DALAMM NOVEL
DiajuMem
PRJURUSAN
TOK
L JEJAK
ukan untukmperoleh G
Program
GN
ROGRAM SN SASTRAUNIVERS
YN
KOH DA
K KALA K
Tugas A
k MemenuGelar Sarjam Studi Sa
OlehGayung WiNIM : 0341
STUDI SASA INDONESSITAS SANYOGYAKA
NOVEMBE
AN PLOT
KARYA A
khir
uhi Salah Sana Sastrastra Indon
h isnu Aji 114035
STRA INDSIA FAKU
NATA DHAARTA
ER 2011
ANINDITA
Satu Syaraa Indonesinesia
DONESIAULTAS SASARMA
A S. THA
at a
STRA
AYF
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis
menyusun skripsi ini dalam rangka menyelesaikan Program Strata Satu (S1) pada
Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan
mempunyai beberapa kekurangan karena keterbatasan kemampuan serta
pengalaman penulis. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun kesempurnaan dan perbaikan
skripsi ini.
Dalam meyusun skripsi ini penulis telah banyak memperoleh bimbingan,
pengarahan, saran, serta dorongan yang bermanfaat dan mendukung penyelesaian
skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dra. Fr. Tjandrasih Adji, M. Hum selaku pembimbing I yang telah
memberikan perngarahan dan membimbing dengan sabar sehingga
penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu S.E. Peni Adji, SS, M.Hum selaku pembimbing II yang secara
langsung telah memberikan motivasi kepada peulis untuk tetap
semangat dalam meyelesaikan skripsi ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
3. Bapak Drs. Hery Antono, M.Hum selaku pembimbing akademik
angkatan 2003 yang selalu mengingatkan dan selalu men-support
untuk segera menyelesaikan skripsi.
4. Seluruh dosen di Fakultas Sastra, terutama para dosen Program Studi
Sastra Indonesia yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan.
5. Segenap keluarga besar Program Studi Sastra Indonesia. Terima kasih
untuk persahabatannya.
6. Bapak, Ibu, Kakak, dan Adik tercinta. Terima kasih atas doa,
kesabaran, semangat, cinta, dan kepercayaan, juga “cambukkan” yang
diberikan kepada penulis untuk segera meyelesaikan skripsi.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna dan mempunyai
beberpa kekurangan karena keterbatasan kemampuan serta pengalaman penulis.
Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik
yang membangun demi kesempurnaan dan perbaikan skripsi ini.
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
Aji, Gayung Wisnu. 2011. Tokoh dan Plot dalam Novel Jejak Kala Karya
Anindita S. Thayf. Skripsi S1. Yogyakarta: Sastra Indonesia, Uneversitas Sanata Dharma.
Penelitian ini berisi analisis tokoh Kala dan penokohannya Kala serta analisis plot dalam novel Jejak Kala karya Anindita S. Thayf. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural. Teori struktural ini bertujuan membongkar dan memaparkan secermat mungkin tokoh Kala dan penokohannya dalam novel Jejak Kala. Teori struktural juga bertujuan memaparkan plot dalam novel Jejak Kala. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analisis. Dengan metode tersebut penulis menganalisis dari segi strukturalnya kemudian mendeskripsikan fakta-fakta yang ada dalam novel Jejak Kala karya Anindita S. Thayf tersebut. Dalam kajian struktural yang diteliti adalah tokoh Kala dan penokohannya dalam novel Jejak Kala. Tokoh Kala digambarkan sebagai tokoh yang patuh kepada ibunya, selalu ingin tahu, senang berfantasi, menghargai pekerjaan orang lain, mandiri, jujur, sejak kecil kerja di rumah Pak Dukuh sebagai pembantu lalu ia pindah bekerja di rumah keponakan Pak Dukuh, Kala mempunyai pendirian yang kuat tentang pernikahan, selalu berusaha untuk menjadi sesuatu bagi orang lain.
Lewat kajian struktural juga, yang diteliti adalah plot dalam novel Jejak Kala. Analisis plot menggunakan tahapan plot yang memiliki lima tahapan. Pertama, tahap situation atau penyituasian. Kedua, tahap generating circumtance atau pemunculan konflik. Ketiga, tahap rising action atau peningkatan konflik. Kempat, tahap climax atau klimaks. Kelima, tahap denoument atau penyelesaian Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang diteliti melalui kajian struktural tersebut dalam hal ini adalah tokoh Kala dan penokohannya serta plot, merupakan unsur-unsur yang membangun karya sastra serta mendukung jalannya cerita dan menjadi kekuatan novel itu sendiri lewat gejala-gejala jiwa yang ditampilkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
Aji, Gayung Wisnu. 2011. Characters and Plot in the Novel Jejak Kala by Anindita S. Thayf. S1 Thesis. Yogyakarta: Indonesian Literature, Sanata Dharma University.
This research was about a character analysis of Kala and his characterization, and the plot analysis in the novel Jejak Kala by Anindita S. Thayf. The theory used in this research was structural theory. Structural theory was aimed to dismantle and expose the character of Kala and the characterization in the novel Jejak Kala as carefully as possible. Structural theory was also to expose the plot in the novel Jejak Kala. The method used in this research was descriptive-analytic method. This method was used to analyze the structural aspect, and then to describe the facts in the novel Jejak Kala by Anindita S. Thayf. In the structural study, the character of Kala and the characterization in the novel Jejak Kala were analyzed. Kala was described as a character who was obedient to his mother, curious, imaginative, appreciative, independent, honest. He had worked as a house maid in Pak Dukuh’s house, and then moved to Pak Dukuh’s niece’s house. Kala had a strong stance on marriage, always tried to be something for others. Through the structural study as well, the plot in the novel Jejak Kala was examined. Plot analysis used plot stages that consisted of five stages. The first stage was situation. The second stage was generating circumstance. The third stage was rising action. The fourth stage was climax. The fifth stage was denoument. Based on the results, in can be concluded that the elements examined through structural study in this regard, Kala and his characterization and plot, were the elements that built a work of literature and supported the story and the strength of the novel itself through mental symptoms displayed.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................ iv
HALAMAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ........................................ v
KATA PENGANTAR ............................................................................ vi
ABSTRAK .............................................................................................. viii
ABSTRACT .............................................................................................. ix
DAFTAR ISI ........................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................. 4
1.5 Tinjauan Pustaka ................................................................... 5
1.6 Landasan Teori ...................................................................... 5
1.6.1 Tokoh ......................................................................... 6
1.6.2 Penokohan .................................................................. 7
1.6.3 Plot ............................................................................. 8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
1.7 Metode Penelitian .................................................................. 11
1.7.1 Pendekatan .................................................................. 11
1.7.2 Metode Penelitian ........................................................ 11
1.7.3 Teknik Pengumpulan Data .......................................... 11
1.7.4 Sumber Data ................................................................. 12
1.8 Sistematika Penyajian ........................................................... 12
BAB II ANALISIS TOKOH KALA DAN PENOKOHANNYA
DALAM NOVEL JEJAK KALA KARYA ANINDITA
S. THAYF ................................................................................. 14
BAB III PLOT DALAM NOVEL JEJAK KALA KARYA
ANINDITA S. THAYF ........................................................... 29
3.1 Tahap Situation atau Tahap Penyituasian ............................ 39
3.2 Tahap Generating Circumtance
atau Pemunculan Konflik .................................................... 39
3.3 Tahap Rising Action
atau Tahap Peningkatan Konflik ......................................... 46
3.4 Tahap Climax atau Klimaks ................................................. 49
3.5 Tahap Denoument atau Tahap Penyelesaian ........................ 54
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan Hasil Analisis Novel Jejak Kala ....................... 60
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
4.1.1 Tokoh Kala dan Penokohannya .................................. 60
4.1.2 Plot ............................................................................. 62
4.1.2.1 Tahap Situation atau Tahap Penyituasian ........... 62
4.1.2.2 Tahap Generating Circumtance
atau Pemunculan Konflik ................................... 63
4.1.2.3 Tahap Rising Action
atau Tahap Peningkatan Konflik ........................ 63
4.1.2.4 Tahap Climax atau Klimaks ............................... 64
4.1.2.5 Tahap Denoument atau Tahap Penyelesaian ...... 65
4.2 Saran ...................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 67
BIBLIOGRAFI ....................................................................................... 68
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sastra adalah suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni (Wellek, Warren via
Budianta, 1989: 3). Dalam hal ini karya seni salah satunya berupa suatu tulisan,
seperti yang diungkapkan oleh Wellek dan Warren via Budianta (1989: 11)
bahwa batasan sastra adalah segala sesuatu yang tertulis atau tercetak. Tidak
hanya tertulis dan tercetak, tetapi karya sastra juga merupakan suatu proses
kreativitas dan imajinasi. Karya sastra merupakan seni yang memuat kreativitas
dan imajinasi. Karena sifat rekaannya, karya sastra secara tidak langsung
mengatakan sesuatu mengenai kenyataan dan juga tidak menggugah kita untuk
langsung bertindak (Luxemburg via Hartoko, 1989: 5).
Proses penciptaan karya sastra tersebut merupakan gambaran daya tangkap
pengarang dalam mengolah situasi lingkungan pengarang. Situasi tersebut bisa
berasal dari pengalaman pribadi pengarang atau dari pengamatan pengarang
terhadap sesuatu yang berada di sekitarnya. Menurut Endraswara (2003: 96) karya
sastra merupakan produk dari suatu kejiwaan dan pemikiran pengarang yang
berada pada situasi setengah sadar, setelah jelas baru dituangkan ke dalam bentuk
secara sadar. Antara sadar dan tak sadar selalu mewarnai dalam proses imajinasi
pengarang. Hal tersebut yang menjadi kekuatan karya sastra, yaitu seberapa jauh
pengarang mampu mengungkapkan ekspresi kejiwaan tidak sadar itu ke dalam
karya sastra.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Sebagai sebuah karya imajiner, fiksi menawarkan berbagai permasalahan
manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan. Fiksi menceritakan berbagai
masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan dan sesama
interaksinya dengan diri sendiri, serta interaksinya dengan Tuhan. Fiksi
merupakan hasil dialog, kontemplasi, dan reaksi pengarang terhadap lingkungan
dan kehidupan. Walau berupa khayalan, tidak benar jika fiksi dianggap sebagai
hasil kerja lamunan belaka, melainkan penghayatan dan perenungan secara intens,
perenungan terhadap hakikat hidup dan kehidupan, perenungan yang dilakukan
dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Fiksi merupakan karya imajinatif
yang dilandasi kesadaran dan tanggung jawab dari segi kreatifitas sebagai karya
seni (Nurgiyantoro, 2005: 2-3).
Pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karya dalam berkarya.
Pengarang akan menangkap gejala jiwa kemudian diolah ke dalam teks dan
dilengkapi dengan kejiwaannya. Begitu pula pembaca, dalam menanggapi karya
juga tak akan lepas dari kejiwaan masing-masing (Endraswara, 2003: 96). Gejala
jiwa tersebut dimunculkan oleh pengarang melalui tokoh-tokoh dalam karya
sastra yang dihasilkan, dan ini yang dipandang sebagai fenomena psikologis.
Karya sastra, dalam hal ini adalah novel, selain memunculkan gejala-
gejala jiwa, juga dimunculkan unsur-unsur yang saling membangun, yang
mendukung jalannya cerita dan juga bisa menjadi kekuatan dalam novel itu
sendiri, unsur-unsur itu yang disebut sebagai unsur intrisik. Nurgiyantoro (2005:
23) mengungkapkan bahwa unsur intrinsik (intrinsic) adalah unsur-unsur yang
membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai
orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsuru-unsur
yang (secara langsung) turut serta membangun cerita. Kepaduan antar berbagai
unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud. Atau, sebaliknya,
jika dilihat dari sudut kita pembaca, unsur-unsur (cerita) inilah yang akan
dijumpai jika kita membaca sebuah novel. Unsur yang dimaksud, untuk menyebut
sebagian saja, misalnya, peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut
pandang penceritaan, bahasa atau gaya penceritaan, dan lain-lain.
Unsur-unsur intrinsik tersebut diatas yang akan dianalisis oleh penulis.
Dalam hal ini, penulis ingin menganalisis hubungan penokohan dan plot saja
karena yang dianggap mewakili dalam memunculkan gejala jiwa tokoh Kala
dalam novel Jejak Kala.
Penulis tertarik dengan topik ini karena apa yang dialami tokoh Kala juga
bisa dijumpai pada kehidupan sehari-hari kita sebagai manusia sebagai makhluk
bermasyarakat. Secara tidak sadar itu terjadi dalam kehidupan kita sebagai
manusia.
Untuk meneliti karya sastra ini, penulis akan menganalisis unsur
pembangun karya tersebut secara struktural. Strukturalisme dapat dipandang
sebagai salah satu pendekatan (baca: penelititan) kesastraan yang menekankan
pada kajian hubungan antar unsur pembangun karya yang bersangkutan
(Nurgiyantoro, 2005: 36-37). Hal ini dapat menekankan pada unsur intrinsik,
yaitu tokoh dan penokohan serta plot sebagai pendekatan terhadap karya sastra
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
yang diteliti, karena dari unsur intrinsik inilah gejala jiwa yang ada dalam novel
Jejak Kala ini dimunculkan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan
dibahas adalah sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimanakah tokoh Kala dan penokohannya dalam novel Jejak
Kala karya Anindita S. Thayf?
1.2.2 Bagaimanakah plot dalam novel Jejak Kala karya Anindita S.
Thayf?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah adalah:
1.3.1 Mendeskripsikan tokoh Kala dan penokohannya dalam novel Jejak
Kala karya Anindita S. Thayf.
1.3.2 Mendeskripsikan plot dalam novel Jejak Kala karya Anindita S.
Thayf.
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang dipaparkan di atas, maka manfaat
penelitian ini adalah sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
1.4.1 Hasil penelititan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi studi sastra
khususnya dalam menelitit plot yang dapat memunculkan suatu
gejala-gejala jiwa dalam keterkaitannya dengan penokohan.
1.4.2 Hasil penelitian ini diharapkan bisa membantu pembaca dan
sastrawan untuk mengetahui peran plot dalam memunculkan gejala
jiwa dalam karya sastra.
1.4.3 Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk
meningkatkan apresiasi sastra Indonesia yang menyangkut tokoh
dan penokohan serta plot dalam karya sastra.
1.5 Tinjauan Pustaka
Sejauh pengamatan yang telah dilakukan oleh penulis, belum ada tulisan
yang membahas novel Jejak Kala sebagai bahan tulisan ilmiah.
1.6 Landasan Teori
Dalam landasan teori, penulis menggunakan pendekatan teori struktural.
Strukturalisme berarti paham mengenai unsur-unsur, yaitu struktur itu sendiri,
dengan mekanisme antarhubungannya, di satu pihak antarhubungan unsur unsur
yang satu dengan unsur lainnya, dipihak yang lain hubungan antara unsur (unsur)
dengan totalitasnya (Ratna, 2007: 91). Strukturalisme dapat dipandang sebagai
salah satu pendekatan (baca: penelitian) kesastraan yang menekankan pada kajian
hubungan antarunsur pembangun karya yang bersangkutan (Nurgiyantoro, 2005:
36-37). Analisis struktural karya sastra , yang dalam hal ini fiksi, dapat dilakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
dengan mengidentifikasikan dan dideskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur
intrinsik fiksi yang bersangkutan (Nurgiyantoro, 2005:37).
Unsur intrinsik (intrinsic) itu sendiri adalah unsur-unsur yang membangun
karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir
sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang
membaca karya sastra (Nurgiyantoro, 2005: 23).
Penulis menggunakan teori struktural berupa tokoh dan penokohan yang
menjadi salah satu unsur intrinsik. Melalui tokoh dan penokohan ini penulis dapat
mengetahui gejala jiwa yang muncul dalam jalan cerita (plot) yang ada pada
munculnya tokoh yang dituju.
1.6.1 Tokoh
Menurut Abrams via Nurgiyantoro (2005: 165), tokoh cerita adalah
orang(-orang) yang karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca
ditafsirka memiliki kualitas moral dan kecnderungan tertentu seperti yang
diekpresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.
Dijelaskan oleh Nurgiyantoro (2005: 165), bahwa istilah “tokoh”
menunjuk pada orangnya yaitu sebagai pelaku cerita
Dilihat dari segi peranan dan tingkat pentingnya tokoh dalam
sebuah cerita, ada tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus
menerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita, dan
sebaliknya, ada tokoh(-tokoh) yang hanya dimunculkan sekali atau
beberapa kali dalam cerita, dan itu pun mungkin dalam porsi penceritaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
yang relatif pendek. Tokoh yang disebut pertama adalah tokoh utama
cerita (central character, main character), sedang yang kedua adalah
tokoh tambahan (peripheral character) (Nurgiyantoro, 2005: 176).
Dalam tugas akhir ini penulis hanya akan membahas satu tokoh
saja, yaitu tokoh Kala sebagai tokoh utama dalam novel Jejak Kala. Tokoh
utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang
bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik
sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian (Nurgiyantoro,
2005: 176-177). Karena tokoh utama paling banyak diceritakan dan selalu
berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, ia sangat menentukan
perkembangan plot secara keseluruhan. Ia selalu hadir sebagai pelaku atau
yang dikenai kejadian dan konflik, penting yang mempengaruhi
perkembangan plot (Nurgiyantoro, 2005: 177).
1.6.2 Penokohan
Jones via Nurgiyantoro (2005: 165), menjelaskan bahwa
penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang
ditampilkan dalam sebuah cerita. Penokohan memberikan ciri lahir (fisik)
maupun batin (watak) tokoh (Sudjiman, 1998: 25).
Dalam bukunya, Nurgiyantoro (2005: 13) juga menjelaskan bahwa
penggambaran tokoh yang ditampilkan secara lebih lengkap, misalnya
yang berhubungan dengan ciri-ciri fisik , keadaan sosial, tingkah laku, sifat
dan kebiasaan, dan lain-lain, termasuk bagaimana hubungan antartokoh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
itu, baik hal hal itu dilukiskan secara langsung maupun tidak langsung.
Kesemuanya itu tentu saja akan dapat memberikan gambaran yang lebih
jelas dan konkret tentang keadaan para tokoh cerita tersebut.
1.6.3 Plot
Nurgiyantoro (2005: 94) menjelaskan bahwa plot lebih
menekankan mengapa justru peristiwa itu yang ditampilkan menyusul
peristiwa sebelumnya, mengapa bukan peristiwa (-peristiwa) yang lain,
adakah (atau: bagaimanakah) hubungan kausalitas antarberbagai peristiwa
yang dikisahkan itu. Plot lebih menekankan permasalahannya pada
hubungan kausalitas, kelogisan hubungan antarperistiwa yang dikisahkan
dalam karya naratif yang bersangkutan.
Plot merupakan cerminan, atau bahkan berupa perjalanan tingkah
laku para tokoh dalam bertindak, berpikir, berasa, dan bersikap dalam
berbagai masalah kehidupan. Namun, tidak dengan sendirinya semua
tingkah laku kehidupan manusia boleh disebut (mengandung) plot, tidak
semua kejadian yang dialami manusia bersifat plot. Apalagi kalau kita
lihat kenyataan kehidupan begitu kompleks dan sering tak berkaitan.
Kejadian, perbuatan, atau tingkah laku kehidupan manusia bersifat plot
jika bersifat khas, mengandung unsur konflik, saling berkaitan, dan yang
terpenting adalah: menarik untuk diceritakan, dan karenanya bersifat
dramatik (Nurgiyantoro, 2005: 114).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
Peristiwa, konflik, dan klimaks merupakan tiga unsur yang amat
esensial dalam pengembangan plot cerita. Eksistensi plot itu sendiri sangat
ditentukan oleh ketiga unsur tersebut (Nurgiyantoro, 2005: 116). Peristiwa
dapat diartikan sebagai peralihan dari satu keadaan ke keadaan yang lain
(Nurgiyantoro, 2005: 117). Konflik (conflict), menyaran pada pengertian
sesuatu yang bersifat tidak menyenangkan yang terjadi dan atau dialami
oleh tokoh(-tokoh) cerita, yang, jika tokoh(-tokoh) itu mempunyai
kebebasan untuk memilih, ia (mereka) tidak akan memilih peristiwa itu
menimpa dirinya (Nurgiyantoro, 2005: 122). Klimaks adalah saat konflik
telah mencapai tingkat intensitas tertinggi, dan (hal) itu merupakan sesuatu
yang tidak dapat dihindari kejadiannya. Artinya, berdasarkan tuntutan dan
kelogisan cerita, peristiwa dan saat itu memang harus terjadi, tidak boleh
tidak. Klimaks juga merupakan titik pertemuan antara dua (atau lebih) hal
(keadaan) yang dipertentangkan dan menentukan bagaimana permasalahan
(konflik itu) akan diselesaikan. Secara lebih ekstrem, barangkali, boleh
dikatakan bahwa dalam klimaks “nasib” (dalam pengertian yang luas)
tokoh utama (protagonis dan antagonis) cerita akan ditentukan
(Nurgiyantoro, 2005: 127).
Plot juga memiliki tahapan-tahapan bagian. Seperti rincian yang
dikemukakan oleh Tasrif (dalam Nurgiyantoro, 2005: 149-150) bahwa
rincian yang membedakan tahapan plot menjadi lima bagian. Kelima
tahapan itu adalah: Pertama, tahap situation atau tahap penyituasian, tahap
yang terutama berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh(-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
tokoh) cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, pemberian
informasi awal, dan lain-lain yang terutama berfungsi untuk
melandastumpui cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya. Kedua,
adalah tahap generating circumtance atau tahap pemunculan konflik,
masalah(-masalah) dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya
konflik mulai dimunculkan. Jadi tahap ini merupakan tahap awalnya
munculnya konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau
dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya. Tahap
ketiga adalah tahap rising action atau tahap peningkatan konflik, konflik
yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan
dikembangkan kadar intensitasnya. Peristiwa-peristiwa dramatik yang
menjadi inti cerita semakin mencekam dan menegangkan. Tahap empat
adalah tahap climax atau klimaks, konflik dan atau pertentangan-
pertentangan yang terjadi, yang dilakui ada atau ditimpakan kepada para
tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Klimaks sebuah cerita akan
dialami oleh tokoh(-tokoh) utama yang yang berperan sebagai pelaku atau
penderita terjadinya onflik utama. Dan tahap yang kelima adalah tahap
denoument atau tahap penyelesaian, konflik yang telah mencapai klimaks
diberi penyelesaian, ketegangan dikendorkan. Konflik-konflik yang lain,
sub-konflik, atau konflik-konflik tambahan, jika ada, juga diberi jalan
keluar, cerita diakhiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
1.7 Metode Penelitian
Dalam metode penelitian akan dikemukakan pendekatan, metode, teknik
pengumpulan data, dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini.
1.7.1 Pendekatan
Dalam penelitian ini pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan
struktural. Penedekatan ini adalah dengan menganalisis struktural karya
sastra, yang dalam hal ini fiksi, dilakukan dengan mengidendifikasi,
mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik
fiksi yang bersangkutan (Nurgiyantoro, 2005: 37).
1.7.2 Metode Penelitian
Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif analisis. Metode deskriptif analisis dilakukan dengan cara
mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis
(Ratna, 2004:53).
1.7.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melalui studi
pustaka. Dalam teknik ini, penulis akan menggunakn data yang terdapat
dalam novel Jejak Kala, maupun sumber pustaka lain yang berupa buku-
buku, karya tulis, atau sumber dari internet yang berkaitan dengan objek
penelitian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
1.7.4 Sumber Data
Data adalah bahan penelitian. Dari bahan itulah diharapkan objek
penelitian dapat dijelaskan karena di dalam bahan terdapat objek penelitian
yang dimaksud (Sudaryanto, 1988: 9-10). Sumber data adalah tempat data
diambil atau diperoleh yang berupa karya sastra, buku-buku, karya tulis,
serta data dari internet yang berkaitan dengan objek penelitian. Karya
sastra yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah novel dengan
identitas sebagai berikut.
Judul : Jejak Kala
Pengarang : Anindita S. Thayf
Tahun Terbit : 2009
Penerbit : Sheila
Tebal : ii + 194 halaman
Cetakan : Pertama
1.8 Sistematika Penyajian
Penelitian ini akan disajikan dalam empat bab. Keempat bab tersebut
adalah:
Bab I berupa pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode
penelitian, serta sistematika penyajian.
Bab II berupa pembahasan struktural, yakni tokoh Kala dan
penokohannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
Bab III berupa pembahasan analisis plot dalam novel Jejak Kala karya
Anindita S. Thayf.
Bab IV berupa kesimpulan hasil analisis data, saran, serta diakhiri dengan
pemaparan daftar pustaka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
BAB II
ANALISIS TOKOH KALA DAN PENOKOHANNYA
DALAM NOVEL JEJAK KALA
KARYA ANINDITA S.THAYF
Analisis struktural dalam kajian sastra merupakan salah satu cara untuk
memahami dan mengerti isi dari sebuah karya sastra. Analisis dilakukan dengan
cara memperhatikan dan mengkaji unsur-unsur intrinsik. Tokoh dan penokohan
merupakan unsur intrinsik karya sastra. Kedua unsur inilah yang akan dianalisis
oleh penulis untuk mempermudah memahami karya sastra.
Dalam bab II ini penulis akan menganalisis salah satu unsur intrinsik novel
Jejak Kala yaitu tokoh dan penokohan. Analisis unsur intrinsik yang berupa tokoh
dan penokohan diperlukan untuk mengetahui pengambaran individu-individu
beserta perilaku mereka dalam sebuah karya sastra. Dalam analisis tokoh dan
penokohan ini penulis membatasi pada tokoh utamanya saja. Tokoh ini dipilih
karena dianggap memiliki makna hidup yang mendominasi dalam cerita.
Tokoh Kala
Tokoh Kala merupakan tokoh utama dalam novel Jejak Kala karena
intensitasnya paling banyak dalam setiap kejadian yang berhubungan dengan
tokoh-tokoh lain dan juga karena tokoh Kala yang mendominasi keseluruhan
jalannya cerita. Berikut penokohan tokoh Kala dalam Novel Jejak Kala.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Di usia yang masih kecil Kala setiap hari harus bangun pagi dan
membantu emak bekerja di rumah Pak Dukuh. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan
berikut.
(1) Tiap hari begini. Selalu seperti ini. Tanpa pernah ada yang berubah sejak kakinya mulai lincah berjalan dan tangannya cekatan bekerja, dan emak membawanya ke rumah Pak Dukuh entah beberapa tahun yang lalu. Tepatnya, Kala sudah tidak ingat . “Kala, bangun! Waktunya mulai bekerja,” bisik perempuan itu tegas, sangat dekat di telinga. Di awali suara mengeluh yang panjang, Kala menggeliat malas. Menggosok-gosok kelopak matanya yang masih setengah terkatup dengan gerakan enggan, menyeka sisa liur yang belum kering di sudut bibir, sebelum kemudian mengakhiri ritual bangun itu dengan merentangkan kedua tangan jauh-jauh ke atas (Thayf, 2009: 3).
Tokoh Kala selalu menghibur dirinya sendiri saat muncul keinginan Kala
untuk hidup normal sesuai umurnya, keinginannya untuk bersekolah juga bermain
sepuas hati bersama anak-anak lain, tapi Kala tidak bisa karena Kala harus
bekerja. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut.
(2) “Ah”, mungkin nanti jika aku sudah tidak ingusan lagi, tubuhku bertambah tinggi. Dan, kalau sudah bersekolah, emak tidak akan menyuruhku bekerja seperti ini,” “Jika sudak begitu, aku bisa bermain sepuas hati dari pagi sampai sore. Wah senangnya!” (Thayf, 2009:5).
Kala membayangkan dalam benaknya bahwa sangat enak menjadi
anaknya Pak dukuh. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut.
(3) Tidak ada yang lebih enak selain menjadi anaknya Pak Dukuh, begitu menurut Kala. Sambil bersusah payah menimba air dari sumur untuk mengisi penuh bak mandi, dicobanya mengingat-ingat apa saja keenakan itu. “Bisa tidur lebih lama,” ucap Kala spontan dalam hati (Thayf, 2009: 8).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Tokoh Kala kecil digambarkan sebagai tokoh yang sabar melakukan
sesuatu. Kala sadar akan tanggung jawab pada pekerjaannya bahwa pekerjaan
yang dilakukannya itu haruslah selesai meskipun pekerjaan itu cukup berat untuk
ukuran umur seorang bocah seperti Kala. Dalam kutipan berikut, Kala diingatkan
oleh Bu Dukuh untuk istirahat setelah lama menimba air mengisi bak mandi yang
digunakan untuk mandi oleh lima orang anggota keluarga Pak Dukuh.
(4) “Kala! Kalau baknya sudah penuh, istirahatlah dulu, Nak. Pergilah ke dapur untuk sarapan pagi. Bukankah setelah aku tidak ada lagi yang mandi pagi?” (Thayf, 2009: 12).
(5) “Iya, Bu. Sebentar lagi,” Kala menjawab setengah berteriak sambil terus menarik tali timba dengan tangannya yang mulai gemetar. Bayangkan, ia sudah menimba satu jam lebih, tapi bak itu tidak pernah bertahan penuh karena selalu saja ada yang mandi (Thayf, 2009: 12-13).
Tokoh Kala kecil digambarkan sebagai seorang anak yang bertubuh kecil
dan pendek. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan percakapan Kala dengan Ano
(tukang masak Bu Dukuh) saat sedang berada di dapur saat sedang makan sebagai
berikut.
(6) “He-eh. Aku hanya makan ikan kecil-kecil, nasi, dan sambal.” “Nah, itu dia. Makanya tubuhmu seperti itu terus sejak dulu.” “Seperti bagaimana?” “Kecil dan pendek.” (Thayf, 2009: 15).
Kala kecil digambarkan senang berfantasi dengan hal-hal yang
dijumpainya. Dalam kutipan berikut, saat Kala berada di pasar bersama Bu
Dukuh, Kala berkhayal layaknya anak-anak seusianya, dan khayalan itu dirasa
sangat indah baginya.
(7) Di mata Kala, panggung itu sangat tinggi. Dia harus membuang kepalanya jauh ke belakang untuk dapat melihat dengan jelas hingga ke puncak. Di matanya, undak-undakan itu serupa tangga menuju langit dan membuat si penjual yang sedang duduk di puncak sana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
seakan-akan tinggal di atas gunung tinggi. Gunung yang ditumbuhi sabun mandi, bedak, sisir, dan bermacam barang jualan lain, bukan rumput atau bunga. Oh, betapa menyenangkan! (Thayf, 2009: 16).
Pada kutipan berikut, tokoh Kala kecil digambarkan sebagai bocah yang
pantang menyerah, Kala mempunyai semangat yang besar. Kala harus membawa
barang belanjaan yang dibeli Bu Dukuh ditumpangkan di atas kepalanya
walaupun beban itu dirasa cukup berat bagi Kala.
(8) Tanpa berkata-kata, Kala mempersiapkan kepalanya untuk kembali ditumpangi beban. Sehelai kain lusuh yang berfungsi sebagai pengalas dilipatnya beberapa kali hingga cukup tebal, sebelum kemudian ditaruh tepat di puncak kepala. Setelah itu, barulah meletakkan keranjang belanjaan yang berat itu di atasnya dengan hati-hati. Sesaat, leher Kala tampak menggigil menerima beban di luar kemampuannya. Tapi, dengan semangat yang besar, Kala menguatkan-nguatkan lehernya hingga bertonjolanlah urat-urat yang ada di situ (Thayf, 2009: 18-19).
Kala kecil sudah mempunyai rasa tidak tega terhadap sesuatu yang
membuat orang susah. Dalam kutipan berikut Kala merasa tidak tega saat melihat
emak sedang dengan susahnya menghilangkan noda kotor pada celana Ina saat
sedang dicucinya. Belum lagi jika Ina mengadukan hal itu kepada Bu Dukuh
bahwa emak tidak bersih mencuci pakaiannya.
(9) Kala menemukan emak sedang menyikat sebuah celana selutut berwarna merah. Tanpa perlu bertanya, ia sudah tahu siapa pemiliknya. Ina. Hanya anak itu yang suka berpakaian warna mencolok seperti merah dan kuning. Pun, tidak ada yang lain selain Ina yang pakaiannya paling kotor karena kerap dipakai memanjat pohon atau duduk sembarangan. Setiap kali melihat susahnya emak menghilangkan noda kotor akibat ulah Ina itu, ingin rasanya Kala mencelup semua pakaian berwarna Ina ke dalam seember cat hitam agar noda yang ditinggalkannya tidak begitu kelihatan. Apalagi, Kala selalu mendengar Ina mengadu pada mamaknya bahwa emak tidak bersih mencuci, tanpa mau tahu betapa kerasnya usaha emak menyikat pakaian itu tanpa membuatnya sobek (Yhayf, 2009: 19-20).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Tokoh Kala kecil sadar akan tanggung jawab yang besar di usianya yang
masih kanak-kanak. Meskipun begitu Kala kecil tetaplah kanak-kanak yang masih
mempunyai keinginan untuk bermain seperti anak-anak kecil lainnya. Tetapi
keinginannya hanya bisa ia lakukan dalam angan dan Kala cukup bisa menerima
keadaan yang berbeda itu, bahwa Kala sadar akan tanggung jawab yang
diembannya dan karena Kala juga tidak ingin menyusahkan orang lain akibat dari
kesalahannya. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut ini.
(10) Andai saja ada yang tahu isi hati Kala, sebenarnya ia sangat ingin bermain di tengah siang yang terik begini. Membasahi yang telah dipakainya bekerja sejak subuh dengan kesejukan air, seperti tingkah segerombolan anak-anak yang dilihatnya saat melewati jembatan tadi. Mereka berkecipak-cipak girang tanpa beban di sengai kecil berair kecil yang bahagia. Sayang, Kala tidak bisa begitu. Jika ia memaksa singgah walau sebentar, sudah pasti telinganya akan mendengar omelan banyak orang. Pak Zae yang kelaparan, Ano yang terlalu lama kehilangan cerek dan gelas, dan emak yang mendapat teguran Bu Dukuh - karena laporan Pak Zae. Kala hanya bisa bermain air dalam angan, seperti biasa. Memang tidak semenyenangkan yang nyata, tapi cukuplah menerbitkan senyum di bibir bocah itu (Thayf, 2009: 27).
Dalam diri Kala, ia ingin menjadi seseorang yang disukai oleh orang lain
dan orang lain bisa merasa nyaman berada di dekatnya, Kala tidak ingin dibenci
orang-orang. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut.
(11) “Um, aku ... aku kalau marah, malah merasa tidak enak ya, Ano? Seperti sedang sakit gigi. Semua serba murung. Makin tidak enak. Tidur tidak enak. Dan rasanya, wajahku tiba-tiba berubah menyeramkan sehingga orang-orang malah menjauh, termasuk emak dan kemi. Padahal, aku tidak ingin begitu, Ano. Aku ingin semua orang suka berada di dekatku. Makanya, aku berusaha untuk tidak marah. Aku tidak mau dibenci orang-orang.” (Thayf, 2009: 32 -33).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
Biarpun masih kecil, Kala sudah mampu untuk mengurus dirinya sendiri
juga dalam hal mengurus keperluan makan anggota keluarganya (Emak dan
Kemi-kakak perenpuan Kala). dapat dilihat dalam kutipan berikut.
(12) Aroma khas ikan goreng masih mengapung di langit-langit rumah ketika Kemi datang. Kala baru saja selesai memasak. Ia sedang sibuk mengaduk-aduk nasi panas dalam bakul sambil sesekali meniup-niup uapnya yang memedihkan kulit (Thayf, 2009: 36).
Kala pernah berdebat hebat dengan Ina (anak prempuan ke dua Pak
Dukuh). Kala berusaha mempertahankan apa yang ia lakukan itu adalah benar.
Kala berusaha mempertahankan apa yang telah menjadi kebulatan kata hatinya
dan pendiriannya, karena Kala merasa bahwa ia dan emak yang selalu saja
disalahkan, padahal itu bukan kesalahan mereka. Hal ini dapat dilihat dalam
kutipan berikut.
(13) “Ahhh! Sudah, diam! Kau benar-benar jahat, Kala. Kau telah melihat nilai ulanganku tanpa izin, juga dengan sengaja menaruhnya di atas meja agar dilihat Mamak dan Bapak.” “Tidak, Ina! Bukan aku yang jahat, tapi kau. Kau selalu mengadu yang tidak-tidak pada mamak dan bapakmu. Kaulah yang jahat.” “Aha! Jadi, ini balas dendam, ya?” “Tidak.” “Lalu?” “Aku hanya tidak suka perbuatanmu.” “Tapi, itu kan bukan urusanmu.” “Memang bukan, tapi yang selalu kau salahkan itu kan aku dan emakku, Ina. Aku tidak suka!” (Thayf, 2009: 53-54).
Kala kecil digambarkan sebagai anak yang memiliki kulit hitam yang
kusam, rambut keribo yang bergerombol, mata sipit nyaris tanpa alis, dan tubuh
yang tidak pernah lebih tinggi dari pucuk tanaman jagung yang masih muda. Hal
itu terdapat dalam kutipan berikut ini.
(14) Entah sejak kapan , Kala mulai bisa melihat perbedaan yang ada antara ia dan kakaknya itu. Kulit hitam yang kusam dan kering,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
rambut keribo yang bergerombol serpa kembang kol , mata sipit yang nyaris tanpa alis - saking tipisnya – dan tubuh yang seakan tidak pernah lebih tinggi dari pucuk tanaman jagung yang masih muda (Thayf, 2009: 59).
Tokoh Kala berada pada usia remaja. Tokoh Kala juga digambarkan
sebagai tokoh yang ramah, ceria, juga hangat pada siapapun. Hal ini dapat dilihat
dalam kutipan berikut.
(15) Sosok itu memang kecil, tapi ia sudah bukan anak kecil lagi. Sikapnya menunjukkan itu, begitu pula perubahan di beberapa bagian tubuh yang tampak membesar dan menonjol, meski kadang berusaha ia samarkan dengan berjalan membungkuk atau menutupinya dengan buku yang didekap dekat di dada. Namun begitu, di wajahnya yang bulat penuh, ceria kanak-kanak itu masih terpancar. Apalagi, ketika ia mulai menyapa satu per satu orang yang ditemuinya di jalan. “Selamat pagi, Jamila! Pagi Sroja! “Hai, Enal! Sepedamu sudah tidak rusak lagi, ya? Baguslah.” “Pagi, Suli. Maaf, aku tidak melihatmu tadi. “Eh ... Tiar. Kukira siapa. Pagi juga. Hehe ....” “Aduh, Ros! Kau itu selalu saja terlambat. Ayo, larilah. Cepat!” “Selamat pagi, Bu Suwarni, Pak Jamal.” “Hai, teman-teman! Selamat pagi semuanya!” Dan rona gadis itu semakin berseri seiring banyaknya orang yang membalas salamnya sekaligus memberikan senyuman. “Selamat pagi juga, Kala. Hari ini kau seceria biasa.” “Hehe ... terima kasih.” (Thayf, 2009: 71-72).
Kala sangat menghargai Kak Banar yang telah menyekolahkan Kala.
Meskipun Kala sadar betapa terbatasnya kemampuan Kala dalam bidang-bidang
yang dipelajari di sekolahnya. Tetapi Kala tetap mau berusaha dengan sangat,
tidak mau mengecewakan orang yang telah baik padanya. Hal itu dapat dilihat
dalam kutipan berikut.
(16) Bertolak belakang dengan Kala yang tidak pernah bisa lari menyelesaikan satu putaran dan suaranyasangat datar tanpa irama saat bernyanyi. Kala sadar, ia sangat bodoh di kedua mata pelajaran itu-demikian juga di pelajaran lain-sehingga wajarlah ia berkesimpulan kalau dirinya mungkin tidak cocok bersekolah. Ia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
tidak merasa menjadi lebih pintar dengan itu. Tapi, demi Kak Banar yang telah membiayai pendidikannya selama ini, Kala memaksa dirinya untuk terus belajar (Thayf, 2009: 78).
Kala, ia mau dengan tulus mengerjakan semua yang menjadi atau yang
bukan menjadi tanggung jawabnya. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut.
(17) “Kala! Tolong kau buatkan Kak Banar kopi.” “Ya, Kak Tien.” “Kopinya kau bawa ke kamar, ya?” “Iya.” “Eh, hampir lupa. Apakah sudah kau siapkan seragam Is untuk besok, Kala? Jika belum, segera kau siapkan dan jangan lupa periksa kaos kakinya.” “Baik , Kak Tien. Akan aku lakukan.” “Sumar! Jangan lupa kunci pintu gerbang depan.” “Tidak mau ah, Kak! Kala saja. Aku sedang sibuk baca.” “Ya, sudah. Kala! Kau yang kunci gerbang depan, ya?” “Iya, Kak Tien. Akan kukunci.” (Thayf, 2009: 80-81).
Kutipan di atas menjelaskan kesibukkan Kala dalam mengurus keperluan Is (anak
laki-laki Kak Tien dan Kak Banar) tetapi Kala masih mau melakukan tugas yang
sebelumnya bukan menjadi tugasnya, karena Kak Tein terlebih dahulu menyuruh
Sumar (adik tiri Kak Tien).
(18) Suka atau tidak, Kala harus mau membersihkan kaca pintu dan jendela, yang merupakan tugas Sumar, setiap dua hari sekali, di sore hari (Thayf, 2009: 95).
(19) Adapun Kak Mien , yang ternyata bertubuh lemah dan menderita banyak alergi, Kala dengan senang hati menggantikan tugasnya untuk merapikan tempat tidur mereka di pagi hari (Thayf, 2009: 95).
(20) Dari Siah, Kala mendapat limpahan tanggung jawab untuk menyiapkan hidangan jika Kak Banar ingin makan sepulang kerja, di malam hari (Thayf, 2009: 95-96).
Pada kutipan (18), (19), dan (20), kala juga digambarkan sebagai tokoh yang mau
membantu dan menyelesaikan tugas-tugas yang belum tentu itu menjadi tanggung
jawabnya, melainkan adalah tugas-tugas yang seharusnya dikerjakan oleh Sumar,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
Kak Mien (adik perempuan Kak Tien), dan juga Siah (tukang masak di rumah
Kak Tien).
Seorang Kala juga ingin meringankan pekerjaan orang lain, padahal itu
bukanlah tanggung jawab Kala untuk melakukan tugas itu, sudah ada seseorang
yang bertugas mengerjakannya. Seperti yang dilakukan Kala untuk meringankan
tugas dari Akko (seorang keluarga jauh sekaligus pesuruh setia Kak Banar).
(21) Tugas Akko-lah yang paling banyak dan berat-berat. Hanya Akko yang tidak pernah menyuruh Kala melakukan tugasnya. Tapi , terkadang karena merasa kasihan dan ingin sedikit membantu, Kala selalu menyempatkan diri mengisi penuh kembali bak selesai dirinya mandi atau sekedar mengepel kamarnya sendiri setiap kali selesai disapu (Thayf, 2009: 96).
Kala yang dikenal sebagai seseorang yang sabar dan menerima apapun
keadaan yang ia alami, juga pernah memaki seseorang walaupun itu hanya dalam
hati. Saat itu Kala sangat merasa patah hati saat Koes (ajudan Kak Banar)
mengatakan bahwa ternyata tidak pernah menganggap Kala lebih dari seorang
adik dan Koes akan menikah, padahal Kala sangat menaruh hati padanya.
(22) “O, benar-benar terkutuk engkau Koes! Dasar pengumpul cinta! Mata keranjang! Pergilah kau ke kerak neraka terjahanam dari yang terjahanam. Laki-laki tak tahu diri! Semoga kutuk jatuh padamu!” Kala benar-benar memaki sepenuh hati, walau hanya terucap di hati. Hari ini adalah puncak sengsaranya (Thayf, 2009: 106).
Meskipun Kala bukanlah gadis berparas menarik, berkulit putih, bertubuh
seksi, atau berambut indah, atau juga bukan dari kelurga kaya. Akan tetapi Kala
tumbuh menjadi seorang gadis ramah, rajin, cekatan, mau bekerja keras, dan tak
pernah mengeluh. Hal itu gambarkan dalam kutipan berikut.
(23) Memang, si Kribo Kala bukanlah gadis berparas menarik, berkulit putih, bertubuh seksi, atau berambut indah yang selalu diharapkan datang ke setiap pesta ajojing para anak muda. Si Kribo Kala juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
bukan gadis keluarga kaya yang selalu dihujani ajakn bergabung ke dalam salah satu geng muda-mudi yang merasa diri paling yahud. Tapi, si Kribo Kala adalah gadis yang ramah, rajin, cekatan, mau bekerja keras, dan tak pernah mengeluh, yang selalu dicari oleh siapa pun yang butuh bantuan atau sekedar uluran tangan. Kala si Kribo Penolong (Thayf, 2009: 114).
Kala berada di antara himpitan dua perasaan. Perasaan senang saat melihat
teman sebaya Kala sudah menikah dan memiliki anak. Satu perasaan yang lain,
Kala merasakan kekawatiran, Kala memikirkan tentang pernikahan. Tetapi Kala
bisa mengatasi kekawatiran itu. Kala optimis bahwa ia masih mempunyai waktu
untuk mencari dan ia yakin bahwa setiap orang memiliki jodohnya sendiri. Dapat
dilihat dalam kutipan berikut.
(24) Lingkungan membuat Kala mulai memikirkan tentang pernikahan. Beberapa teman sebayanya sudah menikah dan memiliki anak, sementara sisanya telah punya pacar dan bersiap menuju jenjang itu. Waktunya masih panjang untuk mencari. Apalagi, ia juga yakin bahwa setiap manusi pasti ada jodohnya (Thayf, 2009: 130).
Kala tahu bagaimana harus bersikap, tahu bagaimana ia harus mengasuh
Ela (anak perempuan Iswadi) saat di rumah majikannya itu terjadi pertengkaran
hebat (pertengkaran antara Kak Banar dan Kak Tien). Karena pada saat itu orang
tua Ela (Iswadi dan Putri-istri Iswadi) sedang tidak ada di rumah.
(25) “Kala, kau dengar itu? Aku takut. Nenek dan kakek marahan lagi.” “Ya, Nak. Aku dengar. Ayo kita keluar saja ke depan sana.” (Thayf, 2009:135).
(26) Tak lama, dengan membawa tubuh montok Ela dalam pelukan, Kala menderapkan kaki-kaki pendeknya menuju teras, melintas halaman rumah, cepat-cepat keluar pagar, berusaha menjauhkan anak asuh kesayangannya itu dari suara-suara amarah dan kebencian, yang bisa mengotori kepolosannya, yang berkumandang di dalam rumah sana (Thayf, 2009: 136).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Tokoh Kala selalu ingin membantu dengan segala jerih payah usaha
pikirannya, dengan segala kemampuannya. Hal ini terjadi saat Kala mencoba
menenangkan Kak Tien yang tengah ingin membuktikan perselingkuhan Kak
Banar.
(27) Beragam masalah telah menghantam Kala, tapi semua itu tidaklah membuat dirinya kacau balau disebabkan masalah itu hanya melibatkan ia seorang, dan kalau pun melibatkan orang lain tetap masih bisa ditanganinya karena ia punya kedudukan dalam maslah itu. Namun, kali ini, Kala hanyalah orang luar yang tidak bisa menerobos masuk dan ikut campur begitu saja. Sampai pusing kepala Kala memikirkan cara yang harus ia lakukan untuk membantu Kak Tien menyelesaikan hal itu tanpa melukai banyak orang (Thayf, 2009: 140).
Kala peduli pada siapapun. Kala selalu ingin membantu jika ada orang
yang memang Kala pikir membutuhkan bantuan. Seperti saat Kala menemukan
Putri (istri Iswadi) sedang menangis. Kepedulian Kala tidak selalu juga harus
turun tangan langsung menenangkan, tetapi dengan membiarkan Putri. Maksud
Kala adalah supaya Putri bisa menempa hati atas semua derita yang dirasakan.
(28) Kala hanya sering mendengar istri Is itu menangis diam-diam di dalam kamar. Awalnya, Kala ingin membujuk dan menawarkan pelukan hangat untuk meredakan kesedihan putri, tapi sesuatu mencegahnya. Bukannya tega, tapi Kala hanya ingin membiarkan perempuan muda itu menmpa hati dan jiwanya (Thayf, 2009: 145).
(29) “Menangislah dengan cukup, setelah itu, cepat keringkan air mata itu. Karena kesedihan yang berlebihan adalah candu, yang membuat seseorang akan selalu kembali padanya untuk bersembunyi setiap kali bertemu masalah atau penderitaa. Padahal tidak ada hidup yang tanpa rasa sakit dan resiko. Jadi, kuatkan dirimu. Jangan jadikan menangis kebiasaan, “ cetus Kala pada suatu hari ketika menemukan Putri sedang menangis di belakang rumah (Thayf, 2009: 145).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
Setelah orang-orang tercinta Kala pergi meninggalkan lewat kematian,
pertama adalah kepergian emak, kemudian Kak Tien dan Kak Banar yang
meninggal kaena kecelakaan, lalu disusul Is yang menyusul kepergian orang
tuanya karena kelemahan fisik yang berangsur menurun terus menerus karena
kesedihan yang sangat dirasakannya. Kala akhirnya memutuskan untuk pergi.
(30) Ia kini tercengkram rasa kesepian. Begitu terpencil. Meski berada di tengah ketiga anak Is, entah mengapa, Kala tak bisa merasa lagi seceria dulu. Sepi itu membuat badannya sering sakit-sakit –inikah yang dirasakan Is sebelum ia meninggal?- semikian Kala pernah berpikir. Ruang kosong yang telah lama padanya, semakin bertambah luas saja kosongnya. Di saat-saat tertentu, Kala merasa ruang itu menyedot jiwanya, lalu menawannya jauh di jantung kegelapan. Ia tak tahan lagi. Ia tak mau berakhir seperti Is; merepotkan anak-istrinya dengan sakit yang disebabkan duka yang dalam. Atau emak; yang meninggal dalam penantian akan dirinya. ia juga tidak mau menambah daftar sesalnya, seperti Kak Tien, karena terlambat melakukan sesuatu yang seharusnya ia lakukan saat badan masih memiliki nyawa. Lalu, sekelebat, muncullah kesadaran itu (Thayf, 2009: 168-169).
Kala menyadari kondisi dirinya dan tidak ingin merepotkan orang lain.
meskipun dengan kondisi sakit, Kala tetap melanjutkan hidupnya. Kala pergi
mencari tampat tinggal juga pekerjaan.
Kala lalu bertemu dengan Lilik (teman Kala). Kala meminta tampat
tinggal juga pekerjaan pada Lilik. Tetapi Kala yang masih punya sisa semangat
tidak ingin tinggal dengan cuma-cuma karena ia tidak ingin meyusahkan orang
yang sudah mau menolongnya.
(31) “Sesungguhnya, Lilik, bantuanmu itu sangat tak terhingga berartinya bagiku. Ketulusanmu menyentuh hatiku. Tapi, ketahuilah, aku bersedia tinggal di rumahmu, tapi tidak mau dengan cuma-cuma. Akan kubayar harganya dengan melakukan kerja apa sajayang aku mampu. Jadi jangan kasihani aku (Thayf, 2009: 171).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Saat Kala berada pada ujung usianya, bahwa ajal akan segera menjemput
Kala. Ada kekawatiran dalam diri Kala bahwa ia belum punya keturunan seorang
pun akan tetapi ia mengerti akan suatu hal, atas apa telah ia berikan pada hidup.
Dapat dilihat dalam kutipan berikut.
(32) Entah bagaimana ia tahu kalau jejak keberadaanya di dunia akan berakhir sebentar lagi, tanpa seorang keturunan pun yang akan meneruskan. Sebersit kekawatiran Kala muncul, tapi segera lenyap. Sekedip mata, suatu kesadaran tiba-tiba muncul dalam benak permpuan itu, bahwa jejak tak selamanya harus terpatri jelas di atas permukaan tanah, melainkan bisa pula terukir indah jauh di lubuk hati; dalam bentuk cinta, ketulusan, kebaikan, kenangan, dan kepedulian pada orang lain (Thayf, 2009: 187-188).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diperoleh kesimpulan bagaimana
penokohan Kala. Kala, meskipun umurnya masih kanak-kanak tetapi ia setiap
pagi harus bangun untuk bekerja membantu Emak di rumah Pak Dukuh (1). Kala
berpikiran mungkin saja nanti jika ia sudah tidak ingusan lagi dan sudah
bersekolah, mungkin Emak tidak akan menyuruh ia untuk bekerja (2). Tidak ada
yang lebih enak selain menjadi anaknya Pak Dukuh, seperti itu yang di rasakan
Kala, tidak perlu harus bangun pagi, melainkan bisa tidur lebih lama (3). Kala
begitu sabar melakukan pekerjaannya yang sangat gigih dalam bekerja, meskipun
telah di suruh beristirahat oleh Bu Dukuh, tetapi Kala tetap melanjutkan menimba
air sampai selesai (4), (5). Kala bertubuh kecil dan pendek (6). Kala kecil suka
berfantasi jika pergi ke pasar bersama Bu Dukuh (7). Meskipun tubuh Kala kecil
tapi ia sanggup membawa beban berat yang ia taruh di atas kepalanya (8). Kala,
meskipun ia masih kana-kanak, tetapi ia punya rasa tidak tega atau kepedulian
terhadap orang lain, bagaimana Kala merasa tidak tega saat melihat emak dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
bersusah payah menghilangkan noda kotoran pada celana Ina (9). Dalam
kesibukkannya Kala bekerja, tetapi tetaplah ia seorang anak yang mempunyai rasa
ingin bermain (10). Kala adalah seseorang yang berusaha bahwa kehadirannya
bisa disukai oleh orang lain dan tidak ingin dibenci oleh orang lain (11). Kala
adalah seorang yang mandiri (12). Seorang Kala tidak harus selamanya diam atas
ketidakadilan, ia menjadi anak yang gigih dalam pendiriannya, ia yakin akan
sesuatu yang dianggapnya benar (13). Kala kecil memiliki ciri fisik kulit hitam
yang kusam, rambut keribo yang bergerombol, mata sipit nyaris tanpa alis, dan
tubuh yang tidak pernah lebih tinggi dari pucuk tanaman jagung yang masih muda
(14). Kala remaja tumbuh menjadi Kala yang ramah, ceria, juga hangat pada
siapapun (15). Kala bisa menghargai orang yang telah baik tehadapnya, yang
sudah membiayai Kala sekolah (16). Kala mau mengerjakan pekerjaan-pekerjaan
yang padahal itu bukanlah tugas Kala (17), (18), (19), (20). Kala dengan baik hati
bersedia untuk meringankan pekerjaan orang lain (21). Meskipun Kala dikenal
sebagai seorang yang sabar, tetapi ia pernah memaki seseorang meski hanya
dalam hati (22). Kala adalah gadis yang ramah, rajin, cekatan, mau bekerja keras,
dan tak pernah mengeluh, yang selalu dicari oleh siapa pun yang butuh bantuan
atau sekedar uluran tangan dan semua senang dengan Kala (23). Kala mulai
memikirkan tentang pernikahan (24). Meskipun Ela bukanlah anaknya tetapi Kala
berusaha memberikan perlindungan terhadap Ela dari pertengkaran yang di
dengarnya (25), (26). Kala selalu ingin membantu dengan setiap jerih payah
pikirannya (27). Kala juga sangat peduli terhadap perasaan seorang wanita (28),
(29). Kala sakit-sakitan karena disebabkan beban perasaan yang ia rasakan, ia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
banyak mengalami kehilangan orang-orang yang dicintainya (30). Kala adalah
seseorang yang tidak ingin membuat orang lain susah akan kehadirannya (31).
Kala menemukan jawaban bahwa semua yang ia lakukan dalam kehidupannya
tidaklah melulu harus selalu yang bisa dilihat nyata, tetapi sesuatu yang telah
membekas dalam hati pada orang-orang yang ditinggalkannnya (32).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
BAB III
PLOT DALAM NOVEL JEJAK KALA
KARYA ANINDITA S. THAYF
Plot memiliki tahapan-tahapan bagian. Seperti rincian yang dikemukakan
oleh Tasrif (dalam Nurgiyantoro, 2005: 149-150) bahwa rincian yang
membedakan tahapan plot menjadi lima bagian. Kelima tahapan itu adalah:
Pertama, tahap situation atau tahap penyituasian, tahap yang terutama berisi
pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh(-tokoh) cerita. Tahap ini
merupakan tahap pembukaan cerita, pemberian informasi awal, dan lain-lain yang
terutama berfungsi untuk melandastumpui cerita yang dikisahkan pada tahap
berikutnya. Kedua, adalah tahap generating circumtance atau tahap pemunculan
konflik, masalah(-masalah) dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya
konflik mulai dimunculkan. Jadi tahap ini merupakan tahap awalnya munculnya
konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi
konflik-konflik pada tahap berikutnya. Tahap ketiga adalah tahap rising action
atau tahap peningkatan konflik, konflik yang telah dimunculkan pada tahap
sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya.
Peristiwa-peristiwa dramatik yang menjadi inti cerita semakin mencekam dan
menegangkan. Tahap empat adalah tahap climax atau klimaks, konflik dan atau
pertentangan-pertentangan yang terjadi, yang dilakui ada atau ditimpakan kepada
para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Klimaks sebuah cerita akan
dialami oleh tokoh(-tokoh) utama yang yang berperan sebagai pelaku atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
penderita terjadinya konflik utama. Dan tahap yang kelima adalah tahap
denoument atau tahap penyelesaian, konflik yang telah mencapai klimaks diberi
penyelesaian, ketegangan dikendorkan. Konflik-konflik yang lain, sub-konflik,
atau konflik-konflik tambahan, jika ada, juga diberi jalan keluar, cerita diakhiri.
Pada bab ini penulis akan membahas lima tahapan plot tersebut diatas.
3.1 Tahap Situation atau Tahap Penyituasian
Tahap Situation atau tahap penyituasian adalah tahap yang terutama berisi
pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh(-tokoh) cerita. Tahap ini
merupakan tahap pembukaan cerita, pemberian informasi awal, dan lain-lain
yang, terutama, berfungsi untuk melandastumpui cerita yang dikisahkan pada
tahap berikutnya.
Tahapan ini dapat dilihat pada kutipan-kutipan berikut.
Kutipan berikut menjelaskan tentang latar tempat cerita dalam novel Jejak
Kala dikisahkan dan juga informasi tentang tempat dan waktu yaitu di Kaki
Gunung Boliohutu pada tahun 1963. Informasi tentang tempat dan waktu tersebut
terdapat pada kutipan (33). Pada kutipan (34), mulai diperkenalkan adanya tokoh
Emak dan juga tokoh Kala. Sebagai tokoh utama dalam cerita, Kala, sudah
diperkenalkan tentang rutinitas Kala setiap hari. Kala harus selalu bangun pagi
untuk segera bekerja di tempat Pak Dukuh. pengenalan yang di dapat adalah
Emak sebgai ibu dari Kala juga tempat dimana Kala bekerja setiap hari yaitu di
tempat Pak dukuh.
(33) Kaki Gunung Boliohutu, 1963 (Thayf, 2009: 1). (34) Tiap hari begini. Selalu seperti ini. Tanpa pernah ada yang berubah
sejak kakinya mulai lincah berjalan dan tangannya cekatan bekerja,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
dan emak membawanya ke rumah Pak Dukuh entah beberapa tahun yang lalu. Tepatnya, Kala sudah tidak ingat. Mungkin, rupa-rupa keranjang beban selalu dibawa di atas kepalanya mendesak keluar sebagian ingatan itu lewat keringat yang membasahi rambut. Sebelum subuh benar-benar mengakhiri malam, emak sudah lebih dulu mengakhiri kenikmatan lelapnya dengan tepukan lembut di pipi. “Kala, bangun! Waktunya mulai bekerja,” bisik perempuan itu tegas, sangat dekat di telinga. Seketika buyarlah mimpi-mimpi Kala (Thayf, 2009: 3).
Kutipan (35) berikut memberikan pengenalan tokoh Kala waktu kecil,
bahwa Kala kecil masih ingusan, tingginya masih setinggi anak pohon pisang dan
belum bisa bersekolah. Kutipan tersebut di atas juga mengenalkan adanya tokoh
Bu Dukuh.
(35) Masih ingusan, menurut orang-orang yang sering melihatnya melap ingus dengan baju. Masih setinggi anak pohon pisang, komentar tetangganya, si pemilik kebun pisang. Masih belum bisa bersekolah, kata istri Pak Dukuh (Thayf, 2009: 4).
Kutipan (36) berikut memberikan informasi tentang tokoh Kala, bahwa
Kala adalah seorang yang optimis.
(36) “Ah”, mungkin nanti jika aku sudah tidak ingusan lagi, tubuhku bertambah tinggi. Dan, kalau sudah bersekolah, emak tidak akan menyuruhku bekerja seperti ini,” “Jika sudah begitu, aku bisa bermain sepuas hati dari pagi sampai sore. Wah senangnya!” (Thayf, 2009:5).
Kutipan (37) menggambarkan bagaimana situasi latar saat Kala harus
menuju ke sungai. Kutipan ini juga menjelaskan pekerjaan Kala yang harus
menuju sungai untuk mencuci pakaian dan mengambil air untuk memasak.
(37) Kala sangat hafal jalan menuju sungai jernih yang mengalir lancar di kaki bukit sana. Dari rumahnya, ia cukup berjalan lurus melintasi hamparan padang ilalang, terus hingga sampai ke sisi tanah yang melandai. Selanjutnya, Kala harus turun melalui jalan setapak yang licin dan berlumut, memutari rimbun bambu, sebelum kemudian tiba di sungai yang dituju. Sungguh tidak butuh waktu yang lama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Karenanya, tugas mencuci pakaian dan mengambil air untuk masak pun bisa ia selesaikan cukup cepat (Thayf, 2009: 5).
Kutipan (38) berikut menunjukkan latar dan keadaan perjalanan yang
harus ditempuh Kala saat berangkat dari rumah menuju tempat kerjanya yaitu di
tempat Pak Dukuh.
(38) Ada pun rumah Pak Dukuh begitu jauh dari rumahnya. Melewati sebuah hutan kecil, kebun, halaman rumah orang, menyusuri jalan besar, hingga tiba di sebuah rumah paling besar di tangah desa. Di rumah itulah, Kala bekerja sebagai pesuruh dengan bayaran kecil. Suasana di rumah Pak Dukuh cukup terang karena ada lampu minyak kecil di teras depan dan bagian belakang rumah. Sebaliknya, di sepanjang jalan menuju ke tempat itu sungguh gelap, apalagi di hutan. Benar-benar gelap! (Thayf, 2009: 5-6).
Kutipan (39) memberikan informasi adanya tokoh Ina (anak perempuan
Pak Dukuh) yang suka mengejek Kala.
(39) Baru kali ini Kala berlari sekencang itu, seakan berlomba dengan angin. Wajar saja, ia benar-benar takut. Mau menangis rasanya. Untunglah, tidak ada anak majikannya, Ina yang melihat. Jika tidak, wah, sudah pasti dirinya akan mendapat ejekan baru dari si mulut cerewet itu: Kala si penakut (Thayf, 2009: 7).
Kutipan (40) memberikan gambaran tentang kepatuhan Kala kepada
Emak.
(40) Sejak mulai bekerja pada Pak Dukuh, selama itu pula Kala harus melewati hutan kecil itu sendirian, tanpa ditemani emak yang sudah lebih dulu pergi berkeliling mengumpulkan kayu bakar untuk dijual di pasar, demi kepatuhannya pada emak, Kala terpaksa harus melawan rasa kantuk, dingin, dan takut itu hari demi hari (Thayf, 2009: 7-8).
Kutipan (41) berikut memberikan gambaran tokoh Kala yang
membayangkan dalam benaknya bahwa sangat enak menjadi anaknya Pak dukuh.
(41) Tidak ada yang lebih enak selain menjadi anaknya Pak Dukuh, begitu menurut Kala. Sambil bersusah payah menimba air dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
sumur untuk mengisi penuh bak mandi, dicobanya mengingat-ingat apa saja keenakan itu. “Bisa tidur lebih lama,” ucap Kala spontan dalam hati (Thayf, 2009: 8).
Kala kecil belajar untuk menyadari ada banyak hal yang lebih penting
daripada dirinya sendiri. Kala menyadari bahwa apa yang dilakukan Kemi
merupakan hal yang sangat penting bagi keluarga mereka, terutama karena Kemi
menghidupi keluarga. Kala juga belajar lebih menghargai Kemi dan pekerjaanya
setelah mendengar jawaban Emak. Hal tersebut digambarkan pada kutipan
berikut, sekaligus memberikan informasi bahwa Kemi adalah kakak perempuan
Kala.
(42) Mengapa Kemi boleh tidur lebih lama, sedangkan aku tidak? Sekali waktu pertanyaan itu pernah diutarakannya kepada emak. “Karena kakakmu punya pekerjaan yang lebih berat dan penghasilan yang lebih besar. Ia harus seharian menjaga toko dan tidak boleh mengantuk, kecuali ia akan menghitung uang dan merugikan majikannya. Bukankah kita tidak ingin kakakmu dipecat gara-gara kurang tidur?” jawab emak. Sejak itu, Kala berhenti mengomel jika melihat Kemi masih meringkuk di balik kehangatan sarung, sementara dirinya harus mulai berbaur dalam selimut kabut pagi yang dingin (Thayf, 2009: 8-9).
Kutipan berikut memberikan pengenalan pada tokoh Ina yang paling anti
diperintah. Juga adanya tokoh yang bernama Kei (anak bungsu Pak Dukuh) –
adik Ina.
(43) Ia tahu, Ina paling anti-diperintah, kecuali oleh bapaknya. Tapi, apa boleh buat, bocah perempuan yang lebih tua beberapa tahun dari Kala itu tidak bisa mengelak dari kebenaran kata-kata Kala. Si bungsu, Kei, memang akan bangun sebentar lagi (Thayf, 2009: 9).
Dalam kutipan berikut terdapat pengenalan juga pelukisan tokoh Pak
Dukuh yang bertubuh pendek dan gemuk dan cepat marah tanpa alasan. Pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
kutipan berikut juga digambarkan bahwa Kala adalah seorang anak yang senang
berfantasi, Kala membayangkan Pak Dukuh seperti benda atau bentuk dari
makanan dan juga bentuk dari tanaman.
(44) Begitu Kei selesai, giliran Pak Dukuh yang mendatangi kamar mandi. Ia adalah seorang laki-laki paruh baya bertubuh bulat. Betul bulat! Menurut Kala, semua yang ada pada majikannya itu serba bulat; tubuh pendek yang gemuk, lengan dan kaki serupa lontong padat, perut buncit mirip separuh bola, dan bentuk wajah yang sesempurna bulan di hari kelima belas. Bahkan Kala melihat kalau jari-jari Pak Dukuh pun mirip bulat-bulatan jahe-membuatnya selalu tertawa jika kebetulan teringat hal itu saat sedang berbelanja di pasar. Pak Dukuhlah yang paling lama mandi di antara semua penghuni rumah itu. Ia selalu masuk kamar mandi sambil tersenyum kecut dan keluar dengan senyuman lebar. Hampir mirip sifat kei, Pak Dukuh cepat marah tanpa alasan (Thayf, 2009: 11).
Kutipan berikut menginformasikan adanya tokoh Salma (anak perempuan
tertua Pak Dukuh; kakak perempuan dari Ina dan Kei) dan pelukisannya dalam
cerita. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut.
(45) Berikutnya sudah menunggu anak tertua majikan Kala, Salma. Ia yang sejak tadi duduk di ruang tengah segera bangkit berdiri begitu melihat bapaknya keluar dari kamar mandi dengan leher berkalung handuk. Dari ruang tengah yang pintunya hanya diberi kain tipis, suasana kamar mandi dan ruang cuci terlihat cukup jelas. Sambil tersenyum ramah, gadis hitam manis itu berjalan mendekati Kala yang tampak kelelahan (Thayf, 2009: 11).
Tokoh Salma dipaparkan pelukisan ciri fisiknya, seperti pada kutipan
berikut.
(46) Ia juga menggumi fisiknya; rambut ikal panjang sepunggung, bibir tipis yang merah, hidung mungil berujung lancip, san mata bulat yang berpayung bulu mata lentik. Sungguh cantik Kak Salma! (Thayf, 2009: 12).
Tokoh Kala kecil digambarkan sebagai tokoh yang sabar melakukan
sesuatu. Kala sadar akan tanggung jawab pada pekerjaannya bahwa pekerjaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
yang dilakukannya itu haruslah selesai meskipun pekerjaan itu cukup berat untuk
ukuran umur seorang bocah seperti Kala. Hal tersebut terdapat pada kutipan
berikut.
(47) “Kala! Kalau baknya sudah penuh, istirahatlah dulu, Nak. Pergilah ke dapur untuk sarapan pagi. Bukankah setelah aku tidak ada lagi yang mandi pagi?” (Thayf, 2009: 12).
(48) “Iya, Bu. Sebentar lagi,” Kala menjawab setengah berteriak sambil terus menarik tali timba dengan tangannya yang mulai gemetar. Bayangkan, ia sudah menimba satu jam lebih, tapi bak itu tidak pernah bertahan penuh karena selalu saja ada yang mandi (Thayf, 2009: 12-13).
Pelukisan tokoh Bu Dukuh (istri Pak Dukuh-majikan Kala) terdapat pada
kutipan berikut.
(49) Suara keibuan yang hangat itu adalah suara istri Pak Dukuh. ia seorang perempuan berkulit putih seperti Ina, berambut ikal seperti qSalma, dan berbadan gemuk-besar seperti Kei. Kala hafal sekali dengan raa keakraban yang ditawarkannya (Thayf, 2009: 12).
Kutipan berikut menginformasikan adanya tokoh Ano dalam cerita,
diceritakan juga bagaimana penggambaran tokoh Ano. Ano adalah tukang masak
di rumah Bu Dukuh tempat Kala bekerja. Berikut kutipannya.
(50) “Tadi Ano masak nasi goreng terasi,” ucap Bu Dukuh sambil berjalan mendekat. Ano adalah tukang masak di rumah itu (Thayf, 2009: 13).
(51) Lalu, terbayang dalam kepala Kala, sosok si tukang masak, Ano. Seorang perempuan tua bertubuh agak bongkok dan berambut cepol sedang berdiri dengan tubuh mengerut di depan kompor, sembari memegang penggorengan (Thayf, 2009: 13).
Tokoh Kala kecil digambarkan sebagai seorang anak yang bertubuh kecil
dan pendek. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan percakapan Kala dengan Ano
(tukang masak Bu Dukuh) saat sedang berada di dapur saat sedang makan sebagai
berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
(52) “He-eh. Aku hanya makan ikan kecil-kecil, nasi, dan sambal.” “Nah, itu dia. Makanya tubuhmu seperti itu terus sejak dulu.” “Seperti bagaimana?” “Kecil dan pendek.” (Thayf, 2009: 15).
Kala kecil digambarkan senang berfantasi dengan hal-hal yang
dijumpainya. Dalam kutipan berikut, saat Kala berada di pasar bersama Bu
Dukuh, Kala berkhayal layaknya anak-anak seusianya, dan khayalan itu dirasa
sangat indah baginya. Berikut kutipannya.
(53) Di mata Kala, panggung itu sangat tinggi. Dia harus membuang kepalanya jauh ke belakang untuk dapat melihat dengan jelas hingga ke puncak. Di matanya, undak-undakan itu serupa tangga menuju langit dan membuat si penjual yang sedang duduk di puncak sana seakan-akan tinggal di atas gunung tinggi. Gunung yang ditumbuhi sabun mandi, bedak, sisir, dan bermacam barang jualan lain, bukan rumput atau bunga. Oh, betapa menyenangkan! (Thayf, 2009: 16).
Pada kutipan berikut, tokoh Kala kecil digambarkan sebagai bocah yang
pantang menyerah, Kala mempunyai semangat yang besar. Kala harus membawa
barang belanjaan yang dibeli Bu Dukuh ditumpangkan di atas kepalanya
walaupun beban itu dirasa cukup berat bagi Kala.
(54) Tanpa berkata-kata, Kala mempersiapkan kepalanya untuk kembali ditumpangi beban. Sehelai kain lusuh yang berfungsi sebagai pengalas dilipatnya beberapa kali hingga cukup tebal, sebelum kemudian ditaruh tepat di puncak kepala. Setelah itu, barulah meletakkan keranjang belanjaan yang berat itu di atasnya dengan hati-hati. Sesaat, leher Kala tampak menggigil menerima beban di luar kemampuannya. Tapi, dengan semangat yang besar, Kala menguatkan-nguatkan lehernya hingga bertonjolanlah urat-urat yang ada di situ (Thayf, 2009: 18-19).
Pada kutipan berikut digambarkan bahwa Kala belajar untuk bekerja keras
dan menghargai pekerjaan orang lain. Pekerjaan di rumah Pak Dukuh harus
dikerjakan dengan penuh tanggung jawab, dan Kala juga tahu Emaknya berusaha
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
memenuhi tanggung jawab itu sebagai pekerja di rumah Pak Dukuh. Kala tidak
senang melihat ibunya bekerja terlalu keras, apalagi karena anak-anak Pak Dukuh
yang tidak pernah menghargai pekerjaan Emak.
(55) Kala menemukan emak sedang menyikat sebuah celana selutut berwarna merah. Tanpa perlu bertanya, ia sudah tahu siapa pemiliknya. Ina. Hanya anak itu yang suka berpakaian warna mencolok seperti merah dan kuning. Pun, tiasa yang lain selain Ina yang pakaiannya paling kotor karena kerap dipakai memanjat pohon atau duduk sembarangan. Setiap kali melihat susahnya emak menhilangkan noda kotor akibat ulah Ina itu, ingin rasanya Kala mencelup semua pakaian berwarna ke dalam seember cat hitam agar noda yang ditinggalkannya tidak begitu kelihatan. Apalagi, Kala selalu mendengar Ina mengadu pada mamaknya bahwa emak tidak bersih mencuci, tanpa mau tahu betapa kerasnya usaha emak menyikat pakaian itu tanpa membuatnya sobek (Thayf, 2009: 19-20).
Meskipun Kala sudah merasakan capek, tetapi ia seperti tidak pernah
kehabisan tenaga. Kala digambarkan sebagai seorang anak yang selalu bersedia
dan ingin membantu meringankan pekerjaan orang lain. Hal tersebut terdapat pada
kutipan berikut.
(56) “Mmm... aku akan membantu Emak saja. Biar cuciannya bisa segera dijemur,” jawab Kala cepat sebelum terdengar ada yang mengomel lagi (Thayf, 2009: 21).
Pengenalan terhadap adanya tokoh Pak Zae. Pak Zae adalah buruh tani
yang dipekerjakan oleh Pak Dukuh. Pak Zae juga digambarkan sebagai orang
yang suka mencaci. Berikut kutipannya.
(57) “Maaf, Pak Zae. Bukan salahku,” jawab Kala ketika sudah mendekat, “Tapi Ano baru saja selesai memasak.” (Thayf, 2009: 26).
(58) “Perawan tua itu memeang begitu,” Pak Zae seakan berbicara pada dirinya. “ Selalu bikin kesal dengan tingkahnya yang aneh. Mungkin sengaja cari perhatian atau apalah. Dasar perempuan tidak laku! Lalu terdengar dengus kerasnya mengakhiri omongan (Thayf, 2009: 26).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
(59) “Kasihan Ano, sudah capek-capek memasak, malah dicaci,” gumam batinnya keras. Rasa tidak enak hati terpancar di wajah Kala saat ia bergegas menaruh barang bawaannya dan mulai sibuk mempersiapkan makan siang untuk kesepuluh buruh tani Pak Dukuh yang pasti sudah kelaparan (Thayf, 2009:26).
Tokoh Kala kecil digambarkan sebagai tokoh yang sadar akan tanggung
jawab yang besar di usianya yang masih kanak-kanak. Meskipun begitu Kala kecil
tetaplah kanak-kanak yang masih mempunyai keinginan untuk bermain seperti
anak-anak kecil lainnya. Tetapi keinginannya hanya bisa ia lakukan dalam angan
dan Kala cukup bisa menerima keadaan yang berbeda itu, bahwa Kala sadar akan
tanggung jawab yang diembannya dan karena Kala juga tidak ingin menyusahkan
orang lain akibat dari kesalahannya. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut
ini.
(60) Andai saja ada yang tahu isi hati Kala, sebenarnya ia sangat ingin bermain di tengah siang yang terik begini. Membasahi yang telah dipakainya bekerja sejak subuh dengan kesejukan air, seperti tingkah segerombolan anak-anak yang dilihatnya saat melewati jembatan tadi. Mereka berkecipak-cipak girang tanpa beban di sengai kecil berair kecil yang bahagia. Sayang, Kala tidak bisa begitu. Jika ia memaksa singgah walau sebentar, sudah pasti telinganya akan mendengar omelan banyak orang. Pak Zae yang kelaparan, Ano yang terlalu lama kehilangan cerek dan gelas, dan emak yang mendapat teguran Bu Dukuh - karena laporan Pak Zae. Kala hanya bisa bermain air dalam angan, seperti biasa. Memang tidak semenyenangkan yang nyata, tapi cukuplah menerbitkan senyum di bibir bocah itu (Thayf, 2009: 27).
Kala digambarkan sebagai anak yang ingin menjadi seseorang yang
disukai oleh orang lain dan orang lain bisa merasa nyaman berada di dekatnya,
Kala tidak ingin dibenci orang-orang. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut.
(61) “Um, aku ... aku kalau marah, malah merasa tidak enak ya, Ano? Seperti sedang sakit gigi. Semua serba murung. Makin tidak enak. Tidur tidak enak. Dan rasanya, wajahku tiba-tiba berubah menyeramkan sehingga orang-orang malah menjauh, termasuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
emak dan kemi. Padahal, aku tidak ingin begitu, Ano. Aku ingin semua orang suka berada di dekatku. Makanya, aku berusaha untuk tidak marah. Aku tidak mau dibenci orang-orang.” (Thayf, 2009: 32 -33).
Kala kecil juga digambarkan pula seorang anak kecil yang sudah mampu
untuk mengurus dirinya sendiri juga dalam hal mengurus keperluan makan
anggota keluarganya (Emak dan Kemi-kakak perempuan Kala). Hal ini dapat
dilihat dalam kutipan berikut.
(62) Aroma khas ikan goreng masih mengapung di langit-langit rumah ketika Kemi datang. Kala baru saja selesai memasak. Ia sedang sibuk mengaduk-aduk nasi panas dalam bakul sambil sesekali meniup-niup uapnya yang memedihkan kulit (Thayf, 2009: 36).
3.2 Tahap Generating Circumtance atau Tahap Pemunculan Konflik
Tahap generating circumtance atau tahap pemunculan konflik merupakan
tahap yang memunculkan masalah(-masalah) dan peristiwa-peristiwa yang
menyulut terjadinya konflik. Jadi tahap ini merupakan tahap awal munculnya
konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi
konflik-konflik pada tahap berikutnya.
Tahapan ini dapat dilihat pada kutipan-kutipan berikut.
Kutipan (63), Kala memulai kenakalannya, seperti sengaja mengoleskan
getah buah jambu monyet pada apel yang akan dimakan Pak Zae, sehingga Pak
Zae jadi gatal-gatal. Pada kutipan (64), (65) dan (66), Kala juga menaruh kertas
ulangan Ina di meja sehingga dilihat oleh orang tua Ina yang sebelumnya Ina telah
dengan sengaja menaruh kertas ulangannya yang mendapat nilai jelek itu di
tumpukan sampah yang siap di bakar oleh Kala saat setelah menyapu halaman
dengan maksud supaya nilai ulangan yang jelek itu tidak diketahui oleh mamak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
juga bapaknya, hal itu membuat Ina sangat marah dan akhirnya terjadi perkelahian
Ina dengan Kala. Kutipan (67), kenakalannya ini adalah sebagai bentuk protes
terhadap keputusan yang telah diambil Emak bahwa Kala harus ikut bersama
majikannnya yang baru, pindah dan bekerja di kota. Alasan Kala melakukan
kenakalan itu karena disebabkan oleh perasaan Kala yang merasa bahwa Emak
sengaja berbuat begitu untuk menyingkirkannya, bahwa Emak tidak mau
mengurusnya lagi dan Emak ingin membuang Kala dan juga Emak merasa malu
dengan Kala, dan juga karena Kala sebenarnya tidak ingin pergi ke kota. Itulah
yang ada dalam benak Kala saat ia tahu Emak mengambil keputusan atas dirinya.
Berikut kutipannya.
(63) O, ho, ho! Kala menahan gelinjang kesenangan di hatinya. Getah itu kini sudah menyebar. Bercak-bercak cokelatnya tampak dimana-mana. Rencananya berhasil. Tak lama lagi, getah yang berasal dari buah jambu monyet, yang sengaja diolesnya dengan hati-hati ke seluruh permukaan apel, akan membuat Pak Zae bertingakh mirirp monyet sungguhan, menggaruk kulitnya yang gatal terkena getah (Thayf, 2009: 51).
(64) “Ternyata kau sudah berani melawan ya, Kala,” Ina membuka percakapan dengan suara perlahan, tapi kemudian berubah sengit, “Katakan padaku! Apa maksudmu menaruh kertas-kertas itu di atas meja?! Bukankah kertas itu sudah kutaruh di antara tumpukan dun kering yang akan kau bakar sore nanti? Lalu, mengapa tidak kau bakar saja seperti biasa? Apakah kau tidak tahu betapa marahnya Mamak dan Bapak padaku tadi? Sekarang, aku kena hukuman. Kena omelan. Itu semua gara-gara kau, Kala!” (Thayf, 2009: 52-53).
(65) Tubuh Ina yang lebih tinggai membuat Kala tidak mungkin balas menarik rambut anak itu, apalagi potongannya pendek model laki-laki. Kala juga tidak mungkin menggigit lengan Ina yang tergantung cukup tinggi dari mulutnya. Maka, dengan mengandalkan naluri, Kala memulai serangan dengan terlebih dulu menghantamkan tumitnya pada punggung kaki Ina kuat-kuat (Thayf, 2009: 54-55).
(66) Dari wajahnya yang memucat dan lelehan air mata di kedua sisi pipi, Kala tahu betapa parah rasa sakit yang dirasa Ina saat ini,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
lebih sakit daripada benturan tanpa sengaja kaki meja pada tulang kering (Thayf, 2009: 55).
(67) Kala pun sengaja berbuat nakal untuk menyakiti hati perempuan itu, sekaligus sebagai protes atas keputusan yang telah diambil emak. Selain itu, Kala juga berpikir bahwa mungkin saja tamu-tamu Pak Dukuh akan batal mengajaknya ke kota jika ia menunjukkan sikap nakal (Thayf, 2009: 59).
Kala merasa sakit dan sedih, bukan cuma sakit fisik karena akibat dari
kenakalannya ia dipukuli pantatnya dengan tongkat bambu oleh Emak, yang
selama ini tidak pernah menyakiti fisiknya. Dari peristiwa itu Kala merasakan
bentuk perbedaan, perbedaan fisik Kala dengan Kemi dan juga perbedaan sikap
Emak kepada Kala yang berbeda daripada sikap emak ke Kemi bahwa Kala
merasa emak selalu perhatian dan dan tidak pernah terlalu keras pada Kemi. Pada
kutipan ini juga dipaparkan kembali ciri-ciri fisik Tokoh Kala. Berikut
kutipannya.
(68) Dengan memendam rasa sakit dan kecewa, bocah itu memaksa kakinya berlari menjauhi petak kamar kecil di bagian belakang rumah Pak Dukuh, tempat ia menerima hukuman tadi. Meninggalkan Emak yang duduk termenung di depan meja setrika setelah kelelahan memukul dan mengomel, melarikan diri dari seluruh penghuni rumah itu terutama Ina. Tanpa peduli tatapan penuh selidik orang-orang yang dijumpainya sepanjang perjalanan , Kala membiarkan kakinya menentukan arah ke mana semua sakit hati dan kecewa itu akan ia labuhkan (Thayf, 2009: 58).
(69) Entah sejak kapan, Kala mulai bisa melihat perbedaan yang ada antara ia dan kakaknya itu. Kulit hitam yang kusam dan kering, rambut kribo yang bergerombol serupa kembang kol, mata sipit yang nyaris tanpa alis –saking tipisnya- dan tubuh yang seakan tidak pernah lebih tinggi dari pucuk tanaman jagung yang masih muda. Berlawanan dengan milik Kemi. Tapi, perbedaan yang palling menyakitkan bagi Kala adalah sikap Emak. Seingatnya, Emak selalu perhatian dan tidak pernah terlalu keras pada Kemi. Yang terjadi pada dirinya adalah kebalikan daripada itu. Kata-kata Emak selalu tegas padanya. “Kerja, kerja, dan kerja,” itulah yang tak henti diserukan emak di telinga Kala sejak hari masih terlalu dini untuk dimulai hingga petang tiba. Adakah ia benar-benar anak Emak atau bukan? Pertanyaan serupa itu selalu membuat kepalanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
tiba-tiba sakit. Bocah itu mengerutkan dahi dalam-dalam sambil meringis pedih (Thayf, 2009: 59-60).
(70) Lama, Kala bertahan dalam posisi itu, tak bergerak. Entah tidur atau melamun, yang pasti, semua kejadian di hari ini datang silih berganti dalam pikirannya, berseling rasa kecewanya pada Emak-yang jika makin diingat, kecewa itu berubah jadi marah, lalu benci. Ya ia benci pada emak yang telah menghukumnya begitu rupa, padahal menurutnya, kesalahan itu tidaklah sedemikian besar. Ia juga benci pada Ina yang tidak mendapat hukuman sama sekali dari mamak atau bapaknya, padahal anak itulah yang sering berbuat salah dan mengawali perkelahian. Pak Zae juga dibencinya karena langsung melapor pada Bu Dukuh begitu merasa dirinya dijahili Kala, padahal sejak pertama kali mandor itu melakukan hal serupa pada Kala, dirinya tidak perna dilaporkan. Baru kali ini, Kala merasa dunia begitu pilih kasih. Begitu kejam. Ia pun mulai berpikir untuk membenci dunia. Maka, direngutkan wajahnya (Thayf, 2009: 60-61).
Pada kutipan berikut dipaparkan tentang informasi tentang adanya tokoh
sepasang suami istri yaitu Kak Tien juga Kak Banar sebagai majikan Kala yang
baru di kota. Sepasang suami istri ini telah sebelumnya datang ke tempat Pak
Dukuh untuk mencari seorang anak perempuan yang masih kecil tetapi sudah bisa
bekerja, dan bekerja sebagai pengasuh anak dari pasangan suami istri majikan
baru Kala tersebut. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut.
(71) Tamu dari kota itu mencari seorang anak perempuan yang masih kecil, tapi sudah bisa bekerja, untuk dijadikan teman sekaligus pengurus anak pertama mereka (Thayf, 2009: 67).
(72) “Mulai sekarang, panggil saja aku ‘Kak’. Kak Tien,” tegasnya (Thayf, 2009: 69).
(73) “Dan suamiku itu,” selanjutnya, Kak Tien menunjuk ke sosok laki-laki yang duduk di kursi penumpang depan, sebelah sopir, “panggil saja ‘Kak Banar’.” (Thayf, 2009: 69).
Terdapat informasi yang menjelaskan tentang latar tempat yaitu di Manado
dan latar waktu yaitu pada tahun 1969 dan juga memeberikan gambaran tentang
tokoh Kala bahwa ia sudah bukan anak kecil lagi. Hal ini terdapat pada kutipan
berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
(74) Manado, 1969 (Thayf, 2009: 71). (75) Sosok itu memang kecil, tapi ia sudah bukan anak kecil lagi.
Sikapnya menunjukkan itu, begitu pula perubahan di beberapa bagian tubuh yang tampak membesar dan menonjol, meski terkadang berusaha ia samarkan dengan berjalan agak membungkuk atau menutupinya dengan buku yang didekap dekat di dada (Thayf, 2009: 71).
Kala mengalami masalah dengan tahun-tahun pertamanya di kota. Sangat
terasa berat baginya, bahkan juga pandangan orang-orang terhadapnya, ini
dikarenakan oleh penampilan Kala yang berbeda dengan orang kota. Termasuk
juga saat Kala menjalani proses belajarnya di sekolah, Kala sangat lemah dalam
hal ulangan dan kala harus berjuang keras untuk bisa lulus karena sebelumnya
Kala pernah tinggal kelas. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut.
(76) Gadis kecil itu menatap bengong kertas kosong di depannya. Ia tidak tahu mau menulis apa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tertulis di papan tulis. Otaknya memang selalu begini tiap kali masa ulangan tiba; sekonyong-konyong kosong melompong, seolah tak ada isi (Thayf, 2009: 75).
(77) Padahal, semalam ia sudah mati-matian menghafal hampir seluruh isi buku catatan pelajaran Bahasa Indonesianya, terutama bagian yang dikatakan Pak Guru akan keluar pada ulangan hari ini. Herannya, tidak sedikit pun dari yang dihafalnya itu teringat sekarang (Thayf, 2009: 76).
(78) Sungguh ia tidak mau tinggal kelas sekali lagi, seperti waktu kelas satu dulu (Thayf, 2009: 76).
(79) Tahun-tahun pertama Kala di kota terasa sangat berat. Ia merasa setiap orang selalu memandangnya dengan tatapan aneh seakan dirinya makhluk asing. Mungkin karena penampilannya yang dianggap kuno, dengan baju berpotongan sederhana dan sandal jepit butut. Apalagi, ditambah model rambut kribonya yang jarang dimiliki orang pada saat itu, sehingga jelaslah perbedaannya (Thayf, 2009: 83).
Kala dihadapakan dengan yang apa disebut cinta, sebuah cinta dari
seorang laki-laki yang sebelumnya telah berkenalan terlebih dulu dengan Kala,
laki-laki itu bernama Koesnaedi. Dia adalah seorang ajudan dari majikannya Kak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Banar. Kala telah jatuh cinta terhadap Koesnaedi. Cinta membuat Kala terbuai
oleh pesona dari laki-laki yang dikaguminya tersebut. Tetapi Kala juga tidak
menyadari dibalik cinta itu juga membawa rasa pahit yang dalam bagi Kala,
karena pemuda yang dicintainya ternyata telah memilih seorang perempuan yang
lain. Kala pun sakit bukan main. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut.
(80) “Pantas rasanya aku pernah lihat. Aku Koesnaedi. Ajuban baru Bapak,” ungkapnya memperkenalkan diri. “Karena kebetulan kita mau ke tempat yang sama, mari kuantar,” lalu ia mengajukan tawaran hangat itu seiring sepotong besar senyum tanpa pamrih pada bibirnya yang digantungi titik-titik air (Thayf, 2009: 100).
(81) Ah, betapa indah memang hidup dalam cinta. Semua warna ada, kecuali hitam dan kelabu. Semua rasa tumpah ruah, hingga kedua sudut bibir selalu belepotan senyum. Semua suara adalah simfoni. Semua gerakan bibir adalah tarian. Kala tak menyangkal melihat bintang di langit siang. Melihat pelangi di langit malam. O, indahnya cinta (Thayf, 2009: 102-103).
(82) Ternyata kenyataan tidak pernah mau berkompromi dengan ia yang sedang jatuh cinta. Tapi, sekali lagi, cinta telah membuat kaki Kala serasa tak jejak bumi. Selama hatinya tak henti menyanyikan nama sang kekasih, selama itu pula semua tampak indah di mata Kala (Thayf, 2009: 104).
(83) Setelah berbulan-bulan menikmati indahnya mimpi manusia yang sedang dimabuk asmara, dan berdiang dalam hangatnya gairah perapian cinta yang penuh asa, kini semuanya terpaksa harus berkahir. Mimpi dan api itu telah mati. Terganti perih yang nyeri. Lubuk hati menangis. Pedih teriris. Sakit yang tak terkikis (Thayf, 2009: 105).
(84) Laksana pedang, siapa sangka undangan perkawinan yang datang pagi tadi mampu memangkas pokok pohon cinta Kala dalam sekali tebasan kasar. Meninggalkan luka menganga penuh makna pada hatinya yang masih perawan. Berdarah-darah hingga menyembur ke limpa, ginjal, lambung, usus, jantung, paru-paru, dan melumeri seluruh isi otaknya. Membuat gadis itu sontak meriang dengan batin mengerang. O, cinta! Betapa kejam siksamu! Inikah balasan ketulusan itu (Thayf, 2009: 105).
Kutipan berikut memberikan informasi tentang tahun saat itu. Keterangan
tersebut juga dibarengi dengan keterangan kesusksesan Kak Banar. Berikut
kutipannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
(85) Tahun 1977 adalah tahun kesuksesan Kak Banar (Thayf, 2009: 107).
Kutipan berikut memberikan informasi tentang umur Kala. Kala telah
memasuki usia dua puluhan. Kala telah berhasil menyembuhkan dari sakit hatinya
karena Koesnaedi. Kutipan berikut juga memaparkan seperti apa ciri fisik juga
kepribadian Kala saat telah memasuki usia dua puluhan. Hal ini dapat dilihat pada
kutipan berikut.
(86) Kala telah memasuki usia dua puluhan. Ia berhasil menyembuhkan luka hatinya dan melewati hari-hari “patah” dengan menyibukkan diri mengikuti kursus keterampilan di sana-sini dan mulai membuka diri dengan orang luar, selain penghuni rumah. Teman dan kenalannya bertebaran di mana-mana. Semua kenal Kala. Semua senang padanya. Memang si Kribo bukanlah gadis berparas menarik, berkulit putih, bertubuh seksi, atau berambut indah yang selalu diharapkan datang ke setiap pesta ajojing para anak muda. Si Kribo Kala juga bukan gadis keluarga kaya yang selalu dihujani ajakan bergabung ke dalam salah satu geng muda-mudi yang merasa diri paling yahud. Tapi, si Kribo Kala adalah gadis yang ramah, rajin, cekatan, mau bekerja keras, dan tak pernah mengeluh, yang selalu dicari oleh siapa pun yang butuh bantuan atau sekadar uluran tangan. Kala, si Kribo Penolong (Thayf, 2009: 114).
Kutipan berikut menjelaskan tentang informasi tahun saat itu, yaitu tahun
1981. Berikut kutipannya.
(87) Pada tahun 1981, Iswadi tepat berusia 17 tahun (Thayf, 2009: 117).
Kala harus kehilangan seseorang yang selama ini telah tinggal bersama di
rumah Kak Banar. Ia adalah orang yang sangat baik kepada Kala, yaitu Kak Mien
(adik perempuan Kak Tien-majikan Kala di Kota). Kak Mien pergi karena harus
mengikuti suaminya yang berada jauh di ujung negeri usai melangsungkan
pernikahan dengan pria yang dicintainya. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan
berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
(88) Dalam banjir air mata, Kala melepas kepergian Kak Mien yang selalu bersikap baik padanya dan sudah ia anggap sebagai saudra sendiri. Baru kali ini, Kala menyadari betapa ditinggal pergi orang terkasih tak hanya menyedihkan hati. Ia merasa kehilangan (Thayf, 2009: 123).
Kala dihadapkan pada peristiwa-peristiwa yang membuatnya kawatir dan
mulai memikirkan tentang pernikahan, karena Kala sendiri juga mempunyai
harapan untuk menikah. Kekawatiran ini muncul setelah teman-teman sebaya
Kala sudah ada yang melewati jenjang pernikahan dan juga ada yang telah
memiliki anak, sementara sisanya telah mempunyai pacar dan bersiap menuju ke
jenjang itu. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut.
(89) Sebenarnya, Kala sendiri berada di antara himpitan dua rasa; senang dan khawatir. Lingkungan membuat Kala mulai memikirkan tentang pernikahan. Beberapa teman sebayanya sudah menikah dan memiliki anak, sementara sisanya, telah punya pacar dan bersiap menuju jenjang itu. Ada pun Kala malah belum pernah berpacaran sama sekali (Thayf, 2009: 129-130).
3.3 Tahap Rising Action Atau Tahap Peningkatan Konflik
Tahap rising action atau peningkatan konflik merupakan tahap pada
konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan
dikembangkan kadar intensitasnya. Peristiwa-peristiwa dramatik yang menjadi
inti cerita semakin mencekam dan menegangkan.
Tahap ini dapat dilihat pada kutipan-kutipan berikut.
Terdapat keterangan tampat dan waktu yang digambarkan sebagai latar
tempat dan waktu saat kejadian dalam novel berlangsung, yaitu di Manado pada
tahun 1990. Berikut kutipannya.
(90) Manado, 1990 (Thayf, 2009: 131).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Kala dihadapkan pada keadaan bahwa keluarga majikannya (Kak Tien dan
Kak Banar) sudah tidak harmonis lagi. Sepasang suami istri itu sering bertengkar
dan keadaan itu membuat Kala cemas. Kala cemas terhadap anak asuhnya yaitu
Ela, cucu dari Kak Tien dan Kak Banar, anak dari Iswadi dan Putri. Hal tersebut
dapat dilihat pada kutipan berikut.
(91) “ARGGHHH!! DIAM KAU, PEREMPUAN! Bisakah kau jaga mulutmu itu agar tidak selalu menjawab perkataanku, hah?! Benar-benar mau dihajar kau rupanya. Tidak hanya berani menuduh, tapi juga sudah mulai berani memerintah dan melawanku. DASR ISTRI DURHAKA! PEMBANGKANG!” (Thayf, 2009: 132).
(92) “Sudahlah, Kak. Telingaku sudah bosan mendengar omonganmu. Hatiku juga sudah bosan bersabar dan berpura-pura tidak peduli dengan omongan orang-orang tentang kelakuanmu di belakangku. Aku capek mengalah, Kak. Tidakkah kau capek membohongiku?” (Thayf, 2009: 134).
(93) “Kala kau dengar itu? Aku takut. Nenek dan kakek marahan lagi.” (Thayf, 2009:135).
(94) “Ya, Nak. Aku dengar. Ayo kita keluar saja ke depan sana. Tadi, aku lihat ada tukang es lilin parkir di rumah sebelah. Kita bisa makan es sambil menunggu ibumu dan Ori pulang. Mau, kan?” (Thayf, 2009: 135).
(95) Bocah itu menjatuhkan kepalanya ke dada Kala begitu tubuhnya sampai ke pelukan perempuan pengasuhnya. Saat itu, jelas terasa oleh Kala betapa jantung si kecil berdebar kencang (Thayf, 2009: 136).
(96) “Ia benar-benar takut,” bisik Kala kawatir. “Tenanglah, Ela. Kau aman bersamaku,” dengan penuh sayang, Kala lalu membisikkan kata-kata bujukan pada ank pertama Is itu seraya membawanya keluar pintu (Thayf, 2009: 136).
(97) “Tidak mungkin aku meninggalkan anakmu di dalam rumah yang seperti medan perang itu. Bisa celaka ia atau aku yang sudah gila,” Kala mengomel pelan sambil menurunkan Ela yang meronta ingin dilepaskan (Thayf, 2009: 137).
Kala dihadapkan pada keadaan majikannya yang seperti hilang harapan
untuk meneruskan rumah tangga dan bahtera perkawinan mereka. Kala mendapati
Kak Tien yang berkeinginan untuk bercerai dan Kala menjadi sangat kawatir. Hal
itu dapat dilihat pada kutipan berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
(98) Histerislah Kala. “Duh, Kakakku. Di mana kau akan tinggal jika cerai nanti? Siapa yang akan mengurusmu di sana? Bagaimana dengan Is? Bagaimana pula dengan Ela dan Ori? Oh, Kak. Sudahkah kau pikirkan baik-baik semuanya? Tolonglah, kau tenangkan hatimu dan pikirkan sekali lagi. Jangan lakukan ini, Kak,” ia berkata dalam satu tarikan napas. “Kau tidak pantas berkorban begitu banyak. Kau sudah punya cucu. Usiamu di ambang paruh baya. Nikmati saja hidup bersama orang-orang yang menyayangimu. Jangan pikirkan ia yang sudah tidak memikirkanmu lagi. Bukankah masih ada Is, Elvi, menantumu, dan cucu-cucumu yang lucu? Dan, sudah lupakah kau dengan aku, Kak Tien? Aku kan masih ada. Kalamu.” (Thayf, 2009: 139).
Perseteruan antara Kak Banar dengan Kak Tien sangat membuat Kala
panik, pikirannya pun juga ikut kacau hingga pikirannya pun juga ikut pusing.
Sikap Kala seperti ini disebabkan karena sungguh Kala hanya ingin keluarga
majikannya tersebut baik-baik saja dan tetap utuh. Itu karena Kala menganggap
dirinya juga telah jadi bagian dan sangat dekat dengan keluarga majikannya
karena telah lama hidup bersama dengan mereka meskipun Kala tidak punya
kedudukan penting dalam keluarga Kak Tien. Hal tersebut dapat dilihat pada
kutipan berikut.
(99) Seumur hidup, belum pernah Kala sepanik hari ini. Ia merasa rambutnya serentak memutih seiring sari-sari hidupnya terisap keluar lewat ubun-ubun. Beragam masalah telah menghantam Kala, tapi semua itu tidaklah membuat dirinya kacau balau disebabkan masalah itu hanya melibatkan ia seorang, dan kalau pun melibatkan orang lain tetap masih bisa ditanganinya karena ia punya kedudukan dalam masalah itu. Namun, kali ini, Kala hanyalah orang luar yang tidak bisa menerobos masuk dan ikut campur begitu saja. Bahakan Is, yang jelas darah daging Kak Banar dan Kak Tien, selalu terlihat menjaga jarak dengan masalah orang tuanya. Sampai pusing kepala Kala memikirkan cara yang harus ia lakukan untuk membantu Kak Tien menyelesaikan hal itu tanpa melukai banyak orang (Thayf, 2009: 139-140).
(100) “Sudahlah, Kala. Kau tidak perlu susah-susah berpikir tantang sesuatu yang bukan masalahmu,” Kak Tien menegur Kala ketika dilihatnya dahi perempuan berambut kribo itu mengerut dalam (Thyaf, 2009: 140).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
(101) “Kata siapa bukan masalahku?!” Kala tiba-tiba memekik tak terima. Namun, ia cepat sadar dengan sikap berlebihannya itu, suaranya pun dipelankan, “Maafkan aku, Kak. Aku terlalu menyayangi kalian dan sudah menganggap diriku bagian dari keluargamu. Karenanya, aku berusaha meyelamatkan keutuhan dan kedamaian itu, Kak.” (Thayf, 2009: 140).
3.4 Tahap Climax atau Klimaks
Tahap climax atau tahap klimaks adalah saat konflik dan atau
pertentangan-pertentangan yang terjadi, yang dilakui ada atau ditimpakan kepada
para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Klimaks sebuah cerita akan
dialami oleh tokoh(-tokoh) utama yang berperan sebagai pelaku penderita
terjadinya konflik utama.
Klimaks pada novel ini terjadi saat tokoh utama mengalami suatu bentuk
kesedihan yang berturut-turut datang dalam hidupnya. Yaitu saat Kala harus
kehilangan orang yang selalu dicintainya sampai kapan pun dan juga kehilangan
orang-orang yang sangat telah dekat dengannya begitu lama. Bukan hanya itu
saja, Kala harus terusik dengan sangat akan harga dirinya yang jatuh saat ia
dijodohkan secara diam-diam oleh kakaknya.
Tahapan ini dapat dilihat pada kutipan-kutipan berikut.
Keterangan tempat dan waktu dimunculkan sebagai penanda latar tempat
dan waktu saat Kala harus pulang karena berita duka yang di dapatnya.
Digambarkan pula latar tempat itu. Berikut kutipannya.
(102) Kaki Gunung Baliohutu, 1995 (Thayf, 2009: 150). (103) Bungan rumput kuning dan merah muda itu masih bergerombol
menghias jalan perkampungan serupa kancing kecil-kecil. Pohon kelapa yang buntung karena tersambar petir juga masih ada, walau mungkin bukan lagi pohon kelapa yang dulu. Gunung itu masih setia membentengi desa dari terjangan angin barat. Membuncit di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
antara hamparan sawah dan kebun pala, gundukan bukit yang ditumbuhi beragam pohon berdaun penuh debu, membangkitkan kenangan. Kala mencoba merangkum semuanya dalam sekali tebaran pandang yang lama, untuk kemudian disimpannya dalam album tersendiri di hati dan pikirannya. Namun, kini, ada yang bertambah dalam album itu; kesedihan. Dulu, kampung selalu mengingatkan Kala pada keriangan masa kanak-kanak dan kerinduannya pada keluarga, meski tetap saja tak mampu menggerakkan hatinya untuk pulang. Kini, setelah tiga puluh satu tahun mereka terpisah, ternyata kesedihanlah yang memanggil Kala pulang (Thayf, 2009: 150).
Kala dihadapkan pada keadaan yang pahit. Setelah tiga puluh satu tahun
terpisah, ternyata kesedihanlah yang memanggil Kala pulang. Kala harus
kehilangan Emaknya. Emak meninggal. Kala begitu sedih mendapati keadaan ini,
ditambah juga Kemi (kakak perempuan Kala) yang memojokkan Kala akan
kematian Emak karena Kala tidak pernah pulang untuk menjenguk Emak. Hal ini
dapat dilihat pada kutipan berikut.
(104) “Emak selalu bertanya kapan kau pulang, hampir setiap hari, dan semakin sering di saat-saat terakhirnya.” “Cukup, Kemi. Jangan kau sudutkan aku terus. Aku mengaku bersalah, tapi mau bagaimana lagi? Apa yang kau harap aku lakukan untuk menebusnya?” “Kuakui kalau kau tak pernah lupa kirim uang kepada kami, keluargamu. Tapi, Kala seharusnya kau juga tak lupa pulang, setidaknya sekali dalam berpuluh-puluh tahun ini. Uangmu tidak bisa menghadirkan sosokmu di sepan Emak saat ia ingin memelukmu. Uangmu mungkin bisa membuat kehidupan Emak jadi lebih baik, tapi tidak isa disertakan bersama uang yang dikirim lewat wesel. Tak tahukah kau itu, Kala?” “Kemi! Berhentilah menyindirku. Sudah cukup. Aku memang salah. Kuakui itu. Tapi, tolonglah maafkan aku. Tolonglah, Kemi.” (Thayf, 2009: 151).
(105) Kali ini, Kala memilih diam. Ia tahu, sebanyak apa pun kata dan penjelasan tak akan bisa menutup lubang waktu yang tercipta di antara mereka karena perpisahan berpuluh-puluh tahun itu. Kemi tidak akan pernah mengerti dirinya, seperti halnya ia pun tak bisa mengerti Kemi. Hening berayun-ayun di antara mereka. Dibiarkan air matanya merinai tanpa suara sembari tangannya tak henti mengusap-uasap nisan emak yang masih baru, sealan ingin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
menyampaikan getar poerasaannya pada sosok yang terbaring di bawah sana (Thayf, 2009: 153).
(106) “Emak, ini Kala. Maaf, aku baru bisa datang sekarang. Di saat kau sudah pergi jauh tidak bisa melihat kehadiranku. Betapa aku sangat menyesal karena wktu kebersamaan kita hanya sedikit, dan lebih menyesal lagi karena aku tidak bisa menatap wajahmu untuk terkhir kali. Tidak benar kata Kemi kalau aku telah lupa padamu, Mak. Hanya Tuhan yang tahu betapa kau selalu ada di hatiku, sampai kapan pun. Semoga kau tenang di alam sana. Aku akan selalu mendoakanmu.” (Thayf, 2009: 153).
Kala mendapatkan perlakuan yang sangat tidak mengenakkan hatinnya,
membuatnya begitu marah dan menyakiti hatinya begitu rupa saat Kemi
mempertemukan Kala dengan seorang lelaki pilihan Kemi tanpa sepengetahuan
Kala sebelumnya. Kemi berniat untuk menjodohkan Kala dengan seorang penjual
ikan di pasar. Kala menjadi sangat malu dan kehilangan harga diri. Kala begitu
sangat marah dan terjadi pertengkaran antara Kala juga Kemi. Hal ini dapat dilihat
pada kutipan berikut.
(107) “Pssst, Kala! kau sedang apa? Bisakah kau jaga sikapmu sebentar karena kita sudah sampai,” tegur Kemi yang diucapkan setengah berbisik tapi tegas membuat Kala tersadar. Ternyata, mereka telah berada di salah satu sudut pasar tempat para penjual ikan berkumpul. Seorang laki-laki yang wajahnya dibingkai cambang merimbun, yang berdiri di depan mereka, di belakang jejeran keranjang berisi ikan, tiba-tiba melepas sebelah sarung tangan pleastiknya, lalu mengulurkan tangan itu pada Kala. “Oh, jadi ini yang namanya Kala. kenalkan. Aku Awang.” (Thayf, 2009: 158).
(108) “Aku tidak percaya kau perlakukan aku seperti itu, Kemi. Kau kira aku ini apa?! Meski begini, aku adalah perempuan yang masih punya harga diri. Aku memang belum menikah, tapi bukan berarti aku bisa kau samakan dengan barang tidak laku. Teganya kau tawarkan aku pada orang itu. TEGANYA, KEMI!!” (Thayf, 2009: 159).
(109) “Jangan menuduhku sembarangan Kala! Apa yang kulakukan tadi hanyalah mencoba mengenalkanmu paa seorang laki-laki, yang mungkin saja akan menjdai jodohmu. Salahkah itu?” (Thayf, 2009: 159).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
(110) “YA, SALAH! Karena ini menyangkut masa depan dan diriku, bukan dirimu. Kau tidak pernah tanya dulu padaku apakah aku mau dikenalkan atau dijodohkan, atau apa pun namanya, dengan laki-laki itu, atau laki-laki mana pun. Kau malah tiba-tiba mengajakku ke sana, dan aku yang bodoh ini mau saja mengikutimu, berdandan secantik mungkin, lalu mendtangi laki-laki itu sambil mengulurkan tangan serupa perempuan murahan yang mengajukan diri. Kau ini kakakku Kemi! MENGAPA MALAH MEMPERMALUKAN AKU?” (Thayf, 2009: 159).
(111) “Malu itu bukan seperti yang kau kira, melainkan malu karena aku merasa kehilangan harga diri sebagai seorang perempuan. Tahukah kau, apa artinya itu, Kemi? Aku telah kehilangan kehormatanku di depan orang yang tidak kukenal. Bagiku, itu sangat memalukan!” (Thayf, 2009:159-160).
(112) “Ala! Harga diri. Omong kosong apa lagi itu. HARGA DIRI TAI KUCING! Eh, Kala. kau ini tambah sok sejak tinggal di kota. Setelah hanya lulus SMP, tapi sudah merasa lebih pintar. Sengaja pakai alasan ‘harga diri’ yang tidak dimengerti orang kampung seperti aku. Pasti hanya untuk pamer. Ya, kan? Sedahlah, terus terang saja bilang, ‘tidak suka,’ kalau memang kau tidak suka dengan Awang. Beres, kan?” (Thayf, 2009: 160).
(113) “Baiklah kalau begitu. Akan kukatakan padamu, Kemi. AKU TIDAK SUKA DENGAN PENJUAL IKAN ITU!” (Thayf, 2009: 160).
Kegalauan hati menimpa Kala, saat Kala ingin sekali menebus
kesalahannya karena tidak pernah pulang kampung untuk sekedar menjenguk
Emak. Hal lain yang menggangu Kala juga karena permintaan Emak supaya Kala
bisa menikah, Kala ingin sekali memenuhi permintaan itu atas dirinya sebgai anak
yang berbakti, tetapi bagi Kala, menikah bukanlah hal yang mudah. Hal tersebut
dapat dilihat pada kutipan berikut.
(114) Secepat datangnya kilat, Kala merasa ada udara beku yang seketika menguasai dirinya; menghentikan detak jantung, menyumbat pembuluh darah, dan menimbulkan rasa nyeri yang menusuk di hati. Betapa Kala tidak menyangka, emak ternyata meninggalkan satu permintaan yang amat susah ia penuhi. Di saat ia berkata akan melakukan apa pun untuk menebus kesalahannya pada emak karena tidak pernah pulang kampung untuk menjenguk perempuan tua itu, hal tersebut bukanlah berarti ia akan langsung siap jika disuruh menikah. Sebab, bagi Kala, menikah tidaklah semudah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
memulai sebuah permainan; begitu merasa bosan dan ada yang curang , ia bisa berhenti begitu saja. Ada pun di lain pihak, sebagai anak yang ingin berbakti, Kala merasa punya kewajiban memenuhi permintaan emak itu (Thayf, 2009: 162).
Kala kembali mendapatkan kejadian yang menyedihkan. Beberapa bulan
setelah kembalinya Kala ke kehidupan bahagianya di kota. Tangan nasib kembali
mengacaukan ketenangan keluarga itu. Kak Banar tiba-tiba menemui Kak Tien.
Kak Banar meminta maaf atas keasalahannya dan meminta Kak Tien untuk
kembali. Akan tetapi kecelakaan tragis terjadi saat ke dua pasang suami istri
tersebut dalam perjalanan pulang. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.
(115) Di suatu malam yang berangin, Kak Banar tiba-tiba datang menemui Kak Tien. Ia bersujud meminta maaf atas segala kesalahannya, sekaligus meminta Kak Tien untuk mau tinggal bersamanya lagi di sebuah rumah kecil yang ia beli dari uang tunjangan pensiun (Thayf, 2009: 163-164).
(116) “Aku akan menerimanya kembali, Kala. semua orang layak diberi kesempatan kedua, begitu pun ia.” (Thayf, 2009: 165).
(117) “Bersama lagi dengan Kak banar, mengurusnya, mungkin akan membuatku merasa lebih berarti di usia yang sudah tua itu, Kala. anak dan cucu-cucuku sudah besar, mereka tidak begitu membutuhkanku lagi. Dan, aku pun jadi punya teman. Benar, kan?” (Thayf, 2009: 165).
(118) Tak disangka, pembicaraan tersebut adalah yang terakhir kali antara Kala dan Kak Tien, karena keesokan harinya, hari Sabtu, ketika Kak Banar menjemput sang istri untuk dibawa ke rumah kecil mereka di sisi lain kota, taksi yang ditumpangi pasangan itu mengalami kecelakaan tragis di tengah perjalanan, yang seketika menewaskan keduanya (Thayf, 2009: 166).
(119) Berkumandanglah penyesalan itu di hati Kala, berhari-hari, dengan pilunya. Memang, rasanya benar-benar pahit, tak terlupa (Thayf, 2009: 166).
Duka kembali mendatangi Kala. Kali ini Iswadi (anak tunggal dari Kak
Tien) yang menyusul kepergian sang ibu (Kak Tien). Hal ini dapat dilihat pada
kutipan berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
(120) Aroma duka masih mengambang jelas ketika keluarga Is kembali didera musibah. Tak tahan kehilangan orang-orang terkasihnya begitu cepat dan tragis, Is yang bertubuh lemah jatuh sakit. Limpahan kasih sayang istri dan ceria anak-anaknya ternyata tidak mampu mengisi rasa kehilangan yang dirasakan anak semata wayang Kak Tien itu; dimulai sejak pemakaman orang tuanya hingga berminggu-minggu sesudahnya. Semakin hari, Is semakin tak punya daya hidup. Ia seakan tak mau sebuh dari sakitnya, malah pernah berkata kalau ingin menyusul ibunya ke alam lain (Thayf, 2009: 167).
(121) Di tengah guyuran hujan awal Januari, separuh belahan jiwa yang sekarat itu akhirnya pergi menemui separuhnya yang telah lebih dulu berpulang. Tanpa sempat menyaksikan anak pertamanya masuk SMP, merayakan ulang tahun anak keduanya minggu depan, dan melihat anak ketiganya yang baru lahir, Iswadi meninggal di usia tiga puluh satu tahun, tepat setelah empat puluh hari kematian orangtuanya (Thayf, 2009: 167-168).
3.5 Tahap Denoument atau Tahap Penyelesaian
Tahap denoument atau tahap penyelesaian, yaitu konflik yang telah
mencapai klimaks diberi penyelesaian, ketegangan dikendorkan. Konflik-konflik
yang lain, sub-konflik, atau konflik-konflik tambahan, jika ada, juga diberi jalan
keluar, dan cerita diakhiri.
Dalam novel Jejak Kala ini tahap penyelesaian terjadi saat tokoh utama
telah mengalami berbagai macam kesedihan dan kepedihan karena kehilangan
berturut-turut orang-orang yang dicintainya dan sangat dekat dengan Kala. Setelah
Kala mengalami kesedihan itu semua, Kala mulai melanjutkan hidupnya dengan
mencari pekerjaan dan tempat tinggal baru. Seiring dengan itu juga Kala juga
tidak mampu melawan derita dari penyakitnya. Tetapi ada satu orang yang ingin
Kala temui, yaitu Ela, anak dari Iswadi dan Putri. Bukan waktu yang sebentar juga
Kala telah mengasuhnya, dan Kala juga telah menganggap Ela adalah seperti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
anaknya sendiri. Kala ingin menemuinya sebelum Kala harus menghembuskan
nafas terakhirnya, meskipun itu tidak pernah sempat terwujud.
Tahap penyelesaian dapat dilihat pada kutipan-kutipan berikut.
Duka yang terus dirasakan oleh Kala, hal ini membuat Kala menjadi
berpikir tentang kematian yang sepertinya datang begitu cepat. Kala pun juga
merasakan kenapa hidup itu terasa sangat singkat. Hal ini dipaparkan dalam novel
dengan memberi informasi tahun pada cerita, yaitu pada tahun 2002. Kala merasa
terpukul, sedih dan kesepian dan membuat kesehatan Kala juga berangsur
menurun. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.
(122) Tahun 2002. Kala memasuki babak baru dari kehidupannya. Pada babak ini, ia mulai berpikir tentang kematian yang ternyata begitu cepat datangnya. Hidup pun entah mengapa tiba-tiba ia rasakan begitu singkat. Perasaan, belum begitu lama ia melihat semua orang itu masih berada di dekatnya; Emak yang melepas kepergiannya ke kota dengan sebuah pelukan lama yang hangat, pasangan Kak Banr dan Kak Tien yang tampak berbahagia ketika pertama kali mereka pindah ke rumah besar itu, terlebih Is yang serasa baru kemarin terdengar seruan protesnya karena air mandi yang disediakan Kala ternyata terlalu panas. Ataukah, usia yang semakin tua telah membuatnya begitu sensitif? (Thayf, 2009: 168).
(123) Ia kini tercengkram rasa kesepian. Begitu terpencil. Meski berada di tengah ketiga anak Is, entah mengapa, Kala tak bisa merasa lagi seceria dulu. Sepi itu membuat badannya sering sakit-sakit –inikah yang dirasakan Is sebelum ia meninggal?- demikian Kala pernah berpikir. Ruang kosong yang telah lama ada padanya, semakin bertambah luas saja kosongnya. Di saat-saat tertentu, Kala merasa ruang itu menyedot jiwanya, lalu menawannya jauh di jantung kegelapan. Ia tak tahan lagi. Ia tak mau berakhir seperti Is; merepotkan anak-istrinya dengan sakit yang disebabkan duka yang dalam. Atau Emak; yang meninggal dalam penantian akan dirinya. ia juga tidak mau menambah daftar sesalnya seperti kata Kak Tien, karena terlambat melakukan sesuatu yang seharusnya ia lakukan saat badan masih memiliki nyawa. Lalu, sekelebat, muncullah kesadaran itu (Thayf, 2009: 168-169).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Pada kutipan berikut, diceritakan Kala yang telah berumur empat puluh
lima tahun dan Kala memutuskan untuk berpamitan pergi dari rumah Putri (istri
dari Iswadi). Kala memutuskan untuk pergi karena Kala tidak ingin menyusahkan
dan menjadi beban di rumah tempat Putri dan anak-anaknya tinggal. Sehingga
Kala berusaha mencari pekerjaan dan tampat tinggal. Meskipun berat dirasakan
oleh Kala karena harus berpisah dari Ela (anak perempuan pertama dari Iswadi
dan Putri yang telah lama juga diasuh oleh Kala). Hal ini dapat dilihat pada
kutipan berikut.
(124) Empat puluh lima tahun tentu bisa berarti banyak bagi tiap orang. Kala tidak berharap sebuah keajaiban terjadi di usianya yang merangkak menuju senja. Kala pun tidak ingin berpikir kalau malaikat maut mungkin akan datang sebentar, atau besok, atau lusa. Sebelum benar-benar terlambat, ia telah memikirkan apa saja yang akan ia lakukan. Kala tidak ingin menyusahkan Putri dan anak-anaknya, yang bergantung hidup dari warisan suaminya yang tak seberapa karena janda itu belum tahu akan bekerja apa dan anak-anaknya belum ada yang bisa mandiri. Mumpung kekuatannya masih ada, walau lebih lemah dari yang dulu, Kala memutuskan pamit pergi dari rumah itu (Thayf, 2009: 169).
(125) Kala mengigit bibir sebelum menjawab. Ela adalah kesayangannya. Gadis itulah yang membuat Kala berat untuk pergi di hari ini, bahkan sampai kapan pun. Ia ingin selalu dekat dengannya, tapi tentu saja tak mungkin karena Kala harus berani melangkah demi kelanjutan hidupnya sendiri. Ia tidak mau menjadi beban di rumah itu dan menambah satu mulut lagi untuk diberi makan. Sekiranya Is masih hidup, pastilah Kala tidak akan pernah mengambil keputusan ini (Thayf, 2009: 169-170).
Kala memutuskan untuk pergi mencari tampat tinggal dan pekerjaan baru.
Kala bertemu dengan teman dekat rumahnya dulu yang bernama Lilik. Lilik
mengizinkan Kala untuk tinggal dan bekerja di warung makannya. Hingga
penyakit menggerogoti tubuhnya dan tidak mampu lagi untuk bekerja dan Kala
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
memutuskan untuk pulang kembali ke kampung halamannya. Hal ini dapat dilihat
pada kutipan berikut.
(126) Awal mula Kala datang ke tempat itu disebabkan tanpa sengaja bertemu seorang perempuan yang telah dikenalnya lama, di tengah perjalanan saat ia sedang dilanda bingung hendak kemana. Perempuan itu bernama Lilik dan dia adalah teman Kala, anak pemilik warung rokok kaki lima dekat rumah (Thayf, 2009: 170).
(127) “Nasiblah yang telah membawaku ke mari dan aku tak tahu untuk apa. Tapi, yang pasti, saat ini aku sedang mencari kerja dan tempat tinggal.” Sang pemilik warung, yang dulu selalu ditolong Kala setiap kali mendapat kesulitan, segera menawarkan bantuan tanpa pikir panjang. Ia berkata, “Aku akan membantumu seperti kau selalu membantuku dulu. Akan kuizinkan kau tinggal di rumahku dan kuberi kau pekerjaan di warung makanku.” (Thayf, 2009: 171).
(128) Maka, berakhirlah pencarian Kala di tempat itu. Sebuah rumah sederhana yang nyaman dan sebuah pekerjaan di depan tumpukan piring dan gelas kotor telah memenuhi standar bahagia Kala di hari tua –meski di hatinya msih ada sebuah ruang kosong yang tak akan pernah terisi dan tersentuh bahagia itu. Hingga siang dan malam menggerogoti usia Kala, membuat penyakit datang satu persatu, ia pun tidak kuat lagi bekerja. Karena tidak inigin menyusahkan sang penolong hidupnya, Lilik, Kala memutuskan pulang ke kampung untuk beristirahat sekaligus berobat (Thayf, 2009: 177).
Kala terus berjuang mencoba bertahan dari penyakitnya, karena Kala
belum ingin mati. Kala juga masih punya beberapa keinginan yang ingin
diwujudkan. Kala terus menjaga semangat hidupnya dan ia teringat akan
seseorang, Kala sangat rindu akan Ela, seorang anak dari Iswadi dan Putri. Kala
ingin sekali bertemu dengan Ela. Banyak hal yang diungkapkan Kala dalam
benaknya, Kala bercerita tentang bagaimana kejujuran hatinya dengan
perasaannya, bagaimana Kala dengan tulus menerima tentang pernikahan yang
tidak pernah ia rasakan dan menjadi perawan tua yang pernah hal tersebut sangat
mengganggu Kala. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut.
(129) Namun, entah mengapa, orang-orang di sekitarnya tak henti menyuruhnya untuk bertobat pula, seakan mereka telah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
memastikan bahwa Kala akan mati tak lama lagi. Tapi, Kala belum mau mati. Ia masih punya beberapa keinginan kecil yang ingin diwujudkannya. Karena itu, Kala berusah terus menjaga semangat hidupnya dengan sering-sering menghangatkan diri dalam kenangan-kenangan lama. Namun, tak disangka, di saat itu pula, ia teringat Tuhan; ingatan yang muncul bukan karena tekanan orang-orang sekitarnya, tapi karena hatinya tiba-tiba merindu (Thayf, 2009: 177).
(130) Anakku .... Bagiku, kau adalah keajaiban yang datang di saat hidupku menjelang hampa. Kosong itu pun terisi. Kering itu sejuk karena tengismu. Ela, kaulah anak yang tidak pernah kumiliki. Cahaya dari rahimku yang mati. Belahan hati, curahan cintaku. Dengan caraku sendiri, aku menyayangimu, Nak. Dengan seluruh jiwa dan raga, aku mencintaimu. Dengan segala keterbatasan, aku berusaha membahagiakanmu. Tapi, mungkin dan aku sadar, kalau semua itu tidak akan pernah serupa dengan apa yang diberikan seorang ibu, Ela. Aku perempuan yang menyia-nyiakan rahimnya hingga kering dan berkarat dalam kisut. Mereka menyebutku perawan tua. Memang benar. Aku adalah nenek-nenek yang masih perawan. Yang tidak pernah merasakan cinta dan sentuh laki-laki hingga tua menghampiri –dan sepertinya akan terus kubawa hingga maut memisah nyawa dari badan. Yang tidak pernah memiliki suami hingga kini, dan membuat sejumlah oran gmnudingku berdosa kerananya. Tapi, tahu apa mereka tentang sesuatu yang mereka sendiri tak pernah lepas dari cengkramannya? Sebagai perempuan dewasa, kau tentunya sudah tau, bahwa tidak ada perempuan yang tidak ingin dicintai dan mencintai, apalagi oleh laki-laki. Tidak ada perempuan yang ingin sendiri di sepanjang hari-harinya dan hidup hanya berteman dinding atau hewan peliharaan. Sejujurnya, menjadi perawan tua bukanlah keinginanku, Ela. Pilihan itu tidak pernah ada dalam rencana masa depanku. Tapi, kenyataan bahwa jalan itu ada dalam peta hidup manusia, karena jalan setidak-mungkin apa pun akan tetap di sana, tidak bisa aku sangkal. Aku pun ingin menghindarinya, tetapi tidak bisa. Entahlah, mungkin bisa, tapi aku yang tidak mau(Thayf, 2009: 179-180).
(131) Ela, Sayang .... Semoga kau tahu kalau aku akan selalu mencintaimu bagaimana pun keadaanku. Meski tubuhku serupa lumpuh, tapi kau akan selalu ada dalam hati dan pikiranku. Cintaku mengalir terus untukmu, Anakku. Dari jauh, doaku menyertaimu. Semoga kita bisa bertemu lagi (Thayf, 2009: 185).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Kala pun akhirnya meninggal, dengan meninggalkan banyak hal baik yang
telah ia berikan bagi banyak orang yang ada bersamanya. Meskipun sebelumnya
kekawatiran Kala timbul, ia teringat kembali akan Ela. Juga Kala takut akan
kematian yang sebentar lagi menjemputnya, tetapi suatu kesadaran membuat Kala
tersenyum dan merasakan kedamaian. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan
berikut.
(132) Malaikat maut mengakhiri perjalana hidup Kala di alam ketidakabadian tepat ketika subuh datang menutup malam. Diiringi rintik hujan yang sayup, perempuan itu pergi menuju ke suatu tempat yang tak kenal pilu. Sepucuk senyum tersampir di bibir keriputnya yang kaku, seolah maut adalah karib yang telah lama ia tunggu. Ia meninggal dalam tidur (Thayf, 2009: 186).
(133) Mereka bergantian memeluk Kala dan menanyakan kabarnya tanpa suara, sebelum berkata serempak, di situlah Kala kelak akan tinggal bersama mereka. Terkejutlah Kala mendengarnya. Bagaimana dengan Ela? Ia teringat belahan jiwanya (Thayf, 2009: 186-187).
(134) Sesungguhnya, kematian adalah suatu pertemuan kembali, dan takut adalah sifat dari yang hidup, dan segala sesuatu yang kau tahu berawal dari ketidaktahuan, sebuah suara lain serupa gema menyahuti rintihan Kala. Jadi, masihkah engkau merasa berat? Suara itu lanjut mengajukan tanya (Thayf, 2009: 187).
(135) Sekejap, Kala tercengung. Kebenaran itu membungkamnya. Kehidupan setelah mati memang telah membuat Kala takut, tapi dengan semua pemandangan indah yang ada di depannya kini, dan orang-orang terkasih yang berkumpul di sekelilingnya, Kala akhirnya bisa merasakan kedamaian itu; yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Maka, senyum pun mengembang di wajah Kala. Entah bagaimana ia tahu kalau jejak keberadaannya di dunia akan berakhir sebentar lagi, tanpa seorang keturunan pun yang akan meneruskan. Sebersit kekhawatiran Kala timbul, tapi segera lenyap. Sekedip mata, suatu kesadaran tiba-tiba muncul dalam benak perempuan itu, bahwa jejak tak selamanya harus terpatri jelas di atas permukaan tanah, melainkan bisa pula terukir indah jauh di lubuk hati; dalam bentuk cinta, ketulusan, kebaikan, kenangan, dan kepedulian pada orang lain (Thayf, 2009: 187-188).
(136) Kala pun meninggal dalam selimut kenangan demi kenangan yang melintas indah di depan matanya yang tertutup rapat (Thayf, 2009: 188).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
BAB IV
PENUTUP
Dalam bab IV ini penulis akan mengemukakan dua hal, yaitu kesimpulan
hasil analisis tokoh Kala dan penokohannya, serta plot dalam novel Jejak Kala
dan saran bagi peneliti selanjutnya. Berikut akan dipaparkan kesimpulan hasil
analisis tokoh Kala dan penokohannya dalam novel Jejak Kala, kemudian juga
akan dipaparkan kesuimpulan hasil analisis plot dlam novel jejak Kala, serta
diakhiri dengan saran dari penulis.
4.1 Kesimpulan Hasil Analisis Novel Jejak Kala
Dalam kesimpulan ini akan dipaparkan tokoh Kala dan penokohannya.
4.1.1 Tokoh Kala dan Penokohannya
Kesimpulan umum analisis tokoh Kala dan penokohannnya dalam
novel Jejak Kala. Tokoh yang dianalisis, yaitu tokoh Kala. Penulis
memilih tokoh Kala karena tokoh ini berperan sebagai tokoh utama, tokoh
yang kemunculannya mendominasi dalam novel Jejak Kala. Kala di
usianya yang masih kanak-kanak harus selalu bangun pagi dan bekerja
membantu Emak di rumah Pak Dukuh. Kala berpikiran seandainya saja ia
tidak lagi ingusan dan bersekolah, mugkin ia tidak perlu harus bekerja.
Kala merasakan betapa enaknya jadi anak-anaknya Pak Dukuh, tidak perlu
harus bangun pagi sehingga bisa tidur lebih lama. Kala sabar dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
melakukan dan menyelesaikan pekerjaannnya. Kala sewaktu kecil
memiliki tubuh kecil dan pendek. Kala suka berfantasi. Meskipun tubuh
Kala kecil tetapi ia sanggup membawa barang belanjaan Bu Dukuh yang
berat. Biarpun Kala masih kecil, tapi ia mempunyai rasa tidak tega dan
memiliki kepedulian kepada Emaknya. Sebagai seorang yang sudah harus
bekerja, Kala tetaplah seorang kanak-kanak yang memiliki keingninan
untuk bermain. Kala berusaha untuk selalu bisa disukai dan tidak dibenci
oleh orang lain. Kala berpendirian terhadap sesuatu yang diyakininya
benar. Kulit hitam yang kusam, rambut keribo yang bergerombol, mata
sipit nyaris tanpa alis, dan tubuh yang tidak pernah lebih tinggi dari pucuk
tanaman jagung yang masih muda, adalah ciri fisik Kala kecil. Kala
tumbuh menjadi Kala yang ramah, ceria, juga hangat pada siapapun. Kala
adalah seorang yang bisa menghargai usaha orang lain. Kala juga mau
berkorban untuk orang lain, membantu dan menyelesaikan pekerjaan
orang lain dengan senang hati. Kala juga seorang yang bisa marah
terhadap tekanan yang dihadapi. Kala adalah gadis yang ramah, rajin,
cekatan, mau bekerja keras, dan tak pernah mengeluh, yang selalu dicari
oleh siapa pun yang butuh bantuan atau sekedar uluran tangan dan semua
senang dengan Kala. Kala yang beranjak dewasa pernah memikirkan untuk
menikah. Kala menyayangi seorang anak asuhnya seperti anaknya sendiri.
Kala seorang yang ingin membantu dengan segala jerih payah pikirannya.
Kala sangat peduli terhadap perasaan seorang wanita. Kala adalah
seseorang yang tidak ingin membuat orang lain susah akan kehadirannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Kala menemukan jawaban bahwa semua yang ia lakukan dalam
kehidupannya tidaklah melulu harus selalu yang bisa dilihat nyata, tetapi
sesuatu yang telah membekas dalam hati pada orang-orang yang
ditinggalkannnya.
4.1.2 Plot
Dari hasil analisis yang telah dilakukan penulis pada bab III, maka
plot novel Jejak Kala dapat dipaparkan menjadi lima tahap.
Pemamparannya adalah sebagai berikut.
4.1.2.1 Tahap Situation atau Penyituasian
Tahap ini memberikan informasi awal, pelukisan dan
penegenalan situasi latar dan tokoh(-tokoh) cerita, seperti;
pengenalan tempat terjadinya cerita dalam novel berlangsung yaitu
di kaki Gunung Boliohutu pada tahun 1963, pemunculan juga
pengenalan terhadap tokoh utama dan beberapa tokoh lain,
dipaparkan juga ciri fisik tokoh utama dan beberapa tokoh lain,
digambarkan juga penokohan, tingkah laku juga aktifitas dari tokoh
utama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
4.1.2.2 Tahap Generating Circumtance atau Pemunculan
Konflik
Tahap ini merupakan tahap pemunculan konflik, peristiwa-
peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan.
Seperti kenakalan-kenakalan masa kecil yang dilakukan oleh Kala
terhadap tokoh lain seperti Pak Zae juga Ina yang menyulut
kemarahan Emak dan berakibat bagi kesedihan Kala sendiri. Ada
pemunculan tokoh baru juga seperti Kak Tien dan Kak Banar.
Peristiwa-peristiwa juga masalah-masalah yang lebih kompleks lagi
dari tahap sebelumnya. Dimunculkan pada saat Kala telah pindah
ke kota, saat Kala melakukan penyuaian dengan keluarga baru
yang menampungnya juga dengan lingkingannya di sekolah.
Pemaparan tokoh Kala yang mulai beranjak menjadi remaja
menjadi dewasa yang mulai mengenal sosok laki-laki, mulai
mengenal cinta dan juga harus patah hati. Kala yang harus
kehilangan orang-orang terdekatnya, karena harus menikah dan
memutuskan untuk pamit dari keluarga yang sama-sama ditempati
Kala, hal itu juga yang membuat Kala juga mulai memukirkan
tentang pernikahan.
4.1.2.3 Tahap Rising Action atau Peningkatan Konflik
Tahp ini memunculkan kadar intensitas konflik yang telah
dimunculkan pada tahap-tahap sebelumnya. Peristiwa-peristiwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
dramatik yang menjadi inti cerita juga semakin menegangkan.
Pemaparannya dimunculkan lewat saat keluarga yang ditempati
Kala bekerja diterpa badai rumah tangga yang hebat. Hal ini
membuat Kala tidak bisa berdiam diri, karena bagaimana pun
keluarga itu juga telah menjadi keluarga Kala juga. Kala sangat
tidak ingin keluarga tersebut hancur, Kala ingi keluarga itu tetap
utuh. Kala yang juga dengan sekuat tenaga dan pikiran
mendampingi Kak Tien, karena tidak ingin keluarga tersebut
sampai bercerai.
4.1.2.4 Tahap Climax atau Klimaks
Tahap ini merupakan konflik yang ditimpakan pada tokoh
utama mencapai titik intensitas puncak. Tahap ini dimunculkan saat
Kala harus mulai kehilangan orang-orang yang selama itu sangat
dekat dengan Kala. Pertama Kala harus kehilangan Emak sebagai
orang tua Kala. Kemudian ada permintaan dari Emak yang Kala
belum bisa untuk memenuhinya yang sebelum itu Kala juga harus
merasakan bagaimana kehilangan harga dirinya sebagai perempuan
dan sangat membikin malu diri Kala. Juga Kala harus kehilangan
keluarga yang menampungnya di kota juga sebagai tempat bekerja
Kala, begitu juga Kala harus kehilangan anak majikan yang
diasuhnya. Semua orang yang dicintai Kala harus meninggal
meninggalkan Kala.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
4.1.2.5 Tahap Denoument atau Penyelesaian
Tahap ini merupakan penyelesaian atau ketegangan
dikendorkan setelah adanya klimaks, konflik-konflik diberi jalan
keluar dan cerita diakhiri. Penyelesaian dimunculkan lewat
perjuangan Kala menjalani dan mengatasi kesedihan dan
kekosongan dalam hatinya yang bertubi-tubi karena setelah
kehilangan orang-orang yang dicintai. Kala mulai mencari tempat
tinggal dan pekerjaan baru ditempat lain setelah memutuskan pamit
dari rumah anak asuh majikannya, yaitu Iswadi. Kala pun
bertambah tua, penyakit yang dideritanya pun, akibat dari
kesedihannya yang membuat tubuh Kala begitu lemah, harus juga
bertambah parah mengerogoti lambat laun tubuh Kala. Membuat
Kala memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya di kaki
Gunung Baliohutu dan berobat. Tetapi ketidakberdayaan Kala
menghadapi penyakitnya berakhir pada kegelisahannya terhadap
kematian. Kegelisahannya ini karena keberadaannya di dunia harus
berakhir tanpa seorang keturunan pun yang akan meneruskan,
tetapi kegelisahan itu akhirnya tertepis oleh suatu kesadaran bahwa
bentuk perjalan hidup tidaklah harus sesuatu yang berbentuk nyata,
tetapi lewat apa yang telah membekas pada lubuk hati dalam
bentuk cinta, ketulusan, kebaikan, dan kepedulian pada orang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
4.2 Saran
Novel Jejak Kala telah membuka wawasan tentang novel Indonesia dan
semakin melengkapi kesusastraan Indonesia yang telah ada. Penulis menyadari
masih banyak hal yang masih bisa dipelajari dalam novel Jejak Kala dan dapat
dijadikan sebagai penelitian selanjutnya. Akan sangat baik jika dalam penelitian
selanjutnya dilakukan analisis mengenai bentuk pengabdian tokoh Kala dalam
pekerjaannya. Hal tersebut dapat dilakukan karena penelitian ini akan
menghasilkan pengetahuan baru yang menarik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
DAFTAR PUSTAKA Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka
Widyatama. Luxemburg, Jan van, dkk. 1989. Pengantar Ilmu Sastra. Terj. Dick Hartoko.
Jakarta: PT Gramedia. Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
Unovercity Press. Ratna, Nyoman Kutha, 2007. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sudaryanto. 1988. Metode Linguistik Bagian Kedua: Metode dan aneka Teknik
Pengumpulan Data. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sudjiman, Panuti. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: PT Dunia Pustaka
Jaya. Thayf, Anindita S. 2009. Jejak Kala. Yogyakarta: Sheila. Wellek, Rene dan Austin Warren. 1989. Teori Kesusastraan. Terj Melani
Budianta. Jakarta: PT Gramedia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
BIBLIOGRAFI
Gayung Wisnu Aji, lahir di Jakarta 3 Januari 1984
dari pasangan Murni Sumantoro dan Upik
Sriharyanti. Merupakan putra ke dua dari tiga
bersaudara. Menempuh Pendidikan Dasar di SD
Harapan Indonesia Bekasi (1990-1996). Kemudian
melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi SLTPN 3
Tridadi Sleman (1996-1999). Selanjutnya melanjutkan pendidikan SMU di
SMUN 1 Sleman (1999-2002). Satu tahun kemudian melanjutkan di Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta mengambil program studi Sastra Indonesia hingga
memperoleh gelar sarjana.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Top Related