UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN ANTIBAKTERI
EKSTRAK ETIL ASETAT KAPANG ENDOFIT DARI
AKAR TANAMAN KAYU JAWA (Lannea
coromandelica (Houtt.) Merr. )
SKRIPSI
Ahmad Hasyim Abbas
1113102000010
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI (UIN) SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
AGUSTUS 2017
ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN ANTIBAKTERI
EKSTRAK ETIL ASETAT KAPANG ENDOFIT DARI
AKAR TANAMAN KAYU JAWA (Lannea
coromandelica (Houtt.) Merr. )
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
Ahmad Hasyim Abbas
1113102000010
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI (UIN) SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
AGUSTUS 2017
iii
iv
v
vi
ABSTRAK
Nama : Ahmad Hasyim Abbas
Program Study : Farmasi
Judul Skripsi : Uji Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak Etil
Asetat Kapang Endofit dari Akar Tanaman Kayu Jawa
(Lannea Coromandelica (Houtt.) Merr.)
Kayu jawa atau dalam masyarakat Bugis dikenal dengan sebutan aju jawa
dipercaya ampuh dalam mengobati luka dalam dan luar. Selain itu, kulit batang
kayu jawa juga memiliki aktivitas trombolitik, antidiare dan antioksidan. Ekstrak
etanol dari akar kayu jawa mengandung alkaloid, karbohidrat, flavonoid,
triterpenoid, steroid, tanin, glikosida, saponin, dan protein. Tanaman yang banyak
mengandung senyawa fenolik seperti flavonoid dan tanin, senyawa nitrogen
seperti alkaloid dan terpenoid memiliki potensi sebagai antioksidan dan senyawa
alkaloid, fenol, steroid, tanin, flavonoid, dan saponin diketahui memiliki potensi
sebagai antimikroba. Oleh karena itu untuk mengetahui aktivitas antioksidan dan
antibakteri pada isolat AP12A kapang endofit dari akar kayu jawa, dilakukan uji
aktivitas antibakteri dengan metode mikrodilusi menggunakan sterilized 96 round
bottom microwell plate dan uji aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH
(2,2-Diphenyl-1-picrylhydrazyl) terhadap ekstrak etil asetat. Uji kuantitatif
antioksidan terhadap fraksi etil asetat menunjukkan nilai AAI 0,3 dan IC50
308,4326 ppm yang menunjukkan aktivitas antioksidan lemah. Uji aktivitas
antibakteri kuantitatif menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat memiliki nilai KHM
dan KBM terbesar terhadap bakteri Salmonella typhi ATCC 14028 dengan nilai
KHM 250 μg/mL dan KBM 500 μg/mL sedangkan KHM terhadap bakteri
Bacillus subtilis ATCC 6633 dan Staphylococus aureus ATCC 25923 sebesar
500 μg/mL, dan KBM sebesar 1000 dan >1000 μg/mL.
Kata Kunci : AAI, Antibakteri, Antioksidan, Kayu jawa, Lannea Coromandelica
(Houtt.) Merr, DPPH (2,2-Diphenyl-1-picrylhydrazyl), Endofit, IC50, KBM
(konsentrasi bunuh minumum), KHM (konsentrasi hambat minimum), mikrodilusi
vii
ABSTRACT
Name : Ahmad Hasyim Abbas
Study Program : Pharmacy
Thesis Title : Antioxidant and Antibacterial Test Against Extract of
Ethyl Acetate Endophytic Fungi from The Roots of Kayu
Jawa (Lannea Coromandelica (Houtt.) Merr.).
Kayu Jawa or in the Bugis community known as Java aju believed effective in
treating wounds. The bark of Kayu Jawa has thrombolytic activity, antidiarrheal
and antioxidants. Ethanol extract from Kayu Jawa contains alkaloids,
carbohydrates, flavonoids, triterpenoids, steroids, tannins, glycosides, saponins,
and proteins. Plants contain phenolic compounds such as flavonoids and tannins,
nitrogen compounds such as alkaloids and terpenoids have potential antioxidants
activity and alkaloid compounds, phenols, steroids, tannins, flavonoids, and
saponins are known to have potential antimicrobials activity. Therefore,
antibacterial test was performed with microdilution methode using sterilized 96
round bottom microwell plate and antioxidant test was performed with DPPH
(2,2-Diphenyl-1-picrylhydrazyl) methode against ethyl acetate extract to
determine the antioxidant and antibacterial activity in isolates AP12A of
endophytic fungi from the roots of Kayu Jawa. Antioxidant quantitative test,
showed that ethyl acetate extract have AAI 0.3 and IC 50 308.4326 ppm which
indicates a weak antioxidant activity. Antibacterial quantitative test showed that
the ethyl acetate extract have MIC and MBC biggest against Salmonella
typhi ATCC 14028 with a MIC of 250 µg/mL and MBC of 500 µg/ml while the
MIC against Bacillus subtilis ATCC 6633 and Staphylococus aureus ATCC
25923 500 µg/mL, and MBC 1000 and >1000 μg/mL
Keywords : AAI, Antibacterial, Antioxidant, Kayu jawa, Lannea Coromandelica
(Houtt.) Merr, DPPH (2,2-Diphenyl-1-picrylhydrazyl), Endophytic, IC50, MBC
(minimum Bactericidal concentration), MIC (minimum inhibition concentration)
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil aalamiin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan rahmat dan karunia kepada
penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “UJI AKTIVITAS
ANTIOKSIDAN DAN EKSTRAK ETIL ASETAT KAPANG ENDOFIT
DARI AKAR TANAMAN KAYU JAWA (Lannea Coromandelica (Houtt.)
Merr.).”Sholawat serta salam tak lupa tercurahkan kepada Rasulullah Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir
zaman.
Penulis memohon maaf atas segala kekurangan dalam skripsi ini yang jauh
dari sempurna, tetapi harapan penulis semoga tulisan ini dapat bermanfaat kepada
banyak pihak serta menambah wawasan bagi pembacanya. Penulis juga
menyadari bahwa proses penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan,
dukungan, dan do’a yang diberikan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan
segala kerendahan hati penulis menyampaikan penghargaan dan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Kedua orang tua tercinta, Bapak tercinta Moh Mahfudz, Ibunda Siti
Nurjannah,S.Pdi yang senantiasa mencurahkan cinta, kasih sayang, do’a,
nasihat, serta dukungan baik moral maupun materil yang tak mampu
terbalaskan oleh apapun.
2. Adik tersayang Izatunnisa’ yang selalu menghiburku serta telah
memberikan doa dan dukungan baik moral maupun materil.
3. Nenek dan Kakek kami Hj Siti Fatimah dan H Nur Bahaauddin,Alm yang
selalu mendo’akan serta mendukung dengan kasih dan sayangnya.
4. Pakpoh Drs H Muh Badrudin M.pd Sekeluarga, Pakpoh Drs Sirojuddin
Sekeluarga, Om Hilaluddin S,Ag Sekeluarga, Om Diyauddin Sekeluarga,
Om Zakiuddin,S.Pd Alfauri Sekeluarga, Om Jaliluddin,S.Pd Bulek Siti
Komariah,S.Pdi Sekeluarga, Bulek Nur Laila,S.Pdi Sekeluarga yang selalu
ix
memberikan do’a, dukungan moral maupun materil.
5. Mbok Hj Ummi Badriyah dan Mbah Kung Abdurrohman, Paklek
Mahmud, Bulek Kip, serta saudara-saudaraku Mas Thofa sekeluarga, Mas
Ibtidaulhuda, Alm, Mas Fuad, Mbak Muhim, Mbak Uswatun, Mbak
Kholik yang selalu memberikan nasehat, motivasi serta serta do’a untuk
saya.
6. Puteri Amelia., M.Si, Apt, dan Narti Fitria, M.Si, selaku pembimbing yang
dengan sabar memberikan bimbingan, ilmu, masukan, dukungan, dan
semangat kepada penulis.
7. Dr. Arif Sumantri, M.KM selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
9. Nelly Suryani, Ph.D. Apt, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
telah membimbing dan menerima keluh kesah selama perkuliahan.
10. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan yang telah bersedia memberikan ilmunya kepada penulis
selama masa perkuliahan.
11. Team Endofit Ghifaril Azis, Fairuza Ajeng, Putri Agni Kreativita Ivada
yang telah berjuang Bersama dalam penelitian ini dan memberikan
motivasi dan bantuan selama penelitian
12. Teman-teman seperjuangan laboratorium Aulia Wardahani, Anggi, Asyraq
Fahruzzaman, Muhammad Faisal, Fandi Akhmad, Aisyah, Badriatun
Ni’mah, Fitrahtunnisa, Lisa Fizilalin, Nuril, Puspa Novadianti, Rizal,
Triwahyuni, Zakiyatul Munawaroh yang telah memberikan motivasi dan
bantuan selama penelitian.
13. Departemen Keislaman Dema FKIK periode 2016/2017 Auliani, Ramaza,
Jumia dan Azizah yang selalu mendukung penulis dalam penyelasaian
skripsi ini.
14. Kabinet FKIK Aksi Nyata periode 2016/2017 yang selalu mendukung
penulis dalam penyelasaian skripsi ini.
x
15. Teman terdekat Muhimmatunnisa, Hasan Asyari Khatib dan Aftah Naufal
yang selalu mendukung dan membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
16. Teman-teman sejawat program studi Farmasi UIN Jakarta angkatan 2013
atas persaudaraan dan kebersamaan yang telah terjalin dan memotivasi
penulis baik selama pengerjaan skripsi ini maupun selama di bangku
perkuliahan.
17. Seluruh laboran Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Jakarta atas kerjasamanya selama melakukan penelitian di
laboratorium.
18. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyelesaian
naskah skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang namanya
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas semua
bantuan dan dukungan yang diberikan. Penulis menyadari bahwa penyusunan
skripsi ini masih belum sempurna dan banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran
serta kritik yang membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat
bagi penulis dan pembaca. Aamiin Ya Rabbal’alamiin.
Ciputat 2017
Ahmad Hasyim Abbas
xi
1 HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Ahmad Hasyim Abbas
NIM : 1113102000010
Program Studi : Farmasi
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi karya ilmiah
saya dengan judul:
UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN ANTIBAKTERI EKSTRAK
ETIL ASETAT KAPANG ENDOFIT DARI AKAR TANAMAN KAYU
JAWA (Lannea coromandelica (Houtt.) Merr.)
Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu
Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademis sebatas sesuai dengan
Undang-Undang Hak Cipta.
Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat
dengan sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta
Pada Tangggal : Agustus 2017
Yang Menyatakan
Ahmad Hasyim Abbas
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................ Error! Bookmark not defined.
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... Error! Bookmark not defined.
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .... Error! Bookmark not defined.
LEMBAR PENGESAHAN ..................................... Error! Bookmark not defined.
ABSTRAK ............................................................................................................ vi
ABSTRACT ......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ..................................................... xi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................................... 4
Manfaat Teoritis ........................................................................................ 4
Manfaat Aplikatif ...................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kayu Jawa (Lannea coromandelica) ........................................................... 5
Taksonomi................................................................................................. 5
Deskripsi Tanaman ................................................................................... 5
2.2 Ektraksi ........................................................................................................ 6
2.3 Pelarut .......................................................................................................... 6
2.4 Kapang Endofit ........................................................................................... 8
Deskripsi ................................................................................................... 8
Mekanisme Kerja Kapang Endofit............................................................ 9
Metabolit Sekunder dan Manfaat Kapang Endofit ................................... 9
2.5 Fermentasi ................................................................................................. 10
2.6 Media Fermentasi ...................................................................................... 11
2.7 Bakteri Uji ................................................................................................. 12
Staphylococcus aureus ............................................................................ 12
Escherichia coli ...................................................................................... 13
xiii
Salmonella typhi...................................................................................... 13
Bacillus Subtilis ...................................................................................... 14
Pseudomonas aeruginosa ....................................................................... 14
2.8 Antibiotik .................................................................................................. 15
Kloramfenikol ......................................................................................... 16
2.9 Uji Aktivitas Antibakteri ........................................................................... 16
Metode Difusi ......................................................................................... 16
Metode Dilusi.......................................................................................... 17
Metode Bioautografi ............................................................................... 17
2.10 Antioksidan ............................................................................................... 19
2.11 Uji Antioksidan ......................................................................................... 19
Metode 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH)...................................... 19
Mekanisme Kerja 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH) ..................... 20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................... 22
3.2 Alat dan Bahan .......................................................................................... 22
Alat. ......................................................................................................... 22
Bahan ...................................................................................................... 22
3.3 Prosedur Penelitian .................................................................................... 23
Pembuatan Media Pertumbuhan Mikroorganisme.................................. 23
Pemurnian Kapang Endofit ..................................................................... 24
Karakterisasi Kapang Endofit ................................................................. 24
Peremajaan Bakteri Uji ........................................................................... 25
Uji Kemurnian Bakteri Uji...................................................................... 25
Pembuatan Suspensi Bakteri Uji ............................................................. 26
Uji Pendahuluan Kapang Endofit Penghasil Antibakteri........................ 26
Fermentasi Kapang Endofit .................................................................... 27
Ekstraksi .................................................................................................. 27
Analisis KLT dan Sekrining Fitokimia ................................................... 27
Uji Aktivitas Antioksidan ....................................................................... 28
Uji Aktivitas Antibakteri Metode Mikrodilusi ....................................... 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pemurnian Kapang Endofit ....................................................................... 33
4.2 Karakterisasi Kapang Endofit ................................................................... 33
4.3 Uji Kemurnian Bakteri Uji ........................................................................ 35
xiv
4.4 Uji Pendahuluan Kapang Endofit Penghasil Antibbakteri ........................ 36
4.5 Fermentasi ................................................................................................. 38
4.6 Ekstraksi .................................................................................................... 39
4.7 Analisis KLT Dan Skrining Fitokimia ...................................................... 40
4.8 Uji Aktifitas Antioksidan .......................................................................... 41
Uji Aktivitas Antioksidan Kualitatif ....................................................... 41
Uji Antioksidan Kuantitatif..................................................................... 42
4.9 Uji Aktivitas Antibakteri ........................................................................... 46
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 51
5.2 Saran .......................................................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 52
LAMPIRAN ......................................................................................................... 60
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Penampak Isolat AP12A Secara Makroskopik dan Mikroskopik .........34
Tabel 4.2. Hasil karakteriasi mikroskopik mikroorganisme uji .............................35
Tabel 4.3. Hasil Zona Hambat Kapang Endofit Terhadap Bakteri Uji ..................37
Tabel 4.4. Karakteristik Dan Bobot Ekstrak Hasil Fermentasi Isolat AP12A .......39
Tabel 4.5. Hasil Analisis KLT dan eluen yang digunakan ....................................40
Tabel 4.6. Hasil skrining fitokimia ekstrak fraksi etil asetat dan n-heksana .........41
Tabel 4.7. Hasil uji aktivitas antioksidan secara kualitatif.....................................42
Tabel 4.8. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Kuantitatif Ekstrak Etil Asetat. .........44
Tabel 4.9. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Kuantitatif Vitamin C ........................44
Tabel 4.10. Hasil Nilai KHM dan KBM Ekstrak Etil Asetat .................................48
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Reaksi penangkapan radikal DPPH oleh antioksidan ........................21
Gambar 4.1. Kurva Hubungan Konsentrasi dan % Inhibisi Ekstrak Etil Asetat....45
Gambar 4.2. Kurva Hubungan Konsentrasi dan % Inhibisi Vitamin C .................46
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Bagan Alur Penelitian ........................................................................60
Lampiran 2. Sertifikat Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 ...................61
Lampiran 3. Sertifikat Bakteri Salmonella typhi ATCC 14028 .............................62
Lampiran 4. Sertifikat Bakteri Bacillus subtilis ATCC 6633 ................................63
Lampiran 5. Sertifikat Ciprofloksasin ....................................................................64
Lampiran 6. Sertifikat Kloramfenikol ....................................................................65
Lampiran 7. Skema Pemurnian Kapang Endofit....................................................66
Lampiran 8. Skema Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik .......................67
Lampiran 9. Hasil Uji Pendahuluan Isolat (AP12A) .............................................68
Lampiran 10. Skema Metode Fermentasi dan Hasil Fermentasi ...........................76
Lampiran 11. Skema Ekstraksi ..............................................................................77
Lampiran 12. Hasil Skrining Fitokimia .................................................................78
Lampiran 13. Skema Uji Aktivitas Antioksidan ....................................................81
Lampiran 14. Perhitungan dalam Uji Antioksidan ................................................83
Lampiran 15. Hasil (KHM) dan (KBM) Pada Bakteri Basillus subtilis. ...............85
Lampiran 16. Hasil (KHM) dan (KBM) Pada Bakteri Stapillococcus aureus. .....86
Lampiran 17. Hasil (KHM) dan (KBM) Pada Bakteri Salmonella typhi. ..............87
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah
dan memiliki area hutan hujan tropis yang luas. Hutan hujan tropis merupakan
sumber tumbuh-tumbuhan yang mengandung senyawa bioaktif yang potensial
(Strobel, 2003). Kekayaan alam Indonesia salah satunya ialah tanaman kayu jawa
(Lannea coromandelica (Houtt.) Merr.) yang tumbuh di Sulawesi Selatan.
Kayu jawa digunakan sebagai obat tradisional oleh masyarakat Bugis di
Sulawesi Selatan. Kayu jawa atau dalam masyarakat Bugis dikenal dengan
sebutan aju jawa dipercaya ampuh dalam mengobati luka dalam dan luar (Amin
dan Yuliana, 2010). Selain itu, kulit batang kayu jawa juga memiliki aktivitas
trombolitik (Wahid, 2009), antidiare (Majumder, et al., 2013), antioksidan
(Wahid, 2009 ; Prawirodihirjo, 2014), dan antiinflamasi (Saputra, 2015). Arun
Joshi dan Nikita Naik (2014) menyatakan bahwa ekstrak etanol dari akar kayu
jawa mengandung alkaloid, karbohidrat, flavonoid, triterpenoid, steroid, tanin,
glikosida, saponin, dan protein.
Berdasarkan studi fitokimia, kulit batang tanaman kayu jawa telah
dilaporkan mengandung senyawa golongan karbohidrat, steroid, alkaloid,
terpenoid, tanin, dan flavonoid (Manik, et al., 2013). Menurut Ivanišová, et al.,
(2013) Tanaman yang banyak mengandung senyawa fenolik seperti flavonoid
dan tanin, senyawa nitrogen seperti alkaloid dan terpenoid memiliki potensi
sebagai antioksidan.
Wahid (2009) telah melaporkan ekstrak metanol daun dan batang kayu jawa
yang dipartisi dengan n-heksana, diklorometan : etil asetat, dan air pada pengujian
antioksidan dengan metode DPPH, didapatkan IC50 ketiga fraksi tersebut berturut-
turut 3,8 µg/ml, 8 µg/ml, dan 6 µg/ml, dengan kontrol pembanding Vitamin C
dengan IC50 24 µg/ml. Selain itu Manik et al. (2013) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa fraksi n-heksana, diklorometana, dan etil asetat kulit batang
dan daun tumbuhan kayu jawa memiliki aktivitas antioksidan, antimikroba, dan
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
trombolitik. Fraksi etil asetat menunjukkan aktivitas antioksidan paling besar
dengan IC50 sebesar 3,8±0,14 μg/ml
Senyawa alkaloid, fenol, steroid, tanin, flavonoid, dan saponin diketahui
menjadi senyawa yang berpotensi sebagai antimikroba (Brian dan Christian,
1996). Gauniyal dan Teotia (2015) melaporkan bahwa ekstrak etanol ranting
Lannea coromandelica (Houtt.) Merr. memberikan zona hambat terhadap
pertumbuhan mikroorganisme Streptococcus mutans, Lactobacillus acidophilus,
Enterococcus faecalis, dan Candida albicans. Aktivitas antimikroba dihasilkan
pula dari ekstrak kulit batang kayu jawa terhadap bakteri Staphylococcus aureus,
Escherichia coli, Helicobacter pylori, Pseudomonas aeruginosa (Rahmadani,
2015), Aspergillus niger, dan Trichophyton rubrum (Mozer, 2015).
Potensi tumbuhan obat berhubungan dengan mikroorganisme yang hidup di
jaringan tumbuhan. Mikroorganisme tersebut dikenal sebagai mikroba endofit,
yaitu mikroba yang hidup dalam periode tertentu dan membentuk koloni di dalam
jaringan tumbuhan tanpa merugikan inangnya (Dompeipen dan Simanjuntak,
2015). Beberapa mikroba endofit dapat menghasilkan senyawa-senyawa bioaktif
sebagai senyawa metabolit sekunder yang memiliki daya antimikroba,
antimalaria, antikanker dan sebagainya. Mikroba endofit selain memiliki peranan
penting dalam dunia pengobatan, juga memiliki peranan penting dalam dunia
industri dan pertanian (Strobel dan Daisy, 2003).
Penelitian terhadap bagian akar tanaman kayu jawa masih belum banyak
dilakukan. Hal ini dikarenakan adanya kendala dalam pengambilan bagian akar
karena memerlukan satu pohon untuk mendapatkannya. Untuk mengatasi kendala
tersebut, peneliti menggunakan metode endofit karena tidak membutuhkan banyak
sampel.
Endofit menjadi terobosan baru dalam meminimalisir pemakaian bahan
baku tanaman. Selain itu, jamur yang merupakan salah satu jenis endofit juga
menjadi bagian organisme eukariot yang banyak diekplorasi untuk kepentingan
medis, jika dibandingkan dengan sesamanya dalam hal untuk mendapatkan
senyawa bioaktif, jamur endofit lebih unggul daripada jamur yang berasal dari
tanah atau jamur yang berkolaborasi dengan algae (Suryanarayanan, et al., 2009).
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Di dalam penelitian Zulfa (2016), terdapat isolat (AP12A) kapang endofit
yang diperoleh dari akar kayu jawa (Lannea coromandelica (Houtt.) Merr) yang
mempunyai daya hambat terhadap Escherichia coli, Helicobacter pylori,
Salmonella typhi, dan Staphylococcus aureus. Potensi adanya senyawa di
dalamnya juga terlihat dari hasil KLT (Kromatografi Lapis Tipis) ekstrak kapang
yang menunjukkan adanya spot yang aktif pada fraksi etil asetat dan n-heksana.
Kandungan senyawa isolat kapang endofit dari akar kayu jawa berpotensi sebagai
antibakteri dan antioksidan, sehingga dapat dijadikan sebagai usaha untuk
mengeksplorasi kekayaan alam Indonesia tanpa mengeksploitasi keanekaragaman
hayati.
Berdasarkan uraian di atas peneliti ingin melanjutkan dan
mengembangkan penelitian yang telah dilakukan oleh Zulfa (2016) yang telah
menguji aktivitas antibakteri secara kualitatif dengan metode difusi isolat
(AP12A) kapang endofit dari akar tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica
(Houtt.) Merr.). Peneliti ingin memfokuskan pengamatan pada isolat yang
memiliki aktivitas antibakteri secara kuantitatif dengan metode mikrodilusi yaitu
isolat (AP12A) dan menguji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH dari
isolat tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
a. Belum diketahui adanya senyawa yang memiliki ativitas antioksidan dari
ekstrak isolat (AP12A) kapang endofit dari akar tanaman kayu jawa
(Lannea coromandelica (Houtt.) Merr.)
b. Belum diketahui adanya aktivitas antibakteri dari ekstrak etil asetat, isolat
(AP12A) kapang endofit dari akar tanaman kayu jawa (Lannea
coromandelica (Houtt.) Merr.) terhadap bakteri Escherichia coli,
Salmonella typhi, Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa dan
Bacillus subtilis secara kuantitatif dengan metode mikrodilusi.
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.3 Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui aktivitas antioksidan ekstrak isolat (AP12A) kapang
endofit dari akar tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica (Houtt.)
Merr.) pada fraksi n-heksana dan etil asetat.
b. Untuk memperoleh ekstrak isolat (AP12A) kapang endofit dari akar
tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica (Houtt.) Merr.) yang
mempunyai aktivitas antibakteri serta untuk mengetahui Konsentrasi
Hambat Minimum (KHM) dan Konsentasi Bunuh Minimum (KBM)
ekstrak etil asetat terhadap bakteri Escherichia coli, Salmonella typhi,
Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa dan Bacillus subtilis.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah
mengenai kapang endofit dari akar kayu jawa (Lannea coromandelica (Houtt.)
Merr.) dan aktivitasnya sebagai antibakteri terhadap Escherichia coli, Salmonella
typhi, Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Bacillus subtilis, serta
adanya aktivitas Antioksidan pada isolat kapang (AP12A) dari akar tanaman kayu
jawa (Lannea coromandelica (Houtt.) Merr. ).
Manfaat Aplikatif
Hasil yang diperoleh diharapkan dapat dijadikan sebagai sebagai acuan
dalam pengembangan antibiotik dan antioksidan yang bersumber dari ekstrak
kapang endofit akar kayu jawa (Lannea coromandelica (Houtt.) Merr.).
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Taksonomi
Klasifikasi tanaman kayu jawa Lannea coromandelica adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae
Phylum : Tracheophyta
Divisi : Magnoliopsida
Ordo : Sapindales
Famili : Anacardiaceae
Genus : Lannea
Spesies : Lannea coromandelica
(GBIF, 2017)
Deskripsi Tanaman
Kayu jawa merupakan deciduous tree atau pohon gugur yang dapat
tumbuh hingga mencapai 25 m (umumnya 10-15 m). Permukaan batang berwarna
abu-abu sampai coklat tua, kasar, ada pengelupasan serpihan kecil yang tidak
teratur, batang dalam berserat berwarna merah atau merah muda gelap dan
memiliki eksudat yang bergetah. Daun meruncing, dan berjumlah 7-11. Bunga
berkelamin tunggal berwarna hijau kekuningan. Buah berbiji, panjang 12 mm,
bulat telur, kemerahan, dan agak keras. Tanaman ini berbunga dan berbuah dari
bulan Januari hingga Mei. Lannea coromandelica memiliki sinonim Odina wodier
yang tersebar di Himalaya (Swat-Bhutan), Assam, Burma, Indo-China, Ceylon,
Pulau Andaman, China, dan Malaysia (Kumar, et al., 2011)
Tanaman kayu jawa merupakan tanaman pekarangan yang dapat
dimanfaatkan daun dan kulit batangnya dengan cara ditumbuk ataupun direbus
untuk mengobati luka luar, luka dalam, dan perawatan paska persalinan (Rahayu,
et al., 2006). Kulit batang dapat digunakan sebagai astringen, mengobati sakit
perut, lepra, tukak lambung, penyakit jantung, disentri, dan sariawan. Kulit batang
digunakan bersama dengan kulit batang Aegle mermelos, Artocarpus
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
heterophyllus dan Sygygium cumini berguna dalam penyembuhan impotensi.
Perebusan daun juga dianjurkan untuk mengobati pembengkakan dan nyeri lokal
(Wahid, 2009).
2.2 Ektraksi
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (DepKes RI, 2000). Ekstraksi adalah penarikan kandungan kimia yang
dapat larut sehinggga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut
cair. Simplisia yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan
senyawa yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain.
Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam
golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Dengan diketahuinya
senyawa aktif yang terkandung dalam simplisia akan mempermudah pemilihan
pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (DepKes RI, 2000).
Ekstraksi adalah pemisahan bagian aktif sebagai obat dari jaringan
tumbuhan ataupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai melalui prosedur
yang telah ditetapkan. Selama proses ekstraksi, pelarut akan berdifusi sampai ke
material padat dari tumbuhan dan akan melarutkan senyawa dengan polaritas yang
sesuai dengan pelarutnya (Tiwari, et al., 2011).
2.3 Pelarut
Pelarut adalah zat yang digunakan sebagai media untuk melarutkan zat lain.
Kesuksesan penentuan senyawa biologis aktif dari bahan tumbuhan sangat
tergantung pada jenis pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi. Sifat
pelarut yang baik untuk ekstraksi yaitu toksisitas dari pelarut yang rendah, mudah
menguap pada suhu yang rendah, dapat mengekstraksi komponen senyawa
dengan cepat, dapat mengawetkan dan tidak menyebabkan ekstrak terdisosiasi
(Tiwari, et al., 2011).
Pemilihan pelarut tergantung pada senyawa yang ditargetkan. Faktor- faktor
yang mempengaruhi pemilihan pelarut adalah jumlah senyawa yang akan
diekstraksi, laju ekstraksi, keragaman senyawa yang akan diekstraksi, kemudahan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dalam penanganan ekstrak untuk perlakuan berikutnya, toksisitas pelarut dalam
proses bioassay, potensial bahaya kesehatan dari pelarut (Tiwari, et al., 2011).
Berbagai pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi antara lain :
1) Air
Air adalah pelarut yang universal, biasanya digunakan untuk mengekstraksi
produk tumbuhan yang mempunyai aktivitas antimikroba. Meskipun
pengobatan secara tradisional menggunakan air sebagai pelarut, tetapi
ekstrak tumbuhan dari pelarut organik telah ditemukan untuk memberikan
aktivitas antimikroba lebih konsisten dibandingkan dengan ekstrak air. Air
juga melarutkan senyawa fenolik yang memiliki aktivitas penting sebagai
antioksidan (Tiwari, et al., 2011).
2) Aseton
Aseton dapat melarutkan beberapa komponen senyawa hidrofilik dan
lipofilik dari tumbuhan. keuntungan pelarut aseton yaitu dapat bercampur
dengan air, mudah menguap dan memiliki toksisitas rendah. Aseton
digunakan terutama untuk studi antimikroba dimana banyak senyawa
fenolik yang terekstraksi dengan aseton (Tiwari, et al., 2011).
3) Alkohol
Aktivitas antibakteri yang lebih tinggi dari ekstrak etanol dibandingkan
dengan ekstrak air dapat dikaitkan dengan adanya jumlah polifenol yang
lebih tinggi pada ekstrak etanol dibandingkan dengan ekstrak air.
Konsentrasi yang lebih tinggi dari senyawa flavonoid terdeteksi dengan
etanol 70% karena polaritas yang lebih tinggi daripada etanol murni. Etanol
lebih mudah untuk menembus membran sel untuk mengekstrak bahan
intraseluler dari bahan tumbuhan. Metanol lebih polar dibanding etanol
namun karena sifat yang toksik, sehingga tidak cocok digunakan untuk
ekstraksi (Tiwari, et al., 2011).
4) Kloroform
Terpenoid lakton telah diperoleh dengan ekstraksi berturut-turut
menggunakan heksana, kloroform dan metanol dengan konsentrasi aktivitas
tertinggi terdapat dalam fraksi kloroform. Kadang-kadang tanin dan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
terpenoid ditemukan dalam fase air, tetapi lebih sering diperoleh dengan
pelarut semipolar (Tiwari, et al., 2011).
5) Eter
Eter umumnya digunakan secara selektif untuk ekstraksi kumarin dan asam
lemak (Tiwari, et al., 2011).
6) N-Heksana
N-Heksana mempunyai karakteristik sangat tidak polar, volatil, mempunyai
bau khas yang dapat menyebabkan pingsan. Berat molekul heksana adalah
86,2 gram/mol dengan titik leleh -94,3 sampai -95,3°C. Titik didih heksana
pada tekanan 760 mmHg adalah 66 sampai 71° C (Dainitith, 1994). N-
Heksana biasanya digunakan sebagai pelarut untuk ekstraksi minyak nabati.
7) Etil asetat
Etil asetat merupakan pelarut dengan karakateristik semipolar. Etil asetat
secara selektif akan menarik senyawa yang bersifat semipolar seperti fenol
dan terpenoid (Tiwari, et al., 2011).
2.4 Kapang Endofit
Deskripsi
Kapang endofit adalah kapang yang hidup di dalam jaringan tanaman pada
periode tertentu dan mampu hidup dengan membentuk koloni dalam jaringan
tanaman tanpa membahayakan inangnya (Radji, 2005). Tanaman yang
mengandung endofit sering tumbuh lebih cepat dari tanaman yang tidak terinfeksi.
Selain itu juga endofit dapat membantu inang dalam mengambil nutrisi seperti
nitrogen dan fosfor (Purwanto, 2011).
Kapang adalah organisme yang paling sering diisolasi sebagai endofit
(Strobel dan Daisy, 2003). Kapang endofit dapat diisolasi dari hampir semua
jaringan tanaman, namun memerlukan seleksi dan skrining yang ketat untuk dapat
mengidentifikasi kapang endofit yang menghasilkan metabolit sekunder yang
memiliki aktivitas biologi. Bagian organ atau jaringan tanaman tertentu dapat
mengandung kapang endofit tertentu pula yang berbeda satu dengan yang lainnya,
hal ini merupakan mekanisme adaptasi dari endofit terhadap mikroekologi dan
kondisi fisiologis yang spesifik dari masing-masing tanaman inang (Wahyudi,
2001). Kapang yang masih dalam bentuk spora baik dalam daun, akar dan batang
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tidak dapat diamati tanpa ditumbuhkan dalam medium pertumbuhan. Populasi
kapang endofit yang terdapat pada batang dan daun lebih banyak dibandingkan
pada akar (Purwanto, 2011).
Mekanisme Kerja Kapang Endofit
Endofit dapat berperan sebagai perangsang pertumbuhan tanaman dan
meningkatkan hasil melalui produksi fitohormon dan penyedia hara, sebagai
penetral kontaminan tanah sehingga meningkatkan fitoremidiasi, dan agen
pengendali hayati. Endofit juga dapat berperan dalam mengurangi infeksi
nematoda, meningkatkan ketahanan tanaman, memproduksi metabolit sekunder
seperti alkaloid, steroid dan lain-lain (Yulianti, 2012).
Interaksi endofit yang terjadi dengan tanaman inangnya adalah umumnya
simbiosis mutualisme. Mikotoksin yang dihasilkan kapang endofit seperti alkaloid
pada tanaman rumput-rumputan mampu melindugi inang dari serangan
invertebrata herbivor, nematoda dan patogen. Endofit juga mampu menghasilkan
senyawa metabolit yang berperan melindungi inang tanaman dari kondisi
lingkungan ekstrim. Endofit yang berada dalam jaringan daun dan ranting
tanaman juga berperan dalam peningkatan ketahanan dari tanaman (Ariyono, et
al., 2014).
Metabolit Sekunder dan Manfaat Kapang Endofit
Kapang endofit memiliki prospek yang baik dalam penemuan sumber-
sumber senyawa bioaktif yang dalam perkembangan lebih lanjut dapat dijadikan
sebagai sumber penemuan obat untuk berbagai penyakit. Beberapa metabolit
sekunder yang diproduksi oleh endofit yang telah berhasil diisolasi dan
dimurnikan diantaranya adalah sebagai penghasil antibiotik, antivirus, antikanker,
antimalaria, dan antioksidan (Radji, 2005).
Berbagai jenis endofit telah berhasil diisolasi dari tanaman inangnya, dan
telah berhasil ditumbuhkan dalam medium yang sesuai. Metabolit sekunder yang
diproduksi oleh kapang endofit tersebut telah berhasil diisolasi dan dimurnikan
serta telah dielusidasi struktur molekulnya (Strobel dan Daisy, 2003). Beberapa
metabolit sekunder dan endofit yang berhasil diisolasi dari beberapa tanaman
diantaranya yaitu :
1) Mikroba endofit yang menghasilkan antibiotik (Strobel dan Daisy, 2003).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
a. Muscodor albus merupakan fungi endofit yang dihasilkan dari
Cinnamomum zeylanicum, yaitu fungi yang tidak berspora yang efektif
mencegah pertumbuhan fungi dan bakteri lain dengan menghasilkan
senyawa volatil.
b. Cryptosporiopsis quercina, yaitu fungi yang diisolasi dari tanaman
Tripterigeum wilfordii yang menghasilkan criptocandin, mempunyai
aktivitas sebagai antifungi terhadap fungi patogen pada manusia yaitu
Candida albicans dan Trichopyton sp. Cryptosporiopsis quercina juga
menghasilkan cryptocin, yaitu tetramic acid, yang mempunyai aktivitas
terhadap Pyricularia oryzae serta sejumlah jamur yang patogen terhadap
tanaman.
c. Pseudomonas viridiflava, yaitu fungi endofit yang menghasilkan ecomycin
aktif terhadap fungi patogen terhadap manusia yaitu Cryptococcus
neoformans dan Candida albicans. Ecomycin merupakan lipopeptida dan
memiliki berat molekul 1,153 dan 1,181.
d. Phomopsis sp. menghasilkan phomopsichalasi yang mempunyai aktivitas
sebagai antibakteri terhadap Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus,
Salmonella enterica sv Gallinarum, dan juga dapat menghambat
pertumbuhan jamur Candida tropicalis.
2) Endofit yang menghasilkan antioksidan
Endofit Pestalotiopsis microspora menghasilkan senyawa pestacin dan
isopestacin yang berhasil diisolasi dari tanaman Terminalia morobensis, yaitu
tumbuhan yang hidup di Papua New Guinea. Baik pestacin ataupun
isopestacin berhasiat sebagai antioksidan. Isopestacin diduga mempunyai
aktivitas antioksidan berdasarkan struktur molekulnya yang mirip dengan
flavonoid (Strobel dan Daisy, 2003).
2.5 Fermentasi
Fermentasi dalam mikrobiologi industri digambarkan sebagai proses untuk
mengubah bahan dasar menjadi produk yang dikehendaki dalam kultur mikroba
tertentu. Pengambilan hasil fermentasi, terdapat sejumlah tahapan yang tergantung
bahan awal, konsentrasi awal, kestabilan produk, dan tingkat kemurnian produk
akhir yang diinginkan (Purwanto, 2011).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fermentasi dapat menghasilkan : a) Biomassa (sel-sel mikroba), misalnya
protein sel tunggal; b) Enzim, misalnya amylase dan protease; c) Metabolit
mikroba, yaitu metabolit primer misalnya polisakarida, protein, asam nukleat, dan
metabolit sekunder misalnya antibiotika; d) Produk rekombinan, misalnya insulin
dan interferon; dan e) Biokonversi, misalnya konversi asam asetat dari etanol,
aseton dari propanol, sorbitol serta produk steroid, antibiotika dan prostaglandin
(Purwanto, 2011).
2.6 Media Fermentasi
Media yang digunakan dalam fermentasi dapat berupa media cair dikenal
dengan ‘submerged’, dalam permukaan air atau media padat disebut ‘surface’ di
atas permukaan (Okafor, 2007). Fermentasi media padat umumnya digunakan
untuk produksi enzim dan asam organik yang menggunakan kapang (Radji, et al.,
2011). Akan tetapi media yang sering digunakan berupa media cair, sebab area
media cair cukup aman dan mudah dikontrol. Sementara volume media
disesuaikan dengan tujuan fermentasi. Nutrisi yang diberikan dalam media
fermentasi terdiri dari beragam seperti, umumnya selalu terdapat karbohidrat
kompleks (Okafor, 2007). Nutrisi tersebut harus memenuhi kebutuhan
mikroorganisme terhadap air, energi, sumber karbon, nitrogen, dan mineral
(Radji, et al., 2011).
Sebelum fermentasi, kemurnian dari inokulum harus dipastikan,
sebagaimana sterilitas dalam pengerjaan (Okafor, 2007). Selama masa fermentasi,
tidak boleh ditambahkan zat apapun ke dalam fermentor, kecuali oksigen (untuk
mikroorganisme aerob), agen antibusa, atau pengontrol pH (Brian dan Christian,
1996). Kandungan media kultur, konsentrasi biomassa dan metabolit akan
berubah secara konstan sebanding dengan metabolisme sel selama fermentasi
(Brian dan Christian, 1996).
Fermentasi dapat dilakukan dengan metode kocok menggunakan alat
pengocok atau metode diam dengan menginkubasi mikroorganisme tanpa
goncangan (Kumala, 2014). Metabolit yang dihasilkan berupa metabolit sekunder
ekstraseluler yang terdapat pada supernatan atau filtrat dan metabolit sekunder
intraseluler yang terkandung dalam biomassa kapang (Gandjar dan Sjamsuridzal
2006). Ekstraksi bahan yang dihasilkan dari proses fermentasi tergantung produk
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
akhir yang diharapkan apakah mikroorganisme itu sendiri atau metabolit yang
dihasilkan mikroorganisme tersebut (Okafor, 2007).
2.7 Bakteri Uji
Staphylococcus aureus
Kingdom : Monera
Divisi : Protophyta
Kelas : Schizomycetes
Ordo : Eubacteriales
Famili : Micrococcaceae
Spesies : Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri kokus Gram positif,
berdiameter 1 μm (Pratiwi, 2008). Kokusnya tersusun tidak teratur. Bentuk seperti
anggur yang tidak teratur ini tampak bila bakteri ditumbuhkan pada medium
padat, tetapi biasanya terlihat seperti rantai pendek bila ditumbuhkan pada
medium cair. Apusan yang diambil dari nanah menunjukan keberadaan yang
tunggal atau berpasangan, tandanan, atau rantai pendek yang terdiri dari tiga atau
empat sel (Parija, 2009).
Bakteri Staphylococcus aureus mengeluarkan toksin pada makanan
berprotein tinggi (daging, telur, susu, ikan). Toksin yang dikeluarkan oleh bakteri
ini relatif tahan panas dan tidak mudah dimusnahkan dengan pemanasan normal
pada prosedur pemasakan makanan. Bakteri Staphylococcus aureus merupakan
salah satu bakteri yang cukup kebal di antara mikroorganisme lainnya, dan tahan
pemanasan 60°C selama 30 menit. bakteri ini memproduksi enterotoksin yang
bersifat stabil terhadap pemanasan dan tahan terhadap aktivitas pemecahan oleh
enzim-enzim pencernaan. Selain enterotoksin, bakteri ini juga memproduksi
hemolisin, yaitu toksin yang dapat merusak dan memecah sel-sel darah merah.
Makanan yang mengandung enterotoksin, yang masuk ke dalam saluran
pencernaan akan mencapai usus halus, selanjutnya dengan cepat akan merusak
dinding usus halus dan menimbulkan sekresi jaringan usus (Pratiwi, 2008).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Escherichia coli
Kingdom : Procaryotae
Divisi : Gracilicutes
Kelas : Scotobacteria
Ordo : Eubacteriales
Famili : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Spesies : Escherichia coli
Escherichia coli merupakan Gram negatif berukuran basil yang berukuran
sekitar 1-3 x 0,4-0,7 μm. Basil tersusun secara tunggal ataupun berpasangan.
Escherichia coli merupakan bakteri aerob dan anaerob fakultatif. Tumbuh pada
rentan suhu 10-41°C (suhu optimum 37°C) dan pH 7,2. Bakteri tumbuh pada
berbagai medium Mueller-Hinton Agar, Nutrient Agar, Blood Agar. dan
MacConkey Agar. Isolasi utama dapat ditemukan dari Nutrient Agar dan Blood
Agar (Parija, 2009).
Escherichia coli merupakan bakteri utama pada flora normal usus. Bakteri
ini dikenal sebagai bakteri yang sedikit membahayakan dan juga patogen.
Escherichia coli menyebabkan penyakit dengan spektrum luas pada manusia.
Merupakan penyebab penting enterik, infeksi saluran urin, neonatal sepsis dan
neonatal meningitis. Hemolytic Uremic Syndrome merupakan komplikasi serius
terhadap infeksi enterik dengan rantai spesifik Escherichia coli (Parija, 2009).
Salmonella typhi
Kingdom : Bakteria
Phylum : Proteobakteria
Classis : Gamma proteobakteria
Ordo : Enterobakteriales
Familia : Enterobakteriakceae
Genus : Salmonella
Species : Salmonella thyposa
Salmonella typhi berbentuk batang peritrichous dengan ukuran 2-4 µm,
Gram negatif, tidak berspora, bergerak dengan flagel peritrik, dan motil (Bauman,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Robert W, 2012). Bakteri yang masuk dalam famili Enterobacteriaceae ini hidup
pada kondisi anaerob fakultatif (Zhang, et al., 2008).
Salmonella typhi bukan merupakan flora normal manusia (Bauman, Robert
W, 2012). Salmonella thypi merupakan bakteri patogen terhadap manusia yang
bertanggung jawab terhadap terjadinya infeksi pada sistemik dan demam tifus.
Bakteri ini tersebar luas di Afrika, Asia, dan Amerika Selatan. Bakteri Salmonella
typhi telah resisten terhadap sejumlah antibiotik seperti ampisilin, kloramfenikol,
dan trimetoprim-sulfametoksazol di wilayah Asia Selatan (Zhang, et al., 2008).
Bacillus Subtilis
Kingdom : Prokaryota
Divisi : Bacteria
Kelas : Schizomyces
Ordo : Eubacteriales
Famili : Bacillaceae
Genus : Bacillus
Spesies : Bacillus subtilis
Bacillus subtilis merupakan bakteri Gram positif, kemoorganotrof yang
memiliki bentuk basil atau batang atau silinder tunggal dengan panjang 0,3–2,2
µm × 1,27–7,0 µm. Sebagian besar bergerak dengan flagellum khas lateral dan
membenuk endospora tidak lebih dari satu dalam satu sel sporangium. Bacillus
subtilis termasuk aerobik sejati atau anaerobik fakultatif dan umum dijumpai
dalam tanah (Adji, et al., 2007 ; Pratiwi, 2008)
Suhu optimum pertumbuhan Bacillus subtilis yaitu antara 25-37°C. Bacillus
subtilis merupakan bakteri patogen yang dapat menyebabkan penyakit pada
manusia dengan sistem imun terganggu, misalnya diare dan meningitis. Bakteri
ini juga dikenal sebagai penyebab keasaman pada makanan kaleng karena
fermentasi gula yang dikandung bahan pangan tersebut (Kumala dan Pratiwi,
2014).
Pseudomonas aeruginosa
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Kelas : Gamma proteobacteria
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ordo : Pseudomonadales
Famili : Pseudomonadaceae
Genus : Pseudomonas
Spesies : Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas aeruginosa merupakan bakeri patogen Gram negatif
berbentuk tangkai berukuran 0,6-2 μm. Pseudomonas aeruginosa hanya sedikit
ditemukan pada flora saluran pencernaan dan pada kulit manusia (Rachmayani,
2008).
Pseudomonas aeruginosa merupakan patogen oportunistik yaitu
memanfaatkan kerusakan pada mekanisme pertahanan inang untuk memulai suatu
infeksi. Sehingga infeksi lebih sering terjadi pada seseorang yang mengalami
gangguan sistem pertahanan tubuh. Kelainan klinis yang ditimbulkan oleh
Pseudomonas aeruginosa antara lain: infeksi pada luka bakar, infeksi saluran
kemih, endokarditis, gastroenteritis, pneumonia dan lain-lain (Jauhari, 2010).
2.8 Antibiotik
Antimikroorganisme atau antibiotik merupakan senyawa atau substansi
kimia yang berasal dari mikroorganisme dan digunakan untuk mengendalikan
pertumbuhan mikroorganisme lain yang bersifat merugikan baik melalui
penghambatan pertumbuhan bakteri (bakteriostatik) maupun dengan membunuh
bakteri (bakterisida). Pengendalian pertumbuhan mikroorganisme bertujuan untuk
mencegah penyebaran penyakit dan infeksi, membasmi mikroorganisme pada
inang yang terinfeksi, dan mencegah pembusukan serta perusakan bahan oleh
mikroorganisme. Antimikroorganisme meliputi golongan antibakeri, antifungi,
dan antiviral (Sulistyo, 1971).
Pencarian antibiotik dimulai pada akhir tahun 1800-an ketika teori tentang
asal-usul penyakit yang menyebutkan bahwa bakteri dan mikroorganisme lain
sebagai penyebab penyakit diterima oleh masyarakat luas. Kemudian penemuan
sumber-sumber antibiotik baru di alam terus dilakukan dengan cara penapisan
atau skrining untuk menemukan mikroorganisme penghasil antibiotik. Strain
mikrorganisme yang berguna untuk menghasilkan antibiotik harus mampu
menghasilkan metabolit yang dapat menghambat pertumbuhan atau reproduksi
mikroorganisme patogen (Pratiwi, 2008).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Antibiotik dapat diklasifikasikan berdasarkan spektrum atau kisaran kerja,
mekanisme kerja, strain penghasil, cara biosintesis, maupun berdasarkan struktur
biokimianya. Berdasarkan spektrum atau kisaran kerjanya, antibiotik dibedakan
menjadi antibiotik dengan spektrum sempit dan luas. Antibiotik dengan spektrum
sempit hanya mampu menghambat segolongan jenis bakteri saja, misalnya hanya
bakteri Gram negatif saja atau Gram positif saja, sedangkan antibiotik dengan
spektrum luas dapat menghambat atau membunuh bakteri dari golongan Gram
negatif maupun Gram positif (Pratiwi, 2008).
Kloramfenikol
Kloramfenikol memiliki rumus kimia C11H12Cl2N2O5 dengan bobot
molekul 323,1. Kloramfenikol awalnya diproduksi oleh Streptomyces venezuelae,
namun saat ini dapat diperoleh dengan cara sintesis (Pharmaceutical Press, 2009).
Kloramfenikol merupakan antibiotik spektrum luas yang bersifat
bakteriostatik. Kloramfenikol menjadi obat dalam pengobatan demam tifoid akut
akibat Salmonella sp. dan infeksi berat akibat bakteri Gram positif maupun
negatif, namun kloramfenikol tidak dianjurkan untuk pengobatan pada infeksi
saluran kencing, sebab hanya 5-10% bentuk tidak terkonjugasinya diekskresikan
melalui urin (Siswandono dan Soekardjo, 2008).
2.9 Uji Aktivitas Antibakteri
Metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi aktivitas antibakteri dalam
bahan alam terbagi tiga kelompok, yaitu metode bioautografi, difusi dan dilusi.
Metode bioautografi dan difusi dikenal sebagai teknik kualitatif, karena metode
ini hanya memberikan informasi mengenai ada atau tidaknya aktivitas nya dalam
suatu sampel uji. Metode dilusi merupakan teknik kuantitatif yang dapat
digunakan untuk mengukur Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) (Valgas, et al.,
2007).
Metode Difusi
Metode difusi sering digunakan untuk uji yang rentan terhadap senyawa
murni, senyawa polar ataupun nonpolar. Pada prosedur ini, kertas filter cakram
(kira-kira berdiameter 6 mm), berisi senyawa uji yang ditempatkan pada
permukaan yang sebelumnya telah diinokulasi dengan bakteri uji. Agen
antibakteri akan berdifusi ke dalam agar dan menghambat pertumbuhan dari
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bakteri uji. Cawan petri diinkubasi dan zona inhibisi diukur. Pada metode silinder,
silinder dari stainless steel atau porcelin dengan ukuran yang seragam (biasanya 8
mm x 6 mm x 10 mm) ditempatkan di atas agar terinokulasi di dalam cawan petri,
dan diisi dengan sampel dan standar. Setelah diinkubasi, silinder dipindahkan dan
zona inhibisi yang terbentuk diukur. Pada uji menggunakan hole-plate, dibuat
beberapa milimeter lubang pada permukaan agar yang diinokulasi dan kemudian
diisi sampel. Larutan uji akan berdifusi ke dalam medium agar dan menghambat
pertumbuhan organisme. Cawan petri dibiarkan pada suhu ruangan untuk proses
inkubasi, kemudian zona hambat yang terbentuk diukur (Choma dan Grzelak,
2011).
Metode Dilusi
Metode ini memiliki kemampuan untuk mengukur Konsentrasi Hambat
Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) (Pratiwi, 2008). Dua
jenis metode dilusi adalah dilusi adalah agar dan pengenceran tabung (Choma dan
Grzelak, 2011). Metode dilusi menurut Pratiwi 2008 dibedakan menjadi dilusi cair
(serial dilution) dan dilusi padat. Pada dilusi cair, dibuat seri pengenceran agen
antibakteri pada medium cair yang ditambahkan dengan metode uji. Larutan uji
agen antibakteri pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya
pertumbuhan bakteri uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan
sebagai KHM dikultur ulang tanpa penambahan bakteri uji ataupun agen
antibakteri, dan diinkubasi selama 18-24 jam. Medium cair yang terlihat tetap
jernih setelah diinkubasi ditetapkan sebagai Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM)
(Pratiwi, 2008).
Metode dilusi padat serupa dengan metode dilusi cair tapi menggunakan
medium padat (solid). Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen
antibakteri yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa bakteri uji
(Pratiwi, 2008).
Metode Bioautografi
Bioautografi merupakan uji yang tepat dan sederhana dalam menguji efek
ekstrak tanaman dan senyawa fitokimia terhadap mikroba penyebab penyakit pada
manusia maupun tumbuhan (Hostettmann, 1999). Metode ini menggabungkan
penggunaan teknik kromatografi lapis tipis dengan respon dari mikroorganisme
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
uji berdasarkan aktivitas biologi dari suatu analit yang berupa antibakteri,
antikapang dan antiprotozoa (Choma dan Grzelak, 2011).
Bioautografi merupakan metode skrining mikrobiologi yang umum
digunakan untuk mendeteksi adanya aktivitas antimikroba. Skrining merupakan
prosedur pertama, yang dilakukan pada sampel yang akan dianalisis, untuk
mengetahui ada atau tidaknya analit yang didapat. Metode skrining ini
memberikan sensitivitas yang lebih tinggi daripada metode lainnya. Metode ini
juga memiliki kelebihan yaitu, sederhana, murah, hemat waktu dan tidak
memerlukan peralatan yang canggih (Choma dan Grzelak, 2011).
Metode bioautografi dibedakan menjadi tiga yaitu, bioautografl kontak,
bioautografi imersi atau bioautografi agar overlay, dan bioautografi langsung.
Prinsip bioautografi kontak, plat kromatogram diletakkan pada permukaan agar
yang telah diinokulasi mikroba uji selama beberapa menit atau jam sehingga
proses difusi dapat terjadi. Plat kromatogram diambil dan media agar diinkubasi.
Daerah hambatan ditunjukkan dengan adanya spot antimikroba yang menempel
pada permukaan media agar. Pada bioautografi imersi, plat kromatogram
dicelupkan pada medium agar, setelah agar memadat ditambahkan
mikroorganisme uji lalu diinkubasi. Metode ini merupakan kombinasi dari
bioautografi kontak dan langsung, karena senyawa antimikroba ditransfer dari
kromatogram ke media agar, seperti dalam metode kontak, tetapi lapisan agar
tetap pada permukaan kromatogram selama inkubasi dan visualisasi, seperti pada
bioautografi langsung (Choma dan Grzelak, 2011).
Bioautografi langsung merupakan metode bioautografi yang paling banyak
digunakan dari semua metode bioautografi. Prinsip dari metode ini adalah plat
KLT dicelupkan pada suspensi mikroorganisme kemudian diinkubasi. Visualisasi
dari zona ini biasanya dilakukan dengan menggunakan reagen dehidrogenase
untuk deteksi aktivitas, yang paling umum adalah garam tétrazolium.
Dehydrogenase. Mikroorganisme mengkonversi garam tétrazolium menjadi
berwarna sehingga, terlihat spot krem-putih dengan latar belakang ungu pada
permukaan plat KLT menunjukkan keberadaan agen antibakteri (Choma dan
Grzelak, 2011). Keuntungan dari metode bioautografi adalah sifatnya yang efisien
untuk mendeteksi adanya senyawa antimikroba, karena letak bercak dapat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ditentukan walaupun berada dalam campuran yang kompleks sehingga
memungkinkan untuk mengisolasi senyawa aktif tersebut (Pratiwi 2008).
2.10 Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor) atau
reduktan. Senyawa ini mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi,
dengan cara mencegah terbentuknya radikal. Antioksidan juga dapat didefinisikan
sebagai senyawa yang apabila dalam konsentrasi rendah berada bersama substrat
yang dapat teroksidasi, dapat menunda atau menghambat oksidasi senyawa
tersebut. (Kuncahyo dan Sunardi 2007).
Fungsi utama antioksidan digunakan untuk memperkecil terjadinya proses
oksidasi lemak dan minyak, memperkecil terjadinya proses kerusakan dalam
makanan, memperpanjang masa pemakaian dalam industri makanan,
meningkatkan stabilitas lemak yang terkandung dalam makanan. Antioksidan
tidak hanya digunakan dalam industri farmasi, tetapi juga digunakan secara luas
dalam industri makanan, industri petroleum, industri karet dan sebagainya (Tahir,
et al., 2003).
Antioksidan dapat bersumber dari zat-zat sintesis atau zat-zat alami hasil
isolasi. Adanya antioksidan alami maupun sintesis dapat menghambat oksidasi
lipid, mencegah kerusakan, perubahan degradasi komponen organik dalam bahan
makanan. Beberapa senyawa antioksidan sintetis yang umum digunakan adalah
butylated hydroxytoluen (BHT), butylated hydroxyanisole (BHA),
tertbutylhydroxyquinone (TBHQ), asam galat dan propil galat. Antioksidan alami
dapat diperoleh dari makanan sehari-hari seperti sayuran, buah-buahan,
kacangkacangan dan tanaman lainnya yang mengandung antioksidan bervitamin
(seperti vitamin A, C, dan E), asam-asam fenolat (seperti asam ferulat, asam
klorogerat, asam elagat, dan asam kafeat) dan senyawa flavonoid seperti
kuersetin, mirisetin, apigenin, luteolin, dan kaemferol (Pokorny, et al., 2001 ;
Rohdiana, 2001).
2.11 Uji Antioksidan
Metode 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH)
Metode DPPH merupakan metode yang cepat, sederhana, dan tidak
membutuhkan biaya tinggi dalam menentukan kemampuan antioksidan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menggunakan radikal bebas 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH). Metode ini
sering digunakan untuk menguji senyawa yang berperan sebagai free radical
scavengers atau donor hidrogen dan mengevaluasi aktivitas antioksidannya, serta
mengkuantifikasi jumlah kompleks radikal-antioksidan yang terbentuk. Metode
DPPH dapat digunakan untuk sampel yang berupa padatan maupun cairan
(Prakash, et al., 2011).
Mekanisme Kerja 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH)
2,2-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH) merupakan radikal bebas yang stabil
pada suhu kamar, berbentuk kristal berwarna ungu dan sering digunakan untuk
mengevaluasi aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau ekstrak bahan alam
(Prakash, et al., 2011). Radikal bebas DPPH akan ditangkap oleh senyawa
antioksidan melalui reaksi penangkapan atom hidrogen dari senyawa antioksidan
oleh radikal bebas untuk mendapatkan pasangan elektron dan mengubahnya
menjadi difenil pikril hidrazin (DPPH-H). Radikal ini mempunyai kereaktifan
rendah, sehingga dapat mengurangi radikal bebas yang bersifat toksik (Antolovich
et al., 2001). DPPH menerima elektron atau radikal hidrogen akan membentuk
molekul diamagnetik yang stabil. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara
transfer elektron atau radikal hidrogen pada DPPH, akan menetralkan karakter
radikal bebas dari DPPH (Kedare dan Singh, 2011). Aktivitas antioksidan dapat
dinyatakan dengan satuan persen inhibisi. Nilai ini diperoleh dengan rumus
sebagai berikut (Molyneux, 2004).
%𝑖𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑠𝑖 =𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 − 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙𝑥100%
Absorbansi kontrol yang digunakan dalam prosedur DPPH ini adalah
absorbansi DPPH, sedangkan blanko yang digunakan adalah etanol 95%.
Berdasarkan rumus tersebut, semakin tinggi tingkat diskolorisasi (absorbansi
semakin kecil) maka semakin tinggi nilai aktivitas penangkapan radikal bebas
(Molyneux, 2004).
Aktivitas antioksidan pada metode DPPH dinyatakan dengan IC50
(Inhibition Concentration). IC50 adalah bilangan yang menunjukkan konsentrasi
ekstrak yang mampu menghambat aktivitas DPPH sebesar 50%. Semakin kecil
nilai IC50 berarti semakin tinggi aktivitas antioksidan. Secara spesifik, suatu
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat jika nilai IC50 kurang dari 0,05
mg/mL, aktivitas kuat untuk IC50 antara 0,05-0,1 mg/mL, aktivitas sedang jika
IC50 bernilai 0.101-0.150 mg/mL dan aktivitas lemah jika IC50 bernilai 0,151 -
0,200 mg/mL (Blois, 1958). Kekuatan antioksidan juga dapat ditentukan dengan
mengukur nilai AAI (Antioxidant Activity Index). Konsentrasi DPPH yang
digunakan dalam uji (ppm) dibagi dengan nilai IC50 yang diperoleh (ppm). Nilai
AAI < 0.5 adalah antioksidan lemah, AAI > 0,5- 1 adalah antioksidan sedang,
AAI >1-2 adalah antioksidan kuat, dan AAI > 2 adalah antioksidan sangat kuat
(Vasi, et al., 2012).
Gugus kromofor dan auksokrom pada radikal bebas DPPH memberikan
absorbansi maksimm pada panjang gelombang 517 nm sehingga
menimbulkanwarna unguu. Warna DPPH akan berubah dari ungu menjadi kuning
seiring penambahan antioksidan. Hasil dekolorasi oleh antioksidan serta dengan
jumlah electron yang tertangkap. Mekanisme penangkapan radikal bebas
ditunjukan pada reaksi di bawah ini.
Gambar 2.1 Reaksi penangkapan radikal DPPH oleh antioksidan
(AH = Antioksidan, ox = Oksidasi, red = reduksi) (dehpour, Ebrahimzadeh, Fazel,
dan Mohammad, 2009)
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal bulan Novembe 2016 sampai
dengan Mei 2017 di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.2 Alat dan Bahan
Alat
Cawan petri, laminar air flow (Minihelic), autoklaf (ALP Ogawa Seiki),
inkubator (France Etuves), refrigerator, vortex (Vortex MIXER VM-300),
mikroskop cahaya (Shimadzu), timbangan analitik (AND GH-202), hot plate
stirrer (VELP Scientifica), jarum ose, batang L, pinset, mikropipet
(Thermoscientific) dan tip, botol kaca, bunsen dan pemantik api, jangka sorong,
cover glass, kaca objek, kertas cakram 6 mm, pH indikator, spatula, batang
pengaduk, kaca arloji, gelas beaker (Schott Duran), Erlenmeyer (Schott Duran),
gelas ukur (Pyrex), labu ukur (Schott Duran), tabung reaksi (Pyrex), corong pisah,
pipet tetes, pisau, tisu, kapas, kasa, tali, karet gelang, alumunium foil, plastic
wrap, plastik tahan panas dan kertas saring, gunting, sedotan, spektrofotometer
UV Vis.
Bahan
3.2.2.1 Bahan Isolat (AP12A)
Isolat kapang endofit (AP12A) diperoleh dari tanaman sampel berupa
akar kayu jawa (Lannea coromandelica (Houtt.) Merr.) yang diperoleh dari
Watampone, Bone, Sulawesi Selatan pada bulan September dan Oktober 2015.
Bagian yang diambil adalah pangkal tengah akar.
3.2.2.2 Bahan Pengujian
Alkohol 70%, NaCl 5,25%, akuades steril, methylene blue, NaCl 0,9%,
larutan kristal violet, lugol, alkohol 96%, safranin, cakram kloramfenikol 30 μg,
potato dextrose agar (PDA) (Merck), nutrient agar (NA) (Merck), kentang,
dextrose (Merck), yeast extract (Merck), mueller–hinton agar (MHA) (Merck),
etil asetat, n-heksana, DMSO (Dimethyl Sulfoxide), DPPH (2,2-difenil-l-pikril
hidrazil).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.2.2.3 Mikroorganisme Uji
Mikroorganisme uji yang digunakan adalah bakteri Escherichia coli
ATCC 25923, Salmonella typhi ATCC 14028, Bacillus subtilis ATCC 6633,
Pseudomonas Airoginosa ATCC 27853 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923.
yang didapatkan dari Laboratorium Mikrobiologi Farmasi FMIPA UI.
3.3 Prosedur Penelitian
Pembuatan Media Pertumbuhan Mikroorganisme
3.3.1.1 Pembuatan Media PDA
Media potato dextrose agar (PDA) digunakan untuk isolasi dan pemurnian
kapang endofit akar kayu jawa. PDA ditimbang sebanyak 39 gram dan dilarutkan
dalam 1 L akuades. Suspensi PDA dipanaskan di atas heating magnetic stirrer
hingga mendidih dan larutan tampak bening. Suspensi PDA kemudian disterilkan
dengan autoklaf bertekanan 1 atm selama 15 menit dengan suhu 121°C. Media
PDA dituang dalam cawan petri steril sekitar 10 mL dan dibiarkan menjadi padat
dalam laminar air flow (LAF) (Maryanti, 2015).
3.3.1.2 Pembuatan Media PDY
Media PDY dibuat dengan cara potato dextrose ditimbang sebanyak 24
gram; yeast extract 2 gram; dan kalsium karbonat (CaCO3) 5 gram. Semua bahan
kecuali kalsium karbonat dimasukkan ke dalam labu bulat dan ditambahkan
akuades hingga 1 liter, dan dihomogenkan dengan magnetic stirrer di atas hot
plate. Kalsium karbonat ditambahkan sedikit demi sedikit ke larutan media
tersebut hingga dicapai pH 6-7. Selanjutnya 500 mL larutan media dituang ke labu
erlenmeyer 1000 mL dan disterilisasi dengan autoklaf selama 15 menit pada suhu
121°C (Ramadhan, 2013).
3.3.1.3 Pembuatan Media NA
Media NA digunakan untuk seleksi kapang endofit yang memiliki potensi
sebagai anti bakteri. Sebanyak 20 g nutrient agar dimasukan kedalam labu yang
sudah berisi 1 liter aquades. kemudian dipanaskan diatas hot plate hingga
mendidih sambil dihomogenkan menggunakan magnetic stirrer. Lalu dilakukan
sterilisasi menggunakan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121C . sebanyak 15
ml media dituang kedalam cawan petri steril di laminar air flow dan dibiarkan
sampai memadat (Maryanti, 2015).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.1.4 Pembuatan Media NA Miring
Pembuatan media NA untuk peremajaan bakteri uji. Sebanyak 10 gram
NA dilarutkan dengan akuades 500 ml dalam erlenmeyer dan dipanaskan di atas
heating magnetic stirrer hingga homogen dan mendidih. NA disterilkan dengan
autoklaf bertekanan 1 atm dan suhu 121°C selama 15 menit. Media dituang dalam
tabung reaksi yang sebelumnya sudah di sterilisasi, kemudian dimiringkan dengan
kemiringan 45°, dan media dibiarkan memadat dalam laminar air flow (LAF)
(Maryanti, 2015).
3.3.1.5 Pembuatan Media MHA
Media mueller hinton agar (MHA) digunakan pada saat uji aktivitas
antibakteri. Ditimbang MHA sebanyak 34 gram dan ditambahkan akuades hingga
1 liter. Media dipanaskan di atas heating magnetic stirrer hingga homogen dan
mendidih. MHA disterilkan dengan autoklaf suhu 121°C selama 15 menit dan
tekanan 1 atm. MHA dituang dalam cawan petri steril sebanyak 15 mL dan
dibiarkan memadat dalam LAF (Maryanti, 2015).
3.3.1.6 Pembuatan Media NB
Sebanyak 8 gram serbuk nutrient broth (NB) ditambahkan dengan 1 liter
aquades dipanaskan hingga larut diatas hot plate dan menggunakan magnetik
stirer sampai bening. Media disterilkan dalam autoklaf dengan suhu 121ᵒC selama
15 menit (Alexander, 2004).
Pemurnian Kapang Endofit
Kapang endofit yang tumbuh pada medium PDA kemudian dimurnikan ke
dalam medium PDA baru dengan cara hifa kapang diinokulasikan dengan
menggunakan ose dari medium isolasi PDA kemudian diletakkan pada medium
PDA baru kemudian diinkubasi selama 7-14 hari pada suhu ruang. Setiap koloni
kapang endofit yang berbeda dipindahkan ke dalam 1 cawan petri berisi medium
PDA baru hingga diperoleh isolat murni (Rachmayani, 2008). Setiap isolat kapang
endofit dibuat duplo pada agar miring, masing-masing sebagai stock culture dan
working culture (Handayani, 2015).
Karakterisasi Kapang Endofit
Kapang dikarakterisasi secara makroskopik dan mikroskopik untuk
menentukan identitas (genus) kapang (Pawthong, et al., 2012), namun
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
karakterisasi pada penelitian ini hanya untuk membedakan kapang. Pada
karakterisasi makroskopik diperhatikan pertumbuhan dan organoleptis kapang.
Karakteristik makroskopik yang diamati pada kapang berupa warna dan
permukaan koloni (granular, seperti tepung; menggunung; licin; ada atau tidaknya
tetesan eksudat), garis-garis radial dari pusat ke arah tepi koloni, lingkaran-
lingkaran konsentris, dan pertumbuhan koloni per hari (Ariyono, et al., 2014)
Karakteristik mikroskopik dilakukan dengan pemeriksaan preparat kapang
melalui mikroskop menggunakan metode slide culture. Metode slide culture
dilakukan dengan cara tisu diletakkan pada dasar cawan petri, kemudian di
atasnya diletakkan kaca objek dan kaca penutup (cover glass), lalu cawan petri
ditutup. Cawan petri disterilkan di autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit
(Radji, et al., 2011).
Setelah sterilisasi, kaca objek diteteskan medium PDA steril dan
didiamkan hingga memadat, kemudian diletakkan sedikit miselium kapang di atas
PDA yang telah memadat dan ditutup secara hati-hati dengan kaca penutup. Tisu
ditetesi akuades steril agar suasana dalam cawan petri menjadi lembap. Dilakukan
inkubasi selama 7 hari pada suhu 29°C (Radji, et al., 2011).
Setelah masa inkubasi selesai, cover glass dilepaskan, lalu kapang ditetesi
1 tetes alkohol 70% dan 1 tetes methylene blue, kemudian ditutup dengan cover
glass dan diamati dengan mikroskop cahaya dari perbesaran terkecil hingga
terbesar. Pengamatan yang dilakukan meliputi ada atau tidaknya sekat pada hifa,
pertumbuhan hifa, bentuk dan warna konidia (Radji, et al., 2011).
Peremajaan Bakteri Uji
Mikroorganisme uji yang digunakan, Escherichia coli, Salmonella typhi,
Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa dan Bacillus subtilis,
diremajakan pada media NA miring. Mikroorganisme diambil 1 ose lalu dioleskan
pada permukaan media dan diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37°C selama 24
jam. Pengerjaan peremajaan kultur ini dilakukan dengan kondisi aseptis di dalam
laminar air flow (LAF).
Uji Kemurnian Bakteri Uji
Bakteri yang akan digunakan untuk pengujian, dicek kemurniannya
dengan pengamatan secara makroskopis maupun mikroskopik. Pengamatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
makroskopis bakteri meliputi pengamatan pertumbuhan dan morfologi bakteri
berupa bentuk, warna, dan bagian tepi koloni. Sementara itu, pengamatan
mikroskopik dilakukan dengan teknik pewarnaan Gram.
Koloni bakteri yang telah dianggap murni, diambil sedikit menggunakan
jarum ose dan dioleskan pada kaca objek. Preparat difiksasi dengan melewatkan
kaca objek di nyala api. Preparat ditetesi pewarna kristal violet selama 1 menit
lalu preparat dicuci dengan air mengalir. Preparat kemudian ditetesi iodin selama
1 menit. Preparat dicuci kembali dengan air mengalir, lalu preparat ditetesi
alkohol 96% selama 15-30 detik dan dicuci kembali. Terakhir, preparat ditetesi
safranin selama 1 menit dan dicuci dengan air mengalir. Preparat dikeringkan
dengan tisu tanpa mengenai bagian bakteri dan diamati menggunakan mikroskop
dengan perbesaran 1000 kali (Alexander, et al., 2004).
Pembuatan Suspensi Bakteri Uji
Pembuatan inokulum atau suspensi mikroorganisme uji dilakukan dengan
cara biakan mikroorganisme uji diinokulasikan sebanyak 1 ose ke dalam tabung
reaksi yang telah diisi dengan 3 mL larutan NaCl 0,9%, kemudian dihomogenkan
dengan vortex. Kekeruhan suspensi mikroorganisme dibandingkan dengan
kekeruhan standar McFarland 3 (109 CFU/mL). Apabila kekeruhan belum sama,
mikroorganisme diinokulasikan lagi ke dalam suspensi hingga diperoleh
kekeruhan yang sama dengan standar Mc Farland 3. Suspensi mikroorganisme 109
kemudian diencerkan sehingga diperoleh suspensi 106. Pengenceran dilakukan
dengan cara 1 mL suspensi mikroorganisme uji 109 dipipet ke dalam tabung reaksi
berisi 9 mL NaCl 0,9%, sehingga diperoleh suspensi mikroorganisme uji 108.
Demikian seterusnya hingga didapatkan suspensi mikroorganisme uji 106
(Andidha, 2015 ; Kumalasari dan Sulisyani, 2011)
Uji Pendahuluan Kapang Endofit Penghasil Antibakteri
Skrining isolat kapang endofit penghasil antibakteri dilakukan dengan
menginokulasikan 1 potongan agar dengan sedotan berukuran 6 mm isolat kapang
endofit umur 14 hari ke medium NA yang mengandung suspensi bakteri uji.
Kultur diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Aktivitas antibakteri kapang
endofit dilihat dari zona hambat yang terbentuk (Elfina, et al., 2013).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fermentasi Kapang Endofit
3.3.8.1 Fermentasi Statis
Fermentasi kapang endofit dilakukan dengan fermentasi cair menggunakan
media potato dextrose yeast (PDY). Koloni murni isolat kapang endofit yang
berusia 7 hari diambil sebanyak 3 potongan menggunakan sedotan steril lalu
diinokulasikan ke dalam media fermentasi cair PDY yang telah steril. Media PDY
yang digunakan sebanyak 20% dari volume botol, selanjutnya media diinkubasi
secara statis pada suhu kamar (27 – 29°C) selama 21 hari (Kumala, 2014 ; Radji,
et al., 2011)
Ekstraksi
Supernatan hasil fermentasi diekstraksi menggunakan pelarut n-heksana
dan etil asetat. secara bertingkat, hasil ekstraksi dipekatkan sampai diperoleh
ekstrak kering pekat (Kumala dan Pratiwi, 2014). Partisi cair dengan kedua
pelarut ini, diuapkan menggunakan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak
kental atau kering.
Analisis KLT dan Sekrining Fitokimia
Setiap ekstrak dari fraksi n-heksana dan etil asetat dilihat keberadaan
senyawa yang terkandung menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT). Eluen
yang digunakan adalah pelarut asetat dan n-heksana untuk ekstrak fraksi etil asetat
dan n-heksana. Perbandingan pelarut disesuaikan dengan hasil spot senyawa.
Ekstrak ditotolkan pada plat KLT dan dielusi dalam wadah yang telah
dijenuhkan dengan eluen (Sherma dan Fried, 2003). Hasil elusi diamati
menggunakan sinar ultraviolet pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm.
Skrining fitokimia dilakukan dengan berbagai pereaksi semprot untuk
mengidentifikasi kandungan kimia yang terdapat pada ekstrak. Pereaksi semprot
yang digunakan FeCl3 yang digunakan untuk mengidentifikasi polifenol, bercak
akan berwarna abu-abu pada plat KLT jika positif mengandung polifenol
(Wagner,1984). Senyawa flavonoid dideteksi dengan sitorbat, jika bercak yang
dihasilkan bewarna kuning kehijauan maka positif mengandung senyawa
flavonoid (Markham, 1982). Pereaksi dragendorf untuk mendeteksi senyawa
alkaloid, akan menimbulkan bercak berwarna coklat (Wagner,1984). Pereaksi
vanilin untuk mendeteksi minyak atsiri, bercak berwarna biru sampai ungu dan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
lieberman burchard untuk mendeteksi saponin, bercak yang ditimbulkan berwarna
hijau gelap (Kumar, et al., 2007).
Uji Aktivitas Antioksidan
3.3.11.1 Uji Aktivitas Antioksidan Kualitatif
Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan menggunakan metode
peredaman radikal bebas dengan menggunakan pereaksi DPPH (Dompeipen dan
Simanjuntak, 2015) dan dibandingkan dengan Vitamin C sebagai kontrol positif.
Ekstrak uji dilarutkan dengan pelarut yang digunakan pada ekstraksi sebelumnnya
(larutan uji), lalu ditotolkan pada plat KLT. Setelah kering dilakukan elusi pada
eluen yang telah dijenuhkan. setelah eluen mencapai garis atas lempeng
dikeluarkan dan dikeringkan. Setelah kering Kromatogram disemprot dengan
larutan 0,2% DPPH dalam metanol pro analisa,.kromatogram diperiksa 30 menit
setelah penyemprotan. Senyawa aktif penangkap radikal bebas akan menunjukkan
bercak berwarna putih kekuningan dengan latar belakang ungu (Wahdaningsih, et
al., 2013).
3.3.11.2 Uji Aktivitas Antioksidan Kuantitatif
1) Pembuatan Larutan DPPH 0,25 mM
Serbuk DPPH ditimbang 0,0049 gram dilarutkan dengan metanol p.a
kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, volumenya dicukupkan
dengan metanol p.a sampai tanda batas (Chyau et al , 2002 dalam Komala et
al., 2015).
2) Penentuan Panjang Gelombang Maksimum DPPH
Larutan DPPH 0,25 mM sebanyak 1 mL dimasukkan ke dalam
tabung reaksi lalu ditambahkan metanol p.a sebanyak 4 mL, dikocok
menggunakan vortex hingga homogen lalu dituang ke dalam kuvet dan
diukur pada panjang gelombang 400-800 nm dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis (Chyau et al., 2002 dalam Komala et al., 2015).
3) Pembuatan Larutan Blanko
Larutan DPPH 0,25 mM sebanyak 1 mL dimasukkan ke dalam
tabung reaksi dan ditambahkan metanol p.a sebanyak 4 mL, kemudian
dikocok dengan vortex hingga homogen, selanjutnya diinkubasi dalam
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ruangan gelap selama 30 menit (Chyau et al., 2002 dalam komala et al.,
2015). Selanjutnya, serapan diukur dengan spektrometer UV-Vis.
4) Pembuatan Larutan Pembanding
a. Pembuatan larutan induk konsentrasi 1000 ppm
Vitamin C sebagai pembanding masing-masing ditimbang 50 mg.
dilarutkan dengan metanol p.a lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 50
mL, volume dicukupkan dengan metanol p.a sampai tanda batas.
b. Pembuatan seri konsentrasi 1,2,3,4,5 ppm
Larutan induk vitamin C, masing-masing dipipet 5, 10, 15. 20, dan 25
(µL), dimasukkan ke dalam labu ukur 5 mL. volume dicukupkan
dengan metanol p.a sampai tanda batas.
c. Pengukuran serapan dengan spektrofotometer UV-Vis
Larutan uji pembanding sebanyak 4 mL dimasukkan ke dalam tabung
reaksi dan ditambahkan larutan DPPH 0.25 mM sebanyak 1 mL,
kemudian dikocok menggunakan vortex hingga homogen, diinkubasi
dalam ruang gelap selama 30 menit (Chyau, et al., 2002 dalam
komala, et al., 2015). Selanjutnya, serapan diukur dengan
spektrometer.
5) Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Isolat (AP12A)
a. Pembuatan larutan induk konsentrasi 1000 ppm
Ekstrak Isolat (AP12A) etil asetat (EA) ditimbang 25 mg, dilarutkan
dengan metanol p.a lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL,
kemudian volume dicukupkan dengan metanol p.a sampai tanda batas.
b. Pembuatan larutan uji seri konsentrasi 200,100,50,25,12.5, 6.25 ppm
Larutan induk ekstrak masing-masing dipipet 1000, 500. 250. 125,
62.5, dan 31,25 (µL) menggunakan mikropipet, kemudian
dimasukkan ke dalam labu ukur 5 mL, volume dicukupkan dengan
metanol p.a sampai tanda batas.
c. Pengukuran serapan menggunakan spektrofotometer UV-Vis
Larutan uji ekstrak dengan berbagai konsentrasi yang telah dibuat
sebanyak 4 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan
larutan DPPH 0,25 mM sebanyak 1 mL, kemudian dikocok
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menggunakan vortex hingga homogen, diinkubasi dalam ruang gelap
selama 30 menit (Chyau,, et al., 2002 dalam komala,, et al., 2015).
Selanjutnya, serapan diukur dengan spektrometer UV-Vis.
6) Penentuan Persen Inhibisi
Aktivitas penangkal radikal diekspresikan sebagai persen inhibisi
yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
% inhibisi = 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛 𝑢𝑗𝑖
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙𝑥100%
(Ghosal, et al., 2012).
7) Penentuan Nilai Inhibition Concentration (IC50)
Konsentrasi sampel dan persen inhibisinya diplot masing-masing
pada sumbu x dan y pada persamaan regresi linear. Persamaan tersebut
digunakan untuk menentukan nilai IC50 dari masing-masing sampel
dinyatakan dengan nilai y sebesar 50 dan nilai x yang akan diperoleh
sebagai IC50 (Molyneux, 2004). Secara spesifik senyawa dikatakan sebagai
antioksidan sangat kuat jika nilai IC50 kurang dari 0,05 mg/mL, aktivitas
kuat untuk IC50 antara 0,05-0,1 mg/mL, aktivitas sedang jika IC50 bernilai
0.101-0.150 mg/mL dan aktivitas lemah jika IC50 bernilai 0,151 - 0,200
mg/mL (Blois, 1958).
8) Penentuan Nilai Antioxidant Activity Index (AAI)
Konsentrasi DPPH yang digunakan dalam uji (ppm) dibagi dengan
nilai IC50 yang diperoleh (ppm). Nilai AAI < 0.5 adalah antioksidan
lemah, AAI > 0,5-1 adalah antioksidan sedang, AAI >1-2 adalah
antioksidan kuat, dan AAI > 2 adalah antioksidan sangat kuat (Vasi, et al.,
2012).
Uji Aktivitas Antibakteri Metode Mikrodilusi
3.3.12.1 Pembuatan Inokulum Bakteri
Pembuatan inokulum bakteri uji dilakukan dengan cara biakan bakteri uji
diinokulasikan sebanyak 1 ose ke dalam tabung reaksi yang telah diisi dengan 9
mL larutan NaCl 0,85%, kemudian dihomogenkan menggunakan vortex.
Kekeruhan suspensi bakteri dibandingkan dengan kekeruhan standar McFarland
0,5 (1-2)x108 CFU/mL). Apabila kekeruhan belum sama, bakteri diinokulasikan
lagi ke dalam suspensi hingga diperoleh kekeruhan yang sama dengan standar
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
McFarland 0,5. Suspensi bakteri kemudian diencerkan dalam media MHB
sehingga mendapatkan tingkat kekeruhan 106 CFU/mL. (Novitri, 2016 dengan
modifikasi).
3.3.12.2 Pengujian Aktivitas Antibakteri
1) Penyiapan Larutan Induk Uji Ekstrak Etil Asetat
Larutan uji dibuat dengan melarutkan ekstrak dengan pelarut
DMSO 10% dengan cara ditimbang 16 mg ekstrak dilarutkan dalam 4 mL
DMSO 10% (Larutan induk) 4000 ppm.
2) Pembuatan Larutan Kontrol Media
Sebanyak 200 µL media MHB ditambahkan pada microwell plate
3) Pembuatan Larutan Kontrol Positif Pertumbuhan Bakteri
Sebanyak 100 µL MHB dan 100 µL suspensi bakteri uji
ditambahkan dalam microwell plate.
4) Penentuan Nilai Konsentrasi Hambat Minumim (KHM) Metode
Mikrodilusi Cair
Pengujian metode mikrodilusi cair dilakukan dengan menggunakan
microwell plate yang terdiri dari 8 baris dan 12 kolom sehingga terdapat
96 sumur pelat mikro. Pada setiap pengujian disertakan kontrol media
(KM) pada sumur kolom pertama, kontrol negatif (K-) pada kolom kedua
dan kontrol positif (K+) pertumbuhan bakteri pada kolom ketiga. KM
berisi media MHB saja, sedangkan K- berisi media MHB dan ekkstrak
atau kontrol antibiotik dengan konsentrasi yang sama dengan sumur ke-12.
Langkah pertama yaitu mengisi semua sumur dengan media MHB
sebanyak 100 µL, kecuali K+ diisi dengan media MHB sebanyak 200 µL.
Setelah itu larutan induk uji 4000 ppm sebanyak 100 µL dimasukan ke
dalam sumur ke-12. Sebanyak 100 µL campuran dari sumur ke-12 di
pindahkan ke sumur 11 lalu di campur sampai homogen. Pengenceran
dilakukan sampai sumur ke-5 yang memiliki konsentrasi ekstrak terkecil.
Setelah itu, dimasukkan suspensi bakteri ke semua sumur kecuali sumur
KM pada sumur pertama. Microwell plate selanjutnya di inkubasi pada
suhu 37oC selama 24 jam. Pengamatan KHM secara visual dilakukan
dengan penambahan pewarna INT (p-iodonitrotetrazolium) kedalam setiap
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sumur, dan diinkubasi 37oC selama 30 menit. Pengujian ini dilakukan
secara triplo (Novitri, 2016 ; Wafa, 2011 dengan modifikasi).
5) Penentuan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM)
Nilai KBM ditentukan dengan melakukan penggoresan dari hasil
mikrodilusi yang menunjukkan KHM dan pada konsentrasi dibawah KHM
pada media MHA padat. Cawan petri diinkubasi pada suhu 37oC selama
24 jam. KBM ditentukan apabila tidak ada pertumbuhan pada permukaan
media (Novitri, 2016).
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pemurnian Kapang Endofit
Pemurnian dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan koloni endofit
yang berbeda berdasarkan morfologinya. Dikhawatirkan isolat (AP12A) terjadi
kontaminasi karena lamanya dalam penyimpanan. Pengamatan morfologi juga
dilakukan pada masa inkubasi, jika ditemukan pertumbuhan koloni yang berbeda
secara makroskopik, maka dilakukan pemurnian ulang sampai diperoleh isolat
murni, yaitu isolat dengan morfologi koloni yang sama karena berasal dari
pembelahan 1 sel (Kumala, 2014; Noverita, et al., 2009; Handayani, 2015).
Isolat (AP12A) selanjutnya diremajakan dan dibuat stock culture pada
media PDA. Peremajaan merupakan tahap penting untuk tetap menjaga kapang
agar tidak berada pada fase kematian akibat banyaknya sel yang tumbuh dan
terjadi kompetisi nutrisi. Stock culture dibuat pada media PDA miring dan
diinkubasi pada suhu ruang selama 7 hari, kemudian disimpan dalam refrigerator
dengan suhu 4°C sebagai kultur cadangan yang dapat diremajakan kembali dan
digunakan jika working culture terkontaminasi (Gandjar, et al., 2006; Kumala,
2014).
4.2 Karakterisasi Kapang Endofit
Isolat kapang endofit selanjutnya dikarakterisasi secara makroskopik dan
mikroskopik. Karakteristik makroskopik dilakukan dengan pengamatan morfologi
koloni meliputi bentuk koloni, warna koloni, warna sebalik koloni (reverse color),
tekstur, zonasi, tetes eksudat, garis-garis radial dari pusat koloni ke arah tepi
koloni dan lingkaran-lingkaran konsentris (Gandjar, 2000).
Karakterisasi bertujuan untuk membedakan dan memisahkan antar kapang
endofit. Pengamatan mikroskopik kapang dilakukan setelah kapang tumbuh
selama 5-7 hari menggunakan bantuan mikroskop (Ariyono, et al., 2014).
Karakterisasi ini juga berguna untuk mereduksi jumlah isolat kapang endofit yang
memiliki karakter yang sama.
Miselium isolat AP12A seperti kapas berwarna putih hingga abu-abu
kehitaman memenuhi cawan dengan pusat hitam. Warna sebalik krem dengan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pusat hitam. Kapang akan berwarna hitam setelah menua. Hifa bersekat,
bercabang, berwarna biru cerah hingga gelap setelah diberi pewarna biru metil.
Hal ini membuktikan bahwa tidak ada perbedaan antara isolat AP12A yang telah
didapatkan oleh peneliti sebelumnya Zulfa (2016) dengan peneliti sekarang.
Tabel 4.1. Penampak Isolat AP12A Secara Makroskopik dan Mikroskopik
AP12A Zulfa (2016) AP12A Abbas (2017)
Tampak Depan Tampak Depan
Tampak Belakang Tampak Belakang
Penampak Mikroskopik Perbesaran 400
kali
Penampak Mikroskopik Perbesaran 400
kali
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.3 Uji Kemurnian Bakteri Uji
Mikroorganisme uji yang digunakan pada penelitian ini yaitu, gram negatif
Escherichia coli ATCC 25923, Salmonella typhi ATCC 14028, gram positif
Bacillus subtilis ATCC 6633, gram negatif Pseudomonas airoginosa ATCC
27853 dan gram positif Staphylococcus aureus ATCC 25923. Identifikasi
kemurnian mikroorganisme uji dilakukan dengan karakterisasi mikroskopik, yang
bertujuan untuk melihat bahwa mikroorganisme yang digunakan adalah murni dan
tidak terdapat kontaminasi. Hasil karakteriasi mikroskopik mikroorganisme uji
adalah sebagai berikut :
Tabel 4.2. Hasil karakteriasi mikroskopik mikroorganisme uji
Bacillus subtilis
Bakteri gram positif, berwarna ungu
pada pewarnaan gram, berbentuk
basil (batang). [sumber: koleksi
pribadi] pada perbesaran 1000 kali
Pseudomonas Airoginosa
Bakteri gram negatif, berwarna
merah pada pewarnaan gram,
berbentuk basil (batang). [sumber:
koleksi pribadi] pada perbesaran 1000
kali
Staphylococcus aureus
Bakteri gram positif, berwarna ungu
pada pewarnaan gram, berbentuk
kokus (bulat) tunggal atau
bergerombol. [sumber: koleksi
pribadi] pada perbesaran 1000 kali
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Salmonella typhi
Bakteri gram negatif, berbentuk
batang merah [sumber: koleksi
pribadi] pada perbesaran 1000 kali
Escherichia coli
Bakteri gram negatif yang ditandai
dengan warna merah, berbentuk
batang tunggal [sumber: koleksi
pribadi] pada perbesaran 1000 kali
Identifikasi kemurnian bakteri uji dilakukan dengan metode pewarnaan
gram. Metode ini merupakan salah satu metode pewarnaan diferensial yang
digunakan untuk membedakan dua kelompok besar bakteri, yaitu gram positif
dan gram negatif. Pada pewarnaan gram, bakteri gram positif berwarna ungu dan
gram negatif berwarna merah. Perbedaan warna ini disebabkan oleh perbedaan
struktur pada dinding sel kedua jenis bakteri gram tersebut. Dinding bakteri gram
positif banyak mengandung peptidoglikan, sedangkan dinding bakteri gram
negatif banyak mengandung lipopolisakarida. Pada gram positif, kompleks kristal
violet dan iodin tidak dapat tercuci oleh alkohol karena lapisan peptidoglikan yang
kokoh, sedangkan pada gram negatif alkohol dapat merusak lapisan
lipopolisakarida sehingga sel bakteri tampak transparan dan menjadi berwarna
merah setelah diberikan safranin (Pratiwi, 2008).
4.4 Uji Pendahuluan Kapang Endofit Penghasil Antibbakteri
Uji pendahuluan kapang endofit penghasil antibakteri bertujuan untuk
melihat aktifitas kapang endofit pada bakteri uji, dan selanjutnya akan dijadikan
sebagai acuan untuk uji secara kuantitatif. Uji pendahuluan kapang endofit
dilakukan dengan metode difusi agar padat. Metode difusi agar didasarkan pada
kemampuan senyawa antimikroba pada isolat kapang endofit yang diuji untuk
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menghasilkan zona penghambatan disekeliling potongan agar yang ditumbuhi
oleh isolat AP12A kapang endofit dari tanaman kayu jawa terhadap bakteri
(Nurainy et al, 2008). Bakteri yang diujikan adalah Escherichia coli, Salmonella
typhi, Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, dan Bacillus subtilis.
Aktivitas antibakteri dari kapang endofit dapat dilihat dari zona hambat
yang terbentuk. Data hasil pengukuran zona hambat kapang endofit terhadap
bakteri uji dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3. Hasil Zona Hambat Kapang Endofit Terhadap Bakteri Uji
No.
Isolat
Escherichia coli Staphylococcus aureus
Inkubator Ruang Inkubator Ruang
S P P S P P
1. K (+) 3,005 2,54 2,42 2,52 2,255 3,11
2,77 2,55 2,5 2,65 2,255 2,85
2. AP12A - - - - 1,0(p) -
- - - - - -
No.
Isolat Salmonella typhi Bacillus subtilis
Inkubator Ruang Inkubator Ruang
S P P S P P
1 K (+) 3,755 3,1 3,26 2,71 2,5 2,31
3,755 3,5 3,75 2,71 2,345 2,31
2 AP12A 1,385 1,0
Kapang
tumbuh - -
Kapang
tumbuh
1,19 1,24
Kapang
tumbuh - -
Kapang
tumbuh
No
Isolat
Pseudomonas aeruginosa
Inkubator Ruang
S P P
1 K (+) 1,16 0,95 1,1
0,93 0,95 (p) 1,1
2
AP12A - - -
- - -
Merujuk pada hasil dari uji pendahuluan, isolat AP12A kapang endofit dari
akar tanaman kayu jawa memiliki aktifitas atau zona hambat pada bakteri
Salmonella typhi dan Staphylococcus aureus. Pada bakteri Bacillus subtilis
potongan isolat AP12A kapang endofit tidak terbentuk zona hambat tetapi kapang
tumbuh pada inkubasi suhu ruang. Berdasarkan hasil uji pendahuluan, dipilih tiga
bakteri yang akan dilanjutkan untuk uji aktivitas antibakteri secara kuantitatif,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yaitu Salmonella typhi, Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis, karena isolat
AP12A kapang endofit dari akar kayu jawa menunjukkan aktivitas antibakteri
secara kualitatif terhadap tiga bakteri tersebut.
4.5 Fermentasi
Fermentasi isolat kapang endofit dilakukan menggunakan media cair
potato dextrose yeast (PDY) dengan metode statis selama 21 hari. Proses ini
bertujuan untuk mendapatkan metabolit sekunder dari kapang endofit (Stanbury,
et al., 2003). Proses fermentasi berlangsung selama 21 hari yang dinilai bahwa
kapang telah melewati masa stasioner yang menjadi fase penghasil metabolit
sekunder (Stanbury, et al., 2003). Lamanya masa fermentasi ini diketahui dari
pengamatan kapang saat peremajaan. Ciri fase stasioner adalah pertumbuhan
kapang tetap, karena terjadi kematian sel yang dimbangi dengan pembentukan sel
baru (Pratiwi, 2008). Penggunaan media fermentasi cair memiliki beberapa
keuntungan dibandingkan dengan media fermentasi padat, yaitu komposisi dan
konsentrasi medium dapat diatur dengan mudah sehingga dapat memberikan
kondisi yang optimum bagi pertumbuhan (Okafor, 2007).
Media PDY yang digunakan terbuat dari kentang, dextrosa dan ekstrak
yeast yang baik dan cocok untuk fermentasi kapang endofit karena didalamnya
terdapat kandungan senyawa karbon serta nitrogen (Kumala dan Pratiwi, 2014).
Senyawa tersebut merupakan komponen terpenting dalam proses fermentasi
kapang endofit, karena sel-sel mikroorganisme dan berbagai produk fermentasi
sebagian besar terdiri dari unsur-unsur karbon dan nitrogen (Kusumaningtyas, et
al., 2010).
Metode fermentasi statis dipilih karena pada metode fermentasi statis
menghasilkan miselium dan produk yang lebih banyak dibandingkan dengan
metode fermentasi shaker (Azhari, 2014). Hal ini juga berhubungan dengan
lamanya waktu fermentasi, dimana dengan bertambahnya waktu fermentasi maka
akan semakin meningkatkan penurunan bahan organik yang dibutuhkan oleh
kapang untuk pertumbuhan miselium (Sangadji, et al., 2008), sehingga kapang
dapat mencapai fase stasionernya.
Kapang tumbuh di permukaan media fermentasi cair dan pada isolat
terdapat hifa yang tumbuh ke dalam medium. Media fermentasi berubah seiring
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan pertumbuhan kapang. Media berwarna keruh kuning pekat. Hal ini terjadi
karena adanya proses metabolisme kapang yang menyebabkan perubahan substrat
dalam media (Gandjar dan Sjamsuridzal, 2006).
4.6 Ekstraksi
Ekstraksi dilakukan dengan metode partisi untuk filtrat. Ekstraksi
dilakukan untuk memisahkan senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan dari
fermentasi berdasarkan kepolarannya (Kumala, 2014). Biomassa dari hasil
fermentasi tidak dilakukan maserasi, karena pada penelitian sebelumnya, Zulfa,
(2016) menunjukkan ekstrak metanol dari hasil maserasi biomassa tidak
menunjukkan aktivitas pada bakteri uji.
Supernatan yang telah dipisahkan dari biomassa kemudian dipartisi
dengan metode partisi cair-cair menggunakan corong pisah dengan perbandingan
supernatan dan pelarut 1:1. Pelarut yang digunakan adalah n-heksana dan etil
asetat. Kedua fraksi, yaitu n-heksana dan etil asetat selanjutnya dipekatkan
menggunakan rotary evaporator hingga didapatkan ekstrak kental n-heksana dan
etil asetat. Karakteristik dan bobot ekstrak hasil fermentasi isolat kapang endofit
yang didapatkan dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4. Karakteristik Dan Bobot Ekstrak Hasil Fermentasi Isolat AP12A
Fraksi Bobot (mg) Ekstrak
Gambar Organoleptis
Etil asetat 77,8 mg
Kuning
kecoklatan,
kering semi
kental
N-heksana 17,6 mg Hijau muda,
kering
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil yang didapatkan untuk ekstrak etil asetat adalah 77,8 mg, dan untuk
ekstrak n-heksana 17,6 mg. Ekstrak n-heksana yang didapatkan sangat sedikit dan
tidak cukup untuk diujikan pada uji aktivitas antioksidan dan antibakteri secara
kuantitatif.
4.7 Analisis KLT Dan Skrining Fitokimia
Analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT) bertujuan untuk mengetahui spot
senyawa pada ekstrak dan mencari eluen yang paling bagus untuk ekstrak. Hasil
KLT ekstrak sebagaimana tabel 4.5. Hasil KLT tersebut merupakan uji
pendahuluan untuk menguji skrining fitokimia dan uji aktivitas antioksidan
kualitatif. Tabel 4.5 memperlihatkan perbedaan spot serta eluen yang digunakan.
Hal ini menunjukkan bahwa senyawa yang terkandung dalam tiap ekstrak tidak
sama persis.
Tabel 4.5. Hasil Analisis KLT dan eluen yang digunakan
Skrining fitokimia dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan metabolit
sekunder yang tersari di dalam ekstrak etil asetat dan n-heksana isolat (AP12A)
kapang endofit dari akar kayu jawa, sehingga dapat diketahui metabolit sekunder
yang berpotensi memiliki aktivitas antioksidan ataupun antibakteri. Metode yang
digunakan untuk melakukan skrining fitokimia harus memenuhi beberapa
persyaratan antara lain, sederhana, cepat, dirancang untung peralatan minimal dan
bersifat selektif untuk golongan senyawa yang dipelajari (Fransworth, 1966).
Pada penelitian ini skrining fitokimia dilakukan dengan menggunakan plat
KLT serta pengamatan dibawah sinar UV pada panjang gelombang 254 dan 366
nm, dengan pereaksi semprot yang digunakan untuk penampak bercak yaitu
vanilin asamsulfat, FeCL3, liberman bourchard, dragendorf dan sitroborat.
Isolat Etil Asetat (EA) N-Heksana (NH)
KLT Eluen KLT Eluen
AP12A
Etil Asetat
: N-
Heksana
= 4:1
N-Heksana :
Etil Asetat
= 4:1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengamatan dibawah sinar UV 366 nm bertujuan untuk menampakkan noda yang
berfluoresensi. Pada sinar 366 nm, senyawa yang mengadsorpsi sinar UV noda
pada plat silikia gel akan berfluoresensi yaitu memancarkan cahaya tampak saat
dikenai sinar UV sedangkan silika gel yang tidak berfluoresensi pada sinar UV
366 nm akan berwarna gelap (Marliana, 2005). Hasil dari skrining fitokimia dapat
dilihat pada tabel 4.6 berikut :
Tabel 4.6. Hasil skrining fitokimia ekstrak fraksi etil asetat dan n-heksana
Pengujian Hasil
Senyawa Ekstrak Etil Asetat Ekstrak N-Heksana
Alkaloid _ +
Flavonoid + +
Saponin + +
Terpenoid + +
Fenol _ _
Arun Joshi dan Nikita Naik (2014) menyebutkan bahwa ekstrak etanol dari
akar kayu jawa mengandung alkaloid, karbohidrat, flavonoid, triterpenoid, steroid,
tanin, glikosida, saponin, dan protein. Hal ini berhubungan dengan hasil yang
telah didapakan dari uji skrining fitokimia ekstrak fraksi etil asetat dan n-heksana
isolat AP12A kapang endoit dari akar tanaman kayu jawa, yaitu diketahui
mengandung alkaloid, flavonoid, saponin dan terpenoid.
4.8 Uji Aktifitas Antioksidan
Uji Aktivitas Antioksidan Kualitatif
Uji aktivitas antioksidan ekstrak etil asetat dan n-heksana isolat AP12A
kapang endofit akar tanaman kayu jawa dilakukan dengan menggunakan metode
penangkapan radikal bebas DPPH (2,2-difenil-l-pikrilhidrazil). Metode DPPH
dipilih karena memerlukan sedikit sampel, sederhana, mudah, cepat, dan peka
untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan dari senyawa bahan alam. Pada metode
ini, DPPH bertindak sebagai model radikal bebas yang akan berikatan dengan
senyawa antioksidan (Wahdaningsih, et al., 2013).
Pengujian kualitatif antioksidan terlebih dahulu dilakukan elusi dengan
beberapa kombinasi eluen. Kombinasi eluen yang cukup baik untuk mengelusi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ekstrak etil asetat yaitu dengan pelarut etil asetat dan n-heksana dengan
perbandingan 4:1, dan untuk ekstrak n-heksana dengan perbandingan 1:4. Adanya
perubahan warna DPPH yang disemprotkan pada bercak plat KLT dari ungu
menjadi putih kekuningan menandakan bahwa ekstrak etil asetat dan n-heksana
isolat (AP12A) kapang endofit akar kayu jawa memiliki aktivitas antioksidan
(Wahdaningsih, et al., 2013).
Tabel 4.7. Hasil uji aktivitas antioksidan secara kualitatif
Fraksi Ekstrak
& Eluen Yang
Digunakan
Hasil Uji Kualitatif Antioksidan
UV 254 UV 366 Semprot DPPH Keterangan
Etil Asetat
Etil Asetat :
N-Heksana = 4:1
Terjadi bercak
putih
kekuningan
pada Rf-1: 0,9
dan Rf-: 0,45
N-Heksana
N-Heksana :
Etil Asetat
= 4:1
Terjadi bercak
putih
kekuningan
pada Rf-1: 0,3
Pada penelitian ini, uji kualitatif antioksidan pada ekstrak etil asetat
digunakan eluen n-heksana:etil asetat (4:1) dan ekstrak n-heksan menggunakan
eluen n-heksana:etil asetat (1:4). Setelah dielusi dan disemprot DPPH 0,2% dan
didiamkan selama 30 menit, pola bercak dari bahan uji berubah menjadi warna
putih kekuningan dengan latar belakang ungu yang menandakan bahwa kedua
ekstrak memiliki aktivitas antioksidan.
Uji Antioksidan Kuantitatif
Pengujian aktivitas antioksidan secara kuantitatif dilakukan dengan
menggunakan metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil). Metode DPPH ini
dipilih karena merupakan metode yang sederhana, mudah, cepat dan peka serta
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
hanya memerlukan sedikit sampel untuk evaluasi aktivitas antioksidan dari
senyawa bahan alam (Molyneux, 2004).
Prinsip pengukuran aktivitas antioksidan secara kuantitatif menggunakan
metode DPPH ini adalah adanya perubahan intensitas warna ungu DPPH yang
sebanding dengan konsentrasi larutan DPPH tersebut. Radikal bebas DPPH yang
memiliki elektron tidak berpasangan akan memberikan warna ungu. Warna akan
berubah menjadi kuning saat elektronnya berpasangan. Perubahan intensitas
warna ungu ini terjadi karena adanya peredaman radikal bebas yang dihasilkan
oleh bereaksinya molekul DPPH dengan atom hidrogen yang dilepaskan oleh
molekul senyawa sampel sehingga terbentuk senyawa difenil pikril hidrazin dan
menyebabkan terjadinya peluruhan warna DPPH dari ungu ke kuning.
Perubahanwarna ini akan memberikan perubahan absorbansi pada panjang
gelombang maksimum DPPH menggunakan spektrofotometer UV-Vis sehingga
akan diketahui nilai aktivitas peredaman radikal bebas yang dinyatakan dengan
nilai inhibitory concentration (IC50) (Molyneux, 2004).
Nilai IC50 didefinisikan sebagai besarnya konsentrasi senyawa uji yang
dapat meredam radikal bebas sebanyak 50%. Semakin kecil nilai IC50 maka
aktivitas peredaman radikal bebas semakin tinggi (Molyneux, 2004). Secara
spesifik senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat jika nilai IC50 kurang
dari 0,05 mg/mL, aktivitas kuat untuk IC50 antara 0,05-0,1 mg/mL, aktivitas
sedang jika IC50 bernilai 0.101-0.150 mg/mL dan aktivitas lemah jika IC50 bernilai
0,151 - 0,200 mg/mL (Blois, 1958).
Kekuatan antioksidan juga dapat ditentukan dengan mengukur nilai
antioxidant activity index (AAI) . Konsentrasi DPPH yang digunakan dalam uji
(ppm) dibagi dengan nilai IC50 yang diperoleh (ppm). Nilai AAI < 0.5 adalah
antioksidan lemah, AAI > 0,5-1 adalah antioksidan sedang, AAI >1-2 adalah
antioksidan kuat, dan AAI > 2 adalah antioksidan sangat kuat (Vasi, et al., 2012).
Pengukuran absorbansi ekstrak dengan DPPH menggunakan
spektrofotometer UV-Vis, sebelumnya dilakukan penentuan panjang gelombang
maksimum DPPH. Hasil gelombang maksimum larutan DPPH adalah 515,5 nm.
Penetapan panjang gelombang maksimal bertujuan untuk mengetahui besarnya
panjang gelombang yang dibutuhkan larutan DPPH untuk mencapai serapan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
maksimum (Prastiwati, et al., 2010). Aktivitas antioksidan dari ekstrak dan
kontrol positif yang digunakan diukur pada panjang gelombang maksimum. Hasil
uji aktivitas antioksidan yang diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.8. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Kuantitatif Ekstrak Etil Asetat.
Tabel 4.9. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Kuantitatif Vitamin C
Uji antioksidan secara kuantitatif terhadap ekstrak etil asetat isolat AP12A
kapang endofit akar kayu jawa diperoleh IC50 308,4326 ppm dengan nilai AAI
0,3. Untuk ekstrak n-heksana tidak diujikan dikarenakan ekstrak yang didapatkan
tidak mencukupi untuk pengujian secara kuantitatif. Vitamin C sebagai kontrol
positif memiliki nilai IC50 2,7339 ppm dengan nilai AAI 35,8461. Nilai AAI
menggambarkan sifat dari aktivitas antioksidan, apakah tergolong memiliki
aktivitas sangat kuat, kuat, sedang atau lemah. Nilai AAI yang kurang dari 0,5
menandakan antioksidan lemah, nilai AAI diantara 0,5 sampai 1 menandakan
antioksidan sedang, nilai AAI diantara 1 sampai 2 menandakan antioksidan kuat,
dan nilai AAI lebih dari 2 menandakan antioksidan yang sangat kuat (Vasi, et al.,
2012).
Berdasarkan penggolongan tersebut, ekstrak etil asetat isolat AP12A
kapang endofit akar kayu jawa memiliki aktivitas antioksidan yang lemah. Hal ini
berhubungan dengan hasil skrining fitokimia, yaitu tidak ada senyawa fenol pada
ekstrak etil asetat. Sahidi (1997) mengatakan bahwa komponen fenol dari tanaman
Konsentrasi
(ppm)
Absorbansi
Rata-rata
% Inhibisi
(%)
Persamaan
Linear
IC50 AAI
200 0,313 33,96624 y = 0,1477x +
4,4445
R² = 0,9987
308,4326 0,3
100 0,384 18,98734
50 0,4165 12,1308
25 0,433 8,649789
12,5 0,444 6,329114
6,25 0,4515 4,746835
Konsentrasi
(ppm)
Absorbansi
Rata-rata
% Inhibisi
(%)
Persamaan
Linear
IC50 AAI
5 0,9237 92,3700 y = 19,257x -
2,6469
R² = 0,9918
2,7339 35,8461
4 0,7799 77,9878
3 0,5145 51,4517
2 0,3747 37,4747
1 0,1634 16,3403
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
merupakan konstituen yang berperan aktif sebagai antioksidan. Antioksidan
senyawa fenolik dapat menghentikan atau menghambat tahapan inisiasi dengan
cara bereaksi dengan radikal asam lemak atau menghambat propagasi dengan cara
bereaksi dengan radikal peroksi atau radikal alkoksi. Oleh karena itu, semakin
tinggi kandungan senyawa fenolik dalam ekstrak seperti tanin, antosianin, dan
asam-asam fenolat akan memberikan efek penghambatan peroksida lebih besar.
Selain itu flavonoid juga berperan sebagai antioksidan dengan cara bertindak
sebagai scavenger/penangkal radikal bebas secara langsung (Arora, et al.,1998 ).
Ekstrak etil asetat juga mengandung flavonoid, tetapi dimungkinkan karena kadar
dari flavonoid yang sedikit mengakibatkan aktivitas antioksidan bersifat lemah.
Pada vitamin C sebagai kontrol positif memiliki aktivitas antioksidan yang sangat
kuat.
Vitamin C merupakan antikosidan yang bekerja sebagai oxygen
scavengers, yaitu mengikat oksigen sehingga tidak mendukung reaksi oksidasi.
Dalam hal ini, vitamin C akan mengadakan reaksi dengan oksigen yang berada
dalam sistem sehingga jumlah oksigen akan berkurang. Selain vitamin C, senyawa
yang bekerja sebagai oxygen scavengers diantaranya asam eritorbat dan sulfit
(Gordon, 1990).
Terdapat hubungan yang erat antara konsentrasi dengan % daya
antioksidan (% inhibisi) hal ini dibuktikan dengan kurva pada ekstrak etil asetat
dan vitamin C pada kurva gambar berikut :
Gambar 4.1. Kurva Hubungan Konsentrasi dan % Inhibisi Ekstrak Etil Asetat
y = 0,1477x + 4,4445R² = 0,9987
05
10152025303540
0 100 200 300
% i
nh
ibis
i
Konsentrasi (%)
Hubungan Konsentrasi dan % Inhibisi
Ekstrak etil asetat isolat AP12A kapang endofit akar
kayu jawa
Series1
Linear (Series1)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.2. Kurva Hubungan Konsentrasi dan % Inhibisi Vitamin C
Dari data kurva regresi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat
antara konsentrasi dengan % daya antioksidan (% inhibisi). Hal ini diperlihatkan
dengan nilai R² (koefisien korelasi) di atas 0,9. Nilai R² menyatakan bahwa
terdapat korelasi antara konsentrasi sampel dengan % inhibisi yang diamati
dengan derajat keeratan untuk isolat etil asetat sebesar 0,9987. Ini menunjukan
bahwa lebih dari 99% derajat penghambatan dipengaruhi oleh konsentrasi bahan,
sedangkan kurang dari 1% dipengaruhi oleh faktor lain (Wahdaningsih, et al.,
2013).
Kurva di atas diperoleh dengan menggunakan regresi linier pada aplikasi
pengolah data microsoft excel 2010. Koefisien y pada persamaan linier bernilai 50
merupakan koefisien IC50, sedangkan koefisien x pada persamaan linier ini
merupakan konsentrasi ekstrak yang akan dicari nilainya, dimana x yang
diperoleh merupakan besarnya konsentrasi yang diperlukan untuk dapat meredam
50% aktivitas radikal DPPH.
4.9 Uji Aktivitas Antibakteri
Pengujian aktivitas antibakteri pada penelitian ini dilakukan dengan
penentuan konsentrasi hambat minimum (KHM) dengan metode mikrodilusi dan
penentuan konsentrasi bunuh minimum (KBM). Mikroorganisme uji yang
digunakan adalah Salmonella typhi ATCC 14028, Bacillus subtilis ATCC 6633,
dan Staphylococcus aureus ATCC 25923.
y = 19,257x - 2,6469R² = 0,9918
0,0000
10,0000
20,0000
30,0000
40,0000
50,0000
60,0000
70,0000
80,0000
90,0000
100,0000
0 1 2 3 4 5 6
% I
nh
ibis
i
Konsentrasi (ppm)
Hubungan Konsentrasi dan % Inhibisi Vitamin C
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pemilihan bakteri tersebut berdasarkan hasil uji pendahulua kapang
endofit sebelumnya, yaitu dihasilkan isolat AP12A menunjukkan aktivitas pada
tiga bakteri yaitu Salmonella typhi, Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis.
Ekstrak yang digunakan adalah etil asetat, karena hasil ekstrak n-heksana yang
didapatkan tidak mencukupi untuk uji dengan metode mikrodilusi. Penentuan
KHM secara in vitro dengan metode broth microdilution (pengenceran agar)
dipilih karena metode pengujian ini lebih sederhana, sampel yang dibutuhkan
lebih sedikit, sensitivitasnya lebih tinggi dan hasilnya kuantitatif. Pengujian KHM
dilakukan triplo untuk ekstrak uji dan triplo untuk kontrol kloramfenikol dan
ciprofloksasin dengan prinsip pengujian yaitu pengenceran berganda bahan uji
pada media cair MHB yang dilakukan pada sterilized 96 round bottom microwell
plate. Dimana konsentrasi paling tinggi ada pada sumur kolom kedua belas.
Kemudian konsentrasi sumur kolom kesebelas merupakan setengah dari
konsentrasi akhir sumur kolom kedua belas. Prinsip ini berlaku sama hingga
kolom kelima. Kolom keempat dikosongkan untuk mempermudah dalam
penandaan atau sebagai pembatas untuk kontrol. Kolom ketiga sebagai kontrol
positif yang berisi media MHB dan bakteri uji saja tanpa adanya ekstrak tanaman
uji, kolom kedua di gunakan sebagai kontrol positif yang berisi media MHB dan
ekstrak uji dengan konsentrasi ekstrak paling besar, sedangkan kolom pertama
digunakan sebagai kontrol media yang berisi media MHB saja. Konsentrasi
ekstrak uji yang digunakan dalam pengujian mikrodilusi ini berada pada rentang
1000 μg/mL hingga 7,8 μg/mL. Sedangkan untuk kloramfenikol dan
ciprofloksasin masing masing berada pada rentang 16 μg/mL hingga 0,125 μg/mL
dan 8 μg/mL hingga 0.0625 μg/mL.
Pada saat melarutkan ekstrak tanaman uji dan antibiotik digunakan
dimetilsufoksida (DMSO) yang memiliki sifat sebagai pelarut universal, yaitu
dapat melarutkan sebagian besar senyawa polar, sebagian kecil senyawa
semipolar dan sebagian kecil senyawa non polar. DMSO mempunyai aktivitas
antibakteri pada konsentrasi >10%, sehingga pada penggunaannya sebagai
pelarut, konsentrasi yang digunakan pada penelitian ini adalah 2,5%. Pada
konsentrasi tersebut DMSO tidak memberikan aktivitas antibakteri.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahap akhir dari metode mikrodilusi ini adalah penambahan p-
iodotetrazolium (INT), yang digunakan untuk indikator pertumbuhan bakteri, lalu
diinkubasi selama 30 menit. INT digunakan karena selain dari hasilnya yang baik
dan kontras karena memberikan warna ungu juga penyiapannya yang mudah yaitu
dilarutkan dalam aquadest (Valgas et al, 2007). Garam tetrazolium akan diubah
oleh mikroba melalui enzim dehidrogenase menjadi pewarna formazan dan akan
terlihat berwarna ungu jika ada pertumbuhan pada bakteri (Choma, 2010). Hal ini
memudahkan untuk penentuan nilai Kadar Hambat Minimum (KHM) secara
visual.
Nilai KHM adalah nilai konsentrasi terkecil dimana tidak ada
pertumbuhan bakteri secara visual ditandai dengan larutan yang bening dan tidak
ada endapan serta tidak berwarna ungu karena penambahan INT pada sumur yang
digunakan, sedangkan nilai KBM merupakan konsentrasi terkecil yang tidak
menunjukkan yang bertujuan untuk adanya pertumbuhan bakteri pada media agar
setelah diinkubasikan. Penentuan nilai KBM dilakukan dengan cara
menggoreskan larutan uji pada konsentrasi larutan bening hasil pengujian KHM
menuju media muller hilton agar (MHA) steril yang telah memadat dalam cawan
petri. Konsentrasi agar yang menunjukkan tidak adanya pertumbuhan bakteri
dinyatakan sebagai KBM. Hasil KHM dan KBM esktrak tanaman uji dan
antibiotik terhadap bakteri selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.10
Tabel 4.10. Hasil Nilai KHM dan KBM Ekstrak Etil Asetat
Bakteri KHM
dan
KBM
Nilai KHM dan KBM (μg/mL)
Fraksi Etil
asetat AP12A
Kloramfenikol Ciprofloksasin
Bacillus subtilis
ATCC 6633
KHM
KBM
500ppm
>1000ppm
8ppm
16ppm
-
Staphylococus
aureus ATCC
25923
KHM
KBM
500ppm
1000ppm
- 2ppm
8ppm
Salmonella typhi
ATCC 14028
KHM
KBM
250ppm
500ppm
- 4ppm
8ppm
Hasil uji dengan metode mikrodilusi menunjukkan ekstrak etil asetat isolat
AP12A akar tanaman kayu jawa mempunyai Konsentrasi Hambat Minimum
(KHM) terbesar pada bakteri Salmonella typhi yaitu 250 µg/mL dengan nilai
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
konsentrasi bunuh minimum (KBM) 500 µg/mL, sedangkan untuk kontrol
antibiotik mempunyai nilai KHM terbesar 2 µg/mL dengan nilai KBM 8 µg/mL,
yaitu antibiotik ciprofloksasin pada bakteri Salmonella typhi. Ekstrak etil asetat
pada bakteri Bacillus subtilis dan Staphylococus aureus menunjukkan nilai KHM
yang sama yaitu 500 µg/mL. Hal ini menunjukkan ekstrak etil asetat lebih reaktif
menghambat bakteri Salmonella typhi dibandingkan dengan bakteri bakteri
Bacillus subtilis dan Staphylococus aureus, tapi masih jauh dengan nilai KHM
kontrol antibiotik yang digunakan.
Pada uji KHM dilakukan beberapa kontrol, yaitu kontrol media dan
kontrol positif. Kontrol media yang berisi media MHB saja, yang bertujuan untuk
menunjukkan bahwa media yang digunakan steril tanpa ada kontamiasi dari
bakteri, dan untuk kontrol positif yaitu berisi media MHB dan bakteri unutuk
menunjukkan bahwa bakteri dapat tumbuh pada media MHB.
Berdasarkan beberapa literature, berbagai metabolit sekunder yang
terdapat pada tanaman memiliki aktivitas antibakteri diantaranya, flavonoid,
terpenoid, saponin, tanin dan alkaloid. Hal tersebut berhubungan dengan hasil
skrining fitokimia pada ekstrak etil asetat yang positif mengandung senyawa
terpenoid, flavonoid dan saponin.
Metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman memiliki aktivitas
antibakteri dengan berbagai makanisme kerja. Umumnya senyawa flavonoid dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan Gram negatif. Mekanisme
kerja flavonoid sebagai antibakteri dapat dibagi menjadi tiga yaitu: (1)
menghambat sintesis asam nukleat, (2) menghambat fungsi membran sel, dan (3)
menghambat metabolisme energi (Cowan, 1999).
Mekanisme antibakteri flavonoid menghambat sintesis asam nukleat
terletak pada cincin B yang berperan penting dalam proses interkalasi atau ikatan
hidrogen dengan menumpuk basa asam nukleat yang menghambat pembentukan
DNA dan RNA (Cushnie, 2005). Mekanisme kerja flavonoid menghambat fungsi
membran sel adalah dengan membentuk ikatan komplek dengan dinding sel dan
merusak membran (Pepeljnjak et al, 2005). Senyawa ini merupakan antimikroba
karena kemampuannya membentuk kompleks dengan protein ekstraseluler terlarut
serta dinding sel mikroba. Flavonoid yang bersifat lipofilik akan merusak
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
membran mikroba (Rahman, 2008). Flavonoid dapat menghambat metabolisme
energi dengan cara menghambat sistem respirasi, karena dibutuhkan energi yang
cukup untuk penyerapan aktif berbagai metabolit dan untuk biosintesis
makromolekul (Cushnie, 2005).
Senyawa terpenoid juga diketahui aktif melawan bakteri, tetapi mekanisme
antibakterial terpenoid masih belum benar-benar diketahui. Aktivitas antibakteri
terpenoid diduga melibatkan pemecahan membran oleh komponen-komponen
lipofilik (Cowan, 1999; Bobbarala, 2012).
Senyawa saponin juga dapat memberikan aktivitas antibakteri. Mekanisme
kerja saponin sebagai antibakteri adalah menurunkan tegangan permukaan
sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau kebocoran sel dan
mengakibatkan senyawa intraseluler akan keluar yang mengakibatkan kematian
sel (Nuria, et al., 2009).
Berdasarkan penelitian ini, maka dapat diketahui bahwa ekstrak etil asetat
isolat AP12A dari akar tanaman kayu jawa menunjukkan adanya aktivitas
antibakteri dan didukung dengan hasil skrining fitokimia yang menunjukkan
bahwa ekstrak mempunyai senyawa flavonoid, saponin dan terpenoid yang
berpotensi sebagai antibakteri. Isolat AP12A juga menunjukkan adanya senyawa
antioksidan yang lemah dengan metode DPPH yang mempunyai IC50 308,4326
ppm dengan nilai AAI 0,3.
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5 BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Ekstrak etil asetat dan n-heksana isolat AP12A dari akar tanaman kayu
jawa memiliki aktivitas antioksidan, hal ini dibuktikan dengan hasil uji
antioksidan kualitatif menggunakan DPPH 0.2%.
2. Uji aktivitas antioksidan kuantitatif menunjukkan bahwa ekstrak etil
asetat memiliki aktivitas antioksidan lemah dengan nilai AAI 0,3 dan IC50
308,4326 ppm.
3. Uji aktivitas antibakteri kuantitatif menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat
isolat AP12A dari akar tanaman kayu jawa memiliki akttivitas antibakteri
tergolong tidak aktif (KHM > 250) terhadap bakteri Bacillus subtilis
ATCC 6633 nilai KHM sebesar 500 μg/mL dan KBM sebesar > 1000
μg/mL, nilai KHM dan KBM untuk bakteri Staphylococus aureus ATCC
25923 adalah 500 μg/mL dan 1000 μg/mL dan nilai KHM sebesar 250
μg/mL dan KBM sebesar 500 μg/mL terhadap bakteri Salmonella typhi
ATCC 14028.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui senyawa aktif yang
berperan sebagai antioksidan dan antibakteri.
2. Perlu dilakukan pengujian aktivitas antioksidan secara kuantitatif dan
pengujian antibakteri secara kuantitatif untuk mengetahui Konsentrasi
Hambat Minimum dan Konsentrasi Bunuh Minumum terhadap ekstrak n-
heksana.
3. Perlu memperbanyak volume media fermentasi agar didapatkan ekstrak
yang lebih banyak lagi.
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Adji., Zuliyanti, & Henry Larasanti. 2007. Perbandingan Efektivitas Serilisasi
Alkohol 70%, Inframerah, Autoklaf dan Ozon Terhadap Pertumbuhan
Bakteri Bacillus subtilis. Yogyakarta : Sain Vet, 27 NO.1, pp.17–24.
Alexander, K. S., Strte, D, & Niles, J.M. 2004. Laboratory Excercises in
Organismal and Molecular Microbiology, New York: McGraw-Hill.
Amin, A., & Yuliana, D. 2010. Etnofarmakologi Tumbuhan Obat Pada Etnis
Bugis Untuk Pengobatan Gangguan Saluran Cerna Dan Identifikasi
Farmakognostiknya. Yogyakarta : Prosiding Seminar Nasional “Eight Star
Performance Pharmacist”.
Andidha, Karimah Yulianti. 2015. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun
Garcinia bentami Pierre Terhadap Beberapa Bakteri Patogen Dengan
Metode Bioautografi. Skripsi. Jakarta: Program Studi Farmasi, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Antolovich, M., Prenzler, P.D., Patsalides, E., McDonald, M & Kevin Robards.
2001. Analist Methods for Testing Antioxidant Activity. Australia : School of
Science and Technology, Charles Sturt University, DOI : 10.1039/b009171
Ariyono, R.Q., Djauhari, S. & Sulistyowati, L. 2014. Keanekaragaman Jamur
Endofit Akar Kangkung Darat ( Ipomoea Reptans Poir.) Pada Lahan
Pertanian Organik Dan Konvensional. Jurnal Hama dan Penyakit Tanaman,
2(1), pp.1–10.
Arora, A., M.G. Nair, and G.M. Strasburg. 1998. Structure – activity relationships
for antioxidant activities of a series of flavonoids in a liposomal system.
Free Radic. Biol.& Med. 24(9): 1355-1363.
Bauman, Robert W. 2012. Microbiology with Disease by Body System Third
Edition. Pearson.
Blois, M.S. 1958. Antioxidant Determinations by the Use of a Stable Free
Radical. California : Stanford University, doi:10.1038/1811199a0
Bobbarala, Varaprasad. 2012. Antimicrobial Agents. Janeza Tridine 9,51000
rijeka, Crotia.
Brian, P. & Christian, J., 1996. An Introduction to Fermentation: Fermentation
Basic. Diakses dari www.wakenbtech.co.jp pada 18 April 2017 pukul 16.22
WIB
Choma, I.M. & Grzelak, E.M., 2011. Bioautography Detection in Thin-Layer
Chromatography. Polandia : Journal of Chromatography A, ISSN 00219673
, pp.2684–2691.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Cowan, .M.M. 199. Plan Product as Antimicrobial Agents. J. Microbiology
Reviews 12(4):564-582.
Cushnie, T.P., Lamb, Andrew J. 2005. Revew Antimicroba Activity of Flavonoids.
Schol of Pharmacy, The Robert Gordon University, Schoolhill, Aberdeen
AB10 1FR, UK
Dainitith, J., 1994. A Concise Dictionary of Chemistry. Inggris : Oxford
University Press.
Desale, M.G. & Bodhankar, M.G., 2013. Antimicrobial Activity of Endophytic
Fungi Isolated From Vitex negundo Linn. India : Int. J. Curr. Microbiol.
App. Sci, 2(12), ISSN: 2319-7706 pp.389–395.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 2000. Parameter Standar
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.
Dompeipen, E. J & Simanjuntak, P., 2015. Aktivitas Antidiabetes dan Antioksidan
Kapang Endofit dari Tanaman Mahoni (Swietenia macrophylla King).
Indonesia : Biopropal Industri (Kemenperin), 6(1), pp.7–17.
Elfina, D., Martina, A. & Roza, R.M., 2013. Isolasi dan Karakterisasi Fungi
Endofit dari Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Sebagai
Antimikroba Terhadap Candida albicans, Staphylococcus aureus, dan
Escherichia coli. Riau. Diakses dari id.portalgaruda.org pada 18 April 2017
pukul 17 : 27 , pp.1–10.
Gandjar,I., Samson,R.,A dan Karin Van Den. 1999. Pengenalan Kapang Tropik
Umum, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Gandjar, I. 2000. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia. Hlm. 2-7.
Gandjar, Indrawati; Sjamsuridzal, Wellyzar, Ed. 2006. Mikologi: Dasar dan
Terapan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Gauniyal, P. & Teotia, U.S., 2015. Antimicrobial Activity of Sixteen Medicinal
Plants against Oral Flora and its Efficacy Comparison with 2 %
Chlorhexidine. India : International Journal of Multidisciplinary and
Scientific Emerging Research, ISSN 2349 – 6037. 4(2), p.12.
Ghosal, M. & Mandal, P., 2012. Phytochemical Screening And Antioxidant
Activities Of Two Selected “Bihi” Fruits Used As Vegetables In Darjeeling
Himalaya. University of North Bengal, Siliguri : ISSN- 0975-1491 , 4(2).
Gordon, MH. 1990. The Mechanism of Antioxidants Action in Vitro. Dalam B.J.F.
Hudson, editor. Food Antioxidants. Elsevier Applied Science, London.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Handayani, P.N., 2015. Isolasi, Seleksi, dan Uji Aktivitas Antimikroba Kapang
Endofit dari Daun Tanaman Jamblang (Syzygium cumini L.) terhadap E.
coli, P. aeruginosa, B. subtillis, S. aureus, C. albicans, dan Aspergilus
niger. Skripsi. Jakarta: Program Studi Farmasi. Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Ivanišová, E., Tokar, K., Mocjo, K., Bajnanska, T., Marecek, J., & Mendelevo, A.
2013. Antioxidant Activity of Selected Plant Products. Slovakia : Journal of
Microbiology, Biotechnology, and Food Sciences.
Jauhari, L.T., 2010. Seleksi dan Identifikasi Kapang Endofit Penghasil
Antimikroba Penghambat Pertumbuhan Mikroba Patogen. Skripsi. Jakarta:
Program Studi Sarjana Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Kedare, S.B. & Singh, R.P., 2011. Genesis and Development of DPPH Method of
Antioxidant Assay. India : Association of Food Scientists & Technologists,
DOI 10.1007/s13197-011-0251-1
Komala, I., Azrifitria., Yardi., Betha, O.S., Muliati, F., Ni’mah, M. 2015.
Antioxidant and Anti-Inflamatory of the Indonesian Ferns, Nephrolepis
falcata and Pyrrosia lanceolata. Ciputat, Indonesia: Internatoional Of
Pharmacy And Pharmaceutical Sciences.
Kumala, S, & Pratiwi,A. 2014. Efek Antimikroba dari Kapang Endofit Ranting
Tanaman Biduri.Jakarta : Jurnal Farmasi Indonesia, Fakultas Farmasi
Universitas Pancasila , 7(2), pp.111–120.
Kumala, S., 2014. Mikroba Endofit: Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang
Farmasi. Jakarta: ISFI Penerbitan.
Kumar, G.S., Jayaveera, K. N., Kumar, C. K. A., Sanjay, U. P., Swamy, B. M. V.,
dan Kumar, D. V. K. 2007. Antimicrobial effects of Indian medicinal plants
against acne-inducing bacteria. Benin city, Nigeria : Tropical Journal of
Pharmaceutical Research.
Kumar, R.G.A., Joy,J.M. Rasheed, A., & Ashok Kumar, C.K. 2011.
Pharmacognostical and Phytochemical Study on the Leaves of Lannea
Coromandelica (Houtt.) Merr. India : International Journal of Pharmacy
Practice & Drug Research , 1(1), pp.14–20.
Kumalasari E., Sulstyani N. 2011. Aktivitas Antifungi Ekstrak Etanol Batang
Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steen.) Terhadap Candida albicans
Serta Skrining Fitokimia. Jurnal Ilmiah Kefarmasian, Vol. 1, No. 2, Hal. 51-
62.
Kuncahyo, I. & Sunardi. 2007. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Belimbing
Wuluh (Averrhoa Bilimbi, L) Terhadap 1,1-diphenyl-2-picrylhidrazyl
(DPPH). Yogyakarta : Seminar Nasional Teknologi, 2007(November),
ISSN : 1978 – 9777 pp.1–9.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kusumaningtyas E., Natasia M., Darmono. 2010. Potensi Metabolit Kapang
Endofit Rimpang Lengkuas Merah dalam Menghambat Pertumbuhan
Eschericia coli dan Staphylococcus aureus dengan Media Fermentasi
Potato Dextrose Broth (PDB) dan Potato Dextrose Yeast (PDY). Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Majumder, R., Jami,S.I., Efie Khairul Alam & Badrul Alam. 2013. Antidiarrheal
Activity of Lannea coromandelica Linn. Bark Extract. Banggladesh :
American-Eurasian Journal of Scientific Research, 8(3), pp.128–134, ISSN
1818-6785.
Manik, M.K., Wahid, M.A., Islam, S.M.A. Pal, A., & Ahmed, K.T. 2013. A
Comparative Study Of The Antioxidant, Antimicrobial And Thrombolytic
Activity Of The Bark And Leaves Of Lannea Coromandelica
(Anacardiaceae). Bangladesh : International Journal of Pharmaceutical
Sciences and Research, ISSN: 0975-8232.
Markham, K.R. 1982. Cara Mengidentifikasi Flavonoid.Bandung : diterjemahkan
oleh Kosasih Padmawinata, Penerbit ITB Bandung.
Maryanti, A., 2015. Isolasi dan Karakterisasi Kapang Endofit dari Ranting
Tanaman Parijoto (Mednilla spiciosa Reinw. Ex Blume) dan Uji
Aktivitasnya sebagai Antibakteri. Jakarta : Skripsi UIN Syarif Hidayatullah.
Molyneux, P., 2004. the Use of the Stable Free Radical Diphenylpicryl- Hydrazyl
( DPPH ) for Estimating Antioxidant Activity. , 50(June 2003).
Mozer, H., 2015. Uji Aktivitas Antifungi Ekstrak Etanol 96% Kulit Batang Kayu
Jawa (Lannea coromandelica) terhadap Aspergillus niger, Candida
albicans, dan Trichophyton rubrum. Jakarta : Skripsi UIN Syarif
Hidayatullah.
Noverita, Firia D., Sinaga E. 2009. Isolasi dan Uji Aktivitas Antibakteri Jamur
Endofit dari Daun dan Rimpang Zingiber ottensii Val. Jurnal Farmasi
Indonesia Vol. 4 No. 4: 171-176.
Novitri, S.A., 2016. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Buah Delima
(Punica Granatum L.) Dan Batang Sereh (Cymbopogon Citratus) serta
Kombinasinya Terhadap Klebsiella Pneumoniae, Escherichia Coli,
Staphylococcus Aureus dan Pseudomonas Aeruginosa. Bandung, Thesis,
Program Studi Magister Farmasi, Institut Teknologi Bandung.
Nurainy et al. 2008. Pengaruh Konsentrasi Kitosan terhadap Aktivitas Antibakteri
dengan Metode Difusi Agar (Sumur). Jurnal Teknologi Industri dan Hasil
Pertanian. Volume 13, No. 2.
Nurdin M., Supriyanti T., Zackiyah. 2010. Penantuan Pelarut Terbaik dalam
Mengekstraksi Senyawa Bioaktif dari Kulit Batang Artocarpus
heterophyllus. Jurnal Sains dan Teknologi Kimia. ISSN 2087-7412. Vol. 1,
No. 2. Hal 150-158.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Nuria, M.C et.,al. 2009. uji aktivitas antibakteri ekstrak etaol daun jarak pagar
(Jatropha Curcas L) Terhadap Bakteri Staphyloccocus Aureus ATCC
25923, Escherichia Coli ATCC 25922, dan Salmonella typhosa ATCC 1408.
Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian.
Okafor, N., 2007. Modern Industrial Microbiology and Biotechnology. South
Carolina USA : Department of Biological Sciences Clemson University,
Clemson, Science Publisher.
Parija, S.C., 2009. Textbook of Microbilogy & Immunology. India : Elsevier,
Department of Microbiology, Jawaharlal Institute of Postgraduate Medical
Education and Research Puducherry, India.
Pawthong, P., Jantrapanukorn, B., Thongmee, A., dan Pattra Suntornthiticharoen.
2012. “Evaluation of Endophytic Fungi Extract for Their Antimicrobial
Activity from Sesbania grandifloria (L). Pers. International Journal of
Pharmaceutical and Biomedical Research, 3(2): 132-136.
Pepeljinjak, S., Z. Koladera, & Zovko, M. 2005. Antimicrobial Activity of
Flafoniod from Pelargonium radula (cav) L'herit. Acta Pharm. 55:431-435.
Pokorny, J., Yanishlieva N., Gordon M. 2001. Antioxidant in Food, Practical
Applications. England: Woodhead Publishing Ltd and CRC Press LLC.
Prakash, A., Rigelhof, F. & MIller, E., 2011. Antioxidant Activity. European
Review for Medical and Pharmacological Sciences, 15(4), pp.376–378.
Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21621684.
Pratiwi, S.T., 2008. Mikrobiologi Farmasi, Jakarta: Erlangga.
Prastiwati, R., Wranti S.R., Dwi, H., 2010 : Perbandingan Daya Antioksidan
Ekstrak Metanol Daun Tembakau (Nicotiana Tabacum L) Dengan Rutin
Terhadap Radikal Bebas 1,1-Diphenil-2-Pikrilhidrazil (Dpph). Purwokerto :
Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Purwokerto, ISSN 1693-
3591.
Prawirodihirjo, E., 2014. Uji Aktivitas Antioksidan dan Uji Toksisitas Ekstrak
Etanol 70% dan Ekstrak Air Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica). Jakarta : Skripsi UIN Syarif Hidayatullah.
Purwanto. 2011. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Penghambat Polimerisasi Hem
dari Fungi Endofit Tanaman Artemisia annua L. Yogyakarta : Tesis.
Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada.
Rachmayani, R. 2008. Skrining Kapang Endofit Penghasil Antimikroba dan
Antioksidan dari Ranting dan Daun Tanaman Garcinia mangostana.
Depok: Skripsi, Program Studi Farmasi. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Radji, M. 2005. Peranan Bioteknologi Dan Mikroba Endofit Dalam
Pengembangan Obat Herbal. Depok : Majalah Ilmu Kefarmasian,
Departemen Farmasi, FMIPA-UI, Kampus UI Depok ISSN : 1693-9883,
II(3), pp.113–126.
Radji, M., Sumiati, A., Rachmayani, R, & Elya, B. 2011. Isolation of fungal
endophytes from Garcinia mangostana and their antibacterial activity.
African Journal of Biotechnology, 10(1), ISSN 1684-5315, pp.103–107.
Rahayu., Sunarti , S., Diah, P. Suhardjono. 2006. Pemanfaatan Tumbuhan Obat
secara Tradisional oleh Masyarakat Lokal di Pulau Wawonii, Sulawesi
Tenggara. Jurnal Biodiversitas Vol. 7 (3).
Rahmadani, F. 2015. Uji Aktivitas Antibakteri dari Ekstrak Etanol 96% Kulit
Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Helicobacter pylori, dan
Pseudomonas aeruginosa. Jakarta : Skripsi UIN Syarif Hidayatullah.
Ramadhan, M.G. 2013. Skrining Dan Uji Aktivitas Penghambatan Α-Glukosidase
Dari Kapang Endofit Daun Johar (Cassia Siamea Lamk.).Sekripsi Depok :
Program Studi Sarjana Farmasi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Indonesia
Rohdiana, D., 2001. Aktivitas Pengangkapan Radikal Polifenol Dalam Daun Teh.
Bandung : Majalah Farmasi Indonesia, 1(1), pp.52–58.
Sahidi F., & P.K.J. Warnasundara. 1997. Phenolic antioxidant. Crit Rev J. Food
Sci. Nutrition.
Sangadji I., Parakkasi A., Wiryawan K.G., Haryanto B. 2008. Perubahan Nilai
Nutrisi Ampas Sagu selam pada Fase Pertumbuhan Jamur Tiram Putih
(Pleurotus ostreatus) yang Berbeda. Jurnal Ilmu Ternak, Vol. 8, No. 1, Hal.
31-34.
Saputra, A. 2015. Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Etanol 96% Kulit Batang
Kayu Jawa (Lannea coromandelica) dengan Metode Stabilisasi Membran
Sel Darah Merah secara In Vitro. Jakarta : Skripsi UIN Syarif Hidayatullah.
Sherma, J & Fried, B., 2003. Handbook of Thin-Layer Chromatography Third
Edition. New York: Marcel Dekker.
Siswandono dan Bambang Soekardjo, E. D. 2008. Kimia Medisinal Edisi 2.
Surabaya: Airlangga University Press.
Strobel G, & Daisy, B. 2003. Bioprospecting for microbial endophytes and their
natural product. Amerika : Microbiology and Molecular Biology Review,
DOI: 10.1128/MMBR.67.4.491–502.2003, 67(4), pp.491–402.
Stanbury, Peter F; Whitaker, Allan; Hall, Stephen J. 2003. Principles of
Fermentation Technology Second Edition. Burlington MA: Elsevier
Science.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Suryanarayanan, T.S., Thirunavukkarasu, N., Govindarajulu, M.B., Fasse, F.,
jansen, R., dan Murali, T. S., 2009. Fungal endophytes and bioprospecting.
Fungal Biology Reviews, ISSN 1749-4613, 23(1–2), pp.9–19.
Tahir,I.,Wijaya,K, & Widianingsih, D. 2003. Terapan Analisis Hansch untuk
Aktivitas Antioksidan Senyawa Turunan Flavon/Flavonol. Yogyakarta,
Seminar on Chemometrics, (January 2003).
Tiwari, P.,Kumar, B., Kaur, M., Kaur,G, & Kaur, H. 2011. Phytochemical
screening and extraction - A review. India : Internationale Pharmaceutica
Sciencia, 1(1), pp.98–106. Available at: http://www.ipharmsciencia.com.
Valgas, C., Souza, S. M. D., Smania, E. F. A., & Artur Smania Jr. 2007.
Screening Methods To Determine Antibacterial Activity of Natural
Products. Brasil : Brazilian Journal of Microbiology, ISSN 1517-8382, 38,
pp.369–380.
Vasi, M.V., Stefanović, O.D., Ličina, B.Z., Radojević, I.D., Čomić, L.R. 2012.
Biological Activities of Extracts from Cultivated Granadilla Passiflora
alata. Serbia : ISSN 1611-2156 , pp.208–218.
Wafa, N.I., 2011. Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Air Daun Gambir (Uncaria
Gambir Roxb) Dengan Mikrodilusi dan Analisis Komponen Penyusunnya.
Bogor. Thesis. Institut Pertanian Bogor.
Wahdaningsih, S., Wahyuono, S., & Styowati, E.P., 2013 : Isolation And
Identification Of Antioxidant Compounds In Fern Stems (Alsophila Glauca
J.Sm) Using Dpph Method (2,2-Diphenyl-1-Picrylhydrazyl). Department Of
Biology, Faculty Of Pharmacy , Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,
Indonesia ; ISSN : 1410-5918.
Wahid, M.A., 2009. In vitro Phytochemical and biological Investigation of plant
Lannea coromandelica ( Family : Anacardiaceae ). Bangladesh : Thesis
East West University, ID: 2008-3-70-081.
Wahyudi, P., 2001. Mikroba endofitik : Simbion dalam Jaringan Tanaman. BPPT
: Lingkungan Manajemen Ilmiah.
Wagner, H., Bladt, S., and Zgainski, E. M., 1984, Plant Drug Analisys: A Thin
Layer Chromatography Atlas. Berlin : diterjemahkan oleh Th. A. Scott,
Springer- Verlag.
Yulianti, T., 2012. Menggali Potensi Endofit untuk Meningkatkan Kesehatan
Tanaman Tebu Mendukung Peningkatan Produksi Gula. Malang : Balai
Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat, ISSN: 1412-8004, 11(2), pp.11–
112.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Zhang, X.-L., Jeza, V.T. & Pan, Q., 2008. Salmonella Typhi: from a Human
Pathogen to a Vaccine Vector” Cellular & Molecular Immunology. Cellular
& molecular immunology, ISSN : 1672-7681 5(2), pp.91–97.
Zulfa, I., 2016. Isolasi Dan Uji Aktivitas Antibakteri Kapang Endofit Akar
Tanaman Kayu Jawa (Lannea Coromandelica (Houtt.) Merr.). Jakarta :
Skripsi UIN Syarif Hidayatullah.
60
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
LAMPIRAN
Lampiran 1. Bagan Alur Penelitian
Uji Aktivitas Antibakteri
Uji Aktivitas Antioksidan
Analisis KLT dan Sekrining Fitokimia
Ekstraksi
Fermentasi Kapang Endofit
Uji Pendahuluan Kapang Endofit Penghasil Antibakteri
Karakterisasi Kapang Endofit
Pemurnian Kapang Endofit
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Sertifikat Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Sertifikat Bakteri Salmonella typhi ATCC 14028
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4. Sertifikat Bakteri Bacillus subtilis ATCC 6633
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5. Sertifikat Ciprofloksasin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6. Sertifikat Kloramfenikol
Lampiran 7. Skema Pemurnian Kapang Endofit
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7. Skema Pemurnian Kapang Endofit
Kapang endofit yang
telah tumbuh pada
media PDA
Dimurnikan pada media PDA baru
Diinkubasi selama
7 hari pada suhu
kamar (27-29ºC)
Jika belum murni / terjadi
kontaminasi, inokulasi
kembali sampai didapatkan
isolat kapang yang diinginkan
Sehingga didapatka
kultur murni
Kemudian akan di
karakterisasi dan akan di
seleksi untuk mendapatkan
isolat kapang yang
mempunyai aktivitas bagus
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8. Skema Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik
1. Karakterisasi makroskopik
Dilakukan pengamatan morfologi koloni meliputi:
- Bentuk koloni (halus, kasar, licin, rata, menggunung),
- Warna koloni dan warna sebalik koloni (reverse color),
- Tekstur (granular, seperti tepung, seperti beludru, seperti kapas),
- Zonasi, dan tetes eksudat.
2. Karakterisasi mikroskopik
Diinkubasi selama 5
– 7 hari pada suhu
ruang (29°C)
Kaca objek dan kaca
penutup di atas tisu di
dalam cawan petri di
sterilisasi dengan
autoklaf 121ºC 15
menit
Kaca objek steril
diteteskan media
PDA
Diletakkan satu
sengkelit kapang di
atas media PDA yang
telah padat menit
Kaca objek ditutup
dengan kaca penutup
dan tisu ditetesi
aquades steril
Kaca penutup
dibuka, kapang
ditetesi alkohol 96%
dan methylene blue
Preparat diamati
dengan mikroskop
cahaya Tisu ditempelkan diatas
kapang untuk
menghilangkan
kelebiham methilene blue
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. Hasil Uji Pendahuluan Isolat (AP12A)
1. Eschericia coli Inkubator (37°C , 24 jam) SPREAD PLAT
Keterangan : Hasil uji pendahuluan isolat AP12A terhadap bakteri Eschericia coli
dengan metode spread plat dan diinkubasi pada ikubator selama 24 jam
Inkubator (37°C , 24 jam) POUR PLAT
Keterangan : Hasil uji pendahuluan isolat AP12A terhadap bakteri Eschericia coli
dengan metode pour plat dan diinkubasi pada ikubator selama 24 jam
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Suhu Ruang (37°C , 24 jam) POUR PLAT
Keterangan : Hasil uji pendahuluan isolat AP12A terhadap bakteri Eschericia coli
dengan metode pour plat dan diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam
2. Stapillococcus aureus
Inkubator (37°C , 24 jam) SPREAD PLAT
Keterangan : Hasil uji pendahuluan isolat AP12A terhadap bakteri Stapilococcus
aureus dengan metode spread plat dan diinkubasi pada ikubator selama 24 jam
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Inkubator (37°C , 24 jam) POUR PLAT
Keterangan : Hasil uji pendahuluan isolat AP12A terhadap bakteri Streptococcus
aureus dengan metode pour plat dan diinkubasi pada inkubator selama 24 jam
Suhu Ruang (37°C , 24 jam) POURPLAT
Keterangan : Hasil uji pendahuluan isolat AP12A terhadap bakteri Streptococcus
aureus dengan metode pour plat dan diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Salmonella thypi Inkubator (37°C , 24 jam) SPREAD PLAT
Keterangan : Hasil uji pendahuluan isolat AP12A terhadap bakteri Salmonella
thypi dengan metode spread plat dan diinkubasi pada ikubator selama 24 jam
Inkubator (37°C , 24 jam) POUR PLAT
Keterangan : Hasil uji pendahuluan isolat AP12A terhadap bakteri Salmonella
thypi dengan metode pour plat dan diinkubasi pada ikubator selama 24 jam
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Suhu Ruang (37°C , 24 jam) POUR PLAT
Keterangan : Hasil uji pendahuluan isolat AP12A terhadap bakteri Salmonella
thypi dengan metode pour plat dan diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam
4. Bacillus subtilis
Inkubator (37°C , 24 jam) SPREAD PLAT
Keterangan : Hasil uji pendahuluan isolat AP12A terhadap bakteri Bacillus
subtilis dengan metode spread plat dan diinkubasi pada ikubator selama 24 jam
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Inkubator (37°C , 24 jam) POUR PLAT
Keterangan : Hasil uji pendahuluan isolat AP12A terhadap bakteri Bacillus
subtilis dengan metode pour plat dan diinkubasi pada inkubator selama 24 jam
Suhu Ruang (37°C , 24 jam) POURPLAT
Keterangan : Hasil uji pendahuluan isolat AP12A terhadap bakteri Bacillus
subtilis dengan metode pour plat dan diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Pseudomonas aeruginosa
Inkubator (37°C , 24 jam) SPREAD PLAT
Keterangan : Hasil uji pendahuluan isolat AP12A terhadap bakteri Pseudomonas
aeruginosa dengan metode spread plat dan diinkubasi pada ikubator selama 24
jam
Inkubator (37°C , 24 jam) POUR PLAT
Keterangan : Hasil uji pendahuluan isolat AP12A terhadap bakteri Pseudomonas
aeruginosa dengan metode pour plat dan diinkubasi pada ikubator selama 24 jam
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Suhu Ruang (37°C , 24 jam) POUR PLAT
Keterangan : Hasil uji pendahuluan isolat AP12A terhadap bakteri Pseudomonas
aeruginosa dengan metode pour plat dan diinkubasi pada suhu ruang selama 24
jam
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 10. Skema Metode Fermentasi dan Hasil Fermentasi
a. Metode Fermentasi
b. Foto Hasil Fermentasi
500
ml
Dimasukkan ke
dalam media PDY
steril, volume PDY
20% dari Volume
botol Kultur murni kapang endofit
AP12A dipotong menggunakan
sedotan steril sebanyak 5 potongan
Diinkubasi secara statis pada
suhu ruang selama 21 hari
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11. Skema Ekstraksi
Kultur Hasil Fermentasi
Disaring menggunakan Corong dan Kertas
Saring
Media di partisi menggunakan
pelarut n-heksana dan etil asetat
Fraksi n-heksana
Fraksi etil asetat
Di evaporasi
Ekstrak kental n-heksana
Ekstrak kental etil asetat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12. Hasil Skrining Fitokimia
No. Senyawa
Fitokimia
Etil Asetat N-Heksana
Pereaksi Hasil Keterangan Pereaksi Hasil keterangan
1. Alkaloid Dragendorf
(sinar tampak)
(-) Tidak
menampakkan
bercak
berwarna
coklat dg latar
belakang
kuning
Dragendorf
(sinar tampak)
(+) Bercak
berwarna coklat
dengan latar
belakang
kuning dengan
Rf -1 : 0,4
Rf-2 : 0,6
(wegner &
Harborel 1996)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 Terpenoid Vanilin Asam
sulfat
(sinar tampak)
+ Bercak
berwarna
kuning
kecoklatan
pada Rf-1 :0,8
dan berwarna
ungu pada Rf-
2 : 0,75
(wegner, 1996)
Vanilin Asam
Sulfat
(sinar tampak)
+ Bercak
berwarna biru
pada Rf-1 : 0,8
dan berwarna
merah ungu
pada Rf- : 0,7
(wegner, 1996)
3 Flavonoid Sitroborat
(UV 366)
(+) Bercak
berwarna hijau
kekuningan
pada Rf-1 :
0,75 (Alam,
2012 ;
markham,
1982 dalam
rachma, 2012)
Sitroborat
(UV 366)
(+) Bercak
berwarna hijau
kekuningan
pada Rf-1 : 0,9
dan berwarna
merah pada Rf-
2 : 0,55 (Alam,
2012 ;
markham, 1982
dalam rachma,
2012)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4 Polifenol FeCl3
(sinar tampak)
(-) Tidak
menimbulkan
bercak yang
menunjukkan
ciri senyawa
polifenol
FeCl3
(sinartampak)
(-) Tidak
menimbulkan
bercak yang
menunjukkan
ciri senyawa
polifenol
5 Saponin
Steroid
Vanilin Asam
sulfat
(sinar tampak)
(+) Berwarna
ungu atau
violet pada Rf-
2 : 0,75
(Huseini,
2014)
Vanilin Asam
Sulfat
(sinartampak)
(+) Bercak
berwarna biru
pada Rf-1 : 0,8
(wegner, 1996)
dan berwarna
merah ungu
pada Rf- : 0,7
(Huseini, 2014)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13. Skema Uji Aktivitas Antioksidan
1. Uji Antioksidan Kualitatif
2. Uji Antioksidan Kuantitatif
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 14. Perhitungan dalam Uji Antioksidan
1. Pembuatan larutan DPPH (0,1 mM)
- Banyaknya DPPH yang ditimbang :
0,1 𝑚𝑀 =𝑚𝑔
𝑚𝑟𝑥
1000
𝑉
0,1 𝑚𝑀 =𝑥
394,32𝑥
1000
50 𝑚𝐿
X = 1,98 mg
- Jadi, ditimbang 1,98 mg DPPH dan dilarutkan dengan metanol p.a serta
dicukupkan volumenya hingga 50 mL
2. Pembuatan larutan induk ekstrak etil asetat isolat AP12A 1000 ppm
- Konsentrasi 1 ppm setara dengan 1 µg/mL, sehingga untuk membuat
konsentrasi 1000 ppm dapat dilakukan dengan menimbang 20 mg ekstrak
dan dicukupkan dengan metanol p.a hingga 20 mL.
20 𝑚𝑔
20 𝑚𝐿𝑥
5000 µ𝑔
50 𝑚𝐿= 1000 µ 𝑚𝐿⁄ = 1000 𝑝𝑝𝑚
3. Contoh perhitungan pembuatan larutan uji dan kontrol positif
- Pembuatan larutan uji ekstrak etil asetat isolat AP12A konsentrasi
20 ppm dari larutan induk 1000 ppm menggunakan labu ukur 10
mL.
N1 x V1 = N2 x V2
1000 ppm x V1 = 20 ppm x 10mL
V1= 0,2 mL atau 200 µL (jumlah yang dipipet dari
larutan induk), kemudian dicukupkan dengan metanol p.a hingga 10 mL
pada labu ukur.
4. Contoh perhitungan % inhibisi
- Contoh perhitungan % inhibisi pada absorbansi rata-rata konsentrasi
0,05% ekstrak etil asetat sebesar 0,2913 dengan absorbansi blangko
(DPPH) sebesar 0,523.
% 𝑖𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑠𝑖 =𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜𝑥 100%
% 𝑖𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑠𝑖 =0,523 − 0,2913
0,523𝑥 100%
% 𝑖𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑠𝑖 = 44,3021%
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Perhitungan IC50
- Contoh perhitungan IC50 pada ekstrak etil asetat
Sebelumnya, konsentrasi (x) dan % inhibisi (y) dari ekstrak etanol 70%
dibuat persamaan regresi linearnya menggunakan aplikasi pengolah data
microsoft excel 2010 hingga diperoleh persamaan y = 0,1477x + 4,4445.
Dari persamaan ini dihitunglah nilai IC50 nya.
y = 0,1477x + 4,4445
50 = 0,1477x + 4,4445
x = 308,4326 ppm
Jadi, nilai IC50 dari ekstrak etil asetat adalah 308,4326 ppm
6. Perhitungan AAI (Antioxidant Activity Index)
- Contoh perhitungan nilai AAI dari kontrol positif vitamin C
Konsentrasi DPPH yang digunakan adalah 1,98 mg/50 mL = 39,6 ppm
serta nilai IC50 vitamin C yang diperoleh sebesar :
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐴𝐴𝐼 =𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝐷𝑃𝑃𝐻 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐼𝐶50 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐴𝐴𝐼 =98 𝑝𝑝𝑚
2,7339
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐴𝐴𝐼 = 35,8461
Jadi, nilai AAI dari vitamin C adalah 35,8461 dan tergolong sangat kuat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 15. Hasil (KHM) dan (KBM) Pada Bakteri Basillus subtilis.
KHM Ekstrak Etil Asetat.
KHM Kontrol Kloramfenikol.
KBM Ektrak Etil Asetat KBM Kontrol Kloramfenikol
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 16. Hasil (KHM) dan (KBM) Pada Bakteri Stapillococcus aureus.
KHM Ekstrak Etil Asetat
KHM Kontrol Ciprofloksasin
KBM Ekstrak Etil Asetat KBM Kontrol Cyprofloksasin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 17. Hasil (KHM) dan (KBM) Pada Bakteri Salmonella typhi.
KHM Ekstrak Etil Asetat.
KHM Kontrol Kloramfenikol.
KBM Ekstrak Etil Asetat KBM Kontrol Ciprofloksasin
Top Related