PERKAWINAN WANITA HAMIL DILUARNIKAH MENURUT PANDANGAN ISLAM
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
TARIKH TASYRIK
Dosen Pengampu
Drs. H. YUSUF WIBISONO, S.H., M.Si.
Disusun oleh :
SRI HAYATI
NIM : 20121402
NIMKO : 2012.4.068.0001.2.54070
KATA PENGANTAR
ــم ـســــم ال�له ال�رح�من� ال�رح�ي� ب��Segala puji bagi Allah, kami melantunkan puja dan
puji, memohon pertolongan dan pengampunan kepada NYA.
Kami berlindung kepada Allah SWT dari kejahatan dan
keburukan amal perbuatan kami. Siapa yang diberi
petunjuk oleh Allah SWT maka tidak ada yang dapat
menyesatkan-nya. Aku bersaksi bahwa Tiada Tuhan
Melainkan ALLAH SWT yang tiada sekutu baginya, dan aku
bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul-NYA. Shalawat dan
salam atas-nya, keluarga-nya, para sahabat-nya dan
mereka yang melanjutkan dakwah-nya, memegang sunnah-nya
dan memperjuangkan agama-nya hingga berakhirnya dunia.
Karena daya dan ridho-NYA pula hingga penulis
dapat menyelesaikan makalah dengan judul “perkawinan
wanita hamil diluar nikah menurut pandangan islam” Makalah ini
penulis susun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah
i
TARIKH TASYRIK di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah ( STIT )
Muhammadiyah Lumajang.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa dewasa ini
perkembangan informasi teknologi yang sangat pesat
telah membawa dalam yang sangat besar dalam kehidupan
sehari-hari. Dimana semua teknologi itu telah menjadi
kebutuhan dan gaya hidup manusia, yang tentunya
memberikan kontribusi yang besar bagi kemajuan bangsa
terutama dalam bidang ekonomi dan peradaban modern.
Namun disisi lain perkembangan itu akan memberikan
pengaruh negatif apabila tidak diimbangi dengan
keimanan dan ketaqwaan. Kaum muda adalah generasi yang
paling cepat menerima kemajuan informasi teknologi
sehingga mereka pula lebih mudah terpengaruh oleh
budaya yang bertentangan dengan adat ketimuran dan
norma agama. Pegaulan bebas seolah telah menjadi trend
yang menjadi identitas di kalangan remaja. Fenomena
itulah yang melatar belakangi penulis untuk
memberanikan diri menulis makalah ini.
ii
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah
ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis
mengharap masukan, kritik dan saran yang membangun
untuk menyempurnakan makalah ini. Akhirnya penulis
berharap semoga penyusunan makalah ini bermanfaat bagi
semua pihak.
Lumajang, 18 Desember 2013
Penulis
DAFTAR ISI
iii
KATA PENGANTAR..................................i
DAFTAR ISI....................................iii
PENDAHULUAN
Latar belakang..................................1
Rumusan masalah.................................3
PEMBAHASAN
Definisi Perkawinan.............................4
Hukum Pernikahan Wanita hamil Menurut hukum Negara
................................................5
Hukum Pernikahan Wanita hamil Di luar Nikah menurut
pandangan Islam.................................6
Hukum Wanita Hamil Yang menikah Dengan Orang Yang
Tidak menghamilinya.............................9
Status Anak Yang Dilahirkan....................12
KESIMPULAN
PENUTUP........................................iv
DAFTAR PUSTAKA..................................v
iv
18
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perkembangan dunia modern yang melaju
pesat saat ini, yang didukung oleh
perkembangan Ilmu Pengetahuan dan sistem
informasi yang cepat seiring lajunya
perkembangan teknologi, informasi, dan
komunikasi. Terutama pada kalangan remaja
dimana teknologi informasi bukan lagi
sekedar karena kebutuhan, melainkan telah
menjadi tren (mode) dan gaya hidup (Life
Style). Bukanlah masalah jika yang
diperoleh tersebut merupakan hal-hal
positif. Dampak tersebut akan menjadi
positif apabila digunakan dengan
sebagaimana mestinya. Namun sebenarnya ada
dampak negatif yang tidak kita sadari akan
menjerumuskan para remaja kedalam hal-hal
yang buruk. Tidak mengherankan bila
18
kalangan remaja ini mudah terpengaruh hal-
hal yang mereka dapat dari informasi
teknologi tersebut.
Kebiasaan yang terkontaminasi budaya
luar dapat menjerumuskan remaja pada hal-
hal yang melanggar norma-norma ketimuran
dan norma agama. Dapat kita ambil contoh
maraknya pergaulan bebas, penggunaan obat-
obat terlarang, pesta-pesta yang
mengatasnamakan kasih sayang. Bagi
masyarakat ketimuran, utamanya masyarakat
Indonesia pada masa dahulu bersentuhan
dengan lawan jenis adalah hal tabu, namun
sekarang ini bagi kalangan muda dan remaja
berpacaran merupakan hal biasa bukan
masalah besar. Bahkan orang lain akan
menganggap “aneh” atau “kuper” atau “jadul”
(istilah saat ini) bila tidak pacaran.
Kebebasan yang tanpa batas itulah yang
menyebabkan berbagai jenis kejahatan, an
18
arkh isme, kebrutalan dan kenakalan remaja
saat ini. Sehingga hal – hal yang tidak
seharusnya terjadi pun tidak dapat
dielakkan. Banyak praktik aborsi disana-
sini hanya untuk menghilangkan jejak
terjadinya kehamilan di luar nikah. Bagi
mereka yang tidak mau menanggung dosa
lebih banyak lagi, mau tidak mau harus
menikahkan anaknya.
Namun adanya ketetapan pemerintah
mengenai nikah hamil sering minimbulkan
pemahaman yang salah kaprah. Ketetapan
pemerintah tersebut lebih sering dianggap
sebatas formalitas dan sebuah simbol
legalitas. Masyarakat kebanyakan menganggap
tidak masalah melakukan hubungan intim
diluar nikah, toh pada akhirnya mereka
tetap diperbolehkan menikah meskipun sudah
dalam keadaan hamil sebelum menikah.
Padahal maksud dari adanya ketetapan
18
tersebut adalah untuk melindungi anak-anak
yang tidak berdosa yang harus menanggung
kesalahan kedua orang tuanya.
Berdasarkan alasan diatas maka penulis
ingin berbagi pengetahuan tentang masalah
perkawinan wanita hamil dalam pandangan
Islam.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah definisi perkawinan ?
2. Bagaimana hukum perkawinan wanita hamil
diluar nikah menurut hukum negara ?
3. Bagaimana hukum perkawinan wanita hamil
diluar nikah menurut pandangan Islam ?
4. Bagaiman Hukum Wanita Hamil yang
Menikah dengan Orang Yang Tidak
Menghamilinya ?
5. Bagaimana status anak yang dilahirkan ?
18
PEMBAHASAN
1. DEFINISI PERKAWINAN
Perkawinan atau yang dalam bahasa Arab
disebut pernikahan adalah suatu akad yang
mengandung diperbolehkannya wathi’
(hubungan badan) dengan lafadz nikah atau
tazwij atau terjemahannya.1
Definisi nikah menurut para ulama Fiqih
ialah akad yang diatur oleh agama yang
1 Sayyid Ahmad Bin Umar Al Syathiry Al ‘Alawy Al Husainy AlTarimy, Al Yaqut An Nafis Fi Madzhabi Ibni Idris, Surabaya: Al Hi dayah, Hal .141.
18
menjadikan kehalalan hubungan suami isteri
(A. Rahman al-Jaziri, Al-Fiqhu`ala Mazhahib
al-Arba`ah, jilid IV hal:1-3)2
Menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1
tahun 1974 perkawinan adalah ikatan lahir
batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.3
Dalam kompilasi hukum Islam bab II pasal
2 juga disebutkan bahwa “Perkawinan menurut
hukun Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat
kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah
Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.” 4
2 Hj. Mursyidah Thahir, 12/15/2013, http://www .muslimat-nu.or.id/index.php,
3 LBH,Apik,2013,”Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974”, [email protected]
4 Departemen Agama, 2001, ”Kompilasi Hukum Islam di
Indonesia”, Direktorat Pembinaan Peradilan Agama
Islam Ditjen Pembinaan Kelembagaan Islam
18
Perbedaan mendasar diantara definisi
tersebut adalah, dalam konsep agama (Islam)
nikah dengan syarat dan rukun tertentu yang
sesuai hukum agama menjadikan kehalalan
hubungan suami-isteri. Sementara dalam
konsep negara, perkawinan dengan syarat
administrasi yang telah diatur negara
menjadikan hubungan suami-isteri telah
“resmi”. Status “kehalalan“ hubungan suami
isteri setelah melangsungkan akad nikah
menurut Islam itulah yang menjadi inti
ibadah karena menjangkau hubungan tanggung
jawab manusia kepada Allah SWT, sementara
status “resmi” menurut UU positif hanya
mengikat secara hukum ketaatan masyarakat
terhadap hukum negara.
2. HUKUM PERNIKAHAN WANITA HAMIL MENURUT HUKUM
NEGARA
18
Dalam fikih madzhab Indonesia yang
terangkum dalam Kompilasi Hukum
Islam,masalah ini tercantum dalam pasal 53
(1) Seorang wanita hamil di luar nikah,
dapat dikawinkan dengan pria yang
menghamilinya.
(2) Perkawinan dengan wanita hamil yang
disebut pada ayat 1 dapat dialngsungkan
tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran
anaknya.
(3) Dengan dilangsungkannya perkawinan pada
saat wanita hamil, tidak diperlukan
perkawinan ulang setelah anak yang
dikandung lahir.
3. HUKUM PERNIKAHAN WANITA HAMIL DILUAR NIKAH
MENURUT PANDANGAN ISLAM
Perkawinan merupakan salah satu
perbuatan yang disyari’atkan Islam untuk
mengikat pergaulan antara laki-laki dan
18
perempuan yang bukan mahrom sehingga
menimbulkan hak dan kewajiban antara
keduanya. Islam telah mengatur masalah
perkawinan dengan sangat rinci, dan itu
ditunjukkan dalam syarat dan ketentuan yang
harus dipenuhi dalam perkawinan.
Meskipunpun demikian, lembaga perkawinan
tetap menghadapi tantangan, bahkan bisa
terancam eksistensinya ketika dihadapkan
pada problem sosial tentang masalah
kehamilan yang terjadi di luar nikah.
Problem ini menjadi semakin bertambah rumit
ketika dalam kehidupan sosial dewasa ini
ternyata kasus ini banyak terjadi di
kalangan masyarakat. Kasus ini tidak hanya
menyangkut perbuatan zina dari para pelaku
dan hukuman hudud atas perbuatannya,
melainkan juga menyangkut status dan nasib
hidup bayi yang ada dalam kandungannya.5
5 Huda,Nurul, 2009, Kawin Hamil Dalam Kompilasi Hukum Islam,
18
Kawin hamil sendiri adalah perkawinan
yang dilaksanakan karena mempelai wanita
pada saat melangsungkan perkawinan tersebut
dalam keadaan hamil (pernikahan karena
hamil diluar ikatan pernikahan yang sah).
Para ulama berbeda berpendapat mengenai
hukum menikahi wanita yang hamil diluar
nikah, apakah mereka dikenakan had
(hukuman) atau tidak, sebagian ulama
berpendapat dikenakan had dan sebagian
lagi tidak.6 Selain itu diantara para
ulama ada yang berpendapat bahwa wanita
hamil karena zina ada masa iddahnya, dan
juga ada yang berpendapat tidak. Menurut
pendapat para ulama tentang masalah ini
yaitu :
a. Imam Syafi’i, Hanafi, Maliki dan Imam Hambali,
membolehkan kawin dengan perempuan yang
http://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/123456789/2277, 15/12/2013
6 Drs. Cut Aswar,MA.1994. Problematika Hukum Islam Kontemporer. Jakarta:Pust aka Firdaus, Halaman 52
18
sedang hamil karena zina, asalkan yang
menikahinya adalah laki-laki yang
menghamilinya, sebab hamil yang semacam
ini tidak menyebabkan haramnya dinikahi.
b. Abu Yusuf dan Riwayat Imam Abu Hanifah, bahwa
tidak boleh menikahi wanita yang hamil
karena zina, sebelum ia melahirkan, agar
nutfah (darah) suami tidak bercampur
dengan tanaman orang lain.
c. Riwayat lain Abu Hanifah, bahwa perkawinan
dengan perempuan berzina yang hamil,
sah, tetapi tidak boleh melakukan
coitus/hubungan badan sebelum anaknya
lahir.7
d. Imam Muhammad As-Syaibani, bahwa
perkawinan dengan wanita yang dihamili
laki-laki lain hukumnya sah,tetapi haram
7 Drs. H.M. Anshary MK,S.H,M.H. 2010. Hukum perkawinan di
indonesia: masalah-masalah krusial. Jakarta: Pustaka Pelajar,
Hal 58.
18
baginya melakukan hubungan badan hingga
bayi yang dikandungnya lahir.
e. Ibn Qudamah, pendapatnya sejalan
degan imam muhammad As-Syabani, namun
beliau menambahkan bahwa,wanita
itu harus terlebih dahulu dipidana
dengan pidana cambuk.
f. Prof.Abdul Halim Mahmud, bahwa akad nikah
perempuan yang hamil diluar nikah sah.
Apabila rukun syaratnya pernikahan
terpenuhi,seperti wali saksi,dan
mahar.adapun status hukum hubungan
sebelum akad adalah hubungan
zina,berdosa dan pelanggaran hukum. Bagi
laki-laki dan perempuan yang
melakukannya, hukuman dan sanksinya
disesuaikan dengan pelaku perzinahan.8
8 Prof. Yusuf Qardhawi,dkk.2009.Ensiklopedia muslimah modern. Depok: pustaka Liman
18
4. BAGAIMANA HUKUM WANITA HAMIL YANG MENIKAH
DENGAN ORANG YANG TIDAK MENGHAMILINYA ?
Berdasarkan sebab turunnya surat An Nur
ayat 3,dapat diketahui bahwa Allah
mengharamkan seorang laki-laki yang bukan
menghamilinya menikahi wanita yang hamil
karena zina. Hal ini bertujuan untuk menjaga
kehormatan laki-laki yang beriman.
Ketentuan ini diatur juga oleh undang-
undang perkawinan maupun Kompolasi Hukum
Islam pasal 53 ayat 1 yang berbunyi :
“Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan
dengan pria yang menghamilinya”
Dari ketentuan pasal 53 diatas, KHI
secara tegas mengatur bahwa perkawinan hamil
dapat dilakukan asalkan yang menikahinya
adalah laki-laki yang menghamilinya.
Ketentuan ini juga sejalan dengan ketentuan
yang terdapat dalam Al-Quran surat An-Nur
18
ayat 3 yang artinya “Laki-laki yang berzina
tidak mengawini melainkan perempuan yang
berzina atau perempuan yang musyrik dan yang
demikian itu diharamkan atas orang-orang yang
mukmin”. Persyaratan ini dipertegas lagi oleh
surat Al-Baqarah ayat 221 yang artinya ”Bahwa
selain laki-laki yang menghamili perempuan
yang hamil diharamkan oleh Allah untuk
menikahinya”. Perkawinan semacam ini juga
tidak perlu menunggu habis masa iddah
wanita hamil tersebut,dan tidak diperlukan
perkawinan ulang setelah anak yang
dikandungnya lahir.
Menurut pendapat para ulama tentang masalah
ini yaitu,
a. Abu hanifah dan imam syafi’i berpendapat
bahwa, menikahi wanita hamil yang dinikahi
laki-laki lain hukumnya sah, karena tidak
terikat dengan perkawinan orang lain, dan
boleh mengumpulinya karena janin yang
18
telah ditanam tidak akan ternoda oleh
benih yang ditanam.
b. Imam Abu Yusuf, bahwa perkawinannya
fasid(batal). Hal ini didasarkan kepada
ayat 3 surat An –Nur.
c. Imam Muhammad as-Syaibani, bahwa perkawinan
dengan wanita hamil sah,tetapi haram
melakukan hubungan badan ,sampai anak yang
dikandungnya lahir. Pemikirannya ini
menghendaki pemisahan perkawinan hamil
dengan anak yang dikandung agar tidak
terjadi ikhtilath nasab/percampuran
keturunan.
d. Malik dan Ahmad,tidak sah menikah dan
tidak boleh bergaul,dimana wanita hamil
karena zina wajib iddah dan tidak sah aqad
nikahnya,karena tidak halal menikahi
wanita hamil sebelum melahirkan.9
9 Drs. Cut Aswar,MA.1994. Problematika Hukum IslamKontemporer. Jakarta:Pustaka Firdaus, Halaman 54.
18
e. Abu yusuf dan Zafar, karena wanita itu
hamil dari hubungan dengan lelaki
lain,maka haram menikahinya sebagaimana
haram menikahi wanita hamil lainnya,
karena hamil itu mencegah bersetubuh,maka
juga mencegah akad nikah,sebagaimana hamil
yang ada nasabnya.Oleh karena tujuan nikah
itu menghalalkan hubungan badan dan
apabila tidak berhubungan badan maka
pernikahan itu tidak ada artinya.
f. Mereka mendasarkan pendapatnya kepada
sabda Nabi Muhammad S.A.W
“barang siapa yang beriman kepda Allah dan
Hari Akhir maka janganlah menyiramkan
airnya ke tanaman orang lain.” ( H.R.Abu
Dawud)
dan dasar berikut ini, “perempuan hamil
dilarang dinikahi sampai ia melahirkan.”
(H.R.Abu Dawud).
18
g. Drs.Cut Anwar,MA, mengatakan bahwa tidak
sah menikah karena larangan-larangan yang
dikemukakan ayat Al-Quran yang secara
tegas melarangnya, dilihat dari sudut
biologis dengan menikahi wanita yang tidak
halal digauli(untuk sementara) menjadi
kesulitan bagi laki-laki,karena sulit bagi
seorang laki-laki membebndung
syahwatapalagi mereka tinggal serumah.Ia
juga khwatir apabila si laki-laki
tergelincir melakukan larangan itu. Maka
menurutnya lebih baik tidak menikah dari
pada menikah tapi tidak boleh berkumpul.
Sedangkan pernikahan dengan orang yang
menghamilinya menurut para ulama hukumnya
sah, mereka boleh berhubungan layaknya suami
istri. Dan ini juga tidak bertentangan dengan
isi surat An-Nur ayat 3, karena status mereka
sebagai pezina. Tetapi seorang yang
18
menghamili wanita kemudian melaksanakan akaq
nikah, masalahnya tidak selesai,karena mereka
telah berdosa dan melanggar hukum Tuhan,maka
mereka wajib bertaubat yaitu taubat
nasuha.Menikahkan wanita pezina dengan laki-
laki yang menzinahinya adalah sah,apabila
syarat dan rukunnya terpenuhi seperti
wali,saksi,dan mahar. Adapun status hukum
hubungan sebelum akad adalah hubungan
zina ,dosa dan pelanggaran hukum,laki-laki
dan perempuan yang melakukannya adalah pelaku
pelanggaran hukum dan sanksinya adalah sanksi
yang biasa yang dikenakan kepada pelaku
perzinahan.
5. STATUS ANAK YANG DILAHIRKAN ?
Islam secara tegas telah menyatakan tentang
larangan mendekati zina. Larangan tersebut
diberlakukan karena efek dari zina adalah
mengarah pada pengkaburan keturunan. Termasuk
18
dalam kategori jalan pengkaburan tersebut adalah
pengabsahan anak melalui nikah hamil. Hal ini
karena tidak semua yang menikahi wanita itu
adalah laki-laki yang menghamilinya. Kalaupun
yang menikahi itu adalah yang menghamilinya,
namun konsepsi[9] janin itu terjadi sebelum
pernikahannya, sehingga anak tersebut tetap
dianggap anak zina.10
Dalam konsep Islam, definisi anak sah itu
didasarkan pada saat terjadinya konsepsi janin
dalam rahim ibunya. Konsepsi tersebut terjadi
setelah pernikahan ayah dan ibunya. Dengan
demikian dapat dipahami bahwa anak sah adalah
anak yang lahir sebagai akibat dari adanya
pernikahan.11
Para ulama memberikan batasan kelahiran
minimal 6 bulan setelah pernikahan. Hal ini
merujuk pada dua ayat al quran :10 Musthafa Rahman, 2003, Anak Luar Nikah Status Dan Implikasi Hukumnya, Jakarta: Atmaja, Hal . 25
11 Musthafa Rahman, 2003, Anak Luar Nikah Status Dan Implikasi Hukumnya, Jakarta: Atmaja, Hal.45-54
18
له ص ف�� و ن� ا ءلى وه� ن� ه وه� ه ام ملت) ه ح� وال�دي�� سان� ب�� االاب�� ن� ي� ووص�
ر ي� ال�مص ك> الى� د ي�� وال� ول� ر لى� ك Aاش� ان� ن� ي� م� Gي� ءا ف�
Artinya : Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat
baik) kepada dua orang ibu bapaknya;ibunya telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua
tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua
orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembal
dimu.(Luqman:14)
18
ه عت) وض�� او ره� ه ك� مله ام سـا ن� ح� ه اح� دي�� وال� سان� ب�� ـاالاب�� ن� ي� ووص�
لغ� QRب ه و د Aلغ� اش� Qا ب� ي اذ� ت) هرا’ح� Aون� ش� Aلش Aله ش� ص مله وف�� ا’وح� ره� ك�
ي� ت) ك> ال� عمن) رن�� ك Aي� ان� اش� ت� ع� اوز� ـال زب� ه) ق�) ت� ن� س� عي� Qاز ن�
ه ر ض� ات�) ح ال� مل ص� دي� وان� اع� لي وال� لي� وع� عمت) ع� ان��
ن� مسلمي� ن� ال� م� ى� � tن ك> وا ن� ت) ال� ب� ي�ي) ى� � tن ي� ا wت xyي ز ي� ذ� ف� لح لى� واص�Artinya : Kami perintahkan kepada manusia
supaya berbuat baik kepada dua orang
ibu bapaknya, ibunya mengandungnya
dengan susah payah, dan melahirkannya
18
dengan susah payah (pula).
Mengandungnya sampai menyapihnya
adalah tigapuluh bulan.(Al Ahqaaf :15)
Definisi tersebut secara otomatis
mengecualikan bahwa semua anak yang lahir diluar
pernikahan adalah anak tidak sah (anak zina).
Termasuk dalam pengertian ini adalah anak yang
dilahirkan dalam pernikahan, namun konsepsi janin
terjadi sebelum pernikahan.
Konsep Islam ini berbeda dengan konsep yang
ditawarkan oleh Kompilasi Hukum Islam dan Undang-
Undang Perkawinan. Dalam KHI pasal 99 disebutkan
anak yang sah adalah :
a. Anak yang dilahirkan dalam atau akibat
perkawinan yang sah.
b. Hasil pembuahan suami istri yang sah diluar
rahim dan dilahirkan oleh istri tersebut.
Rumusan tersebut senada dengan rumusan Undang-
Undang Perkawinan pasal 42 yang menyatakan bahwa
18
anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam
atau sebagai akibat perkawinan yang sah.
Dari kedua rumusan senada tersebut dapat
ditarik pengertian bahwa anak sah adalah anak
yang lahir “dalam perkawinan” dan anak yang lahir
sebagai “akibat perkawinan”.
Pengertian pertama (dalam perkawinan)
memberikan implikasi bahwa semua anak yang lahir
dalam perkawinan, baik proses terjadinya konsepsi
janin itu sebelum atau setelah pernikahan dianggap
sebagai anak yang sah. Dengan demikian, anak yang
dilahirkan dari perbuatan zina dapat dianggap
sebagai anak sah apabila kelahirannya terjadi
dalam sebuah pernikahan.
Sedangkan pengertian yang kedua (sebagai
akibat perkawinan) memberikan pengertian bahwa
anak yang sah adalah anak yang memang benar-benar
dibenihkan oleh ayah dan ibunya dalam ikatan
pernikahan. Anak yang menjadi akibat dari
perkawinan adalah anak yang sejak awal konsepsinya
18
sebagai janin dalam kandungan ibunya terjadi
setelah ayah dan ibunya terikat pernikahan.
Kelahiran anak yang merupakan akibat perkawinan
tidak hanya terjadi dalam perkawinan saja, tapi
boleh jadi kelahiran itu terjadi setelah adanya
pernikahan. Maksud dari pernyataan kelahiran
setelah pernikahan adalah kelahiran yang terjadi
pada saat ayah dan ibunya sudah tidak terikat
pernikahan. Hal tersebut dikarenakan perceraian
keduanya atau ayahnya meninggal namun konsepsi
janin terjadi dalam pernikahan tersebut. Konsep
ini sejalan dengan konsep yang diajarkan oleh
Islam. Dalam ajaran Islam, anak sah itu memiliki
hubungan perdata dengan orang tuanya baik ayah
maupun ibunya. Hubungan tersebut berlanjut sampai
kakek atau nenek dari kedua orang tuanya dalam
garis lurus ke atas. Akan tetapi bagi anak Zina
(anak luar nikah) hanya mempunyai hubungan perdata
dengan ibunya dan keluarga ibunya. Hal ini sesuai
dengan rumusan Kompilasi hukum Islam pasal 100 :
18
“Anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai
hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya”.12
dan Undang-Undang Perkawinan pasal 43 pasal 1:
“Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai
hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”.13
KESIMPULAN
Dari keterangan di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa pada dasarnya sebagaimana
disebutkan dalam UUP, perkawinan adalah ikatan
12 Departemen Agama, 2001, ”Kompilasi Hukum Islam di Indonesia”, Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Islam Ditjen Pembinaan Kelembagaan Islam
13 LBH Apik, 2013, ”Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974”, [email protected]
18
lahir batin antara seorang laki-laki da
perempuan untuk membentuk sebuah keluarga yang
tentram, sakinah, warohmah, mawardah sesuai
aturan agama dan negara.
seorang wanita yang hamil diluar ikatan
perkawinan yang sah dapat dinikahkan dengan
laki-laki yang menghamilinya tanpa menunggu
kelahiran anak dalam kandungannya. Pekawinan
tersebut terus berlaku selama tidak ada
perceraian sehingga perkawinan yang telah
terlaksana tidak perlu diulang kembali meskipun
sudah melahirkan anaknya.
Dasar pertimbangan yang dipakai dalam
Kompilasi Hukum Islam dalam menetapkan
perkawinan adalah QS An Nur ayat 3
} ان� ز� هاالا كح ن� ه) لاي�� ت� ي�� ا ال�ر� Gه) و رك� Aش ه) اوم� ت� �tي ا ز� كح الا ن� �Rي لا ى� � ن� ا ال�ر�
ن� xي ن� م� Gل ال�مو ك> ع� ل� م ذ� ر رك�> وح� Aش اوم�
18
Artinya : Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan
perempuan yang berzina, atau perempuan yang
musyrik, dan perempuan yang berzina tidak
dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau
laki-laki musyrik, dan yang demikian itu
diharamkan atas orang-orang yang mu’min. (QS.
An Nur 24 : 3)
Adapun fenomena yang terjadi saat ini,
yakni banyak terjadinya kehamilan sebelum
pernikahan, terdapat banyak perbedaan pendapat
dikalangan ulama fiqih. Namun Indonesia sebagai
negara hukum telah mengatur masalah-masalah
yang berkaitan dengan perkawinan dalam
formulasi hukum tersendiri dengan tidak
meninggalkan kaidah-kaidah agama, termasuk
didalamnya masalah kawin hamil dalam Undang-
Undang Perkawinan (UUP) dan Kompilasi Hukum
Islam (KHI).
18
Adanya perkawinan pasca kehamilan telah
memberikan dampak terhadap status anak yang
dilahirkan karena dalam agama, UUP dan KHI
menyatakan bahwa anak yang dilahirkan nantinya
hanya memiliki hubungan perdata dengan ibunya
dan keluarga ibunya.
v
PENUTUP
Demikianlah makalah studi kasus ini
penulis buat, dengan harapan akan memberikan
inspirasi terhadap kaum muda terutama para
remaja agar lebih berhati-hati dalam pergaulan,
jangan sampai mendekati zina karena sangat
dilarang oleh agama.
Penulis sadar masih banyak kekurangan
dalam penyusunan makalah ini yang tentunya
tidak lepas dari keterbatasan penulis. Karena
itulah saran dan kritik yang membangun sangat
penulis nantikan untu dapat menyempurnakan
makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
semuanya, bagi pembaca pada umumnya serta bagi
penulis khususnya. Amin ya Robbal ‘al amin
v
DAFTAR PUSTAKA
1. Sayyid Ahmad Bin Umar Al Syathiry Al ‘Alawy AlHusainy Al Tarimy, Al Yaqut An Nafis Fi MadzhabiIbni Idris, Surabaya : Al Hi dayah, Hal .141.
2. Hj.Mursyidah Thahir, http://www.muslimat-nu.or.id/index.php , 12/15/2013,
3. Departemen Agama, 2001, ”Kompilasi Hukum Islam diIndonesia”, Direktorat Pembinaan Peradilan AgamaIslam Ditjen Pembinaan Kelembagaan Islam
4. Huda,Nurul, 2009, Kawin Hamil Dalam KompilasiHukum Islam,http://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/123456789/2277, 15/12/2013
v
5. Drs. Cut Aswar,MA.1994. Problematika Hukum IslamKontemporer. Jakarta:Pustaka Firdaus
6. Drs. H.M. Anshary MK,S.H,M.H. 2010. Hukumperkawinan di indonesia: masalah-masalah krusial. Jakarta:Pustaka Pelajar
7. Prof. Yusuf Qardhawi,dkk.2009.Ensiklopedia muslimahmodern. Depok: pustaka Liman
8. Drs. Cut Aswar,MA.1994. Problematika HukumIslam Kontemporer. Jakarta:Pustaka Firdaus,Halaman 54.
9. Musthafa Rahman, 2003, Anak Luar Nikah Status DanImplikasi Hukumnya, Jakarta
10. Departemen Agama, 2001, ”Kompilasi HukumIslam di Indonesia”, Direktorat PembinaanPeradilan Agama Islam Ditjen PembinaanKelembagaan Islam
11. LBH Apik, 2013, ”Undang-Undang Perkawinan No.1tahun 1974”, [email protected]
Top Related