UJI EFEKTIVITAS KITOSAN MIKROKRISTALIN SEBAGAI
ALTERNATIF ZAT-ANTIBAKTERI ALAMI
DALAM MOUTHWASH
AHMAD ZAHID
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
RINGKASAN
AHMAD ZAHID C34070091. Uji Efektivitas Kitosan Mikrokristalin Sebagai
Alternatif Zat-Antibakteri Alami Dalam Mouthwash. Dibimbing oleh BUSTAMI
IBRAHIM dan PIPIH SUPTIJAH.
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menyebutkan, penyakit
gigi dan mulut menduduki urutan pertama dengan jumlah 60 persen dari
10 penyakit terbanyak yang diderita masyarakat. Tingginya angka permasalahan
tersebut tidak dapat dianggap remeh. Oleh karena itu perlu adanya suatu aktifitas
guna menjaga kebersihan serta kesehatan gigi dan mulut. Salah satu cara yang
banyak dilakukan dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut dilakukan secara
mekanis. Akan tetapi cara ini ternyata kurang efektif, cara pemeliharaan
kebersihan gigi dan mulut yang efektif ialah dengan cara berkumur menggunakan
mouthwash. Akan tetapi kandungan antiseptik dalam obat kumur dewasa ini
diduga dapat berefek karsinogenik. Melihat dari permasalahan tersebut perlunya
mencari alternatif zat anti-bakteri yang alami serta aman dalam pemanfaatannya.
Salah satu zat anti bakteri tersebut adalah kitosan. Meskipun kitosan memiliki
sifat fungsional yang terbukti dapat diaplikasikan, polimer kitosan memiliki
kelemahan dalam aplikasi in vivo. Oleh karena itu salah satu terobosan yang
dilakukan adalah dengan memodifikasi kitosan menjadi kitosan mikrokristalin
sehingga efektivitas serta aplikasi kitosan tersebut dapat berjalan optimal.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan efektifitas anti bakteri
terbaik kitosan mikrokristalin dalam mouthwash. Selain itu, penelitian ini juga
bertujuan untuk membandingkan kemampuan antibakteri mouthwash berbahan
kitosan mikrokristalin dengan produk obat kumur komersial
Kitosan komersil penelitian ini berasal dari CV. Dinar Tanggerang Banten.
Kitosan komersil yang digunakan mengandung air sebesar 4%, nitrogen sebesar
1,33%,abu sebesar 0,21%, dan derajat deasetilasi sebesar 80%. Hasil modifikasi
kitosan menjadi kitosan mikrokristalin dengan metode presipitasi menghasilkan
kitosan dengan ukuran partikel berkisar dari 0,6-6µm dengan karakteristik mutu
kitosan mikrokristalin yaitu kadar air sebesar 3,92%, abu sebesar 4%, nitrogen
1,4%, derajat deasetilasi 88,66% dan rendemen sebesar 50%.
Perbedaan karakteristik gigi probandus dalam penelitian ini diketahui tidak
memiliki pengaruh yang nyata dengan selang kepercayaan 95%. Sedangkan untuk
jumlah TPC rongga gigi dan mulut setelah berkumur dengan mouthwash kitosan
mikrokristalin 0% (kontrol negatif), 0,5%, 1%, 1,5%, dan kontrol positif pada jam
ke-0, jam ke-4 dan jam ke-8 memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
nilai TPC rongga gigi dan mulut dengan selang kepercayaan 95%. Mouthwash
kitosan mikrokristalin 0,5%, 1%, dan 1,5% memiliki nilai efektifitas penurunan
nilai TPC terbaik dibandingkan dari hasil berkumur dengan mouthwash
pembanding kontrol posistif.
UJI EFEKTIVITAS KITOSAN MIKROKRISTALIN SEBAGAI
ALTERNATIF ZAT-ANTIBAKTERI ALAMI
DALAM MOUTHWASH
AHMAD ZAHID
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Uji Efektivitas
Kitosan Mikrokristalin Sebagai Alternatif Zat-Antibakteri Alami Dalam
Mouthwash” belum pernah diajukan pada perguruan tinggi lain atau lembaga lain
manapun untuk tujuan memperoleh gelar akademik tertentu. Saya juga
menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar hasil karya sendiri dan tidak
mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain
kecuali bahan sebagai rujukan yang dinyatakan dalam naskah.
Bogor, Februari 2012
Ahmad Zahid
C34070091
Judul : Uji Efektivitas Kitosan Mikrokristalin Sebagai Alternatif
Zat-Antibakteri Alternatif Alami dalam Mouthwash
Nama : Ahmad Zahid
NIM : C34070091
Program Sarjana : Teknologi Hasil Perairan
Menyetujui,
Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2
Dr. Ir Bustami Ibrahim, M.Sc Dr. Dra. Pipih Suptijah, MBA
NIP. 19611101 198703 1 002 NIP.19531020 198503 2 001
Mengetahui:
Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan
Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhil.
NIP. 19580511 198503 1 002
Disahkan Tanggal :................................
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 31 Januari
1990. Penulis merupakan anak kedua dari empat
bersaudara pasangan Soekiman Sarbani dan Sudiartati.
Penulis memulai jenjang pendidikan formal di TK
Nurul Islam Jakarta Selatan (1994-1995), SDN 07 Pagi
Lenteng Agung Jakarta Selatan (1995-2001), SMPN
242 Jakarta (2001-2004), SMAN 109 Jakarta (2004-
2007), dan pada Tahun 2007 penulis diterima di Institut
Pertanian Bogor di Fakultas Perikanan Ilmu Kelautan, Departemen Teknologi
Hasil Perairan melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru).
Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai organisasi
kemahasiswaan antara lain Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia
(KAMMI) 2008-2009, Reporter Majalah EMULSI 2008-2009, Dewan Perwakilan
Mahasiswa FPIK sebagai sekertaris umum periode 2008-2009, Ketua Dewan
Perwakilan Mahasiswa FPIK periode 2009-2010. Penulis aktif menjadi panitia
dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan di Institut Pertanian Bogor. Penulis juga
aktif menjadi asisten praktikum beberapa mata kuliah, di antaranya Pendidikan
Agama Islam (2010), dan Teknologi Pengembangan Kitin dan Kitosan (2011).
Tahun 2011 penulis menjadi finalis PEKAN ILMIAH MAHASISWA
NASIONAL XXIV (PIMNAS XXIV) yang diselenggarakan DIKTI di
Universitas Hasanudin Makasar pada Lomba Program Kreativitas Mahasiswa
Penelitian (PKMP) dengan Judul ”Efektivitas kitosan mikrokristalin dari
cangkang rajungan dalam mouthwash untuk meminimalisasi kasus
periodental disease pada remaja”.
Tahun 2010, penulis melaksanakan praktek kerja lapang (PKL) dengan
judul laporan “Analisis Bahaya, Identifikasi dan Pengawasan CCP pada
proses Pengalengan Rajungan (Portunus pelagicus) di PT Rajungan Sapta
Nusa, Indramayu – Jawa Barat”. Tugas akhir dalam pendidikan tinggi
diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul “Uji Efektivitas Kitosan
Mikrokristalin Sebagai Alternatif Zat-Antibakteri Alami dalam
Mouthwash”.
KATA PENGANTAR
Ucapan syukur penulis panjatkan ke hadirat ALLAH SWT, atas karunia-
Nya yang berlimpah, yang membuat penulis sanggup menyelesaikan usulan
penelitian yang berjudul “Uji Efektivitas Kitosan Mikrokristalin Sebagai
Alternatif Zat-Antibakteri Alami dalam Mouthwash”.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana
Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini, terutama kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc sebagai dosen pembimbing pertama
yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penelitian dan
penyusunan skripsi ini.
2. Ibu Dr. Dra. Pipih Suptijah MBA sebagai dosen pembimbing kedua yang
telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.
3. Bapak Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl.-Biol sebagai Ketua Program Studi
Departemen Teknologi Hasil Perairan dan juga dosen penguji yang telah
banyak memberikan saran kepada Penulis.
4. Alm. Ibu Ir. Anna C Erungan, MS selaku dosen pembimbing akademik
selama Penulis menuntut ilmu pada Departemen Teknologi Hasil Perairan.
5. Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhil selaku Ketua Departemen
Teknologi Hasil Perairan.
6. Keluarga terutama Abi dan Ummiku yang selalu memberikan doa,
semangat dan cinta kepada Penulis.
7. Sahabat-sahabatku tercinta K.Muta, K.Age, K.Dwi, K.Hanif, dan
K.Rahmat yang telah banyak memberikan pengalaman hidup serta doanya
kepada penulis.
8. Bu Ema dan Mbak Dini, Yuli, Ikma, Suhana, dan Yoga yang telah banyak
membantu Penulis dalam menyelesaikan penelitian.
9. Ria, Medal, Nani, Gufron, Mega, Putri, Fipo, Puspa, Sisi, Nurina, Zulfa,
dan Nita yang telah banyak memberi semangat, doa dan kekuatan pada
Penulis.
10. Mila, Didi, Idris, Taufik, Nanda, Sabri, Azwin dan semua teman-teman
THP 44 yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas dukungan dalam
peyelesaikan skripsi ini.
11. Adik-adikku tercinta Aksar, Intan, Wina, Nurul, Riana, Raudoh, Zahidah,
Hilda serta semua adik-adik THP 45 dan THP 46 yang tidak dapat
disebutkan satu per satu atas dukungan dalam peyelesaikan skripsi ini.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah banyak
membantu Penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh
karena itu, Penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun dalam
penyempurnaan penyusunan skripsi ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi
pihak yang membutuhkan.
Bogor, Februari 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ................................................................................................ vi
DAFTAR TABEL......................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... x
1 PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Tujuan ........................................................................................... 3
2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 4
2.1 Kitin dan Kitosan ............................................................................. 4
2.1.1 Sifat-sifat kitosan ................................................................. 5
2.1.2 Kitosan mikrokristalin .......................................................... 6
2.1.3 Kitosan dan kegunaannya .................................................... 7
2.1.4 Karakteristik kitosan sebagai antimikroba ........................... 9
2.2 Mouthwash ....................................................................................... 10
2.3 Jenis-Jenis Bakteri Mulut dan Gigi .................................................. 10
3 METODOLOGI ...................................................................................... 11
3.1 Waktu dan Tempat ............................................................................ 11
3.2 Bahan dan Alat .................................................................................. 11
3.3 Tahapan Penelitian ............................................................................ 12
3.3.1 Tahap penelitian pendahuluan .............................................. 12
3.3.2 Tahapan penelitian utama ..................................................... 12
3.4 Analisis Penelitian ............................................................................ 14
3.4.1 Analisis pengukuran rendemen ............................................ 14
3.4.2 Analisis kadar air .................................................................. 14
3.4.3 Analisis kadar mineral .......................................................... 14
3.4.4 Analisis kadar protein ........................................................... 15
3.4.5 Analisis SEM (Scanning Electron Microscopy) ................... 16
3.4.4 Analisis pengukuran derajat deasetilasi ................................ 16
3.4.5 Analisis mikrobiologi TPC (Total Plate Count)................... 17
3.5 Rancangan Percobaan dan Analisis Data .......................................... 19
4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 20
4.1 Penelitian Pendahuluan .................................................................... 20
4.1.1 Identifikasi kitosan komersil ................................................ 20
4.2 Penelitian Utama ............................................................................... 24
3.4.1 Karakteristik kitosan mikrokristalin ..................................... 24
3.4.2 Hasil analisis FTIR (Fourier Transform Infra Red) ............. 25
3.4.3 Hasil analisis SEM (Scanning Electron Microscopy) .......... 27
3.4.4 Hasil analisis mikrobiologi (TPC) rongga mulut dan gigi ... 28
5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 32
5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 32
5.2 Saran ................................................................................................. 32
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 33
LAMPIRAN ................................................................................................ 38
.
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1 Analisis proksimat kitosan komersil.............................................. 22
2 Analisis proksimat kitosan mikrokristalin ..................................... 25
3 Karakteristik gugus fungsi dari kitosan ......................................... 27
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1 Struktur molekul kitin kitosan ....................................................... 4
2 Diagram alir penelitian utama ....................................................... 13
3 Kitosan komersil ............................................................................ 21
4 Spektrum FTIR kitosan mikrokristalin .......................................... 26
5 Hasil scanning electron microscopy dari kitosan mikroristalin .... 27
6 Grafik nilai TPC probandus 1 (gigi tidak berlubang) dan
probandus 2 (gigi berlubang) pada taraf waktu pengambilan
dan konsentrasi mouthwash kitosan mikrokristalin ....................... 29
7 Nilai rata-rata TPC rongga ggi dan mulut pada setiap taraf
Interaksi konsentrasi dan waktu pengambilan sampel .................. 30
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1 Perhitungan analisis proksimat ........................................................ 38
2a Analisis ragam analisa TPC rongga gigi dan mulut
hasil berkumur dengan mouthwash kitosan mikrokristalin ............. 42
2b Uji lanjut duncan interaksi konsentrasi dan waktu .......................... 42
3 Data hasil perhitungan DD (Derajat Deasetilasi) ............................ 45
4 Data hasil analisis TPC (Total Plate Count) ................................... 46
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang dilakukan Depkes
menyebutkan, penyakit gigi dan mulut menduduki urutan pertama dengan jumlah
60 persen dari 10 penyakit terbanyak yang diderita masyarakat (Malik 2008).
Selain itu berdasarkan hasil riset kesehatan dasar nasional yang dilakukan
Departemen Kesehatan pada tahun 2007 diketahui bahwa prevalensi nasional
masalah gigi-mulut sebesar 23,5%, prevalensi nasional karies aktif adalah
43,4%. Penduduk dengan masalah gigi-mulut dan menerima perawatan atau
pengobatan dari tenaga kesehatan gigi adalah 29,6% dan 21,05% permasalahan
gigi dan mulut tersebut diderita pada golongan usia 10-24 tahun atau dapat
dikategorikan sebagai remaja.
Tingginya angka permasalahan kesehatan gigi dan mulut tidak dapat
dianggap remeh. Menurut ketua umum PDGI, drg Emir M Muis mennyampaikan
bahwa menjaga kesehatan mulut dan gigi berarti juga menjaga seluruh kesehatan
tubuh, karenakan gigi yang tidak sehat atau pada umumnya berlubang sangat mudah
terjangkit kuman dan bakteri yang kemudian apabila menembus ke pembuluh darah
dapat menggumpal di jantung (Malik 2008).
Fakta lain membuktikan bahwa keluhan penyakit gigi juga berdampak
terhadap produktivitas si penderita. Keluhan sakit gigi berakibat seseorang tidak
masuk kerja atau pergi ke sekolah. Gangguan tersebut rata-rata 3,86 hari dengan
kisaran berhenti berakitivitas antara 2,5 hari hingga 5,28 hari.
Tahun 2002 International Dental Journal melansir data bahwa di banyak
negara penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit keempat termahal dalam
biaya penyembuhannya. Pengobatan penyakit gigi berlubang berdasarkan data
tersebut membutuhkan biaya hingga 3.513 dolar AS per 1.000 orang anak. Jumlah
anggaran tersebut melebihi anggaran kesehatan yang diperuntukan bagi anak-anak
di negara-negara terendah pendapatan per kapitanya (Decha care 2008).
Oleh karena itu perlu adanya suatu aktifitas guna menjaga kebersihan serta
kesehatan gigi dan mulut. Sebelum ditemukan bahan-bahan kimia khususnya anti-
septik, cara yang dilakukan dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut dilakukan
secara mekanik (Addy 1986). Akan tetapi cara ini ternyata kurang efektif dalam
2
membersihkan kondisi gigi, karena cara ini tidak mungkin dilakukan secara
sempurna pada tiap individu karena adanya beberapa faktor misalnya letak gigi
yang berjejal.
Salah satu cara pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut yang efektif ialah
dengan cara berkumur menggunakan obat kumur (mouthwash). Penggunaan obat
kumur sangat efektif karena kemampuannya menjangkau tempat yang sulit
dibersihkan dengan sikat gigi dan dapat merusak pembentukan plak. Penggunaan
bahan kimia untuk mencegah pembentukan plak gigi karena efek
antimikrobialnya, diantaranya adalah dengan bahan yang mengandung antibakteri
(Widodo 1980).
Akan tetapi penggunaan antiseptik dalam obat kumur dewasa ini diduga
dapat berefek karsinogenik terhadap penggunanya. Hal ini didukung dari hasil
penelitian Profesor. McCullough dan Farah dalam Australian of Dental Journal
(2008) yang menyatakan bahwa pemakaian mouthwash dangan kandungan anti-
septik berupa alkohol dapat memicu terjadinya kanker mulut.
Melihat dari permasalahan tersebut perlunya mencari alternatif anti-septik
dan anti-bakteri yang alami serta aman dalam pemanfaatannya. Salah satu zat anti
bakteri yang alami, aman serta berlimpah kesediannya dialam adalah kitosan.
Kitosan merupakan polimer glukosamin yang memiliki banyak manfaat
serta aplikasi. Salah satu bentuk pemanfaatan dan aplikasi kitosan adalah dalam
bidang farmasi sebagai zat antibakteri. Kemampuan anti bakteri kitosan
diakibatkan terdapatnya gugus NH3 glukosamin yang mampu berinteraksi dengan
permukaaan sel bakteri yang bermuatan negatif. (Eldin et al. 2008). Meskipun
kitosan memiliki sifat fungsional yang terbukti dapat diaplikasikan, polimer
kitosan memiliki bobot dan viskositas tinggi, sehingga memiliki kelemahan dalam
aplikasi in vivo.
Oleh karena itu salah satu terobosan yang dilakukan adalah dengan
memodifikasi kitosan menjadi kitosan mikrokristalin sehingga efektivitas serta
aplikasi kitosan tersebut dapat berjalan optimal.
3
1.2 Tujuan
Penelitian yang berjudul “Uji Efektivitas Kitosan Mikrokristalin Sebagai
Alternatif Zat-Antibakteri Alami Dalam Mouthwash” ini bertujuan untuk
1. Menentukan efektifitas anti bakteri terbaik kitosan mikrokristalin dalam
mouthwash.
2. Membandingkan kemampuan antibakteri mouthwash berbahan kitosan
mikrokristalin dengan produk obat kumur komersial
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kitin dan Kitosan
Kitosan adalah produk alami turunan dari kitin, polisakarida yang
ditemukan dalam eksoskleton krustacea misalnya udang, rajungan, dan kepiting.
Secara kimiawi, kitosan adalah sellulosa seperti serat tanaman yang mempunyai
sifat-sifat sebagai serat tetapi memiliki kemampuan untuk mengikat lemak seperti
busa penyerap lemak dalam saluran pencernaan. Sebagai serat tanaman kitosan
tidak dapat dicerna, oleh karena itu tidak bernilai kalori tetapi kitosan dapat
difungsikan sebagai penyerap dan pengikat lemak sehingga menimbulkan
turunnya berat badan, mencegah dan menghambat LDL dan meningkatkan HDL.
Kitosan bersifat antacid (menyerap zat racun), mencegah plak dan
kerusakan gigi, membantu mengontrol tekanan darah, membantu menjaga
pengkayaan kalsium (Ca) atau memperkuat tulang, dan bersifat anti tumor
(Shahidi 1999). Dalam tiga dekade terakhir kitosan digunakan dalam proses
detoksifikasi air. Apabila kitosan disebarkan diatas permukaan air, mampu
menyerap lemak, minyak, logam berat, dan zat yang berpotensi sebagai toksik
lainnya (Kumar 1998). Berikut struktur molekul kitin dan kitosan disajikan dalam
Gambar 1.
Gambar 1. Struktur molekul kitin (a), kitosan (b). Suptijah (1992)
Kitosan merupakan polimer linear yang tersusun oleh
2000-3000 monomer N-asetil-D-glukosamin dalam ikatan β-(1-4), tidak toksik
dengan LD50 setara dengan 16 g/kg BB dan mempunyai berat molekul 800 Kda.
Berat molekul ini tergantung dari derajat deasetilasi yang dihasilkan pada saat
ekstraksi. Semakin banyak gugus asetil yang hilang dari biopolimer kitosan, maka
(a) (b)
5
semakin kuat interaksi antar ion dan ikatan hidrogen dari kitosan
(Tang et al. 2007).
Proses deasetilasi merupakan suatu tahapan yang bertujuan untuk
menghilangan gugus asetil dari kitin menjadi kitosan yang dapat dilakukan
dengan proses kimiawi dan enzimatis. Secara kimiawi dilakukan dengan
penambahan NaOH sedangkan deasetilasi secara enzimatis menggunakan enzim
kitin deasetilase (Chang et al. 1997). Deasetilasi kitin akan menghilangkan
gugus asetil dan menyisakan gugus amino yang bermuatan positif sehingga
kitosan bersifat polikationik. Adanya gugus reaktif amino pada C-2 dan gugus
hidroksil pada C-3 dan C-6 pada kitosan menyebabkan kitosan memiliki
kemampuan sebagai pengawet dan penstabil warna, sebagai floculant dan
membantu proses reverse osmosis dalam penjernihan air, sebagai aditif untuk
produk agrokimia dan pengawet benih (Shahidi et al. 1999).
2.1.2 Sifat-sifat kitosan
Kitosan adalah polimer glukosamin yang larut dalam asam tetapi tidak
larut asam sulfat pada suhu kamar, juga tidak larut dalam pelarut organik tetapi
larut baik dalam pelarut dengan suasana asam. Pelarut kitosan yang baik adalah
asam format dengan konsentrasi 0,2% sampai pekat, namun demikian kitosan
sering dipakai dengan dilarutkan terlebih dahulu pada asam asetat
(Filer and Wirik 1978). Menurut Knorr (1984) berat molekul kitosan tergantung
dari degradasi yang terjadi pada proses pembuatan kitosan.
Kitosan mempunyai sifat mudah mengalami degradasi secara biologis,
tidak beracun, mempunyai berat molekul yang tinggi, tidak larut pada pH 6,5
berat molekul rata-rata 120.000 Dalton (Protan Laboratories 1987).
Menurut Knorr (1982), kitosan mempunyai gugus amino bebas sebagai
polikationik, pengkelat dan pembentuk dispersi dalam larutan asam asetat.
Ornum (1992), menambahkan bahwa gugus amino bebas inilah yang banyak
memberikan kegunaan pada kitosan. Bila dilarutkan dalam asam, kitosan akan
menjadi polimer kationik dengan struktur linier sehingga dapat digunakan dalam
proses flokulasi, pembentuk film atau imobilisasi dalam beberapa agen biologi
termasuk enzim. Bought (1975) menambahkan bahwa karakter kitosan sebagai
6
polielektrolit dapat digunakan untuk bahan pengkoagulan limbah secara fisika dan
kimia. Hirano (1989) mengemukakan kelebihan kitin dan kitosan yaitu:
(1) Merupakan komponen utama biomasa dari kulit udang.
(2) Merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui.
(3) Merupakan senyawa biopolimer yang dapat terdegradasi dan tidak mencemari
lingkungan.
(4) Tidak bersifat toksik (LD50 16 gram per kg berat badan tikus).
(5) Konformasi molekulnya dapat dirubah.
(6) Mempunyai fungsi biologis.
(7) Dapat membentuk gel, koloid dan film.
(8) Mengandung gugus amino dan gugus hidroksil yang dapat dimodifikasi.
Kitosan merupakan kerangka heksosa yang memiliki gugus amin
bermuatan, sehingga menunjukan sifat yang unik yaitu bermuatan positif,
berlainan dengan polisakarida alam lainnya yang bermuatan negatif atau netral.
Boddu et al. (1999) menyatakan bahwa muatan positif pada polimer kitosan
mengakibatkan afinitas atau daya tarik menarik yang sangat baik dengan suspensi
dalam cairan selulosa dan polimer glikoprotein.
Mengingat banyak bahan memiliki gugus negatif seperti protein, anion
polisakarida, asam nukleat, dan lain-lain. Maka gugus kitosan berpengaruh kuat
dengan gugus negatif sehingga membentuk ion netral (Sanford 1989). Kekuatan
ion berpengaruh terhadap struktur kitosan dengan kata lain peningkatan kekuatan
ion meningkatkan sifat kekakuan matriks kitosan, daya gembung dan ukuran pori-
pori matriks. Sementara porositas granula dari kitosan berpengaruh terhadap
peningkatan keaktifan grup grup amino terhadap kitosan (Suhartono 2000).
2.2.2 Kitosan Mikrokristalin
Kitosan mikrokristalin merupakan biopolimer hasil modifikasi kitosan
dengan karakteristik tingkat kristal yang tinggi dan dapat dibentuk menurut skala
besar molekulnya melalui berbagai metode. Menurut Struszczyk dan Kivekäs
dalam Säkkinen (2003) kitosan mikrokristalin telah banyak dipelajari dan
diaplikasikan kedalam beberapa bentuk aplikasi yang diantaraya berfungsi sebagai
devirat obat-obatan serta dalam formulasi menurunkan kolesterol.
7
Kitosan mikrokristalin secara khusus memiliki manfaat sebagai media obat
atau zat aktif. Sebagai tingkatan kristal yang tinggi dalam kitosan, salah satu
karakteristik yang dimiliki kitosan mikrokristalin berupa kemampuan
kapasitasnya yang tinggi dalam mempertahankan air. Karakteristik ini
menguntungkan dalam hal pengembangan formulasi lepas lambat karena dapat
memfasilitasi pembentukan gel yang akan mengontrol pelepasan obat.
Kemampuan Mikrokristalin kitosan untuk membentuk ikatan hidrogen secara
teoritis dapat menghasilkan mukoadhesion efisien dengan kitosan mikrokristalin.
Sifat-sifat yang dimiliki mikrokristalin kitosan disebutkan membuatnya sangat
menarik untuk studi sebagai hidrofilik tingkat media zat aktif dalam
mengendalikan pelepasan obat dari formulasi yang juga dimaksudkan untuk
mukoadhesif dalam perut. (Säkkinen et al. 2003).
2.2.3 Kitosan dan kegunaannya.
Kitosan mempunyai bentuk spesifik mengandung gugus amin dalam rantai
karbonnya yang bermuatan positif, sehingga dalam keadaan cair sensitif terhadap
kekuatan ion tinggi, daya repulsif antara fungsi amin menurun sesuai dengan
fleksibilitas rantai kitosan dan pendekatannya dalam ruang distabilkan oleh ikatan
hidrogen di dalam dan di luar rantai (Sanford 1989), artinya kitosan dalam bentuk
polimer memanjang mempunyai daya repulsif yang menurun dibanding kitosan
yang bentuk polimernya menggulung.
Kitosan dapat digunakan dalam berbagai bidang diantaranya :
(1) Klarifikasi pada limbah pengolahan industri buah, pengolahan wine dan
minuman beralkohol, penjernihan air minum, penjernihan kolam renang,
penjernihan zat warna dan penjernihan tanin.
(2) Pertanian untuk pelapis biji-bijian dan enkapsulasi.
(3) Biomedik untuk menurunkan kadar kolesterol, mempercepat penyembuhan
luka dan dapat digunakan sebagai lensa kontak.
(4) Pengembalian protein dalam mengendapkan bahan-bahan protein dari limbah
industri.
(5) Detoksifikasi limbah industri untuk menghilangkan logam-logam berbahaya
dan bahan kimia berbahaya lainnya.
8
(6) Kitosan mempunyai bentuk spesifik mengandung gugus amin dalam rantai
karbonnya, dalam fotografi berfungsi sebagai pengikat film dan melindungi
film dari kerusakan.
(7) Bioteknologi untuk proses pembuatan enzim teramobilisasi, pembentuk
senyawa kompleks dengan protein (Shahidi et al. 1999).
Penggunan kitosan begitu meluas karena karakteristik kationiknya yakni
mempunyai muatan listrik positif unik. Disamping itu, sifat-sifat kimia yang lain
juga sangat menunjang penggunaannya. Karena kitosan merupakan hasil sintesis
senyawa alami dan bukan dari bahan kimia sintetik, maka keamanan penggunaan
kitosan dapat dijamin.
Kitosan memiliki gugus fungsional amina (–NH2) yang bermuatan positif
yang sangat reaktif, sehingga mampu berikatan dengan dinding sel bakteri yang
bermuatan negatif. Selain itu kitosan memiliki struktur yang menyerupai dengan
peptidoglikan yang merupakan struktur penyusun 90% dinding sel bakteri Gram
positif (Ermawati et al. 2009). Bakteri gram positif merupakan jenis bakteri yang
mengawali terjadinya kolonisasi pada plak gigi. Bakteri ini, seperti Actinomyces
viscosus dan Streptococcus sanguis melekat melalui adhesin, yakni molekul
spesifik yang terdapat pada permukaan sel bakteri (Litsgarten 2000).
Bakteri Gram positif akan memanfaatkan oksigen dan mengurangi jumlah
oksigen secara signifikan pada wilayah tersebut sehingga terjadi transisi
kolonisasi menjadi bakteri Gram negatif yang bersifat anaerob atau
mikroaerofilik. Karena strukturnya yang serupa, kitosan dapat menjadi kompetitor
potensial bagi bakteri Gram positif untuk dapat melekat di permukaan gigi. Oleh
sebab itu beberapa penelitian dilakukan dengan memanfaatkan sifat fungsional
kitosan menjadi bentuk sediaan aplikatif untuk menghambat bakteri gigi dan
mulut berupa zat antibakteri dalam obat kumur. Kitosan juga berguna dalam
industri (Suptijah et al. 1992):
(1) Kertas dan tekstil sebagai zat aditif.
(2) Pembungkus makanan berupa film khusus.
(3) Metalurgi sebagai absorben untuk ion-ion metal.
(4) Kulit sebagai perekat.
(5) Photografi.
9
(6) Cat, sebagai koagulan, pensuspensi dan flokulan.
(7) Makanan sebagai aditif dan penghasil protein sel tunggal.
2.1.3 Karakteristik kitosan sebagai antimikroba
Kitosan dan turunannya telah banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang
misalnya dalam bidang pangan, mikrobiologi, pertanian farmasi, dan sebagainya.
Kitosan memiliki banyak keunggulan, diantaranya memiliki struktur yang mirip
dengan serat selulosa yang terdapat pada buah dan sayuran. Keunggulan lain yang
sangat penting adalah kemampuannya dalam menghambat dan membunuh
mikroba atau sebagai zat antibakteri, diantaranya kitosan dapat menghambat
pertumbuhan berbagai mikroba penyebab penyakit tifus yang resisten terhadap
antibiotik yang ada (Yadaf dan Bhise 2004 diacu dalam Hardjito 2006).
Berbagai hipotesa yang sampai saat ini masih berkembang mengenai
mekanisme kerja kitosan sebagai antibakteri adalah sifat afinitas yang dimiliki
oleh kitosan yang sangat kuat dengan DNA mikroba sehingga dapat berikatan
dengan DNA yang kemudian mengganggu mRNA dan sintesa protein (Hadwiger
dan Loschke 1978 diacu dalam Hardjito 2006). Sifat afinitas antimikroba dari
kitosan dalam melawan bakteri atau mikroorganisme tergantung dari berat
molekul dan derajat deasetilasi. Berat molekul dan derajat deasetilasi yang lebih
besar menunjukkan aktifitas antimikroba yang lebih besar (No et al. 2002). Selain
itu potensi kitosan sebagai zat antibakteri didasarkan pada interaksi awal antara
kitosan dan bakteri yang bersifat elektrostatik. Kitosan memiliki gugus fungsional
amina (–NH2) yang bermuatan positif yang sangat reaktif, sehingga mampu
berikatan dengan dinding sel bakteri yang bermuatan negatif. Ikatan ini terjadi
pada situs elektronegatif di permukaan dinding sel bakteri. Selain itu, karena -NH2
juga memiliki pasangan elektron bebas, maka gugus ini dapat menarik mineral
Ca2+
yang terdapat pada dinding sel bakteri dengan membentuk ikatan kovalen
koordinasi (Jeon dan Kim 2000). Helander et al. (2001) menyatakan bahwa
reduksi sejumlah sel bakteri disebabkan oleh perubahan permukaan sel dan
kehilangan fungsi pelindung dalam sel bakteri tersebut. Bakteri gram negatif
dengan lipopolisakarida dalam lapisan luarnya memiliki kutub negatif yang sangat
sensitif terhadap kitosan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Tsai et al. (2002), menemukan bahwa kitosan dapat menghambat pertumbuhan
10
Escherichia coli. Adanya penghambatan ini disebabkan oleh adanya sifat
keelektronegatifan dari permukaan sel E. coli. Perubahan dalam potensial
permukaan E. coli selama pertumbuhan, yaitu terjadinya peningkatan
keelektronegatifan seiring dengan peningkatan umur sel, yaitu sampai
pertumbuhan lambat, namun sifat keelektronegatifan akan menurun setelah
bakteri mencapai fase stasioner.
2.2 Mouthwash
Mouthwash (obat kumur) adalah sediaan berupa larutan, umumnya dalam
bentuk pekat yang harus diencerkan dahulu sebelum digunakan, dimaksudkan
untuk digunakan sebagai pencegahan atau pengobatan infeksi tenggorok (Anonim,
1979). Semua mouthwash merupakan cairan yang berupa larutan dalam air yang
digunakan pada mulut. Tetapi tidak semua obat kumur tersedia dalam bentuk
tersebut. Beberapa produk dalam bentuk padatan atau cairan pekat yang harus
diencerkan terlebih dahulu sebelum digunakan (Rosenthal 1957). Kini, banyak
tersedia produk dengan zat aktif untuk terapi yang juga dimaksudkan untuk
membersihkan, sekaligus menyegarkan. Mouthwash golongan ini tergolong obat
dan kosmetik (Rosenthal 1957). Hal yang perlu diingat adalah bahwa mouthwash
merupakan pelengkap, bukan pengganti gosok gigi (Tal and Rosenberg 1990).
Secara umum, mouthwash dapat berupa kosmetik, astringen, konsentrat, buffer,
dan deodoran. Selain itu juga terdapat mouthwash yang didesain untuk membunuh
mikroba normal yang ditemukan dalam jumlah banyak di mulut dan tenggorok,
serta yang didesain untuk terapi. Produk mouthwash dapat berupa kombinasi dari
klasifikasi tersebut (Rosenthal 1957). Komposisi mouthwash secara umum adalah
zat aktif, air (pelarut), dan pemanis (perasa). Sebagai pemanis sering digunakan
sorbitol, sucralose, sakarin Na, atau xylitol (yang juga memberikan aktivitas
penghambatan pertumbuhan mikroba) (Giertsen et al. 1999).
2.3 Jenis-Jenis Bakteri Mulut dan Gigi
Berbagai ruang dan permukaan di dalam mulut mengandung banyak flora
mikroba (Suryo 1993). Mikroorganisme yang hidup pada permukaan mulut antara
lain Streptococcus salivarius, S. mitis, S. sanguis, S. mutans, Veillonella, dan
Bakteroides gingivalis (Suryo 1993). Sterptococcus mutans adalah bakteri gram
11
positif (Ryan and Ray 2004), bersifat asidogenik dan asidodurik (Nugraha 2008),
yang merupakan kontributor signifikan kerusakan pada gigi (Loesche 1996). Hasil
penelitian menunjukkan adanya korelasi antara frekuensi S. mutans di dalam plak
dengan terjadinya karies gigi (Englander and Jordan 1972). Bakteri ini bersifat
patogen, dapat menjalar ke organ lain dan menyebabkan penyakit yang berakibat
fatal (Zaenab et al. 2004), seperti bacteraemia dan endokarditis infektif
(Nomura, et al. 2007).
3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai Juli 2011.
Produksi kitosan mikrokristalin, analisis total plate count (TPC) rongga gigi dan
mulut, kadar air, mineral, nitrogen serta rendemen kitosan mikrokristalin
bertempat di labolatorium biokimia hasil perairan, mikrobiologi hasil perairan
Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor. Pengujian ukuran partikel kitosan mikrokristalin dengan
SEM dilakukan di Laboratorium Geologi Kuarter, Institut Teknologi Bandung.
Pengujian FTIR (Fourier Transform InfraRed) dilakukan di Laboratorium
Terpadu, Universitas Islam Negeri, Tangerang. Pelaksanaan penelitian terdiri dari
tiga tahap yaitu penelitian pendahuluan, penelitian utama dan serta analisis data.
Penelitian pendahuluan berupa analisis mutu kitosan komersil. Sedangkan
penelitian utama berupa produksi kitosan mikrokristalin serta analisis mutu
kitosan mikrokristalin, produksi mouthwash kitosan mikrokristalin, dan pengujian
penelitian dengan menguji efektifitas antibakteri mouthwash berbahan kitosan
mikrikristalin terhadap bakteri gigi dan mulut.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi timbangan digital,
planktonet, plastik, baskom, kertas label, karet pengikat, botol kaca. Alat-alat
analisis yang meliputi pipet volumetrik, cawan petri, vortex, sudip, inkubator,
erlenmeyer, magnetic stirerr, kompor listrik, gelas ukur, gelas piala, spray drying,
FTIR, Scanning Electron Microscopy 5310LV (JEOL). Bahan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah kitosan larut asam. Bahan yang digunakan untuk
analisis yaitu kitosan mikrokristalin, aquades, saccharin, mint, K2SO4, HgO,
H2SO4, aquades, NaOH 10 dan 40%, H3BO3, alkohol, K2SO4, HgO,H2SO4,
heksana, tablet kjeldahl, HCl, NaCl dan media NA.
12
3.3 Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua tahap,
yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap penelitian utama.
3.3.1 Tahap penelitian pendahuluan
Penelitian pendahuluan ini bertujuan untuk mengetahui mutu kitosan yang
akan digunakan pada penelitian utama. Mutu kitosan yang diamati meliputi
pengujian kadar air, kadar mineral, kadar nitrogen, kadar protein dan derajat
deasetilasi.
3.3.2 Tahap penelitian utama
Tahap penelitian utama terdiri dari produksi kitosan mikrokristalin dan
produksi mouthwash dengan zat antibakteri kitosan mikrokristalin. Penelitian
utama bertujuan untuk menentukan efektivitas terbaik kitosan mikrokristalin
dalam mouthwash dengan konsentrasi yang berbeda-beda (kontrol negatif (0%),
0,5, 1, 1,5% dan kontrol positif (mouthwash pembanding)) terhadap aktfitas
penghambatan bakteri dalam rongga gigi dan mulut.
Produksi Kitosan Mikrokristalin diawali dengan pelarutan kitosan dalam
larutan asam asetat 2% yang selanjutnya larutan kitosan tersebut dihomogenizer
agar memperoleh ukuran partikel yang jauh lebih kecil dengan menggunakan
magnetic stiererr pada kecepatan 5000-10.000 rpm selama 1 jam. Tahap
selanjutnya berupa penambahan secara perlahan Natrium Hidroksida 10% hingga
terjadi proses presipitasi atau pengendapan partikel terlarut. Setelah partikel
terlarut mengendap dilakukan proses pencucian hingga mencapai kondisi pH
partikel netral. Tahap terakhir dari proses produksi kitosan mikrokristalin berupa
proses pengeringan partikel kitosan mikro menggunakan spray dryer sehingga
memeperoleh bubuk kitosan mikrokristalin. Kitosan mikrokristalin yang telah
diproduksi kemudian dilakukan analisis mutu berupa analisis kadar air, kadar
mineral, kadar nitrogen, derajat deasitilasi (DD) dengan alat FTIR (Forrier
transformation Infra Red), perhitungan rendemen dengan timbangan digital, dan
penentuan ukuran pertikel dengan alat SEM (Scanning Electron Microscopy).
Tahap produksi mouthwash dengan zat antibakteri kitosan mikrokristalin
diawali dengan proses pelarutan kitosan mikrokristalin dengan konsentarsi
13
masing-masing sebesar 0,5, 1, dan 1,5%. Selanjutnya ditambahkan zat rasa
seperti sodium saccharin dan mint kedalam masing-masing larutan kitosan
mikrokristalin tersebut. Mouthwash yang telah dihasilkan diuji efektivitas
antibakteri dengan dikumurkan oleh dua orang probandus yang memiliki karakter
gigi berlubang dan tidak berlubang, pengambilan sampel dilakukan pada selang
waktu sebelum berkumur, setelah berkumur atau jam ke-0, jam ke-4 dan jam ke-8.
Pengamatan efektivitas antibakteri kemudian dilakuan dengan perhitungan total
plate count (TPC). Percobaan ini dilakukan sebanyak dua kali ulangan. Data hasil
perhitungna TPC kemudian diuji secara statistik. Diagram alir penelitian utama
dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar.2 Diagram Alir Penelitian Utama
Tepung Kitosan
Mikrokristalin
KITOSAN
Homogenizer
(Magnetic stierer 5000rpm)
Presipitasi dengan penambahan NaOH 10%
(0,5:1)
Penetralan
Kitosan
Mikrokristalin
Pencucian Kitosan mikrokristalin
Spray Dryer
Dilarutkan Dalam asam asetat
CH3COOH 2%
Produksi mouthwash (saccharin+
mint + Aquades) dalam suhu 800C
Aplikasi oleh 2 orang probandus (gigi
berlubang dan tidak berlubang) Usia 21 tahun
Analisis TPC mouthwash dengan zat antibakteri
kitosan mikrokristalin konsentrasi (0%(kontrol
negative), 0,5%, 1%, 1,5%, dan kontrol positif
(mouthwash Pembanding)).
Kitosan Mikrokristalin dilarutkan
dalam 0,5% CH3COOH jenuh
(0,5%, 1%, dan 1,5%)
Analisis Rendemen
Analisis Proksimat
Derajat Deasetilasi
Analisis Ukuran Partikel (SEM)
14
3.4 Analisis Penelitian
Prosedur analisis meliputi analisis perhitungan rendemen, analisis kadar
air, analisis kadar mineral, analisis kadar protein, analisis ukuran partikel dengan
alat Scanning Electron Microscopy (SEM), analisis derajat deasetilasi (DD)
dengan alat FTIR (Forrier transformation Infra Red)dengan, dan uji mikrobiologi
atau total plate count.
3.4.1 Analisis Pengukuran rendemen
Banyaknya rendemen dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
Keterangan:
a = Berat hasil proses
b = Berat awal bahan
3.4.2 Analisis kadar air (SNI 2006)
Analisis kadar air dilakukan mengacu pada SNI 01-2356-2006. Cawan
porselen dikeringkan dalam oven selama 30 menit, lalu didinginkan dalam
desikator selama 15 menit. Selanjutnya sampel ditimbang sebanyak 5 g dalam
cawan dan dikeringkan dalam oven pada suhu 100 oC dalam tekanan tidak lebih
dari 10 mmHg selama 5 jam atau sampai beratnya konstan. Cawan beserta isinya
kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perhitungan kadar air
dapat dilihat sebagai berikut :
Keterangan :
A = berat cawan kosong (g)
B = berat cawan + sampel awal (g)
C = berat cawan + sampel kering (g)
3.4.3 Analisis kadar mineral (AOAC 2005)
Cawan pengmineralan dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu
105 oC, kemudian didinginkan selama 15 menit di dalam desikator dan ditimbang
hingga didapatkan berat yang konstan. Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke
Produksi mouthwash (saccharin+
mint + Aquades) dalam suhu 800C
Aplikasi oleh 2 orang probandus (gigi
berlubang dan tidak berlubang) Usia 21 tahun
Analisis TPC mouthwash dengan zat antibakteri
kitosan mikrokristalin konsentrasi (0%(kontrol
negative), 0,5%, 1%, 1,5%, dan kontrol positif
(mouthwash Pembanding)).
Larutan Kitosan Mikrokristalin
(0,5%, 1%, dan 1,5%)
Tepung Kitosan
Mikrokristalin
KITOSAN
Homogenizer
(Magnetic stierer 5000rpm)
Presipitasi dengan penambahan NaOH 10%
(0,5:1)
Penetralan
Kitosan
Mikrokristalin
Pencucian Kitosan mikrokristalin
Sprei Dryer
Dilarutkan Dalam asam asetat
CH3COOH 2%
Analisis Rendemen
Analisis Proksimat
Derajat Deasetilasi
Analisis Ukuran Partikel (SEM)
15
dalam cawan pengmineralan dan dipijarkan di atas nyala api bunsen hingga tidak
berasap lagi. Setelah itu dimasukkan ke dalam tanur pengmineralan dengan suhu
600 oC selama 1 jam, kemudian ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan.
Kadar mineral ditentukan dengan rumus:
Keterangan : A = Berat cawan porselen kosong (g)
B = Berat cawan dengan sampel (g)
C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (g)
3.4.4 Analisis kadar protein (AOAC 1980)
Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap
yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan dengan
metode mikro Kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 0,25 g, kemudian
dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 ml, lalu ditambahkan 0,25 g selenium
dan 3 ml H2SO4 pekat. Contoh didestruksi pada suhu 410 oC selama kurang lebih
1 jam sampai larutan jernih lalu didinginkan. Setelah dingin, ke dalam labu
Kjeldahl ditambahkan 50 ml akuades dan 20 ml NaOH 40%, kemudian dilakukan
proses destilasi dengan suhu destilator 100 oC. Hasil destilasi ditampung dalam
labu Erlenmeyer 125 ml yang berisi campuran 10 ml asam borat (H3BO3) 2% dan
2 tetes indikator bromcherosol green-methyl red yang berwarna merah muda.
Setelah volume destilat mencapai 40 ml dan berwarna hijau kebiruan, maka
proses destilasi dihentikan. Lalu destilat dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi
perubahan warna merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat. Larutan blanko
dianalisis seperti contoh. Dengan metode ini diperoleh kadar nitrogen total yang
dihitung. Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan :Faktor konversi alat = 2,5
Keterangan : Faktor konversi = 6,25
16
3.4.5 Analisis SEM (Lin et al. 2002)
Pengamatan terhadap ukuran partikel mikrokristalin kitosan diamati
dengan Scanning Electron Microscopy (SEM). Prinsip alat ini yaitu pancaran
elektron yang diradiasi terhadap spesimen akan menyebabkan adanya elektron
yang meloncat dan sebagian yang lain diserap. Jika sampel tidak memiliki
konduktivitas elektrik, elektron yang diserap akan memberikan arus pada
spesimen. Hal ini menyebabkan terjadinya kesalahan pengamatan. Sehingga untuk
menghindari kesalahan ini dilakukan pelapisan metal dalam ruang hampa,
pengamatan dengan accelerating voltage rendah, dan pengamatan dalam tingkat
kehampaan untuk mencegah spesimen menerima arus. Analisis ini menggunakan
alat SEM (JEOL JSM 5310 LV Scanning Microscope).
Preparasi sampel untuk pengamatan ini dimulai dengan pengeringan
sampel dengan sprei drying sampai kadar air mencapai 4 % atau kurang. Setelah
preparasi, sampel diletakkan pada logam yang dilapisi karbon untuk selanjutnya
dilakukan pelapisan emas (Au) 300 Å di dalam Magnetron Sputtering Device
yang dilengkapi dengan pompa vakum. Pada proses vakum terjadi loncatan logam
emas ke arah sampel, sehingga melapisi sampel. Sampel yang telah dilapisi emas
diletakkan pada lokasi sampel dalam mikroskop elektron, dan dengan terjadinya
tembakan elektron ke arah sampel, maka akan terekam ke dalam monitor dan
kemudian dilakukan pemotretan.
3.4.6 Analisis Pengukuran Derajat Deasetilasi (Domsay 1985)
Kitosan Mikrokristalin sebanyak 0,2 gram digerus dengan KBr dalam
mortar agate sampai homogen, kemudian dimasukkan dalam cetakan pelet,
dicetak dengan dipadatkan dan divakum sampai optimum, selanjutnya pelet
titempatkan dalam sel dan dimasukkan ke dalam tempat sel pada spektrofotometer
inframerah IR-408 yang sudah dinyalakan dan stabil, Kemudian tekan tombol
pendeteksian, akan muncul histogram FTIR pada rekorder yang
memunculkankan puncak-puncak dari gugus fungsi yang terdapat pada sampel
kitosan. Histogram yang diperoleh dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan
kuantitatif misalnya analisis kuantitatif derajat deasetilasi dari kitosan.
Pengukuran derajat deasetilasi berdasarkan kurva yang tergambar oleh
spektrofotometer. Puncak tertinggi (P0) dan puncak terendah (P) dicatat dan
17
diukur dengan garis dasar yang dipilih. Nisbah absorbansi dihitung dengan
rumus:
Keterangan: P0 = Jarak antara garis dasar dengan garis singgung antara dua
puncak tertinggi dengan panjang gelombang 1655cm-1
atau 3450
cm-1
.
P = Jarak antara garis dasar dengan lembah terendah dengan
panjang gelombang 1655cm-1
atau 3450 cm-1
.
Perbandingan absorbansi pada 1655cm-1
dengan absorbansi 3450 cm-1
digandakan satu per standar N-deasetilasi kitosan (1,33). Dengan mengukur
absorbansi pada puncak yang berhubungan, nilai persen N-deasetilasi dapat
dihitung dengan rumus:
Keterangan: A1655 = Absorbansi pada panjang gelombang 1655 cm-1
.
A3450 = Absorbansi pada panjang gelombang 3450 cm-1
.
1,33 = konstanta untuk derajat deasetilasi yang sempurna.
3.4.7 Uji mikrobiologi atau Total Plate Count (TPC) (Fardiaz 1992)
Prinsip kerja dari analisis TPC adalah perhitungan jumlah koloni bakteri
yang ada di dalam sampel dengan pengenceran sesuai keperluan dan dilakukan
secara duplo. Seluruh pekerjaan dilakukan secara aseptik untuk mencegah
kontaminasi yang tidak diinginkan dan pengamatan secara duplo dapat
meningkatkan ketelitian. Jumlah koloni bakteri yang dapat dihitung adalah
cawan petri yang mempunyai koloni bakteri antara 30-300 koloni.
Sebanyak 1ml sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi
90 ml larutan NaCl 0,85% (larutan garam fisiologis/garfis) sehingga didapatkan
Log P0
A=
P
A1655 1
% N-deasetilasi = 1- X
A3450 1,33
18
pengenceran 10-1
. Sebanyak 1 ml dari larutan tersebut dipipet, kemudian
dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml larutan garam fisiologis
untuk memperoleh pengenceran 10-2
. Pengenceran dilakukan sampai didapat
pengenceran 10-5
dan disesuaikan dengan pendugaan tingkat koloni bakteri gigi
dan mulut. Dari setiap tabung reaksi pengenceran tersebut diambil dengan
menggunakan pipet sebanyak 1 ml selanjutnya dimasukkan ke dalam cawan petri
yang sudah disterilkan. Setiap pengenceran dilakukan secara duplo. Kemudian
setiap cawan tersebut digerakkan secara melingkar di atas meja supaya media NA
merata.
Setelah NA membeku, cawan petri diinkubasi dalam inkubator selama
48 jam pada suhu 300C, cawan petri tersebut diletakkan secara terbalik. Setelah
masa inkubasi, koloni yang tumbuh pada cawan petri dihitung dengan jumlah
koloni yang dapat diterima 30-300 koloni percawan. Nilai TPC dapat dihitung
dengan memakai rumus berikut:
Unit per ml atau gram = Jumlah koloni per cawan X
3.5 Rancangan Percobaan dan Analisis Data (Steel dan Torrie 1993)
Rancangan percobaan pada penelitian utama digunakan untuk mengetahui
pengaruh perlakuan konsentrasi kitosan terhadap parameter subjektif dan objektif
yaitu rancangan acak kelompok in time (RAK in Time). Rancangan ini adalah
percobaan yang melibatkan pengamatan berulang terhadap satu obejek.
Disamping perlakuan yang dicobakan, diharapkan juga mampu melihat
perkembangan respon selama penelitian berjalan. Sehingga pengaruh waktu akan
sangat bermanfaat untuk dikaji disamping perlakuan yang diberikan.
Perlakuan yang diberikan yaitu konsentrasi kitosan mikrokristalin.
Perlakuan konsentrasi kitosan mikrokristalin terdiri dari 5 taraf, yaitu Kontrol
Negatif (berkumur tanpa menggunakan antibakteri), Kontrol positif (berkumur
dengan mouthwash komersil), Mouthwash kitosan mikrokristalin 0,5%, 1%, dan
1,5%. Menurut Steel dan Torie (1993) dengan model uji rancangan acak
kelompok in time sebagai berikut :
19
Keterangan :
Yijk = nilai respon pada faktor A taraf ke-i, ulangan ke-j dan waktu ke-k.
μ = nilai rata-rata
αi = pengaruh faktor A taraf ke-i,
δijk = komponen acak perlakuan,
ωk = pengaruh waktu pengamatan ke-k,
αωkj = pengaruh interaksi waktu dengan faktor A,
γjk = komponen acak waktu pengamatan,
εijk = komponen acak dari interaksi waktu dengan perlakauan.
βl = nilai respon terhadap kelompok ke-l.
Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini terdiri dari 1 perlakuan yaitu
penambahan kitosan mikrokristalin dengan konsentrasi yang berbeda. Perlakuan
mouthwash terdiri dari 5 taraf, yaitu :
1. Kontrol negatif (kitosan 0%)
2. Kitosan 0,5%
3. Kitosan 1%
4. Kitosan 1,5%
5. Kontrol positif (mouthwash komersil)
Selanjutnya dicobakan pada 2 orang probandus usia 21 tahun dengan
perbedaan karakter gigi, probandus 1 (gigi tidak berlubang) dan probandus 2 gigi
berlubang. Sampel dari masing-masing probandus diambil pada rentan waktu
sebelum berkumur, jam ke-0, jam ke-4, dan jam ke-8.
Data dianalisis dengan menggunakan analisis ragam oneway ANOVA.
Apabila hasil analisis ragam memberikan pengaruh yang berbeda nyata (tolak
Ho), maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan. Analisis mutu kitosan
mikrokristalin menggunakan uji deskriptif. Uji deskriptif dilakukan untuk melihat
pengaruh modifikasi kitosan menjadi kitosan mikrokristalin terhadap beberapa
parameter yang diamati, berupa analisis kadar air, kadar abu, kadar nitrogen, dan
derajat deasetilasi. Sedangkan analisis mikropartikel kitosan mikrokristalin
dilakukan pengamatan menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM)
Yijk = µ + αi + βl + δijk + ωk +αωkj + γjk
+εijkl
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penelitian Pendahuluan
Tahapan penelitian pendahuluan ini dilakukan untuk mengetahui mutu
kitosan komersil yang digunakan, antara lain meliputi kadar air, kadar abu, kadar
nitrogen, kadar protein, derajat deasetilasi, dan bentuk patikel.
4.1.1 Identifikasi kitosan komersil
Kitosan merupakan turunan dari kitin dengan rumus
N-asetil D-glukosamin dan merupakan polimer karbohidrat alami yang ditemukan
dalam kerangka dari krustasea, seperti kepiting, udang dan lobster, serta dalam
exoskeleton dari spp zooplankton laut, termasuk karang dan jellyfish. Selain
terdapat pad a hewan laut kitin juga ditemukan diserangga, seperti kupu-kupu dan
kepik yang juga memiliki kandungan kitin di sayap mereka, serta terdapat di
dinding sel ragi, jamur. (Shahidi dan Abuzaytoun 2006). Kitosan memiliki
keunggulan diantaranya biodegradable, biocompatible dan tidak beracun
(Vord et al. 2002.). Senyawa kimia Kitin dan kitosan mudah menyesuaikan diri,
bersifat hidrofobik, dan memiliki reaktivitas kimia yang tinggi karena memiliki
kandungan gugus OH dan gugus NH2 yang bebas serta ligan yang bervariasi
(Prashanth dan Tharanathan 2006). Mengingat kitosan mempunyai gugus
amin/NH yang reaktif dan gugus hidroksil yang banyak serta kemampuannya
membentuk gel maka chitosan dapat berperan sebagai komponen yang reaktif,
pengkelat, pengikat, pengabsorbsi, penstabil, pembentuk film, penjernih, flokulan,
koagulan (Shahidi 1999).
Kitosan yang digunakan pada penelitian ini adalah kitosan komersil yang
didapatkan dari CV.Dinar (Gambar 3). Kitosan tersebut kemudian dilarutkan
dalam asam organik yaitu asam asetat dengan konsentrasi 2% (v/v). Pemilihan
pelarut kitosan yaitu asam asetat 2% yang digunakan untuk melarutkan kitosan
didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Ornum (1992), pelarut kitosan
yang baik adalah asam formiat dan asam asetat dengan konsentrasi masing-
masing 0,2-1,0% dan 1,0-2,0%. Kitosan lebih mudah larut dalam
asam asetat 1-2% dan akan membentuk suatu garam ammonium asetat
21
(Tang et al. 2007). Kitosan komersil yang digunakan dapat dilihat pada
Gambar 3. berikut
Gambar.3 Kitosan Komersil
Kitosan merupakan polimer kationik dengan jumlah monomer sekitar
2000-3000 monomer, tidak toksik dengan LD50 = 16 gr/kg berat badan,
mempunyai bobot molekul sekitar 800 KDa (Janesh 2003). Berat molekul ini
tergantung dari derajat deasetilasi yang dihasilkan pada saat ekstraksi. Semakin
banyak gugus asetil yang hilang dari biopolimer kitosan, maka semakin kuat
interaksi antar ion dan ikatan hidrogen dari kitosan (Tang et al. 2007).
Kitosan sebagian besar diperoleh dari bahan baku cangkang krustasea,
kapang, cumi-cumi dan lain-lain, melalui proses demineraisasi menggunakan
HCl 1:7 (v/v), dilanjutkan dengan proses deproteinasi menggunakan NaOH 1:10
(v/b), dan deasetilasi menggunakan NaOH 50%. Masing-masing proses memiliki
tujuan yang berbeda. Proses demineralisasi bertujuan untuk menghilangkan
kandungan mineral dalam cangkang, deproteinasi bertujuan untuk menghilangkan
protein yang terdapat pada cangkang, sedangkan proses deasetilasi bertujuan
untuk menghilangkan gugus asetil. Proses ini dilakukan untuk mengetahui
efektifitas fungsi dari kitosan (Angka dan Suharso 2000).
Kitosan mempunyai karakteristik yang baik diantaranya fisik, biologis,
biodegradable, biocompatible, non toksik. Kitosan larut asam mempunyai
keunikan membentuk gel yang stabil dan mempunyai muatan dwi kutub, yaitu
muatan negatif pada gugus karboksilat dan muatan positif pada gugus NH
(Kumar 2000). Melihat aplikasi dari fungsi dan manfaat kitosan yang begitu
banyak, hal ini membuat kitosan komersialisasi telah banyak diproduksi.
Kitosan larut asam yang komersil harus memiliki mutu yang baik. Hal ini
bertujuan agar kitosan dengan mutu yang baik akan bekerja secara efektif dan
22
hasil aplikasi yang digunakan seragam. Tabel 1 menyajikan hasil uji mutu kitosan
larut asam dan standar mutu kitosan yang ada :
Tabel 1. Hasil analisis proksimat kitosan komersil
Spesifikasi Hasil Uji Standar Kitosan*
Penampakan Serpihan Serpihan/Bubuk
Putih
Kadar air (%berat kering) 4% ≤ 10%
Kadar abu (%berat kering) 0,21% ≤2%
Kadar N (%berat kering) 1,33% <5%
Derajat deasetilasi 80% 70%
*Sumber Suptijah et al.. (1992)
Bentuk dan penampakan kitosan sangat dipengaruhi dari bahan baku
produksinya. Bahan baku yang berasal dari cangkang rajungan memiliki
penampakan berupa serpihan dan sulit hancur selama proses produksi kitosan..
Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa mutu kitosan komersil yang digunakan
dalam penelitian tidak terlalu berbeda signifikan dengan standar yang telah
ditetapkan oleh protan laboratories.
Berdasarkan tabel tersebut diketahui nilai kadar air kitosan komersil yang
digunakan dalam penelitian memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan
standar mutu yang telah ditetapkan oleh protan laboratories. Nilai persentase
kadar air dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya disebabkan karena waktu
penyimpanan dari bahan baku tersebut serta lingkungan yang lembab. Faktor
lingkungan yang lembab merupakan faktor yang memberikan pengaruh besar
terhadap nilai kandungan air dalam kitosan karena menurut Kumar (2000) kitosan
memiliki sifat yang mudah menyerap air (hidrophillic), sehingga apabila kitosan
terlalu lama dalam penyimpanan dan berada pada kondisi lingkungan lembab
maka jumlah kadar air kitosan semakin meningkat.
Kadar mineral kitosan larut asam yang diperoleh adalah sebesar 0,21%.
Nilai tersebut telah memenuhi syarat, dimana syarat untuk persentase kadar
mineral menurut protan laboratories adalah kurang dari 2%. Faktor yang memiliki
pengaruh terhadap kandungan kadar mineral kitosan adalah kualitas air yang
digunakan ketika proses penetralan pH kitosan serta efektivitas proses
demineralisasi yang dilakukan, karena menurut Angka dan Suhartono (2000)
suatu proses demineralisasi yang diakukan akan mempengaruhi kandungan
23
mineral dalam kitosan, semakin efektif proses demineralisasi maka semakin
banyak menghilangkan mineral yang ada pada kitosan sehingga pengotor semakin
banyak tereduksi dan pada akhirnya kinerja kitosan semakin optimal. Selain itu
kualitas air yang digunakan untuk proses penetralan juga mempengaruhi. Air yang
digunakan dalam proses penetralan sebaiknya tidak mengandung mineral karena
dapat meningkatkan kadar mineral dalam bahan, sehingga jumlah pengotor
semakin meningkat dan disarankan untuk menggunakan akuades/air yang telah
dilakukan proses penghilangan mineral melalui destilasi (Suptijah 2006).
Kandungan nitrogen dari kitin bervariasi dari 5 sampai 8% tergantung
pada kuatnya deasetilasi, sedangkan nitrogen dalam kitosan sebagian besar dalam
bentuk kelompok amino alifatik primer, yang mengalami reaksi khas amina,
dimana N-asilasi dan reaksi Schiff adalah yang paling penting.
Kadar nitrogen kitosan larut asam adalah 1,33%. Kadar nitrogen ini sesuai
dengan standar mutu yang telah ditetapkan. Kadar nitrogen ini menunjukkan
tingkatan dari luasnya tingkat derajat deasetilasi dan nitrogen dalam kitosan
sebagian besar terdapat dalam bentuk kelompok amino alifatik primer
(Kumar 2000).
Derajat deasetilasi (DD) kitosan larut asam yang dihasilkan sebesar 80%.
Hasil ini sesuai dengan standar mutu kitosan yang telah ditetapkan. Derajat
deasetilasi (DD) untuk grade industri seharusnya lebih dari 70%. Derajat
deasetilasi sangat penting untuk menentukan karakteristik kitosan dan akan
mempengaruhi penggunaannya. Waktu dan suhu selama proses deasetilasi juga
berpengaruh terhadap hasil akhir. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh (Rochima et al. 2004), semakin tinggi suhu dan lama perendaman dengan
NaOH akan mengakibatkan derajat deasetilasi meningkat.
Derajat deasetilisasi kitosan dipengaruhi oleh konsentrasi NaOH dan
suhu proses (Benjakul dan Sophanodora 1993). Menurut Suptijah et al. (2006)
untuk menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi sebesar 84% dibutuhkan
pemanasan pada suhu 130°C selama 4 jam atau suhu 120°C selama 6–7 jam.
Perendamanan dengan NaOH selain dapat meningkatkan derajat deasetilasi dapat
juga mengakibatkan terjadinya depolimerisasi, oleh karena itu perendaman
24
dilakukan pada suhu yang tidak terlalu tinggi dan waktu yang singkat. Rincian
data hasil uji proksimat kitosan komersil disajikan pada Lampiran 1.
4.2 Penelitian Utama
Tahap penelitian utama berupa produksi kitosan mikrokristalin yang
selanjutya dilakukan analisis mutu dari kitosan mikrokristalin, selain itu dilakuan
tahap produksi mouthwash dengan bahan antibakteri berupa kitosan mikrokristalin
yang selanjutnya diuji pengaruh konsentrasi kitosan mikrokristalin dalam
mouthwash yang optimal dalam menghambat perkembangan bakteri gigi dan
mulut. Tahap ini menggunakan perlakuan konsentrasi kitosan mikrokristalin
dalam mouthwash sebesar 0,5%, 1% , 1,5% serta kontrol positif (mouthwash
pebanding). Waktu pengambilan sampel dilakukan saat sebelum berkumur, jam
ke-0, jam ke-4, dan jam ke-8. Pengamatan yang dilakukan meliputi pengamatan
objektif berupa perhitungan rendemen, kadar air, mineral, nitrogen,
derajat deasetilasi, dan ukuran partikel kitosan mirkristalin. Sedangkan untuk
pengamatan terhadap pengaruh kitosan mikrokristalin dalam mouthwash
dilakukan pengamata objektif berupa total plate count (TPC).
4.2.1 Karakterisasi Kitosan Mikrokristalin
Kitosan komersil yang telah dianalisis mutu selanjutnya dimodifikasi
dengan memperkecil ukruran partikel dengan memanfaatkan homogenisasi atau
kecepatan putaran magnetic stirrer dalam menumbuk kitosan dan dipadukan
dengan tekhnik presipitasi. Hal tersebut didasarkan terhadap pernyataan
Chang (2005) yang menyatakan bahwa semakin cepat putaran, memperbesar
intensitas molekul pelarut untuk bersentuhan dengan kitosan, sehingga semakin
besarnya intensitas kecepatan putaran pada magnetic stirrer partikel yang
dihasilkan semakin kecil.
Sedangkan presipitasi merupakan salah satu, usaha untuk mengubah
kondisi fisik bahan dari bentuk terlarut menjadi padatan tersuspensi sehingga
dapat dengan mudah dipisahkan dengan sedimentasi. Penggunaan proses
presipitasi bertujuan untuk menghasilkan suatu keadaan dimana terdapat kondisi
bentuk padatan tak larut yang dominan (Schoedder 1977), sehingga dapat
25
dihasilkan kitosan berukuran mikro. Adapun hasil analisis proksimat kitosan
mikrokristalin dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil analisis proksimat kitosan mikrokristalin
Spesifikasi Hasil Uji Standar Kitosan*
Kadar air (%berat kering) 3,92% ≤ 10%
Kadar abu (%berat kering) 4% ≤2%
Kadar N (%berat kering) 1,4% <5%
Rendemen 50%
*Sumber Suptijah et al.. (1992)
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa mutu kitosan mikrokristalin
yang dihasilkan tidak memiliki perbedaan yang cukup signifikan dengan standar
mutu kitosan yang telah ditetapkan. Nilai persentase kandungan air, dan nitrogen
kitosan yang dihasilkan memiliki nilai persentase kandungan yang lebih kecil
dibandingkan dengan standar mutu kitosan yang telah ditetapkan, nilai persentase
kadar air dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya disebabkan karena waktu
penyimpanan dari bahan baku tersebut serta lingkungan yang lembab karena
menurut kumar (2000) kitosan memiliki sifat yang mudah menyerap air
(hidrophillic), sehingga apabila kitosan terlalu lama dalam penyimpanan dan
berada pada kondisi lingkungan lembab maka jumlah kadar air kitosan semakin
meningkat.
Sedangkan untuk nilai persentase kandungan mineral yang dikandung
kitosan mikrokristalin sedikit lebih besar dibandingkan dengan standar kitosan
yang telah ditetapkan. Tingginya nilai kandungan mineral dalam kitosan
mikrokristalin dibandingkan dengan standar kitosan yang telah ditetapkan
kemungkinan disebabkan karena nilai pH yang dikandung kitosan mikrokristalin
belum menunjukan angka 7 atau masih terdapat sisa pereaksi NaOH..
4.2.2 Hasil Analisis FTIR (Fourier Transform InfraRed)
Spektrum inframerah digunakan untuk penentuan derajat deasetilasi
kitosan yang digunakan, mengetahui gugus fungsi kitosan terdiri dari gugus OH,
CH, NH, amida dan karbonil pada bilangan gelombang 3414 cm-1
, 2480 cm-1
,
1639 cm-1
, 1384 cm-1
dan 1075 cm-1 yang disajikan pada Tabel 3. Derajat
26
deasetilasi adalah penghilangan gugus asetil (COCH3) yang terdapat pada kitin.
Kitin yang mengalami proses deasetilasi disebut kitosan.
Derajat deasetilasi dari kitosan menentukan banyaknya gugus asetil yang telah
hilang selama proses deasetilasi kitin menjadi kitosan. Semakin besar derajat
deasetilasi, maka kitosan akan semakin aktif karena semakin banyak gugus amina
menggantikan gugus asetil. Gugus amina lebih reaktif dibandingkan gugus asetil
karena adanya pasangan elektron bebas pada atom nitrogen dalam struktur kitosan
(Muzzarelli dan Peter 1997 dalam Kencana 2009). Hasil analisis FTIR diperoleh
puncak-puncak spektrogram Gambar 4.
4000.0 3000 2000 1500 1000 450.0
-2.0
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22.0
cm-1
%T
Laborato ry T es t Result
Laboratory Test ResultD (1)
J (2)
3901.52
3854.88
3839.58
3818.17
3803.28
3751.96
3735.87
3690.79
3672.48
3392.84
2342.47
1575.13
1412.31
1152.06
1076.14
651.62
Gambar 4. Spektrum FTIR kitosan mikrokristalin
Gambar 4. menunjukan nilai Derajat deasetilasi (DD) kitosan
mikrokristalin yang dihasilkan sebesar 88,66% (Lampian 3). Hal ini menandakan
bahwa modifikasi kitosan menjadi kitosan mikrokristalin tidak merubah sifat
fungsional dari kitosan tersebut, hal ini dapat dilihat dari nilai derajat deasetilasi
kitosan >70%, karena menurut muzarelli (1997) kitin dengan nilai derajat
deasetilasi lebih dari 70% dapat dikatakan sebagai kitosan. Selain itu terlihat juga
dari hasil deteksi FTIR yang dibandingkan dengan standar menunjukkan hasil
yang tidak berbeda signifikan terhadap gugus fungsinya, hal ini menunjukkan
bahwa proses modifikasi sudah dapat menghasilkan kitosan dengan gugus fungsi
27
yang cukup identik dengan standar, sedikit pergeseran bilangan gelombangnya
dikarenakan sedikit perbedaan kadar air dan kondisi lingkungan pengujian yang
berbeda.
Tabel 3. Karakteristik gugus fungsi dari kitosan
Standar
Bilangan gelombang (cm-1
) Gugus Fungsional
Hasil penelitian
Bilangan Gelombang
(cm-1
)
3450
2400
1650
1550
1070
OH
CH
NH
amida
C=O
3392
2342
1575
1412
1076
4.2.3 Hasil Analisis SEM (Scanning Electron Microscopy).
Nilai karakteristik fisik, berupa ukuran partikel diukur menggunakan alat
SEM (Scanning Electron Microscopy). SEM digunakan untuk mengamati
morfologi suatu bahan. Prinsip kerja mikroskop SEM adalah sifat gelombang dari
elektron berupa difraksi pada sudut yang sangat kecil. Elektron dapat
dihamburkan oleh sampel yang bermuatan karena memiliki sifat listrik
(Samsiah 2009 dalam Wulandari 2010). Hasil karakteristik SEM kitosan
mikrokristalin dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Hasil Scanning elektron microscopy dari kitosan mikrokristalin
Ukuran partikel dapat ditentukan dengan mengukur diameter bola tersebut.
Perbesaran yang digunakan yaitu mulai dari 1000 kali hingga 20.000 kali. Setelah
dilakukan pengukuran diameter berdasarkan foto SEM. Pada Gambar.5
didapatkan ukuran partikel kitosan mikrokristalin berkisar 0,6-6μm. Dari hasil
28
analisis fisik kitosan mikrokristalin tersebut, dapat disimpulakan bahwa proses
modifikasi kitosan menjadi kitosan mikrokristalin dengan teknik presipitasi telah
berhasil mendapatkan ukuran partikel mikro atau bahkan mencapai ukuran nano
partikel, karena menurut Mohanraj (2006) partikel yang berbentuk padat dengan
ukuran sekitar 10-1000 nm dapat dikatakan sebagai nano partikel.
Karakteristik fisik berupa ukuran mikro ataupun nano partikel sangat
mendukung dari kualitas proses antibakteri dari kitosan mirokristalin tersebut. Hal
ini karena nano partikel yang bersal dari bahan polimer memiliki kemampuan
penyebaran didalam organ tubuh selama waktu tertentu (Monharaj 2006). Selain
itu nano partikel dari bahan polimer biodegrible dan biocompatible merupakan
perkembangan yang baik karena diduga mampu terserap secara utuh di dalam
sistem pencernaan setelah masuk ke dalam tubuh (Wu et al. 2005).
4.2.4 Uji mikrobiologi (TPC) rongga gigi dan mulut
Kitosan mikrokristalin memiliki kemampuan sebagai zat antibakteri
karena memiliki sifat mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Hal ini
disampaikan oleh simpson (1997) bahwa kemampuan kitosan dalam menghambat
ataupun membunuh bakteri dengan mekanisme terjadinya lisis pada membran sel
bakteri. Mouthwash berbahan zat antibakteri kitosan mikrokristalin dengan
berbagai konsentrasi diaplikasikan secara in-vivo dengan cara berkumur pada dua
orang probandus usia 21 tahun dengan karaktersisasi gigi berlubang dan tidak
berlubang. Selang pengambilan sampel dilakukan saat sebelum berkumur, jam ke-
0, jam ke-4, dan jam ke-8
.Jumlah bakteri dalam rongga gigi dan mulut dapat diketahui dengan
menggunakan analisis mikrobiologis (TPC). Prinsip kerja dari analisis TPC adalah
perhitungan jumlah koloni bakteri yang ada di dalam sampel dengan pengenceran
sesuai keperluan dan dilakukan secara duplo. Koloni yang tumbuh pada cawan
petri dihitung dengan jumlah koloni yang dapat diterima 30-300 koloni percawan.
Nilai TPC dapat dihitung dengan mengkalikan jumlah koloni bakteri per jumlah
pengencerannya (Fardiaz 1992). Perhitungan nilai TPC dapat dilihat pada tabel.5
dan selengkapnya dapat dilihat pada (Lampiran 5). Hasil analisis TPC rongga gigi
dan mulut probandus-1 dan probandus-2 disajikan dalam bentuk grafik yang dapat
dilihat pada Gambar 6.
29
Keterangan: Huruf (a) menunjukkan perbedaan jenis gigi tidak memberikan pengaruh
berbeda nyata (p<0,05) terhadap kandungan nilai TPC pada setiap perlakuan dan waktu.
Gambar.6 Grafik nilai TPC probandus 1 (gigi tidak berlubang) dan probandus 2
(gigi berlubang) pada setiap waktu pengambilan sampel dan konsentrasi
penggunaan mouthwash kitosan mikrokristalin
Hasil analisis ragam terhadap kandungan nilai TPC berdasarkan karakter
jenis gigi probandus 1 (tidak berlubang) dan probandus 2 (gigi berlubang)
(Lampiran 2c) menunjukkan bahwa perbedaan jenis gigi tidak memberikan
pengaruh berbeda nyata (p<0,05) terhadap kandungan nilai TPC yang dihasilkan
pada setiap taraf pengambilan sampel dan konsentrasi mouthwash kitosan
mikrokristalin. Perbedaan jenis gigi tidak memberikan pengaruh yang berbeda
nyata terhadap kandungan nilai TPC kedua probandus kemungkinan disebabkan
karena oral higiene yang diterapkan pada probandus 2 (gigi berlubang) masih
tergolong baik, karena peningkatan bakteri dapat terjadi apabila pada individu
menerapkan oral higiene yang buruk. Peningkatan bakteri pada individu dengan
oral higiene buruk dapat meningkatkan bakteri pada permukaan gigi sebanyak
2-10 kali lipat (Pintauli 2011).
Interaksi antara nilai TPC pada setiap taraf konsentrasi mouthwah kitosan
mikrokristalin dengan selang waktu dalam pengambilan sampel (sebelum
berkumur, jam ke-0, jam ke-4, dan jam ke-8) disajikan dalam Gambar 7. berikut:
30
Keterangan: Angka-angka pada diagram batang yang diikuti huruf (a,b,c,d) menunjukan perbedaan
interaksi pada setiap taraf konsentrasi dan waktu pengambilan sampel memberikan pengaruh
berbeda nyata (p<0,05) terhadap nilai TPC rongga gigi dan mulut
Gambar 7. Nilai Rata-Rata TPC pada setiap taraf interaksi
konsentrasi dan waktu pengambilan sampel
Hasil analisis ragam terhadap interaksi antara konsentrasi kitosan
mikrokristalin dalam mouthwash dengan waktu pengambilan sampel
(Lampiran 2a) menunjukkan bahwa interaksi antara konsentrasi dan waktu
pengambilan sampel memberikan pengaruh berbeda nyata (p<0,05) terhadap nilai
TPC rongga gigi dan mulut yang dihasilkan. Uji lanjut Duncan (Lampiran 2b)
menunjukan hambatan bakteri yang terjadi dari sebelum berkumur hingga setelah
berkumur (jam ke-0) membuktikan bahwa perbedaan konsentrasi kitosan
mikrokristalin dalam mouthwsh memberikan pengaruh yang nyata. Hambatan
bakteri terbaik hingga jam ke-0 dihasilkan dari hasil berkumur dengan mouthwash
kitosan mikrokristalin 1,5% yang mampu menghambat bakteri sebesar 99,46%
atau mampu menghambat dari 2,09 x 106 hingga sebesar 5,11 x 10
3 koloni bakteri
persampel. Sedangkan untuk hasil hambatan bakteri terkecil dihasilkan dari
berkumur dengan mouthwash pembanding (kontrol positif) yang mampu
menghambat bakteri sebesar 89,70% atau mampu menghambat bakteri dari
4,93 x 106 hingga sebesar 5,08 x 10
5 koloni bakteri. Untuk mouthwash dengan
konsentrasi 0,5% dan 1% secara berturut turut hanya mampu menghambat bakteri
sebesar 97,57% dan 99,05%.
Berdasarkan uji lanjut duncan (Lampiran 2b) untuk hambatan bakteri yang
terjadi dari jam ke-0 hingga jam ke-4, diketahui bahwa mouthwash dengan
31
konsentrasi kitosan mikrokristalin 0,5, 1, dan 1,5% memiliki pengaruh nyata
dibandingkan dengan kontrol positif (mouthwash pebanding) dan kontrol negatif.
Berdasarkan uji lanjut duncan hambatan terbaik dihasilkan dari hasil berkumur
dengan mouthwash kitosan mikrokristalin konsentrasi 1,5% sebesar 83,72% atau
mampu menghambat bakteri dari 4,93 x 106 hingga 3,41 x 10
5 koloni bakteri.
Untuk mouthwash dengan konsentrasi 1% hanya mampu menghambat bakteri
sebesar 77,86%. Sedangkan untuk mouthwash kitosan mikrokristalin konsentrasi
0,5% nilai hambatan bakteri yang dihasilkan pada jam ke-4 sudah melebihi
jumlah bakteri saat sebelum berkumur, akan tetapi masih jauh lebih kecil
dibandingkan dengan kontrol negatif.
Pada jam ke-8 hasil yang didapatkan dari semua perlakuan mouthwash
telah melebihi jumlah bakteri pada saat awal atau sebelum berkumur. Akan tetapi
berdasarkan uji lanjut duncan (lampiran 2b) mouthwash kitosan mikrokristalin
konsentrasi 1 dan 1,5% memiliki hambatan yang berbeda nyata dibandingkan
dengan perlakuan mouthwash lainnya. Perbedaan daya hambat bakteri yang
terjadi pada setiap taraf konsentasi mouthwash kitosan mikrokristalin mendukung
dari pernyataan Liu (2003), yang menjelaskan bahwa aktivitas antibakteri
tergantung pada konsentrasi kitosan dalam larutan. Aktivitas antibakteri dari
kitosan dalam medium akan meningkat jika konsentrasi kitosan meningkat.
Mekanisme aktivitas antibakteri kitosan terjadi melalui interaksi
gugus NH3 glukosamin dengan permukaaan sel yang bermuatan negatif
(Eldin et al. 2008). Adanya daya tarik secara struktural antara dinding sel bakteri
dan kitosan disebabkan karena dinding sel bakteri mengandung peptidoglikan
yang struktur dasar rantai utamanya terdiri dari N-asetilglukosamin dan β-glikan
(Qujeq 2004). Menurut Rafaat et al. (2008), interaksi awal antara polikationik
kitosan dan polimer dinding sel yang bermuatan negatif dipengaruhi oleh interaksi
elektrostatis dan asam teikoat. Akibatnya, pengikatan kitosan pada polimer
dinding sel memicu terjadinya efek seluler kedua, yaitu destabilisasi dan
perusakan fungsi membran bakteri sehingga mengganggu fungsi membran
sebagai pelindung. Permeabilitas membran terganggu dan mengakibatkan
pergerakan substansi bakteri terhambat.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hasil modifikasi kitosan menjadi kitosan mikrokristalin dengan metode
presipitasi menghasilkan kitosan dengan ukuran partikel berkisar dari 0,6-6µm
dengan karakteristik mutu kitosan mikrokristalin yaitu kadar air sebesar 3,92%,
abu sebesar 4% (berat kering), nitrogen 1,4% (berat kering), derajat deasetilasi
88,66% dan rendemen sebesar 50%. Karakteristik mutu kitosan mikrokristalin
yang dihasilkan tidak memiliki perbedaan yang cukup signifikan dengan standar.
Perbedaan karakteristik gigi probandus dalam penelitian ini diketahui tidak
memiliki pengaruh yang nyata dengan selang kepercayaan 95%. Sedangkan untuk
jumlah TPC rongga gigi dan mulut setelah berkumur dengan mouthwash kitosan
mikrokristalin 0% (kontrol negatif), 0,5%, 1%, 1,5%, dan kontrol positif pada jam
ke-0, jam ke-4 dan jam ke-8 memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
nilai TPC rongga gigi dan mulut dengan selang kepercayaan 95%. Mouthwash
kitosan mikrokristalin 0,5%, 1%, dan 1,5% memiliki nilai efektifitas penurunan
nilai TPC terbaik dibandingkan dari hasil berkumur dengan mouthwash
pembanding (kontrol posistif).
Saran
Perlu dilakukannya optimalisasi metode pembuatan kitosan mikrokristalin
sehingga dihasilkan mutu kitosan yang jauh lebih baik. Untuk keperluan
komersialisasi dapat digunakan mouthwash dengan konsentrasi 0,5% karena
memiliki efisiensi yang lebih baik dari segi ekonomi. Selain itu perlu dilakukan
penelitian mengenai formulasi mouthwash, agar didapatkan formulasi mouthwash
dengan zat-anti bakteri kitosan yang disukai konsumen.
33
DAFTAR PUSTAKA
Addy M. 1986. Chlorhexidine compared with other locally delivered
antimicrobial. J.Clin Penodontol. 13: 95764.
Angka SL, Suhartono MT. 2000. Pemanfaatan Limbah Hasil Laut : Bioteknologi
Hasil Laut. Bogor : Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, IPB.
Anonim, 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1980. Official Method of
Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington:
The Association of Official Analytical Chemist, Inc.
___________________________________________. 2005. Official Method of
Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington:
The Association of Official Analytical Chemist, Inc.
Benjakul S, Sophanodora P. 1993. Chitosan production from carapace and shell of
Black tiger shrimp (Penaerus monodon). ASEAN Food Journal. 8: 145-148.
Boddu VM, Smith ED. 1999. A Composite Chitosan Biosorbent for Adsorption
of Heavymetal from Waste Waters. Champaign. US Army Eng Research
and Developpment Center.
Bought WA. 1975. Coagulation With Chitosan an Aid to Recovery of by Product
from Egg Breaking Waste. Poultry Science. 54: 1904.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. SNI 01-2356-2006. Penentuan Kadar Air
pada Produk Perairan. Jakarta : Dewan Standardisasi Nasional.
Chaiyakosha S, Charernjirtragul W, Umsakul K, Vuddhakul V. 2007. Comparing
the efficiency of chitosan with chlorine for reducing Vibrio
parahaemolyticus in shrimp. Journal Food Control. 18: 1031-1035.
Chang KLO, Tsai G, Lee J, Fu W. 1997. Heterogenous N-deacetylation of Chitin
chitosan oligomer with different molecular weight. Int J. Food microbial
74: 65-72.
Chang R. 2005. Kimia Dasar: Konsep-Konsep Inti Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
[DEPKES] Departemen Kesehatan. 2007.Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar
Nasional. http://www.depkes.go.id [17 Juni 2011].
Demchick P, Koch AL. 1996. The permeability of the wall fabric of Escherichia
coli and Bacillus subtilis. J Bacteriol. 178:768–773
Domsay TM, Robert. 1985. Evaluation of Infra Red Spectroscopic Techniques for
analyzing Chitosan. Journal Macromol Chem. 186:1671
Eldin MSM, Soliman EA, AI Hashem, Tamer TM. 2008. Antibacterial activity of
chitosan chemically modified with new technique. Trends Biomater Aktif
Organs 22 : 121-133.
34
Englander, Harold R, and Jordan, Harold V. 1972. Relation Between
Streptococcus mutans and Smooth Surface Caries in the Deciduous
Dentition. Journal of Dental Research. 51:1505
Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Filler IR. and Wirick BG. 1978. Bulk Solution Properties of Chitosan.
Macsachusett Institute of Technology. Cambridge. Proc 1st Int Conf Chitin
Chitosan.
Giertsen E, Emberland H, Scheie AA. 1999. “Effects of Mouth Rinses with
Xylitol and Fluoride on Dental Plaque and Saliva”. Caries Research.
33(1):23-31.
Hardjito L. 2006. Aplikasi kitosan sebagai bahan tambahan makanan dan
pengawet. Di dalam Prosiding Seminar Nasional Kitin Kitosan. Bogor:
Departemen Hasil Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor.
Helander IM. 2001. Chitosan distrupts the barier properties of the outer
membran of Gram-negative bacteria. Int J Food Microbiol Rev. 57: 823-
873.
Hirano S. 1989. Production and Application of Chitin and Chitosan in Japan. In
Chitin and Chitosan Chemistry, Biochemistry, Physical Properties and
Application. New York. Sanford Ed. Esevier Science Publ. Co. Inc.
Gunsolley JC. 2006. A Meta-analysis of Six- month Studies of Antiplaque and
Antigingivitis Agents. J Am Dent Assoc. No 137(12):1649-1657
Janes KA, Alonso MJ. 2003. Depolimerized Chitosan Nanoparticles for Protein
Delivery. Preparation and Characterization. J. Appl. Pol. Sci. 88 (12). 2769-
2776.
Jeon YJ, Kim SK. 2000. Production of Chitooligosaccharides Using Ultrafiltration
Membrane Reactor and Their Antibacterial Activity. Carbohyd. Poolym.
4:13-141.
Kencana A. 2009. Perlakuan sonikasi terhadap kitosan: viskositas dan bobot
molekul kitosan [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Knorr D. 1984. Use of Chitinous Polimery in Food. Journal Food Tec.
38 (1): 85 – 97.
Knorr D. 1982. Functional Properties Chitin and Chitosan. Journal of Food
Science. 47. 593-595.
Kumar MNR. 2000. A review of chitin and chitosan application. J. Reac and Func
Poly. 46: 1-27.
35
Kumar RMNV, Pradiv Kumar Dutta, Nakamura S. 1998. Methods Of Metal
Capture From Wastewater In Advances In Wastewater Technology. Global
Science Publication.
Lin S, Huff HF, Hsieh F. 2002. Extruction process parameter, sensory
characteristics and structural properties of a Hight moisture soy protein
meat analog. J Food Sci. 67: 1066-1072.
Litsgarten MA. 2000. The Structure of Dental Plaque. Journal Periodontol.
5:52-65.
Liu J. 2003. Preparation and Characteritation of Chitosan Cu II Affinity
Membrane for Area Adsorption. J. of Applied Polymer Science.
9. 1508- 1112.
Loesche WJ. 1996. Microbiology of Dental Decay and Periodontal Disease.
Baron's Medical Microbiology, 4th ed.. Univ of Texas Medical Branch.
Malik.2008.Sakit-Gigi Bisa Picu Penyakit Kronis. http://www.dechacare.com/
Sakit-Gigi-Bisa-Picu-Penyakit-Kronis-I231.html [30September 2010]
McCullough MJ, Farah CS. 2008. The role of alcohol in oral carsinogenesis with
particular reference to alcohol-containing mouthwashes. Australian Dental
Journal 53:302-305.
Mohanraj UJ and Chen Y. 2006. Nanoparticles - A Review. Tropical Journal of
Pharmaceutical Research 5(1): 561-573.
Muzzarelli RAA, Peter MG. 1997. Chitosan Handbook. European Chitin Society.
No HK, Park NY, Lee SH, Meyer SP. 2002. Antibacterial activity of chitosan and
chitosan oligomers with different molecular weights. International Journal
Food Microbial.25;74( 1-2) 65-72
Nomura R, Nemoto H, Ooshima T, Nakano K, Hamada M, Fujimoto K. 2007.
“Repeated Bacteraemia Caused by Streptococcus mutans in A Patient with
Sjögren’s Syndrome.” Journal of Medical Microbiology No. 56: 988-992.
Noor RR. 2001. Scanning Electron Microscope. Bogor: Laboratorium Pemuliaan
dan Genetika Ternak, Fakultas Petenakan, Institut Pertanian Bogor.
Ornum JU. 1992. Shrimp Waste Must It Be Wasted. Infofish. 6 : 48-51.
Ouattara B, Simard RE, Piette G, Bégin A, Holley RA. 2000. Inhibition of surface
spoilage bacteria in processed meats by application of antimicrobial films
prepared with chitosan. International Journal of Food Microbiology. 62:
139-48.
Pintauli S, Hamada T. 2008. Menuju gigi dan mulut sehat, pencegahan dan
pemeliharaan karies gigi. Medan:USU Press.
Pranoto Y, Salokhe Vilas M, Sudip K. Rakshit. 2005. Physical and antibacterial
properties of alginate-based edible film incorporated with garlic oil. J.Food
Research International 38: 267–272.
36
Prashanth KVH, Taranathan RN. 2007. Chitin/Chitosan: modification and their
unlimited application potential-an overview. J.Trends in Food Science and
Technology 18: 117-131.
Protan Lab. 1987. Cation Polymer for Recovery Valuable by Products from
Processing Waste. Burgess.
Qujeq D, Mossavi SE. 2004. Antibacterial activity of chitosan against Escherichia
coli. J.Babol Med Sci 7: 1-12.
Rafaat D, Kristine Von K, Albert H, Hans George S. 2008. Insight into the mode
of action of chitosan as an antibacterial compound. J.Applied and
Environment Microbiol 74 : 3764-3773.
Rochima E, Sugiyono, Syah D, Suhartono MT. 2004. Derajat deasetilasi kitosan
hasil reaksi enzimatis kitin deasetilasi isolate Bacillus papandayan K29-14.
Di dalam : Seminar Nasional dan Konggres PATPI; Jakarta 17-18
Desember 2004. Bogor: Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Institut
Pertanian Bogor.
Ryan KJ, Ray CG. (editors), 2004. Sherris Medical Microbiology 4th edition.
McGraw Hill, New York.
Säkkinen M. 2003. Biopharmaceutical Evaluation of Microcrystalline Chitosan as
Release-Rate-Controlling Hydrophilic Polymer in Granules for Gastro-
Retentive Drug Delivery[disertasi]. Helsinki:Department of Pharmacy
University of Helsinki
Säkkinen M, Tuӧnonen T, Jurjenson H, Veski P, Marvola M. 2003. Evaluation of
microcrystalline chitosans for gastro-retentive drug delivery. European
Journal of Pharmaceuticals Scieces. 19: 345-353
Sanford PA. 1989. Chitosan comercial uses and potential application. Dalam
Chitin and Chitosan Sources. Chemistry Biochemistry, Phycical Properties
and Application Elsevier Applied Science Published Ltd.
Shahidi F, Abuzaytoun R. 2005. Chitin, chitosan, and co-products: chemistry,
production, application, and health effects. Adv. Food Nutr. Res. 49:93-135.
Shahidi J, Arachchi KV, Jeon YJ. 1999. Food Aplication of Chitin and Chitosan.
Journal of Trends in Food Science and Technology. 10: 37-51.
Simpson BK. 1997. Utilization of Chitosan for preservation of Raw Shrimp.
Journal of Food Biotechnology 2: 25-44.
Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan
Biometrik. Terjemahan: Bambang Sumantri. Jakarta: PT. Gramedia Utama.
Suhartono, M.T., 2006. Pemanfaatan Kitin, Kitosan (Kitooligosakarida).
Foodreview. 1 No. 6: 30 – 33.
Suptijah P. 2006. Deskripsi Karakterisasi Fungsional dan Aplikasi Kitin dan
Kitosan. Di dalam Prosiding Seminar Nasional Kitin Kitosan. Bogor:
Departemen Hasil Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Institut Pertanian Bogor.
37
Suptijah P, Salamah E, Sumaryanto H, Purwaningsih S, Santoso J. 1992.
Pengaruh Berbagai Isolasi Khitin Kulit Udang Terhadap Mutunya. Laporan
Penelitian Jurusan Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan. IPB.
Bogor.
Suryo S. 1993. Ilmu Kedokteran Gigi dan Pencegahan Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press.
Tal H, Rosenberg M. 1990. Estimation of Dental Plaque Levels and Gingival
Inflammation Using a Simple Oral Rinse Technique. Journal
Periodontol. 61(6):33-42.
Tang ZX, Shi L, Qian J. 2007. Neutral Lipase from Aqueous Solutions on
Chitosan nano particles. Journal Biochemical Engineering. 34: 217-223.
Tsai GJ, Su WH. 2002. Antibacterial activity of shrimp chitosan against
Escherichia coli. J. Food Protect. 62: 239-243
Widodo S, Lambri SE. 1980. Peranan Kumur-kumur dalam Perawatan
Periodontal. Kumpulan Naskah Ceramah Ilmiah dan Kongres Nasional ke
XIV PDGI, hal. 140-144.
Wulandari T. 2010. Sintesis nanopartikel ekstrak temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb.) berbasis polimer kitosan, TPP dengan metode gelasi
emulsi [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.
Wu Y, Yang W, Wang C, Hu J, Fu S. 2005. Chitosan nanoparticles as a novel
delivery system for ammonium glycrrhinizate. International Journal of
Pharmaceutics. 295: 235-245.
Zaenab, Mardiastuti HW, Logawa B, Anny VP, 2004. Uji Antibakteri Siwak
(Salvadora persica Linn. Terhadap Streptococcus mutans (ATC31987) dan
Bacteroides melaninogenicus. Makara Kesehatan. 8(2): 37-40.
LAMPIRAN
38
Lampiran 1, Perhitungan Analisis Proksimat
a. Kadar air
Sampel ulangan A (g) B (g) C (g) Kadar air (%)
Rata-
rata
(%)
Kitosan
Komersil
1 5,10 19,70 24,62 3,6 4
2 5,30 18,40 23,47 4,4
Keterangan :
A = bobot sampel awal (g)
B = bobot cawan kosong (g)
C = bobot cawan + sampel setelah dioven (g)
% kadar air ulangan 1 = (A+B) - C x 100 %
A
= 24,80 g – 24,62 g x 100 %
5,10 g
= 3,6 %
% kadar air ulangan 2 = (A+B) - C x 100 %
A
= 23,70 g – 23,47 g x 100 %
5,30 g
= 4,4 %
% kadar air rata-rata = 3,6 % + 4,4 %
2
= 4 %
b. Kadar abu
Sampel ulangan A (g) B (g) C (g) Kadar abu (%) Rata-rata
(%)
Kitosan
Komersil
1 5,10 19,80 19,81 0,22 0,21
2 5,30 18,30 18,31 0,20
Keterangan :
A = bobot sampel (g)
B = bobot cawan kosong (g)
C = bobot sampel + cawan setelah ditanur (g)
% kadar abu ulangan 1= C-B x 100 %
A
= 19,81 g – 19,80 g x 100 %
5,10
= 0,22 %
39
% kadar abu ulangan 2 = C-B x 100 %
A
= 18,31 g – 18,30 g x 100 %
5,30 g
= 0,20 %
% kadar abu rata-rata = 0,22 % + 0,20 %
2
= 0,21 %
c. Kadar protein
Sampel Ulangan bobot
sampel (g) V HCl (mL) % N rata-rata (%)
Kitosan
Komersil
1 1,40 1,38 1,38 1,33
2 1,44 1,31 1,28
Keterangan :
V blanko = 0 mL FP = 10 Mr HCl = 14,007
N HCl = 0,1002 FK = 6,25
% N ulangan 1 = (V HCl - V blanko) x N HCl x FP x Mr HCl x 100%
mg contoh
= (1,38 - 0) x 0,1002 x 10 x 14,007 x 100%
1,40 x 103
= 1,38 %
% Kadar protein = % N x FK
= 1,38 x 6,25
= 8,6466 %
% N ulangan 2 = (V HCl - V blanko) x N HCl x FP x Mr HCl x 100%
mg contoh
= (1,31 - 0) x 0,1002 x 10 x 14,007 x 100%
1,44 x 103
= 1,28 %
d. Kadar air
Sampel ulangan A (g) B (g) C (g) Kadar air
(%)
Rata-rata
(%)
Kitosan
Mikrokristalin
1 1,02 20,75 21,73 3,6 3,92
2 1,02 21,64 22,62
4,2
Keterangan :
A = bobot sampel awal (g)
B = bobot cawan kosong (g)
40
C = bobot cawan + sampel setelah dioven (g)
% kadar air ulangan 1 = (A+B) - C x 100 %
A
= 24,80 g – 24,62 g x 100 %
5,10 g
= 3,6 %
% kadar air ulangan 2 = (A+B) - C x 100 %
A
= 23,70 g – 23,47 g x 100 %
5,30 g
= 4,4 %
% kadar air rata-rata = 3,6 % + 4,4 %
2
= 4 %
e. Kadar abu
Sampel ulangan A (g) B (g) C (g) Kadar abu
(%)
Rata-
rata (%)
Kitosan
Mikrokristalin
1 1,01 19,57 19,61 4,25 4
2 1 18,34 18,38 3,75
Keterangan :
A = bobot sampel (g)
B = bobot cawan kosong (g)
C = bobot sampel + cawan setelah ditanur (g)
% kadar abu ulangan 1= C-B x 100 %
A
= 19,61 g – 19,57 g x 100 %
1,01
= 4,25 %
% kadar abu ulangan 2 = C-B x 100 %
A
= 18,38 g – 18,34 g x 100 %
1 g
= 3,75 %
% kadar abu rata-rata = 4,25 % + 3,75 %
2
= 4 %
41
f. Kadar protein
Sampel Ulangan bobot
sampel (g) V HCl (mL) % N
rata-rata
(%)
Kitosan
Mikrokristalin
1 2,18 2,49 1,6 1,4
2 2,18 1,86 1,2
Keterangan :
V blanko = 0 mL FP = 10 Mr HCl = 14,007
N HCl = 0,1002 FK = 6,25
% N ulangan 1 = (V HCl - V blanko) x N HCl x FP x Mr HCl x 100%
mg contoh
= (2,49 - 0) x 0,1002 x 10 x 14,007 x 100%
2,18 x 103
= 1,6 %
% N ulangan 2 = (V HCl - V blanko) x N HCl x FP x Mr HCl x 100%
mg contoh
= (1,86 - 0) x 0,1002 x 10 x 14,007 x 100%
2,18 x 103
= 1,2 %
42
Lampiran 2a, Analisis Ragam Analisa TPC Rongga Gigi dan Mulut Hasil
Berkumur dengan Mouthwash Kitosan Mikrokristalin
ANOVA
Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F
Kelompok 1 2,0029086E15 2,0029086E15 3,17 0,0803
Konsentrasi 4 2,3406948E16 5,851737E15 9,27 <,0001
Jam 3 1,0890511E16 3,6301702E15 5,75 0,0017
r(jam) 4 321020035808 80255008952 0,00 1,0000
konsentrasi*jam 12 2,8355424E16 2,362952E15 3,74 0,0004
Lampiran 2,b Uji Lanjut Duncan Interaksi Konsentrasi dan Waktu
Means with the same letter are not significantly different,
Duncan Grouping Mean N interaksi
A 110500000 4 KPjam ke-8
B 67250000 4 KNsebelum
B
C B 58750000 4 KN jam ke-4
C
C D 29750000 4 KN jam ke-0
C D
C D 28600000 4 KN jam ke-8
C D
C D 26175000 4 0,5 jam ke-8
C D
C D 24125000 4 KP jam ke-4
43
Means with the same letter are not significantly different,
Duncan Grouping Mean N interaksi
D
D 19200000 4 0,5 jam ke-4
D
D 13650000 4 1 jam ke-8
D
D 12800000 4 1,5 jam ke-8
D
D 4925000 4 KPsebelum
D
D 3773750 4 1sebelum
D
D 3138750 4 1,5sebelum
D
D 2091250 4 0,5sebelum
D
D 835500 4 1 jam ke-4
D
D 507500 4 KP jam ke-0
D
D 340500 4 1,5 jam ke-4
D
D 91625 4 0,5 jam ke-0
44
Means with the same letter are not significantly different,
Duncan Grouping Mean N interaksi
D
D 35694 4 1 jam ke-0
D
D 5106 4 1,5 jam ke-0
45
Lampiran 3, Data Hasil Perhitungan DD (Derajat Deasetilasi)
DD = [1 - ( - ( ) ] x 100%
A 1575 =
A 3392 =
DD = [1 -[ ( - ( ) ] ] x 100%
= [1 -[0,87 – 0,75] ] x 100%
= [1– 0,13] x 100%
= [0,88] x 100%
DD = 88 %
46
LAMPIRAN.4 Data hasil analisis TPC (Total Plate Count)
Waktu Pengambilan
Sampel
Gigi Tidak Berlubang
Kontrol Negatif 0,5 1 1,5 Kontrol Positif
Sebelum Berkumur 6,30x10⁷ 1,91x10⁶ 2,22x10⁶ 1,95x10⁶ 2,10x10⁶
Jam ke-0 2,25x10⁷ 9,20x10⁴ 4,80x10⁴ 3,62x10² 5,35x10⁵
Jam ke-4 9,40x10⁷ 1,61x10⁷ 2,61x10⁵ 9,85x10⁴ 2,19x10⁷
Jam ke-8 2,86x10⁷ 2,54x10⁷ 1,50x10⁷ 1,19x10⁷ 1,99x10⁸
Waktu Pengambilan
Sampel
Gigi Berlubang
Kontrol Negatif 0,5 1 1,5 Kontrol Positif
Sebelum Berkumur 7,15x10⁷ 2,28x10⁶ 5,32x10⁶ 4,33x10⁶ 7,75x10⁶
Jam ke-0 3,70x10⁷ 9,12x10⁴ 2,34x10⁴ 9,85x10³ 4,80x10⁵
Jam ke-4 2,35x10⁷ 2,23x10⁷ 1,41x10⁶ 5,83x10⁵ 2,64x10⁶
Jam ke-8 2,86x10⁷ 2,70x10⁷ 1,23x10⁷ 1,36x10⁷ 2,20x10⁷