KASUS INDIVIDU
ASUHAN KEBIDANAN PADA Ny. “ M ” DENGAN TINDAKAN
SEKSIO SESAREA ATAS INDIKASI KALA II LAMA
DI RUANG VK IRD RSUP NTB
TANGGAL 28 APRIL 2014
DISUSUN OLEH
LINI NUR AMALIA
11.9.2.068
UNIVERSITAS NAHDLATUL WATHAN MATARAM
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PRODI DII KEBIDANAN
2014BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan kesepakatan global ( Millenium
Development Goals/ MDGs, 2000 ) pada tahun 2015 di
harapkan Angka Kematian Ibu menurun sebesar tiga-
perempatnya dalam kurun waktu 1990 – 2015 dan Angka
Kematian Bayi dan Angka Kematian Balita menurun
sebesar dua-pertiga dalam kurun waktu 1990-2015.
Berdasarkan hal itu Indonesia mempunyai komitmen
untuk menurunkan Angka Kematian Ibu menjadi
102/100.000 KH, Angka Kematian Bayi dari 68 menjadi
23/1.000 KH pada tahun 2015. (Millenium Development
Goals/ MDGs, 2012 )
Secara Nasional, AKI masih berada diatas rata-
rata nasional dengan prevalensi jumlah 350 kasus
kematian ibu per 100 ribu kelahiran selama ini.
Angka ini terus membaik dari tahun ke tahun, AKI
turun dari 130 kasus di tahun 2011 menjadi hanya 48
kasus per Juni 2012. Demikian juga dengan AKB juga
turun dari 1.318 kasus pada 2011, dan menjadi 635
kasus per Juni 2012. Angka ini masih jauh dari
target tujuan pembangunan millenium (millenium
development goals / MDGs). ( DIKES RI : 2012)
Hasil SDKI 2012 menunjukan bahwa secara nasional
AKI di indonesia adalah 359/100.000 kelahiran hidup
dan AKB untuk Indonesia adalah 32/1000 kelahiran
hidup, disebutkan juga Angka kematian Neonatal untuk
Indonesi adalah 19/1000 kelahiran hidup.
Angka Kematian Ibu (AKI) untuk propinsi NTB
adalah 72/1000 kelahiran hidup dan Angka Kematian
Neonatal di NTB adalah 34/1000 kelahiran hidup.
(DIKES NTB, 2012). Pada Tahun 2012 di Provinsi NTB
ada 92 kasus kematian ibu yang disebabkan karena
perdarahan 39,1%, pre eklampsia dan eklampsia
17,4%, infeksi 5,4%, partus lama 4,3%, dan
disebabkan lain-lain 33,7% (Data PWS-KIA, Dinas
Kesehatan Provinsi NTB Tahun 2012).
Di Rumah Sakit Umum Provinsi NTB kejadian
Persalinan Lama terakhir dari bulan Januari sampai
dengan Maret tahun 2014 sebanyak 42 kasus dan 21
kasus diantaranya adalah Kala II lama. (Buku
Register VK IRD RSUP NTB, 2014). Pada periode bulan
Januari – Maret 2014 tercatat 4 kasus kematian ibu
di RSUP NTB, 1 Partus Spontan, 1 Manual Aid, 2
Seksio sesarea.
Tingginya AKI yang berhubungan dengan kehamilan,
persalinan, dan nifas ini selain disebabkan karna
komplikasi juga di sebabkan oleh keterlambatan dalam
pengambilan keputusan klinis. Sedangkan penyebab
tidak langsung kematian neonatal dan bayi adalah
kondisi kesehatan ibu saat hamil/ibu saat menyususi,
prilaku keluarga dan masyarakat yang dipengaruhi
oleh tingkat pengetahuan/pendidikan, sosial budaya
dan ekonomi. (Depkes R1, 2012).
Tingginya angka kejadian tersebut memacu
pemerintah NTB untuk meluncurkan suatu program yang
disebut dengan AKINO (Angka Kematian Ibu & bayi
Nol). Gerakan akino target utamanya menurunkan angka
kematian ibu dan bayi secara signifikan dalam lima
tahun (2009-2013) dan memberikan kepastian terpenuhi
hak masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan.
Disinilah peran para petugas kesehatan untuk dapat
meberikan pelayanan yang memadai khususnya dalam
penanganan kasus-kasus obstetric dan gynekologi.
(DIKES Provinsi NTB, 2012).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan kebidanan pada
ibu dengan tindakan Seksio Sesarea atas indikasi
Kala II lama sesuai dengan manajemen kebidanan
dan pendokumentasian SOAP.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian secara subyektif pada Ny
“M” dengan tindakan Seksio Sesarea atas
indikasi Kala II lama.
b. Melakukan pengkajian secara Obyektif pada Ny
“M” dengan tindakan Seksio Sesarea atas
indikasi Kala II lama
c. Merumuskan diagnosa kebidanan pada Ny “M”
dengan tindakan Seksio Sesarea atas indikasi
Kala II lama.
d. Melakukan penatalaksanaan pada Ny “M” dengan
tindakan Seksio Sesarea atas indikasi Kala II
lama.
C. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Agar mahasiswa mampu menerapkan ilmu yang
diperoleh dari lahan pendidikan kepada pasien
secara langsung sesuai dengan standar pelayanan
kebidanan.
2. Bagi Lahan Praktik
Agar pihak RSUP NTB tetap menjaga kualitas
pelayanan yang diberikan serta meningkatkan mutu
pelayanan pada pasien agar dapat meningkatkan
derajat kesehatan pasien dengan mendapatkan
asuhan kebidanan yang tepat dan bermutu.
3. Bagi Pasien atau Masyarakat
Agar dapat menambah pengetahuan pasien dan
masyarakat umumnya dalam perawatan ibu bersalin
dan pasien atau masyarakat dapat mengenali tanda-
tanda bahaya dan resiko terhadap persalinanBagi
4. Institusi Pendidikan
Agar pihak institusi lebih memperhatikan dan
mendukung mahasiswa dalam praktik dilapangan dan
memberikan bimbingan secara maksimal pada
mahasiswa dalam pemberian teori di institusi
sehingga saat praktik mahasiswa dapat lebih
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan.
.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KALA II LAMA
1.Pengertian
a. Kala II lama adalah persalinan yang berlangsung
lebih dari 2 jam pada primi, dan lebih dari 30
menit sampai 1 jam pada multi. (Sinopsis
Obsestetri, 2010)
b. Kala II Lama adalah persalinan dengan tidak ada
penurunan kepala > 1 jam untuk nulipara dan
multipara. (Sarwono, 2008)
c. Persalinan lama ialah persalinan yang
berlangsung lebih dari 12 jam, baik pada
primipara maupun multipara. Persalinan lama
dapat terjadi dengan pemanjangan kala I dan atau
kala II. ( Wiknjosastro, 2010). Penilaian proses
persalinan dengan menggunakan partograf sangat
membantu.
d. Partus Lama adalah perjalanan persalinan yang
berlangsung lebih dari 24 jam, tetapi belum
menimbulkan komplikasi maternal atau fetal.
2.Etiologi
Etiologi terjadinya kala II lama ini adalah
multikomplek dan tentu saja bergantung pada
pengawasan selagi hamil, pertolongan persalinan
yang baik dan penatalaksanaannya. Faktor-faktor
penyebabnya antara lain :
a. Kelainan letak janin
b. Kelainan-kelainan panggul
c. Kelainan kekuatan his dan mengejan
d. Pimpinan persalinan yang salah
e. Janin besar atau ada kelainan kongenital
f. Primi tua primer dan sekunder
g. Perut gantung, grandemulti
h. Ketuban pecah dini ketika servik masih menutup,
keras dan belum mendatar
i. Analgesi dan anestesi yang berlebihan dalam fase
laten
j. Wanita yang dependen, cemas dan ketakutan.
(Ilmu Kebidanan 2010)
3.Patofisiologis
Persalinan kala II ditegakkan dengan melakukan
pemeriksaan dalam untuk memastikan pembukaan sudah
lengkap atau kepala janin sudah tampak di vulva
dengan diameter 5-6 cm. Kemajuan persalinan dalam
kala II dikatakan kurang baik apabila penurunan
kepala janin tidak teratur di jalan lahir, gagalnya
pengeluaran pada fase pengeluaran. (Prawirohardjo,
2012)
Kesempitan panggul dapat menyebabkan persalinan
yang lama atau persalinan macet karena adanya
gangguan pembukaan yang diakibatkan oleh ketuban
pecah sebelum waktunya yang disebabkan bagian
terbawah kurang menutupi pintu atas panggul
sehingga ketuban sangat menonjol dalam vagina dan
setelah ketuban pecah kepala tetap tidak dapat
menekan cerviks karena tertahan pada pintu atas
panggul. Persalinan kadang-kadang terganggu oleh
karena kelainan jalan lahir lunak (kelainan tractus
genitalis). Kelainan tersebut terdapat di vulva,
vagina, cerviks uteri, dan uterus.
His yang tidak normal dalam kekuatan atau
sifatnya menyebabkan hambatan pada jalan lahir yang
lazim terdapat pada setiap persalinan, jika tidak
dapat diatasi dapat megakibatkan kemacetan
persalinan. Baik atau tidaknya his dinilai dengan
kemajuan persalinan, sifat dari his itu sendiri
(frekuensinya, lamanya, kuatnya dan relaksasinya)
serta besarnya caput succedaneum.
Pimpinan persalinan yang salah dari penolong,
tehnik meneran yang salah, bahkan ibu bersalin yang
kelelahan dan kehabisan tenaga untuk meneran dalam
proses persalinan juga bisa menjadi salah satu
penyebab terjadinya kala II lama.
4. Diagnosis
a. Janin tidak lahir setelah 1 jam pada
multigravida dan 2 jam pada primigravida
dipimpin mengedan sejak pembukaan lengkap.
b. Ibu tampak kelelahan dan lemah.
c. Kontraksi tidak teratur tetapi kuat.
d. Dilatasi serviks lambat atau tidak terjadi.
e. Tidak terjadi penurunan bagian terbawah janin,
walaupun kontraksi adekuat.
f. Molding-sutura tumpang tindih dan tidak dapat
diperbaiki (partograf ++)
g. Lingkaran retraksi patologis (lingkaran Bandl)
timbul nyeri di bawah lingkaran Bandl merupakan
tanda akan terjadi ruptura uteri.Tidak adanya
his dan syok yang tiba-tiba merupakan tanda
ruptura uteri.
(Wiknjosastro, 2010)
h. Kandung kencing ibu penuh. Kandung kencing yang
penuh dapat menahan turunnya janin dan
menyebabkan persalinan lama. Pasien dalam
persalinan seharusnya sering kencing
(Wiknjosastro, 2010)
5. Komplikasi
Efek yang diakibatkan oleh partus lama bisa
mengenai ibu maupun janin. Diantaranya:
a. Infeksi Intrapartum
Infeksi merupakan bahaya serius yang mengancam
ibu dan janinnya pada partus lama, terutama bila
disertai pecahnya ketuban. Bakteri didalam
cairan amnion menembus amnion dan desisdua serta
pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia ,
sepsis dan pneumonia pada janin akibat aspirasi
cairan amnion yang terinfeksi. 7
b. Ruptur uteri
Penipisan abnormal segmen bawah uterus
menimbulkan bahaya serius selama partus lama,
terutama pada wanita dengan paritas tinggi dan
pada mereka yang dengan riwayat seksio sesarea.
Apabila disproporsi antara kepala janin dan dan
panggul sedemikin besar sehingga kepala tidak
engaged dan tidak terjadi penurunan, sehingga
segmen bawah uterus menjadi sangat teregang yang
kemudian dapat menyebabkan ruptur.
c. Cincin retraksi patologis
Pada partus lama dapat timbul konstriksi atau
cincin lokal uterus, tipe yang paling sering
adalah cincin retraksi patologis Bandl. Cincin
ini disertai peregangan dan penipisan berlebihan
segmen bawah uterus, cincin ini sebagai sustu
identasi abdomen dan menandakan ancaman akan
rupturnya segmen bawah uterus.
d. Pembentukan fistula
Apabila bagian terbawah janin menekan kuat ke
pintu atas panggul tetapi tidak maju untuk
jangka waktu lama , maka bagian jalan lahir yang
terletak diantaranya akan mengalami tekanan yang
berlebihan. Karena gangguan sirkulasi sehingga
dapat terjadi nekrosis yang akan jelas dalam
beberapa hari setelah melahirkan dengan
munculnya fistula.
e. Cedera otot dasar panggul
Cedera otot-otot dasar panggul, persarafan, atau
fasia penghubungnya merupakan konsekuensi yang
tidak terelakkan pada persalinan pervaginum
terutama apabila persalinannya sulit.
f. Efek pada janin berupa kaput suksedaneum,
moulase kepala janin, bila berlanjut dapat
menyebabkan terjadinya gawat janin.
6. Penatalaksanaan
a. Memberikan rehidrasi pada ibu.
b. Berikan antibiotika.
c. Rujukan segera.
d. Bayi harus dilahirkan.
e. Selalu bertindak aseptik.
f. Perhatikan perawatan kandung kencing.
(Sarwono, 2012)
Prasyarat
a. Bidan dipanggil jika ibu sudah mulai
mulas/ketuhan pecah
b. Bidan sudah dilatih dengan tepat dan terampil
untuk:
1) Menggunakan partograf dan catatan persalinan.
2) Melakukan periksa dalam secara baik.
3) Mengenali hal-hal yang menyebabkan partus
lama/macel.
4) Mengidentifikasi presentasi abnormal (selain
verteks/presentasi belakang Kepala) dan
kehamilan.
5) Penatalaksanaan penting yang tepat untuk
partus lama dan partus macet
c. Tersedianya alat untuk pertolongan persalinan
DTT termasuk beberapa pasang sarung tangan dan
kateter DTT/steril.
d. Tersedianya perlengkapan untuk pertolongan
persalinan yang bersih dan aman, seperti air
bersih yang mengalir, sabun dan handuk bersih,
dua handuk/kain hangat yang bersih (satu untuk
mengeringkan bayi, yang lain untuk dipakai
kemudian), pembaut wanita dan tempat untuk
plasenta. Bidan menggunakan sarung tangan.
e. Tersedianya partograf dan Kartu Ibu, Buku KIA.
Partograf digunakan dengan tepat untuk setiap
ibu dalam proses persalinan, semua perawatan
dan pengamatan dicatat tepat waktu. Tindakan
tepat diambil sesuai dengan temuan yang dicatat
pada partograf. (Manuaba, 2010).
Proses
Bidan harus:
a. Memantau dan mencatat secara berkala keadaan
ibu dan janin, his dan kemajuan persalinan pada
partograf dan catatan persalinan. Lengkapi
semua komponen pada partograf dengan cermat
pada saat pengamatan dilakukan.
b. Jika terdapat penyimpangan dalam kemajuan
persalinan (misalnya garis waspada pada
partograf tercapai, his terlalu
kuat/cepat/lemah sekali, nadi melemah dan
cepat, atau DJJ menjadi cepat/tidak
teratur/lambat), maka lakukan palpasi uterus
dengan teliti untuk
mendeteksi gejala-gejala dan tanda lingkaran
retraksi patologis/lingkaran Bandl
c. Jaga agar ibu mendapat hidrasi yang baik selama
proses persalinan, anjurkan ibu agar sering
minum.
d. Menganjurkan ibu untuk berjalan-jalan, dan
merubah posisi selama proses persalinan dan
kelahiran. Jangan biarkan ibu berbaring
terlentang selama proses persalinan dan
kelahiran.
e. Minta ibu sering buang air kecil selama proses
persalinan (sedikitnya setiap 2 jam). Kandung
kemih yang penuh akan memperlambat penurunan
bayi dan membuat ibu tidak nyaman. Pakailah
kateter hanya bila ibu tidak bisa kencing
sendiri dan kandung kemih dapat dipalpasi.
Hanya gunakan kateter dan karet. (Hati-hati
bila memasang kateter, sebab uretra mudah
terluka pada partus lama/macet).
f. Amati tanda-tanda partus macet dan lama dengan
melakukan palpasi abdomen, manual penurunan
janin, dan periksa dalam, menilai penyusupan
janin, dan prabukaan serviks paling sedikit
setiap 4 jam selama fase laten dan aktif
persalinan. Catat semua temuan pada partograf.
Lihat standar 9 untuk melihat semua pengamatan
yang diperlukan untuk partograf.
g. Selalu amati tanda-tanda gawat ibu atau gawat
janin, rujuk dengan cepat dan tepat jika hal
ini terjadi.
h. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih yang
mengalir kemudian keringkan hingga betul-betul
kering dengan handuk bersih setiap kali sebelum
dan sesudah melakukan kontak dengan pasien.
(Kuku harus dipotong pendek dan bersih. Gunakan
sarung tangan DTT/steril untuk semua periksa
dalam. Selalu menggunakan tehnik aseptik pada
saat melakukan periksa dalam. Periksa dengan
teliti vagina dan kondisinya (jika vagina
panas/gejala infeksi dan kering/gejala ketuban
minimal, maka menunjukkan ibu dalam keadaan
bahaya). Periksa juga letak janin, pembukaan
serviks serta apakah serviks tipis, tegang atau
mengalami edema. Coba untuk menentukan posisi
dan derajat penurunan kepala. Jika ada kelainan
atau bila garis waspada pada partograf melewati
persiapkan rujukan yang tepat.
1) Rujuk dengan tepat untuk fase laten
persalinan yang memanjang (0-4 cm):
berlangsung lebih dari 8 jam.
2) Rujuk dengan tepat untuk fase aktif
persalinan yang memanjang, pembukaan kurang
dari 1 cm/jam dan garis waspada pada
partograf telah dilewati
3) Rujuk dengan tepat untuk kala II persalinan
yang memanjang:
— 2 jam meneran untuk primipara
— 1 jam meneran untuk multipara
i. Jika ada tanda dan gejala persalinan macet,
gawat janin, atau tanda bahaya pada ibu, maka
ibu dibaringkan miring ke sisi kiri dan berikan
cairan IV (Ringer Laktat). Rujuk segera ke
rumah sakit. Dampingi iu untuk menjaga agar
keadaan ibu tetap baik. Jelaskan kepada ibu,
suami/keluarganya apa yang terjadi dan mengapa
ibu perlu dibawa ke rumah sakit.
j. Jika dicurigai adanya ruptura uteri (his tiba-
tiba berhenti atau syok berat), maka rujuk
segera. Berikan antibiotika dan cairan IV
(Ringer Laktat), biasanya diberikan ampisilin 1
gr IM, diikuti pemberian 500 mg setiap 6 jam
secara IM, lalu 500 mg per oral setiap 6 jam
setelah bayi lahir.
k. Bila kondisi ibu/bayi buruk dan pembukaan
serviks sudah lengkap, maka bantu kelahiran
bayi dengan ekstraksi vakum (lihat Standar 19).
l. Bila keterlambatan terjadi sesudah kepala lahir
(distosia bahu):
1)Lakukan episiotomi
2)Dengan ibu dalam posisi berbaring terlentang,
minta ibu melipat kedua paha, dan menekuk
lutut ke arah dada sedekat mungkin. (Minta
dua orang untuk membantu (mungkin suami atau
anggota keluarga lainnya) untuk menekan lutut
ibu dengan mantap ke arah dada. (Manuver Mc
Robert)
3)Gunakan sarung tangan DTT/steril
4)Lakukan tarikan kepada curam ke bawah untuk
melahirkan bahu depan. Hindarkan tarikan
berlebihan pada kepala karena mungkin akan
melukai bayi.
5)Pada saat melakukan tarikan pada kepala,
minta seseorang untuk melakukan tekanan
suprapubis ke bawah untuk membantu kelahiran
bahu. Jangan pernah melakukan dorongan pada
fundus! Pemberian dorongan pada fundus
nantinya akan dapat mempengaruhi bahu lebih
jauh dan menyebabkan ruptura uteri.
6)Jika bahu tetap tidak lahir
— Dengan menggunakan sarung tangan
DTT/steril, masukkan satu tangan ke dalam
vagina.
— Berikan tekanan pada bahu anterior ke arah
sternum bayi untuk mengurangi diameter
bahu.
7)Kemudian jika bahu masih tetap tidak lahir
— Masukkan satu tangan ke dalam vagina.
— Pegang tulang lengan atas yang berada pada
posisi posterior, lengan fleksi di bagian
siku, tempatkan lengan melintang di dada.
Cara ini akan memberikan ruang untuk bahu
anterior bergerak di bawah simfisis pubis.
— Mematahkanclavicula bayi hanya dilakukan
jika semua pilihan lain telah gagal.
m. Isi partograf, kartu ibu, dan catatan kemajuan
persalinan dengan lengkap dan menyeuruh. Jika
ibu dirujuk ke rumah sakit atau puskesmas
kirimkan satu copy partograf ibu dan dokumen
lain bersama ibu.
(Wiknjosastro, 2010)
B. SEKSIO SESAREA
1.Pengertian
a. Seksio sesarea merupakan suatu pembedahan
untuk melahirkan janin melalui insisi pada
dinding perut (laparatomi) dan dinding uterus
(histerotomi). Definisi ini tidak termasuk
pengangkatan janin dari kavum abdomen pada kasus
rupture uteri atau kehamilan abdominal. (Hacker,
2011)
b. Seksio sesarea merupakan suatu pembedahan
untuk melahirkan janin melalui insisi pada
dinding perut (laparatomi) dan dinding uterus
(histerotomi). Definisi ini tidak termasuk
pengangkatan janin dari kavum abdomen pada kasus
rupture uteri atau kehamilan abdominal (Hacker,
2001).
c. Sectio caesaria adalah suatu persalinan
buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding depan perut dan dinding
rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh
serta berat janin di atas 500 gram. (Sarwono,
2008)
d. Sectio caesaria adalah suatu pembedahan guna
melahirkan janin lewat insisi pada dinding
abdomen dan uterus persalinan buatan, sehingga
janin dilahirkan melalui perut dan dinding perut
dan dinding rahim agar anak lahir dengan keadaan
utuh dan sehat. (Harnawatiaj, 2008)
e. Seksio Sesarea Transperitoneal Profunda
(SCTP) merupakan suatu pembedahan dengan
melakukan insisi pada segmen bawah uterus
(Prawiroharjo, 2011).
2. Indikasi Seksio Sesarea
Dalam persalinan ada beberapa faktor yang
menentukan keberhasilan suatu persalinan, yaitu
passage (jalan lahir), passenger (janin), power
(kekuatan ibu), psikologi ibu dan penolong.
Apabila terdapat gangguan pada salah satu factor
tersebut akan mengakibatkan persalinan tidak
berjalan dengan lancar bahkan dapat menimbulkan
komplikasi yang dapat membahayakan ibu dan janin
jika keadaan tersebut berlanjut. (Manuaba, 2010)
Seksio sesarea dilakukan bila diyakini bahwa
penundaan persalinan yang lebih lama akan
menimbulkan bahaya yang serius bagi janin, ibu,
atau bahkan keduanya, atau bila persalinan
pervaginam tidak mungkin dapat dilakukan dengan
aman.
Indikasi Sectio cesarea menurut Cunningham 2010 :
a. Plasenta previa sentralis dan lateralis
(posterior)
b. Panggul sempit.
Holmer mengambil batas terendah untuk melahirkan
janin vias naturalis ialah CV = 8 cm. Panggul
dengan CV = 8 cm dapat dipastikan tidak dapat
melahirkan janin yang normal, harus di
selesaikan dengan seksio sesarea. CV antara 8 –
10 cm boleh dicoba dengan partus percobaan, baru
setelah gagal dilakukan seksio sesarea sekunder.
c. Disproporsi sefalo – pelvik : yaitu
keseimbangan antara ukuran kepala dan panggul
d. Ruptura uteri mengancam
e. Partus lama (prolonged labor)
f. Partus tak maju (obstructed labor)
g. Distosia serviks
h. Pre-eklamsi dan hipertensi
i. Malpresentasi janin :
1) Letak lintang :
Greenhill dan Eastman sama-sama sependapat :
Bila ada kesempitan panggul, maka seksio
sesarea adalah cara yang terbaik dalam
segala letak lintang dengan janin hidup dan
besar biasa
Semua primigravida dengan letak lintang
harus ditolong dengan seksio sesarea, walau
tidak ada perkiraan panggul sempit.
Multipara dengan letak lintang dapat lebih
dulu ditolong dengan cara – cara lain
Letak Bokong
Seksio sesarea dianjurkan pada letak bokong
bila ada :
Panggul sempit
Primigravida
Janin besar dan berharga
2) Presentasi dahi dan muka (letak defleksi)
bila reposisi dan cara – cara lain tidak
berhasil
3) Presentasi rangkap, bila reposisi tidak
berhasil
4) Gemelli, menurut Eastman seksio sesarea
dianjurkan :
Bila janin pertama letak lintang atau
presentasi bahu
Bila terjadi interlok (locking of the
twins)
Distosia oleh karena tumor
Gawat janin, dan sebagainya.
3. Kontraindikasi Seksio Sesarea
Pada prinsipnya seksio sesarea dilakukan
untuk kepentingan ibu dan janin sehingga dalam
praktik obstetri tidak terdapat kontraindikasi
pada seksio sesarea. Dalam hal ini adanya gangguan
mekanisme pembekuan darah ibu, persalinan
pervaginam lebih dianjurkan karena insisi yang
ditimbulkan dapat seminimal mungkin. (Cunningham
dkk, 2010).
4. Perawatan Pasca Pembedahan
Perawatan pasca bedah sangat diperlukan untuk
mencegah timbulnya komplikasi pasca seksio
sesarea. Perawatan pertama yang harus dilakukan
setelah operasi adalah pembalutan luka (wound
dressing) dengan baik. (Mochtar, 1998).
Sebelum penderita dipindahkan dari kamar
operasi periksa terlebih dahulu tanda-tanda vital,
yaitu tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi
pernafasan, frekuensi jantung, jumlah cairan yang
masuk dan keluar dan suhu tubuh. Pengukuran dan
pencatatan terhadap tanda-tanda vital ini
diteruskan sampai beberapa jam pasca bedah dan
beberapa kali sehari untuk perawatan selanjutnya.
(Cunningham dkk, 2010).
1) Perawatan luka insisi
Luka insisi dibersihkan dengan alkohol atau
cairan suci hama, dan ditutup dengan kain
penutup luka. Pembalut luka diganti dan luka
dibersihkan setiap hari. Perhatikan pula apakah
luka sembuh perprimum atau dibawah luka
terdapat eksudat. Pada luka yang mengalami
komplikasi seperti hanya sebagian luka yang
sembuh sedangkan sebagian mengalami infeksi
dengan eksudat, luka terbuka sebagian, atau
luka terbuka seluruhnya, memerlukan perawatan
khusus bahkan memerlukan reinsisi. Komplikasi-
komplikasi tersebut sering dijumpai pada kasus-
kasus kebidanan dengan diabetes mellitus,
obesitas dan partus lama atau partus terlantar.
2) Pemberian cairan
Selama 24 jam pertama pasca pembedahan pasien
diharuskan untuk berpuasa, maka pemberian
cairan perinfus harus cukup banyak dan
mengandung elektrolit yang diperlukan agar
tidak terjadi hipertermia, dehidrasi, dan
komplikasi pada organ-organ tubuh lainnya. Bila
kadar haemoglobin darah rendah berikan
transfuse darah atau packed-cell sesuai dengan
kebutuhan. Jumlah cairan yang keluar ditampung,
untuk dijadikan pedoman pemberian
cairan.Pemberian cairan perinfus dihentikan
setelah pasien flatus, dan mulailah pemberian
makanan dan cairan peroral.
3) Diit
Kemajuan yang pesat dalam bidang anestesi dapat
mengurangi timbulnya keluhan mual dan muntah
pasca pembedahan yang sampai saat ini bahkan
jarang ditemukan, kecuali bila peristaltik usus
kurang baik dan perut kembung. Setelah cairan
infus dihentikan, berikan makanan bubur saring,
minuman air buah dan susu dan selanjutnya
secara bertahap pasien diperbolehkan makan
bubur dan makanan biasa. Pemberian obat-obatan
peroral sudah boleh diberikan sejak pemberian
minum pertama kali. Pemberian makanan rutin
tersebut dapat berubah bila dijumpai komplikasi
pada saluran pencernaan seperti adanya kembung
pada perut, meteorismus dan peristaltik usus
yang abnormal.
4) Pengelolaan Nyeri
Sejak penderita sadar, sadar dalam 24 jam
pertama rasa nyeri masih dirasakan di daerah
operasi. Untuk mengurangi rasa nyeri tersebut
dapat diberikan obat-obatan analgesik dan
penenang seperti suntikan intramuskular
pethidin atau morfin secara perinfus. Setelah
hari pertama atau kedua rasa nyeri akan hilang
dengan sendirinya seiring dengan penyembuhan
luka.
Analgesi yang dapat diberikan antara lain :
a) Suppositoria : ketoprofen supp 2 kali/12
jam atau tramadol.
b) Oral : tramadol tiap 6 jam atau phenyl
butazone atau parasetamol.
c) Injeksi : petidine 50-75 mg di berikan
tiap 6 jam bila perlu.
5) Mobilisasi
Mobilisasi segera secara bertahap sangat
berguna untuk membantu penyembuhan luka insisi.
Kemajuan mobilisasi tergantung pada jenis
operasi yang dilakukan dan komplikasi yang
mungkin ditemukan. Mobilisasi berguna untuk
mencegah terjadinya trombosis dan emboli.
Sebaliknya bila terlalu dini melakukan
mobilisasi dapat mempengaruhi penyembuhan luka.
Pasien telah dapat menggerakkan kaki dan tangan
serta tubuhnya sedikit, kemudian dapat duduk
pada jam ke 8-12. Ia dapat berjalan bila mampu
pada 24 jam pasca bedah bahkan mandi sendiri
pada hari kedua. (Wiknjosastro, 2012)
6) Kateterisasi
Perawatan pengosongan kandung kemih pada bedah
kebidanan perabdominal sama saja dengan
persalinan pervaginam tanpa perlukaan yang luas
pada jalan lahir. Tindakan ini dilakukan untuk
mencegah iritasi dan pencemaran luka oleh urin.
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri
dan tidak enak, menghalangi involusi uterus dan
menyebabkan perdarahan. Karena itu dianjurkan
pemasangan kateter tetap selama 24 sampai 48
jam atau lebih pasca pembedahan. Selain itu
tindakan kateterisasi dapat diketahui jumlah
urin yang keluar secara periodik.
7) Antibiotik
Obat-obatan ini sangat diperlukan pasca
pembedahan, karena dapat mengurangi atau
mencegah terjadinya infeksi puerperalis.
Pemberian antibiotic biasanya diberikan hanya
berdasarkan pengalaman atau secara empiris
tanpa berdasarkan hasil dari pemeriksaan
laboratorium. Dengan berkembangnya obat-obat
antibiotik, sejumlah percobaan pernah dilakukan
untuk mencatat nilai pemberian antibiotik
sebagai profilaksis. Febris merupakan salah
satu komplikasi pasca seksio sesarea yang
sering ditemukan. Banyak laporan yang
menunjukkan bahwa morbiditas febris mengalami
penurunan setelah antibiotik diberikan secara
profilaksis. Di rumah sakit Parkland,
( Cunningham dkk melaporkan pernah
diidentifikasi sekelompok wanita dengan resiko
tinggi untuk terjadinya infeksi panggul yang
serius setelah pembedahan. Dilaporkan bahwa
infeksi terjadi pada 85% wanita inpartu dengan
ketuban yang sudah pecah lebih dari 6 jam dan
kemudian melahirkan dengan seksio sesarea.
Angka kejadian infeksi tersebut hanya terjadi
29% pada wanita yang menjalani seksio sesarea
setelah menjalani seksio sesarea dengan ketuban
yang masih utuh ).
Depalma dkk mengevaluasi intervensi terapeutik
pada wanita nullipara kelompok resiko tinggi
yang menjalani persalinan sesarea atas indikasi
disproporsi sefalopelfik. Mereka
mempertimbangkan pemberian antibiotik lebih
sebagai pengobatan daripada profilaksis.
Dilaporkan bahwa pemberian penicillin plus
gentamisin atau pemberian sefamandol dosis
tunggal segera setelah tali pusat diklem, yang
diikuti dengan pemberian obat yang sama dengan
interval 6 jam, telah menurunkan angka
morbiditas akibat infeksi seperti metritis,
abses pada luka insisi dan tromboflebitis
panggul. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Bambang Wibowo dkk di Rumah dr. Kariadi
Semarang tahun 2009, pemberian antibiotic
sebelum pembedahan dapat menurunkan morbiditas
pasca seksio sesarea menjadi 7%. (Wiknjosastro,
2012
8) Perawatan rutin
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
pemeriksaan dan pengukuran, yaitu; tekanan
darah, frekuensi nadi, frekuensi pernapasan,
jumlah cairan masuk dan keluar, suhu tubuh, dan
pemeriksaan lainnya menurut kasus yang
ditemukan seperti pemeriksaan terhadap
abnormalitas atau komplikasi yang terjadi dan
pemberian terapi. Pengukuran ini sekurang-
kurangnya dilakukan setiap 4 jam.
(Wiknjosastro, 2012)
9) Pemulangan Pasien
Seorang pasien yang baru menjalani tindakan
seksio sesaria lebih aman bila diperbolehkan
pulang pada hari keempat atau kelima post
partum dengan syarat tidak terdapat komplikasi
selama masa puerperium dan telah dinyatakan
sehat dari luka operasi. Aktivitas ibu selama
seminggu berikutnya harus dibatasi hanya untuk
perawatan diri sendiri dan perawatan bayi
dengan bantuan orang lain. (Cunningham dkk,
2010).
5. Komplikasi Pasca Seksio Sesarea
Faktor-faktor yang mempengaruhi morbiditas
dan mortalitas pembedahan adalah keadaan yang
menjadi indikasi untuk melakukan pembedahan dan
komplikasi yang terjadi pada seksio sesarea.
(Boggs, 2009).
Morbiditas maternal pada seksio sesarea jauh
lebih besar jika dibandingkan dengan persalinan
pervaginam Ancaman utama bagi wanita yang
menjalani seksio sesarea berasal dari tindakan
anestesi, keadaan sepsis yang berat, serangan
tromboemboli, perdarahan dan perlukaan pada
traktus urinarius. (Manuaba, 2010).
D. PENDOKUMENTASIAN SOAP
Manajemen kebidanan merupakan suatu metode atau
bentuk pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam
memberikan asuhan kebidanan.Asuhan yang telah
dilakukan harus dicatat secar benar, jelas,
singkat, logis dalam suatu metode pendokumentasian.
(Varney , 2007)
Pendokumentasian yang benar adalah
pendokumentasian yang dapat mengkomunikasikan
kepada orang lain mengenai asuhan yang telah
dilakukan pada seorang klien, yang dialamnya
tersirat proses berpikir yang sistematis seorang
bidan dalam menghadapi seorang klien sesuai langkah
- langkah dalam proses manajemen kebidanan.
Menurut Helen Varney, alur berpikir saat
menghadapi klien meliputi 7 langkah.Untuk orang
lain mengetahui apa yang telah dilakukan oleh
seorang bidan melalui proses berpikir sistematis,
didokumentasikan dalam bentuk SOAP, yaitu :
S = Subyektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil
pengumpulan data klien melalui anamnese sebagai
langkah I Varney.
O = Obyektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil
pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium dan
test diagnostik lain yang dirumuskan dalam data
focus untuk mendukung asuhan sebagai langkah I
Varney.
A = Analisa
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa
dan interprestasi data subyaktif dan obyektif
dalam suatu identifikasi :
a.Diagnosa/ masalah.
b.Antisipasi diagnosa/masalah potensial.
c.Perlunya tindakan segera oleh bidan atau
dokter, konsultasi/ kolaborasi dan atau
rujukan sebagai langkah 2, 3, dan 4 Varney.
P = Penatalaksanaan
Menggambarkan pendokumentasian dari tindakan
(1) dan Evaluasi perencanaan (E) berdasarkan
analisa sebagai langkah 5, 6, dan 7 Varney.
Beberapa alasan penggunaan SOAP dalam
pendokumentasian :
1.Pembuatan grafik metode SOAP merupakan
perkembangan informasi yang sistematis yang
mengorganisi penemuan dan konklusi anda
menjadi suatu rencana.
2.Metode ini merupakan intisri dari proses
penatalaksanaan kebidanan untuk tujuan
mengadakan pendokumentasian asuhan.
(Dep.Kes RI 2010)
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN PADA Ny. “ M ” DENGAN TINDAKAN
SEKSIO SESAREA ATAS INDIKASI KALA II LAMA
DI RUANG VK IRD RSUP NTB
TANGGAL 28 APRIL 2014
Hari/Tanggal MRS : Senin, 28 April 2014 Pukul :
16.30 Wita
Hari/Tanggal Pengkajian : Senin, 28 April 2014
Pukul : 16.32 Wita
Tempat Pengkajian : Ruang VK IRD RSUP NTB
No. RM : 53-75-92
A. DATA SUBJEKTIF
1. Identitas
Biodata Istri suamiNama Ny. M Tn. HUmur 18 Tahun 20 TahunSuku Sasak SasakAgama Islam IslamPendidikan SD SDPekerjaan IRT PetaniAlamat Kayangan, Lombok Utara
2. Keluhan Utama
Ibu hamil 9 bulan mengeluh sakit perut ingin
melahirkan.
3. Riwayat Perjalanan Penyakit
Ibu datang ke VK IRD RSUP NTB rujukan dari
Puskesmas Kayangan dengan diagnosa G1P0A0H0 UK 42
minggu T/H/IU, Preskep KU ibu dan janin baik
dengan kala II lama + gagal vakum.
ibu datang ke Puskesmas Kayangan pada tanggal 28
april 2014 pukul 02.00 wita dan dilakukan
pemerikasaan didapatkan hasil TD: 120/70 mmHg, N:
86 x/mnt, S: 36,5 ˚C, TFU: 30 cm, letkep, kepala
sudah masuk PAP 4/5 bagian, HIS: (+) 1x/10’~20”,
DJJ: (+) 136 x/mnt, VT Ø 1 cm, eff 25 %, ket (+),
teraba kepala, denominator belum jelas, kepala ↓
HI, ttb bagian kecil janin dan tali pusat.
Pukul 09.00 wita dilakukan pemeriksaan ulang
hasilnya, TD: 120/80 mmHg, N: 82 x/mnt, S: 36,5
˚C, HIS: (+) 2x/10’~35”, DJJ: (+) 140 x/mnt, VT Ø
8 cm, eff 75 %, ket (+), teraba kepala,
denominator UUK Kadep, kepala ↓ HII, ttb bagian
kecil janin dan tali pusat. pukul 11.00 wita
dipasangkan infus RL flash I 40 tpm.
Pukul 12.00 wita ibu mengatakan keluar air dari
jalan lahirnya, TD: 110/80 mmHg, N: 90 x/mnt, S:
36,5 ˚C, HIS: (+) 4x/10’~50”, DJJ: (+) 144 x/mnt,
VT Ø 10 cm, eff 100 %, ket (-), teraba kepala,
denominator UUK di depan, kepala ↓ HII, ttb
bagian kecil janin dan tali pusat. terpasang infus
D5 flash II 60 tpm. ibu mulai dipimpin untuk
bersalin.
Pukul 13.00 wita dilakukan pemeriksaan ulang
hasilnya: VT Ø 10 cm, eff 100 %, ket (-), teraba
kepala, denominator UUK di depan, kepala ↓ HII,
ttb bagian kecil janin dan tali pusat. Diagnosa
kala II lama, kemudian dilakukan konsultasi dengan
dokter. Advice dokter → vacum ekstraksi. pukul
13.15 vacum dimulai. Dilakukan vakum ekstraksi
dengan 3 kali tarikan lepas.
Pukul 13.45 wita janin belum lahir, dilakukan
pemeriksaan ulang hasilnya, TD: 110/70 mmHg, N: 90
x/mnt, S: 36,5 ˚C, HIS: (+) 3x/10’~35”, DJJ: (+)
160 x/mnt. dilakukan skin test ampicillin hasilnya
(-). pukul 14.00 wita injeksi Ampicillin/ IV,
diberikan O2 2 lpm. Motivasi ibu dan keluarga
untuk tindakan rujukan, ibu dan keluarga bersedia
di rujuk ke RSUP NTB.
4. Riwayat Menstruasi
a. Menarche : 13 tahun
b. Siklus : 28 Hari
c. Lama : 7-8 hari
d. Jumlah darah : 3x ganti pembalut/ hari
e. dismenore : ada
f. flour albus : tidak ada
5. Riwayat kehamilan sekarang
a. Hamil ke : I ( Pertama )
b. HPHT : 10 - 07- 2013 HTP: 17- 4-
2014
c. Usia kehamilan : 10 Bulan
d. Tanda bahaya : Tidak ada
e. ANC : 6x (diposyandu)
f. TT : 2 kali (Lengkap)
TT1 : 23 – 09 - 2013
TT2 : 25 – 10 - 2013
g. Riwayat KB : Tidak pernah menggunakan KB jenis
apapun
h. Rencana KB : Suntik 3 bulan
6. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang lalu
Anak
ke
Tempat
persali
nan
UK
(Bln
)
Jenis
persali
nan
Penolon
g
persali
nan
Riwayat
penyakit J
K
BBL
(gra
m)
Umur
(th)Ket
H P N
1 Ini - - - - - - - - - -5. Riwayat kesehatan/ penyakit yang pernah diderita
dulu dan sekarang
a. Penyakit Hipertensi : Tidak Ada
b. Penyakit Diabetes : Tidak Ada
c. Penyakit Hepatitis : Negative (-)
d. Penyakit Tuberkulosis : Tidak ada
e. Penyakit Asma : Tidak ada
f. Riwayat Kembar : Tidak ada
g. Lainnya : Tidak ada
6. Riwayat Penyakit Keganasan dalam Keluarga : Tidak
ada
7. Riwayat Alergi Obat : Tidak ada
8. Riwayat Psiko-sosial
a. Status perkawinan : Menikah sah 1
kali
b. Lama perkawinan : 1 tahun
c. Pengambilan keputusan : Bersama
d. Respon ibu dan keluarga : Ibu dan
keluarga khawatir dengan
kondisi ibu dan bayinya
saat ini
e. Dukungan keluarga : Semua keluarga mendukung
kehamilan
ini.
f. Beban kerja : Ibu melakukan pekerjaan
rumah sendiri seperti
menyapu, mengepel, mencuci,
memasak dan lain-lain
g. Kebiasaan hidup sehat : Ibu mengatakan tidak
pernah merokok, tidak
pernah minum-minuman keras
dan obat-obatan terlarang
9. Riwayat Kebutuhan Biologis
a. Nutrisi
Selama hamilKomposisi : nasi&
laukFrekuensi : 4x
sehariKesulitan : tidak
adaPantangan : tidak
adaMakan/ Minum terakhir : 28 April 2014 pukul:
15.30 wita
b. Pola Eliminasi
1 ) BAK
Selama hamilFrekuensi : >6 x
sehariWarna : kuningKesulitan : tidak
adaBAK terakhir : 28 April 2014, pukul : 12.00
wita
2 ) BAB
Selama hamilFrekuensi : 1 x
sehariKonsistensi :
lembekKesulitan :
tidak ada BAB terakhir : 28 April 2014 ,
pukul : 11.30 wita
B. DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan umum : Baik
b. Kesadaran : Composmentis
c. Emosi : Stabil
d. BB Sebelum hamil : 45 kg
e. BB setelah hamil : 57 kg
f. Tanda-tanda vital
1) Tekanan darah : 100/ 70 mmHg
2) Nadi : 96 x/ menit
3) Suhu : 36,6 OC
4) Respirasi : 24 x/ menit
2. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Inspeksi : Rambut bersih, warna rambut
hitam, tidak ada lesi, tidak ada
ketombe.
Palpasi : Tidak ada benjolan
b. Muka
Inspeksi : Simetris, tidak pucat
Palpasi : Tidak ada oedema pada os
frontalis, os zigomatikum dan os
mandibularis
c. Hidung : Terpasang selang O2 2 lpm.
d. Mata
Inspeksi : Konjungtiva tidak pucat, sclera
tidak ikterus
e. Mulut dan gigi
Inspeksi : Bersih, tidak ada karies, bibir
tidak pucat.
f. Leher
Inspeksi : Tidak ada pembesaran kelenjar
limfe, tiroid dan bendungan
vena jugularis.
Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada
pembesaran kelenjar limfe, tidak
ada bendungan vena jugularis
g. Payudara
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada
benjolan atau massa, puting susu
menonjol.
Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada
pembesaran kelenjar limfe, tidak
ada nyeri tekan, pengeluaran
colostrum +/+
h. Abdomen
Inspeksi : Tidak ada luka bekas operasi,
linea alba (+), striae livid (+)
Palpasi :
1)Leopold I : TFU 28 cm (1/2 pusat- Px). Teraba
bokong pada
fundus
2)Leopold II : Teraba keras, datar, sebelah
kanan perut ibu
3)Leopold III : Teraba keras, bulat,
melenting ( kepala) dan sudah
tidak dapat digerakkan ( kepala
sudah masuk PAP)
4)Leopold IV : Kepala sudah masuk 2/5
bagian
5) PBBJ : 2635 gram
6)Pergerakan Janin (+) aktif
Auskultasi : DJJ (+), frekuensi 136 x / menit,
Irama 11-11-12.
His : (+) 2x dalam 10 menit lamanya 30
detik.
i. Ekstremitas
1) Ekstremitas atas : Oedema (-/-), kuku tidak
pucat, terpasang infus D5 60
tpm.
2) Ekstremitas bawah: Oedema (-/-), varises
(-/-), kuku tidak pucat.
j. Genetalia
Inspeksi : Tidak ada oedama pada vulva,
tidak ada varices, pengeluaran
lendir darah pada vagina, Terdapat
luka bekas episiotomi pada perineum.
k. Pemeriksaan Dalam (VT) pukul 16.35 wita
VT Ø 10 cm, eff 100 %, ket (-), teraba kepala,
caput (+), ↓ HII, tidak teraba bagian kecil
janin/ tali pusat.
3. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
a. DL (tanggal 28 April 2014, Pukul: 16.40 wita)
Hasil Nilai NormalHB (Haemaglobin/Hemoglobin)
11,9 [g%]
11,5-16,5
WBC (White Blood Cell/Sel Darah Putih)
22,5 [106/uL]
4,0-11,0
RBC (Red Blood Cell/Sel Darah Merah)
4,24 [%] 4,0-5,0
HCT (Haematocrit) 39,0 [%] 37,0-45,0PLT (Platelet/Trombosit)
284 [103/uL]
150-400
Bleeding time 1’ 30” 1’- 6’Clotting time 6’ 00” 11’- 15’ HbSAg Negatif Negatif
C. ANALISA
Ibu : G1P0A0H0, umur kehamilan 41-42 minggu keadaan
umum ibu baik dengan kala II lama + gagal Vacum
Ekstraksi.
Janin : Tunggal, Hidup, Intrauterin, Presentasi
Kepala, kesejahteraan janin baik
D. PENATALAKSANAAN
Tanggal 28 April 2014 , Pukul: 16.37 WITA
1. Menginformasikan pada ibu dan keluarga tentang
hasil pemeriksaan yaitu keadaan umum ibu baik,
tekanan darah 100/ 70 mmHg, nadi 96 x/menit, suhu
36,6 oC dan pernafasan 24 x/menit. Kesejahteraan
Janin baik DJJ (+) normal. VT Ø 10 cm, eff 100
%, ket (-), teraba kepala, caput (+), ↓ HII, tidak
teraba bagian kecil janin/ tali pusat. Jam 16.37
wita bayi belum lahir sehingga ibu harus
dioperasi. Ibu mengetahui hasil pemeriksaan serta
mengerti dengan keadaan dirinya.
2. Mengobservasi kesejahteraan umum ibu dan janin.
Hasil evaluasi keadaan ibu dan janin yaitu: TD:
120/80 mmHg, N: 82 x/mnt, S: 36,5 ˚C, HIS: (+)
2x/10’~35”, DJJ: (+) 140 x/mnt.
3. Melakukan kolaborasi dengan dr. Gerisa, advice :
— Berikan injeksi Ampicillin 1 gr/ IV → telah
diberikan di Puskesmas Kayangang pukul 14.00
wita
— Lakukan rehidrasi → terpasang infus RL 20 tpm
— Lakukan resusitasi Intra Uterin → Memberikan O2
5 lpm dan ibu dianjurkan miring kiri
— Lapor pada dr. Edi P.W. SpOG
4. Melakukan kolaborasi dengan dr. Edi P.W. SpOG,
Advice → siapkan SC
5. Melakukan informed consent, ibu dan penanggung
jawab menandatangani persetujuan operasi.
6. Menjelaskan pada ibu tentang persiapan operasi
yang akan dilakukan yaitu: mencukur daerah operasi
, memastikan infus masih terpasang dengan baik dan
memasang dower kateter , skin test dan injeksi
antibiotik sebelum operasi. Ibu sudah mengerti
dengan penjelasan yang telah diberikan.
7. Melakukan persiapan pre operasi :
a. Persiapan diruang VK
Persiapan untuk ibu :
1) Membersihkan daerah pubis yang menutupi
lokasi pembedahan
2) Mengganti pakaian ibu dengan pakaian operasi
3) Memasang infus RL 20 tetes/menit
4) Melakukan skin test dan pemberian injeksi
antibiotik yaitu ceftriaxone 2 gram/IV pada
pukul 17.30 wita.
b. Persiapan untuk ibu
1) Pukul 17.15 wita pasang infus RL dan jalan
lancar, pukul 17.30 wita injeksi antibiotik
Ceftriaxone 2 gram IV ( skin test negatif )
2) Kemudian pasang dower kateter
3) Pukul 18.00 wita ibu masuk ke ruang operasi
4) Pukul 18.10 wita anestesi mulai dilakukan
dengan bius spinal dengan Lidodex + Ketopain
5) Pukul 18.15 wita Operasi dimulai oleh dr. Edi
P.W. SpOG.
c. Pukul 18.20 wita bayi lahir tidak langsung
menangis, isap lendir, jepit tali pusat
kemudian potong, ikat, bayi di keringkan dan
dihangatkan. Jenis kelamin Laki-laki, BB: 3300
gr, PB: 53 cm, lika: 34 cm, Lida: 33 cm, A-S :
5-8, anus(+), kelainan(-), berikan injeksi vit
K (Neo K) 0,5 cc /im dan salep mata. Bayi
kemudian di pindahkan ke ruang NICU.
d. Pukul 19.25 wita , Os keluar OK dalam keadaan
sadar, terpasang infus RL drip induxin
(Oxytocin) 5 IU + ketorolax 1 ampul 20 tpm,
dower cateter terpasang baik urine tertampung
(200 cc). Keadaan umum ibu baik TD: 110/70
mmHg, Nadi 80 x/ menit, suhu 36,4 oC, Respirasi
19 x/menit, TFU sepusat, CUT (+) baik, lochea
(+) ibu segera di pindahkan ke ruang Melati.
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari hasil pengkajian data yang diperoleh dari
data subjektif pada Ny. “M” melalui anamnesa diperoleh
Ibu hamil 9 bulan mengeluh sakit perut ingin melahirkan
sejak tanggal 28-04-2014 pukul 02.00 dan keluar air
banyak warna jernih sejak tanggal 28-04-2014 pukul
07.00 Wita. Tidak ada kesenjangan antara teori dan
praktik yang diperoleh dilahan.
Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan pada
Ny. “M” yang merupakan data obyektif didapatkan hasil
pemeriksaan dalam pada tanggal 28-04-2014 Pukul 16.35
wita, oleh bidan di VK IRD RSUP NTB, VT Ø 10 cm, eff
100 %, ket (-), teraba kepala, caput (+), ↓ HII, tidak
teraba bagian kecil janin/ tali pusat. Sebelumnya pada
tanggal 28-04-2014, hasil pemeriksaan dalam oleh bidan
di Puskesmas Kayangan Pukul 12.00 wita: VT Ø 10 cm,
eff 100 %, ket (-), teraba kepala, denominator UUK di
depan, kepala ↓ HII, tidak teraba bagian kecil janin/
tali pusat. Hasil pemeriksaan dalam ulang oleh bidan di
Puskesmas Kayangan Pukul 13.00 wita: VT Ø 10 cm, eff
100 %, ket (-), teraba kepala, denominator UUK di
depan, kepala ↓ HII, tidak teraba bagian kecil janin/
tali pusat. Berdasarkan kasus diatas tidak terdapat
kesenjangan antara teori dan praktek karena semua yang
dialami oleh Ny. “M” merupakan persalinan patologis
yaitu dengan Kala II lama. Berdasarkan kasus diatas
tidak terdapat kesenjangan antara teori dan praktek
karena semuanya sudah dilakukan dan sudah sesuai dengan
teori.
Berdasarkan hasil pengumpulan data subyektif dan
obyektif pada kasus Ny “M” dapat di tetapkan diagnosa
Kala II lama. Pada tanggal 28-4-2014 pukul 13.45 wita
diagnosa berkembang menjadi Kala II lama + Gagal Vakum
Eksraksi karena di puskesmas Kayangan telah dilakukan
Vakum Ekstraksi tetapinsetelah 30 menit bayi tidak
kunjung lahir (gagal Vakum Ekstraksi), sehingga ibu
dirujuk ke RSUP NTB. berdasarkan kasus diatas tidak
terdapat kesenjangan antara teori dan praktek karena
diagnosa yang ditegakkan sesuai dengan keadaan ibu saat
pengkajian.
Dari diagnosa yang telah ditegakkan yaitu, Kala II
lama + gagal Vacum Ekstraksi, maka di RSUP NTB
dilakukan penatalaksanaan sesuai dengan kebutuhan yaitu
pada Ny “M” dilakukan operasi SC guna mencegah
terjadinya komplikasi pada Ibu dan janinnya.
Berdasarkan kasus diatas tidak terdapat kesenjangan
antara teori dan praktek yang di lakukan di VK IRD RSUP
NTB.
Namun, terdapat kesenjangan antara teori dan
praktik yang dilakukan di Puskesmas Kayangan yaitu
dignosa Kala II lama ditegakkan setelah 1 jam Ny “M’”
yang primigravida dipimpin mengedan dari pembukaan
lengkap. Sedangkan dalam teori Kala II lama pada
persalinan ibu Primigravida ditegakkan apabila ibu
telah dipimpin mengedan selama 2 jam dan bayi belum
lahir.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari kasus yang ada dapat disimpulkan bahwa :
1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian secara
subyektif pada Ny “M” dengan tindakan seksio
sesarea atas indikasi kala II lama
2. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian secara
Obyektif pada Ny “M” dengan tindakan seksio
sesarea atas indikasi kala II lama
3. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa pada Ny “M”
dengan tindakan seksio sesarea atas indikasi
kala II lama
4. Mahasiswa mampu melakukan penatalaksanaan pada
Ny “M” dengan tindakan seksio sesarea atas
indikasi kala II lama
B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Menambah keterampilan, keaktifan dan
pengetahuan mahasiswa, dan memberi peluang bagi
mahasiswa untuk menerapkan teori-teori yang
diperolehnya dari kampus.
2. Bagi RSUP NTB
Agar terus meningkatkan jumlah para petugas
medis khususnya dokter spesialis Obgyn,
anastesi dan bedah agar para pasien yang
memerlukan tindakan operasi segera dapat
tertangani tanpa perlu tertunda oleh
keterbatasan SDM. Agar lebih banyak mengadakan
pelatihan kegawat daruratan bagi tenaga
kesehatan yang berada di daerah Provinsi NTB
(Puskesmas PONED dan PONEK) guna meningkatkan
kemampuan dalam menangani kasus-kasus obstetri
agar sesuai dan tidak menyimpang dari teori/
protap yang telah ditetapkan sehingga dapat
menurunkan angka morbiditas dan mortilitas ibu
di provinsi NTB pada umumnya
3. Bagi ibu (pasien)
Meningkatkan pemahaman ibu dan keluarga tentang
pentingnya persiapan kegawat daruratan dalam
setiap persalinan. Sehingga apabila terjadi
suatu kegawat daruratan ibu dan keluarga sudah
siap dan segera mendapatkan tindakan yang
dibutuhkan.
4. Bagi Pendidikan
Agar terus meningkatkan didikan dan bimbingan
sehingga pengetahuan mahasiswa lebih luas dan
dapat menerapkan keterampilan dengan baik di
lahan praktek.
Top Related