Post on 28-Mar-2021
HAKIKAT KEDAULATAN RAKYAT DALAM MENCAPAI TUJUAN PEMBANGUNAN NASIONAL
BERLANDASKAN NILAI-NILAI PANCASILA DAN UUD 1945
Zul Amirul Haq. S. H.
1
Oleh: Zul Amirul Haq. S. H.
Email: zulamirulhaq@gmail.com
Abstrak:
Terbentuknya suatu negara haruslah mencapai beberapa unsur yang telah
di tentukan, ahli kenegaraan oppenheimer dan lauterpacth berpendapat bahwa
syarat berdirinya nsutu negara harus memenuhi beberapa unsur di antaranya,
pertama, adanya rakyat yang bersatu. Kedua, adanya daerah atau wilayah.
Ketiga, adanya pemerintah yang berdaulat. Keempat, adanya pengakuan dari
negara lain.1 Melalui beberapa unsur di atas maka terbentuklah suatu negara
yang komponen utama di dalamnya adalah mayarakat. Melalui konsep sosial
yang berlaku dan berkembang di masyarakat merekapun menata diri dan
menentukan jalan kehidupan mereka untuk mencapai tujuan univeral mereka
sebagai mayarakat yang aman dan sejahtera. kemudian Terbentuklah beberapa
kelompok tertentu yang di sebut sebagai pejabat publik dan pejabat
pemerintahan untuk menjalankan sistem ketatanegaraan serta merancang
konsep pembangunan untuk kehidupan berbangsa dan bernegara.2 Dalam hal
ini masyarakat dapat melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap kinerja
pemerintah dalam menata sistem ketata negaraan berdasarkan nilai-nilai
hukum yang berlaku dan berlandas pada pacasila dan UUD 1945.
1 Budiyanto, Dasar-Dasar Ilmu Tata Negara Untuk SMU Kelas 3 (Jakarta: Penerbit Erlangga,
2003), 19. 2 Rustandi Achmad Dan Zul Afdi Ardian, Tata Negara, Jilid 1-2 (Bandung: Armico, 1986), 48.
2
HAKIKAT KEDAULATAN RAKYAT DALAM MENCAPAI TUJUAN
PEMBANGUNAN NASIONAL BERLANDASKAN NILAI-NILAI
PANCASILA DAN UUD 1945.
A. Pendahuluan
Pancasila sebagai Dasar Negara yang merupakan sumber kaidah hukum
yang mengatur Negara Republik Indonesia, termasuk di dalamnya seluruh
unsur-unsurnya yakni pemerintah, wilayah dan rakyat.3 Menjadi dasar pijakan
penyelenggaraan negara dalam hal pembangunan nasional dan seluruh
kehidupan negara Republik Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara
mempunyai arti menjadikan Pancasila sebagai dasar untuk mengatur
penyelenggaraan pemerintahan. Konsekuensinya adalah Pancasila merupakan
sumber dari segala sumber hukum.4
Tujuan yang hendak di capai dari lahirnya ketentuan-ketentuan di atas salah
satunya di jadikan sebagai pedoman Pembangunan nasional. Karena pada
dasarnya Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan
yang berkesinambungan dan meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa,
dan negara untuk mewujudkan Tujuan Nasional. Sebelum amandemen UUD
1945 pedoman pembangunan nasional berlandaskan pada garis-garis besar
haluan negara (GBHN), namun setelah adanya amandemen UUD 1945 pedoman
pembangunan nasional berlandaskan pada sistem perencanaan pembangunan
nasional (SPPN), yang di atur dalam UU No 25 tahun 2004 tentang sistem
perencanaan pembangunan nasional.
Dalam menjalankan tanggung jawabnya menjalankan program-program
yang berorientasi pada pembangunan yang berkeadilan dan kesejahteraan sosial,
negara sudah memiliki mekanisme dan program pembangunan yang sudah di
susun secara baik dan sistematis untuk mengikat dan mengatur tata kelola
pemerintahannya agar konsep pembangunan yang di harapkan dapat berjalan
dengan suatu sinergi dan koordinasi yang baik antara instansi dan juga
3 Van Apeldom Lj, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Pradnya Paramita, 1983), 22. 4 Kaelan, Pendidikan Pancasila Pendidikan Untuk Mewujudkan Nilai-Nilai Pancasila Raa
Kebangaan Dan Cinta Tanah Air Sesuaidengan SK Dirjen Dikti No 43/Dikti/Kep/2006 Proses Reformasi
UUD 1945 Pancasila Sebagai Sistem Falsafat Pancasila Sebagai Etika Politik Paradigma Bermasyarakat
Berbangsa Dan Bernegara (Jyogyakarta: Penerbit Paradigma, 2010), 56.
3
masyarakat agar tidak terjadi tumpang tindih dan ketimpangan program
pembangunan, serta meminimalisir timbulnya protes terhadap pembangunan
yang di lakukan. Negarapun melahirkan beberapa peraturan perundang-
undangan yang dapat di jadikan sebagai pedoman pembangunan nasional di
antaranya, Undang-Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (SPPN), Undang-Undang No. 17 tahun 2007 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, Peraturan
Pemerintah No 20 tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah, Peraturan
Pemerintah No 39 tahun 2006 tentang Tata cara Pengendalian dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana Pembangunan, Peraturan Pemerintah No 40 tahun 2006
tentang Tata cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional, Peraturan
Presiden No 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2010-2014 Tujuan dari pada di hadirkannya SPPN dan juga
RPJPN dengan maksud memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh
komponen bangsa (pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha) di dalam
mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional sesuai dengan visi, misi, dan arah
pembangunan yang disepakati bersama sehingga seluruh upaya yang dilakukan
oleh pelaku pembangunan bersifat sinergis, koordinatif, dan saling melengkapi
satu dengan lainnya di dalam satu pola sikap dan pola tindak.
Dalam hal ini publikpun diberikan ruang untuk dapat menyuarakan
keinginannya serta menuangkan aspirasinya dalam proses pembangunan
nasional maka pemerintah melahirkan salah satu sistem musyawarah yang dapat
memfasilitasi suara dan aspirasi pembangunan tersebut, sistem tersebut di kenal
dengan Musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) yang juga di atur
jelas dalam Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pemabangunan Nasional dan peraturan pemerintah maka tahapan-tahapan yang
harus di tempuh dalam musrembang tersebut mulai dari Musrenbang
Kelurahan/Desa, Musrenbang Kecamatan, Musrenbang Kota/Kabupaten,
Musrenbang Provinsi, Musrenbang Nasional. Yang melibatkan masyarakat,
semua pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan berasal dari semua aparat
penyelenggara negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif), masyarakat, kaum
rohaniwan, pemilik usaha, kelompok profesional, organisasi non pemerintah,
4
dan lain-lain. Karna Hukum di tegakan berdasarkan asas-asas yang sudah di
susun secara sistematis dan kompleks oleh para penegak hukum, untuk semua
pihak agar hukum dapat berjalan berdasarkan ranah yang sudah di tentukan,
sehingga hukum hadir memberikan dampak perubahan bagi kehidupan
masyarakat.5
Dewasa ini masih banyak masyarakat yang memiliki pengetahuan yang
minim terkait dengan implementasi dan urgensi kedaulatan rakyat untuk
membantu penataan bangsa baik dalam segi pembangunan dan konsep
ketatanegaran, perbenturan peraturan perundang-undangan yang mengatur
masalah pembangunan nasional, terdapat kepentingan kelompok-kelompok
tertentu yang masih mendominasi sehingga menghambat proses pembangunan
nasional, tumpang tindih konsep pembangunan serta suara masyarakat bawah
yang jarang tersampaikan ke atas menjadi polemik tersendiri di republik ini.
Padahal jika kita lihat peran demokrasi sebagai pintu bagi masyarakat untuk
berpartisipasi. Dengan berbagai produk hukum yang di lahirkan sebagai
penjamin pelembagaaan atas hak-hak masyarakat untuk mengetahui dan
mendapatkan informasi yang lebih lengkap dari sumber yang benar dan
terpercaya tentang perkembangan bangsa ini.
B. Negara Hukum dan Kedaulatan Rakyat
Hukum di banguan dan di bentuk di telah dikaji dan digali dari berbagai
aspek agar tidak terjadi suatu perbenturan antara sumber hukum yang satu
dengan sumber hukum lainnya.6 Terlebih Indonesia di kenal sebagai negara
demokrasi, yang mana makna demokrasi yang sesungguhnya ialah dari rakyat,
oleh rakyat dan untuk rakyat.7 Oleh karena itu, di era reformasi seperti ini
partisipasi publik dan kedaulatan rakyat dimaknai sebagai keterlibatan
masyarakat dalam proses sosial, politik, dan budaya bangsa yang seluas-luasnya
baik dalam proses pengambilan keputusan dan monitoring kebijakan dalam
5Salman Maggalatung, Prinsip-Prinsip, Spremasi Hukum, Keadilan Dan Hak Asasi Manusia
Dalam Perspektif Hukum Islam (Jakarta: Anggota IKAPI Fokus Grahamedia, 2006), 9. 6 R. Wirjono Prodjodigoro, Asas-Asas Hukum Tatanegara Di Indonesia, Cetakan Ke Tiga
(Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1977), 13. 7 Mochtar Kusumatmadja, Fungsi Dan Perkembangan Hukum Dalam Pembangunan Nasional
(Bandung: Bina Cipta, 1976), 65.
5
pembangunan nasional untuk mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi
kehidupan mereka sendiri. 8
Pelaksanaan pembangunan mancakup aspek kehidupan bangsa, yaitu aspek
politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan secara berencana,
menyeluruh, terarah, terpadu, bertahap dan berkelanjutan untuk memacu
peningkatan kemampuan nasional dalam rangka mewujudkan kehidupan yang
sejajar dan sederajat dengan bangsa lain yang lebih maju. Oleh karena itu,
sesungguhnya pembangunan nasional merupakan cerminan kehendak untuk
terus-menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia.
Prioritas untuk meningkatkan pembangunan ekonomi dan membangun landasan
pembangunan berkelanjutan dalam rangka mengurangi pengangguran dan
kemiskinan dilakukan melalui pembangunan bidang ekonomi, sarana dan
prasarana, serta sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Hasil uraian sederhana di atas dapat di tarik benang merah bahwa terlibatnya
masyarakat dalam poros pergerakan dan pembangunan bangsa bukanlah hal
yang dapat di kesampingkan. Jika kita tarik dari sudut pandang Pancasila bahwa
nilai-nilai filosofis dari butir-butir pancasila merupakan nilai-nilai yang dapat
mengantarakan bangsa dan masyarakat ke tujuan berbangsa dan bernegara yang
sesungguhnya. Begitupun dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Undang-
Undang Dasar 1945 dengan cita-cita luhur bangsa tertulis jelas dalam alinea ke-
empat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yakni membentuk pemerintahan
yang melindungi segenap bangsa Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa
memajukan kesejahteraan umum dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Untuk
mewujudkan cita-cita luhur bangsa tersebut maka pasca amandemen UUD 1945
rakyat di tempatkan sebagai pemegang kedaulatan tertinggi di Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Sehingga berjalannya roda pemerintahan dalam hal
menentukan kebijakan pembangunan nasional tidak terlepes dari dukungan dan
pengawasan masyarakat Republik Indonesia. Karena hukum yang dibangun
8 Tjipto Atmoko, Partisipasi Publik Dan Birokratisme Pembangunan, Jurnal Negarawan Di
Terbitkan Tahun 2010, 149.
6
haruslah sesuai dan wajib memperhatikan nilai-nilai hukum yang tumbuh dan
berkembang di masyarakat.9
Sejauh ini negarapun sudah di bangun dengan berbagai macam konsep dan
gagasan serta sistem ketatanegraan yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Terkadang perjalanan dan implementasi dari
gagasan-gagasan pokok kenegaraan tersebut memperlihatkan bahwa dasein tak
seindah dassolent.10 Apa yang di cita-citakan tidak sejalan dengan apa yang di
implementasikan, dalam artian apa yang di tertuang dalam Undang-undang tidak
sejalan dengan apa yang diimplementasikan dimasyarakat. Jika kita kembali
melihat dari pandangan yuridis bahwa jelas pasal 1 ayat 2 UUD 1945
menyatakan kedaulatan berada di tangan rakyat dan di jalankakan berdasarkan
UUD 1945. Dalam artian rakyat memiliki kekuasaan teringgi dalam sebuah
negara di mana pemerintah mendapatkan mandataris dari rakyat untuk menata,
mengatur dan mengelola negara.
Era reformasi dan demokratisasipun semakin berkembang seiring dengan
berkembangnya zaman, disini terlihat bahwa hukum mengikuti dimanika
perkembangan zaman yang ada.11 Begitupun dengan konsep pembangunan,
dimana bangsa harus mampu menyesuaikan dirinya dengan keadaan yang
tumbuh dan berkembang di masyarakat. Jika kita tarik dari historikal konteks
bahwa sistem hukum nasional terbentuk dan di pengaruhi oleh sistem hukum,
yang berlaku.12 sistem hukum tersebut dalam operasionalnya memiliki konsep
kedaulatan yang sama dengan satu arahan yakni mewujudkan masyarakat yang
aman dan sejahtera dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang di bangun
bersama antara penguasa dan masyarakat.
9 R. Otje Salman, Ikhtisar Filsafat Hukum (Bandung: Armico, Cetakan Ke 3, 1998), 52. 10 Jurnal Sekretariat Negara RI Negarawan, Berpikir Bertindak Untuk Kepentingan Negara,
Edisi Ke 3 Terbitan Tahun 2007, 70. 11 Abdul Manan, Aspek-Aspek Pengubah Hukum (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2005), 22. 12 Muchsin, Ikhtisar Hukum Ndonesia Setelah Perubahan Ke Empet UUD 1945 Dan Pemiliha
Presiden Secara Langsung (Jakarta: Badan Penerbit Iblam, 2005), 25.
7
Hukum di bangun dan di bentuk haruslah mampu berorientasi pada kebaikan
yang akan hadir dimasa depan (for word looking).13 Oleh karena itu hukum
harus bisa menjadi pendorong sekaligus pelopor bagi kebaikan yang akan di
capai di masa yang akan datang. Dalam menjalankan tanggung jawabnya
menjalankan program-program yang berorientasi pada pembangunan yang
berkeadilan dan kesejahteraan sosial, negara wajib memiliki mekanisme dan
program pembnguanan yang sudah di susun secara baik dan sistematis.14
C. Pentignya Partisipasi Mayarakat dalam Pembangunan Nasional
Partisipasi masyarakat menekankan pada partisipasi langsung warga dalam
pengambilan keputusan pada lembaga dan proses kepemerintahan dan
pembangunan.15 Konsep ini menegaskan bahwa partisipasi masyarakat telah
mengalihkan konsep partisipasi menuju suatu kepedulian dengan berbagai
bentuk keikutsertaan warga dalam pembuatan kebijaksanaan dan pengambilan
keputusan di berbagai gelanggang kunci yang mempengaruhi kehidupan warga
masyarakat. Pengembangan konsep dan asumsi dasar untuk meluangkan
gagasan dan praktik tentang partisipasi masyarakat meliputi, Partisipasi
merupakan hak politik yang melekat pada warga sebagaimana hak politik
lainnya, Partisipasi langsung dalam pengambilan keputusan mengenai kebijakan
publik di lembaga-lembaga formal dapat untuk menutupi kegagalan demokrasi
perwakilan. Demokrasi perwakilan masih menyisakan beberapa kelemahan yang
ditandai dengan keraguan sejauh mana orang yang dipilih dapat
merepresentasikan kehendak masyarakat, Partisipasi masyarakat secara langsung
dalam pengambilan keputusan publik dapat mendorong partisipasi lebih
bermakna, Partisipasi dilakukan secara sistematik, bukan hal yang insidental,
berkaitan dengan diterimanya desentralisasi sebagai instrumen yang mendorong
tata pemerintahan yang baik (good governance).16 kemudian Partisipasi
masyarakat dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan
13 Abdul Manan, Aspek-Aspek Pengubah Hukum ..... 7. 14 Piotr Staompka, Sosiologi Perubahan Sosial (The Sociology Of Social Change), Di
Terjemahkan Oleh Alinandan (Jakarta: Prenada Media, 2004), 23. 15 Soetrisno Lukman, Menuju Masyarakat Partisiptif (Jyogyakarta: 1995), 66. 16 T Ndraha, Pembangunan Masyarakat, Mempersiapkan Masyarakat Tinnggal Landas,
(Jakarta: Rinaka Cipta, 2003), 43.
8
dan lembaga pemerintahan. Demokratisasi dan desentralisasi di negara
berkembang termasuk Indonesia terjadi dalam situasi rendahnya kepercayaan
masyarakat terhadap penyelenggaraan dan lembaga pemerintah.
Paham yang mendasar bagi negara hukum ialah adanya pengakuan terhadap
prinsip supremasi hukum dan konstitusi yang mengatur kehidupan antara
masyarakat dan pemerintah ataupun antara masyarakat yang satu dengan
masyarakat lainnya.17 Dalam paham negara hukum, hukumlah yang memegang
komando teringgi dalam penyelenggaraan negara. Hukum di bangun sesuai
dengan prinsip the rule of law, and not of Man, yang sejalan dengan pengertian
nomocratie, yaitu kehidupan bernegara di atur oleh hukum yang berlaku.18
Dalam paham negara hukum yang demikian, harus diadakan jaminan
bahwa hukum itu sendiri dibangun dan ditegakkan menurut prinsip-prinsip
demokrasi. Karena prinsip supremasi hukum dan kedaulatan hukum itu sendiri
pada pokonya berasal dari kedaulatan rakyat. Prinsip negara hukum hendaklah
dibangun dan dikembangkan menurut prinsip-prinsip demokrasi atau kedaulatan
rakyat (democratische rechtsstaat). 19 Hukum tidak boleh dibuat, ditetapkan,
ditafsirkan, dan ditegakkan dengan tangan besi berdasarkan kekuasaan belaka
(machtsstaat) melainkan hukum ditegakanan dan dijalankan bersama
masyarakat. Prinsip Negara Hukum tidak boleh ditegakkan dengan mengabaikan
prinsip-prinsip demokrasi yang diatur dalam Undang-Undang Dasar
(constitutional democracy) yang diimbangi dengan penegasan bahwa negara
Indonesia adalah negara hukum yang berkedaulatan rakyat atau demokratis
(democratische rechtsstaat).
Plato mengemukakan bahwa penyelenggaraan negara yang baik ialah
yang didasarkan pada pengaturan hukum yang baik ntara pemerintah dan
masyarakt.20 Gagasan Plato kemudian didukung oleh pendapat Aritoteles.
17 Paulus Lotulung Effendi, Hukum Tata Negara Usaha Negara Dan Kekuasaan, (Jakarta:
Salemba Humanika,, 2013), 78. 18Satjipto Rahardjo, Negara Hukum Yang Membahagiakan Rakyatnya (Jakarta: Genta
Publishing, 2009), 88. 19 Satjipto Rahardjo, Negara Hukum Yang Membahagiakan Rakyatnya.... 89. 20 Abdul Mukthie Fadjar, Hukum Konstitusi Dan Mahkamah Konstitusi, Sekretariat Jenderal Dan
Kepaniteraan MK RI, Jakarta. 2006, 7.
9
Aritoteles berpendapat bahwa, suatu negara yang baik ialah negara yang
diperintah dengan konstitusi dan berkedaulatan hukum. Terdapat tiga unsur
pemerintahan yang berkonstitusi, yaitu suatu pemerintahan yang dilaksanakan :
a. Untuk kepentingan umum.
b. Menurut hukum berdasarkan ketentuan-ketentuan umum, bukan hukum
yang dibuat secara sewenang-wenang yang mengesampingkan konvensi dan
konstitusi.
c. Atas kehendak rakyat, bukan berupa paksaan atau tekanan yang
dilaksanakan oleh pemerintahan despotik.
Jimly Asshiddiqie menyebutkan bahwa terdapat beberapa prinsip pokok
yang terkandung dalam negara hukum yang demokratis, yang salah satunya
mengakui jaminan terbukanya ruang aspirasi bagi publik untuk menata dan
membenahi sistem ketatanegaran. persamaan dan kesetaraan dalam kehidupan
bersama.21 Yang kemudian di atur lebih lanjut dalam tata hukum nasional untuk
melegalkan suara rakyat yang akan berpartisipasi pada proses pembangunan
nasional.
Hukum administrasi sudah berperan dalam negara hukum ini di mana
Negara dipandang bukan semata-mata menjaga keamanan, tetapi aktif turut serta
dalam urusan kemasyarakatan demi kesejahteraan rakyat. Dalam tipe negara ini,
hukum administrasi negara sangat berperan aktif atau dominan.22 Pada masa
sekarang ini hampir semua negara di dunia menganut negara hukum, yakni yang
menempatkan hukum sebagai aturan main penyelenggaraan kekuasaan negara
dan pemerintahan. Indonesia sendiri menerapkan konsep negara hukum
Pancasila, dengan adanya pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia
dalam negara hukum Indonesia, secara intristik melekat pada pancasila dan
bersumber pada pancasila.” Bertitik tolak dari falsafah negara pancasila tersebut,
Hadjon kemudian merumuskan elemen atau unsur-unsur negara hukum
pancasila sebagai berikut :
21 Jimly Asshidiqie, Konstitusi Dan Konstitusionalisme Indonesia, Edisi Revisi (Jakarta. :
Konstitusi Press, 2005) 299-300. 22 Marbun, SF Dan Moh. Mahfud MD.. Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara... 16-17.
10
a. Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas
kerukunan.
b. Hubungan fungsional yang proposional antara kekuasaan negara.
c. Prinsip penyelesaian sengketa secara secara musyawarah dan peradilan
merupakan sarana terakhir.
d. Keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Teori ini dipelopori oleh Jean Jacques Rousseau, yang mengemukakan
bahwa kedaaulatan atau kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat. Raja atau
kepala negara itu hanya merupakan pelaksana dari apa yang telah diputuskan
atau dikekendaki oleh rakyat. Teori kedaulatan rakyat ini antara lain juga
diikuuti oleh Immanuel Kant yang mengatakan bahwa tujuan negara itu adalah
untuk menegakan hukum dan menjamin kebebasan dari pada warga negaranya.
Dalam pengertian kebebasan disini adalah kebebasan dalam batas-batas
perundangan-undangan, sedangkan undang- undang disini yang berhak membuat
adalah rakyat itu sendiri. Dengan demikian undang-undang merupakan
penjelmaan daripada kemauan atau kehendak rakyat. Jadi rakyatlah yang
mewakili kekuasaan tertinggi atau kedaulatan. 23
Sejauh inipun hukum di nilai sudah sejauh mana dapat mengakomodir
keberadaan rakyat sebagai pemegang kedaulatan di negri ini. Soerjono Soekanto
mengatakan bahwa efektif adalah taraf sejauh mana suatu kelompok dapat
mencapai tujuannya. Hukum dapat dikatakan efektif jika terdapat dampak
hukum yang positif, pada saat itu hukum mencapai sasarannya dalam
membimbing ataupun merubah perilaku manusia sehingga menjadi perilaku
hukum. Sehubungan dengan persoalan efektivitas hukum, pengidentikkan
hukum tidak hanya dengan unsur paksaan eksternal namun juga dengan proses
pengadilan. Ancaman paksaan pun merupakan unsur yang mutlak ada agar suatu
kaidah dapat dikategorikan sebagai hukum, maka tentu saja unsur paksaan
inipun erat kaitannya dengan efektif atau tidaknya suatu ketentuan atau aturan
hukum.24 Membicarakan tentang efektivitas hukum berarti membicarakan daya
23 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta; Rajawali Pers 2011), 87-88. 24 Soerjono Soekanto, Efektivitas Hukum Dan Penerapan Sanksi (Bandung : CV. Ramadja
Karya, 1988), 80.
11
kerja hukum itu dalam mengatur dan atau memaksa masyarakat untuk taat
terhadap hukum. Hukum dapat efektif jika faktor-faktor yang mempengaruhi
hukum tersebut dapat berfungsi dengan sebaik-baiknya. Ukuran efektif atau
tidaknya suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat dilihat dari
perilaku masyarakat. Suatu hukum atau peraturan perundang-undangan akan
efektif apabila warga masyarakat berperilaku sesuai dengan yang diharapkan
atau dikehendaki oleh atau peraturan perundang-undangan tersebut mencapai
tujuan yang dikehendaki, maka efektivitas hukum atau peraturan perundang-
undangan tersebut telah dicapai. 25
Teori efektivitas hukum menurut Soerjono Soekanto adalah bahwa
efektif atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 (lima) faktor, yaitu :
1) Faktor hukumnya sendiri (undang-undang).
1) Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun
menerapkan hukum.
2) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
3) Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku
atau diterapkan.
4) Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Kelima faktor di atas saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena
merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur
daripada efektivitas penegakan hukum. Pada elemen pertama, yang
menentukan dapat berfungsinya hukum tertulis tersebut dengan baik atau
tidak adalah tergantung dari aturan hukum itu sendiri.
Teori efektivitas hukum yang dikemukakan Soerjono Soekanto
tersebut relevan dengan teori yang dikemukakan oleh Romli Atmasasmita
yaitu bahwa faktor-faktor yang menghambat efektivitas penegakan hukum
tidak hanya terletak pada sikap mental aparatur penegak hukum (hakim,
25 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum (Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada, 2008), 8.
12
jaksa, polisi dan penasihat hukum) akan tetapi juga terletak pada faktor
sosialisasi hukum yang sering diabaikan.26
D. Penutup
Dengan melibatkan rakyat dalam proses pembangunan nasional
maka diharapkan kepercayaan publik terhadap pemerintah dapat terus
ditingkatkan, dan meningkatnya kepercayaan warga dipercaya sebagai
indikator penting bagi menguatnya dukungan dan keabsahan pemerintah
yang berkuasa. Partisipasi masyarakat merupakan keterlibatan anggota
masyarakat dalam pembangunan dan pelaksanaan (implementasi) program
atau proyek pembangunan yang dilakukan dalam masyarakat lokal.
Partisipasi masyarakat memiliki ciri-ciri bersifat proaktif dan bahkan reaktif
(artinya masyarakat ikut menalar baru bertindak), ada kesepakatan yang
dilakukan oleh semua yang terlibat, ada tindakan yang mengisi kesepakatan
tersebut, ada pembagian kewenangan dan tanggung jawab dalam kedudukan
yang setara.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Rustandi Dan Zul Afdi Ardian, Tata Negara, Jilid 1-2 Bandung:
Armico, 1986.
Budiyanto, Dasar-Dasar Ilmu Tata Negara Untuk SMU Kelas 3 Jakarta:
Penerbit Erlangga, 2003.
Kaelan, Pendidikan Pancasila Pendidikan Untuk Mewujudkan Nilai-Nilai
Pancasila Raa Kebangaan Dan Cinta Tanah Air Sesuaidengan SK
Dirjen Dikti No 43/Dikti/Kep/2006 Proses Reformasi UUD 1945
Pancasila Sebagai Sistem Falsafat Pancasila Sebagai Etika Politik
Paradigma Bermasyarakat Berbangsa Dan Bernegara, Jyogyakarta:
Penerbit Paradigma, 2010.
Lj, Van Apeldom, Pengantar Ilmu Hukum Jakarta: Pradnya Paramita, 1983.
26 Romli Atmasasmita, Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia &Penegakan Hukum (Bandung :
Mandar Maju, 2001), 55.
13
Maggalatung, Salman, Prinsip-Prinsip, Spremasi Hukum, Keadilan Dan Hak
Asasi Manusia Dalam Perspektif Hukum Islam, Jakarta: Anggota
IKAPI Fokus Grahamedia, 2006.
Atmoko, Tjipto, Partisipasi Publik Dan Birokratisme Pembangunan, Jurnal
Negarawan Di Terbitkan Tahun 2010.
Kusumatmadja, Mochtar, Fungsi Dan Perkembangan Hukum Dalam
Pembangunan Nasional, Bandung: Bina Cipta, 1976.
Prodjodigoro, R.Wirjono, Asas-Asas Hukum Tatanegara Di Indonesia,
Cetakan Ke Tiga, Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1977.
Salman, R. Otje, Ikhtisar Filsafat Hukum (Bandung: Armico, Cetakan Ke 3,
1998.
Jurnal Sekretariat Negara RI Negarawan, Berpikir Bertindak Untuk
Kepentingan Negara, Edisi Ke 3 Terbitan Tahun 2007.
Lukman, Soetrisno Menuju Masyarakat Partisiptif, Jyogyakarta: 1995.
Manan, Abdul, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, Jakarta:Putra Grafika, Cet,
Ke Empat, 2013.
Muchsin, Ikhtisar Hukum Ndonesia Setelah Perubahan Ke Empet UUD 1945
Dan Pemiliha Presiden Secara Langsung, Jakarta: Badan Penerbit
Iblam, 2005.
Piotr Staompka, Sosiologi Perubahan Sosial (The Sociology Of Social
Change), Di Terjemahkan Oleh Alinandan, Jakarta: Prenada Media,
2004.
Ndraha, T, Pembangunan Masyarakat, Mempersiapkan Masyarakat Tinnggal
Landas, Jakarta: Rinaka Cipta, 2003.
Rahardjo, Satjipto, Negara Hukum Yang Membahagiakan Rakyatnya,
Jakarta: Genta Publishing, 2009.
Effendi, Paulus Lotulung, Hukum Tata Negara Usaha Negara Dan
Kekuasaan, Jakarta: Salemba Humanika,, 2013.
Fadjar, Abdul Mukthie, Hukum Konstitusi Dan Mahkamah Konstitusi,
Sekretariat Jenderal Dan Kepaniteraan MK RI, Jakarta. 2006.
14
Asshidiqie, Jimly, Konstitusi Dan Konstitusionalisme Indonesia, Edisi Revisi,
Jakarta: Konstitusi Press, 2005.
Asshiddiqie, Jimly Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara,Jakarta; Rajawali
Pers 2011.
SF, Marbun, Dan Moh. Mahfud MD. Pokok-Pokok Hukum Administrasi
Negara, Yogyakarta: Liberty, 2000.
Soekanto, Soerjono Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum
Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2008.
Soekanto, Soerjono Efektivitas Hukum Dan Penerapan Sanksi, Bandung :
CV. Ramadja Karya, 1988.
Atmasasmita, Romli, Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia &Penegakan
Hukum, Bandung: Mandar Maju, 2001.
15