Lab/SMF Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Tutorial Klinik
Glaukoma Akut Okuli Sinistra +
Katarak Senil Stadium Matur Okuli Sinistra
Disusun Oleh:
Andreas Tedi S.K.K 0910015001
Radhiyana Putri 0910015031
PEMBIMBING:
dr. Syamsul Hidayat, Sp.M
Laboratorium/SMF Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
Samarinda
2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
Glaukoma adalah salah satu penyakit nervus optikus yaitu berupa kerusakan progresif
nervus optikus yang dapat menimbulkan kebutaan ireversibel pada mata. Glaukoma
seringkali ditandai oleh meningkatnya tekanan intraokuler yang disertai dengan pencekungan
diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang. Glaukoma adalah penyebab kebutaan
kedua terbesar di dunia setelah katarak. Diperkirakan 66 juta penduduk dunia akan menderita
gangguan penglihatan karena glaukoma. Hampir 80.000 penduduk Amerika serikat buta
karena glaukoma sehingga penyakit ini menjadi penyebab utama kebutaan yang dapat
dicegah di Amerika serikat. Di Indonesia glaukoma kurang dikenal di masyarakat padahal
cukup banyak yang menjadi buta karenanya. Berdasarkan klasifikasi Vaughen, glaukoma
terbagi atas glaukoma primer, glaukoma kongenital, glaukoma sekunder, dan glaukoma
absolut. Glaukoma sekunder merupakan peningkatan tekanan intraokuler yang terjadi sebagai
manifestasi dari penyakit lain. Glaukoma sekunder dapat terjadi pada lensa yang mengalami
katarak.
Katarak adalah keadaan kekeruhan yang terjadi pada lensa mata. Katarak terjadi
apabila lensa mata berubah menjadi keruh akibat berbagai penyebab antara lain genetik,
kongenital, metabolik, traumatik, toksik, dan yang paling banyak dijumpai adalah katarak
senilis. Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu
usia di atas 50 tahun. Katarak senilis (age related cataract) merupakan penyebab kebutaan
dan penurunan visus terbanyak pada usia tua. Jumlah penderita katarak di seluruh dunia saat
ini lebih dari 15 juta dan akan mencapai 40 juta pada tahun 2025. Berbagai penelitian cross
sectional di Amerika Serikat mengidentifikasikan adanya katarak pada 10 % penduduk.
Angka ini meningkat 50 % untuk mereka yang berusia 65 hingga 74 tahun. Untuk warga
yang berusia lebih dari 75 tahun, angka prevalensinya 70 %. Sedangkan di Indonesia,
berdasarkan riset tahun 2007, prevalensi kebutaan nasional sebesar 0,9 %, dengan penyebab
utama adalah katarak. Prevalensi kasus katarak di Indonesia pada tahun 2007 sebesar 1,8 %.
Angka ini mengalami peningkatan dibandingkan dengan data tahun 2001, yaitu 1,2 %.
Katarak memberikan gejala berupa penurunan penglihatan secara perlahan-lahan,
pandangan berkabut, pandangan silau saat siang hari ataupun bila terkena sinar langsung.
Operasi katarak merupakan satu-satunya cara untuk mencegah kebutaan akibat katarak yang
dilakukan seluruh dokter spesialis mata di Indonesia sesuai dengan stadium katarak, baik di
Rumah Sakit maupun secara missal. Pada tutorial kasus ini akan dipaparkan bagaimana cara
mendiagnosis dan penanganan pada pasien galukoma akut dan katarak senil matur.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Katarak
Berdasarkan data WHO, katarak merupakan penyebab utama dari kebutaan dan
gangguan penglihatan di seluruh dunia. WHO memperkirakan katarak menyebabkan buta
yang bersifat reversibel lebih dari 17 juta dari 37 juta individu yang mengalami kebutaan di
seluruh dunia. Walaupun katarak dapat disebabkan oleh faktor metabolik, kongenital,
ataupun traumatik, namun katarak yang berhubungan dengan usia yaitu katarak senilis lah
yang mempunyai efek sosioekonomik paling besar. Hal ini disebabkan oleh prevalensinya
yang tinggi. Berikut tabel yang memaparkan klasifikasi kekeruhan pada lensa :
3
2.3 Katarak Senilis
2.3.1 Definisi
Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu
usia di atas 50 tahun.
2.3.2 Klasifikasi
Secara klinis, katarak senilis dikenal dalam 4 stadium, yakni stadium insipien,
stadium imatur, stadium matur, stadium hipermatur. Berikut pembagian klinis dari katarak
senilis:
Insipien Imatur Matur HipermaturKekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Seluruh Cairan lensa Normal Bisa
Bertambah (air masuk)
Normal Bisa Berkurang (air+massa lensa keluar)
Iris Normal Bisa Terdorong
Normal Bisa Tremulans
Bilik mata depan
Normal Bisa Dangkal Normal Bisa Dalam
Sudut bilik mata
Normal Bisa Sempit Normal Bisa Terbuka
Shadow test Negatif Bisa Positif Negatif Bisa Pseudopositif Penyulit - Glaukoma
Fakomorfik - Uveitis,
Glaucoma Fakolitik
Pada katarak senilis sebaiknya disingkirkan penyakit mata lokal dan penyakit sistemik seperti
diabetes mellitus yang dapat menimbulkan katarak komplikata. Pada Katarak insipien
kekeruhan dimulai pada tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior
(katarak kortikal). Vakuol mulai terlihat didalam korteks.
Pada Katarak imatur, sebagian lensa keruh atau katarak. Jika mengambil air, lensa akan
menjadi intumesen (pembengkakan lensa), bertambahnya volume lensa akibat meningkatnya
tekanan osmotik bahan lensa yang degenerative. Lensa yang menjadi bengkak dan besar akan
mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal.
Pencembungan lensa akan memberi penyulit glaukoma. Intumesen biasanya terjadi pada
katarak yang berjalan cepat. Lensa yang mencembung daya biasnya akan bertambah, yang
memberikan miopisasi.
Katarak matur adalah bentuk katarak yang seluruh proteinnya mengalami kekeruhan. Bila
kondisi intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa kembali
pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan
4
mengakibatkan kalsifikasi lensa (deposit ion Ca). bilik mata depan akan berkedalaman
normal.
Pada Katarak hipermatur, protein-protein dibagian korteks lensa telah mencair. Cairan ini
bisa keluar dari kapsul yang utuh, meninggalkan lensa yang mengerut dengan kapsul keriput.
Katarak hipermatur yang nucleus lensanya mengambang dengan bebas di dalam kantung
kapsulnya disebut katarak morgagni.
Berdasarkan morfologinya, katarak senilis dibagi menjadi 3 tipe, yakni tipe nuklear, tipe
kortikal, dan tipe subkapsular. Katarak senilis paling sering ditemui tipe nuklear, kemudian
disusul tipe kortikal. Tipe subkapsular mungkin terjadi, terutama subkapsular posterior.
Katarak Senilis Nuklear merupakan hasil proses penuaan lensa yang berlebihan, yang
melibatkan nukleus lensa yang berwarna kecoklatan. Korteks anterior dan posterior
cenderung jernih dan masih tipis. Bentuk kekeruhan nuklear ini dapat menyebabkan
terjadinya miopia berat yang memungkinkan penderita membaca jarak dekat tanpa memakai
kacamata koreksi seperti seharusnya (second sight of the aged). Pada Katarak Senilis
Kortikal kekeruhan lensa melibatkan korteks anterior, posterior, serta ekuatorial. Pada
awalnya katarak bermula dengan adanya vakuol air pada korteks yang kemudian menyusup
diantara lamelar korteks. Kekeruhan dimulai pada daerah perifer dan menjalar menuju sentral
dan sering digambarkan sebagai radial spoke-like, atau shield-like configuration. Pada
katarak kortikal terjadi peningkatan cairan yang masuk pada lensa mengakibatkan separasi
lamelar dan akhirnya terjadi kekeruhan seluruh korteks berwarna abu-abu putih yang tidak
merata. Kekeruhan ini bisa terjadi cepat tetapi juga bisa tahunan. Derajat gangguan fungsi
penglihatan bervariasi, tergantung seberapa dekat kekeruhan lensa dengan sumbu
penglihatan. Pada katarak senilis subkapsular anterior kekeruhan terjadi tepat dibawah
kapsula lensa dan dihubungkan dengan metaplasi fibrosa dari epitel anterior lensa. Sedangkan
tipe subkapsular posterior kekeruhan terjadi didepan kapsula posterior, dan dihubungkan
dengan migrasi sel epitel posterior dari lensa. Pasien katarak tipe ini terutama berusia lebih
muda dan mengalami kesulitan jika menghadapi cahaya lampu mobil dari arah yang
berlawanan dan juga oleh sinar matahari terik. Penglihatan jarak dekat mereka lebih
terganggu dibandingkan penglihatan jarak jauh. Tipe subkapsular posterior sering
dihubungkan dengan katarak akibat paparan sinar ultraviolet, penggunaan kortikosteroid
jangka panjang, trauma, peradangan, dan retinitis pigmentosa
2.3.3 Patogenesis
Patogenesis katarak sampai sekarang tidak diketahui secara pasti. Pada lensa katarak
secara karakteristik dapat ditemukan agregat-agregat protein yang menghamburkan berkas
5
cahaya dan mengurangi transparansiya.Temuan tambahan mungkin berupa vesikel di antara
serat-serat lensa atau migrasi sel epitel dan pembesaran sel-sel epitel yang menyimpang.
Setelah usia pertengahan terjadi proses kondensasi normal dalam nukleus lensa. Semakin tua
usia lensa, maka akan semakin meningkat berat dan ketebalannya namun berkurang daya
akomodasinya. Seiring dengan terbentukya lapisan baru lensa secara konsentrik, teradilah
pengerasan lensa (sklerosis lensa). Modifikasi kimiawi dan proses proteolitik yang terjad
pada molekul kristalin menghasilkan pembentukan agregat protein dengan berat molekul
yang besar. Agregat ini dapat menjadi cukup besar untuk mengubah indeks refraksi lensa
yang membuat pemantulan cahaya dan mengurangi transparansi lensa.
Modifikasi kimiawi lain yang terjadi yaitu peningkatan pigmentasi. Pada usia lanjut
juga terjadi penurunan konsentrasi glutation dan kalium namun terjadi peningkatan
konsentrasi natrium dan kalsium pada sitoplasma sel yang menyusun lensa.
2.3.4 Gambaran Klinis
Gambaran klinis katarak senilis bervariasi menurut tipe dan maturasi katarak. Pada
awalnya, hanya terdapat sedikit keluhan penglihatan, kemudian terjadi kehilangan
penglihatan progresif tanpa nyeri. Tajam penglihatan dekat biasanya masih baik kecuali pada
tipe posterior subkapsuler dan pada vakuola hidropik padat yang terletak pada bagian sentral.
Keluhan yang paling umum adalah rasa silau, terutama terjadi saat individu dengan katarak
mengemudikan kendaraan. Hal ini terjadi karena katarak mendispersikan cahaya putih dan
mengakibatkan penurunan tajam penglihatan secara drastis, multilopia, “starburst”, serta
penurunan tajam penglihatan malam hari yang dramatis. Gejala lain yang mungkin timbul
adalah diplopia dan gangguan tajam penglihatan warna.
2.3.5 Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis katarak, diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
maupun pemeriksaan penunjang. Pasien dengan katarak biasanya datang sendiri ke dokter
mata dan mengeluhkan ada katarak. Pada kondisi seperti ini anamnesis dilakukan mengarah
secara langsung. Pasien juga akan mengeluhkan bagaimana penurunan tajam penglihatan ini
mengganggu beberapa kegiatan yang sebelumnya dapat dikerjakan. Namun ada juga pasien
yang baru menyadari penurunan tajam penglihatan pada saat dilakukan pemeriksaan. Derajat
klinis pembentukan katarak, dengan menganggap bahwa tidak terdapat penyakit mata lain,
terutama dinilai berdasarkan hasil uji ketajaman penglihatan Snellen. Secara umum,
penurunan ketajaman penglihatan berhubungan langsung dengan kepadatan katarak.
Beberapa orang yang klinis katarak cukup bermakna berdasarkan pemeriksaan oftalmoskop
atau slit lamp dapat melihat cukup baik sehingga melaksanakan aktivitas sehari-hari. Lainnya
6
megalami penurunan tajam penglihatan yang tidak sebanding dengan derajat kekeruhan lensa
yang diamati. Setelah itu dapat dilakukan pemeriksaan status oftalmologi secara lengkap.
Untuk lensa bisa dinilai lebih baik dan lebih detail secara tiga dimensi dengan fokal
illumination dengan slit lamp pada mata yang sudah dilatasi maksimal. Kekeruhan lensa yang
sudah matur bisa didiagnosis dengan melihat adanya pupil putih (leukokoria) dengan mata
biasa.
2.3.6 Tatalaksana
Pengobatan terhadap katarak adalah pembedahan. Pembedahan dilakukan jika tajam
penglihatan sudah menurun sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari,
bila katarak ini menimbulkan penyulit seperti glaukoma dan uveitis. Pembedahan lensa
dengan katarak dilakukan bila mengganggu kehidupan sosial atau atas indikasi medis lainnya.
Indikasi yang paling sering dari operasi katarak ialah indikasi sosial yaitu pasien
menginginkan operasi untuk memperbaiki penglihatannya. Apabila pasien memiliki katarak
bilateral dengan fungsi penglihatan yang signifikan maka operasi dilakukan pertama pada
mata dengan katarak yang lebih berat. Indikasi medis dari operasi katarak antara lain
glaukoma fakolitik, glaukoma fakomorfik, uveitis fakoantigenik, dan dislokasi lensa ke
kamera okuli anterior. Tambahan indikasi dari operasi katarak yaitu apabila lensa sudah
keruh seluruhnya sehingga tidak dapat dinilai fundus dan dapat mengganggu diagnosis dan
manajemen penyakit mata lain misalkan retinopati diabetik dan glaukoma.
Ekstraksi katarak adalah cara pembedahan dengan mengangkat lensa yang katarak.
Dapat dilakukan dengan intrakapsular yaitu mengeluarkan lensa bersama dengan kapsul
lensa, atau ekstrakapsular yaitu mengeluarkan isi lensa (korteks dan nukleus) dengan
meninggalkan kapsul posterior. Metode operasi yang umum dipilih untuk katarak dewasa
atauanak-anak adalah dengan ECCE (extra capsular cataract extraction). Penanaman lensa
intraokular merupakan bagian dari prosedur ini. Insisi dibuat pada limbus atau kornea perifer,
bagian superior atau temporal. Dibuat sebuah saluran pada kapsul anterior dan nukeus serta
korteks lensanya diangkat. Kemudian lensa intraokular ditempatkan pada kantung kapsular
yang sudah kosong, disangga oleh kaspul posterior yang masih utuh, tetapi prosedur ini
memerlukan insisi yang relative besar.
Fakoemulsifikasi saat ini ialah teknik ECCE yang paling sering digunakan. Teknik ini
menggunakan vibraor ultrasonik genggam untuk menghanurkan nukleus yang keras hingga
substansi nukleus dan korteks dapat diaspirasimelalui insisi berukuran 3 mm. Ukuran insisi
tersebut cukup intuk memasukkan lensa intraokular yang dapat dilipat. Jika digunakan lensa
yang tidak dapat dilipat insisi dilebarkan hingga 5 mm. Keuntungan yang didapat dari bedah
7
insisi kecil ini adalah kondisi intraoperasi yang lebih terkendali, menghindari penjahitan,
perbaikan luka lebih cepat dengan derajat distorsi kornea yang lebih rendah dan mengurangi
derajat peradangan intraokular pasa operasi. Namun teknik fakoemulsifikasi menimbulkan
ririko yang lebih besar terjadinya pergeseran materi nukleus ke posterior melalui suatu
robekan kapsul posterior. Kejadian ini membutuhkan tindakan bedah vitreoretina yang
kompleks. Setelah tindakan bedah katarak ekstrakapsular apapun, mungkin terjadi kekeruhan
sekunder pada kapsular posterior yang memerlukan disisi dengan menggunakan laser. ICCE
(intracapsular cataract extraction) merupakan suatu tindakan mengangkat seluruh lensa
berikut kapsulya. Metode ini jarang dilakukan saat ini. Dapat dilakukan pada Zonula Zinn
telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah putus. Insiden terjadinya ablasio retina pasca
operasi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ECCE. Namun metode ICCE tetap merupakan
suatu prosedur yang berguna, khusunya bila tidak tersedia fasilitas untuk melakukan bedah
ekstrakapsular.
8
BAB III
LAPORAN KASUS
Anamnesa (autoanamnesa) dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Sabtu, 17
Oktober 2015
Identitas Pasien
Nama : Ny. F
Umur : 51 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Jl. Karya Bakti Rt.4
Anamnesa
Keluhan Utama: Nyeri mata kiri
Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri mata kiri menjalar ke kepala kiri dikeluhkan pasien sejak 14 hari sebelum MRS.
Nyeri dirasakan pasien semakin bertambah parah dalam 6 hari terakhir sebelum MRS. Nyeri
pada mata kiri dirasakan hingga 2 sampai 3 jam. Keluhan ini disertai dengan nyeri di
belakang mata kiri seperti ditusuk-tusuk dan mata dirasakan seperti mau terdorong keluar.
Awalnya pasien mengeluhkan mata kiri yang sangat merah sejak 6 bulan yang lalu. Selain
itu, mata kiri pasien juga gatal dan bengkak. Selain itu, pasien mengeluhkan penglihatannya
makin kabur, awalnya penglihatan kabur sudah dialami pasien sejak 1 tahun yang lalu namun
saat mata kiri merah dan bengkak, pasien mengaku penglihatan terasa makin kabur. Saat itu
pasien sempat berobat, namun setelah 4 bulan menggunakan obat tersebut, tidak ada
perubahan pada mata kiri pasien. Mata kiri pasien tetap merah namun gatal dan bengkak
sudah tidak lagi dialami pasien. Namun mata kiri pasien makin kabur yaitu hanya dapat
melihat bayangan gerakan. Pasien mengeluhkan bila matanya tersebut terkena cahaya akan
terasa perih dan pusing. Pasien juga mengeluhkan mual dan sempat muntah 3 kali.
Riwayat Penyakit Dahulu:
- Riwayat diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung, dan asma disangkal pasien
- Riwayat alergi makanan yaitu ikan asin
9
-Pasien sering mengalami sakit mata sejak remaja yaitu mata merah dan banyak
mengeluarkan kotoran
Riwayat Penyakit Keluarga:
- Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa
Pemeriksaan Fisik
Keadaaan Umum : sakit ringan
Kesadaran : kompos mentis
Tanda vital :
TD : 130/90 mmHg RR : 18x/menit
Nadi : 70x/menit Suhu : 36,9oC
Status Generalisata
Kepala leher : dalam batas normal
Thorax : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : dalam batas normal
Status Oftalmologi
Pemeriksaan Oculi Sinistra Oculi Dekstra
Visus
Pergerakan bola mata
Silia
Palpebra superior
Palpebra inferior
Konjungtiva tarsus
Konjungtiva bulbi
0
Baik ke segala arah
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Terdapat bintik bewarna hitam
6/60, pinhole 6/30
Baik ke segala arah
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
10
Kornea
COA
Pupil
Shadow test
Iris
Lensa
TIO (palpasi)
TIO tonometer Schiotz
Funduskopi
Vitreus
Keruh, edema (+)
Kedalaman dangkal
Bulat, regular, 3 mm, refleks
cahaya langsung (+), refleks
cahaya tak langsung (+)
(-)
Warna coklat
Keruh pada bagian lensa
Keras
81,7
Refleks fundus (-),
Sulit dievaluasi
Jernih
Kedalaman cukup
Bulat, regular, 3 mm, refleks
cahaya langsung (+), refleks
cahaya tak langsung (+)
(-)
Warna coklat
normal
normal
14,6
Refleks fundus (+),
Jernih
Diagnosis Kerja :
Glaukoma Akut OS + Katarak Senile Matur OS
Penatalaksanaan : - Timolol Eye Drop 2 x 1 tetes OS
- Xitrol Eye Drop 4 X 1 tetes OS
- Gliserin 2 x 1cc/KgBB
- Glaucom 2 x 1
- KSR 2 x 1
- K- diklofenak 2 x 50 mg
- Observasi TIO
Prognosis :
At vitam : Dubia ad malam
11
At functionam : ad malam
BAB IV
PEMBAHASAN
Kasus katarak pada pasien ini terjadi pada usia 51 tahun sehingga dapat digolongkan
ke dalam jenis katarak senil. Katarak senil adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada
usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun. Berbagai studi cross-sectional melaporkan prevalensi
katarak pada individu berusia 65-74 tahun adalah sebanyak 50 %, prevalensi ini meningkat
hingga 70 % pada individu di atas 75 tahun.3
Pekerjaan pasien pada kasus ini adalah pedagang yang sering bekerja di luar ruangan
dan tidak pernah menggunakan kacamata khusus untuk bekerja. Beberapa penelitian telah
dilakukan untuk mengidentifikasi faktor resiko untuk perkembangan katarak senil. Berbagai
penyebab yang berpengaruh adalah kondisi lingkungan (seperti ultraviolet), penyakit
sistemik, trauma, toksik akibat penggunaan kortikosteroid, ergot atau antikolinesterase
topikal, herediter, penyait pada mata, dan usia. Pada pasien ini, katarak yang terjadi paling
mungkin disebabkan oleh karena proses degeneratif akibat bertambahnya usia dan penyakit
yang dialami pada mata, karena pada anamnesis tidak ditemukan faktor resiko lain seperti
riwayat keluarga dengan katarak, penyakit sistemik seperti diabetes melitus, riwayat trauma
ataupun penggunaan kortikosteroid yang lama.1,3
Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Berdasarkan anamnesis didapatkan, mata kiri kabur sejak 1 tahun yang lalu dan makin kabur
sejak 2 bulan belakangan dimana pandangan kabur hanya dapat melihat bayangan gerakan
dan terasa perih serta pusing bila terkena sinar matahari. Berdasarkan pemeriksaan fisik pada
mata kiri didapatkan, visus mata kiri 0, kekeruhan pada bagian lensa, COA dangkal, shadow
test (-), dan pada funduskopi didapatkan refleks fundus (-). 1,3
Keluhan pasien ini sesuai menurut literatur dimana ditemukan gejala-gejala subjektif
pada katarak yaitu:4
Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut yang menghalangi objek
Peka terhadap sinar atau cahaya
Seperti ada titik gelap di depan mata
Penderita mengeluhkan adanya bercak-bercak putih yang tak bergerak
Melihat lingkaran di sekeliling cahaya (halo) atau cahaya terasa menyilaukan mata
Penurunan ketajaman penglihatan
Sukar mengerjakan pekerjaan sehari-hari
12
Katarak senil dapat dibagi menjadi 4 stadium yaitu insipien, imatur, matur, dan
hipermatur. Katarak matur merupakan bentuk katarak yang seluruh proteinnya mengalami
kekeruhan. Bila kondisi intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga
lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila lama
akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Pada kasus ini tindakan yang dilakukan adalah berupa
pembedahan. Hal ini sesuai dengan literatur, dimana pembedahan dilakukan jika penderita
tidak mampu lagi melakukan pekerjaannya sehari-hari atau atas indikasi medis lainnya
seperti glaukoma dan uveitis.1,6
Prognosis pada pasien ini ad malam karena penglihatan masih bisa kembali normal.
DAFTAR PUSTAKA
13
1. Ilyas, S. 2008. Ilmu Penyakit Mata Edisi III. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran
Indonesia. hal: 200-211
2. Cahyani, E. 2001. Kadar Asam Urat Serum pada Penderita Katarak. Jurnal Cermin
Dunia Kedokteran. No 132: 32-33
3. Harper, Richard A. dan Jhon P.Shock. 2008. Oftalmologi Umum Edisi XVII. Jakarta:
Penerbit EGC. hal: 169-175
4. Chitkara, DK.,et al. 2004. Pathopysiology and Epidemiology of Cataract dalam
Ophtalmology Edisi II. USA: Mosby. hal : 260-270
5. Victor, Vicente. 2010. Cataract Senile. (online) www.emedicine.com, diakses pada
05 Mei 2012
6. Angra S.K dan Madan Mohan. 2003. Medical Therapy of Cataract (Evaluation of
Catalin). Indian Jornal Ophtalmology.Vol 31: 5-8
7. Dhawan, Sanjay. 2010. Lens and Cataract. (online) www.emedicine.com, diakses
pada 05 Mei 2012
8. Victor V. 2006. Cataract Senile. (online) www.emedicine.com, diakses pada 12 Mei
2012
9. Stone, J.H. 2007. Cataract Review. British Medical Journal. Vol 43: 98-102
14