1
Industri Motion Pictures (Film) di Indonesia
Marketing Pemasaran Bisnis Media
DISUSUN OLEH
M. Dani Oktarian N. NPM 1201120185
Sabila Nur Aulia NPM 1201120261
Sahreza Rahmana S. NPM 1201120382
MANAJEMEN BISNIS TELEKOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
FALKUTAS EKONOMI DAN BISNIS TEL-U
2015
2
Motion Pictures (Film) Nasional
1. Perhatikan pemberitaan di koran, satu minggu terakhir yang berisi informasi aspek
ekonomi (macroeconomics), kemudian cari informasi terkait dengan industri spesifik
(diutamakan industri media). Identifikasi masing-masing 2 topik dan buat summarynya.
“ Noorca M. Massardi, juru bicara 21 Cineplex—salah satu jaringan bioskop terbesar di
Indonesia—menulis di salah satu media online. Noorca menyatakan bahwa Motion Picture
Association tak akan lagi mendistribusikan filmnya di Indonesia. “Film baru yang sudah
masuk tak akan ditayangkan, sedangkan yang telanjur tayang sewaktu-waktu bisa dicabut.
Semuanya, lantaran ada perbedaan persepsi mengenai pungutan bea masuk hak distribusi
film,” tulisnya. “
“ JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan bahwa
pemerintah berupaya mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) secara bertahap.
Hingga dua tahun lagi, pemerintah menargetkan untuk tidak lagi memberikan subsidi bahan
bakar minyak. ”
Topik pertama, membahas kisruh mengenai pajak/bea cukai untuk film-film impor.
Tentu saja hal ini sangat berpengaruh terhadap industry film Indonesia. Dimana apabila
peraturan terlalu berpihak kepada film-film impor, maka Industri film Indonesia semakin
tidak mudah untuk berkembang. Maka dari itu alangkah lebih baiknya apabila peraturan
dibuat untuk lebih pro kepada industri film Indonesia, namun tetap cukup adil untuk film-
film impor juga.
Di topik kedua, mengenai harga BBM. Dimana harga BBM akan sangat berpengaruh
terhadap daya serap masyarakat akan sesuatu komoditi. Bisa dibilang bahwa film adalah
komditi tersier (hal yang tidak terlalu pokok). Maka apabila daya serap masyarakat
menurun, tentu saja omset dari Perfilman Indonesia memiliki kecenderungan untuk
menurun juga. Ditambah juga biaya pembuatan film yang akan terpengaruhi juga dengan
naik atau turunnya komoditi energi (BBM) di Indonesia ini.
2. Lakukan investigasi konsep Supply pada setiap industru media sesuai fokus anda,
meliputi:
Ada berapa operator/perusahaan dalam industri tsb, sebutkan.
Industry perfilman di Indonesia semakin berkembang,hal ini terlihat dari mulai
banyaknya perusahaan dalam industry perfilman di Indonesia yang semakin
bertambah. Berikut ini adalah daftar perusahaan yang ada di industry perfilman
Indonesia
700 Gambar K2K Production Movieglad Gambar
Alenia Pictures Kalyana Shira Films PERFINI
Batavia Pictures Karnos Film Rapi Films
Demi Gisela Citra Sinema Kharisma Starvision
Ditambah
Skenario Productions
Diwangkara Film Maxima Pictures Sentra Kreasi mega
3
Berapa jumlah pelanggannya dan konsentrasinya?
Dari data penjualan film yang didistribusikan oleh motion picture of amerca
(MPA), ternyata indonesia hanya mampu menyumbangkan pendapatan industri film
sebesar 0.001% bagi MPA.
Gambar 3.1 Grafik Pendapatan Industri Film di Dunia Tahun 2011
Sumber: www.mpaa.org dan www.boxofficemojo.com
Jika dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN, ternyata perolehan
pendapatan industri film Indonesia hanya mampu berkontribusi sebesar 4% terhadap
keseluruhan pendapatan MPA di ASEAN pada tahun 2011.
48%
40%
12%
0%Europe, Middle East &Africa
Asia Pacific
Latin America
Indonesia
26%
26%21%
23%
4%
Malaysia
Singapore
Thailand
Filiphina
Indonesia
Fourcolours Film MD Entertainment SinemArt
Genta Buana Paramita Miles Films Soraya Intercine Films
Indika Entertainment Mitra Gambar Studio X Produksi
Tripar Multivision Plus Tripar Multivision Plus
4
Daftar Produksi Film di 15 Rumah Produksi Indonesia Tahun 2007-2011
No PH Total Film Jumlah film/tahun
Total
Penonton
Jumlah
penonton/film 2007 2008 2009 2010 2011
1 Kharisma
Starvision
37 6 6 10 7 8 17.355.773 469.075
2 Maxima 34 4 6 6 10 8 12.441.540 365.928
3 MD Pictures 18 4 8 2 3 1 9.840.710 526.706
4 SinemArt 11 3 1 5 1 1 8.268.209 751.655
5 Multivision 25 4 7 5 5 4 8.141.609 325.664
6 Rapi Film 24 3 4 6 6 5 7.363.100 306.796
7 Miles
Pictures
2 4 1 1 6.349.027 3.174.514
8 Indika Cipta
Media
12 3 4 4 1 5.535.055 461.255
9 K2K
Production
17 3 4 4 5 4.215.656 247.980
10 Mitra
Pictures
9 3 4 4 1 2.410.259 267.807
11 Salto Film 5 1 1 3 1.906.771 381.354
12 Citra
Sinema
4 1 1 1 1 1.868.309 467.077
13 Kalyana
Shira
7 1 2 1 1 2 1.623.475 231.925
14 Sentra Films 6 1 1 5 1.436.657 239.443
15 PT Investasi
Film
Indonesia
6 1 3 1 1 1.299.296 216.549
Total 217 32 49 51 41 44 89.695.446 8.433.727
Sumber: www.filmindonesia.or.id
5
Berapa jumlah advertiser sebutkan 5 yang utama
Sepuluh pengiklan dengan belanja iklan terbesar seperti Unilever, P&G, Nestle,
Djarum, HM Sampoerna, Kraft Foods, Kao Indonesia, Bank Danamon, Softex dan
Megasari Makmur
Lakukan analisa demand dari consumer & advertiser
Saat ini, Indonesia dipenuhi film-film bernada seks dan horror. Pada tahun 2009
lalu, Majelis Ulama Indonesia mencekal film berjudul Suster Keramas, Hantu Puncak
Datang Bulan, dan film-film lain yang sejenis. Hal tersebut dilakukan karena film-
film tersebut dianggap mampu mengusik perasaan susila masyarakat. Sayangnya,
meskipun telah dicekal, film tersebut tetap tayang dengan judul yang berbeda. Di
sinilah dunia perfilman Indonesia kembali mengalami degradasi substansi.
Yudi Prakasa, pengamat film dari Institut Kesenian Jakarta, berpendapat
mengenai kualitas dan kuantitas produk dunia perfilman Indonesia. Ia mengatakan
bahwa kemunculan film-film Indonesia berkualitas rendah seperti yang terjadi akhir-
akhir ini adalah bagian dari sebuah siklus yang selalu berulang. Dunia perfilman
Indonesia senantiasa bergerak naik dan turun, mengalami masa keemasan di satu saat
dan terpuruk di saat lainnya.
Penonton sekarang telah menjadi lebih arif dalam menilai sebuah film. Akan
tetapi, para produser telah mengantisipasi bertambah pintarnya para penonton.
Pengamat film ini menggunakan teori psikologi Hirarki Kebutuhan Maslow
(Maslow’s Hierarchy of Needs) dalam menjelaskan pandangannya. Teori yang
dikemukakan oleh Abraham Maslow ini menyatakan bahwa ketika manusia
memenuhi kebutuhan dasarnya, ia akan berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan
yang lebih tinggi sesuai hierarki yang ditunjukkan diagram dibawah ini.\
Permintaan genre film di Indonesia, saat ini film yang inspiring lebih
dirindukan oleh masyarakat Indonesia, itu dikarenakan sudah terlalu banyak film yang
ber genre horror yang di produksi di Indonesia. Bahkan film yang menginspirasi di
Indonesia bisa menyentuh angka 3-4juta penonton, berbanding terbalik dengan film
horror yang hanya berkisar 1juta penonton, itupun hanya ada sedikit saja, sejauh ini
hanya 1 film horor menyentuh angka 1 juta.
Dapat disimpulkan bahwa orang Indonesia sangat merindukan film yang
menginspirasi ketimbang film horror. Karena rata-rata film horror di Indonesia ini
lebih menjurus ke pornografi, meskipun sudah melewati lembaga sensor, tapi tetap
saja tidak bisa dipungkiri bahwa unsur pornografi sangat lekat pada film horror di
Indonesia
Akhirnya, baik tidaknya film yang beredar di negeri ini sangat bergantung pada
kebijakan badan perfilman Indonesia yang mengatur tentang batasan-batasan norma
dan adab film-film di pasaran. Namun, bangsa Indonesia harus tetap berusaha kritis
dan memfilterasi berbagai tayangan ditawarkan. Hal ini dilakukan agar tidak
terjerembab pada keterpurukan akhlak akibat pengaruh negatif dari berbagai program
tersebut, terutama para generasi penerus bangsa Indonesia.
Sedangkan dari pihak advertiser, sebagian besar tidak terlalu ikut andil dalam
penentuan genre dari sebuah film. Kecuali untuk kasus-kasus tertentu. Kebanyakan
advertiser memiliki concern utama adalah jumlah penonton yang dapat dijangkau oleh
sebuah film. Baik jangka pendek, menengah, maupun panjang. Dewasa ini advertiser
dalam sebuah film semakin mulai jelas terlihat. Dari perangkat-perangkat yang
dipergunakan oleh film tersebut, atau oleh artis tertentu di film tersebut.
Tentu saja dengan tujuan akhir adalah untuk meningkatkan brand awareness
atau bahkan meningkatkan omset dari perusahaan mereka.
6
Lakukan analisa situasi persaingan dalam industri tersebut
Peluang pertumbuhan bioskop harus diiringi dengan kemampuan produksi film.
Jika dibandingkan dengan film asing, Film Indonesia memiliki keterbatasan jenis
produk (genre film). Pada gambar 3.18, terlihat bahwa dari 9 genre film yang ada,
hanya satu genre yang mampu mendapatkan market share melebihi genre film asing
yaitu genre religi. Dan hal ini disebabkan film asing tidak menyediakan genre religi.
Hal itulah yang menyebabkan Indonesia tidak mampu bersaing dengan film asing
secara variasi genre film.
Sementara itu peraturan perundangan terhadap film asing sangat bebas
dibanding Indonesia. Perundang-undanngan mengenai regulasi film asing yang
mengakibatkan film asing dapat lebih banyak 80% tayang di bioskop daripada film
Indonesia. Peluang yang dapat dimanfaatkan oleh film Indonesia saat ini adalah
memasarkan film diluar negeri. Jadi Kesimpulan yang dapat diambil yaitu:
o Sedikitnya variasi jenis cerita film Indonesia
o Perpu yang tidak konsisten, peraturan impor dan distribusi film yang tidak
mendukung, dan peraturan barang-barang bajakan merupakan ancaman bagi
industri film Indonesia.
o Pasar luar negeri, seperti festival dan pemutaran film gratis menjadi peluang baik
untuk memperkenalkan produk industri film Indonesia.
Walaupun jumlah film indonesia pada tahun 2011 lebih banyak daripada jumlah
film asing, penonton bioskop indonesia tampaknya masih lebih memilih produk lain.
dilihat dari banyak macam jenis produk (genre film) yang dihasilkan, gambar 3.9
memperlihatkan bahwa rumah produksi film di Indonesia pada tahun 2011 belum
mampu mengimbangi keragaman jenis produk yang diperoleh dari film asing.
Gambar 3.9 Grafik Perbandingan Genre Film Beredar di Indonesia Tahun 2011
Sumber: Sumber: www.mpaa.org dan www.boxofficemojo.com
0
5
10
15
20
25
30
35
film impor
film indonesia
7
Perbandingan dengan Pesaing
Jika dibandingkan dengan variasi genre film asing yang diputar di Indonesia,
Film Indonesia tidak memiliki genre film animasi dan fantasi. Sementara banyak film
asing yang mampu memberikan pilihan genre film animasi dan fantasi. Dilihat dari
perolehan penontonnya hanya genre film horor indonesia yang mampu menyaingi
perolehan film asing pada genre film yang sama. Jumlah dan variasi jenis film asing
yang lebih banyak dari pada jumlah dan variasi jenis film indonesia menyebabkan
persaingan diantara keduanya tidak seimbang.
Gambar 3.18 Grafik Perbandingan Jumlah Penonton per Genre Film di
Indonesia Tahun2011
Walaupun terjadi perbedaan harga tiket akhir pekan yang lebih mahal daripada
biasanya, tidak mengurangi jumlah penonton yang lebih memilih menonton film di
akhir pekan. Artinya, penonton tidak memikirkan harga, tetapi lebih kepada
kesempatan menonton film. Namun, beberapa tahun sebelumnya terjadi peningkatan
jumlah penonton yang signifikan ketika terjadi pembedaan harga tiket di hari hemat
(hari hemat - senin). Dengan perkembangan internet dan kecanggihan teknologi,
informasi mengenai film terbaru lebih cepat tersebar melaui media sosial.
Akan tetapi, film indonesia belum bisa menyaingi film asing. Bahkan 49%
responden menyatakan bahwa mereka tidak tertarik untuk menonton film indonesia
dengan alasan film indonesia tidak begitu menarik. 64% responden menyatakan bahwa
faktor yang menjadikan film indonesia menarik adalah faktor cerita. Beberapa rincian
yang mengakibatkan film indonesia tidak menarik antara lain;
Cerita film indonesia membosankan
Cerita film indonesia terlalu banyak mengandung unsur pornography dan mistis,
Judul cerita yang tidak masuk akal
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
110%
Film Asing
Film Indonesia
8
Gambar 3.11 Grafik Perbandingan Presentase Penonton Film Bioskop (Tahun 2011)
Faktor Preferensi Penonton
Jika ditanyakan mengenai alasan mengapa responden lebih memilih menonton
film asing dibandingkan dengan film Indonesia, 49% menyatakan bahwa Film
Indonesia tidak begitu menarik, Gambar 3.12. dari 49% responden yang menyatakan
tidak tertarik untuk menonton Film Indonesia, 44% diantaranya memiliki latar belakang
pendidikan lebih dari jenjang diploma. Adapun alasan mengapa mereka menyatakan
‘Tidak Tertarik’, 64% beranggapan bahwa faktor cerita dari Film Indonesia masih
kurang memberikan daya tarik.
Gambar 3.12 Grafik Presentase Faktor Alasan Memilih Tidak Menonton Film
Indonesia di Bioskop
10%
33%
43%
14%15%
38%
28%
19%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%
1-2 Film 3-5 Film 6-10 Film > 11 Film
Film Asing
31%
18%
2%
49%
0%Tayang di Televis
Tersedia di VCD/DVD
Tersedia JaringanInternet
Tidak Tertarik
9
Gambar 3.13 Grafik Presentase Faktor yang Menjadi Alasan Responden Merasa Film
Indonesia Tidak Menarik
Lakukan analisa product subtitute
Jika dibandingkan dengan barang substitusi lainnya seperti film yang
ditayangkan di televisi, VCD/DVD asli maupun bajakan, biaya yang harus
dikeluarkan untuk menonton film di bioskop cukup bersaing. Meski demikian jumlah
VCD/DVD bajakan diprediksi lebih banyak daripada film indonesia yang harus
diputar di gedung bioskop.
Harga tiket pada akhir pekan berbeda dengan harga tiket hari biasa, 67%
responden memiliki kebiasaan menonton film pada akhir pekan
Tabel 3.2.2 perbandingan biaya untuk menonton film indonesia
Media Harga (Rp) Banyak
DVD Asli 50.000 – 80.000 100.000/keping
VCD Asli 30.000 – 50.000 100.000/keping
Bioskop 15.000 – 100.000 100 layar/film
DVD Bajakan 5.000 – 10.000 -
VCD Bajakan 3000 – 5000 -
Televisi gratis -
Sumber: www.indonesiafilmcenter.com, www.21cineplex.com
64%
14%
14%
3%
cerita
promosi
genre
artis
10
Gambar 3.10 Grafik Presentase Tempat Menonton Film Pilihan Responden
Ditambah lagi, sekarang ini perkembangan teknologi semakin maju. Dunia
internet berkembang dengan pesat. Dan sekarang ini, banyak sekali website atau forum
yang menyediakan untuk menonton film secara online. Atau bahkan mendownloadnya
secara gratis. Tentu saja hal ini pun menjadi salah satu product subtitute yang harus
diperhitungkan bagi industri film di Indonesia. Karena dengan adanya hal ini, berarti
masyarakat Indonesia bisa semakin mudah mengakses hiburan (film) dari luar
Indonesia. Hal ini dapat menyebabkan semakin berkurangnya minat terhadap film-film
Indonesia.
Tentu saja, menurut kami. Hal ini harus disiasati, mungkin Indonesia bisa
meniru dari Korea atau beberapa negara lain. Di Korea, salah satu industri filmnya
menyediakan wadah untuk menonton online produk-produk (film) mereka. Sehingga
penontonnya sudah memasuki ruang lingkup antar negara.
81%
19%
0%
bioskop
VCD/DVD
Lainnya
Top Related