Post on 07-Dec-2014
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Ikan memiliki kadar protein yang sangat tinggi yaitu sekitar 20 %. Protein yang
terkandung dalam ikan mempunyai mutu yang baik, sebab sedikit mengandung
kolesterol dan sedikit lemak. Ikan memiliki kelemahan yakni mudah membusuk. Ikan
relatif lebih cepat mengalami pembusukan daripada daging unggas dan mamalia
karena pada saat ditangkap ikan selalu berontak sehingga banyak kehilangan glikogen
dan glukosa. Glikogen dan glukosa pada hewan yang mati dapat mengalami glikolisis
menjadi asam piruvat yang selanjutnya diubah menjadi asam laktat. Apabila ikan
terlalu banyak berontak pada saat ditangkap maka akan banyak kehilangan glikogen
dan glukosa sehingga kandungan asam laktat ikan menjadi rendah. Dengan demikian
nilai pH-nya relatif mendekati normal. Nilai pH yang mendekati normal ini sangat
cocok untuk pertumbuhan bakteri, sehingga ikan segar harus segera diolah dengan
baik agar layak untuk dikonsumsi (Nuraini, 2007).
Pengolahan ikan agar lebih awet perlu dilakukan agar ikan dapat tetap
dikonsumsi dalam keadaan yang baik. Pada dasarnya pengawetan ikan bertujuan
untuk mencegah bakteri pembusuk masuk ke dalam ikan. Nelayan biasanya
memberi es sebagai pendingin agar memperpanjang masa simpan ikan sebelum
sampai pada konsumen. Demikian pula dengan maraknya penggunaan bahan
tambahan sebagai pengawet yang tidak diijinkan untuk digunakan dalam makanan
seperti formalin yang membahayakan bagi kesehatan (Mahatmanti, et al, 2009).
Bakteri penyebab pembusukan pada ikan antara lain adalah Aeromonas,
Enterobactericeae, Pseudomonas, Shewanella, Vibrio, dan lain-lain. Menurut
Purwani et al (2008) dalam Dewi (2010), beberapa bakteri yang terdapat pada
daging ikan segar, yaitu Acinetobacter calcoaciticus, Bacillus alvei, Bacillus
cereus ATCC 1178, Bacillus licheniformis, Klebsiella oxytoca ATCC 49131,
Klebsiella pneumoniae ATCC 33495, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853,
Staphylococcus saprophyticus ATCC 15305, Enterobacter aerogenes ATCC
13048, Escherichia coli ATCC 11229. Bakteri tersebut berpotensi menyebabkan
pembusukan karena aktivitasnya dalam mendegradasi protein, sebab daging ikan
mempunyai kandungan protein yang tinggi. Protein digunakan bakteri untuk
aktivitas metabolismenya.
Penelitian untuk mendapatkan antibakteri alami, perlu dilakukan karena
sebagian besar bahan antibakteri yang beredar merupakan zat kimia dan sifatnya
tidak aman bagi tubuh. Antibakteri alami adalah suatu senyawa yang dihasilkan
oleh bahan alam, yang dapat menekan pertumbuhan dan perkembangan bakteri.
Salah satu bahan alam yang berpotensi mempunyai aktivitas sebagai pengawet
alami adalah Teripang Pasir (Holothuria scabra), karena ekstrak teripang telah
terbukti sebagai agen antimikroba yang potensial dalam beberapa penelitian.
Potensi ekstrak antimikroba dari Teripang Pasir dapat berasal dari adanya agen
antimikroba yaitu steroidal sapogenin (Bordbar et al, 2011). Senyawa bioaktif
pada Teripang pasir yang berperan sebagai antibakteri selain steroid dan
sapogenin adalah saponin (Abraham et al, 2002). Agen antibakteri yang
dihasilkan dari hasil ekstraksi Teripang pasir yaitu triterpene glycoside (Farouk et
al, 2007).
Menurut penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa teripang genus
Holothuria, Stichopus, dan Cucumaria dapat berpotensi sebagai antibakteri alami.
Farouk, et al (2007) telah melakukan penelitian tentang aktivitas antimikroba dari
Teripang spesies Holothuria scabra yang terbukti berpotensi sebagai antibakteri
terhadap bakteri pembusuk diantaranya Pseudomonas aeruginosa, Bacillus
cereus, Klebsiella pneumonia, dan Escherichia coli.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana aktivitas dan potensi
antibakteri ekstrak Teripang Pasir terhadap bakteri pembusuk pada daging ikan,
antara lain, Bacillus cereus ATCC 1178 dan Pseudomonas aeruginosa ATCC
27853, sehingga dapat digunakan sabagai bahan antibakteri alami.
I.2. Perumusan dan Pendekatan Masalah
I.2.1. Perumusan masalah
Ikan segar sangat mudah mengalami kemunduran mutu yang ditandai
dengan proses pembusukan yang disebabkan karena protein dalam ikan yang
terdegradasi oleh bakteri pembusuk dan kondisi lingkungan yang optimal untuk
pertumbuhan bakteri. Bakteri pembusuk yang sering mengkontaminasi ikan segar
yaitu Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa. Salah satu cara yang biasa
dilakukan untuk menghambat kontaminasi atau pertumbuhan bakteri yaitu dengan
menggunakan bahan kimia berbahaya dan tidak aman untuk dikonsumsi seperti
formalin. Penelitian untuk mendapatkan senyawa alami baru sebagai antibakteri
alami perlu dilakukan. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan
memanfaatkan Teripang pasir yang memiliki senyawa metabolit sekunder sebagai
antibakteri. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan diuji apakah Teripang pasir
berpotensi sebagai antibakteri alami dan apakah perbedaan pelarut polar, semi
polar dan non polar berpengaruh pada aktivitas antibakteri terhadap bakteri
pembusuk ikan segar?
I.2.2. Pendekatan masalah
Salah satu hasil laut yang memiliki senyawa bioaktif yang berpotensi
sebagai antibakteri alami adalah Teripang pasir. Teripang jenis ini banyak
ditemukan di perairan Indonesia seperti di pantai utara Jawa, Madura, dan Bali.
Penelitian diawali dengan ekstraksi Teripang pasir menggunakan pelarut
yang berbeda-beda, yaitu polar, semi-polar, dan non polar. Kajian mengenai
aktivitas antibakteri Teripang pasir terhadap bakteri pembusuk ikan segar ini
hanya dilakukan dalam satu tahap yaitu penelitian utama.
Pelarut yang digunakan untuk proses ekstraksi yaitu n-heksan, etil asetat,
dan etanol. Konsentrasi yang digunakan pada penelitian ini yaitu 10 mg/ml.
Waktu inkubasi yang digunakan yaitu selama 2 x 24 jam. Hal ini sesuai dengan
penelitian yg dilakukan oleh Abraham et al (2002) tentang potensi biomedical
penting sebagai sustansi antibakteri dari spesies-spesies Holothuria.
Pengujian dilanjutkan dengan menanam kultur Bacillus cereus dan
Pseudomonas aeruginosa pada media Nutrient Agar (NA) kemudian diberi
ekstrak Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa lalu diukur zona
hambatnya. Parameter pendukung yang diteliti yaitu uji skrinning fitokimia dan
identifikasi senyawa bioaktif dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) pada
ekstrak Teripang pasir.
I.3. Tujuan dan Manfaat
I.3.1. Tujuan
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui potensi bioaktif ekstrak Teripang pasir sebagai antibakteri alami;
2. Mengetahui pengaruh plarut yang berbeda terhadap aktivitas antibakteri
ekstrak Teripang pasir.
I.3.2. Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah memberikan
informasi tentang aktivitas antibakteri ekstrak Teripang pasir terhadap bakteri
pembusuk ikan segar sehingga dapat menjadi suatu alternatif sumber antibakteri
alami.
I.4. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Februari-April 2012. Rumput
laut diambil dari perairan pantai utara, Rembang, Jawa Tengah. Pengeringan
sampel dan ekstraksi sampel di Laboratorium Teknologi Pangan, Universitas
Katolik Soegijapranata, Semarang. Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan di
Laboratorium Kesehatan, Semarang. Sedangkan untuk uji Kromatografi Lapis
Tipis dan uji skrinning fitokimia dilakukan di Laboratorium Kimia, Fakultas
Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.
Gambar 1. Skema Pendekatan Masalah
Input
Proses
Output
Permasalahan
1. Ikan segar sering terkontaminasi bakteri Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa
2. Penggunaan bahan kimia berbahaya digunakan untuk menghilangkan bakteri pembusuk pada ikan segar.
3. Teripang pasir dapat menghasilkan bioaktif yang berpotensi sebagai antibakteri alami
Data
Analisis Data
Kesimpulan
Penelitian 1. Penanganan sampel dan proses ekstraksi.2. Parameter utama : Uji kontrol negatif dan uji aktivitas antibakteri
dengan pelarut berbeda (n-heksan, etil asetat, dan etanol)3. Parameter pendukung : Uji skrining fitokimia ekstrak Teripang
pasir
Potensi Teripang pasir sebagai antibakteri alami dengan studi pustaka
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Teripang Pasir (Holothuria scabra)
II.1.1. Klasifikasi Teripang pasir
Klasifikasi dari Teripang pasir (Martoyo et al, 2000) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Sub-filum : Echinozoa
Kelas : Holothuroidea
Sub-kelas : Aspidochirotacea
Ordo : Aspidochirotida
Famili : Holothuriidae
Genus : Holothuria
Spesies : Holothuria scabra
Gambar 2. Teripang Pasir
Sumber : Dewi et al (2010)
II.1.2. Morfologi Teripang pasir
Teripang pasir merupakan salah satu anggota hewan filum
Echinodermata. Teripang pasir bertubuh lunak, berdaging dan berbentuk silindris
memanjang seperti buah ketimun, oleh karena itu hewan ini dinamakan ketimun
laut. Gerakan teripang pasir sangat lambat sehingga hampir seluruh hidupnya
berada di dasar laut. Warna tubuh teripang pasir bermacam-macam, mulai dari
hitam, abu-abu, sampai putih (Martoyo et al, 2000).
Menurut Suryanti (2011), bentuk badan dari Teripang pasir yaitu bulat
panjang, seluruh bagian tubuh apabila diraba akan terasa kasar seperti ada butiran.
Warna Teripang pasir sewaktu masih segar putih kekuningan, terdapat sekat yang
melintang berwarna putih dan diantara sekat terdapat garis hitam. Adapun nama-
nama daerah dari Teripang pasir adalah sebagai berikut:
a) Menado : Teripang gamat betul
b) P. Bangka : Teripang taikucing
c) Lampung : Teripang buang kulit
d) Kep. Seribu : Teripang pasir
e) Indonesia timur : Teripang putih atau Teripang kapur
II.1.3. Habitat Teripang pasir
Teripang pasir hidup di habitat lumpur berpasir dan berbahan organik
tinggi serta di sela-sela tumbuhan lamun. Selain dipengaruhi tipe habitat, secara
umum keberadaan Teripang pasir juga dipengaruhi oleh kelimpahan makanan
yang tersedia, yaitu plankton dan detrirus. Daerah persebaran Teripang pasir di
Indonesia adalah Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa
Tenggara Timur, Irian, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Pantai Barat
Sumatra, Sumatra Utara, dan Aceh (Hartati et al, 2005).
Teripang pasir banyak ditemukan pada perairan yang dasarnya pasir halus,
tetapi Teripang pasir lebih menyukai perairan karang. Selain itu, Teripang pasir
juga ditemukan kurang lebih 20 m dari pinggir pantai, dimana terdapat lumpur
pasir dan padang lamun (Suryanti, 2011).
II.1.4. Kandungan tubuh Teripang pasir
Teripang pasir mempunyai nilai ekonomis penting karena kandungan atau
kadar nutrisinya yang tinggi. Dari hasil penelitian, kandungan nutrisi teripang pasir
dalam kondisi kering terdiri dari protein sebanyak 82%, lemak 1,7%, kadar air 8,9%,
kadar abu 8,6%, dan karbohidrat 4,8%. Selain itu, Teripang pasir juga mengandung
fosfor, besi, iodium, natrium, vitamin A dan B (thiamin, riboflavin, dan niasin).
Kandungan kimia teripang pasir dalam keadaan basah yaitu 44 - 45% protein, 3 - 5%
karbohidrat, dan 1,5% lemak (Kustiariyah, 2006).
Kandungan bioaktif atau metabolit sekunder pada Teripang pasir diantaranya
steroid, sapogenin, saponin, triterpene glycoside, Glycosaminoglycan, Lectin,
Phenols dan flavonoid (Bordbar et al, 2011).
a. Steroid
Steroid adalah triterpen yang kerangka dasarnya cincin siklopentana
perhidrofenantren. Inti steroid dasar sama dengan inti lanosterol dan triterpenoid
tetrasiklik lain. Istilah sterol dipakai khusus untuk steroid alkohol. Sterol biasanya
mempunyai gugus hidroksil pada atom C-3 dan suatu ikatan rangkap pada posisi 5
dan 6. Kerangka dasar dan sistem penomoran steroid (Purwanti, 2008) dapat dilihat
pada gambar berikut ini:
Gambar 3. Kerangka Dasar Steroid
Sumber : Purwanti (2008)
b. Saponin
Saponin mula-mula diberi nama demikian karena sifatnya yang khas menyerupai
sabun (bahasa latin sapo = sabun). Saponin adalah glikosida yang aglikonnya disebut
sapogenin. Keberadaan saponin sangat mudah ditandai dengan pembentukan larutan
koloidal dengan air yang apabila dikocok menimbulkan buih yang stabil. Saponin
juga bersifat menghancurkan butir darah merah lewat reaksi hemolisis. Berdasarkan
struktur dari aglikonnya, saponin dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu saponin
steroid dan saponin triterpenoid. Saponin steroid mudah larut dalam air dan alkohol,
tetapi tidak larut dalam eter. Saponin steroid tersusun dari suatu aglikon steroid
(sapogenin) yang terikat pada suatu oligosakarida yang biasanya heksosa dan
pentosa. Sebaliknya, hasil hidrolisisnya, yaitu sapogenin steroid mudah larut dalam
pelarut organik (seperti kloroform, eter, n-heksan) dan tidak larut dalam air
(Purwanti, 2008).
c. Phenol
Senyawa phenol terdiri atas molekul-molekul besar dengan beragam
struktur, karakteristik utamanya adalah adanya cincin aromatik yang memiliki
gugus hidroksil. Kebanyakan senyawa phenol termasuk ke dalam kelompok
flavonoid. Phenol bersifat asam, karena sifat gugus –OH yang mudah melepaskan
diri. Karakteristik lainnya adalah kemampuan membentuk senyawa kelat dengan
logam, mudah teroksidasi dan membentuk polimer yang menimbulkan warna
gelap. Timbulnya warna gelap pada bagian tumbuhan yang terpotong atau mati
disebabkan oleh reaksi ini, hal ini sekaligus menghambat pertumbuhan tanaman
(Pratt dan Hudson, 1990).
d. Flavonoid
Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok senyawa phenol yang terbesar
yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah,
ungu, dan biru dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-
tumbuhan. Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15
atom karbon, dimana dua cincin benzen (C6) terikat pada suatu rantai propana (C3)
sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6 (Lenny, 2006).
II.2. Bacillus cereus
Menurut Todar (2008) dalam Dewi (2010), klasifikasi dari Bacillus cereus
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Prokaryota
Divisio : Firmicutes
Class : Bacilli
Ordo : Bacillales
Family : Bacillaceae
Genus : Bacillus
Spesies : Bacillus cereus
Bacillus cereus merupakan bakteri gram positif, bersifat aerob fakultatif, dan
motil. Beberapa bakteri gram positif seperti genus Bacillus, Sporolactobacillus,
Clostridium, Sporosarcina, dan Thermoactinomyces merupakan bakteri yang
mampu membentuk endospora. Pembentukan endospora bagi bakteri sangat
penting, karena struktur endospora yang tebal dapat berfungsi sebagai pelindung
panas (Dewi, 2010).
Menurut Todar (2008) dalam Dewi (2010), Bacillus cereus motil,
berkemampuan untuk menghancurkan sel darah merah (hemolytic). Bakteri ini
dapat menyebabkan keracunan makanan, ada dua tipe penyakit yang
diakibatkannya, yaitu tipe emetik dan tipe diare. Tipe emetik ditandai dengan
mual dan muntah, muncul gejala setelah masa inkubasi sekitar 1-6 jam. Tipe diare
ditandai dengan rasa sakit perut dan buang air besar, muncul gejala setelah masa
inkubasi sekitar 6-24 jam.
II.3. Pseudomonas aerugenosa
Menurut Mayasari dan Evita (2006), klasifikasi dari Pseudomonas aeruginosa
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gamma, Proteobacteria
Order : Pseudomonadales
Family : Pseudomonadaceae
Genus : Pseudomonas
Species : Pseudomonas aeruginosa
Bakteri ini bersifat gram negatif, berbentuk batang lurus dan tidak
membentuk spora, dapat bergerak, umumnya mempunyai flagel polar tunggal,
tipe metabolism bersifat oksidatif. Umumnya bakteri ini berukuran kecil dengan
lebar 0,5-1,0 m dan 1,5-4,0 m. Pseudomonas aeruginosa termasuk dalam suku
Pseudomonadaceae dan merupakan salah satu jenis bakteri yang menimbulkan
kerusakan berbagai jenis makanan sehingga menyebabkan kebusukan (Fardiaz,
1992).
Pseudomonas aeruginosa merupakan salah satu bakteri yang sering
menimbulkan kebusukan makanan seperti pada susu, daging, dan ikan. Pseudomonas
aeruginosa mudah tumbuh dan menyebabkan kerusakan pada beragam produk
pangan karena kemampuannya yang dapat memproduksi enzim yang dapat memecah
komponen lemak dan protein dalam makanan (Jawetz, 1996).
II.4. Ekstraksi Maserasi
Ekstraksi adalah teknik pemisahan suatu senyawa berdasarkan perbedaan
distribusi zat terlarut diantara dua pelarut yang saling bercampur. Pada umumnya
zat terlarut yang diekstrak bersifat tidak larut atau larut sedikit dalam suatu pelarut
tetapi mudah larut dengan pelarut lain. Metode ekstraksi yang tepat ditemukan
oleh tekstur kandungan air bahan-bahan yang akan diekstrak dan senyawasenyawa
yang akan diisolasi (Harborne dalam Dewi, 2010).
Proses pemisahan senyawa dalam simplisia, menggunakan pelarut tertentu
sesuai dengan sifat senyawa yang akan dipisahkan. Pemisahan pelarut
berdasarkan kaidah like dissolved like artinya suatu senyawa polar akan larut
dalam pelarut polar. Ekstraksi dapat dilakukan dengan bermacam-macam metode,
tergantung dari tujuan ekstraksi, jenis pelarut yang digunakan dan senyawa yang
diinginkan. Metode ekstraksi yang paling sederhana adalah maserasi (Noerono
dalam Dewi, 2010).
Maserasi adalah perendaman bahan alam yang dikeringkan (simplisia)
dalam suatu pelarut. Metode ini dapat menghasilkan ekstrak dalam jumlah
banyak, serta terhindar dari perubahan kimia senyawa-senyawa tertentu karena
pemanasan (Rusdi dalam Dewi, 2010).
II.5. Antibakteri
Antibakteri merupakan bahan atau senyawa yang khusus digunakan untuk
kelompok bakteri. Antibakteri dapat dibedakan berdasarkan mekanisme kerjanya,
yaitu antibakteri yang menghambat pertumbuhan dinding sel, antibakteri yang
mengakibatkan perubahan permeabilitas membran sel atau menghambat
pengangkutan aktif melalui membran sel, antibakteri yang menghambat sintesis
protein, dan antibakteri yang menghambat sintesis asam nukleat sel. Aktivitas
antibakteri dibagi menjadi 2 macam yaitu aktivitas bakteriostatik dan aktivitas
bakterisidal. Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi. Disc
diffusion test atau uji difusi disk dilakukan dengan mengukur diameter zona
bening (clear zone) yang merupakan petunjuk adanya respon penghambatan
pertumbuhan bakteri oleh suatu senyawa antibakteri dalam ekstrak (Dewi, 2010).
III. METODOLOGI
III.1.Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah diduga bahwa pelarut yang berbeda
pada konsentrasi yang sama dari ekstrak Teripang pasir berpengaruh terhadap
daya hambat Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa, sehingga dapat
diketahui potensi dan aktivitas antibakteri terbaik.
III.2. Perumusan Hipotesis
Perumusan hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:
H0 : Perbedaan pelarut ekstrak Teripang pasir tidak memberikan pengaruh
terhadap daya hambat Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa pada
pengujian sensitivitas antibakteri.
H1 : Perbedaan pelarut ekstrak Teripang pasir memberikan pengaruh terhadap
daya hambat Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa pada pengujian
sensitivitas antibakteri.
Kaidah pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:
Fhitung < Ftabel (taraf uji : 1% dan 5%) maka terima H0 tolak H1
Fhitung ≥ Ftabel (taraf uji : 1% dan 5%) maka terima H1 tolak H0
III.3. Materi Penelitian
III.3.1.Bahan
Bahan yang digunakakan adalah Teripang pasir yang diambil dari perairan
Utara Jawa, Rembang, Jawa Tengah. Bahan lain yang digunakan pada penelitian
ini terdapat pada Tabel 1.
Tabel 4. Bahan yang Digunakan pada PenelitianNo Bahan Fungsi
1. Teripang pasir Sebagai bahan baku
2. n-heksan (teknis) Sebagai pelarut
3. Etil asetat (teknis) Sebagai pelarut
4. Etanol (teknis) Sebagai pelarut
5. Aquadest Untuk membuat media agar
6. Nutrient Agar (NA) Sebagai media tumbuh bakteri
7. Nutrient Broth (NB) Sebagai media tumbuh bakteri
8. Kultur jamur Sebagai bakteri uji
9. Alumunium foil Untuk menutup erlenmeyer saat ekstraksi
dan sterilisasi
10. Kertas tisu Untuk membersihkan alat
11. Kertas saring Menyaring ekstrak setelah maserasi
12. Paper disc Sebagai indikator pengamatan diameter
zona hambat jamur
13. Kapas Menutup tabung dan Erlenmeyer
14. Plastik wrap Untuk membungkus petridish
15. Kertas label Untuk menulis keterangan pada sampel
ataupun perlakuan
16. Alkohol 70% Sterilisasi
III.3.2.Alat
Alat yang digunakan pada penelitian adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Alat yang Digunakan pada PenelitianNo Alat Ketelitia
n
Fungsi
1 Autoclave 1 atm Untuk sterilisasi alat gelas dan media
agar
2 Petridish - Sebagai tempat pembiakan jamur
3 Gelas ukur 1 ml Mengukur pelarut
4 Inkubator 0,5o C Menginkubasi biakan
5 Jangka sorong 0,05 mm Untuk mengukur zona hambat jamur
6 Labu Erlenmeyer 10 ml Untuk tempat merendam sampel dan
membuat media agar
7 Labu Round bottom
Flask
- Tempat sampel saat evaporasi
8 Magnetic stirrer - Untuk mengaduk saat pemasakan media
agar
9 Mikropipet 1 µL Mengambil ekstrak
10 Rotary evaporator - Untuk menguapkan pelarut
11 Tabung reaksi - Kultur isolate
12 Timbangan analitik 0,0001 g Untuk menimbang sampel
13 Laminary air flow - Tempat untuk inokulasi
14 Vortex mixer - Untuk menghomogenkan sampel
15 Vial - Tempat ekstrak
16 Gelas rod - Untuk meratakan bakteri uji pada media
agar
17 Pinset - Meletakkan paperdish pada ekstrak
18 Solar Tunnel Dryer - Sebagai pengering sampel
19 Pisau - Memotong sampel
20 Jarum ose - Inokulasi bakteri
III.4. Prosedur Penelitian
Prosedur kerja yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1. Tahap penanganan bahan baku yang meliputi penanganan sampel dan proses
ekstraksi dengan menggunakan tiga pelarut yaitu n-heksan, etil asetat, dan
etanol. Proses ekstraksi menggunakan rotary evaporator.
2. Uji kontrol negatif dan uji aktivitas antibakteri ekstrak Teripang pasir dari
tiga pelarut yaitu n-heksan, etil asetat, dan etanol.
3. Uji skrining fitokimia yang meliputi senyawa steroid, phenol, saponin,
triterpenoid, dan flavonoid.
Secara ringkas diagram alir prosedur penelitian disajikan pada diagram alir
sebagai berikut:
Gambar 4. Diagram Alir Prosedur Penelitian
Penanganan sampel
Proses ekstraksi menggunakan rotary
evaporator
Ekstrak Teripang pasir
1. Uji kontrol negatif dengan pelarut n-heksan, etil asetat, dan etanol.
2. Uji aktivitas antibakteri ekstrak Teripang pasir dengan n-heksan, etil asetat, dan etanol.
3. Uji skrinning fitokimia
3.4.1. Penanganan sampel
Teripang yang digunakan adalah Teripang Pasir yang berasal dari Pantai
Utara Jawa, Rembang, Jawa Tengah. Teripang yang akan diekstrak terlebih
dahulu dikarakterisasi jenis dan umurnya berdasarkan criteria bobot dan panjang
teripang. Bobot dan panjang teripang menggambarkan umur teripang yang sudah
dewasa atau matang gonad yang dapat diamati dari bobot (200-500 gram) dan
panjangnya (25-35 cm). Teripang yang telah memenuhi kriteria, dibersihkan dan
dipisahkan antara daging dan jeroan, dicuci dan digiling, selanjutnya dilakukan
ekstraksi.
3.4.2. Ekstraksi ampel
Ekstraksi sampel dilakukan dengan metode maserasi. Metode maserasi
yang digunakan adalah maserasi bertingkat yaitu maserasi satu sampel dengan
tiga jenis pelarut secara berurutan. Tiga jenis pelarut yang digunakan adalah n-
heksan, etil asetat, etanol.
Sampel Teripang pasir yang telah digiling, direndam dengan masing-
masing pelarut dengan perbandingan 1:2 (w/v), kemudian dilakukan sonikasi
selama 10 menit dan dilanjutkan dengan maserasi selama 24 jam pada suhu ruang
(28oC), kemudian disaring dengan kertas penyaring. Residu kembali dimaserasi
lagi dengan cara yang sama, sampai 3x. Ekstrak hasil maserasi atau filtrat yang
dihasilkan, ditampung menjadi satu dan diuapkan, untuk memisahkan pelarutnya.
Penguapan dilakukan dengan menggunakan alat rotary vacuum evaporator,
sampai pelarut habis menguap, sehingga didapatkan ekstrak teripang. Hasil
ekstrak ditempatkan dalam vial kosong selanjutnya dilakukan penimbangan
ekstrak. Ekstrak dalam vial disimpan dalam lemari pendingin. Ekstrak Teripang
pasir digunakan untuk uji aktivitas antibakteri.
3.4.3. Uji kontrol negatif pelarut n-heksan, etil asetat, dan etanol
Uji kontrol negatif bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelarut pada
ekstrak Teripang pasir terhadap daya hambat Bacillus cereus dan Pseudomonas
aeruginosa. Prosedur dalam uji kontrol negatif adalah pelarut ekstrak dengan
kuantitas 20 µl diteteskan pada paper disc kemudian diletakkan pada biakan
bakteri uji dan diinkubasi selama 48 jam. Idealnya pelarut tidak boleh mempunyai
pengaruh terhadap bakteri uji. Apabila kontrol negatif membentuk zona hambat
maka hasil pengukuran diameter zona hambat pada perlakuan dikurangi dengan
zona hambat dari pelarut tersebut.
3.4.4. Uji aktivitas antibakteri ekstrak Teripang pasir dengan pelarut n-
heksan, etil asetat, dan etanol
a. Sterilisasi alat dan bahan
Sterilisasi alat dan bahan dilakukan untuk mendapatkan kondisi yang aseptis.
Adapun tahapan sterilisasi alat dan bahan sebagai berikut :
1. Alat-alat yang akan disterilisasi dibersihkan dengan alkohol dan dibungkus
dengan menggunakan kertas coklat;
2. Air secukupnya dituang kedalam autoclave, kemudian alat yang dibungkus
kertas dimasukkan kedalam autoclave dan ditutup rapat dengan
mengencangkan baut secara silang;
3. Kemudian disterilisasi dilakukan dengan suhu 1210 C, tekanan 1 atm, selama
15 menit;
4. Autoclave dimatikan dan katup dibuka untuk mengurangi tekanan. Tunggu
beberapa saat sampai termometer dan monometer menunjukkan angka nol lalu
buka penutup autoclave; dan
5. Alat yang sudah disterilkan diambil dari autoclave.
b. Pembuatan media Nutrient Agar (NA)
1. untuk membuat 100 ml larutan nutrient agar dibutuhkan 27 gram nutrient
agar.
2. larutan nutrient agar dipanaskan di atas hot plate dan diberi stirrer sehingga
dapat larut homogen. Pemanas dihentikan jika larutan nutrient agar sudah
larut sempurna.
3. Erlenmeyer ditutup dengan kapas dan aluminium foil kemudian disterilkan
dalam autoclave dengan suhu 121°C, tekanan 1 atm, selama 15 menit.
4. Nutrient agar dituang kedalam petridisk sekitar 10 ml per petridisk
5. Petridisk yang telah berisi media agar diinkubasi selama 24 jam untuk
memastikan bahwa media agar yang digunakan tidak terkontaminasi oleh
bakteri sebelum digunakan untuk uji aktivitas antibakteri.
6. Nutrient agar yang tidak langsung dipakai disimpan dalam lemari es.
c. Pembuatan media Nutrient Broth (NB)
1. untuk membuat 100 ml larutan nutrient broth dibutuhkan 1,3 gram nutrient
broth kering.
2. Nutrient broth kering dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan selanjutnya
dicampur dengan 100 ml aquades.
3. Larutan nutrient broth dipanaskan di atas hot plate dan diberi stirrer sehingga
dapat larut sempurna dan berwarna bening.
4. Erlenmeyer ditutup dengan kapas dan aluminium foil kemudian disterilkan
dalam autoclave dengan suhu 121°C, tekanan 1 atm, selama 15 menit.
5. Nutrient broth yang akan dipakai didinginkan terlebih dahulu hingga
mencapai suhhu 30°C. bakteri akan mati jika diinokulasikan pada nutrient
broth yang masih panas.
6. Nutrient broth yang tidak langsung dipakai disimpan dalam lemari es.
d. Pembuatan kultur bakteri di dalam Nutrient Broth
1. Masukkan NB masing-masing sebanyak 4 ml ke dalam 2 tabung reaksi
dengan menggunakan pipet gondok.
2. Diambil biakan bakteri masing-masing sebanyak 5 ose.
3. Bakteri dimasukkan ke incubator selama 24 jam dan atur pada suhu 37°C.
e. Metode Difusi
1. Pada uji aktivitas antibakteri ini menggunakan ekstak antibakteri teripang
dengan pelarut yang berbeda masing-masing sebanyak 10 mg/ml.
2. Bakteri yang sudah ditumbuhkan dalam NB (Bacillus cereus dan
Pseudomonas aeruginosa), masing-masing diambil dengan menggunakan
pipet steril sebanyak 1 ml kemudian di spread secara merata ke dalam
petridisk yang berisi NA
3. Tiap petridisk ditempatkan 4 buah paper disc (D = 5 mm).
4. Paper disc pertama ditetesi aquadest sebagai kontrol negatif, paper disc kedua
ditetesi larutan ekstrak dengan pelarut n-heksan, paper disc ketiga ditetesi
larutan ekstrak dengan pelarut etil asetat, dan paper disc keempat ditetesi
larutan ekstrak dengan pelarut etanol masing-masing sebanyak 20 µl dengan
konsentrasi 10 mg/ml.
5. Kemudian diinkubasi selama 2x24 jam, setiap 24 jam dilakukan pengamatan
dan pengukuran daya hambat sampel terhadap bakteri. Pengukuran dilakukan
menggunakan jangka sorong.
3.4.5. Uji skrinning fitokimia
Metode skrining fitokimia digunakan untuk mengetahui kandungan
metabolit sekunder, makromolekul serta penggunaan data yang diperoleh untuk
menggolongkan tumbuhan. Pemeriksaan secara kualitatif senyawa steroid,
phenol, saponin, triterpenoid, dan flavonoid adalah sebagai berikut:
a. Uji senyawa steroid dan triterpenoid ekstrak Teripang pasir
1. Pipet pasteur yang didalamnya telah dimasukkan arang sebanyak 5 g
disiapkan;
2. Lapisan kloroform diambil dan dimasukkan dalam pipet pasteur;
3. Filtrat yang keluar dari pipet pasteur dimasukkan dalam 3 buah lubang pada
plat tetes dan dibiarkan sampai kering;
4. Tiap-tiap lubang pada plat tetes ditambahkan satu tetes asam asetat anhidrat
dan satu tetes asam sulfat pekat; dan
5. Terbentuknya warna biru hingga ungu menunjukkan sampel positif
mengandung senyawa steroid sedangkan warna merah menunjukkan sampel
positif mengandung senyawa triterpenoid.
b. Uji senyawa phenol ekstrak Teripang pasir
1. Sebanyak 1 ml lapisan air diambil dan dimasukkan ke dalam plat tetes;
2. Ditambahkan ferri klorida pada tiap plat tetes yang telah diberi sampel; dan
3. Terbentuknya warna biru atau ungu menandakan adanya senyawa phenol.
c. Uji senyawa saponin ekstrak Teripang pasir
1. Sebanyak 1 ml lapisan air dari tahap preparasi diambil dan dimasukkan ke
dalam tabung reaksi;
2. Larutan dikocok kuat-kuat; dan
3. Sampel positif mengandung senyawa saponin apabila terbentuk busa yang
permanen yang tidak hilang dalam waktu 15 menit.
d. Uji senyawa flavonoid pada ekstrak Teripang pasir
1. Sebanyak 1 ml lapisan air dari tahap preparasi diambil dan dimasukkan ke
dalam tabung reaksi;
2. Ditambahkan 1-2 butir logam magnesium dan 3 tetes asam klorida pekat; dan
3. Sampel positif mengandung senyawa flavonoid jika terbentuk warna orange
hingga merah.
III.5. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode experimental laboratories yaitu suatu
metode yang digunakan untuk mendapatkan data-data yang dilakukan
dengan percobaan dilaboratorium dan pengamatan secara langsung, sistematis
terhadap kejadian-kejadian obyek yang diteliti (Sudjana, 1989).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jenis pelarut yang efektif dari
Teripang pasir Rancangan dasar yang digunakan adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL). Hasil ekstrak dengan tiga macam pelarut yang berbeda dan
masing-masing perlakuan diulang 3 kali. Bakteri uji yang digunakan adalah
Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa. Rancangan penelitian uji aktivitas
antibakteri Teripang pasir tersaji pada tabel berikut ini:
Tabel 3. Matrix Rancangan PenelitianJenis pelarut
(10 mg/ml)
Ulangan
1 2 3
Kontrol negatif (P1) P11 P12 P13
n-heksan (P2) P21 P22 P23
Etil asetat (P3) P31 P32 P33
Etanol (P4) P41 P42 P43
Keterangan:
P1 : Kontrol negatif
P2 : n-heksan
P3 : Etil asetat
P4 : Etanol
III.6. Analisa Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisa dengan sidik ragam atau
analysis of varian (ANOVA). Berdasar analisis tersebut, diperoleh hasil uji F
untuk mengetahui pengaruh sumber keragaman dan perbedaan variabel-variabel
yang diamati karena perlakuan yang berbeda. Berdasarkan analisis tersebut maka
diperoleh hasil uji F dengan rumus:
F hitung =
KTSKTE
Keterangan : KTS = Kuadrat Tengah Perlakuan
KTE = Kuadrat Tengah Galat
F hitung digunakan untuk mengetahui pengaruh sumber keragaman dan
perbedaan variabel-variabel yang diamati karena perlakuan yang berbeda. Jika
analisis tersebut menunjukkan hasil yang berbeda nyata, maka akan dilanjutkan
dengan uji lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan bantuan tabel Q pada taraf uji
99%, untuk mengetahui perbedaan antar nilai tengah perlakuan dan menentukan
perlakuan yang terbaik. Formula uji BNJ adalah sebagai berikut:
BNJ = qa x (p, n2)√ KTGr
Keterangan:
KTG = nilai kuadrat tengah galat (error)
r = jumlah ulangan p = jumlah perlakuan n2 = derajat bebas galat acak
DAFTAR PUSTAKA
Abraham, T.J., J. Nagarajan, dan S.A. Shanmugan. 2002. Antimicrobial Substances of Potential Biomedical Importance from Holothurian Species. [Indian Journal of Marine Science]. Tamil Nadu Veterinary and Animal Sciences University, India. 161-164 hlm.
Bordbar, S., Farooq A., dan Nazamid S. 2011. High-Value Components and Bioactives from Sea Cucumbers for Functional Foods—A Review. [Marine Drugs Journal]. Universiti Putra Malaysia, Malaysia. 1761-1805 hlm.
Dewi, F.K., 2010. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Mengkudu (Morinda citrifolia, linnaeus) terhadap Bakteri Pembusuk Daging Segar. [Skripsi]. Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Fardiaz, s. 1992. Mikrobiologi Pangan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Farouk, A.E., Faizal A.H.G., dan B.H. Ridzwan. 2007. New Bacterial Species Isolated from Malaysian Sea Cucumbers with Optimized Secreted Antibacterial Activity. [American Journal of Biochemistry and Biotechnology]. International Islamic University Malaysia, Malaysia. 64-69 hlm.
Hartati, R., Widianingsih, dan Delianis P. 2005. Teknologi Penyediaan Pakan Bagi Teripang Putih (Holothuria scabra). [Laporan Kegiatan]. Universitas Diponegoro, Semarang.
Jawetz. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. EGC. Jakarta.
Kustiariyah. 2006. Isolasi dan Uji Aktivitas Biologis Senyawa Testosteron dari Teripang sebagai Aprodisiaka Alami [Thesis]. Sekolah Pascasarjana, IPB, Bogor.
Lenny, S. 2006. Senyawa Flavonoida, Fenolpropanoida dan Alkaloida. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Mahatmanti, F.W., Warlan S., dan Wisnu S. 2009. Sintesis Kitosan dan Pemanfaatannya sebagai Antimikrobia Ikan Segar. [Jurnal Ilmiah]. Universitas Negeri Semarang, Semarang.
Martoyo, J., Nugroho A.H., Tjahyo W. 2000. Budaya Teripang. Penebar Swadaya, Jakarta.
Mayasari, Evita, 2006, Pseudomonas aeruginosa; Karakteristik, Infeksi, dan Penanganan, http :// library.usu.ac.id.
Nuraini, A. D. 2007. Ekstraksi Komponen Antibakteri dan Antioksidan dari Biji Teratai (Nymphaea pubescens Willd). [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor, 94 hlm.
Pratt, D. E. Dan B. J. R. Hudson. 1990. Natural Antioxidants Not Exploited Commercially. Di dalam Hudson, B. J. F. (ed). Food Antioxidants. Hal. 171-192. Elsevier Applied Science, New York.
Purwanti, E. 2008. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Sapogenin dari Teripang holothuria sp. [Skripsi]. Universitas Sumatra Utara, Medan.
Sudjana, 1989. Desain dan Analisis Eksperimen Edisi Ketiga. Tarsito, Bandung. 273 hlm.
Suryanti. 2011. Teripang (Holothuroidea). Universitas Diponegoro, Semarang.
AKTIVITAS ANTIBAKTERI DARI TERIPANG PASIR (Holothuria scabra) TERHADAP BAKTERI
PEMBUSUK IKAN SEGAR
PROPOSAL SKRIPSI
Oleh:SHOFIATUN NIMAH
K2F 008 058
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTANUNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG2012