1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ingsun Titip Tajug Lan Fakir Miskin adalah kalimat atau ungkapan
tentang nilai kependidikan yang diciptakan oleh Syekh Syarif Hidayatullah
atau lebih dikenal dengan Sunan Gunung Jati. Kalimat ini dianggap sebagai
inti ajaran Sunan Gunung Jati dan masih diajarkan oleh keturunannya melalui
Sultan Kasepuhan Cirebon (Wildan, 2012 : 244). Kalimat ini bernilai amanah
kekhalifahan dari seorang penyebar agama Islam di Cirebon yakni Sunan
Gunung Jati, kepada para calon pemimpin yang kelak dipercaya untuk
memimpin masyarakat Cirebon yang taraf pendidikan dan ekonominya
masih terbelakang. Tajug adalah simbol peribadatan dan kependidikan
sedangkan fakir miskin melambangkan perkenomian masyarakat Cirebon.
Setiap pemimpin bertanggungjawab langsung terhadap kualitas keagamaan
dan pendidikan, serta kesejahteraan ekonomi rakyatnya.
Pendidikan, dengan demikian, memiliki peran strategis dalam
pemberdayaan dan pencerdasan masyarakat. Menurut Sayyed Naquib Alattas,
tujuan dari pendidikan sendiri adalah untuk menghasilkan manusia yang
beradab yang dapat menampilakan keutuhan jiwa dan raganya dalam
kehidupannya (Syahidin, 2009 : 9). Setiap individu yang memiliki kualitas
pendidikan dipastikan dikaruniai kemampuan dan keahlian untuk mengatasi
persoalan hidupnya dan kesejahteraan keluarganya, yang lazimnya berawal
dari masalah ekonomi dan tingkat pendapatan. Allah SWT menjamin setiap
2
individu yang beriman dan memiliki ilmu pengetahuan untuk mendapatkan
karunia tersebut. Firman Allah dalam QS. Al-Mujadalah ayat 11 :
Terjemah:
Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu : “berlapang-
lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan (kepadamu): “Berdirilah, maka
berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman
diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dengan beberapa
derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (Depag RI,
1991 : 210)
Amanah Ingsun Titip Tajug lan Fakir Mskin adalah cermin kearifan
seorang tokoh Sunan Gunung Jati yang sangat futuristik dan sesuai dengan
kodrat manusia, atau kemanusiaan manusia. Meskipun ungkapan kalimat
tersebut menyiratkan kata “tajug” tetapi sesungguhnya jauh dari
diskriminatif. Tajug pada masa itu adalah satu-satunya tempat yang pertama
dibangun sebagai media komunikasi yang dapat menampung aspirasi seluruh
warga, sebagaimana Rasulullah SAW membangun masjid ketika pertama
datang di Madinah al-Munawawah.
Tajug atau surau kecil di kampung (Tamsyah, 2010 : 246) secara
harfiah adalah tempat peribadatan kolektif (jama’ah) ummat Islam. Tetapi,
tajug yang dikehendaki adalah pusat pendidikan, peribadatan dan
pengkaderan bagi calon-calon pemimpin bangsa. Setiap calon pemimpin
3
dalam setiap jenjang dan jenis, disyaratkan memiliki tingkat pendidikan,
kualitas keagamaan dan jenjang kaderisasi yang memadai, karena dia adalah
khalifah Allah di muka bumi.
Keimanan dan ilmu pengetahuan berfungsi untuk meningkatkan
kecerdasan dan kesejahteraan umat manusia. Setiap individu beriman dan
berilmu pengetahuan memiliki potensi dan layak menjadi khalifah atau wakil
Allah dalam menciptakan kesejahteraan umat manusia. Allah SWT berfirman
dalam QS. Al-Baqarah ayat 30-32 :
Terjemahan:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya
aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata:
"Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan
membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal Kami
Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan
berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidakereka menjawab:
"Maha suci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang telah
Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha
mengetahui lagi Maha Bijaksana "(Depag RI, 1991 : 13-14)
Untuk mengetahui eksistensi diri manusia sebagai khalifatullah di bumi
maka diperlukan suatu upaya. Upaya tersebut dapat diperoleh melalui proses
pendidikan. Pendidikan pada dasarnya adalah aktivitas sadar berupa
4
bimbingan dan pengarahan bagi pertumbuhan dan perkembangan nilai-nilai
ilahiyat yang ada pada dirinya (Supriyatno, 2009 : 82). Pendidikan
merupakan sebuah upaya dalam meningkatkan nilai-nilai peradaban manusia
menuju ke arah yang lebih baik (Taqiyuddin, 2013 : 14). Pendidikan
bertujuan untuk memberi kesadaran, pengetahuan dan kemampuan pada
setiap individu dan kelompok untuk dapat mandiri dalam kehidupan yang
lebih baik dan berperan dalam mewariskan kebudayaan dari generasi ke
generasi. Pendidikan juga dapat memberi kesempatan kepada seluruh warga
masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam kebudayaan dan ekonomi
(Sanjaya, 2008 : 44).
Kemisikinan sepanjang masa selalu menjadi sumber ketertinggalan dan
kesengasaraan umat manusia. Rasulullah SAW bahkan memperingatkan kita
untuk dapat menjauhi kemiskinan (kemelaratan) yang menjerumuskan kepada
perilaku kafir. Kafir dalam arti mengingkarai kuasa, kehendak dan keadilan
Allah serta perilaku menjauhi kebenaran dan mendekati kesalahan.
(الحديث)كاد الفقر أن يكون كفرا
Terjemahan:
Hampir-hampir kefakiran (kemiskinan) itu menjadi kekafiran (al-Hadits)
Setelah Cirebon dipimpin oleh Sunan Gunung Jati, kemajuannya tidak
hanya dalam bidang keagamaan dan pemerintahan, akan tetapi juga di bidang
sosial ekonomi (Rokhmin, 2004 : 63). Di bidang ekonomi dan perdagangan,
Cirebon merupakan negara maritim yang pada waktu itu banyak dikunjungi
5
oleh negara luar. Keadaan itu sangat menguntungkan bagi masyarakat
setempat untuk berdagang dan berlayar. Untuk lebih meningkatkan
perdagangan, maka atas petunjuk Sunan Gunung Jati dibangun pasar yang
letaknya tidak jauh dengan pantai (berhadapan dengan Keraton Kanoman).
Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) juga dikenal sebagai pribadi
yang ahli dalam hal-hal yang berkenaan dengan urusan pembukaan hutan,
sistem pengairan dan pembangunan desa baru sehingga dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat yang dipimpinnya (Wildan, 2012 : 206).
Kecerdasaran (kualitas intelektual), kesejahteraan (kualitas ekonomi)
dan keadilan hanya dapat diperoleh setiap anggota masyarakat dan warga
negara yang menyadari hak dan kewajiban masing-masing. Kesadaran
terhadap hak dan kewajiban setiap individu ditopang oleh pemahaman
terhadap nilai-nilai baik dan mulia yang harus ditunaikan serta kesadaran
terhadap keniscayaan menjauhi hal-hal buruk dan tercela. Kecerdasan,
pemahaman dan kesadaran untuk mengaplikasian ilmu pengetahuan dan nilai-
nilai mulia dalam kehidupan sehari-hari adalah buah dari ilmu pengetahuan,
yang berawal dari proses pendidikan atau pembelajaran yang berkualitas.
Pendidikan, dengan demikian, memiliki misi untuk mengubah tingkah laku
dan nilai seseorang yang terjadi melalui pemberian pengetahuan,
keterampilan, nilai dan sikap oleh para pendidik (Marzuki, 2012 : 89).
Amanat Ingsun titip tajug lan fakir miskin merupakan salah satu
ajaran Sunan Gunung Jati. Dari sekian banyak objek yang ada, Sunan
Gunung Jati memilih tajug dan fakir miskin sebagai titipannya. Pemilihan
6
kedua objek tersebut menjadi keunikan dari pesan ini. Namun dewasa ini
kalimat tersebut hanya dianggap sebagai kalimat biasa dan seolah menjadi
kalimat iconic dari Kota Cirebon. Banyak juga orang yang memahami
pesan tersebut secara sempit yakni sebatas pesan untuk menjaga tajug dan
fakir miskin. Padahal jika melihat sosok Sunan Gunung Jati sebagai
seorang Ulama sekaligus Umara’, pemaknaan terhadap pesan tersebut bisa
lebih luas dari berbagai macam perspektif, termasuk pendidikan. Atas dasar
itu maka penelitian ini berusaha untuk mengungkap kandungan makna
kalimat tersebut ditinjau dari sudut pandang kurikulum.
B. Perumusan Masalah
1. Wilayah Kajian
Wilayah kajian penelitian ini adalah Teori Dasar Kurikulum Pendidikan
2. Pertanyaan Penelitian
Beberapa pertanyaan penelitian yang relevan, berdasarkan paparan diatas
adalah :
a. Nilai apakah yang dapat diwariskan dari kalimat Ingsun Titip Tajug
lan Fakir Miskin ?
b. Pengetahuan apakah yang dapat ditransfer dari kalimat Ingsun Titip
Tajug lan Fakir Miskin ?
c. Keterampilan apakah yang dapat diaplikasikan dari kalimat Ingsun
Titip Tajug lan Fakir Miskin ?
7
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data tentang:
1. Nilai yang dapat diwariskan dari kalimat Ingsun Titip Tajug lan Fakir
Miskin.
2. Pengetahuan yang dapat ditransfer dari kalimat Ingsun Titip Tajug lan
Fakir Miskin.
3. Keterampilan yang dapat diaplikasikan dari kalimat Ingsun Titip Tajug
lan Fakir Miskin
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis, diharapkan bisa menambah khazanah keilmuan yang ada
serta bisa menjadi rujukan dalam penelitian selanjutnya
2. Manfaat Praktis, bisa menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum
dengan bersumber pada nilai-nilai kearifan lokal yang ada
3. Manfaat Akademis, dapat menambah keilmuan penyusun dalam
memahami lebih mendalam mengenai ajaran dari Sunan Gunung Jati
melalui petatah-petitihnya
E. Kerangka Pemikiran
Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam
segala bentuk lingkungan dan berlaku sepanjang hidup. Pendidikan adalah
segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu
(Mudyahardjo, 2013 : 3). Pendidikan sendiri berisikan nilai-nilai dan
8
pengetahuan (Rasyidin, 2014 : 110). Isi dari pendidikan adalah bahan
pelajaran yang kemudian dikenal dengan istilah kurikulum.
Kurikulum merupakan sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh
atau diselesaikan peserta didik untuk memperoleh ijazah (Ladjid, 2005 : 24).
Pendapat yang menyatakan kurikulum sebagai suatu mata pelajaran dengan
tujuan untuk mendapatkan ijazah merupakan pandangan lama yang
mengartikan kurikulum secara sempit. Dalam arti yang luas, kurikulum lebih
dianggap sebagai suatu pengalaman atau sesuatu yang nyata terjadi dalam
proses pendidikan (Hidayat, 2015 : 21). Dalam pendidikan, kegiatan yang
dapat memberikan pengalaman belajar atau dapat dianggap sebagai
pengalaman belajar termasuk kedalam kurikulum (Tafsir, 2012 : 81).
Karenanya, kurikulum tidak lagi dianggap hanya sebagai bentuk suatu mata
pelajaran, akan tetapi dianggap juga sebagai pengalaman belajar siswa
(Sanjaya, 2008 : 6).
Pendidikan bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik yang
mencakup pengetahuan (kognitif), keterampilan (skill), perilaku, hasil
tindakan dan sikap (afektif) serta pengalaman eksploratoris (pengalaman
lapangan) (Hamalik, 2013 : 129). Sebagaimana yang diungkapkan Ali (1992 :
31), bahwa dalam menyusun isi suatu kurikulum harus dikembangkan
berdasarkan tujuan yang ingin dicapai. Rumusan tujuan mencakup berbagai
aspek perubahan perilaku yang diharapkan dapat dicapai siswa, baik
pengetahuan, keterampilan ataupun sikap (Ali, 1992 : 31). Karenanya, dalam
menentukan isi atau konten kurikulum hendaknya memperhatikan tujuan
9
pendidikan tersebut. Adapun sumber-sumber yang bisa dijadikan dalam
merumuskan tujuan pendidikan dapat dilihat pada bagan berikut ini
(Nasution, 1995 : 265)
Bagan 1a
Pada bagan tersebut dapat diketahui bahwa dalam merumuskan tujuan
pendidikan tidak hanya bersumber kepada disiplin bidang-bidang ilmu
pengetahuan saja, melainkan bisa juga bersumber dari individu peserta didik,
ataupun dari masyarakat.
Masyarakat bisa dijadikan sumber acuan dalam menentukan tujuan
pendidikan mengingat nilai-nilai hidup dalam masyarakat sangat banyak
jumlahnya, contohnya adalah nilai kearifan lokal. Pendidikan berusaha
membantu untuk mengenali, memilih dan menetapkan nilai-nilai tertentu
sehingga dapat digunakan sebagai landasan pengambilan keputusan untuk
berperilaku secara konsisten dan menjadi kebiasaan dalam hidup
bermasyarakat (Zuriah, 2007 : 19). Kemajuan suatu masyarakat dan suatu
TUJUAN
Masyarakat Murid/Individu Disiplin bidang-bidang
ilmu pengetahuan
Kognitif Afektif Psikomotor
Sumber-Sumber
Aspek-Aspek
10
bangsa sangat ditentukan pembangunan sektor pendidikan dalam penyiapan
Sumber Daya Manusia (SDM) yang sesuai dengan perkembangan zaman,
karenanya unsur masyarakat juga penting dalam menentukan tujuan
pendidikan (Idi, 2011 : 60).
Perumusan tujuan pendidikan akan melahirkan isi materi/kurikulum
yang akan dikembangkan. Untuk menentukan bahan materi atau subject
matter yang akan dijadikan kurikulum harus terdiri dari aspek pengetahuan,
nilai-nilai dan keterampilan (Nasution, 1995: 231). Ketiga aspek tersebut
harus terkandung dalam isi kurikulum karena berkaitan langsung dengan
kepribadian manusia (Suteja, 2009 : 15). Muatan kurikulum dapat
digambarkan sebagai berikut:
Bagan 1b
Selain harus bermuatan nilai-nilai, pengetahuan dan keterampilan,
untuk menentukan bahan materi yang akan dijadikan isi kurikulum harus
memperhatikan kriteria-kriteria berikut ini sebagaimana yang diungkapkan
Hilda Taba dalam Ali (1992 : 96)
1. Isi kurikulum harus valid (shahih) dan signifikan (terpercaya)
2. Isi kurikulum harus berpegang kepada kenyataan-kenyataan
sosial
3. Kedalaman dan keluasan isi kurikulum harus seimbang
Muatan Kurikulum Pendidikan
1. Nilai
2. Pengetahuan
3. Keterampilan
11
4. Isi kurikulum menjangkau tujuan yang luas, meliputi
pengetahuan, keterampilan dan sikap
5. Isi kurikulum harus dapat dipelajari dan disesuaikan dengan
pengalaman siswa
6. Isi kurikulum harus dapat memenuhi kebutuhan dan menarik
siswa
Ingsun titip tajug lan fakir miskin merupakan petatah-petitih yang
ditinggalkan Sunan Gunung Jati dan menjadi bagian dari nilai kearifan lokal
Cirebon, berisikan pesan atau nasihat yang sesungguhnya berasal dari ajaran
Islam. Walaupun nampak sederhana, pesan tersebut merupakan bentuk
komunikasi yang bersifat religius. Sebagaimana yang diungkapkan
Bustanudin (2007 : 156), suatu komunikasi dikatakan bersifat religius jika
isinya merupakan pesan-pesan atau ajaran suatu agama, baik menggunakan
ayat atau dalil secara langsung, maupun berupa interpretasi dari yang
menyampaikannya. Kesederhanaan bentuk pesan tersebut juga dimungkinkan
agar ide-ide yang kompleks dapat diekspresikan dalam istilah-istilah yang
sederhana (Beatty, 2001 : 226).
Berdasarkan uraian diatas, maka pesan Sunan Gunung Jati Ingsun titip
tajug lan fakir miskin dapat dikategorikan sebagai suatu bahan ajar atau
konten kurikulum yang bersumber dari nilai kearifan lokal yang berkembang
di masyarakat Cirebon. Pesan tersebut sarat akan nilai-nilai, pengetahuan
maupun keterampilan yang bisa dikembangkan. Spirit yang terkandung dalam
pesan tersebut sangat relevan dengan dunia kependidikan. Tujuan pendidikan
yang hendak dituju dalam pesan tersebut adalah untuk mengembangkan
segala potensi manusia sehingga menjadikannya sebagai khalifah Allah di
12
bumi yang bisa memimpin dirinya sendiri dan orang lain serta mempunyai
kualitas pengetahuan, kesadaran maupun keterampilan yang baik dalam
menjalankan tugas kekhalifahannya tersebut.
F. Penelitian yang Relevan
Secara khusus belum ada penelitian yang membahas mengenai petatah-
petitih Ingsun titip tajug lan fakir miskin dalam sudut pandang kurikulum.
Namun ada beberapa skripsi yang juga menelaah petatah-petitih ini,
diantaranya :
1. Skripsi dengan judul Petatah Petitih Sunan Gunung Jati (1448-1568)
Studi Kasus “Ingsun Titip Tajug Lan Fakir Miskin” yang disusun oleh
Devianti Dharma Putri mahasiswa Prodi Sejarah Peradaban Islam
Jurusan Adab, STAIN Cirebon Tahun 2008.
2. Skripsi dengan judul Wasiat Sunan Gunung Jati “Ingsun Titip Tajug lan
Fakir Miskin” Relevansinya dengan Konsep Dakwah Sosial bil Hal yang
disusun oleh Jejep Palahul Alam mahasiswa Prodi Komunikasi Penyiaran
Islam Jurusan Dakwah STAIN Cirebon Tahun 2006.
Antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh saudari
Devianti terdapat perbedaan. Pembahasan yang dilakukan oleh saudari
Devianti, petatah-petitih Ingsun titip tajug lan fakir miskin dianggap sebagai
pesan yang secara implisit memberikan arah dan petunjuk bagi banyak orang
agar tetap konsisten dalam menjalankan ajaran Islam, bermoral terhadap
sesama, terlebih kepada kaum dhu’afa, sedangkan secara eksplisit
13
mempertegas anjuran untuk memakmurkan tajug atau masjid dan
memperhatikan fakir miskin. Sedangkan pembahasan skripsi ini menekankan
bukan hanya sebatas nilai akan tetapi juga mencakup pengetahuan serta
keterampilan yang dapat diambil dari makna yang tersirat dari pesan Ingsun
titip lan fakir miskin.
Skripsi saudara Jeje Palahul Alam, menghasilkan kesimpulan bahwa
petatah-petitih Ingsun titip tajug lan fakir miskin relevan dengan konsep
dakwah sosial bil hal yang diaktualisasikan dalam bentuk kegiatan
memakmurkan masjid dan menyantuni fakir miskin. Dengan demikian, arah
pembahasan lebih ditekankan pada misi dakwah, sedangkan skripsi ini lebih
menitik beratkann pada aspek pendidikan karena melibatkan nilai,
pengetahuan dan keterampilan yang didapat dari petatah-petitih Ingsun titip
tajug lan fakir miskin untuk bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Top Related