Post on 06-Feb-2018
1
Lambang Negara antara Nilai Budaya dan Hukum Negara Sebuah Tinjauan Antropologi Hukum1
Oleh: Fokky Fuad2
A. Pendahuluan
Lambang dalam setiap kebudayaan memiliki makna tertentu, termasuk dalam
hal ini adalah lambang-lambang negara. Lambang dalam budaya tidaklah sekedar
gambar keindahan tanpa makna, akan tetapi ia adalah perwujudan dari kehendak,
harapan serta cita-cita yang diinginkan oleh sang pemilik lambang. Oleh karena itulah
dalam budaya-budaya tertentu lambang bermakna magis religius. Kajian lambang
negara menjadi menarik untuk dikaji setidaknya disebabkan oleh dua hal:
Pertama, bahwa lambang yang menjadi simbol bagi setiap kelompok, suku, atau
bahkan negara acapkali menimbulkan masalah ketegangan budaya, sosial, dan ketika
terdapat benturan pemaknaan antara budaya dan hukum. Ketegangan tersebut dalam
eskalasi tertentu dapat berubah menjadi berkaitan dengan masalah pemaknaan atas
simbol. Perbedaan pemaknaan dapat dilihat dari dua hal: perbedaan budaya dengan
budaya, dan perbedaan antara budaya dan hukum.
Kedua, bahwa lambang dalam budaya tertentu kemudian diletakkan dalam ruang
hukum. Peletakan lambang dalam budaya ke dalam ranah hukum bukanlah tanpa tujuan.
Peletakan ini berkait dengan adanya kehendak pemilik lambang untuk menciptakan
sebuah kondisi dimana tidak semua orang dapat berbuat sekehendaknya atas lambang-
lambang tersebut yang dianggap memiliki pemaknaan nilai ideologis, kesucian,
keluhuran budi dan kehendak, serta mempertahankan nilai-nilai spiritual magis dalam
budaya tersebut. Peletakan lambang yang menjadi simbol dari ini juga telah
1 Makalah dipresentasikan pada Seminar Nasional “Memutus Sakralisasi Lambang Negara demi Nasionalisme Bangsa terhadap Negara, Menyikapi Putusan Mahkamah Konstitusi No.4/PUU-X/2012 tentang Larangan Penggunaan Lambang Negara Garuda Pancasila” yang diselenggarakan di FH Universitas Esa Unggul Jakarta, tanggal 20 Pebruari 2013 2 Penulis adalah alumnus Program Doktor FHUI, saat ini adalah staf pengajar tetap pada Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia
2
menimbulkan benturan antara nilai-nilai ekonomi dan hukum. Pada satu sisi lambang
diartikan sebagai simbol yang dapat diperjual-belikan untuk meraih nilai ekonomi
tertentu, sedang pada pihak lain tidak dapat ditukar dengan nilai ekonomi mengingat
pemkanaan magis religius serta spiritual sakral yang tinggi. Dengan demikian saat ini
telah muncul benturan antar nilai budaya hukum dan nilai-nilai ekonomi.
B. Lambang Negara sebuah Pemaknaan
Lambang negara merupakan simbol-simbol negara bangsa yang berkehendak
untuk mewujudkan sebuah cita-cita luhur bangsa menuju sebuah tahapan-tahapan
kehidupan yang lebih baik dan semakin baik di masa yang akan datang. Dalam
pendekatan antropologi hukum, maka lambang negara dapat ditelaah dari sudut teori
interaksi simbolik atas makna. Dalam teori ini setiap objek yang dipandang akan
memberikan pemaknaan-pemaknaan yang berbeda-beda. Sebagai contohnya jika kita
memandang ular, maka seketika kita merasa ketakutan dengan ular tersebut. Dalam hal
ini secara sadar atau tidak, ular telah memberikan sebuah nilai pemaknaan tertentu. Ia
bermakna jahat, mematikan, bahkan dalam keyakinan religius tertentu ular dimaknai
sebagai jelmaan iblis yang telah berhasil menggoda Nabi Adam sehingga Adam
terpaksa turun ke bumi dari surga tempat kediamannya. Pada budaya lainnya ular
memiliki nilai pemaknaan yang sangat berbeda. Pada budaya India, ular dianggap
sebagai dewa yang dipuja, sehingga ular dilindungi dan ditempatkan dalam altar-altar
pemujaan.
Perbedaan pemaknaan atas lambang-lambang negara ini juga terjadi pada
pemaknaan atas simbol-simbol negara. Interaksi budaya tertentu terhadap lambang
negara sangat bervariatif, pada masyarakat negara tertentu melihat lambang negara
dalam pemaknaan non religius, sehingga masyarakat menganggap bahwa lambang dapat
digunakan dalam setiap waktu dan kesempatan apapun. Lambang negara menjadi
sebuah nilai ekonomis yang dapat diletakkan pada situasi apapun, seperti diletakkan
pada baju, gelas, handuk, bahkan pakaian dalam. Dalam keadaan demikian pemaknaan-
pemaknaan spritual magis religius, sikap moralitas tidaklah menjadi hal yang utama.
3
Lambang negara memiliki pemaknaan sebagai identitas diri di tengah pergaulan
masyarakat internasional.
Lambang negara dalam pemaknaan budaya timur lebih berkaitan dengan simbol-
simbol magis religius, dan sikap moral yang diharapkan oleh sang pembentuk lambang.
Lambang negara dalam keadaan pemaknaan seperti ini tidaklah dengan mudah dapat
diletakkan dalam berbagai objek, atau dengan mudah dapat diletakkan dalam ruang-
ruang ekonomi yang kemudian diperjualbelikan sebagai komoditi barang dagangan.
Pemaknaan-pemaknaan serta perbedaan atas simbol ini seringkali menimbulkan
benturan pemaknaan yang dapat berpindah pada ruang-ruang hukum. simbol budaya
tersebut kemudian oleh negara diletakkan dalam ruang hukum untuk lebih memberikan
kekuatan makna-makna atas simbol yang telah dianggap sakral dan suci oleh
pendukung kebudayaan yang bersangkutan.
Pada kasus Indonesia, lambang negara memiliki pemaknaan-pemaknaan magis
religius. Pemaknaan-pemaknaan berasal dari budaya timur yang melihat bahwa setiap
objek yang dipandang oleh orang mengandung simbol-simbol spiritual. Pada budaya
masyarakat timur termasuk Indonesia melihat lambang budaya mengandung nilai magis
yang berkait dengan kondisi alam makrokosmos. Manusia (mikrokosmos/alam kecil)
merupakan bagian dari makrokosmos atau alam semesta, dimana alam semesta akan
mempengaruhi kondisi alam mikro (manusia). Manusia timur meyakini bahwasanya
alam akan memberikan tanda-tanda baik dan buruk baginya, sehingga ia akan
memperlakukan alam secara arif.
Lambang negara yang dianggap sebagai perwujudan alam raya dalam diri
manusia bangsa Indonesia akan diperlakukan secara arif pula, sehingga ia dengan tidak
mudah meletakkan lambang-lambang negara dalam kondis dan ruang yang tidak sesuai
dengan standar normatif yang disepakati oleh bangsa tersebut. Pada masyarakat
Indonesia, lambang negara adalah perwujudan yang berkaitan erat dengan ideologi
bangsa. Untuk itu setiap orang Indonesia akan menyadari dalam alam bawah sadarnya
bahwa lambang-lambang negara Indonesia merupakan simbol-simbol magis yang telah
dipertahankan dengan keringat, darah dan juga nyawa oleh para pejuang. Permasalahan
muncul dalam pemaknaan-pemaknaan religiusitas bangsa, ketika negara meletakkan
4
simbol negara dalam ranah hukum, dan hanya negaralah yang berhak menetukan
pemaknaan-pemaknaan atas simbol-simbol yang telah dianggap magis oleh bangsa yang
bersangkutan.
C. Lambang Negara antara Budaya dan Hukum
Lambang negara yang bernilai sakral dalam budaya Indonesia karena nilai
magis, serta makna makna sakral yang diletakkan dalam lambang negara, oleh negara
diletakkan dalam ranah hukum. hukum negara kemudian memperkuat makna-makna
identitas bangsa tersebut. Negara kemudian menyatakan dan menentukan bahwa
negaralah yang dapat memberikan penafsiran tunggal atas simbol-simbol lambang-
lambang negara tersebut. Pasal 57 huruf d Undang-undang No.24 Tahun 2009
menyatakan bahwa setiap orang dilarang menggunakan lambang negara untuk
keperluan selain yang diatur dalam Undang-undang ini. Pasal ini merupakan
pengukuhan dari dari pemaknaan magis religius terhadap lambang-lambang negara
sebagai objek.
Negara menguatkan makna magis religius bangsa dalam bentuk hukum undang-
undang, sekaligus dengan seketika menyatakan dirinya sebagai pihak yang yang paling
berhak untuk menafsirkan makna-makna religius tersebut. Lambang negara yang saat
ini digunakan yaitu Burung Garuda merupakan sebuah lambang yang memberikan
makna magis religius3. Dalam lambang Burung Garuda Pancasila, terdapat lima Sila
Pancasila, khususnya lambang Bintang4 . Bintang dalam historis kultural masyarakat
3 Menurut Mitologi Hindu, Burung Garuda merupakan burung mistis yang berasal dari India. Burung tersebut berkembang sejak abad ke-6 di Indonesia. Burung Garuda itu sendiri melambangkan kekuatan, sementara warna emas pada Burung Garuda itu melambangkan kemegahan atau kejayaan. Sumber: <http://www.bin.go.id/wawasan/detil/167/3/26/11/2012/filosofi-garuda-pancasila>, diakses pada tanggal 20 Pebruari 2013 4 Sebuah tembang Jawa yang diciptakan oleh Wali Songo, yaitu lir ilir menjelaskan bahwa manusia harus menundukkan sikap batin dengan berserah kepada Tuhan melalui bait “penekno blimbing kuwi” yang berarti memanjat belimbing itu. Belimbing berbentuk meneyrupai bintang dengan lima sudutnya. Memanjat belimbing merupakan makna mendaki jalan menuju Tuhan. Bintang memberi makna sesuatu yang begitu tinggi dan agung, tak terjangkau oleh wujud fisik manusia. Tuhan yang tak terjangkau, tak tersentuh adalah bentuk imanen tertinggi sikap batin manusia Indonesia. Lihat:Tafsiran Tembang Lir-Ilir, <http://www.elmoudy.com/tafsiran-tembang-lir-ilir>, Pada ajaran agama samawi khususnya Islam dan
5
Jawa merupakan eksistensi kehadiran Tuhan. Bintang adalah sebuah bentuk yang jauh,
tinggi tak terjangkau, menyinari manusia dalam kegelapan malam. Makna yang
terkandung adalah bahwa bintang merupakan personifikasi eksistensi Tuhan dalam
sikap batin manusia Jawa. Kehadiran Tuhan dalam sikap batin manusia Indonesia
menunjukkan sebuah kesalehan komunal maupun pribadi dalam bersikap tindak. Padi
sebagai simbol pangan dan kapas sebagai simbol pakaian, dalam lambang Burung
Garuda Pancasila merupakan makna kesejahteraan yang diukur dari kecukupan
pemenuhan sandang dan pangan.
Bendera merah putih juga memiliki makna religius jauh sebelum negara ini
terbentuk. Majapahit menggunakan bendera merah putih sebagai bentuk lambang
pemaknaan kejayaan Majapahit sebagai sebuah negara maritim agraris yang berjaya di
Nusantara pada masa lalu. Merah peutih mengandung makna gula dan kelapa, tanaman
gula aren yang tumbuh di darat, menyatu dengan garam putih yang ada di laut. Makna
dari menyatunya gula dan garam adalah menyatunya darat dan laut. Merah juga
mengandung makna eksistensi matahari, sedang putih merupakan bentuk eksistensi
bulan. merah putih secara pemkanaan religius Kerajaan Majapahit mengandung makna
bahwa selama darat dan laut masih menyatu, matahari dan bulan masih terus beredar
menyinari Majapahit, maka selama itulah Majapahit masih akan tetap berjaya5.
Yahudi juga menggunakan simbol lambang bintang untuk menunjukkan sebuah kebesaran dan keagungan Tuhan. Sumber : < http://rayhanmogerz.blogspot.com/2012/10/makna-lambang-bulan-bintang-dalam-islam.html>, diakses pada tanggal 20 Pebruari 2013 5Antropolog Australia, Penelope Graham, dalam penelitiannya di Flores Timur (1991) menemukan makna merah dan putih agak lain. Warna merah dan putih dihubungkan dengan darah. Ungkapan mereka, "darah tidak sama", ada darah putih dan darah merah. Darah putih manusia itu dingin dan darah merah panas. Darah putih itu zat hidup dan darah merah zat mati. Darah putih manusia mendatangkan kehidupan baru, kelahiran. Darah merah mendatangkan kematian. Darah putih yang tercurah dari lelaki dan perempuan menimbulkan kehidupan baru, tetapi darah merah yang tercurah dari lelaki dan perempuan berarti kematian. Makna ini cenderung mengembalikan putih untuk perempuan dan merah untuk lelaki, karena hanya kaum lelaki yang berperang. Mungkin inilah hubungan antara warna merah dan keberanian. Merah adalah berani (membela kehidupan) dan putih adalah suci karena mengandung "zat hidup".Mengapa merah di atas dan putih di bawah? Mengapa tidak dibalik? Bukankah merah itu alam manusia dan putih Dunia Atas? Merah itu berani (mati) dan putih itu hidup? Merah itu lelaki dan putih perempuan? Merah matahari dan putih bulan? Merah panas dan putih dingin? Artinya, langit-putih-perempuan mendukung manusia-merah-lelaki. Asal manusia itu dari langit. Akar manusia di atas. Itulah sangkan-paran, asal dan akhir kehidupan. Beringin terbalik waringin sungsang. Isi berasal dari Kosong. Imanen dari yang transenden. Merah berasal dari putih, lelaki berasal dari perempuan. Jelas, Merah-Putih
6
Pemaknaan-pemaknaan magis religius tersebut terbenam dalam ruang kesadaran
berbangsa dan bernegara Indonesia. Para pejuang yang berusaha merebut kemerdekaan
juga menggunakan lambang yang sama sebagai lambang kejayaan Bangsa Indonesia
yang tak hendak dijajah. Pemaknaan ini menjadi pemaknaan magis religius dalam
kebudayaan Bangsa Indonesia. Ketika berada dalam ruang kebudayaan Bangsa
Indonesia, maka setiap warga Bangsa Indonesia berhak untuk mencintai, dan
mempertahankan lambang-lambang tersebut sebagai simbol religisuitas Bangsanya.
Tidak ada satupun dari pendukung warga Bangsa Indonesia yang tidak menghormati
pemaknaan religius dari lambang negara tersebut. Ketika hukum negara memasuki
ranah-ranah magis religius tersebut, maka hukum negaralah yang kemudian
memberikan pemaknaan, penafsiran secara tunggal atas lambang negara. Pelanggaran
atas pemaknaan dan penafsiran tunggal lambang negara diperkuat dengan sanksi hukum
pidana bagi siapapun yang tidak sesuai dengan pemaknaan tunggal tersebut. Negara
menjatuhkan sanksi hukum bagi siapapun yang dianggap tidak sesuai dengan penafsiran
tunggal negara atas lambang negara. Saat ini makna religius atas lambang negara
berubah menjadi makna hukum legal dogmatik. Lambang negara memiliki dua
pemaknaan sekaligus, sebagai pemaknaan budaya luhur dan pemaknaan hukum negara.
Putusan Mahkamah Konstitusi No.4/PUU-X/2012 yang menganulir pasal 57
huruf d Undang-undang No.24 tahun 2009 merupakan hal yang tepat setidaknya
ditinjau dari pemaknaan budaya yang bersifat magis religius, dimana setiap warga
Bangsa Indonesia memiliki hak untuk mencintai dan sekaligus memberikan pemaknaan-
pemaknaan magis religius spiritual terhadap lambang negara secara beragam.
Beragamnya cara dan pola pemaknaan religius atas lambang negara berkaitan dengan
beragamnya budaya Bangsa Indonesia yang terangkum dalam Bhinneka Tunggal Ika.
Hukum adat beserta budaya-budaya hukum yang hidup dalam setiap kultur
bangsa Indonesia yang berbhinneka juga telah memberikan perlindungan atas lambang- dari pemikiran primordial Indonesia. Merah-putih itu "zat hidup", potensi, daya-daya paradoksal yang menyeimbangkan segala hal: impoten menjadi poten, tak berdaya menjadi penuh daya, tidak subur menjadi subur, kekurangan menjadi kecukupan, sakit menjadi sembuh . Merah-putih adalah harapan keselamatan. Dia adalah daya-daya sendiri, positif dan negatif menjadi tunggal. Lihat: Merah Putih, <http://www.duniaesai.com/index.php?option=com_content&view=article&id=341:merah-putih&catid=48:sejarah&Itemid=93>, diakses pada tanggal 20 Pebruari 2013
7
lambang negara yang diyakini memiliki makna yang magis religus. Secara tidak sadar
dengan seketika setiap warga bangsa akan segera melipat dan menarik sebuah bendera
yang jatuh ke tanah. Bendera dalam alam bawah sadar setiap warga Bangsa masih
memiliki tempat yang terhormat dan tinggi, karena ia tidak sekedar warna, melainkan
juga jiwa spiritual bangsa. Untuk itulah maka semangat untuk mencintai bendera
dengan beragam cara sesuai pemaknaan kultural yang bersifat magis-religius perlu
mendapat ruang-ruang penghormatan oleh setiap warga Bangsa yang mengaku
berbhineka dan juga oleh Negara yang berperan sebagai pelindung warga Bangsa
Indonesia.
D. Penutup
Lambang negara bukanlah sekedar warna dan gambar dalam budaya Indonesia.
ia adalah pencerminan dari semangat dan jiwa spiritualitas bangsa Indonesia. Merah
putih yang melambangkan sebuah kejayaan bangsa, serta Bhinneka Tunggal Ika yang
melambangkan keragaman atas budaya serta keyakinan religisu warga Bangsa
Indoensia telah menjajdikan bansga Indonesia menjadi salah satu bangsa besar di tengah
pecaturan warga Internasional.
Pemaknaan atas lambang negara yang bersifat multikultur merupakan
pencerminan dari beragamnya budaya yang hidup di Indonesia. Negara tidak
selayaknya memberikan interpretasi tunggal atas pemaknaan simbol dan lambang
negara karena hal itu justru menutup ruang-ruang budaya yang bersifat majemuk.
Kekuatan hukum negara yang bersifat memaksa dengan dikuatkan oleh adanya sanksi
negara telah dengan tegas menutup ruang-ruang perbedaan atas pemaknaan cinta tanah
air yang diekspresika dengan penghormatan atas lambang-lambang negara.