Zooplankton Sebagai Pakan Alami
Dan Kulturnya
Dosen Pengampu :
Ir. Kusriani, MP
Oleh:
1. Fayakun 125080200111005
2. Fitri Margiana 125080200111017
3. ka Nur Sheilla 125080200111029
4. Mega Putri Pratama 125080200111053
5. M Taufiqqurrahman 1250802001110
6. Sanjaya Eka 1250802001110
7. Shafa Aulia Q A 125080200111045
8. Timur Nuswaraditya 125080200111063
P04
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya
Malang
2013
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena dengan
rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah
Planktonologi dengan baik dan tepat waktu.
Terima kasih kepada ibu Kusriani, selaku dosen mata kuliah
Planktonologi atas bimbingan yang telah diberikan dan kepercayaan yang
telah diberikan kepada kami selama penyelesaian tugas.
Kami menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari
kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat diperlukan.
Malang, 25 Februari 2013
Penulis
2
DAFTAR ISI
Cover…………………………………………………………………………….i
Kata Pengantar………………………………………………………………...ii
Daftar Isi………………………………………………………………………...iii
Bab I Pendahuluan
1.1 Zooplankton……………………………………………………..11.2 Reproduksi dan Siklus Hidup Zooplankton…………………21.3 Peranan Zooplankton dalam Rantai Makanan di Laut…….4
Bab II Pembahasan
2.1 Brachionus sp……………………………………………………6
2.2 Kopepoda ………………………………………………………..8
2.3 Artemia sp ……………………………………………………….9
2.4 Daphnia sp. …………………………………………………….11
Daftar Pustaka……………………………………………………..…….…….16
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Zooplankton
Zooplankton merupakan anggota plankton yang bersifat
hewani, sangat beraneka ragam dan terdiri dari bermacam larva
dan bentuk dewasa yang mewakili hampir seluruh filum hewan
(Nybakken,1992). Zooplankton dan Fitoplankton merupakan bahan
dasar semua rantai makanan di dalam perairan. zooplankton
menempati perairan sampai dengan 200 m dan bermigrasi vertikal
untuk mencari makan yang berupa fitoplankton (Omori dan Ikeda,
1984). Zooplankton memegang peranan penting dalam jaring jaring
makanan di perairan yaitu dengan memanfaatkan nutrient melalui
proses fotosintesis (Kaswadji, 2001). Dalam hubungannya dengan
rantai makanan, terbukti zooplankton merupakan sumber pangan
bagi semua ikan pelagis , oleh karena itu kelimpahan zooplankton
sering dikaitkan dengan kesuburan perairan (Arinardi et al, 1997).
Zooplankton merupakan anggota plankton yang bersifat
hewani, sangat beraneka ragam dan terdiri dari bermacam larva
dan bentuk dewasa yang mewakili hampir seluruh filum hewan
(Nybakken,1992). Zooplankton disebut juga plankton hewani,
adalah hewan yang hidupnya mengapung, atau melayang dalam
laut. kemampuan renangnya sangat terbatas hingga
keberadaannya sangat ditentukan kemana arus membawanya.
Zooplankton bersifat heterotrofik, yang maksudnya tak dapat
memproduksi sendiri bahan organik dari bahan inorganik. Oleh
karena itu, untuk kelangsungan hidupnya, ia sangat bergantung
pada bahan organik dari fitoplankton yang menjadi makanannya.
4
Jadi zooplankton lebih berfungsi sebagai konsumen bahan
organik. Ukurannya paling umum berkisar 0,2 – 2 mm, tetapi ada
juga yang berukuran besar misalnya ubur-ubur yang bisa
berukuran sampai lebih satu meter. Kelompok yang paling umum
ditemui antara lain kopepod (copepod), eufausid (euphausid), misid
(mysid), amfipid (amphipod), kaetognat (chaetognath). Zooplankton
dapat dijumpai mulai dari perairan pantai, perairan estuaria didepan
muara sampai ke perairan di tengah samudra, dari perairan tropis
hingga ke perairan kutub (Nontji, 2008). Menurut Nybakken (1992),
Zooplankton melakukan migrasi harian dimana zooplankton
bergerak ke arah dasar pada siang hari dan ke permukaan pada
malam hari. Rangsangan utama yang menyebabkan migrasi
vertikal harian adalah Cahaya.
Zooplankton akan bergerak menjauhi permukaan bila
intensitas cahaya di permukaan meningkat, dan Zooplankton akan
bergerak ke permukaan laut apabila intensitas cahaya di
permukaan menurun (Davis, 1955). Zooplankton ada yang hidup di
permukaan dan ada pula yang hidup di perairan dalam. Ada pula
yang dapat melakukan migrasi vertikal harian dari lapisan dalam ke
permukaan. Hampir semua hewan yang mampu berenang bebas
(nekton) atau yang hidup di dasar laut (benthos) menjalani awal
kehidupannya sebagai zooplankton yakni ketika masih berupa telur
dan larva. Baru dikemudian hari, menjelang dewasa, sifat hidupnya
yang bermula sebagai plankton berubah menjadi nekton atau
benthos (Nontji, 2008).
1.2 Reproduksi dan Siklus Hidup Zooplankton
Reproduksi antara zooplankton crustacea pada umumnya
unisexual melibatkan baik hewan jantan maupun betina, meskipun
terjadi parthenogenesis diantara Cladocera dan Ostracoda. Siklus
hidup copepoda Calanus dari telur hingga dewasa melewati 6 fase
naupli dan 6 fase copepodit. Perubahan bentuk pada beberapa
5
fase naupli pertama terjadi kira-kira beberapa hari dan mungkin
tidak makan. Enam pase kopepodit dapat diselesaikan kurang dari
30 hari (bergantung suplai makan dan temperatur) dan beberapa
generasi dari spesies yang sma mungkin terjadi dalam tahun yang
sama (yang disebut siklus hidup ephemeral) (Parsons et al, 1984).
Nybaken (1992) menyatakan pada estuaria, sekitar 50-60 %
persen produksi bersih fitoplankton dimakan oleh zooplankton.
Pada dasarnya hampir semua fauna akuatik muda yang terdapat
pada ekosistem mangrove, dikategorikan sebagai zooplankton.
Usia muda dari fauna akuatik (larva) sebagian besar berada di
ekosistem mangrove. Dan larva dikategorikan sebagai zooplankton,
karena termasuk fauna yang pergerakannya masih dipengaruhi
oleh pergerakan air, sebagaimana pengertian dari plankton itu
sendiri. Oleh karena itu juga Tait (1987) mengkategorikan
Gastropoda, Bivalva, telur ikan, dan larva ikan kedalam
zooplankton. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa
zooplankton dari Filum Protozoa, memakan bakteri dan fungi yang
terdapat pada ekosistem mangrove.
Selain itu taksa zooplankton yang sering dan banyak
terdapat pada ekosistem mangrove adalah Copepoda. Ikan-ikan
pelagis seperti teri, kembung, lemuru, tembang dan bahkan
cakalang berprefensi sebagai pemangsa Copepoda dan larva
Decapoda. Oleh karena itu, terdapat ikan penetap sementara pada
ekosistem mangrove, yang cenderung hidup bergerombol
dikarenakan kaitannya yang erat dengan adanya mangsa pangan
pada ekosistem itu sendiri (Nybakken, 1992).
Reproduksi antara zooplankton crustacea pada umumnya
unisexual melibatkan baik hewan jantan maupun betina, meskipun
terjadi parthenogenesis diantara Cladocera dan Ostracoda. Siklus
hidup copepoda Calanus dari telur hingga dewasa melewati 6 fase
naupli dan 6 fase copepodit. Perubahan bentuk pada beberapa
6
fase naupli pertama terjadi kira-kira beberapa hari dan mungkin
tidak makan. Enam pase kopepodit dapat diselesaikan kurang dari
30 hari (bergantung suplai makan dan temperatur) dan beberapa
generasi dari spesies yang sma mungkin terjadi dalam tahun yang
sama (yang disebut siklus hidup ephemeral) (Nybakken, 1992).
1.2 Peranan Zooplankton dalam Rantai Makanan di Laut
Dalam hubungannya dengan rantai makanan, terbukti
zooplankton merupakan sumber pangan bagi semua ikan pelagis ,
oleh karena itu kelimpahan zooplankton sering dikaitkan dengan
kesuburan perairan (Arinardi et al, 1997). Zooplankton penting
karena di perairan memanfaatkan nutrient melalui proses
fotosintesis (Kaswadji, 2001).
Hewan terbesar di dunia, paus biru (Balaenoptera physalus),
makanan utamanya adalah zooplankton kecil, Euphasia superba,
yang dikenal pula dengan nama “krill”, yang bentuknya seperti
udang kecil berukuran 4 – 5 cm (Nontji, 2008). Keberadaan
zooplankton sebagai produser sekunder dan konsumer primer
mempunyai ciri anatomi, morfologi dan fisiologi yang sangat
spesifik. Dengan fungsi tersebut, setiap jenis zooplankton
mempunyai spesifikasi dan sumbangan yang berbeda. Hal ini
terutama karena sebagian dari fase larva biota laut masuk kedalam
tahapan zooplankton.
Oleh karenanya pengenalan terhadap ciri dan karakterisitik
anatomi, morfologi dan fisiologi sangatlah diperlukan. Hal ini juga
terkait dengan proses interaksi diantara zooplankton dengan
habitatnya sebagai bagian dari strategi untuk mempertahankan
kehidupan (Rohmimohtarto, 1999).
Peranan zooplankton sebagai produsen sekunder ataupun
sebagai konsumen primer sangat besar. Zooplankton sering
melakukan gerakan naik turun pada perairan yang disebut sebagai
migrasi vertical. Gerakan tersebut dimaksudkan untuk mencari
makanan yaitu phytoplankton gerakan naik ke permukaan biasanya
7
dilakukan pada malam hari, sedang gerakan ke dasar perairan
dilakukan pada siang hari. Gerakan pada malam hari lebih banyak
dilakukan karena adanya variasi makanan yaitu phytoplankton lebih
banyak, selain itu dimungkinkan karena zooplankton menghindari
sinar matahari secara langsung (Nontji,2008).
Untuk mengetahui lebih lengkap jenis-jenis zooplankton apa
saja yang digunakan sebagai sumber pakan alami dan bagaimana
cara membudidayakannya , akan dibahas pada bab berikutnya.
8
BAB II
PEMBAHASAN
Zooplankton adalah organisme sekunder yang berfungsi sebagai
pakan alami, yang diberikan pada larva ikan dan non ikan. Jenis-jenis
zooplankton yang dapat dikultur dan diberikan sebagai pakan alami
adalah :
1. Brachionus sp.
2. Kopepoda (Cyclop sp., Acartia sp.)
3. Diaphanosoma sp.
4. Artemia sp.
5. Cacing rambut
6. Daphnia sp.
7. Moina sp.
8. Larva chironomus
Berikut adalah pembahasan klasifikasi mengenai zooplankton di atas :
(Hastuti, 2013)
1. Brachionus sp.
Filum : Avertebrata
Kelas : Aschelminthes
Ordo : Eurotaria
Famili : Monogononta
Genus : Brachionus
Spesies : Brachionus sp.
Ada 3 type :
- Brachionus sp. (94-63 µm)
- Brachionus rotundiformis (150-205 µm)
- Brachionus plicatilis (162-243 µm)
9
Siklus hidup :
- Brachionus (rotifer) dalam keadaan normal sec.
parthenogenesis
- Rotifer betina amiktik menghasilkan telur amiktik
- Kondisi tidak normal (salinitas, suhu, kualitas pakan),
betina amiktik menghasilkan telur miktik
- Telur miktik menetas menjadi betina miktik
- Betina miktik akan menghasilkan telur yang akan
berkembang menjadi rotifer jantan
- Bila Rotifer jantan dan betina miktik kawin, maka betina
miktik akan menghasilkan telur/kista yg tahan terhadap
kondisi perairan yg jelek
Kultur Brachionus sp. :
- Membiakkan Chlorella yang berasal dari lab. fitoplankton
ke dalam bak yg lebih besar, minimal 1m3
- Setelah Chlorella berkembang banyak (umur 6 hari)
ditulari dengan Brachionus 1-2 g/m3 media
- Dipanen setelah berumur lima hari dari saat penularan
dengan menggunakan net plankton dengan kepadatan
mencapai 400.000-500.000 ek/l
- Selain Chlorella, jenis fitoplankton yg dapat digunakan
sebagai media kultur Brachionus adalah Tetraselmis,
Dunaliella, Isochrysis, Pavlova, atau kombinasi
Nannochloropsis (0,5-1 juta sel/rotifer/hari) dengan ragi
roti (0,4 mg/rotifer/hari)
2. Kopepoda
Filum : Arthropoda
Kelas : Crustacea
Ordo 1 : Cyclopoida
Ordo 2 : Calanoida
Famili 1 : Cyclopoidae
10
Famili 2 : Acartiinidae
Genus 1 : Cyclop
Genus 2 : Acartia
Spesies 1 : Cyclop sp
Species 2 : Acartia sp.
Ciri-ciri cyclopoidae
1. kopepoda umumnya berukuran kecil, panjang antara 1-5
mm
2. beda antara jantan dan betina dapat dilihat dari antena
pertama,segmen genital dan cabang ekor
3. antena jantan terdapat pseudocela berupa duri pada
ujung antena, segmen genital betina berbentuk oval tidak
memiliki duri sedang jantan berbentuk ramping dan
terdapat duri pada ke dua sisinya, rambut cabang ekor
betina berbentuk lurus dan panjang sedangkan jantan
berbentuk melengkung (sidjabat , 1987)
Kultur kopepoda
- Hampir sama dengan kultur Brachionus
- Membiakkan fitoplankton terlebih dahulu sebagai
pakannya
- Fitoplankton yg dapat diberikan sebagai pakan kopepoda
adalah Diatomae (Chaetoceros, Cyclotella,
Coscinodiscus, Flagillaria, Bakteriostrum, Nitzschia) dan
ragi roti.
3. Artemia sp
Filum : Atrhropoda
Kelas : Crustacea
Ordo : Anostraca
Famili : Artemidae
Genus : Artemia
11
Spesies : Artemia spp.
Berdasarkan perkembangbiakannya ada 2 jenis yaitu :
- Biseksual
- Partenogenesis
Pada perkembangbiakan secara biseksual maupun
partenogenesis, keduanya dapat terjadi secara ovovivipar maupun
ovipar. Pada ovovivipar, induk menghasilkan anak yg disebut
nauplius bila keadaan lingkungan cukup baik. Pada ovipar, induk
menghasilkan telur bercangkang tebal yg disebut cyst (kista) pada
kondisi lingk. buruk (kadar garam > 150 ppt), bersifat non selektif
filter feeder1. Penetasan Kista ditempatkan dalam wadah
transparan berbentuk kerucut dengan kepadatan 5 g/L. Air laut yg
digunakan berkadar garam 5 – 75 ppt. Medium diaerasi dengan
kecepatan 10–20 L udara/menit, suhu 25-30ºC da pH 8-9. Medium
disinari dengan intensitas cahaya minimal 1000 lux dengan jangka
waktu penetasan 24 -48 jam.
Kultur Artemia spp.
a. Sistem air berputar (raceway system)
- Naupli artemia dikultur dalam bak berbentuk oval
dengan kepadatan 15.000 naupli / L. Pada air laut
berkadar garam 30-50 ppt, pH 8, bila pH rendah
dapat ditambahkan 1g/l NaHCO3 teknis, suhu 25-
30ºC.
- Air laut diputar dengan sistim air lift - Artemia diberi
pakan dedak halus setiap hari dan kotoran mulai
disiphon hari ke 4 setiap hari sebelum pemberian
pakan
- Penggantian air dilakukan bila kondisi kualitas air
menurun(O2 < 2 ppm)
12
- Setelah dua minggu pemeliharaan artemia dapat
dipanen. Aerasi dimatikan kemudian menyeser
artemia di permukaan atau mengeluarkan semua air
lalu artemia ditampung dengan saringan.
b. Sistem air mengalir (flow through system)
- Sistem air berputar atau sistem air mengalir
- Bak dan semua peralatan disucihamakan
- Sistem penyaring dipasang kantung penyaring 125 µ
- Bak diisi air bersalinitas 30-50 ppt, suhu 25-28º C,
pH 7,5-8,5
- Naupli artemia ditebar pada sore hari kepadatan
15.000-20.000 naupli/L
- Hari berikutnya air laut dialirkan secara kontinyu dan
melalui saringan air disiphon keluar dengan waktu
retensi 4 jam. Pakan dedak halus diberikan sesering
mungkin untuk mempertahankan kecerahan optimum
Lakukan pengamatan kecerahan pada medium kultur
- Kantung penyaring diganti sesuai dengan
pertumbuhan artemia, 200, 250, 300 dan 400 µ
- Mulai hari ke 10 dan seterusnya dilakukan ganti air
dengan waktu retensi 1 jam
- Pengamatan pH, kandungan O2, pertumbuhan &
biomassa dilakukan secara berkala
- Panen sama dengan sistem air berputar
4. Daphnia sp.
Filum : Arthropoda
Kelas : Crustacea
Ordo : Eurotaria
Famili : Daphnidae
Genus : Daphnia
13
Spesies : Daphnia sp.
Karakteristik Daphnia sp. :
- Bentuk tubuh lonjong, pipih dan segmen badan tidak
terlihat
- Kepala bagian Bawah terdapat moncong yg bulat dan
tumbuh lima alat tambahan, alat tambahan pertama
disebut antenula, kedua disebut antena, tiga pasang
alat tambahan terakhir adalat tambahan mulut
- Tubuh ditutupi oleh cangkang dari chitin
- Pada ujung perut terdapat dua kuku berbulu keras-
Perkembangbiakan secara aseksual atau
parthenogenesis, dan seksual atau kawin.
- Secara parthenogenesis dengan menghasilkan
individu muda betina, telur dierami didalam kantong
pengeraman hingga menetas
- Pada kondisi tidak baik individu betina menghasilkan
1-2 butir telur istirahat atau ephippiu
- Daphnia mulai beranak pada umur lima hari
Kultur Daphnia sp.
- Dilakukan di tempat terbuka
- Kolam budidaya kolam beton dengan tinggi air tidak
boleh ≤ 0,8m
- Sumber air dari air sumur
- Pemupukan dengan kotoran ayam 1500g/m3.
dimasukkan dalam kantung dan digantung di dalam
air
- Dilakukan pemupukan ulang sebanyak setengah
dosis awal setelah seminggu dari pemupukan awal
14
- Penebaran daphnia dilakukan pada hari kedua
sebanyak 5g/m3
- Pemanenan dilakukan setelah 21 hari, kemudian
setiap hari
- Untuk panen daphnia yg berkesinambungan
dibutuhkan dua kolam
15
DAFTAR PUSTAKA
Arinardi, O.H; A.B. Sutomo; S.A. Yusuf; Trimaningsih; E. Asnaryanti dan
S.H, Riyono, 1997. Kisaran Kelipahan dan Komposisi Plankton
Predominan di Perairan Kawasan Timur Indonesia.
Davis, C.C. 1951. The Marine and Freshwater Plankton. USA: Michigan
State University Press.
Hastuti, W. Kultur Zooplankton.pdf. Surabaya : Universitas Airlangga,
Fakultas Kedokteran Hewan. Diakses tanggal 5 Maret 2013.
Kaswadji, R. 2001. Keterkaitan Ekosistem Di Dalam Wilayah Pesisir.
Bogor: Fakultas Perikanan dan Kelautan IPB.
Nontji, Anugerah. 2008. Plankton Laut. Jakarta: LIPI Press.
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta:
UI Press.
Omori, M & T. Ikeda, 1984. Method in Marine Zooplankton Ecology.
Japan: Krieger Pub Co. 332p.
Parsons, T.R. Masayuki, T. dan Barry H., 1984. Biological Oceanographic
Processes. 3rd Edition. Oxford: Pergamon Press.
Romimohtarto, Kasijan. 1999. Biologi Laut Ilmu Pengetahuan Tentang
Biota Laut. Jakarta : LIPI.
16
Top Related