UPACARA TRADISIONAL SUSUK WANGAN SEBAGAI
ATRAKSI WISATA BUDAYA DI AIR TERJUN GIRIMANIK
KABUPATEN WONOGIRI
LAPORAN TUGAS AKHIR
Diajukan untuk Melengkapi Tugas - Tugas dan Memenuhi
Syarat - Syarat Guna Mencapai Gelar Ahli Madya Pada Program Studi Diploma III
Usaha Perjalanan Wisata
Oleh :
Fitri Wulandari
C.9407010
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di Asia Tenggara. pulau-
pulau membentang dari Sabang sampai Merauke. Indonesia mempunyai banyak
potensi dan sumber daya alam untuk di kembangkan menjadi obyek wisata yang
menarik. Sumber daya alam tersebut telah dimanfaatkan dan dikembangkan menjadi
beberapa obyek wisata yang menarik. Daya tarik utama wisatawan yang berkunjung
ke Indonesia adalah keindahan alam, maka dari itu daerah tujuan wisata itu perlu
dikembangkan seoptimal mungkin. Di samping kaya akan sumber daya alam,
Indonesia juga mempunyai keanekaragaman seni dan budaya. Dengan adanya
kebudayaan tersebut dapat mendukung berkembangnya pariwisata. Kebudayaan
adalah sebuah nilai kekayaan tersendiri bagi bangsa sehingga layak untuk
dibanggakan, dilestarikan dan dipublikasikan. Kebudayaan akan mempunyai nilai
tambah tersendiri apabila suatu jenis budaya dapat dipadukan dengan atraksi wisata.
Hal ini sangat menarik untuk dikunjungi wisatawan.
Wonogiri adalah daerah yang luas terdiri dari daratan dan pegunungan serta
panorama alam yang indah. Panorama yang demikian Wonogiri mempunyai daerah
tujuan wisata yang menarik. Wonogiri terletak di sebelah selatan kota Solo ± 32 km
dan hanya 40 menit ditempuh dengan kendaraan umum atau kendaraan pribadi.
Wonogiri mempunyai banyak obyek wisata yang sangat menarik. Obyek-obyek
wisata tersebut antara lain: Waduk Gajah Mungkur, Monumen Bedol Desa, Wisata
1
Warung Apung (Karamba), Pantai Nampu, Pantai Sembukan, Upacara Jamasan
Pusaka Mangkunegaran, Wisata Religi Kayangan, Museum Karst, Museum Wayang,
dan yang lebih menarik dan mempunyai potensi yang besar untuk dijadikan obyek
wisata adalah obyek wisata alam air terjun Girimanik Banyaknya obyek wisata yang
ada di Wonogiri tidak mengherankan apabila pemasukan pendapatan daerah dalam
bidang pariwisata dari tahun ke tahun semakin meningkat. Jumlah pemasukan dari
bidang pariwisata di kabupaten Wonogiri ikut berpengaruh terhadap Pendapatan Asli
Daerah kabupaten Wonogiri, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Wonogiri. Banyaknya obyek wisata tersebut maka banyak wisatawan luar daerah
yang tertarik untuk menikmati obyek-obyek wisata di kabupaten Wonogiri.
Alasan pengambilan judul ini karena di obyek wisata air terjun Girimanik
mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi obyek wisata yang sangat menarik.
Obyek wisata air terjun Girimanik adalah air terjun alami yang terletak di desa Setren,
kecamatan Slogohimo, kabupaten Wonogiri. Selain mempunyai daya tarik wisata
alam, obyek wisata air terjun Girimanik juga mempunyai obyek wisata spiritual yakni
tempat yang dapat di gunakan untuk bersemedi dan yang lebih menarik lagi di obyek
wisata air terjun Girimanik terdapat atraksi wisata budaya yaitu upacara tradisional
Susuk Wangan.
Berlandaskan latar belakang yang telah disebutkan di atas maka judul yang
akan diambil adalah ’’UPACARA TRADISIONAL SUSUK WANGAN
SEBAGAI ATRAKSI WISATA BUDAYA DI AIR TERJUN GIRIMANIK
KABUPATEN WONOGIRI.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di tulis di atas maka masalah yang
akan dianalisis dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana latar belakang Upacara Tradisional Susuk Wangan di obyek wisata air
terjun Girimanik ?
2. Bagaimana prosesi Upacara Tradisional Susuk Wangan di obyek wisata air terjun
Girimanik ?
3. Bagaimana pengaruh penyelenggaraan Upacara Tradisional Susuk Wangan
terhadap jumlah pengunjung?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui latar belakang Upacara Tradisional Susuk Wangan di obyek
wisata air terjun Girimanik.
2. Untuk mengetahui prosesi Upacara Tradisional Susuk Wangan di obyek wisata air
terjun Girimanik.
3. Untuk mengetahui pengaruh terhadap penyelenggaraan upacara tradisional susuk
wangan terhadap jumlah pengunjung.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat praktis
a. Untuk menambah wawasan bagi masyarakat mengenai atraksi wisata budaya
di air terjun Girimanik.
b. Mengembangkan dan mempromosikan pariwisata air terjun Girimanik
2. Manfaat teoritis
a. Menambah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan dunia pariwisata.
b. Menambah ilmu pengetahuan baik secara praktis, teoritis, maupun
akademik dan pengembangan diri.
E. TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Pariwisata
Berbicara tentang pariwisata, usaha di bidang ini sangat kompleks karena
ada banyak unsur pendukung dari industri-industri pariwisata yang terkait. Usaha
pariwisata adalah usaha padat karya yang menuntut kualitas tinggi dan saling
berhubungan satu dengan yang lainnya, yang bertujuan memuaskan wisatawan
dengan fasilitas yang mendukung, yang ditunjang dengan sumber daya manusia
yang handal dari setiap lini.
Pariwisata merupakan peluang bisnis yang cukup potensial bagi negara
kita karena negara kita merupakan negara kepulauan dengan kekayaan bumi dan
hayati yang luar biasa di tambah keanakaragaman seni dan budaya, adat istiadat
yang kental serta pesona alam. Pariwisata dapat juga diartikan perjalanan orang ke
suatu tujuan untuk bersenang-senang yang didukung berbagai fasilitas dan
layanan yang disediakan oleh masyarakat dan pemerintah.
Selain pendapat di atas juga terdapat berbagai pendapat mengenai
pariwisata antara lain sebagai berikut :
a. Pariwisata adalah suatu perjalanan untuk sementara waktu, yang
diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat yang lain, dengan maksud bukan
untuk berusaha atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tapi semata-
mata, untuk menikmati perjalanan tersebut guna bertamasya dan rekreasi atau
untuk memenuhi keinginan yang beranekaragam. (Oka A.Yoeti, 2001 :109)
b. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk
pengusahaan obyek dan daerah tujuan wisata serta usaha-usaha yang terkait di
bidang tersebut. (Ramaini Kodhyat,1992:85)
c. Pariwisata merupakan manifestasi gejala naluri manusia sejak purbakala, yaitu
hasrat untuk mengadakan perjalanan. Lebih dari itu pariwisata dengan ragam
motivasinya akan menimbulkan permintaan-permintaan dalam bentuk jasa-
jasa ini terus meningkat dengan perkembangan kehidupan manusia.
(Samsuridjal D.Kaelany HD,1997: 11)
2. Jenis Pariwisata
Pariwisata dapat di pelajari tidak hanya dari segi motivasi dan tujuan
perjalanan wisata saja, tetapi juga bisa dilihat dari hal yang lain misalnya jenis
wisata yang di lakukan, bentuk-bentuk perjalanan wisata yang dilakukan. Ini
berarti jenis-jenis pariwisata harus diketahui dan diperhitungkan supaya dapat
memberikan pengertian dan tempat wajar dalam pembangunan industri. Jenis-
jenis wisata yang telah di kenal saat ini, antara lain :
a. Wisata Budaya
Hal ini dimaksudkan agar perjalanan yang di lakukan atas dasar keinginan,
untuk memperluas pandangan hidup seseorang dengan jalan mengadakan
kunjungan atau peninjauan ke tempat lain atau ke luar negeri, mempelajari
keadaan rakyat, kebiasaan dan adat istiadat mereka, cara hidup mereka,
budaya dan seni mereka. Seringnya perjalanan serupa ini disatukan dengan
kesempatan-kesempatan mengambil bagian dalam kegiatan-kegiatan budaya,
seperti eksposisi seni (seni tari, seni drama, seni musik dan seni suara), atau
kegiatan yang bermotif kesejarahan dan sebagainya.
b. Wisata Kesehatan
Hal ini dimaksudkan perjalanan seorang wisatawan dengan tujuan tersebut
untuk menukar keadaan dan lingkungan tempat sehari-hari dimana ia tinggal
demi kepentingan ia beristirahat baginya dalam arti jasmaniah dan rohani,
dengan mengunjungi tempat peristirahatan seperti mata air panas mengandung
mineral yang dapat menyembuhkan, tempat yang mempunyai iklim udara
yang menyehatkan atau tempat-tempat yang menyediakan fasilitas-fasilitas
kesehatan lainya.
c. Wisata Olahraga
Hal ini dimaksudkan para wisatawan yang melakukan perjalanan dengan
tujuan berolahraga atau memang sengaja bermaksud mengambil bagian aktif
dalam pesta olahraga di suatu tempat atau negara seperti Asian Games,
Olympiade, Thomas Cup, Tour de France, F-1 (Formula One) dan lain-lain.
d. Wisata Komersial
Dalam wisata ini termasuk perjalanan untuk mengunjungi pameran-
pameran dan pekan raya yang bersifat komersial, seperti pameran industri,
pameran dagang dan sebagainya. Pada mulanya banyak orang berpendapat
bahwa hal ini tidaklah dapat di golongkan dalam dunia kepariwisataan,
dengan alasan bahwa perjalanan serupa ini, yaitu ke pameran atau pekan raya
yang bersifat komersial hanya dilakukan oleh orang-orang yang khusus
mempunyai tujuan-tujuan tertentu untuk urusan bisnis mereka dalam pekan
raya tersebut.
e. Wisata Industri
Yang berkaitan erat dengan wisata komersial adalah wisata industri.
Perjalanan yang dilakukan oleh rombongan pelajar atau mahasiswa, atau
orang-orang awam ke suatu kompleks atau daerah perindustrian dimana
terdapat pabrik-pabrik atau bengkel-bengkel besar dengan maksud dan tujuan
untuk mengadakan peninjauan atau penelitian termasuk dalam golongan
wisata industri ini.
f. Wisata Politik
Jenis ini meliputi perjalanan yang dilakukan untuk mengunjungi atau
mengambil bagian secara aktif dalam peristiwa kegiatan politik seperti
misalnya peringatan tahun suatu negara, ulang tahun perayaan 17 Agustus di
Jakarta, perayaan 10 Oktober di Moskow, penobatan Ratu Inggris di London
dan sebagainya. Disana fasilitas akomodasi, sarana angkutan dan atraksi
aneka warna diadakan secara megah bagi para pengunjung baik dari dalam
maupun luar negeri.
g. Wisata Konvensi
Wisata konvensi dekat dengan jenis wisata politik. Berbagai negara
dewasa ini membangun wisata konvensi dengan menyediakan fasilitas
bangunan beserta ruangan-ruangan tempat bersidang para peserta konferensi,
musyawarah, konvensi atau pertemuan lainya baik yang bersifat nasional
maupun internasional.
h. Wisata Sosial
Wisata remaja (youth tourism) termasuk ke dalam wisata jenis ini. Yang
dimaksudkan dengan jenis wisata ini adalah pengorganisasian suatu
perjalanan murah serta mudah untuk memberi kesempatan kepada golongan
masyarakat ekonomi lemah (atau dengan kata lain tidak mampu membayar
segala sesuatu yang bersifat mewah) untuk mengadakan perjalanan, seperti
misalnya bagi kaum buruh, pemuda, pelajar atau mahasiswa, petani dan
sebagainya.
i. Wisata Pertanian
Seperti halnya wisata industri, wisata pertanian ini adalah
pengorganisasian perjalanan yang dilakukan ke proyek-proyek pertanian,
perkebunan, ladang pembibitan dan sebagainya dimana wisatawan rombongan
dapat mengadakan kunjungan dan peninjauan untuk tujuan studi.
j. Wisata Maritim (Marina) atau Bahari
Jenis Wisata ini banyak dikaitkan dengan kegiatan olahraga air, lebih-
lebih di Danau, bengawan, petani, teluk lepas seperti memancing, berlayar,
menyelam sambil pemotretan, kompetisi berselancar, balapan mendayung,
berkeliling melihat-lihat tanaman laut dengan pemandangan indah di bawah
permukaan air serta berbagai rekreasi perairan yang banyak dilakukan di
daerah-daerah atau negara-negara maritim di Lautan Karibia, Hawai, Tahiti,
Fiji dan sebagainya.
k. Wisata Cagar Alam
Untuk Jenis wisata ini biasanya banyak diselenggarakan oleh agen atau
biro perjalanan yang mengkhususkan usaha-usahanya dengan jalan mengatur
wisata ke tempat atau daerah cagar alam, taman lindung, hutan daerah
pegunungan dan sebagainya yang kelestariannya dilindungi oleh undang-
undang.
l. Wisata Buru
Jenis ini banyak dilakukan di negeri-negeri yang memiliki daerah atau
hutan tempat berburu yang dibenarkan oleh pemerintah dan digalakkan oleh
berbagai agen atau biro pejalanan. Wisata buru ini diatur dalam bentuk safari
buru ke daerah atau hutan yang ditetapkan pemerintah negara yang
bersangkutan.
m. Wisata Pilgrim
Wisata Pilgrim adalah perjalanan wisata yang ditujukan bagi para
wisatawan yang senang akan hal-hal yang mistik, keramat, dan dianggap suci.
Jenis wisata ini sedikit banyak dikaitkan dengan agama, sejarah, adat istiadat
dan kepercayaan umat atau kelompok dalam masyarakat. Wisata pilgrim
banyak dilakukan oleh perorangan atau rombongan ke tempat-tempat suci, ke
makam-makam orang besar atau pemimpin yang diagungkan, ke bukit atau
gunung yang dianggap keramat, tempat pemakaman tokoh atau pemimpin
sebagai manusia ajaib penuh legenda.
n. Wisata Bulan Madu
Wisata bulan madu yaitu suatu penyelenggaraan perjalanan bagi
pasangan-pasangan pengantin baru, yang sedang berbulan madu dengan
fasilitas-fasilitas yang khusus dan tersendiri demi kenikmatan perjalanan dan
kunjungan mereka.
o. Wisata Petualangan
Dikenal dengan istilah Adventure Tourism, seperti masuk hutan belantara
yang tadinya belum pernah di jelajahi penuh binatang buas, mendaki tebing
terjal, dan terjun ke dalam sungai yang sangat curam. (Nyoman, S. Pendit,
2003 : 37-43 )
3. Bentuk-bentuk wisata
Disamping jenis pariwisata, bentuk-bentuk wisata perlu dibicarakan,
karena sangat penting di dunia pariwisata. Bentuk-bentuk wisata yang terpenting
antara lain :
a. Wisata Mancanegara (asing, internasional) dan wisata domestik (dalam
negeri) di indonesia disebut wisata nusantara.
Adalah wisatawan yang perjalanannya memasuki daerah negara yang bukan
negaranya sendiri, kalau perjalanan wisata itu tidak keluar dari batasan-
batasan negara sendiri, wisatawannya ialah wisatawan nusantara.
b. Wisata Reseptif (pasif) dan wisata aktif
Dilihat dari dampaknya secara ekonomis, wisata mancanegara atau
kedatangan wisatawan dari luar negeri itu akan menghasilkan pemasukan
devisa untuk negara yang bersangkutan. Maka wisata mancanegara itu dilihat
secara ekonomis maupun dari sudut kedatangan orang asing disebut wisata
pasif sebaliknya, perjalanan warga negara ke luar negara disebut wisata aktif.
c. Wisata kecil dan wisata besar
Wisata kecil adalah wisata jangka pendek yang memakan waktu
satu sampai beberapa hari. Wisata besar adalah wisata yang dilakukan
memakan waktu cukup lama.
d. Wisata individual dan wisata terorganisasi
Wisata individual adalah wisata yang tidak di tangani oleh perusahaan
perjalanan, wisata ini dilakukan atas dasar keinginan sendiri. Sedangkan
wisata terorganisasi adalah wisata yang segala sesuatunya diatur oleh agen
perjalanan dan menggunakan akomodasi yang khusus disediakan.
(R.G.Soekadijo, 2000:18)
4. Pengertian Kebudayaan
Budaya adalah sebuah sistem yang mempunyai koherensi. Bentuk-bentuk
simbolis berupa kata, benda, milik, sastra, lukisan, nyanyian, musik, kepercayaan
mempunyai kaitan erat dengan konsep-konsep epistemologis dari sistem
pengetahuan masyarakatnya.(Kuntowijoyo, 2006: 2)
Kebudayaan adalah suatu entitas yang otonom dalam kehidupan manusia,
betapapun dia dapat dipengaruhi perkembanganya oleh faktor-faktor tertentu
dalam konstelasi sosial maupun lingkungan alamiah. (Oka A.Yoeti, 2006:26)
Kebudayaan sangat terkait dengan suatu sistem yang dikenal dengan nama
sistem sosial-budaya. Masing-masing memiliki cakupan pengertian sendiri-
sendiri. Kebudayaan mengacu pada hal-hal yang bersifat abstrak berupa sistem
nilai, gagasan, kepercayaan, simbol-simbol, idiologi yang dibayangkan oleh suatu
komunitas atau masyarakat tertentu. Komunitas itu bisa berupa sekumpulan
manusia yang hidup dalam wilayah yang lebih luas yang disebut bangsa. (Nina
Witasari. dkk, 2009:2)
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya
manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia
dengan belajar. (Koentjaraningrat,1984:180)
Sebagai sebuah nilai yang dihayati kebudayaan diwariskan secara turun-
temurun, dari generasi ke generasi. Proses pewarisan budaya disebut sebagai
proses enkulturasi. Proses enkulturasi berlangsung mulai dari kesatuan yang
terkecil, yakni keluarga, kerabat, masyarakat, suku bangsa hingga kesatuan yang
lebih basar lagi. (Nina Witasari, dkk, 2009:3)
Media pewarisan kebudayaan memiliki bermacam-macam bentuk. Pada
masyarakat yang sudah mengenal tulisan, media pewarisan berupa tulisan. Dan
media pewarisan berupa lisan yang berkembang dalam masyarakat berupa
nyanyian rakyat, puisi rakyat serta upacara tradisional.
Kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan
dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia,
sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan bersifat abstrak. (Nina
Witasari, dkk, 2009: 4)
F. Metode Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di dua obyek, yaitu obyek wisata air terjun
Girimanik dan Kantor Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga
Kabupaten Wonogiri. Lokasi penelitian pertama terletak sebelah timur dari kota
Wonogiri yang berjarak ± 36 km, bila ditempuh menggunakan kendaraan umum
atau kendaraan pribadi sekitar 2 jam perjalanan dari kota Wonogiri. Obyek wisata
ini terletak di di desa Setren, Kecamatan Slogohimo, Kabupaten Wonogiri. Lokasi
penelitian kedua adalah Kantor Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan
Olahraga Kabupaten Wonogiri yang terletak di tengah kota Wonogiri yaitu di
jalan Jend. Sudirman, ± 500 m sebelah selatan dari kantor Bupati Wonogiri.
2. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi adalah cara pengumpulan data dengan menggunakan jalan
mengamati, meneliti, atau mengukur kejadian yang sedang berlangsung.
Dengan cara ini data yang diperoleh adalah data faktual dan aktual, dalam arti
data yang dikumpulkan diperoleh pada saat peristiwa berlangsung.
(Kusmayadi dan Endar Sugiarto, 2000: 84-85).
b. Wawancara
Wawancara yaitu percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan ini
dilakukan oleh pihak kedua, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan
dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan yang
diajukan. Wawancara dilaksanakan secara lisan atau tatap muka dengan
sumber atau informan. Wawancara dilakukan terhadap seseorang yang
memiliki kompetensi dengan masalah penelitian yaitu Bapak Eko Sunarsono,
Kepala Desa Setren, Ibu Rosi, Bapak Pardi.
c. Studi pustaka
Adalah mempelajari buku – buku referensi yang berhubungan dengan
naskah untuk mendapatkan data sebagai landasan dalam membahas kenyataan
penelitian sehingga nantinya dapat mendukung kegiatan penelitian. Studi
pustaka dilakukan dengan mengunjungi Perpustakaan Pusat di Universitas
Sebelas Maret, Lab. Tour, Gramedia.
3. Analisis Data
Pada tahap ini data dikumpulkan dan dimanfaatkan untuk menjawab
persoalan yang diajukan dalam rumusan masalah. Analisa yang digunakan adalah
analisa deskriptif kualitatif. Metode analisa deskriptif kualitatif adalah penelitian
yang berusaha mendeskripsikan atau menggambarkan atau melukiskan fenomena
atau hubungan antar-fenomena yang diteliti dengan sistematis, faktual, dan akurat.
Tujuan dari penelitian deskriptif adalah membuat rincian, gambaran atau lukisan
secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta
hubungan antar fenomena yang diselidiki. (Kusmayadi dan Endar Sugiarto, 2000:
29).
G. Sistematika Penelitian
Bab I, pada bab ini membahas tentang latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian,
teknik pengumpulan data, analisis data dan sistematika penelitian.
Bab II, pada bab ini menjelaskan gambaran umum, sejarah, keadaan sosial budaya
dan daya tarik wisata di Kabupaten Wonogiri yang terdiri dari obyek wisata alam,
obyek wisata buatan, dan obyek wisata budaya minat khusus.
Bab III, pada bab ini membahas tentang latar belakang upacara tradisional susuk
wangan di obyek wisata air terjun Girimanik, juga membahas prosesi upacara
tradisional Susuk Wangan di obyek wisata air terjun Girimanik, membahas pengaruh
penyelenggaraan penyelenggaraan upacara tradisional Susuk Wangan terhadap
jumlah pengunjung.
Bab IV, pada bab ini membahas tentang kesimpulan dan saran
BAB II
GAMBARAN UMUM OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA DI
KABUPATEN WONOGIRI
A. Keadaan Umum Kabupaten Wonogiri
Kabupaten Wonogiri merupakan salah satu daerah tujuan wisata di Propinsi Jawa
Tengah yang berjarak ± 32 km dari kota Solo ke arah selatan. Kabupaten Wonogiri
terletak pada 7º 32º - 8º Lintang Selatan dan 110º 41º-111º 18º Bujur Timur.
Kabupaten Wonogiri sangat strategis karena terletak di ujung selatan Propinsi Jawa
Tengah dan diapit oleh Propinsi Jawa Timur dan Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Luas wilayah Kabupaten Wonogiri adalah 192.236,02 ha. (Buku Pintar
Kabupaten Wonogiri, 2004:1).
Kondisi alamnya sebagian besar berupa pegunungan berbatu gamping. Terutama
di bagian selatan yang termasuk jajaran pegunungan seribu dan merupakan mata air
dari Bengawan Solo. Secara topografis, sebagian besar wilayah Kabupaten Wonogiri
merupakan dataran rendah dengan ketinggian antara 100-300 m di atas permukaan air
laut. Sedangkan sebagian lagi merupakan dataran tinggi yaitu berada pada 500m atau
lebih dari permukaan air laut. Wilayah ini meliputi Kecamatan Jatiroto dan
Karangtengah. Fisiografi wilayah Kabupaten Wonogiri sebagian besar berupa
perbukitan bergelombang sedangkan fisiografi dataran sangat terbatas hanya di
beberapa tempat terutama pada bentuk lahan aluvial. Kondisi iklim di Kabupaten
Wonogiri termasuk tipe tropis atau memiliki dua musim yaitu musim hujan dan
kemarau. Pergantian musim berlangsung sepanjang tahun dengan temperatur suhu
17
udara rata-rata 24 º-32 º C. Curah hujan di Kabupaten Wonogiri berkisar antara
1.557-2.476 mm/ tahun dengan hari hujan antara 107-153 hari/tahun. (Buku Pintar
Kabupaten Wonogiri, 2004:1)
Dengan kondisi alam yang seperti tersebut di atas itulah, maka tidak
mengherankan apabila sebagian besar penduduknya lebih senang merantau ke kota
besar untuk mencari nafkah. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa para perantau
tersebut terkenal dengan sosok pekerja yang ulet, jujur dan kuat. Adapun hasil-hasil
produksi dari sektor pertanian antara lain: padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat,
kacang tanah. Sedangkan produksi tanaman perkebunan adalah mete, kapuk, coklat
dan cengkeh. Selain itu dari sektor industri yaitu tatah sungging (wayang kulit), batu
mulia, batu kaca, kerajinan rotan, meubel kayu, jamu, tahu tempe, gaplek, cabuk.
Dan di bidang kesenian yang terkenal di Wonogiri antara lain kethek ogleng, wayang
kulit, reog, dan ledhek. (Buku Pintar Kabupaten Wonogiri, 2004:2)
Secara administratif Kabupaten Wonogiri masuk dalam wilayah propinsi Jawa
Tengah yang terbagi menjadi 25 Kecamatan dan terdiri dari 294 kelurahan. Adapun
batas-batas wilayah Kabupaten Wonogiri adalah:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten
Karanganyar (Jawa Tengah).
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Ponorogo (Jawa Timur).
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Pacitan (Jawa Timur).
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Daerah Istimewa Yogyakarta.
(Buku Pintar Kabupaten Wonogiri, 2004:2)
B. Sejarah Singkat Kabupaten Wonogiri
Sejarah terbentuknya Kabupaten Wonogiri tidak bisa terlepas dari perjalanan
hidup dan perjuangan Raden Mas Said atau dikenal dengan julukan Pangeran Samber
Nyawa. Asal kata Wonogiri sendiri berasal dari bahasa Jawa yaitu wono
(alas/hutan/sawah) dan giri (gunung/pegunungan). Nama ini sangat tepat
menggambarkan kondisi wilayah Kabupaten Wonogiri yang memang sebagian besar
berupa sawah, hutan dan gunung.
Kabupaten Wonogiri awal mulanya merupakan daerah basis perjuangan Raden
Mas Said dalam menentang penjajahan Belanda. Raden Mas Said lahir di Kartosuro
pada hari Minggu Legi, tanggal 4 Ruwah 1650 tahun jimakir, Windu Adi Wari
Agung, atau bertepatan dengan tanggal 8 April 1725 Masehi. Raden Mas Said
merupakan putra dari Kanjeng Pangeran Aryo Mangkunegaro dan Raden Ayu Wulan.
Memasuki usia dua tahun, Raden Mas Said harus kehilangan ayahandanya karena
dibuang oleh Belanda ke tanah Kaap (Ceylon) atau Srilangka. Hal itu karena ulah keji
berupa fitnah dari Kanjeng Ratu dan Patih Danurejo. Akibatnya, Raden Mas Said
mengalami masa kecil yang jauh dari selayaknya seorang bangsawan keraton. Pada
suatu saat terjadi peristiwa yang membuat Raden Mas Said resah karena di Keraton
terjadi ketidakadilan yang dilakukan oleh Raja (Paku Buwono II) yang menempatkan
Raden Mas Said hanya sebagai Gandhek Anom yang sejajar dengan Abdi Dalem
Manteri. Padahal sesuai dengan drajat dan kedudukan Raden Mas Said seharusnya
menjadi Pangeran Sentana.(Nina Witasari, dkk, 2009: 36).
Melihat hal ini, Raden Mas Said ingin mengadukan ketidakadilan kepada Sang
Raja, akan tetapi Sang Patih Kartasosuro menanggapi dingin. Dan dengan tidak
berkata apa-apa Sang Patih memberikan emas kepada Raden Mas Said. Perilaku Sang
Patih ini membuat Raden Mas Said malu dan sangat marah karena beliau menuntut
keadilan bukan untuk mengemis.
Raden Mas Said bersama Pamannya Ki Wiradiwangsa dan Raden Sutawijaya
yang mengalami nasib yang sama, akhirnya Raden Mas Said memutuskan untuk
keluar dari Keraton dan melakukan perlawanan terhadap Raja. Raden Mas Said
bersama pengikutnya mulai mengembara mencari suatu daerah yang aman untuk
kembali menyusun kekuatan. Raden Mas Said bersama pengikutnya tiba di suatu
daerah dan mulai menggelar pertemuan-pertemuan untuk menghimpun kekuatan dan
mendirikan sebuah pemerintahan. Peristiwa itu terjadi pada hari Rabu Kliwon tanggal
3 Rabiulawal dan dalam perhitungan kalender Masehi bertepatan dengan tanggal 19
Mei 1741 Masehi. (Nina Witasari, dkk, 2009: 37).
Daerah yang dituju Raden Mas Said waktu itu adalah Dusun Nglaroh (wilayah
Kecamatan Selogiri), dan disana Raden Mas Said menggunakan sebuah batu untuk
menyusun strategi melawan ketidakadilan. Batu ini di kemudian hari dikenal sebagai
Watu Gilang yang merupakan tempat awal mula perjuangan Raden Mas Said dalam
melawan ketidakadilan dan segala bentuk penjajahan. Bersama dengan pengikut
setianya, dibentuklah pasukan inti kemudian berkembang menjadi perwira-perwira
perang yang mumpuni dengan sebutan Punggowo Baku Kawandoso Joyo. Dukungan
dari rakyat Nglaroh kepada perjuangan Raden Mas Said juga sangat tinggi yang
disesepuhi oleh Kyai Wiradiwangsa yang diangkat sebagai Patih. Dari situlah awal
mula suatu bentuk pemerintahan yang nantinya menjadi cikal bakal Kabupaten
Wonogiri.
Dalam mengendalikan perjuangannya, Raden Mas Said mengeluarkan semboyan
yang sudah menjadi ikrar sehidup semati yang terkenal dengan sumpah “Kawulo
Gusti” atau “Pamoring Kawulo Gusti” sebagai pengikat tali batin antara pemimpin
dengan rakyatnya, luluh dalam kata dan perbuatan, maju dalam derap yang serasi
bagaikan keluarga besar yang sulit dicerai-beraikan musuh. Ikrar tersebut berbunyi
“Tiji tibeh, Mati Siji Mati Kabeh, Mukti Siji Mukti Kabeh”. Ini adalah konsep
kebersamaan antara pimpinan dan rakyat yang dipimpin maupun sesama rakyat.
Raden Mas Said juga menciptakan suatu konsep manajemen pemerintahan yang
dikenal sebagai Tri Darma yaitu :
1. Mulat Sarira Hangrasa Wani, artinya berani mati dalam pertempuran karena
dalam pertempuran hanya ada dua pilihan hidup atau mati. Berani bertindak
menghadapi cobaan dan tantangan meski dalam kenyataan berat untuk
dilaksanakan. Sebaliknya, disaat menerima anugerah baik berupa harta benda atau
anugerah lain, harus diterima dengan cara yang wajar. Hangrasa Wani, mau
berbagi bahagia dengan orang lain.
2. Rumangsa Melu Handarbeni, artinya merasa ikut memiliki daerahnya, tertanam
dalam sanubari yang terdalam, sehingga pada akhirnya pada akhirnya akan
menimbulkan perasaan rela berjuang dan bekerja untuk daerahnya. Merawat dan
melestarikan kekayaan yang terkandung didalamnya.
3. Wajib Melu Hangrungkebi, artinya dengan merasa ikut memiliki timbul
kesadaran untuk berjuang hingga titik darah penghabisan untuk tanah
kelahirannya.
Kegigihan Raden Mas Said dalam memerangi musuh-musuhnya sudah tidak
diragukan lagi, bahkan hanya dengan prajurit yang jumlahnya sedikit, tidak akan
gentar melawan musuh.
Raden Mas Said merupakan panglima perang yang mumpuni, terbukti selama
hidupnya sudah melakukan tidak kurang 250 kali pertempuran dengan tidak
menderita kekalahan yang berarti. Dari sinilah Raden Mas Said mendapat julukan
“Pangeran Sambernyawa” karena dianggap sebagai penebar maut (Penyambar
Nyawa) bagi siapa saja musuhnya pada setiap pertempuran.
Berkat keuletan dan ketangguhan Raden Mas Said dalam taktik pertempuran dan
bergerilya sehingga luas wilayah perjuangannya meluas meliputi Ponorogo, Madiun
dan Rembang bahkan sampai daerah Yogyakarta. Pada akhirnya atas bujukan Sunan
Paku Buwono III, Raden Mas Said bersedia diajak ke meja perundingan guna
mengakhiri pertempuran. (Nina Witasari, dkk, 2009: 38).
Dalam perundingan yang melibatkan Sunan Paku Buwono III, Sultan
Hamengkubuwono I dan pihak Kompeni Belanda, disepakati bahwa Raden Mas Said
mendapat daerah kekuasaan dan diangkat sebagai Adipati Miji atau mandiri bergelar
Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegoro I. Penetapan
wilayah kekuasaan Raden Mas Said terjadi pada tanggal 17 Maret 1757 melalui
sebuah perjanjian di daerah Salatiga. Kedudukannya sebagai Adipati Miji sejajar
dengan kedudukan Sunan Paku Buwono III dan Sultan Hamengkubuwono I dengan
daerah kekuasaan meliputi wilayah Keduwang (daerah Wonogiri bagian timur),
Honggobayan (daerah timur laut Kota Wonogiri sampai perbatasan Jatipurno dan
Jumapolo Kabupaten Karanganyar), Sembuyan (daerah sekitar Wuryantoro dan
Baturetno), Matesih, dan Gunung Kidul. (Nina Witasari, dkk, 2009: 39).
KGPAA Mangkunegoro I membagi wilayah Kabupaten Wonogiri menjadi 5
(lima) daerah yang masing-masing memiliki ciri khas atau karakteristik yang
digunakan sebagai metode dalam menyusun strategi kepemimpinan, yaitu :
1. Daerah Nglaroh (wilayah Wonogiri bagian utara, sekarang masuk wilayah
kecamatan Selogiri). Sifat rakyat daerah ini adalah Bandol Ngrompol yang berarti
kuat dari segi rohani dan jasmani, memiliki sifat bergerombol atau berkumpul.
Karakteritik ini sangat positif dalam kaitannya untuk menggalang persatuan dan
kesatuan. Rakyat di daerah Nglaroh juga bersifat pemberani, suka berkelahi,
membuat keributan akan tetapi jika bisa memanfaatkan potensi rakyat Nglaroh
bisa menjadi kekuatan dasar yang kuat untuk perjuangan.
2. Daerah Sembuyan (wilayah Wonogiri bagian selatan sekarang Baturetno dan
Wuryantoro), mempunyai karakter sebagai Kutuk Kalung Kendho yang berarti
bersifat penurut, mudah diperintah pimpinan atau mempunyai sifat paternalistik.
3. Daerah Wiroko (wilayah sepanjang Kali Wiroko atau bagian tenggara Kabupaten
Wonogiri sekarang masuk wilayah Kecamatan Tirtomoyo). Masyarakat didaerah
ini mempunyai karakter sebagai Kethek Saranggon, mempunyai kemiripan seperti
sifat kera yang suka hidup bergerombol, sulit diatur, mudah tersinggung dan
kurang memperhatikan tata krama sopan santun. Jika didekati mereka kadang
kurang mau menghargai orang lain, tetapi jika dijauhi mereka akan sakit hati.
Istilahnya gampang-gampang susah.
4. Daerah Keduwang (wilayah Wonogiri bagian timur) masyarakatnya mempunyai
karakter sebagai Lemah Bang Gineblegan. Sifat ini bagai tanah liat yang bisa
padat dan dapat dibentuk jika ditepuk-tepuk. Masyarakat daerah ini suka berfoya-
foya, boros dan sulit untuk melaksanakan perintah. Akan tetapi bagi seorang
pemimpin yang tahu dan paham karakter sifat dan karakteristik mereka, ibarat
mampu menepuk-nepuk layaknya sifat tanah liat, maka mereka akan mudah
diarahkan ke hal yang bermanfaat.
5. Daerah Honggobayan (daerah timur laut Kota Wonogiri sampai perbatasan
Jatipurno dan Jumapolo Kabupaten Karanganyar) mempunyai karakter seperti
Asu Galak Ora Nyathek. Karakteristik masyarakat disini diibaratkan anjing buas
yang suka menggonggong akan tetapi tidak suka menggigit. Sepintas dilihat dari
tutur kata dan bahasanya, masyarakat Honggobayan memang kasar dan keras
menampakkan sifat sombong dan congkak serta tinggi hati, dan yang terkesan
adalah sifat kasar menakutkan. Akan tetapi mereka sebenarnya baik hati, perintah
pimpinan akan dikerjakan dengan penuh tanggungjawab. (Nina Witasari, dkk,
2009: 40-41).
Dengan memahami karakter daerah-daerah tersebut, Raden Mas Said menerapkan
cara yang berbeda dalam memerintah dan mengendalikan rakyat diwilayah
kekuasaannya, menggali potensi yang maksimal demi kemajuan dalam membangun
wilayah tersebut. Raden Mas Said memerintah selama kurang lebih 40 tahun dan
wafat pada tanggal 28 Desember 1795.
Setelah Raden Mas Said meninggal dunia, kekuasaan trah Mangkunegaran
diteruskan oleh putra-putra beliau. Pada masa kekuasaan KGPAA Mangkunegara VII
terjadi peristiwa penting sekitar tahun 1923 M yakni perubahan status daerah
Wonogiri yang dahulu hanya berstatus Kawedanan menjadi Kabupaten. Saat itu
Wedana Gunung Ngabehi Warso Adiningrat diangkat menjadi Bupati Wonogiri
dengan pangkat Tumenggung Warso Adiningrat. Akibat perubahan status ini, wilayah
Wonogiri pun dibagi menjadi 5 Kawedanan yaitu Kawedanan Wonogiri, Wuryantoro,
Baturetno, Jatisrono dan Purwantoro.
Pada saat itu di wilayah kekuasaan Mangkunegaran dilakukan penghematan
anggaran keraton dengan menghapuskan sebagian wilayah Kabupaten yaitu
Kabupaten Karanganyar sehingga wilayah Mangkunegaran manjadi dua yaitu
Kabupaten Mangkunegaran dan Kabupaten Wonogiri. Ini berlangsung sampai tahun
1946.
Dalam perkembangannya, rakyat Wonogiri pada masa pendudukan Jepang dan
tentara Sekutu, bersama-sama dengan rakyat Indonesia pada umumnya tidak bisa
dilepaskan dari penderitaan dan kekejaman penjajahan. Rakyat Wonogiri bersama
dengan rakyat Indonesia tergugah dan bersatu padu melawan segala bentuk
penindasan yang dilakukan oleh bangsa Belanda maupun Jepang. Semangat pemuda
Wonogiri yang tidak kenal menyerah dan ulet seakan telah menjadi karakter
tersendiri dalam berjuang memperbaiki nasib dan taraf kehidupan. (Nina Witasari,
dkk, 2009: 42).
Sejak Republik Indonesia merdeka, tanggal 17 Agustus 1945 sampai tahun 1946
di wilayah Mangkunegaran terjadi dualisme pemerintahan, yaitu Kabupaten Wonogiri
masih dalam wilayah monarki Mangkunegaran dan di lain pihak menginginkan
Kabupaten Wonogiri masuk dalam sistem demokrasi Republik Indonesia. Timbulah
gerakan Anti Swapraja yang menginginkan Wonogiri keluar dari sistem kerajaan
Mangkunegaran. Akhirnya disepakati bahwa Kabupaten Wonogiri tidak menghendaki
kembalinya Swapraja Mangkunegaran.
Sejak saat itu Kabupaten Wonogiri mempunyai status seperti sekarang, dan
masuk sebagai Kabupaten yang berada diwilayah Propinsi Jawa Tengah.
(Nina Witasari, dkk, 2009: 42)
C. Kondisi Sosial Budaya Di Kabupaten Wonogiri
1. Sosial Budaya
a. Sistem Kekerabatan
Sistem kekerabatan masyarakat Kabupaten Wonogiri pada dasarnya sama
pada masyarakat Jawa pada umumnya. Memperhitungkan hubungan seseorang
dengan orang lain berdasarkan pertalian darah. Keanggotaan di dalam kelompok
kekerabatan diperhitungkan berdasarkan pertalian darah. Keanggotaan di dalam
kelompok kekerabatan diperhitungkan berdasarkan prinsip bilateral yaitu
memperhitungkan keanggotaan kelompok melalui garis keturunan laki-laki
maupun perempuan. Bentuk kekerabatan paling kecil adalah keluarga batih.
Anggotanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak yang belum menikah.
(Wawancara dengan Eko Sunarsono, 12 Juni 2010).
b. Sistem Religi
Sebagian besar warga masyarakat Kabupaten Wonogiri masih menganut
Kepercayaan Animisme yaitu masih mempercayai adanya makhluk-makhluk
halus yang mendiami atau menempati alam sekeliling tempat tinggal mereka.
Sehingga menjadi suatu tradisi untuk mengadakan upacara-upacara
penghormatan dan penyembahan yang disertai dengan doa, sesaji dan bahkan
korban. (Wawancara dengan Eko Sunarsono, 12 Juni 2010).
2. Tradisi Masyarakat Kabupaten Wonogiri
Masyarakat Kabupaten Wonogiri merupakan bagian dari masyarakat
Jawa. Oleh karena itu masyarakat Kabupaten Wonogiri mempunyai tradisi
Jawa. Kehidupan mereka dipengaruhi oleh alam. Kabupaten Wonogiri
mempunyai tradisi baik bersifat religius maupun non religius. Tradisi yang
religius yang berada di Kabupaten Wonogiri antara lain: Upacara Tradisi
Punden Donoloyo, Upacara Tradisi Bersih Desa, Upacara Tradisional Susuk
Wangan, Upacara Kelahiran dan kematian. Tradisi yang non religius antara lain:
Gotong Royong (Sambatan), Kerja bakti. (Wawancara dengan Eko Sunarsono,
12 Juni 2010).
D. Potensi Wisata Di Kabupaten Wonogiri
Di daerah Kabupaten Wonogiri mempunyai potensi wisata yang menarik dan
layak untuk di kunjungi. Mengingat Wonogiri banyak mempunyai obyek wisata
untuk dikembangkan sehingga dapat menambah pemasukan bagi pendapatan daerah.
Potensi yang dimiliki Kabupaten Wonogiri antara lain adalah sebagai berikut:
1. Obyek Wisata Alam
a. Obyek wisata air terjun Girimanik
Obyek wisata air terjun Girimanik terletak di Kecamatan Slogohimo
dengan jarak sekitar 40 km dari Kabupaten Wonogiri. Akses jalan menuju
tempat wisata ini sangat mudah dan lancar dengan dukungan sarana umum
yang cukup memadai. Obyek wisata air terjun Girimanik merupakan tempat
wisata alam dengan suasana sejuk dan didukung panorama alam pegunungan
yang indah. Obyek wisata air terjun Girimanik mempunyai tiga buah air
terjun yang dinamakan air terjun Manik Moyo yang mempunyai ketinggian ±
100m, air terjun Tejo Moyo yang mempunyai ketinggian ± 30m, dan air
terjun Condro Moyo yang mempunyai ketinggian ± 40m. Harga tiket masuk
Rp. 3000, wisatawan dapat menikmati keindahan alam di air terjun Girimanik
ini.
b. Obyek Wisata Pantai Sembukan
Pantai Sembukan terletak di Kecamatan Paranggupito dengan jarak
tempuh dari kota Wonogiri sekitar 60 km kearah selatan atau dua jam
perjalanan. Akses jalan menuju tempat wisata ini sangat baik dan mulus.
Selain termasuk wisata alam, obyek wisata Sembukan juga termasuk obyek
wisata budaya (spiritual) yang dilengkapi dengan sarana ibadah antara lain:
masjid, paseban dan sanggar. Di obyek Wisata Pantai Sembukan mempunyai
daya tarik tersendiri yakni event budaya Labuhan Ageng yang di gelar setiap
setahun sekali pada bulan Suro tepatnya hari Jumat Kliwon. Banyak pejabat
datang ke obyek wisata ini untuk melakukan meditasi memohon kepada Yang
Kuasa agar cita-citanya dapat terkabul. Kelebihan dari pantai Sembukan
terletak pada panorama alam pantai yang sangat indah dengan dinding batu
karang terjal dan hamparan bukit-bukit karst. Harga tiket masuk adalah
sebesar Rp. 1000. (Buku Pintar Kabupaten Wonogiri, 2004:47).
c. Obyek Wisata Goa Putri Kencana
Goa Putri Kencana terletak di Desa Wonodadi Kecamatan Pracimantoro
atau berjarak 40 km dari Kota Wonogiri kearah selatan. Tempat ini memiliki
kelebihan berupa keindahan stalagtit dan stalagmit. Goa Putri Kencana berada
sekitar 250 m di atas permukaan laut. Sarana pendukung antara lain tempat
parkir, sarana ibadah dan toilet. Harga tiket masuk adalah Rp. 3000 para
pengunjung dapat memyaksikan keindahan panorama khas Goa Putri Kencana
yang mempunyai luas ± 1.000m². (Buku Pintar Kabupaten Wonogiri,
2004:49).
d. Obyek Wisata Pantai Nampu
Pantai Nampu terletak di Desa Gunturharjo Kecamatan Paranggupito yang
berjarak ± 60 km ke arah selatan dari Kota Wonogiri. Tempat wisata ini
mempunyai kelebihan berupa panorama alam pantai dengan hamparan pasir
putih membentang, serta ombak yang cukup besar. Pantai Nampu sangat
cocok untuk para pengunjung yang ingin menyaksikan keindahan laut dan
sangat potensial bagi olahraga air seperti selancar. Harga tiket masuk adalah
sebesar Rp. 1000. (Buku Pintar Kabupaten Wonogiri, 2004:51).
e. Obyek Wisata Goa Maria
Goa Maria terletak di Dusun Ngampohan Kecamatan Giriwoyo dengan
jarak tempuh dari kota Wonogiri sekitar 50 km. Goa Maria merupakan obyek
wisata spiritual bagi umat Kristiani yang ingin melakukan perenungan diri dan
berdoa agara dapat terkabul apa yang diinginkan. Selain itu Goa Maria juga
terdapat sebuah sendang yang konon dipercaya mempunyai berbagai khasiat.
Pada hari-hari tertentu banyak umat kristen yang datang, tidak hanya dari
daerah Wonogiri tetapi juga dari berbagai penjuru wilayah. Harga tiket masuk
adalah sebesar Rp. 2000. (Buku Pintar Kabupaten Wonogiri, 2004:47).
f. Obyek Wisata Cagar Alam Donoloyo
Obyek wisata yang sangat sakral. Obyek wisata ini berupa hutan jati di
mana kayu jati yang ada diperuntukkan khusus untuk membangun Istana Raja
Surakarta. Obyek wisata cagar alam ini banyak dikunjungi oleh wisatawan
minat khusus atau para pecinta alam.
g. Obyek Wisata Gunung Gandul
Obyek wisata Gunung Gandul termasuk gugusan pegunungan Seribu yang
terletak di Kota Wonogiri yang berjarak ± 3 km dari kantor Bupati Wonogiri.
Gunung Gandul adalah wahana wisata sekaligus menjadi gardu pandang
Wonogiri, obyek wisata tersebut banyak dikunjungi para remaja yang senang
berpetualang untuk menikmati keindahan alam.
2. Obyek Wisata Buatan
a. Obyek Wisata Sendang Asri Waduk Gajah Mungkur
Obyek Wisata Sendang Asri Waduk Gajah Mungkur terletak di sebelah
selatan Kota Wonogiri dengan jarak tempuh 7 km. obyek wisata ini
merupakan salah satu obyek wisata buatan di Kabupaten Wonogiri, yang
dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Wonogiri. Akses jalan dan sarana
transportasi yang mendukung obyek wisata ini sangat mudah dan murah
hanya dengan waktu tempuh 15 menit dari kota Wonogiri. Obyek wisata
Sendang Asri Waduk Gajah Mungkur mempunyai beberapa atraksi wisata
tirta seperti keindahan genangan air waduk yang dapat dinikmati dengan
perahu motor, jetsky dan jet boat. Pengunjung dapat menikmati suasana
sekitar waduk yang asri sambil naik gajah atau kereta kelinci.atraksi lainya
adalah kebun binatang mini (taman satwa), kolam renang, mainan anak-anak,
sarana olahraga ganthole dan lain-lain. Harga tiket masuk adalah Rp. 3500.
Selain itu juga terdapat event wisata budaya berbagai jenis kesenian yang
ditampilkan antara lain:
1) Gebyar Gajah Mungkur
Adalah event tahunan yang dilaksanakan di Taman Rekreasi
Sendang Asri Waduk Gajah Mungkur. Event terbesar pariwisata di
Kabupaten Wonogiri ini di gelar setiap setahun sekali untuk memeriahkan
Hari Raya Idul Fitri. Waktu pelaksanaan event ini selama dua minggu
yang dilengkapi dengan pentas kesenian berupa orkes melayu, campur
sari, parade band, dan atraksi menarik lainya.
Pada akhir penutupan Gebyar Gajah Mungkur diadakan atraksi
budaya sedekah bumi yaitu berupa upacara ritual yang dipimpin langsung
oleh Bupati Wonogiri dengan membagikan ketupat pada ribuan
pengunjung. Jumlah pengunjung pada event pariwisata ini mencapai
100.000 orang yang berasal dari dalam dan luar daerah. (Buku Pintar
Kabupaten Wonogiri, 2004:39).
2) Jamasan Pusaka Mangkunegaran
Event budaya ini dilakukan setiap tahun sebagai bentuk
penghormatan kepada Kanjeng Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I
sebagai pendiri awal pemerintahan di Kabupaten Wonogiri.
Jamasan Pusaka diisi dengan prosesi pembersihan dan perawatan
pusaka Mangkunegaran yang berada di pendopo Kabupaten Wonogiri,
Kecamatan Selogiri, dan Kecamatan Girimarto. Tempat kegiatan ini
dipusatkan dari pendopo Kabupaten kemudian dikirab dan dilakukan
jamasan di Taman Asri Waduk Gajah Mungkur. Setelah semua prosesi ini
selesai, pusaka kerajaan Mangkunegaran ini dikembalikan ke tempat
penyimpanan semula. (Buku Pintar Kabupaten Wonogiri, 2004:40).
3) Ruwatan Massal
Dalam kebudayaan masyarakat Jawa mengenal adanya aura buruk
yang ada dalam tubuh manusia. Aura ini disebabkan oleh berbagai hal
antara lain takdir dari sang pencipta, kelalaian masyarakat, atau sebab
lainya. Untuk membersihkan aura buruk ini dilakukan prosesi
pembersihan atau dikenal dengan ruwatan.
Ruwatan ini biasanya digelar dengan memakai sarana cerita wayang
kulit dengan lakon Murwakala yang di tuturkan sang dalang pengruwat.
(Buku Pintar Kabupaten Wonogiri, 2004:41).
b. Obyek Wisata Monumen Bedol Desa
Obyek Wisata Monumen Bedol Desa adalah monumen yang dibangun
oleh Pemerintah Kabupaten Wonogiri untuk menghormati penduduk
Wonogiri yang bertransmigrasi ke Sitiung, dimana tempat tinggalnya
kemudian dibangun menjadi Waduk Gajah Mungkur, Bendungan Serbaguna
ini merupakan hasil pengorbanan sebagian masyarakat Wonogiri demi
pembangunan, karena 51 desa ditenggelamkan dan 60.000 jiwa rela di
transmigrasikan dengan sistem bedhol desa. Untuk menghormati jasa dan
pengorbanan mereka, Pemerintah membangun “ Monumen Bedol Desa” di
dekat pintu air Waduk Gajah Mungkur.
c. Obyek Wisata Agro Wisata Alam Asri Cakaran
Taman rekreasi ini terletak di Desa Sendang Kecamatan Wonogiri sekitar
± 9 km ke arah barat daya dari kota Wonogiri.Taman rekreasi ini dibangun di
perairan Waduk Gajah Mungkur. Tempat ini merupakan lokasi
pembudidayaan berbagai jenis ikan air tawar dengan memanfaatkan genangan
air waduk dengan sistem jala dan karamba terapung. Harga tiket masuk adalah
sebesar Rp. 1000.
d. Obyek Wisata Museum Wayang Kulit
Obyek Wisata Museum Wayang Kulit Indonesia terletak di Kecamatan
Wuryantoro, jaraknya 15 km ke arah selatan dari Kota Kabupaten Wonogiri.
Museum Wayang Kulit terletak dipinggir jalan raya, tepatnya di
Padepokan Pak Bei Tani. Museum Wayang Kulit tersebut adalah satu-satunya
museum wayang kulit di Jawa Tengah. Harga tiket masuk adalah sebesar Rp.
2500.
e. Obyek Wisata Museum Kawasan Karst
Museum Kawasan Karst terletak di Desa Gebangharjo, Kecamatan
Pracimantoro, kabupaten Wonogiri. Dari kota Wonogiri ± 40 Km ke arah
Selatan, lokasi Museum Kawasan berada pada kawasan yang dikonservasikan.
Hal ini sesuai dengan fungsi Museum sebagai salah satu yang mengkonservasi
keberadaan karst yang ada di Indonesia.
Konsep pembangunan pada Museum Kawasan Karst yakni memadukan
antara bangunan fisik dan lingkungan alam sekitarnya, merupakan proyeksi
dari kegiatan in-door dan out-door. Keanekaragaman unsur karst di luar
bangunan mendukung arti dan fungsi Museum sehingga konsep back to
nature dapat tercapai.
Museum Kawasan Karst Indonesia mempunyai tiga lantai utama, antara
lain: lantai dasar yang divisualsasikan panel poster mengenai kronologi
pembangunan Museum Kawasan Karst dengan tema Karst untuk ilmu
pengetahuan. Lantai tengah ditampilkan maket - maket Kawasan Karst serta
kehidupan sosial budaya masa lampau dan masa sekarang. Pada lantai atas
merupakan ruangan serbaguna dan dapat digunakan sebagai ruang rapat,
presentasi dan pemutaran film yang telah di lengkapi dengan proyektor dan
layar. Harga tiket masuk adalah sebesar Rp. 2500. (Pesona Wisata Kabupaten
Wonogiri, 2006).
3. Obyek Wisata Budaya
a. Obyek Wisata Petilasan Gunung Giri
Gunung Giri adalah komplek pemakaman kerabat Keraton Surakarta yang
dipercayai dapat memberikan berkah kepada siapapun yang berziarah ke
makam ini, khususnya untuk permohonan agar usahanya dapat berhasil.
Obyek wisata ini juga merupakan petilasan Sunan Giri saat berkelana. Setiap
malam Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon banyak sekali dikunjungi orang
untuk mendapatkan berkah agar usahanya dapat berhasil atau peziarah
mengadakan upacara selamatan atas terkabulnya permohonannya. Obyek
wisata ini terletak di Alas Kethu Wonogiri yang berjarak ± 2 km dari
Kabupaten Wonogiri. (Pesona Wisata Kabupaten Wonogiri, 2006).
b. Obyek Wisata Kahyangan Dlepih
Obyek Wisata Kahyangan Dlepih terletak di Desa Dlepih Kecamatan
Tirtomoyo yang berjarak 50 km arah tenggara dari kota Wonogiri. Wisata
spiritual Kahyangan merupakan tempat petilasan Raja-Raja Tanah Jawa
(Mataram). Sampai sekarang Kahyangan masih dikeramatkan oleh Kasultanan
Yogyakarta, terbukti pada setiap 8 tahun (sewindu) sekali diadakan upacara
Labuhan Ageng. Di tempat inilah Danang Suto Wijoyo mendapatkan Wahyu
Raja dan kemudian bergelar Panembahan Senopati. Di tempat ini Danang
Suto Wijoyo mengadakan perjanjian dengan Kanjeng Ratu Kidul untuk
bersama-sama membangun pemerintahan di Jawa.
Di obyek wisata Kahyangan pada setiap malam Selasa Kliwon dan Jumat
Kliwon setiap bulan Suro Pemerintah Kabupaten Wonogiri mengadakan
upacara Sedekah Bumi. Kemudian dilanjutkan pagelaran wayang kulit
semalam suntuk. Upacara Sedekah Bumi tersebut dimaksudkan sebagai wujud
terimakasih dan doa rakyat Wonogiri kepada Tuhan Yang Maha Esa agar
selalu diberi keselamatan dan ketentraman. Obyek wisata ini banyak didatangi
pengunjung yang melakukan meditasi dan berbagai acara ritual lainya dengan
beragam permohonan. Kegiatan ini berjalan setiap hari dan mencapai
puncaknya pada malam Selasa Kliwon dan malam Jumat Kliwon. Harga tiket
masuk adalah sebesar Rp. 2500. (Pesona Wisata Kabupaten Wonogiri, 2006).
c. Obyek Wisata Sendang Siwani
Obyek Wisata Sendang Siwani terletak di Dusun Matah, Desa Singodutan
Kecamatan Selogiri yang berjarak ± 4 km dari kota Wonogiri. Sendang
Siwani merupakan salah satu petilasan Raden Mas Said (Mangkunegara I)
saat melakukan gerilya melawan penjajah Belanda. Di Sendang Siwani
tersebut Raden Mas Said mendapatkan petunjuk dari Yang Kuasa untuk
menumpas penjajah Belanda di wilayah Wonogiri. Selanjutnya di tempat
tersebut dikembangkan mitos bahwa orang yang melakukan tirakat atau
meditasi di tempat ini akan terkabul permohonanya. Hingga sampai sekarang
tempat tersebut menjadi salah satu tujuan wisata spiritual di Kabupaten
Wonogiri. (Pesona Wisata Kabupaten Wonogiri, 2006).
d. Tugu Penyimpanan Pusaka Mangkunegoro I
Tugu penyimpanan Pusaka Mangkunegoro I merupakan tempat
penyimpanan Pusaka Mangkunegaran. Beberapa Pusaka peninggalan Raden
Mas Said antara lain yaitu Keris Kyai Baladewa yang tersimpan di sebuah
bangunan tugu yang terdapat di Kecamatan Selogiri yang berjarak ± 5 km ke
arah utara Kota Wonogiri. Kemudian Keris Kyai Semar Tinandu dan Tombak
Kyai Limpung yang tersimpan di Desa Bubakan, Kecamatan Girimarto yang
berjarak ± 25 km ke arah timur laut kota Wonogiri. Pada setiap bulan Suro
diadakan upacara penjamasan pusaka-pusaka tersebut di Waduk Gajah
Mungkur Wonogiri. Menurut cerita pusaka-pusaka tersebut semuanya milik
Raden Mas Said yang pada waktu tinggal di Wonogiri pusaka tersebut
tersimpan di Desa Bubakan Kecamatan Girimarto dan Desa Nglaroh. Senjata-
senjata tersebut di gunakan sebagai senjata atau alat perang untuk melawan
Kompeni, kecuali Gong Kyai Mendung Eko Doyo Wilogo. Dari semua
pusaka-pusaka tersebut sangat ampuh dam memiliki aura ghaib, tetapi yang
paling menonjol keampuhannya menurut masyarakat adalah Keris Kyai Semar
Tinandu, sebab keris tersebut dipercayai oleh khalayak ramai dan bahkan
masih dipercayai oleh pihak keraton, bahwa pada pusaka tersebut terdapat
aura atau pemomong, maksudnya bagi siapa yang memakai pusaka tersebut
tidak akan mengalami kesusahan atau ada masalah.
Pemerintah Kabupaten Wonogiri melalui Dinas Kebudayaan, Pariwisata,
Pemuda dan Olah Raga telah melakukan tahap pengembangan untuk event
terutama jamasan pusaka harus selalu diadakan, karena merupakan salah satu
aset wisata dalam dunia kepariwisataan di Kabupaten Wonogiri. (Buku Pintar
Kabupaten Wonogiri, 2004:52).
e. Obyek Wisata Prasasti Nglaroh
Obyek Wisata Prasasti Nglaroh terletak di Desa Nglaroh Kecamatan Pule
yang berjarak ± 6 km ke arah utara Kota Wonogiri yang merupakan pintu
gerbang masuk Kabupaten Wonogiri.
Kecamatan Selogiri terkenal dengan sebutan Bumi Nglaroh, tanahnya
yang subur di aliri oleh dua buah sungai yaitu Sungai Pule dan Sungai Krisak
yang keduanya bermata air dari pegunungan Gajah Mungkur dan bermuara di
Bengawan Solo, di Desa Nglaroh merupakan awal sejarah perjuangan Raden
Mas Said dalam melawan penindasan penjajah Belanda, kemudian di Desa
Nglaroh tersebut beliau mendirikan pemerintahan darurat. Tanggal
terbentuknya pemerintahan darurat tersebut selanjutnya oleh Pemerintah
Kabupaten Wonogiri di buatkan sebuah prasasti yang kemudian dinamakan
prasasti Nglaroh dan di bakukan menjadi hari jadi Kabupaten Wonogiri yaitu
pada tanggal 19 Mei 1741.
Di tempat tersebut Raden Mas Said merasa sakit hati dan kecewa karena
Belanda telah menginjak-injak dan menindas rakyat sehingga sangat
merisaukan rakyat. Akhirnya beliau bangkit dan menentang kekerasan yang
terjadi di bangsa ini. Beliau di dukung oleh kakek dan neneknya yaitu eyang
Kudunowarso dan Eyang Sumosunarso beserta pamannya Joyo Penambang
adalah seorang yang kaya raya dan memiliki harta yang melimpah ruah
sehingga dapat mendukung pergerakan Raden Mas Said melawan penjajah.
Pada waktu itu Raden Mas Said masih berumur 16 tahun, tetapi tekad dan
cita-citanya sangat luhur yang patut di contoh oleh para pemuda-pemudi di era
sekarang ini. Perjuangan Raden Mas Said tersebut berlangsung ± 16 tahun,
setelah dari Desa Nglaroh di lanjutkan ke Desa Bubakan, Setren, Ponorogo,
Madiun hingga sampai ke Mangadeg, karena beliau sangat ramah dan baik
maka pengikutnya banyak (Buku Pintar Kabupaten Wonogiri, 2004:53).
BAB III
PROSESI UPACARA TRADISIONAL SUSUK WANGAN
DI AIR TERJUN GIRIMANIK
A. Deskripsi Wilayah Air terjun Girimanik
Air terjun Girimanik berada di Kecamatan Slogohimo merupakan salah satu
kecamatan yang menjadi pendukung sektor pariwisata di Kabupaten Wonogiri.
Kecamatan Slogohimo terletak di sebelah timur kota Wonogiri dengan jarak ± 36 km.
Kecamatan Slogohimo mempunyai luas wilayah 6.414,7955 Ha, terdapat 15 Desa
yang menempati Kecamatan tersebut dan terdapat 71 Dusun. Secara Administratif
Kecamatan Slogohimo mempunyai batas wilayah utara Kabupaten Magetan, sebelah
timur Kecamatan Bulukerto dan Kecamatan Purwantoro, batas wilayah sebelah
selatan Kecamatan Jatiroto dan Kecamatan Kismantoro, dan sebelah barat Kecamatan
Jatipurno. (Pesona Wisata Kabupaten Wonogiri, 2006).
Air terjun Girimanik terletak di Desa Stren Kecamatan Slogohimo. Daerah Stren
ini bisa dikatakan menyerupai daerah Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar,
karena potensi alam pegunungan yang menjadikan iklim di Desa Stren dingin.
Dengan kondisi alam seperti di atas maka sebagian besar penduduk di Desa Stren
bermata pencaharian sebagai petani. Hasil-hasil produksi dari sektor pertanian antara
lain: padi, jagung, ubi kayu, kacang tanah, kedelai. Sedangkan dari sektor industri
rumah tangga yaitu industri pafing, pembuatan etalase, anyaman kepang, industri
genteng. (Wawancara dengan Sri Purwanti, Kepala Desa Setren, 2 Agustus 2010)
40
Berdasarkan letak geografis tersebut maka potensi pariwisata di Kecamatan
Slogohimo sangat tepat untuk dikembangkan. Kecamatan Slogohimo mempunyai
banyak obyek wisata yang sangat menarik, obyek-obyek wisata tersebut antara lain:
Obyek wisata hutan Donoloyo, obyek wisata Goa Gedang Semampir, dan air terjun
Girimanik. (Wawancara dengan Rosi, 16 Juni 2010).
B. Sejarah Air terjun Girimanik
Air terjun Girimanik merupakan obyek wisata alam yang terletak di tengah hutan
Girimanik. Pada zaman dahulu Hutan Girimanik masih sangat lebat dan terkesan
angker, sehingga belum ada orang yang berani masuk kedalam hutan tersebut. Air
terjun Girimanik pertama kali ditemukan oleh seorang warga desa Stren. Dia bernama
Mbah Pono yang bermata pencaharian sebagai petani dan peternak kambing. Pada
suatu hari Mbah Pono mencari rumput dan kayu bakar di hutan Girimanik, dia
mendengar suara gemericik air yang berasal dari dalam hutan. Kemudian dia mencari
dimana suara gemericik air tersebut, dengan penuh semangat Mbah Pono menemukan
sebuah air terjun.yang sangat indah. Setelah kejadian itu Mbah Pono memberitahukan
kepada Pejabat Kecamatan tentang penemuan air terjun di dalam Hutan Girimanik.
Setelah penemuan air terjun yang berada di Hutan Girimanik Desa Stren tepatnya
di kawasan lereng selatan Gunung Lawu. Pemerintah Kabupaten Wonogiri
menjadikan hutan Girimanik sebagai obyek wisata alam yang sangat menarik. Di
obyek wisata alam air terjun Girimanik terdapat atraksi wisata budaya yakni Upacara
Tradisional Susuk Wangan. (Wawancara dengan Pardi, 27 Juni 2010).
C. Potensi Wisata Air Terjun Girimanik
Obyek wisata Air Terjun Girimanik merupakan salah satu obyek wisata yang
cukup diminati oleh wisatawan. Obyek wisata air terjun Girimanik merupakan wisata
alam yang berpotensi untuk dijadikan sebagai wisata andalan. Potensi-potensi wisata
ini antara lain:
1. Obyek Wisata Alam
a) Hutan Girimanik
Obyek wisata air terjun Girimanik terletak didalam hutan ini. Kawasan
hutan ini memiliki keindahan alam berupa hutan, gunung, dan perbukitan
dengan suasana yang masih alami. Kawasan ini meliputi petak 88, 94, 87, 102
dengan luas 167 Ha yang terdiri dari jenis pohon pinus yang dikelola oleh
RPH Plalar BKPH Lawu Selatan dan secara administratif pemerintahan
masuk dalam wilayah desa Setren Kecamatan Slogohimo Kabupaten
Wonogiri.
b) Air terjun Manik Moyo
Air terjun Manik Moyo mempunyai ketinggian ± 100 m. Air terjun ini
dinamakan Manik Moyo karena merupakan nama lain dari Semar dalam
pewayangan. Air terjun ini adalah yang tertinggi di Girimanik.
c) Air Terjun Tejo Moyo
Air Terjun Tejo Moyo mempunyai ketinggian ± 30 m. Terletak didekat
air terjun Manik Moyo.
d) Air Terjun Condro Moyo
Air Terjun Condro Moyo mempunyai ketinggian ± 40 m. Keindahan dan
kesejukan udara di obyek wisata ini masih sangat alami. Masyarakat setempat
percaya air terjun ini merupakan tempat berkumpulnya Punakawan.
(Wawancara dengan Rosi, 16 Juni 2010).
2. Obyek Wisata Spiritual
Desa Setren merupakan lokasi petilasan Pangeran Samber Nyawa, karena
itu banyak dijumpai tempat-tempat yang bernilai spiritual yang dapat dikunjungi.
Tempat-tempat tersebut antara lain:
a) Sendang Drajat
Sendang Drajat adalah sebuah sendang yang dipercayai untuk
meningkatkan derajat seseorang apabila seseorang meminum air sendang ini.
Menurut cerita sendang ini juga menjadi tempat pemandian Pangeran Samber
Nyawa saat bertapa di Pertapaan Girimanik. Sendang ini dipercayai oleh
masyarakat bahwa orang yang sulit mencari jodoh apabila mandi di air
sendang ini segera menemukan jodoh.
b) Sendang Nglambreh
Pada zaman dahulu sendang ini pernah digunakan untuk mandi Roro
Mendut. Pada saat itu kemben yang digunakan Roro Mendut terlepas sehingga
kelihatan nglambreh (jawa), oleh karena itu dinamakan Sendang Nglambreh.
Luas Sendang Nglambreh ini sekitar 100m². Airnya sangat dingin, menurut
cerita air telaga Nglambreh berkhasiat untuk awet muda, bagi para wanita
yang mencuci muka di sendang tersebut akan terlihat cantik dan apabila kaum
pria akan terlihat lebih tampan, sendang yang airnya sangat jernih tersebut
berada diantara tebing-tebing gunung yang berhutan sangat lebat sehingga
sangat rindang.
c) Sendang Kanestren
Menurut cerita masyarakat setempat, Sendang Kanestren adalah tempat
pemandian Pangeran Samber Nyawa sewaktu bertapa di Girimanik.
d) Pertapaan Girimanik
Pertapaan Girimanik adalah sebuah bukit yang digunakan untuk bertapa
Raden Mas Said saat bergerilya melawan penjajah Belanda agar diberikan
kejayaan dan kemenangan. Tempat tersebut kemudian disakralkan orang
untuk tempat meditasi agar permohonanya dapat terkabul. Sampai sekarang
tempat tersebut banyak dikunjungi oleh para pengusaha, pejabat, dan seniman
untuk mendapatkan berkah.
e) Batu Resi
Berdasarkan cerita, Batu Resi merupakan petilasan Pangeran Samber
Nyawa dalam bermunajat kapada Allah SWT. Sampai sekarang tempat ini
masih sering digunakan para pengunjung untuk bermunajat kepada Tuhan
Yang Maha Esa. (Wawancara dengan Rosi, 16 Juni 2010).
Berhasil tidaknya suatu tempat berkembang menjadi sutu daerah tujuan wisata
(DTW) tergantung dari faktor 4A. Berikut ini dapat dilihat potensi- potensi obyek
wisata Air Terjun Girimanik berdasarkan pendekatan 4A.
Pendekatan 4A tersebut antara lain:
1. Atraksi
a) Alam
Obyek wisata air terjun Girimanik mempunyai panorama alam yang
sangat indah berupa hutan, gunung, dan perbukitan. Dikawasan ini juga
terdapat tempat-tempat yang bernilai spiritual.
b) Kegiatan
Pada waktu-waktu tertentu ditempat ini diselenggarakan acara-acara yang
dapat menarik wisatawan. Acara-acara tersebut antara lain: upacara tradisional
Susuk Wangan, Gledekan Lawu.
2. Aksesibilitas
Obyek wisata air terjun Girimanik terletak di desa Setren kecamatan
Slogohimo kabupaten Wonogiri. Terletak di sebelah timur dari kota Wonogiri
berjarak ± 36 km dan dapat dijangkau dengan mudah. Perjalanan dapat dilakukan
dengan menggunakan sepeda motor, mobil, maupun bus.
Wisatawan yang berasal dari Solo yang menggunakan kendaran pribadi
dapat menempuh rute Solo – Wonogiri – Ngadirojo – Jatisrono -Slogohimo.
Apabila menggunakan kendaraan umum dari kota Solo turun di pasar Slogohimo
dan maik angkutan desa dengan tarif Rp. 3000 atau atau menggunakan ojek
dengan tarif Rp. 15.000.
Penunjuk arah yang terdapat di air terjun Girimanik dapat terbaca saat
menuju kawasan obyek wisata sehingga dapat memudahkan perjalanan
wisatawan.
Kondisi jalan di kawasan obyek wisata air terjun Girimanik sudah beraspal
dan rute menanjak dikarenakan berada didaerah pegunungan.
3. Amenitas
a) Akomodasi
Tersedia homestay yang dapat digunakan wisatawan yang ingin menginap.
Namun jumlahnya tidaklah banyak.
b) Rumah makan
Disekitar obyek wisata air terjun Girimanik belum ada rumah makan yang
besar, yang tersedia di obyek wisata air terjun Girimanik yakni warung makan
yang berukuran kecil dan menjual berbagai macam makanan dan minuman.
Biasanya mereka menjual makanan yang berupa nasi pecel, rujak, mie rebus,
serta minuman seperti kopi, susu, wedang jahe dll.
c) Jasa Angkutan
Jasa Angkutan menuju obyek wisata air terjun Girimanik yaitu angkutan
Desa dan ojek motor yang terdapat di terminal Slogohimo.
d) Toko Cinderamata
Wisatawan dapat membeli cinderamata di obyek wisata air terjun
Girimanik yang berupa anyaman bambu dan batu akik. Toko cinderamata di
obyek wisata ini berukuran kecil.
e) Penerangan atau listrik
Sumber daya penerangan di obyek wisata air terjun Girimanik masih
terbatas karena letaknya di daerah pegunungan. Penerangan hanya terdapat di
kawasan parkir atau fasilitas umum, sedangkan obyek wisata spiritual belum
ada penerangan.
f) Pos Keamanan
Di obyek wisata air terjun Girimanik terdapat pos keamanan. Petugas dari
Dinas Pariwisata bertanggung jawab atas keamanan obyek wisata sehingga
wisatawan dapat menikmati obyek wisata dengan nyaman.
g) Jasa Pemandu
Di obyek wisata air terjun Girimanik belum terdapat jasa pemandu khusus.
Namun bila wisatawan membutuhkan bantuan atau keterangan mengenai
kondisi obyek wisata dapat bertanya kepada pegawai yang bertugas di air
terjun Girimanik.
h) Promosi Wisata
Promosi wisata yang dilakukan oleh Dinas Kebudayaan, Pariwisata
pemuda dan olahraga yaitu menyediakan brosur-brosur tentang air terjun
Girimanik, melalui media cetak maupun
4) Aktivitas
a) Aktivitas Wisatawan
Wisatawan dapat menikmati pemandangan yang indah di kawasan air
Girimanik, kegiatan yang dapat dilakukan wisatawan yakni berupa mendaki
gunung, bermain air, bersemedi di tempat petilasan Pangeran Samber Nyawa.
b) Aktivitas Usaha
Aktivitas usaha yang dilakukan oleh penduduk setempat adalah berjualan
dan bertani. Warga masyarakat di sekitar air terjun girimanik menjual
makanan dan minuman, selain itu warga masyarakat bertani yang nantinya
hasil panenya akan dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
D. Latar Belakang Upacara Tradisional Susuk Wangan Di Air terjun Girimanik
1. Makna dan Tujuan Upacara Tradisional Susuk Wangan di air terjun
Girimanik
Upacara Tradisional Susuk Wangan merupakan perwujudan bagian tradisi
masyarakat yang sesungguhnya merupakan implementasi kebudayaan dari suatu
masyarakat. Upacara Tradisional Susuk Wangan adalah warisan budaya yang
sudah turun temurun. Upacara Tradisional Susuk Wangan diadakan setiap bulan
besar pada hari Sabtu Kliwon. Makna yang terkandung dari Upacara Tradisional
Susuk Wangan pada hakikatnya berasal dari bahasa Jawa yakni dari kata “Susuk“
yang bermakna membersihkan dan “Wangan“ yang bermakna saluran air. Warga
masyarakat Desa Stren membersihkan saluran air. Selain itu warga masyarakat
melakukan Kenduri atau selamatan. Setiap kepala keluarga diwajibkan membawa
ayam panggang dan nasi tumpeng yang dilengkapi dengan lauk untuk sesaji.
Tujuan pelaksanaan Upacara Tradisional Susuk Wangan yakni sebagai ungkapan
rasa syukur kepada Sang Khalik atas kemurahan-Nya yang telah memberikan
bumi pertiwi beserta air kehidupan bagi masyarakat dan juga menyuburkan lahan
pertanian sehingga hasil bumi melimpah. Selain itu Upacara Tradisional Susuk
Wangan juga bertujuan untuk meningkatkan semangat kegotong-royongan warga
masyarakat Desa Stren untuk menjaga dan memelihara keindahan alam yang
berada di kawasan air terjun Girimanik.
(Nina Witasari, dkk, 2009: 94)
2. Waktu dan Tempat Upacara Tradisional Susuk Wangan di air terjun
Girimanik
Waktu penyelenggaraan Upacara Tradisional Susuk Wangan di air
terjun Girimanik Kabupaten Wonogiri adalah setiap bulan Besar menurut sistem
penanggalan Jawa. Upacara biasanya diadakan pada hari Sabtu Kliwon. Kepala
Desa Setren berwenang menentukan waktu pelaksanaan upacara tradisional Susuk
Wangan. Pelaksanaan upacara bertempat di gerbang hutan Girimanik.
(Wawancara dengan Sri Purwanti, 26 Juni 2010).
3. Persiapan dan Perlengkapan Upacara Tradisional Susuk Wangan Di Air
terjun Girimanik.
Dalam mempersiapkan Prosesi Upacara Tradisional Susuk Wangan
tidak membutuhkan waktu yang lama, mengingat tradisi tersebut selalu
dilaksanakan setiap tahun. Jadi mengenai tempat, panitia atau pihak-pihak yang
terlibat dapat dikatakan tetap, walaupun ada yang berubah hanya sebagian.
Persiapan tersebut antara lain: membuat panggung yang nantinya digunakan
sebagai tempat pentas kesenian, selain itu warga masyarakat desa Stren
membersihkan saluran air serta keseluruhan tempat yang digunakan untuk
Upacara Tradisional Susuk Wangan. Demikian juga panitia pelaksana upacara
sudah dibentuk jauh hari sebelum pelaksanaan prosesi upacara. Selain itu panitia
pelaksanaan juga harus mengkoordinir pihak-pihak yang terlibat dalam Upacara
Tradisional Susuk Wangan.
Perlengkapan yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan Upacara
Tradisional Susuk Wangan sangat banyak dan barang-barang tersebut mudah
didapatkan. Perlengkapan Upacara Tradisional Susuk Wangan terdiri dari
peralatan dan sesaji. Peralatan yang digunakan dalam penyelenggaraan Upacara
Tradisional Susuk Wangan antara lain:
a) Encek (ditempatkan dalam nampan yang terbuat dari batang pisang dan bilah
bambu). Setiap Encek berisi satu tumpeng dan satu ayam panggang yang
dibawa oleh satu orang.
b) Coek peralatan ini terbuat dari pohon bambu yang digunakan untuk tempat
dupa dan kemenyan.
c) Gamelan adalah alat musik tradisional Jawa yang digunakan untuk mengiringi
kesenian atau hiburan.
d) Peralatan membersihkan saluran air yang berupa cangkul, sapu dan sabit.
e) Songsog agung atau payung kebesaran adalah peralatan yang nantinya dalam
prosesi kirab ageng.
Lambang-lambang atau makna yang terkandung dalam unsur sesaji dalam
Upacara Tradisional Susuk Wangan berupa ayam panggang dan tumpeng. Sesaji
tersebut dikumpulkan di Hutan Girimanik untuk dipanjatkan doa kemudian
sebagian sesaji dimakan bersama.
Sesaji terbentuk dalam satu encek yang berisi:
a) Ayam Panggang yang berupa ayam jantan yang berusia sedang dan ayam
tersebut dibumbu kuning atau opor serta diikat seperti jongkok sebagai simbol
berserah diri.
b) Nasi Tumpeng lengkap dengan lauk antara lain: tahu, tempe, mie dan
serundeng.
c) Pisang Raja sebagai penghormatan kepada Sang Khalik.
d) Sekar atau Bunga setaman.
(Wawancara dengan Pardi, 27 Juni 2010).
4. Tahap-tahap prosesi Upacara Tradisional Susuk Wangan di air terjun
Girimanik
a) Tahap Prosesi arak-arakan Kirab Ageng
Tahap Prosesi arak-arakan kirab Ageng dipimpin oleh pejabat Kepala
desa Stren, dengan menyertakan Song-song Ageng (payung kebesaran).
Diikuti barisan punggawa berpakaian Kejawen, 18 putri domas pembawa
bunga setaman, penduduk pembawa sesaji tirta amerta, panggang ayam dan
nasi tumpeng, barisan petani membawa cangkul, sapu dan sabit serta ditutup
barisan seniman mutihan, dan pemusik rebana. Titik akhir arak-arakan Kirab
Ageng berada di gerbang hutan Girimanik. (Wawancara dengan Sri Purwanti,
26 Juni 2010).
b) Tahap Upacara serah terima sesaji
Setelah peserta prosesi Upacara Susuk Wangan tiba di lokasi gerbang
hutan Girimanik, Manggala (pemimpin) kirab menyerahkan encek yang berisi
ayam panggang dan nasi tumpeng kepada Bupati selaku ketua panitia. Setelah
Bupati menerima encek kemudian encek yang dibawa penduduk
dikumpulkan dalam satu tempat untuk dibacakan doa dan permohonan oleh
sesepuh setempat. Setelah sesaji dibacakan Doa kemudian dibagikan kepada
semua yang menghadiri Upacara Susuk Wangan untuk dimakan. Bupati dan
Kepala Dinas Kebudayaan, pariwisata dan olahraga ikut membagikan sesaji.
Sebagian sesaji ada yang dibawa kurir masuk hutan, untuk dijadikan sajen
(sesaji) tirta amerta yang ditempatkan di sembilan lokasi di kawasan hutan
Stren, yang dianggap sakral dan memiliki kekuatan gaib. Tempat-tempat
tersebut antara lain: Pertapaan Girimanik, di tiga lokasi air terjun (Manik
Moyo, Tejo Moyo, dan Condro Moyo), Sendang Drajat, Sendang Kanastren,
Sendang Nglambreh, Umbul (sumber air) Silamuk. (Wawancara dengan Sri
Purwanti, 26 Juni 2010).
c) Tahap doa bersama
Setelah Upacara serah terima sesaji berlangsung kemudian dilanjutkan doa
bersama. Makna yang terkandung dalam doa yakni ungkapan rasa syukur
kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia yang dilimpahkan dan
permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar semua warga masyarakat
mendapatkan kesejahtaraan serta hasil bumi yang melimpah. (Wawancara
dengan Sri Purwanti, 26 Juni 2010).
d) Tahap Upacara hiburan
Setelah doa bersama selesai, Prosesi Upacara ditutup oleh Bupati
Wonogiri. Kemudian dilanjutkan dengan acara hiburan dari masyarakat
Wonogiri khususnya masyarakat Stren mempunyai berbagai jenis kesenian.
Acara hiburan yang disajikan dalam Upacara Tradisional Susuk Wangan
antara lain:
(1) Kethek ogleng
Merupakan kesenian asli Wonogiri. Kesenian ini berupa tarian yang
menirukan tingkah laku kera. Dengan kostum kera berwarna putih yang
disajikan secara atraktif dan akrobatik.
(2) Tari Gambyong
Tarian gambyong adalah tarian yang sering digunakan untuk menyambut
para tamu. Salah satu tarian Jawa yang di perankan seorang wanita yang
berkarakter lembut.
(3) Campur Sari
Kesenian yang diperankan oleh para seniman warga Stren. Terdiri dari
wiyogo (pemain musik) dan penyanyi, dan dilengkapi dengan gamelan
Jawa.
(Wawancara dengan Sri Purwanti, 26 Juni 2010).
E. Manfaat Penyelenggaraan Upacara Tradisional Susuk Wangan di Kabupaten
Wonogiri
Nenek moyang masyarakat Wonogiri mempunyai peninggalan budaya yang
sampai sekarang dapat dirasakan oleh generasi berikutnya. Dasar keyakinan itu
mendarah daging pada masyarakat pendukungnya, dalam hal ini masyarakat
mempunyai landasan kelangsungan kelestarian budaya. Selain itu keyakinan yang
kuat dari masyarakat untuk meneruskan tradisi tersebut dapat dirasakan manfaatnya.
1. Manfaat Bidang Sosial Budaya
Sikap kebersamaan masyarakat untuk mempersiapkan segala sesuatu yang
diperlukan dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Susuk Wangan. Selain itu
warga masyarakat bergotong royong membersihkan tempat dan saluran air secara
ikhlas. Selain warga masyarakat, peran serta panitia sangatlah penting, mereka
mempunyai kewajiban dan tugas-tugas tertentu dalam mempersiapkan acara
Susuk Wangan. Penyelenggaraan Upacara Tradisional Susuk Wangan akan
terwujud rasa kebersamaan, tolong menolong dan saling berbagi antar warga
dengan tidak membeda-bedakan status sosial dan status jabatan.
2. Manfaat Bidang Kebudayaan
Sebagai sebuah nilai yang dihayati, kebudayaan diwariskan secara turun
temurun. Proses pewarisan kebudayaan disebut sebagai proses enkulturasi. Proses
enkulturasi berlangsung mulai dari kesatuan yang terkecil yakni keluarga,
kerabat, masyarakat, suku bangsa hingga kesatuan yang lebih besar lagi. Melalui
proses enkulturasi ini, maka dalam benak sebagian besar anggota masyarakat
akan mempunyai pandangan. Media pewarisan kebudayaan memiliki bermacam-
macam bentuk. Upacara Tradisional Susuk Wangan adalah salah satu media
untuk mewariskan kebudayaan daerah. Sebagai masyarakat yang berbudaya sudah
sepantasnya ikut serta melestarikan dan mempertahankan, karena dalam Upacara
Tradisional Susuk Wangan telah tercermin dalam nilai-nilai luhur kebersamaan.
Untuk melestarikan dan mempertahankan nilai-nilai budaya tradisional
peninggalan nenek moyang. Pemerintah Kabupaten Wonogiri menjadikan
Upacara Tradisional Susuk Wangan sebagai Event budaya tahunan. (Nina
Witasari, dkk, 2009: 91).
3. Manfaat Bidang Pariwisata
Penyelenggaraan Upacara Tradisional Susuk Wangan sangat berpengaruh
dalam bidang pariwisata. Upacara Tradisional Susuk Wangan dapat menambah
jumlah daya tarik wisata di Kabupaten Wonogiri. Selain itu pengembangan
kepariwisataan di Kabupaten Wonogiri melalui pengangkatan Upacara
Tradisional Susuk Wangan yang dilaksanakan di air terjun Girimanik, mempunyai
pengaruh yang besar bagi Pemerintah Kabupaten Wonogiri antara lain :
a. Dapat menarik wisatawan atau pengunjung untuk datang ke obyek wisata air
terjun Girimanik. Pelaksanaan Upacara Tradisional Susuk Wangan merupakan
atraksi wisata budaya yang mendukung keberadaan obyek wisata air terjun
Girimanik.
b. Memperkenalkan potensi wisata di Kabupaten Wonogiri, khususnya obyek
wisata air terjun Girimanik dan atraksi wisata budaya. Dengan
diselenggarakannya Upacara Tradisional Susuk Wangan tersebut masyarakat
umum dapat mengetahui potensi wisata dan atraksi wisata budaya yang berada
di air terjun Girimanik ini. (Nina Witasari, dkk, 2009: 92).
4. Manfaat Bidang Ekonomi
Penyelenggaraan Upacara Tradisional Susuk Wangan di Kabupaten
Wonogiri membawa pengaruh dalam bidang ekonomi. Dengan banyaknya
wisatawan yang berkunjung ke obyek wisata air terjun Girimanik warga sekitar
dapat memanfaatkan event ini untuk mencari rezeki. Warga masyarakat yang
mempunyai keahlian dan ketrampilan memanfaatkan event ini dengan menjual
berbagai kebutuhan rumah tangga, minuman, makanan dan minuman serta
kerajinan tangan. Sehingga hasil penjualan warga masyarakat dapat dijadikan
sebagai penghasilan.
(Nina Witasari, dkk, 2009: 93).
F. Pengaruh Upacara Tradisional Susuk Wangan Terhadap Jumlah Kunjungan
Wisata di Air terjun Girimanik
Pariwisata telah menjadi kebutuhan dan gaya hidup bagi semua kalangan, tidak
saja bagi sejumlah orang yang mempunyai tingkat ekonomi tinggi semata. Salah
satunya adalah wisata budaya yang dilakukan masyarakat. Hal itu dilakukan karena
rasa ingin tahu dan sebagai wujud apresiasi terhadap suatu budaya yang dimiliki oleh
suatu daerah. Upacara Susuk Wangan merupakan salah satu aset wisata budaya yang
ada di Wonogiri.
Pada tahun 2007 obyek wisata air terjun Girimanik mulai dikelola oleh Dinas
Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Wonogiri.
Fasilitas yang ada di obyek wisata air terjun Girimanik mulai dilengkapi, seperti jalan
aspal, dan fasilitas umum lainnya.
Sejak dikelola oleh Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga
Kabupaten Wonogiri, Upacara tradisional Susuk Wangan dipromosikan secara lebih
gencar.
Untuk mengetahui pengaruh upacara tradisional Susuk Wangan terhadap jumlah
pengunjung dapat kita lihat pada tabel-tabel dibawah ini.
Tabel 1. Jumlah Kunjungan Wisata di Air terjun Girimanik Wonogiri (Data tahun 2007)
Bulan Jumlah Pengunjung
Bulan Jumlah Pengunjung
Januari 1052 Juli 375
Februari 478 Agustus 643
Maret 0 September 779
April 590 Oktober 890
Mei 246 November 1509
Juni 381 Desember 2026
(Arsip Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Wonogiri) Tahun 2007 upacara tradisional Susuk Wangan dilaksanakan pada hari Sabtu
Kliwon tanggal 19 bulan Besar atau pada tanggal 29 Desember 2007. Pada bulan
Desember 2007 tercatat jumlah pengunjung mencapai 2026 orang. Bila dibandingkan
dengan bulan – bulan sebelumnya angka tersebut adalah yang tertinggi sepanjang tahun
2007.
Tabel 2. Jumlah Kunjungan Wisata di Air terjun Girimanik Wonogiri (Data tahun 2008)
Bulan Jumlah Pengunjung
Bulan Jumlah Pengunjung
Januari 1209 Juli 1120
Februari 720 Agustus 702
Maret 50 September 30
April 799 Oktober 1160
Mei 710 November 1096
Juni 1049 Desember 2157
(Arsip Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Wonogiri)
Upacara Susuk Wangan di Girimanik pada tahun 2008 dilaksanakan pada hari
Sabtu Kliwon tanggal 14 bulan Besar atau pada tanggal tanggal 13 Desember 2008. Pada
bulan Desember 2008 tercatat jumlah pengunjung mencapai 2157 orang. Bila
dibandingkan dengan bulan – bulan sebelumnya angka tersebut adalah yang tertinggi
sepanjang tahun 2008.
Tabel 3. Jumlah Kunjungan Wisata di Air terjun Girimanik Wonogiri (Data tahun 2009)
Bulan Jumlah Pengunjung
Bulan Jumlah Pengunjung
Januari 1114 Juli 780
Februari 720 Agustus 841
Maret 300 September 2287
April 940 Oktober 3261
Mei 702 November 4509
Juni 718 Desember 1987
(Arsip Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Wonogiri)
Upacara Susuk Wangan di Girimanik pada tahun 2009 dilaksanakan pada hari
Sabtu Kliwon tanggal 10 bulan Besar atau pada tanggal tanggal 28 November 2009.
Pada bulan November 2009 tercatat jumlah pengunjung mencapai 4509 orang. Bila
dibandingkan dengan bulan – bulan sebelumnya angka tersebut adalah yang tertinggi
sepanjang tahun 2009.
Berdasarkan data yang tersaji dalam tabel-tabel diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa pelaksanaan Upacara Tradisional Susuk Wangan sangat berpengaruh terhadap
jumlah pengunjung. Data jumlah kunjungan wisata di Air Terjun Girimanik akan
meningkat pada saat dilaksanakannya Upacara Tradisional Susuk Wangan. Banyak
wisatawan yang datang dari dalam maupun luar daerah Wonogiri untuk menyaksikan
Upacara Tradisional Susuk Wangan tersebut. Pendapatan Pemerintah Kabupaten
Wonogiri dari tempat wisata ini ikut meningkat. Upacara Tradisional Susuk Wangan
telah menjadi daya tarik wisata budaya di Air Terjun Girimanik.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Upacara Tradisional Susuk Wangan merupakan perwujudan bagian tradisi
masyarakat. Upacara Tradisional Susuk Wangan adalah warisan budaya yang sudah
turun temurun. Upacara Tradisional Susuk Wangan diadakan satu tahun sekali setiap
bulan Besar pada hari Sabtu Kliwon menurut sistem penanggalan Jawa.
Pelaksanaannya bersifat terbuka dan dapat disaksikan oleh masyarakat umum. Tujuan
pelaksanaan Upacara Tradisional Susuk Wangan yakni sebagai ungkapan rasa syukur
kepada Sang Pencipta atas kemurahan-Nya yang telah memberikan bumi pertiwi
beserta air kehidupan bagi masyarakat dan juga menyuburkan lahan pertanian
sehingga hasil bumi melimpah. Selain itu Upacara Tradisional Susuk Wangan juga
bertujuan untuk meningkatkan semangat kegotong-royongan warga masyarakat Desa
Stren untuk menjaga dan memelihara keindahan alam yang berada di kawasan air
terjun Girimanik.
Upacara Tradisional Susuk Wangan di Desa Setren Girimanik ini berusaha
untuk tetap memelihara dan melestarikan nilai – nilai luhur budaya masyarakat
setempat seperti bersyukur kepada yang kuasa dan sifat kegotongroyongan dalam
bermasyarakat. Hal itu terwujud dalam 4 tahap prosesi Upacara Tradisional Susuk
Wangan. Seperti Prosesi arak-arakan Kirab Ageng, tahap upacara serah terima sesaji,
tahap doa bersama, tahap upacara hiburan yang diisi oleh jenis kesenian tradisional
seperti tari Anoman, kethek ogleng dan tari Gambyong.
60
Berdasarkan data jumlah kunjungan kepariwisataan dapat disimpulkan bahwa
pelaksanaan Upacara Tradisional Susuk Wangan memiliki pengaruh signifikan
terhadap jumlah kunjungan wisatawan di obyek wisata air terjun Girimanik ini. Hal
ini dapat dilihat pada tabel 1, 2, dan 3 bahwa terjadi peningkatan jumlah kunjungan
kepariwisataan pada saat diselenggarakannya event tersebut. Berarti dapat
disimpulkan bahwa dengan adanya penyelenggaraan event Susuk Wangan ini dapat
menambah jumlah kunjungan wisata di Air terjun Girimanik.
B. Saran
Dari kesimpulan yang telah diuraikan di atas, maka penulis mengemukakan
beberapa saran yang berkaitan dengan penelitian kali ini. Adapun saran tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Perlu adanya promosi yang lebih gencar dan sistemik untuk lebih mengenalkan
potensi wisata yang ada di air terjun Girimanik.
2. Sarana dan prasarana yang ada perlu diperbaiki dan dilengkapi agar dapat
meningkatkan kenyamanan pengunjung.
3. Memelihara dan menjaga kelestarian situs – situs sejarah yang ada di kawasan air
terjun Girimanik.
DAFTAR PUSTAKA Arsip Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Wonogiri. Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Wonogiri. 2004 Buku
Pintar Kabupaten Wonogiri. Wonogiri: Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Wonogiri.
Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Wonogiri. 2006
Pesona Wisata Kabupaten Wonogiri. Wonogiri: Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Wonogiri.
Kodhyat Ramaini, 1992. Kamus Pariwisata dan Perhotelan. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama. Kuntowijoyo. 2006. Budaya dan Masyarakat . Yogyakarta: Tiara Wacana..
Kusmayadi & Endar Sugiarto. 2000. Metodologi Penelitian Dalam Bidang
Kepariwisataan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Nina Witasari. dkk, 2009. Pengkajian Upacara Tradisional di Kabupaten Wonogiri Jawa
Tengah. Semarang : Dinas Pariwisata Provinsi Jawa Tengah Nyoman S Pendit. 2003. Ilmu Pariwisata. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Oka A. Yoeti, Dkk 2006. Pariwisata Budaya Masalah dan Solusinya. Jakarta: Pradnya
Paramita. Soekadijo. 2000. Anatomi Pariwisata. Jakarta : PT.Gramedia Pustaka Utama.
Top Related