1
UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN MELALUI
OPTIMALISASI PENGGUNAAN MODUL HASIL PENELITIAN
PADA POKOK BAHASAN PELESTARIAN LINGKUNGAN
PADA SISWA KELAS X 6 SMA BATIK 1 SURAKARTA
Skripsi
Oleh:
Luthfi Hafshah Humaidah
K 4305037
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
2
UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN MELALUI
OPTIMALISASI PENGGUNAAN MODUL HASIL PENELITIAN
PADA POKOK BAHASAN PELESTARIAN LINGKUNGAN
PADA SISWA KELAS X 6 SMA BATIK 1 SURAKARTA
Oleh:
LUTHFI HAFSHAH HUMAIDAH K 4305037
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi persyaratan guna mendapatkan Gelar
Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
3
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I
Dra. Sri Widoretno, M.Si NIP. 19581114 198601 2 001
Pembimbing II
Meti Indrowati, S.Si, M.Si NIP. 19781001 200112 2 002
4
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Hari : Senin
Tanggal : 18 Januari 2010
Tim Penguji Skripsi
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua : Dra. Muzayyinah, M.Si .....................
Sekretaris : Joko Ariyanto, S.Si, M.Si ......................
Anggota I : Dra. Sri Widoretno, M.Si .....................
Anggota II : Meti Indrowati, S.Si, M.Si ......................
Disahkan oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas sebelas Maret
Dekan
Prof. Dr. M. Furqon Hidayatulloh, M.Pd
NIP. 19600727 198702 1 001
5
ABSTRAK Luthfi Hafshah Humaidah. UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN MELALUI OPTIMALISASI PENGGUNAAN MODUL HASIL PENELITIAN PADA POKOK BAHASAN PELESTARIAN LINGKUNGAN PADA SISWA KELAS X-6 SMA BATIK 1 SURAKARTA. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Januari 2010.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas pembelajaran biologi dalam aspek kerjasama dan keaktifan berdiskusi siswa melalui penggunaan modul pembelajaran hasil penelitian dengan pokok bahasan Pelestarian Lingkungan.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) dengan desain penelitian yang terdiri dari dua siklus dan tiap siklus terdiri dari 4 tahap yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Subyek penelitian adalah siswa kelas X-6 SMA Batik 1 Surakarta yang berjumlah 41 orang. Pengumpulan data dilaksanakan dengan angket, observasi dan wawancara. Data yang terkumpul disusun dalam bentuk tabel dan grafik dan selanjutnya dianalisis. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis kualitatif. Analisis kualitatif mendeskripsikan data hasil angket, observasi dan wawancara selama pelaksanaan tindakan.
Hasil penelitian membuktikan bahwa dengan penggunaan modul pembelajaran hasil penelitian dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Kualitas pembelajaran yang dimaksud adalah keaktifan berdiskusi siswa dan kerja sama siswa. Hal ini didasarkan pada hasil angket, observasi dan wawancara. Rata-rata nilai persentase setiap indikator dari angket keaktifan berdiskusi siswa dari pra siklus ke siklus I belum menunjukkan adanya peningkatan. Rata-rata persentase indikator dari siklus I ke siklus II menunjukkan adanya peningkatan sebesar 3,78%. Hasil observasi pada siklus II menunjukkan adanya peningkatan sebesar 24,15% dibanding siklus I. Rata-rata nilai persentase setiap indikator dari angket kerjasama siswa dari pra siklu ke siklus I belum terlihat adanya peningkatan. Peningkatan persentase ditunjukkan pada siklus II. Peningkatan yang terjadi sebesar 4,19% dibanding siklus I. Hasil observasi kerjasama siswa pada siklus II menunjukkan adanya peningkatan sebesar 20,21% dibandingka pada siklus I. Kesimpulan dari penelitian adalah bahwa penggunaan modul hasil penelitian dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dalam aspek keaktifan diskusi siswa dan kerjasama siswa kelas X-6 SMA Batik I Surakarta.
6
MOTTO
Bekerjalah kamu untuk urusan duniamu seolah-olah kamu akan hidup
selamannya. Dan berbuatlah kamu untuk urusan akhiratmu seolah-olah kamu
akan mati esok hari.
(Hadis Riwayat Ibnu Asakir)
Amal yang Ilmiah, Ilmu yang Amaliah (NN)
Mimpi adalah kunci untuk kita menaklukkan dunia…
Berlarilah tanpa lelah…
Sampai engkau meraihnya…
(Nidji )
7
PERSEMBAHAN
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kupersembahkan karya ini untuk:
Allah SWT, terimakasih atas semua karunia dan rahmat yang telah Engkau
berikan kepadaku. Bapak dan Ibu, terimakasih Bapak, terimakasih Ibu... Doamu adalah
kekuatan bagiku.
Adek-adekku ( Iffah, Hafizh, Fariz dan Avicena ). Terimakasih adek-adekku...
Mas Jas, terimakasih atas bantuan dan support yang kau berikan untukku... Bu Retno dan Bu Mety,,, Terima kasih atas bimbingan, nasehat, dan
semangatnya. On Pudh Girls (Aant, Evy, Dwi, Wulan, Adhit, Tika, Thankz ya .... kalian
semua selalu jadi penyemangat buatku). Teman-teman seperjuanganku ( Evy, Annisa, Hendri ),,, terima kasih atas
kerjasamanya, aku akan merindukan saat-saat kita menunggu bersama. Teman-teman Biologi ’05 Narzis, thankz 4 all. Almamater
8
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat,
hidayah dan inayahNya yang senantiasa memberikan petunjuk dan pertolongan
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”UPAYA
MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN MELALUI
OPTIMALISASI PENGGUNAAN MODUL HASIL PENELITIAN PADA
POKOK BAHASAN PELESTARIAN LINGKUNGAN PADA SISWA
KELAS X-6 SMA BATIK 1 SURAKARTA” untuk memenuhi sebagian
persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Dalam proses penyusunan skripsi, penulis banyak memperoleh bantuan dari
berbagai pihak, sehingga kesulitan-kesulitan yang timbul dapat teratasi. Dengan
segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
yang telah memberi bimbingan dan bantuan kepada penulis sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan. Untuk itu, atas segala bantuan dan bimbingannya, penulis
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
2. Ketua Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Ketua Program Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
4. Ibu Dra. Sri Widoretno, M. Si selaku Pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan.
5. Ibu Meti Indrowati, S.Si, M. Si selaku Pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan.
6. Kepala SMA Batik 1 Surakarta yang telah memberi ijin untuk mengadakan
penelitian.
7. Hj. Dina Sri Wulandari, S.Si, selaku guru Biologi SMA Batik 1 Surakarta
yang telah membantu kelancaran penelitian dan kerjasamanya.
9
8. Siswa-siswi kelas X 6 SMA Batik 1 Surakarta.
9. Teman-teman yang telah membantu selama penelitian.
10. Berbagai pihak yang tidak mungkin disebutkan satu per satu yang telah
membantu menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa tiada gading yang tak retak, begitu pula
dengan penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kritik dan saran
sangat penulis harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya,
penulis berharap semoga karya ini bermanfaat bagi semua pihak yang
berkepentingan.
Surakarta, Januari 2010
Penulis
10
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGAJUAN ii
HALAMAN PERSETUJUAN iii
HALAMAN PENGESAHAN iv
HALAMAN ABSTRAK v
HALAMAN MOTTO vi
HALAMAN PERSEMBAHAN vii
KATA PENGANTAR viii
DAFTAR ISI x
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
BAB I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Perumusan Masalah 3
C. Tujuan Penelitian 4
D. Manfaat Penelitian 4
BAB II. LANDASAN TEORI 6
A. Tinjauan Teori 6
1. Kualitas Pembelajaran 6
2. Keaktifan Diskusi 8
3. Kerjasama dalam Kelompok 17
4. Modul 21
5. Pelestarian Lingkungan 25
B. Kerangka Berpikir 29
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 32
A. Penelitian Laboratorium 32
1. Tempat dan Waktu Penelitian 32
2. Bentuk dan Strategi Penelitian 32
11
3. Sumber Data 34
4. Teknik Pengumpulan Data 34
B. Penyusunan Modul Pembelajaran 35
C. Penelitian Tindakan Kelas 35
1. Tempat dan Waktu Penelitian 35
2. Bentuk dan Strategi Penelitian 35
3. Sumber Data 36
4. Teknik Pengumpulan Data 36
5. Validitas Data 38
6. Analisa Data 38
7. Prosedur Penelitian 39
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 43
A. Penelitian Laboratorium 43
B. Pembuatan Modul Pembelajaran Hasil Penelitian 46
C. Penelitian Tindakan Kelas 46
1. Kondisi Awal (Pra Siklus) 46
2. Siklus I 51
3. Siklus II 71
BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 95
A. Simpulan 95
B. Implikasi 95
C. Saran 96
DAFTAR PUSTAKA 97
LAMPIRAN 99
12
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Teknik Penilaian Angket 38
Tabel 2. Data Hasil Penelitian Total Suspended Solid (TSS) 44
Tabel 3. Persentase Skor Indikator Angket Keaktifan Diskusi Siwa Pra
Siklus
47
Tabel 4. Persentase Skor Indikator Angket Kerjasama Siwa Pra Siklus 48
Tabel 5. Persentase Skor Indikator Angket Performance Guru Pra
Siklus
50
Tabel 6. Skor Capaian Setiap Aspek pada Angket Keaktifan
Berdiskusi Siswa Siklus I
55
Tabel 7. Persentase Skor Indikator Angket Keaktifan Berdiskusi
Siswa Siklus
55
Tabel 8. Persentase Skor Indikator Observasi Keaktifan Diskusi Siswa
Siklus I
56
Tabel 9. Persentase Skor Aspek Angket Keaktifan Diskusi Siwa
Siklus I
57
Tabel 10. Persentase Skor Indikator Angket Kerja Sama Siswa Siklus I 57
Tabel 11. Persentase Skor Indikator Observasi Kerja Sama Siswa
Siklus I
57
Tabel 12. Persentase Skor Aspek Angket Performance Guru Siwa
Siklus I
58
Tabel 13. Persentase Skor Indikator Angket Performance Guru Siklus I 58
Tabel 14. Persentase Skor Indikator Observasi Performance Guru
Siklus 1
59
Tabel 15. Persentase Skor Aspek Angket Keaktifan Berdiskusi Siwa
Siklus II
74
Tabel 16. Persentase Skor Indikator Angket Keaktifan Berdiskusi Siswa
Siklus II
74
Tabel 17. Persentase Skor Indikator Observasi Keaktifan Berdiskusi
Siswa Siklus II
74
13
Tabel 18. Persentase Skor Aspek Angket Kerja Sama Siwa
Siklus II
75
Tabel 19. Persentase Skor Indikator Angket Kerja Sama Siswa
Siklus II
76
Tabel 20. Persentase Skor Indikator Observasi Kerja Sama Siswa
Siklus II
76
Tabel 21. Persentase Skor Aspek Angket Performance Guru Siwa
Siklus II
77
Tabel 22. Persentase Skor Indikator Angket Performance Guru Pada
Siklus II
77
Tabel 23. Persentase Skor Indikator Observasi Performance Guru
Siklus II
78
14
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Skema Kerangka Pemikiran 31
Gambar 2 Model Terasering 33
Gambar 3 Skema Trianggulasi Sumber Data Penelitian 38
Gambar 4 Skema Prosedur Penelitian Tindakan Kelas Kemmis dan
Mc Taggart dalam Wiriaatmadja
42
Gambar 5 Diagram Perbandingan Hasil Perhitungan Total Suspended
Solid (TSS)
45
Gambar 6 Diagram Perubahan Persentase Indikator Angket Keaktifan
Diskusi Siswa Pra siklus dan Siklus 1
62
Gambar 7 Diagram Perubahan Persentase Indikator Angket Kerjasama
Siswa Pra Siklus dan Siklus
67
Gambar 8 Diagram Perubahan Persentase Indikator Angket
Performance Guru Pra Siklus dan Siklus
69
Gambar 9 Diagram Perubahan Persentase Indikator Angket Keaktifan
Diskusi Siswa Siklus 1 dan Siklus 2
80
Gambar 10 Grafik Perubahan Persentase Indikator Observasi Keaktifan
Diskusi Siwa Siklus I dan Siklus II
82
Gambar 11 Diagram Perubahan Persentase Indikator Angket Kerjasama
Siswa Siklus I dan Siklus II
85
Gambar 12 Grafik Perubahan Persentase Indikator Observasi Kerjasama
Siwa Siklus I dan Siklus II
87
Gambar 13 Diagram Perubahan Persentase Indikator Angket
Performance Guru Siswa Siklus I dan Siklus II
89
Gambar 14 Grafik Perbandingan Persentase Capaian Indikator
Observasi Performance Guru Siklus I dan Siklus II
90
15
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Instrumen Penelitian 100
a. Silabus 101
b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 102
c. Kisi-kisi Angket Keaktifan Diskusi Siswa 115
d. Angket Keaktifan Diskusi Siswa 116
e. Kisi-kisi Angket Kerja Sama Siswa 119
f. Angket Kerja Sama Siswa 120
g. Kisi-kisi Angket Performance Guru 122
h. Angket Performance Guru 123
i. Lembar Observasi Keaktifan Diskusi Siswa 126
j. Lembar Observasi Kerja Sama Siswa 132
k. Lembar Observasi Performance Guru 138
l. Pedoman Wawancara Guru 143
m. Pedoman Wawancara Siswa 144
Lampiran 2. Data Hasil Penelitian 145
a. Uji Validitas Angket Keaktifan Diskusi Siswa 146
b. Uji Validitas Angket Kerjasama Siswa 149
c. Uji Validitas Angket Performance Guru 151
d. Analisa Aspek Angket Keaktifan Diskusi Siswa
Prasiklus
154
e. Analisa Aspek Angket Kerjasama Siswa Prasiklus 155
f. Analisa Aspek Angket Performance Guru 156
g. Analisa Aspek Angket Keaktifan Diskusi Siswa
Siklus I
157
h. Analisa Aspek Angket Kerjasama Siswa Siklus I 158
i. Analisa Aspek Angket Performance Guru Siklus I 159
j. Analisa Aspek Angket Keaktifan Diskusi Siswa
Siklus II
160
16
k. Analisa Aspek Angket Kerjasama Siswa Siklus II 161
l. Analisa Aspek Angket Performance Guru Siklus II 162
m. Analisa Indikator Angket Keaktifan Diskusi Siswa
Pra Siklus
163
n. Analisa Indikator Angket Kerjasama Siswa Pra Siklus 164
o. Analisa Indikator Angket Performance Guru Pra
Siklus
165
p. Analisa Indikator Angket Keaktifan Diskusi Siswa
Siklus I
167
q. Analisa Indikator Angket Kerjasama Siswa Siklus I 168
r. Analisa Indikator Angket Performance Siklus I 169
s. Analisa Indikator Angket Keaktifan Diskusi Siswa
Siklus II
171
t. Analisa Indikator Angket Kerjasama Siswa Siklus II 172
u. Analisa Indikator Angket Performance Siklus II 173
v. Hasil wawancara guru 175
w. Hasil wawancara siswa 176
Lampiran 3. Dokumentasi 178
a. Penelitian Laboratorium 179
b. Pembelajaran Pra Siklus 180
c. Pelaksanaan Penelitian Siklus I 181
d. Pelaksanaan Penelitian Siklus II 182
Lampiran 4. Perijinan 183
a. Surat Ijin Observasi 184
b. Surat Ijin Research/Penelitian 185
c. Surat Ijin Menyusun Skripsi 186
d. Surat Keterangan Selesai Penelitian 187
17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sekolah merupakan tempat bagi siswa untuk dapat mengembangkan
kemampuan siswa dalam menggunakan pikiran secara baik serta merupakan
tempat untuk melatih siswa untuk dapat berpikir secara kreatif. Berpikir kreatif
dalam artian ini merupakan kemampuan berpikir siswa dalam menghadapi
berbagai masalah dan memecahkan masalah-masalah yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran yang umumnya berlangsung adalah pembelajaran yang
masih berpusat pada guru (teacher-centered). Pembelajaran yang berpusat pada
guru mengajarkan siswa untuk belajar secara tidak mandiri. Ketidakmandirian
tersebut disebabkan karena siswa tidak dilatih untuk berpikir kritis dan kreatif dan
siswa tidak diajarkan untuk belajar mencari makna dari pelajaran tersebut.
Proses pembelajaran dikatakan baik apabila dapat meningkatkan
kemampuan siswa untuk lebih berpikir kritis dan kreatif untuk mencari makna.
Salah satu bentuk dari kemampuan siswa dalam berpikir kritis dan kreatif adalah
kemampuan siswa untuk terlibat dalam kegiatan diskusi kelompok.
Pembelajaran yang berlangsung di kelas X-6 SMA Batik 1 Surakarta,
masih menggunakan buku ajar yang berisikan materi secara umum. Buku ajar
yang digunakan sebagai sumber belajar bagi siswa selama pembelajaran kurang
dapat memotivasi siswa untuk melakukan kegiatan diskusi dan kerjasama dengan
baik.
Siswa cenderung belajar hanya berpedoman pada buku ajar yang
digunakan dan siswa menjadi kurang aktif karena siswa merasa belajar dari buku
ajar yang digunakan sudah cukup sehingga siswa tidak termotivasi untuk
melakukan pembelajaran dengan menggunakan kegiatan diskusi.
Kegiatan diskusi kelompok siswa dapat melatih siswa untuk
berkomunikasi dengan orang lain, saling berbagi gagasan dan ide. Kegiatan
18
diskusi kelompok melatih siswa untuk membangun ide-ide yang dimiliki siswa
melalui tukar pendapat, pertanyaan, saran dan kritik. Kegiatan diskusi melatih
siswa untuk mengidentifikasi masalah, menganalisis masalah dan memecahkan
masalah yang dihadapi, membuat keputusan.
Kerjasama yang terjadi dalam kegiatan diskusi kelompok dapat melatih
siswa untuk dapat saling berhubungan sosial dengan orang lain, siswa dapat
mendengarkan pendapat orang lain dengan pikiran terbuka, saling menghargai
pendapat orang lain, dan membangun persetujuan bersama dalam kelompok.
Kerjasama yang dilakukan dalam kegiatan kelompok dapat membuat siswa bisa
memandang dunia sebagaimana orang lain melihatnya dan menumbuhkan jiwa
toleransi dalam diri siswa.
Identifikasi dan analisis yang dilakukan selama kegiatan observasi
terhadap proses pembelajaran di kelas X-6 di SMA Batik 1 Surakarta
menunjukkan bahwa 16.67 % siswa mengantuk; 21.43 % siswa menopang dagu;
26.19% siswa bersandar di meja, 71.43% siswa ramai, 73.81% siswa berbicara
dengan temannya, 78.57 % siswa bermain sendiri dan 4.76% siswa yang
mengajukan pertanyaan mengenai materi yang dijelaskan oleh guru. Berdasarkan
hasil observasi, terlihat siswa masih kurang aktif. Secara matematis dapat
dihitung bahwa siswa yang dapat bekerjasama dalam kelompok hanya sebanyak
42,28%. Siswa yang aktif berdiskusi dalam kegiatan kelompok sebesar 47,31%.
Sesuai dengan hasil observasi, selain buku ajar yang masih belum sesuai
untuk siswa, diketahui pula bahwa siswa masih belum aktif. Kekurangaktifan
siswa terutama ditinjau dalam kegiatan diskusi kelompok, selain itu hanya
beberapa siswa saja yang dapat bekerja sama dengan baik dalam kegiatan
kelompok.
Berawal dari hal tersebut, untuk dapat meningkatkan keaktifan diskusi
siswa dalam pembelajaran dan meningkatkan kerjasama siswa dalam kegiatan
diskusi kelompok, maka disajikan suatu modul pembelajaran hasil penelitian
sebagai sumber belajar bagi siswa. Modul pembelajaran hasil penelitian
diharapkan dapat membantu siswa untuk melakukan pembelajaran secara aktif,
19
tidak sekedar membaca dan mendengar, tetapi juga aktif berdiskusi dan bekerja
sama dalam kelompok.
Modul pembelajaran hasil penelitian memiliki perbedaan dengan
pembelajaran yang menggunakan modul biasa. Modul pembelajaran hasil
penelitian merupakan modul yang berisi materi pelajaran yang juga disertai hasil
penelitian. Hasil penelitian yang tercantum di dalam modul yang digunakan oleh
siswa sebagai sumber belajar selain dari buku biasa.
Pembelajaran menggunakan modul hasil penelitian mengangkat sebuah
sub materi pokok yaitu tentang Pelestarian Lingkungan dapat digunakan untuk
meningkatkan keaktifan berdiskusi siswa dan kerjasama siswa dalam kegiatan
kelompok. Materi Pelestarian Lingkungan dianggap penting karena dapat
mendukung siswa untuk berlatih berpikir kritis dan kreatif yaitu melalui kegiatan
diskusi kelompok.
Permasalahan lingkungan merupakan suatu masalah yang sering terjadi
dalam lingkungan kehidupan siswa. Permasalahan yang umum terjadi pada masa
sekarang adalah terjadinya kelongsoran pada daerah pegunungan. Setiap siswa
memiliki pandangan yang berbeda-beda terhadap permasalahan lingkungan yang
berhubungan dengan kelongsoran tanah (erosi). Perbedaan pandangan tersebut
membuat siswa memiliki pemikiran yang berbeda-beda pula untuk mencari
pemecahan mengenai permasalahan lingkungan yang sedang terjadi terutama pada
masalah erosi.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka perlu untuk
dilakukan suatu penelitian mengenai optimalisasi modul pembelajaran hasil
penelitian. Modul pembelajaran hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan
kualitas pembelajaran utamanya ditinjau dari segi keaktifan diskusi siswa dan
kerjasama siswa dalam kegiatan kelompok.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan
masalah yaitu: bagaimana kualitas pembelajaran Biologi ditinjau dari aspek
20
keaktifan diskusi siswa dan kerjasama siswa melalui penggunaan modul
penelitian dengan pokok bahasan Pelestarian Lingkungan?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang diuraikan di muka maka tujuan
yang hendak dicapai dalam penelitian adalah untuk mengetahui kualitas
pembelajaran Biologi yang ditinjau dari aspek keaktifan diskusi siswa dan
kerjasama siswa dalam kegiatan diskusi melalui penggunaan modul hasil
penelitian dengan pokok bahasan Pelestarian Lingkungan.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan diharapkan mempunyai manfaat sebagai
berikut :
1. Bagi guru
a. Sebagai bahan masukan maupun saran bagi guru dalam memilih alternatif
pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang ditinjau dari
aspek keaktifan diskusi siswa dan kerjasama siswa dalam kegiatan
kelompok.
b. Memberikan masukan bagi guru bahwa dalam pembelajaran mengenai
Pelestarian Lingkungan dapat menggunakan media terasering.
2. Bagi siswa
a. Memberikan masukan bagi siswa supaya lebih berperan aktif dalam
pembelajaran melalui kegiatan diskusi.
b. Melatih siswa untuk dapat bekerjasama dengan orang lain.
c. Memberikan suasana pembelajaran yang baru bagi siswa.
3. Bagi sekolah dan instansi pendidikan lainnya
a. Sebagai bahan masukan dan saran untuk mengembangkan strategi
pembelajaran dalam rangka untuk meningkatkan kualitas pembelajaran
melalui kegiatan diskusi.
21
b. Meningkatkan semangat meneliti bagi kalangan sekolah dan
mengimplementasikan hasil penelitian dalam berbagai bentuk media ajar,
misalnya terasering dan modul pembelajaran hasil penelitian.
22
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Kualitas Pembelajaran
Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara siswa dengan
lingkungan, sehingga terjadi perubahan perilaku siswa menuju ke arah yang lebih
baik. Perubahan tingkah laku yang menuju ke arah yang lebih baik menunjukkan
adanya peningkatan kualitas dari pembelajaran yang dilalui oleh siswa.
Glaser (1982) dalam Uno (2008: 153) mengatakan bahwa kualitas
merupakan suatu kondisi yang mengarah pada sesuatu yang baik. Sedangkan Uno
mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan suatu upaya membelajarkan
siswa. Jadi, kualitas pembelajaran membahas mengenai bagaimana suatu kegiatan
pembelajaran dapat berlangsung dengan baik dan dapat menghasilkan output yang
baik.
Suatu kegiatan pembelajaran akan dapat menghasilkan peserta didik
yang baik apabila kegiatan pembelajaran dikelola secara baik pula. Upaya-upaya
yang dapat dilakukan untuk dapat menghasilkan peserta didik yang baik
membutuhkan berbagai strategi yang baik pula.
Berbagai strategi dapat diterapkan untuk dapat membentuk peserta didik
yang baik. Uno (2008: 154) mengemukakan mengenai strategi pembelajaran
bahwa ada tiga strategi pembelajaran yaitu :
a. Strategi pengorganisasian (organizational strategy)
b. Strategi penyampaian (delivery strategy)
c. Strategi pengelolaan (management strategy)
Suatu pembelajaran membutuhkan pengorganisasian yang matang dari
para peserta didik. Pengorganisasian yang baik akan menghasilkan peserta didik
yang baik. Apabila dalam pengorganisasian kurang baik, maka akan susah untuk
membentuk peserta didik yang baik.
23
Strategi penyampaian merupakan suatu cara maupun metode yang
digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran kepada siswa. Cara
penyampaian sangat berpengaruh terhadap output yang dihasilkan. Siswa akan
lebih menerima suatu materi dengan baik apabila suatu materi disampaikan
dengan cara dan metode yang mudah dimengerti oleh siswa.
Kegiatan pembelajaran yang berlangsung akan dapat berjalan dengan
baik apabila dikelola dengan baik. Sistem pengelolaan dilakukan secara bersama-
sama oleh semua pihak yang terlibat dalam pembelajaran. Suatu pengelolaan yang
baik akan menghasilkan ouput yang baik.
Mulyasa (2006: 105) mengemukakan “… beberapa jurus jitu untuk
mendongkrak kualitas pembelajaran, antara lain dengan mengembangkan
kecerdasan emosi (emosional quotient), mengembangkan kreativitas (creativity
quotient) dalam pembelajaran, mendisiplinkan peserta didik dengan kasih sayang,
membangkitkan nafsu belajar, memecahkan masalah…”.
Setiap siswa memiliki kecerdasan emosional yang berbeda-beda.
Perbedaan kecerdasan emosinal siswa membawa pengaruh terhadap kegiatan
pembelajaran yang berlangsung. Pengaruh yang timbul berupa perbedaan
kemampuan siswa dalam menerima materi pelajaran yang disampaikan oleh guru.
Daya kreativitas siswa dapat lebih ditingkatkan dengan cara memberikan
kebebasan kepada siswa dalam pembelajaran. Kebebasan yang diberikan kepada
siswa berupa kebebasan dalam penyampain pendapat dan ide-ide yang dimiliki
oleh siswa. Kebebasan dalam penyampaian pendapat dapat diwujudkan dalam
kegiatan diskusi siswa dalam kegiatan kelompok. Kegiatan diskusi yang
berlangsung dapat pula melatih siswa untuk memecahkan masalah-masalah yang
dihadapi dalam kegiatan kelompok.
Keaktifan diskusi siswa dalam kegiatan kelompok dapat lebih
ditingkatkan dengan pembelajaran menggunakan modul pembelajaran hasil
penelitian. Adanya modul yang dimiliki siswa, siswa dapat mempelajari modul
secara mandiri. Siswa dapat membaca terlebih dahulu modul yang ada, kemudian
siswa dapat mendiskusikan materi yang ada di dalam modul.
24
a. Keaktifan Diskusi
Sriyono (1992: 74) mengartikan keaktifan merupakan siswa-siswa pada
waktu belajar dapat aktif secara jasmani dan rohani. Jadi, dalam suatu
pembelajaran siswa dituntut untuk aktif secara jasmani dan rohani. Lebih lanjut
Sriyono (1992: 75) mengatakan bahwa salah satu jenis dari keaktifan jasmani dan
rohani adalah keaktifan akal.
Keaktifan akal merupakan keaktifan seseorang untuk dapat memecahkan
suatu masalah, menimbang-nimbang, mengemukakan pendapat dan mengambil
keputusan. Akal dapat dilatih keaktifannya dengan cara membiasakan diri untuk
dapat memecahkan suatu masalah dengan usaha sendiri dan dapat mengambil
suatu keputusan. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk melatih akal agar
dapat aktif adalah dengan cara melatih siswa unuk dapat melakukan kegiatan
diskusi.
Hidayatullah (2009: 83) menyatakan bahwa pembelajaran yang
berkualitas harus mampu memberikan pengalaman sukses bagi peserta didik.
Pengalaman sukses merupakan suatu perasaan yang menyenangkan dan
membanggakan bagi peserta didik sebagai akibat telah berhasil menyelesaikan
atau memecahkan suatu masalah.
Suatu pembelajaran hendaknya dapat memberikan pengalaman sukses
bagi siswa. Siswa akan merasa bangga dan senang apabila telah dapat
menyelesaikan suatu masalah dan memecahkan masalah tersebut. Salah satu cara
untuk menumbuhkan rasa senang dan bangga siswa adalah dengan kegiatan
diskusi. Kegiatan diskusi yang dilakukan melatih siswa untuk dapat memecahkan
masalah yang sedang dihadapinya. Diskusi yang dilakukan oleh siswa akan
membuat merasa senang dan bangga apabila berhasil menyelesaikan masalahnya.
Arends dalam Trianto (2007: 117) menyatakan bahwa “Diskusi dan
diskursus merupakan komunikasi seseorang berbicara satu dengan yang lain,
saling berbagi gagasan dan pendapat”.
Kegiatan diskusi merupakan kegiatan yang dilakukan yang dilakukan
antara beberapa orang yang saling berbicara dan saling bertukar pendapat maupun
25
ide. Adanya kegiatan bertukar pendapat dikarenakan adanya suatu permasalah
yang harus diselesaikan melalui kegiatan diskusi.
Diskusi sebagai salah satu media berkomunikasi antar individu untuk
saling bertukar pendapat dan gagasan. Diskusi dalam proses pembelajaran dapat
berlangsung dengan bentuk tukar pendapat antara guru dengan siswa ataupun
siswa dengan siswa. Proses diskusi yang berlangsung diiringi dengan munculnya
beberapa pertanyaan yang dapat menghidupkan suasana diskusi, sehingga
nantinya tujuan dari diskusi dapat tercapai.
Trianto (2007: 120) mengemukakan pernyataan lebih lanjut mengenai
diskusi, bahwa “Diskusi memberikan kesempatan tidak hanya untuk
menggunakan pikiran, tetapi bila dikerjakan dengan tepat membantu siswa
membentuk suatu sikap positif terhadap cara berpikir”.
Berdasarkan pernyataan dari Trianto tersebut dapat diketahui bahwa
dengan diskusi dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, karena dengan
adanya kegiatan diskusi tersebut, siswa akan dihadapkan dengan suatu masalah
untuk dapat dipecahkan oleh siswa dan kelompok siswa tersebut, untuk itu siswa
dituntut untuk dapat berpikir untuk mencari pemecahan dari masalah tersebut.
Guntur Tarigan (2008: 36) mengemukakan bahwa “Pada hakekatnya
diskusi merupakan suatu metode untuk memecahkan masalah-masalah dengan
proses berpikir kelompok. Oleh karena itu maka diskusi merupakan suatu
kegiatan kerjasama atau aktivitas koordinatif yang mengandung langkah-langkah
dasar tertentu yang harus dipatuhi oleh seluruh kelompok”.
Diskusi yang berlangsung dalam proses pembelajaran pada hakekatnya
merupakan suatu cara berpikir yang dilakukan secara berkelompok. Diskusi dalam
kelompok ini sangat mengutamakan adanya kerjasama dari anggota kelompok.
Kerjasama untuk melakukan diskusi tersebut memiliki langkah-langkah dasar
yang harus dipatuhi oleh anggota kelompok. Tujuannya adalah supaya tujuan
diskusi dalam kelompok tersebut dapat tercapai.
Kock (1981: 109) mengatakan bahwa kegiatan diskusi memiliki tujuan
utama yaitu siswa harus belajar untuk mengembangkan anggapan dan
pendapatnya sendiri. Pendapat dan anggapan yang diajukan siswa merupakan ide
26
yang muncul dari siswa, setiap siswa memiliki ide dan anggapan yang berbeda-
beda, sehingga kemampuan siswa dapat diketahui dari kegiatan diskusi.
Setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam
menyampaikan suatu ide, melalui kegiatan diskusi kemampuan siswa tersebut
dapat diketahui. Kegiatan diskusi dapat melatih siswa untuk lebih
mengembangkan anggapanya, sehingga melatih siswa untuk memunculkan ide
dan pendapat yang dimilikinya.
Zaini (2008:17) mengemukakan bahwa suatu kegiatan diskusi akan
sangat cocok bagi siswa dalam pembelajaran apabila guru menginginkan hal-hal
sebagai berikut:
1) Membentuk siswa dapat belajar berfikir dari sudut pandang orang lain.
2) Membantu siswa untuk dapat mengevaluasi logika serta bukti-bukti dari posisi
dirinya dan dari posisi orang lain.
3) Memberikan kesempatan bagi siswa untuk memformulasikan penerapan dari
suatu prinsip.
4) Membantu siswa untuk lebih menyadari adanya suatu masalah dan kemudian
memformulasikannya dengan cara mencari berbagai informasi dari berbagai
sumber.
5) Membantu siswa supaya dapat menggunakan bahan-bahan yang digunakan
oleh anggota lain dalam kelompoknya. Sehingga terjadi suatu pertukaran
informasi antar anggota kelompok.
6) Memperoleh informasi dari siswa yang lain.
7) Memotivasi siswa untuk belajar lebih jauh dan secara mandiri.
8) Memperoleh feedback yang cepat tentang tujuan yang akan dicapai.
Suatu kegiatan diskusi akan lebih sesuai untuk dilaksanakan apabila guru
hendak melatih siswa-siswanya untuk dapat berpikir dari sudut pandang subjek
bahasan. Artinya siswa dilatih untuk berpikir dari sudut pandang orang lain yang
terlibat dalam kegiatan diskusi.
Diskusi dapat dilakukan apabila guru menginginkan siswa-siswanya
dapat berkomunikasi secara aktif dengan anggota kelompok yang ada. Siswa
27
dapat lebih aktif berkomunikasi apabila guru lebih memberikan motivasi kepada
siswa supaya siswa dapat menyampaikan pendapat yang dimilikinya.
Menurut Sumantri (2001: 124) metode diskusi digunakan karena
beberapa alasan sebagai berikut :
a. Topik bahasan bersifat problematis. b. Merangsang peserta didik untuk terlibat secara aktif dalam perdebatan
ilmiah. c. Melatih peserta didik untuk berfikir kritis dan terbuka. d. Mengembangkan suasana demokratis dan melatih peserta didik berjiwa
besar. e. Peserta didik memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang masalah
yang dijadikan topik diskusi. f. Peserta didik memiliki pengetahuan dan pendapat-pendapat tentang
masalah yang akan didiskusikan. g. Masalah yang didiskusikan akan hubungannya dengan persoalan-
persoalan yang lain pula. Metode diskusi merupakan suatu pilihan yang tepat yang dapat dipilih
oleh guru dalam kegiatan pembelajaran karena kegiatan diskusi memiliki
beberapa kelebihan. Diskusi merangsang siswanya untuk lebih berpikir secara
kritis. Berpikir secara kritis diperlukan untuk dapat memecahkan masalah-
masalah yang sedang dibicarakan dalam kelompok.
Diskusi dapat menciptakan suasana demokratis, sehingga memberikan
kebebasan bagi siswa untuk berpikir dan mengajukan pendapat maupun ide untuk
memecahkan masalah yang sedang dibahas. Kebebasan berpendapat akan
memotivasi siswa untuk lebih aktif dalam kegiatan diskusi. Kegiatan diskusi
siswa akan lebih menarik apabila siswa mengetahui secara langsung mengenai
materi yang akan didiskusikan atau dengan kata lain siswa mempunyai sumber
asli dari materi yang akan didiskusikan.
Griffis (2008) menyatakan bahwa “Leaders in the science education
community have called for science instruction that integrates discussions and
readings with opportunities for students to grapple with authentic data”. Para
pemimpin dalam dunia pendidikan dituntut untuk dapat meningkatkan
kemampuan diskusi siswa dan membaca siswa dengan memberikan peluang bagi
siswa untuk mengetahui materi dari data asli.
28
Siswa yang mengetahui atau melihat secara langsung tentang data asli
ataupun materi asli yang akan dibahas, siswa akan lebih termotivasi untuk
melakukan diskusi. Siswa pun akan lebih tertarik apabila mengetahui bahwa
materi yang akan didiskusikan adalah suatu hal yang nyata.
Sanjaya (2008: 156) menyatakan bahwa ada beberapa kelebihan dalam
metode diskusi, yaitu:
a. Metode diskusi dapat merangsang siswa untuk lebih berpikir secara kreatif
khususnya dalam hal memberikan gagasan dan ide-ide.
b. Dapat melatih siswa untuk membiasakan diri bertukar pikiran dalam
mengatasi setiap permasalahan.
c. Dapat melatih siswa untuk dapat mengemukakan pendapat atau gagasan
secara verbal. Disamping itu, diskusi juga dapat melatih siswa untuk
menghargai pendapat orang lain.
Metode diskusi dalam pembelajaran memiliki kelebihan yaitu dapat
merangsang siswa utnuk lebih berpikir kritis dan kreatif. Berpikir kreatif ini dapat
terbentuk melalui proses diskusi, karena dalam diskusi siswa diberi suatu masalah
yang harus diselesaikan secara bersama oleh kelompok, dengan adanya masalah
yang ada siswa harus dapat menyelesaikan masalah-masalah yang ada tersebut.
Pemecahan masalah yang muncul dari siswa merupakan hasil pemikiran dari
siswa sendiri, sehingga dengan sendirinya siswa harus dapat berpikir untuk dapat
menyelesaikan masalah.
Selama kegiatan diskusi berlangsung terjadi pertukaran pendapat dan ide
antar anggota kelompok. Pertukaran pendapat dapat melatih siswa untuk saling
menerima masukan dan pendapat dari orang lain.
Kegiatan diskusi yang diikuti siswa akan melatih kemampuan verbal
siswa. Kemampuan verbal merupakan kemampuan untuk mengemukakan
pendapatnya dalam bentuk kata-kata. Siswa yang sering melakukan kegiatan
diskusi akan memiliki kemampuan verbal yang baik.
Wakhinudin (2009) mengemukakan bahwa metode diskusi memiliki
keuntungan, antara lain:
29
a. Suasana kelas menjadi lebih hidup dan siswa dapat mengarahkan perhatian
dan pikirannya pada masalah yang sedang didiskusikan.
b. Dapat meningkatkan prestasi kepribadian individu, misalnya: sikap saling
toleransi jiwa demokratis dan kritis.
c. Hasil diskusi mudah dipahami oleh siswa karena siswa terlibat secara
langsung dalam diskusi.
d. Siswa menjadi berlatih untuk mematuhi aturan-aturan yang berlaku selama
diskusi berlangsung.
Popham (2003: 84) mengatakan bahwa kegiatan diskusi dapat mengubah
perilaku siswa secara konkret. Penggunaan diskusi secara terampil dapat
memungkinkan pembentukan sikap dalam suasana kelompok.
Kegiatan diskusi dalam kelompok memiliki anggota kelompok yang
masing-masing memiliki karakter individu yang berbeda-beda. Setiap orang yang
berada dalam kelompok tersebut akan saling menghargai satu sama lain. Sikap
saling menghargai inilah yang nantinya lama-kelamaan akan membentuk sikap
siswa yang sebelumnya kurang dapat menghargai orang lain menjadi lebih dapat
menghargai pendapat orang lain.
Kegiatan diskusi kelompok juga memiliki beberapa kelemahan. Menurut
Sanjaya (2008: 156) kegiatan diskusi memiliki beberapa kelemahan yang
diantaranya adalah:
a. Pembicaraan dalam diskusi yang dikuasai oleh 2 atau 3 orang siswa yang
memiliki keterampilan berbicara yang baik.
b. Pembahasan dalam diskusi yang terkadang meluas dan keluar dari materi yang
dibahas, sehingga kesimpulan menjadi kurang jelas.
c. Memerlukan waktu yang cukup panjang untuk melakukan diskusi, yang
kadang-kadang tidak sesuai dengan waktu yang telah direncanakan.
d. Dalam diskusi sering terjadi adanya perbedaan pendapat antar anggota
kelompok yang bersifat emosional yang tidak terkontrol. Akibatnya, kadang-
kadang ada anggota kelompok yang tersinggung, sehingga dapat mengganggu
iklim pembelajaran yang dapat berpengaruh pula terhadap pengambilan
keputusan dalam kelompok.
30
Metode diskusi juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu dalam proses
diskusi terkadang hanya terjadi pembicaraan dari 2-3 orang anggota kelompok
yang terampil dalam berbicara, sedangkan anggota yang lain hanya sebagai
pendengar saja. Maka dari itu, tugas guru hendaknya dapat mengaktifkan siswa
yang keterampilan berbicara masih kurang. Diskusi terkadang melampaui waktu
yang sudah disediakan, jadi guru harus bisa mengontrol waktu yang dibutuhkan
untuk diskusi.
Siswa yang berdiskusi biasanya memiliki karakteristik yang berbeda-
beda, sehingga terkadang ada beberapa siswa yang mudah terpancing emosinya
apabila pendapatnya tidak diterima oleh kelompok lain. Melalui proses diskusi ini
diharapkan dapat melatih emosional siswa, sehingga siswa dapat lebih bisa
menerima berbagai pendapat dari rekan-rekan dalam kelompoknya.
Meskipun diskusi memiliki beberapa kelemahan, namun diskusi tetap
dianggap sebagai metode yang efektif seperti yang disampaikan oleh Zul (2007)
yang menjelaskan bahwa metode diskusi merupakan metode yang efektif bagi
siswa agar siswa menjdi lebih cepat memahami tentang materi pelajaran.
Pemahaman siswa menjdi lebih cepat karena siswa terlibat secara langsung dalam
pembicaraan mengenai materi yang sedang dibahas.
Menurut Sanjaya (2008: 155) diskusi dapat dilakukan dalam dua bentuk.
Pertama, diskusi kelompok kecil (small group discussion) dengan kegiatan
kelompok kecil. Kedua, diskusi kelas, yang melibatkan semua siswa di dalam
kelas, baik dipimpin langsung oleh gurunya atau dilaksanakan oleh seorang atau
beberapa pemimpin diskusi yang dipilih langsung oleh siswa.
Mulyasa (2006: 89) menyatakan bahwa diskusi kelompok kecil memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Melibatkan sekitar 3 sampai lima orang peserta dalam setiap kelompok. 2. Berlangsung secara informal, sehingga setiap anggota dapat
berkomunikasi langsung dengan orang lain. 3. Memiliki tujuan yang dicapai dengan kerjasama antar anggota kelompok. 4. Berlangsung secara sistematis.
Diskusi kelompok kecil merupakan diskusi kelompok yang terdiri dari 3-
5 siswa. Diskusi kelompok kecil biasanya berlangsung secara informal didalam
kelas, artinya siswa dapat melakukan diskusi secara bebas tetapi masih berada
31
pada aturan-aturan yang ditetapkan oleh guru. Siswa diberi waktu untuk dapat
berkomunikai dengan anggota kelompoknya untuk membahas mengenai masalah
yang terjadi. Diskusi yang berlangsung tersebut memiliki tujuan yang harus
dicapai oleh anggota kelompok, misalnya untuk menyelesaikan suatu masalah
yang telah ada.
Menurut Mulyasa (2006: 90) melalui diskusi kelompok kecil dalam
pembelajaran, memungkinkan peserta didik :
1. Berbagi informasi dan pengalaman dalam pemecahan suatu masalah. 2. Meningkatkan pemahaman terhadap masalah yang penting dalam
pembelajaran. 3. Meningkatkan keterlibatan dalam perencanaan dan pengambilan
keputusan. 4. Mengembangkan kemampuan berpikir dan berkomunikasi. 5. Membina kerjasama yang sehat dalam kelompok yang kohesif dan
bertanggung jawab Setiap anggota kelompok memiliki pemahaman yang berbeda-beda
mengenai permasalahan yang sedang dibahas dalam diskusi kelompok.
Pemahaman yang berbeda ini merupakan suatu sumber gagasan bagi siswa yang
lain. Kegiatan diskusi akan memberikan peluang bagi siswa untuk saling bertukar
informasi yang dapat dijadikan pemecahan dari permasalahan yang ada.
Suatu kegiatan diskusi akan melatih siswa untuk dapat bekerjasama
dengan anggota kelompok yang lain. Karena dengan kegiatan diskusi ini siswa
dituntut untuk dapat saling memberi dan menerima ide dan gagasan yang diajukan
oleh anggota yang lain.
Langkah-langkah dalam menggunakan metode diskusi dalam
pembelajaran menurut Suwarna (2006: 110) adalah sebagai berikut:
a. Guru menyampaikan judul/masalah yang akan didiskusikan dan memberikan
pengarahan kepada siswa.
b. Guru mengarahkan siswa agar membentuk kelompok-kelompok diskusi.
c. Guru mengamati pelaksanaan diskusi dan memberikan dorongan agar setiap
siswa dapat berpartisipasi secara aktif.
d. Guru menjaga suasana diskusi agar bebas dalam artian siswa bisa bebas untuk
berbicara/menyampaikan pendapat.
32
e. Tiap kelompok melaporkan hasil diskusi.
Kegiatan diskusi yang akan dimulai hendaknya terlebih dahulu
ditetapkan mengenai suatu masalah yang akan dibahas dalam diskusi. Penetapan
masalah bertujuan supaya diskusi tidak terlalu melebar dalam pembahasannya.
Kegiatan diskusi terkadang membuat siswa merasa takut ataupun kurang percaya
diri untuk mengajukan pendapatnya, oleh sebab itu seorang guru harus
memberikan motivasi kepada siswanya agar siswanya dapat berpartisipasi secara
aktif dalam diskusi.
Suasana diskusi sangat berpengaruh dalam kegiatan diskusi. Suasana
diskusi yang tegang akan membuat siswa menjadi tidak berani untuk mengajukan
pendapatnya, sehingga akan lebih baik apabila guru menciptakan suasana kelas
yang lebih santai bagi siswa agar siswanya dapat berbicara untuk menyampaikan
pendapatnya.
Kegiatan diskusi akan lebih baik apabila tiap kelompok melaporkan hasil
diskusinya. Hasil diskusi yang telah dilaporkan dapat dibahas lebih lanjut dengan
kelompok yang lain, sehingga siswa dapat berlatih untuk mengajukan idenya
didepan komunitas orang yang lebih besar.
Gulo (2002: 135) mengemukakan bahwa metode diskusi merupakan
salah satu metode pengajaran yang dapat melatih siswa untuk bagaimana belajar
dari orang lain,bagaimana untuk memelihara kesatuan kelompok dan belajar
untuk mengambil suatu keputusan yang amat berguna bagi mereka dalam
kehidupan bermasyarakat.
Keberhasilan suatu kegiatan diskusi kelompok akan sangat bergantung
pada kemampuan para anggota kelompok untuk menjaga kesatuan kelompok.
Apabila kesatuan kelompok tidak tercipta dengan baik, makan tujuan kelompok
juga akan susah untuk dicapai.
Pemecahan suatu permasalah dalam kelompok memerlukan suatu
keputusan yang diambil secara bersama oleh anggota kelompok. Pengambilan
keputusan harus disertai dengan sikap lapang dada oleh masing-masing anggota
kelompok supaya tidak terjadi silang pendapat antar anggota kelompok. Sikap
33
saling lapang dada dan saling menghargai merupakan sikap yang harus dimiliki
oleh setiap orang dalam hidup bermasyarakat.
Berdasarkan uraian di atas, alasan penggunaan metode diskusi dalam
pembelajaran adalah untuk melatih siswa menjadi berfikir aktif, kritis, terbuka,
demokratis, berjiwa besar, memiliki emosi yang stabil. Melalui diskusi dapat
menimbulkan partisipasi aktif dari siswa yaitu melalui kreativitas dalam ide,
pendapat, gagasan, prakarsa ataupun terobosan–terobosan baru dalam pemecahan
suatu masalah yang menjadi topik dalam diskusi. Namun dalam diskusi juga dapat
kelemahannya yaitu memerlukan waktu yang lama, dan ada kemungkinan akan
didominasi oleh siswa tertentu yang paling aktif, serta adanya perbedaan pendapat
yang dapat mengundang reaksi di luar kelas bahkan dapat menimbulkan
bentrokan fisik.
Keaktifan diskusi siswa dalam kegiatan kelompok akan dapat
ditingkatkan dengan menggunakan modul, karena didalam modul telah berisi
materi dan permasalahan yang harus didiskusikan oleh siswa.
b. Kerjasama Dalam Kelompok
Cilstrap dan William dalam Roestiyah (2008: 15) menyatakan bahwa
“kerja kelompok sebagai kegiatan kelompok siswa yang biasanya berjumlah kecil,
yang diorganisir untuk kepentingan belajar”.
Kerja kelompok merupakan suatu kegiatan kelompok siswa yang terdiri
dari sejumlah kecil siswa. Anggota kelompok diorganisir dengan baik untuk
kepentingan belajar siswa dalam kelompok. Kepentingan belajar yang dimaksud
adalah untuk melatih siswa untuk aktif dalam kegiatan kelompok, selain itu juga
untuk pengambilan keputusan secara bersama dalam kelompok.
Sanjaya (2008: 241) mengemukakan bahwa “Model pembelajaran
kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam
kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah
dirumuskan”. Pembelajaran menggunakan sistem kelompok dilakukan dengan
membentuk suatu kelompok-kelompok yang terdiri dari beberapa siswa. Siswa
34
yang terlibat dalam kegiatan kelompok berkumpul untuk bekerjasama dalam
rangka untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.
Menurut David Lazear dalam Arikunto (2002: 12) menyatakan bahwa
ada 7 aspek yang dapat dikategorikan petunjuk untuk mengetahui tinggi
rendahnya tingkat intelegensi seseorang yang salah satu diantaranya adalah
kemampuan dalam hubungan inter-personal. Kemampuan dalam hubungan inter
personal salah satunya adalah kemampuan untuk bekerja sama dalam kelompok.
Kemampuan inter-personal merupakan kemampuan seseorang untuk
berhubungan dengan orang lain. Kerjasama dalam kelompok dapat melatih
kemampuan siswa untuk melakukan hubungan dengan orang lain (kemampuan
inter-personal).
Johnson (2009: 163) mengemukakan mengenai pengertian kerjasama
yaitu sebagai berikut:
Kerjasama dapat menghilangkan hambatan mental akibat terbatasnya pengalaman dan cara pandang yang sempit. Jadi akan lebih mungkin untuk menemukan kekuatan dan kelemahan diri, belajar untuk menghargai orang lain, mendengarkan dengan pikiran terbuka, dan membangun persetujuan bersama. Dengan bekerja sama, para anggota kelompok kecil akan mampu mengatasi berbagai rintangan, bertindak mandiri dan penuh tanggung jawab, mengandalkan bakat setiap anggota kelompok, memercayai orang lain, mengeluarkan pendapat dan mengambil keputusan.
Kerjasama dalam sebuah kelompok belajar dapat membuat siswa bisa
lebih menghargai orang lain, karena dengan kerjasama terjadi proses pertukaran
pendapat dari anggota kelompok yang ada. Siswa juga dapat berlatih untuk lebih
bertanggung jawab terhadap sesuatu yang ditugaskan kepadanya. Kerjasama
dalam kelompok sangat menjunjung tinggi kepercayaan antar anggota
kelompoknya, sehingga dengan ini siswa bisa belajar untuk memercayai orang
lain.
Siswa hendaknya dibekali dengan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan
kehidupan sosial. Diantaranya adalah siswa dilatih untuk dapat saling bekerjasama
dengan sesamanya. Kerjasama dapat melatih siswa untuk dapat belajar mengatasi
rintangan-rintangan yang ada dan berlatih untuk menyelesaikan masalah-masalah
yang terjadi secara mandiri dan dengan penuh rasa tanggung jawab.
35
Kerjasama dalam kelompok dapat meningkatkan kemampuan peserta
didik untuk berinteraksi dengan anggota kelompoknya. Para anggota kelompok
bisa saling mengetahui bakat dan hobi dari masing-masing anggota kelompok,
sehingga diantara anggota kelompok bisa saling memberikan dukungan satu sama
lain untuk kemajuan kelompok.
Kerjasama kelompok ini dapat membuat siswa yang terlibat di dalamnya
menyadari bahwa masing-masing dari mereka memiliki kekuatan dan kelemahan
yang berbeda-beda. Masing-masing anggota dalam kelompok dapat meningkatkan
kekuatan atau kelebihan yang dimilikinya, sehingga kelebihan yang dimiliknya
bisa lebih dimanfaatkan. Kelemahan yang ada dapat dikurangi, sehingga nantinya
tidak merugikan bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain.
Johnson (2009: 166) mengatakan bahwa “Karena kerjasama adalah
sesuatu yang alami, kelompok dapat maju dengan baik. Setiap bagian kelompok
saling berhubungan sedemikian rupa sehingga pengetahuan yang dipunyai
seseorang akan menjadi output bagi yang lain, dan output ini akan menjadi input
bagi yang lain lagi”.
Suatu kelompok akan maju apabila para anggota kelompoknya dapat
saling bertukar pikiran demi kemajuan kelompoknya, saling memberikan
masukan ataupun pendapat. Pendapat yang diberikan oleh salah satu anggota
kelompok dapat menjadi masukan bagi anggota yang lain.
Kegiatan kerja sama dalam kerja kelompok dapat memberikan input bagi
anggota kelompok. Input dapat berupa saran untuk orang lain, masukan maupun
saling bertukar pengalaman.
Johnson (2009: 168) mengemukakan “Melalui kerjasama, mereka dapat
menyemai toleransi dan perasaaan mengasihi. Dengan bekerja bersama orang lain,
mereka saling menukar pengalaman yang sempit dan pribadi sifatnya untuk
mendapatkan konteks yang lebih luas berdasarkan pandangan tentang kenyataan
yang lebih berkembang”.
Kerja kelompok dapat mengubah cara pandang siswa bahwa dalam
memandang suatu masalah, ternyata cara pandang setiap siswa hanyalah salah
satu diantara cara pandang yang lain. Para anggota kelompok dapat saling
36
bertukar pendapat dan pengalaman hidup. Proses ini dapat membuat anggota
kelompok untuk belajar dari pengalaman orang lain.
Kerja kelompok ada beberapa macam yang menyediakan berbagai
situasi dimana anak-anak dapat berpartisipasi dan bekerja sama dalam kelompok.
Burton dalam Nasution (2000: 152) membagi kelompok menjadi 2 jenis yaitu
kerja kelompok dan diskusi kelompok. Kerja kelompok dan diskusi kelompok
merupakan dua kegiatan yang hampir sama. Keduanya sama-sama mengutamakan
adanya kerja sama dari masing-masing anggota kelompok.
Kerja kelompok dan diskusi kelompok sama-sama merupakan kegiatan
yang bertujuan untuk memecahkan suatu masalah. Suatu pemecahan yang hendak
dicapai harus didiskusikan dengan baik oleh anggota kelompok. diskusi yang baik
dalam kelompok memerlukan adanya suatu kerja sama yang baik antar anggota
kelompok.
Sriyono (2002: 91) menjelasakan mengenai manfaat kerjasama yaitu
sebagai berikut:
a. Meningkatkan hasil belajar.
b. Menumbuhkan rasa sosial dan solidaritas siswa.
c. Membentuk manusia yang berbudi tinggi dan berakhlak mulia.
d. Menghilangkan perasaan rendah diri, pemalu dan egois.
e. Memberikan pengalaman baru bagi siswa.
Kerjasama yang berlangsung dengan baik akan dapat meningkatkan
hasil belajar siswa. Kerjasama yang dimaksud adalah kerjasama untuk
“kebaikan”. Kegiatan kelompok akan melatih siswa untuk dapat saling membantu
sesame anggota kelompok. Kegiatan saling membantu merupakan salah satu
faktor yang penting dalam kehidupan sosial. Sikap saling membantu secara
perlahan akan membuat siswa menjadi percaya diri dan tidak rendah diri.
Budi pekerti seseorang tidak akan muncul begitu saja, melainkan dari
suatu proses. Kegiatan kelompok yang mengutamakan adanya kerjasama antar
anggota kelompok merupakan salah satu proses untuk membentuk individu yang
berbudi tinggi dan melatih siswa untuk tidak egois atau memikirkan diri sendiri.
37
Pembelajaran menggunakan modul merupakan pembelajaran yang
menuntut siswa untuk dapat belajar secara mandiri. Belajar secara mandiri ini
dapat dilakukan dengan adanya kegiatan kelompok. kegiatan kelompok dapat
melatih siswa untuk dapat bekerja sama dengan anggota kelompok.
2. Penggunaan Modul
Modul merupakan suatu sumber belajar bagi siswa yang memuat
mengenai suatu bahasan tertentu dari suatu materi yang penyusunannya dibuat
sedemikian rupa sehingga memungkinkan siswa untuk lebih mudah dalam
mempelajarinya. Modul biasanya disertai dengan pedoman penggunaan, sehingga
memungkinkan para guru dan siswa untuk lebih mudah mempelajarinya dan
memahaminya.
Winkel (2007: 476) mengemukakan mengenai pengertian modul yaitu sebagai berikut:
Istilah “modul” (modul) dapat menunjuk pada suatu unit waktu: kurang lebih 20 menit, atau pada suatu paket pengajaran yang memuat pedoman bagi guru dan bahan pelajaran bagi siswa. Dalam pengertian yang terakhir, modul merupakan satuan program belajar-mengajar yang terkecil, yang dipelajari oleh siswa sendiri secara perseorangan atau diajarkan oleh siswa kepada dirinya sendiri (self-instructional).
Modul memuat suatu materi pelajaran yang akan dipelajari siswa. Siswa
dapat mempelajarinya secara mandiri maupun secara bersama-sama dengan teman
kelompok. Modul dapat dipelajari secara mandiri oleh siswa artinya modul dapat
diajarkan oleh siswa untuk dirinya sendiri. Modul memuat pedoman pengajaran
bagi guru dan siswa dimana dalam modul dapat ditetapkan untuk batasan waktu
penggunaan modul.
Pembelajaran dengan sistem modul menurut Mulyasa (2006: 43)
memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Setiap modul harus memberikan informasi dan petunjuk pelaksanaan yang jelas tentang apa saja yang harus dilakukan oleh peserta didik, bagaimana melakukan dan sumber belajar apa yang harus digunakan.
2. Modul merupakan pembelajaran individual, sehingga mengupayakan untuk melibatkan sebanyak mungkin karakteristik peserta didik. Dalam setiap modul harus : (1) memungkinkan peserta didik mengalami kemajuan belajar sesuai dengan kemampuannya; (2) memungkinkan
38
peserta didik mengukur kemajuan belajar yang telah diperoleh; dan (3) memfokuskan peserta didik pada tujuan pembelajaran yang spesifik dan dapat diukur.
3. Pengalaman belajar pada modul disediakan untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran seefektif dan seefisien mungkin, serta memungkinkan peserta didik untuk melakukan pembelajaran secara aktif, tidak sekedar membaca dan mendengar tapi lebih dari itu, modul memberikan kesempatan untuk bermain peran (role playing), simulasi dan berdiskusi.
4. Materi pembelajaran disajikan secara logis dan sistematis, sehingga peserta didik dapat mengetahui kapan dia memulai dan mengakhiri suatu modul, serta tidak menimbulkan pertanyaan mengenai apa yang harus dilakukan atau dipelajari.
5. Setiap modul memiliki mekanisme untuk mengukur pencapaian tujuan belajar peserta didik, terutama untuk memberikan umpan balik bagi peserta didik dalam mencapai ketuntasan belajar. Berdasarkan karakteristik modul di atas maka dalam penyusunan modul
harus memperhatikan sumber informasi yang digunakan, karakteristik peserta
didik, tujuan pembelajaran dan materi yang disajikan, agar modul yang dihasilkan
dapat memberikan informasi yang benar dan jelas serta sesuai dengan
karakteristik peserta didik dalam pencapaian tujuan pembelajaran.
Pembelajaran menggunakan modul memungkinkan siswanya dapat
mencapai kemajuan belajar sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya secara
mandiri. Modul juga dapat memfokuskan siswa mengenai materi pelajaran apa
saja yang hendak dipelajari karena di dalam modul terdapat materi spesifik yang
akan dipelajari
Modul yang digunakan siswa dalam pembelajaran dapat membantu siswa
untuk dapat belajar secara aktif. Belajar secara aktif bisa dilakukan dengan cara
siswa saling bermain peran dalam kegiatan kelompok dan siswa juga dapat
melakukan kegiatan diskusi dalam kelompok.
Lebih lanjut Mulyasa (2006: 44) mengemukakan bahwa pembelajaran
menggunakan modul melibatkan beberapa komponen yang diantaranya adalah:
a. Pendahuluan; yang berisi deskripsi umum, seperti materi yang disajikan,
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang akan dicapai setelah belajar,
termasuk kemampuan awal yang harus dimiliki untuk mempelajari modul
tersebut.
39
b. Tujuan Pembelajaran; berisi tujuan pembelajaran khusus yang harus dicapai
peserta didik setelah mempelajari modul. Dalam bagian ini dimuat pula tujuan
terminal dan tujuan akhir, serta kondisi untuk mencapai tujuan.
c. Tes Awal; yang digunakan untuk menetapkan posisi peserta didik dan
mengetahui kemampuan awalnya, untuk menentukan dari mana ia harus
memulai belajar, dan apakah perlu untuk mempelajari atau tidak modul
tersebut.
d. Pengalaman Belajar; yang berisi rincian materi untuk setiap tujuan
pembelajaran khusus, diikuti dengan penilaian formatif sebagai balikan bagi
peserta didik tentang tujuan belajar yang dicapainya.
e. Sumber Belajar; berisi tentang sumber-sumber belajar yang dapat ditelusuri
dan digunakan oleh peserta didik.
f. Tes Akhir; instrumen yang digunakan dalam tes akhir sama dengan yang
digunakan dalam tes awal, hanya lebih difokuskan pada tujuan terminal setiap
modul.
Suatu modul dapat dikatakan baik apabila modul memiliki komponen-
komponen yang relevan. Komponen-komponen modul yang ada nantinya akan
mempermudah siswa untuk mempelajari modul. Tujuan pembelajaran merupakan
suatu hal yang sangat penting untuk dicantumkan di dalam modul, karena tujuan
pembelajaran memuat mengenai berbagai hal yang akan dicapai dengan
pembelajaran menggunalkan modul.
Pengalaman belajar yang tercantum di dalam modul akan memudahkan
siswa untuk mempelajari materi yang sedang dipelajari. Tes awal dan tes akhir
sangat diperlukan karena digunakan untuk mengukur seberapa besar kemampuan
siswa sebelum dan sesudah digunakan modul.
Pembelajaran modul menuntut siswa untuk belajar secara sendiri dalam
kelompok. Siswa mendapat kesempatan untuk membaca sendiri uraian materi
yang sudah ada di dalam modul, menjawab pertanyaan dan mengerjakan tugas-
tugas yang ada di dalam modul.
Pearce (2009) menyatakan bahwa “Many students were enthusiastic
about the opportunity the module gave them to exercise their thinking abilities.
40
Siswa akan lebih antusias dan semangat belajar karena dengan adanya modul
dapat melatih kemampuan berfikir siswa.
Salah satu kemampuan berfikir yang dapat dikembangkan dari
pembelajaran menggunakan modul adalah siswa dapat dilatih untuk belajar
mandiri. Siswa juga dapat dilatih untuk saling melakukan diskusi dengan teman
dalam kelompok, sehingga kemampuan siswa dapat meningkat secara bersama,
baik kemampuan dalam berfikir maupun kemampuan dalam bekerja sama dengan
orang lain.
Kegiatan belajar menggunakan modul lebih menuntut siswa untuk aktif
belajar sendiri, sehingga peran guru dalam kegiatan belajar menjadi berkurang.
Guru tidak lagi sebagai tokoh utama yang bertugas penyampai materi pelajaran,
akan tetapi guru dalam pembelajaran sistem modul menurut Mulyasa ( 2006: 45)
bertugas untuk mengorganisasikan dan mengatur proses belajar. Tugas guru
untuk mengorganisasikan dan mengatur proses belajar antara lain:
a. menyiapkan situasi pembelajaran yang kondusif
b. membantu peserta didik yang mengalami kesulitan dalam memahami isi
modul atau pelaksanaan tugas
c. melaksanakan penelitian terhadap setiap peserta didik.
Memperhatikan tugas guru dalam pembelajaran modul seperti yang
tercantum dalam uraian di atas maka dapat dilihat bahwa dalam pembelajaran
modul siswa dituntut untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran. Sehingga
dengan penggunaan sistem pembelajaran modul dalam proses belajar mengajar
biologi siswa Sekolah Menengah Atas diharapkan mampu meningkatkan peran
aktif siswa dalam pembelajaran. Keaktifan siswa dalam pembelajaran dapat
diketahui dalam keaktifan siswa selam kegiatan diskusi siswa berlangsung.
Nasution (2005: 207) mengatakan bahwa pengajaran modul dapat
menghilangkan rasa persaingan di kalangan siswa oleh sebab itu semua dapat
mencapai hasil tertinggi. Pengajaran modul dapat membuka jalan untuk
terciptanya kerja sama.
Persaingan antar siswa merupakan hal yang wajar dalam suatu
lingkungan belajar, akan tetapi melalui pembelajaran modul dapat mengurangi
41
persaingan. Persaingan berkurang karena semua siswa mendapat kesempatan
untuk mendapat nilai tertinggi.
3. Pelestarian Lingkungan
Manusia hidup membutuhkan kehadiran tumbuh-tumbuhan dan hewan
yang sekaligus berfungsi sebagai sumber kehidupannya. Oleh karena itu tumbuh-
tumbuhan, hewan dan alam sekitarnya disebut sebagai lingkungan hidup manusia.
Lingkungan tersebut terbentuk sebelum manusia berada di bumi.
Sunu (2001: 10) mengatakan bahwa ”Lingkungan merupakan kesatuan
ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk di
dalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.”
Suatu lingkungan memiliki benda, daya, dan makhluk hidup. Manusia
salah satu yang termasuk di dalam lingkungan. Manusia dan perilaku manusia
yang berada di dalam suatu lingkungan memiliki pengaruh terhadap kelangsungan
suatu lingkungan.
Alim (1996: 124) menjelaskan mengenai lingkungan bahwa lingkungan
merupakan segala sesuatu yang berada di sekeliling makhluk hidup yang
berpengaruh dan mendukung pada eksistensi dan keberlanjutan kehidupannya.
Setiap makhluk hidup mempunyai dan memerlukan suatu lingkungan tertentu.
Setiap makhluk hidup tinggal dalam suatu lingkungan. Lingkungn
tempat manusia maupun makhluk hidup tinggal sangat berpengaruh terhadap
keberlangsungan kehidupan makhluk tersebut. Apabila lingkungan tempat tinggal
makhluk hidup tersebut rusak, maka akan mengganggu keberlangsungan
kehidupan makhluk yang ada di dalamnya.
Pengertian Lingkungan menurut Ensiklopedi Nasional (1999: 395) adalah sebagai berikut:
Lingkungan/lingkungan hidup dapat dibagi sebagai lingkungan hidup alamiah dan lingkungan hidup binaan. Lingkungan hidup alamiah adalah suatu sistem amat dinamis yang merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, makhluk hidup dan komponen-komponen biotik lainnya, tanpa adanya dominasi manusia.
42
Supardi (1994: 171) berpendapat bahwa usaha untuk melestarikan
lingkungan dari pengaruh dampak pembangunan merupakan salah satu usaha
yang perlu dilakukan. Tujuan dari pengelolaan lingkungan adalah untuk
mencegah kemunduran populasi sumber daya alam yang dikelola dan sumber
daya alam lain yang ada di sekitarnya dan mencegah pencemaran limbah yang
dapat membahayakan lingkungan.
Lingkungan sebagai tempat tinggal makhluk hidup, sehingga kelestarian
lingkungan perlu untuk dijaga demi kelangsungan hidup makhluk hidup yang ada
di dalamnya. Salah satu masalah lingkungan yang akhir-akhir ini terjadi adalah
terjadinya kelongsoran tanah di daerah pegunungan.
Manusia sebagai penghuni lingkungan hendaknya dalam berinteraksi
dengan lingkungan juga memperhatikan mengenai kelestarian lingkungannya.
Usaha untuk melestarikan lingkungannya, manusia mulai menyadari akan
pentingnya dilakukan usaha-usaha untuk melestarikan lingkungan, diantaranya
adalah penghijauan tanah-tanah gundul, perbaikan dan pengawetan tanah.
Tanah yang gundul atau tanah yang tidak tertutup oleh tanaman akan
sangat mudah mengalami erosi. Menurut Kartasapoetra (1987: 35), erosi
merupakan proses penghanyutan tanah oleh desakan-desakan atau kekuatan air
dan angin baik yang berlangsung secara alamiah ataupun sebagai akibat
tindakan/perbuatan manusia.
Erosi dapat terjadi karena pengaruh air dan angin. Desakan air dan angin
dapat terjadi secara alami atau karena perbuatan manusia. Salah satu contoh
peristiwa yang dapat menyebabkan erosi karena pengaruh kegiatan manusia
adalah kesalahan pada pengelolaan tanah dalam pelaksanaan pertaniannya.
Kertasapoetra (1987: 37) membagi faktor-faktor yang dapat
menyababkan tejadinya erosi, yaitu:
a. Iklim
b. Faktor tanah
c. Faktor bentuk wilayah (topografi)
d. Faktor tanaman penutup tanah ( vegetasi)
e. Faktor kegiatan manusia.
43
Jenis tanah sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya laju/kecepatan pengikisan
tanah. Topografi mempengaruhi terhadap kecepatan laju air di permukaan tanah
yang mengangkut partikel-partikel tanah. Vegetasi memiliki peranan penting bagi
tanah, karena jenis vegetasi yang ada di permukaan tanah memiliki sifat untuk
melingdungi tanah dan dapat memperbaiki susunan tanah karena akar-akar yang
dimilikinya.
Usaha yang dilakukan untuk mencegah dan atau mengendalikan erosi
ini, hendaknya diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi,
seperti antara lain faktor iklim, tanah, bentuk wilayah (misal kemiringan ),
vegetasi penutup tanah dan kegiatan manusia (1989: 143). Lebih lanjut
Kartasapoetra (1989: 143) mengatakan prinsip-prinsip yang digunakan dalam
mengendalikan erosi adalah :
1. memperbesar resistensi permukaan tanah sehingga lapisan permukaan tanah tahan terhadap pengaruh tumbukan butir-butir hujan;
2. memperbesar kapasitas infiltrasi tanah, sehingga lajunya aliran permukaan dapat diredusir (dikurangi);
3. meredusir lajunya aliran permukaan agar daya kikisnya terhadap tanah yang dilaluinya dapat diperkecil;
4. memperbesar resistensi tanah sehingga daya rusak dan daya hanyut aliran permukaan terhadap partikel-partikel tanah dapat diperkecil atau diredusi.
Berdasarkan prinsip-prinsip diatas, salah satu usaha yang dilakukan untuk
mengatasi erosi adalah dengan cara mekanik yaitu dengan pembuatan sengkedan-
sengkedan atau teras-teras. Pengendalian erosi dengan cara ini memerlukan biaya
yang mahal, akan tetapi demi terhindarnya erosi yang bisa mengakibatkan
kerugian yang lebih besar, maka tidak ada ruginya apabila cara mekanik ini
digunakan untuk mengatasi erosi.
Usaha mempertahankan tanah-tanah pertanian pada daerah lereng agar
bagian-bagian tanah tidak mudah terkikis dan terhanyut adalah dengan cara
pembuatan sengkedan-sengkedan (teras). Pembuatan sengkedan harus
memperhatikan keadaan tanah dan kemiringan tanah untuk mengendalikan aliran
air permukaan (run off).
44
Makin panjang lereng itu maka lajunya aliran air permukaan akan makin
cepat, daya kikis dan daya angkutnya, makin besar sehingga pengikisan dan
penghanyutan tanah akan berlangsung dengan besar pula. Bennet dalam
Kartasapoetra (1989: 123) mengatakan bahwa garis besarnya terdapat 3 macam
sengkedan (teras) yaitu:
a. Bench terrace atau Teras bangku yang direncanakan/dibangun untuk: (1) Mengendalikan erosi (pengikisan dan penghanyutan) dengan
mengurangi kemiringan pada tanah atau daerah-daerah yang dijadikan lahan pertanian.
(2) Menjadikan tanah yang curam agar memungkinkan digunakan sebagai tanah pertanian.
b. Graded terrace atau Teras berlereng direncanakan/dibangun untuk menahan dan mengalihkan aliran air pemukaan agar kecepatannya berkurang dan tidak erosif.
c. Level terrace atau Teras datar yang direncanakan/dibangun untuk mengurung/menahan dan mengawetkan air hujan pada daerah-daerah curah hujan yang rendah.
Teras-teras bangku biasanya dibangun pada tanah pertanian yang
mempunyai kemiringan sekitar 10% sampai 30%. Pembuatan teras-teras bangku
biasanya di daerah perkebunan dan persawahan yang terletak di daerah dataran
tinggi. Teras-teras yang datar biasanya digunakan pada daerah yang kering karena
untuk menahan limpahan air hujan. Menurut Ramdhon Bermanakusumah (1978)
dalam Kartasapoetra (1989: 125) mengatakan bahwa pada umumnya teras datar
dibuat pada tempat-tempat dengan kemiringan sekitar 2%, dimana curah hujan
relatif rendah serta permeabilitas tanah yang tinggi. Teras berlereng hanya
digunakan pada tanah-tanah berlereng dengan kemiringan sekitar 3% sampai 8%
dan curah hujannya besar serta permeabilitas yang rendah atau kurang. Makin
tinggi tingkat kemiringan tanah yang akan diteras, maka lebar teras yang akan
dibuat harus makin sempit, hal ini dilakukan agar lapisan bawah tanah yang perlu
digali tidak terlalu besar.
45
B. Kerangka Berpikir
Proses pembelajaran Biologi yang masih sering terjadi di dalam dunia
pendidikan di Indonesia adalah pembelajaran yang masih berpusat pada guru
(teacher centered). Pembelajaran yang berpusat pada guru hanya menuntut siswa
untuk menerima apa saja yang dianggap penting oleh guru, sedangkan siswa
hanya dituntut untuk menghafal materi-materi yang telah disediakan oleh guru.
Masih banyak guru yang kurang begitu menyukai apabila banyak siswanya
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mungkin akan meluas dari konteks
materi yang disampaikan guru.
Pembelajaran yang berpusat pada guru sebenarnya akan menghambat
aktivitas dan kreativitas. Siswa tidak dapat mengembangkan kemampuan-
kemampuan yang dimilikinya.
Salah satu cara yang hendaknya dapat dilakukan oleh guru agar siswa
dapat aktif dan kreatif adalah dengan menciptakan suasana belajar yang kondusif
dan menciptakan suasana yang dapat membuat siswa memiliki kepercayaan diri
dalam belajar, menyediakan sumber belajar yang dapat memacu siswa untuk lebih
aktif dalam pembelajaran, memiliki kemampuan komunikasi ilmiah yang bebas,
dan mengekspresikan kreativitas yang dimilikinya.
Permasalah-permasalahn yang berhubungan dengan masih kurangnya
keaktifan siswa dalam diskusi dan kurangnya kerja sama siswa dalam kegiatan
kelompok salah satunya disebabkan karena dalam pembelajaran yang
dilaksanakan hanya menggunakan buku teks yang dirasa masih belum memotivasi
siswa untuk dapat melaksanakan diskusi dengan baik.
Kurang aktifnya siswa dalam kegiatan diskusi dan kurangnya kerjasama
siswa dalam kegiatan diskusi dapat diatasi dengan menggunakan suatu inovasi
dalam pembelajaran Biologi. Salah satu inovasi yang dapat digunakan untuk
memecahkan masalah keaktifan diskusi siswa dan kerjasama siswa adalah
pembelajaran dengan menggunakan modul pembelajaran. Modul pembelajaran
yang digunakan adalah modul pembelajaran hasil penelitian.
46
Modul pembelajaran yang digunakan merupakan modul pembelajaran
yang didalamnya memuat hasil penelitian tentang Pelestarian Lingkungan
khususnya penanggulangan erosi dengan cara pembuatan sengkedan (teras).
Selanjutnya modul hasil penelitian digunakan oleh guru dan siswa untuk
menunjang pembelajaran Biologi sehingga nantinya dalam pembelajaran Biolgi
siswa dapat kreatif dan aktif terlibat dalam pembelajaran.
Proses pembelajaran yang menggunakan modul hasil penelitian, guru
bertindak sebagai fasilitator. Modul yang digunakan dalam pembelajaran telah
memuat mengenai materi yang akan dipelajari oleh siswa dan petunjuk-petunjuk
untuk menggunakan modul tersebut. Sehingga siswa dapat membaca dan
mempelajari modul tersebut secara sendiri maupun dengan teman dalam
kelompoknya.
Pembelajaran dengan modul dalam pelaksanaannya juga menuntut
adanya diskusi kelompok dalam memahami materi dan mencari alternatif
penyelesaian dari permasalahan yang berhubungan dengan materi dalam modul
serta menuntut adanya kerjasama siswa dalam menyelesaikan tugas yang terkait
dengan materi dalam modul.
47
Sumber belajar yang digunakan berupa buku teks.
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Alternatif Pemecahan Masalah :
P
R
O
S
E
S
Penelitian di laboratorium sebagai dasar untuk pembuatan modul
Penggunaan Modul Pembelajaran Hasil Penelitian
INPUT :
Variasi
Karakteris
tik Siswa Permasalahan : 2. Kurangnya kerja sama siswa 3. Kurangnya ketrampilan
berdiskusi siswa
OUTPUT : 2. Kualitas pembelajaran
meningkat. 3. Kualitas guru mengajar
meningkat.
Manfaat : 1. Siswa aktif bekerja sama. 2. Siawa terampil berdiskusi.
48
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Penelitian Laboratorium
1. Tempat dan Waktu Penelitian
a. Tempat Penelitian
Penelitian Laboratorium mengenai Pelestarian Lingkungan di lakukan di
dua laboatorium, yaitu di Laboratorium Pendidikan Biologi FKIP UNS untuk
pembuatan sengkedan, dan di Laboratorium Pusat MIPA UNS untuk pengukuran
total bahan padatan dalam air atau Total Suspended Solid (TSS).
b. Waktu Penelitian
Tahap Penelitian Pelestarian Lingkungan ada dua, yaitu pembuatan
sengkedan dan pengukuran TSS. Pembuatan sengkedan dilakukan pada bulan
Maret 2009. Pengukuran TSS dilakukan pada bulan April 2009.
2. Bentuk dan Strategi Penelitian
a. Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian adalah eksperimen dengan mengambil topik mengenai
Pelestarian Lingkungan yang difokuskan pada masalah tentang erosi.
b. Strategi Penelitian
Penelitian mengenai Pelestarian Lingkungan dilakukan sebelum
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dilaksanakan. Tujuannya adalah penelitian
mengenai Pelestarian Lingkungan adalah sebagai bahan untuk pembuatan modul
yang nantinya akan digunakan dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Strategi yang dilakukan dalam penelitian Pelestarian Lingkungan adalah
sebagai berikut:
1) Pembuatan sengkedan
Proses pembuatan sengkedan dilakukan di Laboratorium Pendidikan
Biologi FKIP UNS. Sengkedan yang dibuat ada 4 macam, yaitu sengkedan yang
ditanami rumput di seluruh permukaan, sengkedan yang ditanami sedikit rumput,
sengkedan yang ditanami rumput dan beberapa tanaman, dan sengkedan yang
49
tidak ditanami rumput maupun tanaman. Jenis rumput yang digunakan adalah
rumput jepang (Zoysia japonica) dan jenis tanaman yang digunakan adalah
tanaman tetean kuning (Justicia gendurosa). Sengkedan dibuat dengan jenis
sengkedan yang memiliki siku 90° atau biasa disebut dengan tersering balok..
Alat yang digunakan dalam pembuatan sengkedan ini adalah : palu,
sekop, dan cangkul. Bahan yang digunakan dalam pembuatan sengkedan ini
adalah : kayu, tanah, air, rumput, paku, dan kaca.
Berikut adalah gambar miniature terasering:
Terasering I
Terasering II
Terasering III
Terasering IV
Gambar 2. Model Terasering
Keterangan:
Terasering I : Terasering yang ditanami rumput secara keseluruhan diseluruh
permukaan, rumput yang digunakan adalaah rumput jepang
(Zoysia japonica).
Terasering II : Terasering yang ditanami sedikit rumput, tetapi ditanami beberapa
jenis tanaman lain. Rumput yang digunakan adalah rumput
50
jepang (Zoysia japonica) dan jenis tanaman yang digunakan
adalah tanaman tetean kuning (Justicia gendurosa).
Terasering III : Terasering yang ditanami sedikit rumput tanpa ditanami tanaman
lain, rumput yang digunakan adalah rumput jepang (Zoysia
japonica).
Terasering IV : Terasering yang hanya berisi tanah dan tidak ditanami tanaman
apapun.
2) Pengukuran Total Suspended Solid (TSS) atau Total Bahan Padatan
Pengukuran TSS dilakukan di Laboratorium Pusat MIPA UNS. Air yang
digunakan untuk pengukuran TSS diambil dari air hasil penyiraman pada
sengkedan. Alat yang digunakan untuk pengukuran TSS adalah : kertas saring,
gelas ukur, alat penyaring, oven, desikator. Bahan yang digunakan untuk
pengukuran TSS adalah : aquades, air sample (air hasil penyiraman sengkedan).
Penghitungan TSS menurut Aleart (1991: 143) dilakukan dengan
menggunakan rumus :
mg/l residu tersuspensi = mlsampel
xBA 1000)( -
Keterangan :
A = berat kertas saring berisi residu tersuspensi dalam mg.
B = berat kertas saring kosong dalam mg.
3) Sumber Data
Data dan sumber data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi
pengukuran kualitas air terkait dengan total bahan padatan dalam air (TSS) yang
diukur di laboratorium.
4) Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang dilakukan untuk pengukuran TSS adalah :
a. Menyiram sengkedan dengan air.
b. Air hasil penyiraman ditampung kemudian air digunakan untuk menghitung
TSS.
c. Pengukuran TSS dilakukan di laboratorium.
51
B. Penyusunan Modul Pembelajaran
Modul hasil penelitian disusun berdasarkan data dan analisis data dari
hasil penelitian mengenai Pelestarian Lingkungan mengenai TSS. Modul hasil
penelitian juga disusun berdasarkan beberapa referensi yaitu berupa buku dan
sumber dari internet.
Susunan modul disesuaikan dengan aturan pembuatan modul yang telah
disampaikan oleh Mulyasa (2006: 43). Susunan modul terdiri dari pendahuluan,
tujuan pembelajaran, tes awal, pengalaman belajar, sumber belajar (referensi), tes
akhir. Modul juga disertai dengan Lembar Kerja Siswa (LKS) dan kunci jawaban
LKS.
Pembuatan modul hasil penelitian disesuaikan dengan tujuan
pembelajaran yang telah ditentukan dalam kurikulum yang berlaku. Sehingga
modul pembelajaran hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumber belajar bagi
siswa.
C. Penelitian Tindakan Kelas
1. Tempat dan Waktu Penelitian
a. Tempat Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas berupa implementasi modul pembelajaran
hasil penelitian tentang Pelestarian Lingkungan dilaksanakan di Sekolah
Menengah Atas Batik 1 Surakarta tahun pelajaran 2008/2009 di kelas X-6.
b. Waktu Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dilaksanakan pada bulan Mei - Juni
2009.
2. Bentuk dan Strategi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah Penelitian Tindakan
Kelas (PTK), yang bersifat kualitatif. Penelitian dilaksanakan berdasarkan hasil
observasi yang menunjukkan bahwa 57,72% siswa kurang kerja sama dan 52,69%
siswa tidak aktif dalam diskusi. Prinsip dalam penelitian adalah penggunaan
52
modul hasil penelitian untuk meningkatkan kualitas belajar terutama dalam aspek
keaktifan diskusi siswa dan kerjasama siswa dalam kegiatan kelompok. Pokok
bahasan yang digunakan adalah mengenai Pelestarian Lingkungan. Pelaksanaan
tindakan dilakukan melalui berkolaborasi dengan guru mata pelajaran yang
bersangkutan.
Solusi terhadap permasalahan dibuat berdasarkan kajian teori dan input
dari lapangan yaitu berupa permasalahan yang terjadi dalam proses pembelajaran
di kelas. Adapun solusi yang dimaksud adalah tindakan yang berupa penggunaan
modul hasil penelitian dalam kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan kualitas
proses pembelajaran yang diukur pada dua aspek yaitu : kerjasama dan keaktifan
diskusi siswa dalam kelompok pada pokok bahasan Pelestarian Lingkungan.
Penerapan tindakan digunakan secara berulang atau siklus dalam setiap
pembelajaran. Hal ini dilakukan agar diperoleh hasil yang maksimal mengenai
penggunaan modul pembelajaran hasil penelitian dalam kegiatan pembelajaran
untuk meningkatkan kualitas pembelajaran pada pokok bahasan Pelestarian
Lingkungan.
3. Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi informasi tentang
keadaan pembelajaran siswa yang berupa deskripsi kualitatif. Sumber data dalam
penelitian dikumpulkan dari berbagai sumber meliputi :
a. Informasi yang diperoleh dari guru dan siswa.
b. Tempat berlangsungnya aktivitas pembelajaran yang berupa catatan observasi
dari peneliti.
c. Dokumen yang berupa kurikulum, silabus, buku penilaian dan buku referensi
mengajar.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk memperoleh data meliputi observasi,
wawancara dan angket.
a. Observasi
Observasi dilakukan terhadap siswa selama siswa melaksanakan
kegiatan diskusi kelompok. Observasi dilakukan di bagian belakang ruang kelas.
53
Observasi yang dilakukan difokuskan pada kerjasama siswa dalam kelompok dan
keaktifan berdiskusi siswa. observasi dilakukan oleh observer dan guru karena
untuk menghindari adanya subyektivitas.
b. Wawancara atau diskusi
Wawancara merupakan salah satu data penelitian yang diambil dari
siswa dan guru. Wawancara dilakukan sesuai dengan pelaksanaan penelitian.
Wawancara dilakukan untuk memperoleh balikan tentang proses pembelajaran
yang berlangsung selama penelitian. Beberapa hal yang dilakukan dalam kegiatan
wawancara atau diskusi adalah:
1). Meminta pendapat dari guru maupun siswa mengenai pelaksanaan proses
kegiatan pembelajaran di kelas yang meliputi kelebihan, kekurangannya dan
hambatan yang terjadi di kelas.
2). Mengungkapkan hasil pengamatan terhadap proses pembelajaran yang
berlangsung di kelas.
3). Mendiskusikan hal-hal yang ditemukan selama observasi dengan guru,
kemudian secara bersama menyamakan persepsi, sehingga apabila ada
kekurangan yang terjadi, maka kekurangan tersebut dapat diperbaiki pada
siklus selanjutnya.
c. Angket
Angket dibagikan kepada siswa untuk mengetahui berbagai aspek yang
terkait dengan proses pembelajaran terutama dari aspek kerjasama siswa dalam
kelompok dan keaktifan diskusi siswa dalam kegiatan kelompok.
Setiap siswa diberi 3 macam angket, yaitu angker keaktifan diskusi
siswa dalam kegiatan kelompok, angket kerjasama dan angket performance guru
dalam mengajar.
Ketiga macama angket yang digunakan berupa angket langsung dan
sekaligus memberikan alternatif jawaban. Menurut Suharsimi, alternatif jawaban
angket ada 4, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat
Tidak Setuju (STS). Teknik penilaian angket mengacu pada Arikunto (2006: 242)
yaitu :
54
Tabel 1. Teknik Penilaian Angket
Skor Skor untuk aspek yang dinilai (+) (-)
Sangat Setuju (SS) 4 1 Setuju (S) 3 2 Tidak Setuju (TS) 2 3 Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4
5. Validitas Data
Validitas data diketahui dengan menggunakan teknik triangulasi data.
Menurut Lexy J. Maleong (2007: 330) triangulasi data adalah teknik
pemeriksaaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data
itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.
Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah trianggulasi sumber data
dan metode. Triangulasi dilakukan dengan mengumpulkan data sejenis tapi
dengan menggunakan teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda.
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah berupa wawancara, observasi
dan angket.
Berikut merupakan skema triangulasi data:
Gambar 3. Skema Trianggulasi Sumber Data Penelitian
(Sutopo, 2002: 81)
6. Analisa Data
Data yang diperoleh dalam penelitian tinadakan kelas dianalisa menggunakan
teknik analiasa deskriptif kualitatif. Teknis analisa data mengacu pada model analisis
Miles dan Huberman (1992: 16-19) yang mencakup tiga komponen yaitu:
Angket
Observasi
Wawancara
Siswa Data
55
a. Reduksi data yaitu merupakan proses seleksi, pemfokusan dan
penyerdehanaan data dari lapangan melalui ringkasan atau uraian singkat,
menggolongkannya dalam satu pola yang lebih luas.
b. Penyajian data merupakan penyusunan informasi secara sistemik dari hasil
reduksi data mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan refleksi pada masing-
masing siklus.
c. Penarikan kesimpulan merupakan upaya pencarian makna data, mencatat
keteraturan dan penggolongan data. Data yang diperoleh dari lapangan
disajikan dalam narasi informasi secara sistematis dan bermakna
7. Prosedur Penelitian
Prosedur dan langkah-langkah dalam melaksakan tindakan penelitian ini
mengikuti model yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart (1997) dalam
Wiriaatmadja (2006: 66) yang berupa model spiral.
a. Siklus 1
1) Tahap Perencanaan
Tahap-tahap yang ada dalam tahap perencanaan adalah meliputi
penyusunan instrument pembelajaran yang terdiri dari angket dan lembar observai
keaktifan diskusi siswa, angket dan lembar observasi kerjasama siswa, angket dan
lembar observasi performance guru, terasering, modul pembelajaran hasil
penelitian, pedoman wawancara, silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran.
2) Tahap Pelaksanaan
a) Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) pertemuan ke-1 dengan penerapan modul
pembelajaran hasil penelitian yang didalamnya dilengkapi dengan materi
untuk dipelajari oleh siswa dan terdapat permasalahan-permasalahan harus
dipecahkan oleh siswa secara bersama-sama dalam kelompok melalui kegiatan
diskusi.
b) Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) pertemuan ke-2 siswa mempresentasikan
hasil diskusi kelompok masing-masing.
56
3) Tahap Evaluasi
Tahap observasi dan evaluasi dilaksanakan dengan menggunakan angket
dan lembar observasi keaktifan diskusi siswa, angket dan lembar observasi
kerjasama siswa, angket dan lembar observasi performance guru
4) Tahap Refleksi
Tahap analisis dan refleksi meliputi kegiatan yang mengulas perubahan
yang terjadi pada keaktian diskusi siswa dan kerjasama siswa sebagai bahan
perencanaan pada siklus II.
b. Siklus II
1) Tahap Perencanaan
Tahap-tahap yang ada dalam tahap perencanaan adalah meliputi
penyusunan instrument pembelajaran yang terdiri dari angket dan lembar observai
keaktifan diskusi siswa, angket dan lembar observasi kerjasama siswa, angket dan
lembar observasi performance guru, terasering, modul hasil penelitian, pedoman
wawancara, silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran siklus II.
2) Tahap Pelaksanaan
a) Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) pertemuan ke-1 dengan penerapan modul
pembelajaran hasil penelitian yang didalamnya dilengkapi dengan materi
untuk dipelajari oleh siswa dan terdapat permasalahan-permasalahan harus
dipecahkan oleh siswa secara bersama-sama dalam kelompok melalui kegiatan
diskusi.
b) Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) pertemuan ke-2 siswa mempresentasikan
hasil diskusi kelompok masing-masing.
3) Tahap Evaluasi
Tahap observasi dan evaluasi dilaksanakan dengan menggunakan angket
dan lembar observasi keaktifan diskusi siswa, angket dan lembar observasi
kerjasama siswa, angket dan lembar observasi performance guru.
4) Tahap Refleksi
Tahap analisis dan refleksi meliputi kegiatan yang mengulas perubahan
yang terjadi pada keaktian diskusi siswa dan kerjasama siswa.
57
c. Tindak Lanjut
Target pada penelitian yang dilakukan adalah 75% siswa dapat aktif
berdiskusi dan 75 % siswa dapat melakukan kerjasama dengan baik dalam
kegiatan kelompok. Apabila target yang ingin dicapai tersebut belum tercapai,
maka siklus akan berulang sampai target yang telah ditentukan dapat tercapai.
Akan tetapi apabila pada siklus pertama target yang telah ditentukan telah tercapai
maka siklus akan dihentikan.
58
Gambar 4. Skema Prosedur Penelitian Tindakan Kelas
Kemmis dan Mc Taggart dalam Wiriaatmadja (2006: 21)
Plan
Reflect
plan
Reflect
Act & Observ
Act & Observ
Perencanaan Penyusunan instrument pembelajaran : angket Keaktifan berdiskusi siswa, angket kerjasama, silabus, rencana pengajaran, media pembelajaran untuk siklus I, modul pembelajaran hasil penelitian.
Pelaksanaan Optimalisasi penggunaan modul hasil penelitian dalam KBM I dan KBM II. Setiap kelompok mendapatkan 1 modul pembelajaran hasil penelitian
Evaluasi Evaluasi keaktifan diskusi siswa, kerjasama siswa dengan angket. Data pendamping : · Observasi guru dan
siswa
Perencanaan Merancang perbaikan yang perlu dilakukan pada siklus 2 sesuai dengan refleksi pada siklus 1.Penyusunan instrumen pembelajaran : rencana pengajaran dan modul pembelajaran hasil penelitian untuk pembelajaran untuk siklus II
Pelaksanaan Optimalisasi penggunaan modul hasil penelitian dalam KBM III dan KBM IV. Setiap siswa mendapatkan 1 modul pembelajarn hasil penelitian
Evaluasi Evaluasi keaktifan diskusi siswa, kerja sama dengan angket Data pendamping : · Observasi guru
dan siswa
Refleksi Mengemukakan hasil dan hal-hal yang ditemukan pada siklus 2 untuk selnjutnya dilakukan perbaikan pada siklus selanjutnya
Tindak Lanjut Perbaikan pembelajaran oleh guru Biologi setelah penelitian Sehingga keaktifan diskusi siswa dan kerja sama siswa meningkat.
Refleksi Hasil pelaksanaan tindakan 1 menunjukkan bahwa keaktifan diskusi dan kerjasama siswa dalam kegiatan kelompok masih belum tuntas dan belum mencapai target.
59
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN LABORATORIUM
Penelitian mengenai Pelestarian Lingkungan mengambil pokok
permasalahan mengenai erosi yang terjadi pada lahan miring akibat pengaruh
siraman air yang tidak terkendali. Erosi merupakan bencana yang sudah tidak
asing lagi bagi siswa. Tanah gundul pada lahan miring akan mudah tererosi
apabila tanah tersebut tersiram oleh air dengan jumlah air yang tidak terkendali.
Penelitian mengenai Pelestarian Lingkungan tentang erosi dilakukan
diawali dengan pembuatan miniatur terasering pada kotak kayu yang berbentuk
balok dengan ukuran 50 cm x 60 cm x 40 cm. Terasering dibuat sebanyak 4 buah
dengan bentuk dan ukuran yang sama tetapi masing-masing memiliki perbedaan.
Perbedaan yang ada pada masing–masing terasering adalah perbedaan pada
tanaman dan jumlah tanaman yang ditanam pada permukaan terasering.
Perbedaan pada terasering dibuat dengan tujuan untuk mengetahui
adanya perbedaan antara terasering yang satu dengan yang lain apabila terasering
disiram dengan air. Terasering I dibuat dengan seluruh permukaan yang tertutup
dengan rumput secara keseluruhan. Rumput yang digunakan adalah jenis rumput
jepang (Zoysia japonica). Terasering II dibuat dengan ditanami rumput akan tetapi
jumlah rumputnya hanya sedikit dan pada terasering II juga ditanami dengan
tanaman yang lain selain rumput. Terasering III dibuat dengan ditanami rumput
tetapi tidak pada seluruh permukaan, tapi hanya sebagian permukaan saja yang
tertutup rumput. Rumput yang digunakan masih sama dengan rumput yang
digunakan pada terasering I. Terasering IV dibuat tanpa ditanami dengan tanaman
apapun atau hanya tanah saja.
Miniatur terasering yang telah siap digunakan selanjutnya diberi
perlakuan dengan cara diguyur dengan air yang volumenya sama untuk masing-
masing terasering. Air yang telah diguyurkan pada terasering kemudian
ditampung pada suatu wadah yang telah disediakan. Air yang ditampung
60
kemudian digunakan untuk menghitung TSS ( Total Suspended Solid ).
Penghitungan TSS bertujuan untuk mengetahui jumlah bahan padatan pada air.
Hasil perhitungan TSS dapat dilihat pada Tabel 2. berikut :
Tabel 2. Data hasil penelitian TSS
Jenis Terasering
A (mg)
B (mg)
(A-B) (mg)
TSS (mg/l)
Terasering I 0,868 0,813 0,55 5,5
Terasering II 0,809 0,772 0,37 3,7
Terasering III 0,875 0,812 0,63 6,3
Terasering IV 4,581 0,798 3,783 37,83
Keterangan:
Terasering I : Terasering yang ditanami rumput secara keseluruhan diseluruh
permukaan.
Terasering II : Terasering yang ditanami sedikit rumput, tetapi ditanami beberapa
jenis tanaman lain.
Terasering III : Terasering yang ditanami sedikit rumput tanpa ditanami tanaman
lain.
Terasering IV : Terasering yang tidak ditanami tanaman apapun.
A : berat kertas saring berisi residu tersuspensi dalam mg.
B : berat kertas saring kosong dalam mg
Berdasarkan data pada Tabel 2. diketahui bahwa TSS paling besar adalah
pada jenis terasering IV yaitu terasering yang hanya terdiri dari tanah, yaitu
sebesar 37,83 mg/l. Hasil pada terasering yang hanya berisikan tanah memiliki
nilai TSS paling besar karena pada media yang hanya berisi tanah maka tanahnya
akan lebih mudah terkikis apabila ada air yang mengalir, sehingga jumlah bahan
padatan yang larut juga lebih besar.
Tanah yang mudah terkikis disebabkan karena pada tanah tidak ada akar
tanaman yang dapat berguna untuk menahan aliran air. Sehingga apabila tidak ada
penahannya, maka air akan lebih mudah terkikis.
61
Hasil residu tersuspensi (TSS) paling kecil adalah pada jenis terasering
yang berisi tanah dan ditanami dengan rumput dan tanaman, yaitu sebesar 3,7
mg/l. Hasil yang ditunjukkan oleh terasering II mengindikasikan bahwa pada
tanah yang ditanami dengan rumput dan tanaman akan memiliki daya kikis yang
kecil. Tanah tidak akan mudah terkikis oleh air, karena tanah memiliki
kemampuan untuk menahan air. Tanaman yang terdapat pada terasering juga akan
menyerap air yang disiramkan pada tanah. Sehingga air tidak akan mengkikis
tanah.
Gambar 5. berikut mengambarkan diagram perbandingan hasil
perhitungan Total Suspended Solid (TSS) pada masing-masing terasering.
Gambar 5. Diagram Perbandingan Hasil Perhitungan Total Suspended Solid
(TSS)
Berdasarkan hasil perhitungan TSS yang telah dilakukan, dapat diketahui
bahwa pada terasering IV akan mudah terkikis oleh air karena pada terasering IV
tidak terdapat tanaman apapun, sehingga tanah menjadi lebih mudah terkikis.
Sehingga akan berdampak pada tanah yang longsor. Lahan atau tanah yang
ditanami dengan vegetasi tanaman, misalnya rumput dan jenis tanaman lain, maka
tanah tidak akan mudah terkikis oleh air
62
B. PEMBUATAN MODUL PEMBELAJARAN HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian laboratotium mengenai Pelestarian Lingkungan
khususnya pada permasalahan tentang erosi disajikan dalam bentuk modul
pembelajaran hasil penelitian. Modul pembelajaran hasil penelitian dibuat sesuai
dengan tujuan pembelajaran yang tercantum didalam kurikulum pembelajaran.
Modul pembelajaran hasil penelitian disusun sesuai dengan aturan
penyusunan modul yang disampaikan oleh Mulyasa (2006: 43). Modul
pembelajaran hasil penelitian digunakan untuk meningkatkan kemampuan siswa
dalam pembelajaran terutama untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam
kegiatan diskusi kelompok dan kerja sama siswa dalam kegiatan kelompok.
C. PENELITIAN TINDAKAN KELAS
1. Kondisi Awal (Pra Siklus)
Penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK).
Tahap pertama yang dilakukan sebelum penelitian adalah melakukan pengamatan
atau observasi di lokasi yang akan dilakukan penelitian. Selain observasi, juga
dilakukan wawancara terhadap guru mata pelajaran yang bersangkutan.
Wawancara yang dilakukan berhubungan dengan masalah-masalah yang biasanya
terjadi di kelas selama proses kegiatan belajar mengajar berlangsung.
Observasi yang dilaksanakan adalah observasi terhadap proses belajar
mengajar yang terjadi di kelas. Tahap observasi dilakukan untuk mengetahui
masalah-masalah apa saja yang terjadi selama proses belajar mengajar di kelas.
Selanjutnya, masalah-masalah yang ada tersebut diperbaiki melalui penelitian
tindakan kelas (PTK).
Selama proses observasi (pengamatan) di kelas dilakukan, ditemukan
beberapa permasalahan yang terjadi di kelas, yaitu: siswa kurang aktif dalam
kegiatan diskusi kelompok dan siswa masih belum bisa untuk melakukan
kerjasama dalam kelompok. Jumlah siswa yang dapat mengikuti kegiatan diskusi
dengan baik hanya 47,31% dari keseluruhan jumlah siswa yang ada.
63
Saat kegiatan diskusi berlangsung, siswa masih sangat susah untuk
membentuk kelompok diskusi. Siswa juga belum bisa melakukan kerjasama yang
baik selama diskusi. Siswa yang dapat bekerja sama dengan baik dengan teman
dalam satu kelompok dalam kegiatan diskusi hanya sebanyak 42,28%. Siswa
cenderung bertindak individual dan lebih mengutamakan urusan masing-masing.
Suatu sistem pembelajaran hendaknya dapat meningkatkan kemampuan
untuk bisa berpartisipasi secara aktif dalam belajar dan mendorong siswa untuk
dapat berpikir kritis dan kreatif. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk
lebih mendorong dan meningkatkan kemampuan siswa untuk lebih berpikir kritis
dan kreatif adalah dengan kegiatan diskusi dalam pembelajaran. Kegiatan diskusi
dapat merangsang kemampuan siswa untuk dapat menggali ide-ide yang
dimilikinya untuk memecahkan masalah.
Siswa diberi angket keaktifan diskusi dan kerja sama dengan tujuan
untuk mengetahui keaktifan diskusi dan kerja sama siswa dalam kegiatan
kelompok.. Keaktifan diskusi siswa pada tahap pra siklus dapat dilihat pada tabel
di bawah ini:
Tabel 3. Persentase Skor Indikator Angket Keaktifan Diskusi Siswa Pra Siklus
No Indikator Persentase Capaian (%) 1 Mampu memikirkani tentang masalah
sebagai pijakan analisis. 74,39
2 Mampu memperdalam masalah dari berbagai sumber
77,29
3 Mampu mencatat hal-hal yang sangat urgen. 82,16 4 Mampu menyusun rangkuman 79,42 5 Mampu bersikap objektif 84,15 6 Mampu mengarahkan perhatian kepada
situasi 86,28
7 Mampu menganalisa masalah. 84,29 8 Mampu mengusulkan pemecahan-
pemecahan . 93,75
9 Mampu menetapkan pemecahan terbaik dan penilaian yang obyektif
96,79
10 Mampu menentukan tindakan-tindakan yang akan diambil
73,32
Jumlah 831,86 Rata-Rata 83,19
64
Tabel 3. merupakan data yang menampilkan persentase skor indicator
angket keaktifan berdiskusi siswa dalam kegiatan kelompok selama tahap pra
siklus berlangsung. Berdasar Tabel 3. diatas dapat dilihat bahwa keaktifan
berdiskusi siswa dalam kegiatan kelompok memiliki rentang nilai persentase
sebesar 73% - 93%, apabila dihitung rata-ratanya maka diperoleh persentase rata-
rata sebesar 83,19%.
Berdasarkan data yang tercantum dalam Tabel 3. dapat diketahui bahwa
indikator yang paling kecil adalah indikator ke-10 yang menyatakan bahwa siswa
kemampuan siswa untuk menentukan tindakan-tindakan yang akan diambil.
Persentase yang dicapai oleh indikator ke-10 masih berada dibawah target yang
ingin dicapai yaituhanya mencapai nilai 73,32%, sedangkan target yang ingin
dicapai adalah sebesar 75 %.
Persentase indikator tertinggi dicapai oleh indikator ke-9 yaitu indikator
yang menyatakan siswa mampu menetapkan pemecahan terbaik dan penilaian
yang obyektif. Indikator ke-9 mencapai persentase sebesar 96,79%.
Selain adanya suatu masalah yang bersangkutan dengan kegiatan diskusi
siswa dalam pembelajaran, juga ditemukan adanya suatu masalah lain yaitu
kerjasama siswa yang masih kurang dalam kegiatan kelompok. Selama proses
kegiatan kelompok berlangsung hanya beberapa siswa saja yang dapat melakukan
kerjasama dengan baik ketika kegiatan kelompok. Sebagian siswa yang lain acuh
terhadap kegiatan kelompok dan kurang antusias untuk melaksanakan kegiatan
diskusi dalam kelompoknya.
Besarnya persentase kerjasama siswa dalam kegiatan kelompok dapat
diketahui dengan cara membagikan angket kerjasama kepada siswa. Berikut
disampaikan hasil persentase pengisian angket kerjasama siswa pada tahap pra
siklus.
Tabel 4. Persentase Skor Indikator Angket Kerjasama Siswa Pra Siklus.
No Indikator Persentase Capaian (%) 1 Menghargai orang Lain 78,05 2 Komunikasi diantara para anggota 75,76 3 Saling membantu memecahkan masalah
75,76
65
No Indikator PErsentase Capaian(%) 4 Bekerja saling bergantung satu sama lain 80,08 5 Menggalang kerja sama dan kekompakan
dalam kelompok 78,51
6 Membagi tugas antar anggota kelompok 77,03 7 Saling memberikan motivasi 79,07 Jumlah 544,26
Rata-Rata 77,75
Tabel 4. merupakan tabel yang menampilkan nilai kerjasama siswa
dalam tiap indikator dalam kegiatan kelompok. Persentase yang tercantum pada
tabel 4. diatas merupakan persentase kerjasama siswa dalam kegiatan kelompok
sebelum siswa menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian sebagai sumber
belajar. Sesuai Tabel 4. dapat dilihat bahwa kemampuan kerjasama siswa dalam
kegiatan kelompok yang berlangsung di kelas adalah sebesar 75 % - 80 % dengan
nilai rata-rata sebesar 77,75 %.
Apabila diamati lebih lanjut, dapat diketahui bahwa ada perbedaan yang
cukup signifikan antara prosentase nilai indikator yang diperoleh dari angket
kerjasama siswa dan prosentase nilai indikator yang diperoleh dari hasil observasi
langsung yang terjadi di lapangan. Perbedaan yang terjadi mengindikasikan
bahwa sebetulnya setiap siswa memiliki keinginan dan mungkin juga kemampuan
yang memadai untuk melaksanakan diskusi dan kerjasama kelompok dengan
teman dalam satu kelompoknya. Akan tetapi, proses pembelajaran yang
berlangsung di dalam kelas masih belum bisa mendorong siswanya untuk dapat
melakukan kerjasama yang baik dalam kegiatan kelompok
Beberapa alasan yang bisa menyebabkan siswa belum dapat
melaksanakan kerjasama dengan baik adalah karena dalam pembelajaran yang
berlangsung di kelas siswa belum memiliki sumber belajar yang dapat
meningkatkan aktivitas kerja sama siswa dalam pembelajaran. Pembelajaran yang
biasa berlangsung di kelas adalah suatu pembelajaran yang hanya berpusat pada
guru (teacher centered) dan siswa juga hanya diberi buku yang hanya beriri
materi yang akan dihafal oleh siswa. Sehingga, selama proses pembelajaran yang
berlangsung pun siswa hanya berpedoman pada buku itu saja.
66
Usaha yang dapat dilakukan untuk dapat meningkatkan keaktifan
berdiskusi siswa dan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam melaksanakan
kerjasama, maka dilakukan suatu tindakan dengan menggunakan modul
pembelajaran hasil penelitian sebagai sumber belajar.
Mengajar merupakan suatu kegiatan yang dalam pelaksanaannya
memerlukan tindakan-tindakan dan keputusan – keputusan yang jelas dari guru.
Seorang guru hendaknya memiliki suatu kemampuan untuk dapat meningkatkn
kualitas pembelajaran. Kualitas pembelajaran yang dimaksud adalah kemampuan
guru untuk dapat mengembangkan kecerdasan emosional siswa, mengembangkan
kreatifitas siswa, membangkitkan nafsu belajar atau motivasi belajar siswa, dan
dapat mendayagunakan sumber belajar yang ada.
Tabel 5. berikut memberikan gambaran singkat mengenai performance
guru selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
Tabel 5. Persentase Skor Indikator Angket Performance Guru Pra Siklus
No Indikator Persentase Capaian (%)
1 Menata bahan ajar yang akan diberikan selama satu semester
74,19
2 Menata bahan ajar yang akan diberikan setiap kali pertemuan
82,93
3 Memberikan pokok-pokok materi kepada siswa yang akan diajarkan
76,42
4 Membuatkan rangkuman atas materi yang diajarkan setiap kali pertemuan
69,51
5 Menetapkan materi-materi yang akan dibahas secara bersama
78,46
6 Memberikan tugas kepada siswa terhadap materi tertentu yang akan dibahas secara mandiri
81,71
7 Membuatkan format penilaian atas penguasaan setiap materi
77,74
8 Menggunakan berbagai metode dalam penyampaian pembelajaran
71,65
9 Menggunakan berbagai media dalam pembelajaran
73,93
10 Menggunakan berbagai teknik dalam pembelajaran
68,75
11 Memberikan motivasi atau menarik perhatian 84,45 12 Menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa 77,44 13 Mengingatkan kompetensi prasyarat 79,27
67
No Indikator Persentase Capaian (%)
14 Memberikan stimulus 79,88 15 Memberikan petunjuk belajar 78,66 18 Menimbulkan penampilan siswa 81,09 17 Memberikan umpan balik 74,39 18 Menilai penampilan 75,30 Jumlah 1385,77 Rata-rata 76,99
Berdasarkan data pada Tabel 5. diatas dapat diketahui bahwa persentase
rata-rata untuk performance guru dalam pembelajaran sudah mencapai 76,99%
dan hasil ini merupakan hasil yang sudah cukup bagus. Sesuai Tabel 5. indikator
yang masih kurang adalah indikator yang menyatakan mengenai penggunaan
teknik mengajar yang masih belum bervariasi dan pemberian rangkuman materi
kepada siswa. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tentang
penggunaan teknik mengajar ini maka digunakan suatu metode pembelajaran
yang sebelumnya belum digunakan, yaitu pembelajaran dengan menggunakan
modul pembelajaran hasil penelitian.
2. Siklus 1
1. Perencanaan
Tahap perencanaan dilakukan untuk mempersiapkan segala sesuatu
yang akan dilakukan saat penelitian tindakan kelas berlangsung. Beberapa
langkah yang dilakukan pada tahan perencanaan ini adalah sebagai berikut:
a. Menetapkan materi yang akan dipelajari, yaitu dengan materi pokok
Ekosistem dan Pencemaran, pada sub pokok bahasan Pelestarian
Lingkungan.
b. Menyusun silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan
pokok materi Ekosistem dan Pencemaran, pada pokok bahasan Pelestarian
Lingkungan. RPP disusun sesuai dengan pembelajaran yang akan
berlangsung yaitu pembelajaran menggunakan modul pembelajaran hasil
penelitian sebagai sumber belajar.
68
c. Melakukan penelitian mengenai Pelestarian Lingkungan untuk pembuatan
modul pembelajaran.
d. Menyusun modul pembelajaran hasil penelitian.
e. Menyusun angket keaktifan berdiskusi siswa, angket kerja sama siswa,
dan angket performa guru.
f. Menyusun lembar observasi tentang keaktifan diskusi siswa.
g. Menyusun lembar observasi tentang kerja sama siswa.
h. Menyusun lembar observasi tentang performance guru.
i. Menyusun Lembar Kegiatan Siswa (LKS).
j. Menyusun soal tes.
2. Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan I merupakan penerapan pembelajaran
menggunakan modul hasil penelitian untuk meningkatkan keaktifan berdiskusi
siswa dan kerja sama siswa dalam pembelajaran. Pelaksanaan tindakan I
dilakukan 2 kali pertemuan. Pertemuan I dilakukan selama 1 jam pelajaran (1
x 45 menit) dan pertemuan II dilakukan selama 1 jam pelajaran (1 x 45 menit).
Kegiatan awal pada tahap pelaksanaan tindakan ini adalah guru
memberikan apersepsi singkat kepada siswa mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan masalah lingkungan secara umum. Selama kegiatan
apersepsi ini guru memberikan beberapa pertanyaan singkat yang harus
dijawab oleh siswa. Tujuan guru memberikan pertanyaan-pertanyaan ini
adalah untuk mengajak siswa menemukan deskripsi awal mengenai materi
yang akan dipelajari. Kemudian guru membimbing siswa untuk melakukan
diskusi dalam kelompok.
Siswa dikelompokkan secara acak. Tiap kelompok terdiri dari 5-7
siswa. Selanjutnya, setelah terbentuk kelompok, guru memberi penjelasan
mengenai aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh siswa selama proses diskusi
berlangsung. Modul pembelajaran hasil penelitian dibagikan kepada tiap
kelompok, masing-masing kelompok mendapatkan 1 buah modul. Lembar
Kerja Siswa (LKS) dibagikan kepada masing-masing siswa. Setelah masing-
69
masing kelompok mendapatkan modul dan masing-masing siswa
mendapatkan LKS, siswa dapat memulai melakukan diskusi.
Diskusi dilakukan untuk membahas permasalahan yang sudah
disediakan dalam LKS. Siswa diberi waktu untuk melakukan diskusi. Melalui
diskusi yang dilakukan siswa tersebut, juga dapat diketahui bagaimana
kerjasama siswa dalam kelompok.
Kegiatan diskusi selesai kemudian dilanjutkan dengan kegiatan
presentasi dari perwakilan dari tiap kelompok. Masing-masing kelompok
mempresentasikan menyampaikan hasil diskusi dari masing-masing
kelompok. Pelaksanaan kegiatan presentasi memberikan kesempatan kepada
kepada kelompok lain untuk mengajukan pertanyaan kepada kelompok yang
sedang presentasi.
Kegiatan presentasi dilanjutkan dengan penyampaian kesimpulan
oleh guru. Guru bersama siswa menyimpulan hasil diskusi secara singkat dan
guru membimbing siswa untuk mendemonstrasikan penggunaan model
terasering. Siswa melakukan demonstrasi dimaksudkan untuk lebih
mengaktifkan siswa dan memberikan pengetahuan kepada siswa.
Kegiatan selanjutnya adalah pemberian tes kepada siswa. Tes
diberikan oleh guru untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa mengenai
materi yang telah dipelajari.
3. Observasi dan Evaluasi Tindakan Siklus I
Selama proses pelaksanaan pembelajaran pada tahap 1 siswa selalu
diamati perubahan yang terjadi selama pelaksanaan tindakan, selain itu siswa
juga diberi angket. Angket yang diberikan kepada siswa ada 3 macam, yaitu
angket keaktifan diskusi siswa, angket kerjasama siswa dan angket
performance guru.
Tahap observasi dilakukan dengan mengamati kegiatan diskusi siswa
dan kerja sama siswa dalam proses pembelajaran. Tahap observasi dilakukan
dengan menggunakan instrumen-instrumen yang telah disusun sebelumnya.
Hasil pengamatan secara umum sesuai dengan yang terjadi di kelas adalah:
70
a. Beberapa siswa antusias dengan modul pembelajaran hasil penelitian,
tetapi beberapa siswa yang lain masih terlihat acuh tak acuh terhadap
modul pembelajaran hasil penelitian.
b. Siswa agak susah untuk membentuk kelompok.
c. Sebagian siswa terlihat aktif berdiskusi dengan teman sekelompok. Tetapi
ada sebagian siswa yang hanya diam dan tidak aktif berdiskusi. Ada
beberapa siswa yang terlihat agak malas untuk bergabung dengan teman
sekelompok dan cenderung untuk mengerjakan LKS sendiri, ada pula
siswa yang bermain dengan temannya.
d. Sebagian besar siswa kurang memperhatikan kepada kelompok yang
sedang presentasi. Masih banyak siswa yang acuh dan sungkan untuk
mengajukan pertanyaan kepada kelompok yang sedang presentasi. Ada
sebagian kecil siswa yang berani dan aktif mengajukan pendapat dan
pertanyaan kepada kelompok lain saat dilakukan presentasi.
e. Sebagian besar siswa masih belum paham betul mengenai aturan-aturan
yang harus dilaksanakan ketika berdiskusi. Sehingga banyak yang
berbicara diluar materi diskusi.
f. Siswa ada yang masih belum paham mengenai kegiatan-kegiatan apa saja
yang akan dilakukan dalam pembelajaran.
g. Aktivitas siswa cenderung masih sama dengan keadaan awal saat sebelum
pelaksanaan tindakan pembelajaran dengan menggunakan modul hasil
penelitian.
h. Siswa yang tertarik untuk melakukan demonstrasi hanya sedikit. Banyak
siswa yang tidak memperhatikan ketika ada siswa lain yang sedang
melakukan demonstrasi. Siswa-siswa yang tidak perhatian tersebut
cenderung melakukan perbincangan dengan teman yang lain yang sedang
tidak melakukan demonstrasi.
Berdasar hasil pengamatan yang terjadi di kelas tersebut, tampak bahwa
siswa masih belum aktif dalam kegiatan diskusi dan siswa masih belum bisa
memberikan perhatian secara penuh dalam kegiatan belajar. Oleh sebab itu, kerja
71
sama siswa yang seyogyanya dapat terjadi dalam diskusi, tetapi ternyata
kerjasama siswa dalam diskusi masih belum dapat terlaksana dengan baik.
Hasil observasi siklus 1 dan evaluasi dari pelaksanaan tindakan siklus 1
adalah sebagai berikut :
1) Keaktifan berdiskusi siswa
Penilaian yang dilakukan untuk mengetahui keaktifan diskusi siswa
dengan menggunakan angket yang pada awal siklus telah dibagikan kepada siswa
dan melalui observasi yang dilakukan selama pelaksanaan tindakan pada siklus 1.
Tabel 6. Persentase Skor Aspek Angket Keaktifan Berdiskusi Siswa Siklus I
No Aspek Persentase Capaian (%)
1 Memahami suatu masalah 73,78 2 Menemukan sebab musababnya 76,37 3 Mencari pemecahannya 72,84
Jumlah 225,52 Rata-rata 75,17
Aspek pada angket keaktifan berdiskusi siswa tersebut kemudian
dijabarkan menjadi indikator angket keaktifan berdiskusi. Hasil persentase
indikator angket keaktifan berdiskusi dapat disimak pada Tabel 7. berikut :
Tabel 7. Persentase Skor Indikator Angket Keaktifan Berdiskusi Siswa Siklus 1
No Indikator Persentase Capaian (%) 1 Mampu memikirkan tentang masalah
sebagai pijakan analisis. 75,00
2 Mampu memperdalam masalah dari berbagai sumber
74,54
3 Mampu mencatat hal-hal yang sangat urgen.
74,70
4 Mampu menyusun rangkuman 70,88 5 Mampu bersikap objektif 76,37 6 Mampu mengarahkan perhatian kepada
situasi 73,48
7 Mampu menganalisa masalah. 68,45 8 Mampu mengusulkan pemecahan-
pemecahan . 74,09
9 Mampu menetapkan pemecahan terbaik dan penilaian yang obyektif.
73,93
72
Melalui Tabel 7. di atas dapat dilihat bahwa angka rata-rata untuk
keaktifan diskusi siswa menurun sebanyak 9,61 % dibandingkan pada saat pra
siklus. Berikut disampaikan mengenai persentase indikator keaktifan berdiskusi
siswa pada siklus 1 berdasarakan observasi langsung di lapangan:
Tabel 8. Persentase Skor Indikator Observasi Keaktifan Diskusi Siswa Siklus 1.
2) Kerjasama siswa
Penilaian yang dilakukan untuk mengetahui kerjasama siswa dalam
kegiatan diskusi dengan menggunakan angket yang pada awal siklus telah
dibagikan kepada siswa dan melalui observasi yang dilakukan selama pelaksanaan
tindakan pada siklus 1. Hasil persentase skor capaian aspek pada angket
kerjasama siswa dapat disimak pada Tabel 9 :
No Indikator Persentase Capaian (%) 10 Mampu menentukan tindakan-tindakan
yang akan diambil 74,24
Jumlah 735,7 Rata-Rata 73,57
No Indikator Persentase Capaian (%)
1 Mampu memikirkan tentang masalah sebagai pijakan analisis.
65,85
2 Mampu memperdalam masalah dari berbagai sumber 60,98
3 Mampu mencatat hal-hal yang sangat urgen. 53,66 4 Mampu menyusun rangkuman 48,78 5 Mampu bersikap objektif 58,54 6 Mampu mengarahkan perhatian kepada situasi 63,41 7 Mampu menganalisa masalah. 58,54 8 Mampu mengusulkan pemecahan-pemecahan . 51,22 9 Mampu menetapkan pemecahan terbaik dan
penilaian yang obyektif 43,90
10 Mampu menentukan tindakan-tindakan yang akan
diambil 53,66
Jumlah 558,54
Rata-Rata 55,85
73
Tabel 9. Persentase Skor Aspek Angket Kerjasama Siswa Pada Siklus I
No Aspek Persentase Capaian (%) 1 Interaksi/Hubungan Sosial 72,56 2 Dilakukan secara bersama-sama 74,35
Jumlah 146,92 Rata-rata 73,46
Hasil persentase skor indikator dapat diamati pada Tabel 10. berikut :
Tabel 10. Persentase Skor Indikator Angket Kerjasama Siswa pada Siklus 1
No Indikator Persentase Capaian (%)
1 Menghargai orang Lain 72,36 2 Komunikasi diantara para anggota 72,72 3 Saling membantu memecahkan masalah 71,65 4 Bekerja saling bergantung satu sama lain 77,44 5 Menggalang kerja sama dan kekompakan dalam
kelompok 74,24
6 Membagi tugas antar anggota kelompok 74,19 7 Saling memberikan motivasi 75,20 Jumlah 517,81
Rata-Rata 73,97
Melihat Tabel 10. di atas dapat diketahui bahwa angka rata-rata untuk
kerjasama siswa menurun sebanyak 3,78 % dibandingkan pada saat pra siklus.
Sesuai dengan pengamatan yang dilakukan ketika pelaksanaan kegitan diskusi
kelompok di kelas, dilihat bahwa kerjasama siswa dalam diskusi kelompok masih
belum memenuhi target yang diinginkan. Ketika berlangsung kegiatan diskusi,
hanya beberapa siswa saja yang dapat bekerjasama dengan baik dengan teman
satu kelompoknya, sedangkan siswa yang lain cenderung hanya diam dan tidak
ikut kerjasama untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
Tabel 11. Persentase Skor Indikator Observasi Kerjasama Siswa Siklus 1
No Indikator Persentase Capaian (%)
1 Menghargai Orang Lain 60,98 2 Komunikasi diantara para anggota 70,73 3 Saling membantu memecahkan masalah
73,17
No Indikator Persentase Capaian(%)
74
4 Bekerja saling bergantung satu sama lain 65,85 5 Menggalang kerja sama dan kekompakan
dalam kelompok 56,09 6 Membagi tugas antar anggota kelompok 41,46 7 Saling memberikan motivasi 26,83 Jumlah 395,12 Rata-Rata 56,45
3) Performance guru
Pelaksanaan kegiatan pembelajaran tidak akan terlepas dari peran guru,
untuk mengetahui performance guru selama proses belajar mengajar berlangsung,
setiap siswa diberi angket tentang performance guru. Berikut disampaikan
mengenai persentase aspek angket performance guru pada tindakan 1:
Tabel 12. Persentase Skor Aspek Angket Performance Guru Siklus 1
No Aspek Persentase Capaian(%) 1 Strategi pengorganisasian pembelajaran 68,90 2 Strategi penyampaian pembelajaran 67,17 3 Strategi pengelolaan pembelajaran 70,93
Jumlah 207,01 Rata-rata 69,00
Setiap aspek pada angket performance guru dijabarkan menjadi beberapa
indicator. Untuk mengetahui persentase indicator angket performance guru pada
siklus 1 dapat diketahui dari tabel berikut ini:
Tabel 13. Persentase Skor Indikator Angket Performance Guru Siklus 1
No Indikator Persentase Capaian (%)
1 Menata bahan ajar yang akan diberikan selama satu semester
71,14
2 Menata bahan ajar yang akan diberikan setiap kali pertemuan
72,56
3 Memberikan pokok-pokok materi kepada siswa yang akan diajarkan
66,46
4 Membuatkan rangkuman atas materi yang diajarkan setiap kali pertemuan
70,73
5 Menetapkan materi-materi yang akan dibahas secara bersama
67,07
No Indikator Persentase Capaian (%)
75
6 Memberikan tugas kepada siswa terhadap materi tertentu yang akan dibahas secara mandiri
60,98
7 Membuatkan format penilaian atas penguasaan setiap materi
72,26
8 Menggunakan berbagai metode dalam penyampaian pembelajaran
64,63
9 Menggunakan berbagai media dalam pembelajaran 70,12
10 Menggunakan berbagai teknik dalam pembelajaran
66,77
11 Memberikan motivasi atau menarik perhatian 73,17
12 Menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa 71,95
13 Mengingatkan kompetensi prasyarat 73,78 14 Memberikan stimulus 72,57 15 Memberikan petunjuk belajar 71,95 18 Menimbulkan penampilan siswa 71,34 17 Memberikan umpan balik 76,22 18 Menilai penampilan 68,90 Jumlah 1262,61
Rata-Rata 70,14
Setelah melihat Tabel 13. di atas, dapat diketahui bahwa telah terjadi
penurunan yang cukup signifikan mengenai respon siswa terhadap performance
guru. Penurunan tersebut adalah sebesar 6,84 % dari prasiklus.
Tabel 14. Persentase Skor Indikator Observasi Performance Guru Siklus 1 No Indikator Persentase Capaian
(%) 1 Menata bahan ajar yang akan diberikan
selama satu semester 75
2 Menata bahan ajar yang akan diberikan setiap kali pertemuan
75
3 Memberikan pokok-pokok materi kepada siswa yang akan diajarkan
62,5
4 Membuatkan rangkuman atas materi yang diajarkan setiap kali pertemuan
75
5 Menetapkan materi-materi yang akan dibahas secara bersama
75
6 Memberikan tugas kepada siswa terhadap materi tertentu yang akan dibahas secara mandiri
75
No Indikator Persentase Capaian (%)
76
7 Membuatkan format penilaian atas penguasaan setiap materi
75
8 Menggunakan berbagai metode dalam penyampaian pembelajaran
62,5
9 Menggunakan berbagai media dalam pembelajaran 75
10 Menggunakan berbagai teknik dalam pembelajaran
62,5
11 Memberikan motivasi atau menarik perhatian 62,5 12 Menjelaskan tujuan pembelajaran kepada
siswa 75 13 Mengingatkan kompetensi prasyarat 50 14 Memberikan stimulus 50 15 Memberikan petunjuk belajar 75 16 Menimbulkan penampilan siswa 50 17 Memberikan umpan balik 75 18 Menilai penampilan 50 Jumlah 1200
Rata-Rata 66,67
4. Analisis dan Refleksi
a. Keaktifan Diskusi
Berdasarkan Tabel 7. yang menunjukkan mengenai persentase indikator
angket keaktifan berdiskusi siswa siklus 1 dapat diketahui bahwa nilai persentase
capaian indikator keaktifan berdiskusi siswa berkisar antara 68,45%-75,00%
dengan persentase rata-rata kelas sebesar 73,57%. Indikator terkecil yaitu pada
indikator ke-7 sebesar 68,45% yaitu mengenai kemampuan siswa dalam
menganalisa masalah. Menurut hasil yang telah diperoleh dari perhitungan angket
diatas, menunjukkan bahwa kemampuan siswa untuk menganalisa masalah masih
kurang, sehingga perlu lebih ditingkatkan lagi.
Pembelajaran menggunakan modul yang dilaksanakan di kelas X-6 dapat
melatih siswa untuk bisa menyelesaikan permasalahan dan menganalisa masalah
yang ada. Modul yang disertai dengan permasalahan yang dapat diselesaikan oleh
siswa. siswa diharapkan dapat melakukan diskusi dengan teman sekelompoknya
untuk menganalisa masalah yang ada dan mencari pemecahan dari masalah
tersebut.
Sedangkan persentase indikator terbesar adalah pada indikator pertama
sebesar 75,00% yaitu mengenai kemampuan siswa dalam memikirkan tentang
77
masalah sebagai pijakan analisis. Sesuai hasil yang telah diperoleh dari angket
menunjukkan bahwa telah memiliki kemampuan untuk dapat memikirkan tentang
masalah sebagai pijakan analisa.
Apabila diamati lebih lanjut mengenai hasil pada indicator 1 dan indikator
7 akan terlihat adanya suatu perbedaan. Sesuai hasil pada indikator 1 yang
menunjukkan bahwa siswa telah dapat memikirkan tentang suatu masalah sebagai
suatu pijakan analisa, akan tetapi apabila dibandingkan dengan hasil indikator 7
maka hasilnya belum mendukung pernyataan pada indikator 1. Sehingga perlu
lebih ditingkatkan lagi kemampuan siswa untuk menganalisa suatu permasalahan.
Kemampuan siswa untuk menganalisa masalah dapat lebih ditingkatkan
apabila siswa belajar dari suatu permasalahan. Apabila siswa sudah terbiasa untuk
belajar dengan diberi suatupermasalahan untuk dipecahkan, maka siswa akan
terbiasa untuk lebih berpikir secara mandiri dan siswa terlatih untuk menganaliasa
masalah yang ada.
Sesuai nilai persentase yang dicapai pada siklus 1, dapat diketahui bahwa
siswa sebenarnya sudah memiliki kemampuan untuk dapat memikirkan mengenai
suatu masalah, akan tetapi siswa masih belum dapat memikirkan suatu analisa
untuk memecahkan masalah tersebut.
Perbedaan persentase dan perbandingan persentase skor indikator angket
keaktifan diskusi siswa pada tahap pra siklus dan tahap siklus 1 dapat dilihat pada
Gambar 6 berikut:
78
Gambar 6. Diagram Perubahan Persentase Indikator Angket Keaktifan
Diskusi Siswa Pra Siklus dan Siklus 1
Apabila dibandingkan dengan persentase indikator angket keaktifan
berdiskusi siswa pada pra siklus, maka secara umum nilai persentase indikator
angket keaktifan diskusi siswa ini belum mengalami peningkatan. Dari 10
indikator yang ada, hanya 2 indikator saja yang berhasil mengalami kenaikan
persentase, yaitu pada indikator pertama dan indikator ke-10. Terjadinya
penurunan yang terjadi disebabkan karena beberapa siswa masih belum bisa
menyesuaikan dengan pembelajaran menggunakan sistem modul ini.
Pembelajaran menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian
menuntut siswa untuk aktif dalam pembelajaran, siswa juga harus dapat
mempelajari modul secara individu maupun secara bersama-sama dengan teman
dalam kelompoknya. Pembelajaran modul dilaksanakan untuk dapat melatih
siswanya untuk bisa berdiskusi dengan teman dalam kelompoknya. Akan tetapi
pada pelaksanaan tindakan 1 ini siswa masih belum dapat aktif dalam diskusi, hal
ini dikarenakan siswa masih belum memahami mengenai kegiatan pembelajaran
yang dilaksanakan dan siswa belum dapat menyesuaikan dengan pembelajaran
yang baru.
Hasil observasi keaktifan diskusi siswa pada pelaksanaan tindakan 1 telah
tercantum pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8. dapat diketahui bahwa keaktifan
79
diskusi siswa pada pembelajaran menggunakan modul pembelajaran hasil
penelitian menunjukkan hasil yang belum memuaskan. Persentase yang dicapai
pada hasil observasi keaktifan diskusi siswa berkisar antara 43,90% - 65,85%,
dengan rata-rata sebesar 55,85%. Persentase paling tinggi dimiliki oleh indikator
pertama tentang kemampuan siswa untuk memikirkan tentang masalah sebagai
pijakan analisis.
Berdasar hasil observasi tersebut dapat dilihat bahwa kemampuan siswa
dalam memikirkan tentang masalah sebagi pijakan analisa sudah cukup bagus.
Siswa dapat memikirkan sendiri mengenai suatu masalah, kemudian dari
permasalahan yang ada tersebut siswa dapat menganaliasa lebih lanjut untuk
memecahkan masalah yang dihadapi.
Sedangkan persentase paling rendah dimiliki oleh indikator ke-9 tentang
kemampuan siswa untuk menetapkan pemecahan terbaik dan penilaian yang
objektif. Hasil pada indikator 9 ini menunjukkan bahwa siswa masih agak
kesulitan untuk mencari ide-ide yang bagus guna memecahkan permasalahan
yang dihadapi. Siswa masih belum terbiasa untuk memecahkan suatu masalah
dengan pemikiran sendiri.
Pembelajaran menggunakan modul siswa diharapkan dapat memecahkan
suatu masalah yang ada didalam modul. Siswa yang belum terasa dengan cara
berpikir dengan memecahkan masalah akan mengalami kesulitan untuk
memecahkan permasalahan yang dihadapi. Sehingga siswa perlu untuk lebih
dilatih untuk dapat mencari suatu ide guna memecahkan permasalah yang sedang
dihadapi.
Persentase pada observasi di lapangan berbeda jauh dengan persentase
yang diperoleh berdasarkan angket keaktifan diskusi siswa yang telah diisi oleh
siswa. Persentase yang diperoleh dari hasil angket adalah sebesar 73,57%.
Perbedaan yang cukup besar ini mengindikasikan bahwa kemampuan dan
keinginan siswa untuk kegiatan diskusi sebenarnya cukup tinggi, hal ini dapat
dilihat dari hasil angket yang telah diisi oleh siswa. Akan tetapi, siswa belum
memiliki keterampilan yang memadai untuk mempraktekkan langsung kegiatan
80
diskusi, sehingga diskusi yang berlangsung selama pembelajaran masih belum
mencapai target yang diinginkan.
Pembelajaran menggunakan modul menuntut siswa untuk lebih aktif
dalam belajar. pembelajaran menggunakan modul siswa akan dihadapkan pada
suatu masalah yang nantinya harus dipecahkan bersama-sama dengan
kelompoknya, sehingga siswa harus dapat melakukan kerja sama dengan teman
dalam kelompoknya.
Kegiatan diskusi merupakan suatu metode pembelajaran yang melatih
keaktifan siswa untuk berbicara. Melalui diskusi hendaknya siswa dapat
mengemukakan pendapat dan ide-ide yan dimilikinya. Siswa yang belum terbiasa
dengan metode diskusi akan menganggap bahwa metode diskusi merupakan debat
antara anggota kelompoknya. Akan tetapi, diskusi yang sebenarnya bukanlah
merupakan suatu debat antara anggota kelompok yang ada.
Siswa yang menganggap bahwa diskusi adalah debat, maka dalam
pelaksanaan diskusi siswa ini akan sulit untuk menerima pendapat dan ide-ide dari
orang lain, dan siswa tersebtu cenderung untuk mudah terpancing emosi apabila
pendapat dan idenya tidak diterima oleh orang lain. Untuk itu, melalui diskusi
siswa juga dilatih untuk dapat melatih mengendalikan emosi.
Selama proses pelaksanaan tindakan 1 berlangsung, masih banyak siswa
yang belum mengerti secara keseluruhan mengenai maksud dan tujuan dari
diskusi, sehingga banyak siswa yang masih gaduh dan bertanya-tanya mengenai
hal-hal yang akan dilakukan dalam diskusi.
b. Kerjasama siswa
Sesuai dengan Tabel 9 dapat diketahui bahwa dari 2 aspek kerjasama
yang ada, aspek dengan persentase paling tinggi dimiliki oleh aspek kedua yang
mencapai persentase sebesar 74,35 % yaitu aspek yang menyatakan mengenai
kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama. Sedangkan aspek pertama hanya
mencapai persentase sebesar 72,56 % yaitu aspek yang menyatakan mengenai
interaksi/hubungan sosial antar anggota kelompok.
Sesuai hasil pada perhitungan aspek pada Tabel 9 dapat diketahui bahwa
siswa memiliki kemampuan yang sudah cukup bagus dalam melakukansuatu
81
kegiatan secara bersama-sama. Akan tetapi, pada aspek ke-2 yaitu tentang
interaksi/ hubungan sosial menunjukkan hasil yang masih rendah. Siswa
seharusnya lebih dibina dan dilatih untuk dapat melakukan interaksi/hubungan
sosial, karena hubungan social sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat
bagi siswa.
Berdasarkan Tabel 10 ditunjukkan bahwa indikator ke-7 memiliki
persentase dengan nilai yang paling besar yaitu sebesar 75,23 % yang menyatakan
tentang kemampuan siswa dalam memberikan motivasi kepada teman dalam
kelompoknya. Kemampuan siswa untuk saling memberikan motivasi kepada
teman dalam satu kelompok merupakan suatu hal yang sangat penting. Suatu
motivasi yang diberikan kepada orang lain akan medorong orang tersebut untuk
dapat lebih bekerja secara lebih giat. Jadi, dalam suatu kelompok perlu adanya
suatu motivasi dari setiap anggota kelompok supaya kelompok tersebut dapat
melaksanakan tugasnya dengan baik.
Sedangkan indikator terkecil adalah indikator ke-3 dengan persentase
sebesar 71,65% yang menyatakan mengenai kemampuan siswa untuk saling
membantu dalam memecahkan masalah yang terjadi. Berdasarkan hasil yang
diperoleh pada indikator 3 menunjukkan bahwa kemampuan siswa untuk saling
membantu dalam memecahkan masalah masih sangat kurang. Siswa masih belum
terbiasa untuk melakukan kerjasama dalam memecahkan masalah secara bersama-
sama. Sehingga siswa perlu untuk lebih dilatih untuk kerjasama dengan teman
dalam kelompok.
Sesuai Tabel 10. tersebut diketahui pula bahwa persentase rata-rata
indikator yang tercapai adalah sebesar 73,97%. Apabila dilihat dan dibandingkan
dengan hasil perhitungan angket pada tahap pra siklus, persentase ini mengalami
penurunan sebesar 3,78 %.
Hasil ini merupakan suatu bentuk tanggapan yang diberikan siswa
terhadap pembelajaran menggunakan modul. Siswa masih belum dapat
beradaptasi dengan pembelajaran yang menggunakan modul pembelajaran hasil
penelitian sebagai media dan sumber belajar bagi siswa. Siswa juga belum dapat
82
melaksankan kerjasama dengan baik dengan teman sekelompoknya. Siswa masih
cenderung bersikap individualitis.
Suatu pembelajaran mandiri siswa menuntut untuk dapat melaksanakan
pembelajaran secara mandiri, dalam artian siswa dapat melakukan pembelajaran
sendiri dan bekerja bersama-sama dalam kelompok kecil. Hasil pelaksanaan
tindakan 1 mengindikasikan bahwa siswa masih belum dapat melaksanakan
pembelajaran mandiri.
Berdasarkan Tabel 11. dapat diketahui mengenai persentase indikator
kerja sama siswa berdasar observasi secara langsung di lapangan. Melalui Tabel
11. diketahui bahwa indikator terbesar dicapai oleh indikator ke-3 dengan
persentase sebesar 73,17% yaitu tentang saling membantu memecahkan masalah.
Hasil observasi pada indicator 3 sangat berlawanan dengan hasil pada perhitungan
angket pada siklus 1. Hasil angket menunjukkan bahwa indicator 3 memiliki
persentase paling kecil dibanding dengan indicator pada indicator yang paling,
akan tetapi sesuai hasil observasi diketahui bahwa hasilnya menunjukkan hasil
persentase yang paling besar disbanding indikator yang lain.
Hasil yang diperoleh dari observasi secara langsung memilik persentase
lebih tinggi. Karena pada observasi dilaksanakan secara langsung pada watu siswa
belajar dengan modul pembelajaran.
Sedangkan indikator terkecil dicapai oleh indikator ke-7 dengan persentase
sebesar 26,83% yaitu tentang keamampuan siswa dalam memberikan motivasi
kepada teman lain dalam kelompok. Pada waktu pelaksanaan kegiatan diskusi
berlangsung siswa masih agak susah untuk memberikan motivasi kepada teman.
Meski pada persentase angket menunjukkan persentase yang tinggi, akan tetapi
dalam pelaksanaannya siswa masih belum terbiasa untuk saling memberikan
motivasi. Siswa mengetahui bahwa saling memberikan motivasi merupakan suatu
hal yang sangat penting dalam kelompok, akan tetapi siswa masih agak canggung
untuk memberikan motivasi kepada teman dalam kelompok.
Hasil rata-rata persentase indikator kerjasama siswa berdasarkan observasi
ini adalah sebesar 56,45%. Secara umum hasil yang diperoleh berdasar observasi
ini sangat berbeda dengan hasil persentase indikator berdasar angket.
83
Perbandingan persentase untuk setiap indikator pada angket kerjasama
siswa pada tahap pra siklus dan siklus 1 dapat dilihat pada gambar diagram
berikut ini:
Gambar 7. Diagram Perubahan Persentase Indikator Angket Kerjasama
Siswa Pra siklus dan Siklus 1
Berdasarkan Gambar 7. di atas dapat diketahui bahwa secara keseluruhan
persentase indikator kerjasama pra siklus dan siklus 1 belum nenunjukkan adanya
peningkatan. Siswa masih agak bingung dengan metode pembelajaran yang
berlangsung, siswa masih belum mengerti tentang penggunaan modul dalam
proses pembelajaran pembelajaran.
Kerjasama dalam kelompok hendaknya dapat melatih siswa untuk dapat
bertindak mandiri dan bertanggung jawab untuk mengatasi masalah yang ada.
Selain itu kerjasama juga bisa melatih siswa untuk memercayai orang lain. Akan
tetapi dalam pelaksanaan tindakan siklus 1 masih ditemukan banyak siswa yang
belum dapat melaksanakan kerjasama dengan baik. Untuk itu siswa perlu dilatih
untuk dapat lebih bekerja sama dengan teman dalam kelompoknya.
Berdasarkan hasil pada pelaksanaan tindakan siklus 1 menunjukkan bahwa
penggunaan modul pembelajaran hasil penelitian masih belum dapat
meningkatkan kerjasama siswa pada kegiatan diskusi pada siswa kelas X-6 di
SMA Batik 1 Surakarta.
84
c. Performance Guru
Kegiatan belajar mengajar tidak akan pernah terlepas dari pengaruh
seorang guru dalam mengajar. Seorang guru harus memiliki performance yang
baik dalam mengajar supaya kualitas pembelajaran juga dapat tercapai dengan
baik. Persentase aspek performance guru dalam proses pembelajaran berdasarkan
angket performance guru yang telah diisi oleh siswa dapat dilihat pada Tabel 12.
Sesuai Tabel 12. diketahui bahwa persentase tertinggi dicapai oleh aspek ke-3
pada angket performance guru yaitu sebesar 70,93% yaitu mengenai pengelolaan
pembelajaran.
Persentase paling kecil adalah persentase tentang strategi penyampaian
pembelajaran yaitu sebesar 67,17%. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa
kemampuan guru dalam menyampaikan materi masih menggunakan strategi dan
cara yang masih belum memuaskan bagi siswa Persentase rata-rata dari aspek
performance guru siklus 1 ini adalah sebesar 69,00%.
Tabel 13. merupakan tabel yang memuat mengenai hasil persentase
indicator angket perforamnace guru pada siklus 1. Persentase yang dicapai oleh
setiap indicator bervariasi berkisar antara 60,98% - 76,22%. Rata-rata persentase
indicator angket performance guru pada siklus 1 adalah sebesar 70,15%. Indikator
dengan persentase terbesar adalah indicator ke-17 tentang memberikan umpan
balik kepada siswa dengan persentase sebesar 76,22%. Pemberian umpan balik
dari guru kepada siswa sangat penting karena dapat digunakan untuk mengetahui
tingkat pemahan siswa terhapa materi yang sedang dipelajari.
Sedangkan persentase terendah dicapai oleh indikator ke-6 yaitu tentang
memberikan tugas kepada siswa terhadap materi tertentu yang akan dibahas
secara mandiri yang memiliki persentase sebesar 60,98%. Tugas yang diberikan
kepada siswa dirasa perlu karena dengan adanya tugas dapat menuntun siswa
untuk belajar. Jadi pemberian tugas kepada siswa perlu untuk lebih ditingkatkan.
Sesuai dengan hasil persentase indikator angket performance guru diatas,
diketahui bahwa perentase paling besar adalah pada indikator yang menyatakan
tentang pemberian umpan balik oleh guru yaitu sebesar 76,22%. Berdasarkan
hasil, maka dengan pembelajaran modul peran guru adalah membantu peserta
85
didik yang mengalami kesulitan dalam memahami isi modul atau pelaksanaan
tugas.
Sedangkan untuk persentase terkecil adalah pada indikator ke-6 yaitu
tentang memberikan tugas kepada siswa terhadap materi tertentu yang akan
dibahas secara mandiri. Pembelajaran dengan menggunakan modul ini tugas
untuk siswa telah tercantum di dalam modul pembelajaran, sehingga guru tidak
lagi harus membuat tugas lagi, karena tugas telah dimuat di dalam modul.
Berikut ditampilkan diagram perbandingan antara persentase indikator
angket performance guru pada tahap pra siklus dan siklus 1:
Gambar 8. Diagram Perubahan Persentase Skor Indikator Angket Performance Guru Pra Siklus dan Siklus 1
Berdasarkan Gambar 8. diatas dapat diketahui bahwa hampir seluruh
indikator pada angket performance guru mengalami penurunan. Indikator yang
berhasil mengalami kenaikan adalah indikator 4 dan indikator 17. Indikator 4
merupakan indikator yang menyatakan mengenai guru membuatkan rangkuman
atas materi yang diajarkan setiap kali pertemuan. Sedangkan indikator 17 adalah
indikator tentang pemberian umpan balik.
Melalui gambar diagram di atas diketahui bahwa penurunan persentase
terbesar adalah pada indikator ke-6 yaitu indikator tentang pemberian tugas
kepada siswa terhadap materi tertentu yang akan dibahas secara mandiri.
86
Penurunan persentase pada indikator 6 ini sebesar 20,73%. Penurunan yang terjadi
merupakan suatu dampak dari penggunaan modul pembelajaran.
Pembelajaran dengan menggunakan modul pembelajaran, siswa dituntut
untuk dapat belajar mandiri. Pembelajaran secara mandiri dapat diartikan siswa
belajar secara sendiri maupun belajar secara bersama dengan teman dalam
kelompok belajar. Sehingga dalam pembelajarn modul ini seluruh tugas sudah
tercantum di dalam modul dan guru tidak harus memberikan tugas lagi kepada
siswa.
Tabel 14. merupakan persentase indicator untuk observasi performance
guru. Berdasar Tabel 14. tersebut dapat diketahui bahwa persentase indikator
performance guru berdasar hasil observasi berkisar antara 50% - 75%. Rata-rata
persentase indikator untuk observasi performance guru mencapai 66,67%.
Pembelajaran modul siswa dituntut untuk dapat belajar lebih mandiri
sesuai dengan materi yang ada dalam modul. Sehingga tugas guru yang
biasanya menyampaikan materi di depan kelas, hal ini telah diganti dengan
siswa yang belajar sendiri dengan kelompoknya.
Hasil yang dicapai pada pelaksanaan tindakan 1 secara umum belum
menunjukkan hasil yang memuaskan. Berdasarkan hasil ini, maka dapat
diperoleh suatu refleksi sebagai berikut:
1. Keaktifan diskusi siswa dalam pembelajaran masih belum optimal, siswa
masih belum memahami mengenai pelaksanaan kegiatan diskusi yang baik.
2. Kerjasama siswa dalam kelompok belum menunjukkan hasil yang yang
memuaskan. Siswa masih lebih suka untuk belajar sendiri dan tidak bekerja
sama dengan teman dalam kelompoknya.
3. Siklus 2
1. Perencanaan
87
Perencanaan yang dilakukan untuk pelaksanaan tindakan 2 adalah
perencanaan pembelajaran dengan menggunakan modul pembelajaran hasil
penelitian untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Adapun dalam pembuatan
perencanaan berdasarkan pada analisa dan refleksi dari pelaksanaan tindakan 1.
Pelaksanaan tindakan 2 dilakukan guna memperbaiki pelaksanaan tindakan 1
yang dilihat masih ada beberapa kekurangan dan masih belum mencapai target
yang akan dicapai.
Beberapa hal yang masih harus diperbaiki pada pelaksanaan tindakan 2
adalah siswa kurang bisa membentuk kelompok dan masih gaduhnya siswa
selama pelaksanaan tindakan, sehingga selam tindakan berlangsung, pelaksanaan
diskusi masih belum bisa terlaksana dengan baik dan kerjasama siswa dalam
kelompok juga masih belum maksimal.
Usaha yang dilakukan untuk mengatasi siswa yang masih susah dalam
pelaksanaan pembentukan kelompok ini guru memberlakukan beberapa aturan
diantaranya adalah kelompok yang paling cepat terbentuk akan mendapatkan
tambahan nilai. Sedangkan untuk mengatasi kegaduhan siswa, guru
memberlakukan sinyal kebisingan nol. Maksud dari sinyal kebisingan nol adalah
apabila kelas terlihat gaduh, maka guru akan memberikan instruksi kepada siswa
untuk tenang dan unutk kelompok yang paling cepat tenang maka akan
mendapatkan tambahan nilai untuk kelompok.
Beberapa hal yang dipersiapkan untuk pelaksanaan tindakan 2 adalah:
a. Menetapkan materi yang akan dipelajari pada siklus 2, materi yang akan
dipelajari pada pelaksanaan tindakan 2 ini masih sama dengan materi pada
siklus 1, atau dengan kata lain materi pada pelaksanaan tindakan 2 merupakan
kelanjutan dari materi pada siklus 1.
b. Menyusun silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan
materi pokok Ekosistem dan Pencemaran, pada sub pokok bahasan Pelestarian
Lingkungan. RPP disusun sesuai dengan pembelajaran yang akan berlangsung
yaitu pembelajaran menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian sebagai
sumber belajar.
88
c. Menyusun angket keaktifan berdiskusi siswa, angket kerja sama siswa, dan
angket performa guru.
d. Menyusun lembar observasi tentang keaktifan diskusi siswa.
e. Menyusun lembar observasi tentang kerja sama siswa.
f. Menyusun lembar observasi tentang performance guru.
g. Menyusun Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
h. Menyusun soal tes.
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan merupakan perbaikan dari pelaksanaan tindakan 1.
Pelaksanaan tindakan 2 hampir sama dengan pelaksanaan tindakan 1 yaitu sama-
sama menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian sebagai sumber belajar
siswa. Tindakan 2 dilaksanakan sebanyak 2 kali pertemuan dengan alokasi waktu
untuk pertemuan pertama adalah 1 jam pelajaran (1 x 45 menit), sedangkan
pertemuan kedua adalah 1 jam pelajaran dengan alokasi waktu 1 x 45 menit.
Pelaksanaan tindakan 2 diawali dengan guru memberikan beberapa
peraturan tentang pelaksanaan diskusi yang harus dipatuhi oleh siswa selama
diskusi. Peraturan dibuat berdasarkan pengalaman yang telah terjadi pada
pelaksanaan tindakan pada siklus 1 yaitu siswa masih agak susah untuk
membentuk kelompok untuk kegitan diskusi kelompok. Sebelum kelompok
terbentuk, guru memberikan aturan bahwa untuk kelompok siswa yang paling
cepat terbentuk atau dengan kata lain siswa yang paling cepat berkumpul dengan
teman dalam kelompoknya, maka kelompok itu akan mendapatkan tambahan
nilai.
Sedangkan untuk mengatasi siswa supaya siswa dapat belajar dengan
tenang dalam kelompoknya, guru memberlakukan suatu peraturan yang disebut
dengan sinyal kebisingan nol. Peraturan ini berisi apabila siswa agak gaduh, maka
guru akan memberikan instruksi kepada siswa untuk segera tenang dan kembali
untuk belajar bersama kelompoknya. Barangsiapa kelompok yang paling cepat
tenang, maka akan mendapat tambahan nilai untuk kelompok tersebut.
Setelah guru membacakan aturan yang harus dipatuhi siswa tersebut, guru
melajutkan dengan memulai pembelajarn dengan memberikan apersepsi kepada
89
siswa. selama kegiatan apersepsi ini guru memberikan beberapa pertanyaan yang
harus dijawab oleh siswa baik secara bersama-sama ataupun secara perseorangan.
Siswa diberi pertanyaan-pertanyaan oleh guru selama kegiatan apersepsi yang
bertujuan untuk mengajak siswanya untuk memasuki materi yang akan dipelajari,
selain itu supaya siswa mempunyai gambaran mengenai materi yang akan mereka
pelajari selanjutnya.
Selanjutnya, setelah guru memberikan apersepsi, siswa dibentuk menjadi
kelompok-kelompok yang telah ditentukan. Setiap kelompok terdiri dari 5-7
siswa. Setelah terbentuk kelompok, modul dibagikan kepada setiap siswa dalam
tiap kelompok. Sehingga siswa memiliki modul sendiri-sendiri. Selain modul,
setiap siswa juga diberi Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Apabila modul dan LKS
sudah dibagikan, maka kegiatan diskusi dimulai.
Kegiatan selanjutnya setelah kegiatan diskusi adalah kegiatan presentasi.
Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. Setiap
kelompok mewakilkan 2 orang. Apabila ada hal yang belum dimengerti mengenai
hal yang dipresentasi oleh kelompok yang sedang presentasi, maka siswa dari
kelompok lain dapat mengajukan pertanyaan. Antusias siswa pada tindakan 2
untuk presentasi cukup besar dibanding pada saat tindakan 1. Antusias siswa
untuk mengajukan pertanyaan juga meningkat disbanding pada saat tindakan 1.
Setelah kegiatan presentasi presentasi selesai, guru memberikan
kesimpulan dari materi yang dipelajari dan dibahas siswa dalam diskusi kelompok
tersebut. Guru juga mengajak siswa untuk mendemonstrasikan terjadinya longsor
dengan menggunakan miniature terasering.
Tahap selanjutnya adalah pemberian test kepada siswa. Test dimaksudkan
untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari
3. Observasi dan Evaluasi Tindakan 2
a. Keaktifan Diskusi Siswa
Berikut ini disajikan hasil persentase capaian aspek keaktifan diskusi
siswa pada siklus 2:
Tabel 15. Persentase Skor Aspek Angket Keaktifan Berdiskusi Siswa Siklus II
90
No Aspek Persentase Capaian (%) 1. Memahami suatu masalah 78,35 2. Menemukan sebab musabab 78,81 3. Mencari Pemecahan 76,31
Jumlah 233,48 Rata-rata 77,83 Persentase capaian indicator angket keaktifan diskusi siswa siklus 2 dapat
disimak pada tabel di berikut ini:
Tabel 16. Persentase Skor Indikator Angket Keaktifan Berdiskusi Siswa Siklus II
No Indikator Persentase Capaian(%)
1 Mampu memikirkani tentang masalah sebagai pijakan analisis.
79,27
2 Mampu memperdalam masalah dari berbagai sumber
81,25
3 Mampu mencatat hal-hal yang sangat urgen. 78,81 4 Mampu menyusun rangkuman 74,09 5 Mampu bersikap objektif 78,81 6 Mampu mengarahkan perhatian kepada situasi 79,73 7 Mampu menganalisa masalah. 69,36 8 Mampu mengusulkan pemecahan-pemecahan . 78,20 9 Mampu menetapkan pemecahan terbaik dan
penilaian yang obyektif 76,22
10 Mampu menentukan tindakan-tindakan yang akan diambil
78,05
Jumlah 773.78 Rata-rata 77.38
Selain menggunakan angket, untuk mengetahui keaktifan siswa dalam
kegiatan diskusi juga dilakukan dengan cara observasi secara langsung di kelas.
Hasil persentase indicator untuk observasi keaktifan diskusi siswa tercantum pada
Tabel 17 berikut ini:
Tabel 17. Persentase Skor Indikator Observasi Keaktifan Berdiskusi Siswa Siklus 2
No Indikator Persentase Capaian (%) 1 Mampu memikirkani tentang masalah
sebagai pijakan analisis.
85,37
No Indikator Persentase Capaian (%) 2 Mampu memperdalam masalah dari 80,49
91
berbagai sumber 3 Mampu mencatat hal-hal yang sangat
urgen. 78,05
4 Mampu menyusun rangkuman 70,73 5 Mampu bersikap objektif 80,49 6 Mampu mengarahkan perhatian kepada
situasi 75,61
7 Mampu menganalisa masalah. 95,12 8 Mampu mengusulkan pemecahan-
pemecahan . 75,61
9 Mampu menetapkan pemecahan terbaik
dan penilaian yang obyektif 73,17
10 Mampu menentukan tindakan-tindakan
yang akan diambil 85,37
Jumlah 800 Rata-rata 80
b. Kerjasama Siswa
Kerjasama merupakan suatu hal yang penting yang suatu kegiatan diskusi.
Kegiatan diskusi akan berjalan dengan baik apabila para anggota kelompok
memiliki kerjasama yang baik antara anggota-anggotanya. Hasil persentase
capaian untuk setiap aspek kerjasama siswa pada siklus 2 dapat dilihat pada Tabel
18. berikut ini:
Tabel 18. Skor Capaian Setiap Aspek pada Angket Kerjasama Siswa pada Siklus 2
No Aspek Persentase Capaian (%)
1 Interaksi/Hubungan Sosial 78,91
2 Dilakukan secara bersama-sama 77,19
Jumlah 156,11 Rata-rata 78,06
Setiap pada aspek kerjasama siswa diatas kemudian dijabarkan lebih lanjut
menjadi beberapa indikator. Berikut ini merupakan tabel yang menunjukkan hasl
persentase indikator untuk angket kerjasama siswa pada siklus 1:
Tabel 19. Persentase Skor Indikator Angket Kerjasama Siswa Siklus 2
92
No Indikator Persentase Capaian (%)
1 Menghargai Orang Lain 78,46 2 Komunikasi diantara para anggota 79,26 3 Saling membantu memecahkan masalah 79,42 4 Bekerja saling bergantung satu sama lain 75,81 5 Menggalang kerja sama dan kekompakan
dalam kelompok 79,73
6 Membagi tugas antar anggota kelompok 77,85 7 Saling memberikan motivasi 77,24
Jumlah 547,76 Rata-Rata 78,25
Kerjasama siswa dalam kegiatan pembelajaran juga dapat diketahui
melalui kegiatan observasi secara langsung selama kegiatan pembelajaran
berlangsung. Hasil observasi untuk mengetahui kerjasama siswa dalam kegiatan
pembelajaran dapat disimak pada tabel berikut yan memuat mengenai persentase
capaian indikator untuk observasi kerjasama siswa pada siklus 2.
Tabel 20. Persentase Skor Indikator Observasi Kerjasama Siswa Siklus II
No Indikator Persentase Capaian (%)
1 Menghargai Orang Lain 92,68 2 Komunikasi diantara para anggota 82,93 3 Saling membantu memecahkan masalah 85,37 4 Bekerja saling bergantung satu sama lain 73,17 5 Menggalang kerja sama dan kekompakan dalam
kelompok 75,61 6 Membagi tugas antar anggota kelompok 65,85 7 Saling memberikan motivasi 60,98
Jumlah 536,59 Rata-Rata 76,66
c. Performance Guru
Performance seorang guru dalam mengajar sangat berpengaruh terhadap
minat belajar dan hasil belajar siswa-siswanya. Hasil persentase aspek
performance guru pada siklus 2 adalah:
Tabel 21. Persentase Skor Aspek Angket Performance Guru Siklus II
93
No Aspek Persentase Capaian (%) 1 Strategi pengorganisasian pembelajaran 74,39 2 Strategi penyampaian pembelajaran 72,39 3 Strategi pengelolaan pembelajaran 76,22
Jumlah 227,71 Rata-rata 75,91
Aspek performance guru pada tersebut kemudian dijabarkan lagi menjadi
beberapa indikator yaitu sebagai berikut:
Tabel 22. Persentase Skor Indikator Angket Performance Guru Siklus 2 No Indikator Persentase Capaian
(%) 1 Menata bahan ajar yang akan diberikan selama
satu semester 78,25
2 Menata bahan ajar yang akan diberikan setiap kali
pertemuan 81,09
3 Memberikan pokok-pokok materi kepada siswa
yang akan diajarkan 75,00
4 Membuatkan rangkuman atas materi yang
diajarkan setiap kali pertemuan 78,35
5 Menetapkan materi-materi yang akan dibahas
secara bersama 74,19
6 Memberikan tugas kepada siswa terhadap materi
tertentu yang akan dibahas secara mandiri 68,29
7 Membuatkan format penilaian atas penguasaan
setiap materi 76,52
8 Menggunakan berbagai metode dalam
penyampaian pembelajaran 69,97
9 Menggunakan berbagai media dalam pembelajaran 76,98 10 Menggunakan berbagai teknik dalam
pembelajaran 70,88
11 Memberikan motivasi atau menarik perhatian 82,62 12 Menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa 78,66 13 Mengingatkan kompetensi prasyarat 78,05 14 Memberikan stimulus 77,74 15 Memberikan petunjuk belajar 77,44 18 Menimbulkan penampilan siswa 78,05 17 Memberikan umpan balik 81,71 18 Menilai penampilan 71,64 Jumlah 1375,45 Rata-rata 80,91
94
Cara kedua untuk mengetahui tentang performance guru adalah dengan
cara observasi secara langsung selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Hasil
persentase capaian indikator untuk observasi performance guru pada siklus 2
adalah sebagai berikut:
Tabel 23. Persentase Skor Indikator Observasi Performance Guru Siklus 2 No Indikator Persentase
Capaian (%) 1 Menata bahan ajar yang akan diberikan selama
satu semester 75,0
2 Menata bahan ajar yang akan diberikan setiap kali
pertemuan 100
3 Memberikan pokok-pokok materi kepada siswa
yang akan diajarkan 100
4 Membuatkan rangkuman atas materi yang
diajarkan setiap kali pertemuan 100
5 Menetapkan materi-materi yang akan dibahas
secara bersama 75
6 Memberikan tugas kepada siswa terhadap materi tertentu yang akan dibahas secara mandiri
100
7 Membuatkan format penilaian atas penguasaan setiap materi
75
8 Menggunakan berbagai metode dalam penyampaian pembelajaran
100
9 Menggunakan berbagai media dalam pembelajaran 87,5 10 Menggunakan berbagai teknik dalam
pembelajaran 75
11 Memberikan motivasi atau menarik perhatian 75 12 Menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa 75 13 Mengingatkan kompetensi prasyarat 62,5 14 Memberikan stimulus 50 15 Memberikan petunjuk belajar 87,5 18 Menimbulkan penampilan siswa 50 17 Memberikan umpan balik 87,5 18 Menilai penampilan 62,5
Jumlah 1437,5 Rata-rata 79,86
4. Analisa dan Refleksi
a. Keaktifan Diskusi Siswa
Diskusi merupakan salah satu metode pembelajaran yang digunakan untuk
mengembangkan krativitas dan kemampuan komunikasi siswa. Hasil persentase
95
aspek untuk angket keaktifan diskusi siswa telah tercantum dalam Tabel 15.
Berdasarkan Tabel 15. persentase aspek untuk angket keaktifan diskusi siswa
berkisar antara 76 % - 78 % dengan persentase rata-rata aspek keaktifan diskusi
siswa sebesar 77,83 %. Hasil persentase menunjukkan peningkatan dibandingkan
pada siklus 1, peningkatan yang terjadi yaitu sebesar 2,18 %.
Persentase terbesar yaitu pada aspek menemukan sebab musabab yaitu
sebesar 78,81 %, sedangkan persentase terkecil pada aspek mencari pemecahan
masalah yaitu sebesar 76,31%. Siswa telah mampu untuk menemukan sebab
musabab dari suatu permasalahan yang ada, sebab musabab yang ada dapat
sebagai sumber untuk mencari suatu pemecahan dari suatu masalah yang ada.
Apabila siswa telah dapat menemukan sebab musabab dari suatu masalah, maka
siswa akan lebih mudah untuk mencari pemecahan dari masalah yang sedang
dihadapi.
Setiap aspek pada angket keaktifan diskusi diatas kemudian dijabarkan lebih
lanjut menjadi beberapa indikator. Setiap indikator yang ada kemudian dihitung
persentase capaiannya. Hasil persentase indikator untuk angket keaktifan diskusi
siklus 2 tercantum pada Tabel 15. Berdasarkan Tabel 15. dapat diketahui bahwa
persentase indikator angket keaktifan diskusi siswa pada siklus 2 berkisar antara
69,36% - 81,25%.
Persentase tertinggi dicapai oleh indicator ke 2 yaitu tentang memperdalam
masalah dari berbagai sumber. Sedangkan persentase terendah dicapai oleh
indikator ke-7 yaitu tentang mampu menganalisa masalah yang ada. Berdasarkan
hasil yang dicapai dari hasil angket, dapat diketahui bahwa siswa dapat
memperdalam masalah dari berbagai sumber, karena pada pembelajaran
menggunanakan sistem modul ini siswa dituntut untuk lebih bisa belajar secara
mandiri. Jadi, siswa harus dapat mencari pemecahan masalah dari sumber lain
baik sumber dari modul, buku, internet maupun dengan cara berdiskusi dengan
teman.
96
Gambar 9. Diagram Perubahan Persentase Indikator Angket Keaktifan Diskusi Siswa Siklus 1 dan Siklus 2
Berdasarkan Gambar 9. diatas dapat diketahui bahwa persentase skor
untuk indikator angket keaktifan diskusi siswa mengalami kenaikan. Kenaikan
yang terjadi cukup bervariasi untuk setiap indicator. Kenaikan ini terjadi pada
seluruh indikator yang ada. Kenaikan persentase terbesar dicapai oleh indikator
ke-2 yaitu tentang kemampuan siswa untuk memperdalam masalah dari berbagai
sumber, kenaikan yang terjadi sebesar 6,71%.
Adanya kenaikan yang terjadi menunjukkan bahwa dengan menggunakan
modul ini dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk dapat lebih memperdalam
materi dari berbagai sumber. Pembelajaran dengan menggunakan modul adalah
pembelajaran yang menuntut siswa untuk belajar secara mandiri. Melalui
pembelajaran modul siswa diberi kebebasan untuk memperdalam pemahaman
mereka tentang materi yang sedang mereka pelajari.
Usaha untuk memperdalam pemahaman materi bisa dilakukan dengan cara
mencari sumber belajara lain dan cara lain yaitu dengan cara diskusi. Diskusi
siswa dapat memperdalam materi dengan cara bertukar pendapat dengan teman
dalam kelompok diskusinya.
97
Tabel 17. merupakan tabel yang memuat mengenai hasil persentase
indikator observasi keaktifan diskusi siswa pada siklus 2. Berdarkan Tabel 17.
tersebut dapat diketahui bahwa persentase indikator observasi keaktifan diskusi
siswa berkisar antara 70,732% - 95,12% dengan rata-rata persentase sebesar 80%.
Persentase terbesar dicapai oleh indicator ke-7 yaitu tentang kemampuan siswa
untuk menganalisa masalah sebesar 95,12%.
Kemampuan siswa dalam menganalisa suatu masalah telah mengalami
peningkatan dibandingkan dengan siklus 1. Peningkatan yang terjadi merupakan
suatu dampak positif dari pembelajaran menggunakan modul. Pembelajaran
dengan menggunakan modul telah melatih siswa untuk menganalisa permasalahan
yang terjadi dan melatih siswa untuk mencari pemecahan dari permasalahan
tersebut.
Persentase paling kecil pada indikator ke-4 yaitu mengenai kemampuan
siswa untuk menyusun rangkuman. Persentase yang dicapai sebesar 70,73%.
Menyusun rangkuman merupakan suatu kebutuhan yang berbeda-beda bagi siswa.
sebagian siswa mungkin kurang perlu untuk menyusun rangkuman, sehingga
siswa tidak membuat rangkuman. Siswa yang meras tidak perlu membuat
rangkuman ini menganggap bahwa materi yang telah dijelaskan dalam modul
sudah cukup ringkas dan jelas, sehingga tidak perlu lagi untuk menyusun
rangkuman lagi.
Hasil persentase berdasarkan observasi berbeda dengan hasil persentase
berdasarkan angket keaktifan diskusi siswa. Berdasarkan pada hasil perhitungan
angket keaktifan diskusi siswa siklus 2, indikator ke-7 memiliki persentase
terendah yaitu sebesar 69,36%. Pembelajaran dengan menggunakan modul yang
terjadi dilapangan sebenarnya dapat mengaktifkan siswa dan meningkatkan
kemampuan siswa dalam menganalisa masalah yang ada. Pembelajaran
menggunakan modul pembelajaran yang disertai dengan kegiatan diskusi memacu
siswa untuk melakukan diskusi dengan teman dalam sekelompoknya untuk
menganalisa suatu masalah.
Apabila dibandingkan dengan persentase indikator observasi keaktifan
diskusi pada siklus 1, persentase keaktifan diskusi pada siklus 2 menunjukkan
98
adanya kenaikan persentase. Persentase indikator observasi pada siklus 1 hanya
mencapai 55,85%, sedangkan pada siklus 2 persentase rata-rata indikator
observasi keaktifan diskusi mencapai 80 %. Kenaikan persentase yang terjadi
merupakan suatu dampak dari penggunaan modul pembelajaran hasil penelitian
sebagai sumber belajar bagi siswa. Pelaksanaan pembelajaran menggunakan
modul pembelajaran hasil penelitian pada siklus 1 kurang memenuhi target.
Gambar 10. Grafik Perubahan Persentase Indikator Observasi Keaktifan Diskusi Siswa Siklus 1 dan Siklus 2
Gambar 10. menunjukkan grafuk peruabahan nilai observasi keaktifan
diskusi siswa pda siklus 1 dan siklus 2. Gambar 10. dapat terlihat bahwa nilai
yang dicapai pada siklus 2 sudah lebih bagus apabila dibandingkan dengan nilai
yang dicapai apada siklus 1.
Hasil yang tercapai dikarenakan pada saat pelaksanaan pembelajaran siswa
hanya diberi 1 modul untuk tiap kelompok, jadi beberapa siswa kurang dapat
mempelajari modul dengan sepenuhnya. Pada pelaksanaan tindakan 2 dilakukan
suatu perbaikan, dimana setiap siswa diberi modul pembelajaran hasil penelitian
satu per satu. Sehingga memudahkan siswa untuk dapat melakukan pembelajaran
secara mandiri.
Pada hakekatnya pembelajaran menggunakan modul pembelajaran
merupakan suatu system pembelajaran yang dilakukan secara mandiri oleh siswa.
siswa. setiap modul yang diberikan kepada siswa dapat dipelajari oleh siswa
tersebut secara mandiri. Mandiri disini diartikan siswa dapat belajar dengan
99
membaca sendiri modul yang sudah disediakan dan kemudian apabila ada hal-hal
yang belum dimengerti dan dipahami, siswa dapat mencari sumber yang lain,
misalnya dengan mencari buku-buku, mencari sumber dari internet, dan dapat
pula siswa melakukan diskusi dan bertukar pendapat dengan temannya. Apabila
siswa masih belum mengerti dan belum jelas dengan materi yang telah dijelaskan
di dalam modul, siswa dapat menyakannya kepada guru.
b. Kerjasama Siswa
Kerjasama merupakan sesuatu yang alami yang ada di dalam suatu
kelompok. Suatu kelompok akan berkembang dengan baik apabila pada anggota
kelompok tersebut memiliki kemampuan berkerja sama yang baik. Suatu kegiatan
diskusi akan dapat berjalan dengan baik apabila anggota kelompok tersebut dapat
bekerja sama dengan baik.
Persentase tentang aspek kerjasama tercantum dalam Tabel 18. Kerjasama
ada 2 aspek yaitu aspek interkasi/hubungan sosial dan aspek tentang kegiatan
yang harus dilakukan secara bersama-sama. Dari kedua aspek tersebut, aspek
interaksi/hubungan sosial memiliki persentase terbesar yaitu sebesar 78,92%.
Perolehan persentase aspek pada siklus 2 berlawanan dengan hasil pada
siklus 1. Perolehan pada siklus 2 menunjukkan bahwa interkasi/hubungan sosial
memiliki persentase paling besar yaitu sebesar 78,92%. Hasil pada aspek
mengindikasikan bahwa kemampuan siswa dalam berinteraksi dengan orang lain
mengalami peningkatan dengan adanya modul pembelajaran. Diskusi yang
dilaksanakan dengan menggunakan modul pembelajaran telah dapat melatih siswa
untuk dapat melakukan hubungan sosial dan berinteraksi dengan orang lain.
Aspek ke-2 mengenai kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama juga
mengalami peningkatan persentase menjadi 77,19 %. Peningkatan yang terjadi
merupakan suatu hasil yang menggembirakan karena siswa telah dapat melakukan
kerjasama dengan teman dalam kelompoknya, sehingga diskusi yang berlangsung
dalam kelompok dapat berlangsung dengan lebih baik.
Aspek pada angket kerjasama tersebut kemudian dijabarkan menjadi
beberapa indikator. Jumlah keseluruhan indikator pada angket kerjasama adalah
100
sejumlah 7 indikator. Hasil persentase capaian indikator untuk angket kerjasama
siswa dapat disimak pada Tabel 19. Berdasarkan Tabel 19. dapat diketahui bahwa
persentase indikator angket kerjasama siswa berkisar antara 75,81% - 79,73%
dengan persentase rata-rata sebesar 78,25%.
Sesuai hasil persentase pada Tabel 19, persentase terkecil dimiliki oleh
indikator ke-5 yaitu mengenai bekerja saling bergantung satu sama lain dengan
persentase sebesar 75,81%. Meski persentase yang dimiliki oleh indikator ke-7
yang paling kecil, tetapi persentase tersebut telah mencapai target yaitu sebesar
75%. Jadi, siswa telah memiliki kemampuan untuk saling bergantung satu sama
lain. Kegiatan kelompok memerlukan saling ketergantungan antar anggota
kelompok yang ada. Saling ketergantungan akan membuat kerjasama dalam suatu
kelompok menjadi lebih baik.
Sedangkan persentase terbesar dimiliki oleh indikator ke-5 sebesar
79,73% yaitu mengenai kemampuan untuk saling menggalang kerjasama dan
kekompakan antar anggota kelompok. Suatu kegiatan kelompok sangat
memerlukan adanya suatu kerjasama dari masing-masing anggota kelompoknya.
Kerjasama yang baik dalam suatu kelompok akan membuat kelompok tersebut
menjadi lebih kompak dalam memecahkan permasalahan yang sedang dihadapi.
Hasil persentase indikator untuk angket kerjasama siswa pada siklus 2 ini
telah mengalami kenaikan apabila dibandingkan dengan hasil persentase pada
siklus 1. Kenaikan yang terjadi adalah sebesar 4,28%. Untuk lebih mengamati
kenaikan persentase skor indikator angket kerjasama siswa siklus 1dan siklus 2
dapat dilihat pada gambar diagram berikut ini:
101
Gambar 11. Diagram Perubahan Persentase Indikator Angket Kerja Sama Siswa Siklus 1 dan Siklus 2
Berdasarkan Gambar 11. di atas dapat diketahui bahwa adanya kenaikan
persentase angket kerjasama siswa pada siklus 2. Kenaikan ini terjadi hampir pada
seluruh indikator yang ada. Sesuai Gambar 11. di atas, kenaikan terbesar dimiliki
oleh indikator ke-3 yaitu sebesar 7,77%.
Adanya kenaikan menunjukkan bahwa ada suatu dampak positif dari
pembelajaran menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian. Pembelajaran
menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian siswa disiapkan untuk menjadi
siswa yang lebih aktif dalam pembelajaran dan siswa harus dapat belajar secara
mandiri. Belajar yang dilakukan secara mandiri ini menuntut siswanya untuk
dapat melakukan kerjasama dengan orang lain. Suatu pembelajaran yang mandiri,
siswa dilatih untuk dapat bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil dan
otonom.
Pembelajaran menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian
melatih siswa untuk belajara secara mandiri di dalam suatu kelompok belajar.
Siswa dapat mempelajari modul yang telah disediakan. Apabila siswa ada yang
belum memahami dengan materi yang dijelaskan didalam modul, siswa dapat
mendiskusikan materi tersebut dengan teman dalam kelompoknya. Kegiatan
102
diskusi yang berlangsung akan lebih mengaktifkan kemampuan siswa untuk lebih
dapat belajar secara mandiri bersama teman.
Kegiatan diskusi dapat menimbulkan suatu kerjasama diantara para
anggota kelompok yang ada. Seperti yang telah dijelaskan oleh Johnson (2009:
166) yang mengemukakan bahwa “Kerjasama yang erat lahir terutama dari
komunikasi yang kuat diantara para anggota kelompok”. Sesuai dengan pendapat
dari Johnson tersebut, kerjasama bisa muncul dari adanya suatu komunikasi yang
baik dari anggota kelompok.
Suatu kelompok yang anggotanya memiliki kemampuan komunikasi
yang baik, maka akan memiliki kemampuan kerjasama yang baik pula.
Berdasarkan hasil pada siklus 2, dimana persentase indikator angket kerjasama
siswa yang telah mencapai target lebih dari 75%, hal ini menunjukkan bahwa
selain siswa memiliki kemempuan kerja sama yang baik , siswa juga memiliki
kemampuan berkomunikasi yang baik pula.
Hasil indikator untuk observasi kerjasama siswa siswa dapat dilihat
dalam Tabel 26. Berdasarkan Tabel 20. dapat diketahui bahwa kerjasama siswa
secara keseluruhan mengalami kenaikan persentase. Kenaikan terjadi hampir pada
seluruh indikator observasi. Berdasarkan Tabel 20. persentase capaian indikator
untuk observasi berkisar antara 60,98% - 92,68% dengan persentase rata-rata
sebesar 76,66%.
Persentase paling besar pada indikator pertama sebesar 92,68% yaitu
tentang menghargai orang lain. Kegiatan diskusi yang dilaksanakan dengan
menggunakan modul telah melatih siswa untuk lebih menghargai orang lain.
Sikap menghargai orang laing merupakan sikap yang harus dimiliki oleh setiap
orang, termasuk juga siswa. Siswa perlu untuk dididik lebih dini untuk dapat
bersikap menghargai orang lain. Sikap menghargai orang lain dapat dilatih
melalui kegiatan diskusi kelompok.
Kegiatn diskusi kelompok setiap siswa saling bertukar pendapat untuk
memecahkan suatu permasahan yang sedang dihadapi. Proses diskusi terkadang
tidak berjalan mulus, terkadang ada siswa yang tidak atau susah untuk menerima
103
pendapat dari orang lain, sehingga untuk itu setiap siswa hendaknya saling
menghargai satu sama lain demi kelangsungan kegiatan kelompok.
Persentase rata-rata pada siklus 2 ini mengalami kenaikan dibanding
dengan persentase rata-rata pada siklus 1. Kenaikan yang terjadi adalah sebesar
20,21%. Kenaikan persentase rata-rata ini merupakan suatu dampak positif dari
penggunaan modul pembelajran hasil penelitian sebagai sumber belajar bagi
siswa.
Gambar 12. Grafik Perubahan Persentase Indikator Observasi Kerjasama Siswa Siklus 1 dan Siklus 2
Grafik yang tergambar pada Gambar 12. menunjukkan bahwa secara
umum nilai observasi mengalami peningkatan nilai pada siklus 2. Peningkatan ini
menunjukkan bahwa pada siklus 2 terjadi peningkatan kerjasama siswa apabila
dibandingkan dengan siklus 1. Peningkatan persetase pada siklus 2 merupakan
suatu dampak positif dari penggunaan modul pembelajaran hasil penelitian.
berdasar hasil observasi pada siklus 2 menunjukkan bahwa penggunaan modul
pembelajaran hasil penelitian dapat meningkatkan kerjasama siswa dalam
kegiatan kelompok.
Penggunaan modul pembelajaran hasil penelitian telah menaikkan
kemampuan kerjasama siswa dalam pembelajaran. Penggunaan modul
pembelajaran merupakan salah satu jenis dari pembelajaran mandiri.
104
Pembelajaran mandiri merupakan pembelajaran yang mengharuskan siswa
memiliki pengetahuan dan keahlian tertentu.
Suatu pembelajaran yang mandiri menuntut siswa untuk dapat
melakukan hal-hal tertentu secara mandiri seperti mengambil tindakan membuat
keputusan sensiri, berpikir kreatif dan kritis dan bisa bekerja sama dengan orang
lain. Penggunaan modul yang merupakan salah satu dari pembelajaran mandiri,
telah dapat membuktikan bahwa pembelajaran modul ini dapat meningkatkan
kemampuan siswa untuk belajar mandiri melalui kegiatan diskusi kelompok. Hal
ini dapat diketahui berdasar hasil penelitian yan menunjukkan bahwa pada
pembelajaran modul ini dapat meningkatkan kemampuan kerjasama siswa,
dimana kerja sama ini merupakan suatu bagian dari pembelajaran mandiri.
c. Performance Guru
Guru merupakan seorang ahli yang bertanggung jawab terhadap mutu
pendidikan bagi siswa. Seorang guru memungkinkan siswa untuk tidak hanya
dapat mencapai standar nilai akademik secara nasional, akan tetapi juga harus
mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang penting yang bisa digunakan oleh
siswanya selama hidupnya.
Tabel 21. merupakan tabel yang menampilkan mengenai persentase
capaian aspek pada angket performance guru pada siklus 2. Berdasarkan pada
Tabel 21. dapat dilihat bahwa ada 3 aspek tentang performance guru, yaitu
strategi pengorganisasian pembelajaran, strategi penyampaian pembelajaran, dan
strategi pengelolaan pembelajaran. Persentase paling besar dari ketiga aspek
tersebut dicapai oleh aspek ke -3 yang menyatakan tentang strategi pengelolaan
kelas yaitu sebesar 76,22%.
Ketiga aspek performance guru tersebut dijabarkan lebih lanjut menjadi
indikator performance guru. Persentase indikator performance guru dapat disimak
pada Tabel 22. Berdasarkan Tabel 22. dapat diketahui bahwa persentase indikator
angket performance guru pada siklus 2 memiliki kisaran nilai 68,29% - 82,62%
dengan persentase rata-rata sebesar 76,41%.
Persentase tertinggi dimiliki oleh indikator ke-11 mengenai pemberian
motivasi kepada siswa dan menarik perhatian siswa. Indikator ke-11 memiliki
105
persentase sebesar 82,62%. Sedangkan untuk persentase terendah dimiliki oleh
indikator ke-6 mengenai pemberian tugas kepada siswa terhadap materi tertentu
yang akan dibahas secara mandiri. Indikator ini mencapai persentase sebesar
68,29%. Hasil persentase untuk performance guru pada siklus 2 menunjukkan
hasil yang meningkat dibandingkan dengan hasil persentase performance guru
pada siklus 1. Peningkatan yang terjadi adalah sebesar 6,269%.
Perubahan persentase capaian indicator angket performance guru siklus
2 apabila dibandingkan persentase capaian indikator angket performance guru
pada siklus 1 dapat dilihat pada gambar grafik berikut ini:
Gambar 13. Diagram Perubahan Persentase Indikator Angket Performance Guru Siklus 1 dan Siklus 2.
Berdasarkan Gambar 12. di atas dapat diketahui dengan jelas bahwa
ada perubahan persentase capaian indikator angket performance guru pada
siklus 2. Perubahan yang terjadi merupakan kenaikan persentase pada siklus 2
dibanding dengan siklus 1. Sesuai Gambar 13. di atas dapat dilihat bahwa
kenaikan terjadi pada seluruh indikator performance guru.
Kenaikan persentase paling besar dimiliki oleh indikator 11 mengenai
pemberian motivasi dan perhatin kepada siswa. Kenaikan yang terjadi sebesar
sebesar 9,45%. Kenaikan persentase yang terjadi menunjukkan bahwa dalam
106
pembelajaran guru sangat perlu untuk memberikan motivasi dan perhatian
kepada siswa. motivasi yang diberikan oleh guru merupakan suatu faktor yang
sangat penting untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran karena siswa
akan dapat belajar dengan sungguh-sungguh apabila siswa memiliki motivasi
yang tinggi.
Tabel 23. merupakan tabel yang memuat mengenai persentase capaian
indikator untuk observasi performance guru pada siklus 2. Persentase capaian
indikator observasi performance guru pada siklus 2 ini memiliki kisaran nilai
antara 50 % - 100 % dengan persentase rata-rata sebesar 79,86%.
Gambar 14. Grafik Perbandingan Persentase Capaian Indikator Observasi Performance Guru Siklus 1 dan Siklus 2
Pembelajaran yang dilaksanakan dengan menggunakan modul
pembelajaran hasil penelitian merupakan salah satu dari jenis pembelajaran
mandiri. Pembelajaran yang mandiri memungkinkan siswa untuk
mengembangkan pengetahuan dan keahlian. Pelaksanaan pembelajaran mandiri
menuntut dedikasi dari seorang guru. Guru dalam pembelajaran mandiri
selayaknya dapat memberikan pengalaman belajar yang dapat dimanfaatkan oleh
siswa mandiri untuk dapat menemukan cara kreatif yang menghubungkan
pengalaman belajar yang diperoleh di sekolah dengan kehidupan sehari-hari
siswa.
107
Pelaksanaan tindakan siklus 2 menunjukkan hasil yang cukup
memuaskan. Secara umum hasil yang diperoleh pada pelaksanaan tindakan 2
menunjukkan kenaikan persentase apabila dibandingkan dengan tahap pra siklus
dan siklus 1. Pada tahap siklus 1, meski telah digunakan modul pembelajaran hasil
penelitian sebagai sumber belajar bagi siswa, akan tetapi dalam pelaksanaannya
menunjukkan penurunan persentase apabila dibanding dengan tahap pra siklus.
Hasil yang ditunjukkan pada siklus 2 menunjukkan kenaikan persentase
capaian yang sudah mencapai target yaitu 75 % baik dari hasil angket maupun
dari observasi langsung di lapangan. Hal ini disebabkan karena siswa sudah mulai
beradaptasi dengan pembelajaran modul ini. Siswa sudah dapat melaksanakan
pembelajaran secara mandiri. Pelaksanaan pembelajaran pada siklus 2 ini setiap
siswa mendapatkan 1 buah modul, sehingga memudahkan bagi siswa untuk dapat
mempelajari modul yang ada secara mandiri.
a. Hasil wawancara guru.
Menurut wawancara yang telah dilakukan dengan guru mata pelajaran
yang bersangkutan, diperoleh hasil wawancara bahwa pembelajaran menggunakan
modul pembelajaran hasil penelitian telah berhasil meningkatkan kegiatan diskusi
kelompok di kelas X-6 SMA Batik Surakarta.
Guru belum pernah menggunakan modul hasil penelitian untuk
pembelajaran dikelas dan gur belum pernah menggunakan terasering sebagai
model untuk demonstrasi siswa. Guru juga bertanya kepada siswa mengenai
bagaimana kesan kesan siswa terhadap pembelajaran modul, dan siswa juga
menyatakan bahwa pembelajaran modul cukup bagus dan sangat mendukung
diskusi di kelas.
Guru juga berpendapat bahwa modul pembelajaran hasil penelitian juga
dapat digunakan untuk sumber belajar bagi siswa dan sebagai referensi bagi
siswa, terutama bagi siswa yang memiliki kemampuan yang lebih dibanding siswa
yang lain.
Setiap siswa memiliki semangat belajar dan motivasi belajar yang
berbeda-beda, terkadang ada siswa yang semangat belajarnya masih kurang,
sehingga perlu digunakan variasi metode dan metode diskusi dirasa dengan
108
menggunakan tersering merupakan salah satu alternative metode yang dapat
menumbuhkan semangat siswa untuk berdiskusi dan bekerjasama.
b. Hasil wawancara siswa
Siswa kelas X-6 SMA Batik Surakarta secara umum menyatakan bahwa
siswa merasa senang dengan pembelajaran menggunakan modul pembelajaran
hasil penelitian. Siswa tertarik dengan adanya modul pembelajaran hasil
penelitian karena materi yang ada di dalam modul cukup mudah untuk dipahami.
Siswa merasa mendapat materi baru yang sebelumnya tidak ada penjelasannya di
dalam buku pelajaran biasa. Siswa sangat tertaik dengan adanya modul karena
modul tersusun secara sistematis dan modul juga sudah inovatif. Siswa tertarik
dengan modul karena modul disertai gambar yang dapat memperjelas dalam
memahami materi dalam modul.
Siswa menyukai pembelajaran menggunakan modul karena penjelasan
yang ada dalam modul cukup mudah untuk dipelajari oleh siswa. siswa lebih
mudah menangkap materi yang dijelaskan dalam modul. Pembelajaran
menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian mengenai pelestarian
lingkungan sangat membantu siswa karena dengan modul tidak hanya belajar teori
saja, tapi ada hasil penelitian yang merupakan suatu hasil percobaan, dan siswa
tertarik dengan modul yang juga disertai dengan media terasering yang juga
digunakan untuk lebih memperjelas pemahaman siswa mengenai dampak erosi.
Siswa merasa senang dengan adanya modul karena pada saat
pembelajaran modul siswa juga diberi kesempatan untuk melakukan demonstrasi.
Demonstrasi yang dilakukan siswa ini menarik perhatian siswa sehingga siswa
dapat lebih tertarik untuk belajar Biologi.
Modul pembelajaran hasil penelitian memuat penjelasan singkat
mengenai hasil penelitian, sehingga siswa menjadi sesuatu yang baru bagi siswa.
siswa mendapatkan saran belajar yang baru sehingga menjadi lebih senang untuk
belajar dan tidak membosankan karena adanya modul lebih menarik untuk
dipelajari. Siswa merasa mendapat pengetahuan baru mengenai pelestarian
lingkungan. Pengetahuan mengenai pelestarian lingkungan sangat membantu bagi
109
siswa untuk lebih belajar mengenai lingkungan dan siswa menjadi memiliki
keinginan untuk melestarikan lingkungan.
Siswa menyatakan bahwa dengan adanya modul pembelajaran hasil
penelitian telah membangkitkan semangat siswa untuk melakukan diskusi dan
kerjasama dengan kelompok. Siswa berpendapat bahwa didalam modul telah
disertai dengan beberapa pertanyaan dan juga permasalahan yang kemudian
permasalahan tersebut harus diselesaikan secara bersama. Penyelesaian masalah
sangat memerlukan adanya suatu diskusi kelompok.
Siswa merasakan bahwa dengan adanya modul membuat pelaksanaan
diskusi menjadi lebih kompak dan kondusif apabila dibandingkan dengan tidak
menggunakan modul. Siswa mengatakan bahwa dengan modul semua anggota
kelompok dapat merumuskan bersama pemecahan masalah yang ada. Modul
sangat berguna untuk pelaksanaan diskusi di kelas. Siswa lebih menyukai diskusi
dengan menggunakan modul.
Modul pembelajaran hasil penelitian sangat mempermudak untuk
mengkoordinasi kelompok. Siswa menjadi lebih mudah untuk bekerja sama
dengan teman dalam kelompok. Setiap kelompok terdiri dari siswa yang
heterogen, sehingga dengan kerja sama yang baik akan mendapat 1 tujuan
bersama.
Berdasarkan hasil observasi dan evaluai pada siklus 2, dapat
disampaikan hasil sebagai berikut:
a. Optimalisasi penggunaan modul pembelajaran hasil penelitian dapat
meningkatkan keaktifan diskusi siswa dalam kegiatan kelompok.
b. Optimalisasi penggunaan modul pembelajaran hasil penelitian dapat
meningkatkan kerjasama siswa dalam kegiatan diskusi di dalam pembelajaran.
Suatu pembelajaran yang mandiri, siswa dapat melibatkan dan
mengaitkan bidang akademik dengan kehidupan sehari-hari mereka, cara yang
dapat dilakukan untuk dapat mengaitkan ini salah satunya dengan melakukan
tukar pendapat dengan orang-orang yang ada disekitarnya. Proses tukar pendapat
juga dapat terjadi di lingkungan sekolah (kelas) dengan suatu kegiatan yang
disebut diskusi kelompok.
110
Kegiatan diskusi kelompok dapat juga mengambil tindakan, bertanya,
membuat keputusan secara mandiri, berpikir kritis dan kreatif dan siswa dapat
bekerja sama dengan anggota kelompoknya. Berdasar hasil penelitian yang telah
dilakukan di SMA Batik 1 Surakarta, pembelajaran menggunakan modul hasil
penelitian dapat meningkatkan peran aktif siswa dalam pembelajaran.
Peran aktif siswa dapat diketahui dari kegiatan diskusi siswa dan dari
kerjasama siswa dalam kegiatan kelompok. Selama kegiatan diskusi kelompok
pada siklus 2, keaktifan diskusi siswa dan kerjasama siswa meningkat pesat dan
hal ini adalah salah satu dampak positif dari pembelajaran menggunakan modul
pembelajaran hasil penelitian.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
D. PENELITIAN LABORATORIUM
Penelitian mengenai Pelestarian Lingkungan mengambil pokok
permasalahan mengenai erosi yang terjadi pada lahan miring akibat pengaruh
siraman air yang tidak terkendali. Erosi merupakan bencana yang sudah tidak
asing lagi bagi siswa. Tanah gundul pada lahan miring akan mudah tererosi
apabila tanah tersebut tersiram oleh air dengan jumlah air yang tidak terkendali.
Penelitian mengenai Pelestarian Lingkungan tentang erosi dilakukan
diawali dengan pembuatan miniatur terasering pada kotak kayu yang berbentuk
balok dengan ukuran 50 cm x 60 cm x 40 cm. Terasering dibuat sebanyak 4 buah
dengan bentuk dan ukuran yang sama tetapi masing-masing memiliki perbedaan.
Perbedaan yang ada pada masing–masing terasering adalah perbedaan pada
tanaman dan jumlah tanaman yang ditanam pada permukaan terasering.
Perbedaan pada terasering dibuat dengan tujuan untuk mengetahui
adanya perbedaan antara terasering yang satu dengan yang lain apabila terasering
disiram dengan air. Terasering I dibuat dengan seluruh permukaan yang tertutup
dengan rumput secara keseluruhan. Rumput yang digunakan adalah jenis rumput
jepang (Zoysia japonica). Terasering II dibuat dengan ditanami rumput akan tetapi
111
jumlah rumputnya hanya sedikit dan pada terasering II juga ditanami dengan
tanaman yang lain selain rumput. Terasering III dibuat dengan ditanami rumput
tetapi tidak pada seluruh permukaan, tapi hanya sebagian permukaan saja yang
tertutup rumput. Rumput yang digunakan masih sama dengan rumput yang
digunakan pada terasering I. Terasering IV dibuat tanpa ditanami dengan tanaman
apapun atau hanya tanah saja.
Miniatur terasering yang telah siap digunakan selanjutnya diberi
perlakuan dengan cara diguyur dengan air yang volumenya sama untuk masing-
masing terasering. Air yang telah diguyurkan pada terasering kemudian
ditampung pada suatu wadah yang telah disediakan. Air yang ditampung
kemudian digunakan untuk menghitung TSS ( Total Suspended Solid ).
Penghitungan TSS bertujuan untuk mengetahui jumlah bahan padatan pada air.
Hasil perhitungan TSS dapat dilihat pada Tabel 2. berikut :
Tabel 2. Data hasil penelitian TSS
Jenis Terasering
A (mg)
B (mg)
(A-B) (mg)
TSS (mg/l)
Terasering I 0,868 0,813 0,55 5,5
Terasering II 0,809 0,772 0,37 3,7
Terasering III 0,875 0,812 0,63 6,3
Terasering IV 4,581 0,798 3,783 37,83
Keterangan:
Terasering I : Terasering yang ditanami rumput secara keseluruhan diseluruh
permukaan.
Terasering II : Terasering yang ditanami sedikit rumput, tetapi ditanami beberapa
jenis tanaman lain.
Terasering III : Terasering yang ditanami sedikit rumput tanpa ditanami tanaman
lain.
Terasering IV : Terasering yang tidak ditanami tanaman apapun.
A : berat kertas saring berisi residu tersuspensi dalam mg.
B : berat kertas saring kosong dalam mg
112
Berdasarkan data pada Tabel 2. diketahui bahwa TSS paling besar adalah
pada jenis terasering IV yaitu terasering yang hanya terdiri dari tanah, yaitu
sebesar 37,83 mg/l. Hasil pada terasering yang hanya berisikan tanah memiliki
nilai TSS paling besar karena pada media yang hanya berisi tanah maka tanahnya
akan lebih mudah terkikis apabila ada air yang mengalir, sehingga jumlah bahan
padatan yang larut juga lebih besar.
Tanah yang mudah terkikis disebabkan karena pada tanah tidak ada akar
tanaman yang dapat berguna untuk menahan aliran air. Sehingga apabila tidak ada
penahannya, maka air akan lebih mudah terkikis.
Hasil residu tersuspensi (TSS) paling kecil adalah pada jenis terasering
yang berisi tanah dan ditanami dengan rumput dan tanaman, yaitu sebesar 3,7
mg/l. Hasil yang ditunjukkan oleh terasering II mengindikasikan bahwa pada
tanah yang ditanami dengan rumput dan tanaman akan memiliki daya kikis yang
kecil. Tanah tidak akan mudah terkikis oleh air, karena tanah memiliki
kemampuan untuk menahan air. Tanaman yang terdapat pada terasering juga akan
menyerap air yang disiramkan pada tanah. Sehingga air tidak akan mengkikis
tanah.
Gambar 5. berikut mengambarkan diagram perbandingan hasil
perhitungan Total Suspended Solid (TSS) pada masing-masing terasering.
113
Gambar 5. Diagram Perbandingan Hasil Perhitungan Total Suspended Solid
(TSS)
Berdasarkan hasil perhitungan TSS yang telah dilakukan, dapat diketahui
bahwa pada terasering IV akan mudah terkikis oleh air karena pada terasering IV
tidak terdapat tanaman apapun, sehingga tanah menjadi lebih mudah terkikis.
Sehingga akan berdampak pada tanah yang longsor. Lahan atau tanah yang
ditanami dengan vegetasi tanaman, misalnya rumput dan jenis tanaman lain, maka
tanah tidak akan mudah terkikis oleh air
E. PEMBUATAN MODUL PEMBELAJARAN HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian laboratotium mengenai Pelestarian Lingkungan
khususnya pada permasalahan tentang erosi disajikan dalam bentuk modul
pembelajaran hasil penelitian. Modul pembelajaran hasil penelitian dibuat sesuai
dengan tujuan pembelajaran yang tercantum didalam kurikulum pembelajaran.
Modul pembelajaran hasil penelitian disusun sesuai dengan aturan
penyusunan modul yang disampaikan oleh Mulyasa (2006: 43). Modul
pembelajaran hasil penelitian digunakan untuk meningkatkan kemampuan siswa
dalam pembelajaran terutama untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam
kegiatan diskusi kelompok dan kerja sama siswa dalam kegiatan kelompok.
F. PENELITIAN TINDAKAN KELAS
3. Kondisi Awal (Pra Siklus)
Penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK).
Tahap pertama yang dilakukan sebelum penelitian adalah melakukan pengamatan
atau observasi di lokasi yang akan dilakukan penelitian. Selain observasi, juga
dilakukan wawancara terhadap guru mata pelajaran yang bersangkutan.
Wawancara yang dilakukan berhubungan dengan masalah-masalah yang biasanya
terjadi di kelas selama proses kegiatan belajar mengajar berlangsung.
114
Observasi yang dilaksanakan adalah observasi terhadap proses belajar
mengajar yang terjadi di kelas. Tahap observasi dilakukan untuk mengetahui
masalah-masalah apa saja yang terjadi selama proses belajar mengajar di kelas.
Selanjutnya, masalah-masalah yang ada tersebut diperbaiki melalui penelitian
tindakan kelas (PTK).
Selama proses observasi (pengamatan) di kelas dilakukan, ditemukan
beberapa permasalahan yang terjadi di kelas, yaitu: siswa kurang aktif dalam
kegiatan diskusi kelompok dan siswa masih belum bisa untuk melakukan
kerjasama dalam kelompok. Jumlah siswa yang dapat mengikuti kegiatan diskusi
dengan baik hanya 47,31% dari keseluruhan jumlah siswa yang ada.
Saat kegiatan diskusi berlangsung, siswa masih sangat susah untuk
membentuk kelompok diskusi. Siswa juga belum bisa melakukan kerjasama yang
baik selama diskusi. Siswa yang dapat bekerja sama dengan baik dengan teman
dalam satu kelompok dalam kegiatan diskusi hanya sebanyak 42,28%. Siswa
cenderung bertindak individual dan lebih mengutamakan urusan masing-masing.
Suatu sistem pembelajaran hendaknya dapat meningkatkan kemampuan
untuk bisa berpartisipasi secara aktif dalam belajar dan mendorong siswa untuk
dapat berpikir kritis dan kreatif. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk
lebih mendorong dan meningkatkan kemampuan siswa untuk lebih berpikir kritis
dan kreatif adalah dengan kegiatan diskusi dalam pembelajaran. Kegiatan diskusi
dapat merangsang kemampuan siswa untuk dapat menggali ide-ide yang
dimilikinya untuk memecahkan masalah.
Siswa diberi angket keaktifan diskusi dan kerja sama dengan tujuan
untuk mengetahui keaktifan diskusi dan kerja sama siswa dalam kegiatan
kelompok.. Keaktifan diskusi siswa pada tahap pra siklus dapat dilihat pada tabel
di bawah ini:
Tabel 3. Persentase Skor Indikator Angket Keaktifan Diskusi Siswa Pra Siklus
No Indikator Persentase Capaian (%) 1 Mampu memikirkani tentang masalah
sebagai pijakan analisis. 74,39
2 Mampu memperdalam masalah dari berbagai sumber
77,29
115
Tabel 3. merupakan data yang menampilkan persentase skor indicator
angket keaktifan berdiskusi siswa dalam kegiatan kelompok selama tahap pra
siklus berlangsung. Berdasar Tabel 3. diatas dapat dilihat bahwa keaktifan
berdiskusi siswa dalam kegiatan kelompok memiliki rentang nilai persentase
sebesar 73% - 93%, apabila dihitung rata-ratanya maka diperoleh persentase rata-
rata sebesar 83,19%.
Berdasarkan data yang tercantum dalam Tabel 3. dapat diketahui bahwa
indikator yang paling kecil adalah indikator ke-10 yang menyatakan bahwa siswa
kemampuan siswa untuk menentukan tindakan-tindakan yang akan diambil.
Persentase yang dicapai oleh indikator ke-10 masih berada dibawah target yang
ingin dicapai yaituhanya mencapai nilai 73,32%, sedangkan target yang ingin
dicapai adalah sebesar 75 %.
Persentase indikator tertinggi dicapai oleh indikator ke-9 yaitu indikator
yang menyatakan siswa mampu menetapkan pemecahan terbaik dan penilaian
yang obyektif. Indikator ke-9 mencapai persentase sebesar 96,79%.
Selain adanya suatu masalah yang bersangkutan dengan kegiatan diskusi
siswa dalam pembelajaran, juga ditemukan adanya suatu masalah lain yaitu
kerjasama siswa yang masih kurang dalam kegiatan kelompok. Selama proses
kegiatan kelompok berlangsung hanya beberapa siswa saja yang dapat melakukan
kerjasama dengan baik ketika kegiatan kelompok. Sebagian siswa yang lain acuh
3 Mampu mencatat hal-hal yang sangat urgen. 82,16 4 Mampu menyusun rangkuman 79,42 5 Mampu bersikap objektif 84,15 6 Mampu mengarahkan perhatian kepada
situasi 86,28
7 Mampu menganalisa masalah. 84,29 8 Mampu mengusulkan pemecahan-
pemecahan . 93,75
9 Mampu menetapkan pemecahan terbaik dan penilaian yang obyektif
96,79
10 Mampu menentukan tindakan-tindakan yang akan diambil
73,32
Jumlah 831,86 Rata-Rata 83,19
116
terhadap kegiatan kelompok dan kurang antusias untuk melaksanakan kegiatan
diskusi dalam kelompoknya.
Besarnya persentase kerjasama siswa dalam kegiatan kelompok dapat
diketahui dengan cara membagikan angket kerjasama kepada siswa. Berikut
disampaikan hasil persentase pengisian angket kerjasama siswa pada tahap pra
siklus.
Tabel 4. Persentase Skor Indikator Angket Kerjasama Siswa Pra Siklus.
No Indikator Persentase Capaian (%) 1 Menghargai orang Lain 78,05 2 Komunikasi diantara para anggota 75,76 3 Saling membantu memecahkan masalah
75,76
No Indikator PErsentase Capaian(%) 4 Bekerja saling bergantung satu sama lain 80,08 5 Menggalang kerja sama dan kekompakan
dalam kelompok 78,51
6 Membagi tugas antar anggota kelompok 77,03 7 Saling memberikan motivasi 79,07 Jumlah 544,26
Rata-Rata 77,75
Tabel 4. merupakan tabel yang menampilkan nilai kerjasama siswa
dalam tiap indikator dalam kegiatan kelompok. Persentase yang tercantum pada
tabel 4. diatas merupakan persentase kerjasama siswa dalam kegiatan kelompok
sebelum siswa menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian sebagai sumber
belajar. Sesuai Tabel 4. dapat dilihat bahwa kemampuan kerjasama siswa dalam
kegiatan kelompok yang berlangsung di kelas adalah sebesar 75 % - 80 % dengan
nilai rata-rata sebesar 77,75 %.
Apabila diamati lebih lanjut, dapat diketahui bahwa ada perbedaan yang
cukup signifikan antara prosentase nilai indikator yang diperoleh dari angket
kerjasama siswa dan prosentase nilai indikator yang diperoleh dari hasil observasi
langsung yang terjadi di lapangan. Perbedaan yang terjadi mengindikasikan
bahwa sebetulnya setiap siswa memiliki keinginan dan mungkin juga kemampuan
yang memadai untuk melaksanakan diskusi dan kerjasama kelompok dengan
teman dalam satu kelompoknya. Akan tetapi, proses pembelajaran yang
117
berlangsung di dalam kelas masih belum bisa mendorong siswanya untuk dapat
melakukan kerjasama yang baik dalam kegiatan kelompok
Beberapa alasan yang bisa menyebabkan siswa belum dapat
melaksanakan kerjasama dengan baik adalah karena dalam pembelajaran yang
berlangsung di kelas siswa belum memiliki sumber belajar yang dapat
meningkatkan aktivitas kerja sama siswa dalam pembelajaran. Pembelajaran yang
biasa berlangsung di kelas adalah suatu pembelajaran yang hanya berpusat pada
guru (teacher centered) dan siswa juga hanya diberi buku yang hanya beriri
materi yang akan dihafal oleh siswa. Sehingga, selama proses pembelajaran yang
berlangsung pun siswa hanya berpedoman pada buku itu saja.
Usaha yang dapat dilakukan untuk dapat meningkatkan keaktifan
berdiskusi siswa dan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam melaksanakan
kerjasama, maka dilakukan suatu tindakan dengan menggunakan modul
pembelajaran hasil penelitian sebagai sumber belajar.
Mengajar merupakan suatu kegiatan yang dalam pelaksanaannya
memerlukan tindakan-tindakan dan keputusan – keputusan yang jelas dari guru.
Seorang guru hendaknya memiliki suatu kemampuan untuk dapat meningkatkn
kualitas pembelajaran. Kualitas pembelajaran yang dimaksud adalah kemampuan
guru untuk dapat mengembangkan kecerdasan emosional siswa, mengembangkan
kreatifitas siswa, membangkitkan nafsu belajar atau motivasi belajar siswa, dan
dapat mendayagunakan sumber belajar yang ada.
Tabel 5. berikut memberikan gambaran singkat mengenai performance
guru selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
Tabel 5. Persentase Skor Indikator Angket Performance Guru Pra Siklus
No Indikator Persentase Capaian (%)
1 Menata bahan ajar yang akan diberikan selama satu semester
74,19
2 Menata bahan ajar yang akan diberikan setiap kali pertemuan
82,93
3 Memberikan pokok-pokok materi kepada siswa yang akan diajarkan
76,42
4 Membuatkan rangkuman atas materi yang diajarkan setiap kali pertemuan
69,51
118
5 Menetapkan materi-materi yang akan dibahas secara bersama
78,46
6 Memberikan tugas kepada siswa terhadap materi tertentu yang akan dibahas secara mandiri
81,71
7 Membuatkan format penilaian atas penguasaan setiap materi
77,74
8 Menggunakan berbagai metode dalam penyampaian pembelajaran
71,65
9 Menggunakan berbagai media dalam pembelajaran
73,93
10 Menggunakan berbagai teknik dalam pembelajaran
68,75
11 Memberikan motivasi atau menarik perhatian 84,45 12 Menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa 77,44 13 Mengingatkan kompetensi prasyarat 79,27 No Indikator Persentase Capaian
(%) 14 Memberikan stimulus 79,88 15 Memberikan petunjuk belajar 78,66 18 Menimbulkan penampilan siswa 81,09 17 Memberikan umpan balik 74,39 18 Menilai penampilan 75,30 Jumlah 1385,77 Rata-rata 76,99
Berdasarkan data pada Tabel 5. diatas dapat diketahui bahwa persentase
rata-rata untuk performance guru dalam pembelajaran sudah mencapai 76,99%
dan hasil ini merupakan hasil yang sudah cukup bagus. Sesuai Tabel 5. indikator
yang masih kurang adalah indikator yang menyatakan mengenai penggunaan
teknik mengajar yang masih belum bervariasi dan pemberian rangkuman materi
kepada siswa. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tentang
penggunaan teknik mengajar ini maka digunakan suatu metode pembelajaran
yang sebelumnya belum digunakan, yaitu pembelajaran dengan menggunakan
modul pembelajaran hasil penelitian.
4. Siklus 1
5. Perencanaan
119
Tahap perencanaan dilakukan untuk mempersiapkan segala sesuatu
yang akan dilakukan saat penelitian tindakan kelas berlangsung. Beberapa
langkah yang dilakukan pada tahan perencanaan ini adalah sebagai berikut:
k. Menetapkan materi yang akan dipelajari, yaitu dengan materi pokok
Ekosistem dan Pencemaran, pada sub pokok bahasan Pelestarian
Lingkungan.
l. Menyusun silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan
pokok materi Ekosistem dan Pencemaran, pada pokok bahasan Pelestarian
Lingkungan. RPP disusun sesuai dengan pembelajaran yang akan
berlangsung yaitu pembelajaran menggunakan modul pembelajaran hasil
penelitian sebagai sumber belajar.
m. Melakukan penelitian mengenai Pelestarian Lingkungan untuk pembuatan
modul pembelajaran.
n. Menyusun modul pembelajaran hasil penelitian.
o. Menyusun angket keaktifan berdiskusi siswa, angket kerja sama siswa,
dan angket performa guru.
p. Menyusun lembar observasi tentang keaktifan diskusi siswa.
q. Menyusun lembar observasi tentang kerja sama siswa.
r. Menyusun lembar observasi tentang performance guru.
s. Menyusun Lembar Kegiatan Siswa (LKS).
t. Menyusun soal tes.
6. Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan I merupakan penerapan pembelajaran
menggunakan modul hasil penelitian untuk meningkatkan keaktifan berdiskusi
siswa dan kerja sama siswa dalam pembelajaran. Pelaksanaan tindakan I
dilakukan 2 kali pertemuan. Pertemuan I dilakukan selama 1 jam pelajaran (1
x 45 menit) dan pertemuan II dilakukan selama 1 jam pelajaran (1 x 45 menit).
Kegiatan awal pada tahap pelaksanaan tindakan ini adalah guru
memberikan apersepsi singkat kepada siswa mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan masalah lingkungan secara umum. Selama kegiatan
apersepsi ini guru memberikan beberapa pertanyaan singkat yang harus
120
dijawab oleh siswa. Tujuan guru memberikan pertanyaan-pertanyaan ini
adalah untuk mengajak siswa menemukan deskripsi awal mengenai materi
yang akan dipelajari. Kemudian guru membimbing siswa untuk melakukan
diskusi dalam kelompok.
Siswa dikelompokkan secara acak. Tiap kelompok terdiri dari 5-7
siswa. Selanjutnya, setelah terbentuk kelompok, guru memberi penjelasan
mengenai aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh siswa selama proses diskusi
berlangsung. Modul pembelajaran hasil penelitian dibagikan kepada tiap
kelompok, masing-masing kelompok mendapatkan 1 buah modul. Lembar
Kerja Siswa (LKS) dibagikan kepada masing-masing siswa. Setelah masing-
masing kelompok mendapatkan modul dan masing-masing siswa
mendapatkan LKS, siswa dapat memulai melakukan diskusi.
Diskusi dilakukan untuk membahas permasalahan yang sudah
disediakan dalam LKS. Siswa diberi waktu untuk melakukan diskusi. Melalui
diskusi yang dilakukan siswa tersebut, juga dapat diketahui bagaimana
kerjasama siswa dalam kelompok.
Kegiatan diskusi selesai kemudian dilanjutkan dengan kegiatan
presentasi dari perwakilan dari tiap kelompok. Masing-masing kelompok
mempresentasikan menyampaikan hasil diskusi dari masing-masing
kelompok. Pelaksanaan kegiatan presentasi memberikan kesempatan kepada
kepada kelompok lain untuk mengajukan pertanyaan kepada kelompok yang
sedang presentasi.
Kegiatan presentasi dilanjutkan dengan penyampaian kesimpulan
oleh guru. Guru bersama siswa menyimpulan hasil diskusi secara singkat dan
guru membimbing siswa untuk mendemonstrasikan penggunaan model
terasering. Siswa melakukan demonstrasi dimaksudkan untuk lebih
mengaktifkan siswa dan memberikan pengetahuan kepada siswa.
Kegiatan selanjutnya adalah pemberian tes kepada siswa. Tes
diberikan oleh guru untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa mengenai
materi yang telah dipelajari.
7. Observasi dan Evaluasi Tindakan Siklus I
121
Selama proses pelaksanaan pembelajaran pada tahap 1 siswa selalu
diamati perubahan yang terjadi selama pelaksanaan tindakan, selain itu siswa
juga diberi angket. Angket yang diberikan kepada siswa ada 3 macam, yaitu
angket keaktifan diskusi siswa, angket kerjasama siswa dan angket
performance guru.
Tahap observasi dilakukan dengan mengamati kegiatan diskusi siswa
dan kerja sama siswa dalam proses pembelajaran. Tahap observasi dilakukan
dengan menggunakan instrumen-instrumen yang telah disusun sebelumnya.
Hasil pengamatan secara umum sesuai dengan yang terjadi di kelas adalah:
i. Beberapa siswa antusias dengan modul pembelajaran hasil penelitian,
tetapi beberapa siswa yang lain masih terlihat acuh tak acuh terhadap
modul pembelajaran hasil penelitian.
j. Siswa agak susah untuk membentuk kelompok.
k. Sebagian siswa terlihat aktif berdiskusi dengan teman sekelompok. Tetapi
ada sebagian siswa yang hanya diam dan tidak aktif berdiskusi. Ada
beberapa siswa yang terlihat agak malas untuk bergabung dengan teman
sekelompok dan cenderung untuk mengerjakan LKS sendiri, ada pula
siswa yang bermain dengan temannya.
l. Sebagian besar siswa kurang memperhatikan kepada kelompok yang
sedang presentasi. Masih banyak siswa yang acuh dan sungkan untuk
mengajukan pertanyaan kepada kelompok yang sedang presentasi. Ada
sebagian kecil siswa yang berani dan aktif mengajukan pendapat dan
pertanyaan kepada kelompok lain saat dilakukan presentasi.
m. Sebagian besar siswa masih belum paham betul mengenai aturan-aturan
yang harus dilaksanakan ketika berdiskusi. Sehingga banyak yang
berbicara diluar materi diskusi.
n. Siswa ada yang masih belum paham mengenai kegiatan-kegiatan apa saja
yang akan dilakukan dalam pembelajaran.
o. Aktivitas siswa cenderung masih sama dengan keadaan awal saat sebelum
pelaksanaan tindakan pembelajaran dengan menggunakan modul hasil
penelitian.
122
p. Siswa yang tertarik untuk melakukan demonstrasi hanya sedikit. Banyak
siswa yang tidak memperhatikan ketika ada siswa lain yang sedang
melakukan demonstrasi. Siswa-siswa yang tidak perhatian tersebut
cenderung melakukan perbincangan dengan teman yang lain yang sedang
tidak melakukan demonstrasi.
Berdasar hasil pengamatan yang terjadi di kelas tersebut, tampak bahwa
siswa masih belum aktif dalam kegiatan diskusi dan siswa masih belum bisa
memberikan perhatian secara penuh dalam kegiatan belajar. Oleh sebab itu, kerja
sama siswa yang seyogyanya dapat terjadi dalam diskusi, tetapi ternyata
kerjasama siswa dalam diskusi masih belum dapat terlaksana dengan baik.
Hasil observasi siklus 1 dan evaluasi dari pelaksanaan tindakan siklus 1
adalah sebagai berikut :
4) Keaktifan berdiskusi siswa
Penilaian yang dilakukan untuk mengetahui keaktifan diskusi siswa
dengan menggunakan angket yang pada awal siklus telah dibagikan kepada siswa
dan melalui observasi yang dilakukan selama pelaksanaan tindakan pada siklus 1.
Tabel 6. Persentase Skor Aspek Angket Keaktifan Berdiskusi Siswa Siklus I
No Aspek Persentase Capaian (%)
1 Memahami suatu masalah 73,78 2 Menemukan sebab musababnya 76,37 3 Mencari pemecahannya 72,84
Jumlah 225,52 Rata-rata 75,17
Aspek pada angket keaktifan berdiskusi siswa tersebut kemudian
dijabarkan menjadi indikator angket keaktifan berdiskusi. Hasil persentase
indikator angket keaktifan berdiskusi dapat disimak pada Tabel 7. berikut :
Tabel 7. Persentase Skor Indikator Angket Keaktifan Berdiskusi Siswa Siklus 1
No Indikator Persentase Capaian (%) 1 Mampu memikirkan tentang masalah
sebagai pijakan analisis. 75,00
2 Mampu memperdalam masalah dari berbagai sumber
74,54
123
Melalui Tabel 7. di atas dapat dilihat bahwa angka rata-rata untuk
keaktifan diskusi siswa menurun sebanyak 9,61 % dibandingkan pada saat pra
siklus. Berikut disampaikan mengenai persentase indikator keaktifan berdiskusi
siswa pada siklus 1 berdasarakan observasi langsung di lapangan:
Tabel 8. Persentase Skor Indikator Observasi Keaktifan Diskusi Siswa Siklus 1.
3 Mampu mencatat hal-hal yang sangat urgen.
74,70
4 Mampu menyusun rangkuman 70,88 5 Mampu bersikap objektif 76,37 6 Mampu mengarahkan perhatian kepada
situasi 73,48
7 Mampu menganalisa masalah. 68,45 8 Mampu mengusulkan pemecahan-
pemecahan . 74,09
9 Mampu menetapkan pemecahan terbaik dan penilaian yang obyektif.
73,93
No Indikator Persentase Capaian (%) 10 Mampu menentukan tindakan-tindakan
yang akan diambil 74,24
Jumlah 735,7 Rata-Rata 73,57
No Indikator Persentase Capaian (%)
1 Mampu memikirkan tentang masalah sebagai pijakan analisis.
65,85
2 Mampu memperdalam masalah dari berbagai sumber 60,98
3 Mampu mencatat hal-hal yang sangat urgen. 53,66 4 Mampu menyusun rangkuman 48,78 5 Mampu bersikap objektif 58,54 6 Mampu mengarahkan perhatian kepada situasi 63,41 7 Mampu menganalisa masalah. 58,54 8 Mampu mengusulkan pemecahan-pemecahan . 51,22 9 Mampu menetapkan pemecahan terbaik dan
penilaian yang obyektif 43,90
10 Mampu menentukan tindakan-tindakan yang akan
diambil 53,66
Jumlah 558,54
Rata-Rata 55,85
124
5) Kerjasama siswa
Penilaian yang dilakukan untuk mengetahui kerjasama siswa dalam
kegiatan diskusi dengan menggunakan angket yang pada awal siklus telah
dibagikan kepada siswa dan melalui observasi yang dilakukan selama pelaksanaan
tindakan pada siklus 1. Hasil persentase skor capaian aspek pada angket
kerjasama siswa dapat disimak pada Tabel 9 :
Tabel 9. Persentase Skor Aspek Angket Kerjasama Siswa Pada Siklus I
No Aspek Persentase Capaian (%) 1 Interaksi/Hubungan Sosial 72,56 2 Dilakukan secara bersama-sama 74,35
Jumlah 146,92 Rata-rata 73,46
Hasil persentase skor indikator dapat diamati pada Tabel 10. berikut :
Tabel 10. Persentase Skor Indikator Angket Kerjasama Siswa pada Siklus 1
No Indikator Persentase Capaian (%)
1 Menghargai orang Lain 72,36 2 Komunikasi diantara para anggota 72,72 3 Saling membantu memecahkan masalah 71,65 4 Bekerja saling bergantung satu sama lain 77,44 5 Menggalang kerja sama dan kekompakan dalam
kelompok 74,24
6 Membagi tugas antar anggota kelompok 74,19 7 Saling memberikan motivasi 75,20 Jumlah 517,81
Rata-Rata 73,97
Melihat Tabel 10. di atas dapat diketahui bahwa angka rata-rata untuk
kerjasama siswa menurun sebanyak 3,78 % dibandingkan pada saat pra siklus.
Sesuai dengan pengamatan yang dilakukan ketika pelaksanaan kegitan diskusi
kelompok di kelas, dilihat bahwa kerjasama siswa dalam diskusi kelompok masih
belum memenuhi target yang diinginkan. Ketika berlangsung kegiatan diskusi,
hanya beberapa siswa saja yang dapat bekerjasama dengan baik dengan teman
125
satu kelompoknya, sedangkan siswa yang lain cenderung hanya diam dan tidak
ikut kerjasama untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
Tabel 11. Persentase Skor Indikator Observasi Kerjasama Siswa Siklus 1
No Indikator Persentase Capaian (%)
1 Menghargai Orang Lain 60,98 2 Komunikasi diantara para anggota 70,73 3 Saling membantu memecahkan masalah
73,17
No Indikator Persentase Capaian(%) 4 Bekerja saling bergantung satu sama lain 65,85 5 Menggalang kerja sama dan kekompakan
dalam kelompok 56,09 6 Membagi tugas antar anggota kelompok 41,46 7 Saling memberikan motivasi 26,83 Jumlah 395,12 Rata-Rata 56,45
6) Performance guru
Pelaksanaan kegiatan pembelajaran tidak akan terlepas dari peran guru,
untuk mengetahui performance guru selama proses belajar mengajar berlangsung,
setiap siswa diberi angket tentang performance guru. Berikut disampaikan
mengenai persentase aspek angket performance guru pada tindakan 1:
Tabel 12. Persentase Skor Aspek Angket Performance Guru Siklus 1
No Aspek Persentase Capaian(%) 1 Strategi pengorganisasian pembelajaran 68,90 2 Strategi penyampaian pembelajaran 67,17 3 Strategi pengelolaan pembelajaran 70,93
Jumlah 207,01 Rata-rata 69,00
Setiap aspek pada angket performance guru dijabarkan menjadi beberapa
indicator. Untuk mengetahui persentase indicator angket performance guru pada
siklus 1 dapat diketahui dari tabel berikut ini:
Tabel 13. Persentase Skor Indikator Angket Performance Guru Siklus 1
No Indikator Persentase Capaian (%)
1 Menata bahan ajar yang akan diberikan 71,14
126
selama satu semester 2 Menata bahan ajar yang akan diberikan
setiap kali pertemuan 72,56
3 Memberikan pokok-pokok materi kepada
siswa yang akan diajarkan 66,46
4 Membuatkan rangkuman atas materi yang
diajarkan setiap kali pertemuan 70,73
5 Menetapkan materi-materi yang akan
dibahas secara bersama
67,07
No Indikator Persentase Capaian (%) 6 Memberikan tugas kepada siswa terhadap
materi tertentu yang akan dibahas secara mandiri
60,98
7 Membuatkan format penilaian atas penguasaan setiap materi
72,26
8 Menggunakan berbagai metode dalam penyampaian pembelajaran
64,63
9 Menggunakan berbagai media dalam pembelajaran 70,12
10 Menggunakan berbagai teknik dalam pembelajaran
66,77
11 Memberikan motivasi atau menarik perhatian 73,17
12 Menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa 71,95
13 Mengingatkan kompetensi prasyarat 73,78 14 Memberikan stimulus 72,57 15 Memberikan petunjuk belajar 71,95 18 Menimbulkan penampilan siswa 71,34 17 Memberikan umpan balik 76,22 18 Menilai penampilan 68,90 Jumlah 1262,61
Rata-Rata 70,14
Setelah melihat Tabel 13. di atas, dapat diketahui bahwa telah terjadi
penurunan yang cukup signifikan mengenai respon siswa terhadap performance
guru. Penurunan tersebut adalah sebesar 6,84 % dari prasiklus.
Tabel 14. Persentase Skor Indikator Observasi Performance Guru Siklus 1 No Indikator Persentase Capaian
(%) 1 Menata bahan ajar yang akan diberikan
selama satu semester 75
2 Menata bahan ajar yang akan diberikan 75
127
setiap kali pertemuan 3 Memberikan pokok-pokok materi kepada
siswa yang akan diajarkan 62,5
4 Membuatkan rangkuman atas materi yang
diajarkan setiap kali pertemuan 75
5 Menetapkan materi-materi yang akan dibahas secara bersama
75
6 Memberikan tugas kepada siswa terhadap materi tertentu yang akan dibahas secara mandiri
75
No Indikator Persentase Capaian (%) 7 Membuatkan format penilaian atas
penguasaan setiap materi 75
8 Menggunakan berbagai metode dalam penyampaian pembelajaran
62,5
9 Menggunakan berbagai media dalam pembelajaran 75
10 Menggunakan berbagai teknik dalam pembelajaran
62,5
11 Memberikan motivasi atau menarik perhatian 62,5 12 Menjelaskan tujuan pembelajaran kepada
siswa 75 13 Mengingatkan kompetensi prasyarat 50 14 Memberikan stimulus 50 15 Memberikan petunjuk belajar 75 16 Menimbulkan penampilan siswa 50 17 Memberikan umpan balik 75 18 Menilai penampilan 50 Jumlah 1200
Rata-Rata 66,67
8. Analisis dan Refleksi
d. Keaktifan Diskusi
Berdasarkan Tabel 7. yang menunjukkan mengenai persentase indikator
angket keaktifan berdiskusi siswa siklus 1 dapat diketahui bahwa nilai persentase
capaian indikator keaktifan berdiskusi siswa berkisar antara 68,45%-75,00%
dengan persentase rata-rata kelas sebesar 73,57%. Indikator terkecil yaitu pada
indikator ke-7 sebesar 68,45% yaitu mengenai kemampuan siswa dalam
menganalisa masalah. Menurut hasil yang telah diperoleh dari perhitungan angket
diatas, menunjukkan bahwa kemampuan siswa untuk menganalisa masalah masih
kurang, sehingga perlu lebih ditingkatkan lagi.
128
Pembelajaran menggunakan modul yang dilaksanakan di kelas X-6 dapat
melatih siswa untuk bisa menyelesaikan permasalahan dan menganalisa masalah
yang ada. Modul yang disertai dengan permasalahan yang dapat diselesaikan oleh
siswa. siswa diharapkan dapat melakukan diskusi dengan teman sekelompoknya
untuk menganalisa masalah yang ada dan mencari pemecahan dari masalah
tersebut.
Sedangkan persentase indikator terbesar adalah pada indikator pertama
sebesar 75,00% yaitu mengenai kemampuan siswa dalam memikirkan tentang
masalah sebagai pijakan analisis. Sesuai hasil yang telah diperoleh dari angket
menunjukkan bahwa telah memiliki kemampuan untuk dapat memikirkan tentang
masalah sebagai pijakan analisa.
Apabila diamati lebih lanjut mengenai hasil pada indicator 1 dan indikator
7 akan terlihat adanya suatu perbedaan. Sesuai hasil pada indikator 1 yang
menunjukkan bahwa siswa telah dapat memikirkan tentang suatu masalah sebagai
suatu pijakan analisa, akan tetapi apabila dibandingkan dengan hasil indikator 7
maka hasilnya belum mendukung pernyataan pada indikator 1. Sehingga perlu
lebih ditingkatkan lagi kemampuan siswa untuk menganalisa suatu permasalahan.
Kemampuan siswa untuk menganalisa masalah dapat lebih ditingkatkan
apabila siswa belajar dari suatu permasalahan. Apabila siswa sudah terbiasa untuk
belajar dengan diberi suatupermasalahan untuk dipecahkan, maka siswa akan
terbiasa untuk lebih berpikir secara mandiri dan siswa terlatih untuk menganaliasa
masalah yang ada.
Sesuai nilai persentase yang dicapai pada siklus 1, dapat diketahui bahwa
siswa sebenarnya sudah memiliki kemampuan untuk dapat memikirkan mengenai
suatu masalah, akan tetapi siswa masih belum dapat memikirkan suatu analisa
untuk memecahkan masalah tersebut.
Perbedaan persentase dan perbandingan persentase skor indikator angket
keaktifan diskusi siswa pada tahap pra siklus dan tahap siklus 1 dapat dilihat pada
Gambar 6 berikut:
129
Gambar 6. Diagram Perubahan Persentase Indikator Angket Keaktifan
Diskusi Siswa Pra Siklus dan Siklus 1
Apabila dibandingkan dengan persentase indikator angket keaktifan
berdiskusi siswa pada pra siklus, maka secara umum nilai persentase indikator
angket keaktifan diskusi siswa ini belum mengalami peningkatan. Dari 10
indikator yang ada, hanya 2 indikator saja yang berhasil mengalami kenaikan
persentase, yaitu pada indikator pertama dan indikator ke-10. Terjadinya
penurunan yang terjadi disebabkan karena beberapa siswa masih belum bisa
menyesuaikan dengan pembelajaran menggunakan sistem modul ini.
Pembelajaran menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian
menuntut siswa untuk aktif dalam pembelajaran, siswa juga harus dapat
mempelajari modul secara individu maupun secara bersama-sama dengan teman
dalam kelompoknya. Pembelajaran modul dilaksanakan untuk dapat melatih
siswanya untuk bisa berdiskusi dengan teman dalam kelompoknya. Akan tetapi
pada pelaksanaan tindakan 1 ini siswa masih belum dapat aktif dalam diskusi, hal
ini dikarenakan siswa masih belum memahami mengenai kegiatan pembelajaran
yang dilaksanakan dan siswa belum dapat menyesuaikan dengan pembelajaran
yang baru.
Hasil observasi keaktifan diskusi siswa pada pelaksanaan tindakan 1 telah
tercantum pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8. dapat diketahui bahwa keaktifan
130
diskusi siswa pada pembelajaran menggunakan modul pembelajaran hasil
penelitian menunjukkan hasil yang belum memuaskan. Persentase yang dicapai
pada hasil observasi keaktifan diskusi siswa berkisar antara 43,90% - 65,85%,
dengan rata-rata sebesar 55,85%. Persentase paling tinggi dimiliki oleh indikator
pertama tentang kemampuan siswa untuk memikirkan tentang masalah sebagai
pijakan analisis.
Berdasar hasil observasi tersebut dapat dilihat bahwa kemampuan siswa
dalam memikirkan tentang masalah sebagi pijakan analisa sudah cukup bagus.
Siswa dapat memikirkan sendiri mengenai suatu masalah, kemudian dari
permasalahan yang ada tersebut siswa dapat menganaliasa lebih lanjut untuk
memecahkan masalah yang dihadapi.
Sedangkan persentase paling rendah dimiliki oleh indikator ke-9 tentang
kemampuan siswa untuk menetapkan pemecahan terbaik dan penilaian yang
objektif. Hasil pada indikator 9 ini menunjukkan bahwa siswa masih agak
kesulitan untuk mencari ide-ide yang bagus guna memecahkan permasalahan
yang dihadapi. Siswa masih belum terbiasa untuk memecahkan suatu masalah
dengan pemikiran sendiri.
Pembelajaran menggunakan modul siswa diharapkan dapat memecahkan
suatu masalah yang ada didalam modul. Siswa yang belum terasa dengan cara
berpikir dengan memecahkan masalah akan mengalami kesulitan untuk
memecahkan permasalahan yang dihadapi. Sehingga siswa perlu untuk lebih
dilatih untuk dapat mencari suatu ide guna memecahkan permasalah yang sedang
dihadapi.
Persentase pada observasi di lapangan berbeda jauh dengan persentase
yang diperoleh berdasarkan angket keaktifan diskusi siswa yang telah diisi oleh
siswa. Persentase yang diperoleh dari hasil angket adalah sebesar 73,57%.
Perbedaan yang cukup besar ini mengindikasikan bahwa kemampuan dan
keinginan siswa untuk kegiatan diskusi sebenarnya cukup tinggi, hal ini dapat
dilihat dari hasil angket yang telah diisi oleh siswa. Akan tetapi, siswa belum
memiliki keterampilan yang memadai untuk mempraktekkan langsung kegiatan
131
diskusi, sehingga diskusi yang berlangsung selama pembelajaran masih belum
mencapai target yang diinginkan.
Pembelajaran menggunakan modul menuntut siswa untuk lebih aktif
dalam belajar. pembelajaran menggunakan modul siswa akan dihadapkan pada
suatu masalah yang nantinya harus dipecahkan bersama-sama dengan
kelompoknya, sehingga siswa harus dapat melakukan kerja sama dengan teman
dalam kelompoknya.
Kegiatan diskusi merupakan suatu metode pembelajaran yang melatih
keaktifan siswa untuk berbicara. Melalui diskusi hendaknya siswa dapat
mengemukakan pendapat dan ide-ide yan dimilikinya. Siswa yang belum terbiasa
dengan metode diskusi akan menganggap bahwa metode diskusi merupakan debat
antara anggota kelompoknya. Akan tetapi, diskusi yang sebenarnya bukanlah
merupakan suatu debat antara anggota kelompok yang ada.
Siswa yang menganggap bahwa diskusi adalah debat, maka dalam
pelaksanaan diskusi siswa ini akan sulit untuk menerima pendapat dan ide-ide dari
orang lain, dan siswa tersebtu cenderung untuk mudah terpancing emosi apabila
pendapat dan idenya tidak diterima oleh orang lain. Untuk itu, melalui diskusi
siswa juga dilatih untuk dapat melatih mengendalikan emosi.
Selama proses pelaksanaan tindakan 1 berlangsung, masih banyak siswa
yang belum mengerti secara keseluruhan mengenai maksud dan tujuan dari
diskusi, sehingga banyak siswa yang masih gaduh dan bertanya-tanya mengenai
hal-hal yang akan dilakukan dalam diskusi.
e. Kerjasama siswa
Sesuai dengan Tabel 9 dapat diketahui bahwa dari 2 aspek kerjasama
yang ada, aspek dengan persentase paling tinggi dimiliki oleh aspek kedua yang
mencapai persentase sebesar 74,35 % yaitu aspek yang menyatakan mengenai
kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama. Sedangkan aspek pertama hanya
mencapai persentase sebesar 72,56 % yaitu aspek yang menyatakan mengenai
interaksi/hubungan sosial antar anggota kelompok.
Sesuai hasil pada perhitungan aspek pada Tabel 9 dapat diketahui bahwa
siswa memiliki kemampuan yang sudah cukup bagus dalam melakukansuatu
132
kegiatan secara bersama-sama. Akan tetapi, pada aspek ke-2 yaitu tentang
interaksi/ hubungan sosial menunjukkan hasil yang masih rendah. Siswa
seharusnya lebih dibina dan dilatih untuk dapat melakukan interaksi/hubungan
sosial, karena hubungan social sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat
bagi siswa.
Berdasarkan Tabel 10 ditunjukkan bahwa indikator ke-7 memiliki
persentase dengan nilai yang paling besar yaitu sebesar 75,23 % yang menyatakan
tentang kemampuan siswa dalam memberikan motivasi kepada teman dalam
kelompoknya. Kemampuan siswa untuk saling memberikan motivasi kepada
teman dalam satu kelompok merupakan suatu hal yang sangat penting. Suatu
motivasi yang diberikan kepada orang lain akan medorong orang tersebut untuk
dapat lebih bekerja secara lebih giat. Jadi, dalam suatu kelompok perlu adanya
suatu motivasi dari setiap anggota kelompok supaya kelompok tersebut dapat
melaksanakan tugasnya dengan baik.
Sedangkan indikator terkecil adalah indikator ke-3 dengan persentase
sebesar 71,65% yang menyatakan mengenai kemampuan siswa untuk saling
membantu dalam memecahkan masalah yang terjadi. Berdasarkan hasil yang
diperoleh pada indikator 3 menunjukkan bahwa kemampuan siswa untuk saling
membantu dalam memecahkan masalah masih sangat kurang. Siswa masih belum
terbiasa untuk melakukan kerjasama dalam memecahkan masalah secara bersama-
sama. Sehingga siswa perlu untuk lebih dilatih untuk kerjasama dengan teman
dalam kelompok.
Sesuai Tabel 10. tersebut diketahui pula bahwa persentase rata-rata
indikator yang tercapai adalah sebesar 73,97%. Apabila dilihat dan dibandingkan
dengan hasil perhitungan angket pada tahap pra siklus, persentase ini mengalami
penurunan sebesar 3,78 %.
Hasil ini merupakan suatu bentuk tanggapan yang diberikan siswa
terhadap pembelajaran menggunakan modul. Siswa masih belum dapat
beradaptasi dengan pembelajaran yang menggunakan modul pembelajaran hasil
penelitian sebagai media dan sumber belajar bagi siswa. Siswa juga belum dapat
133
melaksankan kerjasama dengan baik dengan teman sekelompoknya. Siswa masih
cenderung bersikap individualitis.
Suatu pembelajaran mandiri siswa menuntut untuk dapat melaksanakan
pembelajaran secara mandiri, dalam artian siswa dapat melakukan pembelajaran
sendiri dan bekerja bersama-sama dalam kelompok kecil. Hasil pelaksanaan
tindakan 1 mengindikasikan bahwa siswa masih belum dapat melaksanakan
pembelajaran mandiri.
Berdasarkan Tabel 11. dapat diketahui mengenai persentase indikator
kerja sama siswa berdasar observasi secara langsung di lapangan. Melalui Tabel
11. diketahui bahwa indikator terbesar dicapai oleh indikator ke-3 dengan
persentase sebesar 73,17% yaitu tentang saling membantu memecahkan masalah.
Hasil observasi pada indicator 3 sangat berlawanan dengan hasil pada perhitungan
angket pada siklus 1. Hasil angket menunjukkan bahwa indicator 3 memiliki
persentase paling kecil dibanding dengan indicator pada indicator yang paling,
akan tetapi sesuai hasil observasi diketahui bahwa hasilnya menunjukkan hasil
persentase yang paling besar disbanding indikator yang lain.
Hasil yang diperoleh dari observasi secara langsung memilik persentase
lebih tinggi. Karena pada observasi dilaksanakan secara langsung pada watu siswa
belajar dengan modul pembelajaran.
Sedangkan indikator terkecil dicapai oleh indikator ke-7 dengan persentase
sebesar 26,83% yaitu tentang keamampuan siswa dalam memberikan motivasi
kepada teman lain dalam kelompok. Pada waktu pelaksanaan kegiatan diskusi
berlangsung siswa masih agak susah untuk memberikan motivasi kepada teman.
Meski pada persentase angket menunjukkan persentase yang tinggi, akan tetapi
dalam pelaksanaannya siswa masih belum terbiasa untuk saling memberikan
motivasi. Siswa mengetahui bahwa saling memberikan motivasi merupakan suatu
hal yang sangat penting dalam kelompok, akan tetapi siswa masih agak canggung
untuk memberikan motivasi kepada teman dalam kelompok.
Hasil rata-rata persentase indikator kerjasama siswa berdasarkan observasi
ini adalah sebesar 56,45%. Secara umum hasil yang diperoleh berdasar observasi
ini sangat berbeda dengan hasil persentase indikator berdasar angket.
134
Perbandingan persentase untuk setiap indikator pada angket kerjasama
siswa pada tahap pra siklus dan siklus 1 dapat dilihat pada gambar diagram
berikut ini:
Gambar 7. Diagram Perubahan Persentase Indikator Angket Kerjasama
Siswa Pra siklus dan Siklus 1
Berdasarkan Gambar 7. di atas dapat diketahui bahwa secara keseluruhan
persentase indikator kerjasama pra siklus dan siklus 1 belum nenunjukkan adanya
peningkatan. Siswa masih agak bingung dengan metode pembelajaran yang
berlangsung, siswa masih belum mengerti tentang penggunaan modul dalam
proses pembelajaran pembelajaran.
Kerjasama dalam kelompok hendaknya dapat melatih siswa untuk dapat
bertindak mandiri dan bertanggung jawab untuk mengatasi masalah yang ada.
Selain itu kerjasama juga bisa melatih siswa untuk memercayai orang lain. Akan
tetapi dalam pelaksanaan tindakan siklus 1 masih ditemukan banyak siswa yang
belum dapat melaksanakan kerjasama dengan baik. Untuk itu siswa perlu dilatih
untuk dapat lebih bekerja sama dengan teman dalam kelompoknya.
Berdasarkan hasil pada pelaksanaan tindakan siklus 1 menunjukkan bahwa
penggunaan modul pembelajaran hasil penelitian masih belum dapat
meningkatkan kerjasama siswa pada kegiatan diskusi pada siswa kelas X-6 di
SMA Batik 1 Surakarta.
135
f. Performance Guru
Kegiatan belajar mengajar tidak akan pernah terlepas dari pengaruh
seorang guru dalam mengajar. Seorang guru harus memiliki performance yang
baik dalam mengajar supaya kualitas pembelajaran juga dapat tercapai dengan
baik. Persentase aspek performance guru dalam proses pembelajaran berdasarkan
angket performance guru yang telah diisi oleh siswa dapat dilihat pada Tabel 12.
Sesuai Tabel 12. diketahui bahwa persentase tertinggi dicapai oleh aspek ke-3
pada angket performance guru yaitu sebesar 70,93% yaitu mengenai pengelolaan
pembelajaran.
Persentase paling kecil adalah persentase tentang strategi penyampaian
pembelajaran yaitu sebesar 67,17%. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa
kemampuan guru dalam menyampaikan materi masih menggunakan strategi dan
cara yang masih belum memuaskan bagi siswa Persentase rata-rata dari aspek
performance guru siklus 1 ini adalah sebesar 69,00%.
Tabel 13. merupakan tabel yang memuat mengenai hasil persentase
indicator angket perforamnace guru pada siklus 1. Persentase yang dicapai oleh
setiap indicator bervariasi berkisar antara 60,98% - 76,22%. Rata-rata persentase
indicator angket performance guru pada siklus 1 adalah sebesar 70,15%. Indikator
dengan persentase terbesar adalah indicator ke-17 tentang memberikan umpan
balik kepada siswa dengan persentase sebesar 76,22%. Pemberian umpan balik
dari guru kepada siswa sangat penting karena dapat digunakan untuk mengetahui
tingkat pemahan siswa terhapa materi yang sedang dipelajari.
Sedangkan persentase terendah dicapai oleh indikator ke-6 yaitu tentang
memberikan tugas kepada siswa terhadap materi tertentu yang akan dibahas
secara mandiri yang memiliki persentase sebesar 60,98%. Tugas yang diberikan
kepada siswa dirasa perlu karena dengan adanya tugas dapat menuntun siswa
untuk belajar. Jadi pemberian tugas kepada siswa perlu untuk lebih ditingkatkan.
Sesuai dengan hasil persentase indikator angket performance guru diatas,
diketahui bahwa perentase paling besar adalah pada indikator yang menyatakan
tentang pemberian umpan balik oleh guru yaitu sebesar 76,22%. Berdasarkan
hasil, maka dengan pembelajaran modul peran guru adalah membantu peserta
136
didik yang mengalami kesulitan dalam memahami isi modul atau pelaksanaan
tugas.
Sedangkan untuk persentase terkecil adalah pada indikator ke-6 yaitu
tentang memberikan tugas kepada siswa terhadap materi tertentu yang akan
dibahas secara mandiri. Pembelajaran dengan menggunakan modul ini tugas
untuk siswa telah tercantum di dalam modul pembelajaran, sehingga guru tidak
lagi harus membuat tugas lagi, karena tugas telah dimuat di dalam modul.
Berikut ditampilkan diagram perbandingan antara persentase indikator
angket performance guru pada tahap pra siklus dan siklus 1:
Gambar 8. Diagram Perubahan Persentase Skor Indikator Angket Performance Guru Pra Siklus dan Siklus 1
Berdasarkan Gambar 8. diatas dapat diketahui bahwa hampir seluruh
indikator pada angket performance guru mengalami penurunan. Indikator yang
berhasil mengalami kenaikan adalah indikator 4 dan indikator 17. Indikator 4
merupakan indikator yang menyatakan mengenai guru membuatkan rangkuman
atas materi yang diajarkan setiap kali pertemuan. Sedangkan indikator 17 adalah
indikator tentang pemberian umpan balik.
Melalui gambar diagram di atas diketahui bahwa penurunan persentase
terbesar adalah pada indikator ke-6 yaitu indikator tentang pemberian tugas
kepada siswa terhadap materi tertentu yang akan dibahas secara mandiri.
137
Penurunan persentase pada indikator 6 ini sebesar 20,73%. Penurunan yang terjadi
merupakan suatu dampak dari penggunaan modul pembelajaran.
Pembelajaran dengan menggunakan modul pembelajaran, siswa dituntut
untuk dapat belajar mandiri. Pembelajaran secara mandiri dapat diartikan siswa
belajar secara sendiri maupun belajar secara bersama dengan teman dalam
kelompok belajar. Sehingga dalam pembelajarn modul ini seluruh tugas sudah
tercantum di dalam modul dan guru tidak harus memberikan tugas lagi kepada
siswa.
Tabel 14. merupakan persentase indicator untuk observasi performance
guru. Berdasar Tabel 14. tersebut dapat diketahui bahwa persentase indikator
performance guru berdasar hasil observasi berkisar antara 50% - 75%. Rata-rata
persentase indikator untuk observasi performance guru mencapai 66,67%.
Pembelajaran modul siswa dituntut untuk dapat belajar lebih mandiri
sesuai dengan materi yang ada dalam modul. Sehingga tugas guru yang
biasanya menyampaikan materi di depan kelas, hal ini telah diganti dengan
siswa yang belajar sendiri dengan kelompoknya.
Hasil yang dicapai pada pelaksanaan tindakan 1 secara umum belum
menunjukkan hasil yang memuaskan. Berdasarkan hasil ini, maka dapat
diperoleh suatu refleksi sebagai berikut:
4. Keaktifan diskusi siswa dalam pembelajaran masih belum optimal, siswa
masih belum memahami mengenai pelaksanaan kegiatan diskusi yang baik.
5. Kerjasama siswa dalam kelompok belum menunjukkan hasil yang yang
memuaskan. Siswa masih lebih suka untuk belajar sendiri dan tidak bekerja
sama dengan teman dalam kelompoknya.
6. Siklus 2
5. Perencanaan
138
Perencanaan yang dilakukan untuk pelaksanaan tindakan 2 adalah
perencanaan pembelajaran dengan menggunakan modul pembelajaran hasil
penelitian untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Adapun dalam pembuatan
perencanaan berdasarkan pada analisa dan refleksi dari pelaksanaan tindakan 1.
Pelaksanaan tindakan 2 dilakukan guna memperbaiki pelaksanaan tindakan 1
yang dilihat masih ada beberapa kekurangan dan masih belum mencapai target
yang akan dicapai.
Beberapa hal yang masih harus diperbaiki pada pelaksanaan tindakan 2
adalah siswa kurang bisa membentuk kelompok dan masih gaduhnya siswa
selama pelaksanaan tindakan, sehingga selam tindakan berlangsung, pelaksanaan
diskusi masih belum bisa terlaksana dengan baik dan kerjasama siswa dalam
kelompok juga masih belum maksimal.
Usaha yang dilakukan untuk mengatasi siswa yang masih susah dalam
pelaksanaan pembentukan kelompok ini guru memberlakukan beberapa aturan
diantaranya adalah kelompok yang paling cepat terbentuk akan mendapatkan
tambahan nilai. Sedangkan untuk mengatasi kegaduhan siswa, guru
memberlakukan sinyal kebisingan nol. Maksud dari sinyal kebisingan nol adalah
apabila kelas terlihat gaduh, maka guru akan memberikan instruksi kepada siswa
untuk tenang dan unutk kelompok yang paling cepat tenang maka akan
mendapatkan tambahan nilai untuk kelompok.
Beberapa hal yang dipersiapkan untuk pelaksanaan tindakan 2 adalah:
i. Menetapkan materi yang akan dipelajari pada siklus 2, materi yang akan
dipelajari pada pelaksanaan tindakan 2 ini masih sama dengan materi pada
siklus 1, atau dengan kata lain materi pada pelaksanaan tindakan 2 merupakan
kelanjutan dari materi pada siklus 1.
j. Menyusun silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan
materi pokok Ekosistem dan Pencemaran, pada sub pokok bahasan Pelestarian
Lingkungan. RPP disusun sesuai dengan pembelajaran yang akan berlangsung
yaitu pembelajaran menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian sebagai
sumber belajar.
139
k. Menyusun angket keaktifan berdiskusi siswa, angket kerja sama siswa, dan
angket performa guru.
l. Menyusun lembar observasi tentang keaktifan diskusi siswa.
m. Menyusun lembar observasi tentang kerja sama siswa.
n. Menyusun lembar observasi tentang performance guru.
o. Menyusun Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
p. Menyusun soal tes.
6. Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan merupakan perbaikan dari pelaksanaan tindakan 1.
Pelaksanaan tindakan 2 hampir sama dengan pelaksanaan tindakan 1 yaitu sama-
sama menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian sebagai sumber belajar
siswa. Tindakan 2 dilaksanakan sebanyak 2 kali pertemuan dengan alokasi waktu
untuk pertemuan pertama adalah 1 jam pelajaran (1 x 45 menit), sedangkan
pertemuan kedua adalah 1 jam pelajaran dengan alokasi waktu 1 x 45 menit.
Pelaksanaan tindakan 2 diawali dengan guru memberikan beberapa
peraturan tentang pelaksanaan diskusi yang harus dipatuhi oleh siswa selama
diskusi. Peraturan dibuat berdasarkan pengalaman yang telah terjadi pada
pelaksanaan tindakan pada siklus 1 yaitu siswa masih agak susah untuk
membentuk kelompok untuk kegitan diskusi kelompok. Sebelum kelompok
terbentuk, guru memberikan aturan bahwa untuk kelompok siswa yang paling
cepat terbentuk atau dengan kata lain siswa yang paling cepat berkumpul dengan
teman dalam kelompoknya, maka kelompok itu akan mendapatkan tambahan
nilai.
Sedangkan untuk mengatasi siswa supaya siswa dapat belajar dengan
tenang dalam kelompoknya, guru memberlakukan suatu peraturan yang disebut
dengan sinyal kebisingan nol. Peraturan ini berisi apabila siswa agak gaduh, maka
guru akan memberikan instruksi kepada siswa untuk segera tenang dan kembali
untuk belajar bersama kelompoknya. Barangsiapa kelompok yang paling cepat
tenang, maka akan mendapat tambahan nilai untuk kelompok tersebut.
Setelah guru membacakan aturan yang harus dipatuhi siswa tersebut, guru
melajutkan dengan memulai pembelajarn dengan memberikan apersepsi kepada
140
siswa. selama kegiatan apersepsi ini guru memberikan beberapa pertanyaan yang
harus dijawab oleh siswa baik secara bersama-sama ataupun secara perseorangan.
Siswa diberi pertanyaan-pertanyaan oleh guru selama kegiatan apersepsi yang
bertujuan untuk mengajak siswanya untuk memasuki materi yang akan dipelajari,
selain itu supaya siswa mempunyai gambaran mengenai materi yang akan mereka
pelajari selanjutnya.
Selanjutnya, setelah guru memberikan apersepsi, siswa dibentuk menjadi
kelompok-kelompok yang telah ditentukan. Setiap kelompok terdiri dari 5-7
siswa. Setelah terbentuk kelompok, modul dibagikan kepada setiap siswa dalam
tiap kelompok. Sehingga siswa memiliki modul sendiri-sendiri. Selain modul,
setiap siswa juga diberi Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Apabila modul dan LKS
sudah dibagikan, maka kegiatan diskusi dimulai.
Kegiatan selanjutnya setelah kegiatan diskusi adalah kegiatan presentasi.
Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. Setiap
kelompok mewakilkan 2 orang. Apabila ada hal yang belum dimengerti mengenai
hal yang dipresentasi oleh kelompok yang sedang presentasi, maka siswa dari
kelompok lain dapat mengajukan pertanyaan. Antusias siswa pada tindakan 2
untuk presentasi cukup besar dibanding pada saat tindakan 1. Antusias siswa
untuk mengajukan pertanyaan juga meningkat disbanding pada saat tindakan 1.
Setelah kegiatan presentasi presentasi selesai, guru memberikan
kesimpulan dari materi yang dipelajari dan dibahas siswa dalam diskusi kelompok
tersebut. Guru juga mengajak siswa untuk mendemonstrasikan terjadinya longsor
dengan menggunakan miniature terasering.
Tahap selanjutnya adalah pemberian test kepada siswa. Test dimaksudkan
untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari
7. Observasi dan Evaluasi Tindakan 2
d. Keaktifan Diskusi Siswa
Berikut ini disajikan hasil persentase capaian aspek keaktifan diskusi
siswa pada siklus 2:
Tabel 15. Persentase Skor Aspek Angket Keaktifan Berdiskusi Siswa Siklus II
141
No Aspek Persentase Capaian (%) 4. Memahami suatu masalah 78,35 5. Menemukan sebab musabab 78,81 6. Mencari Pemecahan 76,31
Jumlah 233,48 Rata-rata 77,83 Persentase capaian indicator angket keaktifan diskusi siswa siklus 2 dapat
disimak pada tabel di berikut ini:
Tabel 16. Persentase Skor Indikator Angket Keaktifan Berdiskusi Siswa Siklus II
No Indikator Persentase Capaian(%)
1 Mampu memikirkani tentang masalah sebagai pijakan analisis.
79,27
2 Mampu memperdalam masalah dari berbagai sumber
81,25
3 Mampu mencatat hal-hal yang sangat urgen. 78,81 4 Mampu menyusun rangkuman 74,09 5 Mampu bersikap objektif 78,81 6 Mampu mengarahkan perhatian kepada situasi 79,73 7 Mampu menganalisa masalah. 69,36 8 Mampu mengusulkan pemecahan-pemecahan . 78,20 9 Mampu menetapkan pemecahan terbaik dan
penilaian yang obyektif 76,22
10 Mampu menentukan tindakan-tindakan yang akan diambil
78,05
Jumlah 773.78 Rata-rata 77.38
Selain menggunakan angket, untuk mengetahui keaktifan siswa dalam
kegiatan diskusi juga dilakukan dengan cara observasi secara langsung di kelas.
Hasil persentase indicator untuk observasi keaktifan diskusi siswa tercantum pada
Tabel 17 berikut ini:
Tabel 17. Persentase Skor Indikator Observasi Keaktifan Berdiskusi Siswa Siklus 2
No Indikator Persentase Capaian (%) 1 Mampu memikirkani tentang masalah
sebagai pijakan analisis.
85,37
No Indikator Persentase Capaian (%) 2 Mampu memperdalam masalah dari 80,49
142
berbagai sumber 3 Mampu mencatat hal-hal yang sangat
urgen. 78,05
4 Mampu menyusun rangkuman 70,73 5 Mampu bersikap objektif 80,49 6 Mampu mengarahkan perhatian kepada
situasi 75,61
7 Mampu menganalisa masalah. 95,12 8 Mampu mengusulkan pemecahan-
pemecahan . 75,61
9 Mampu menetapkan pemecahan terbaik
dan penilaian yang obyektif 73,17
10 Mampu menentukan tindakan-tindakan
yang akan diambil 85,37
Jumlah 800 Rata-rata 80
e. Kerjasama Siswa
Kerjasama merupakan suatu hal yang penting yang suatu kegiatan diskusi.
Kegiatan diskusi akan berjalan dengan baik apabila para anggota kelompok
memiliki kerjasama yang baik antara anggota-anggotanya. Hasil persentase
capaian untuk setiap aspek kerjasama siswa pada siklus 2 dapat dilihat pada Tabel
18. berikut ini:
Tabel 18. Skor Capaian Setiap Aspek pada Angket Kerjasama Siswa pada Siklus 2
No Aspek Persentase Capaian (%)
1 Interaksi/Hubungan Sosial 78,91
2 Dilakukan secara bersama-sama 77,19
Jumlah 156,11 Rata-rata 78,06
Setiap pada aspek kerjasama siswa diatas kemudian dijabarkan lebih lanjut
menjadi beberapa indikator. Berikut ini merupakan tabel yang menunjukkan hasl
persentase indikator untuk angket kerjasama siswa pada siklus 1:
Tabel 19. Persentase Skor Indikator Angket Kerjasama Siswa Siklus 2
143
No Indikator Persentase Capaian (%)
1 Menghargai Orang Lain 78,46 2 Komunikasi diantara para anggota 79,26 3 Saling membantu memecahkan masalah 79,42 4 Bekerja saling bergantung satu sama lain 75,81 5 Menggalang kerja sama dan kekompakan
dalam kelompok 79,73
6 Membagi tugas antar anggota kelompok 77,85 7 Saling memberikan motivasi 77,24
Jumlah 547,76 Rata-Rata 78,25
Kerjasama siswa dalam kegiatan pembelajaran juga dapat diketahui
melalui kegiatan observasi secara langsung selama kegiatan pembelajaran
berlangsung. Hasil observasi untuk mengetahui kerjasama siswa dalam kegiatan
pembelajaran dapat disimak pada tabel berikut yan memuat mengenai persentase
capaian indikator untuk observasi kerjasama siswa pada siklus 2.
Tabel 20. Persentase Skor Indikator Observasi Kerjasama Siswa Siklus II
No Indikator Persentase Capaian (%)
1 Menghargai Orang Lain 92,68 2 Komunikasi diantara para anggota 82,93 3 Saling membantu memecahkan masalah 85,37 4 Bekerja saling bergantung satu sama lain 73,17 5 Menggalang kerja sama dan kekompakan dalam
kelompok 75,61 6 Membagi tugas antar anggota kelompok 65,85 7 Saling memberikan motivasi 60,98
Jumlah 536,59 Rata-Rata 76,66
f. Performance Guru
Performance seorang guru dalam mengajar sangat berpengaruh terhadap
minat belajar dan hasil belajar siswa-siswanya. Hasil persentase aspek
performance guru pada siklus 2 adalah:
Tabel 21. Persentase Skor Aspek Angket Performance Guru Siklus II
144
No Aspek Persentase Capaian (%) 1 Strategi pengorganisasian pembelajaran 74,39 2 Strategi penyampaian pembelajaran 72,39 3 Strategi pengelolaan pembelajaran 76,22
Jumlah 227,71 Rata-rata 75,91
Aspek performance guru pada tersebut kemudian dijabarkan lagi menjadi
beberapa indikator yaitu sebagai berikut:
Tabel 22. Persentase Skor Indikator Angket Performance Guru Siklus 2 No Indikator Persentase Capaian
(%) 1 Menata bahan ajar yang akan diberikan selama
satu semester 78,25
2 Menata bahan ajar yang akan diberikan setiap kali
pertemuan 81,09
3 Memberikan pokok-pokok materi kepada siswa
yang akan diajarkan 75,00
4 Membuatkan rangkuman atas materi yang
diajarkan setiap kali pertemuan 78,35
5 Menetapkan materi-materi yang akan dibahas
secara bersama 74,19
6 Memberikan tugas kepada siswa terhadap materi
tertentu yang akan dibahas secara mandiri 68,29
7 Membuatkan format penilaian atas penguasaan
setiap materi 76,52
8 Menggunakan berbagai metode dalam
penyampaian pembelajaran 69,97
9 Menggunakan berbagai media dalam pembelajaran 76,98 10 Menggunakan berbagai teknik dalam
pembelajaran 70,88
11 Memberikan motivasi atau menarik perhatian 82,62 12 Menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa 78,66 13 Mengingatkan kompetensi prasyarat 78,05 14 Memberikan stimulus 77,74 15 Memberikan petunjuk belajar 77,44 18 Menimbulkan penampilan siswa 78,05 17 Memberikan umpan balik 81,71 18 Menilai penampilan 71,64 Jumlah 1375,45 Rata-rata 80,91
145
Cara kedua untuk mengetahui tentang performance guru adalah dengan
cara observasi secara langsung selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Hasil
persentase capaian indikator untuk observasi performance guru pada siklus 2
adalah sebagai berikut:
Tabel 23. Persentase Skor Indikator Observasi Performance Guru Siklus 2 No Indikator Persentase
Capaian (%) 1 Menata bahan ajar yang akan diberikan selama
satu semester 75,0
2 Menata bahan ajar yang akan diberikan setiap kali
pertemuan 100
3 Memberikan pokok-pokok materi kepada siswa
yang akan diajarkan 100
4 Membuatkan rangkuman atas materi yang
diajarkan setiap kali pertemuan 100
5 Menetapkan materi-materi yang akan dibahas
secara bersama 75
6 Memberikan tugas kepada siswa terhadap materi tertentu yang akan dibahas secara mandiri
100
7 Membuatkan format penilaian atas penguasaan setiap materi
75
8 Menggunakan berbagai metode dalam penyampaian pembelajaran
100
9 Menggunakan berbagai media dalam pembelajaran 87,5 10 Menggunakan berbagai teknik dalam
pembelajaran 75
11 Memberikan motivasi atau menarik perhatian 75 12 Menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa 75 13 Mengingatkan kompetensi prasyarat 62,5 14 Memberikan stimulus 50 15 Memberikan petunjuk belajar 87,5 18 Menimbulkan penampilan siswa 50 17 Memberikan umpan balik 87,5 18 Menilai penampilan 62,5
Jumlah 1437,5 Rata-rata 79,86
8. Analisa dan Refleksi
d. Keaktifan Diskusi Siswa
Diskusi merupakan salah satu metode pembelajaran yang digunakan untuk
mengembangkan krativitas dan kemampuan komunikasi siswa. Hasil persentase
146
aspek untuk angket keaktifan diskusi siswa telah tercantum dalam Tabel 15.
Berdasarkan Tabel 15. persentase aspek untuk angket keaktifan diskusi siswa
berkisar antara 76 % - 78 % dengan persentase rata-rata aspek keaktifan diskusi
siswa sebesar 77,83 %. Hasil persentase menunjukkan peningkatan dibandingkan
pada siklus 1, peningkatan yang terjadi yaitu sebesar 2,18 %.
Persentase terbesar yaitu pada aspek menemukan sebab musabab yaitu
sebesar 78,81 %, sedangkan persentase terkecil pada aspek mencari pemecahan
masalah yaitu sebesar 76,31%. Siswa telah mampu untuk menemukan sebab
musabab dari suatu permasalahan yang ada, sebab musabab yang ada dapat
sebagai sumber untuk mencari suatu pemecahan dari suatu masalah yang ada.
Apabila siswa telah dapat menemukan sebab musabab dari suatu masalah, maka
siswa akan lebih mudah untuk mencari pemecahan dari masalah yang sedang
dihadapi.
Setiap aspek pada angket keaktifan diskusi diatas kemudian dijabarkan lebih
lanjut menjadi beberapa indikator. Setiap indikator yang ada kemudian dihitung
persentase capaiannya. Hasil persentase indikator untuk angket keaktifan diskusi
siklus 2 tercantum pada Tabel 15. Berdasarkan Tabel 15. dapat diketahui bahwa
persentase indikator angket keaktifan diskusi siswa pada siklus 2 berkisar antara
69,36% - 81,25%.
Persentase tertinggi dicapai oleh indicator ke 2 yaitu tentang memperdalam
masalah dari berbagai sumber. Sedangkan persentase terendah dicapai oleh
indikator ke-7 yaitu tentang mampu menganalisa masalah yang ada. Berdasarkan
hasil yang dicapai dari hasil angket, dapat diketahui bahwa siswa dapat
memperdalam masalah dari berbagai sumber, karena pada pembelajaran
menggunanakan sistem modul ini siswa dituntut untuk lebih bisa belajar secara
mandiri. Jadi, siswa harus dapat mencari pemecahan masalah dari sumber lain
baik sumber dari modul, buku, internet maupun dengan cara berdiskusi dengan
teman.
147
Gambar 9. Diagram Perubahan Persentase Indikator Angket Keaktifan Diskusi Siswa Siklus 1 dan Siklus 2
Berdasarkan Gambar 9. diatas dapat diketahui bahwa persentase skor
untuk indikator angket keaktifan diskusi siswa mengalami kenaikan. Kenaikan
yang terjadi cukup bervariasi untuk setiap indicator. Kenaikan ini terjadi pada
seluruh indikator yang ada. Kenaikan persentase terbesar dicapai oleh indikator
ke-2 yaitu tentang kemampuan siswa untuk memperdalam masalah dari berbagai
sumber, kenaikan yang terjadi sebesar 6,71%.
Adanya kenaikan yang terjadi menunjukkan bahwa dengan menggunakan
modul ini dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk dapat lebih memperdalam
materi dari berbagai sumber. Pembelajaran dengan menggunakan modul adalah
pembelajaran yang menuntut siswa untuk belajar secara mandiri. Melalui
pembelajaran modul siswa diberi kebebasan untuk memperdalam pemahaman
mereka tentang materi yang sedang mereka pelajari.
Usaha untuk memperdalam pemahaman materi bisa dilakukan dengan cara
mencari sumber belajara lain dan cara lain yaitu dengan cara diskusi. Diskusi
siswa dapat memperdalam materi dengan cara bertukar pendapat dengan teman
dalam kelompok diskusinya.
148
Tabel 17. merupakan tabel yang memuat mengenai hasil persentase
indikator observasi keaktifan diskusi siswa pada siklus 2. Berdarkan Tabel 17.
tersebut dapat diketahui bahwa persentase indikator observasi keaktifan diskusi
siswa berkisar antara 70,732% - 95,12% dengan rata-rata persentase sebesar 80%.
Persentase terbesar dicapai oleh indicator ke-7 yaitu tentang kemampuan siswa
untuk menganalisa masalah sebesar 95,12%.
Kemampuan siswa dalam menganalisa suatu masalah telah mengalami
peningkatan dibandingkan dengan siklus 1. Peningkatan yang terjadi merupakan
suatu dampak positif dari pembelajaran menggunakan modul. Pembelajaran
dengan menggunakan modul telah melatih siswa untuk menganalisa permasalahan
yang terjadi dan melatih siswa untuk mencari pemecahan dari permasalahan
tersebut.
Persentase paling kecil pada indikator ke-4 yaitu mengenai kemampuan
siswa untuk menyusun rangkuman. Persentase yang dicapai sebesar 70,73%.
Menyusun rangkuman merupakan suatu kebutuhan yang berbeda-beda bagi siswa.
sebagian siswa mungkin kurang perlu untuk menyusun rangkuman, sehingga
siswa tidak membuat rangkuman. Siswa yang meras tidak perlu membuat
rangkuman ini menganggap bahwa materi yang telah dijelaskan dalam modul
sudah cukup ringkas dan jelas, sehingga tidak perlu lagi untuk menyusun
rangkuman lagi.
Hasil persentase berdasarkan observasi berbeda dengan hasil persentase
berdasarkan angket keaktifan diskusi siswa. Berdasarkan pada hasil perhitungan
angket keaktifan diskusi siswa siklus 2, indikator ke-7 memiliki persentase
terendah yaitu sebesar 69,36%. Pembelajaran dengan menggunakan modul yang
terjadi dilapangan sebenarnya dapat mengaktifkan siswa dan meningkatkan
kemampuan siswa dalam menganalisa masalah yang ada. Pembelajaran
menggunakan modul pembelajaran yang disertai dengan kegiatan diskusi memacu
siswa untuk melakukan diskusi dengan teman dalam sekelompoknya untuk
menganalisa suatu masalah.
Apabila dibandingkan dengan persentase indikator observasi keaktifan
diskusi pada siklus 1, persentase keaktifan diskusi pada siklus 2 menunjukkan
149
adanya kenaikan persentase. Persentase indikator observasi pada siklus 1 hanya
mencapai 55,85%, sedangkan pada siklus 2 persentase rata-rata indikator
observasi keaktifan diskusi mencapai 80 %. Kenaikan persentase yang terjadi
merupakan suatu dampak dari penggunaan modul pembelajaran hasil penelitian
sebagai sumber belajar bagi siswa. Pelaksanaan pembelajaran menggunakan
modul pembelajaran hasil penelitian pada siklus 1 kurang memenuhi target.
Gambar 10. Grafik Perubahan Persentase Indikator Observasi Keaktifan Diskusi Siswa Siklus 1 dan Siklus 2
Gambar 10. menunjukkan grafuk peruabahan nilai observasi keaktifan
diskusi siswa pda siklus 1 dan siklus 2. Gambar 10. dapat terlihat bahwa nilai
yang dicapai pada siklus 2 sudah lebih bagus apabila dibandingkan dengan nilai
yang dicapai apada siklus 1.
Hasil yang tercapai dikarenakan pada saat pelaksanaan pembelajaran siswa
hanya diberi 1 modul untuk tiap kelompok, jadi beberapa siswa kurang dapat
mempelajari modul dengan sepenuhnya. Pada pelaksanaan tindakan 2 dilakukan
suatu perbaikan, dimana setiap siswa diberi modul pembelajaran hasil penelitian
satu per satu. Sehingga memudahkan siswa untuk dapat melakukan pembelajaran
secara mandiri.
Pada hakekatnya pembelajaran menggunakan modul pembelajaran
merupakan suatu system pembelajaran yang dilakukan secara mandiri oleh siswa.
siswa. setiap modul yang diberikan kepada siswa dapat dipelajari oleh siswa
tersebut secara mandiri. Mandiri disini diartikan siswa dapat belajar dengan
150
membaca sendiri modul yang sudah disediakan dan kemudian apabila ada hal-hal
yang belum dimengerti dan dipahami, siswa dapat mencari sumber yang lain,
misalnya dengan mencari buku-buku, mencari sumber dari internet, dan dapat
pula siswa melakukan diskusi dan bertukar pendapat dengan temannya. Apabila
siswa masih belum mengerti dan belum jelas dengan materi yang telah dijelaskan
di dalam modul, siswa dapat menyakannya kepada guru.
e. Kerjasama Siswa
Kerjasama merupakan sesuatu yang alami yang ada di dalam suatu
kelompok. Suatu kelompok akan berkembang dengan baik apabila pada anggota
kelompok tersebut memiliki kemampuan berkerja sama yang baik. Suatu kegiatan
diskusi akan dapat berjalan dengan baik apabila anggota kelompok tersebut dapat
bekerja sama dengan baik.
Persentase tentang aspek kerjasama tercantum dalam Tabel 18. Kerjasama
ada 2 aspek yaitu aspek interkasi/hubungan sosial dan aspek tentang kegiatan
yang harus dilakukan secara bersama-sama. Dari kedua aspek tersebut, aspek
interaksi/hubungan sosial memiliki persentase terbesar yaitu sebesar 78,92%.
Perolehan persentase aspek pada siklus 2 berlawanan dengan hasil pada
siklus 1. Perolehan pada siklus 2 menunjukkan bahwa interkasi/hubungan sosial
memiliki persentase paling besar yaitu sebesar 78,92%. Hasil pada aspek
mengindikasikan bahwa kemampuan siswa dalam berinteraksi dengan orang lain
mengalami peningkatan dengan adanya modul pembelajaran. Diskusi yang
dilaksanakan dengan menggunakan modul pembelajaran telah dapat melatih siswa
untuk dapat melakukan hubungan sosial dan berinteraksi dengan orang lain.
Aspek ke-2 mengenai kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama juga
mengalami peningkatan persentase menjadi 77,19 %. Peningkatan yang terjadi
merupakan suatu hasil yang menggembirakan karena siswa telah dapat melakukan
kerjasama dengan teman dalam kelompoknya, sehingga diskusi yang berlangsung
dalam kelompok dapat berlangsung dengan lebih baik.
Aspek pada angket kerjasama tersebut kemudian dijabarkan menjadi
beberapa indikator. Jumlah keseluruhan indikator pada angket kerjasama adalah
151
sejumlah 7 indikator. Hasil persentase capaian indikator untuk angket kerjasama
siswa dapat disimak pada Tabel 19. Berdasarkan Tabel 19. dapat diketahui bahwa
persentase indikator angket kerjasama siswa berkisar antara 75,81% - 79,73%
dengan persentase rata-rata sebesar 78,25%.
Sesuai hasil persentase pada Tabel 19, persentase terkecil dimiliki oleh
indikator ke-5 yaitu mengenai bekerja saling bergantung satu sama lain dengan
persentase sebesar 75,81%. Meski persentase yang dimiliki oleh indikator ke-7
yang paling kecil, tetapi persentase tersebut telah mencapai target yaitu sebesar
75%. Jadi, siswa telah memiliki kemampuan untuk saling bergantung satu sama
lain. Kegiatan kelompok memerlukan saling ketergantungan antar anggota
kelompok yang ada. Saling ketergantungan akan membuat kerjasama dalam suatu
kelompok menjadi lebih baik.
Sedangkan persentase terbesar dimiliki oleh indikator ke-5 sebesar
79,73% yaitu mengenai kemampuan untuk saling menggalang kerjasama dan
kekompakan antar anggota kelompok. Suatu kegiatan kelompok sangat
memerlukan adanya suatu kerjasama dari masing-masing anggota kelompoknya.
Kerjasama yang baik dalam suatu kelompok akan membuat kelompok tersebut
menjadi lebih kompak dalam memecahkan permasalahan yang sedang dihadapi.
Hasil persentase indikator untuk angket kerjasama siswa pada siklus 2 ini
telah mengalami kenaikan apabila dibandingkan dengan hasil persentase pada
siklus 1. Kenaikan yang terjadi adalah sebesar 4,28%. Untuk lebih mengamati
kenaikan persentase skor indikator angket kerjasama siswa siklus 1dan siklus 2
dapat dilihat pada gambar diagram berikut ini:
152
Gambar 11. Diagram Perubahan Persentase Indikator Angket Kerja Sama Siswa Siklus 1 dan Siklus 2
Berdasarkan Gambar 11. di atas dapat diketahui bahwa adanya kenaikan
persentase angket kerjasama siswa pada siklus 2. Kenaikan ini terjadi hampir pada
seluruh indikator yang ada. Sesuai Gambar 11. di atas, kenaikan terbesar dimiliki
oleh indikator ke-3 yaitu sebesar 7,77%.
Adanya kenaikan menunjukkan bahwa ada suatu dampak positif dari
pembelajaran menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian. Pembelajaran
menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian siswa disiapkan untuk menjadi
siswa yang lebih aktif dalam pembelajaran dan siswa harus dapat belajar secara
mandiri. Belajar yang dilakukan secara mandiri ini menuntut siswanya untuk
dapat melakukan kerjasama dengan orang lain. Suatu pembelajaran yang mandiri,
siswa dilatih untuk dapat bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil dan
otonom.
Pembelajaran menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian
melatih siswa untuk belajara secara mandiri di dalam suatu kelompok belajar.
Siswa dapat mempelajari modul yang telah disediakan. Apabila siswa ada yang
belum memahami dengan materi yang dijelaskan didalam modul, siswa dapat
mendiskusikan materi tersebut dengan teman dalam kelompoknya. Kegiatan
153
diskusi yang berlangsung akan lebih mengaktifkan kemampuan siswa untuk lebih
dapat belajar secara mandiri bersama teman.
Kegiatan diskusi dapat menimbulkan suatu kerjasama diantara para
anggota kelompok yang ada. Seperti yang telah dijelaskan oleh Johnson (2009:
166) yang mengemukakan bahwa “Kerjasama yang erat lahir terutama dari
komunikasi yang kuat diantara para anggota kelompok”. Sesuai dengan pendapat
dari Johnson tersebut, kerjasama bisa muncul dari adanya suatu komunikasi yang
baik dari anggota kelompok.
Suatu kelompok yang anggotanya memiliki kemampuan komunikasi
yang baik, maka akan memiliki kemampuan kerjasama yang baik pula.
Berdasarkan hasil pada siklus 2, dimana persentase indikator angket kerjasama
siswa yang telah mencapai target lebih dari 75%, hal ini menunjukkan bahwa
selain siswa memiliki kemempuan kerja sama yang baik , siswa juga memiliki
kemampuan berkomunikasi yang baik pula.
Hasil indikator untuk observasi kerjasama siswa siswa dapat dilihat
dalam Tabel 26. Berdasarkan Tabel 20. dapat diketahui bahwa kerjasama siswa
secara keseluruhan mengalami kenaikan persentase. Kenaikan terjadi hampir pada
seluruh indikator observasi. Berdasarkan Tabel 20. persentase capaian indikator
untuk observasi berkisar antara 60,98% - 92,68% dengan persentase rata-rata
sebesar 76,66%.
Persentase paling besar pada indikator pertama sebesar 92,68% yaitu
tentang menghargai orang lain. Kegiatan diskusi yang dilaksanakan dengan
menggunakan modul telah melatih siswa untuk lebih menghargai orang lain.
Sikap menghargai orang laing merupakan sikap yang harus dimiliki oleh setiap
orang, termasuk juga siswa. Siswa perlu untuk dididik lebih dini untuk dapat
bersikap menghargai orang lain. Sikap menghargai orang lain dapat dilatih
melalui kegiatan diskusi kelompok.
Kegiatn diskusi kelompok setiap siswa saling bertukar pendapat untuk
memecahkan suatu permasahan yang sedang dihadapi. Proses diskusi terkadang
tidak berjalan mulus, terkadang ada siswa yang tidak atau susah untuk menerima
154
pendapat dari orang lain, sehingga untuk itu setiap siswa hendaknya saling
menghargai satu sama lain demi kelangsungan kegiatan kelompok.
Persentase rata-rata pada siklus 2 ini mengalami kenaikan dibanding
dengan persentase rata-rata pada siklus 1. Kenaikan yang terjadi adalah sebesar
20,21%. Kenaikan persentase rata-rata ini merupakan suatu dampak positif dari
penggunaan modul pembelajran hasil penelitian sebagai sumber belajar bagi
siswa.
Gambar 12. Grafik Perubahan Persentase Indikator Observasi Kerjasama Siswa Siklus 1 dan Siklus 2
Grafik yang tergambar pada Gambar 12. menunjukkan bahwa secara
umum nilai observasi mengalami peningkatan nilai pada siklus 2. Peningkatan ini
menunjukkan bahwa pada siklus 2 terjadi peningkatan kerjasama siswa apabila
dibandingkan dengan siklus 1. Peningkatan persetase pada siklus 2 merupakan
suatu dampak positif dari penggunaan modul pembelajaran hasil penelitian.
berdasar hasil observasi pada siklus 2 menunjukkan bahwa penggunaan modul
pembelajaran hasil penelitian dapat meningkatkan kerjasama siswa dalam
kegiatan kelompok.
Penggunaan modul pembelajaran hasil penelitian telah menaikkan
kemampuan kerjasama siswa dalam pembelajaran. Penggunaan modul
pembelajaran merupakan salah satu jenis dari pembelajaran mandiri.
155
Pembelajaran mandiri merupakan pembelajaran yang mengharuskan siswa
memiliki pengetahuan dan keahlian tertentu.
Suatu pembelajaran yang mandiri menuntut siswa untuk dapat
melakukan hal-hal tertentu secara mandiri seperti mengambil tindakan membuat
keputusan sensiri, berpikir kreatif dan kritis dan bisa bekerja sama dengan orang
lain. Penggunaan modul yang merupakan salah satu dari pembelajaran mandiri,
telah dapat membuktikan bahwa pembelajaran modul ini dapat meningkatkan
kemampuan siswa untuk belajar mandiri melalui kegiatan diskusi kelompok. Hal
ini dapat diketahui berdasar hasil penelitian yan menunjukkan bahwa pada
pembelajaran modul ini dapat meningkatkan kemampuan kerjasama siswa,
dimana kerja sama ini merupakan suatu bagian dari pembelajaran mandiri.
f. Performance Guru
Guru merupakan seorang ahli yang bertanggung jawab terhadap mutu
pendidikan bagi siswa. Seorang guru memungkinkan siswa untuk tidak hanya
dapat mencapai standar nilai akademik secara nasional, akan tetapi juga harus
mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang penting yang bisa digunakan oleh
siswanya selama hidupnya.
Tabel 21. merupakan tabel yang menampilkan mengenai persentase
capaian aspek pada angket performance guru pada siklus 2. Berdasarkan pada
Tabel 21. dapat dilihat bahwa ada 3 aspek tentang performance guru, yaitu
strategi pengorganisasian pembelajaran, strategi penyampaian pembelajaran, dan
strategi pengelolaan pembelajaran. Persentase paling besar dari ketiga aspek
tersebut dicapai oleh aspek ke -3 yang menyatakan tentang strategi pengelolaan
kelas yaitu sebesar 76,22%.
Ketiga aspek performance guru tersebut dijabarkan lebih lanjut menjadi
indikator performance guru. Persentase indikator performance guru dapat disimak
pada Tabel 22. Berdasarkan Tabel 22. dapat diketahui bahwa persentase indikator
angket performance guru pada siklus 2 memiliki kisaran nilai 68,29% - 82,62%
dengan persentase rata-rata sebesar 76,41%.
Persentase tertinggi dimiliki oleh indikator ke-11 mengenai pemberian
motivasi kepada siswa dan menarik perhatian siswa. Indikator ke-11 memiliki
156
persentase sebesar 82,62%. Sedangkan untuk persentase terendah dimiliki oleh
indikator ke-6 mengenai pemberian tugas kepada siswa terhadap materi tertentu
yang akan dibahas secara mandiri. Indikator ini mencapai persentase sebesar
68,29%. Hasil persentase untuk performance guru pada siklus 2 menunjukkan
hasil yang meningkat dibandingkan dengan hasil persentase performance guru
pada siklus 1. Peningkatan yang terjadi adalah sebesar 6,269%.
Perubahan persentase capaian indicator angket performance guru siklus
2 apabila dibandingkan persentase capaian indikator angket performance guru
pada siklus 1 dapat dilihat pada gambar grafik berikut ini:
Gambar 13. Diagram Perubahan Persentase Indikator Angket Performance Guru Siklus 1 dan Siklus 2.
Berdasarkan Gambar 12. di atas dapat diketahui dengan jelas bahwa
ada perubahan persentase capaian indikator angket performance guru pada
siklus 2. Perubahan yang terjadi merupakan kenaikan persentase pada siklus 2
dibanding dengan siklus 1. Sesuai Gambar 13. di atas dapat dilihat bahwa
kenaikan terjadi pada seluruh indikator performance guru.
Kenaikan persentase paling besar dimiliki oleh indikator 11 mengenai
pemberian motivasi dan perhatin kepada siswa. Kenaikan yang terjadi sebesar
sebesar 9,45%. Kenaikan persentase yang terjadi menunjukkan bahwa dalam
157
pembelajaran guru sangat perlu untuk memberikan motivasi dan perhatian
kepada siswa. motivasi yang diberikan oleh guru merupakan suatu faktor yang
sangat penting untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran karena siswa
akan dapat belajar dengan sungguh-sungguh apabila siswa memiliki motivasi
yang tinggi.
Tabel 23. merupakan tabel yang memuat mengenai persentase capaian
indikator untuk observasi performance guru pada siklus 2. Persentase capaian
indikator observasi performance guru pada siklus 2 ini memiliki kisaran nilai
antara 50 % - 100 % dengan persentase rata-rata sebesar 79,86%.
Gambar 14. Grafik Perbandingan Persentase Capaian Indikator Observasi Performance Guru Siklus 1 dan Siklus 2
Pembelajaran yang dilaksanakan dengan menggunakan modul
pembelajaran hasil penelitian merupakan salah satu dari jenis pembelajaran
mandiri. Pembelajaran yang mandiri memungkinkan siswa untuk
mengembangkan pengetahuan dan keahlian. Pelaksanaan pembelajaran mandiri
menuntut dedikasi dari seorang guru. Guru dalam pembelajaran mandiri
selayaknya dapat memberikan pengalaman belajar yang dapat dimanfaatkan oleh
siswa mandiri untuk dapat menemukan cara kreatif yang menghubungkan
pengalaman belajar yang diperoleh di sekolah dengan kehidupan sehari-hari
siswa.
158
Pelaksanaan tindakan siklus 2 menunjukkan hasil yang cukup
memuaskan. Secara umum hasil yang diperoleh pada pelaksanaan tindakan 2
menunjukkan kenaikan persentase apabila dibandingkan dengan tahap pra siklus
dan siklus 1. Pada tahap siklus 1, meski telah digunakan modul pembelajaran hasil
penelitian sebagai sumber belajar bagi siswa, akan tetapi dalam pelaksanaannya
menunjukkan penurunan persentase apabila dibanding dengan tahap pra siklus.
Hasil yang ditunjukkan pada siklus 2 menunjukkan kenaikan persentase
capaian yang sudah mencapai target yaitu 75 % baik dari hasil angket maupun
dari observasi langsung di lapangan. Hal ini disebabkan karena siswa sudah mulai
beradaptasi dengan pembelajaran modul ini. Siswa sudah dapat melaksanakan
pembelajaran secara mandiri. Pelaksanaan pembelajaran pada siklus 2 ini setiap
siswa mendapatkan 1 buah modul, sehingga memudahkan bagi siswa untuk dapat
mempelajari modul yang ada secara mandiri.
c. Hasil wawancara guru.
Menurut wawancara yang telah dilakukan dengan guru mata pelajaran
yang bersangkutan, diperoleh hasil wawancara bahwa pembelajaran menggunakan
modul pembelajaran hasil penelitian telah berhasil meningkatkan kegiatan diskusi
kelompok di kelas X-6 SMA Batik Surakarta.
Guru belum pernah menggunakan modul hasil penelitian untuk
pembelajaran dikelas dan gur belum pernah menggunakan terasering sebagai
model untuk demonstrasi siswa. Guru juga bertanya kepada siswa mengenai
bagaimana kesan kesan siswa terhadap pembelajaran modul, dan siswa juga
menyatakan bahwa pembelajaran modul cukup bagus dan sangat mendukung
diskusi di kelas.
Guru juga berpendapat bahwa modul pembelajaran hasil penelitian juga
dapat digunakan untuk sumber belajar bagi siswa dan sebagai referensi bagi
siswa, terutama bagi siswa yang memiliki kemampuan yang lebih dibanding siswa
yang lain.
Setiap siswa memiliki semangat belajar dan motivasi belajar yang
berbeda-beda, terkadang ada siswa yang semangat belajarnya masih kurang,
sehingga perlu digunakan variasi metode dan metode diskusi dirasa dengan
159
menggunakan tersering merupakan salah satu alternative metode yang dapat
menumbuhkan semangat siswa untuk berdiskusi dan bekerjasama.
d. Hasil wawancara siswa
Siswa kelas X-6 SMA Batik Surakarta secara umum menyatakan bahwa
siswa merasa senang dengan pembelajaran menggunakan modul pembelajaran
hasil penelitian. Siswa tertarik dengan adanya modul pembelajaran hasil
penelitian karena materi yang ada di dalam modul cukup mudah untuk dipahami.
Siswa merasa mendapat materi baru yang sebelumnya tidak ada penjelasannya di
dalam buku pelajaran biasa. Siswa sangat tertaik dengan adanya modul karena
modul tersusun secara sistematis dan modul juga sudah inovatif. Siswa tertarik
dengan modul karena modul disertai gambar yang dapat memperjelas dalam
memahami materi dalam modul.
Siswa menyukai pembelajaran menggunakan modul karena penjelasan
yang ada dalam modul cukup mudah untuk dipelajari oleh siswa. siswa lebih
mudah menangkap materi yang dijelaskan dalam modul. Pembelajaran
menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian mengenai pelestarian
lingkungan sangat membantu siswa karena dengan modul tidak hanya belajar teori
saja, tapi ada hasil penelitian yang merupakan suatu hasil percobaan, dan siswa
tertarik dengan modul yang juga disertai dengan media terasering yang juga
digunakan untuk lebih memperjelas pemahaman siswa mengenai dampak erosi.
Siswa merasa senang dengan adanya modul karena pada saat
pembelajaran modul siswa juga diberi kesempatan untuk melakukan demonstrasi.
Demonstrasi yang dilakukan siswa ini menarik perhatian siswa sehingga siswa
dapat lebih tertarik untuk belajar Biologi.
Modul pembelajaran hasil penelitian memuat penjelasan singkat
mengenai hasil penelitian, sehingga siswa menjadi sesuatu yang baru bagi siswa.
siswa mendapatkan saran belajar yang baru sehingga menjadi lebih senang untuk
belajar dan tidak membosankan karena adanya modul lebih menarik untuk
dipelajari. Siswa merasa mendapat pengetahuan baru mengenai pelestarian
lingkungan. Pengetahuan mengenai pelestarian lingkungan sangat membantu bagi
160
siswa untuk lebih belajar mengenai lingkungan dan siswa menjadi memiliki
keinginan untuk melestarikan lingkungan.
Siswa menyatakan bahwa dengan adanya modul pembelajaran hasil
penelitian telah membangkitkan semangat siswa untuk melakukan diskusi dan
kerjasama dengan kelompok. Siswa berpendapat bahwa didalam modul telah
disertai dengan beberapa pertanyaan dan juga permasalahan yang kemudian
permasalahan tersebut harus diselesaikan secara bersama. Penyelesaian masalah
sangat memerlukan adanya suatu diskusi kelompok.
Siswa merasakan bahwa dengan adanya modul membuat pelaksanaan
diskusi menjadi lebih kompak dan kondusif apabila dibandingkan dengan tidak
menggunakan modul. Siswa mengatakan bahwa dengan modul semua anggota
kelompok dapat merumuskan bersama pemecahan masalah yang ada. Modul
sangat berguna untuk pelaksanaan diskusi di kelas. Siswa lebih menyukai diskusi
dengan menggunakan modul.
Modul pembelajaran hasil penelitian sangat mempermudak untuk
mengkoordinasi kelompok. Siswa menjadi lebih mudah untuk bekerja sama
dengan teman dalam kelompok. Setiap kelompok terdiri dari siswa yang
heterogen, sehingga dengan kerja sama yang baik akan mendapat 1 tujuan
bersama.
Berdasarkan hasil observasi dan evaluai pada siklus 2, dapat
disampaikan hasil sebagai berikut:
c. Optimalisasi penggunaan modul pembelajaran hasil penelitian dapat
meningkatkan keaktifan diskusi siswa dalam kegiatan kelompok.
d. Optimalisasi penggunaan modul pembelajaran hasil penelitian dapat
meningkatkan kerjasama siswa dalam kegiatan diskusi di dalam pembelajaran.
Suatu pembelajaran yang mandiri, siswa dapat melibatkan dan
mengaitkan bidang akademik dengan kehidupan sehari-hari mereka, cara yang
dapat dilakukan untuk dapat mengaitkan ini salah satunya dengan melakukan
tukar pendapat dengan orang-orang yang ada disekitarnya. Proses tukar pendapat
juga dapat terjadi di lingkungan sekolah (kelas) dengan suatu kegiatan yang
disebut diskusi kelompok.
161
Kegiatan diskusi kelompok dapat juga mengambil tindakan, bertanya,
membuat keputusan secara mandiri, berpikir kritis dan kreatif dan siswa dapat
bekerja sama dengan anggota kelompoknya. Berdasar hasil penelitian yang telah
dilakukan di SMA Batik 1 Surakarta, pembelajaran menggunakan modul hasil
penelitian dapat meningkatkan peran aktif siswa dalam pembelajaran.
Peran aktif siswa dapat diketahui dari kegiatan diskusi siswa dan dari
kerjasama siswa dalam kegiatan kelompok. Selama kegiatan diskusi kelompok
pada siklus 2, keaktifan diskusi siswa dan kerjasama siswa meningkat pesat dan
hal ini adalah salah satu dampak positif dari pembelajaran menggunakan modul
pembelajaran hasil penelitian.
162
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang upaya peningkatan kualitas
pembelajaran siswa melalui optimalisasi penggunaan modul hasil penelitian pada
proses pembelajaran siklus I dan siklus II di kelas X-6 SMA Batik 1 Surakarta
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Optimalisasi penggunaan modul pembelajaran hasil penelitian dapat
meningkatkan keaktifan berdiskusi siswa dan kerjasama siswa dalam
pembelajaran Biologi kelas X-6 SMA Batik 1 Surakarta pada pokok bahasan
Pelestarian Lingkungan.
2. Besar peningkatan keaktifan berdiskusi siswa dalam pembelajaran Biologi
pada pokok bahasan Pelestarian Lingkungan dari siklus I ke Siklus II adalah
3,81%.
3. Besar peningkatan kerja sama siswa dalam pembelajaran Biologi pada pokok
bahasan Pelestarian Lingkungan dari siklus I ke Siklus II adalah 4,27%.
B. IMPLIKASI
1. Implikasi Teoritis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar referensi dan
pengembangan penelitian lebih lanjut mengenai upaya meningkatkan kualitas
pembelajaran siswa terutama untuk meningkatkan keaktifan berdiskusi siswa dan
kerjasama siswa dalam pembelajaran di SMA Batik 1 Surakarta.
2. Implikasi Praktis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif bagi
guru dan sekolah untuk memilih model pembelajaran yang lebih variatif dan dapat
meningkatkan keaktifan diskusi siswa dan kerjasama siswa dalam pembelajaran
terutama dalam kegiatan kelompok. Keaktifan diskusi siswa dan kerjasama siswa
yang terlaksana dengan baik akan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.
163
C. SARAN
Beberapa saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan adalah:
1. Untuk mencapai kualitas pembelajaran yang baik dalam pembelajaran
optimalisasi penggunaan modul pembelajaran hasil penelitian diperlukan
persiapan untuk membuat penelitian yang sesuai dengan modul yang akan
dibuat.
2. Bagi pihak lain yang ingin menerapkan perangkat pembelajaran yang telah
dilakukan, sedapat mungkin terlebih dahulu dianalisis kembali untuk
disesuaikan penerapannya, terutama dalam hal alokasi waktu dan fasilitas
pendukung termasuk media pembelajaran.
3. Penggunaan modul hasil penelitian dalam pembelajaran memerlukan
persiapan yang matang dan waktu yang lama, oleh karena itu guru sebaiknya
mempersiapkan alat dan sumber pembelajaran dengan matang, serta penelitian
yang matang untuk membuat modul pembelajaran hasil penelitian.
4. Pelaksanaan pembelajaran menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian
hendaknya benar-benar menekankan pada aktivitas siswa dalam belajar,
sehingga pemahaman materi yang diharapkan dapat tercapai secara maksimal.
Semoga hasil penelitian ini dapat dilanjutkan oleh peneliti lain dengan
penelitian yang lebih relevan dan lebih mendalam serta dapat memberikan
manfaat dan sumbangan pemikiran bagi para pendidik.
164
DAFTAR PUSTAKA Aleart dan Sri Sumestri. 1991. Metoda Penelitian Air. Surabaya : Usaha Nasional. Alim, Sahirul. 1996. Menguak Keterpaduan Sains, Teknologi, dan Islam.
Yogyakarta: Dinamika. Anonim. 1999. Ensiklopedi Nasional Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Arikunto, Suharsimi. 2002. Dasar-dasar Evaluasi Pengajaran. Jakarta: Bumi
Aksara. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan dan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta. Griffis, Kathy dan Vandana Thadani , Joe Wise. 2008. “Making Authentic Data
Accesible: the Sensing the Environment Inquiry Module” Jornal of Biology Education. 42, 119-122.
Guntur Tarigan, Henry. 2008. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa. Gulo, W. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo. Hidayatullah, M. Furqon. 2009. Pengembangan Profesionalisme Guru (PPG).
Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 FKIP UNS Surakarta. Johnson, E.B. 2009. Contextual Teaching and Learning. Bandung: Mizan. Kartasapoetra. 1989. Kerusakan Tanah Pertanian dan Usaha Unutk
Merehabilitasinya. Jakarta: Bina Aksara. 1987. Kerusakan Tanah Pertanian dan Usaha Unutk Merehabilitasinya.
Jakarta: Bina Aksara. Kock, Heinz. 1981. Saya Guru Yang Baik?!. Yogyakarta: Yayasan Kanisius. Lexy J Moleong. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Remadja
Karya. Miles dan Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif : Buku Sumber Tentang
Metode-metode Baru. Jakarta : Universitas Indonesia Press. Mulyasa. 2006. Menjadi Guru Profesional. Bandung: RosdaKarya. Nasution, S. 2000. Didaktik Asas-Asas Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara.
165
. 2005. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Pearce, Roger.S. 2009. A Compulsory Bioethics Module for a Large Final Year Undergraduate Class.13, 19.
Popham, W.J, Eva L.Baker. 2003. Teknik Mengajar Secara Sistematis. Rineka
Cipta: Jakarta. Roestiyah N.K. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana Sriyono. 1992. Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA. Jakarta: Rineka Cipta. Sumantri, Mulyani dan H. Johar Permana. 2001. Strategi Belajar Mengajar.
Bandung: CV Maulana. Sunu, Pramudya. 2001. Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001.
Jakarta: Grasindo. Supardi. 1994. Lingkungan Hidup Kelestariannya. Bandung: Alumni. Sutopo, H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press. Suwarna. 2006. Pengajaran Mikro Pendekatan Praktis dalam Menyiapkan
Pendidik Profesional. Yogyakarta: Tiara Wacana. Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivitik.
Jakarta: Prestasi Pustaka. Uno, Hamzah. 2008. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengjar
Yang Kreatif Dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara. Wakhinudin. 2009. Metode Mengajar dalam http://wakhinuddin.wordpress.com/
2009/06/24/metode-mengajar-2/. Diakses tanggal 22 Desember 2009. Winkel, W.S. 2007. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Rosdakarya. Wiriaatmadja, Rochiati. 2006. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung:
Remaja Rosda karya. Zaini, Hisyam. 2008. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Insan Madani.
166
Zul. 2007. Didaktika Mengajar dalam http://www.rumahzul.com/2007/11/ didaktika-3/. Diakses tanggal 22 Desember 2009.
Top Related