berlangsung selama sekali. Dan
kebanyakan para remaja ini memilih jalan aborsi. Karena
bagi wanita remaja usia mereka masih di bangku sekolah
dan apabila mereka hamil pasti akan putus sekolah.
8. Aborsi karena malu
Ada beberapa alasan hamil karena malu. Namun
kebanyakan malu itu dikarenakan suatu kesalahan entah itu
dari segi agama maupun penilaian masyarakat. Kita akan
melihat pertentangan antara pandangan subyektif (dua
belah pihak yang beersangkutan) dan pertentangan
obyektif (mempertimbangkan alasan-alasan tanpa faktor
emosi). Dan konseling adalah jalan yang tepat untuk
mempertemukan kedua pandangan ini.
9. Pengguguran untuk seleksi jenis kelamin
Aborsi untuk kasus ini tidak dibenarkan karena pada
zaman ini antara pria dan wanita adalah setara. Tidak ada
diskriminasi antara wanita maupun pria.
IV. Pandangan Islam tentang Aborsi
Dalam buku Emansipasi Adakah Dalam Islam karya Dr.
Abdurrahman Al Baghdadi (1998) disebutkan bahwa aborsi dapat
dilakukan sebelum atau sesudah ruh (nyawa) ditiupkan. Apabila
dilakukan setelah ditiupkannya ruh, yaitu empat bulan masa
kehamilan maka semua ulama ahli fiqih (fuqoha) sepakat akan
keharamannya. Namun ada pula ulama yang berbeda pendapat jika
aborsi dilakukan sebelum ditiupkannya ruh, ada yang
memperbolehkan ada pula yang mengharamkannya. Muhammad
Ramli dalam kitabnya An Nihayah memperbolehkan aborsi
sebelum peniupan ruh karena menurutnya janin tersebut belum
bernyawa namun ada pula disebutkan hukumnya makruh karena ia
mengalami pertumbuhan.
Ibnu Hajar mengharamkan aborsi sebelum peniupan ruh
dalam kitabnya At Tuhfah yang didukung pula oleh Al Ghazali
dalam kitabnya Ihya’ Ulumiddin. Bahkan Mahmud Syaltut (mantan
rektor Universitas Al Azhar Mesir berpendapat bahwa sejak
bertemunya sel sperma dan ovum aborsi telah diharamkan karena
sejak itu telah mulai pertumbuhan dan perkembangan.
Akan makin jahat dan besar dosanya jika aborsi dilakukan
setelah janin bernyawa dan akan lebih besar lagi dosanya kalau
bayi yang baru lahir dari kandungan sampai dibuang atau dibunuh
(Masjuk Zuhdi, 1993, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum
Islam, halaman 81; M.Ali Hasan, 1995.
Rasulullah bersabda “Sesungguhnya setiap kamu terkumpul
kejadiannya dalam perut ibumu selama 40 hari dalam bentuk
‘nuthfah’, kemudian dalam bentuk ‘alaqah’ selama itu pula,
kemudian dalam bentuk ‘mudghah’ selam itu pula, kemudian
ditiupkan ruh kepadanya” [HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud,
Ahmad dan Tirmidzi].
Berikut adalah firman Allah :
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena
kemiskinan. Kami akan memberi rizki kepada mereka dan
kepadamu.” Qs. Al An’aam [6]: 151.
“Dan jangnlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan
Allah (membunuhnya) melainkan dengan alasan yang benar
(menurut syara’).” Qs. Al Isra’ [17]: 31.
“Dan apabila bayi-bayi yang dikubur hidup-hidup itu
ditanya karena dosa apakah ia dibunuh.” Qs. At Takwiir [81]: 8-9.
Dalil syar’i yang menunjukkan bahwa aborsi haram bila
usia janin 40 hari atau 40 malam adalah hadist Nabi saw “Jika
nutfah (gumpalan darah) telah lewat empat puluh dua malam,
maka Allah mengutus seorang malaikat padanya, lalu dia
membentuk nutfah tersebut; dia membuat pendengarannya,
pengliahatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulang belulangnya.
Lalu malaikat itu bertanya (kepada Allah) ‘Ya Tuhanku, apakah
dia (akan Engkau tetapkan) menjadi laki-laki atau permpuan?’
maka Allah memberi keputusan...” [HR. Muslim dari Ibnu Mas’ud
r.a]
Hadist diatas menunjukkan bahwa permulaan penciptaan
janin dan penampakan anggota-anggota tubuhnya, adalah setelah
melewati 40 atau 42 malam. Dengan demikian, penganiayaan
terhadapnya adalah suatu penganiayaan terhadap janin yang sudah
mempunyai tanda-tanda sebagai manusia yang terpelihara
darahnya (ma’shumud dam). Tindakan penganiayaan tersebut
merupakan pembunuhan terhadapnya. Dan dalam konteks tersebut
segala orang seperti ibu, ayah maupun dokternya diharamkan
menggugurkan atau melakukan tindak aborsi bila kandungan telah
berumur 40 hari. Dan apabila seseorang telah melakukan hal itu
maka diwajibkan untuk seorang budak laki-laki atau perempuan,
atau sepersepuluh diyat manusia sempurna (10 ekor unta)
sebagaimana telah diterangkan dalam hadist shahih, Rasulullah
bersabda:
“Rasulullah saw memberi keputusan dalam masalah janin dari
seorang perempuan Bani Lihyan yang gugur dalam keadaan mati,
dengan satu ghurrah yaitu seorang budak laki-laki atau
perempuan....”[HR. Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah r.a].
Sedangkan aborsi pada janin yang usianya belum mencapai
40 hari, maka hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa. Ini
disebabkan bahwa apa yang ada dalam rahim belum menjadi janin
karena dia masih berada dalam tahapan sebagai nutfah (gumpalan
darah),belum sampai fase penciptaan yang menunjukkan ciri-ciri
minimal sebagi manusia. Dan dalam segi hukum ini sama dengan
‘azl (coitus interruptus) yang dimaksudkan untuk mencegah
terjadinya kehamilan. Hal ini dilakukan oleh laki-laki yang tidak
menginginkan sang wanita hamil dengan cara mengeluarkan
sperma di luar vagina perempuan.
Dibolehkan pula melakukan aborsi apabila dokter yang
terpercaya menetapkan bahwa keberadaan janin dalam perut
mengakibatkan kematian ibunya dengan belum atau sudah
ditiupkan ruhnya. Yang terdapat dalam surat Al Maidah
“Barangsiapa yamg memelihara kehidupan seorang manusia,maka
seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.”
Dan hal itu termasuk pula dalam pengobatan yaitu demi
menyelamatkan ibu. Berikut sabda Rasulullah:
“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla setiap kali menciptakan
penyakit, Dia menciptakan penyakit, Dia ciptakan pula obatnya.
Maka berobatlah kalian” [HR. Ahmad].
Berdasarkan penjelasan ini, maka pendapat yang
mengharamkan aborsi setelah pertemuan sel telur dan sel sperma
dengan alasan sudah adanya kehidupan adalah pendapat yang
lemah sebab tidak didasarkan pada pemahaman fakta yang tepat
akan pengertian kehidupan (al hayah).
PENUTUP
Aborsi bukan sekedar masalah medis atau kesehatan masyarakat, namun
juga problem sosial yang muncul karena manusia mengekor pada peradaban
Barat. Maka pemecahannya haruslah dilakukan secara komprehensif-
fundamental-radikal, yang intinya adalah dengan mencabut sikap taqlid kepada
peradaban barat dengan menghancurkan segala ilai dan institusi peradaban Barat
yang bertentangan dengan Islam untuk kemudian digantikan dengan peradaban
Islam yang manusiawi dan adil
Hukum aborsi dalam pandangan islam menegaskan keharaman aborsi jika
umur kehamilan sudah empat bulan, yakni sudah ditiupka ruh pada janin. Untuk
janin yang berumur di bawah empat bulan, para ulama telah berbeda pendapat.
Jadi ini merupakan masalah khilafiyah. Namun menurut pemahaman pendapat
yang kuat (rajih) adalah aborsi yang dilakukan setelah 40-42 hari dari usia
kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin, maka hukumnya haram.
Sedangkan pengguguran kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari maka
hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa. Selain itu aborsi diperbolehkan juga
jika diyakini kehamilan dapat menyebabkan kematian sang ibu.
REFERENSI
1. Zuhdi Masjuk.1993.Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam.Haji
Masagung:Jakarta.
2. Hasan M.Ali .1995. Masail Fiqhiyah Berbagai Kasus Yang Dihadapi
Hukum Islam Masa Kini. Kalam Mulia: Jakarta.
3. Hakim Abdul Hamid. 1927. Mabadi’ Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al
Qawa’id Al’Fiqhiyah. Sa’adiyah Putera: Jakarta.
4. Hasan M. Ali . 1995. Masail Fiqhiyah Al Haditsah pada Masalah-
Masalah Kontemporer Hukum Islam. Raja Grafindo Persada: Jakarata.
5. Uman Cholil. 1994. Agama Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad
Modern. Ampel Suci: Surabaya.