PEMBENTUKAN DAN PENEGAKAN PERDA NO. 1 TAHUN 2019
TENTANG PENGURANGAN PENGGUNAAN PRODUK/KEMASAN
PLASTIK SEKALI PAKAI DI KOTA BALIKPAPAN
SKRIPSI
Disusun Oleh:
ANDI AMANAH TRISKA AULIA
No. Mahasiswa: 16410384
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
F A K U L T A S H U K U M
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2020
i
PEMBENTUKAN DAN PENEGAKAN PERDA NO. 1 TAHUN 2019
TENTANG PENGURANGAN PENGGUNAAN PRODUK/KEMASAN
PLASTIK SEKALI PAKAI DI KOTA BALIKPAPAN
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh
Gelar Sarjana (Strata-1) pada Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta
Oleh:
ANDI AMANAH TRISKA AULIA
No. Mahasiswa: 16410384
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2020
iv
SURAT PERNYATAAN
ORISINALITAS KARYA TULIS ILMIAH BERUPA TUGAS AKHIR
MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
Yang bertandatangan di bawah ini, saya:
Nama : ANDI AMANAH TRISKA AULIA
NIM : 16410384
adalah benar-benar Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta yang telah melakukan Karya Tulis Ilmiah (Tugas Akhir) berupa Skripsi
dengan judul:
PEMBENTUKAN DAN PENEGAKAN PERDA NO. 1 TAHUN 2019
TENTANG PENGURANGAN PENGGUNAAN PRODUK/KEMASAN
PLASTIK SEKALI PAKAI DI KOTA BALIKPAPAN
Karya tulis ini akan saya ajukan kepada Tim Penguji dalam Ujian Tugas Akhir/
Pendadaran yang akan diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Islam
Indonesia. Sehubungan dengan hasil tersebut, dengan ini saya menyatakan:
1. Bahwa Karya Tulis Ilmiah ini adalah benar-benar hasil karya saya sendiri
yang dalam penyusunannya tunduk dan patuh terhadao kaidah, etikam dan
v
norma-norma penulisan sebuah karya tulis ilmiah sesuai dengan ketentuan
yang berlaku;
2. Bahwa saya menjamin hasil karya tulis ilmiah ini adalah benar-benar asli
(orisinil), bebas dari unsur-unsur yang dapat dikategorikan sebagai
melakukan perbuatan ‘penjiplakan karya ilmiah’
3. Bahwa meskipun secara prinsip hak atas karya ilmiah ini ada pada saya,
namun demi untuk kepentingan-kepentingan yang bersifat akademik dan
pengembangannya, saya memberikan kewenangan kepada Perpustakaan
Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia untuk mempergunakan karya
ilmiah saya tersebut.
Selanjutnya berkaitan dengan hal di atas (terutama pernyataan pada butir no.1 dan
2), saya sanggup menerima sanksi baik sanksi administratif, akademik, bahkan
sanksi pidana, jika saya terbukti secara kuat dan meyakinkan telah melakukan
perbuatan yang menyimpang dari pernyataan tersebut. Saya juga akan bersikap
kooperatif untuk hadir, menjawab, membuktikan, melakukan pembelaan terhadap
hak-hak saya serta menanda-tangani Berita Acara terkait yang menjadi hal dan
kewajiban saya, di depan ‘Majelis’ atau ‘Tim’ Fakultas Hukum Universitas Islam
Indonesia yang ditujukan oleh pimpinan Fakultas, apabila tanda-tanda plagiat
disinyalir ada/terjadi pada karya tulis ilmiah saya ini oleh pihak Fakultas Hukum
UII.
vi
Demikian, surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya, dalam kondisi
sehat jasmani dan rohani, dengan sadar serta tidak ada tekanan dalam bentuk
apapun dan oleh siapapun.
Dibuat di: Banjarmasin
Pada Tanggal: 25 Juli 2020
Yang membuat Pernyataan
Andi Amanah Triska Aulia
vii
CURRICULUM VITAE
1. Nama Lengkap : Andi Amanah Triska Aulia
2. Tempat Lahir : Kotamobagu
3. Tanggal Lahir : 21 Agustus 1998
4. Jenis Kelamin : Perempuan
5. Golongan Darah : O
6. Alamat Terakhir : Jl. Cantel Baru, Yogyakarta
7. Alamat Asal : Perumahan Balikpapan Baru, Cluster Pesona
Mediterania, Balikpapan
8. Identitas Orang Tua/Wali:
a. Nama Ayah : Andi Azis Nizar, S.I.K., M.H.
Pekerjaan : Polri
b. Nama Ibu : Ayu Trisna Susanty Mokoginta, S.P
Pekerjaan : PNS
9. Riwayat Pendidikan:
1. SD : SD Al-Kautsar Bandar Lampung
2. SMP : SMP Patra Dharma 2 Balikpapan
3. SMA : SMA Negeri 1 Balikpapan
10. Organisasi : Forum Duta Wisata Balikpapan
11. Prestasi : Persahabatan Putri Duta Wisata Manuntung
Balikpapan 2016
12. Hobi : Membaca
ix
HALAMAN MOTTO
“Never tell others what you’re doing until it’s done”
“Doa tanpa usaha itu bohong, usaha tanpa doa itu sombong”
x
HALAMAN PERSEMBAHAN
Untuk Kedua Orangtua Penulis
Adik Penulis
Sahabat-sahabat Penulis
Kampus Perjuangan FH UII
xi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, tidak henti-hentinya penulis mengupcakan
puji dan syukur atas rahmat dan karunia yang telah diberikan Allah yang Maha
Pengasih lagi Penyayang serta sholawat dan salam yang senantiasa tercurahkan
kepada Rasulullah Muhammad S.A.W. Berserta semua doa dan dukungan dari
orang-orang tercinta sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir berupa
skripsi yang berjudul “Pembentukan dan Penegakan Perda No. 1 Tahun 2019
tentang Pengurangan Penggunaan Produk/Kemasan Plastik Sekali Pakai di Kota
Balikpapan”
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) bagi mahasiswa program S-1 di Fakultas
Hukum Universitas Islam Indonesia.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis selalu mendapatkan bimbingan,
dukungan serta semangat dari banyak pihak. Maka dari itu penulis ingin
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Abdul Jamil, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum
Univesitas Islam Indonesia
2. Bapak Dr. Drs. Muntoha, S.H., M.Ag., selaku Dosen Pembimbing
skripsi, terima kasih telah meluangkan waktu untuk membimbing dan
mengarahkan dalam proses penyusunan skripsi ini.
xii
3. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
yang telah memberikan ilmunya kepada penulis dalam berbagai mata
kuliah ilmu hukum.
4. Bapak dan Ibu selaku staff karyawan Fakultas Hukum Universitas Islam
Indonesia yang telah membantu memberikan informasi mengenai
kabar-kabar perkuliahan kepada penulis.
5. Untuk kedua orangtuaku yaitu Papa dan Mama, terimakasih atas segala
doa, semangat, dukungan dalam segala hal yang Kakak lakukan dan
terimakasih untuk selalu memberi berusaha untuk memberikan yang
terbaik dalam segala hal yang Kakak butuhkan. Semoga selalu diberikan
kesehatan dan umur yang Panjang untuk menemani Kakak dalam
jenjang pendidikan dan pencapaian berikutnya.
6. Untuk adikku, Andi Alrasya Rizky Prastika, yang selalu menyemangati
untuk menyelesaikan skripsi ini walaupun dengan nada bercanda.
7. Sahabat-sahabatku dalam susah senangnya perkuliahan ini, Mutia,
Dhika, Paramita, Kharina, Putri, Riri dan Adib.
8. Sahabat-sahabatku yang merantau bersama dari Balikpapan ke Jogja,
Shinta, Nicolaz dan Kenji.
9. Sahabat-sahabatku yang jauh di mata, Aul, Titah, Dyah, Wiedy, Kak
Fafa.
10. Juga kepada semua pihak yang membantu penulis dana memberikan
data dan informasi terkait penulisan skripsi yang tidak dapat penulis
xiii
sebutkan satu-persatu, semoga kebaikannya dibalas oleh Allah SWT,
aamiin.
Semoga penulisan Skripsi ini dapat memberikan manfaat dalam
perkembangan ilmu pengetahuan. Akhir kata, penulis mengucapkan banyak
terima kasih.
Banjarmasin, 25 Juli 2020
Andi Amanah Triska Aulia
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGAJUAN…………………………………………………….i
HALAMAN PERSETUJUAN…………………………………………………ii
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS………………………………….iii
CURRICULUM VITAE………………………………………………………vi
MOTTO………………………………………………………………………..viii
PERSEMBAHAN………………………………………………………………ix
KATA PENGANTAR…………………………………………………………..x
DAFTAR ISI…………………………………………………………………..xiii
ABSTRAK………………………………………………………………………xv
BAB I .................................................................................................................... xvi
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ................................................................................................. 7
D. Orisinalitas Penulisan .......................................................................................... 7
E. Tinjauan Pustaka ................................................................................................. 9
F. Metode Penelitian............................................................................................... 16
G. Sistematika Penulisan ........................................................................................ 20
BAB II ................................................................................................................... 20
TINJAUAN TEORI TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH, PRODUK
HUKUM DAERAH DAN PENEGAKAN HUKUM ............................................... 20
A. PEMERINTAHAN DAERAH .......................................................................... 21
1. PRODUK HUKUM DAERAH ......................................................................... 36
2. PENEGAKAN HUKUM ................................................................................... 45
BAB III ................................................................................................................. 60
PEMBENTUKAN DAN PENEGAKAN PERDA NO. 1 TAHUN 2019 TENTANG
PENGURANGAN PENGGUNAAN PRODUK/KEMASAN PLASTIK SEKALI
PAKAI DI KOTA BALIKPAPAN ............................................................................ 60
A. Deskripsi Tentang Daerah Penelitian .............................................................. 60
B. Latar Belakang Dibentuknya Perda Kota Balikpapan No. 1 Tahun 2019
tentang Pengurangan Penggunaan Produk Kemasan/Plastik Sekali Pakai…..…67
C. Penegakan Hukum Terhadap Pengurangan Penggunaan Produk/Kemasan
Sekali Pakai di Kota Balikpapan .............................................................................. 75
BAB IV ................................................................................................................. 85
PENUTUP ................................................................................................................... 84
xv
A. KESIMPULAN .................................................................................................. 84
B. SARAN ................................................................................................................ 86
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 87
xvi
ABSTRAK
Sampah plastik merupakan jenis sampah yang sulit untuk diuraikan. Menurut
kajian salah satu pusat pendidikan informal mengenai konservasi alam, yaitu
Pringsewu Wildlife Education Center (P-WEC), sampah plastik membutuhkan
waktu hingga 50 hingga 100 tahun unruk dapat terurai, sedangkan kantong plastik
10-20 tahun. Di Indonesia sendiri permasalahan sampah plastik merupakan salah
satu isu yang perlu disentuh. Berdasarkan data penelitian Jambeck (2015) dikutip
dari CNN, Indonesia berada di tingkat kedua dunia penghasil sampah plastik ke
laut yang mencapai sebesar 187,2 ton. Tidak berarti hal tersebut akan sebanding
dengan jumlah sampah plastik yang dibuang selama regulasi pemerintah dan
manajemen pengelolaan sampah plastik dapat terlaksana dengan baik. Selain itu,
factor inrernal kebiasaan masyarakat dalam penggunaan plastik juga menjadi
salah satu faktor penentu. Studi ini bertujuan untuk mengetahui pembentukan dan
penegakan Perda Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pengurangan Produk/Kemasan
Plastik Sekali Pakai di Kota Balikpapan. Rumusan masalah yang diajukan yaitu:
1. Apa yang menjadi latar belakang dibentuknya Perda Kota Balikpapan Nomor 1
Tahun 2019 tentang Pengurangan Produk/Kemasan Plastik Sekali Pakai di Kota
Balikpapan?; 2. Bagaimana penegakan hukum terhadap penggunaan
produk/kemasan plastik sekali pakai di Kota Balikpapan? Penelitian ini merupakan
penelitian hukum normatif yang didukung dengan data empiris dan dengan metode
yuridis normative. Data penelitian dikumpulkan melalui studi pustaka, studi
dokumen dan wawancara. Analisis dilakukan menggunakan metode analisis data
kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa latar belakang dibentuknya
Perda No. 1 Tahun 2019 tentang Pengurangan Penggunaan Produk/Kemasan
Plastik Sekali Pakai di Kota Balikpapan adalah untuk membantu pemerintah dalam
menyelesaikan isu manajemen sampah plastik yang buruk di Indonesia melalui
menekan penggunaan kantong plastik dalam menyelaraskan penyelesaian isu
tersebut juga sebagai salah satu strategi dalam manajemen sampah plastik dalam
rangka mengurangi penggunaan kantong plastik yang beredar di Kota Balikpapan
untuk membantu mewujudkan Kota Balikpapan yang berkomitmen terhadap
lingkungan.. Penelitian ini merekomendasikan pemerintah Kota Balikpapan untuk
mengadakan pelatihan dan memberikan teknologi yang dapat mendukung kepada
kepada UMKM untuk membuat kantong alternatif ramah lingkungan dan
memberikan teknologi untuk mendukung pelaksanaan perda ini.
Kata Kunci: Pembentukan Perda, Penegakan Hukum, Sampah Plastik
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara kesatuan memiliki tanggung jawab mengenai pelaksanaan
roda pemerintahan yang pada dasarnya kewenangannya dimiliki oleh
pemerintah pusat. Akibat dari sistem pemerintahan Indonesia yang
menganut asas desentralisasi, maka tugas-tugas tertentu yang diurus sendiri,
selanjutnya melahirkan hubungan timbal balik yang melahirkan adanya,
hubungan kewenangann dan pengawasan.1 Desentralisasii pemerintahan
yang pelaksanaannyaa diwujudkan dengan pemberian otonomi kepada
daerah-daerah didalam meningkatkan daerah-daerah mencapai daya guna
dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan
terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan. Dengan demikian
daerahh perlu diberikan wewenang untuk melaksanakan berbagai urusan
pemerintahan sebagaii urusan rumahh tangganya, serta sekaligus memiliki
pendapatan daerah.2
Sistem otonomi daerah memiliki hubungan kewenangan antara
pusat dan daerah, antara lain bertalian dengan caraa pembagian urusan
penyelenggaraan pemerintahan atau cara menentukan urusan rumah tangga
1 Ni’matul Huda, Hukum Pengawasan Pemerintah, Ctk. Pertama, Nusamedia, Bandung, 2009,
hlm. 43 2 Inu Kencana Syafei, Sistem Pemerintahan Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hlm. 85-86
2
daerah. Cara penentuan inii akan mencerminkan suatu bentuk otonomi
terbatas atau otonomii luas. Dapat digolongkan sebagai otonomii terbatas
apabila: Pertama, urusan-urusan rumah tangga daerah ditentukan secara
kategoris dan pengembangannyaa diatur dengan cara-cara tertentu. Kedua,
apabila sistem supervisii dan pengawasan dilakukan sedemikian rupa,
sehingga daerah otonom kehilangan kemandirian untuk menentukan secara
bebas cara-cara mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. Ketiga,
sistem hubungan keuangan antara pusat dan daerah yang menimbulkan hal-
hall seperti keterbatasan kemampuan keuangan aslii daerah yang akan
membatasi ruang gerak otonomi daerah.3
Untuk mendukung berjalannya pemerintahan daerah,
dibutuhkannya suatu peraturan yang dapat dijadikan landasan agar
terciptanya pemerintahan daerah yang baik. Peraturann perundang-
undangan merupakan hukum tertulis yang dibuat oleh pejabat yang
berwenang, berisii aturan-aturan tingkah laku yang bersifat abstrak dan
mengikat umum.4 Peraturan daerah adalah Peraturan Perundang-undangan
yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan
bersamaa Kepala Daerah (gubernur atau bupati/wali kota). Peraturan daerah
dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah
Propinsi/Kabupaten/Kota dan tugas pembantuan serta merupakan
3 Bagir Manan, Perjalanan Historis Pasal 18 UUD 1945, UNISKA, Jakarta, 1993, hlm. 87 4 Aziz Syamsudin, Proses dan Teknik Perundang-Undangan, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm. 13
3
penjabaran lebih lanjut darii peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi dengan memperhatikan cirii khas masing-masing daerah.5
Lingkup wewenang perda ditentukan bahwa perda mengatur urusan
rumah tangga dii bidang otonomi dan urusan rumah tangga di bidang tugas
pembantuan. Di bidang otonomi, aperda dapat mengatur segala urusan
pemerintahan dana kepentingan masyarakat yang tidak diatur oleh pusat,
sedangkan idi bidang tugas pembantuan, perda tidak mengatur substansi
urusan pemerintahan aatau kepentingan masyarakat. Perda di bidang tugas
pembantuan ahanya mengatur tata cara melaksanakan substansi urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat.6
Landasan bagii pemerintah daerah dalam melaksanakan kebijakan
penegakan hukum lingkungan ddidaerah adalah ketentuan-ketentuan
hukum nasional yang berkaitan dengan masalah lingkungan baik ituu yang
merupakan ketentuan umum maupun ketentuan sektoral. Sementara dalam
pelaksanaan pemerintahan dii daerah merujuk pada aturan-aturan tentang
otonomi daerah. Hal inii menunjukkan bahwa dalam mewujudkan
kebijakan Ingkungan di daerah maka antara aturan-aturan tentang
lingkungann hidup dan aturan-aturan tentang otonomi daerah harus bisa
saling bersinergi.7
5 Lihat Pasal 236 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah 6 Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2001, hlm. 72 7 Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Penerbit Gadjah Mada University Press, Jakarta,
1990, hlm. 31
4
Permasalahan sampah dii Indonesia merupakan masalah yang belum
terselesaikan hingga saat iini, Sementara itu dengan bertambahnya jumlah
penduduk maka akan mengikuti pula bertambahnya volume timbulan
sampah yang dihasilkan idari aktivitas manusia. Berdasarkan data yang
diperoleh dari Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) dan Badan
Pusat Statistik n(BPS), sampah plastik di Indonesiaa mencapai 64 juta
ton/tahun adimana sebanyak 3,2 juta ton merupakan sampah plastik yang
dibuang ke laut dan kantong plastik yang terbuang ke lingkungan sebanyak
10 miliar lembarr per tahun atau sebanyak 85.000 ton kantong plastik. Oleh
sebab itu, Indonesia idisebut sebagai negara kedua penghasil sampah plastik
di dunia yang dibuang ke laut.8
Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah Kota
Balikpapan untuk mengurangii sampah plastik adalah dengan
mengeluarkan surat edaran mengenai ipenggunaan kantong plastik
berbayar seharga Rp. 200 untuk i di beberapa pusat perbelanjaan modern
seperti pasar swalayan atau mal. Terkait penerapan program kantong
plastik berbayar yang seolah tak mampu menekan sampah di Kota
Balikpapan, maka Dinas Lingkungan Hidup Kota Balikpapan mengusulkan
untuk membuat peraturan wali kota guna mengendalikan i penggunaan
kantong plastik sehingga dikeluarkan Peraturan Wali Kota Nomor 8 Tahun
2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik yang kemudian
8 https://megapolitan.kompas.com/read/2018/08/19/21151811/indonesia-penyumbang-sampah-
plastik-terbesar-kedua-di-dunia diakses pada tanggal 20 November 2019 pukul 15.20 WIB
5
diperkuat dengan Perda Nomor 1 Tahun 2019 tentang iPengurangan
Produk/Kemasan Plastik Sekali Pakai.
Setelah ditetapkannya Perda Nomor 1 Tahun 2019 yang mengatur
tentang Pengurangan Produk/Kemasan Plastik Sekali Pakai, dalam
penerapannya masih banyak fenomena sosial yang perlu mendapatkan
perhatian yang khusus dari i masyarakat yaitu sampah plastik. Lebih
tepatnya kantong plastik yang masih banyak I digunakan masyarakat dalam
kegiatan sehari-hari. Maka daripada itu Peraturan Daerah tersebut tidak
dapat diterapkan i secara maksimal, dikarenakan dalam kesehariannya
masih banyak i pelaku usaha yang masih menggunakan kantong berupa
produk/kemasan plastik sekali pakai.
Dalam Perda Nomor 1 Tahun 2019 Pasal 6 menjelaskan bahwa:
“Penggunaan Produk/Kemasan Plastik Sekali Pakai dilarang di
Kawasan:
a. Pusat perbelanjaan;
b. Hypermarket;
c. Department store;
d. Supermarket;
e. Retail modern;
f. Rumah makan/restoran;
g. Kantin;
h. Toko roti;
i. Pasar rakyat;
j. Fasilitas umum;
k. Fasilitas olahraga;
l. Tempat ibadah;
m. Angkutan umum;
n. Kawasan Pendidikan;
o. Kawasan wisata;
p. Perkantoran; dan
q. Tempat lainnya yang ditetapkan Wali Kota.”
Pelarangan penggunaan kemasan plastik sekali pakai sudah mulai
berlaku di beberapa tempat yang sudah disebutkan dalam Pasal 6 tersebut,
6
namun untuk tempat-tempat seperti Kawasan Pendidikan, fasilitas umum,
angkutan umum dan beberapa Kawasan lainnya masih sering ditemui
penggunaan i plastik tersebut.
Meskipun dalam Pasal 6 ayat (2) dijelaskan bahwa: “Setiap orang
yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan
sanksi administratif berupa:
a. Teguran lisan;
b. Teguran tertulis;
c. Penghentian sementara kegiatan; dan/atau
d. Pencabutan sementara izin.”
Pentingnya lingkungan hidup bagi kelangsungan hidup manusia
untuk kehidupan sehari-hari, maka diperlukan peran pemerintah daerah
dalam mewujudkan i lingkungan hidup yang bersih tidak ada pencemaran
lingkungan yang dilakukan oleh sebagian manusia. Maka penulis akan
menuliskan mengenai “Pembentukan dan Penegakan Perda Nomor 1 Tahun
2019 tentang Pengurangan Produk/Kemasan i Plastik Sekali Pakai di Kota
Balikpapan”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat ditarik beberapa rumusan
masalah sebagai berikut:
7
1. Apa yang menjadi latar belakang dibentuknya Perda Kota Balikpapan
Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pengurangan Produk/Kemasan Plastik Sekali
Pakai di Kota Balikpapan?
2. Bagaimana penegakan hukum terhadap penggunaan produk/kemasan
plastik sekali pakai di Kota Balikpapan?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan yaitu:
1. Untuk mengetahui latar belakang dibentuknya Perda Kota
Balikpapan Nomor 1 Tahun 2019.
2. Untuk mengetahui penegakan hukum terhadap penggunaan
produk/kemasan plastik sekali pakai di Kota Balikpapan.
D. Orisinalitas Penulisan
Skripsi disusun ini berdasarkan hasil dari penelitian penulis
dilapangan dengan focus mencari tahu mengenai penegakan hukum
khususnya terhadap pelaku usaha di Kota Balikpapan dalam penggunaan
kemasan plastik. Sepengetahuan penulis, belum ada kajian yang terait hal
itu walaupun sudah pernah dilakukan penelitian di Kota Bandar Lampung
oleh Caca Yudha Prawira, mahasiswa Universitas Lampung, fakultas
Hukum, dengan judul “Pelaksanaan Surat Edaran Kementrian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan Nomor: SE.8/PSLB3/PS/PLB.0/5/2016 tentang
Pengurangan Sampah Plastik Melalui Penerapan Kantong Belanja Plastik
8
Sekali Pakai Tidak Gratis di Kota Bandar Lampung” dengan fokus kepada
faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi dan penghambat
pelaksanaan Surat Edaran Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Nomor: SE.8/PSLB3/PS/PLB.0/5/2016 tentang Pengurangan Sampah
Plastik Melalui Penerapan Kantong Belanja Plastik Sekali Pakai Tidak
Gratis.
Penelitian kedua yang dilakukan oleh Arif Firmanto, mahasiswa
Universitas Lampung, jurusan Sosiologi, dengan judul “Respon Pemilik
Usaha Ritel Modern Tentang Kebijakan Diet Kantong Plastik (Studi
Supermarket dan Minimarket di Kecamatan Rajabasa” berfokus pada
respon pemilik usaha ritel modern tentang kebijakan diet kantong plastik
serta strategi pemilik usaha ritel modern dalam mendukung kebijakan diet
kantong plastik di Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung.
Skripsi lainnya dengan penulis Mochammad Fuad Hasan,
mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Fakultas Syari’ah dan
Hukum, yang berjudul “Tinjauan Maslahah Musalah Terhadap Kebijakan
Kantong Plastik Berbayar di Minimarket Surabaya” mengambil fokus
mengenai mekanisme penerapan kebijakan kantong pkastik berbayar serta
tinjauan maslahah mursalah terhadap kebijakan kantong plastik berbayar di
minimarket di Surabaya.
Dari beberapa judul penelitian diatas jelas memiliki perbedaan
dengan penelitian yang akan penulis lakukan berdasarkan subjek dan objek.
Penelitian ini berfokus pada latar belakang dibentuknya serta bagaimana
9
proses penegakan hukumnya demi terwujudnya tujuan dari Perda Kota
Balikpapan Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pengurangan Produk/Kemasan
Plastik Sekali Pakai tersebut.
E. Tinjauan Pustaka
1. Pemerintahan Daerah
Menurut Bhenyamin Hoessein, istilah pemerintahan daerah
mengandung tiga arti. Pertama, berarti pemerintahan lokal itu
sendiri.Kedua, pemerintahan lokal yang dilakukan oleh pemerintahan
lokal. Ketiga berarti, daerah otonom.9 Pemerintahan daerah i dalam arti
yang pertama menunjuk pada lembaga atau organnya. Maksudnya
pemerintahan daerah adalah organ atau badan atau organisasi
pemerintah di tingkat daerah atau wadah yang menyelenggarakan
kegiatan pemerintahan di daerah. Sedangkan pemerintahan daerah
dalam i arti i kedua menunjuk pada fungsii kegiatannya.
Pemerintahan Daerah adalah pemerintahan yang diselenggarakan
oleh badan-badan daerah yang dipilih secara bebas dengan tetap
mengakui supremasi pemerintahan nasional.Pemerintahan ini diberi
kekuasaan, diskresi (kebebasan mengambil kebijakan), dan tanggung
jawab tanpa dikontrol oleh kekuasaan yang lebih tinggi.10
9 Hanif Salsabila, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Gramedia Widyasarana
Indonesia, Jakarta, 2007, hlm. 2 10 Ibid, hlm. 26
10
Penjelasan umum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
pemerintahan daerah disebutkan bahwa Pemerintahan Daerah adalah
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.11
Penjelasan lebih lanjut mengenai bunyi Pasal 9 ayat (3) Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang menjelaskan bahwa urusan
pemerintahan konkuren adalah urusan pemerintahan yang dibagi antara
pemerintah pusat dan daerah provinsi dan daerah Kabupaten/kota
adalahh bahwa bahwa urusan pemerintahan konkuren yang menjadi
kewenangan daerah terdiri atas urusan pemerintahan wajib dan urusan
pemerintahann pilihan.
Urusan pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan yang
berkaitan dengan pelayanan dasar dan urusan pemerintahan yang tidak
berkaitan dengan pelayanan dasar. Urusan pemerintahan wajib yang
berkaitan dengan pelayanan dasar adalah urusan pemerintahan wajib
yang sebagian substansinya merupakan pelayanan dasar.12
2. Produk Hukum Daerah
11 Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, Penjelasan Umum Butir Keempat 12 Lihat Pasal 11 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
11
Produk Hukum Daerah adalah produk hukum berbentuk peraturan
meliputi Perda atau nama lainnya, Perkada, Peraturan DPRD dan
berbentuk keputusan meliputi Keputusan Kepala Daerah, Keputusan
DPRD, Keputusan Pimpinan DPRD dan Keputusan Badan Kehormatan
DPRD.13
Proses pembuatan Peraturan Daerah mengandung materi i muatan
yang diharuskan memuat dasar dan garis besar hukum dalam
penyelenggaraan negara dan merupakan hukum dasar dalam peraturan
perundang-undangan, dengan syarat materi muatan tidak bertentangan
dengan perundang-undangan lebih tinggi, materi i muatan tidak
bertentangan dengan kepentingan umum, materi muatan menyelesaikan
masalah/menjawab b kebutuhan.
Proses pembentukan produk hukum telah diatur di dalam UU
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan dan Permendagri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan
Produk Hukum Daerah. Penyusunan rancangan Peraturan Daerah,
antara lain:
a. Perencanaan
Raperda berasal dari Gubernur, DPRD Provinsi, Kumulatif
Terbuka (APBD, Putusan MA, penataan kecamatan/desa).
Perencanaan penyusunan Perda melalui Program
13 Pasal 1 angka 17 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 120 Tahun 2018
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang
Pembentukan Produk Hukum Daerah
12
Pembentukan Program Daerah Pasal 239 UU No. 23 Tahun
2014 tentang Pemerindahan Daerah. Program pembentukan
Perda adalah instrument perencanaan program pembentukan
Peraturan Daerah Provinsi atau Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota yang disusun secara terencana, terpadu dan
sistematis.
Program pembentukan Perda merupakan pedoman dan
pengendali penyusunan Peraturan Daerah yang mengikat
lembaga yang berwenang (Pemerintah Daerah dan DPRD)
dalam membentuk Peraturan Daerah. Kehadiran program
Pembentukan Perda merupakan bagian yang dipersyaratkan
dalam pembentukan peraturan daerah, sebagaimana
kehendak Pasal 1 angka 1 dan Pasal 32 UU No. 12 Tahun
2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Semua ketentuan mengenai program legislasi daerah dan
badan legislasi daerah yang sudah ada sebelum Undang-
Undang ini berlaku harus dibaca dan dimaknai sebagai
program pembentukan Perda dan badan pembentukan perda,
sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang.
Penyusunan Prolegda/Program Pembentukan Perda yakni
ada 2 mekanisme penyusunan program pembentukan Perda
dengan Substansi program pembentukan Perda.14
14 Permendagri Nomor 1 Tahun 2014, Pasal 9
13
b. Persiapan
Raperda dan Naskah Akademis disiapkan SKPD terkait,
selanjutnya harmonisasi di i Biro Hukum melibatkan SKPD
teriakt (Tim Penyusun Raperda). Setelah itu terjadi
pembahasan antara gubernur dan DPRD.
c. Pembahasan
Penjelasan Gubernur selanjutnya akan dimintai pandangan
berupa tanggapan/jawaban terhadap pandangan umum oleh
fraksi dan dilakukan pembahasan berupa pengambilan
keputusan dalam paripurnadan pendapat akhir gubernur, lalu
disampaikan dari DPRD ke Gubernur. Permohonan nomor
registrasi i di biro hukum Kemendagri selama 7 hari i untuk
penetapan dan pengundangan dan selanjutnya dilaksanakan
penyebarluasan.
d. Pengesahan
Penandatanganan produk hukum daerah yang bersifat
pengaturan misalnya Perda, Peraturan Kepala Daerah
(Perkada), Peraturan bersama kepala daerah dilakukan oleh
kepala daerah. Penandatanganan peraturan DPRD dilakukan
oleh ketua DPRD atau wakil ketua DPRD, penandatanganan
produk hukum daerah yang bersifat penetapan misalnya
keputusan kepala daerah dilakukan oleh kepala daerah.
Dapat didelegasikan kepala wakil kepala daerah, sekda, atau
14
kepala SKPD. Penandatanganan i keputusan DPRD
dilakukan oleh ketua DPRD atau wakil ketua DPRD, khusus
keputussn badan kehormatan DPRD dilakukan oleh ketua
Badan Kehormatan (BK) DPRD.15
e. Pengundangan
Perda yang telah ditetapkan diundangkan dalam lembaran
daerah yang merupakan penerbitan remi i pemerintah
daerah. Pengundangan merupakan pemberitahuan secara
formal suatu Perda sehingga mempunyai daya ikat pada
masyarakat. Peraturan bersama Kepala Daerah (Perkada)
dan peruaturan DPRD yang telah ditetapkan diundangkan
dalam berita daerah.16
Implementasi menyangkut proses penyusunan peraturan
perundang-undangan dalam penerapan dan menjalankan peraturan di
dalam produk hukum. Menurut KBBI sendiri, arti i implementasi yakni
pelaksanaan atau penerapan yang l telah disusun secara cermat dan rinci.
Implementasi bukan hanya sekedar kata aktivitas, namun juga
menunjukan suatu kegiatan yang direncanakan serta dilaksanakan
dengan serius juga l mengacu pada norma-norma tertentu guna
mencapai tujuan kegiatan. Bentuk-bentuk implementasi banyak
15 Permendagri Nomor 1 Tahun 2014, Pasal 60 16 Permendagri Nomor 1 Tahun 2014, Pasal 69
15
macamnya l seperti sosialisasi, manajemen, penegakan, pengelolaan,
pengendalian, pengawasan, penertiban, dll.
3. Penegakan Hukum
Penegakan hukum dalam kehidupan masyarakat sangat penting,
karena apa yang terjadi justru tujuan hukum terletak pada penegakan
hukum itu. Ketertiban akan dapat terwujud dalam kenyataan jika hukum
dilaksanakan. Hukum dibuat untuk dilaksanakan. Penegakan hukum
adalah kata Indonesia untuk law enforcement. Dalam bahasa Belanda
dikenal rechtstopassing dan rechtshandhaving. Penegakan hukum
adalah suatu proses logis yang mengikuti suatu peraturan hukum.17
Istilah penegakan hukum dalam Bahasa Indonesia membawa kepada
pemikiran bahwa penegakan hukum selalu dengan force sehingga ada
yang berpendapat, bahwa penegakan hukum hanya bersangkutan
dengan hukum pidana saja.18 Secara konsepsional, Soerjono Soekamto
mengatakan bahwa inti dari penegakan hukum terletak pada keinginan
menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di i dalam kaidah-
kaidah yang mantab, mengejawatkan dan sikap tindak sebagai
rangaiakn penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara
dan mempertahakan kedamaian pergaulan hidup.19
17 Satjipto Rahardjo, Sosiologis Hukum Perkembangan Metode dan Pilihan Masalah, Genta
Publishing Yogyakarta, 2010, hlm. 191 18 Andi Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan, Sinar Baru, Jakarta, 2003, hlm. 15 19 Sorerjono Soekamto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali Pers,
Jakarta, 2010, hlm. 5
16
Berdasarkan penjelasan diatas dapatlaj ditarik suatu kesimpulan
sementara, bahwa masalah pokok penegakan hukum sebenarnya
terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-
faktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif
atau negatifnya terletak apda isi faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor
tersebut, adalah sebagai berikut:20
1. Faktor hukumnya sendiri, yang didalam tulisan ini akan dibatasi
pada undang-undang saja.
2. Faktor penegak hukum, yakni pihal-pihak yang membentuk maupun
menerapkan hukum hukum
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukjum tersebut
berlaku atau diterapkan.
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di l dalam pergaulan hidup.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris.
Penelitian hukum empiris adalah penelitian hukum yang
menkonsepsikan hukum sebagai pola perilaku konstan dan/atau hukum
sebagai interaksi sosial.
2. Metode Pendekatan
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan penelitian
yuridis normatif, yaitu melakukan kajian hukum dengan penelitian
berdasar data primer serta wawancara langsung. Selain pendekatan
20 Ibid, hlm. 7
17
yuridis normatif, penulis juga menggunakan metode pendekatan yuridis
sosiologis yaitu sudut pandang hukum yang berlaku dalam masyarakat.
3. Obyek Penelitian
Objek penelitian ini berkaitan dengan implementasi Perda Nomor 1
Tahun 2019 tentang l Pengurangan Penggunaan Produk/Kemasan
Plastik Sekali Pakai di Kota Balikpapan.
4. Subyek Penelitian
Subyek penelitian kali ini terdiri atas Personil Dinas Lingkungan Hidup
Kota Balikpapan, Personil Dinas Perdagangan Kota Balikpapan,
Personil Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Balikpapan
sebagai pihak pertama yang melakukan penegakan hukum terhadap
pengawasan atas penerapan pengurangan penggunaan produk/kemasan
plastik sekali pakai dan informan lain yang dapat mendukung perolehan
data primer ini.
5. Sumber Data
a. Data Primer, adalah data yang diperoleh secara langsung melalui
wawancara dengan Pemerintah Daerah, yaitu Dinas Lingkungan
Hidup, Dinas Perdagangan dan Satpol PP Kota Balikpapan.
b. Data Sekunder, yaitu bahan-bahan yang secara tidak langsung dari
sumbernya, yang dapat diperoleh dari penelitian perpustakaan.
Penelitian perpustakaan adalah penelitian yang diperoleh dengan
cara mempelajari l bahan-bahan hukum. Bahan-bahan hukum yang
digunakan dalam penelitian ini antara lain:
18
1.) Bahan Hukum Primer
Bahan hukum yang mengikat terdiri dari peraturan perundang-
undangan yang berlaku atau ketentuan-ketentuan yang berlaku
antara lain:
a.) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b.) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
c.) Peraturan Daerah Kota Balikpapan Nomor 1 Tahun 2019
tentang Pengurangan Penggunaan Produk/Kemasan Plastik
Sekali Pakai
d.) Peraturan Walikota Nomor 8 Tahun 2018 tentang
Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik.
2.) Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yang digunakan untuk mendukung
bahan hukum primer, diantaranya berasal dari hasil karya para
sarjana, jurnal, data yang diperoleh dari instansi, serta buku-
buku kepustakaan yang dapat dijadikan referensi yang dapat
menunjang i penelitian l ini.
3.) Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum yang mendukung bahan hukum sekunder yang
berasal dari kamus, indeks kumulatif, terminologi hukum.
6. Teknik Pengumpulan Data
19
1.) Wawancara. Tanya jawab dalam komunikasi verbal (berhubungan
lisan), bertatap muka diantara pewawancara dengan responden,
yaitu para pihak yang menjadi subjek dari penelitian.
2.) Studi kepustakaan. Studi ini dimaksudkan dengan mengkaji atau
memahami data-data sekunder dengan berpijak pada literatur
maupun peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
permasalahan l penelitian.
7. Metode Pendekatan
Penelitan ini menggunakan metode pendekatan Yuridis Sosiologis,
yaitu meninjau dan membahas objek l penelitian dengan
menitikberatkan l pada segi-segi yuridis.
8. Analisis Data
Analisis data yang akan digunakan adalah analisis kualitatif, yaitu
analisis yang dilakukan dengan dengan cara pandang dan perspektif
penulis yang didasarkan pada apa yang telah penulis dapatkan dari
beberapa literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang ada,
penelitian lapangan, serta pendapat-pendapat lain, informasi, maupun
segala keterangan yang disertai dengan dasar hukum yang kuat, untuk
selanjutnya setelah diolah, kemudian dituangkan dalam bentuk skripsi
yang disusun secara sistematis.21
21 H. Hilman Hadikusuma, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum, CV.
Mandar Maju, 1995, Bandung, hlm. 93-98
20
G. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN. Dalam Bab ini akan diuraikan mengenai latar
belakang, permasalahan, tujuan penelitian, metode penelitian yang
digunakan, kerangka konsepsional, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORI. Dalam bab ini menguraikan mengenai
Pemerindahan Daerah, penjelasan mengenai Produk Hukum Daerah dan
Penegakan Hukum terkait Perda Kota Balikpapan Nomor 1 Tahun 2019
tentang Pengurangan Produk/Kemasan Plastik Sekali Pakai.
BAB III PEMBAHASAN. Membahas mengenai implementasi Perda Kota
Balikpapan Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pengurangan Produk/Kemasan
Plastik Sekali Pakai dan penegakan hukum terhadap pelaksanaan Perda
Kota Balikpapan Nomor 1 Tahun 2019.
BAB IV PENUTUP. Pada bab ini berisi kesimpulan dan saran dimana
kesimpulan merupakan jawaban terhadap rumusan permasalahan yang
terdapat pada pendahuluan sedangkan saran-saran merupakan
sumbangan pemikiran penulis berdasarkan hasil penelitian.
BAB II
TINJAUAN TEORI TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH, PRODUK
HUKUM DAERAH DAN PENEGAKAN HUKUM
21
A. PEMERINTAHAN DAERAH
1. Sejarah Pemerintahan Daerah di Indonesia
Secara historis, pemerintahan lokal atau daerah yang ada saat ini
berasal dari perkembangan praktik pemerintahan i di Eropa pada abad
ke 11 dan 12. Pada saat itu muncul satuan-satuan wilayah di tingkat
dasar yang secara alamiyah l membentuk suatu lembaga pemerintahan.
Pada awalnya satuan-satuan wilayah tersebut merupakan suatu
komunitas swakelola di sekelompok penduduk. Satuan-satuan l wilayah
tersebut22 diberi nama municipal (kota), county (kabupaten),
commune/gemente (desa).23
Konsep Local Government sebenarnya berasal dari Barat. Oleh
karena itu, pendekatan padanya mesti k menggunakan perspektif orang
Barat dalam memahami istilah tersebut. Bhenyamin Hoessein
menjelaskan bahwa Local Governmentdapat mengandung tiga arti.
Pertama, berarti ppemerintahan lokal. Kedua, ppemerintahan lokal
yang dilakukan oleh pemerintahan lokal.Ketiga berarti, daerah
otonom.24
Local Government dalam arti yang pertama menunjuk pada
lembaga atau organnya. Maksudnya Local Government adalah
organ/badan/organisasi pemerintah di tingkat daerah atau wadah yang
22 Tim ICCE UIN Jakarta, Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Prenada
Media, Jakarta, 2005, hlm. 150 23 Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Gramedia Widyasarana
Indonesia, Jakarta, 2007, hlm. 2 24 Ibid
22
menyelenggarakan kkegiatan pemerintahan di daerah. Dalam arti ini
istilah, Local Government sering dipertukarkan dengan istilah lokal
authority. Baik Local Government mmaupun local authority, keduanya
menunjuk pada council dan major (legislator dan eksekutif) yang
rekrutmen pejabatnya atas dasar pemilihan. Dalam mkonteks Indonesia
Local Government merujuk pada kepala daerah dan DPRD yang
masing-masing pengisiannya dilakukan dengan ccara dipilih bukan
ditunjuk.25
Local Government dalam arti kedua menunjuk pada fungsi
kegiatannya. Dalam arti inii Local Government sama dengan
Pemerintahan Daerah. Dalam konteks Indonesia pemerintah daerah
dibedakann dengan istilah Pemerintahan Daerah. Pemerintahan Daerah
adalah badan atau organisasi yang lebih merupakan bentuk pasifnya,
sedangkan Pemerintahann Daerah merupakan bentuk aktifnya. Dengan
kata lain, Pemerintahann Daerah adalah kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah daerah.
Adapun pengertian organ dalam istilah Local Government tidak
sama dengan pemerintah pusat yang mencakup fungsi legislatif,
eksekutif, dan judikatif. Pada Local Government hampir tidak terdapat
cabang dan fungsi judikatif. Hal ini i terkait dengan materi pelimpahan
yang diterima l oleh pemerintahan lokal. Materi pelimpahan wewenang
kepada pemerintah lokal hanyalah kewenangan pemerintahan.
25 Ibid.
23
Kewenangan legislasi dan judikasi tidak diserahkan kepada pemerintah
lokal. Kewenangan legislasi l tetap dipegang oleh badan legislatif
(MPR, DPR, dan BPD) di pusat, sedangkan kewenangan judikasi tetap
dipegang oleh l badan peradilan l (mahkamah agung, pengadilan tinggi,
peradilan negeri, dan lain-lain).
Dalam tingkat daerah terdapat badan peradilan seperti
pengadilan tinggi di propinsi dan pengadilan negeri di kabupaten/kota
masing-masing bukan merupakan bagian dari pemerintah lokal. Badan-
badan peradilan tersebut adalah badan badan yang independent dan
otonom di bawah badan peradilan pusat.24 Istilah legislatif dan eksekutif
juga tidak lazim l digunakan pada Lokal Government.
Dalam sejarah Indonesia, Pembahasan l pemerintahan daerah
awalnya dikemukakan oleh Moh. Yamin dalam Sidang BPUPKI tanggal
29 Mei 1945. Moh. Yamin mengatakan bahwa:
“Negeri, Desa dan segala persekutuan hukum adat yang dibaharui
dengan jalan rasionalisme dan pembaharuan zaman, dijadikan kaki
susunan sebagai bagian bawah. Antara bagian atas dan bagian bawah
dibentuk bagian tengan sebagai Pemerintahan Daerah untuk
menjalankan Pemerintahan Urusan Dalam, Pangreh Praja”.25
Moh. Yamin membuat l rancangan sementara perumusan Undang-
Undang Dasar yang memuat tentang Pemerintahan Daerah, yang
berbunyi:
“Pembagian daerah Indonesia atas daerah yang besar dan kecil
dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-
undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan
24 Ibid, hlm. 25 25 Ni’matul Huda, Otonomi Daerah (Filosofi, Sejarah Perkembangan dan Problematika), Cetakan
II, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009, hlm. 1
24
dalam sistem pemerintahan negara, dan hak asal- usul dalam daerah-
daerah yang bersifat istimewa.”26
Selain Moh. Yamin, Soepomo selaku Ketua Panitia Kecil Perancang
Undang-Undang Dasar dalam l Sidang BPUPKI tanggal 5 Juli 1945, juga
menyampaikan suatu keterangan yang menyatakan:27
“Tentang Daerah, kita menyetujui bentuk persartuan, unie, oleh
karena itu l di bawah Pemerintahan Pusat, di bawah negara tidak ada
lagi negara. Tidak ada onderstaat, akan tetapi hanya Daerah. Bentuknya
Daerah itu dan bagaimana bentuk l Pemerintahan Daerah, ditetapkan
dalam undang-undang. Beginilah bunyi pasal 16.”
“Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk
susunan l pemerintahannya ditetapkan dalam undang- undang, dengan
memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem
pemerintahan l negara dan hak asal- usul dalam daerah yang bersifat
istimewa.”
Kemudian, pada 18 Agustus 1945, Soepomo, di hadapan Sidang
PPKI atas permintaan Soekarno, memberikan n penjelasan mengenai
randangan Undang-Undang Dasar yang akan disahkan sebagai Undang-
Undang Dasar 1945 Negara Republik Indonesia. Soepomo member
penjelasan tentang Pemerintah Daerah sebagai berikut:
“Di bawah Pemerintah Pusat ada Pemerintah daerah: Tentang
Pemerintah daerah di sini hanya ada satu pasal, yang berbynyi:
Pemerintah daerah diatur dalam undang-undang hanya saja, dasar-dasar
yang telah dipakai untuk negara itu juga harus dipakai untuk
Pemerintahan daerah, artinya Pemerintahan Daerah harus juga bersifat
permusyawaratan, i dengan lain perkataan harus ada Dewan Perwakilan
Rakyat. Dan adanya idaerah-daerah istimewa diindahkan dan dihormati,
kooti-kooti, sultanat-sultanat tetap ada dan dihormati susuannanya yang
asli, akan tetapi itu keadaannya i sebagai daerah, bukan negara, jangan
sampai ada salah paham i dalam menghormati adanya daerah...”
26 Ibid, hlm. 2 27 Ibid, hlm. 3
25
Berdasarkan pendapat dari dua tokoh perancang UUD 1945
tersebut, dapat disimpulkan bahwa esensi yang terkandung dalam ketentuan
Pasal 18 UUD 1945 adalah: pertama, keberadaan daerah otonomi dalam
penyelenggaraan Pemerintahan daerah yang didasarkan pada asas
desentralisasi. Kedua, l satuan pemerintahan tingkat daerah menurut UUD
1945 dalam peneyelenggaraan dilakukan dengan “memandang dan
mengingati dasar permusywaratan dalam sistem pemerintan negara”.
Ketiga, pemerintahan tingkat daerah i disusun dan diselenggarakan dengan
“memandang dan mengingati hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang
bersifat istimewa.”28
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat dikatakan bahwa
eksistensi pemerintahan l daerah pada suatu negara terlahir sebagai wujud
dari peerapan l asas pemencaran kekuasaan atau pembagian kekuasaan
(sharing of power) secara vertical yang dianut oleh negara yang
bersangkutan. Pemencaran kekuasan oleh pemerintah pusat kepada daerah
pada umumnya dilakukan karena alasan-alasan kondisi geografis negaranya
yang sangat luas dan penduduknya atau warga masyarakatnya yang pluralis,
serta permasalahan yang dihadapi semakin kompleks, sehingga tidak
mungkin semua kegiatan l pemerintahan dijalankan dan dikendalikan secara
langsung oleh pusat. Seperti yang dikemukakan oleh Sarundajang, bahwa
suatu negara, bagaimanapun l bentuknya dan seberapa luas-pun wilayahnya
28 Ibid, hlm. 4
26
tidak akan mampu menyelenggarakan pemerintahan secara sentral terus
menerus. Keterbatasan kemamuan pemerintah menimbulkan konsekuensi
logis dan disribusi l urusan-urusan pemerintahan negara kepada pemerintah
daerah.29
a. Keterkaitan Otonomi Daerah dan Desentralisasi
Indonesia adalah negara kesatuan yang menganut desentralisasi
dalam penyelenggaraan pemerintahan. Hal ini i menunjukkan bahwa dalam
penyelenggaraan l pemerintahan itu tidak hanya dilakukan oleh pemerintah
pusat tetapi juga oleh satuan pemerintah daerah. Ketentuan mengenai
penyelenggaraan pemerintahan daerah terdapat dalam Pasal 18 ayat (1)
UUD NRI 1945:
“Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah
provinsi dan daerah provinsi iyu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-
tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah,
yang diatur dalam undang-undang. Ayat (2) “Pemerintahan daerah provinsi,
daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Ayat (3)
“Pemerintahan daerah provindi, daerah kabupaten, dan kota memiliki
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota anggotanya dipilih melalui
pemilihan umum. Ayat (4) “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-
29 Sarundajang, Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2002,
hlm. 16
27
masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota
dipilih secara demokratis. Ayat (5) “Pemerintahan daerah menjalankan
otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undnag-
undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. Ayat (6) Pemerintahan
daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan perundang lain
untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Ayat (7) “Susunan dan
tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-
undang.
Menurut Bagir Manan, kehadiran i satuan pemerintahan otonom
dalam kaitannya dengan demokrasi akan menampakkan hal-hal
berikut:30
a. Secara umum, satuan pemerintahan otonom tersebut akan lebih
mencerminkan cita demokrasi daripada sentralisasi;
b. Satuan pemerintahan otonom dapat dipandang sebagai esensi sistem
demokrasi;
c. Satuan pemerintahan otonom dibutuhkan untuk mewujudkan
prinsip kebebasan dalam penyelenggaraan pemerintahan;
d. Satuan pemerintahan otonom dibentuk dalam rangka memberikan
pelayanan yang sebaik-baiknya terhadap masyarakat yang
mempunyai kebutuhan dan tuntunan yang berbeda-beda.
Penyelenggaraan pemerintahan daerah melalui l sistem
desentralisasi yang berinti atau bertumpu pada otonomi sangat mutlak di
dalam negara demokrasi. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa
desentralisasi bukan sekedar pemencaran wewenang (spreading van
30 Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Pusat Studi Hukum FH UII, Yogyakarta,
2001, hlm. 177
28
bevoegheid), tetapi mengandung l juga pembagian kekuasaan (scheidiny
van machten) untuk mengatur dan mengurus penyelenggaraan
pemerintahan negara antara pemerintah pusat dan satuan-satuan
pemerintahan tingkatan lebih rendah. Hal ini disebabkan desentralisasi
senantiasa berkaitan l status mandiri atau otonom. Dengan kata lain setiap
pembicaraan mengenai desentralisasi akan selalu dipersamakan atau dengan
sendirinya berarti membicarakan otonomi.31
Otonomi bukan sekedar pemencaran penyelenggaraan pemerintahan
untuk mencapai l efisiensi dan efektifitas pemerintahan. Otonomi adalah
sebuah tatanan ketatanegaraan (staatsrechtelijk), bukan hanya tatanan
administrasi Negara (administratiefrechtelijk). Sebagai tatanan
ketatanegaraan otonomi berkaitan dengan dasar-dasar l bernegara dan
susunan organisasi negara.32
Satuan pemerintahan daerah merupakan salah datu sendi negara atau
subsistem dari negara kesatuan. Dengan kata lain, daerah otonom
merupakan integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, hal ini
seperti yang l dinyatakan oleh Solly Lubis, bahwa pemerintahan di daerah
merupakan baguan integral dalam sistem politik dan pembangunan
nasional sehingga l garis politik dan perundnag-undangan mengenai
31 Ibid, hlm. 174 32 Ibid, hlm. 24
29
pemerintahan di daeraah harus konsisten dengan wawasan dan sistem
politik nasional.33
Dalam menyelenggarakan pemerintahan di Indonesia, secara
normatif l terdapat beberapa pengaturan tentang pemerintahan daerah sejak
kemerdekaan hingga sekarang sebagai berikut: Undang-Undang No. 1
Tahun 1945 tentang Kedudukan Komite nasional mencoba menyusun
pemerintahan pusat i dan pemerintahan daerah yang demokratis, dalam hal
ini negara dibagi dalam 8 Provinsi yang masing-masing dikepalai oleh
seorang Gubernur. Kemudian Provinsi dibagi lagi ke dalam beberapa
Kresidenan yang dikepalai oleh seorang Residen. Tetapi dalam undang-
undang ini belum ada kejelasan mengenai hubungan antara Pemerintah
Pusat dengan Pemerintah Daerah.
UU No. 20 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah, menitik
beratkan sistem pemerintahan yang demokratis, dengan menonjolkan sifat
pemerintahan kolegial, dengan menempatkan Pemerintah Daerah yang
terdiri atas Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Dewan Perwakilan
Daerah. Berdasarkan undang-undang ini, daerah diberikan kewenangan
untuk mengurus dan i mengatur rumah tangganya sendiri terdiri dari Daerah
Otonom dan Daerah Istimewa, yang terdiri atas tiga tingkatan yakni
Propinsi, Kabupaten l atau Kota Besar, dan Desa atau Kota Kecil.
33 Solly Lubis, Perkembangan Garis Politik dan Perundang-undangan Pemerintah Daerah,
Alumni, Bandung, 1983, hlm. 16
30
b. Organ Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Penyelenggara pemerintahan l daerah adalah Kepala Daerah dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam menyelenggarakan
pemerintahan, pemerintah pusat menggunakan asas desentralisasi, tugas
pembantuan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sementara itu, l pemerintah daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan
menggunakan cara desentralisasi dalam l wujud otonomi daerah dan tugas
pembantuan serta kewenangan dari dan/atas instansi vertikal.
Kemudian dalam penyelenggaraan pemerintahan, pemerintah
daerah berpedoman pada asas umum penyelenggaraan negara yang dalam
hukum administrasi negara dikenal dengan asas-asas umum peerintahan
yang layak. Asas-asas ini telah lama menjadi dasar pokok dalam
penyelenggaraan daerah yang mengikat secara wajib dan ditaati oleh
penyelenggara pemerintah baik di pusat maupun di daerah. Secara yuridis
formal, hal semacam ini diakui di negara Indonesia, dengan
diundangkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
penyelenggaraan negara yang bersih, bebas dari korupsi, kolusi, dan
nepotisme, ditambah asas efisiensi dan asas efektifitas. Kemudian dalam
Pasal 20 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
31
Daerah ditegaskan bahwa asas-asas tersebut dijadikan sebagai pedoman
dalam penyelenggaraan pemerintah daerah.34
Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004, pemerintah daerah terdiri dari kepala daerah dan
perangkat daerah. Perangkat daerah provinsi terdiri dari sekretariat daerah,
sekretariat DPRD, i dinas daerah, dan lembaga teknis daerah. Sementara itu,
perangkat daerah kabupaten / kota terdiri atas, i sekretariat daerah,
sekretariat DPRD, dinas daerah dan lembaga teknis daerah, kecamatan, dan
kelurahan.
Ketentuan yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 diatur dengan l Peraturan pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 Tentang
Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, yang kemudian diganti dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Pedoman i Organisasi
Perangkat Daerah.
Perangkat daerah kabupaten/kota adalah unsur pembantu kepala
daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang terdiri dari
sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah dan lembaga teknis
daerah, kecamatan, dan kelurahan.35
34 Suwoto Mulyosudarmo, Peralihan Kekuasaan: Kajian Teoritis dan Yuridis Terhadap Pidato
Nawaksara, PT. Gramedia, Jakarta, 1997, hlm. 40 35 Pasal 1 Angka 8 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007
32
Sekretariat daerah dipimpin oleh sekretaris daerah yang mempunyai
tugas dan l kewajiban membantu kepala daerah dalam menyusun kebijakan
dan mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah. Dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya, sekretaris daerah bertanggung
jawab kepada l kepala daerah. Sekretaris daerah kabupaten/kota dianggkat
oleh Guubernur atas usul Bupati/Walikota.
Kedudukan, tugas, dan fungsi sekretariat daerah kabupaten/kota
diatur didalam Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007
anatara lain:
(1) Sekretariat daerah merupakan unsur staf
(2) Sekretariat daerah mempunyai tugas dan kewajiban membantu
bupati/walikota dalam menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan dinas
daerah dan lembaga teknis daerah.
(3) Sekretariat daerah dalam melaksanakan tugas dan kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) menyelenggarakan fungsi:
a) Penyusunan kebijakan daerah
b) Pengkoordinasian pelaksanaan tugas dinas daerah dan lembaga teknis
daerah
c) Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan pemerintahan daerah
d) Pembinaan administrasi dan aparatur pemerintahan
e) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh bupati/walikota sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
(4) Sekretariat daerah dipimpin oleh sekretaris daerah
(5) Sekretaris daerah berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada
bupati/walikota.
Demikian pula sekretariat DPRD, dipimpin oleh sekretaris DPRD
yang diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur untuk Provinsi dan
Bupati/Walikota untuk kabupaten/kota. Berdasarkan Pasal 11 Peraturan
33
Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007, kedudukan, tugas, dan fungsi
Sekretariat DPRD adalah:
(1) Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut
sekretariat DPRD merupakan unsur pelayanan terhadap DPRD
(2) Sekretariat DPRD mempunyai tugas menyelenggarakan administrasi
kesekretariatan, administrasi keuangan, mendukung pelaksanaan tugas dan
fungsi DPRD, dan menyediakan serta mengkoordinasikan tenaga ahli yang
diperlukan DPRD sesuai dengan kemampuan keuangan daerah
(3) Sekretariat DPRD dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) menyelenggaraakn fungsi:
a) Penyelenggaraan administrasi kesektretariatan DPRD
b) Penyelenggaraan administrasi keuangan DPRD
c) Penyelenggaraan rapat-rapat DPRD
d) Penyedia dan pengkoordinasian tenaga ahli yang diperlukan DPRD
(4) Sekretariat DORD dipimpin oleh sekretarus dewan
(5) Sekretariat dewan secara teknis operasional berada dibawah dan
bertanggung jawab kepada bupati/walikota melalui sekretaris daerah
Dalam suatu daerah otonom, dinas daerah merupakan unsur
pelaksana otonomi daerah. Dinas daerah dipimpin oleh Kepala Dinas yang
diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Daerah dari Pegawai Negeri Sipil
yang memenuhi syarat atas usul dari sekretaris daerah. Kepala dinas dalam
melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui
sekretaris daerah. Kedudukan, tugas, dan fungsi perangkat daerah
kabupaten/kota berdasarkan Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 41
Tahun 2007 adalah:
(1) Dinas daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah
(2) Dinas daerah mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan
daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan
(3) Dinas daerah dalam melaksakan tyugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) menyelenggarakan fungsi:
34
a) Perumusan kebijakan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya
b) Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum
sesuai dengan lingkup tugasnya
c) Pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup
tugasnya
d) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh bupati/walikota
sesuai dengan tugaas dan fungsinya
(4) Dinas derah dipimpin oleh kepala dinas
(5) Kepala dinas berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada
bupati/walikota melalui sekretari daerah
(6) Pada dinas daerah dapat dibentuk unit pelaksana teknis dinas untuk
melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional dan/atau
kegiatan teknis penunjang yang mempunyai wilayah kerja satu atau
beberapa kecamatan.
Selain dinas daerah, dikenal juga lembaga teknis daerah. Lembaga
ini merupakan unsur i pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan
dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik berbentuk badan,
kantor atau rumah sakit umum daerah. Lembaga-lembaga i tersebut diatas
dipimpin oleh kepala badan, kepaal kantor, dan kepala rumah sakit umum
daerah yang diangkat oleh Kepala Daerah dari Pegawai Negeri Sipil yang
memenuhi syarat atas usul sekretaris daerah. Kepala lembaga dimaksud
bertanggung jawab kepada i Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah.
Kedudukan, tugas, dan fungsi perangkat daerah kabupaten/kota
berdasarkan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 adalah:
(1) Lembaga teknis daerah merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah
(2) Lembaga teknis daerah dalam melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan
kebijakan daerah yang bersifat spesifik.
(3) Lembaga teknis daerah dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) menyelenggarakan fungsi:
a) Perumusan kebijakan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya
35
b) Pemberian dukungan atas penyelenggaran pemerintah daerah sesyau
dengan lingkup tugasnya
c) Pembinaan dan pelaksanaan tugas esuai dengan lingkup tugasnya
d) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh bupati/walikota sesuai
dengan tugas dan fungsinya
(4) Lembaga teknis daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
berbentuk badan, kantor dan rumah sakit
(5) Lembaga teknis daerah yang berbentuk badan dipimpin oleh kepala badan,
kepala kantor, dan yang berbentuk rumah sakit dipimpin oleh direktur
(6) Kepala dan direktur sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berkedudukan
dibawah dan bertanggung jawab kepada bupati/walikota melakui sekretarus
daerah
(7) Pada lembaga teknis daerah yang berbentuk badan, dapat dibentuk unit
pelaksana teknis tertentu untuk melaksanakan kegiata. Teknis operasional
dan/atau kegiatan teknis penunjang yang mempunyai wilayah kerja satu
atau beberapa kecamatan.
Susunan organisasi perangkat daerah, sebagaimana dikemukakan
diatas, ditetapkan i dalam Peraturan Daerah dengan memperhatikan faktor-
faktor tertentu dan berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Dalam hal ini,
yang dimaksud faktor-faktor tertentu adalah beban tugas, cakupan wilayah
dan jumlahh penduduk. Pengendalian organisasi perangkat daerah
dilakukan oleh pemerintah pusat l untuk provinsi dan oleh Gubernur untuk
Kabupaten/Kota i dengan berpedoman pada Peraturan Daerah. Dalam hal
ini yang dimaksud pengendalian adalah penerapan prinsip koordinasi,
integrasi, sinkronisasi, dan simplikasi dalam melakukan penataan organisasi
perangkat daerah.36
36 Penjelasan Pasal 128 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
36
1. PRODUK HUKUM DAERAH
Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, pengertian peraturan daerah
dibagi menjadi dua pengertian, yakni i peraturan daerah provinsi dan
peraturan daerah kabupaten/kota. Dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan, disebutkan pengertian peraturan daerah provinsi yaitu:
“Peraturan Daerah Provinsi adalah Peraturan Perundang-undangan
yang i dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan
persetujuan bersama Gubernur.”
Selanjutnya pengertian l peraturan daerah kabupaten/kota
disebutkan dalam pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagai berikut :
“Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundang-
undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota.”
Kemudian dalam pasal 1 angka (4) Permendagri No 1 Tahun 2014
tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, pengertian peraturan daerah
adalah sebagai berikut:
“Peraturan Daerah Provinsi atau nama lainnya dan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota atau nama lainnya, yang selanjutnya disebut Perda adalah
37
peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD dengan
persetujuan bersama Kepala Daerah”.
Pada prinsipnya, peraturan daerah l merupakan suatu produk hukum
yang dibentuk oleh Pemerintahan Daerah. Di Indonesia, Pemerintahan
Daerah terbagi atas pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah
kabupaten/kota. Pemerintahan daerah terdiri atas dua unsur, yakni
Pemerintah Daerah (Kepala Daerah) l dan DPRD. Dapat disimpulkan
bahwa secara umum, pengertian peraturan daerah dapat disebut juga
sebagai instrumen aturan yang l diberikan kepada pemerintah daerah dalam
rangka penyelenggaraan l pemerintahan daerah di masing-masing daerah
otonom.
Dalam pelaksanaan otonomi daerah, daerah-daerah di Indonesia
memiliki kewenangan untuk menghasilkan produk hukumnya sendiri, yang
dinamakan Produk Hukum Daerah. Produk hukum daerah adalah produk-
produk hukum yang dihasilkan oleh daerah provinsi dan daerah
kabupaten/kota. Ditinjau dari sifatnya, produk hukum daerah dapat dibagi
menjadi dua, yaitu produk hukum daerah yang bersifat pengaturan dan
produk hukum daerah yang bersifat penetapan.37
Produk hukum daerah yang bersifat pengaturan ada empat macam
yaitu peraturan daerah, peraturan kepala daerah, peraturan bersama kepala
37 Dikutip dari http://blog.unnes.ac.id/muhtada/2016/03/21/produk-hukum-daerah/. Diakses pada
14 Maret 2020, pukul 18.08 WITA
38
daerah dan peraturan DPRD. Dalam praktiknya, peraturan daerah atau
disingkat Perda dapat memiliki nama lain yang setara derajatnya, seperti
Qanun di Aceh dan Perdasi di Papua. Sedangkan peraturan kepala daerah
dapat berwujud peraturan gubernur, peraturan bupati, atau peraturan
walikota. Adapun produk hukum daerah yang bersifat penetapan adalah
keputusan kepala daerah dan penetapan kepala daerah.38
Kewenangan untuk membuat Peraturan Daerah (Perda) menurut
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
adalah merupakan kewenangan bersarna antara Kepala Daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Berikut pasal-pasal yang
menyebutkannya:
1. Pasal 136 ayat (1): "Perda ditetapkan oleh kepala daerah setelah
mendapat persetujuan bersama DPRD".
2. Pasal 140:
(1) Rancangan Perda dapat berasal dari DPRD, Gubernur, atau
bupati/walikota;39
(2) Apabila dalam satu masa sidang, DPRD dan Gubernur atau
Bupati/Walikota menyampaikan rancangan Perda mengenai materi
yang sama maka yang dibahas adalah rancangan Perda yang
disampaikan oleh DPRD, sedangkan rancangan Perda yang
38 Ibid. 39 Apabila dikaitkan dengan ketentuan Pasal 141 ayat (1) UU 32/2004, maka rancangan Perda
yang berasal dari DPRD dapat disampaikan oleh anggota komisi, gabungan komisi, atau alat
kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang legislasi.
39
disampaikan Gubernur atau Bupati/Walikota digunakan sebagai bahan
untuk dipersandingkan;
(3) Tata cara mempersiapkan rancangan Perda yang berasal dari
Gubernur atau Bupat/Walikota diatur dengan Peraturan Presiden.
3. Pasal 142:
(1) Rancangan Perda disampaikan oleh anggota, komisi, gabungan
komisi, atau alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang
legislasi;
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan rancangan
Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Tata
Tertib DPRD.
4. Pasal 144:
(1) Rancangan Perda yang disetujui bersama oleh DPRD dan Gubernur
atau Bupati/Walikota disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada
Gubernur atau Bupati/Walikota untuk ditetapkan sebagai Perda;
(2) Penyampaian rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak
tanggal persetujuan bersama;
(3) Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
ditetapkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota paling lama 30 (tiga)
puluh hari sejak rancangan tersebut disetujui bersama;
40
(4) Dalam ha1 rancangan Perda tidak ditetapkan Gubernur atau
Bupati/Walikota dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
rancangan Perda tersebut sah menjadi Perda dan wajib diundangkan
dengan memuatnya dalam lembaran daerah;
(5) Dalam hal sahnya rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat
(4), rumusan kalimat pengesahannya berbunyi, "Perda ini dinyatakan
sah", dengan mencantumkan tanggal sahnya;
(6) Kalimat pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) hams
dibubuhkan pada halaman terakhir Perda sebelum naskah Perda ke
dalam lembaran daerah.
Pasal 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor
80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah menyebutkan
bahwa Perda memuat materi muatan mengenai penyelenggaraan otonomi
daerah dan tugas pembantuan dan penjabaran lebih lanjut ketentuan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Selain materi tersebut,
perda dapat memuat materi muatan lokal sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Perda dapat memuat ketentuan tentang pembebanan biaya paksaan
penegakan/pelaksanaan Perda seluruhnya atau sebagian kepada pelanggar
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu Perda
juga dapat memuat ancaman pidana kurungan paling lama enam bulan atau
pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah.
41
Selain sanksi tersebut, Perda dapat memuat ancaman sanksi yang bersifat
mengembalikan pada keadaan semula dan sanksi administratif. adapun
sanksi administratif berupa:40
a. Teguran lisan:
b. Teguran tertulis;
c. Penghentian sementara kegiatan;
d. Penghentian tetap kegiatan;
e. Pencabutan sementara izin;
f. Pencabutan tetap izin;
g. Denda administratif dan/atau;
h. Saksi administrative lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Mengenai pembuatan suatu perundang-undangan terkait dengan
adanya materi muatan yang akan diatur, dalam Pasal 6 ayat (1)
UndangUndang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan menentukan bahwa materi muatan peraturan
perundang-undangan harus mencerminkan asas :
a. Pengayoman;
b. Kemanusiaan;
c. Kebangsaan;
d. Kekeluargaan;
e. Kenusantaraan;
f. Bhinneka Tunggal Ika;
g. Keadilan;
h. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
i. Ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
j. Keseimbangan, keserasian, keselarasan
Dalam UU No. 12 Tahun 2011 Pasal 14, materi muatan Peraturan
Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi materi
40 Pasal 5 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2015 tentang
Pembentukan Produk Hukum Daerah.
42
muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas
pembantuan serta i menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran
lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih lanjut peraturan
perundang-undangan iyang lebih tinggi. Adapun menurut UU No. 23 Tahun
2044 tentang Pemerintahan Daerah, Perda dibentuk dalam rangka
penyelenggaraan otonomi, tugas pembantuan dan merupakan penjabaran
lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan
memperhatikan i ciri khas masing-masing daerah.
Peraturan Daerah dan produk-produk legislasi daerah lainnya
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari hukum nasional secara
keseluruhan, jika dilihat dari sisi pandang kesisteman, maka produk
legislasi daerah ini adalah l salah satu bagian dari sistem hukum nasional,
khususnya pada subsistem l peraturan perundang-undangan atau substansi
hukum. Mengingat kedudukannya i tersebut, penysusnan dan pembentukan
Peraturan Daerah tundauk kepada aturan-aturan dan prosedur-prosedur
yang ditetapkan untuk pembentukan peraturan perundang-undangan pada
umumnya. Di samping itu, pengembangannya i harus tetap berjalan di atas
prinsip-prinsip dasar pengembangan hukum nasional pada umumnya,
seperti prinsip dasar Negara konstitusi dan Negara hukum, prinsip
43
kerakyatan, kesejahteraan, kesatuan, dan seterusnya, serta mengikuti
asasasas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik.41
Disamping itu, ada bebarapa hal yang patut dicatat dalam kaitan
upaya harmonisasi produk hukum Pusat dan Daerah antara lain:42
a. Pengaturan subtansi hukum di daerah harus dapat memperkuat sendi-
sendi negara berdasarkan konstitusi dan negara hukum, sendi
kerakyatan (demokrasi), dan sendi kesejahteraan sosial, dan
berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan
yang baik.
b. Pengaturan substansi produk legislasi daerah harus diupayakan
sedemikian rupa agar tetap berada di dalam bingkai Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Kondisi-kondisi kekhususan atay keistimewaan
daerah, keberadaan dan penerapan hukum agama dan hukum adar, serta
kearifan lokal mendapat tempat yang wajar dalam pengembangan
hukum di daerah.
c. Dari segi pembuatannya, kedudukan Peraturan Daerah, baik Perda
Provinsi maupun Perda Kabupaten/Kota, dapat dilihat setara dengan
Undang-undang, dalam arti semata-mata merupakan produk hukum
lembaga legislasi. Namun dari segi isinya, sudah seharusnya kedudukan
peaturan yang mengatur materi dalam ruang lingkup wilayah berlaku
yang lebih sempit dianggap mempunyai kedudukan lebih rendah
dibanding dengan peraturan dengan ruang lingkup wilayah
pemberlakuan yang lebih luas. Dengan demikian undang-undang lebih
tinggi kedudukannya daripada Perda (Provinsi/Kota). Karena itu, sesuai
prinsip hirarki perturan perundang-undangan, peraturan yang lebih
rendak tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang derajatnya lebih
tinggi.
d. Pengembangan dan pemberdayaan kelembagaan hukum, termasuk
badan legislative daerah, mudah dilakukan sesuai dengan tugas dan
fungsi yang menjadi tanggungjawabnya sepanjang yang menyangkut
pengaturan bidang pemerintahan yang menjadi urusan rumah tangga
daerah, dengan memperhatikan prinsip-prinsip manajemen pada
umumnya guna meningkatkan efisiensi dan efektivitas, serta
profesionalisme. Untuk bidang legislasi koordinasi antara legislative
dan eksekutif sangan penting untuk ditingkatkan.
41 Ni’matul Huda dan R. Naziriyah, Teori dan Pengujian Peraturan Perundang-undangan, Nusa
Media, Bandung, 2011, hlm. 114 42 Ibid
44
e. Pemberdayaan legislasi daerah tidak akan efektif jika disertai dengan
upaya pengembangan hukum atau peningkatan kesadaran hukum
masyarakat.
Dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pedoman Pembuatan Peraturan Perundang-Undangan, disebutkan asas-
asas pembentukan perundang-undangan yaitu:
a. kejelasan tujuan;
b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
c. kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan;
d. dapat dilaksanakan;
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;
f. kejelasan rumusan dan;
g. keterbukaan.
Pentingnya memperhatikan azas pembentukan peraturan
perundang-undangan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pedoman Pembuatan Peraturan Perundang-Undangan juga
menjadi salah satu faktor keefektifan berlakunya p peraturan daerah
tersebut. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui Direktorat
Produk Hukum Daerah l mengingatkan seluruh pemerintahan daerah lebih
cermat dalam membuat produk hukum daerah.
Berdasarkan hasil evaluasi Kemendagri banyak produk hukum
daerah, baik dalam bentuk peraturan daerah atau peraturan kepala daerah
yang bertentangan dengan azas dan prinsip hukum sebagaimana diatur
dalam kententuan perundang-undangan. Sering ditemukannya jenis dan
materi produk aturan hukum yang diusulkan daerah tidak sinkron dengan
azas hukum dimaksud, menyebabkan produk hukum tersebut tidak dapat
diterapkan dalam tahap pelaksanaan. Dimana sering kali pemerintah daerah
45
dalam merancang atau membuat produk hukum daerah adalah tidak
simplifikasi atau terlalu rumit, tidak sederhana. Hasil evaluasi juga
ditemukan ada beberapa satuan perangkat kerja daerah membuat aturan
masing-masing tanpa memperhatikan aspek rumpun atau bidang umum.43
Mengingat tugas pemerintah daerah dalam rangka otonomi daerah
semakin berat, maka pembentukan peraturan daerah, peraturan kepala
daerah, dan keputusan kepala l daerah memerlukan perhatian yang serius.
Proses harmonisasi, pembulatan dan pemantapan konsep rancangan
peraturan daerah merupakan hal yang harus ditempuh. Pengharmonisan
dilakukan untuk menjaga keselarasan, kebulatan konsepsi peraturan
perundang-undangan sebagai sistem agar peraturan perundang-undangan
berfungsi secara efektif.44
2. PENEGAKAN HUKUM
1. Pengertian Penegakan Hukum
Penegakan hukum merupakan rangkaian proses untuk menjabarkan
nilai, ide, cita yang cukup abstrak yang menjadi tujuan hukum atau cita
hukum yang memuat nilai-nilai moral, seperti keadilan dan kebenaran.45
43 Dikutip dari https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5a94089a208f5/produk-hukum-
daerah-dinilai-banyak-bertentangan-dengan-azas-dan-prinsip-hukum pada tanggal 15 Maret 2020
pukul 11.53 WITA 44 A. A. Oka Mahendra, Harmonisasi dan Sinkronisasi RUU Dalam Rangka Pemantapan dan
Pembulatan Konsepso, makalah, “Workshop Pemahaman UU No. 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan”, Yogyakarta, Oktober, 2005 45 Irman Syahriar, Penegakan Hukum Pers, Aswaja Pressindo, Surabaya, 2014, hlm. 103
46
Menurut Satjipto Rahardjo, penegakan hukum pada hakekatnya
merupakan penegakan ide-ide atau konsep abstrak. Penegakan hukum
merupakan usaha untuk mewujudkan ide-ide tersebut menjadi
kenyataan.46
Hukum berfungsi sebagai i perlindungan kepentingan manusia.
Agar kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan.
Pelaksanaan l hukum dapat berlangsung secara normal, damai, tetapi
dapat terjadi juga karena pelanggaran hukum. Dalam hal ini hukum
yang telah dilanggar itu l harus ditegakkan melalui penegakan hukum
inilah hukum itu menjadi kenyataan. Dalam menegakkan hukum ada
tiga unsur yang i harus selalu diperhatikan, yaitu: kepastian hukum
(Rechssicherheit), kemanfaatan (Zweckmassigkeit), dan keadilan
(Garechtigkeit).47
Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan, setiap orang
mengharapkan dapat l ditetapkannya hukum dalam hal ini peristiwa
yang konkret. Bagaimana hukumnya itulah yang harus berlaku; pada
dasarnya tidak dibolehkan i menyimpang fiat justitia et pereat mundus
(meskipun dunia ini runtuh, hukum harus ditegakkan). Itulah yang
diinginkan oleh kepastian hukum. Kepastian hukum merupakan
46 Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Genta Publishing, Yogyakarta,
2009, hlm. 1 47Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Cetakan-5, 2016, Atma Pustaka,
Yogyakarta, hlm. 207
47
perlindungan l yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang
berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang
diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya
kepastian hukum karena dengan l adanya kepastian hukum masyarakat
akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena
bertujuan untuk ketertiban masyarakat.48
Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan semua
subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang
menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum
yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum.
Menurut Jimly Asshiddique, pengertian penegakan hukum dapat
diartikan dari segi subjeknya yaitu, penegakan hukum itu hanya
diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk
menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan
sebagaimana seharusnya. Dalam memastikan tegaknya hukum itu,
apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk
menggunakan daya paksa.49
Pengertian penegakan hukum itu dapat pula ditinjau dari sudut
objeknya, yaitu dari segi hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannya juga
48 Ibid. 49 Dikutip dari http://www.jimly.com/makalah/namafile/56/Penegakan_Hukum.pdf diakses pada
tanggal 18 Maret 2020 pukul 14.53 WITA
48
mencakup i makna yang luas dan sempit. Dalam arti luas, penegakan
hukum itu mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di
dalamnya l bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup
dalam masyarakat. Tetapi, dalam arti sempit, penegakan hukum itu
hanya menyangkut l penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja.
Karena itu, penerjemahan perkataan ‘law enforcement’ ke dalam bahasa
Indonesia dalam menggunakan perkataan ‘penegakan hukum’ dalam
arti luas dan l dapat pula digunakan istilah ‘penegakan peraturan’ dalam
arti sempit. Pembedaan antara formalitas aturan hukum yang tertulis
dengan cakupan nilai keadilan yang dikandungnya ini bahkan juga
timbul dalam bahasa Inggris sendiri dengan i dikembangkannya istilah
‘the rule of law’ versus ‘the rule of just law’ atau dalam istilah ‘the rule
of law and not of man’ versus istilah ‘the rule by law’ yang berarti ‘the
rule of man by law’. Dalam istilah ‘the rule of law’ terkandung makna
pemerintahan oleh hukum, tetapi bukan i dalam artinya yang formal,
melainkan mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di
dalamnya. Karena itu, digunakan istilah ‘the rule of just law’. Dalam
istilah ‘the rule of law and not of man’ dimaksudkan untuk menegaskan
bahwa pada hakikatnya i pemerintahan suatu negara hukum modern itu
dilakukan oleh hukum, bukan oleh orang. Istilah sebaliknya adalah ‘the
49
rule by law’ yang dimaksudkan i sebagai pemerintahan oleh orang yang
menggunakan hukum sekedar sebagai alat kekuasaan belaka.50
Adapun dalam penegakan hukumnya memiliki pengertian, menurut
Soerjono Soekanto mengatakan bahwa penegakan hukum adalah
kegiatan menyerasikan i hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam
kaidahkaidah/pandangan-pandangan i nilai yang mantap dan sikap
tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk
menciptakan, memelihara dan mempertahankan i kedamaian pergaulan
hidup.51
Penegakan hukum di Indonesia dianggap belum maksimal. Fakta ini
terlihat dalam hasil i survei, berita di media massa, elektronik, dan yang
langsung dirasakan oleh masyarakat. Belum maksimalnya l penegakan
hukum ini antara lain menunjukan adanya penyimpangan asas equality
before the law. Di sini terlihat bahwa pemberlakuan hukum dalam
masyarakat i berjalan l tidak baik dan diskriminatif. Pemberlakuan
hukum dalam law in action tidak sama i dengan law in the book, das
sein menyimpang dari das sollen serta hal yang tidak ideal lainnya.
Banyak di Indonesia yang masyarakatnya masih mempertahankan
hukum adat, tetapi l ada pula yang sudah tidak ketat pertahankan hukum
adatnya, bahkan ada yang plural. Dengan demikian, tidak bisa secara
50 Ibid 51 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, 2003, hlm 229
50
otomatif hukum atau undang-undang a dari suatu negara dapat begitu
saja diterapkan di negara lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Robert
Seidmen bahwa hukum negara tertentu meskipun baik substansinya,
tetapi tidak bisa otomatis dapat diterapkan di negaralain. Pendapat
Seidmen bertentangan dengan David Trubek yang menyatakan bahwa
dari pada membuang biaya untuk membuat suatu peraturan, maka
sebaiknya a mengambil saja atau memberlakukan saja hukum dari
negara lain l yang substansinya baik.52
Agar hukum itu dapat berjalan, maka dibutuhkan suatu penegakan
hukum yang mana penegakan tersebut memuat suatu sanksi. Hal
tersebut merupakan konsekuensi agar hukum tersebut dapat ditegakkan
secara optimal dalam masyarakat. Penegakan hukum yang dilakukan
akan menjadi sebuah penilaian dan barometer bagaimana masyarakat
luas dapat menilai atau memandang suatu daerah dalam melaksanakan
tindakan penegakan hukum apakah sudah sesuai dengan aturan yang
berlaku atau justru tidak sesuai dengan aturan yang telah ada.
Penegakan hukum tidak berada dalam suatu wilayang yang kosong.
Penegakkan hukum terjadi dan berlaku ditengah-tengah masyarakat.
Jangan lebih jauh perlu dimengerti bahwa penegakan hukum bukan
sekadar berada ditengah tengah masyarakat, melainkan dapat
dipengaruhi oleh keadaan dan interaksi sosial yang terjadi dalam
52 Bambang Waluyo, Penegakan Hukum Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta. 2016, hlm. 263
51
masyarakat. Penegakan hukum yang benar dan adil tidak semata mata
ditentukan oleh kehendak pelaku hukum sebagai “ratu adil” tetapi juga
kemauan dan kemampuan masyarakat untuk berupaya memperoleh
perlakuan hukum yang benar dan adil. Dengan perkataan lain hukum
yang adil ditentukan juga oleh kesadaran dan partisipasi masyarakat,
bukan semata mata keinginan pelaku penegakan hukum.53
Masalah penegakan hukum merupakan masalah universal. Tiap
negara mengalaminya masing-masing, dengan falsafah dan caranya
sendiri-sendiri berusaha mewujudkan tegaknya hukum di dalam
masyarakat. Tindakan tegas dengan kekerasan, ketatnya penjagaan,
hukuman berat, tidak selalu menjamin tegaknya hukum. Apabila
masyarakat yang bersangkutan tidak memahami hakekat hukum yang
menjadi pedoman akan menghambat hukum dan disiplin hukum.54
Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan, setiap orang
mengharapkan dapat i ditetapkannya hukum dalam hal ini peristiwa
yang konkret. Bagaimana i hukumnya itulah yang harus berlaku; pada
dasarnya tidak dibolehkan menyimpang fiat justitia et pereat mundus
(meskipun dunia ini runtuh, hukum harus ditegakkan). Itulah yang
diinginkan oleh kepastian hukum. Kepastian hukum merupakan
perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang
53 Bagir Manan, Penegakan Hukum yang Berkeadilan, Varia Peradilan, Majalah Hukum Tahun ke
XX No. 241 November 2005, hlm. 8 54 Soedjono, Penegakan Hukum dalam Sistem Pertahanan Sipil, Karya Nusantara, Bandung, 1978,
hlm. 1
52
berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang
diharapkan dalam i keadaan tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya
kepastian hukum karena dengan i adanya kepastian hukum masyarakat
akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum
karena bertujuan untuk ketertiban l masyarakat.55
Penegakan hukum sebagai suatu permasalahan umum sedikitnya
menampilkan dua aspek, yaitu: (1) sebagai usaha untuk
mengekspresikan citra moral yang terkandung di dalam hukum dan (2)
sebagai suatu usaha manusia yang dilakukan dengan penuh
kesenjangan.56 Hukum memuat janji-janji dan hanya melalui para
penegak hukumlah janji-janji itu bisa diwujudkan ke dalam kenyataan.
Dalam i hubungan dengan usaha yang demikian itu maka tampillah
aspek penegakan hukum itu i sebagai suatu usaha yang dilakukan secara
sadar oleh manusia. Oleh karena itu, penegakan hukum merupakan
usaha untuk mewujudkan ide-ide dan konsep-konsep i hukum yang
diharapkan rakyat menjadi kenyataan. Penegakan hukum merupakan
suatu proses i yang melibatkan banyak hal.57
1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum
55 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Cetakan 5, 2016, Yogyakarta, Atma
Pustaka, hlm. 8 56 BPHN, Simposium Masalah Penegakan Hukum, Cetakan Pertama, Binacipta, 1982, hlm. 25 57 Dellyana, Shant, Konsep Penegakan Hukum, Liberty, Yogyakarta, 1988, hlm. 32
53
Penegakan hukum adalah suatu proses logis yang mengikuti
kehadiran suatu peraturan hukum. Apa yang harus terjadi menyusul
peraturan hukum hamper sepenuhnya terjadi melalui pengelolaan
logika. Menegakkan hukum merupakan suatu untuk mewujudkan ide-
ide tentang keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi
kenyataan. Proses perwujudan ide-ide itulah yang merupakan hakikat
dari penegakan hukum.58
Dalam rangka efektivitas penegakan hukum maka dibutuhkan 4
(empat) unsur pokok, antara lain:
a. Faktor undang-undang
Aturan hukum yang mengatur lalu lintas jalan telah dirumuskan,
baik dalam produk perundang-undangan maupun dalam bentuk
peraturan a pemerintah. Suatu produk itu dikatakan dengan baik jika
hukum itu mengandung kepastian hukum dalam arti penjatuhan
sanksi l serta dapat dilaksanakan oleh masyarakat. Jika sanksi itu
sulit dilaksanakan, akan terjadi tawar t menawar hukum. Di samping
memberikan kepastian, juga memberikan kemanfaatan, artinya para
pelanggar akan t menjadi sadar hukum. Faktor keadilan hukum juga
58 Bagir Manan, Penegakan Hukum…, Op.cit, hlm. 15
54
perlu mendapatkan perhatian pada penegak hukum agar tidak terjadi
diskriminasi i dalam penegakan hukumnya.59
Menurut Soerjono Soekanto, undang-undang dalam arti materiil
adalah peraturan i tertulis yang berlaku umum dan dibuat oleh
Penguasa Pusat maupun Daerah yang sah dan mencakup:
1) Peraturan Pusat yang berlaku untuk semua warga negara atau
suatu golongan tertentu saja maupun yang berlaku umum di
sebagian wilayah i negara.
2) Peraturan i setempat yang hanya berlaku di suatu tempat atau
daerah saja.
b. Faktor penegak hukum
Faktor penegak hukum merupakan faktor yang dapat mempengaruhi
atau menjadi gangguan dalam penegakan hukum yakni berasal dari
para pihak-pihak i yang membentuk maupun menerapkan hukum itu
sendiri. Penegakan hukum merupakan golongan panutan dalam
masyarakat, yang hendaknya mempunyai kemampuan-kemampuan
tertentu, sesuai i dengan aspirasi masyarakat. Seidman mengatakan,
bagaimana suatu lembaga penegak hukum itu akan bekerja sebagai
respon terhadap i peraturan-peraturan hukum merupakan fungsi dari
59 Siswanto Sunarso, Wawasan Penegakan Hukum di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung,
2005, hlm. 104
55
peraturan yang ditunjukan kepadanya, sanksi-sankinya, keseluruhan
komples dari i kekuatankekuatan sosial, politik, dan lain-lain yang
bekerja atasnya, dan umpan-umpan balik yang datang dari para
pemegang peran.60
Penegak hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat,
yang hendaknya mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu,
sesuai dengan aspirasi masyarakat. Mereka harus dapat
berkomunikasi dan mendapatkan pengertian dari golongan sasaran,
disamping mampu membawakan atau menjalankan peranan yang
dapat diterima oleh mereka. Kecuali dari itu, maka golongan
panutan harus dapat memanfaatkan unsur-unsur pola tradisional
tertentu, l sehingga menggairahkan partisipasi dari golongan sasaran
atau masyarakat luas. Golongan panutan juga harus dapat memilih
waktu dan lingkungan yang tepat di i dalam memperkenalkan
norma-norma atau kaidah-kaidah hukum yang baru, serta
memberikan keteladanan yang baik.
c. Faktor Masyarakat
Penegakan hukum berasal dari masyarakat, dan bertujuan untuk
mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Oleh karena itu,
dipandang dari sudut tertentu, maka masyarakat dapat
60 Ibid, hlm. 136
56
mempengaruhi penegakan hukum tersebut. Pendapat-pendapat
masyarakat mengenai hukum bahkan mengidentifikasikan penegak
hukum sangat mempengaruhi kepatuhan hukumnya. Dengan
pendapat-pendapat masyarakat dalam mengartikan hukum
mengakibatkan baik a buruknya hukum senantiasa dikaitkan dengan
pola perilaku penegak hukum tersebut, yang menurut pendapatnya
merupakan pencerminan dari hukum sebagai struktur maupun
proses. Anggapan dari masyarakat bahwa hukum adalah identik
dengan penegakan hukum (atau sebaliknya) mengakibatkan
harapanharapan yang tertuju pada peranan aktual penegakan hukum
menjadi terlampau banyak, sehingga mungkin mengakibatkan
terjadinya kebingungan i pada diri penegak hukum, oleh karena
terjadinya berbagai konflik dalam dirinya. Masalah lain yang timbul
sebagai akibat anggapan masyarakat adalah mengenai segi
penerapan perundang-undangan.
Bagian terpenting dari masyarakat yang menentukan penegakan
hukum i adalah kesadaran hukum masyarakat, maka akan semakin
memungkinkan penegakan hukum yang baik. Kesadaran hukum
dalam masyarakat meliputi antara lain: 61
1) Adanya pengetahuan tentang hukum,
2) Adanya penghayatan fungsi hukum,
61 Derita Prapti Rahayu, Budaya Hukum Pancasila, Thafa Media, Yogyakarta, 2014, hlm. 45
57
3) Adanya ketaatan terhadap hukum
d. Faktor kebudayaan
Kebudayaan (sistem) hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai
yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan
konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik
(sehingga dianuti) dan apa yang dianggap buruk (sehingga
dihindari). Nilai-nilai tersebut, i lazimnya merupakan pasangan
nilai-nilai yang mencerminkan dua keadaan ekstrim yang harus
diserasikan. Pasangan nilai yang berperan dalam hukum, adalah
sebagai berikut (Purbacaraka & Soerjono Soekanto, 1983):
1) Nilai ketertiban dan nilai ketentraman,
2) Nilai jasmaniah/kebendaan nilai rohaniah/keakhlakan,
3) Nilai kelanggengan/konservatisme dan nilai
kebaruan/inovatisme.
2. Aparat Penegak Hukum
Karakteristik negara hukum adalah terwujudnya keteraturan
penegakan hukum yang efektif (effective regulatory enforcement),
maksudnya adalah bahwa setiap unsur penegak hukum wajib
menjalankan tugas pokok dan fungsinya secara profesional, akuntabel,
58
dan bertanggungjawab.62 Profesional disini adalah menjalankan sesuai
dengan peraturan hukum formil dan materil, sehingga setiap yang
dijalankan oleh penegak hukum terjaga dari perbuatan salah.
Akuntabilitas disini adalah keteguhan melaksanakan tugas sesuai
kompetensinya, sehingga mudah dipertanggungjawabkan secara ilmu
dan kemanusiaan.63
Karena profesionalitas dan akuntabilitas, maka aparat penegak
hukum akan lebih mengedepankan rasa tanggungjawab dalam
pekerjaannya. Sebagaimana halnya peran Satuan Polisi Pamong Praja
(Satpol PP) di daerah manapun, selain sebagai aparat ketertiban
masyarakat, juga sebagai aparat penegak hukum dalam menegakan
Peraturan Daerah penegakan hukum mempunyai kedudukan dan
peranan. Kedudukan merupakan posisi tertentu didalam struktur
kemasyarakatan dimana kedudukan itu sendiri merupakan wadah yang
berisi hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban tadi merupakan pernan
atau role. Hak sebenarnya merupakan wewenang, sedangkan kewajiban
adalah beban atau tugas. Peranan dapat dibagi menjadi dua, yaitu:64
1. Peranan yang seharusnya (expected role)
62 Jawahir Thontowi, Negara Hukum Kontemporer Eksploitasi Tambang untuk Kesejahteraan
Rakyat Indonesia, Madyan-Ind Press, Jakarta, 2016, hlm. 58 63 Ibid 64 Soerjono Soekamto, Sosiologi Suatu Pengantar, Rajawali Pers, Jakarta, 2002, hlm. 244
59
Peranan yang seharusnya adalah peranan yang dilakukan seseorang
atau lembaga yang didasarkan pada seperangkat norma yang berlaku
pada kehidupan masyarakat.
2. Peranan ideal (ideal role)
Peranan ideal adalah peranan yang dilakukan seseorang atau
lembaga yang didasarkan pada nilai-nilai ideal yang seharusnya
dilakukan sesuai dengan kedudukannya didalam suatu sistem.
60
BAB III
PEMBENTUKAN DAN PENEGAKAN PERDA NO. 1 TAHUN 2019
TENTANG PENGURANGAN PENGGUNAAN PRODUK/KEMASAN
PLASTIK SEKALI PAKAI DI KOTA BALIKPAPAN
A. Deskripsi Tentang Daerah Penelitian
Secara administratif luas keseluruhan Kota Balikpapan menurut
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Tahun 2012-2032 adalah 81.495
Ha, yang terdiri dari luas daratan 50.330,57 Ha dan luas lautan 31.164,03
Ha. Secara geografis Kota Balikpapan terletak pada posisi 116,50 Bujur
Timur dan 117,00 Bujur Timur serta diantara 1,00 Lintang Selatan dan 1,50
Lintang Selatan dengan batasbatas sebagai berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Kutai Kertanegara.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Makassar.
Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Makassar.
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Penajam Paser
Utara.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1996 tentang
Pembentukan 13 Kecamatan di Wilayah Kabupaten Dati II Kutai, Berau,
Bulungan, Pasir, Kotamadya Dati II Samarinda dan Balikpapan dalam
Wilayah Provinsi Dati I Kalimantan Timur, Kota Balikpapan terdiri dari 5
(lima) Kecamatan dan 27 (dua puluh tujuh) Kelurahan. Berdasarkan
Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2012 tentang Pembentukan Tujuh
61
Kelurahan dalam wilayah Kota Balikpapan dan Peraturan Daerah Kota
Balikpapan Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pembentukan Kecamatan
Balikpapan Kota Dalam Wilayah Kota Balikpapan, secara administratif
wilayah Kota Balikpapan terdiri dari 6 (enam) Kecamatan dan 34 (tiga
puluh empat) Kelurahan.65
Secara umum Kota Balikpapan berada pada ketinggian 0 sampai 100
meter di atas permukaan laut. Klasifikasi terbesar yaitu berada pada
ketinggian 20-100 mdpl dengan luas 20.090,57 ha atau 51,66 % dari luas
wilayah, ketinggian >10-20 mdpl seluas 17.260 ha atau 34,17% dari luas
wilayah dan ketinggian 0-10 mdpl seluas 6.980 Ha atau 13% dari luas
wilayah.66
Lereng menggambarkan sudut kemiringan permukaan tanah
terhadap bidang horisontal. Besaran lereng merupakan faktor penting yang
menentukan mudah tidaknya tanah untuk diusahakan/digunakan. Tanah
dengan medan datar lebih mudah diusahakan daripada tanah berlereng
terjal.
Kemiringan tanah juga menentukan sifat tanah yang lain, yaitu
menentukan kepekaan erosi dan drainase permukaan. Pada lereng yang
besar maka drainase permukaannya lebih cepat/baik tetapi tanah lebih peka
terhadap erosi. Dari sisi topografis sebagian besar wilayah Kota Balikpapan
65 http://sippa.ciptakarya.pu.go.id/sippa_online/ws_file/dokumen/rpi2jm/DOCRPIJM_b53a7134b9_
BAB%20IIBAB%202%20PROFIL%20KOTA%20BALIKPAPAN.pdf diakses pada tanggal 1
April 2020 pukul 15.25 WITA 66 Ibid.
62
berada pada kemiringan lereng antara 15-40% yaitu seluas seluas 21.305,57
Ha atau 42,33% dari luas wilayah keseluruhan.67
Secara morfologis Kota Balikpapan terdiri dari 85% kawasan
perbukitan dengan jenis tanah podsolik merah kuning yang memiliki
karakter topsoil tipis, struktur tanah mudah tererosi. Sedangkan 15%
lainnya merupakan daerah dataran yang terletak di sepanjang pantai timur
dan selatan wilayah Kota Balikpapan dengan jenis tanah umumnya adalah
alluvial.68
Perbedaan kondisi geografis wilayah mengakibatkan perbedaan
sumber daya alam yang dimiliki, sehingga berdampak pada perbedaan
komoditi unggulan yang diusahakan di setiap wilayah. Oleh karena itu Kota
Balikpapan memiliki komoditi unggulan yang dihasilkan oleh masing-
masing wilayah, baik sektor pertanian maupun dari sektor Industri
pengolahan yang memanfaatkan bahan baku hasil pertanian. Khasnya
komoditi unggulan tersebut dapat dilihat dari jenis komoditinya yang hanya
dihasilkan atau sebagian besar produksinya terpusat di Kota Balikpapan,
dan juga dapat dilihat dari cita rasa yang dimiliki berbeda dengan komoditi
yang sama yang dihasilkan daerah lain. Komoditi-komoditi khas yang
menjadi unggulan di Kota Balikpapan diantaranya dari sektor pertanian
yaitu pepaya mini, karet, salak, nenas. Sementara dari sektor Industri
67 Ibid. 68 Ibid
63
diantaranya industri kerajinan manik-manik dan batu permata, industri
rumput laut.69
Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional, Kota Balikpapan
mengemban fungsi sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan Kawasan
Strategis Nasional (KSN). Adapun fungsi dan peran Kota Balikpapan dalam
konteks perwilayahan pembangunan adalah sebagai berikut:70
1. Balikpapan sebagai Pusat Kegiatan Nasional. Aktivitas-aktivitas
yang ada di Kota Balikpapan diarahkan mempunyai skala
pelayanan tingkat nasional serta diarahkan untuk dapat menjadi
wilayah maju dan mempunyai peran dominan terhadap
perkembangan perekonomian Negara Indonesia.
Beberapa kegiatan yang mempunyai skala pelayanan tingkat
nasional adalah status Balikpapan yang merupakan produsen
komoditi industri pengolahan minyak (1,3 juta ton) dalam
lingkup nasional. Produsen dan konsumen komoditi industri
pengolahan non migas (852 ribu dan 679 ribu ton) dengan
lingkup antar pulau dan nasional. Dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Provinsi disebutkan pula bahwa kota
Balikpapan diarahkan sebagai Pusat Pelayanan Orde I, sehingga
Balikpapan berfungsi sebagai pusat yang melayani seluruh
69 Ibid 70 Ibid
64
wilayah Provinsi Kalimantan Timur dan Wilayah
Nasional/Internasional.
Adapun fungsi utama Kota Balikpapan sebagai Pusat Pelayanan
Orde I yaitu:
• Pusat Perdagangan dan Jasa Regional
• Pusat Distribusi dan kolektor barang dan jasa regional
• Pusat Pelayanan Jasa Transportasi Laut, Udara, Sungai dan
Darat
• Pusat Industri Pengolahan
• Pusat Pelayanan Jasa Pariwisata
2. Peran Balikpapan sebagai lokasi Pelabuhan Laut Internasional
Untuk mendukung fungsi Kota Balikpapan sebagai PKN (Pusat
Kegiatan Nasional) maka keberadaan sarana prasarana
pendukung segala aktivitas yang berlangsung dalam wilayah
PKN itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut maka di wilayah Kota
Balikpapan dikembangkan Pelabuhan Laut Internasional
sebagai transit point distribusi barang skala nasional dan
internasional. Kondisi ini didukung oleh lokasi Kota Balikpapan
yang berbatasan langsung dengan laut yang merupakan Alur
Luar Kepulauan Indonesia (ALKI) II.
3. Peran Balikpapan sebagai Kawasan Lindung Nasional, yang
memiliki:
1. Hutan Lindung Sungai Wain seluas 9.872,9 Ha.
65
2. Hutan Lindung Sungai Manggar seluas 4.999 Ha.
4. Kawasan andalan yang berada di kawasan Bontang-Samarinda
Tenggarong-Balikpapan, Penajam dan sekitarnya dengan
aktivitas seperti:
• Industri
• Perkebunan
• Pertambangan
• Kehutanan
• Perikanan
• Pariwisata
5. Kota Balikpapan merupakan kota yang strategis dalam Master
Plan Pengembangan dan Perluasan Ekonomi Indonesia
(MP3EI), mengingat di wilayah Kota Balikpapan terdapat
kegiatan ekonomi utama untuk minyak dan gas dikoridor
Ekonomi Kalimantan direncanakan terdapat di lokus Balikpapan
berupa proyek-proyek utama seperti penambahan kapasitas
produksi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan berbagai
pembangunan infrastruktur yang mendukung Kalimantan
sebagai koridor III dalam pengembangan perekonomian
nasional.
Kota Balikpapan adalah salah satu kota besar yang berada di
Provinsi Kalimantan Timur dengan jumlah penduduk mencapai
706.414 jiwa. Pemerintah serta masyarakat Balikpapan dikenal akan
66
kepeduliannya terhadap lingkungan. Penghargaan Adipura,
Adiwiyata serta Kalpataru yang kerap diperoleh membuktikan
bahwa budaya bersih dan wawasan lingkungan telah menjadi bagian
dan ciri dari masyarakat Balikpapan. Gerakan Clean, Green and
Healthy (CGH) yang diluncurkan oleh Pemerintah Kota Balikpapan
sejak awal tahun 2000-an mendapat sambutan baik dari masyarakat
dan terus bergulir hingga sekarang, baik melalui program
pemerintah maupun kegiatan inisiatif masyarakat.71
Selain itu, Pemerintah Kota Balikpapan mengeluarkan
kebijakan rasio 52:48 dalam penataan ruang (52 persen Kawasan
lingkungan/hijau dan 48 persen sisanya untuk Kawasan budidaya)
serta pelarangan tambang batu bara terbuka. Kedua kebijakan ini
bertujuan untuk menghindari kerusakan lingkungan seperti yang
terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Hal tersebut menunjukkan
bahwa Kota Balikpapan merupakan Kota yang sadar akan
pentingnya isu-isu lingkungan.72
71 Draft Raperda Final Rencana Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pengurangan
Produk/Kemasan Plastik Sekali Pakai 72 Ibid.
67
B. Latar Belakang Dibentuknya Perda Kota Balikpapan Nomor 1 Tahun
2019 tentang Pengurangan Produk/Kemasan Plastik Sekali
Pakai
Timbulan sampah di pesisir/laut merupakan salah satu isu
lingkungan prioritas di Kota Balikpapan. Wilayah pesisir Balikpapan
mencakup empat kecamatan di Kota Balikpapan yaitu: Balikpapan Timur,
Balikpapan Selatan, Balikpapan Kota dan Balikpapan Barat. Setiap lokasi
memiliki karakteristik dan profil penggunaan lahan yang berbeda. Di
Balikpapan Timur, kawasan ini meliputi pemukiman nelayan, pasar ikan,
pantai, dan beberapa pabrik lainnya. Sedangkan, di Balikpapan selatan
penggunaan lahan meliputi pantai, kawasan perdagangan dan Bandara
Sepinggan Balikpapan. Selanjutnya di Kecamatan Balikpapan Kota,
terdapat banyak pusat perbelanjaan, hotel, restoran dan pantai, serta
kawasan laut. Ada juga area reklamasi yang digunakan untuk pusat
perbelanjaan yang disebut Balikpapan Super Block (BSB), dengan kanal
yang mengalir di bawah bangunan menuju laut. Laut di Balikpapan Barat,
terdapat pasar tradisional, pabrik, kawasan pemukiman, dan hutan bakau
(kawasan konservasi).73
Pemukiman penduduk yang terbuat dari kayu dan berdiri di atas air
dapat ditemukan disemua lokasi tersebut di atas. Jenis pemukiman ini cukup
rentan terhadap kebakaran akibat komposisi bangunan dan kepadatan
73 Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Kota Balikpapan Tahun
2017, Bab II hlm. 1
68
penduduk, sehingga dibeberapa daerah dibuat ruang-ruang kosong diantara
rumah penduduk sebagai partisi dan jalur selang dan personil jika terjadi
kebakaran. Ruang kosong tersebut disebut jalur api. Jalur api ini sering
menjadi tempat pembuangan sampah oleh masyarakat sekitar, terutama
sampah kecil seperti bungkus plastik atau kantong plastik. Salah satu akibat
dariu tercemarnya pesisir/laut ini adalah ditemukannya fauna laut yang
memakan sampah plastik dan sebagai evaluasi atas dampak ini adalah
ditambahkannya Tempat Pembuangan Sampah (TPS) di pesisir pantai serta
penyediaan tempat sampah di kapal nelayan.74
Sungai-sungai di Kota Balikpapan dipengaruhi oleh curah hujan dan
arus pasang surut. Berdasarkan rencana Induk Drainase Kota Balikpapan
pada tahun 2012, Kota Balikpapan terbagi menjadi enam area sistem
drainase, yaitu Area Balikpapan Barat, Area Wain, Area Somber, Area
Balikpapan Selatan, Area Manggar Besar, dan Area Balikpapan Timur.
Dalam kajian survei plastik laut yang dilakukan Kementerian Koordinator
Bidang Kemaritiman pada laut Balikpapan, sistem drainase dibagi menjadi
tiga area untuk pengambilan sampel sampah: sistem Drainase Barat (Area
Balikpapan Barat dan Area wain), Sistem Drainase Selatan, dan Sistem
Drainase Timur (Area Manggar Besar dan Wilayah Balikpapan Timur).
Sampling yang dilakukan oleh Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman pada Kajian Cepat Hotspot Sampah Laut di Indonesia untuk
Kota Balikpapan bahwa untuk mengetahui komposisi sampah diperairan,
74 Ibid,Bab 2 hlm. 3
69
timbulan sampah dari jeruji penyaringan sampah diklasifikasikan
berdasarkan beberapa kategori, seperti plastik, kaca, kain, kayu, sampah
organik, dan sebagainya. Sampah plastik, sampah anorganik, terbesar yang
ditemukan, terdiri dari botol plastik, gelas plastik, kemasan plastik, mainan
plastik, dan lain-lain. Hasilnya adalah sebagai berikut:75
1. Gelas plastik berwarna 0,18%
2. Gelas plastik transparan 0,36%
3. Botol plastik berwarna 0,36%
4. Botol plastik transparan 0,60%
5. Kantong Plastik berwarna 10,99%
6. Kantong plastik transparan 2,82%
7. Kantong plastik belanjaan 0,25%
8. Lembaran Plastik 8,46%
9. Kemasan Plastik (makanan) 1,49%
10. Kemasan Plastik (deterjen) 0,57%
11. Mainan plastik 2,13%
12. Tali plastik 0,56%
13. Karung plastik 3,60%
14. Jaring Plastik 1,41%
15. Sedotan 0,08%
Diketahui bahwa plastik merupakan salah satu dari jenis sampah
yang tidak ramah lingkungan karena perlu waktu lama untuk
75 Ibid, Bab 3 hlm. 7
70
penguraiannya, sehingga mengurangi penggunaan kantong plastik secara
filosofis merupakan suatu usaha untuk memberikan lingkungan hidup yang
baik bagi setiap manusia.76
Pada tahun 2016 Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
mengeluarkan Surat Edaran Nomor S.1230/PSLB3-PS/2016 Tentang
Harga dan Mekanisme Penerapan Kantong Plastik. Kebijakan tersebut
mengeatur bahwa kantong plastik kini harus berbayar. Sementara tarif
minimal yang ditetapkan adalah Rp. 200, setiap daerah bebas menetapkan
tarif untuk kantong plastik. Namun perlu juga diperhatikan bahwa kebijakan
tersebut hanya sebagai pioneer dalam menanggulangi sampah plastik yang
berlebihan. Perlu juga tindak lanjut secara intensif untuk menyelesaikan
permasalahn tersebut. 77
Sebagai tindak lanjut pada tingkat daerah sebagai upaya menekan
penggunaan kantong plastik, Pemerintah Kota Balikpapan mengeluarkan
surat edaran mengenai penggunaan kantong plastik berbayar seharga
Rp1.500 untuk di beberapa pusat perbelanjaan modern seperti pasar
swalayan atau mal. Upaya selanjutnya yaitu dengan menerbitkan Peraturan
Wali Kota Nomor 8 tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong
Plastik yang dikeluarkan pada peringatan Hari Peduli Sampah Nasional
(HPSN) yang diperingati pada tanggal 25 Maret 2018 di Kota Balikpapan.
76 Penjelasan Umum Perda Kota Balikpapan Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pengurangan
Produk/Kemasan Plastik Sekali Pakai 77 Draft Raperda Final Rencana Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pengurangan
Produk/Kemasan Plastik Sekali Pakai
71
Pada puncak peringatan HPSN tersebut, selain mengeluarkan peraturan
walikota, juga dilakukan penandatangan deklarasi oleh perwakilan dari
masing-masing komunitas, yaitu komitmen penggunaan tumbler, komitmen
pengurangan penggunaan kantong plastik, komitmen pengolahan sampah
dan penerapan eco office. Keempat upaya ini, kesemuanya mengarah pada
penggunaan plastik pada kegiatan keseharian masyarakat di Kota
Balikpapan.78
Secara garis besar Perwali Nomor 8 Tahun 2018 tentang
Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik ini melarang penyediaan
kantong plastik sekali pakai, seperti yang selama ini disediakan di ritel-ritel,
baik modern maupun tradisional. Untuk tahap awal Perwali Nomor 8 Tahun
2018 ini hanya akan mengatur larangan penggunaan kantong plastik sekali
pakai di ritel modern. Untuk membantu pelaksanaan Perwali Nomor 8
Tahun 2018 ini secara efektif, pemerintah mendorong Usaha Kecil, Mikro,
Menengah (UMKM) untuk membuat tas/kantong belanja yang dapat
dipakai berulang. Model usaha UMKM ini diarahkan dpaat dibantu oleh
ritel modern skala besar, dan nantinya dijual di ritel-ritel modern sebagai
kompensasi dari bantuan modal usaha ini pemasangan iklan ritel modern
pada salah satu sisi kantong/tas belanja pakai berulang tersebut. Sedangkan
di sisi lainnya adalah ajakan kepada masyarakat untuk mengurangi
pemakaian plastik.79
78 Loc.cit, Bab 3 hlm. 14 79 Ibid, Bab 3, hlm 15
72
Namun dalam pelaksanaannya Perwali Nomor 8 Tahun 2018
tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik belum memberikan
dampak besar terhadap angka pengurangan sampah plastik di Kota
Balikpapan karena kurangnya kesadaran dan partisipasi dari masyarakat
serta kawasan pelarangan penggunaan kantong plastik yang masih terbatas.
Sehingga Dinas Lingkungan Hidup Kota Balikpapan mengusulkan untuk
membuat Peraturan Daerah khusus yang menangani sampah plastik di Kota
Balikpapan. Maka Perwali Nomor 8 Tahun 2018 tentang Pengurangan
Penggunaan Kantong Plastik tersebut kemudian diperkuat dengan Perda
Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pengurangan Penggunaan Produk/Kemasan
Plastik Sekali Pakai.
Kawasan pelarangan penggunaan kantong plastik yang diatur dalam
Perwali Nomor 8 Tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong
Plastik hanya terbatas di pusat perbelanjaan, department store, hypermarket,
supermarket, minimarket dan retail modern. Dalam Perda Nomor 1 Tahun
2019 tentang Pengurangan Penggunaan Produk/Kemasan Plastik Sekali
Pakai selain kawasan pelarangan yang disebutkan dalam Perwali Nomor 8
Tahun 2018, pelarangan penggunaan kantong plastik juga diperluas ke
beberapa kawasan lainnya yaitu antara lain; rumah makan/restoran, kantin.
toko roti, pasar rakyat, fasilitas umum, fasilitas olahraga, tempat ibadah,
angkutan umum, kawasan pendidikan, kawasan wisata, perkantoran, dan
tempat lainnya yang ditetapkan Wali Kota.
73
Pertimbangan yang dijelaskan dalam Perda Nomor 1 Tahun 2019
tentang Pengurangan Penggunaan Produk/Kemasan Plastik Sekali Pakai
tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
a. Bahwa produk/kemasan plastik sekali pakai berpotensi merusak
lingkungan hidup dan membahayakan makhluk hidup sehingga
perlu dikurangi penggunaannya.
b. Bahwa saat ini produk/kemasan plastik sekali pakai semakin banyak
digunakan oleh masyarakat dan menjadi permasalahan terhadap
lingkungan hidup, sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan
terhadap dampak negative dari plastik sekali pakai.
Selanjutnya dalam Pasal 3 Perda Nomor 1 Tahun 2019 tentang
Pengurangan Penggunaan Produk/Kemasan Plastik Sekali Pakai dijelaskan
bahwa tujuan peraturan daerah tersebut adalah untuk:
a. Mengurangi timbulan sampah dan dampak pencemaran
lingkungan hidup yang berasal dari produk/Kemasan Plastik
Sekali Pakai;
b. Mengendalikan bahaya akibat penggunaan dari
produk/Kenasan Plastik Sekali Pakai;
c. Menekan laju timbulan sampah Plasik yang menjadi bahan
pencemar bagi lingkungan hidup; dan
d. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran public untuk
mengurangi penggunaan produk/Kemasan Plastik Sekali Pakai
74
melalui strategi komunikasi, informasi dan edukasi kepada
masyakarat.
Selain tujuan-tujuan tersebut, berkurangnya jumlah sampah plastik
juga akan berdampak positif terhadap kebersihan lingkungan. “Tujuannya
tidak semata-mata untuk mengurangi sampah plastik yang ada di TPA atau
yang dari sisi timbulan sampah, kalau itu mungkin masih bisa kita atasi, tapi
yang dipentingkan itu terhadap kesehatan, kebersihan lingkungan karena
ternyata i plastik ini tidak bisa tergradasi dalam waktu yang singkat, dia
butuh waktu ratusan i tahun untuk tergradasi dengan tanah. Juga banyak
yang mengalir ke laut, karena penanganan sampah i plastik di darat tidak
baik, sehingga mengalir ke sungai, ke paret hingga ke laut. Nah faktor inilah
yang menurut i kami berbahaya.”80
Dalam jangka waktu satu bulan semenjak diberlakukannya Perda
Nomor 1 Tahun 2019 tentangi Pengurangan Penggunaan Produk/Kemasan
Plastik Sekali Pakai, sampah plastik di Kota Balikpapan berkurang
sebanyak 56 ton. “Aturan itu sangat berpengaruh dan dapat kami rasakan
saat ini. Hasilnyai dapat kita lihat dengan menurunnya jumlah sampah
plastik di Tempat Pembuangan Sampah (TPA) Manggar yang sangat
signifikan, dari 56 ton/bulan menjadi 1,7 ton/bulan. Artinya dalamisehari
bisa berkurang sebanyak 2 ton sampah plastik di Balikpapan.”81
80 Hasil wawancara dengan Bapak Drs. H. Suryanto, M.M, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota
Balikpapan tanggal 21 Mei 2020 81 Hasil wawancara dengan Bapak Drs. H. Suryanto, M.M, Kepala Dinas Lingkungan HIdup Kota
Balikpapan tanggal 21 Mei 2020
75
C. Penegakan Hukum Terhadap Pengurangan Penggunaan
Produk/Kemasan Sekali Pakai di Kota Balikpapan
Instumen pemerintah yang mendukung pelaksanaan pengurangan
penggunaan kantong plastik sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Pasal
7 ayat (3) Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pengurangan
Penggunaan Produk/Kemasan Plastik Sekali Pakai yaitu:
“Pelaksanaan penegakan hukum atas penerapan pengurangan
penggunaan Produk/Kemasan Plastik Sekali Pakai dilakukan oleh Satuan
Polisi Pamong Praja, Dinas Perdagangan dan Dinas Lingkungan Hidup”
Pada prakteknya pengurangan penggunaan kantong plastik lebih
ditekankan kepada pasar ritel maupun tradisional untuk tidak menyediakan
kantong plastik bagi pembeli.82
Penggunaan kantong alternatif ramah lingkungan merupakan syarat
awal yang harus dipenuhi dalam pengurangan penggunaan kantong plastik,
karena dengan menggunakan kantong alternatif ramah lingkungan,
masyarakat dapat dengan cepat mengurangi peredaran sampah plastik di
lingkungan Kota Balikpapan. Yang dimaksud dengan kantong alternative
ramah lingkungan adalah kantong yang terbuat dari bahan dasar organic
yang mudah terurai dan/atau kantong permanen yang dapat dipakai
berulang-ulang.83
82 Penjelasan Umum Perda Kota Balikpapan Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pengurangan
Produk/Kemasan Plastik Sekali Pakai 83 Pasal 1 ayat (5) Perwali Kota Balikpapan Nomor 8 Tahun 2018 tentang Pengurangan
Penggunaan Kantong Plastik
76
Pemberian sanksi akan diberikan kepada pihak yang melakukan
pelanggaran atas Perda Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pengurangan
Penggunaan Produk/Kemasan Plastik Sekali Pakai sebagaimana yang
disebutkan dalam Pasal 6:
(2) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. penghentian sementara kegiatan; dan/atau
d. pencabutan sementara izin.
(3) Penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf c diberikan apabila telah dilakukan teguran tertulis
sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu 7
(tujuh) hari kerja.
(4) Pencabutan sementara izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf d dilaksanakan apabila yang bersangkutan tetap menggunakan
Produk/Kemasan Plastik Sekali Pakai selama penghentian
sementara kegiatan dengan jangka waktu paling lama (3) bulan.
Pmberian sanksi sendiri dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup
selaku penanggung jawab dari pelaksanaan Perda Nomor 1 Tahun 2019
tentang Pengurangan Penggunaan Produk/Kemasan Plastik Sekali Pakai.
“Upaya awal penertiban yang kami lakukan adalah berupa ajakan, namun
jika masih tetap menggunakan kantong plastik kita berikan teguran lisan
yang berlanjut pada teguran tertulis, jika masih i pakai kita berikan teguran
ke 2, teguran ke 3. Kalau masih bandel i juga ya kami lakukan penutupan
sementara, setelah 3 bulan mereka tidak i melakukan upaya perbaikan ya
bisa kita cabut ijin toko nya.”84
84 Hasil Wawancara dengan Bapak Drs. H. Suryanto, M.M, Kepala Dinas Lingkungan HIdup Kota
Balikpapan tanggal 21 Mei 2020
77
Kegiatan penegakan terhadap pelanggar perwali ini, Dinas
Lingkungan Hidup bekerja sama dengan Satuan Polisi Pamong Praja
(Satpol PP) yang memang bertugas untuk menertibkan dan menegakkan
peraturan daerah dalam hal ini adalah Perda Nomor 1 Tahun 2019 tentang
tentang Pengurangan Penggunaan Produk/Kemasan Plastik Sekali Pakai.
“Kami Satpol PP sebagai penegak peraturaan daerah, satpol PP
dengan instansi terkait hal ini yaitu DLH (Dinas Lingkungan Hidup)
melakukan pengawasan terhadap beberapa departemen store, minimarket
dan swalayan. Mereka tidak boleh menggunakan dan memberikan kantong
plastik kepada pelanggan mereka. Untuk sidak sendiri sudah sering kita
lakukan bersama dengan DLH. Kami datang, jika terdapat pelanggaran atas
perwali kami berikan teguran lisan, kami membuat berita acara, lalu kami
lakukan penyitaan kantong plastik yang ada di toko tersebut dan kami
serahkan pada DLH. Untuk tindakan lebih lanjut dilakukan oleh DLH
berupa surat tertulis.”85
Guna mengantisipasi adanya pelanggaran terhadap perda ini, Satpol
PP Kota Balikpapan khususnya pada bidang penegakan produk hukum
daearah beberapa kali melakukan sidak pada saat perda tersebut mulai resmi
diberlakukan yang tidak menentu jadwalnya untuk melihat keadaan di
lapangan. Kegiatan tersebut bukanlah tanpa alasan, mengingat
pemberlakuan peraturan ini mengharuskan retail modern untuk mematuhi
dan tidak memberikan kantong plastik kepada pelanggan mereka.
85 Hasil wawancara dengan Ibu Yuli selaku Staf Bidang Penegakan Produk Hukum Daerah
(PPHD) Satpol PP Kota Balikpapan 22 Mei 2020
78
“Kami melakukan sidak yang dilakukan di tiap wilayah bersama
dengan regu-regu yang membawahi wilayah tersebut. Tiap kali sidak bisa
membawa 10 sapai 20 orang tergantung dengan cakupan wilayahnya.
Waktunya tidak menentu, karena mengantisipasi toko tersebut tahu jadwal
kita sidak.”86
Matahari Department Store (MDS) adalah salah satu contoh retail
modern yang pernah dilakukan sidak oleh Satpol PP bersama dengan Dinas
Lingkungan Hidup. Kegiatan ini dilakukan untuk menindaklanjuti laporan
masyarakat terkait penggunaan kantong plastik di salah satu pusat
perbelanjaan terbesar di Balikpapan ini. Saat didatangi petugas, MDS
terlihat menyediakan kantong plastik dengan label ramah lingkungan.
Menurut Store Manager Matahari Department Store Plaza
Balikpapan, Budi Hartono, kantong plastik yang diberikan kepada pembeli
merupakan kantong plastik ramah lingkungan, yang bahan bakunya terbuat
dari kulit singkong. Namun, karena sampai saat ini belum ada petunjuk
teknis dari Kementrian Lingkungan Hidup mengenai bagaimana standar
kantong plastik ramah lingkungan yang dapat dipergunakan, maka dalam
sidak ini, petugas menyita 57 lembar kantong plastik yang dilarang
pemakaiannya.87
86 Hasil wawancara dengan Bapak H. Abdul Muis, S.Pd, M.Si selaku Kepala Bidang PPHD Satpol
PP Kota Balikpapan 22 Mei 2020 87 Hasil wawancara dengan Bapak H. Abdul Muis, S.Pd, M.Si selaku Kepala Bidang PPHD Satpol
PP Kota Balikpapan 22 Mei 2020
79
“Lingkungan ekonomi Kota Balikpapan sangat mendukung proses
pelaksanan Perda Nomor 1 Tahun 2019 ini, karena jarang ditemukan
pelanggaran dari pihak pelaku usaha.”88
Jika melihat kondisi ekonomi masyarakat Kota Balikpapan yang
sangat beragam yaitu mulai dari kalangan atas hingga kalangan rentan.
Meskipun begitu tingkat ekonomi masyarakat tidak membuat mereka acuh
terhadap peraturan yang ada. Hal tersebut dapat dilihat dengan semakin
banyaknya masyarakat yang mau dan sadar untuk menggunakan kantong
belanja alternatif ramah lingkungan dalam melakukan jual beli. Minimnya
penolakan untuk membeli kantong alternatif ramah lingkungan yang telah
disediakan oleh retail modern semakin meyakinkan peneliti bahwa tingkat
ekonomi masyarakat dapat mendukung dalam pelaksanaan Perda Nomor 1
Tahun 2019 tentang Pengurangan Penggunaan Produk/Kemasan Plastik
Sekali Pakai ini.
Salah satu jenis pengurangan penggunaan kantong plastik yang telah
ditetapkan dalam Perda Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pengurangan
Penggunaan Produk/Kemasan Plastik Sekali Pakai yaitu pengawasan dan
pengendalian. Pengawasan dan pengendalian merupakan instrumen yang
sangat penting dalam pelaksanaan perda ini karena merupakan tolak ukur
berhasilnya perda ini.
88 Hasil wawancara dengan Bapak H. Abdul Muis, S.Pd, M.Si selaku Kepala Bidang PPHD Satpol
PP Kota Balikpapan 22 Mei 2020
80
Dalam Pasal 7 Perda Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pengurangan
Penggunaan Produk/Kemasan Plastik Sekali Pakai dijelaskan bahwa:
(1) Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 huruf c dilakukan oleh Tim yang ditetapkan oleh Wali
Kota.
(2) Pengawasan dan Pengendalian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan melalui:
a. Monitoring;
b. Sosialisasi;
c. Pelatihan; dan
d. Fasilitasi penerapan teknologi tepat guna dan hasil guna
pembuatan kemasan/produk ramah lingkungan.
Sebelum adanya Perda Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pengurangan
Penggunaan Produk/Kemasan Plastik Sekali Pakai, masyarakat Kota
Balikpapan sudah terbiasa berbelanja di retail modern tanpa menggunakan
kantong plastik semenjak diberlakukannya Perwali Kota Balikpapan Nomor
8 Tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik setahun
belakangan ini.
“Sosialisasi sudah kami lakukan dulu waktu dikeluarkan perwali
tentang pengurangan sampah plastik tahun lalu. Sebelum perwali di
launching tahun lalu, kami sudah melakukan uji publik dengan para retail
modern, tujuannya adalah melihat bagaimana reaksi yang mereka berikan
jika mengetahui bahwa akan ada peraturan walikota yang melarang mereka
untuk memberikan kantong plastik kepada konsumen. Jadi ketika sekarang
ada perda pengurangan penggunaan kemasan plastik sekali pakai ini, kami
kira masyarakat sudah mulai terbiasa.”89
89 Hasil wawancara dengan Ibu Septarini selaku Staf Bidang Penataan Hukum dan Peningkatan
Kapasitas Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup Kota Balikpapan pada tanggal 21 Mei
2020
81
Pelaksanaan sosialisasi dilakukan oleh seluruh Organisasi Perangkat
Daerah yang ada di Kota Balikpapan, baik yang bertanggung jawab dalam
pelaksanaan perwali ini, maupun tidak. Sosialisasi tersebut pertama kali
dilakukan pada saat Upacara Peringatan Kemerdekaan Indonesia pada 17
Agustus 2018 yang dihadiri oleh perwakilan siswa-siswi Sekolah Dasar
(SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) dimana Walikota Balikpapan
mengingatkan kepada seluruh masyarakat yang ada di Kota Balikpapan agar
mematuhi peraturan dan turut ikut dalam pelaksanaannya dengan cara
mengurangi kantong plastik dan mulai beralih kepada kantong alternatif
ramah lingkungan lalu dilanjutkan dengan sosialisasi secara periodik yang
sering kali di Lapangan Merdeka saat kegiatan Car Free Day (CFD) yang
dihadiri oleh masyarakat Kota Balikpapan. Selain itu juga dilakukan
sosialisasi oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) bekerja sama dengan
media elektronik seperti Radio, channel tv lokal. dan organisasi
kepemudaan seperti Forum Duta Lingkungan Hidup Balikpapan dan Forum
Duta Wisata Balikpapan dalam media sosial seperti Facebook dan
Instagram dengan tujuan agar para anak-anak muda juga ikut andil dalam
pelaksanaan perwali serta perda ini untuk lebih peduli lingkungan.
Masyarakat mempunyai hak dan kewajiban yang sama dan seluas-
luasnya untuk berperan aktif dalam pengurangan produk/kemasan plastik
sekali pakai.90 Peran serta masyarakat dilakukan melalui program:91
90 Pasal 8 ayat (1) Perda Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pengurangan Penggunaan Produk/Kemasan
Plastik Sekali Pakai 91 Pasal 8 ayat (2) Perda Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pengurangan Penggunaan Produk/Kemasan
Plastik Sekali Pakai
82
a. Kemitraan;
b. Adiwiyata;
c. Clean, green, healthy (CGH);
d. Bersih pantai; dan
e. Pembatasan, pemanfaatan kembali dan pendaurulangan.
Dalam pelaksanaan Perda Nomor 1 Tahun 2019 tentang
Pengurangan Penggunaan Produk/Kemasan Plastik Sekali Pakai ini Dinas
Lingkungan Hidup bermitra dengan komunitas lingkungan dan organisasi
kepemudaan seperti Forum Duta Lingkungan Hidup Balikpapan dan Forum
Duta Wisata Balikpapan dalam penggunaan media sosial seperti Facebook
dan Instagram dengan tujuan agar para anak-anak muda juga ikut andil
dalam pelaksanaan perwali serta perda ini untuk lebih peduli lingkungan.
Selain itu juga dengan masyarakat Kota Balikpapan sebagai pelaksana
perda tersebut. Sama halnya juga dengan bekerjasama dengan sekolah,
akademisi, ormas dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.92
Program adiwiyata telah dilaksanakan mulai dari tahun 2008.
Dimana setiap tahunnya menunjukkan peningkatan peserta dalam program
adiwiyata ini. Dalam pelaksanaannya, program adiwiyata dilakukan setahun
sekali dengan memiliki 4 tahap, yaitu tahap kota, provinsi, nasional dan
mandiri. Jika sekolah sudah masuk pada tahap kota yang telah dinilai oleh
Dinas Lingkungan Hidup Kota Balikpapan, maka di tahun selanjutnya akan
92 Hasil wawancara dengan Ibu Septarini selaku Staf Bidang Penataan Hukum dan Peningkatan
Kapasitas Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup Kota Balikpapan pada tanggal 22 Mei
2020
83
mengikuti pada tahap provinsi yang dinilai oleh Dinas Lingkungan Hidup
provinsi Kalimantan Timur, jika sudah lolos pada tahap provinsi maka akan
mengikuti tahap nasional yang dinilai oleh Kementrian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan, jika sudah lolos tahap nasional tahun depannya akan
mengikuti tahap mandiri. Jika sudah mencapai tahap mandiri dan lolos,
maka sekolah tersebut berkewajiban untuk membina 3 sekolah yang belum
berhasil dalam tahap kota.
Dalam pelaksanaan program adiwiyata, Dinas Lingkungan Hidup
bersama dengan dinas pendidikan membuat forum Green Generation dan
Forum Adiwiyata Mandiri guna membahas dan membuat planning untuk
kegiatan adiwiyata itu sendiri. Hingga saat ini dimana sekolah peserta dari
adiwiyata sendiri sudah mencapai 75%. Data tahun 2018 menunjukkan
bahwa sebanyak 88 sekolah termasuk dalam adiwiyata kota, sebanyak 97
sekolah yang termasuk dalam adiwiyata provinsi, sebanyak 37 sekolah yang
termasuk dalam adiwiyata nasional, dan sebanyak 21 sekolah yang
termasuk dalam adiwiyata mandiri.93
Program Clean, Green, Healthy (CGH) terbagi dalam dua kategori
yaitu diperuntukkan bagi masyarakat dan juga untuk perkantoran khususnya
kantor pemerintahan (eco office). Tidak hanya penggunaan kantong plastik
sekali pakai, namun juga untuk bahan-bahan berbahan dasar plastik seperti
air mineral dalam kemasan (AMDK) baik kemasan gelas maupun botol juga
93 Hasil wawancara dengan Ibu Septarini selaku Staf Bidang Penataan Hukum dan Peningkatan
Kapasitas Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup Kota Balikpapan pada tanggal 22 Mei
2020
84
sudah tidak digunakan lagi. Sebagai gantinya, disediakan air galon,
dispenser dan gelas. Untuk program CGH lingkup masyarakat ini
difokuskan pada pengelolaan sampah 3R (Reuse, Reduce, Recycle), dengan
memberikan workshop yang isinya menjelaskan bagaimana program CGH
tersebut.94
Selanjutnya kegiatan bersih pantai dilakukan di hari-hari besar
nasional yang dipimpin oleh Walikota Balikpapan dengan dihadiri para
Corporate Sosial Responsibility (Tanggungjawab Sosial Perushaan)
masyarakat, anak-anak sekolah, komunitas lingkungan dan organisasi
masyarakat (ormas).95 Program ini sudah dilakukan sejak tahun 2016,
dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup dengan menggandeng seluruh
Organisasi Perangkat Daerah yang ada di Kota Balikpapan, masyarakat,
komunitas lingkungan, ormas, akademisi. Meskipun tidak dilakukan oleh
Dinas Lingkungan Hidup, masyarakat juga sering melakukan kegiatan
bersih-bersih pantai tanpa Dinas Lingkungan Hidup sehingga masyarakat
memiliki perhatian kepada kebersihan lingkungan.
Sejak 10 Februari 2020, Pemerintah Kota Balikpapan meluaskan
larangan penggunaan kantong plastik sebagai kemasan belajaan yang
semula hanya khusus berlaku di ritel modern, kini juga berlaku di pasar
tradisional dan usaha kecil seperti kantin. Setelah sebelumnya penggunaan
94 Hasil wawancara dengan Bapak Drs. H. Suryanto, M.M, Kepala Dinas Lingkungan HIdup Kota
Balikpapan tanggal 21 Mei 2020 95 Hasil wawancara dengan Ibu Septarini selaku Staf Bidang Penataan Hukum dan Peningkatan
Kapasitas Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup Kota Balikpapan pada tanggal 22 Mei
2020
85
kantong plastik telah dilarang digunakan di rumah makan atau restoran,
toko roti, pasar rakyat, fasilitas umum dan olahraga tempat ibadah,
pendidikan, wisata, hingga di angkutan umum. 96
96 Hasil wawancara dengan Ibu Septarini selaku Staf Bidang Penataan Hukum dan Peningkatan
Kapasitas Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup Kota Balikpapan pada tanggal 22 Mei
2020
84
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diraih dari penelitian dan pembahasan diatas
adalah sebagai berikut:
1. Latar belakang dibentuknya Perda Kota Balikpapan Nomor 1 Tahun
2019 tentang Pengurangan Penggunaan Produk/Kemasan Plastik Sekali
Pakai adalah untuk memperkuat Perwali Kota Balikpapan Nomor 8
Tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik.
Pelaksanaan perwali tersebut dinilai kurang efektif karena masih
kurangnya partisipasi dan kesadaran dari masyarakat untuk mengurangi
penggunaan kantong plastik. Selain itu, kawasan pelarangan
penggunaan kantong plastik yang disebutkan dalam Perwali Nomor 8
Tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik hanya
terbatas pada pusat perbelanjaan, department store, hypermarket,
supermarket, minimarket dan retail modern kemudian dalam Perda
Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pengurangan Penggunaan
Produk/Kemasan Plastik Sekali Pakai memperluas pengaturan yang
sebelumnya adalah pelarangan penggunaan kantong plastik menjadi
pelarangan penggunaan produk/kemasan plastik sekali pakai dan juga
memperluas kawasan pelarangan penggunaan produk/kemasan plastik
sekali pakai tersebut.
85
Pembentukan Perda Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pengurangan
Penggunaan Produk/Kemasan Plastik Sekali Pakai juga merupakan
bentuk tindak lanjut atas usaha pemerintah Indonesia mengurangi
penggunaan kantong plastik dengan dikeluarkannya Surat Edaran
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor S.1230/PSLB3-
PS/2016 Tentang Harga dan Mekanisme Penerapan Kantong Plastik
yang dimaksudkan untuk mengurangi timbulan sampah plastik.
Pengurangan tersebut bertujuan untuk mencegah kerusakan lingkungan
yang diakibatkan oleh penggunaan kantong plastik karena sifat
bahannya yang tidak mudah terurai oleh alam dan dapat meracuni tanah.
2. Komunikasi yang telah dilakukan oleh Organisasi Perangkat Daerah
terkait yaitu Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perdagangan, dan Satpol
PP bersama dengan retail modern, masyarakat, sekolah, UMKM dan
Corporate Sosial Responsibility (Tanggungjawab Sosial Perusahaan)
yang ada di Kota Balikpapan sangat mendukung proses pelaksanaan dan
penegakan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pengurangan
Penggunaan Produk/Kemasan Plastik Sekali Pakai ini yang sedang
berlaku di Kota Balikpapan ini.
Penerapan sanksi atas pelanggaran
86
B. SARAN
Saran penulis adalah sebagai berikut:
1. Perlunya penegakan sanksi yang lebih tegas dalam menangani para
pelanggar sehingga peraturan ini dapat berjalan sesuai dengan apa yang
diinginkan bersama, terlepas dari apa yang menjadi dampak atas
diberlakukannya sanksi bagi pelanggar, seperti contoh apabila akan
mempengaruhi roda perekonomian di daerah Kota Balikpapan.
Sehingga tidak ada lagi oknum-oknum yang tidak mematuhi perda ini,
baik dari pelaku usaha besar yaitu retail modern maupun pelaku usaha
kecil seperti warung tradisional.
2. Perlunya diberikan pelatihan khusus dan menyediakan teknologi yang
dapat mendukung pembuatan kantong alternatif ramah lingkungan oleh
UMKM sehingga mereka dapat terberdayakan untuk menyediakan
kantong alternatif ramah lingkungan pada setiap retail modern guna
mendukung pelaksanaan perda ini.
87
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku Literatur:
Andi Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan, Sinar Baru, Jakarta, 2003
Aziz Syamsudin, Proses dan Teknik Perundang-Undangan, Sinar Grafika,
Jakarta, 2011
Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Pusat Studi Hukum
FH UII, Yogyakarta, 2001
Bagir Manan, Perjalanan Historis Pasal 18 UUD 1945, UNISKA, Jakarta,
1993
Bagir Manan, Penegakan Hukum yang Berkeadilan, Varia Peradilan,
Majalah Hukum Tahun ke XX No. 241 November 2005
Bambang Waluyo, Penegakan Hukum Di Indonesia, Sinar Grafika,
Jakarta. 2016
BPHN (Badan Pembinaan Hukum Nasional), Simposium Masalah
Penegakan Hukum, Cetakan Pertama, Binacipta, 1982
Dellyana, Shant, Konsep Penegakan Hukum, Liberty, Yogyakarta, 1988
Derita Prapti Rahayu, Budaya Hukum Pancasila, Thafa Media,
Yogyakarta, 2014
Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah,
Gramedia Widyasarana Indonesia, Jakarta, 2007
Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Penerbit Gadjah Mada
University Press, Jakarta, 1990
88
H.Hilman Hadikusuma, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi
Ilmu Hukum, CV.Mandar Maju, Bandung, 1995
Inu Kencana Syafei, Sistem Pemerintahan Indonesia, Rineka Cipta,
Jakarta, 2002
Irman Syahriar, Penegakan Hukum Pers, Aswaja Pressindo, Surabaya,
2014
Jawahir Thontowi, Negara Hukum Kontemporer Eksploitasi Tambang
untuk Kesejahteraan Rakyat Indonesia, Madyan-Ind Press, Jakarta,
2016
Ni’matul Huda, Hukum Pengawasan Pemerintah, Ctk. Pertama,
Nusamedia, Bandung, 2009
Ni’matul Huda, Otonomi Daerah (Filosofi, Sejarah Perkembangan dan
Problematika), Cetakan II, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009
Ni’matul Huda dan R. Naziriyah, Teori dan Pengujian Peraturan
Perundang-undangan,Nusa Media, Bandung, 2011
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, 2003
Sarundajang, Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta, 2002
Satjipto Rahardjo, Sosiologis Hukum Perkembangan Metode dan Pilihan
Masalah, Genta Publishing Yogyakarta, 2010
Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Genta
Publishing, Yogyakarta, 2009
89
Siswanto Sunarso, Wawasan Penegakan Hukum di Indonesia, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2005
Soedjono, Penegakan Hukum dalam Sistem Pertahanan Sipil, Karya
Nusantara, Bandung, 1978
Soerjono Soekamto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan
Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2010
Soerjono Soekamto, Sosiologi Suatu Pengantar, Rajawali Pers, Jakarta,
2002
Solly Lubis, Perkembangan Garis Politik dan Perundang-undangan
Pemerintah Daerah, Alumni, Bandung, 1983
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Cetakan-5,
AtmaPustaka, Yogyakarta. 2016
Suwoto Mulyosudarmo, Peralihan Kekuasaan: Kajian Teoritis dan
Yuridis Terhadap Pidato Nawaksara, PT. Gramedia, Jakarta, 1997
Tim ICCE UIN Jakarta, Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat
Madani, Prenada Media, Jakarta, 2005
B. Makalah:
A.A. Oka Mahendra, Harmonisasi dan Sinkronisasi RUU Dalam Rangka
Pemantapan dan Pembulatan Konsepso, makalah, “Workshop
Pemahaman UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan”, Yogyakarta, Oktober, 2005
90
Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Kota
Balikpapan Tahun 2017
Draft Raperda Final Rencana Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2019
tentang Pengurangan Produk/Kemasan Plastik Sekali Pakai
C. Website:
- https://megapolitan.kompas.com/read/2018/08/19/21151811/indonesia
-penyumbang-sampah-plastik-terbesar-kedua-di-dunia diakses pada
tanggal 20 November 2019 pukul 15.20 WIB
- http://blog.unnes.ac.id/muhtada/2016/03/21/produk-hukum-daerah/
diakses pada 14 Maret 2020, pukul 18.08 WITA
- https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5a94089a208f5/produk-
hukum-daerah-dinilai-banyak-bertentangan-dengan-azas-dan-prinsip-
hukum diakses pada tanggal 15 Maret 2020 pukul 11.53 WITA
- http://www.jimly.com/makalah/namafile/56/Penegakan_Hukum.pdf
diakses pada tanggal 18 Maret 2020 pukul 14.53 WITA
- http://sippa.ciptakarya.pu.go.id/sippa_online/ws_file/dokumen/rpi2jm/
DOCRPIJM_b53a7134b9_BAB%20IIBAB%202%20PROFIL%20KO
TA%20BALIKPAPAN.pdf diakses pada tanggal 1 April 2020 pukul
15.25 WITA
-
D. Undang-Undang:
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
91
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Permendagri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum
Daerah
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 120 Tahun
2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 80 Tahun 2015 tentang
Pembentukan Produk Hukum Daerah Peraturan Pemerintah Nomor
41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah
Peraturan Daerah Kota Balikpapan Nomor 1 Tahun 2019 tentang
Pengurangan Produk/Kemasan Plastik Sekali Pakai
Perwali Kota Balikpapan Nomor 8 tahun 2018 tentang Pengurangan
Penggunaan Kantong Plastik
E. Hasil Wawancara:
Hasil wawancara dengan Bapak Drs. H. Suryanto, M.M, Kepala Dinas
Lingkungan Hidup Kota Balikpapan
Hasil wawancara dengan Ibu Yuli selaku Staf Bidang Penegakan Produk
Hukum Daerah (PPHD) Satpol PP Kota Balikpapan
Hasil wawancara dengan Bapak H. Abdul Muis, S.Pd, M.Si selaku Kepala
Bidang PPHD Satpol PP Kota Balikpapan
Hasil wawancara dengan Ibu Septarini selaku Staf Bidang Penataan
Hukum dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan Hidup Dinas
Lingkungan Hidup Kota Balikpapan
Top Related