Post on 17-Jan-2016
description
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Resin Akrilik
Akrilik berasal dari bahasa latin yaitu acrolain yang berarti bau yang tajam.
Bahan ini berasal dari Asam Acrolain atau gliserin aldehida. Secara kimia
dinamakan polymetil metakrilat yang terbuat dari minyak bumi, gas bumi atau
arang batu. Bahan ini disediakan untuk kedokteran gigi berupa cairan (monomer)
monometil metakrilat dan dalam bentuk bubuk (polimer) polimetil metakrilat.
Resin akrilik bahan yang paling sering digunakan untuk basis gigi-tiruan
lepasan merupakan rantai polimer panjang terdiri dari unit-unit metil metakrilat
yang berulang disebut juga polimetilmetakrilat. Resin-resin tersebut merupakan
plastik lentur yang dibentuk dengan menggabungkan molekul-molekul metil
metakrilat multipel.1,2
Penggunaan resin akrilik ini biasa dipakai sebagai bahan denture base,
landasan pesawat orthodontik (orthodontik base), basis gigi tiruan, pembuatan
anasir gigi tiruan (artificial teeth) dan sebagai bahan restorasi untuk mengganti
gigi yang rusak.
Syarat syarat yang dibutuhkan resin akrilik :
1) Tidak toksik dan tidak mengiritasi
2) Tidak larut dalam saliva dan mengabsorbsi
3) Mempunyai modulus elastisitas tinggi
3
4) Mempunyai proporsional limit tinggi
5) Mempunyai kekuatan impak tinggi
6) Mempunyai fatique strength tinggi
7) Keras serta memiliki daya tahan yang baik terhadap abrasi
8) Estetik cukup baik
9) Radio-opacity
10) Mudah direparasi apabila patah
11) Mempunyai densitas rendah untuk memudahakn retansi dalam mulut
12) Mudah dibersihkan
Sifat sifat fisik resin akrilik :
1) Kekerasan (hardness) sebesar 16-22 KHN yang berarti akrilik mudah terkikis
dan tergores.
2) Penghantaran panas, resin akrilik mempunyai sifat penghantar panas dan
listrik rendah dibandingkan dengan logam. Penghantar panasnya sebesar 5,7 x
10 kal/detik/cm/oC/cm.
3) Akrilik mengalami pengerutan waktu proses polimerisasi dan
pendinginannya.
4) Akrilik menyerap air sebesar 0,45 mgcm.
5) Akrilik tidak larut dalam pelarut asam, basa lemah dan pelarut organik tapi
larut dalam keton dan ester.
6) Adhesi akrilik terhadap logam rendah sehingga memerlukan suatu ikatan
mekanis seperti undercut atau permukaan yang kasar.
4
7) Sifat estetika cukup memuaskan, karena akrilik dapat diberi warna sesuai
kebutuhan.
8) Akrilik tidak mempunyai warna dan bau serta tidak menimbulkan gejala-
gejala alergi sehingga jaringan mulut dapat menerima dengan baik.
9) Akrilik mempunyai sifat cold flow, yaitu apabila akrilik mendapat beban atau
tekanan yang terus memerus dan kemudian tekanan ditiadakan, maka akan
berubah bentuk secara permanen
10) Retak (crazing), dapat timbul retak retak di permukaan akrilik. Hal ini bisa
disebabkan tensile stress yang menyebabkan terpisahnya molekul molekul
polimer
2.1 Jenis Resin Akrilik
Menurut spesifikasi ANSI/ADA No. 12 (ISO 1567) untuk Resin Basis Gigi
Tiruan. Pada umumnya plastik yang dilapisi oleh beberapa spesifikasi termasuk
asetil, akrilik, karbonat, ester asam dimetakrilat, styrene, sulfonat dan vinil
polimer. Atau bisa juga terbentuk dari pencampuran beberapa polimer menjadi
kopolimer. Terdapat lima jenis resin basis gigi tiruan berdasarkan cara
polimerisasinya yaitu:
1) Tipe I Heat-polymerizable polymers/Heat Cured Acrylic (Class 1, Powder dan
Liquid ; Class 2, Plastic Cake)
2) Tipe II Autopolymerizable polymers/Self Cured Acrylic (Class 1, Powder dan
Liquid ; Class 2, Powder dan Liquid pour- tipe resin)
3) Tipe III Thermoplastic blank or powder
5
4) Tipe IV Light activated materials/Visible Light Cured
5) Tipe V Microwave-cured materials
Menurut Combe1 dan Phillips7, macam – macam resin akrilik yaitu :
1) Heat Cured Acrylic Resin
Resin akrilik dimana dalam pengolahannya membutuhkan curing/pemasakan
dengan panas agar diperoleh polimerisasi yang sempurna. Adapun
komposisinya ada dua yaitu:
(1) Powder
Polimer, polimethyl metacrylate, baik serbuk yang diperoleh dari
polimerisasi methyl metacrylate dalam air maupun pertikel yang tidak
teratur bentuknya yang diperolah dengan cara menggerinda batangan
polimer.
Initiator peroksida berupa 0,2–0,5 % benzoil peroksida. Pigmen tercampur
dalam partikel polimer sebanyaj 1%
(2) Liquid
Monomer methyl metacrylate, stabilizer sekitar 0,006 % hydroquinone
untuk mencegah berlangsungnya polimerisasi selama penyimpanan.
Kadang-kadang terdapat bahan untuk memacu cross link seperti ethylene
glycol dimetacrilat.
6
2) Self Cured Acrylic Resin
Akrilik ini juga dinamakan autopolymerizing ,dapat juga disebut chemical
activated materials. Pada pengolahannya tidak membutuhkan panas.
Komposisinya sama dengan bahan heat cured hanya pada self cured cairannya
mengandung bahan activator. Zat activator ini umumnya golongan amina organic,
dalam hal ini dapat digunakan dimethyl paratoluidine ataupun amina tertier.
Akrilik self cured digunakan untuk bahan restorasi, bahan pengisi yang aktif yaitu
dipergunakan dalam pembentukan sendok cetak khusus untuk pengambilan
cetakan, reparasi gigi tiruan, relining dan rebasing, pada alat orthodonsia yang
removable dan untuk penambahan post-dam pada landasan gigi tiruan atas.
Perbandingan bahan akrilik heat cured dengan bahan akrilik self cured sebagai
berikut :
1) Komposisinya sama tapi pada bahan self cured cairannya mengandung bahan
activator seperti dimethyl paratoluidin.
2) Porositas bahan self cured lebih besar daripada heat cured, meskipun ini tidak
mudah dilihat pada resin yang diberi pigmen. Hal ini disebabkan oleh karena
terlarutnya udara dalam monomer yang tidak larut dalam polimer pada suhu
kamar.
3) Secara umum bahan self cured mempunyai berat molekul rata-rata lebih rendah
dan mengandung lebih banyak sisa monomer yaitu sekitar 2-5 %.
4) Bahan sel cured tidak sekuat heat cured, transverse strength bahan ini kira-kira
80% dari bahan heat cured. Ini mungkin berkaitan dengan berat molekulnya
yang lebih ringan.
7
5) Mengenai sifat-sifat rheologynya, bahan heat cured lebih baik dari self cured
karena bahan self cured menunjukkan distorsi yang lebih besar dari pemakaian.
Pada pengukuran creep bahan polimetil metakrilat, polimer heat cured
mempunyai deformasi awal yang lebih kecil juga lebih sedikit creep dan lebih
cepat kembali dibandingkan dengan bahan self cured.
6) Stabilitas warna bahan self cured jelek, bila dipakai activator amina tertiar
dapat terjadi penguningan setelah beberapa lama.
2.1 Polimerisasi Resin Akrilik
Polimerisasi adalah reaksi pembentukan polimer dari beberapa buah monomer,
secara fungsional dapat berlangsung tidak terbatas, dan merupakan reaksi
eksotermis. Fungsi monomer di dalam reaksi antara monomer dan polimer, adalah
menghasilkan massa plastis karena sebagian polimer larut dalam monomer.
Selama periode pelarutan ini tidak diharapkan terjadi polimerisasi, periode ini
disebut reaksi fisik antara bubuk dan cairannya.1,2
Menurut Combe1 ada dua macam proses polimerisasi, yaitu :
1) Reaksi kondensasi
Reaksi antara dua molekul atau lebih untuk menghasilkan molekul yang lebih
dengan menghilangkan molekul yang lebih kecil misalnya air.
2) Reaksi adisi
Reaksi kimia antara dua molekul atau lebih untuk untuk pembentukan molekul
besar tanpa menghilangkan molekul yang kecil.
8
Resin akrilik polimethyl methacrylate yang biasa dipakai sebagai bahan basis
gigi-tiruan lepasan biasanya melalaui reaksi adisi, berdasarkan mekanismenya
proses polimerisasi melalui tahapan sebagai berikut 1,2:
1) Inisiasi dan aktivasi
Proses polimerisasi membutuhkan penggerak berupa radikal bebas yaitu suatu
bahan yang sangat reaktif dan mempunyai inisiator, dapat terbentuk karena
proses penguraian peroksida. Pada reaksi ini satu molekul benzoil peroksida
dapat membentuk dua radikal bebas. Radikal bebas inilah yang akan
menggerakkan terjadinya polimerisasi dan disebut inisiator yang diaktifkan
dengan cara menguraikan peroksida melalui pemanasan atau pemberian bahan
kimia lain, misalnya dimetil-p-toluidin atau merkaptan amin tersier maupun
dengan penyinaran ultra violet atau radiasi gelombang elektromagnetik.
2) Propagasi
Adalah pembentukan rantai polimer dari reaksi antara molekul yang aktif
dengan molekul lain. Rantai penyebaran (propagasi) terjadi karena monomer
yang diaktifkan bereaksi dengan monomer lainnya, demikian seterusnya
sampai terjadi perpanjangan rantai dan monomer yang diaktifkan saling
berikatan.
3) Terminasi
Rantai terminasi timbul dari adanya reaksi antara dua rantai yang saling
tumbuh sehingga terbentuk molekul yang stabil.
9
2.1 Heat Cured Acrylic Resin
2.4.1 Komposisi
Bubuk (powder) mengandung :
(1) Polimer (polimetilmetakrilat) sebagai unsur utama
(2) Benzoil peroksida sebagai inisiator : 0,2-0,5%
(3) Reduces Translucency : Titanium dioxide
(4) Pewarna dalam partikel polimer yang dapat disesuaikan dengan jaringan
mulut : 1%
(5) Fiber : menyerupai serabut-serabut pembuluh darah kecil
Cairan (liquid) mengandung :
(1) Monomer : methyl methacrylate, berupa cairan jernih yang mudah
menguap.
(2) Stabilisator : 0,006 % inhibitor hidrokuinon sebagai penghalang
polimerisasi selama penyimpanan.
(3) Cross linking agent : 2 % ethylen glycol dimetacrylate, bermanfaat
membantu penyambungan dua molekul polimer sehingga rantai menjadi
panjang dan untuk meningkatkan kekuatan dan kekerasan resin akrilik.
2.4.2 Manipulasi Acrylic Heat Cured
Perbandingan monomer dan polymer akan menentukan sturktur resin.
Perbandingan monomer dan polymer, biasanya 3-3,5/1 satuan volume atau 2,5/1
satuan berat. Bila ratio terlalu tinggi, tidak semua polymer sanggup dibasahi oleh
10
monomer akibatnya acrylic yang digodok akan bergranula. Selain itu juga tidak
boleh terlalu rendah karena sewaktu polimerisasi monomer murni terjadi
pngerutan sekitar 21% satuan volume. Pada adonan acrylic yang berasal dari
perbandingan monomer dan polymer yang benar, kontraksi sekitar 7%. Bila
terlalu banyak monomer, maka kontraksi yang terjadi akan lebih besar.
Pencampuran polymer dan monomer harus dilakukan dalam tempat yang
terbuat dari keramik atau gelas yang tidak tembus cahaya (mixing jar). Hal ini
dimaksudkan supaya tidak terjadi polimerisasi awal. Bila polymer dan monomer
dicampur, akan terjadi reaksi dengan tahap-tahap sebagai berikut:
1) tahap 1: adonan seperti pasir basah (sandy stage)
2) tahap 2: adonan seperti Lumpur basah (mushy stage)
3) tahap 3: adonan apabila disentuh dengan jari atau alat bersifat lekat, apabila
ditarik akan membentuk serat (stringy stage). Butir-butir polimer mulai larut,
monomer bebas meresap kedalam polimer.
4) Tahap 4: adonan bersifat plastis (dough stage). Pada tahap ini sifat lekat
hilang dan adonan mudah dibentuk sesuai dengan yang kita inginkan.
5) Tahap 5: kenyal seperti karet (rubbery stage). Pada tahap ini lebih banyak
monomer yang menguap, terutama pada permukaannya sehingga terjadi
permukaan yang kasar.
6) Tahap 6: kaku dan keras (rigid stage). Pada tahap ini adonan telah menjadi
keras dan getas pada permukaannya, sedang keadaan bagian dalam adukan
masih kenyal.
11
Waktu dough (waktu sampai tercapainya konsistensi liat) tergantung pada:
1) ukuran partikel polymer; partikel yang lebih kecil akan
lebih cepat dan lebih cepat mencapai dough.
2) berat molekul polymer; lebih kecil berat molekul lebih
cepat terbentuk konsistensi liat.
3) adanya plasticizer yang bisa mempercepat terjadinya
dough.
4) suhu; pembentukan dough dapat diperlambat dengan
menyimpan adonan dalam tempat yang dingin.
5) perbandingan monomer dan polymer; bila ratio tinggi maka
waktu dough lebih singkat.
Pengisian ruang cetak (mould space) dengan acrylic
Ruang cetak adalah rongga/ruangan yang telah disiapkan untuk diisi dengan
acrylic. Ruang tersebut dibatasi oleh gips yang tertanam dalam kuvet (pelat logam
yang biasanya terbuat dari logam). Sebelum rongga tersebut diisi dengan acrylic,
lebih dulu diulasi dengan bahan separator/pemisah, yang umumnya menggunakan
could mould seal (CMS). Pemberian separator tersebut dimaksudkan untuk:
a. mencegah merembesnya monomer ke bahan cetakan (gips) dan
berpolimerisasi didalam gips sehingga menghasilkan permukaan yang kasar
dan merekat dengan bahan cetakan/gips.
b. Mencegah air dari bahan cetakan masuk ke dalam resi acrylic.
12
Ruang cetak diisi dengan acrylic pada tahap adonan mencapai tahap plastis
(dough). Agar padat, maka dipelukan pengepresan dengan menggunakan alat
hydraulic bench press. Sebaiknya pengepresan dilakukan dilakukan berulang-
ulang agar rongga cetak terisi penuh dan padat. Cara pengepresan yang benar
adalah:
1. adonan yang telah mencapai tahap dough dimasukkkan kedalam rongga cetak,
kemudian kedua bagian kuvet ditutup dan diselipi kertas selofan. Pengepresan
awal dilakkukan sebesar 900psi, kelebihan acrylic dipotong dengan pisau
model. Kedua bagian kuvet dikembalikan, diselipi kertas selofan.
2. pengepresan dilakukan lagi seperti diatas, tetapi tekanan ditingkatkan menjadi
1200 psi. Kelebihan acrylic dipotong dengan pisau model. Kedua bagian kuvet
dikembalikan tanpa diselipi kertas selofan.
3. pengepresan terakhir dilakukan dengan tekanan 1500 psi, kemudian kuvet
diambil dan dipindahkan pada beugel.
Pemasakan (curing)
Untuk menyempurnakan dan mempercepat polimerisasi, maka setelah
pengisian (packing) dan pengepresan perlu dilakuukan pemasakan (curing)
didalam oven atau boiling water (air panas). Didalam pemasakan harus
diperhatikan, lamanya dan kecepatan peningkatan suhu/temperature. Metode
pemasakan dapat dilakukan dengan cara cepat atau lambat. Ada tiga metode
pemasakan resin acrylic, yaitu:
13
1. kuvet dan beugel dimasukkan kedalam waterbath, kemudian diisi air setinggi
5 cm diatas permukaan kuvet. Selanjutnya dimasak diatas nyala api hingga
mencapai temperature 700C (dipertahankan selama 10 menit). Kemudian
temperaturnya ditingkatkan hingga 1000C (dipertahankan selama 20 menit).
Selanjutnya api dimatikan dan dibiarkan mendingin sampai temperature
ruang.
2. memasak air sesuai kebutuhan hingga mendidih (1000C), kemudian kuvet dan
beugel dimasukkan dan ditunggu hingga mendidih kembali (dipertahankan
selama 20 menit), api dimatikan dan dibiarkan mendingin sampai temperature
ruang.
3. memasak air sesuai kebutuhan hingga mendidih (1000C), kemudian kuvet
dean beugel dimasukkan dan ditunggu hingga mendidih kembali. Setelah
mendidih api segera dimatikan dan dibiarkan selama 45 menit.
Kuvet dan beugel yang terletak dalam water bath harus dibiarkan dingin secara
perlahan-lahan. Selama pendinginan terdapat perbedaan kontraksi antara gips dan
acrylic yang menyebabkan timbulnya stress didalam polimer. Pendinginan secara
perlahan-lahan akan akan memberi kesempatan terlepasnya stress oleh karena
perubahan plastis.
Selama pengisian mould space, pengepresan dan pemasakan perlu dikontrol
perbandingan antara monomer dan polimer. Karena monomer mudah menguap,
maka berkurangnya jumlah monomer dapat menyebabkan kurang sempurnanya
14
polimerisasi dan terjadi porositas pada permukaan acrylic. Hal-hal yang
menyebabkan berkurangnya jumlah monomer adalah:
1) perbandingan monomer dan polimer yang tidak tepat
2) penguapan monomer selama proses pengisisan rongga cetak
3) pemasakan yang terlalu panas, melebihi titik mdidih monomer
(100,30C).
Secara normal setelah pemasakan terdapat sisa monomer 0,2-0,5%. Pemasakan
pada temperatur yang terlalu rendah dan dalam waktu singkat akan menghasilkan
sisa monomer yang lebih besar. Ini harus dicegah, karena:
1) monomer bebas dapat lepas dari gigi tiruan dan mengiritasi jaringan
mulut
2) sisa monomer akan bertindak sebagai plasticizer dan membuat resin
menjadi lunak dan lebih flexible.
Porositas dapat memberi pengaruh yang tidak menguntungkan pada kekuatan
dan sifat-sfat optic acrylic. Porositas yang terjadi dapat berupa shrinkage porosity
(tampak gelembung yang tidak beraturan pada permukaan acrylic) dan gaseous
porosity (berupa gelembung uniform, kecil, halus dan biasanya terjadi pada
bagian acrylic yang tebal dan jauh dari sumber panas).
Permasalahan yang sering timbul pada acrylic yang telah mengeras adalah
terjadinya crazing (retak) pada permukaannya. Hal ini disebabkan adanya tensile
stress ysng menyebabkan terpisahnya moleku-molekul primer. Retak juga dapat
15
terjadi oleh karena pengaruh monomer yang berkontak pada permukaan resin
acrylic, terutama pada proses reparasi. Keretakan seperti ini dapat terjadi oleh
karena :
1) stress mekanis oleh karena berulang-ulang dilakukan pengerigan dan
pembasahan denture yang menyebabkan kontraksi dan ekspansi secara
berganti-ganti. Dengan menggunakan bahan pengganti tin-foil untuk lapisan
cetakan maka air dapat masuk ke dalam acrylic sewaktu pemasakan;
selanjutnya apabila air ini hilang dari acrylic maka dapat menyebabkan
keretakan.
2) stress yang timbul karena adanya perbedaan koefisien ekspansi termis antara
denture porselen atau bahan lain seperti klamer dengan landasan denture
acrylic;retak-retak dapat terjadi di sekeliling bahan tersebut.
3) kerja bahan pelarut; missal pada denture yang sedang direparasi, sejumlah
monomer berkontak dengan resin dan dapat menyebabkan keretakan.
2.1 Self Cured Acrylic (Tipe II)
Setiap resin yang dapat dipolimerisasi dengan penambahan suatu aktivator atau
katalisator tanpa menggunakan panas dari luar. Disebut juga Chemically
Activated Resin, Autopolymer Resin, Cold Curing Resin, atau Quick Cure Resin.
2.5.1 Komposisi
1) Tipe I
Powder PMMA
16
(1) Benzoil Peroksida : inisiator
(2) Pigmen ; sekitar 1% tercampur dalam partikel polimer
(3) Opaficer : Titanium atau Zinc Oksida
(4) Plasticizers : Dibutil Ptalat
(5) Serat Sintetik : Nilon, akrilik
Liquid MMA : Dapat mengiritasi mukosa
(1) Di-n-butilpthalat
(2) Dimetil-P-Toluidine : Aktivator
(3) Hidroquinon : Inhibitor
(4) Cross Linking Agent : Etilene Glikol Dimetakrilat
2) Tipe II
Powder Polietil Metakrilat
(1) Benzoil Peroksida : Inisiator
(2) Pigmen ; sekitar 1% tercampur dalam partikel polimer
(3) Opaficer : Titanium atau Zinc Oksida
(4) Plasticizers : Dibutil Ptalat
(5) Serat Sintetik : Nilon, akrilik
Liquid Butil Metakrilat
(1) Dimetil-P-Toluidine Aktivator
(2) Hidroquinon Inhibitor
17
(3) Cross Linking Agent Etilene Glikol Dimetakrilat
2.5.2 Manipulasi
Prosedur pencampuran pada dasarnya sama dengan teknik pencampuran pada
Heat Cured Resin.
2.5.2.1 Persiapan Mold
1) Teknik yang paling sering digunakan adalah teknik molding tekanan. Urutan
kerjanya sama dengan tenik molding tekanan pada Heat Cured Resin.
2) Teknik lainnya, TEKNIK RESIN CAIR:
Urutan Kerja:
(1) Susunan gigi yang telah sempurna ditempatkan dalam kuvet resin cair
(2) Susunan gigi diangkat dari Bahan tanam hidrokoloid reversible, berbentuk
seperti Gel
(3) Persiapan Sprue dan jalan masuk resin cair
(4) Mengembalikan posisi elemen gigi dan model master
(5) Memasukkan resin jenis tuang
(6) Melepas protesa yang sudah selesai dibuat
Keuntungan:
(1) Perbaikan adaptasi terhadap jaringan lunak yang terletak dibawahnya.
(2) Menurunnya kemungkinan kerusakan pada elemen gigi protesa serta basis
protesa selama pembuatan kuvet
18
(3) Berkurangnya biaya bahan
(4) Penyederhanaan penanaman kuvet, pembukaan kuvet dan prosedur
penyelesaian
Kerugian:
(1) Pergeseran elemen gigi protesa selama proses berlangsung
(2) Terjebaknya udara di dalam basis protesa
(3) Buruknya perlekatan basis protesa dengan elemen gigi resin akrilik
2.5.2.2 Polimerisasi
1) W:P rasio
Polimer dan monomer dipasok dalam bentuk bubuk dan cairan. Komponen
tersebut dicampur dalam perbandingan tertentu yang disesuaikan pabrik untuk
berbagai tujuan penggunaannya.
2) Prosedur Polimerisasi
(1) Aktivasi : bubuk dan cairan dicampur, benzoil peroksida teraktivasi oleh
Dimetil-P-Toluidine.
(2) Inisiasi : menggunakan substansi kimia untuk membentuk radikal bebas,
memulai reaksi polimerisasi. Pada tahap ini, diperlukan periode yang
panjang. untuk memperpanjang tahap ini, dapat dilakukan dengan cara
menurunkan temperatur massa resin, dengan memasukkan komponen cair
atau alat pengaduk ke lemari pendingin.
19
(3) Propagasi : molekul yang teraktivasi mengaktivkan molekul lain,
membentuk rantai polimer
(4) Terminasi : penyatuan 2 rantai bertumbuh (kombinasi) atau perpindahan
suatu ion hidrogen dari satu rantai ke rantai lain.
3) Interaksi Polimer dan Monomer
Sama dengan interaksi pada Heat Cured Resin, yaitu terdiri atas beberapa tahap:
(1) Sandy Stage
(2) Stringy Stage
(3) Dough Stage : adonan siap di aplikasikan ke cetakan
(4) Ruberry Stage
(5) Stiff Stage
(6) Tahap Akhir Polimerisasi
a. Deflasking. Mengeluarkan hasil kiur dari bahan cetakan / gips harus
dilakukan dengan hati-hati untuk mencegah patahnya gigi tiruan
b. Penyelesaian dan Pemolesan. Biasanya dipergunakan suspensi arahan
batu apung halus dalm air. Pemolesan akhir dilakukan misalnya
dengan whiting yang dipakai sebagai suspensi pada kain basah.
Kadang-kadang dilakukan teknik pemolesan kering. Selama
pemolesan harus dijaga agar jangan timbul panas yang berlebih pada
gigi tiruan.
20
2.5.2.3 Waktu yang Dibutuhkan
Setelah penutupan kuvet protesa terakhir, tekanan harus tetap dipertahankan
selama proses polimerisasi. Waktu yang dibutuhkan untuk polimerisasi beragam
sesuai deng bahan yang dipilih. Pengerasan awal resin umumnya terjadi dalam 30
menit setelah penutupan kuvet terakhir. Namun diragukan bahwa polimerisasi
sudah sempurna. Untuk menjamin polimerisasi sudah terjadi secara sempurna
maka kuvet harus ditahan dibawah tekanan selama minimal 3 jam.
2.5.2.4 Akibat Manipulasi yang Salah
Resin yang terpolimerisasi secara kimia tidak pernah sesempurna Heat Cured
Resin. Resin yang terpolimerisasi secara kimia 3-5% monomer bebas. Sedangkan
Heat Cured Resin 0,2-0,5% monomer bebas. Kegagalan memperoleh polimerisasi
yang sempurna cenderung menyebabkan ketidakstabilan dimensi basis protesa,
serta iritasi jaringan lunak.
2.5.3 Sifat-Sifat dan Indikasi Penggunaan
2.5.3.1 Sifat-Sifat
1) Sifat Menguntungkan:
(1) Mudah untuk dilepas dari kuvet
(2) Dimensi lebih akurat
(3) Fleksibilitas lebih tinggi dibanding Heat Cured Resin
(4) Distorsi lebih rendah dibanding Heat Cured Resin
21
2) Sifat Merugikan:
(1) Cukup mahal
(2) Sifat estetik kurang dibanding Heat Cured Resin
(3) Terdapat peningkatan Creep
(4) Terdapat peningkatan monomer bebas
(5) Warna kurang stabil
(6) Kurang kuat
(7) Adhesi dengan gigi kurang
(8) Menyebabkan iritasi
2.5.3.2 INDIKASI PENGGUNAAN:
1) Bahan individual tray
2) Bahan repair, relining, dan rebasing : menyesuaikan kondisi mukosa yang
secara fisiologis berubah
3) Bahan plat ortodonsi (removeable)
4) Bahan penambah post dam pada full denture
Pada gigi palsu dibuat pagaran ± 2 mm agar dam (jarak antara gigi palsu)
tidak kemasukkan saliva yang dapat membuat lepas.
5) Kadang digunakan sebagai bahan restorasi