Pedoman PelayananAnastesiRSUD Jombang
PEDOMAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN ANESTESIOLOGI DAN
TERAPI INTENSIF DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JOMBANG
Menimbang : a. bahwa pelayanan anestesiologi dan terapiintensif di rumah sakit merupakan salah satu bagiandari pelayanan kesehatan yang saat ini peranannyaberkembang dengan cepat;
b. bahwa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor779/Menkes/SK/VIII/2008 tentang Standar PelayananAnestesiologi dan Reanimasi di Rumah Sakit tidaksesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuandan teknologi kedokteran;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksudpada huruf a dan huruf b, perlu ditetapkan PedomanPelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif diRumah Sakit;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentangPraktik Kedokteran (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4431);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 5063);
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang RumahSakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 5072);
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor512/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin Praktik danPelaksanaan Praktik Kedokteran;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor290/Menkes/Per/III/2008 tentang PersetujuanTindakan Kedokteran;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi danTata Kerja Kementerian Kesehatan;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNomor 519/Menkes/Per/III/2011 tentang pedomanpenyelenggaraan pelayanan anestesiologi dan terapiintensif;
9. Kebijakan direktur RSUD Jombang tentang pelayanananestesi;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PEDOMAN PELAYANAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPIINTENSIF DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JOMBANG
Pasal 1
Pengaturan Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi danTerapi Intensif di Rumah Sakit Umum Daerah Jombang bertujuanuntuk memberi acuan bagi pelaksanaan dan pengembangan sertameningkatkan mutu pelayanan anestesiologi dan terapi intensif dirumah sakit.
Pasal 2
Assesmen pra anestesi dikerjakan pada setiap pasien yang akanmenjalani operasi dengan sedasi sedang atau dalam.
Pasal 3
Assesmen pra induksi dilaksanakan untuk reevaluasi pasien segerasebelum dilakukan induksi anestesi dan sesaat sebelum diberikaninduksi anestesi.
Pasal 4
Kedua assesmen diatas dikerjakan oleh petugas yang kompeten untukmelakukannya dalam hal ini adalah dokter anestesi dan dibantu oleh penata/perawat anestesi.
Pasal 5
Kedua assesmen di atas harus didokumentasikan dalm rekam medisdalam bentuk status anestesi.
Pasal 6
Teknik anestesi yang digunakan juga harus dituliskan dalam rekam medis status anestesi pasien.
Pasal 7
Nama dokter spesialis anestesi dan atau penata/perawat harus dicatat di dalam status rekam medic pasien.
Pasal 8
Selama pemberian anestesi status fisiologis pasien harus terus menerus imonitor dan ditulis dalam rekam medis pasien.
Pasal 9
Setiap pasien selama operasi dengan sedasi sedang/dalam harus dimonitor secara seragam untuk setiap pasien yang menerima tindakan anestesi yang sama. Meliputi tensi, nadi, saturasi oksigen, ECG, minimal setiap 5 menit.
Pasal 10
Pasien juga harus dimonitor meliputi tensi, nadi, respirasi, dan saturasi oksigen selama masa pemulihan pasca anestesi.
Pasal 11
Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan TerapiIntensif mulai diberlakukan di RSUD Jombang.
Ditetapkan di Jombang
pada tanggal xxxxxxxx2014
Direktur RSUD Jombang,
Ttd
Dr. PUDJI UMBARAN., M.KPPenata Tingkat 1
NIP. 19680410 200212 1 006
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAYANAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
BAB I
PENDAHULUAN
Pelayanan anestesiologi dan terapi intensif di rumah sakit
merupakan salah satu bagian dari pelayanan kesehatan yang
berkembang dengan cepat seiring dengan peningkatan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang anesthesia. Peningkatan
kebutuhan pelayanan anestesiologi dan terapi intensif ini tidak
diimbangi dengan jumlah dan distribusi dokter spesialis
anestesiologi secara merata. Keadaan tersebut menyebabkan
tindakan anestesi di rumah sakit dilakukan oleh perawat anestesi
sehingga tanggung jawab terhadap pelayanan ini menjadi tidak
jelas khususnya untuk rumah sakit yang tidak memiliki dokter
spesialis anestesiologi.
Pelayanan anesthesia di RSUD Jombang meliputi pelayanan
anesthesia/ analgesia di kamar bedah dan di luar kamar bedah,
pelayanan jantung paru dan otak, pelayanan kegawatdaruratan dan
terapi intensif .
BAB II
PENGERTIAN PELAYANAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI
INTENSIF
A. Pengertian
Anestesiologi adalah suatu ilmu kedokteran yang melibatkan:
• evaluasi pasien preoperatif
• rencana tindakan anestesi
• perawatan intra- dan pasca-operatif
• manajemen sistem dan petugas yang termasuk didalamnya
• konsultasi perioperatif
• pencegahan dan penanganan kondisi perioperatif yang tak
diinginkan
• tatalaksana nyeri akut dan kronis
• perawatan pasien dengan sakit berat / kritis
Kesemua pelayanan ini diberikan atau diinstruksikan oleh
anestesiologis.
American Society of Anesthesiologists (ASA) mendukung konsep
pelayanan rawat jalan untuk pembedahan dan anestesi.
Anestesiologis diharapkan memegang peranan sebagai dokter
perioperatif di semua rumah sakit, fasilitas pembedahan rawat
jalan, dan berpartisipasi dalam akreditasi rumah sakit sebagai
salah satu sarana untuk menstandarisasi dan meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan.
Pedoman ini diaplikasikan untuk semua layanan, termasuk
petugas yang terlibat dalam tata kelola rawat jalan anestesi.
Ini adalah pedoman minimal yang dapat dikembangkan kapanpun
dengan berdasarkan pada pertimbangan / kebijakan petugas
anestesi yang terlibat.
• Tim Anestesi: spesialis anestesi mengawasi penata/perawat
anestesi dalam melakukan pelayanan anestesi di mana dokter
dapat mendelegasikan tugas pemantauan sambil tetap bertanggung
jawab kepada pasien secara keseluruhan.
• Personel anestesi yang kompeten dan memenuhi syarat:
anestesiologis, penata anestesi, perawat anestesi dan perawat
recovery room atau ROI di IGD.
• Penata/Perawat anestesi: adalah perawat terdaftar dengan SIP
yang terlatih yang sesuai dengan kebijakan, pedoman, dan
standar institusi dan nasional dalam memberikan obat anestesi
dan analgesic, serta memantau pasien selama pemberian sedasi
ringan (ansiolitik), sedasi sedang, dan sedasi berat/anestesi
umum. Perawat dan asisten anestesi harus bekerja dengan
supervisi langsung oleh dokter yang kompeten dan terlatih
baik.
B. TUJUAN
• Meningkatkan kualitas pelayanan pasien
• Menerapkan budaya keselamatan pasien
• Menstandarisasi layanan kesehatan di rumah sakit yang sesuai
dengan akeditasi
C. PRINSIP-PRINSIP
• Dokter yang berwenang harus dapat dihubungi 24 jam; baik pada
kasus-kasus pelayanan rawat inap, siap sedia menerima
telepon / konsultasi dari paramedis lainnya, availabilitas
sepanjang waktu selama penanganan dan fase pemulihan pasien,
hingga pasien diperbolehkan pulang dari rumah sakit.
• Fasilitas rumah sakit harus diorganisir, dilengkapi, dan
dioperasikan sejalan dengan regulasi dan kebijakan pemerintah
setempat dan nasional. Seluruh struktur pelayanan, minimalnya,
harus memiliki sumber daya oksigen, suction, peralatan
resusitasi, dan obat-obatan emergensi yang dapat diandalkan.
• Petugas harus memiliki kompetensi dalam perawatan pasien dan
mampu melakukan prosedur-prosedur yang diperlukan dalam suatu
rumah sakit, yang terdiri atas:
• Petugas profesional
•Dokter dan sejawat lainnya yang mempunyai Surat
Izin Praktik (SIP) / sertifikat yang memenuhi
syarat
•Penata/perawat yang memiliki surat izin dan
memenuhi syarat
• Petugas administratif
• Petugas Kebersihan dan Pemeliharaan Rumah Sakit
• Dokter pelayanan medis bertanggungjawab dalam melakukan
peninjauan ulang, penyesuaian kewenangan, jaminan mutu, dan
evaluasi rekan sejawat.
• Petugas dan peralatan yang berkualitas dan tersedia setiap
saat diperlukan untuk menangani situasi emergensi. Harus
dibuat suatu kebijakan dan prosedur untuk menangani situasi
emergensi dan transfer pasien yang tidak diantisipasi ke
fasilitas pelayanan akut.
• Layanan pasien minimal meliputi:
• Instruksi dan persiapan preoperatif.
• Evaluasi dan pemeriksaan pre-anestesi yang memadai oleh
anestesiologis, sebelum dilakukan tindakan anestesi dan
pembedahan. Pada kondisi di mana tidak terdapat petugas
medis, anestesiologis harus memverifikasi informasi yang
didapat dan mengulangi serta mencatat elemen-elemen
penting dalam evaluasi.
• Studi dan konsultasi preoperatif, sesuai indikasi medis.
• Rencana anestesi dibuat oleh anestesiologis,
didiskusikan dengan pasien, kemudian mendapat
persetujuan pasien. Kesemuanya ini harus dicatat di
rekam medis pasien.
• Tindakan anestesi dilakukan oleh anestesiologis, dokter
lain yang kompeten, atau petugas anestesi non-dokter
yang dipandu/dibimbing secara langsung oleh
anestesiologis. Dokter non-anestesi yang melakukan /
mengawasi tindakan anestesi harus kompeten dalam
edukasi, pelatihan, memiliki surat izin praktik, dan
dipercaya oleh rumah sakit.
• Pemulangan pasien merupakan tanggung jawab dokter
• Pasien yang tidak hanya menjalani anestesi lokal harus
didampingi oleh orang dewasa saat pemulangan pasien.
• Instruksi pasca-operasi dan pemantauan selanjutnya harus
dicatat dalam rekam medis
• Memiliki rekam medis yang akurat, terpercaya, dan
terbaru.
BAB III
PELAYANAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
• Sedasi ringan / minimal (anxiolysis): kondisi di mana pasien
masih dapat merespons dengan normal terhadap stimulus verbal.
Meskipun fungsi kognitif dan koordinasi dapat terganggu,
ventilasi dan fungsi kardiovaskular tidak terpengaruh.
Contoh sedasi minimal adalah:
• Blok saraf perifer
• Anestesi lokal atau topikal
• Pemberian 1 jenis obat sedatif / analgesik oral dengan
dosis yang sesuai untuk penanganan insomnia, ansietas,
atau nyeri
• Sedasi sedang : suatu kondisi depresi tingkat kesadaran di
mana pasien memberikan respons terhadap stimulus berulang /
nyeri. Fungsi ventilasi spontan dapat terganggu / tidak
adekuat. Pasien mungkin membutuhkan bantuan untuk
mempertahankan patensi jalan napas. Fungsi kardiovaskular
biasanya terjaga dengan baik.
• Sedasi berat: hilangnya kesadaran di mana pasien tidak sadar,
bahkan dengan pemberian stimulus nyeri. Pasien sering
membutuhkan bantuan untuk mempertahankan patensi jalan napas,
dan mungkin membutuhkan ventilasi tekanan positif karena tidak
adekuatnya ventilasi spontan/ fungsi kardiovaskular dapat
terganggu.
Sedasi adalah suatu proses yang berkelanjutan / kontinu, sehingga
tidak selalu mungkin untuk memprediksi bagaimana respons setiap
pasien yang mendapat sedasi. Oleh karena itu, petugas anestesi yang
memberikan sedasi harus dapat melakukan penanganan segera terhadap
pasien yang efek sedasinya lebih dalam / berat daripada efek yang
seharusnya terjadi (misalnya: petugas anestesi yang memberikan
anestesi sedang harus dapat melakukan penanganan terhadap pasien
yang jatuh ke dalam kondisi sedasi berat).4
Sedasiringan /minimal
(anxiolysis)
Sedasi sedang Sedasi berat /dalam
Respons Respons normal terhadap stimulus verbal
Merespons setelah diberikan stimulus berulang /
Tidak sadar, meskipun dengan stimulus nyeri
stimulus nyeri
Jalan napas Tidak terpengaruh
Mungkin perlu intervensi
Sering memerlukan intervensi
Ventilasi spontan
Tidak terpengaruh
Dapat tidak adekuat
Sering tidak adekuat
Fungsi kardiovaskular
Tidak terpengaruh
Biasanya dapat dipertahankan dengan baik
Dapat terganggu
BAB IV
PENYELENGGARAAN PELAYANAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
DI RSUD JOMBANG
A. ANGGOTA INTI TIM ANESTESI
• Tim anestesi melibatkan dokter dan non-dokter.
• Setiap anggota tim memiliki kewajiban untuk mengidentifikasi
mereka sendiri dan anggota tim lainnya secara akurat kepada
pasien dan keluarganya.
• Anestesiologis bertanggungjawab untuk mencegah agar tidak
terjadi salah penafsiran / anggapan terhadap petugas non-
dokter sebagai dokter residen atau dokter umum.
• Tindakan / layanan anestesi dilakukan oleh tim anestesi,
termasuk pemantauan dan pelaksanaan tindakan anestesi.
• Instruksi diberikan oleh anestesiologis dan harus sejalan
dengan kebijakan dan regulasi pemerintah serta kebijakan rumah
sakit.
• Tanggung jawab keseluruhan terhadap kinerja tim anestesi dan
keselamatan pasien terletak pada anestesiologis.
• Anestesiologis harus mewujudkan keselamatan pasien yang
optimal dan memberikan pelayanan yang berkualitas kepada
setiap pasien yang menjalani tindakan anestesi. Selain itu,
anestesiologis juga diharapkan memberikan pengajaran / edukasi
kepada siswa dalam hal ini dokter muda dan mahasiswa perawat.
• Berikut adalah anggota tim anestesi:
• Dokter
•Anestesiologis (spesialis anestesi) – Pimpinan Tim
Anestesi
Merupakan seorang dokter yang memiliki SIP dan
telah menyelesaikan program studi spesialisasi di
bidang anestesi yang terakreditasi.
• Non-dokter
•Penata/perawat anestesi
Merupakan perawat dengan SIP yang telah
menyelesaikan program studi Perawat Anestesi
terakreditasi.
B. MANAJEMEN KESELAMATAN PASIEN OLEH TIM ANESTESI
Untuk mencapai terwujudnya keselamatan pasien yang optimal,
anestesiologis bertanggungjawab terhadap hal-hal berikut ini:
• Manajemen Kepegawaian
Anestesiologis harus memastikan terlaksananya penugasan
penata/perawat anestesi, perawat RR/ROI IGD yang kompeten dan
berkualitas dalam memberikan layanan / prosedur anestesi
kepada setiap pasien.
• Evaluasi Pre-anestesi Pasien
• Suatu evaluasi pre-anestesi memungkinkan terwujudnya
perencanaan anestesi yang baik, di mana perencanaan
tersebut juga mempertimbangkan kondisi dan penyakit
pasien yang dapat mempengaruhi tindakan anestesi.
• Meskipun petugas non-dokter dapat berkontribusi dalam
pengumpulan dan pencatatan data pre-operatif pasien,
anestesiologislah yang memegang tanggung jawab terhadap
evaluasi keseluruhan pasien.
• Perencanaan Tindakan Anestesi
• Anestesiologis bertanggungjawab dalam menyusun rencana
tindakan anestesi yang bertujuan untuk mewujudkan
kualitas pelayanan pasien yang terbaik dan tercapainya
keselamatan pasien dengan optimal.
• Anestesiologis sebaiknya melakukan diskusi dengan pasien
(jika kondisi pasien memungkinkan) mengenai risiko
tindakan anestesi, keuntungan dan alternatif yang ada,
dan memperoleh izin persetujuan tindakan (informed consent).
• Ketika terdapat situasi di mana suatu bagian dari
layanan anestesi akan dilakukan oleh petugas anestesi
kompeten lainnya, spesialis anestesi harus
memberitahukan kepada pasien bahwa pendelegasian tugas
ini termasuk dalam pelayanan anestesi oleh Tim Anestesi.
• Manajemen Tindakan Anestesi
• Manajemen tindakan anestesi bergantung pada banyak
faktor, termasuk kondisi medis setiap pasien dan
prosedur yang akan dilakukan.
• Anestesiologis harus menentukan tugas perioperatif mana
yang dapat didelegasikan.
• Anestesiologis dapat mendelegasikan tugas spesifik
kepada petugas non-dokter yang tergabung dalam Tim
Anestesi, dengan syarat kualitas pelayanan pasien dan
keselamatan pasien tetap terjaga dengan baik, tetap
berpartisipasi dalam bagian-bagian penting tindakan
anestesi, dan tetap siap sedia untuk menangani situasi
emergensi dengan cepat
• Perawatan Pasca-anestesi
• Perawatan pasca-anestesi rutin didelegasikan kepada
perawat pasca-anestesi.
• Evaluasi dan tatalaksana komplikasi pasca-anestesi
merupakan tanggung jawab anestesiologis.
• Konsultasi Anestesi
Seperti jenis konsultasi medis lainnya, tidak dapat
didelegasikan kepada non-dokter.
C. MANAJEMEN KESELAMATAN PASIEN DALAM PENGGUNAAN SEDASI RINGAN DAN
SEDANG OLEH PENATA/PERAWAT ANESTESI.
• Dokter yang mengawasi bertanggungjawab akan semua aspek yang
terlibat selama perawatan pasien (pre-, intra-, dan pasca-
prosedur).
• Saat pasien disedasi, dokter yang bertanggungjawab harus hadir
/ mendampingi di ruang tindakan.
• Praktisi yang melakukan sedasi harus terlatih dengan baik
dalam mengevaluasi pasien sebelum prosedur dilakukan untuk
mengenali kapan terdapat peningkatan risiko anestesi.
• Kebijakan dan prosedur yang terkait harus memperbolehkan
praktisi untuk menolak berpartisipasi dalam kasus-kasus
tertentu jika mereka merasa tidak kompeten dalam melakukan
suatu tindakan anestesi dan terdapat kemungkinan dapat
membahayakan pasien / menurunkan kualitas pelayanan pasien.
• Dokter yang mengawasi bertanggungjawab memimpin timnya dalam
situasi emergensi di mana diperlukan tindakan resusitasi,
termasuk manajemen jalan napas.
• Sertifikat ACLS merupakan standar persyaratan minimal yang
harus dimiliki oleh praktisi yang melakukan sedasi / anestesi.
• Surat Persetujuan Tindakan
• Dokter spesialis anestesi bertanggungjawab untuk
memastikan bahwa setiap pasien (atau keluarganya)
memahami bahwa selama proses anestesi berlangsung di
kamar operasi / tindakan, terdapat kemungkinan hanya ada
penata/perawat anastesi, meskipun tetap di bawah
pengarahan oleh anestesiologis yang bertanggungjawab
terhadap pasien.
• Pasien/wali/keluarga harus membaca formulir tindakan
anestesi secara lengkap dan memahami semua resiko atau
komplikasi dan menandatangani di form yang ada
disaksikan oleh petugas yang kompeten. Berikutnya
petugas tersebut juga menandatangani form yang ada.
• Jika pasien atau keluarganya telah paham dan setuju akan
hal ini, tahap selanjutnya adalah menandatangani surat
persetujuan tindakan anestesi. Formulir tersebut juga
ditandatangani oleh saksi lain dari pihak keluarga,
saksi pihak rumah sakit dan dokter penanggung jawab
anestesi.
D. PELAYANAN ANESTESI SELAMA PROSEDUR INTERVENSI DENGAN
RASA NYERI
• Sebagian besar pelaksanaan prosedur dengan nyeri minor tidak
memerlukan pelayanan anestesi selain anestesi lokal.
Penanganan nyeri kronis dilaksanakan di pain clinic atau klinik
nyeri. Alat yang dibutuhkan diklinik nyeri adalah USG, C-Arm,
Nerv stimulator, dan radio ablation.
• Contoh prosedur ini adalah:
• injeksi steroid epidural
• epidural blood patch
• trigger point injection
• injeksi sendi sakroiliaka
• bursal injection
• blok saraf oksipital (occipital nerve block)
• facet injection
• dll
• Penggunaan anestesi umum untuk prosedur yang menimbulkan nyeri
minor hanya dibenarkan dalam kondisi-kondisi khusus, di mana
diperlukan perawatan / layanan anestesi yang terampil dan
terlatih.
• Berikut adalah kondisi-kondisi yang memerlukan layanan
anestesi khusus:
• Komorbiditas mayor
• Gangguan mental / psikologis yang membuat pasien tidak
kooperatif
• Penggunaan sedasi dan obat anestesi lainnya harus seimbang
dengan potensi risiko / bahaya yang diakibatkan dari
pelaksanaan prosedur dengan nyeri minor terhadap pasien dengan
anestesi umum, terutama pada pasien yang menjalani prosedur
tulang belakang servikal.
• Prosedur yang berkepanjangan (lama) dan atau nyeri sering
memerlukan sedasi intravena dan penggunaan monitor anestesi
(Monitored Anesthesia Care-MAC). Prosedur ini meliputi:
• Blok saraf simpatis (ganglion stelata, fleksus seliaka,paravertebral lumbal)
• Ablasi radiofrequency (R/F)
• Diskografi (discography)
• Disektomi perkutan
• Trial spinal cord stimulator lead placement
• Blok fleksus / saraf utama lebih jarang dilakukan di klinik
penanganan nyeri kronis, tetapi diyakini bahwa prosedur blok
ini mungkin memerlukan penggunaan anestesi intravena dan MAC
(misalnya: blok fleksus brakialis, blok saraf sciatica, teknik
kateterisasi kontinu tertentu).
Pedoman ProsedurSedasi di RSUD Jombang
Menimbang : a. bahwa pelayanan anestesiologi dan terapiintensif di rumah sakit merupakan salah satu bagiandari pelayanan kesehatan yang saat ini peranannyaberkembang dengan cepat;
b. bahwa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor779/Menkes/SK/VIII/2008 tentang Standar PelayananAnestesiologi dan Reanimasi di Rumah Sakit tidaksesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuandan teknologi kedokteran;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksudpada huruf a dan huruf b, perlu ditetapkan PedomanProsedur Sedasi di Instalasi Anetesi dan PerawatanIntensip.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentangPraktik Kedokteran (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4431);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 5063);
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang RumahSakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 5072);
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor512/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin Praktik danPelaksanaan Praktik Kedokteran;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor290/Menkes/Per/III/2008 tentang PersetujuanTindakan Kedokteran;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi danTata Kerja Kementerian Kesehatan;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNomor 519/Menkes/Per/III/2011 tentang pedomanpenyelenggaraan pelayanan anestesiologi dan terapiintensif;
9. Kebijakan direktur RSUD Jombang tentang prosedursedasi nomor xxxxx
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PEDOMAN PROSEDUR SEDASI Di RSUD Jombang
Pasal 1
Prosedur sedasi ringan adalah prosedur dimana hanya digunakanobat-obat ansiolitik dan tidak mengganggu tingkat kesadaranpenderita dalam hal ini masih boleh diberikan oleh petugas selainanestesi.
Pasal 2
Prosedur sedasi sedang adalah prosedur dimana mulai digunakan obat-obat injeksi intravena meliputi midazolam, petidine, fentanil, ketamin, ataupun propofol dengan dosis minimal. Prosedur ini harus dikerjakan oleh petugas anestesi dalam hal inipenata/perawat dengan konsultasi sebelumnya dengan dokter spesialis anestesiologi.
Pasal 3
Prosedur sedasi dalam adalah prosedur anestesi umum dimana digunakan obat-obat anestesi intravena secara total TIVA (total intravenous anestasia), TCI (total control infusion) dan anestesigeneral inhalasi dengan masker, laryngeal mask, dan intubasi indotrakheal.
Pasal 4
Prosedur anestesi regional termasuk didalamnya SAB (Sub Aranioth Block), peridural anesthesia, blok-blok syaraf atau pleksus harusdikerjakan oleh dokter spesialis anestesi.
Pasal 5
Pelayanan anestesi yang dimulai sejak pre op visit harus dapat mengidentifikasi masalah antara populasi dewasa, anak, dan pertimbangan khusus lainnya misalnya pasien geriatri.
Pasal 6
Kegiatan pro op visit dicatat dalam lembar evaluasi pre op yang terdapat dalam status anestesi sehingga dapat dimanfaatkan untuk komunikasi secara efektif antara dokter spesialis anestesi denganpenata/perawat anestesi dan antara dokter spesialis anestesi dengan dokter spesialis lainnya.
Pasal 7
Persetujuan tindakan anestesi atau inform consent anestesi harus ditandatangani terpisah dengan tindakan persetujuan bedah.
Pasal 8
Setiap tindakan anestesi dengan sedasi sedang dan dalam harus dicatat dan dilakukan monitoring dalam kartu status anestesi.
Pasal 9
Petugas anestesi harus mempunyai kualifikasi dan keterampilan khusus sesuai dengan ijazah atau sertifikat yang telah diterbitkan oleh instansi yang legal.
Pasal 10
Setiap tindakan anestesi harus menggunakan peralatan spesialistikyang memadai sesuai dengan standart nasional.
Pasal 11
Pedoman Prosedur Sedasi mulai diberlakukan di RSUD Jombang.
LAMPIRAN PEDOMAN PROSEDUR SEDASI
BAB I
PENDAHULUAN
Anestesiologis mempunyai keahlian spesifik dalam hal
farmakologi, fisiologi, dan manajemen klinis terhadap pasien-
pasien yang mendapat sedasi dan analgesik. Oleh karena itu,
anestesiologis sering diminta untuk berpartisipasi dalam
mengembangkan kebijakan dan prosedur rumah sakit untuk sedasi dan
analgesik yang digunakan pada saat melakukan prosedur diagnostik
atau terapeutik. Pedoman ini diaplikasikan secara spesifik untuk
sedasi sedang (sering disebut sebagai anestesi di mana pasiennya
sadar) dan sedasi berat / dalam. Pedoman ini juga tidak ditujukan
untuk pasien yang menjalani anestesi umum / anestesi induksi
(misalnya blok spinal /epidural / kaudal) di mana harus diawasi
dan dilakukan oleh dokter spesialis anestesi, dokter bedah, atau
dokter lainnya yang telah mengikuti pelatihan khusus mengenai
teknik sedasi, anestesi, dan resusitasi.
Keuntungan yang didapat dari pemberian sedasi /analgesic,
diantaranya : pasien dapat menoleransi prosedur yang tidak
menyenangkan dengan mengurangi kecemasan, ketidaknyamanan, atau
nyeri yang mereka rasakan. Pada anak-anak dan orang dewasa yang
tidak kooperatif: sedasi / anelgesik dapat mempercepat dan
memperlancar pelaksanaan prosedur yang memerlukan pasien untuk
diam / tidak bergerak.
Risiko pemberian sedasi: berpotensi menimbulkan depresi
kardirespirasi, sehingga petugas / personel yang memberikan
sedasi harus dapat segera mengenali dan menanganinya untuk
mencegah kejadian: kerusakan otak akibat hipoksia, henti jantung,
atau kematian.
Pemberian sedasi / analgesik yang tidak adekuat dapat
menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien, meningkatkan risiko
cedera karena pasien menjadi kurang / tidak kooperatif, timbulnya
efek fisiologis atau psikologis akibat respons terhadap stress
yang dialami pasien.
BAB II
TUJUAN
• Membantu dokter dan pasien dalam membuat keputusan mengenai
pelayanan kesehatan.
• Membantu dokter memberikan keuntungan dilakukannya sedasi /
analgesik sementara meminimalisasi risiko yang dapat terjadi.
• Memberikan panduan kerja bagi petugas anestesi agar dapat
memberikan pelayanan yang baik pada pasien.
• Memberikan acuan kerja bagi instalasi di RSUD Jombang
khususnya instalasi Anestesi dan perawatan intensip dalam
menjalankan pelayanan yangbaik kepada penderita.
BAB III
PRINSIP-PRINSIP
• Pedoman ini dapat dimodifikasi dan diadapatasi sesuai dengan
kebutuhan klinis dan keterbatasan yang ada.
• Pedoman ini tidak dimaksudkan sebagai persyaratan yang mutlak
atau standar.
• Pemilihan teknik dan obat-obatan sedasi / analgesik yang
digunakan bergantung pada:
• Preferensi dan pengalaman masing-masing dokter
• Kebutuhan dan keterbatasan yang terdapat pada pasien
atau prosedur
• Kecenderungan terjadinya efek sedasi yang lebih dalam
daripada yang diinginkan / diantisipasi.
• Penerapan pedoman ini tidak dapat menjamin hasil akhir yang
spesifik.
• Pedoman ini harus direvisi karena pengetahuan, teknologi, dan
praktik kedokteran selalu berkembang sepanjang waktu.
• Pedoman ini menyediakan rekomendasi dasar yang didukung dengan
analisis literatur terkini dan pengolahan opini para ahli /
pakar kedokteran, forum terbuka, dan data klinis.
• Didesain agar dapat diaplikasikan oleh dokter non-
anestesiologis di berbagai fasilitas, yaitu rumah sakit,
klinik swasta, praktik dokter, dokter gigi, dan fasilitas
lainnya.
BAB IV
PEDOMAN (UNTUK SEDASI SEDANG DAN BERAT / DALAM)
• Evaluasi pre-prosedur
• Untuk meningkatkan efikasi klinis (proses pemberian
sedasi dan analgesik yang berjalan lancar)
• Menurunkan risiko kejadian efek samping.
• Evaluasi ini meliputi:
•Riwayat penyakit pasien yang relevan
• abnormalitas sistem organ utama
• riwayat anestesi / sedasi sebelumnya, dan efek
samping yang pernah terjadi / dialami
• obat-obatan yang dikonsumsi saat ini, alergi
obat, dan interaksi obat yang mungkin terjadi
• asupan makan terakhir
• riwayat merokok, alkohol, atau penyalahgunaan
obat-obatan
•Pemeriksaan fisik terfokus
• Tanda vital
• Evaluasi jalan napas (lihat lampiran 3)
• Auskultasi jantung dan paru
•Pemeriksaan laboratorium (berdasarkan pada kondisi
yang mendasari dan efek yang mungkin terjadi dalam
penanganan pasien)
•Temuan klinis dikonfirmasi segera sebelum melakukan
anestesi / sedasi.
•Konsultasi dengan SMF lain.
• Konseling pasien
• Mengenai risiko, keuntungan, keterbatasan, dan
alternatif yang ada
• Puasa pre-prosedur
• Prosedur elektif: mempunyai waktu yang cukup untuk
pengosongan lambung
• Situasi emergensi: berpotensi terjadi pneumonia
aspirasi, pertimbangkan dalam menentukan tingkat /
kategori sedasi, apakah perlu penundaan prosedur, dan
apakah perlu proteksi trakea dengan intubasi.
• Pemantauan
• Data yang harus dicatat dengan interval yang teratur
sebelum, selama, dan setelah prosedur dilakukan:
•Tingkat kesadaran pasien (dinilai dari respons
pasien terhadap stimulus)
• respons menjawab (verbal): menunjukkan bahwa
pasien bernapas
• hanya memberikan respons berupa refleks
menarik diri (withdrawal): dalam sedasi berat /
dalam, mendekati anestesi umum, dan harus
segera ditangani.3
•oksigenasi:
• memastikan konsentrasi oksigen yang adekuat
selama proses anestesi
• gunakan oksimetri denyut (pulse oximetry)5
•Respons terhadap perintah verbal (jika
memungkinkan)3
•Ventilasi paru (observasi, auskultasi)
• Semua pasien yang menjalani anestesi umum
harus memiliki ventilasi yang adekuat dan
dipantau secara terus-menerus
• Lihat tanda klinis: pergerakan dinding dada,
pergerakan kantong pernapasan, auskultasi dada
• Pemantauan karbon dioksida yang diekspirasi
untuk pasien yang terpisah dari pengasuh /
keluarganya
• Jika terpasang ETT / LMA: pastikan posisi
terpasang dengan benar
• Kapnografi
•Sirkulasi
• Elektrokardiogram (EKG) untuk pasien dengan
penyakit kardiovaskular yang signifikan
• Pemeriksaan analisis gas darah (AGD)
• Tekanan darah dan frekuensi denyut jantung
setiap 5 menit (kecuali dikontraindikasikan)
• Pasien dengan anestesi umum: semua hal di atas
ditambah evaluasi kontinu fungsi sirkulasi
dengan: palpasi nadi, auskultasi bunyi
jantung, tekanan intra-arteri, oksimetri.
•Temperatur tubuh
• Pencatatan data untuk sedasi berat / dalam:
•Respons terhadap perintah verbal atau stimulus yang
lebih intens (kecuali dikontraindikasikan)
•Pemantauan karbondioksida yang diekspirasi untuk
semua pasien
•EKG untuk semua pasien
• Personel / petugas
• Sebaiknya terdapat petugas anestesi non-dokter yang ikut
hadir dalam proses anestesi, bertugas untuk memantau
pasien sepanjang prosedur berlangsung.
• Memiliki kemampuan untuk mempertahankan patensi jalan
napas, melakukan ventilasi tekanan positif, dan
resusitasi (bantuan hidup lanjut) selama prosedur
berlangsung.
• Petugas ini boleh membantu dengan melakukan tugas-tugas
ringan lainnya saat pasien telah stabil
• Untuk sedasi berat / dalam: petugas yang melakukan
pemantauan tidak boleh diberikan tugas / pekerjaan lain.
• Pelatihan
• Farmakologi obat-obatan anestesi dan analgesik
• Farmakologi obat-obatan antagonis yang tersedia
• Keterampilan bantuan hidup dasar
• Keterampilan bantuan hidup lanjut
• Untuk sedasi berat / dalam: keterampilan bantuan hidup
lanjut di kamar tindakan / prosedur.
• Peralatan emergensi (lihat lampiran 5)
• Suction, peralatan patensi jalan napas dengan berbagai
ukuran, ventilasi tekanan positif
• Peralatan intravena, obat-obatan antagonis, dan obat-
obatan resusitasi dasar
• Peralatan intubasi
• Defibrillator yang tersedia setiap saat dan dapat segera
dipakai (untuk pasien-pasien dengan penyakit
kardiovaskular)
• Untuk sedasi berat / dalam: defibrillator tersedia setiap
saat dan dapat segera dipakai (untuk semua pasien)
• Oksigen tambahan
• Tersedianya peralatan oksigenasi
• Pemberian oksigen tambahan jika terjadi hipoksemia
• Untuk sedasi berat / dalam: pemberian oksigen kepada
semua pasien (kecuali dikontraindikasikan)
• Pilihan obat-obatan anestesi
• Sedatif: untuk mengurangi ansietas / kecemasan,
menyebabkan kondisi somnolen
• Analgesik: untuk mengurangi nyeri
• Kombinasi sedatif dan analgesik: efektif untuk sedasi
sedang dibandingkan dengan penggunaan satu jenis obat
• Titrasi dosis
• Pengobatan intravena diberikan secara bertahap dengan
interval yang cukup antar-pemberian untuk memperoleh
efek yang optimal
• Pengurangan dosis yang sesuai jika menggunakan sedatif
dan analgesik
• Pemberian berulang dosis obat-obatan oral untuk menambah
edek sedasi / analgesik tidak direkomendasikan
• Penggunaan obat anestesi induksi (propofol, ketamin)
• Biasanya digunakan untuk anestesi umum
• Propofol dan ketamin efektif dipakai untuk sedasi sedang
• Methohexital efektif untuk sedasi dalam / berat
• Tanpa memandang rute pemberian dan tingkat sedasi yang
diinginkan, pasien dengan sedasi berat harus dipantau
secara konsisten, termasuk penanganan jika pasien jatuh
dalam keadaan anestesi umum.
• Akses intravena
• Pemberian obat sedasi melalui jalur intravena:
pertahankan akses intravena dengan baik selama prosedur
hingga pasien terbebas dari risiko depresi
kardiorespirasi.
• Pemberian obat sedasi melalui jalur lain: keputusan
diambil berdasarkan kasus per-kasus.
• Tersedia personel / petugas yang memiliki keterampilan /
keahlian mengakses jalur intravena
• Obat antagonis: tersedia nalokson dan flumazenil jika pasien
diberikan obat opioid / benzodiazepin.
• Pemulihan
• Observasi sampai pasien terbebas dari risiko depresi
sistem kardiorespirasi
• Oksigenasi harus dipantau secara rutin dan teratur
sampai pasien terbebas dari risiko hipoksemia
• Ventilasi dan sirkulasi harus dipantau secara rutin dan
teratur sampai pasien diperbolehkan pulang.
• Gunakan kriteria pemulangan yang sesuai untuk
meminimalisir risiko depresi kardiovaskular / pernapasan
setelah pasien dipulangkan. (lihat lampiran 6).
• Situasi khusus
• Masalah medis berat yang mendasari (usia sangat lanjut,
penyakit jantung/ paru/ ginjal hepar yang berat):
konsultasikan dengan spesialis yang sesuai
• Risiko gangguan kardiovaskular / pernapasan yang berat
atau diperlukannya ketidaksadaran total pada pasien
untuk menciptakan kondisi operasi yang memadai:
konsultasikan dengan anestesiologis.3
LAMPIRAN 1
ANGGOTA TIM ANESTESI TAMBAHAN
Anggota Tim Anestesi lainnya yang dapat terlibat dalam perawatan
peri-anestesi:
• Perawat pasca-anestesi: adalah perawat yang merawat pasien
dalam fase pemulihan dari pengaruh anestesi.
• Perawat peri-operatif: adalah perawat yang merawat pasien
selama di kamar operasi.
• Perawat untuk layanan intensif: adalah perawat yang merawat
pasien di ruang rawat intensif (Intensive Care Unit-ICU).
• Perawat obstetri: adalah perawat yang membantu pasien bersalin
/ melahirkan.
• Perawat neonatus: adalah perawat yang merawat neonatus di
ruang rawat khusus.
• Terapis pernapasan: adalah petugas kesehatan professional yang
memberikan perawatan / manajemen pernapasan kepada pasien.
• Cardiovascular perfusionists: adalah petugas kesehatan professional
yang mengoperasikan mesin bypass kardiopulmoner.
Anggota pendukung yang menangani masalah teknis, pengadaan alat,
dan pemeliharaan alat:
• Teknisi anestesi
• Petugas pembantu anestesi (anesthesia aides)
• Teknisi pemeriksaan gas darah (blood gas technicians)
• Teknisi manajemen pernapasan (respiratory technicians)
• Teknisi mesin monitor (monitoring technicians)
LAMPIRAN 2
PERATURAN PENAGIHAN DAN DEFINISI YANG SERING DIGUNAKAN1
ASA mengetahui adanya peraturan pembayaran komersial dan
pemerintahan yang berlaku untuk penagihan layanan anestesi dan
memotivasi para anggotanya untuk mematuhinya sebisa mungkin.
Beberapa tugas umum yang dilakukan meliputi:
• Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat terhadap
pasien sebelum menjalani anestesi
• Menyusun rencana anestesi
• Ikut serta dalam sebagian besar proses anestesi, termasuk
induksi anestesi (pasien dibius dan menjadi tidak sadar) dan
‘emergence’ (pemberian anestesi dihentikan dan pasien sadar
kembali).
• Pendelegasian perawatan anestesi hanya kepada personel
anestesi yang kompeten dan berkualitas.
• Pemantauan pelatihan anestesi dengan interval yang cukup
sering
• Siap sedia / hadir setiap kali diperlukan untuk memberikan
diagnosis dan tatalaksana segera dan bertanggungjawab secara
medis.
• Menyediakan pelayanan / perawatan pasca-anestesi, sesuai
indikasi
• Melakukan dan mencatat evaluasi pasca-anestesi
ASA juga mengetahui akan kurangnya kepastian / prediksi dalam
perawatan anestesi dan banyaknya variabilitas akan kebutuhan pasien
yang dapat, dalam keadaan tertentu dan jarang, membuatnya kurang
sesuai dari sudut pandang keselamatan pasien dan kualitas pelayanan
pasien untuk mematuhi peraturan / ketentuan pembayaran yang
berlaku.
Pelaporan pembayaran atas layanan anestesi harus secara akurat
mencerminkan layanan yang diberikan. Kemampuan untuk
memprioritaskan tugas dan kebutuhan perawatan pasien dari waktu ke
waktu merupakan keahlian yang penting yang ahrus dimiliki oleh Tim
Anestesi. Anestesiologis harus berusaha untuk memberikan pelayanan
dengan kualitas tertinggi dan menerapkan keselamatan pasien dengan
optimal kepada semua pasien peri-operatif.
‘PENGARAHAN’ MEDIS (oleh anestesiologis)
Merupakan suatu istilah pembayaran yang mendeskripsikan pekerjaan /
tugas spesifik seorang anestesiologis dan keterbatasan yang
terlibat dalam pembayar tagihan untuk manajemen dan pengawasan
petugas anestesi non-dokter. Hal ini berkaitan dengan kondisi di
mana anestesiologis terlibat dalam ≤ 4 tindakan anestesi yang
bersamaan.
‘SUPERVISI’ MEDIS (oleh anestesiologis)
Kebijakan pembayaran jasa medis berisi rumusan pembayaran khusus
untuk ‘supervisi medis’ yang berlaku untuk kondisi “ketika
anestesiologis terlibat dalam > 4 prosedur tindakan secara
bersamaan atau melakukan pelayanan lain sambil mengarahkan prosedur
/ tindakan anestesi lainnya.” [Catatan: kata ‘supervisi’ juga dapat
digunakan di luar Tim Anestesi untuk mendeskripsikan pengawasan
medis peri-operatif oleh dokter bedah terhadap petugas anestesi
non-dokter.]
Dokter bedah yang melakukan pengawasan / supervisi berhubungan
dengan manajemen medis pasien peri-operatif dan manajemen anestesi
(misalnya: menentukan kesiapan medis pasien untuk menjalani
anestesi dan pembedahan, melakukan manajemen medis segera pada
kondisi emergensi yang tak terduga).
LAMPIRAN 3
PROSEDUR PEMERIKSAAN PATENSI JALAN NAPAS UNTUK PEMBERIAN
SEDASI DAN ANALGESIK
Pemberian ventilasi tekanan positif (VTP), dengan atau tanpa
intubasi trakea mungkin diperlukan jika timbul gangguan pernapasan
selama proses pemberian sedasi /analgesik.
• VTP ini dapat lebih sulit dilakukan pada pasien dengan anatomi
jalan napas yang atipikal / tidak lazim
• Abnormalitas jalan napas dapat meningkatkan kemungkinan
terjadinya obstruksi jalan napas saat ventilasi spontan
• Beberapa faktor yang dapat menimbulkan kesulitan dalam
manajemen jalan napas antara lain:
• Riwayat pasien
•Adanya masalah dengan anestesi / sedasi sebelumnya
•Stridor, mengorok (snoring), apnea saat tidur (sleep
apnea)
•Artritis rematoid yang lanjut / berat
• Pemeriksaan fisik
•Habitus / postur tubuh: obesitas yang signifikan
(terutama di struktur wajah dan leher)
•Kepala dan leher:
• Leher pendek
• Eksensi leher terbatas
• Pendeknya jarak antara mentalis – hyoid (< 3 cm
pada dewasa)
• Massa di leher
• Penyakit / trauma pada tulang spinal servikal
• Deviasi trakea
• Gambaran wajah dismorfik (misalnya: sindrom
Pierre-Robin)
•Mulut
• Pembukaan kecil (< 3 cm pada dewasa)
• Gigi seri yang menonjol / maju (protruding)
• Gigi yang goyang
• Menggunakan peralatan gigi (misalnya: kawat,
gigi palsu)
• Lengkung langit-langit yang tinggi
• Makroglosia (lidah besar)
• Hipertrofi tonsil
• Uvula tidak terlihat
•Rahang
• Mikrognatia
• Retrognatia
• Trismus
• Maloklusi yang signifikan
LAMPIRAN 4
PEDOMAN PUASA SEBELUM MENJALANI PROSEDUR MENURUT
AMERICAN SOCIETY OF ANETHESIOLOGIST3
Jenis makanan Periode puasa minimalCairan bening / jernih 2 jamAir Susu Ibu (ASI) 4 jamSusu formula untuk bayi 6 jamSusu sapi 6 jamMakanan ringan 6 jam
Rekomendasi ini diaplikasikan untuk pasien sehat yang akan
menjalani prosedur elektif. Tidak ditujukan untuk wanita hamil.
Perlu diingat bahwa dengan mengikuti pedoman ini tidak menjamin
pengosongan lambung yang sempurna. Periode puasa minimal
diaplikasikan untuk semua usia.
Contoh cairan bening / jernih adalah: air putih, jus buah tanpa
bulir / ampas, minuman berkarbonasi, teh, dan kopi. Konsistensi
susu sapi mirip dengan makanan padat dalam waktu pengosongan
lambung, jumlah susu yang diminum harus dipertimbangkan saat
menentukan periode waktu puasa yang tepat.
Contoh makanan ringan adalah roti dan cairan bening. Makanan
yang digoreng atau berlemak atau daging dapat memperlama waktu
pengosongan lambung. Jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi harus
dipertimbangkan saat menentukan periode waktu puasa yang tepat.
LAMPIRAN 5
PERALATAN EMERGENSI UNTUK SEDASI DAN ANALGESIK3
• Peralatan emergensi yang sesuai harus tersedia saat melakukan
pemberian sedasi / analgesik yang berpotensi untuk menyebabkan
depresi kardiorespirasi.
• Berikut adalah pedoman mengenai peralatan apa saja yang harus
tersedia, dapat dimodifikasi sesuai dengan kondisi tempat
praktik / institusi.
• Peralatan intravena
•Sarung tangan
•Tourniquet
•Swab alkohol
•Kassa steril
•Kateter intravena / kanula infus (ukuran 24, 22)
•Selang infus (untuk anak-anak menggunakan tetesan
mikro: 60 tetes/ml)
•Cairan intravena / cairan infuse
•Jarum suntik untuk aspirasi obat, injeksi
intramuscular (pada anak dan bayi: jarum untuk injeksi
intraosseous sumsum tulang)
•Spuit dengan beragam ukuran
•Perekat
• Peralatan untuk manajemen jalan napas dasar
•Sumber oksigen yang bertekanan
•Mesin suction
•Kateter untuk suction
•Suction tipe-Yankauer
•Sungkup wajah (berbagai ukuran dari bayi – dewasa)
•Satu set self-inflating breathing bag-valve
•Oropharyngeal airways dan nasopharyngeal airways
•Lubrikan / gel pelumas
• Peralatan untuk manajemen jalan napas lanjut (untuk
petugas dengan keahlian intubasi)
• Laryngeal mask airways (LMA)
•Pegangan laringoskop
•Bilah laringoskop
•Tabung endotrakeal (endotracheal tube-ETT): ukuran
dengan balon berdiameter 6.0, 7.0, 8.0 mm.
•Stilet / mandarin (ukuran disesuaikan dengan
diameter ETT)
• Obat-obatan antagonis
•Nalokson
•Flumazenil
• Obat-obatan emergensi
•Epinefrin
•Efedrin
•Vasopressin
•Atropine
•Nitrogliserin (tablet atau semprot)
•Amiodaron
•Lidokain
•Dekstrose 10%, 25%, 50%
•Difenhidramin
•Hidrokortison, metilprednisolon, atau deksametason
•Diazepam atau midazolam
LAMPIRAN 6
KRITERIA PEMULIHAN DAN PEMULANGAN PASIEN SETELAH PEMBERIAN SEDASI
DAN ANALGESIK3
Setiap rumah sakit harus mempunyai kriteria pemulihan dan
pemulangan yang sesuai dengan pasien dan prosedur yang dilakukan.
beberapa prinsip dasar yang harus miliki adalah:
• Prinsip umum
• Pengawasan medis dalam fase pemulihan dan pemulangan
pasien setelah pemberian sedasi sedang / dalam merupakan
tanggung jawab dokter yang melakukan sedasi.
• Ruang pemulihan harus dilengkapi dengan monitor dan
peralatan resusitasi yang adekuat
• Pasien yang menjalani sedasi sedang atau dalam harus
dipantau sampai criteria pemulangan terpenuhi.
•Durasi dan frekuensi pemantauan harus disesuaikan
dengan masing-masing pasien bergantung pada tingkat
sedasi yang diberikan, kondisi umum pasien, dan
intervensi / prosedur yang dilakukan
•Oksigenasi harus dipantau sampai pasien terbebas
dari risiko depresi pernapasan
• Tingkat kesadaran, tanda vital, dan oksigenasi (jika
diindikasikan) harus dicatat dengan rutin dan teratur
• Perawat atau petugas terlatih lainnya yang bertugas
memantau pasien dan mengidentifikasi adanya komplikasi
harus dapat hadir / mendampingi pasien hingga kriteria
pemulangan terpenuhi.
• Petugas yang kompeten dalam menangani komplikasi
(misalnya mempertahankan patensi jalan napas, memberikan
ventilasi tekanan positif) harus dapat segera hadir
kapanpun diperlukan hingga kriteria pemulangan
terpenuhi.
• Kriteria Pemulangan Pasien
• Pasien harus sadar dan memiliki orientasi yang baik.
Bayi dan pasien dengan gangguan status mental harus
kembali ke status semula /awal (sebelum menjalani
anestesi / analgesik). Dokter dan keluarga harus
menyadari bahwa pasien anak-anak yang memiliki risiko
obstruksi jalan napas harus duduk dengan posisi kepala
menunduk ke depan.
• Tanda vital harus stabil
• Penggunaan sistem skoring dapat membantu pencatatan
untuk kriteria pemulangan
• Telah melewati waktu yang cukup (hingga 2 jam) setelah
pemberian terakhir obat antagonis (nalokson, flumazenil)
untuk memastikan bahwa pasien tidak masuk ke fase sedasi
kembali setelah efek obat antagonis menghilang.
• Pasien rawat jalan boleh dipulangkan dengan didampingi
oleh orang dewasa yang dapat mengantarkan pasien sampai
ke rumah dan dapat melaporkan jika terjadi komplikasi
pasca-prosedur.
• Pasien rawat jalan dan pendampingnya harus diberikan
instruksi tertulis mengenai diet pasca-prosedur, obat-
obatan, aktivitas, dan nomor telepon yang dapat
dihubungi jika terjadi keadaan emergensi.
Pedoman PelayananKamar Operasi
RSUD Jombang
PEDOMAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KAMAR OPERASI DI RUMAH SAKITUMUM DAERAH JOMBANG
Menimbang : a. bahwa pelayanan kamar operasi di rumah sakitmerupakan salah satu bagian dari pelayanankesehatan yang saat ini peranannya berkembangdengan cepat;
b. bahwa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor779/Menkes/SK/VIII/2008 tentang Standar PelayananAnestesiologi dan Reanimasi di Rumah Sakit tidak
sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuandan teknologi kedokteran;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksudpada huruf a dan huruf b, perlu ditetapkan PedomanPelayanan Kamar Operasi di RSUD Jombang.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentangPraktik Kedokteran (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4431);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 5063);
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang RumahSakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 5072);
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor512/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin Praktik danPelaksanaan Praktik Kedokteran;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor290/Menkes/Per/III/2008 tentang PersetujuanTindakan Kedokteran;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi danTata Kerja Kementerian Kesehatan;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNomor 519/Menkes/Per/III/2011 tentang pedomanpenyelenggaraan pelayanan anestesiologi dan terapiintensif;
9. Kebijakan direktur RSUD Jombang tentang pelayanankamar operasi
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PEDOMAN PELAYANAN KAMAR OPERASI DI RUMAH SAKITUMUM DAERAH JOMBANG
Pasal 1
Pelayanan anestesi (termasuk sedasi moderat sedang dan dalam) harus dilaksanakan dengan tehnik yang sama/seragam pada seluruh pelayanan di RSUD Jombang.
Pasal 2
Pelayanan anestesi (termasuk sedasi moderat sedang dan dalam) berada dibawah kepemimpinan dokter spesialis anestesi sebagai kepala instalasi anestesi dan perawatan intensip.
Pasal 3
Kepala instalasi anestesi dan perawatan intensip harus ikut bertanggung jawab dalam pengembangan, implementasi, dan memelihara/menegakkan kebijakan serta prosedur yang ditetapkan dan dilaksanakan.
Pasal 4
Kepala instalasi anestesi dan perawatan intensip harus ikut bertanggung jawab untuk memelihara/mempertahankan pengendalian mutu yang telah ditetapkan dan harus dikalsanakan.
Pasal 5
Kepala instalasi anestesi dan perawatan intensip harus ikut bertanggung jawab untuk merekomendasikan sumber luar untuk meningkatkan pelayanan anestesi yang telah ditetapkan dan harus dilaksanakan.
Pasal 6
Kepala instalasi anestesi dan perawatan intensip harus ikut bertanggung jawab untuk memantau dan menelaah seluruh pelayanan anestesi termasuk sedasi moderat dan dalam yang telah ditetapka dan dilaksanakan.
Pasal 7
Kepala instalasi anestesi dan perawatan intensip harus dapat bekerjasama dengan kepala instalasi bedah sentral untuk terlaksananya pelayanan operasi elektif atau terencana dengan baik.
Pasal 8
Kepala instalasi anestesi dan perawatan intensip harus dapat bekerjasama dengan kepala instalasi gawat darurat untuk terlaksananya pelayanan operasi cyto atau emergency dengan baik.
Pasal 9
Pedoman Prosedur Pelayanan Kamar Operasi mulai diberlakukan diRSUD Jombang.
Pedoman KompetensiPetugas Anestesi
RSUD Jombang
PEDOMAN KOMPETENSI PETUGAS ANESTESI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAHJOMBANG
Menimbang : a. bahwa pelayanan kamar operasi di rumah sakitmerupakan salah satu bagian dari pelayanankesehatan yang saat ini peranannya berkembangdengan cepat;
b. bahwa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor779/Menkes/SK/VIII/2008 tentang Standar PelayananAnestesiologi dan Reanimasi di Rumah Sakit tidaksesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuandan teknologi kedokteran;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksudpada huruf a dan huruf b, perlu ditetapkan PedomanPelayanan Kamar Operasi di RSUD Jombang.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentangPraktik Kedokteran (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4431);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 5063);
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang RumahSakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 5072);
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor512/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin Praktik danPelaksanaan Praktik Kedokteran;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor290/Menkes/Per/III/2008 tentang PersetujuanTindakan Kedokteran;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi danTata Kerja Kementerian Kesehatan;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNomor 519/Menkes/Per/III/2011 tentang pedomanpenyelenggaraan pelayanan anestesiologi dan terapiintensif;
9. Kebijakan direktur RSUD Jombang tentang pelayanananestesi;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PEDOMAN KOMPETENSI PETUGAS ANESTESI DI RUMAH SAKITUMUM DAERAH JOMBANG
Pasal 1
Setiap petugas anestesi harus kompeten dalam teknik berbagai modus sedasi, monitoring yang tepat, respons terhadap komplikasi yang timbul, penggunaan zat-zat reversal dan bantuan hidup dasar.
Pasal 2
Setiap petugas anestesi harus ikut bertanggung jawab untuk menjalankan suatu assesmen/penilaian pra sedasi untuk memastikan bahwa perencanaan sedasi dan tingkatannya adalah tepat bagi pasien.
Pasal 3
Kualifikasi petugas yang melaksanakan monitoring, dan monitoring peralatan serta suplainya adalah sama seperti pada pemberian sedasi unit/tempat yang lain di RSUD Jombang, misalnya dalam kamar operasi atau klinik rawat jalan.
Pasal 4
Termasuk dalam petugas anestesi ini adalah dokter spesialis anestesi, penata/perawat anestesi, dan perawat RR/ROI IGD.
Pasal 5
Pedoman Kompetensi Petugas Anestesi mulai diberlakukan di RSUDJombang.
Pedoman Assesmen PraSedasi
RSUD Jombang
PEDOMAN ASSESMEN PRA SEDASI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JOMBANG
Menimbang : a. bahwa pelayanan anestesi di RSUD Jombangmerupakan salah satu bagian dari pelayanankesehatan yang saat ini peranannya berkembangdengan cepat;
b. bahwa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor779/Menkes/SK/VIII/2008 tentang Standar PelayananAnestesiologi dan Reanimasi di Rumah Sakit tidaksesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuandan teknologi kedokteran;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksudpada huruf a dan huruf b, perlu ditetapkan PedomanAssesmen pra sedasi di RSUD Jombang.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentangPraktik Kedokteran (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4431);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 5063);
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang RumahSakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 5072);
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor512/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin Praktik danPelaksanaan Praktik Kedokteran;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor290/Menkes/Per/III/2008 tentang PersetujuanTindakan Kedokteran;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi danTata Kerja Kementerian Kesehatan;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNomor 519/Menkes/Per/III/2011 tentang pedomanpenyelenggaraan pelayanan anestesiologi dan terapiintensif;
9. Kebijakan direktur RSUD Jombang tentang pelayanananestesi Nomor xxxxxxxx
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PEDOMAN ASSESMEN PRA SEDASI DI RUMAH SAKIT UMUMDAERAH JOMBANG
Pasal 1
Bahwa assesmen pra sedasi merupakan suatu hal yang sangat pentingdemi keselamatan penderita.
Pasal 2
Assesmen pra sedasi bertujuan mengevaluasi semua resiko yang mungkin terjadi atau bisa dialami oleh penderita yang akan menjalani operasi dan anestesi.
Pasal 3
Ketepatan pemilihan prosedur sedasi ditentukan oleh assesmen pra sedasi yang tepat.
Pasal 4
Assesmen pra sedasi meliputi evaluasi makan terakhir dan minum terakhir (puasanya).
Pasal 5
Vital sign juga harus dicatat dalam status anestesi meliputi tekanan darah, nadi atau heart rate, respirasi rate, temperature,SpO2 dan skor nyeri.
Pasal 6
Evaluasi masalah pada saat sebelum induksi juga harus dicatat dalam evaluasi ini.
Pasal 7
Jika ada perubahan rencana anestesi harus dicatat juga dalam evaluasi pra induksi atau assesmen pra sedasi
Pasal 8
Dokter spesialis anestesi sebagai DPJP harus membubuhkan tanda tangannnya pada kolom evaluasi pra induksi atau assesmen pra sedasi.
Pasal 9
Petugas anestesi dalam hal ini penata/perawat anestesi atau dokter spesialis anestesi harus membubuhkan tanda tangannya untukkolom premedikasi meliputi obat/agen yang telah diberikan, nama petugas yang memberikan, dan tanggal serta jam pemberian.
Pasal 10
Pedoman Pra Sedasi mulai diberlakukan di RSUD Jombang.
Pedoman Uraian TugasPetugas Anestesi
RSUD Jombang
PEDOMAN URAIAN TUGAS PETUGAS ANESTESI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAHJOMBANG
Menimbang : a. bahwa pelayanan pelayanan anestesi di rumahsakit merupakan salah satu bagian dari pelayanankesehatan yang saat ini peranannya berkembangdengan cepat;
b. bahwa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor779/Menkes/SK/VIII/2008 tentang Standar PelayananAnestesiologi dan Reanimasi di Rumah Sakit tidaksesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuandan teknologi kedokteran;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksudpada huruf a dan huruf b, perlu ditetapkan Pedomanpelayanan anestesi di RSUD Jombang.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentangPraktik Kedokteran (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4431);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 5063);
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang RumahSakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 5072);
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor512/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin Praktik danPelaksanaan Praktik Kedokteran;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor290/Menkes/Per/III/2008 tentang PersetujuanTindakan Kedokteran;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi danTata Kerja Kementerian Kesehatan;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNomor 519/Menkes/Per/III/2011 tentang pedomanpenyelenggaraan pelayanan anestesiologi dan terapiintensif;
9. Kebijakan direktur RSUD Jombang tentang pelayanananestesi;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PEDOMAN URAIAN TUGAS PETUGAS ANESTESI DI RUMAHSAKIT UMUM DAERAH JOMBANG
Pasal 1
Yang dimaksud petugas anestesi disini meliputi dokter spesialis anestesi, penata/perawat anestesi, dan perawat RR/ROI IGD.
Pasal 2
Petugas anestesi harus kompeten memonitor selama prosedur sedasi sedang dan dalam.
Pasal 3
Petugas anestesi bertugas memantau semua tanda-tanda vital dan dicatat dalam kartu status anestesi.
Pasal 4
Perawat RR harus mencatat dokumentasi untuk kriteria pemulihan dan discharge atau pemindahan ke ruangan dari ruang RR/ROI IGD.
Pasal 5
Tugas utama dokter spesialis anestesi adalah sebagai koordinator pelayanan dalam lingkup instalasi anestesiologi dan terapi intensif.
Pasal 6Tugas utama penata/perawat anestesi adalah melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis anestesi.
Pasal 7
Tugas utama perawat RR/ROI IGD adalah membantu pengawasan pasien pasca bedah dan bertangggung jawab terhadap dokter spesialis anestesi.
Pasal 8
Tugas dan tanggung jawab petugas anestesi yang lebih detail diatur dalam lampiran salinan pedoman uraian tugas petugas anestesi.
Pasal 9
Pedoman Uraian Tugas Petugas Anestesi mulai diberlakukan di RSUDJombang.
LAMPIRAN
TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PETUGAS ANESTESIA
1. Tugas dan tanggung jawab khusus dokter spesialis anestesia. Tugas :
1) Mengawasi pelaksanaan pelayanan anestesi setiap hari;2) Mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan pelayanan
anestesi;3) Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan dan membuat laporan
kegiatan berkala;b. Tanggung jawab :
1) Menjamin terlaksananya pelayanan anestesiologi dan terapi intensip yang bermutu dengan mengutamakan keselamatan pasien;
2) Pelaksanaan pencatatan, evaluasi dan pembuatan laporan kegiatan di lingkup RSUD Jombang.
3) Pelaksanaan program menjaga mutu pelayanan anestesi dan keselamatan pasien di lingkup PSUD Jombang.
2. Tugas dan tanggung jawab penata/perawat anestesia. Tugas :
1) Melakukan asuhan keperawatan pra anestesi yang meliputi:a) Pengakajian keperawatan pra-anestesi;b) Pemeriksaan dan penilaian status fisik pasien;c) Pemeriksaan tanda-tanda vital;d) Persiapan admisitrasi pasien;e) Analisis hasil pengkajian dan merumuskan maslaha
pasien;f) Evaluasi tindakan keperawatan pra-anestesi,
mengevaluasi secara mandiri maupun kolaboratif;g) Mendokumentasikan hasil anamnesis pengkajian.h) Persiapan mesin anestesi secara menyeluruh setiap kali
akan digunakan dan memastikan bahwa mesin dan monitor dalam keadaan baik dan siap pakai.
i) Pengontrolan persediaan obat-obatan dan cairan setiap hari untuk memastikan bahwa semua obat-obatan baik obat anestesi maupun obat emergensi tersedia sesuai standar rumah sakit.
j) Memastikan tersedianya sarana prasarana anestesi berdasarkan jadwal, waktu dan jenis operasi tersebut.
2) Melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis anestesi yang meliputi:a) Menyiapkan peralatan obat-obatan sesuai dengan
perencanaan teknik anestesi;b) Membantu pelaksanaan anestesi sesuai dengan instruksi
dokter spesialis anestesi;c) Membantu pemasangan alat monitoring non invasif;d) Membantu dokter melakukan pemasangan alat monitoring
invasif;e) Pemberian obat anestesi;f) Mengatasi penyulit yang timbul
g) Pemeliharaan jalan napash) Pemasangan alat ventilasi mekaniki) Pemasangan alat nebulasi j) Pengakhiran tindakan anestesik) Pendokumentasian semua tindakan yang dilakukan agar
seluruh tindakan tercatat baik dan benar.3) Melakukan asuhan keperawatan pasca anestesi yang
meliputi:a) Merencanakan tindakan keperawatan pasca tindakan
anestesib) Pelaksanaan tindakan dalam manajemen nyeric) Pemantauan kondisi pasien pasca pemasangan kateter
epidural dan pemberian obat anestetika regionald) Evaluasi hasil pemasangan kateter epidural dan
pengobatan anestesi regionale) Pelaksanaan tindakan dalam mengatasi kondisi gawat;f) Pendokumentasian pemakaian obat-obatan dan alat
kesehatan yang dipakai;g) Pemeliharaan peralatan agar siap untuk dipakai pada
tindakan anestesi selanjutnya.b. Tanggung jawab :
1) Penata/perawat anestesi bertanggung jawab langsung kepada dokter penanggung jawab pelayanan anestesi
2) Menjamin terlaksananya pelayanan/asuhan keperawatan anestesi di rumah sakit
3) Pelaksanaan asuhan keperawatan anestesi sesuai dengan standar yang berlaku di RSUD Jombang.
3. Tugas dan tanggung jawab perawat RR/ROI IGDa. Tugas :
1) Menjaga jalan napas tetap bebas sampai pasien sadar baik2) Memberikan oksigen nasal prong/ masker sesuai kebutuhan
penderita dan memonitor SpO2 pasien 3) Observasi hemodinamik meliputi tensi, nadi, perfusi dan
mempertahankan pemberian infuse sesuai kebutuhan 4) Observasi tingkat kesadaran sampai pasien sadar baik.5) Memonitor produksi urine dan melporkan hal-hal yang
dianggap abnormal.6) Mencatat semua hasil pengamatan ke dalam monitoring
pasca anestesi.b. Tanggung jawab :
1) Perawat RR/ROI IGD bertanggung jawab langsung kepada dokter penanggung jawab pelayanan anestesi
2) Menjamin terlaksananya pelayanan/asuhan keperawatan anestesi di rumah sakit
3) Pelaksanaan asuhan keperawatan anestesi sesuai dengan standar yang berlaku di RSUD Jombang.
PEDOMAN MONITORING SELAMAPEMBIUSAN/ANESTESI
RSUD JOMBANG
PEDOMAN MONITORING SELAMA PEMBIUSAN/ANESTESI DI RUMAH SAKIT UMUMDAERAH JOMBANG
Menimbang : a. bahwa pelayanan pelayanan anestesi di rumahsakit merupakan salah satu bagian dari pelayanankesehatan yang saat ini peranannya berkembangdengan cepat;
b. bahwa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor779/Menkes/SK/VIII/2008 tentang Standar PelayananAnestesiologi dan Reanimasi di Rumah Sakit tidaksesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuandan teknologi kedokteran;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksudpada huruf a dan huruf b, perlu ditetapkan Pedomanpelayanan anestesi di RSUD Jombang.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentangPraktik Kedokteran (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4431);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 5063);
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang RumahSakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 5072);
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor512/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin Praktik danPelaksanaan Praktik Kedokteran;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor290/Menkes/Per/III/2008 tentang PersetujuanTindakan Kedokteran;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi danTata Kerja Kementerian Kesehatan;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNomor 519/Menkes/Per/III/2011 tentang pedomanpenyelenggaraan pelayanan anestesiologi dan terapiintensif;
9 Kebijakan monitoring selama pembiusan/pembedahan diRSUD Jombang Nomor xxxxxxx
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PEDOMAN MONITORING SELAMA PEMBIUSAN/PEMBEDAHAN DIRUMAH SAKIT UMUM DAERAH JOMBANG
Pasal 1
Monitoring selama pembiusan harus dikerjakan minimal tiap 5 menitmeliputi tensi, nadi, ECG, dan SpO2
Pasal 2
Jenis monitoring anestesi polanya harus seragam untuk pasien yangseruopa yang menerima tindakan anestesi yang sama.
Pasal 3
Status fisiologis pasien harus dimonitor secara terus menerus selama pemberian teknik anestesi sampai selesai operasi.
Pasal 4
Setiap pasien post anestesi dimonitor dan didokumentasikan kedalam status anestesi pasien dipindahkan ke ruang recovery olehpetugas yang kompeten dengan menggunakan kriteria yang baku.
Pasal 5
Pasien dari ruang pulih sadar/ dihentikan monitoring selama masa pemulihan, dapat dipindahkan ke ruangan memakai salah satu criteria alternative brikut :
a. dengan persetujuan dokter anestesi yang berkompeten penuh.b. dipindahkan oleh seorang perawat atau seorang petugas
yangsetaraf kompetensinya sesuai dengan criteria pasca anestesi.
c. pasien dapat dipindahkan ke unit lain sebagai tempat yang mampu memberikan pelayanan pasca anestesi/ pasca sedasi terhadap pasien tertentu antara lain ICU-ICCU.
Pasal 6
Hasil monitoring dituliskan kedalam rekam medis status anestesi pasien pada kolom monitoring pasca anestesi.
Pasal 7
Pemindahan pasien dari ruang pulih sadar harus dilakukan serah terima oleh petugas RR dan petugas dari unit lain.
Pasal 8
Pedoman monitoring selama pembiusan/pembedahan mulai diberlakukandi rsud jombang.
PEDOMAN PELAYANAN BEDAH RSUD JOMBANG
PEDOMAN PELAYANAN BEDAH DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JOMBANG
Menimbang : a. bahwa pelayanan bedah di rumah sakitmerupakan salah satu bagian dari pelayanankesehatan yang saat ini peranannya berkembangdengan cepat;
b. bahwa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor779/Menkes/SK/VIII/2008 tentang Standar PelayananAnestesiologi dan Reanimasi di Rumah Sakit tidaksesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuandan teknologi kedokteran;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksudpada huruf a dan huruf b, perlu ditetapkan Pedomanpelayanan bedah di RSUD Jombang.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentangPraktik Kedokteran (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4431);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 5063);
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang RumahSakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 5072);
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor512/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin Praktik danPelaksanaan Praktik Kedokteran;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor290/Menkes/Per/III/2008 tentang PersetujuanTindakan Kedokteran;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi danTata Kerja Kementerian Kesehatan;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNomor 519/Menkes/Per/III/2011 tentang pedomanpenyelenggaraan pelayanan anestesiologi dan terapiintensif;
9 Kebijakan pelayanan bedah di RSUD Jombang Nomorxxxxxxx
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PEDOMAN PELAYANAN BEDAH DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAHJOMBANG
Pasal 1
Pasien, keluarga dan pembuat keputusan harus di edukasi tentang resiko, manfaat, komplikasi yang potensial serta alternative yangberhubungan dengan prosedur bedah yang dilaksanakan.
Pasal 2
Edukasi harus mencakup kebutuhan untuk resiko dan manfaat dari, maupun alternative terhadap darah dann produk darah yang digunakan.
Pasal 3
Dokter spesialis bedah atau petugas lain yang kompeten harus memberikan edukasi tentang hal-hal tersebut diatas.
Pasal 4
Pelayanan pasca bedah termasuk diagnosis pasca bedah, diskripsi dan temuan-temuan spesiment dan nama ahli bedah serta asisten bedah harus tercatat di status paisen.
Pasal 5
Sebelum pasien meninggalkan ruang pemulihan pasca anestesi, suatucatatan singkat tindakan bedah bisa digunakan sebagaipengganti laporan tertulis tindakan bedah.
Pasal 6
Laporan tertulis tindakan bedah atau catatan singkat laporan operasi harus memuat :
a) diagnose pasca operasi
b) nama dokter bedah dan asisten-asisten c) nama prosedurd) spesimen bedah untuk pemeriksaane) catatan spesifik komplikasi atau tidak adanya komplikasi
selama operasi, termasuk jumlah kehilangan darah.f) Tanggal, waktu dan tanda tangan dokter yang bertanggung
jawab.
Pasal 7
Pedoman Pelayanan Bedah mulai diberlakukan di RSUD Jombang.
LAMPIRAN
PEDOMAN PELAYANAN BEDAH
A. PendahuluanInstalasi Bedah Sentral memberikan pelayanan pembedahan
elektif/terencana untuk pasien Umum, BPJS dan VIP/VVIP. Kegiatantersebut dilaksanakan di OK Bedah sentral dengan 6 kamar operasidi lantai II dan 2 kamar operasi di lantai I untuk pelayananoperasi kecil, Kotor, dan Reposisi. Sedangkan Instalasi GawatDarurat memberikan pelayanan Operasi Cyto/urgen.
PEMANFAATAN KAMAR OPERASI BEDAH SENTRAL
Kegiatan pelayanan Kamar operasi secara umum meliputi tindakandiagnostik, kuratif dan definitif. Selain itu juga menjadi tempatkerja program mahasiswa perawat.Tindakan yang dapat dilakukandi Kamar operasi meliputi:
1. Bedah Umum 2. Bedah Orthopedi 3. Bedah Saraf4. Bedah Obstetri dan Ginekologi5. Bedah THT6. Bedah Mata
BEDAH UMUM
Kegiatan pembedahan bedah umum dilaksanakan oleh dokter AhliBedah Umum dan PPDS Bedah Umum, yang diatur dengan penjadwalanoleh koordinator bedah yang diberikan SK oleh direktur RS.
BEDAH ORTHOPEDI
Kasus kasus orthopedi dilaksanakan oleh 1 orang dokterOrthopedi dan PPDS Bedah Orthopedi. Penjadwalan pembedahandilakukan oleh dokter orthopedi.
BEDAH SYARAF
Kasus kasus Bedah syaraf dilaksanakan oleh 1 orang dokterbedah syaraf. Penjadwalan pembedahan dilakukan oleh dokter bedahsyaraf.
BEDAH OBSTERI GINEKOLOGI
Kasus kasus Obgyn dilaksanakan oleh dokter spesialis Obgyn dandokter PPDS Obgyn. Penjadwalan pembedahan dilakukan oleh dokteryang akan melaksanakan pembedahan sesuai jadwal mingguan.
BEDAH THT
Kasus kasus pembedahanTHT dilaksanakan oleh dokter spesialisTHT . Penjadwalan pembedahan dilakukan oleh dokter yang akanmelaksanakan pembedahan sesuai jadwal mingguan.
BEDAH MATA
Kasus kasus pembedahan mata dilaksanakan oleh dokter spesialismata . Penjadwalan pembedahan dilakukan oleh dokter yang akanmelaksanakan pembedahan sesuai jadwal mingguan.
OK IBS
OK 1 : Untuk Operasi Bedah Umum
OK 2 : Untuk Operasi Bedah Syaraf/THT
OK 3 : Untuk Operasi Bedah Orthopaedi
OK 4 : Untuk Operasi Bedah Umum
OK 5 : Untuk Operasi Ginekologi
OK 6 : Untuk Operasi Mata
OK 7 : Untuk Operasi Kecil/Kotor/ Reposisi
OK 8 : Untuk Operasi Kecil/Kotor/ Reposisi
PEMANFAATAN KAMAR OPERASI EMERGENCY (OK IGD)Kamar Opersai Emergency (OK IGD) memberikan pelayanan
pembedahan untuk pasien yang bersifat cyto dan urgen dan mengancam jiwa. Kegiatan tersebut dilaksanakan di 3 kamar operasidi lantai II (diatas UGD). Kamar bedah Emergency (OK IGD) Menerima pasien operasi dari 3 pintu yaitu:
1. Ruang Unit Gawat Darurat2. ICU Sentral3. Rujukan dari Puskesmas dan Rumah Sakit Lain Swasta ( bersifat
emergency)Kegiatan pelayanan Kamar Opersai Emergency (OK IGD) secara
umum meliputi tindakan diagnostik, kuratif dan definitif. Selain itu juga menjadi tempat kerja mahasiswa perawat. Tindakan yang dapat dilakukan di OK IGD meliputi:1. Bedah Umum 2. Bedah Orthopedi 3. Bedah Saraf4. Bedah Obstetri 5. Bedah THT6. Bedah Mata
Dokter spesialis yang mengerjakan di OK IGD sama dengan dokterspesialis yang ada di Instalasi Bedah Sentral, tetapipenjadwalannya diserahkan kepada masing-masing SMF.
OK 1 : Untuk Operasi Obgyn
OK 2 : Untuk Operasi Bedah UmuM/ Operasi Mata/Untuk Operasi THT
OK 3 : Untuk Operasi Bedah Syaraf dan Bedah Orthopedi
B. Alur Pelayanan Pasien1. Kamar Operasi
Kamar Operasi merupakan suatu sarana bagi dokter spesialis yang tergabung di SMF untuk melaksanakan tindakan operasi.Kamar Operasi Menerima Pasien operasi dari 3 pintu yaitu :1. Poliklinik (Rawat Jalan)2. Ruang Rawat Inap3. Rujukan dari Puskesmas dan Rumah Sakit Lain Swasta Lewat
IGD( bersifat emergensi)
IRNA
IBS
RUANG FORENSIK
R. LAIN
R R
ICU IRNA
FORENSIKR. ASAL
FORENSIK
R. LAIN
L A GA/SAB
Pra pembedahan
Pelaksanaan pembedahan
Pasca pembedahan
ALUR PASIEN YANG DILAKUKAN TINDAKAN PEMBEDAHAN
( PASIEN RAWAT INAP)
OPERASI ELEKTIF
Poliklinik
IBS
PULANG FORENSIK
R. LAIN
R R
ICU IRNA
FORENSIKR. ASAL
FORENSIK
L A G A / SAB
Pra pembedahan
Pelaksanaan pembedahan
Pasca pembedahanPULANG
ALUR PASIEN YANG DILAKUKAN TINDAKAN PEMBEDAHAN
( PASIEN RAWAT JALAN )
IRNA/ ROI/ PONEK
OK IGD
RUANG FORENSIK
R. LAIN
ROI
ICU IRNA
FORENSIKR. ASAL
FORENSIK
R. LAIN
L A GA/SAB
Pra pembedahan
Pelaksanaan pembedahan
Pasca pembedahan
ICU
ALUR PASIEN YANG DILAKUKAN TINDAKAN PEMBEDAHAN
( PASIEN IRNA/ROI/PONEK )
OPERASI EMERGENCY
C. Pendaftaran Pasien
a. Pasien PoliklinikPasien berasal dari poliklinik yang telah diperiksa ulang dan
telah dilengkapi persyaratan persyaratan baik untuk anestesi
regional/general ataupun lokal, datang ke IBS untuk dilakukan
penjadwalan operasi di IBS. Pasien dengan Regional anestesi
/general anasthesi di konsulkan ulang pada dokter anasthesi.
Pasien datang pada hari yang telah disepakati dengan persiapan
operasi (puasa untuk general anestesi) dan dilakukan operasi.
Untuk pasien dengan lokal anestesi langsung dipulangkan,
sedangkan pasien dengan general anasthesi dipulangkan dengan
kriteria anestesi.
b. Pasien dari ruang perawatan
Petugas dari ruang perawatan mendaftarkan pasien siap operasi
( pemeriksaan lengkap dan Keadaan Umum pasien baik) di papan
pendaftaran. Koordinator masing masing SMF menjadwalkan ke papan
acara dengan operatornya.
c. Proses Penjadwalan
Penjadwalan Operasi ditentukan oleh IBS, IBS menyiapkan fasilitas
sesuai dengan jadwal operasi, frekuensi operasi ditentukan
banyak/tidaknya pasien yang dijadwalkan
D. Pengaturan Ronde/ Urutan Operasi
Setiap hari petugas pengatur ronde operasi IBS mengatur urutan
pasien yang akan dioperasi dan petugasnya dengan prioritas sbb :
Umur
Kontaminasi/bersih
Lama operasi
Pengaturan ronde dilakukan berdasarkan prosedur . Setelah
dilakukan penjadwalan petugas IBS memanggil ke ruang rawat inap.
Untuk ronde selanjutnya pasien dipanggil bila pasien sebelumnya
dilakukan penjahitan penutupan luka operasi.
E. Tata Laksana Di Kamar Operasi
1) Tata Laksana Ruangan
a. Pembagian Area
1. Daerah PUBLIC, artinya daerah yang boleh dimasuki oleh semua
orang, tanpa ada syarat khusus.
Daerah ini misalnya : kamar tunggu, gang, emperan depan
kompleks kamar operasi.
2. Daerah SEMI-PUBLIC, artinya daerah ini hanya boleh dimasuki
oleh orang-orang tertentu saja, yaitu para petugas (dengan
tulisan di muka : DILARANG MASUK SELAIN PETUGAS), dan sudah
ada pembatasan tentang jenis PAKAIAN yang dipakai petugas-
petugas ini (pakaian khusus atau lepas-sandal/sepatu, dan
sebagainya).
Catatan : daerah ini harus sudah mendapat perhatian dari
petugas-petugas khusus kamar operasi, yang mengawasi lalu
lintas orang yang memasukinya.
3. Daerah ASEPTIK, yaitu daerah kamar bedah sendiri, yang hanya
boleh dimasuki oleh orang-orang yang langsung ada hubungan
dengan kegiatan pembedahan saat itu, umumnya dianggap daerah
yang harus dijaga kesucihamaannya. Didalam daerah ini sering
masih ada istilah tambahan : yaitu apa yang disebut daerah
“HIGH ASEPTIC” (lebih aseptic), yaitu dimaksudkan dengan
daerah tempat dilakukannya pembedahan dan sekitarnya
(lapangan operasi).
Daerah kamar bedah ini (daerah ASEPTIK) harus diketahui benar
oleh para petugas tentang tempat-tempatnya dan macam alat-
alatnya yang harus berada didalamnya. Setelah pembersihan
ruang atau pembongkaran tiap minggu, maka letak dan susunan
alat-alat/instrumen di dalam kamar ini harus tetap, hingga
tak terjadi kontaminasi karena tidak sengaja. Untuk itu perlu
diketahui:
Umumnya pembagian dari daerah ASEPTIK ini adalah berdasar :
Daerah ASEPTIK – 0, yaitu lapangan operasi, daerah
tempat dilakukannya pembedahan.
Daerah ASEPTIK – 1, yaitu daerah memakai gaun operasi,
daerah tempat duk/kain-kain steril, tempat instrumen
dan tempat para perawat instrumen mengatur dan
mempersiapkan alat.
Daerah ASEPTIK – 2, yaitu tempat mencuci tangan,
korridor penderita masuk daerah sekitar ahli-anestesi
(lihat gambar 1 dan 2).
b. Ruangan Pembedahan (Kamar Bedah)
1. Besar/luasnya kamar bedah menurut standard internasional
adalah paling kecil 5,2 m x 5,6 m (= 29,1 m2).
2. Untuk kamar bedah yang “enak”, kira-kira diperlukan luas 40 m2.
3. Untuk keperluan pembedahan besar (bedah otak, bedah jantung),
dimana dibutuhkan alat-alat yang lebih banyak, maka luas kamar
operasi yang dianjurkan adalah minimal 56 m2 (7,2 m x 7,8 m)
c. Syarat-syarat dasar bangunan kamar bedah/ruangan pembedahan :
1. Bangunannya harus terdapat pada tempat yang strategis dengan
bagian-bagian yang ada hubungannya satu dengan lainnya.
2. Jauh dari tempat-tempat pembuangan kotoran.
3. Bangunan kamar bedah harus dapat bertahan paling sedikit
selama 10 tahun.
4. Lantai dari 2/3 dinding bagian bawah harus terbuat dari bahan
yang tidak menyerap air.
5. Penerangan didalam harus cukup terang, sehingga setiap orang
dapat bekerja sebaik-baiknya.
6. Udara di dalam kamar bedah harus cukup kelembabannya sesuai
dengan standard yang berlaku (air conditioned).
7. Pergantian udara yang dianjurkan adalah sekitar 18 – 25 kali
pergantian setiap jam. Pergantian udara yang lebih dari 25
kali setiap jam juga akan menyebabkan turbulensi dan akan
menyebabkan debu lebih berterbangan. Pergantian udara : agar dapat
menjamin tidak terjadinya kontaminasi maka udara dalam kamar
pembedahan harus diusahakan agar diganti sesering mungkin.
Pergantian udara dapat dilaksanakan apabila terdapat tekanan
yang lebih positif di dalam kamar pembedahan, dengan demikian
akan mencegah terjadinya infeksi “airbone”.
8. Suhu kamar rata-rata 240 – 280 (+ 20C)
d. Persiapan Ruangan Pembedahan Dan Kamar Bedah
Kamar Bedah harus selalu disucihamakan, dan harus dalam
keadaan suci hama bila akan dipakai untuk pembedahan. Juga bila
operasi tersebut merupakan operasi yang bukan ronde pertama, maka
setiap kali harus dilakukan tindakan-tindakan untuk membuat
ruangan tersebut bebas atau berkurang jumlah kumannya. Pada
setiap awal dan akhir hari, suasana dalam kamar bedah harus
tampak rapi, bersih dan teratur.
Kegiatan kerja di kamar operasi yang dilakukan untuk mencapai
kebersihan harus ditanamkan pada personil kamar bedah dengan
penuh disiplin/ketat.
Pembersihan di kamar bedah dibagi dalam 2 (dua) macam :
1. Pembersihan harian
Pembersihan dilaksanakan setiap pagi sebelum kamar bedah
dipergunakan, dan setiap operasi selesai dan yang terakhir
bila kamar bedah tidak dipergunakan lagi.
2. Pembersihan umum
Pembersihan umum dilaksanakan seminggu sekali pada hari dimana
tidak ada operasi. Cara-cara untuk mencapai ruangan yang suci
hama atau paling sedikit mengurangi jumlah kuman yang ada :
Alat-alat yang terdapat didalam kamar bedah hanyalah alat-
alat yang dipakai untuk pembedahan tersebut.
Setiap selesai satu pembedahan, kamar bedah dibersihkan
dengan jalan :
- Mengeluarkan alat-alat yang bisa dikeluarkan
- Mencuci lantai dengan desinfektans/germisid
- Membasuh alat-alat yang keluar tadi dengan
desinfektans
Selama dilakukan pembedahan, maka setiap bahan yang tercecer
di lantai harus segera diambil dan dibuang ke ember sampah dan
dibuang keluar. Keluar masuknya orang-orang harus dibatasi pada
yang berkepentingan saja (di dalam ok maksimal 7 orang).
Pertukaran hawa/udara harus tetap baik, dengan suhu kamar yang
cukup menyenangkan (sejuk). Suhu yang dianjurkan adalah antara
240 C sampai 260 C. Di dalam kamar operasi harus ada alat pengatur
kelembaban.
Bila tidak terdapat AC., maka daerah sekitar kamar operasi
harus daerah yang teduh (rindangnya pohon atau ada atap yang
lebar) dan kamar operasi diberi exhauster yang cukup. Pemasangan
kipas angin harus dari arah pintu masuk ke arah jendela tanpa
melalui lapangan operasi. Kedua hal yang terakhir ini sudah tidak
dipakai lagi, karena tidak menjamin sterilitas ruangan/keadaan
aseptic.
Yang dianjurkan sebagai alat tambahan adalah adanya saringan
udara pada system ventilasi tersebut adalah :
1. Pada akhir hari, maka setelah kamar bedah dibersihkan dan
disemprot dengan desinfektans, maka ruangan harus ditutup
dengan system ventilasi terus berjalan dan ruangan tidak
dipakai untuk keperluan lain sampai esok pagi berikutnya.
2. Pada tiap akhir minggu (hari jum’at), kamar bedah harus
dibongkar dan dibersihkan secara menyeluruh dan disemprot
dengan cairan desinfektans.
Catatan : Penyinaran dengan sinar ULTRA-VIOLET dapat pula
dilakukan untuk memperoleh keadaan suci hama dari kamar
bedah, hanya perlu diingatkan akan segi keamanannya,
sinar U-V hanya dinyalakan bila tidak ada orang di
dalamnya. Sinar U-V harus dinyalakan selama 2-3 jam bila
ingin dicapai pembasmian kuman yang efektif, terutama
untuk lantai kamar dan benda-benda yang permanen
didalamnya. Besarnya lampu U-V yang dibutuhkan tidak
tentu pedomannya, sebagai patokan dapat digunakan
kekuatan 1 – 5 Watt/m2 ruangan.
2) Tata Laksana Alat
a. Alat Rumah Tangga Dan Elektromedis
Alat-alat yang tidak diperlukan, harus dikeluarkan atau disimpan
dalam ruang penyimpan alat/gudang.
Standar alat-alat yang umumnya diperlukan :
Meja operasi
Lampu operasi
Alat-alat anestesi dan pembantu
Alat penghisap (pompa)
Alat Electric Surgery Unit (ESU)
Meja instrument
Standard infuse
b. Bahan Habis Pakai
Bahan habis pakai kebutuhan operasi dikelola oleh depo farmasi
c. Instrumen Operasi
Untuk mempermudah penggunaan instrumen operasi dikelompokkan
menjadi beberapa, yaitu:
Set bedah saraf
Set orthopedi
Set bedah umum
Set obsgyn
Set bedah anak
Set bedah minor
Set instrument tambahan
Untuk penggunaan dan pengelolaan instrument sesuai dengan
Prosedur.
d. Tenun
Paket jas dan duk operasi
Paket duk operasi Bedah Umum
Duk besar (2mX2,5m) = 2 lembar
Duk tanggung (2mX1,5m) = 1 lembar
Slope (100cm X 80cm) = 1 potong
Duk Kecil (90cmX90cm) = 5 lembar
Pembungkus duk (2mx1,5) = 2 lembar (rangkap
2)
Paket duk operasi Bedah OBGYN
Duk besar (2mX2,5m) = 4 lembar
Duk tanggung (2mX1,5m) = 1 lembar
Slope (100cm X 80cm) = 1 potong
Duk Kecil (90cmX90cm) = 5 lembar
Sarung kabel couter ( 7cmX100cm) = 1 potong
Pembungkus duk (2mx1,5) = 2 lembar (rangkap
2)
3) Tata Laksana Petugas
Beberapa persiapan dan tindakan perlu diketahui dalam mempersiapkan
diri untuk masuk atau bekerja dalam kamar operasi.
Hal-hal tersebut meliputi :
1. Persiapan untuk masuk kamar operasi. Persiapan untuk ikut dalam
pelaksanaan pembedahan (masuk ke daerah Aseptik-0)
a. Cuci tangan untuk persiapan pembedahan sesuai prosedur.
b. Memakai gaun operasi pada prinsipnya.
c. Memakai sarung tangan.
2. Etika Kerja di Kamar Bedah.
Etika adalah peraturan yang tidak tertulis, tetapi perlu
diketahui oleh setiap orang yang bekerja di suatu lapangan
pekerjaan. Dalam melaksanakan pekerjaan di kamar bedah, terdapat
pula beberapa etika, agar menjamin, kelancaran jalannya
pembedahan dan keadaan aseptic. Perjanjian yang dibuat di dalam
kamar operasi dan dianggap masih berlaku di setiap kamar bedah
adalah :
a) Setiap orang yang masuk kamar bedah wajib mentaati syarat-
syarat dasar yang berlaku.
b) Semua petugas memahami ketentuan pembagian area kamar operasi.
c) Setiap petugas memahami dan melaksanakan teknik aseptic sesuai
peran dan fungsinya.
d) Semua anggota tim harus melaksanakan jadwal harian operasi
yang telah dijadwalkan.
e) Setiap petugas bekerja sesuai uraian tugas masing masing.
f) Semua petugas kamar operasi berkewajiban menjaga kerahasiaan
informasi/data pasien.
g) Ahli anestesi menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang
efek obat bius dan hal hal yang harus ditaati.
h) Membatasi diri untuk masuk kamar bedah, bila perlu dapat
melihat dari luar batas.
i) Sedikit mungkin berbicara atau berbicara seperlunya, agar :
- Menjaga ketenangan
- Menjaga perasaan pasien dengan pembiusan local/regional.
- Mencegah penyebaran infeksi/kuman
j) Pemegang otoritas dalam kamar bedah adalah perawat instrumen
dengan wewenang :
- Memperingatkan setiap pelanggar ketentuan yang berlaku,
tanpa pandang bulu.
- Mengatur dan menjaga kesuci-hamaan daerah-daerah dalam
kamar operasi.
- Menentukan kegiatan kerja para perawat kamar operasi.
- Menjamin urut-urutan tindakan dan jadwal pembedahan.
k) Sebagai partner konsultannya adalah :
- Ahli bedah
- Ahli anestesi
l) Setiap orang dalam kamar bedah harus menyadari, bahwa kamar
bedah bukanlah tempat biasa, dimana dapat bertindak sebebas-
bebasnya baik dalam bergerak, berbuat maupun berbicara.
m) Tata Tertib
1) Jam dinas :
Shift pagi datang pk 07.00 pulang pk 14.00
Shift sore datang pk 14.00 pulang 20.00
Shift malam datang pk 20.00 pulang 07.00.
2) Pakaian kerja PDH sesuai ketentuan Rumah sakit
3) Pakaian Kerja khusus operasi setiap hari ganti
4) Perilaku dan kegiatan petugas berdasarkan prinsip septic
aseptic
5) Semua tindakan berpedoman pada Prosedur tetap yang berlaku
dikamar operasi
6) Ijin tidak masuk dilakukan secara tertulis, kecuali urgen
dapat melalui telepon
7) Permintaan cuti melalui kepala keperawatan IBS.
3. Etika selama berlangsungnya pembedahan :
a. Ahli Bedah dan asisten harus menghormati perawat instrumen
dan barulah memulai pembedahan bila perawat instrumen telah
siap melayaninya.
b. Sebaliknya, perawat instrumen wajib memenuhi permintaan
ahli bedah akan kebutuhan pembedahan.
Catatan : umumnya asisten bedah-1, sampai batas tertentu
tetap tunduk pada ahli bedah.
c. Ahli bedah maupun asisten bedah tidak dianjurkan untuk
mengambil sendiri instrumen bedah dari meja instrumen,
harus selalu meminta kepada perawat instrumen.
d. Ahli bedah wajib memberi informasi kepada perawat tentang
langkah-langkah dalam pembedahan yang dilakukannya.
e. Ahli anestesi wajib memberitahu ahli bedah dan perawat
tentang setiap perubahan keadaan penderita atau posisi.
f. Perawat pembantu (omloop) wajib tetap berada dalam kamar
bedah dalam daerah Aseptik-2 selama berlangsungnya
pembedahan.
g. Semua yang bekerja dikamar bedah harus menyadari bahwa:
Membaca Koran , tiduran, duduk dilantai dan sholat serta
membawa peralatan diluar kebutuhan operasi tidak
dibenarkan.
h. Perawat instrumen bertanggung jawab akan kelancaran
jalannya alat-alat pembantu pembedahan : Diathermi, pompa
hisap, pipa-pipa alat-alat bedah, dan sebagainya.
i. Ahli bedah bertanggung jawab akan kelancaran jalannya
pembedahan dari segi teknik pembedahannya, ahli anestesi
bertanggung jawab akan kelancaran pembiusan.
4. Etika setelah selesai pembedahan :
a. Perawat instrumen bertanggung jawab akan luka operasi dan
penutupan luka harus dilakukan berdasarkan teknik asepsis.
b. Perawat pembantu (omploop) bertanggung jawab akan
pemindahan penderita keluar kamar bedah.
c. Ahli bedah wajib mengisi dan melengkapi buku laporan
pembedahan yang tersedia dan dichek oleh perawat instrumen.
d. Semua orang yang ada dalam kamar bedah saat itu wajib
menjamin kelancaran jalannya pergantian pembedahan, dari
ronde yang satu ke ronde berikutnya, juga pembersihan kamar
dan alat-alat.
e. Kamar operasi harus siap dahulu sebelum penderita untuk
pembedahan berikutnya boleh dimasukkan. Pengawasan
dilakukan oleh perawat instrumen.
4) Tata Laksana Pasien
Persiapan penderita sebelum pembedahan sudah dimulai di ruangan,
untuk ini, maka dokter ruangan dan perawat ruangan bertanggung jawab
agar penderita waktu memasuki kamar operasi harus sudah memenuhi
syarat-syarat pembedahan yang akan dialaminya itu (premedikasi,
mandi, obat-obatan, cairan infus). Pada waktu memasuki kamar
operasi, maka sebaiknya penderita memakai pakaian khusus rumah
sakit, jadi bukan pakaian rumah yang dipakai sehari-hari.
a. Ruang Terima
Paien dilakukan timbang terima sesuai dengan . Diambil / di
cek.informed Consent dan dilakukan dilakukan pemeriksaan fisik.
b. Informed Consent
Semua tindakan pembedahan di Kamar Operasi harus ada infomed
concent secara tertulis dan tidak tertulis sesuai kebijakan RS
tentang Informed Consent
Bila diperlukan tindakan medis di Kamar Operasi sesuai dengan
daftar diatas maka pasien atau keluarga menandatangani
formulir Persetujuan Tindakan Medis
c. Ruang tunggu pasien
Selanjutnya pasien dibawa ke ruang tunggu, menunggu giliran
operasi. Di ruang tunggu pasien dilakukan premedikasi dan secara
periodik dilakukan pemeriksaan Tanda Tanda Vital.
Urut-urutan tindakan terhadap penderita setelah masuk kamar bedah :
a. Dipindahkan ke meja pembedahan untuk dilakukan :
Pemasangan infus
Pemasangan pengikat tangan dan tungkai
Daerah rambut kepala ditutup
Di check, apakah daerah pembedahan yang berambut sudah
dipersiapkan (dicukur dan dicuci antiseptik) daerah dada
dibebaskan atau dilonggarkan.
b. Dilakukan pembiusan
Setelah dibius, barulah dilakukan penempatan posisi pembedahan.
Akan letak/posisi penderita harus ditanyakan pada ahli bedah bila
memang belum jelas. Untuk memposisikan dengan aman sesuai
prosedur.
c. Desinfeksi dari lapangan pembedahan :
Dapat dilakukan oleh ahli bedah / asistennya sesuai prosedur
Dapat pula dilaksanakan oleh perawat sirkulasi (omloop),
dengan menggunakan klem-desinfeksi panjang yang steril, tanpa
menyentuh daerah pembedahan dengan tangannya.
d. Kulit Penderita :
Tindakan untuk mengamankan kulit penderita yang dianggap sebagai
sumber infeksi disebut siap-bedah (surgical prep), yang terdiri
dari :
Pencukuran kulit (yang berambut)
Karena rambut dianggap sebagai penunjang pertumbuhan kuman,
maka semua daerah tempat sayatan bedah yang ada rambutnya
perlu dicukur terlebih dahulu. Pencukuran dapat dilakukan di
bangsal sebelum hari pembedahan atau sesaat sebelum pembedahan
di kompleks ruangan pembedahan. Dianjurkan agar memakai pisau
cukur yang disposable atau bersih.
Larutan antiseptic
Larutan antiseptik dipakai untuk melakukan desinfeksi kulit
daerah lapangan pembedahan. Banyak tersedia larutan antiseptik
standar dimana untuk masing-masing unit harus disediakan
secara sama dan seragam. Cara melakukan desinfeksi dapat
dilihat pada gambar 14, dan desinfeksi dapat dilaksanakan oleh
perawat bedah, tidak harus oleh ahli bedah sendiri.
Pelaksanaan desinfeksi adalah setelah penderita diberi
pembiusan.
Terdapat macam-macam obat yang dapat dipakai untuk maksud
ini, yang daya kerjanya harus :
Menghapus lemak dan kotoran kulit
Membasmi kuman-kuman yang melekat di kulit
Membilas kulit dari obat yang dapat merusak kulit
tersebut
Bahan standar yang umumnya masih dipakai adalah :
Clorhexidine gluconase 7,5%, sebagai penghapus
lemak/kotoran
Larutan jodium
Alkohol 70% sebagai pembilas
Pada saat ini banyak terdapat larutan-larutan lain yang
dapat digunakan untuk desinfeksi. Obat atau larutan yang
digunakan sesuai kebijakan yang disepakati oleh bagian kamar
operasi yang bersangkutan.
Cara melakukan desinfeksi :
Menggunakan klem desinfeksi yang steril, mengambil bola kasa
steril, dibasahi dengan larutan desinfektans.
Dioleskan pada kulit lapangan pembedahan dari tengah,
berputar melebar makin meluas (dari pusat keluar), berhenti
sampai selebar/seluas yang dibutuhkan.
Ganti dengan bola kasa baru.
Untuk tiap macam obat desinfektans, diperlukan sedikitnya
dua kali olesan.
Persiapan lapangan pembedahan dipersempit dengan kain penutup.
Dilaksanakan dengan dipimpin ahli bedah oleh tim pembedahan
dengan sudah menempuh prosedur drapping
Penutupan lapangan pembedahan (draping) sesuai prosedur.
Penutupan lapangan pembedahan atau cara untuk mempersempit
lapangan pembedahan dapat dilakukan dengan kain linen yang
steril (duk) atau bahan kertas sintetik.
Tujuan dari mempersempit lapangan pembedahan adalah membuat
barrier atau perbatasan terhadap kontaminasi.
Batas dari lapangan pembedahan kemudian difiksasi dengan :
Klem duk : 4 buah klem penjepit agar keempat sisi kain
membatasi lapangan pembedahan.
Duk yang berlubang
Memakai foli plastik yang melekat pada kulit
Menggunakan duk khusus untuk bagian tubuh tertentu Alat-alat
pembantu pembedahan : pipa hisap dan kabel diathermi dan
lain-lain serta meja instrumen diletakkan disekitar lapangan
pembedahan, dan pasien SIAP untuk dibedah, setelah minta
persetujuan dari ahli anestesi.
Pembedahan
Yang perlu diperhatikan waktu ini adalah pemantauan tanda
tanda vital harus ketat sehingga segera diketahui adanya
penutunan fungsi vital. Keseimbangan cairan masuk dan keluar
juga tidak boleh dikesampingkan, juga keamanan posisi pasien
selama pembedahan apakah berpotensi injury. Perawat
instruementator harus selalu memperhatikan setiap peralatan
yang dipakai sehingga cepat, tepat dan aman untuk proses
pembedahan.
Penutupan luka
Dilakukan sesuai prosedur penutupan luka.
5) Tata Laksana Administrasi
a. Calon pasien yang terdaftar pada papan acara dipindahkan ke papan
acara harian dilantai III untuk dilakukan pembagian kerja.
b. Pembagian kerja didasarkan pada program orientasi, prigram
pengembangan staf sehingga pada akhirnya semua staf perawat Kamar
Operasi mempunyai kemampuan asistensi dan instrumentasi yang
merata.
c. Dilakukan verivikasi administrasi pasien sebelum dilakukan
pembedahan:
Informed consent
Pemeriksaan penunjang
Alat dan bahan habis pakai yang dibawa pasien dari ruangan.
d. Pencatatan dan pelaporan di buku bedah secara lengkap, meliputi
data pasien, tindakan, tarip dll sesuai buku register.
e. Pengisisan formulir tindakan, pemeriksaan PA.
f. Penjelasan dan penyelesaian administrasi dan keuangan dengan
pasien dan keluarga.
6) Personil Yang Bekerja Di Kamar Bedah
a. Operator Bedah
Yaitu dokter ahli atau residen dengan pengawasan dokter ahli.
b. Asisten Bedah:
Dilaksanakan oleh perawat kamar bedah. Yaitu perawat yang dinilai
memenuhi kualifikasi mencapai tahapan asisten bedah.
c. Instrumentator:
Yaitu perawat kamar bedah yang telah mengikuti minimal pendidikan
dasar kamar bedah dan akan terus meningkatkan kualifikasi.
Bertugas menyediakan semua keperluan pembedahan pra intra dan
pasca pembedahan dan melakukan proses instrumentasi
d. Perawat Sirkulasi (Omloop)
Yaitu perawat kamar bedah diluar tim inti (Operator, Asisten dan
Instruemntator) yang bertugas memenuhi kebutuhan peralatan
tambahan dan mengatur jalannya operasi agar lancar.
e. Ahli Anestesi
f. Penata/Perawat anestesi.
Yaitu perawat ahli atau terdidik dibidang anestesi
g. Pelaksana penunjang
Yaitu petugas non medis yang bekerja dikamar bedah dan telah
mendapat pendidikan sebagai tenaga penunjang dikamar bedah
7) ALUR DI KAMAR BEDAH
a. Alur Pasien
Pasien masuk kamar timbang terima dan dipindahkan ke brankart
dalam lalu di bawa ke ruang tunggu lalu masuk OK setelah selesai
tindakan pasien di kirim ke ruang pulih sadar melalui alur yang
sama seperti pasien masuk dan pasien dipindahkan ke brankart luar
sebelum ke luar OK
b. Alur Petugas
Petugas masuk ke ruang ganti, lalu masuk ke ruang senipublik dg
sudah menggunakan sendal OK. Petugas ke luar OK melalui alur
masuk kecuali untuk ke pentingan emergensi dapat melalui alur
pasien setelah memakai jas khusus dan melepas sendal OK.
c. Alur barang steril
Barang steril dari CSSD ditempatkan pada wadah bersih dan
tertutup rapat kemudian di kirim ke ibs melalui alur pasien.
Sampai di Kamar Bedah di pindahkan ke alat pengangkut khusus
dalam OK dan di bawa ke ruang penyimpanan yang kemudian di
distribusikan ke masing masing OK sesuai kebutuhan.
d. Alur barang terkontaminasi dan sampah
Tenun
Pastikan tidak ada alat operasi yang menempel pada tenun yang
telah terkontaminasi. Masukkan tenun dalam sarung mayo, lalu
bawa tenun, ke tempat perendaman dengan alur yang kotor dalam
wadah yang tertutup rapat dan diletakkan pda tempat yang telah
disepoakati lalu di bawa oleh petugas laundri mudian dikelola
oleh bagian laundry RS.
Alat Operasi
Peralatan yang telah dipakai untuk pembedahan, direndam dengan
cairan antiseptik selama minimal 10 menit lalu dibawa ke ruang
cuci untuk dilakukan pembersihan sesuai Protap. Alat
dicuci/dibilas dg air kran yang mengalir lalu dikeringkan dan
diset. Alat yang telah diset dimasukkan kedalam wadah yang
bersih dan tertutup rapat dan dibawa ke bagian CSSD oleh
petugas Kamar Operasi. Alur yang digunakan sama dengan alur
pasien
Sampah Infeksius
Bahan habis pakai terkontaminasi sudah dalam wadah kantong
sampah infeksius berwarna kuning, lalu dikat rapat dikeluarkan
sesuai alur kotor dan diletakkan pda tempat yang telah
disepoakati lalu di bawa oleh petugas IPS ketempat pengelolaan
limbah infeksius. Dan dikelola oleh petugas IPS
e. Utilitas Kamar Bedah
Dihitung dengan menggunakan data Jam Penggunaan Kamar Operasi.
Dibandingkan dengan kapasitas pemakaian kamar Operasi. Kapasitas
pemakaian OK adalah : jam Kerja PNS yaitu rata-rata 7 jam setiap
harinya. Jika Hitungan didasarkan pada jam Pemakaian OK
menunjukkan Jenis Operasi yang dilakukan atau Kualitas Pemakaian
OK
f. Waktu Tunggu Pasien
Waktu Tunggu Pasien Yang dimaksud adalah lamanya Waktu Tunggu
Pasien sejak masuk Rumah Sakit Sampai hari dilakukannya
Pembedahan pertama maupun pembedahan Lanjutan ataupun Operasi
Ulangan pada pasien yang sama
PEDOMAN PEMBUATAN LAPORANOPERASI
RSUD JOMBANG
PEDOMAN PEMBUATAN LAPORAN OPERASI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAHJOMBANG
Menimbang : a. bahwa pedoman pembuatan laporan operasi dirumah sakit merupakan salah satu bagian daripelayanan kesehatan yang saat ini peranannyaberkembang dengan cepat;
b. bahwa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor779/Menkes/SK/VIII/2008 tentang Standar PedomanPembuatan Laporan Operasi di Rumah Sakit tidaksesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuandan teknologi kedokteran;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksudpada huruf a dan huruf b, perlu ditetapkan Pedomanpembuatan laporan operasi di RSUD Jombang.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentangPraktik Kedokteran (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4431);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 5063);
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang RumahSakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 5072);
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor512/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin Praktik danPelaksanaan Praktik Kedokteran;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor290/Menkes/Per/III/2008 tentang PersetujuanTindakan Kedokteran;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi danTata Kerja Kementerian Kesehatan;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNomor 519/Menkes/Per/III/2011 tentang pedomanpenyelenggaraan pelayanan anestesiologi dan terapiintensif;
9 Pedoman Pembuatan Laporan Operasi di RSUD JombangNomor xxxxxxx
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PEDOMAN PEMBUATAN LAPORAN OPERASI DI RUMAH SAKITUMUM DAERAH JOMBANG
Pasal 1
Laporan operasi harus mencantumkan pada bagian atas berupa nama pasien, nomer Rekam Medik, dari unit atau ruang mana, tanggal lahir pasien, dan kelas perawatan.
Pasal 2
Laporan operasi merupakan catatan singkat hasil dari operasi yang
harus memuat :
diagnosis pasca operasi
nama doketr bedah yang mengerjakan dan nama dokter DPJP serta
asisten-asistennya
nama prosedur
specimen bedah untuk pemeriksaan
catatan spesifik komplikasi atau tidak adanya komplikasi selama
operasi, termasuk jumlah kehilangan darah
tanggal, waktu, dan tandatangan dokter yang bertanggung jawab.
Pasal 3
Laporan operasi tersebut harus sudah selesai sebelum pasien
meninggalkan lokasi ruang pemulihan pasca operasi.
Pasal 4
Laporan operasi harus mencantumkan juga
nama petugas anestesi,
jenis anestesi
diagnosis pra bedah
jenis operasi (bersih, bersih tercemar, tercemar, kotor)
jenis tindakan (emergency, elektif, poliklinik, ODC)
klasifikasi operasi (canggih, khusus, besar, sedang, kecil)
Pasal 5
Laporan operasi juga harus mencantumkan ada/tidaknya pemberian anti
biotic pra operasi, jenis dan nama antibiotic serta waktu pemberian.
Pasal 6
Laporan operasi juga harus mencantumkan uraian singkat hasil operasi
dicatat hal-hal yang penting yang ditemukan pada saat operasi
berlangsung.
Pasal 7
Bila perlu dilakukan konsultasi intra operatif harus dilakukan
pencatatan juga hal-hal penting yang menjadi temuan pada saat
konsultasi tersebut.
Pasal 8
Pedoman Pembuatan Laporan Operasi mulai diberlakukan di RSUDJombang.
PEDOMAN MONITORING SELAMAPEMBEDAHAN
RSUD JOMBANG
PEDOMAN MONITORING SELAMA PEMBEDAHAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAHJOMBANG
Menimbang : a. bahwa pelayanan pembedahan di rumah sakitmerupakan salah satu bagian dari pelayanankesehatan yang saat ini peranannya berkembangdengan cepat;
b. bahwa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor779/Menkes/SK/VIII/2008 tentang Standar PelayananPembedahan di Rumah Sakit tidak sesuai lagi denganperkembangan ilmu pengetahuan dan teknologikedokteran;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksudpada huruf a dan huruf b, perlu ditetapkan Pedomanpelayanan pembedahan di RSUD Jombang.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentangPraktik Kedokteran (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4431);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 5063);
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang RumahSakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 5072);
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor512/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin Praktik danPelaksanaan Praktik Kedokteran;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor290/Menkes/Per/III/2008 tentang PersetujuanTindakan Kedokteran;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi danTata Kerja Kementerian Kesehatan;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNomor 519/Menkes/Per/III/2011 tentang pedomanpenyelenggaraan pelayanan anestesiologi dan terapiintensif;
9 Kebijakan monitoring selama pembedahan di RSUDJombang Nomor xxxxxxx
MEMUTUSKAN:Menetapkan : PEDOMAN MONITORING SELAMA PEMBEDAHAN DI RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH JOMBANGPasal 1
Status fisiologis pasien dimonitor secara terus menerus selama
pembedahan.
Pasal 2
Semua temuan dan data-data vital dimasukkan ke dalam medical
record meliputi tensi, nadi, RR, temperatur, skor nyeri.
Pasal 3
Setiap asuhan pasca bedah dini pada pasien yang telah
direncanakan harus dimasukkan ke dalam asuhan medis dan asuhan
keperawatan dalam medical record.
Pasal 4
Rencana pasca bedah didokumentasikan di dalam rekam medis pasien
oleh ahli bedah yang bertanggung jawab/ DPJP atau diverifikasi
oleh DPJP yang bersangkutan dengan ikut menandatangani pada
rencana asuhan medis yang di dokumentasikan oleh seseorang yang
mewakili DPJP.
Pasal 5
Rencana asuhan keperawatan pasca bedah didokumentasikan pada
rekam medis pasien.
Pasal 6
Bila ada kebutuhan pasien itu, maka rencana asuhan pasca bedah
oleh pihak lain didokumentasikan dalam rekam medis pasien.
Pasal 7
Rencana pelayanan didokumentasikan pada rekam medis pasien dalam
24 jam tindakan bedah. Pasal 8
Pedoman Monitoring Selama Pembedahan mulai diberlakukan di RSUDJombang.
REFERENSI
• Anesthesia Care Team. Statement on the anesthesia care team.
Disetujui oleh ASA House of Delegates; 2009.
• Ambulatory Surgical Care. Guidelines for ambulatory anesthesia
and surgery. Disetujui oleh ASA House of Delegates; 2008.
• American Society of Anesthesiologist. Practice guidelines for
sedation and analgesia by non-anesthesiologists: an updated
report by the American Society of Anesthesiologist Task Force
on sedation and analgesia by non-anesthesiologist.
Anesthesiology. 2002;96:1004-17.
• Pain Medicine. Statement on anesthetic care during
interventional pain procedures for adults. Disetujui oleh ASA
House of Delegates; 2010.
• Standards and Practice Parameters. Standards for basic
anesthetic monitoring. Disetujui oleh ASA House of Delegates;
2010.