Post on 02-Jun-2018
8/10/2019 2. REFERAT Fraktur Nasal
1/29
1
BAB I
PENDAHULUAN
Hidung merupakan bagian penting pembentuk wajah seseorang. Karena letaknya yang
menonjol, hidung yang berupa kerangka yang halus, rentan dan sering mengalami fraktur dan
trauma jaringan lunak.
Fraktur nasal merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh trauma yang ditandai
dengan patahnya tulang hidung baik sederhana maupun kominunitiva. Fraktur nasal pada orang
dewasa dijumpai pada kasus berkelahi, trauma akibat olahraga, jatuh dan kecelakaan lalu lintas,
sedangkan pada anak-anak sering disebabkan karena bermain dan olahraga.
Fraktur nasal disebabkan oleh trauma dengan kecepatan rendah. Sedangkan jika
disebabkan oleh trauma kecepatan tinggi biasanya berhubungan dengan fraktur wajah biasanya
Le Fort tipe 1 dan 2. Selain itu, cedera nasal juga berhubungan dengan cedera leher atau kepala.
Fraktur nasal dapat ditemukan dan berhubungan dengan fraktur tulang wajah yang lain.
Oleh karena itu fraktur nasal sering tidak terdiagnosa dan tidak mendapat penanganan karena
pada beberapa pasien sering tidak menunjukan gejala klinis. Jenis fraktur nasal tergantung pada
arah pukulan yang mengenai hidung. Fraktur lateral biasanya merupakan fraktur nasal tertutup
yang mencapai tulang frontalis dan maksilaris. Fraktur nasal sering menyebabkan deformitas
septum nasal karena adanya pergeseran septum dan fraktur septum.
8/10/2019 2. REFERAT Fraktur Nasal
2/29
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Hidung
1. Hidung Luar
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah : a.)
pangkal hidung (bridge), b.) batang hidung (dorsum nasi), c.) puncak hidung (tip), d.)
ala nasi, e.) kolumella, dan f.) lubang hidung (nares anterior). Hidung luar dibentuk oleh
kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa
otot kecil yang berfungsi melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. 1
Kerangka tulang terdiri dari a.) tulang hidung (os nasal), b.) prosesus frontalis os.
maksila, c.) prosesus nasalis os. frontal. Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari
beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bawah hidung, yaitu a.) sepasang
kartilago nasalis lateralis superior, b.) sepasang kartilago nasalis lateralis inferior
(kartilago alar mayor), c.) tepi anterior kartilago septum. 1,2
Gambar 1. Anatomi hidung luar
2. Hidung Dalam
Rongga hidung berbentuk terowongan dari depan ke belakang dipisahkan oleh
septum nasi di tengahnya, menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu masuk kavum nasi
8/10/2019 2. REFERAT Fraktur Nasal
3/29
3
bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana).
Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di belakang nares
anterior, disebut vestibulum yang dilapisi oleh kulit dengan banyak kelenjar sebasea dan
rambut-rambut panjang yang disebut vibrise. Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah
dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior, dan superior. 1
Dinding medial hidung adalah septum nasi, yang dibentuk oleh tulang dan tulang
rawan. Septum nasi dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periosteum
pada bagian tulang, sedangkan di luarnya dilapisi oleh mukosa hidung. 1,2
Dinding lateral hidung memiliki 4 buah konka, yaitu konka inferior (yang
terbesar), konka media, dan konka superior. Sedangkan konka terkecil disebut konka
suprema, konka ini biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan tulang tersendiri
yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior, dan
suprema adalah bagian dari labirin etmoid. Diantara konka dan dinding lateral hidung
terdapat rongga sempit yang disebut meatus, yang terbagi menjadi meatus inferior,
media, dan superior, tergantung posisinya terhadap konka hidung. Pada meatus inferior
terdapat ostium duktus nasolakrimalis. Pada meatus media terdapat muara sinus frontal,
dan sedangkan pada meatus superior terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus
sfenoid. 1,2,3
Gambar 2. Anatomi hidung dalam/rongga hidung
8/10/2019 2. REFERAT Fraktur Nasal
4/29
4
Rongga hidung bagian depan diperdarahi oleh cabang-cabang dari a. fasialis.
Pada bagian atas mendapat suplai darah dari a. etmoid anterior dan posterior (cabang a.
oftalmika dari a. karotis interna). Sedangkan bagian bawah diperdarahi oleh cabang dari
a. maksilaris interna, yaitu a. palatina mayor dan a. sfenopalatina yang keluar dari
foramen sfenopalatina bersama n. sfenopalatina. Pada bagian depan septum terdapat
anastomosis dari a. sfenopalatina, a. etmoid anterior, a. labialis superior, dan a. palatina
mayor yang disebut pleksus Kiesselbach ( Littles area ). Pleksus ini letaknya superfisial
dan mudah cedera karena trauma, sehingga sering menjadi sumber perdarahan hidung
(epistaksis anterior). 1,2
Gambar 3. Anatomi pembuluh darah dan persarafan hidung
Bagian atas dan depan rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n.
etmoidalis anterior (cabang n. nasosiliaris dari n. oftalmikus / V.1). Sebagian besar
rongga hidung lainnya mendapat persarafan sensoris dari n. maksila melalui ganglion
sfenopalatina, dimana ganglion ini juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom
untuk mukosa hidung. Serabut parasimpatis didapatkan dari n. petrosus superfisialis
mayor, sedangkan serabut saraf simpatis dari n. petrosus profundus. Untuk fungsi
penghidu berasal dari nervus cranial I (n. olfactorius) melalui lamina kribrosa. 1,2
8/10/2019 2. REFERAT Fraktur Nasal
5/29
5
B. Fisiologi Hidung
Mekanisme Respirasi Hidung
Hidung merupakan jalur alami udara untuk bernafas. Pernapasan mulut diperoleh
melalui pembelajaran. Selama berlangsung proses respirasi, udara inspirasi masuk ke hidung
menuju sistem respirasi bawah melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media
dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring. Aliran udara di hidung ini berbentuk
lengkungan atau arkus. Udara yang dihirup akan mengalami humidifikasi oleh palut lendir.
Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, sehingga terjadi sedikit penguapan
udara inspirasi oleh palut lendir, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya.
Selama ekspirasi, udara mengikuti jalur yang sama seperti saat inspirasi, tetapi seluruh arus
udara tidak dikeluarkan secara langsung melalui nares anterior, melainkan terjadi gesekan
udara ekspirasi di cavum nasi yang mengubahnya menjadi pusaran di sekitar konka media
dan konka inferior dan hal ini dapat mengakibatkan terjadinya pertukaran udara pada sinus
paranasalis. 1,2,4
Gambar 4. Fisiologi aliran udara respirasi dalam hidung : (A) Inspirasi. (B)Ekspirasi.
Suhu udara yang melalui hidung diatur sehingga berkisar 37C. Fungsi pengatur suhu ini
dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan
konka dan septum yang luas. Ujung anterior konka inferior yang merupakan organ erektil
mengalami pembengkakan dan penyusutan, sehingga dapat mengatur aliran udara. Ketika
8/10/2019 2. REFERAT Fraktur Nasal
6/29
8/10/2019 2. REFERAT Fraktur Nasal
7/29
7
menangkap partikel yang berukuran 0,5 - 3 m. Debu dan bakteri yang melekat pada
mukus dan partikel-partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin. Partikel
yang berukuran lebih kecil dari 0,5 m tampaknya dapat melewati hidung ke saluran
saluran pernafasan bagian bawah tanpa kesulitan.
c) Fungsi Pengaturan Suhu
Pengontrolan suhu udara yang terinspirasi diatur oleh permukaan yang luas dari mukosa
hidung yang secara struktural diadaptasi untuk menjalankan fungsi ini. Lapisan mukosa
ini, khususnya di wilayah konka media dan inferior dan bagian yang berdekatan dengan
septum memiliki vaskularisasi yang sangat banyak dengan sinusoid yang mengontrol
aliran darah, dan ini dapat meningkatkan atau mengurangi ukuran konka. Hal ini
merupakan mekanisme "radiator" yang efisien untuk menghangatkan udara yang dingin.
Udara yang terinspirasi mungkin bersuhu 20 C atau O C atau bahkan di bawah nol,
dapat dipanaskan sampai mendekati suhu tubuh normal (37 C) dalam seperempat detik,
lalu kemudian udara tersebut dapat melewati lubang hidung ke nasofaring. Demikian
pula, udara panas didinginkan sampai mendekati tubuh suhu.
d) Fungsi Humidikasi
Fungsi ini berlangsung secara bersamaan dengan pengontrolan suhu udara yang
terinspirasi. Kelembaban udara atmosfer relatif bervariasi tergantung pada kondisi iklim.
Udara yang kering terdapat pada musim dingin dan lembab di musim panas. Lapisan
mukosa hidung mengatur kelembaban relatif dari udara yang terinspirasi hingga 75%
atau lebih. Air yang digunakan untuk melembabkan udara yang terinspirasi, disediakan
oleh sekresi kelenjar selaput lendir hidung yang kaya mukus dan serosa. Sekitar 1000 ml
air diuapkan dari permukaan mukosa hidung dalam 24 jam. Kelembaban sangat penting
untuk integritas dan fungsi epitel silia. Pada 50% kelembaban relatif, fungsi silia
berhenti dalam 8-10 menit. Dengan demikian, udara yang kering dapat menyebabkan
8/10/2019 2. REFERAT Fraktur Nasal
8/29
8
infeksi pada saluran pernapasan. Humidifikasi juga memiliki dampak yang signifikan
terhadap pertukaran gas di saluran pernafasan yang lebih rendah. Pada obstruksi hidung,
pertukaran gas berefek terhadap paru-paru, yang menyebabkan kenaikan pCO 2, dan juga
dapat menurunkan pO 2 sehingga menyebabkan apneu saat tertidur ( sleep apnea ).
e) Fungsi Proteksi
Hidung memiliki sistem pertahanan berupa mekanisme mukosiliar, enzim dan
immunoglobulin, serta refleks bersin.
Mekanisme mukosiliar. Mukosa hidung kaya akan sel piala ( goblet cell ), pada
kelenjar sekresi baik berupa mukus dan serous. Sekresi tersebut membentuk sebuah
lembaran yang kontinu disebut selimut mukus yang menyebar menutupi mukosa
normal. Selimut mukus terdiri dari lapisan lendir (mukus) pada superfisial dan
lapisan serous yang lebih dalam, selimut ini mengambang di atas silia. Bakteri, virus
dan partikel debu yang terinspirasiakan terperangkap pada selimut mukus kental dan
kemudian dibawa ke nasofaring untuk ditelan. Gerakan silia dipengaruhi oleh
pengeringan, obat-obatan (adrenalin), panas atau dingin berlebihan, merokok, infeksi
dan asap berbahaya seperti sulfur dioksida dan karbon dioksida.
Gambar 5. Mekanisme selimut mukus dan serous untuk menangkap danmembawa partikel debu atau organisme mikroskopis.
Enzim dan imunoglobulin. Sekresi nasal juga mengandung enzim yang disebutmuramidase (lisozim) yang membunuh bakteri dan virus. Imunoglobulin A dan E
(IgA dan IgE), dan interferon juga terdapat dalam sekresi hidung dan memberikan
kekebalan terhadap infeksi saluran pernapasan atas.
8/10/2019 2. REFERAT Fraktur Nasal
9/29
9
Bersin. Merupakan salah satu refleks protektif. Partikel asing yang mengiritasimukosa hidung dapat dikeluarkan oleh refleks bersin. Tingkat keasaman sekresi
hidung hampir konstan pada pH 7. Silia dan lysozim yang bekerja baik pada pH ini. f) Fungsi Fonetik
Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi.
Sumbatan hidung kan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar
suara sengau (rinolalia). Hidung membantu proses pembentukan kata-kata. Kata
dibentuk oleh lidah,bibir, dan palatum mole. Pada pembentukan konsonan nasal
(m,n.ng) rongga mulut tertutup dan hidung terbuka, palatum mole turun untuk aliran
udara.
g) Refleks Nasal
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna,
kardiovaskular dan pernapasan. Iritasi mukosa hidung akan menyebabkan reflek bersin
dan napas berhenti. Rangsangan bau tertentu akan menyebabkan sekresi kelenjar liur,
lambung, dan pankreas.
D. Defenisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar daripada yang diabsorpsinya.
Fraktur tulang hidung adalah setiap retakan atau patah yang terjadi pada bagian tulang di
organ hidung. 5
E. Etiologi
Penyebab dari fraktur tulang hidung berkaitan dengan trauma langsung pada hidung atau
muka. Penyebab utama dari trauma dapat berupa 1,2,3,6 :
Cedera saat olahraga
8/10/2019 2. REFERAT Fraktur Nasal
10/29
10
Akibat perkelahian
Kecelaaan lalu lintas
Terjatuh
Masalah kelahiran
Kadang dapat iatrogenik
Dari kausa diatas, yang paling sering adalah terjadi karena mendapat serangan misalnya
dipukul dan kebanyakan pada remaja. Jenis olah raga yang dapat menyebabkan cedera nasal
misalnya sepak bola, khususnya ketika dua pemain berebut bola diatas kepala, olah raga
yang menggunakan raket dan jenis olahraga lainnya seperti karate atau tinju. Trauma nasal
yang disebabkan oleh kecepatan yang tinggi juga dapat menyebabkan fraktur wajah.
F. Klasifikasi
Klasifikasi cedera hidung dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu berdasarkan arah
trauma (akibat benturan atau trauma dari arah frontal dan dari arah lateral atau oblik), dan
berdasarkan pola fraktur hidung. 3,4,6.
1) Berdasarkan Arah Trauma
a) Cedera Frontal
Cedera frontal umumnya terjadi karena terkena oleh sejumlah besar tenaga dari
arah depan dan dibagi menjadi tiga bidang (plane), dengan tingkatan tergantung
pada kekuatan trauma dan luas daerah yang cedera.
i. Plane I, yaitu hanya terbatas pada ujung hidung ( nasal tip ) dan tidak
melampaui garis anatomi yang memisahkan bagian bawah tulang hidung dari
spina nasal. Dengan mayoritas dampak diserap oleh tulang rawan hidung,
cedera biasanya melibatkan avulsi dari kartilago lateralis superior. Dislokasi
posterior septum dan kartilago alar juga mungkin terjadi, tapi kecil
kemungkinannya.
8/10/2019 2. REFERAT Fraktur Nasal
11/29
11
ii. Plane II, yaitu mencakup spina nasalis serta dorsum nasi dan septum hidung.
Cedera jenis ini mengakibatkan tulang hidung menjadi rata (fraktur depresi)
disertai dengan deviasi septum, robeknya mukosa, dan fraktur spina nasalis.
Fraktur dan dislokasi pada septum nasi menandakan suatu cedera yang parah,
dengan kolapsnya permukaan dorsal septum. Septum hidung dapat terlibat
pada sekitar 20% dari semua fraktur traumatik hidung.
iii. Plane III, yaitu cedera yang diakibatkan kekuatan yang besar dan dampaknya
dapat melibatkan fraktur orbita atau bahkan meluas sampai ke struktur dalam
di dasar tengkorak. Pada cedera frontal parah akan menyebabkan " open-book
fracture ", di mana septum nasi menjadi kolaps dan tulang hidung terentang
keluar. Namun, kekuatan yang lebih besar akan menyebabkan fraktur
kominutif pada tulang hidung dan bahkan bagian depan prosesus maxillaris
akan menjadi rata dan dorsum nasi melebar.
b) Cedera Lateral
Jenis tersering pada cedera ini adalah tidak adanya dukungan struktural di kedua
sisi piramida hidung setelah terkena sejumlah besar tenaga dari arah samping. Pada
cedera jenis ini dapat pula dibagi menjadi tiga bidang (plane), dengan tingkatan
tergantung pada kekuatan trauma dan luas daerah yang cedera.
i. Plane I, yaitu hanya fraktur tulang hidung ipsilateral, ini adalah kejadian yang
paling umum, yang biasanya menghasilkan tampak adanya depresi dari dua
pertiga permukaan tulang hidung.
ii. Plane II, yaitu dapat disebabkan oleh kekuatan yang cukup dimana cedera pada
jenis kedua ini akan melibatkan fraktur tulang hidung yang kontralateral dan
juga fraktur pada septum nasi. Pada cedera lateral, fraktur septum hidung
biasanya memanjang secara posterior pada tulang ethmoid.
8/10/2019 2. REFERAT Fraktur Nasal
12/29
12
iii. Plane III, yaitu jenis cedera ketiga, dengan kekuatan yang lebih besar akan
mengakibatkan fraktur maksila dan tulang lakrimal, dapat pula mengakibatkan
dislokasi total pada arsitektur hidung, atau bahkan cedera pada aparatus
lakrimal.
Gambar 6. Derajat kerusakan pada fraktur nasal berdasarkan arah trauma (A)Trauma dari arah frontal dan (B) Trauma dari arah lateral atau oblik.
Gambar 7. Tipe fraktur nasal. (A) Normal, (B) Trauma dari arah frontalmenyebabkan fraktur depresi atau open-book fr actur e , dan (C) Trauma dari arahlateral atau oblik menyebabkan deviasi jembatan nasal atau depresi dari salahsatu tulang hidung.
8/10/2019 2. REFERAT Fraktur Nasal
13/29
13
2) Berdasarkan Pola Fraktur Hidung
Fraktur hidung dapat pula diklasifikasikan ke dalam tiga kategori pola kerusakan
jaringan yang diperoleh akibat peningkatan kekuatan benturan. Klasifikasi ini dapat
digunakan untuk menentukan penanganan yang dibutuhkan pada masing-masing jenis
fraktur hidung, yaitu :
a) Fraktur kelas 1.
Merupakan hasil dari kekuatan tumbukan dengan derajat ringan sedang yang
karenanya, banyaknya deformitas yang terjadi sulit untuk diketahui. Bentuk
sederhana dari fraktur kelas 1 ini adalah depresi tulang hidung, dimana tidak
melibatkan septum nasal. Pada bentuk yang lebih berat adalah terjadinya fraktur
tulang hidung disertai fraktur septum nasal, dimana garis fraktur berjalan paralel
ke sutura nasomaksilar secara ipsilateral. Fraktur jenis ini tidak menyebabkan
pergeseran ( displacement ) tulang hidung yang besar, bahkan kadang tidak jelas.
Deformitas biasanya diakibatkan karena fragmen tulang yang terdepresi dan
menetap. Pada anak anak, jenis fraktur ini dapat berupa fraktur greenstick , dan
deformitas nasal yang signifikan dapat terlihat saat pubertas, dimana pertumbuhan
hidung lebih menonjol.
Gambar 8. Pola kerusakan pada fraktur kelas 1 (hanya terbatas pada tulanghidung).
8/10/2019 2. REFERAT Fraktur Nasal
14/29
14
b) Fraktur kelas 2.
Merupakan hasil dari kekuatan yang lebih besar dan sering dihubungkan dengan
deformitas kosmetik yang signifikan. Pola deformitas pada fraktur jenis ini
ditentukan dari arah tumbukan yang didapatkan. Tumbukan dari arah frontal
menyebabkan fraktur kominutif tulang hidung dan menyebabkan dorsum nasi
menjadi rata dan melebar. Sedangkan tumbukan yang diperoleh dari arah lateral
menghasilkan deviasi yang berat dari tulang hidung. Prosesus frontal dari tulang
maksila dan struktur septal juga ikut terkena dampaknya. Namun labirin ethmoid
dan struktur orbita masih tetap intak.
Gambar 9. Pola kerusakan pada fraktur kelas 2 (melibatkan tulang hidungsampai maksila).
c) Fraktur kelas 3.
Merupakan fraktur nasal yang paling berat dan biasanya dihasilkan dari trauma
dengan kecepatan tinggi. Fraktur jenis ini biasa disebut dengan fraktur naso-orbito-
ethmoid dan tidak jarang pula disertai fraktur tulang maksila. Pada fraktur ini
ditemukan tampakan pig-like nose , dimana hidung menjadi lebih pendek dan
terdepresi serta lubang hidung (nostril) menghadap lebih ke anterior.
8/10/2019 2. REFERAT Fraktur Nasal
15/29
15
G. Patofisiologi
Tulang hidung dan kartilago rentan untuk mengalami fraktur karena hidung letaknya
menonjol dan merupakan bagian sentral dari wajah, sehingga kurang kuat menghadapi
tekanan dari luar. Pola fraktur yang diketahui beragam tergantung pada kuatnya objek yang
menghantam dan kerasnya tulang. 3
Dengan memahami patofisiologi trauma nasal diharapkan kegagalan terapi trauma
nasal dapat dihindari. Trauma nasal yang dihasilkan dari suatu pukulan bervariasi
tergantung pada : (1) usia pasien yang sangat berpengaruh pada fleksibilitas jaringan dalam
meredam energi dari pukulan, (2) besarnya tenaga pukulan, (3) arah pukulan dimana akan
menentukan bagian nasal yang rusak, dan (4) kondisi dari obyek yang menyebabkan trauma
nasal. Trauma jaringan lunak yang umum terjadi meliputi: laserasi, ekimosis, hematom di
luar dan di dalam rongga hidung. Trauma pada kerangka hidung meliputi fraktur (putusnya
hubungan, lebih sering pada usia lanjut), dislokasi (pada anak-anak), dan fraktur dislokasi.
Trauma dislokasi dapat mengenai artikulasi kerangka hidung luar atau pada septum nasi. 3,6,7
Fraktur nasal dapat terbuka, tertutup atau keduanya. Penyebabnya pada daerah
perkotaan oleh karena perkelahian, kecelakaan kendaraan dan olah raga. Pada daerah
pedesaan umumnya karena kecelakaan kerja atau kecelakaan pertanian. Pola terjadinya
fraktur nasal dibedakan menurut arah trauma, meliputi : (1) trauma lateral (trauma dari arah
samping) , dan (2) trauma sagital/frontal (trauma dari arah depan) . Daerah terlemah dari
hidung adalah kerangka kartilago dan pertemuan antara kartilago lateral bagian atas dengan
tulang dan kartilago septum pada krista maksilaris. Daerah terlemah merupakan tempat yang
tersering mengalami fraktur atau dislokasi pada fraktur nasal. Kekuatan yang besar dari
berbagai arah akan menyebabkan tulang hidung remuk yang ditandai dengan deformitas
bentuk C pada septum nasal. Deformitas bentuk C biasanya dimulai di bagian bawah
dorsum nasal dan meluas ke posterior dan inferior sekitar lamina perpendikularis os ethmoid
8/10/2019 2. REFERAT Fraktur Nasal
16/29
16
dan berakhir di lengkung anterior pada kartilago septum kira-kira 1 cm di atas krista
maksilaris. Kebanyakan deviasi akibat fraktur nasal meliputi juga fraktur pada kartilago
septum nasal. 3,7,8
Gambar 10. Penulangan hidung
Fraktur nasal lateral merupakan yang paling sering dijumpai pada fraktur nasal. Fraktur
nasal lateral akan menyebabkan penekanan pada hidung ipsilateral yang biasanya meliputi
setengah tulang hidung bagian bawah, prosesus nasi maksilaris dan bagian tepi piriformis.
Trauma lain yang sering dihubungkan dengan fraktur nasal adalah fraktur frontalis, ethmoiddan tulang lakrimalis, fraktur nasoorbital ethmoid; fraktur dinding orbita; fraktur lamina
kribriformis; fraktur sinus frontalis dan fraktur maksila Le Fort I, II, dan III. 3,6,7,8,
8/10/2019 2. REFERAT Fraktur Nasal
17/29
17
BAB III
DIAGNOSIS
Diagnosis fraktur tulang hidung dapat dilakukan dengan inspeksi, palpasi dan pemeriksaan
hidung bagian dalam dilakukan dengan rinoskopi anterior, biasanya ditandai dengan pembengkakan
mukosa hidung terdapatnya bekuan dan kemungkinan ada robekan pada mukosa septum, hematoma
septum, dislokasi atau deviasi pada septum. Pemeriksaan penunjang berupa foto os nasal, foto
sinusparanasal posisi Water dan bila perlu dapat dilakukan pemindaian dengan CT scan. CT scan
berguna untuk melihat fraktur hidung dan kemungkinan terdapatnya fraktur penyerta lainnya.
A. Anamnesis
Rentang waktu antara trauma dan konsultasi dengan dokter sangatlah penting untuk
penatalaksanaan pasien. Sangatlah penting untuk menentukan waktu trauma dan menentukan
arah dan besarnya kekuatan dari benturan. Sebagai contoh, trauma dari arah frontal bisa
menekan dorsum nasal, dan menyebabkan fraktur nasal. Pada kebanyakan pasien yang
mengalami trauma akibat olahraga, trauma nasal yang terjadi berulang dan terus menerus,
dan deformitas hidung akan menyebabkan sulit menilai antara trauma lama dan trauma baru
sehingga akan mempengaruhi terapi yang diberikan. Informasi mengenai keluhan hidung
sebelumnya dan bentuk hidung sebelumnya juga sangat berguna. Keluhan utama yang sering
dijumpai adalah epistaksis, deformitas hidung, obstruksi hidung dan anosmia. Jika pasien
mengeluhkan adanya perubahan bentuk hidung dan adanya riwayat obstruksi jalan nafas,
fraktur nasal selalu terjadi. Harus dicari riwayat terjadinya trauma, menggunakan alat apa,
arah pukulan dan akibatnya. Beberapa pertanyaan umum yang perlu dilontarkan saat
menerima pasien yang diduga mengalami fraktur nasal, meliputi : (1) adakah perubahan
penampakan bentuk hidung setelah trauma?, (2) berapa lama sejak terjadinya trauma?, (3)
pernahkah terdapat riwayat rusaknya bentuk hidung sebelumnya?, (4) pernahkah menjalani
operasi hidung sebelumnya?, (5) dapatkah bernafas dengan lancer melalui kedua lubang
8/10/2019 2. REFERAT Fraktur Nasal
18/29
18
hidung sebelum mengalami trauma nasal?, (6) dengan apa hidung anda terbentur?, (7) apakah
mempunyai riwayat alergi hidung atau sinusitis?, (8) apakah mempunyai foto diri yang baik
sebelum terjadinya trauma?, dan (10) apakah ada riwayat penggunaan obat intranasal,
kokain, atau alkohol sebelum mengalami trauma nasal? 3,6,7
B. Pemeriksaan Fisik THT KL
Penegakan diagnosa trauma nasal memerlukan pemeriksaan fisik yang baik, oleh karena
separuh dari pasien trauma nasal yang datang ke ruang emergensi tidak terdiagnosa karena
edema sering menutupi trauma pada daerah piramid nasal.
Inspeksi sisi luar dan dalam dicari adanya perubahan bentuk, pergeseran (deviasi) atau
bentuk yang tidak normal. Adanya hematom, laserasi dan robekan mukosa sangat
mencurigakan adanya fraktur. Edema kelopak mata, ekimosis periorbita, ekimosis sklera, dan
perdarahan subkonjungtiva, trauma lakrimal merupakan tanda-tanda klinis tambahan.
Intranasal didapatkan adanya dekongesti mukosa dan terdapatnya bekuan darah yang perlu
diangkat dengan hati-hati. kebocoran cairan serebrospinal, penyimpangan atau tonjolan
septum nasal. Palpasi dilakukan secara sistematik untuk menilai adanya nyeri dan gangguan
stabilitas. Adanya depresi tulang nasal, perubahan posisi tulang (displacement), pergerakan
palsu tulang (false movement), dan krepitasi, dapat didiagnosa adanya fraktur nasal. Dengan
meletakkan elevator di dalam hidung dan ujung jari di sisi luar dapat mengetahui mobilitas
tulang hidung.. Tulang rawan nasal dan septal harus diperiksa terhadap terjadinya dislokasi
dari perlekatannya. Ujung hidung harus didorong ke arah occiput untuk memeriksa integritas
penyokong septal. Adanya nyeri pada palpasi bimanual dan adanya pukulan dari arah lateral
spina maksilaris dicurigai adanya trauma septal. Keterlambatan dalam mengidentifikasi dan
penanganan akan menyebabkan deformitas bentuk pelana ( Saddle nose ), yang membutuhkan
penanganan bedah segera. Pemeriksaan dalam harus didukung dengan pencahayaan, anestesi,
dan semprot hidung vasokonstriktor. Spekulum hidung dan lampu kepala akan memperluas
8/10/2019 2. REFERAT Fraktur Nasal
19/29
19
lapangan pandang. Pada pemeriksaan dalam akan nampak bekuan darah dan/atau deformitas
septum nasal. 3,6,7,8
C. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium.
Dalam kasus dengan ditemukannya jumlah perdarahan yang signifikan, dimana pasien
mungkin memerlukan suatu tindakan intervensi operatif, maka beberapa pemeriksaan
darah berikut harus diperoleh 7:
a. Hitung sel darah lengkap ( CBC count ). Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa
kadar hemoglobin dan trombosit pasien.
b. Pemeriksaan koagulasi darah : Protrombin Time (PT) / Activated Partial
Thromboplastin Time (APTT).
c. Pencocokan silang ( Crossmatch ) untuk sel darah merah ( Packed Red blood Cell ) :
Untuk keperluan transfusi jika dibutuhkan.
d. Pemeriksaan sampel sekret hidung yang cair ( watery rhinorrhea ) dengan 2
transferin, jika dicurigai terdapat kebocoran cairan serebrospinal (LCS) pada cedera
cedera maksilofasial, terutama fraktur hidung.
2) Pemeriksaan Radiologi.
Diperkirakan 10 - 47% diagnosa pasien dengan fraktur nasal, sudah cukup jelas
ditetapkan berdasarkan gejala klinisnya, namun pemeriksaan radiologis dapat dilakukan
untuk menunjang penegakan diagnosis, yaitu 3,6,7,8,9 :
a. Foto polos kepala. Pemeriksaan yang dipilih adalah foto polos nasal gambaran lateral
(memakai film oklusi gigi), frontal, dan Water. Pada gambaran lateral ( lateral view )
digunakan untuk melihat adanya separasi dan depresi dari tulang dan tulang rawan
hidung beserta tulang wajah disekitarnya. Sedangkan pada gambaran frontal ( frontal
8/10/2019 2. REFERAT Fraktur Nasal
20/29
20
view) dapat memperlihatkan permasalahan alignment dari tulang septum dan bentuk
dari rima piriformis. Pada foto polos dengan gambaran Waters (Waters view ) dapat
memperlihatkan simetris atau tidak simetrisnya tulang wajah, pergeseran dari
prosessus frontalis maksila, pergeseran tulang rawan septal, dan fraktur orbita. Garis
sutura dan pola vaskuler terkadang dapat mengaburkan atau menyulitkan diagnosis
dan menghasilkan banyak positif-palsu dan negatif-palsu, kecuali jika gambaran
radiologi dihubungkan dengan informasi klinis yang diperoleh secara langsung dari
pasien.
Gambar 11. (A) Foto lateral view, (B) Foto frontal view, dan (C) Foto Waters view,
tampak fraktur hidung (panah putih)
B A
C
8/10/2019 2. REFERAT Fraktur Nasal
21/29
21
b. CT-Scan ( Computed Tomography Scan ). Saat ini standar pemeriksaan radiografi
sebagai penunjang dalam penegakan diagnosis pada kasus trauma maksilofasial pada
bagian tengah sampai bagian atas adalah pemeriksaan CT-Scan tanpa menggunakan
media kontras. Penilaian pada pemeriksaan CT-Scan ini dapat dilakukan pada
potongan aksial maupun potongan koronal dari kepala pasien. Pada pemeriksaan ini,
dapat diperoleh berbagai informasi diantaranya cedera tulang nasal, deviasi septum
nasi, dan fraktur pada tulang hidung yang dapat terlihat dengan jelas. Selain itu luas,
dan derajat trauma, serta kondisi dari jaringan di sekitar daerah cedera dapat dinilai
pada pemeriksaan ini.
Gambar 12. CT-Scan potongan koronal dan axial tampak fraktur hidung (panahputih)
H. Penatalaksanaan
1) Tujuan Penangananan Fraktur nasal 3,6 : Penanganan kegawatdaruratan secara holistik berdasarkan prinsip ATLS, dengan
penilaian Jalan napas ( Airways ), Fungsi pernapasan ( Breathing ), Sirkulasi
(Circulation ), Keadaan neurologis ( Disability ).
Mengembalikan patensi jalan nafas hidung, Mengembalikan penampilan secara memuaskan,
Menempatkan kembali septum pada garis tengah, Menjaga keutuhan rongga hidung,
8/10/2019 2. REFERAT Fraktur Nasal
22/29
22
Mencegah sumbatan setelah operasi, perforasi septum, retraksi kolumela, perubahan
bentuk punggung hidung,
Mencegah gangguan pertumbuhan hidung,
2) Konservatif
Penatalaksanaan fraktur nasal berdasarkan atas gejala klinis, perubahan fungsional dan
bentuk hidung, oleh karena itu pemeriksaan fisik dengan dekongestan nasal dibutuhkan.
Dekongestan berguna untuk mengurangi gejala yang timbul pada fraktur hidung
misalnya pembengkakan mukosa, atau terjadinya obstruksi hidung karena hipersekresi.
Pasien dengan perdarahan hebat, biasanya dikontrol dengan pemberian vasokonstriktor
topikal. Jika tidak berhasil bebat kasa tipis, dan dilakukan kateterisasi balon. Bebat kasa
tipis merupakan prosedur untuk mengontrol perdarahan setelah vasokonstriktor topikal.
Biasanya diletakkan dihidung selama 2-5 hari sampai perdarahan berhenti. Pada kasus
akut, pasien harus diberi es pada hidungnya dan kepala sedikit ditinggikan untuk
mengurangi pembengkakan. Antibiotik diberikan untuk mengurangi resiko infeksi,
komplikasi dan kematian. Analgetik berperan simptomatis untuk mengurangi nyeri dan
memberikan rasa nyaman pada pasien. 3,6
3) Operatif
Fraktur nasal jika dibiarkan tanpa dikoreksi, akan menyebabkan perubahan struktur
hidung dan jaringan lunak sehingga akan terjadi perubahan bentuk dan fungsi. Karena
itu, ketepatan waktu terapi akan menurunkan resiko kematian pasien dengan fraktur
nasal. Namun, terdapat banyak silang pendapat mengenai kapan seharusnya
penatalaksanaan dilakukan. Penatalaksanaan terbaik seharusnya dilakukan segera setelah
fraktur terjadi, sebelum terjadi pembengkakan pada hidung. Sayangnya, jarang pasien
dievaluasi secara cepat. Reposisi nasal dapat dikerjakan di ruang emergensi, sebaiknya
dilakukan sebelum mulai timbulnya kelainan bentuk dan pembengkakan, sehingga
8/10/2019 2. REFERAT Fraktur Nasal
23/29
23
reposisi dapat dilakukan dengan akurasi hasil yang baik secara anatomis. Hal ini dapat
dilakukan dalam 4 6 jam setelah kejadian trauma nasal. Pembengkakan pada jaringan
lunak dapat mengaburkan apakah patah yang terjadi ringan atau berat dan membuat
tindakan reduksi tertutup menjadi sulit dilakukan. Jika edema menjadi permasalahan,
penanganan ditunda 5 10 hari untuk orang dewasa dan 4 7 hari untuk anak-anak,
serta jika terdapat hematom septum nasal, dan adanya kebocoran cairan serebrospinal.
Jika tindakan ditunda setelah 7-10 hari maka akan terjadi kalsifikasi. Pada kasus ini ahli
bedah harus siap melakukan refrakturasi (pematahan ulang tulang nasal) atau osteotomi
untuk memobilisasi hidung. Pada anak-anak fibrosis terjadi setelah 3 5 hari tergantung
pada usia anak tersebut. Bagaimanapun fraktur ini harus tetap direposisi. Untuk fraktur
nasal yang tidak disertai dengan perpindahan fragmen tulang, penanganan bedah tidak
dibutuhkan karena akan sembuh dengan spontan. Deformitas akibat fraktur nasal sering
dijumpai dan membutuhkan reduksi dengan fiksasi adekuat untuk memperbaiki posisi
hidung. 3,4,6,7,8,9
a. Teknik reduksi tertutup
Reduksi tertutup adalah tindakan yang dianjurkan pada fraktur hidung akut yang
sederhana dan unilateral. Teknik ini merupakan satu teknik pengobatan yang
digunakan untuk mengurangi fraktur nasal yang baru terjadi. Namun, pada kasus
tertentu tindakan reduksi terbuka di ruang operasi kadang diperlukan. Penggunaan
analgesia lokal yang baik, dapat memberikan hasil yang sempurna pada tindakan
reduksi fraktur tulang hidung. Jika tindakan reduksi tidak sempurna maka fraktur
tulang hidung tetap saja pada posisi yang tidak normal. Tindakan reduksi ini
dikerjakan 1-2 jam sesudah trauma, dimana pada waktu tersebut edema yang terjadi
mungkin sangat sedikit, atau dilakukan pada hari ke 4 7 pada anak anak dan hari
ke 5 10 pada orang dewasa. Namun demikian tindakan reduksi secara lokal masih
8/10/2019 2. REFERAT Fraktur Nasal
24/29
24
dapat dilakukan sampai 14 hari sesudah trauma. Setelah waktu tersebut tindakan
reduksi mungkin sulit dikerjakan karena sudah terbentuk proses kalsifikasi pada
tulang hidung sehingga perlu dilakukan tindakan rinoplasti osteotomi. 3,7,8,10,11
Alat-alat yang dipakai pada tindakan reduksi adalah :
1. Elevator tumpul yang lurus (Boies Nasal Fracture Elevator)
2. Cunam Asch
3. Cunam Walsham
4. Spekulum hidung pendek dan panjang (Killian)
5. Pinset bayonet.
Gambar 13. Reduction instruments. (kiri) Asch forceps, (tengah) Walshamforceps, dan (kanan) Boies elevator.
Deformitas hidung yang minimal akibat fraktur dapat direposisi dengan tindakan
yang sederhana. Reposisi dilakukan dengan cunam Walsham. Pada penggunaan
cunam Walsham ini, satu sisinya dimasukkan ke dalam kavum nasi sedangkan sisi
yang lain di luar hidung dia atas kulit yang diproteksi dengan selang karet. Tindakan
manipulasi dilakukan dengan kontrol palpasi jari. Jika terdapat deviasi piramid
hidung karena dislokasi karena dislokasi tulang hidung, cunam Asch digunakan
dengan cara memasukkan masing-masing sisi (blade) ke dalam kedua rongga hidung
sambil menekan septum dengan kedua sisi forsep. Sesudah fraktur dikembalikan
pada posisi semula dilakukan pemasangan tampon di dalam rongga hidung. Tampon
yang dipasang dapat ditambah dengan antibiotika. Perdarahan yang timbul selama
8/10/2019 2. REFERAT Fraktur Nasal
25/29
25
tindakan akan berhenti, sesudah pemasangan tampon pada kedua rongga hidung.
Fiksasi luar (gips) dilakukan dengan menggunakan beberapa lapis gips yang
dibentuk seperti huruf T dan dipertahankan hingga 10-14 hari, atau dengan
menggunakan Splint Nasal , lalu difiksasi dengan Hipafix .
Gambar 14. Fiksasi luar dengan menggunakan gips berbentuk huruf T.
b. Teknik reduksi terbuka
Reposisi terbuka dipertimbangkan untuk dikerjakan bila : (1) telah terjadi fraktur
septal terbuka, (2) fraktur dislokasi luas tulang hidung dan septum nasal, (3)
terjadinya dislokasi fraktur septum kaudal, (4) deviasi piramid lebih dari setengah
lebar nasal bridge, (5) perubahan bentuk menetap setelah dilakukan reposisi
tertutup, (6) karena reposisi perubahan bentuk septal yang tidak adekwat, (7)
8/10/2019 2. REFERAT Fraktur Nasal
26/29
26
terjadinya hematoma septal, (8) kombinasi perubahan bentuk septal dan tulang
rawan alar, serta (9) terjadinya fraktur displace spina nasi anterior dan adanya
riwayat operasi intranasal. Reposisi terbuka dikerjakan jika harus melakukan reposisi
bagian pyramid nasal akibat terjadinya fraktur tulang nasal dan tulang rawan septal
nasal yang saling mengait. Septum dapat dicapai melalui incisi hemitranfixion pada
sisi yang mengalami dislokasi, berikutnya garis fraktur nasal dapat dicapai melalui
incisi interkartilago bilateral. Kulit dorsal diangkat di atas tulang rawan lateral atas
dan periosteum tulang nasal diangkat. Incisi apertura piriformis memudahkan
mencapai garis fraktur lateral. Paling sering ditemukan dislokasi tulang rawan
kuadrangular crest maxila atau fraktur bentuk C dari tulang dan tulang rawan
septum, segmen tulang rawan dibuka dan direposisi. Kadang segmen kecil tulang
rawan harus direseksi dekat fraktur, memakai elevator Cottle. Reseksi radikal tulang
rawan dan tulang nasal harus dihindari karena berfungsi sebagai penyokong, selain
itu juga mengurangi fibrosis dan kontraktur. Dengan melakukan prosedur operasi
septal seperti ini reposisi yang maksimal akan selalu didapatkan. 3,7,8,9
Gambar 15. Bentuk incisi tindakan reduksi terbuka pada fraktur nasal. A. Incisitranseptal (hemitransfixion dapat diperluas sampai dengan interkartilago, B. Variasiincisi kulit untuk mencapai tulang nasal, C. Teknik rhinoplasti terbuka, D. Incisiin traoral transbuccal, bilateral maupun unilateral.
8/10/2019 2. REFERAT Fraktur Nasal
27/29
27
Skema 1. Pendekatan penatalaksanaan fraktur nasal
I. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi berkaitan dengan kejadian fraktur tulang hidung
antara lain 3,6,8,9 :
1. Hematom septi
Merupakan komplikasi yang sering dan serius dari trauma nasal. Septum hematom
ditandai dengan adanya akumulasi darah pada ruang subperikondrial. Ruangan ini akan
menekan kartilago di bawahnya, dan mengakibatkan nekrosis septum irreversible.
Deformitas bentuk pelana dapat berkembang dari jaringan lunak yang hilang. Prosedur
yang harus dilakukan adalah drainase segera setelah ditemukan disertai dengan
pemberian antibiotik setelah drainase.
8/10/2019 2. REFERAT Fraktur Nasal
28/29
28
Gambar 16. Bilateral hematoma septi pada fraktur nasal
2. Fraktur dinding orbita
Fraktur pada dinding orbita dan lantai orbita akibat pukulan dapat terjadi. Gejala klinis
yang muncul adalah disfungsi otot ekstraokuler.
3. Fraktur septum nasal / perforasi septum
Sekitar 70% fraktur nasal dihubungkan dengan fraktur septum nasal. Trauma pada
hidung bagian bawah akan menyebabkan fraktur septum nasal tanpa adanya kerusakan
tulang hidung. Teknik yang dilakukan adalah teknik manipulasi reduksi tertutup dengan
menggunakan forceps Asch.
4. Epistaksis
Fraktur yang melibatkan kompleks nasoethmoidal dapat menyebabkan laserasi arteri
ethmoidalis anterior, hal ini menghasilkan suatu perdarahan yang signifikan, cepat dan
dapat berulang. Hal ini hanya dapat berhenti ketika fraktur telah direduksi.
5. Obstruksi nasal
Obstruksi nasal post operasi biasa terjadi, dan penyebabnya antara lain ; deviasi septum,
obstruksi katup (kolaps kartilago lateral), pelebaran septum (hematoma), dan ptosis
ujung hidung ( tip of nose ).
6. Deformitas nasal ( Poor Cosmetic Result of The Nasal )
Percobaan untuk mereduksi deformitas tidak selalu berhasil. Tercatat adanya deformitas
residual pada 14% 50% setelah reduksi tertutup. Beberapa faktor yang mempengaruhi
hal tersebut adalah ; luasnya daerah yang cedera, terlambatnya mendapatkan penanganan
8/10/2019 2. REFERAT Fraktur Nasal
29/29
bedah, fraktur septal yang tidak diketahui, teknik bedah yang kurang baik, gangguan
penyembuhan luka (terbentuknya jaringan parut dan fibrosis), dan trauma post operatif.
J. Prognosis
Kebanyakan fraktur nasal tanpa disertai dengan perpindahan posisi akan sembuh tanpa
adanya kelainan kosmetik dan fungsional. Dengan teknik reduksi terbuka dan tertutup akan
mengurangi kelainan kosmetik dan fungsional pada 70 % pasien. 3,7