Post on 01-Feb-2018
I. PENDAHULUAN
Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui
berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan
nasional, pendapatan per kapita, tingkat kesempatan kerja, tingkat harga
umum, dan posisi neraca pembayaran suatu negara.
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan salah satu bagian
penting dari perekonomian suatu negara ataupun daerah. Peran penting
tersebut telah mendorong banyak negara termasuk Indonesia untuk terus
berupaya mengembangkan UKM. Peranan UKM terutama sejak krisis
moneter tahun 1998 dapat dipandang sebagai katup penyelamat dalam
proses pemulihan ekonomi nasional, baik dalam mendorong laju
pertumbuhan ekonomi maupun penyerapan tenaga kerja.
Usaha kecil dan menengah (UKM) memegang peranan penting dalam
perekonomian karena dapat menjadi ujung tombak industri nasional,
menyerap tenaga kerja, menyumbang devisa dan ikut membayar pajak.
Usaha menengah bersama dengan usaha-usaha kecil pada negara-
negara di Asia telah memberikan kontribusi bagi 35% nilai ekspor Asia
(Organisasi untuk Pengembangan & kerjasama Ekonomi di Asia, 1997). Di
Indonesia usaha kecil dan menengah telah menyumbang 28 persen PDB
(Departemen Perindustrian, 2005). Oleh karena itu, pada era globalisasi
yang penuh dengan persaingan, kompleks dan dinamis, upaya
pengembangan usaha kecil dan menengah merupakan sebuah
keharusan.
Di Indonesia, UKM sejak lama telah memainkan peran yang sangat
vital didalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi mengingat jumlah
UKM yang mencapai 99,99 % atau mencapai 51,26 juta unit usaha
sampai dengan tahun 2008 dari seluruh pelaku usaha nasional (Statistik
UKM 2007- 2008).
Menurut data dari Menteri Negara Urusan Koperasi dan UMK dan Biro
Pusat Statistik, pada tahun 1997 ada sekitar 39,7 juta UKM dengan nilai
penjualan rata-rata per tahun kurang dari Rp. 1 milyar per unit atau sekitar
99,8 % dari total unit usaha pada tahun itu. Pada tahun 2006 naik menjadi
1
48,8 juta UMK atau 99,85 % dari semua skala usaha di Indonesia
(Tambunan, 2009).
Salah satu kehebatan UKM adalah kemampuannya menyerap jauh
lebih banyak tenaga kerja dari pada Usaha Besar, sehingga aktifitas UKM
memberikan kesejahteraan dan stabilitas ekonomi yang sangat berperan
dalam menciptakan lingkungan ekonomi makro yang positif bagi suatu
negara.
UKM di Indonesia menyerap tenaga kerja sebesar 96,95 % pada tahun
2007 dan 97,04 % pada tahun 2008. UKM juga merupakan satu sumber
penting penyumbang PDB (Produk Domestik Bruto), sebesar 56,23 %
pada tahun 2007 dan 55,56 % pada tahun 2008, dibandingkan dengan
PDB dari Usaha Besar.
Sektor UKM telah dipromosikan dan dijadikan sebagai agenda utama
pembangunan ekonomi Indonesia. Sektor UKM telah terbukti tangguh,
ketika terjadi Krisis Ekonomi 1998, hanya sektor UKM yang bertahan dari
kolapsnya ekonomi, sementara sektor yang lebih besar justru tumbang
oleh krisis. Mudradjad Kuncoro dalam Harian Bisnis Indonesia pada
tanggal 21 Oktober 2008 mengemukakan bahwa UKM terbukti tahan
terhadap krisis dan mampu survive karena, pertama, tidak memiliki utang
luar negeri. Kedua, tidak banyak utang ke perbankan karena mereka
dianggap unbankable. Ketiga, menggunakan input lokal. Keempat,
berorientasi ekspor. Selama 1997-2006, jumlah perusahaan berskala
UKM mencapai 99% dari keseluruhan unit usaha di Indonesia.
Sumbangan UKM terhadap produk domestik bruto mencapai 54%-57%.
Sumbangan UKM terhadap penyerapan tenaga kerja sekitar 96%.
Sebanyak 91% UKM melakukan kegiatan ekspor melalui pihak ketiga
eksportir/pedagang perantara. Hanya 8,8% yang berhubungan langsung
dengan pembeli/importir di luar negeri.
Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) menjadi sangat
strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan
ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan
sebagian besar masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraannya.
Eksistensi dan peran UKM yang pada tahun 2007 mencapai 49,84 juta
unit usaha, dan merupakan 99,99% dari pelaku usaha nasional, dalam
2
tata perekonomian nasional sudah tidak diragukan lagi, dengan melihat
kontribusinya dalam penyerapan tenaga kerja, pembentukan Produk
Domestik Bruto (PDB) Nasional, nilai ekspor nasional, dan investasi
nasional.
3
II. KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKAA. Kerangka Teori
UMKM merupakan salah satu barometer perekonomian nasional.
Pengusaha kecil, wiraswastawan, wirausahawan serta pedagang-
pedagang kecil masuk dalam kelompok ini.
Sedangkan Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang
berdiri sendiri yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha
yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan
yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak
langsung dari Usaha Mikro, Usaha Kecil, atau Usaha Besar yang
memenuhi criteria Usaha Menengah.
Di Indonesia, keuangan mikro untuk pengembangan UMKM sejak lama
telah memainkan peran yang sangat vital didalam pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi mengingat jumlah UMKM yang mencapai 99,99 %
atau mencapai 51,26 juta unit usaha sampai dengan tahun 2008 dari
seluruh pelaku usaha nasional.
Salah satu kehebatan UMKM adalah kemampuannya menyerap jauh
lebih banyak tenaga kerja dari pada Usaha Besar, sehingga aktifitas
UMKM memberikan kesejahteraan dan stabilitas ekonomi yang sangat
berperan dalam menciptakan lingkungan ekonomi makro yang positif bagi
suatu negara.
B. Tinjauan PustakaProspek ekonomi dunia diprakirakan membaik pada tahun 2004 dan
selanjutnya melambat pada tahun 2005-2006. Di lain pihak prospek
ekonomi Indonesia tahun 2004-2006 diprakirakan terus membaik, ditandai
oleh pertumbuhan ekonomi yang meningkat secara bertahap hingga
sekitar 6 % pada tahun 2006. Kemudian dilihat dari kontribusi sektoral,
maka sektor industri, sektor perdagangan dan sektor pertanian
diprakirakan menjadi sektor utama pertumbuhan PDB tahun 2004-2006
(Miranda S.Goeltom, 2004).
Usman et al. (2004) Menyatakan bahwa keuangan mikro adalah
penyediaan berbagai bentuk pelayanan keuangan; termasuk di antaranya
kredit, tabungan, asuransi dan transfer uang- bagi orang atau keluarga
miskin atau berpenghasilan rendah, dan usaha mikro mereka. Definisi ini
4
memberikan penekanan pada perluasan bentuk layanan keuangan yang
sebelumnya lebih banyak diasosiasikan dengan kredit mikro saja, dan
pada target pelayanan yaitu masyarakat miskin atau berpenghasilan
rendah.
Ada dua ciri utama keuangan mikro yang membedakannya dari produk
jasa keuangan formal, yaitu kecilnya pinjaman dan/atau simpanan,
dan/atau tidak adanya jaminan dalam bentuk aset. Pelayanan keuangan
mikro dapat diberikan oleh lembaga keuangan mikro, yaitu lembaga yang
kegiatan utamanya adalah memberikan jasa keuangan mikro, lembaga
keuangan formal yang mempunyai unit pelayanan keuangan mikro,
program pembangunan atau program penanggulangan kemiskinan yang
mempunyai komponen keuangan mikro dan organisasi informal yang
dibentuk oleh masyarakat sendiri, seperti yang dinyatakan oleh Usman
(2004:1).
Menurut definisi yang dipakai dalam microcredit summit (1997) kredit
mikro adalah program pemberian kredit berjumlah kecil kepada warga
miskin untuk membiayai kegiatan produktif yang dia kerjakan sendiri agar
menghasilkan pendapatan, yang memungkinan mereka peduli terhadap
diri sendiri dan keluarganya. Bank Indonesia (BI) mendefinisikan kredit
mikro sebagai kredit yang diberikan kepada para pelaku usaha produktif
baik perorangan maupun kelompok yang mempunyai hasil penjualan
paling banyak Rp 100 juta per tahun. Sementara oleh Bank Rakyat
Indonesia (BRI) kredit mikro didefinisikan sebagai pelayanan kredit
dibawah Rp 50 juta (Ashari: 2006).
Kredit mikro ditujukan untuk meningkatkan produktifitas masyarakat
yang mempunyai usaha kecil, yang di Indonesia definisinya diatur dalam
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2008 tentang UMKM
(Usaha Mikro Kecil Menengah). Pasal 1 menyebutkan Usaha Mikro
adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha
perorangan yang memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam UU
tersebut. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak
5
langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi
criteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam UU tersebut.
Sedangkan Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang
berdiri sendiri yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha
yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan
yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak
langsung dari Usaha Mikro, Usaha Kecil, atau Usaha Besar yang
memenuhi criteria Usaha Menengah sebagaimana dimaksud dalam UU
tersebut (Tambunan : 2009)
Dalam UU tersebut, kriteria yang digunakan untuk mendefinisikan
UMKM pada pasal 6 adalah nilai kekayaan bersih atau nilai asset tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau hasil penjualan
tahunan, sebagai berikut:
Jenis Usaha Nilai Aset Hasil Penjualan TahunanUsaha Mikro < 50 Juta < 300 juta
Usaha Kecil 50 – 500 juta 300 juta – 2,5 milyar
Usaha Menengah 500 – 10 Milyar 2,5 – 50 milyar
Di Indonesia, keuangan mikro untuk pengembangan UMKM sejak lama
telah memainkan peran yang sangat vital didalam pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi mengingat jumlah UMKM yang mencapai 99,99 %
atau mencapai 51,26 juta unit usaha sampai dengan tahun 2008 dari
seluruh pelaku usaha nasional (Statistik UMKM 2007- 2008).
Menurut data dari Menteri Negara Urusan Koperasi dan UMK dan Biro
Pusat Statistik, pada tahun 1997 ada sekitar 39,7 juta UKM dengan nilai
penjualan rata-rata per tahun kurang dari Rp. 1 milyar per unit atau sekitar
99,8 % dari total unit usaha pada tahun itu. Pada tahun 2006 naik menjadi
48,8 juta UMK atau 99,85 % dari semua skala usaha di Indonesia
(Tambunan, 2009).
Salah satu kehebatan UMKM adalah kemampuannya menyerap jauh
lebih banyak tenaga kerja dari pada Usaha Besar, sehingga aktifitas
UMKM memberikan kesejahteraan dan stabilitas ekonomi yang sangat
berperan dalam menciptakan lingkungan ekonomi makro yang positif bagi
suatu negara.
6
Sedangkan menurut Soetrisno, berdasarkan nilai kredit maka besarnya
kredit yang tergolong ke dalam kredit mikro lazimnya disepakati oleh
perbankan untuk pinjaman sampai dengan Rp. 50 juta/nasabah dapat
digolongkan kedalam kredit mikro. Ada yang berpendapat bahwa dalam
masyarakat perbankan internasional kredit mikro dapat mencapai
maksimum US $ 1000,-. Di Thailand baru dalam taraf pilot project oleh
Bank for Agriculture and Agricultural Cooperative (BAAC) menetapkan
kredit mikro adalah kredit dengan jumlah maksimum Bath
100.000/nasabah atau setara dengan US $ 2.500,-. Dengan demikian
kredit mikro pada dasarnya menjangkau pada pengusaha kecil lapis
bawah yang memiliki usaha dengan perputaran yang cepat.
Glendoh (2001) menyebutkan usaha kecil dalam arti luas memiliki ciri-
ciri sebagai berikut:
1. Industri kecil adalah industri berskala kecil, baik dalam ukuran modal,
jumlah produksi maupun tenaga kerjanya.
2. Perolehan modal umumnya berasal dari sumber tidak resmi seperti
tabungan keluarga, pinjaman dari kerabat dan mungkin dari “lintah
darat”.
3. Karena skala kecil, maka sifat pengelolaannya terpusat, demikian pula
pengambilan, keputusan tanpa atau dengan sedikit pendelegasian
fungsi dalam bidang-bidang pemasaran, keuangan, produksi dan lain
sebagainya.
4. Tenaga kerja yang ada umumnya terdiri dari anggota keluarga atau
kerabat dekat, dengan sifat hubungan kerja yang “informal” dengan
kualifikasi teknis yang apa adanya atau dikembangkan sambil bekerja.
5. Hubungan antara keterampilan teknis dan keahlian dalam pengelolaan
usaha industri kecil ini dengan pendidikan formal yang dimiliki para
pekerjanya umumnya lemah.
6. Peralatan yang digunakan adalah sederhana dengan kapasitas output
yang rendah pula.
III. DATA DAN PEMBAHASAN
7
UMKM tentu bukan kata yang asing ditelinga kita. UMKM merupakan
salah satu barometer perekonomian nasional. Pengusaha kecil,
wiraswastawan, wirausahawan serta pedagang-pedagang kecil masuk
dalam kelompok ini.
Dalam perspektif perkembangannya, UKM dapat diklasifikasikan
menjadi 4 (empat) kelompok yaitu :
1. Livelihood Activities, merupakan UKM yang digunakan sebagai
kesempatan kerja untuk mencari nafkah, yang lebih umum dikenal
sebagai sektor informal. Contohnya adalah pedagang kaki lima
2. Micro Enterprise, merupakan UKM yang memiliki sifat pengrajin tetapi
belum memiliki sifat kewirausahaan
3. Small Dynamic Enterprise, merupakan UKM yang telah memiliki jiwa
kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan subkontrak dan
ekspor
4. Fast Moving Enterprise, merupakam UKM yang telah memiliki jiwa
kewirausahaan dan akan melakukan transformasi menjadi Usaha
Besar (UB).
Dari Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2008, sektor UMKM
mencapai angka Rp 2.609 trilun, di mana sebesar Rp 1.505 triliun di
antaranya disumbangkan oleh unit-unit usaha mikro. Artinya Usaha Kecil
dan Menengah hanya menyumbangkan sebesar Rp. 1.104 trilyun saja.
Sementara bila dibandingkan dengan usaha besar pada PDB tahun
yang sama, sektor UMKM memiliki nilai 125% atau 55% dari seluruh PDB
pada periode tersebut. Dapat dibayangkan, 55% Pendapatan perkapita
atau pendapatan nasional Indonesia disumbangkan oleh UMKM. Sangat
beralasan bila sektor ini kemudian menjadi primadona untuk menyokong
pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Data terbaru dari Kamar Dagang & Industri Indonesia (Kadin), UMKM
mampu menyumbangkan 53% dari Produk Domestik Buro (PDB) tahun
2009. Mengalahkan usaha besar dan asing yang ada di Indonesia.
Pemerintah seolah tak berkedip melihat dengan nyata bahwa sektor
yang selama ini menjadi ‘anak kedua’ dari tulang punggung ekonomi
Indonesia mampu betahan dan berkembang diterpa badai krisis. Hatta
8
krisis ekonomi yang mendunia (meski belum menjadi malaise) yang
meluluhkan pasar ekonomi negara adidaya.
Banyak pengamat dan praktisi yang meneliti serta menteorikan bahwa
keberhasilan Usaha Kecil dan Mikro yang terus bertahan dan berkembang
antara lain dikarenakan :
Pengusaha dan pengelola yang bergerak di bidang ini sebagian besar
tidak memiliki hutang perbankan.
Sektor Usaha Kecil dan Menengah tak memiliki tanggungan hutang
Luar Negeri
UMKM dapat dipastikan tidak melakukan transaksi via Bills Payment
yang menggunakan kontrak kerja dan Letter of Credits, kecuali sedikit.
Tidak menggunakan Mata Uang Asing sebagai alat pembayaran, baik
sebagai Bank Notes ataupun Payment, kecuali sedikit.
Efeknya, seburuk apapun kinerja Bank di Indonesia dan sebesar
apapun kondisi keuangan yang melanda sektor perbankan, Usaha Kecil
dan Menengah tak terkena imbasnya. Bahkan negara sekelas Amerika
jatuh karena hantaman Loan Performing dan Motgage yang berimbas
pada Perbankan dan Bursa Dunia, sektor ini juga tak terjebak dalam
lingkup krisis tersebut. Keunggulan dan kekuatan daya hidup UMKM inilah
yang kemudian mampu membuka mata dunia, khususnya Indonesia untuk
menjadikannya sebagai Primadona baru dalam perekonomian nasional.
Berdasarkan data yang dilansir dari Departemen Koperasi dan UKM
dapat diketahui bahwa jumlah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
pada tahun 2008 sebesar 51,26 juta unit, atau meningkat 1,44 juta
dibandingkan dengan tahun 2007 yang baru mencapai angka 49,82 juta
unit.
Dari angka tersebut, 99% adalah usaha mikro, yaitu usaha yang
memiliki kekayaan bersih s.d Rp. 50 juta dan memiliki nilai penjualan s.d
Rp. 300 juta/tahun. Artinya dari 51,26 juta unit UMKM, sebanyak 50,75
juta unit adalah usaha mikro. Data ini menunjukkan betapa sector
informasi cukup mendominasi mata pencaharian penduduk Indonesia. Bila
dirata-ratakan setiap unit usaha mikro (diluar usaha kecil dan menengah)
dikelola oleh dua orang, maka jumlah penduduk yang menggantungkan
hidupnya pada usaha ini mencapai angka 101,5 jutajiwa.
9
Tidak ada jalan lain untuk menumbuhkan ekonomi UMKM (baca Mikro)
berikut pengelolanya, selain meningkatkan kualitas SDM melalui
pendidikan informasi, jaring komunitas dan penyuluhan terpadu. Termasuk
sosialisasi teknologi seperti internet, email dan sarana komunikasi lainnya.
Posisi UKM, terutama usaha kecil didominasi oleh dua sektor yakni
sektor pertanian dan perdagangan hotel dan restoran, sehingga fokus
lebih besar juga harus ditujukan kepada kedua kelompok ini. Pada
sektor perdagangan, hotel dan restoran persoalannya sangat rumit
karena sektor ini sangat mudah dimasuki oleh UK baru meskipun
dengan keterampilan rendah. Sehingga perbaikan produktivitas sangat
tinggi karena adanya kompetisi yang tajam terutama di sub–sektor
perdagangan eceran. Dari laporan BPS pada tahun 1996 dilaporkan
lebih dari 5 juta usaha perdagangan eceran tanpa badan usaha
memiliki penjualan rata-rata di bawah Rp. 5 juta setiap tahun.
Pada tahun 2006, peran UKM terhadap penciptaan PDB nasional
menurut harga berlaku tercatat sebesar Rp. 1.786,22 triliun atau 53,49
persen, kontribusi UK tercatat sebesar Rp. 1.253,36 triliun atau 37,53
persen dan UM sebesar Rp. 532,86 triliun atau 15,96 persen dari total
PDB nasional, selebihnya adalah usaha besar (UB) yaitu Rp.1.553,26
triliun atau 46,51 persen. Sedangkan pada tahun 2007, peran UKM
terhadap penciptaan PDB nasional menurut harga berlaku tercatat
sebesar Rp. 2.121,31 triliun atau 53,60 persen dari total PDB nasional,
mengalami perkembangan sebesar Rp. 335,09 triliun atau 18,76 persen
dibanding tahun 2006. Kontribusi UK tercatat sebesar Rp. 1.496,25 triliun
atau 37,81 persen dan UM sebesar Rp. 625,06 triliun atau 15,79 persen,
selebihnya sebesar Rp. 1.836,09 triliun atau 46,40 persen merupakan
kontribusi UB. Seperti yang ditampilkan dalam grafik berikut:
10
20062007
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
usaha besarusaha menengahusaha kecil
Grafik 1.Kontribusi Jenis Usaha Terhadap PDB (angka dalam triliun rupiah)
Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah pada
Statistik UKM 2006-2007 mengatakan bahwa upaya pemberdayaan
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dari tahun ke tahun selalu dimonitor
dan dievaluasi perkembangannya baik dalam hal kontribusinya terhadap
penciptaan produk domestik bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja,
ekspor dan perkembangan pelaku usahanya serta keberadaan investasi
usaha kecil dan menengah melalui pembentukan modal tetap bruto
(investasi). Keseluruhan indikator ekonomi makro di atas selalu dijadikan
acuan dalam penyusunan kebijakan pemberdayaan UKM serta menjadi
indikator keberhasilan pelaksanaan kebijakan yang telah dilaksanakan
pada tahun sebelumnya. Perkembangan jumlah UKM periode 2006-2007
mengalami peningkatan sebesar 2,18 persen yaitu dari 48.779.151 unit
pada tahun 2006 menjadi 49.840.489 unit pada tahun 2007. Sektor
ekonomi UKM yang memiliki proporsi unit usaha terbesar adalah sektor
(1) Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan; (2) Perdagangan,
Hotel dan Restoran; (3) Industri Pengolahan; (4) Pengangkutan dan
Komunikasi; serta (5) Jasa-jasa dengan perkembangan masing-masing
11
sektor tercatat sebesar 51,14 persen, 27,40 persen, 6,49 persen, 5,54
persen dan 4,60 persen. Seperti tampak dalam grafik sbb:
53.73%
27.23%
8.48%
5.50%4.40% 2.64%
pertanian, peternakan,kehutanan, dan perikananperdaga hotel, dan restoranindustri pengolahanpengangkutan dan jasa ko-munikasijasa-jasalain-lain
Grafik 2.Sebaran Unit Usaha UKM berdasarkan sektor ekonomi tahun 2006
51.14%
27.40%
8.48%
5.40%
4.49%5.26%
pertanian, peternakan,kehutanan, dan perikananperdaga hotel, dan restoranindustri pengolahanpengangkutan dan jasa ko-munikasijasa-jasalain-lain
Grafik 3.Sebaran Unit Usaha UKM berdasarkan sektor ekonomi tahun
2007
12
Dapat dilihat dari statistik yang dikeluarkan oleh UKM, bahwa 5 sektor
yang memiliki porsi terbesar adalah UKM yang terkait dengan industri
makanan dan minuman. Sektor ini membentuk rantai makanan yang
berupa input bahan baku dan output jadi makanan dan minuman. Industri
Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan menyumbang bahan
baku untuk pembuatan makanan dan minuman, sementara Industri
Perdagangan, Hotel, dan Restoran menjual makanan dan minuman jadi
hasil pengolahan dari industri sebelumnya. Sehingga jika ditotal, sektor
makanan dan minuman memiliki proporsi unit usaha UKM lebih dari 80%.
Mudradjad Kuncoro mengatakan bahwa dua langkah strategis yang bisa
diusulkan untuk pengembangan sektor UKM, yaitu demand pull strategy
dan supply push strategy. Demand pull strategy mencakup strategi
perkuatan sisi permintaan, yang bisa dilakukan dengan perbaikan iklim
bisnis, fasilitasi mendapatkan HAKI (paten), fasilitasi pemasaran domestik
dan luar negeri, dan menyediakan peluang pasar. Langkah strategis
lainnya adalah supply push strategy yang mencakup strategi pendorong
sisi penawaran. Ini bisa dilakukan dengan ketersediaan bahan baku,
dukungan permodalan, bantuan teknologi/ mesin/alat, dan peningkatan
kemampuan SDM.
Secara makro proses pemulihan ekonomi Indonesia belum terjadi pada
saat 3 tahun setelah bisnis seperti beberapa Negara lain, karena indeks
output pada tahun 2001 ini belum kembali pada tingkat sebelum krisis
(1997). Perkembangan yang terjadi memperlihatkan bahwa indeks PDB
keseluruhan baru mencapai 95% dari tingkat produksi 1997 posisi
sebelum krisis baru dapat diraih kembali pada akhir 2003. Sektor yang
tumbuh dengan krisis adalah sektor listrik, gas, air minum yang pada 4
tahun terakhir setelah krisis tumbuh dengan rata-rata diatas 5%/tahun. Hal
ini antar lain disamping output yang meningkat terutama disebabkan oleh
penyesuaian harga yang terus berjalan.
13
Perbandingan Komposisi PDB Menurut Kelompok UsahaPada Tahun 1997 dan 2003Dalam Milyar Rupiah adh
No Usaha 1997 2003 Keterangan1 Usaha kecil 171,048
(40,45)183,126(40,98)
+6,5%
2 Usaha menengah 78,524(17,41)
75,975(17,09)
-3,2%
3 Usaha besar 183,673(42,17)
185,352(41,93)
+0,9%
PDB 433,245(100)
444,453(100)
+2,59%
Secara umum peran usaha kecil dalam PDB mengalami kenaikan
dibanding sebelum krisis bersamaan dengan merosotnya usaha
menengah dan besar. Namun lima tahun setelah krisis keadaan usaha
menengah tetap terpuruk sementara usaha besar telah mengambil porsi
yang lebih besar lagi. Gambaran perbandingan posisi tahun 1997 dan
2003 pada tabel 3 memberikan perubahan tersebut dimana usaha
menengah semakin mengecil perannya dalam perekonomian nasional.
Posisi usaha kecil sendiri sempat menempati penyumbang yang lebih
besar dibanding usaha besar, terutama pada puncak krisis 1998 dan 1999
namun kemudian tergeser kembali oleh usaha besar. Jika kita cermati
secara lebih rinci penyumbang PDB atas dasar sektor pelaku usaha akan
terlihat jelas adanya ketimpangan tersebut. Tabel 4 menyajikan
perbandingan peran 5 besar penyumbang PDB menurut sektor dan
kelompok usaha, Sejak sebelum krisis ekonomi, hingga mulai meredanya
krisis terlihat bahwa ranking 1 (satu) penyumbang PDB adalah kelompok
usaha besar pada sektor industri pengolahan dengan sumbangan berkisar
17-19 % selama 1997-2001. Ini berarti bahwa untuk menggerakkan
pertumbuhan ekonomi semata, ekonomi kita tetap bersandar pada
bangkitnya kembali industri pengolahan besar dengan aset diatas Rp. 10
miliar di luar tanah dan bangunan. Sektor industri skala besar hanya
terpukul pada saat puncak krisis 1998, dimana pertumbuhan ekonomi kita
mengalami pertumbuhan negatif 13,4% ketika itu. Dan setelah itu ketika
pemulihan ekonomi mulai bergerak maka kelompok ini kembali mengambil
porsinya.
14
Pertanyaan yang menarik adalah apakah industri kecil dan menengah
tidak bangkit, padahal pada kelompok usaha kecil di seluruh sektor telah
mengalami pergeseran peran dengan sumbangan terhadap PDB yang
meningkat dari 38,90% pada tahun 1996 atau 40,45% pada tahun 1997
menjadi 43,08% pada tahun 1999 ?
Pada sektor industri pengolahan ternyata tidak terjadi perubahan
sumbangan usaha kecil yang nyata yakni : 3,90%, 4,03%, 3,85%, 3,74%
dan 3,79% berturut–turut untuk tahun 1997, 1998, 1999, 2000 dan 2001.
Berarti secara riil tidak ada kemajuan yang berarti bagi peran industri kecil,
yang terjadi justru kemerosotan pada beberapa kelompok industri. Dengan
gambaran ini memang belum dapat disimpulkan bahwa industri kecil
mampu menjadi motor pertumbuhan, sementara industri skala menengah
keadaannya jauh lebih parah di banding usaha kecil, sehingga tidak
mampu memanfaatkan momentum untuk mengisikemunduran dari usaha
besar dan paling terpukul pada saat krisis memuncak pada tahun 1998-
1999. Salah satu sebabnya diduga dikarenakan tingginya ketergantungan
usaha menengah terhadap usaha besar, baik karena ketergantungan
sebagai industri sub-kontrak maupun ketergantungan pasar dan bahan
baku terhadap industri besar.
Selanjutnya penyumbang terbesar kedua adalah kelompok usaha kecil
sektor pertanian yang menyumbang sekitar 13-17 % selama periode
1997-2001. Hal yang menarik adalah posisi relatif usaha kecil sektor
pertanian yang sangat bergerak cepat dimasa krisis dan kembali merosot
ke posisi sebelum krisis. Hal ini perlu mendapatkan penelahaan yang
mendalam. Salah satu alasan yang dapat diterima adalah rendahnya
harga output produk primer pertanian yang bersamaan dengan naiknya
harga input, terutama yang bersumber dari impor. Sektor pertanian yang
sangat didominasi pertanian pangan memang sangat terbatas
kemampuannya untuk menjadi sumber pertumbuhan, terutama beras.
Pangsa relatif yang membesar terutama disebabkan kemunduran sektor
lain ketika pertanian tidak terlalu terpukul, paling tidak tingkat produksi
fisiknya. Jika pada tahun 1997 Usaha kecil sektor pertanian menyumbang
sebesar 13,30% pada tahun 1998 dan 1999 meningkat mendekati 17 %,
maka pada tahun 2001 diperkirakan akan terus kembali menjadi 13,93 %
15
saja. Keadaan ini akan berlanjut sejalan dengan menurunnya peran sektor
pertanian dalam pembentukan PDB.
Jika diperhatikan lebih lanjut dari tabel 1 maka sektor perdagangan
hotel dan restoran kelompok usaha kecil pada saat sebelum krisis
menunjukan ranking ke 3 (tiga) dalam sumbangannya pada pembentukan
PDB, berarti Usaha Kecil sektor ini sangat penting bagi pembentukan PDB
dan penyediaan lapangan kerja dengan sumbangan diatas 11 % terhadap
PDB kita. Namun sejak dua tahun terakhir ketika krisis mulai pulih posisi
ranking ke 3 (tiga) mulai digusur oleh sektor pertambangan kelompok
usaha besar. Dengan demikian peran Usaha Kecil sektor perdagangan
hotel dan restoran sebagai sumber pertumbuhan juga semakin merosot,
sehingga lampu merah sudah hampir tiba peran kelompok usaha kecil
porsinya untuk menghasilkan sumbangan bagi pertumbuhan PDB
semakin kurang dominan. Sektor pertambangan usaha besar bahkan
sudah mendekati usaha kecil sektor pertanian. Sektor jasa-jasa
menempati urutan kelima dengan sumbangan sekitar 4-5 % dan
didominasi oleh usaha besar. Sektor ini nampaknya tidak terlalu penting
dalam pertumbuhan, namun jasanya sangat vital untuk mendukung
pertumbuhan. Sektor jasa-jasa ini memiliki kaitan yang luas dalam proses
produksi dan distribusi dan memberikan dukungan yang sangat berarti.
Sektor jasa yang besar adalah jasa yang dihasilkan oleh pemerintah,
karena peran pemerintah dalam pengeluaran juga mempunyai peran yang
penting . Dengan semakin merosotnya peran usaha kecil di sektor
pertanian dan perdagangan, maka dua penyumbang besar terhadap nilai
tambah dari kelompok usaha kecil ini dominasinya juga akan semakin
mengecil dalam pembentukan PDB. Sehingga jika kecenderungan ini
dibiarkan maka posisi usaha kecil akan kembali seperti sebelum krisis
atau bahkan mengecil. Sementara itu usaha menengah yang sejak krisis
mengalami kemerosotan diberbagai sektor, maka posisi usaha menengah
semakin tidak menguntungkan. Padahal dalam proses modernisasi dan
demokratisasi peranan kelas menengah ini sangat penting terutama untuk
meningkatkan daya saing. Karena usaha menengah lebih mudah
melakukan modernisasi dan mengembangkan jaringan ke luar negeri
dalam rangka perluasan pasar. Setelah pemulihan ekonomi berjalan pada
16
tahun 2003-2005 telah terlihat bergairahnya kembali sektor jasa skala
menengah seperti pada sektor perdagangan, jasa keuangan dan jasa
perusahaan dan industri pengolahan skala kecil yang telah meningkat
perannya menjadi diatas 30%.
Tabel 1 :Ranking Sumbangan Kelompok Usaha Terhadap
PDB pada 5 Penyumbang Terbesar.N
o
Sektor 1997 1998 1999 2000 2001 2002** 2003**
*
1. Pertanian UK (2)
13,30
%
UK (2)
15,34
%
UK (2)
16,87
%
UK (2)
14,55
%
UK (2)
14,33
%
UK (2)
14,73
%
UK (2)
14,18
%
2. Pertambangan UB (4)
7,12%
UB (4)
11,35
%
UB (4)
8,82%
UB (3)
11,82
%
UB (3)
12,05
%
UB (3)
9,89%
UB (3)
9,46%
3. Industri
Pengolahan
UB (1)
18,27
%
UB (1)
17,20
%
UB (1)
18,24
%
UB (1)
18,63
%
UB (1)
18,34
%
UB (1)
18,08
%
UB (1)
17,48
%
4. Perdagangan,Hot
el, dan Restoran
UK (3)
11,89
%
UK (3)
11,77
%
UK (3)
12,02
%
UK (4)
11,43
%
UK (4)
12,14
%
UK (4)
12,46
%
UK (4)
12,31
%
5. Jasa-jasa UB (5)
5,24%
UB (5)
4,40%
UB (5)
5,26%
UB (5)
5,52%
UK (4)
12,14
%
UB (5)
5,34%
UB (5)
5,86%
Sumber : Diolah dari data BPS (2001)
Ket : (UK) : Usaha Kecil; (UB) : Usaha Besar; (UM) : Usaha Menengah
* Angka Sementara
** Angka Proyeksi
17
IV. DAFTAR PUSTAKA
http://artikelekonomi.com/konsepdasarpendapatandevisanasional
http://mygreenworld.blogstudent.mb.ipb.ac.id/2010/08/08/keuangan-mikro-
problema-tantangan-peluang-pengembangannya-di-indonesia/
http://syafaahrestuninghayati.blogspot.com/2009/03/analisis-tingkat-
pertumbuhan-pendapatan.html
http://hanieffeui.wordpress.com/2008/10/19/optimalisasi-penyaluran-
kredit-usaha-rakyat-bagi-pembiayaan-umkm/
http://zet-blog.blogspot.com/2011/04/pendapatan-nasional-indonesia.html
http://bataviase.co.id/akses-modal-untuk-ukm
http://banking.blog.gunadarma.ac.id/2011/01/12/artikel-tentang-usaha-
kecil-menengah/
http://bataviase.co.id/strategi-penguatan-usaha-mikro-kecil-menengah-
umkm/
http://artikelekonomi.com/pertumbuhan-ekonomi/
18