UJI EFEK IMUNOMODULATOR EKSTRAK ETANOL DAUN
AFRIKA (Vernonia amygdalina, Delile.) TERHADAP
AKTIVITAS FAGOSITOSIS SEL IMUN PADA MENCIT
JANTAN DENGAN METODE KARBON KLIREN
SKRIPSI
OLEH:
NUR AYUNINGSIH TAMBUSAI
NIM 111501014
PROGRAM REGULER SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
Universitas Sumatera Utara
UJI EFEK IMUNOMODULATOR EKSTRAK ETANOL DAUN
AFRIKA (Vernonia amygdalina, Delile.) TERHADAP
AKTIVITAS FAGOSITOSIS SEL IMUN PADA MENCIT
JANTAN DENGAN METODE KARBON KLIREN
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
NUR AYUNINGSIH TAMBUSAI
NIM 111501014
PROGRAM REGULER SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
4
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia yang
berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang
berjudul “ Uji Efek Imunomodulator Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia
amygdalina, Delile.) terhadap Aktivitas Fagositosis Sel Imun pada Mencit Jantan
dengan Metode Karbon Kliren”. Skripsi ini di ajukan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt., dan Ibu Yuandani S.Farm.,
M.Si., Ph.D., Apt., yang telah membimbing dengan penuh kesabaran, tulus dan
ikhlas selama penelitian dan penulisan skripsi ini berlangsung. Ucapan terima
kasih juga disampaikan kepada Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera
Utara, Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., yang telah memberikan bantuan dan fasilitas
selama masa pendidikan.
Penulis juga menyampaikan terima kasih serta penghargaan yang tulus
dan tak terhingga kepada orang tua tercinta, Ayahanda Junaidi Tambusai dan Ibu
Purwati, dan kepada seluruh keluarga dan sahabat terdekat atas doa, dorongan dan
dukungan baik moril maupun materil dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada laboran Farmakologi dan Toksikologi serta
laboran Fitokimia yang berperan penting dalam penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam
skripsi ini. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
Universitas Sumatera Utara
5
dari semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang
farmasi.
Medan, Oktober 2018
Penulis,
Nur Ayuningsih Tambusai
NIM 111501014
Universitas Sumatera Utara
viUniversitas Sumatera Utara
vii
UJI EFEK IMUNOMODULATOR EKSTRAK ETANOL DAUN AFRIKA
(Vernoniaamygdalina,Delile.) TERHADAP AKTIVITAS FAGOSITOSIS
SEL IMUN PADA MENCIT JANTANDENGAN METODE KARBON
KLIREN
ABSTRAK
Daun afrika (Vernonia amygdalina,Delile.) secara tradisional digunakan
oleh masyarakat sebagai obat antidiabetes, antihipertensi, antikanker dan untuk
meningkatkan sistem imun. Tujuanpenelitianiniadalah untuk mengetahui
pengaruh ekstrak etanol Daun Afrika terhadap aktivitas fagositosis pada mencit
jantan.
Uji aktivitas fagositosis menggunakan metode carbon clearance. Metode
ini digunakan untuk mengukur aktivitas sel-sel fagosit yang membunuh
organisme patogen didalam tubuh. 25 ekor mencit dibagi menjadi 5 kelompok,
masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor mencit. Kelompok pertama CMC Na 1%, kelompok kedua Imboost, kelompok ketiga EEDA 100 mg/kg BB, kelompok keempat 200 mg/kg BB, dan kelompok kelima 400 mg/kg BB, masing - masing kelompok diberi perlakuan per oral selama 7 hari. Kemudian hari ke 8 diberikan suspensi karbon secara i.v, setelah itu pada menit ke 5 dilakukan pengambilan
darah, dilanjutkan pada menit ke 10, 15, dan 20. Kemudian absorbansinya diukur
menggunakan spektrofotometer UV-Vis, kemudian mencit didislokasi dan
dibedah lalu diambil hati dan limpa. Dihitung laju eliminasi karbon, indeks
fagositosis, dan indeks stimulasi.
Hasi lpenelitian menunjukkan bahwa pemberian EEDA dosis100, 200, dan
400 mg/kg bb dapat meningkatkan laju eliminasi karbon, indeks fagositosis dan
indeks stimulasi bila dibandingkan terhadap kontrol negatif (p < 0,05 ). EEDA
dosis 400 mg/kg bb memiliki laju eliminasi karbon yang paling tinggi
dibandingkan dengan EEDA 100, dan 200 mg/kg bb. Indeks fagositosis EEDA
dosis 100, 200, dan 400 mg/kg bb secara berturut adalah 2,6842; 2,7351; dan
3.3060. Indeks stimulasi EEDA dosis 100, 200, dan 400 mg/kg bb secara berturut
adalah 1,8638; 1,9007; dan 2,2962.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa EEDA
mempunyai aktivitas fagositosis pada mencit jantan, EEDA 100, 200, 400
mg/kg bb meningkatkan aktivitas fagositosis dibandingkan dengan kontrol CMC
Na 1%. EEDA mempunyai efek sebagai imunomodulator yang bekerja dengan
meningkatkan sistem imun.
Kata kunci : Sel imun, fagositosis, Vernonia amygdalina, Delile., bersihan
karbon.
Universitas Sumatera Utara
viii
IMMUNOMODULATORY EFFECT TEST OF AFRICAN LEAF
ETHANOL EXTRACT (Vernoniaamygdalina,Delile.) ON IMMUNE CELL
PHAGOCYTOSIS ACTIVITY IN MALE MICE WITH CLIREN CARBON
METHOD
ABSTRACT
African leaves (Vernonia amygdalina,Delile.) are traditionally used by the
public as antidiabetic drugs, antihypertensive, anticancer and to enhace the
immune system.The purpose of this study was to determine the effect of African
leaf ethanol extract (ALEE) on phagocytosis activity in male mice.
Phagocytosis activity test used a carbon clearance method. This method
was used to measure the activity of phagocyte cells that kill pathogenic organisms
in the body. Twentyfive mice were divided into 5 groups, and each group
consisted of 5 mice. The first group was carboxy methyl cellulose (CMC Na) 1%,
the second was group Imboost, the third group was ALEE 100 mg/kg bw, the
fourth group was 200 mg/kg Bw, and the fifth group was 400 mg/kg bw, each
group was given oral treatment for 7 th days. Then the 8th day was given carbon
suspension i.v, after that at fifth minute blood was taken, continued at 10, 15 and
20 minutes. Then the absorbance was measured using UV – Vis
spectrophotometer, then the mice were dislocated and dissected then the liver and
spleen were taken. Carbon elimination rate, phagocytic index, and stimulation
index were calculated. The results showed that administration of ALEE at 100, 200, and 400
mg/kg bw could increase the rate of carbon elimination, phagocytic index, and stimulation index when compared to negative controls (p < 0,05 ). ALEE dose of 400 mg/kg bw had an elimination rate the highest carbon compared to ALEE 100, and 200 mg/kg bw. Phagocytic index ALEE dose of 100, 200 and 400 mg/kg bw in arow is 2.6842, 2.7351, and 3.3060. The stimulation index of ALEE dose of 100, 200 and 400 mg/kg bw was 1.8638, 1.9007, and 2.2962.
Based on the above exposure, it can be concluded that ALEE has
phagocytosis activity in male mice. ALEE 100, 200, 400 mg/kg bw increased
phagocytosis activity compared with control of CMC Na 1%. ALEE has an
immunomodulatory effect that works by enhacing the immune system.
.
Keywords: Carbon clearance, Immune cells, phagocytosis, Vernonia amygdalina,
Delile.,
Universitas Sumatera Utara
9
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ....................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... iii
KATA PENGANTAR ............................................................................... iv
SURAT PERNYATAAN ........................................................................... vi
ABSTRAK ................................................................................................. vii
ABSTRACT ............................................................................................... viii
DAFTAR ISI .............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................. 3
1.3 Hipotesis ................................................................................... 3
1.4 Tujuan Penelitian ...................................................................... 3
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................... 4
1.6 Kerangka Pikir Penelitian ......................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 6
2.1 Uraian Tanaman ....................................................................... 6
2.1.1 Sistematika Tumbuhan ................................................... 6
2.1.2 Nama Daerah .................................................................. 6
2.1.3 Morfologi Tumbuhan ..................................................... 7
Universitas Sumatera Utara
10
2.1.4 Khasiat Tanaman ......................................................... 7
2.2 Ekstraksi ...................................................................................
7
2.2.1 Metode Ekstraksi .........................................................
8
2.3 Sistem Imun ............................................................................
10
2.3.1 Komponen Sistem Imun ...............................................
10
2.3.2 Sistem Imun Humoral .................................................
10
2.3.3 Seluler ..........................................................................
11
2.4 Respon Imun ............................................................................
12
2.4.1 Respon Imun Non Spesifik .........................................
12
2.4.2 Respon Imun Spesifik ..................................................
14
2.5 Imunomodulator ........................................................................
14
2.5.1 Imunosupresi ...............................................................
15
2.5.2 Imunostimulasi ............................................................
15
2.6 Metode Pengujian Efek Imunomodulator ................................
15
2.6.1 Uji Bersihan Karbon ...................................................
15
2.6.2 Uji Respon Tipe Lambat .............................................
16
2.6.3 Titer Antibodi ..............................................................
16
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................
17
3.1 Alat dan Bahan .........................................................................
17
3.1.1 Alat ...............................................................................
17
3.1.2 Bahan ...........................................................................
17
3.2 Penyiapan Tumbuhan ...............................................................
18
3.2.1 Pengumpulan Tumbuhan...............................................
18
3.2.2 Identifikasi Tumbuhan .................................................
18
Universitas Sumatera Utara
11
3.2.3 Pengolahan Tumbuhan ................................................. 18
3.3 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ........................................
19
3.3.1 Pemeriksaan Makroskopik ...........................................
19
3.3.2 Pemeriksaan Mikroskopik ...........................................
19
3.3.3 Penetapan Kadar Air ....................................................
19
3.3.4 Penetapan Kadar Sari Larut Air ..................................
20
3.3.5 Penetapan Kadar Sari Larut Etanol ..............................
20
3.3.6 Penetapan kadar Abu Total...........................................
21
3.3.7 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam ....................
21
3.4 Skrining Fitokimia .................................................................
21
3.4.1 Pemeriksaan Alkaloid ..................................................
22
3.4.2 Pemeriksaan Flavonoida ..............................................
22
3.4.3 Pemeriksaan Glikosida ................................................
22
3.4.4 Pemeriksaan Saponin ...................................................
23
3.4.5 Pemeriksaan Steroid/ triterpenoid ................................
23
3.4.6 Pemeriksaan Tanin .......................................................
23
3.5 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Afrika (EEDA) ...................
24
3.6 Uji Efek Imunomodulator ......................................................
24
3.6.1 Pembuatan Suspensi CMC Na 1%................................
24
3.6.2 Pembuatan Suspensi Imboost ......................................
25
3.6.3 Pembuatan Suspensi Karbon .......................................
25
3.6.4 Pembuatan Suspensi Ekstrak (EEDA) ..........................
25
3.6.5 Penyiapan Hewan Percobaan .......................................
25
3.6.6 Pengujian Efek Imunomodulator .................................
26
Universitas Sumatera Utara
xii
3.7 Analisa Data ............................................................................ 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................
29
4.1 Karakterisasi dan Skrining Fitokimia .....................................
29
4.2 Hasil Uji Efek Imunomodulator..............................................
31
4.2.1 Laju Eliminasi Karbon .................................................
31
4.2.2 Indeks Fagositosis ........................................................
34
4.2.3 Indeks Stimulasi ...........................................................
38
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN......................................................
41
5.1 Kesimpulan ............................................................................
41
5.2 Saran ......................................................................................
41
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
42
LAMPIRAN ...............................................................................................
46
Universitas Sumatera Utara
131313
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Hasil Karakterisasi Simplisia Daun Afrika ...................................... 30
3.2 Hasil Skrining Fitokimia Daun Afrika .............................................. 30
Universitas Sumatera Utara
1414
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1 Kerangka Pikir Penelitian .............................................................. 5
3.1 Grafik Absorbansi Karbon vs Waktu ............................................. 31
3.2 Grafik Indeks Fagositosis Pada Mencit Jantan .............................. 35
3.3 Grafik Indeks Stimulasi Hasil Perbandingan Kelompok Uji
Dengan Kelompok Kontrol Negatif CMC Na 1% ......................... 38
Universitas Sumatera Utara
15
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Surat Rekomendasi Persetujuan Etik Penelitian Kesehatan ........ 46
2 Surat Hasil Identifikasi Tanaman ................................................. 47
3 Hasil Pemeriksaan Makroskopik .................................................. 48
4 Hasil Pemeriksaan Mikroskopik .................................................. 49
5 Perhitungan Hasil Pemeriksaan Karakteristik Simplisia .............. 50
6 Bagan Alur Uji Pendahuluan ........................................................ 55
7 Bagan Alur Pembuatan EEDA ..................................................... 56
8 Bagan Alur Penelitian ................................................................... 57
9 Gambar Alat ................................................................................. 58
10 Gambar Hewan ...................................................................... ...... 59
11 Tabel Konversi Dosis ................................................................... 60
12 Contoh Perhitungan Dosis ........................................................... 61
13 Hasil Pengukuran Absorbansi Partikel Karbon ........................... 62
14 Tabel Contoh Jumlah Obat Yang Diberikan Selama Tujuh Hari . 65
15 Tabel Laju Eliminasi Karbon ....................................................... 67
16 Contoh Perhitungan Konstanta Kecepatan Eliminasi Karbon,
Indeks Fagositosis, dan Indeks Stimulasi..................................... 68
17 Hasil Perhitungan Konstanta Kecepatan Eliminasi Karbon dan
Indeks Fagositosis......................................................................... 69
18 Tabel Rerata Indeks Fagositosis dan Indeks Stimulasi................. 70
19 Data Hasil Analisis Anova dan Tukey Eliminasi Karbon............ 71
20 Data Hasil Analisis Anova dan Tukey Indeks Fagositosis........... 80
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
Manusia dilahirkan dilengkapi dengan sistem pertahanan tubuh yang
spesifik maupun yang non spesifik. Sistem pertahanan tubuh ini disebut sistem
imun, agar manusia dapat menghindari berbagai bakteri, virus, jamur, dan zat
asing lain yang dapat menimbulkan berbagai gangguan atau penyakit. Salah
satu upaya untuk pencegahan penyakit adalah dengan meningkatkan daya
tahan tubuh yaitu dengan peningkatan efektivitas sistem imunitas tubuh supaya
sel-sel imun dapat terus melawan penyebab penyakit dan tubuh dapat terhindar
dari berbagai penyakit. Masyarakat Indonesia telah menggunakan tumbuhan
obat atau bahan alam sejak dulu. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi, para ilmuwan terus melakukan penelitian tentang khasiat
tumbuhan obat dan mengembangkan istilah kembali ke alam (Wijayakusuma,
2006).
Ketika daya tahan tubuh lemah maka agen infektif akan dengan
mudah menembus pertahanan tubuh dan menyebabkan penyakit. Oleh karena
itu, upaya meningkatkan sistem imun menjadi penting dilakukan, salah
satunya adalah dengan menggunakan imunomodulator khususnya yang
bersifat imunostimulan (Baratawidjaja, 2009).
Imunomodulator merupakan bahan atau agen yang dapat berinteraksi
dengan sistem imun dan menyebabkan peningkatan atau penurunan aspek
spesifik respon imun. Imunomodulator terdapat bahan sintetik maupun alamiah
Universitas Sumatera Utara
2
yang merupakan obat-obatan yang digunakan sebagai imunoterapi untuk
mengembalikan dan memperbaiki sistem imun atau untuk menekan fungsi
yang berlebihan. Salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai obat adalah
daun Afrika. Penggunaan daun Afrika secara empiris banyak digunakan oleh
masyarakat dengan pengolahan yang sederhana, yaitu dengan cara meminum
rebusan dari daun Afrika untuk berbagai macam penyakit, seperti antikanker,
pencegahan penyakit jantung, menurunkan kolesterol, mencegah stroke,
mengatur gula darah, gangguan pencernaan, dan menurunkan berat badan
(Ibrahim, dkk., 2004). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa daun Afrika
dapat digunakan sebagai antidiabetes (Santoso,2015), antioksidan (Dilasamola,
2016), hepatoprotektor (Natalia, 2014).
Daun Afrika (Vernonia amygdalina, Delile.), suku Asteraceae banyak
tumbuh di benua Afrika Bagian Barat terutama di Nigeria (Ibrahim, dkk.,
2004). Di Cina daun Afrika telah di kenal sejak dahulu oleh masyarakat
sebagai tanaman obat sangat mujarab. Mereka menyebutnya Nan Fei Shu, di
sebagian daratan Cina ada yang menyebut Nan Hui Ye, tanaman ini dahulu
digunakan oleh kalangan petinggi di lingkungan kekaisaran sebagai obat untuk
berbagai penyakit (Anonim, 2012).
Vernonia amigdalina, Delile., mengandung senyawa golongan saponin,
flavonoid, sesquiterpen lakton, dan glikosida steroid. Daun ini berguna sebagai
bahan baku obat (Ijeh dan Ejike, 2010). Senyawa golongan alkaloid,
triterpenoid, kuinon, dan fenolik yang berbobot molekul kecil dapat
menstimulasi sistem imun (Wagner, 1991).
Universitas Sumatera Utara
3
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan uji
ekstrak etanol daun Afrika terhadap aktivitas fagositosis menggunakan metode
bersihan karbon pada mencit jantan. Adapun golongan senyawa yang
terkandung dalam daun Afrika yaitu golongan flavonoid antosianin yang
merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit sekunder yang paling
banyak ditemukan di dalam jaringan tanaman. Golongan antosianin ini yang
mudah larut dalam air, terutama bentuk glikosidanya dan oleh karena itu
senyawa ini berada dalam ekstrak air tumbuhan. Golongan flavonoid dapat
digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3-C6, artinya kerangka karbonnya
terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzena tersubstitusi) disambungkan oleh
rantai alifatik tiga karbon (Markham, 1988).
1.2 PerumusanMasalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah pada
penelitian ini adalah:
a. Apakah pemberian ekstrak etanol daun Afrika dapat mempengaruhi
aktivitas fagositosis pada mencit jantan?
b. Apakah ekstrak etanol daun Afrika mempunyai efek imunomodulator?
1.3 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis pada penelitian
ini adalah:
a. Ekstrak etanol daun Afrika dapat mempengaruhi aktivitas fagositosis
pada mencit jantan.
b. Ekstrak etanol daun Afrika mempunyai efek imunomodulator.
Universitas Sumatera Utara
4
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan hipotesis di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :
a. Mengetahui pengaruh ekstrak etanol daun Afrika terhadap aktivitas
fagositosis pada mencit jantan.
b. Mengetahui efek imunomodulator ekstrak etanol daun Afrika.
1.5 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka manfaat penelitian ini
adalah :
a. Mengembangkan daun Afrika menjadi suatu sediaan herbal dengan
efek imunomodulator.
b. Menambah inventaris tanaman obat yang berkhasiat sebagai
imunomodulator, sebagai uji suatu eksperimental.
Universitas Sumatera Utara
5
1.6 Kerangka Pikir Penelitian
Penelitian dilakukan terhadap mencit yang diberikan suspensi EEDA.
Variabel bebas pada penelitian ini adalah suspensi EEDA 100, 200, dan 400
mg/kg bb, sedangkan variabel terikat yaitu efek imunomodulator. Hubungan
antara variabel bebas dengan variabel terikat ditunjukkan pada Gambar 1.1.
Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter
Suspensi
EEDA 100 mg/kg bb
Suspensi
EEDA 200 mg/kg bb
Suspensi
EEDA 400 mg/kg bb
Mencit Efek Imunomodulator
Kecepatan
Eliminasi
Karbon
Indeks
Fagositosis
Indeks
Stimulasi
Gambar 1.1 Skema Kerangka Pikir Penelitian
Universitas Sumatera Utara
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tanaman
Vernonia amygdalina, Delile., atau yang biasa disebut daun Afrika,
adalah tumbuhan semak yang tumbuh hingga 7 meter dan berasal dari daerah
tropis Afrika dan bagian lain dari Afrika, khususnya Nigeria, Kamerun dan
Zimbabwe. Tumbuhan ini dapat ditemukan di halaman rumah, sepanjang
sungai dan danau, ditepi hutan, dan di padang rumput. Dapat tumbuh di semua
jenis tanah dan menyukai lingkungan yang lembab (Yeap, 2010).
2.1.1 Sistematika Tumbuhan
Berikut adalah sistematika tumbuhan (Ibrahim, dkk., 2004).
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Asterales
Suku : Asteraceae
Marga : Vernonia
Spesies : Vernonia Amygdalina Del.
2.1.2 Nama Daerah
Daun Afrika banyak tumbuh di benua Afrika bagian barat terutama di
Nigeria dan negara yang beriklim tropis salah satunya adalah Indonesia. Daun
Afrika memiliki nama lain di negara-negara lain seperti Biter Leaf (daun pahit)
di Nigeria, Shiwaka di Nigeria bagian utara, Grawa di Ambari, Ewuro di
Universitas Sumatera Utara
7
Yoruba, Eriot di Ibbio, Onugbu di Igbo, Iryuna di Tiv, Oriwo di Edo, Chusar-
Doki di Hausa Shiwaka (Ijeh, 2010). Daun Afrika juga memiliki nama daerah
tersendiri di negara Indonesia seperti daun pahit di pulau Jawa dan daun
insulin di kota Padang (Anonim, 2012).
2.1.3 Morfologi Tumbuhan
Daun Afrika memiliki ciri-ciri morfologi sebagai berikut, batang tegak,
tinggi 1-3 m, bulat, berkayu, berwarna coklat kotor, daun majemuk, anak daun
berhadapan, panjang 15-25 cm, lebar 5-8 cm, tebal 7-10 m, berbentuk seperti
ujung tombak, tepi bergerigi, ujung runcing, pangkal membulat, pertulangan
menyirip, berwarna hijau tua, akar tunggang, berwarna coklat kotor (Ibrahim,
dkk., 2004; Ijeh, 2010).
2.1.4 Khasiat Tanaman
Tanaman ini berkhasiat antara lain sebagai antibakteri, antimalaria,
antijamur, antikanker, antioksidan, dan antidiabetes (Ijeh dan Ejike, 2010).
2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia
dari jaringan tumbuhan maupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai.
Tujuan utama ekstraksi adalah mendapatkan atau memisahkan sebanyak
mungkin zat-zat yang memiliki khasiat pengobatan dari zat-zat yang tidak di
butuhkan (Harborne, 1987).
Hasil ekstraksi disebut dengan ekstrak, yaitu sediaan pekat yang
diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani
menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut
Universitas Sumatera Utara
8
diuapkan. Simplisia yang digunakan dalam proses pembuatan ekstrak adalah
bahan alamiah yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali
dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan (Depkes, 2000).
Ekstraksi dengan menggunakan pelarut seperti etanol, metanol, etil
asetat, heksana dan air mampu memisahkan senyawa-senyawa yang penting
dari bahan. Pemilihan pelarut yang akan dipakai dalam proses ekstraksi harus
memperhatikan sifat kandungan senyawa yang akan diisolasi. Sifat yang
penting adalah polaritas dan gugus polar dari suatu senyawa. Pada prinsipnya
suatu bahan akan mudah larut dalam pelarut yang sama polaritasnya sehingga
akan mempengaruhi sifat fisikokimia ekstrak yang dihasilkan (Sudarmadji,
dkk., 1989).
2.2.1 Metode Ekstraksi
Menurut Depkes (2000), metode ekstraksi menggunakan pelarut dapat
dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
a. Cara dingin
1. Maserasi
Maserasi adalah proses penyarian simplisia mengguanakn pelarut
dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
ruangan.
2. Perkolasi
Perkolasi adalah suatu proses penyarian simplisia menggunakan alat
yang disebut perkolator dimana simplisia terendam dalam cairan
penyari, zat-zat akan terlarut dan larutan tersebut akan menetes secara
beraturan. Prosesnya terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap
Universitas Sumatera Utara
9
perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/
penampungan perkolat) sampai diperoleh ekstrak.
b. Cara panas
1. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan
proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk
proses ekstraksi sempurna.
2. Sokletasi
Sokletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan,
cairan penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari
terkondensasi menjadi molekul-molekul air oleh pendingin balik dan
turun menyari simplisia dalam klongsong dan selanjutnya masuk
kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa sifon.
3. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu umumnya
pada temperatur 40-50ºC.
4. Infudasi
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur
90oC) selama waktu tertentu (15-20 menit).
Universitas Sumatera Utara
10
5. Dekoktasi
Dekok adalah ekstraksi pada suhu 90-98oC mengunakan pelarut air
selama 30 menit.
2.3 Sistem Imun
Sistem imun adalah semua mekanisme yang digunakan tubuh untuk
mempertahankan keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap
bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup
(Baratawidjaja, 2009).
Semua makhluk hidup vertebrata mampu memberikan tanggapan dan
menolak benda benda yang dianggap asing oleh tubuhnya. Kemampuan ini
disebabkan oleh sel-sel khusus yang mampu membedakan zat asing (non-self)
dari zat yang berasal dari tubuhnya sendiri (self). Pada beberapa keadaan
patologik, sistem imun tidak dapat membedakan self dari non-self sehingga sel-
sel dalam sistem imun membentuk zat anti terhadap jaringan tubuhnya sendiri
(Kresno, 2001).
2.3.1 Komponen Sistem Imun
Komponen sistem imun terdiri dari sistem imun humoral dan sistem
imun selular.
2.3.1.1 Sistem Imun Humoral
Berbagai bahan dalam sirkulasi berperan pada pertahanan humoral,
yaitu komplemen, interferon, antibodi, dan C-Reactive protein (CRP).
Komplemen merupakan molekul dari sistem imun yang ditemukan di sirkulasi
Universitas Sumatera Utara
11
dalam keadaan tidak aktif, tetapi setiap waktu dapat diaktifkan oleh berbagai
bahan seperti antigen (Subowo, 2009).
2.3.1.2 Seluler
Sel-sel yang terlibat dalam komponen seluler sistem imun terdiri dari
sel limfoid dan sel fagosit (Subowo, 2009).
a. Sel Limfoid
Limfosit menduduki 20% dari leukosit yang ada dalam darah.
Kelompok limfoid terutama bertugas untuk mengenali antigen. Sel
limfoid terdiri dari limfosit T, limfosit B, dan sel NK (natural killer). Kecuali
sel NK, limfosit dilengkapi dengan molekul reseptor yang bertugas untuk
mengenali antigen (Subowo, 2009).
b. Sel Fagosit
Sel Fagosit terbagi atas fagosit mononuklear dan fagosit
polimorfonuklear Sel fagosit mononuklear dan fagosit polimorfonuklear
berperan sebagai sel efektor dalam respon imun nonspesifik (Subowo, 2009).
c. Fagosit mononuklear
Fagosit mononuklear mempunyai fungsi yaitu sebagai fagosit
profesional dengan fungsi utama menghancurkan antigen dan sebagai antigen
presenting cells (APC) yang fungsinya menyajikan antigen kepada limfosit.
Makrofag merupakan fagosit profesional yang terpenting. Makrofag
merupakan sel yang bergerak aktif yang memberi respon terhadap rangsang
kemotaksis, fagosit aktif dan mampu mematikan dan mencerna partikel asing
(Price, 1994).
Universitas Sumatera Utara
12
d. Fagosit polimorfonuklear
Fagosit jenis ini lebih dikenal dengan nama sel netrofil atau disingkat
PMN (Polymorphonuclear). Sel neutrofil termasuk dalam kelompok sel darah
putih (leukosit) yang beredar bersama dengan komponen seluler darah lainnya.
Sel neutrofil termasuk granulosit dengan bentuk inti yang berlobi, sehingga
dinamakan sel polimorfonuklear, anggota granulosit lain yaitu basofil dan
eosinofil. Bersama-sama dengan makrofag, fagosit polimorfonuklear
merupakan garis pertahanan terdepan dan melindungi tubuh dengan
menyingkirkan mikroorganisme yang masuk (Subowo, 2009).
2.4 Respon Imun
Respon imun adalah tanggapan sistem imun terhadap benda asing, bila
sistem imun terpapar pada zat yang diangap asing, maka ada dua jenis respon
imun yang mungkin terjadi, yaitu respon imun nonspesifik dan respon
imun spesifik (Kresno, 2001).
Respon imun nonspesifik umumnya merupakan imunitas bawaan
(innate immunity) dalam arti bahwa respon terhadap zat asing dapat terjadi
walaupun tubuh sebelumnya tidak pernah terpapar oleh zat tersebut,
merupakan pertahanan terdepan dalam menghadapi serangan berbagai benda
asing dan dapat memberikan respon langsung. Sedangkan respon imun spesifik
merupakan respon didapat (adaptive immunity) (Kresno, 2001).
2.4.1 Respon Imun Nonspesifik
Respon pertama oleh tubuh terhadap benda asing pada umumnya
berbentuk sebagai respon imun nonspesifik. Salah satu upaya tubuh untuk
Universitas Sumatera Utara
13
mempertahankan diri terhadap masuknya antigen adalah dengan
menghancurkan antigen bersangkutan secara nonspesifik dengan proses
fagositosis. Mekanisme seluler yang dilangsungkan oleh fagosit mononuklear
dan fagosit polimorfonuklear akan berusaha merusak atau membunuh antigen
dengan cara fagositosis (Kresno, 2001).
Fagositosis merupakan peristiwa penelanan suatu antigen melalui
reseptor pada permukaan membran sel makrofag dengan cara membentuk
gelembung yang berasal dari membran sel tersebut. Agar proses fagositosis
dapat terjadi, sel-sel fagosit tersebut harus berada dalam jarak dekat dengan
antigen, atau lebih tepat lagi bahwa antigen tersebut harus melekat pada
permukaan fagosit. Untuk mencapai antigen tersebut maka fagosit harus
menuju sasaran, hal ini dimungkinkan akibat dilepaskannya mediator
kemotaktik yang dilepaskan oleh makrofag atau netrofil yang sebelumnya telah
berada di lokasi antigen. Sebelumnya antigen telah mengalami opsonisasi oleh
imunoglobulin atau komplemen (C3b), agar lebih mudah ditangkap oleh
fagosit. Kemudian partikel tersebut masuk ke dalam sel dengan cara
endositosis dan dengan pembentukan fagosom partikel tersebut terperangkap
dalam kantung fagosom. Kemudian terjadi penyatuan fagosom dan lisosom
sehingga terbentuk fagolisosom yang mengandung enzim yang digunakan
untuk menghancurkan partikel tersebut (Kresno, 2001). Selain menggunakan
enzim, penghancuran atau pencernaan partikel dapat juga melalui letupan
oksidatif melibatkan pengaktifan superoksida oleh membran NADPH oksidase
melalui serangkaian reaksi molekuler yang mengkomsumsi oksigen.
Myeloperoxidase (MPO) di fagosom mengkatalisis transformasi superoksida
Universitas Sumatera Utara
14
menjadi berbagai molekul beracun bagi mikroorganisme, seperti asam
hipoklorit, klorin, kloramin, radikal hidroksil, dan oksigen tunggal (Yuandani,
2013).
2.4.2 Respon Imun spesifik
Respon imun spesifik merupakan imunitas yang didapat (adaptive
immunity), dimana respon imun spesifik mampu mengenali kembali antigen
yang pernah terpapar sebelumnya, sehingga paparan selanjutnya dengan
antigen yang sama akan meningkatkan efektifitas mekanisme pertahanan tubuh
(Subowo, 2009). Dalam respon imun spesifik, limfosit merupakan sel yang
memainkan peranan penting karena sel ini mampu mengenali setiap antigen
yang masuk ke dalam tubuh. Secara umum, limfosit dibedakan menjadi dua
jenis yaitu limfosit T dan limfosit B (Playfair, 2012).
2.5 Imunomodulator
Imunomodulator adalah cara untuk mengembalikan dan memperbaiki
sistem imun yang terganggu, dengan meningkatkan sistem pertahanan tubuh
dan untuk menekan atau menormalkan fungsi imun yang abnormal. Obat
golongan imunomodulator bekerja menurut dua cara, yaitu melalui
imunosupresi dan imunostimulasi. Imunosupresi disebut down regulation
sedangkan imunostimulasi disebut imunopotensiasi atau up regulation
(Baratawidjaja, 2009).
Universitas Sumatera Utara
15
2.5.1 Imunosupresi
Merupakan suatu tindakan untuk menekan respons imun. Kegunaannya
di klinik terutama pada transplantasi untuk mencegah reaksi penolakan dan
pada berbagai penyakit inflamasi yang menimbulkan kerusakan atau gejala
sistemik, seperti autoimun atau auto-inflamasi. Obat-obat imunosupresi
digunakan pada penderita yang akan menjalani transplantasi dan penyakit
autoimun oleh karena kemampuannya yang dapat menekan respon imun
seperti azatioprin, dan siklofosfamid (Baratawidjaja, 2009).
2.5.2 Imunostimulasi
Imunostimulasi merupakan substansi khusus yang memiliki
kemampuan untuk meningkatkan perlawanan terhadap infeksi penyakit
terutama oleh sistem fagositik, mengurangi infeksi, mengatasi
imunodefisiensi, dan merangsang pertumbuhan sel pertahanan tubuh secara
alami seperti: levamisole, isoprenosin, imboost®, dan Stimuno® (Subowo,
2009).
2.6 Metode Pengujian Efek Imunomodulator
Ada beberapa metode yang digunakan dalam pengujian efek
imunomodulator. Beberapa di antaranya adalah uji bersihan karbon, respon
hipersensitivitas tipe lambat, dan pengukuran antibodi (titer antibodi).
2.6.1 Uji Bersihan Karbon
Uji bersihan karbon merupakan standar uji eliminasi partikel asing di
dalam darah dan merupakan gambaran umum yang terjadi pada proses
fagositosis terhadap partikel asing di dalam darah. Uji bersihan karbon
Universitas Sumatera Utara
16
dilakukan dengan cara menyuntikkan karbon tinta dalam aliran darah untuk
mengukur mekanisme fagositosis sel-sel fagositik. Pada saat karbon tinta
diinjeksikan secara intravena maka karbon akan difagositosis oleh makrofag
(Wagner, 1991).
2.6.2 Uji Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat
Uji respon hipersensitivitas merupakan pengujian efek
imunomodulator terkait dengan respon imun spesifik. Respon hipersensitivitas
tipe lambat merupakan respon imun seluler yang melibatkan aktivasi sel Th
yang akan melepaskan sitokin yang bersifat proinflamasi dan meningkatkan
aktivitas makrofag yang ditandai dengan pembengkakan kaki hewan uji (Roitt,
2002).
2.6.3 Titer Antibodi
Respon imun spesifik dapat berupa respon imun seluler dan respon
imun humoral. Penilaian titer antibodi merupakan pengujian terhadap respon
imun humoral yang melibat pembentukan antibodi. Peningkatan nilai titer
antibodi terjadi karena peningkatan aktivitas sel Th yang menstimulasi sel B
untuk pembentukan antibodi dan peningkatan aktivitas sel B dalam
pembentukan antibodi (Roitt, 2002).
Universitas Sumatera Utara
17
BAB III METODE
PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan tahapan pengumpulan bahan,
pengolahan bahan, pembuatan ekstrak etanol daun Afrika (EEDA), penyiapan
hewan percobaan (mencit), dan uji efek imunomodulator dengan metode
bersihan karbon (carbon clearance). Data hasil penelitian dianalisis dengan
ANAVA (analisis variansi) dan dilanjutkan dengan uji Post Hoc Tukey.
Analisis statistik ini menggunakan program SPSS (Statistical Product and
Service Solution) versi 17. Penelitian ini dilakukan dilaboratorium Fitokimia
dan Laboratorium Biofarmasi dan Farmakokinetika di Fakultas Farmasi,
Universitas Sumatera Utara.
3.1 Alat Dan Bahan
3.1.1 Alat
Alat yang diguanakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas
laboratorium, blender, rotary evaporator, seperangkat alat destilasi penetapan
kadar air, labu alas bulat, tabung reaksi, corong, kertas saring, spot plat,
penjepit tabung, spatula, cawan penguap, kertas perkamen, lumpang dan
stamper, neraca listrik, beaker glass, seperangkat alat bedah, oral sonde, spuit
1 mL, kandang mencit, neraca hewan, mikro pipet dan spektrofotometer UV-
Visible.
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi daun Afrika,
pelarut etanol, akuades, tinta cina merk pelican B-17, CMC-Na, tablet
Universitas Sumatera Utara
18
imboost® (SOHO), natrium sitrat 1%, asam asetat 1%, larutan NaCl 0,9%,
larutan kloral hidrat, toluen, asam klorida 2 N, air suling, pereaksi meyer,
pereaksi dragendorf, pereaksi bouchardat, amil alkohol, metanol, etanol 96%,
serbuk Zn, natrium sulfat anhidrat, asam klorida pekat, asam klorida encer,
serbuk Mg, asam sulfat pekat, timbal (II) asetat 0,4 M, kloroform, isopropanol,
pereaksi molish (α-naftol dan asam nitrat), pereaksi besi (II) klorida, n-heksan,
dan pereaksi lieberman-bouchardat (asam asetat anhidrat dan asam sulfat
pekat).
3.2 Penyiapan Tumbuhan
Penyiapan tumbuhan meliputi pengumpulan, identifikasi dan
pengolahan tumbuhan.
3.2.1 Pengumpulan Tumbuhan
Pengambilan tumbuhan dilakukan secara purposif yaitu tanpa
membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel yang
diperoleh yaitu daun Afrika yang masih segar dari jalan Tri Darma No 22 Kota
Medan, Sumatera Utara.
3.2.2 Identifikasi Tumbuhan
Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Medanense Universitas
Sumatera Utara.
3.2.3 Pengolahan Tumbuhan
Daun Afrika yang telah dikumpulkan dibersihkan dari pengotoran,
selanjutnya di cuci di bawah air mengalir beberapa kali hingga bersih,
kemudian ditiriskan lalu disebarkan di atas perkamen sampai merata hingga air
nya terserap, setelah itu di timbang diperoleh berat basah 3,5 kg; kemudian
Universitas Sumatera Utara
19
dikeringkan di lemari pengering. Setelah sampel kering ditimbang berat
keringnya, dan diperoleh berat kering 1000 mg, kemudian sampel yang sudah
kering dihaluskan sampai menjadi serbuk dengan menggunakan blender.
Selanjutnya dimasukkan kedalam wadah plastik tertutup, serbuk sebelum
dipakai disimpan ditempat kering terlindung dari cahaya.
3.3 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia
Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik
dan mikroskopik, penetapan kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut
etanol, kadar abu total, dan kadar abu tidak larut asam (Depkes, RI., 1995).
3.3.1 Pemeriksaan Makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati morfologi
simplisia daun Afrika dengan memperhatikan warna, bentuk, dan tekstur
sampel.
3.3.2 Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik terhadap serbuk simplisia daun Afrika
dilakukan dengan cara menaburkan simplisia diatas gelas preparat yang telah
diteteskan dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan gelas penutup dan
kemudian dilihat dibawah mikroskop.
3.3.3 Penetapan Kadar Air
Penetapan kadar air dilakukan menurut metode Azeotropi (destilasi
toluene). Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, pendingin, tabung
penyambung, tabung penerima 5 ml berskala 0,05 ml; alat penampung dan
pemanas listrik.
Cara kerja :
Universitas Sumatera Utara
20
Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu
alas bulat, dipasang alat penampang dan pendingin, kemudian di destilasi
selama 2 jam. Destilasi di hentikan dan di biarkan dingin selama 30 menit,
kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05
mL; lalu kedalam labu tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah di
timbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Pada saat toluene
mendidih setelah itu kecepatan tetesan di atur 2 tetes untuk tiap detik sampai
sebagian besar air terdestilasi, setelah itu dibilas bagian dalam pendingin
dengan toluene. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit kemudian tabung
penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen
memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua
volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam
bahan yang di periksa. Kadar air di hitung dalam persen (WHO, 1998).
3.3.4 Penetapan Kadar Sari Larut Air
Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan, dimaserasi selama 24 jam
dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling 1000 ml)
dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama,
dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 20 ml filtrat sampai
kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan
ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Hitung kadar
dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah
dikeringkan diudara (Depkes, RI.,1995).
3.3.5 Penetapan kadar sari larut etanol
Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah dikeringkan dimaserasi
selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil
Universitas Sumatera Utara
21
dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam.
Kemudian disaring, 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal
berdasar rata yang telah ditara dan sisanya dipanaskan pada suhu 105oC sampai
bobot tetap. Kadar sari larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah
dikeringkan diudara (Depkes, RI., 1995).
3.3.6 Penetapan kadar abu total
Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama
dimasukkan dalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijar dan ditara,
kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis,
pemijaran dilakukan pada suhu 600oC selama 3 jam. Kemudian didinginkan
dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap
bahan yang telah dikeringkan diudara (Depkes, RI., 1995).
3.3.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam
Abu yang telah diperoleh dalam penetapan abu didinginkan dengan 25
ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring dengan kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas,
dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar
abu yang tidak larut asam dihitung terhadap bobot yang dikeringkan diudara
(Depkes, RI., 1995).
3.4 Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia serbuk simplisia daun Afrika meliputi:
pemeriksaan senyawa golongan alkaloid, flavanoid, glikosida, tanin,
saponin dan steroid/triterpenoid.
Universitas Sumatera Utara
22
3.4.1 Pemeriksaan alkaloid
Serbuk simplisia daun Afrika ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian
ditambahkan 1 mL asam klorida 2 N dan 9 mL air suling, dipanaskan diatas
penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh
dipakai untuk uji alkaloida: diambil 3 tabung reaksi, lalu kedalamnya
dimasukkan 0,5 ml filtrat.
Pada masing-masing tabung reaksi:
a. Tabung 1 ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer
b. Tabung 2 ditambahkan 2 tetes pereaksi Bauchardat
c. Tabung 3 ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff
Akaloida positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada paling sedikit
dua dari tiga percobaan diatas (Depkes, RI., 1995).
3.4.2 Pemeriksaan flavonoid
Sebanyak 10 g serbuk simplisia daun Afrika ditambahkan 100 mL air
panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas. Filtrat
yang diperoleh kemudian diambil 5 mL lalu ditambahkan 0,1 g serbuk Mg dan
1mL HCL pekat dan 2 mL amil alkohol, dikocok, dan dibiarkan memisah.
Flavonoid positif jika terjadi warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil
alkohol (Farnsworth, 1966).
3.4.3 Pemeriksaan glikosida
Serbuk simplisia daun Afrika ditimbang sebanyak 3 g, lalu disari
dengan 30 ml campuran etanol 95% dengan air (7:3) dan 10 ml asam klorida 2
N, direfluks selama 2 jam, didinginkan dan disaring. Diambil 20 ml filtrat
ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M; dikocok,
didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari sebanyak 3 kali, tiap kali dengan
Universitas Sumatera Utara
23
20 ml campuran isopropanol dan kloroform (2:3). Pada kumpulan sari
tambahkan natrium sulfat anhidrat, disaring dan uapkan pada suhu 500oC.
Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan ini digunakan untuk
percobaan berikut 0,1 mL larutan percobaan dimasukkan dalam tabung reaksi
dan diuapkan di atas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes
pereaksi Molish. Kemudian secara perlahan-lahan ditambahkan 2 ml asam
sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuknya cincin berwarna ungu pada
batas kedua cairan menunjukkan ikatan gula (Depkes, RI., 1995).
3.4.4 Pemeriksaan tanin
Sebanyak 0,5 g sampel disari dengan 10 mL air suling, disaring lalu
filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 mL
larutan lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida.Terjadi
warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Farnsworth,
1966).
3.4.5 Pemeriksaan saponin
Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia daun Afrika dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 10 mL air panas, didinginkan kemudian dikocok
selama 10 detik. Jika terbentuk buih yang mantap setinggi 1-10 cm yang stabil
tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan satu tetes
asam klorida 2 N menunjukkan adanya saponin (Depkes, RI., 1995).
3.4.6 Pemeriksaan steroid/triterpenoid
Sebanyak 1 g sampel dimaserasi dengan 20 ml n -heksana
selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap, pada
sisa ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat
Universitas Sumatera Utara
24
pekat, apabila timbul warna ungu atau merah kemudian berubah menjadi
hijau biru menunjukkan adanya steroid/triterpenoid (Harborne, 1987).
3.5 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Afrika
Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara serbuk simplisia diekstraksi
dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol. Serbuk simplisia daun
Afrika dimaserasi dengan 75 bagian pelarut etanol sampai seluruh serbuk
terendam, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil
sesekali diaduk. Kemudian sampel disaring dan filtrat diperoleh, sedangkan
residu diekstraksi kembali menggunakan 25 bagian etanol, dimasukkan ke
dalam bejana dan disimpan di tempat yang terlindung dari cahaya selama 2
hari, kemudian dienap tuangkan (Ditjen POM RI, 1979). Seluruh maserat
digabung dan dipekatkan dengan bantuan alat rotary evaporator pada
temperatur tidak lebih dari 40oC sampai diperoleh ekstrak kental.
3.6 Uji Efek Imunomodulator
Uji efek imunomodulator meliputi penyiapan kontrol, bahan uji, larutan
penyangga, penyiapan hewan percobaan, dan uji bersihan karbon. Penyiapan
kontrol, bahan uji, larutan penyangga meliputi penyiapan suspensi CMC Na
1%, suspensi Imboost®, suspensi karbon, dan penyiapan suspensi ekstrak daun
Afrika.
3.6.1 Pembuatan Suspensi CMC Na 1%
Pembuatan suspensi CMC Na 1% dilakukan dengan cara sebagai
berikut: sebanyak 1 gram CMC Na ditaburkan ke dalam lumpang yang berisi
air panas sebanyak 20 ml. Didiamkan selama 15 menit, kemudian digerus
Universitas Sumatera Utara
25
hingga diperoleh massa yang transparan, diencerkan dengan sedikit air,
kemudian dituang ke dalam labu tentukur 100 ml, ditambah air suling sampai
batas tanda.
3.6.2 Pembuatan suspensi Imboost®
Pembuatan suspensi imboost® dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Sebanyak 1 gram CMC-Na ditaburkan ke dalam lumpang yang berisi
air suling panas sebanyak 20 mL. Ditutup dan didiamkan selama 15 menit,
digerus hingga diperoleh masa yang transparan. Ditambahkan 2 tablet
imboost® (500 mg) ke dalam lumpang, kemudian di gerus homogen. Dituang
ke dalam labu tentukur 100 mL, ditambah air suling sampai batas tanda.
3.6.3 Pembuatan suspensi karbon
Pembuatan suspensi karbon dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Suspensikan 1,6 ml tinta cina pelikan B-17 ke dalam 8,4 ml suspensi
CMC-Na 1% dalam larutan fisiologis NaCl (Faradilla dan Maria, 2014).
3.6.4 Pembuatan suspensi ekstrak etanol Daun Afrika
Pengujian akan digunakan 3 variasi dosis yakni dosis 100, 200, dan 400
mg/kg bb. Ditimbang 1 gram ekstrak etanol daun Afrika. Dimasukkan ke
dalam lumpang, kemudian tuang sedikit demi sedikit suspensi CMC-Na 1%
sambil digerus hingga homogen, setelah homogen dituangkan ke dalam labu
tentukur 100 ml dan dicukupkan dengan suspensi CMC-Na 1% hingga garis
tanda. Diperoleh konsentrasi EEDA 1%.
3.6.5 Penyiapan hewan percobaan
Hewan uji yang digunakan adalah mencit jantan sebanyak 25 ekor
dengan berat 20-30 gram yang diperoleh dari Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara. Penentuan jumlah subjek minimal ditentukan berdasarkan
Universitas Sumatera Utara
26
rumus Federer yaitu (t-1) (n-1) ≥ 15, bahwa t merupakan jumlah perlakuan,
sedangkan n merupakan banyak pengulangan pada tiap perlakuan, sehingga
didapatkan n ≥ 5. Mencit dibagi kedalam 5 kelompok perlakuan, tiap
kelompok terdiri dari 5 ekor mencit jantan dimana kelompok I sebagai kontrol
negatif (CMC Na 1%), kelompok II sebagai kontrol positif (Imboost®), dan
kelompok III – V sebagai kelompok uji (variasi dosis dari ekstrak). Sebelum
perlakuan, hewan percobaan dikondisikan terlebih dahulu selama 2 minggu
dalam kandang yang baik untuk menyesuaikan lingkungannya.
3.6.6 Pengujian efek imunomodulator
Uji efek imunomodulator ekstrak etanol daun Afrika ditentukan
menggunakan metode bersihan karbon dengan mengukur absorbansinya
menggunakan spektrofotometer UV-Visible (Wagner, 1991). Sejumlah 25
ekor mencit dibagi menjadi 5 kelompok dosis, kelompok I sebagai kontrol
negatif, kelompok II sebagai kontrol positif dan kelompok III - V sebagai
kelompok uji. Tiap kelompok terdiri dari 5 ekor mencit jantan. Hewan
dikelompokkan sebagai berikut:
Kelompok I : diberi sediaan suspensi CMC-Na 1 %
Kelompok II : diberi sediaan suspensi imboost® dengan dosis 32,5 mg/ kg bb
Kelompok III : diberi sediaan suspensi EEDA dengan dosis 100 mg/kg bb
Kelompok IV : diberi sediaan suspensi EEDA dengan dosis 200 mg/kg bb
Kelompok V : diberi sediaan suspensi EEDA dengan dosis 400 mg/kg bb
Tiap kelompok diberikan ekstrak uji secara oral satu kali sehari selama
7 hari berturut-turut. Pada hari ke-8 setelah 7 hari pemberian suspensi sampel
pada masing-masing kelompok, ujung ekor mencit dipotong. Dilakukan
Universitas Sumatera Utara
27
pengambilan darah dan dimasukkan ke dalam tube yang telah berisi Na-sitrat,
kemudian darah diambil 25µl dan ditambahkan 4 ml asam asetat 1% untuk
melisiskan sel darah merah, darah pertama digunakan sebagai blanko (menit
0), kemudian 0,1 ml suspensi karbon disuntikkan secara intravena melalui
pembuluh darah di ekor, dan pada menit ke-5, 10, 15, dan 20 setelah
penyuntikkan karbon dilakukan pengambilan darah, ditampung ke dalam tube
yang telah berisi Na-sitrat, kemudian darah diambil sebanyak 25µl, masing-
masing ditambahkan 4 ml asam asetat 1% untuk melisiskan sel darah merah,
kemudian diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Visible
pada panjang gelombang 632,0 nm. Setelah 12 jam diambil darahnya, mencit
dikorbankan, organ hati dan limfa mencit diambil dan ditimbang, kemudian
hati dan limfa dicatat beratnya (Aldi, dkk., 2013).
Setelah pengambilan darah pada ujung ekor mencit tersebut dihitung
konstanta kecepatan eliminasi karbon (K), indeks fagositosis (α) dan indeks
stimulasi dengan menggunakan rumus:
Konstanta kecepatan eliminasi karbon (K) =
Indeks Fagositosis = = k1/3
x berat hewan
Berat hati+berat limfa
Indeks Stimulasi =
dimana :
OD5 adalah absorbansi pada menit ke-5
OD20 adalah absorbansi pada menit ke-20
T1 adalah waktu pertama pengambilan darah
T2 adalah waktu terakhir pengambilan darah
Universitas Sumatera Utara
28
Indeks fagositosis dan indeks stimulasi dari tiap kelompok uji
dibandingkan dengan kelompok kontrol (Kala, et al., 2015).
3.7 Analisis Data
Data hasil penelitian dianalisis menggunakan program SPSS 17 untuk
menentukan homogenitas dan normalitasnya dengan uji ANAVA satu arah
(One-Way ANOVA) dan untuk mengetahui perbedaan rerata di antara
perlakuan. Jika terdapat perbedaan, dilanjutkan dengan menggunaknan uji
Homogeneous Subsets untuk mengetahui variabel mana yang memiliki
perbedaan. Berdasarkan nilai signifikansi (p<0,05) dianggap signifikan.
Universitas Sumatera Utara
29
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakterisasi dan skrining fitokimia
Tumbuhan yang digunakan dalam penelitian adalah daun Afrika yang
sudah diidentifikasi di Herbarium Medanense (MEDA) Universitas Sumatera
Utara dengan nama lain Vernonia amygdalina. Delile., suku Asteraceae. Hasil
identifikasi tanaman dapat dilihat di Lampiran 2 hal 46.
Hasil pemeriksaan makroskopik simplisia daun Afrika dapat dicirikan
dengan daun berwarna hijau kecoklatan, panjang 6-18 cm, lebar 3,5-5 cm, rasa
pahit, dan berbau khas. Serbuk simplisia berwarna hijau dan berbau khas. Hasil
makroskopik tumbuhan dapat dilihat pada lampiran 3 hal 47.
Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia daun Afrika adalah
sebagai berikut, terlihat fragmen stomata, fragmen rambut penutup, dan
fragmen hablur kristal Ca oksalat. Hasil mikroskopik serbuk simplisia dapat
dilihat pada Lampiran 4 hal 48.
Hasil karakteristik simplisia daun Afrika yaitu penetapan kadar air
7,91%, kadar sari yang larut dalam air 30,56%, kadar sari yang larut dalam
etanol 26,67%, kadar abu total 13,91%, dan kadar abu tidak larut asam 0,98%.
Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak etanol daun Afrika
keduanya menunjukkan adanya kandungan flavonoid, glikosida, tanin,
saponin, dan steroid/triterpenoid. Hasil karakterisasi simplisia daun Afrika dan
skrining fitokimia dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2.
Universitas Sumatera Utara
30
Tabel 4.1. Hasil karakterisasi simplisia daun Afrika NO Parameter Simplisia
1 Penetapan kadar air 7,91%
2 Penetapan kadar sari larut dalam air 30,56%
3 Penetapan kadar sari larut dalam etanol 26,67%
4 Penetapan kadar abu total 13,91%
5 Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam 0,98%
Tabel 4.2. Hasil skrining fitokimia daun Afrika NO Skrining Simplisia Ekstrak
1 Alkaloid - -
2 Flavonoid + +
3 Glikosida + +
4 Saponin + +
5 Tanin + +
6 Steroid/Triterpenoid + +
Proses ekstraksi pada penelitian ini menggunakan metode maserasi.
Kelebihan metode ini tidak memerlukan peralatan khusus, pengerjaannya
mudah dan sederhana, serta tanpa pemanasan sehingga perubahan kimia
terhadap senyawa-senyawa tertentu dapat di hindari. Ekstraksi dengan metode
maserasi menggunakan prinsip kelarutan yaitu pelarut polar akan melarutkan
senyawa polar, demikian juga sebaliknya pelarut nonpolar akan melarutkan
senyawa nonpolar (Depkes, RI., 1995). Pelarut yang digunakan pada penelitian
ini adalah etanol, karena etanol merupakan senyawa aromatik yang bersifat
polar, tidak beracun, mudah menguap, tidak higroskopis, dan etanol dapat
menarik senyawa-senyawa yang bersifat polar (Snyder, dkk., 1997).
Hasil penyarian 300 g serbuk simplisia daun Afrika dengan pelarut etanol
diperoleh ekstrak cair yang kemudian diuapkan dengan menggunakan rotary
evaporator dan dikeringkan di water bath, diperoleh ekstrak kental 60 g.
Universitas Sumatera Utara
31
ab
sorb
an
si
4.2 Hasil Uji Efek Imunomodulator
4.2.1 Laju Eliminasi Karbon
Pada penelitian ini dilakukan pengujian respon imun non spesifik dengan
menggunakan metode bersihan karbon. Uji ini merupakan respon non spesifik
untuk mengetahui aktivitas fagositosis sel makrofag terhadap karbon sebagai
zat asing (Shukla, dkk., 2009). Karbon akan berkurang jumlahnya dalam darah
seiring pertambahan waktu, karena adanya peristiwa fagositosis oleh sel-sel
leukosit terutama neutrofil, monosit, dan makrofag. Laju eliminasi karbon
merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengukur aktivitas fagositosis
pada mencit. Laju eliminasi karbon diukur pada menit ke-5, 10, 15, dan 20.
Karbon yang digunakan adalah tinta cina merk pelican B-17. Hasil laju
eliminasi kabon dalam darah ditunjukkan pada Gambar 4.1.
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
5 10 15 20
waktu (menit)
CMC Na 1%
Imboost 32,5 mg/kg bb
EEDA 100 mg/kg bb
EEDA 200 mg/kg bb
EEDA 400 mg/kg bb
Gambar 4.1 Rerata nilai absorbansi karbon vs waktu di dalam darah
Nilai absorban karbon dalam darah diamati dengan spektrofotometer
UV-Vis pada panjang gelombang 632,0 nm; hasilnya menurun seiring waktu,
karena terjadi eliminasi. Semakin cepat penurunan nilai absorbansi maka
semakin tinggi peningkatan laju eliminasi karbon dalam darah.
Universitas Sumatera Utara
32
Nilai rerata absorban karbon dalam darah dianalisis dengan uji analisis
variasi (ANAVA) untuk menentukan homogenitas dan normalitas dan untuk
mengetahui perbedaan rata-rata di antara perlakuan tiap menitnya. Hasil
analisis uji ANAVA diperoleh nilai 0,000 pada p<0,05 yang berarti bahwa
nilai absorban karbon dalam darah antara kelompok perlakuan berbeda secara
bermakna tiap rentang waktu. Analisis dilanjutkan dengan melakukan uji Post
Hoc Tukey untuk mengetahui kelompok perlakuan mana yang nilai absorban
karbon dalam darah sama atau berbeda antara satu perlakuan dengan perlakuan
lain.
Berdasarkan hasil uji statistik, menunjukkan bahwa pada menit ke-5,
setiap kelompok perlakuan tidak memiliki perbedaan yang signifikan 0,591
(p>0,05). Pada menit ke-10 menunjukkan suspensi EEDA dosis 100, 200, 400
mg/kg bb dan suspensi imboost 32,5 mg/kg bb memiliki perbedaan yang
signifikan 1,000 (p<0,05) dengan suspensi CMC Na 1%. Kelompok EEDA
100, 200, dan 400 mg/kg bb tidak berbeda signifikan (p > 0,05) dengan
suspensi imboost 32,5 mg/kg bb.
Pada menit ke-15 menunjukkan suspensi CMC Na 1% memiliki
perbedaan yang signifikan 1,000 (p < 0,05) dengan kelompok perlakuan lain.
Suspensi Imboost 32,5 mg/kg bb tidak berbeda signifikan (p > 0,05) dengan
EEDA 400 mg/kg b, dan berbeda signifikan (p < 0,05) dengan EEDA 100 dan
200 mg/kg bb. EEDA 400 mg/kg bb berbeda signifikan (p < 0,05) dengan
EEDA 100 dan 200 mg/kg bb. EEDA 200 mg/kg bb berbeda signifikan (p <
0,05) dengan EEDA 100 mg/kg bb.
Universitas Sumatera Utara
33
Pada menit ke-20 menunjukkan suspensi CMC Na 1% memiliki
perbedaan yang signifikan (p < 0,05) dengan kelompok perlakuan lain.
Suspensi Imboost 32,5 mg/kg bb tidak berbeda signifikan (p > 0,05) dengan
EEDA 400 mg/kg bb, dan berbeda signifikan (p < 0,05) dengan EEDA 100
dan 200 mg/kg bb. EEDA 200 mg/kg bb tidak berbeda signifikan (p > 0,05)
dengan EEDA 100 mg/kg bb.
Berdasarkan hasil uji statistik, nilai absorban panjang gelombang
karbon dalam darah menurun tiap rentang waktu, berarti setiap konsentrasi
ekstrak uji dapat memberi efek imunostimulan. Penggunaan variasi konsentrasi
ekstrak uji pada perlakuan ini, dimaksudkan untuk mengetahui hubungan
antara peningkatan konsentrasi ekstrak uji dengan aktivitas penurunan karbon
dalam darah. Pada penelitian yang dilakukan, terjadi penurunan nilai absorban
pada semua kelompok sediaan uji dibandingkan dengan kelompok kontrol
negatif. Penurunan nilai absorban terbesar terdapat pada dosis 400 mg/kg bb,
semakin menurunnya nilai absorban berarti konsentrasi karbon yang tinggal
dalam darah mencit semakin sedikit. Hal ini memperlihatkan bahwa terjadi
peningkatan aktivitas fagositosis pada masing-masing kelompok sediaan
ekstrak uji.
Fagositosis adalah suatu mekanisme pertahanan yang dilakukan oleh
sel fagosit, sel fagosit ini terdiri dari 2 jenis, yaitu fagosit mononuklear dan
polimorfonuklear. Fagosit mononuklear contohnya monosit (di darah) jika
berpindah ke jaringan menjadi makrofag. Fagosit polimorfonuklear adalah
granulosit yaitu netrofil, eusinofil, basofil dan sel mast (di jaringan). Adapun
Proses fagositosis dimana mikroorganisme/partikel asing dikenali oleh sel
Universitas Sumatera Utara
34
fagosit, maka sel fagosit akan bergerak menuju partikel tersebut, dan partikel
tersebut akan melekat dengan reseptor pada membran sel fagosit, membran sel
fagosit tersebut akan menyelubungi seluruh permukaan partikel asing dan
memasukkan nya ke dalam sitoplasma yang mirip seperti vakuola disebut
fagosom. Fagosom berikatan dengan lisosom yang berisi enzim penghancur
seperti acid hidrolase dan peroksidase bergabung dengan fagosom membentuk
fagolisosom. Enzim tersebut pun masuk ke dalam fagosom dan mencerna
seluruh partikel asing hingga hancur. Produk sisa partikel asing yang tidak
dicerna akan dikeluarkan oleh sel fagosit.
Sistem limfoid berfungsi untuk melindungi tubuh dari kerusakan akibat
zat asing. Sel-sel pada sistem ini dikenal dengan sel imunokompeten yaitu sel
yang mampu membedakan sel tubuh dengan zat asing dan men yelenggarakan
inaktivasi atau perusakan zat asing. Tugas limpa sangat penting, seperti
berkontribusi pada produksi sel, fagositosis, dan pembangunan kekebalan.
Peningkatan bobot hati dan limpa dapat mengindikasikan adanya peningkatan
proliferasi sel-sel imun yang terdapat di dalam organ-organ tersebut (Kim,
dkk., 2001).
4.2.2 Indeks Fagositosis
Terjadinya suatu benda asing di dalam tubuh suatu makhluk hidup akan
menimbulkan berbagai reaksi yang bertujuan mempertahankan keutuhan
dirinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya peningkatan
aktivitas fagositosis di dalam tubuh mencit setelah pemberian ekstrak etanol
daun Afrika.
Universitas Sumatera Utara
35
indek
s fa
go
sito
sis
Uji aktivitas fagositosis menggunakan metode carbon clearance
merupakan gambaran sistem imun non spesifik pada proses fagositosis
terhadap partikel asing di dalam darah. Metode carbon clearance digunakan
untuk mengukur aktivitas sel-sel fagosit untuk membunuh organisme patogen
yang masuk ke dalam tubuh. Fagositosis banyak digunakan sebagai parameter
imunologi untuk mengevaluasi fungsi kekebalan tubuh. Penilaian kemampuan
atau aktivitas fagositosis dalam mengeliminasi partikel karbon dinyatakan
sebagai indeks fagositosis (Shukla, dkk., 2009).
Nilai rata-rata indeks fagositosis menunjukkan aktivitas fagositosis sel-
sel fagositik terhadap partikel karbon sebagai antigen. Indeks fagositosis
setelah pemberian ekstrak Daun Afrika ditunjukan pada Gambar 4.2.
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
CMC Na 1% Imboost 32,5
mg/kg bb
EEDA 100
mg/kg bb
EEDA 200
mg/kg bb
EEDA 400
mg/kg bb
kelompok perlakuan
Gambar 4.2 Grafik indeks fagositosis pada mencit jantan (Mean ± SD)
Pada gambar 4.2 dapat dilihat bahwa EEDA 100 mg/kg bb memiliki
nilai indeks fagositosis lebih kecil dari EEDA 200 mg/kg bb dan 400 mg/kg
Universitas Sumatera Utara
36
bb, dan dengan suspensi imboost 32,5 mg/kg bb. EEDA 200 mg/kg bb
memiliki indeks fagositosis lebih kecil dari EEDA 400 mg/kg bb dan dengan
suspensi Imboost 32,5 mg/kg bb. EEDA 400 mg/kg bb memiliki nilai indeks
fagositosis yang mendekati suspensi Imboost 32,5 mg/kg bb. Hasil analisis uji
Anova diperoleh p= 0,000 yang berarti bahwa indeks fagositosis antar
kelompok perlakuan berbeda secara bermakna. Analisis di lanjutkan dengan
melakukan uji Homogenous Subsets dimana untuk mengetahui kelompok
perlakuan mana yang memiliki efek yang sama atau berbeda antara satu
perlakuan dengan perlakuan yang lain disajikan pada lampiran 19 halaman 72.
Berdasarkan hasil uji statistik, grafik tersebut menunjukkan bahwa
kelompok kontrol negatif CMC Na 1% dengan nilai indeks fagositosis 1,4609
berbeda signifikan (p < 0,05) dengan kelompok perlakuan lain. Kelompok
kontrol positif Imboost 32,5 mg/kg bb dengan nilai indeks fagositosis 3,3825
berbeda signifikan (p < 0,05) dengan kelompok kontrol negatif CMC Na 1%,
EEDA 100, dan EEDA 200 mg/kg bb, akan tetapi tidak berbeda signifikan
dengan kelompok EEDA 400 mg/kg bb dengan indeks fagositosis 3,3060.
Kelompok EEDA 100 mg/kg bb dengan nilai indeks fagositosis 2,6842
berbeda signifikan (p < 0,05) dengan kelompok perlakuan lain. Kelompok
EEDA 400 mg/kg bb dengan nilai indeks fagositosis 3,3060 berbeda signifikan
(p < 0,05) dengan kelompok kontrol negatif CMC Na 1%, EEDA 100 mg/kg
bb, dan EEDA 200 mg/kg bb, akan tetapi tidak berbeda signifikan dengan
kelompok kontrol positif Imboost 32,5 mg/kg bb.
Nilai rerata indeks fagositosis menunjukkan aktivitas fagositosis sel-sel
fagositik terhadap partikel karbon sebagai antigen akibat pengaruh pemberian
Universitas Sumatera Utara
37
EEDA. Sehingga dapat disimpulkan bahwa EEDA 100, 200, dan 400 mg/kg bb
meningkatkan aktivitas fagositosis. Efek EEDA 400 mg/kg bb sebanding
dengan kontrol positif Imboost 32,5 mg/kg bb. Indeks fagositosis EEDA dosis
100, 200, dan 400 mg/kg bb menunjukkan bahwa adanya hubungan
peningkatan dosis dengan nilai indeks fagositosis, yaitu semakin besar
peningkatan dosis maka nilai indeks fagositik semakin tinggi. Semakin
meningkatnya indeks fagositik pada uji bersihan karbon menunjukkan adanya
peningkatan aktivitas fagositosis dari makrofag dan peningkatan imunitas non
spesifik.
Salah satu upaya tubuh untuk mempertahankan diri terhadap masuknya
antigen adalah menghancurkan antigen bersangkutan secara non spesifik
dengan proses fagositosis. Makrofag memegang peranan penting sebagai sel
fagosit mononuklear dalam pertahanan seluler non spesifik (Kresno, 2001).
Peningkatan indeks fagositosis dapat memberikan gambaran efek
ekstrak etanol daun Afrika terhadap respon imun. Hal ini disebabkan oleh
kandungan metabolit sekunder seperti flavonoid dari daun Afrika yang
berperan sebagai imunostimulan sehingga meningkatkan aktivitas metabolisme
di dalam sel. Peningkatan metabolisme di dalam sel akan meningkatkan enzim
acid hydrolase dan bahan lain yang berperan dalam fagositosis sehingga
kemampuan fagositosis akan semakin meningkat (Sumarwoto, 2004).
Universitas Sumatera Utara
38
indek
s st
imula
si
4.2.3 Indeks Stimulasi
Indeks stimulasi merupakan hasil perbandingan antara kelompok uji
dengan kelompok kontrol. Sata (2003), menyatakan suatu zat bersifat
imunostimulan jika indeks stimulasi lebih besar dari 1 dan bersifat
imunosupresan jika indeks stimulasi lebih kecil dari 1. Indeks stimulasi setelah
pemberian ekstrak daun Afrika ditunjukan pada Gambar 4.3.
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0 CMC Na 1% IMBOOST
32,5 mg/kg bb
EEDA 100
mg/kg bb
EEDA 200
mg/kg bb
EEDA 400
mg/kg bb
kelompok perlakuan
Gambar 4.3 Grafik indeks stimulasi hasil perbandingan kelompok uji dengan
kelompok kontrol negatif CMC Na 1% (Mean ± SD)
Data pada Gambar 4.3 menunjukkan bahwa pada masing-masing
kelompok EEDA 100 mg/kg bb dengan indeks stimulasi 1,8638, EEDA 200
mg/kg bb dengan indeks stimulasi 1,9007, dan EEDA 400 mg/kg bb dengan
indeks stimulasi 2,2962, menunjukkan nilai indeks stimulasi lebih besar dari
satu. Hal ini menunjukkan bahwa EEDA merupakan suatu zat yang bersifat
imunostimulan, kekuatan EEDA 400 mg/kg bb hampir sama dengan kontrol
positif imboost®. Indeks stimulasi EEDA dosis 100, 200, dan 400 mg/kg bb
menunjukkan bahwa adanya hubungan peningkatan dosis dengan nilai indeks
stimulasi, yaitu semakin besar peningkatan dosis maka nilai indeks stimulasi
Universitas Sumatera Utara
39
yang didapat semakin meningkat. Imunostimulator secara tak langsung
berkhasiat mereaktivasi sistem imun yang rendah dengan meningkatkan respon
imun non spesifik, antara lain perbanyakan limfosit, aktivasi makrofag, juga
pelepasan interferon dan interleukin (Tjay dan rahardja, 2007).
Nilai indeks stimulasi EEDA dosis 400 mg//kg bb yang diperoleh
mendekati nilai indeks stimulasi kontrol positif (imboost®). Hal ini disebabkan
karena imboost®
adalah terapi penunjang yang digunakan untuk stimulasi
sistem imun. Setiap tablet imboost mengandung Echinacea purpurea 250 mg,
Black Elderberry 400 mg, dan zinc picolinate 10 mg. Echinacea purpurea yang
terkandung dalam Imboost merupakan imunomodulator sehingga dapat
meningkatkan respon imunitas seluler. Echinacea p, mengandung senyawa
isobutilamida yang dapat merangsang fagositosis sel granulosit, Cichoric acid
yang dapat merangsang fagositosis sel granulosit, dan polisakarida yang dapat
memacu makrofag untuk menghasilkan sitokin yang akan membantu regulasi
sistem imun, senyawa yang mempunyai bioaktifitas sebagai agen
imunostimulan adalah golongan senyawa polisakarida, terpenoid, alkaloid, dan
polifenol. Menurut Gotama, dkk., (1999), flavonoid memiliki berbagai macam
efek, salah satunya sebagai imunostimulan.
Pernyataan di atas juga didukung dengan beberapa penelitian
sebelumnya, penelitian mengenai fungsi imunitas seluler yang dilakukan
secara in vivo membuktikan bahwa senyawa flavonoid dapat memacu
poliferasi limfosit, meningkatkan jumlah sel T, sehingga akan merangsang sel -
sel fagosit untuk melakukan respon fagositosis (Nugroho, 2012).
Tjandrawinata, dkk., (2005) melaporkan bahwa ekstrak etanol daun Afrika
Universitas Sumatera Utara
40
yang diketahui mengandung senyawa flavonoid dapat memodulasi sistem imun
melalui poliferasi dan aktivasi limfosit T dan B, serta aktivasi sel fagositik
seperti makrofag, dan monosit. Senyawa aktif seperti saponin juga merupakan
zat aktif yang diduga mempengaruhi kemampuan fagositosis makrofag
(Koswara, 2006). Saponin meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara
meningkatkan produksi sitokin seperti interleukin dan interferon. Kemudian
senyawa tanin juga dapat mempengaruhi aktivitas fisiologi seperti
menstimulasi sel fagosit, antitumor, dan antiinfeksi (Haslam, 1996).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa efek suatu
bahan sangat erat kaitannya dengan senyawa kimia yang terkandung dalam
bahan tersebut. Diduga zat aktif yang berperan dalam peningkatan sistem imun
dalam daun Afrika ini adalah flavonoid, saponin, dan tanin. Mekanisme
imunostimulan pada daun Afrika kurang lebih sama seperti mekanisme pada
tanaman yang mengandung senyawa ini seperti dijelaskan diatas, yaitu dengan
meningkatkan aktivitas IL-2, poliferasi dan aktivasi limfosit T. Proliferasi
limfosit menyebabkan sel Th1 teraktivasi. Kemudian sel Th1 yang teraktivasi
akan mempengaruhi 1FN yang dapat mengaktifkan makrofag.
Universitas Sumatera Utara
41
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
a. EEDA mempunyai pengaruh terhadap peningkatan aktivitas fagositosis
pada mencit jantan. EEDA 100, 200, dan 400 mg/kg bb dapat
meningkatkan aktivitas fagositosis dibandingkan dengan kontrol CMC
Na 1%. EEDA 400 mg/kg bb memberikan efek meningkatkan aktivitas
fagositosis lebih kuat dibandingkan dengan EEDA 100 dan 200 mg/kg
bb. EEDA 400 mg/kg bb memberikan efek yang hampir sama dengan
kontrol positif imboost®.
b. EEDA mempunyai efek sebagai imunomodulator bekerja dengan
meningkatkan sistem imun (imunostimulan).
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan disarankan kepada peneliti
selanjutnya untuk melakukan uji hemaglutinasi titer antibodi dan respon
hipersensitivitas tipe lambat yang diinduksi dengan sel darah merah domba
terhadap ekstrak daun Afrika.
Universitas Sumatera Utara
42
DAFTAR PUSTAKA
Aldi, Y., Nisya, O., dan Handayani. (2013). Uji Imunomodulator Beberapa
Subfraksi Ekstrak Etil Asetat Meniran (Phyllanthus niruri [L]) Pada
Mencit Jantan Dengan Metoda Carbon Clearance.Prosiding Seminar
Nasional Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik III.
Anonim (2012). Bahan Aktif Dari Tumbuhan Daun Afrika. Diakses tanggal 23
juli 2012. http://deskripsipatenantimutagenik-vernonia.pdf
Baratawidjaja, K.G., dan Regganis. I (2009). Imunologi Dasar. Edisi VIII.
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Halaman 3-8,11, 187.
Depkes RI. (1995). Materia Medika Indonesia Jilid VI. Jakarta: Depkes RI.
Halaman 321-336.
Depkes RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 1-11.
Dilasamola, D., dan Mega, L (2016). Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol
Daun Afrika dengan Menggunakan Metode DPPH. Jurnal Akademi
Farmasi Prayoga.1(1): Halaman 29-35.
Ditjen POM RI. (1979). Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. Halaman 33.
Faradilla, M., Maria, I.I (2014). Efek Imunomodulator Polisakarida Rimpang
Temu Putih ( Curcuma zedoaria (Christm.) Roscoe). Jurnal Ilmu
Kefarmasian Indonesia: 12(2).
Farnsworth, N.R. (1966). Biologycal and Phytochemical Screening of Plants.
Journal of Pharmaceutical Sciense: Vol 55(3): Halaman 264.
Gotama, I.B.I., Sugiarto, S., Nurhadi, M.., Widyastuti, Y., Wahyono, S dan
Prapti, I.J. (1999). Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Jilid V. Jakarta
Departemen Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan. Halaman 147-148.
Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia. Terjemahan: Kosasih Padmawinanto
dan Iwang Suediro. Edisi Ke-2. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 4-
7,147-148.
Haslam, E. (1996). Natural Polyphenols (Vegetable Tannins), as Drugs:
Possiblemodes of Action. Journal. Prod: 59. Halaman 205-215.
Ibrahim, G., Abdurrahman, E.M dan Katayal, U.A. (2004). Pharmacognostic
Studies on The Leaves of Vernonia amygdalina Del (Asteraceae). Nig.
J. Nat. Orid. And Med. 08(1): Halaman 8-10.
Universitas Sumatera Utara
43
Ijeh, I.I dan Ejike, E.C. (2010). Current Perspectives on the Medical Potentials
of Vernonia amygdalina, Del. Journal of Medical Plants Research. 57:
Halaman 1051-1061.
Kala, C., Ali S.S dan Khan, N.A. (2015). Immunostimulatory Potential of
NButanolic Fraction of Hydroalcoholic Extract of Costus Speciosus
Koen Rhizome. International Journal of Pharmacyand Pharmaceutical
Sciences; 6(7): Halaman 2886-2892.
Kim, K. L., Shin, K. S., Jun, W. J., Hong, B.S., Shin. D.H dan Cho, H. Y.
(2001). Effects of Polysaccharides from Rhizomes of Curcuma on
Macrhopag Funchions. Browser Biotecnology. 65(II): Halaman 2377.
Koswara, S. (2006). Isoflavon Senyawa Multi Manfaat Dalam Kedelai. Dikutip
dari http://www. Ebookpangan.com. Diakses Pada tanggal 20 juni 2016.
Kresno, S.B. (2001). Imunologi: Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Edisi
keempat. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Halaman 4-7, 33-36.
Markam, K.R.., Mabry, T.J., Thomas, M.B (1988). The Systematic and
Identification of Flavonoid, Springer-Verlag, New York, Helderberg-
Berlin. Halaman 3-56.
Natalia, C.L. (2014). Aktivitas Hepatoprotektif Ekstrak Etanol Daun Afrika
(Vernonia sp.) Pada Tikus Putih yang Diinduksi Parasetamol. Skripsi.
Medan: Universitas Sumatera Utara.
Nugroho. Y.A. (2012). Efek Pemberian Kombinasi Buah Sirih (piper betle L)
Fruit, Daun Miyana (Plecthranthus (L) R, BR). Leaf. Madu dan Kuning
Telur Terhadap Peningkatan Aktivitas dan Kapasitas Fagositosis Sel
Makrofag, Artikel, 22 (II).
Playfair, J.H.L dan Chain, B.M. (2012). At a Glance Imunologi. Edisi
Kesembilan. Jakarta: Penerbit Erlangga. Halaman 26.
Price, S.A., dan Wilson, L.M. (1994). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Edisi Keempat. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Halaman 44-46.
Roitt, I.M. (2002). Imunologi. Edisi Kedelapan. Jakarta: Widya Medika
Penterjemah; Alida, H., Liliana, K., Samsuridjal, D., Siti, B., K., dan
Yoes, P. D. Halaman 16-18.
Universitas Sumatera Utara
44
Santoso, A. (2015). Pemberian Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia
amygdalina D.) Oral Menigkatkan Kadar Insulin Puasa dan
Menurunkan Kadar Glukosa Darah Post Prandial Pada Tikus Putih
Jantan Diabetes Melitus.Tesis. Denpasar: Universitas Udayana.
Satta, D., Lalaoui, K., dan Bendjeddoui, D. (2003). Immunostimulating
Activity of The Water Soluble Polysaccharide Extracts of Amacyclus
Pyrethrum, Alpinia Galanga and Citrullus Colocynthis, Journal of
Ethnopharmacology. Halaman 155-160.
Subowo, A. (2009). Imunobiologi. Edisi II. Jakarta: Sagung Seto. Halaman 90,
123-125, 150.
Sudarmadji, S. B., Haryono, dan Suhardi. (1989). Analisis untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty. Halaman 171.
Sumarwoto (2004). Pengaruh Pemberian Kapur dan Ukuran Terhadap
Pertumbuhan iles-iles (Amophophallus Nuclear). Jurnal Ilmu
Pertanian. Halaman 45-53.
Shukla, S., Suresh, P.V., Pradeep, M, Jinu, J., dan Archana, M. (2009).
Immunomodulatory Activities of the Ethanolic Extract of Caesalpinia
bonducella Seeds. Journal of Ethnopharmacology:125. Halaman 252-
256.
Snyder, C.R., Krikland, J.J., dan Glajach, J.L. (1997). Practical Hplc Method
Development, Second Edition New York Jhon Wiley dan Sons, Lnc.
Halaman 722-723.
Tjay, T. H., dan Rahardja, K. (2007). Obat-Obat Penting, Khasiat,
Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi Keenam. Jakarta :
Penerbit PT. Elex Media Komputindo. Halaman 778-782.
Tjandrawinata, R.R., Maat, S., dan Noviarry, D. (2005). Effects of
Standardized Phyllanthus Extract on Changes in Immunologic
Parameters. Correlation between Pre Clinical and Clinical Studies.
Medika XXXI (6). Halaman 367-371.
Wagner, H., dan Jurcic, K. (1991). Assay for Immunimodulation and Effect on
mediators on inflammation In Methods in plant biochemistry. Vol 6.
Munich: Academic Press. Halaman 201.
WHO. (1998). Quality Control Methods for Medicinal Plant Material.
Switzerland: Geneva press. Halaman 31-33.
Universitas Sumatera Utara
45
Wijayakusuma, H. (2006). Sehat Dengan Temu Giring.
http://rafflesia.wwf.or.id.
Yeap, K., Hoyong, W., Beh, K., Liang, S., Ky, H., Yousr, N., dan Alithen, B.
(2010). Vernonia amygdalina, an Ethnoveterinary and Etnomedical
Used Green Vegetable with Multiple Bioactivity. Journal of Medicinal
Plants Research. Vol 4(25): Halaman 2787-2812.
Yuandani., Ilangkovan, M., Jantan, I., Mohamad, H. F., Husain, K., Razak, A.
F. A. (2013). Inhibitory Effects of Standardized Extracts of
Phyllanthusamarus and Phyllanthus urinaria and Their Marker
Compounds on Phagocytic Activity of Human Neutrophils. Evidence-
Based Complementary and Alternative Medicine.
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Surat rekomendasi persetujuan etik penelitian kesehatan.
46Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Surat identifikasi / determinasi tanaman.
47
Universitas Sumatera Utara
48
Lampiran 3. Gambar tanaman dan simplisia Daun Afrika.
Keterangan : Tanaman Daun Afrika.
Keterangan : Simplisia Daun Afrika.
Universitas Sumatera Utara
49
Lampiran 4. Hasil pemeriksaan mikroskopik tanaman.
Simplisia Daun Afrika (Vernonia amygdalina, Delile.)
Keterangan :
1. Rambut penutup
2. Kristal Ca oksalat bentuk prisma
3. Stomata tipe anomositik
Universitas Sumatera Utara
50
Lampiran 5: Perhitungan hasil pemeriksaan karakteristik simplisia
Perhitungan penetapan kadar air
Kadar air simplisia = ( )
( )
Sampel 1
Berat sampel = 5,0962 g
Berat air = 0,1 ml
Kadar air =
x 100 %
=1,96%
Sampel II
Berat sampel = 5,0960
Berat air = 1,1
Kadar air =
x 100 %
= 21,58 %
Sampel III
Berat sampel = 5, 0178
Berat air = 0,01
Kadar air =
x 100 %
= 0,19 %
Kadar air rata-rata =
= 7,91 %
Universitas Sumatera Utara
51
Lampiran 5. Lanjutan Perhitungan penetapan kadar sari yang larut dalam air
Kadar sari yang larut dalam air = ( )
( ) X
X 100 %
Sampel I
Berat sampel = 5,0283 g
Berat sari = 0,3137 g
Kadar sari =
x
x 100 %
= 0,0623 g x 5 x 100 %
= 31,15 %
Sampel II
Berat sampel = 5,0280 g
Berat sari = 0,3013 g
Kadar sari =
x
x 100 %
= 0,0599 g x 5 x 100 %
= 29,95 %
Sampel III
Berat sampel = 5,0179 g
Berat sari = 0,3075 g
Kadar sari =
x
x 100 %
= 0,0612 g x 5 x 100 %
= 30,6 %
Kadar sari yang larut dalam air rata-rata =
= 30,56%
Universitas Sumatera Utara
52
Lampiran 5. Lanjutan Penetapan kadar sari yang larut dalam Etanol.
Kadar sari yang larut dalam Etanol = ( )
( ) X
X 100 %
Sampel I
Berat sampel = 5,0502 g
Berat sari = 0,3143 g
Kadar sari =
x
x 100 %
= 0,0622 g x 5 x 100 %
= 31,12 %
Sampel II
Berat sampel = 5,0501 g
Berat sari = 0,2243 g
Kadar sari =
x
x 100 %
= 0,0444 g x 5 x 100 %
= 22,21 %
Sampel III
Berat sampel = 5,0425 g
Berat sari = 0,2693 g
Kadar sari =
x
x 100 %
= 0,0534 x 5 x 100 %
= 26,70 %
Kadar sari yang larut
dalam Etanol rata-rata =
= 26,67%
Universitas Sumatera Utara
53
Lampiran 5. Lanjutan Perhitungan penetapan kadar abu total.
Kadar abu total = ( )
( ) X 100 %
Sampel I
Berat sampel = 2,05 g
Berat Abu = 0,27 g
Kadar Abu =
x 100 %
= 13,17%
sampel I
Berat sampel = 2,05 g
Berat Abu = 0,29 g
Kadar Abu =
x 100 %
= 14,14%
sampel III
Berat sampel = 2,01 g
Berat Abu = 0,29 g
Kadar Abu =
x 100 %
= 14,42%
Kadar abu total rata-rata =
= 13,91%
Universitas Sumatera Utara
54
Lampiran 5. Lanjutan penetapan kadar abu yang tidak larut asam.
Kadar abu yang tidak larut dalam asam = ( )
( ) X 100 %
Sampel I
Berat sampel = 2,05 g
Berat Abu = 0,01 g
Kadar Abu =
x 100 %
= 0,48%
Sampel II
Berat sampel = 2,05 g
Berat Abu = 0,03 g
Kadar Abu =
x 100 %
= 1,46%
Sampel III
Berat sampel = 2,01 g
Berat Abu = 0,02 g
Kadar Abu =
x 100 %
= 0,99%
Kadar abu yang tidak larut
Dalam asam rata-rata =
= 0,98%
Universitas Sumatera Utara
55
Lampiran 7. Bagan Alur Pembuat EED
Serbuk Simpli
Lampiran 6. Bagan Alur Uji Pendahuluan.
Daun Afrika
Dicuci dari pengotor sampah bersih
Ditiriskan
Ditimbang berat basahnya
Daun Afrika
Pemeriksaan organoleptis dan makroskopik
Simplisia
Dikeringkan pada suhu 40-500C
Ditimbang berat keringnya
Diblender halus
Karakterisasi Skrining Fitokimia
1. Makroskopik
2. Mikroskopik
3. Penetapan :
a. Kadar air
b. Kadar sari yang larut dalam air
c. Kadar sari yang larut dalam
Etanol
d. Kadar abu total
e. Kadar abu yang tidak larut
dalam asam
Senyawa Golongan
1. Alkaloida
2. flavonoida
3. Glikosida
4. Tanin
5. Steroid/terpenoid
Universitas Sumatera Utara
56
Serbuk simplisia
Daun afrika
Lampiran 7. Bagan Alur Pembuatan EEDA.
Serbuk simplisia
Daun Afrika
Ditambahkan pelarut etanol sebanyak 75 bagian
Direndam selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil
sering di aduk
Di saring dengan kertas saring
Maserat I
Ampas
Dicuci ampas dengan etanol sebanyak 25
bagian
Disaring dengan kertas saring hingga
diperoleh 100 bagian
Maserat II
Dipindahkan kedalam bejana tertutup
Dibiarkan di tempat sejuk dan terlindung dari cahaya selama
2 hari
Dienap tuangkan atau disaring
Diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 40oc
Ekstrak
Universitas Sumatera Utara
57
Lampiran 8. Bagan Alur Penelitian.
25 ekor mencit jantan
EEDA
Dosis 100 mg/kg bb
(5 ekor)
Dosis 200 mg/kg bb
(5 ekor)
Kontrol Negatif
Kontrol Positif
R
Dosis 400 mg/kg bb (CMC-Na) 1% Imboost 32,5
(5 ekor)
(5 ekor) Mg/Kg bb
(5 ekor)
Hasil
Diberikan perlakuan selama 7 hari secara per oral
Dilakukan Uji bersihan karbon pada hari ke-8 setelah
7 hari pemberian perlakuan
Diambil darah mealui vena ekor pada To (sebagai
blanko) sebelum pemberian suspensi karbon, darah
dimasukkan ke dalam tube yang berisi Na-Sitrat
Diambil darah sebanyak 25 ul, di tambahkan 4 mL
asam asetat 1 %
Disuntikkan suspensi karbon sebanyak 0,1 ml/10 g bb
secara intra vena melalui pembuluh darah di ekor.
Dilakukan pengambilan darah sebnyak 25 ul pada
menit ke 5, 10, 15, dan 20 setelah penyuntikan tinta
karbon
Ditambahkan 4 ml asam asetat 1% dan dimasukkan ke
dalam kuvet
Diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometri
UV-VIS pada panjang gelombang 632, 0 nm.
Setelah 12 Jam diambil darahnya mencit dikorbankan,
organ, hati dan limfa mencit di isolasi dan ditimbang
Dihitung konstanta kecepatan eliminasi Karbon (k).
indeks fagositosis, dan Indeks Stimulasi.
Universitas Sumatera Utara
58
Lampiran 9. Gambar Alat
Gambar: Rotary evaporator digunakan untuk memisahkan senyawa kimia.
Gambar: Spektrofotometri UV-VIS digunakan untuk mengukur absorbansi.
Gambar: Micro pipet digunakan untuk pengambilan darah dengan ukuran yang
kecil.
Universitas Sumatera Utara
59
Lampiran 10. Gambar Hewan.
Gambar: Mencit Jantan.
Gambar: Ekor Mencit yang di suntikkan dengan karbon secara iv.
Gambar: Mencit setelah dislokasi pada bagian leher.
Universitas Sumatera Utara
60
Lampiran 11. Tabel konversi dosis antara jenis Hewan dengan Manusia
(Suhardjono, 1995).
Mencit (20 g)
Tikus (200
g)
Marmut (400 g)
Kelinci (1,2
Kg)
Kera (4
Kg)
Anjing (12
Kg)
Manusia (70 Kg)
Mencit (20 g)
1,0
7,0
12,35
27,8
64,1
124,2
387,9
Tikus (200 g)
0,14
1,0
1,74
3,9
9,2
17,8
56,0
Marmut (400 g)
0,08
0,57
1,0
2,25
5,2
10,2
31,5
Kelinci (1,2 Kg)
0,04
0,25
0,44
1,0
2,4
4,5
14,2
Kera (4 Kg)
0,016
0,11
0,19
0,42
1,0
1,9
6,1
Anjing (12 Kg)
0,008
0,06
0,10
0,22
0,52
1,0
3,1
Manusia (70 Kg)
0,0026
0,018
0,031
0,07
0,16
0,32
1,0
Universitas Sumatera Utara
61
Lampiran 12. Contoh Perhitungan Dosis.
Contoh perhitungan dosis CMC Na 1%
Pembuatan CMC Na 1%
1000 mg/100 ml
10 mg/ml
Misalnya BB mencit = 25 g
Volume yang diberikan per oral :
Contoh perhitungan dosis Imboost
Dosis penggunaan Imboost pada manusia (berat 70 Kg) = 250 mg
Konversi dosis manusia ke hewan mencit (lampiran 11) = 0,026
250 mg x 0,0026 = 0,65 mg ( untuk 20 g mencit)
⁄
Konsentrasi Imboost 0,5 % dalam 100 ml suspensi CMC Na
mengandung 500 mg Imboost (2 tablet)
Konsentrasi Imboost =
Misalnya BB Mencit = 25 g
Jumlah Imboost yang diberikan =
Jumlah suspensi yang diberikan per oral = 0,1625 ml
Contoh perhitungan dosis EEDA untuk dosis 100 mg/kg bb
Konsentrasi EEDA = =10 mg/ml
Jumlah yang diberikan x 25g = 2,5 mg
Jumlah suspensi yang diberikan = 0,25 ml
Universitas Sumatera Utara
62
Lampiran 13. Hasil pengukuran absorbansi partikel karbon.
CMC Na 1%
Imboost 32,5 mg/kg BB
Universitas Sumatera Utara
63
Lampiran 13. (lanjutan)
EEDA 100 mg/kg BB
EEDA 200 mg/kg BB
Universitas Sumatera Utara
64
Lampiran 13. (lanjutan).
EEDA 400 mg/kg BB
Universitas Sumatera Utara
65
Lampiran 14. Contoh tabel jumlah obat yang diberikan kepada menat selama
7 hari.
Kelompok
No
Berat (g)
Dosis (mg/kg
bb)
Konsentrasi
Jumlah
obat
(mg)
Jumlah
obat (ml)
I
1 2
3
4
5
29,2 32,8
36,3
42,6
39,1
0,29 0,33
0,36
0,42
0,39
0,29 0,33
0,36
0,42
0,39
II
1 2
3
4
5
38,2 32,4
31,0
28,7
58,3
32,5 32,5
32,5
32,5
32,5
5 mg/ml 5 mg/ml
5 mg/ml
5 mg/ml
5 mg/ml
0,9499 0,9240
1,0078
0,9994
1,0189
0,1899 0,1848
0,2015
0,1999
0,2038
III
1 2
3
4
5
36,1 26,1
24,3
22,9
23,4
100 100
100
100
100
10 mg/ml 10 mg/ml
10 mg/ml
10 mg/ml
10 mg/ml
3,117 2,901
2,962
2,934
3,036
0,3117 0,2901
0,2962
0,2934
0,3036
Universitas Sumatera Utara
66
IV
1 2
3
4
5
39,2 33,2
24,3
22,9
23,4
200 200
200
200
200
20 mg/ml 20 mg/ml
20 mg/ml
20 mg/ml
20 mg/ml
3,094 2,834
2,915
2,756
3,024
0,1547 0,1417
0,1457
0,1378
0,1512
V
1 2
3
4
5
37,0 36,0
22,7
22,5
29,6
400 400
400
400
400
40 mg/ml 40 mg/ml
40 mg/ml
40 mg/ml
40 mg/ml
2,969 2,881
2,98
2,883
3,14
0,0742 0,0720
0,0745
0,0720
0,0785
Keterangan :
I : cmc – Na 1%
II : Imboost 32,5 mg/kg bb
III : EEDA 100 mg/kg bb
IV : EEDA 200 mg/kg bb
V : EEDA 400 mg/kg bb
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 15. Tabel Laju Eliminasi Karbon.
Kelompok
No Laju eliminasi Karbon
Menit Ke-5 Menit Ke-10 Menit Ke-15 Menit Ke-20
CMC Na
1%
1 0,4971 0,4943 0,4812 0,4092
2 0,4985 0,4937 0,4810 0,4084
3 0,4973 0,4945 0,4817 0,4095
4 0,4963 0,4927 0,4809 0,4073
5 0,4981 0,4948 0,4834 0,4081
Rata-Rata 0,4975±0,0008 0,4940±0,0008 0,4816±0,0010 0,4085±0,0008
Imboost
1 0,4942 0,3662 0,2082 0,1004
2 0,4997 0,3684 0,2071 0,1059
3 0,4960 0,3678 0,2096 0,1115
4 0,4953 0,3668 0,2083 0,1057
5 0,4995 0,3682 0,2069 0,1099
Rata-rata 0,4969±0,0025 0,3675±0,0009 0,2080±0,0010 0,1067±0,0043
EEDA
100
mg/kg BB
1 0,4969 0,3683 0,3589 0,2501
2 0,4958 0,3834 0,3272 0,2548
3 0,4948 0,3869 0,3062 0,2568
4 0,4949 0,3784 0,3069 0,2679
5 0,4986 0,3843 0,3008 0,2520
Rata-rata 0,4962±0,0015 0,3803±0,0073 0,3200±0,0239 0,2563±0,0069
EEDA
200
mg/kg BB
1 0,4906 0,3779 0,2960 0,2036
2 0,4971 0,3765 0,2897 0,2061
3 0,4992 0,3755 0,2946 0,2022
4 0,4914 0,3759 0,2954 0,2024
5 0,4980 0,3797 0,2899 0,2070
Rata-rata 0,4953±0,0039 0,3771±0,0017 0,2931±0,0030 0,2043±0,0021
EEDA
400
mg/kg BB
1 0,4962 0,3664 0,2066 0,1002
2 0,4941 0,3655 0,2069 0,1084
3 0,4969 0,3690 0,2011 0,1199
4 0,4933 0,3657 0,2081 0,1004
5 0,4965 0,3695 0,2125 0,1198
Rata-rata 0,4954±0,0015 0,3672±0,0018 0,2070±0,0040 0,1097±0,0098
67Universitas Sumatera Utara
Lampiran 16. Contoh perhitungan konstanta kecepatan eliminasi karbon (K),
Indeks fogositosis, dan indeks stimulasi.
Misalkan EEDA dosis 100 mg/kg bb
Konstanta kecepatan eliminasi karbon (k)
Dimana : OD5 adalah absorbansi pada menit ke-5
OD20 adalah absorbansi pada menit ke-2
T1 adalah waktu pertama pengambilan darah
T2 adalah waktu terakhir pengambilan darah
(shukla, et al, 2009)
Misalnya diketahui : OD5 = 0,4929
OD20 = 0,3468
T1 = 5
T2 = 20
Indeks Fagositosis K = 0,0101
Indeks Fagositosis =
Misalnya diketahui = Berat Hewan = 36,1 g
Berat hati = 2,55 g
Berat Limfa = 0,73 g
Indeks Fagoustosis = = 1,1061
Indeks Stimulasi
Indeks Stimulasi =
Misalnya : Indeks fagositosis kelompok uji dosis
100 mg/kg = 1,1061
Indeks fagositosis kelompok kontrol negatif 0,2728
Indeks stimulasi = = 4,0546
68
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 17. Hasil perhitungan konstanta kecepatan eliminasi karbon (k)
Kelompok
N
o
Berat
(g)
Hati
(g)
Limfa
(g)
Hati +
limfa
(g)
Absorbansi pada menit ke
K
If 5 20
CMC
Na
1%
1
2
3
4
5
30,27
32,83
30,36
30,55
29,24
1,67
1,58
1,60
1,32
1,23
0,14
0,15
0,17
0,10
0,08
1,81
1,73
1,77
1,42
1,31
0,4971
0,4985
0,4973
0,4963
0,4981
0,4092
0,4084
0,4095
0,4073
0,4081
0,0056
0,0058
0,0056
0,0057
0,0058
1,2515
1,4452
1,2836
1,6243
1,6999
Imboost
1
2
3
4
5
29,23
28,43
31,01
30,75
31,35
1,62
1,63
1,74
1,64
1,76
0,28
0,16
0,19
0,21
0,21
1,90
1,79
1,93
1,85
1,97
0,4942
0,4997
0,4960
0,4953
0,4995
0,1004
0,1059
0,1115
0,1057
0,1099
0,0461
0,0449
0,0432
0,0447
0,0438
2,7655
2,6690
2,5841
2,5923
2,8105
100
Mg/kg bb
1
2
3
4
5
31,17
29,01
29,62
29,34
30,36
1,38
1,35
1,44
1,39
1,39
0,21
0,16
0,14
0,12
0,13
1,59
1,51
1,58
1,51
1,52
0,4969
0,4958
0,4948
0,4949
0,4986
0,2501
0,2548
0,2568
0,2679
0,2520
0,0199
0,0193
0,0190
0,0178
0,0198
2,7147
2,7099
2,8085
2,5392
2,9033
200
Mg/kg bb
1
2
3
4
5
30,94
28,34
29,15
27,56
30,24
1,66
1,49
1,49
1,57
1,47
0,16
0,18
0,19
0,17
0,19
1,82
1,67
1,68
1,74
1,66
0,4906
0,4971
0,4992
0,4914
0,4980
0,2036
0,2061
0,2022
0,2024
0,2070
0,0255
0,0255
0,0262
0,0257
0,0254
3,2931
3,0487
3,4763
3,0493
3,6629
400
Mg/kg bb
1
2
3
4
5
29,69
28,81
29,80
28,83
31,40
1,71
1,82
1,56
1,84
1,56
0,23
0,16
0,18
0,19
0,18
1,94
1,98
1,74
2,03
1,74
0,4962
0,4941
0,4969
0,4933
0,4965
0,1002
0,1084
0,1199
0,1004
0,1198
0,0463
0,0439
0,0412
0,0461
0,0412
3,3031
3,3655
3,3395
3,5142
3,3305
69Universitas Sumatera Utara
70
Lampiran 18 Tabel rerata Indeks Fagositosis dan Indeks Stimulasi.
Rata-rata Indeks Fagositosis
Kelompok Perlakuan Indeks Fagositosis
CMC Na 1% Imboost 32,5 mg/kg bb
EEDA 100 mg/kg bb
EEDA 200 mg/kg bb
EEDA 400 mg/kg bb
1,4609+ 0,1995
3,3825 + 0,1094 2,6842+ 0,1015
2,7351+ 0,1351
3,3060+ 0,2686
Indeks Stimulasi
Kelompok Perlakuan Indeks Stimulasi
Imboost 32,5 mg/kg bb EEDA 100 mg/kg bb
EEDA 200 mg/kg bb
EEDA 400 mg/kg bb
2,3385 1,8638
1,9007
2,2962
Universitas Sumatera Utara
71
Lampiran 19. Data Hasil Analisa ANOVA dan Tukey Laju Eliminasi Karbon.
Tests of Normality
kelompok
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic Df Sig.
Abs5 CMC-Na 1%
Imboost
EEDA 100
mg/kg bb
EEDA 200
mg/kg bb
EEDA 400
mg/kg bb
.173 5 .200* .970 5 .875
.246 5 .200* .863 5 .241
.200 5 .200* .900 5 .408
.279 5 .200* .848 5 .187
.292 5 .190 .866 5 .250
Abs10 CMC-Na 1%
Imboost
EEDA 100 mg/kg bb
EEDA 200
mg/kg bb
EEDA 400
mg/kg bb
.241 5 .200* .915 5 .496
.233 5 .200* .908 5 .457
.265 5 .200* .877 5 .295
.237 5 .200* .912 5 .477
.268 5 .200* .834 5 .150
Abs15 CMC-Na 1%
Imboost
EEDA 100 mg/kg bb
EEDA 200
mg/kg bb
EEDA 400
mg/kg bb
.277 5 .200* .788 5 .065
.202 5 .200* .923 5 .547
.326 5 .089 .838 5 .160
.220 5 .200* .961 5 .816
.257 5 .200* .949 5 .728
Abs20 CMC-Na 1%
Imboost
EEDA 100 mg/kg bb
EEDA 200
mg/kg bb
EEDA 400
mg/kg bb
.187 5 .200* .963 5 .828
.210 5 .200* .944 5 .693
.273 5 .200* .870 5 .265
.219 5 .200* .876 5 .292
.248 5 .200* .822 5 .121
a. Lilliefors Significance Correction
Universitas Sumatera Utara
72
Lampiran 19. (lanjutan).
One Way Anova
Descriptives
N
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
95% Confidence Interval
for Mean
Minimum
Maxi
mum
Lower
Bound
Upper
Bound
CMC-Na Abs5 1%
Imboost
EEDA 100
mg/kg bb
EEDA 200
mg/kg bb
EEDA 400
mg/kg bb
Total
5 .497460 .0008649 .0003868 .496386 .498534 .4963 .4985
5 .496940 .0025126 .0011237 .493820 .500060 .4942 .4997
5 .496200 .0015859 .0007092 .494231 .498169 .4948 .4986
5 .495260 .0039696 .0017753 .490331 .500189 .4906 .4992
5 .495400 .0015969 .0007141 .493417 .497383 .4933 .4969
25 .496252 .0023252 .0004650 .495292 .497212 .4906 .4997
CMC-Na Abs10 1%
Imboost
EEDA 100
mg/kg bb
EEDA 200
mg/kg bb
EEDA 400
mg/kg bb
Total
5 .494000 .0008307 .0003715 .492969 .495031 .4927 .4948
5 .367480 .0009445 .0004224 .366307 .368653 .3662 .3684
5 .380260 .0073616 .0032922 .371119 .389401 .3683 .3869
5
.377100
.0017146
.0007668
.374971
.379229 .3755 .3797
5
.367220
.0018913
.0008458
.364872
.369568 .3655 .3695
25
.397212
.0497768
.0099554
.376665
.417759 .3655 .4948 Abs15 CMC-Na
1%
Imboost
EEDA 100
mg/kg bb
EEDA 200
mg/kg bb
EEDA 400
mg/kg bb
Total
5
.481640
.0010310
.0004611
.480360
.482920 .4809 .4834
5
.208020
.0010849
.0004852
.206673
.209367 .2069 .2096
5
.306000
.0030716
.0013737
.302186
.309814 .3008 .3089
5
.293120
.0030720
.0013738
.289306
.296934 .2897 .2960
5
.207040
.0040753
.0018225
.201980
.212100 .2011 .2125
25
.299164
.1022711
.0204542
.256949
.341379 .2011 .4834 Abs20 CMC-Na
1%
5
.408500
.0008803
.0003937
.407407
.409593 .4073 .4095
Universitas Sumatera Utara
Imboost
EEDA 100
mg/kg bb
EEDA 200
mg/kg bb
EEDA 400
mg/kg bb
Total
5
.106680
.0043188
.0019314
.101318
.112042 .1004 .1115
5
.256320
.0069640
.0031144
.247673
.264967 .2501 .2679
5
.204260
.0021813
.0009755
.201552
.206968 .2022 .2070
5
.109740
.0098040
.0043845
.097567
.121913 .1002 .1199
25
.217100
.1138263
.0227653
.170115
.264085 .1002 .4095
73
Universitas Sumatera Utara
74
Lampiran 19. (lanjutan).
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic df1 df2 Sig.
Abs5 9.601 4 20 .000
Abs10 5.931 4 20 .003
Abs15 1.657 4 20 .199
Abs20 5.181 4 20 .005
ANOVA
Sum of
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Abs5 Between
Groups
Within Groups
Total
.000 4 .000 .817 .529
.000 20 .000
.000 24
Abs10 Between
Groups
Within Groups
Total
.059 4 .015 1188.284 .000
.000 20 .000
.059 24
Abs15 Between
Groups
Within Groups
Total
.251 4 .063 8313.695 .000
.000 20 .000
.251 24
Abs20 Between
Groups
Within Groups
Total
.310 4 .078 2297.681 .000
.001 20 .000
.311 24
Universitas Sumatera Utara
75
Lampiran 19 (lanjutan)Post Hoc Test.
parisons
Tukey HSD
Dependent
Variable (I) kelompok (J) kelompok
Mean Difference
(I-J)
Std. Error
Sig.
95% Confidence
Interval
Lower
Bound
Upper
Bound
Abs5 CMC-Na 1% Imboost
EEDA 100
mg/kg bb
EEDA 200
mg/kg bb
EEDA 400
mg/kg bb
.0005200 .0014936 .997 -.003949 .004989
.0012600 .0014936 .914 -.003209 .005729
.0022000 .0014936 .591 -.002269 .006669
.0020600 .0014936 .647 -.002409 .006529
Imboost CMC-Na 1%
EEDA 100
mg/kg bb
EEDA 200
mg/kg bb
EEDA 400
mg/kg bb
-.0005200 .0014936 .997 -.004989 .003949
.0007400 .0014936 .987 -.003729 .005209
.0016800 .0014936 .792 -.002789 .006149
.0015400 .0014936 .838 -.002929 .006009
EEDA 100 mg/kg CMC-Na 1%
bb Imboost
EEDA 200
mg/kg bb
EEDA 400
mg/kg bb
-.0012600 .0014936 .914 -.005729 .003209
-.0007400 .0014936 .987 -.005209 .003729
.0009400 .0014936 .968 -.003529 .005409
.0008000 .0014936 .982 -.003669 .005269
EEDA 200 mg/kg CMC-Na 1%
bb Imboost
EEDA 100
mg/kg bb
EEDA 400
mg/kg bb
-.0022000 .0014936 .591 -.006669 .002269
-.0016800 .0014936 .792 -.006149 .002789
-.0009400 .0014936 .968 -.005409 .003529
-.0001400 .0014936 1.000 -.004609 .004329
EEDA 400 mg/kg CMC-Na 1%
bb Imboost
EEDA 100
mg/kg bb
EEDA 200
mg/kg bb
-.0020600 .0014936 .647 -.006529 .002409
-.0015400 .0014936 .838 -.006009 .002929
-.0008000 .0014936 .982 -.005269 .003669
.0001400 .0014936 1.000 -.004329 .004609
Abs10 CMC-Na 1% Imboost
EEDA 100
mg/kg bb
EEDA 200
mg/kg bb
EEDA 400
mg/kg bb
.1265200* .0022323 .000 .119840 .133200
.1137400* .0022323 .000 .107060 .120420
.1169000* .0022323 .000 .110220 .123580
.1267800* .0022323 .000 .120100 .133460
Imboost CMC-Na 1%
EEDA 100
mg/kg bb
EEDA 200
mg/kg bb
-.1265200* .0022323 .000 -.133200 -.119840
-.0127800* .0022323 .000 -.019460 -.006100
-.0096200* .0022323 .003 -.016300 -.002940
Universitas Sumatera Utara
EEDA 400
mg/kg bb
.0002600 .0022323 1.000 -.006420 .006940
EEDA 100 mg/kg CMC-Na 1% bb
Imboost
EEDA 200
mg/kg bb
EEDA 400
mg/kg bb
-.1137400* .0022323 .000 -.120420 -.107060
.0127800* .0022323 .000 .006100 .019460
.0031600 .0022323 .625 -.003520 .009840
.0130400* .0022323 .000 .006360 .019720
EEDA 200 mg/kg CMC-Na 1%
bb Imboost
EEDA 100
mg/kg bb
EEDA 400
mg/kg bb
-.1169000* .0022323 .000 -.123580 -.110220
.0096200* .0022323 .003 .002940 .016300
-.0031600 .0022323 .625 -.009840 .003520
.0098800* .0022323 .002 .003200 .016560
EEDA 400 mg/kg CMC-Na 1%
bb Imboost
EEDA 100
mg/kg bb
EEDA 200
mg/kg bb
-.1267800* .0022323 .000 -.133460 -.120100
-.0002600 .0022323 1.000 -.006940 .006420
-.0130400* .0022323 .000 -.019720 -.006360
-.0098800* .0022323 .002 -.016560 -.003200
Abs15 CMC-Na 1% Imboost
EEDA 100
mg/kg bb
EEDA 200
mg/kg bb
EEDA 400
mg/kg bb
.2736200* .0017371 .000 .268422 .278818
.1756400* .0017371 .000 .170442 .180838
.1885200* .0017371 .000 .183322 .193718
.2746000* .0017371 .000 .269402 .279798
Imboost CMC-Na 1%
EEDA 100
mg/kg bb
EEDA 200
mg/kg bb
EEDA 400
mg/kg bb
-.2736200* .0017371 .000 -.278818 -.268422
-.0979800* .0017371 .000 -.103178 -.092782
-.0851000* .0017371 .000 -.090298 -.079902
.0009800 .0017371 .979 -.004218 .006178
EEDA 100 mg/kg CMC-Na 1%
bb Imboost
EEDA 200
mg/kg bb
EEDA 400
mg/kg bb
-.1756400* .0017371 .000 -.180838 -.170442
.0979800* .0017371 .000 .092782 .103178
.0128800* .0017371 .000 .007682 .018078
.0989600* .0017371 .000 .093762 .104158
EEDA 200 mg/kg CMC-Na 1%
bb Imboost
EEDA 100
mg/kg bb
EEDA 400
mg/kg bb
-.1885200* .0017371 .000 -.193718 -.183322
.0851000* .0017371 .000 .079902 .090298
-.0128800* .0017371 .000 -.018078 -.007682
.0860800* .0017371 .000 .080882 .091278
EEDA 400 mg/kg CMC-Na 1%
bb Imboost
EEDA 100
mg/kg bb
EEDA 200
mg/kg bb
-.2746000* .0017371 .000 -.279798 -.269402
-.0009800 .0017371 .979 -.006178 .004218
-.0989600* .0017371 .000 -.104158 -.093762
-.0860800* .0017371 .000 -.091278 -.080882
Abs20 CMC-Na 1% Imboost
EEDA 100
mg/kg bb
EEDA 200
mg/kg bb
.3018200* .0036748 .000 .290824 .312816
.1521800* .0036748 .000 .141184 .163176
.2042400* .0036748 .000 .193244 .215236
76
Universitas Sumatera Utara
EEDA 400
mg/kg bb
.2987600* .0036748 .000 .287764 .309756
Imboost CMC-Na 1%
EEDA 100
mg/kg bb
EEDA 200
mg/kg bb
EEDA 400
mg/kg bb
-.3018200* .0036748 .000 -.312816 -.290824
-.1496400* .0036748 .000 -.160636 -.138644
-.0975800* .0036748 .000 -.108576 -.086584
-.0030600 .0036748 .917 -.014056 .007936
EEDA 100 mg/kg CMC-Na 1%
bb Imboost
EEDA 200
mg/kg bb
EEDA 400
mg/kg bb
-.1521800* .0036748 .000 -.163176 -.141184
.1496400* .0036748 .000 .138644 .160636
.0520600* .0036748 .000 .041064 .063056
.1465800* .0036748 .000 .135584 .157576
EEDA 200 mg/kg CMC-Na 1%
bb Imboost
EEDA 100
mg/kg bb
EEDA 400
mg/kg bb
-.2042400* .0036748 .000 -.215236 -.193244
.0975800* .0036748 .000 .086584 .108576
-.0520600* .0036748 .000 -.063056 -.041064
.0945200* .0036748 .000 .083524 .105516
EEDA 400 mg/kg CMC-Na 1%
bb Imboost
EEDA 100
mg/kg bb
EEDA 200
mg/kg bb
-.2987600* .0036748 .000 -.309756 -.287764
.0030600 .0036748 .917 -.007936 .014056
-.1465800* .0036748 .000 -.157576 -.135584
-.0945200* .0036748 .000 -.105516 -.083524
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
77
Universitas Sumatera Utara
78
Lampiran 19 (lanjutan).
Tukey HSDa
Abs5
Kelompok
N
Subset for alpha = 0.05
1
EEDA 200 mg/kg bb 5 .495260
EEDA 400 mg/kg bb 5 .495400
EEDA 100 mg/kg bb 5 .496200
Imboost 5 .496940
CMC-Na 1% 5 .497460
Sig. .591
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Tukey HSDa
Abs10
kelompok
N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
EEDA 400 mg/kg bb 5 .367220
Imboost 5 .367480
EEDA 200 mg/kg bb 5 .377100
EEDA 100 mg/kg bb 5 .380260
CMC-Na 1% 5 .494000
Sig. 1.000 .625 1.000
Universitas Sumatera Utara
79
Lampiran 19 (lanjutan).
Tukey HSDa
Abs15
Kelompok
N
Subset for alpha = 0.05
1
2
3
4
EEDA 400 mg/kg bb
5
.207040
Imboost
5
.208020
EEDA 200 mg/kg bb
5
.293120
EEDA 100 mg/kg bb
5
.306000
CMC-Na 1%
5
.481640
Sig.
.979
1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
Abs20
Tukey HSDa
Kelompok
N
Subset for alpha = 0.05
1
2
3
4
Imboost
5
.106680
EEDA 400 mg/kg bb
5
.109740
EEDA 200 mg/kg bb
5
.204260
EEDA 100 mg/kg bb
5
.256320
CMC-Na 1%
5
.408500
Sig.
.917
1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
Universitas Sumatera Utara
80
Lampiran 20. Hasil Analisa ANOVA dan Tukey Indeks Fagositosis.
Tests of Normality
perlakuan
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
indeks_fagositosis CMC Na
Imboost
EEDA 100
mg/kg bb
EEDA 200
mg/kg bb
EEDA 400
mg/kg bb
.213 5 .200* .907 5 .452
.362 5 .031 .743 5 .026
.217 5 .200* .896 5 .389
.226 5 .200* .966 5 .851
.230 5 .200* .906 5 .442
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Universitas Sumatera Utara
81
One Way Anova
indeks_fagositosis
Descriptives
N
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
95% Confidence
Interval for Mean
Minimum
Maximum
Lower
Bound
Upper
Bound
CMC Na 5 1.460900 .1995938 .0892610 1.213072 1.708728 1.2515 1.6999
Imboost 5 3.382560 .1094249 .0489363 3.246691 3.518429 3.3031 3.5742
EEDA
100
mg/kg
bb
5 2.684280 .1015603 .0454192 2.558176 2.810384 2.5841 2.8105
EEDA
200
mg/kg
bb
5 2.735120 .1351914 .0604594 2.567258 2.902982 2.5392 2.9033
EEDA
400
mg/kg
bb
5 3.306060 .2686281 .1201341 2.972514 3.639606 3.0487 3.6629
Total 25 2.713784 .7204089 .1440818 2.416414 3.011154 1.2515 3.6629
Universitas Sumatera Utara
82
Lampiran 20. (lanjutan).
indeks_fagositosis
ANOVA
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 11.845 4 2.961 97.054 .000
Within Groups .610 20 .031
Total 12.456 24
indeks_fagositosis
Tukey HSD
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
(J)
(I) perlakuan perlakuan
Mean
Difference (I-
J)
Std.
Error
Sig.
95% Confidence
Interval
Lower
Bound
Upper
Bound
CMC Na Imboost
EEDA 100
mg/kg bb
EEDA 200
mg/kg bb
EEDA 400
mg/kg bb
-1.9216600* .1104767 .000 -2.252248 -
1.591072
-1.2233800* .1104767 .000 -1.553968 -.892792
-1.2742200* .1104767 .000 -1.604808 -.943632
-1.8451600* .1104767 .000 -2.175748 -
1.514572
Imboost CMC Na
EEDA 100
mg/kg bb
EEDA 200
mg/kg bb
EEDA 400
mg/kg bb
1.9216600* .1104767 .000 1.591072 2.252248
.6982800* .1104767 .000 .367692 1.028868
.6474400* .1104767 .000 .316852 .978028
.0765000 .1104767 .956 -.254088 .407088
EEDA 100 mg/kg
bb
CMC Na
Imboost
EEDA 200
mg/kg bb
1.2233800* .1104767 .000 .892792 1.553968
-.6982800* .1104767 .000 -1.028868 -.367692
-.0508400 .1104767 .990 -.381428 .279748
Universitas Sumatera Utara
83
EEDA 400
mg/kg bb
-.6217800* .1104767 .000 -.952368 -.291192
EEDA 200 mg/kg CMC Na
bb Imboost
EEDA 100
mg/kg bb
EEDA 400
mg/kg bb
1.2742200* .1104767 .000 .943632 1.604808
-.6474400* .1104767 .000 -.978028 -.316852
.0508400 .1104767 .990 -.279748 .381428
-.5709400* .1104767 .000 -.901528 -.240352
EEDA 400 mg/kg CMC Na
bb Imboost
EEDA 100
mg/kg bb
EEDA 200
mg/kg bb
1.8451600* .1104767 .000 1.514572 2.175748
-.0765000 .1104767 .956 -.407088 .254088
.6217800* .1104767 .000 .291192 .952368
.5709400* .1104767 .000 .240352 .901528
Lampiran 20. (lanjutan)
Homogeneous subsets
Tukey HSDa
indeks_fagositosis
Perlakuan
N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
CMC Na 5 1.460900
EEDA 100 mg/kg bb 5 2.684280
EEDA 200 mg/kg bb 5 2.735120
EEDA 400 mg/kg bb 5 3.306060
Imboost 5 3.382560
Sig. 1.000 .990 .956
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Top Related