MAKALAH
KIMIA ORGANIK 1
“REAKSI ALKIL HALIDA : SUBSTITUSI NUKLEOFIL DAN
ELIMINASI”
KELOMPOK 4
Dianira Geovana Maengkom (13 533 039)
Novita (11 533 0 )
Dosen Pembimbing :
Prof. DR. S. Gugule, MS
UNIVERSITAS NEGERI MANADO
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN KIMIA
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang karena kasih karunia Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah berjudul “Reaksi Alkil Halida : Substitusi Nukleofil
dan Eliminasi”. Adapun penulisan makalah ini untuk menyelesaikan
tugas Kimia Organik 1. Kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak khususnya dosen pembimbing, Prof.DR.S.Gugule, MS
serta orang tua.
Dengan kerendahan hati kami mohon perkenaan para
pembaca untuk memberikan saran dan kritik. Harapan kami
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Terima kasih.
Tondano,
September 2014
Penyusun
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................2
....................................................... DAFTAR ISI
...................................................................3
...........................
BAB 1 PEMBAHASAN................................................4
BAB 2 PENUTUP .................................................21
a.Kesimpulan......................................................21
................................................... DAFTAR PUSTAKA
..................................................................22
5
BAB I
PEMBAHASAN
A. SUB BAB 6.11 a Hal 237
STRUKTUR KARBOKATION
Struktur karbokation adalah trigonal planar. Contohnya : BF3 dengan
hibridisasi sp2. Atom pusat pada karbokation adalah electron
yang tidak stabil. Ada 6 elektron yang digunakan untuk
membentuk ikatan kovalen sigma untuk atom hydrogen (kelompok
alkil). Orbital p tidak mengandung electron.
B. SUB BAB 6.11 b Hal 238
KESTABILAN KARBOKATION
Kestabilan karbokation berhubungan dengan nomor kelompok alkil.
Karbokation tersier lebih stabil daripada kation metil.
Urutannya yaitu tersier > sekunder > primer > metil.
> > >
3° > 2° >
1° > Metil
(lebih stabil)
(paling tidak stabil)
6
Kestabilan karbokation ini dijelaskan oleh hiperkonjugasi.
Hiperkonjugasi melibatkan delokalisasi electron (melalui bagian
orbital yang sama) dari ikatan orbital yang terisi ke orbital
yang tidak terisi. Orbital yang tidak terisi adalah subkulit
p / orbital p, dan orbital yang terisi adalah C-H atau C-C. Ikatan
sigma karbon berbatasan dengan orbital p dari karbokation.
Pembagian elektron akan mengakibatkan kerapatan dan kedekatan
antara C-H atau C-C. Ikatan sigma dengan karbokation orbital p
mengakibatkan delocalisasi ke muatan positif. Muatan dapat
membubarkan delocalisasi, maka system akan stabil.
Karbokation tersier memiliki 3 carbon dengan ikatan C-H. Saling
ketergantungan ini dapat dilihat dari contoh berikut : (ikatan
C-C dibandingkan ikatan C-H) berbatasan dengan karbokation karena
adanya tumpang tindih dengan ruang kosong pada orbital p.
Karbokation sekunder hanya mempunyai dua batasan karbokation
dengan ikatan C-C dan C-H untuk tumpang tindih dengan
karbokation, sehingga kemampuan hiperkonjugasinya lemah dan
karbokationnya kurang stabil. Karbokation primer hanya mempunyai
1 batasan karbon yang berasal dari kestabilan hiperkonjugasinya
sehingga lebih kurang stabil. Karbokation metil tidak memiliki
kemungkinan untuk berhiperkonjugasi dan ini yang paling tidak
stabil dari semuanya. Sehingga kestabilan karbokation adalah 3°>
2°> 1°> metil.
C. SUB BAB 6.12
STEREOKIMIA REAKSI SN1 Hal 239
Karbokation membentuk reaksi SN1 dengan struktur trigonal
planar. Sehingga ketika bereaksi dengan inti akan ada yang
dinamakan sisi depan dan sisi belakang. Untuk kation tersier
7
butil tidak ada perbedaan, karena golongan tersier butil tidak
diulin pusatnya.
Dengan catatan beberapa kation, produk sterekimianya berasal
dari 2 reaksi yang mungkin.
8
D. SUB BAB 6.12 a
REAKSI RASEMISASI Hal 239
Rasemisasi adalah suatu reaksi perubahan secara optik
campuran senyawa menjadi rasemi. Jika campuran senyawa asli
kehilangan semua aktivitas optic dalam suatu reaksi, ini
disebut rasemisasi sempurna. Jika campuran/senyawa kehilangan
sebagian aktivitas optic karena enantiomer hanya sebagian yang
berubah ke bentuk rasemi. Rasemisasi terjadi disebabkan oleh
keulinan molekul menjadi bentuk achiral intermediet.
Reaksi stereokimia SN1
9
E. SUB BAB 6. 12 b
SOLVOLISIS Hal 240
Reaksi SN1 dari alkil halide dengan air disebut solvolisis.
Reaksi solvolisis adalah penggantian inti dengan inti dari
molekul pelarut (pelarut + analisis = pemecahan dengan pelarut ).
Pelarut misalnya air, disebut juga reaksi hidrolisis. Jika dalam
reaksi menggunakan methanol disebut methanolisis.
F. SUB BAB 6.13
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI REAKSI SN1 DAN SN2 hal 241
Berikut ini adalah factor-faktor yang mempengaruhi nilai reaksi
SN1 dan SN2
1. Struktur substrate
2. Konsentrasi dengan kereaktifan inti (hanya reaksi
bimolekuler)
3. Pengaruh dari pelarut
4. Keadaan alam dari kelompok yang ditinggalkan
11
G. SUB BAB 6.13 A
EFEK DARI STRUKTUR SUBSTRAT REAKSI SN1 hal 241
Metil halida bereaksi lebih cepat daripada tersier halida. Ini
mengakibatkan tersier halida lebih tidak reaktif dengan mekanisme
SN2 .
Nilai rata-rata relative alkil halide dalam reaksi SN2
substituent senyawa Nilai rata-rataMetil CH3 X 301° CH3CH2X 12° (CH3)2CHX 0.03
Neopentil (CH3)3CCH2X 0.000013° CH3)3 CX ̴F0
Contoh ; neopentil halide adalah primer halide yang sangat tidak
reaktif
Neopentil Halida
Factor penting selain factor kereaktifan adalah efek sterik.
Efek sterik adalah efek dari nilai rata-rata karena banyak ruang
yang terisi dari bagian molekul yang menyerang atau dekat
dengan pusat reaksi. Salah satu bagian dari efek steric adalah
hambatan steric. Maksudnya adalah : susunan ruang terluar dari
atom atau senyawa yang dekat dengan pusat reaksi dari bagian
belakang molekul atau reaksi yang lambat.
Untuk partikel ( molekul dan ion) yang direaksikan pusat
kereaktifan harus mampu dalam jarak ikatan satu sama lain.
Reaksi SN2 yang diperlukan dekat dengan inti pada jarak dengan
12
atom karbon akan menghasilkan “gugus yang ditinggalkan”. Karena
itu substituent yang besar dan dekat dengan atom karbon akan
mengalami effect inhibiting atau dihambat. Hal ini akan
menyebabkan energy bebas yang diperlukan untuk transisi akan
meningkat pula. Dari alkil halide yang sederhana , metil halide
bereaksi lebih cepat dengan reaksi SN2 karena hanya ada tiga
atom yang turut bercampur dekat dengan inti. Neopentil dan
tersier halide kurang reaktif karena adanya kelompok besar
yang kemudian menghadirkan halangan yang kuat untuk mendekati
inti. Sedangkan tersier tidak dapat bereaksi dengan mekanisme
SN2.
13
Reaksi SN1
Pada reaksi SN1 ini hanya senyawa organic yang dapat menjalani
reaksi SN1 yang dapat membentuk karbokation stabil. Hanya
tersier halide yang dapat bereaksi dengan mekanisme SN1. Alilik
halide dan benzilik halide juga dapat bereaksi dengan
mekanisme SN1. Karbokation yang stabil penting dalam reaksi SN1
ini karena adanya energy bebas yang diaktifkan yang akan
mengakibatkan reaksi berjalan lambat.
Postulat Hammond-leffler
Dalam postulatnya Hammond-Leffler menyatakan bahwa struktur
transisi sulit dalam mendapatkan energy dalam menunjukkan
kemiripan yang kuat dari struktur produk. Produk dalam tahap
ini adalah intermediet dan keseluruhan reaksi adalah
karbokation. Factor yang mempengaruhi kestabilan karbokation
diantaranya yaitu pembubaran muatan positif dari kelompok yang
terbentuk dan juga kestabilan dari bagian transisi dimana ada
muatan positif yang terjadi.
Metil, primer, dan sekunder alkil halide dapat terionisasi
membentuk karbokation metil, primer, sekunder yang direaksikan
dengan meknisme SN1. Dan energy yang diperlukan sangat besar.
Reaksi SN1 tidak dapat bersaing dengan reaksi SN2.
Ionisasi dari “gugus yang ditinggalkan”
14
Dalam postulate kedua : struktur dari bagian transisi yang
menyerupai spesies stabil dekat dengan energy bebas. Contoh :
tahapan endergonik meningkat karena bagian transisi berada dekat
produk dengan energy bebas ini berarti produk menyerupai
struktur. Dan tahap exergonik meningkat karena bagian transisi
berada dekat pada reaktan dengan energy bebas sehingga reaktan
menyerupai struktur.
15
H. SUB BAB 6.13 B
EFEK DARI KONSENTRASI DAN KEKUATAN DARI NUKLEOFIL hal 244
Panjang relative dari nukleofil adalah hubungan nilai relative
reaksi SN2 dengan substrate yang diberikan. Nukleofil yang baik
akan bereaksi dengan cepat dengan reaksi SN2. Sedangkan
nukleofil yang miskin adalah reaksi yang salah satu reaksinya
lambat terhadap reaksi SN2.
Contoh :
Panjang relative nukleoffil dapat dihubungkan sebagai berikut :
1. Muatan negative nukleofil selalu lebih reaktif daripada
asam konjugasi. Karena inti anion hidroksida adalah
nukleofil yang lebih baik daripada H2O
2. Dalam kelompok nukleofil dengan atom nulkeofil yang sama ,
nukleofilitisnya parallel dengan basa
RO>HO>>RCO2> ROH > H2O
NUKLEOFILITIK DENGAN KEBASAAN
Kebasaan (PKa) adalah posisi keseimbangan yang melibatkan donor
electron basa, proton, asam kojugasi dan basa konjugasi.
Nukleofilitik adalah nilai rata-rata reaksi yang ditunjukkan
dengan cepatnya donor electron dengan atom biasanya carbon
yang tegas terhadap gugus yang ditinggalkan. Contoh : ion
hidroksida adalah basa kuat daripada ion sianida.
I. SUB BAB 6.13 C
EFEK LARUTAN DARI REAKSI SN2 : POLAR PROTIK DAN PELARUT APROTIC hal 245
16
Pelarut protic adalah misalnya air dan alcohol. Pelarut protic
mempunyai atom hydrogen dan elektronegatifan yang kuat. Molekul
dari pelarut protic dapat membentuk ikatan hydrogen dengan
nukleofil.
Efek dari ikatan hydrogen dengan nukleofil adalah membebani
nukleofil dan menghalangi yang reaktif dari reaksi substitusi.
Ikatan hydrogen untuk atom nukleofilik kecil lebih kuat
dibandingkan atom nukleofilik yang lebih besar.
Halide nukleofilik pada pelarut protik
I- > Br-> Cl->F-
Nukleofilik relative pada pelarut protic
SH-> CN-> I-> OH->N3->Br->CH3CO2
->Cl->F->H2O
PELARUT POLAR APROTIK
Pelarut aprotik adalah pelarut dengan molekul yang tidak
mempunyai atom hydrogen yang menyerang atom dengan elemen
keelektronegatifan. Pelarut polar aprotik menggunakan reaksi SN2.
Contoh :
17
Karena pelarut aprotik tidak mempunyai ikatan Hidrogen dan
inti atom pusat positif maka akan melindunginya dari efek
sterik dari berbagai interaksi dengan anion. Anion yang
kereaktifannya paling tinggi adalah basa dan nukleofil. Halide
nukleofil pada pelarut aprotik adalah
F-> Cl-> Br-> I-
J. SUB BAB 6.13 D
EFEK PELARUT PADA REAKSI SN1 : KEMAMPUAN IONISASI DARI PELARUT Hal 247
Pelarut protik sangat baik karena dapat meningkatkan ionisasi
dari alkil halide dengan reaksi SN1 karena kemampuan pelarut
kation dan anionnya yang efektif. Hal ini karena kestabilan
pelarut pada saat memimpin intermediet karbokation dan ion
halide dari reaktan.
Dielektrik konstan adalah indikasi dari kuantitas polaritas
pelarut. Dielectric konstan adalah ukuran kemampuan pelarut
untuk mengisolasi lawan muatan ( ion terpisah) satu sama lain.
K. SUB BAB 6.13 E
18
GUGUS YANG DITINGGALKAN HAL 247
Gugus yang ditinggalkan dengan pasangan electron digunakan
untuk membentuk ikatan dengan substrate. Gugus yang ditinggalkan
yang dikategorikan sebagai yang baik akan menjadi anion yang
relative stabil ketika dipindahkan. Adapun basa lemah yang stabil
memiliki muatan negative yang efektif. Gugus yang ditinggalkan
yang terbaik dapat diklasifikasikan sebagai basa lemah setelah
dipindahkan.
Stabilitas dari muatan negative pada gugus yang ditinggalkan
akan mengakibatkan transisi dengan energy bebas yang lemah, ini
akan meningkatkan terjadinya reaksi. Pada halogen ion halide
adalah gugus yang ditinggalkan paling baik daripada ion
florida.
19
L. SUB BAB 6.14
SINTESIS ORGANIC : PERUBAHAN KEMAMPUAN GRUP MENGGUNAKAN REAKSI SN2Hal 250
Reaksi SN2 umumnya digunakan pada sintesis organic karena
ketidakmampuan untuk berubah pada satu kemampuan grup kepada
grup yang lain dan inilah yang disebut kemampuan perubahan
grup.
20
M. SUB BAB 6.14 A
KETIDAKREAKTIFAN VINILIK DAN FENIL HALIDA hal 252
Vinilik halide adalah senyawa yang mempunyai atom halogen yang
menyerang atom karbon dari ikatan rangkap. Sedangkan fenil
halide adalah senyawa yang mempunyai atom halogen yang
menyerang cincin benzene.
21
Vinilik dan fenil halide adalah reaksi SN1 dan reaksi SN2 yang
tidak reaktif. Ketidakreaktifan reaksi SN1 karena vinilik dan
fenil kation relative tidak stabil dan tidak siap terbentuk.
Sedangkan ketidakreaktifan reaksi SN2 karena ikatan karbon-halogen
dari vinilik dan fenil halogen lebih kuat daripada alkil
halide dan electron dari ikatan rangkap atau cincin benzene
menolak nukleofil yang mendekat dari belakang.
N. SUB BAB 6.15
REAKSI ELIMIMNASI DARI ALKIL HALIDA hal
Reaksi eliminasi dari alkil halide adalah reaksi yang penting
untuk bersaing dengan reaksi substitusi. Dalam reaksi eliminasi
kepingan beberapa molekul (YZ) dilepaskan (dieliminasi) dari atom
yang berdekatan dengan reaktan.
22
O. SUB BAB 6.15 A
DEHIDROHALOGENASI
Metode yang digunakan untuk mensintesis alkena adalah
eliminasi HX dari atom yang berdekatan dengan alkil halide.
Dehidrohalogenisasi adalah hydrogen halide yang dieliminasi dari
haloalkana.
Atom carbon yang menghasilkan substituent (atom halogen) disebut
atom karbon alfa dan atom carbon beta. Atom hydrogen yang
menyerang carbon atom beta disebut hydrogen atom beta. Atom
hydrogen yang dieliminasi dengan dehidrohalogenasi dari atom carbon
beta disebut eliminasi beta atau eliminasi 1.2 .
P. SUB BAB 6.15 B
BASA YANG DIGUNAKAN DALAM DEHIDROHALOGENASI
Basa kuat biasanya digunakan dalam dehidrohalogenasi.
Q. SUB BAB 6.15 C
MEKANISME DEHIDROHALOGENASI
Reaksi eliminasi terdiri dari dua jenis mekanisme yaitu
sebagai berikut :
23
R. SUB BAB 6.16
REAKSI E2
Ketika isopropyl bromide dipanaskan dengan sodium etoksida akan
membentuk propane. Reaksi ini bergantung pada konsentrasi
isopropyl bromide dan konsentrasi ion etoksida. Berikut ini
adalah reaksinya.
25
T .SUB BAB 6.18
SUBSTITUSI VS ELIMINASI
1. SN2 dan E2
Reaksi SN2 dan E2 memiliki perbedaan dalam hal kekuatan
konsentrasi dari inti. Ketika nukleofil menyerang atom hydrogen
maka ini adalah reaksi eliminasi. Tapi ketikanuk menyerang
atom carbon dengan gugus yang ditinggalkan maka ini adalah
reaksi substitusi.
a. Substrate
Substrate primer : untuk substrate primer lebih cocok
menggunakan reaksi substitusi karena nukleofil lebih
mudah mencapai carbon dengan gugus yang ditinggalkan.
27
Substrate sekunder : lebih mudah menggunakan reaksi
eliminasi, Karena adanya hambatan steric akan membuat
reaksi substitusi semakin sulit.
Substrate tersier : pada halide tersier hambatan steric
dari substrate akan membuat reaksi SN2 tidak dapat
dilakukan. Sehingga pada substrate tersier menggunakan
reaksi eliminasi terutama pada suhu yang tinggi.
b. Temperatur
Reaksi E1 dan E2 akan meningkat jika suhu tinggi
jika dibandingkan dengan reaksi substitusi. Reaksi
eliminasi membutuhkan banyak energy bebas daripada
28
reaksi substitusi karena selama proses eliminasi
terjadi perubahan ikatan.
c. Ukuran Nukleofil
Jika nukleofil tidak dirintangi maka reaksi yang
akan terjadi adalah substitusi
Jika nukleofil dirintangi maka reaksi yang akan
terjadi adalah eliminasi
Unhindered Nucleophile
Hindered Nucleophile
d. Nukleofilik dan Polaritas
29
Jika ion nukleofil kuat dan polaritasnya rendah
seperti ion amina (NH2-) maka lebih mudah
menggunakan reaksi eliminasi (E2)
Jika ion nukleofil lemah dan polaritasnya tinggi
seperti ion klorida dan ion asetat maka lebih
mudah menggunakan reaksi substitusi (SN2)
2. Tersier halide : SN1 dan E1
Reaksi E1 lebih menyukai substrate yang membentuk
karbokation stabil. Juga pada inti yang lemah
serta pelarut polar
30
BAB II
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Kestabilan karbokation berhubungan dengan nomor kelompok
alkil. Karbokation tersier lebih stabil daripada kation
metil. Urutannya yaitu tersier > sekunder > primer > metil.
2. Karbokation membentuk reaksi SN1 dengan struktur trigonal
planar. Sehingga ketika bereaksi dengan inti akan ada yang
dinamakan sisi depan dan sisi belakang.
3. Berikut ini adalah factor-faktor yang mempengaruhi nilai
reaksi SN1 dan SN2
Struktur substrate
Konsentrasi dengan kereaktifan inti (hanya reaksi
bimolekuler)
Pengaruh dari pelarut
Keadaan alam dari kelompok yang ditinggalkan
4. Pada reaksi SN1 ini hanya senyawa organic yang dapat
membentuk karbokation stabil.
5. Gugus yang ditinggalkan dengan pasangan electron digunakan
untuk membentuk ikatan dengan substrate.
6. Reaksi eliminasi terdiri dari dua jenis mekanisme yaitu
sebagai berikut :
Reaksi E2 untuk bimolekuler
Reaksi E1 untuk unimolekuler
31