Post on 27-Oct-2015
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI
MEKANISME SENSORIK
KELOMPOK A4
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Tahun Ajaran 2010/2011
Daftar Presensi Kehadiran Anggota Kelompok
Ketua Kelompok :
GIL RANDY BUDIYANTO (102010054) ..........................
Anggota Kelompok :
DANNY SUMARGO (102010004) ..........................
ANTHONY HADI WIBOWO (102010012) ..........................
ANDREINO ADYTHIA PAUSE (102010020) ..........................
NOVITA (102010025) ..........................
PRICILIA A. WANDANY (102010033) ..........................
FATRECIA RITA YUNITA DS (102010046) ..........................
KEZIA NATANIA SWS (102010041) ..........................
MUHAMMAD HANIF (102010361) ..........................
Tujuan Percobaan :
Alat dan Bahan :
1. 3 waskom dengan air bersuhu 20o, 30o, 40o
2. Gelas beker dan termometer kimia
3. Es
4. Alkohol dan eter
5. Kerucut kuningan + bejana berisi kikiran + kuningan + estesiometer rambut frey + jarum
6. Pensil + jangka + berbagai amplas + benda – benda kecil + bahan-bahan pakaian.
Cara Kerja :
I. PERASAAN SUBYEKTIF PANAS dan DINGIN
1. Sediakan waskom yang berisi air dengan suhu 20,30 dan 40
2. Masukan tangan kanan kedalam air yang panas dan tangan kiri ke dalam air dengan suhu
200 selama 2 menit
3. Catat kesan secara alami
4. Dan setelah 2 menit masukan kedua tangan dengan serempak ke dalam air bersuhu 300
5. Tiup perlahan – lahan punggung tangan dalam jarak 10 cm
6. Basahi punggung tangan dan tiup sekali lagi dan catat perbedaan rasa pada tiupan
pertama dan kedua
7. Kemudian olesi dengan eter dan alkohol lalu tiup kembali dan catat apa yang dirasakan
II. TITIK-TITIK PANAS, DINGIN, TEKAN, dan NYERI di KULIT
1. Letakan punggung tangan kanan di sehelai kertas dan lukis tangan akan di sebuah kertas
2. Gambarkan di telapak tangan itu sebuah kotak 3x3 cm dan gambarkan pula daerah itu di
kertas. kotak 3x3cm, dibuat lagi menjadi 12x12,jadi jumlahnya ada 144 kotak kecil
3. Tutup mata OP dan letakan tangan kanannya santai di atas meja
4. Selidikilah kotak – kotak itu mana yang memiliki rangsang panas dengan menggunakan
kerucut kuninggan yang telah dipanasi, caranya adalah dengan menempatkan kuninggan
di air yang bersuhu kira – kira 500 tandai titik panas dengan tinta
5. Ulangi percobaan tadi namun dengan kerucut kuninggan yang dingin untuk mencari titik
dingin pada telapak tangan
6. Selidikipula menurut cara di atas titik – titik yang memberikan kesan tekan tengan
menggunakan estesiometer rambut frey dan titik – titik yang memberikan kesan nyeri
pada jarum
7. Gambarkan simbol berbeda semua titik pada gambar
III. LOKALISASI TAKTIL
1. Tutup mata OP dan tekankan ujung pensil pada suatu titik di kulit ujung jarinya.
2. Suruh sekarang orang percobaan melokalisasikan tempat yang baru dirangsang tadi
dengan ujung sebuah pensil pula.
3. Tetapkan jarak antara titik rangsang dan titik yang ditunjuk.
4. Ulangi percobaan ini sampai 5 kali dan tentukan jarak rata-rata untuk kulit ujung jari,
telapak tangan, lengan bawah, lengan atas dan tengkuk.
IV. DISKRIMINASI TAKTIL
1. Tentukan secara kasar ambang membedakan dua titik ujung jari dengan menempatkan
kedua ujung sebuah jangka secara serentak (simultan) pada kulit ujung jari.
2. Dekatkan kedua ujung jangka itu sampai dibawah ambang dan kemudian jauhkan
berangsur-angsur sehingga kedua ujung jngka itu tepat dapat dibedakan sebagai 2 titik.
3. Ulangi percobaan ini dari satu jarak permulaan di atas ambang. Ambil jangka ambang
terkecil sebagai ambang diskriminasi taktil tempat itu.
4. Lakukan percobaan diatas sekali lagi, tetapi sekarang dengan menempatkan kedua ujung
jangka secara berturut-turut (suksesif).
5. Tentukan dengan cara yang sama (simultan dan suksesif) ambang membedakan dua titik
ujung jari, tengkuk dan pipi.
6. Catat apa yang saudara alami.
V. PERASAAN BERIRINGAN
1. Letakkan sebuah pensil antara kepala dan daun telinga dan biarkan di tempat itu selama
saudara melakukan percobaan VI.
2. Setelah saudara selesai dengan percobaan VI angkatkah pensil dari daun telinga saudara
dan apakah yang saudara rasakan setelah pensil diambil?
VI. DAYA MEMBEDAKAN BERBAGAI SIFAT BENDA
A. Kekerasann Permukaan Benda
1. Dengan mata tertutup suruh orang percobaan meraba-raba permukaan ampelas yang
mempunyai derajat kekasaran yang berbeda.
2. Perhatikan kemampuan orang percobaan untuk membedakan derajat kekasaran ampelas.
B. Bentuk Benda
1. Dengan mata tertutup suruh orang percobaan memegang-megang benda-benda kecil yang
saudara berikan (pensil, penghapus, rautan, koin, dan lain-lain).
2. Suruh orang percobaan menyebutkan nama/bentuk benda-benda itu.
C. Bahan Pakaian
1. Dengan mata tertutup suruh orang percobaan meraba-raba bahan pakaian yang saudara
berikan.
2. Suruh orang percobaan setiap kali menyebutkan jenis/sifat bahan yang dirabanya itu. Bila
OP membuat kesalahan dalam membedakan sifat benda (ukuran, bentuk, berat,
permukaan), apa nama kelainan neurologis yang dideritanya.
VII. TAFSIRAN SIKAP
1. Suruh orang percobaan duduk dan tutup mata.
2. Pegang dan gerakkan secara pasif lengan bawah orang percobaan ke dekta kepalanya, ke
dekat dadanya, kedekat lututnya dan akhirnyaa gantungkan disisi badannya.
3. Tanyakan setiap kali sikap dan lokasi lengan orang percobaan.
4. Suruh orang percobaan dengan telunjuknnya menyentuh telinga, hidung, dahinya dengan
perlahan-lahan setelah setiap kali mengangkat lurus lengannya.
5. Perhatikan apakah ada kesalahan. Bila OP membuat kesalahan dalam melokalisasikan
tempat-tempat yang diminta, apa nama kelainan neurologisnya.
Hasil Percobaan :
Percobaan I :
Saat tangan kanan dimasukkan kedalam baskom yang berisis air yang bersuhu 20o C, tangan
terasa dingin sedangkan tangan kiri yang dimasukin kedalam baskom yang berisis air yang
bersuhu 40o C, tangan terasa hangat.
Setelah dua menit tangan secara bersamaan dimasukkan ke baskom yang berisi air yang
bersuhu 30o C maka tangan kanan secara langsung merasa hangat dan tangan kiri justru
merasa dingin.
Kulit punggung tangan kering ditiup, hasil yang didapatkan adalah kulit punggung tangan
kanan tidak merasakan apa-apa sedangkan tangan kiri terasa semakin dingin.
Setelah kulit punggung tangan dibasahi kembali dan ditiup, hasil yang didapatkan masih
sama seperti yang di
Landasan Teori
l Fisiologi Reseptor
Pada dasarnya dalam tubuh manusia memiliki kemampuan untuk merasakan berbagai
rangsangan yang ditimbulkan baik dari luar maupun dari dalam tubuh. Kemampuan ini disebut
dengan kemampuan sensorik. Kemampuan sensorik masing-masing manusia ditunjang dengan
keberadaan saraf-saraf sensorik yang mampu menerima rangsangan dan menghantarkannya ke
pusat saraf untuk diolah lebih lanjut menjadi sinyal saraf.
Proses perjalan rangsangan yang diterima oleh saraf ini secara singkat melalui sistem saraf
perifer yang terdiri dari serat-serat saraf yang membawa informasi antara SSP dan bagian-bagian
lain tubuh. Divisi aferen sistem saraf perifer mengirim informasi mengenai lingkungan internal
dan eksternal ke SSP.
Pada ujung-ujung perifernya, neuron aferen memiliki reseptor yang memberitahukan pada
SSP mengenai perubahan-perubahan yang dapat dideteksi, atau rangsangan baik dari dunia luar
maupun lingkungan dalam dengan membangkitkan potensial aksi sebagai respon terhadap
rangsangan. Potensial aksi ini disalurkan melalui serat aferen ke SSP. Rangsangan terdapat
dalam berbagai bentuk energi atau modalitas misalnya, panas, cuaca, suara, tekanan atau
perubahan kimiawi. Karena satu-satunya cara yang dapat digunakan neuron aferen untuk
mengirim informasi ke SSP adalah melalui pejalaran potensial aksi, reseptor harus merubah
energy- energi itu menjadi energi listrik. Proses perubahan energi ini disebut transduksi.
Setiap jenis reseptor mengkhususkan diri untuk lebih mudah berespon terhadap satu
rangsangan, yaitu rangsangan adekuatnya, daripada rangsangan lain. Sebagai contoh, reseptor di
mata paling peka terhadap cahaya, reseptor di telinga terhadap gelombang cahaya, reseptor panas
di kulit terhadap energi panas. Kita tidak dapat “melihat” dengan telinga kita atau “mendengar”
dengan mata kita. Karena perbedaan kepekaan reseptor tersebut, suatu prinsip yang dikenal
dengan hukum energi saraf spesifik. Sebagian reseptor dapat berespons secara lemah terhadap
rangsangan selain ransangan adekuatnya., tetapi jika diaktifkan oleh rangsanggan lain, maka
suatu reseptor memberikan sensasi yangt biasanya ditimbulkan dideteksi oleh reseptor jenis
tersebut. Contohnya, rangsangan adekuat untuk mata adalah cahaya, terhadap cahaya reseptor itu
sangat peka tapi reseptor ini dapat diaktifkan dengan stimulasi mekanis. Sewaktu terpukul di
mata seseorang akan sering melihat “ bintang – bintang” karena tekanan mekanis merangsang
fotoreseptor.
Dengan demikian, sensasi yang dirasakan bergantung pada jenis reseptor yang dirangsang
bukan pada jenis rangsangan. Namun karena reseptor ini biasanya dirangsang oleh rangsangan
adekuatnya, sensasi biasanya sesuai dengan modalitas rangsangan.
Rangsangan yang diterima oleh saraf-saraf sensorik yang berasal dari permukaan tubuh
disebut sebagai sensasi eksteroreseptif. Selain itu adapula sensasi proprioseptif yang
berhubungan dengan keadaan fisik tubuh, meliputi sensasi posisi, sensasi tendon dan otot,
sensasi tekan yang berasal dari tapak kaki, dan sensasi keseimbangan tubuh. Sensasi viseral
merupakan sensasi yang berasal dari organ visera tubuh; secara khusus istilah ini seringkali
dipakai untuk menyatakan sensasi yang berasal dari organ dalam. Dan jenis sensasi yang terakhir
adalah sensasi dalam yang merupakan sensasi yang berasal dari organ-organ dalam, seperti fasia,
otot, dan tulang. Sensasi terutama meliputi tekanan “dalam”, rasa nyeri dan getaran. Untuk
masing-masing rangsangan ini, tubuh memilki reseptornya masing-masing.
Bedasarkan jenis energi yang biasanya mereka tanggapi reseptor-reseptor dikategorikan
sebagai berikut:
1. Fotoreseptor : Peka terhadap cahaya.
2. Mekanoreseptor : peka terhadap energi mekanis. Contohnya adalah reseptor otot rangka
yang peka terhadap peregangan, reseptor ditelinga yang mengandung sel – sel rambut
halus yang menekuk akibat adanya gelombang suara dan baroreseptor pemantau tekanan
darah.
3. Termoreseptor : peka terhadap perubahan suhu, yaitu suhu panas dan dingin.
4. Osmoreseptor : mendektesi perubahan konsentrasi zat – zat terlarut dalam cairan tubuh
dan perubahan aktivitas osmotik yang terjadi.
5. Kemoreseptor : peka terhadap zat – zat kimia tertentu. Kemoreseptor mencakup
reseptor–reseptor untuk penghidu dan pengecapan serta reseptor yang terletak jauh di
dalam tubuh yang mendeteksi konsentrasi O2 dan CO2 di dalam darah atau zat kimia yang
terdapat di dalam saluran pencernaan.
6. Nosiseptor : reseptor nyeri yang peka tehadap kerusakan jaringan, misalnya akibat
tuusukan atau terbakar atau terhadap ditorsi jaringan. Rangsangan yang berlebihan
terhadap semua reseptor juga dirasakan sebagai nyeri.
l Macam-macam Reseptor
Reseptor dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan kecepatan adaptasinya yaitu, reseptor
tonik dan reseptor fasik. Reseptor tonik merupaka reseptor yang beradaptasi dengan lambat atau
sama sekali tidak beradaptasi contohnya adalah reseptor regang otot, yang memantau kekuatan
otot, dan proprioseptor sendi yang mengukur derajat fleksi sendi. Sedangkan Reseptor fasik
adalah reseptor yang cepat beradaptasi. Reseptor-reseptor yang cepat beradaptasi antara lain
adalah reseptor taktil (sentuh di kulit) yang memberitahu mengenai perubahan tekanan pada
permukaan kulit.
Salah satu organ yang berperan dalam menerima rangsangan dari luar tubuh adalah kulit.
Kulit merupakan organ terbesar di tubuh, tidak hanya berfungsi sebagai sawar mekanis antara
lingkungan eksternal dan jaringan dibawahnya, tetapi secara dinamis juga terlibat dalam
mekanisme pertahanan dan berbagai fungsi penting lain. Kulit terdiri dari 2 lapisan, epidermis
dilapisan luar dan lapisan dermis di dalam. Terdapat beberapa jenis sensasi yang dapat dirasakan
oleh kulit yaitu, sensasi raba, tekan, dingin, hangat dan nyeri.
Pada kulit terdapat banyak reseptor taktil, namun yang paling dikenal ada 6 jenis reseptor.
Yang pertama, beberapa ujung saraf bebas, yang dapat dijumpai di semua bagian kulit dan
jaringan-jaringan lainnya, dapat mendeteksi rabaan dan tekanan. Contohnya kontak dengan
cahaya pada kornea mata, yang tidak mengandung ujung saraf lain kecuali ujung saraf bebas,
namun demikian dapat merasakan sensasi raba dan sensasi tekan.
Kedua, reseptor raba dan sensitivitas khusus yakni badan meissner, yang merupakan
juluran ujung saraf bermielin yang dapat merangsang serabut saraf sensorik besar mielin (jenis
Aβ). Di dalam selaput ini terdapat banyak percabangan ujung filamen saraf. Jenis reseptor ini
dapat dijumpai pada bagian kulit yang tidak berambut dan terutama banyak sekali dijumpai di
ujung jari, bibir, dan daerah kulit lain sehingga orang mampu membedakan sifat-sifat ruang
dari sensasi raba yang sangat berkembang. Reseptor ini terutama sekali peka terhadap
pergerakan objek yang sangat sedikit di atas permukaan kulit seperti juga terhadap getaran
berfrekuensi rendah.
Ketiga, ujung jari dan daerah-daerah lainnya yang mengandung banyak sekali badan
meissner juga mengandung banyak reseptor taktil yang ujungnya meluas, dimana salah satu
jenisnya adalah diskus Merkel. Bagian kulit yang berambut juga mengandung cukup banyak
ujung reseptor yang melebar, walaupun bagian kulit ini hampir sama sekali tidak mengandung
badan Meissner. Diskus merkel juga dipersarafi oleh satu jenis serabut saraf tunggal besar
bermielin (jenis Aβ). Reseptor in bersama-sama dengan badan Meissner, sangat berperan penting
dalam melokalisasikan sensai raba di daerah permukaan tubuh yang spesifik dan menentukan
bentuk apa yang dirasakan.
Keempat, pergerakan sedikit saja pada setiap rambut tubuh akan merangsang serabut saraf
yang pangkalnya melilit. Jadi, setiap rambut dan bagian dasar serabut saraf, yang disebut organ
ujung rambut (hair end organ), juga merupakan reseptor raba. Reseptor ini dapat segera
beradaptasi, oleh karena itu, seperti halnya badan meissner, reseptor terutama mendeteksi
pergerakan objek pada permukaan tubuh atau kontak awal dengan tubuh.
Kelima, dilapisan kulit dan juga di jaringan yang lebih banyak dijumpai ujung organ
Ruffini, yang bercabang banyak, ujungnya bermielin. Adaptasi ujung organ ini sangat kecil,
sehingga reseptor ini berguna untuk menjalarkan sinyal perubahan kulit dan jaringan yang lebih
dalam yang datang terus-menerus, misalnya sinyal raba dan tekan yang besar dan datangnya
terus-menerus.
Keenam, badan Paccini terletak tepat dibawah kulit dan juga di jaringan fasia tubuh.
Reseptor ini hanya dapat dirangsang oleh pergerakan jaringan yang cepat karena reseptor ini
dapat beradaptasi dalam waktu yang sangat singkat. Oleh karena itu, reseptor ini berguna untuk
mendeteksi getaran jaringan atau perubahan mekanis yang cepat pada jaringan.
l Sensasi Suhu
Pada dasarnya manusia dapat merasakan bermacam-macam gradasi panas dan dingin,
yakni mulai dari suhu yang paling dingin lalu suhu suhu dingin, sampai suhu yang sejuk,
selanjutnya dari suhu hangat sampai panas dan akhirnya sampai panas yang menyengat.
Gradasi termal dapat dibedakan oleh paling sedikit tiga macam reseptor sensorik yaitu
reseptor dingin, reseptor hangat, dan reseptor rasa nyeri. Reseptor rasa nyeri hanya di rangsang
oleh gradasi panas atau dingin yang ekstrem, karena itu bersama dengan reseptor dingin dan
reseptor hangat bertanggung jawab terhadap terjadinya sensasi “sangat dingin” (freezing cold)
dan sensasi “panas yang menyengat” (burning hot).
Reseptor dingin dan reseptor hangat terletak tepat di bawah kulit, yakni pada titik-titik
yang berbeda dan terpisah-pisah, dengan diameter perangsangan kira-kira 1 mm. pada sebagian
besar daerah tubuh, jumlah reseptor dingin kira-kira tiga sampai sepuluh kali reseptor hangat,
dan pada berbagai daerah tubuh jumlah reseptor bervariasi, 15 sampai 25 titik dingin per
sentimeter persegi pada daerah permukaan dada yang luas. Sedangkan jumlah titik hangatnya
lebih sedikit.
Terdapat dua jenis alat indera suhu yaitu alat yang terutama menajwab terhadap
rangsangan suhu yang sedikit di atas suhu tubuh, dan alat yang terutama menjawab terhadap
suhu yang sedikit di bawah suhu tubuh. Alat indewra yang pertama ini untuk reseptor suhu
panas dan yang kedua untuk reseptor suhu dingin. Meskipun demikian, rangsangan adekuat
sebenarnya adalah beda antara dua derajat panas, karena dingin bukan suatu bentuk energi.
Penelitian pemetaan kulit memperlihatkan adanya daerah peka dingin dan daerah peka
panas yang terpisah di kulit. Daerah dingin 4-10 kali lebih banyak daripada daerah panas. Alat
indera suhu adalah ujung-ujung saraf “telanjang” yang berespons terhadap suhu mutlak, bukan
terhadap gradien suhu di kulit. Reseptor dingin di kulit berespons terhadap suhu dari 10 sampai
38o C, dan reseptor panas terhadap suhu dari 30 sampai 45o C. Aferen untuk suhu suhu dingin
adalah serat C dan Aδ, sedangkan aferen untuk panas adalah serat C. aferen-afern ini
meneruskan informasi ke girus postsentralis melalui traktus spinotalmikus lateral dan radiasi
thalamus.
Oleh karena alat-alat indra terletak di daerah subepitel, suhu jaringan subkutislah yang
menetukan respon. Benda logam dingin terasa lebih dingin dari pada benda kayu dengan suhu
yang sama karena logam menghantarkan panas dari kulit lebih cepat, sehingga menyebabkan
jaringan subkutis lebih dingin. Pada suhu di bawah 20oC dan di atas 40oC tidak terjadi adaptasi,
tetapi diantara suhu 20oC dan 40oC ada adaptasi, sehingga kesan yang ditimbulkan oleh
perubahan suhu lama kelamaan akan menghilang menjadi kesan suhu netral. Ndi atas 45oC,
mulai terjadi kerusakan jaringan, dan sensasinya berubah menjadi nyeri. Reseptor kapsaisin
mungkin merupakan mediator untuk rasa panas 43-50oC.
l Titik-titik Panas, Dingin, Tekanan, dan Nyeri di Kulit
l Lokalisasi Taktil dan Diskriminasi Taktil
Setiap saraf somatosensorik hanya dapat merespon stimulus di daerah tertentu pada
permukaan kulit. Daerah ini disebut receptive field. Ukuran receptive field bervariasi bergantung
pada jumlah receptor dan ukuran receptornya. Semakin kecil ukuran receptornya, maka
seseorang mampu membedakan 2 titik dalam jarak yang semakin kecil pula (receptive fieldnya
kecil). Daerah tersebut memiliki receptor yang kecil namun banyak dan hal itu juga membuat
daerah ini memiliki daerah representasi yang besar pada korteks somatosensorik. Dengan ketiga
faktor ini, bagian ini mampu membedakan dua titik sensorik dengan baik. Sebagai contoh,
cobalah lakukan percobaan diskriminasi taktil pada siku dan jari – jari tangan. Pendiskriminasian
taktil akan lebih baik pada jari – jari tangan dibandingkan dengan siku, karena siku memiliki
saraf sensorik berujung bebas yang sedikit dan memiliki receptive field yang besar. Sedangkan
pada jari – jari tangan memiliki sekitar 17.000 mechanoreseptor taktil yang berukuran kecil -
kecil.
Selain itu, ada juga faktor yang dinamakan lateral inhibition. Misalnya ketika kita
menekan tangan kita dengan ujung sebuah pensil. Stimulus dari pensil tidak hanya merangsang
receptive field di bawah pensil saja, namun juga daerah sekitar pensil juga terangsang. Apabila
informasi dari serat – serat aferen yang terangsang secara marginal di bagian tepi daerah
rangsangan ini sampai korteks, lokalisasi ujung pensil tersebut akan kabur. Untuk mempermudah
kemampuan lokalisasi dan mempertajam kontras, di dalam SSP terjadi inhibisi lateral. Jalur
sinyal yang paling kuat diaktifkan yang berasal dari pusat rangsangan menghambat jalur – jalur
yang kurang terangsang yang berasal dari daerah sekitar pusat rangsangan. Hal ini terjadi melalui
berbagai antarneuron inhibitorik yang berjalan secara lateral antara serat – serat ascenden yang
mempersarafi receptive field yang berdekatan. Penghambatan transmisi sinyal yang lebih lemah
akan meningkatkan kontras antara informasi yang diinginkan dan tidak diinginkan sehingga
lokasi ujung pensil dapat dengan tepat ditentukan. Kekuatan koneksi inhibisi lateral di dalam
jalur – jalur sensorik bervariasi sesuai modalitas. Modalitas yang memiliki inhibisi lateral paling
hebat yaitu sentuhan dan penglihatan menghasilkan lokalisasi paling akurat.
Pada sentuhan di daerah tengkuk dan ujung jari, walau memiliki lateral inhibition yang
sama kuatnya sebagai saraf sensoris sentuhan, namun memiliki receptive field yang berbeda
ukurannya. Seperti pada penjelasan untuk diskriminasi taktil, pada tengkuk memiliki receptive
field yang besar (ukuran reseptor sensorisnya besar dan jumlahnya sedikit serta memiliki daerah
representasi pada korteks somatosensorik yang cenderung kecil). Ketika lateral inhibition
beraksi, maka daerah sentuh pensil pada titik di bawah pensil mulai terasa secara kontras. Namun
karena daerah sentuh tersebut cukup besar (misalnya receptive fieldnya besar, yaitu sekitar 2
cm), maka secara tepat dimana pensil itu disentuhkan tidak dapat dirasakan secara persis.
Perasaan sentuh itu akan dirasakan di receptive field itu (dalam daerah 2 cm) setelah tekanan
pensil diangkat. Hal inilah yang menyebabkan jarak lokalisasi taktil pada daerah tengkuk cukup
besar bila dibandingkan dengan ujung jari yang memiliki receptive field yang kecil.
l Perasaan Iringan (After Image)
l Indera Posisi
Indera posisi sering kali disebut juga sebagai indera propriseptif. Indera ini dapat di bagi
menjadi dua tipe yaitu : (1) indera posisi statis, yang berarti dengan sadar mampu melakukan
persepsi orientasi bagian-bagian tubuh satu sama lainnya, dan yang kedua adalah indera
kecepatan gerakan yang juga disebut kinestesia atau propriosepsi dinamik.
Reseptor indera posisi. Pengetahuan mengenai posisi, baik statik maupun yang
dinamaik, bergantung pada pengetahuan mengenai derajat sudut semua sendi pada semua posisi
dan kecepatan perubahannya. Oleh karena itu, berbagai jenis reseptor multipel yang berbeda
membantu untuk menentukan sudut sendi dan digunakan bersama-sama untuk indera posisi.
Reseptor raba kulit dan reseptor dalam disekitar sendi digunakan pula. Pada jari-jari, yang
memilki reseptor kulit sangat banyak, sebagian pengenalan posisi diduga dilakukan oleh reseptor
kulit. Sebaliknya, pada kebanyakan sendi besar, reseptor dalam bersifat lebih penting.
Pada sudut sendi yang ekstrem, regangan ligamen dan jaringan dalam disekitar sendi
adalah faktor tambahan penting dalam menentukan posisi. Jenis ujung-ujung sensorik yang
digunkana dalam hal ini adalah korpuskel pacini, ujung-ujung Ruffini, dan reseptor yang serupa
dengan reseptor tendo Golgi yang ditemukan pada tendon otot.
Korpuskel pacini dan gelendong otot terutama diadaptasikan untuk mengenali perubahan
dengan kecepatan tinggi. Oleh karena itu, ada kecenderungan bahwa ini adalah reseptor yang
paling bertanggung jawab untuk mengenali kecepatan pergerakan.