TUGAS VI KIMIA DAN MASYARAKAT : GREEN CHEMISTRY AND GREEN INDUSTRIES
Kimia hijau atau Green Chemistry atau adalah sebuah konsep yang menggiatkan rancangan,
proses dan produk yang dapat memperkecil bahkan menghilangkan penggunaan maupun pembentukan
bahan kimia beracun dan berbahaya. Kimia hijau mengarahkan pandangannya pada desain produk dan
metode proses kimia yang lebih ramah lingkungan, mengurangi, dan mencegah polusi serta sumber
polusinya. Paradigma kimia hijau ini telah mengundang dan menuntun para ilmuwan untuk
mengembangkan inovasi proses kimia yang memperbaharui proses kimia tradisional-konvensional
menjadi lebih ramah terhadap lingkungan dan juga manusia, tanpa meninggalkan prinsip-prinsip
optimasi proses produksi. Berikut ini akan dipaparkan sedikit konsep-prinsip kimia hijau.
Tahun 2005, Ryoji Noyori mengajukan tiga aspek pengembangan kimia hijau, yaitu karbon
dioksida superkritis sebagai pelarut hijau, hidrogen peroksida sebagai agen oksidasi hijau, dan
penggunaan hidrogen dalam sintesis senyawa asimetris. Aspek-aspek tersebut menjadi jauh lebih
beragam seiring dengan berkembang pesatnya gairah ilmuwan bergiat di bidang kimia hijau. Proses
kimia dalam reaktor ukuran mikro, proses kimia yang melibatkan larutan ionik (ionic liquids) maupun
reaksi kimia dalam pelarut multi fasa adalah sedikit contoh tambahan aspek.
Paul Anastas dan John C. Warner kemudian mengembangkan 12 prinsip demi mendefinisikan
kimia hijau.
1. Mencegah terbentuknya sampah sisa proses kimia dengan cara merancang sintesa kimia yang
mencegah terbentuknya sampah atau polutan.
2. Merancang bahan kimia dan produk turunannya yang aman yang menghasilkan produk kimia
yang efektif tapi tanpa atau rendah efek racunnya.
3. Merancang sintesa kimia yang jauh berkurang efek bahayanya, berarti merancang proses
dengan menggunakan dan menghasilkan senyawa yang memiliki sedikit atau tanpa efek beracun
terhadap manusia dan lingkungan.
4. Memanfaatkan asupan proses kimia dari material terbaharukan. Bahan baku dari produk
agrikultur atau aquakultur bisa dikatakan sebagai bahan baku terbaharukan, sedangkan hasil
pertambangan dikatakan sebagai bahan tak dapat diperbaharui.
5. Menggunakan katalis. Reaksi yang memanfaatkan katalis memiliki keunggulan karena hanya
menggunakan sedikit material katalis untuk mempercepat dan menaikkan produktifitas dan
proses daur reaksi.
6. Menghindari proses derivatisasi tehadap senyawa kimia. Artinya menghindari tahapan
pembentukan senyawa antara atau derivat ketika melakukan reaksi, karena agen derivat
tersebut menambah hasil samping atau hanya terbuang percuma sebagai sampah.
7. Memaksimalkan ekonomi atom dengan jalan merancang proses sehingga hasil akhir
mengandung proporsi maksimum terhadap asupan awal proses sehingga tidak menghasilkan
sampah atom.
8. Penggunaan pelarut dan kondisi reaksi yang lebih aman dengan cara mencoba menghindari
penggunaan pelarut, agen pemisah, atau bahan kimia pembantu lainnya. Pelarut digunakan
seminimal mungkin dan tidak menimbulkan masalah pencemaran atau kerusakan terhadap
lingkungan dan atmosfer. Air adalah contoh pelarut segala (universal solvent) yang ramah
lingkungan.
9. Meningkatkan efisiensi energi yaitu melakukan reaksi pada kondisi mendekati atau sama dengan
kondisi alamiah, misalnya suhu ruang dan tekanan atmosfer.
10. Merancang bahan kimia dan produknya yang dapat terdegradasi setelah digunakan menjadi
material tidak berbahaya atau tidak terakumulasi setelah digunakan.
11. Analisis pada waktu bersamaan dengan proses produksi untuk mencegah polusi. Dalam sebuah
proses, dimasukkan tahapan pengawasan dan pengendalian bersamaan dengan dan sepanjang
proses sintesis untuk mengurangi pembentukan produk samping.
12. Memperkecil potensi kecelakaan yaitu merancang bahan kimia dan wujud fisiknya yang dapat
meminimalkan potensi kecelakaan kimia misalnya ledakan, kebakaran, atau pelepasan racun ke
lingkungan.
Konsep kimia lingkungan (green chemistry) sendiri berbeda dengan konsep kimia lingkungan
(environmental chemistry). Green Chemistry lebih berfokus pada usaha untuk meminimalisir
penghasilan zat-zat berbahaya dan memaksimalkan efisiensi dari penggunaan zat-zat (substansi) kimia.
Sedangkan, Environmental Chemistry lebih menekankan pada fenomena lingkungan yang telah
tercemar oleh substansi-substansi kimia.
Untuk menuju green chemistry diperlukan kiat-kiat untuk menerapkan 12 prinsip di atas. Untuk
mendukung usaha tersebut, sejak tahun 1995, diadakan The Presidential Green Chemistry Challenge
Awards, kepada individu ataupun korporat yang dianggap telah turut andil dalam memberikan inovasi
dalam Green Chemistry. Semua ini, dilakukan dengan satu tujuan, yaitu untuk menyelamatkan bumi kita
yang tercinta ini.
Seorang mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup menyatakan bahwa pada abad ke-20,
lingkungan banyak mengalami perubahan dari kondisi alami menjadi buatan dan kerusakan lingkungan
yang paling dahsyat ditimbulkan oleh para insinyur (ahli) kimia. Menurut beliau, pada abad ke-21 ini,
para ahli kimia sudah seharusnya diajak untuk mengubah paradigm kimia yang merusak menjadi kimia
yang dapat memperbaiki lingkungan.
Sementara itu, para ilmuwan pun banyak yang mulai mengadakan penelitian mendalam mengenai
segala sesuatu mengenai konsep kimia hijau ini. Hal ini dikarenakan kegiatan-kegiatan yang kita kerjakan
di laboratorium hampir dapat dipastikan tidak lepas dari penggunaan bahan kimia yang kurang ramah
terhadap lingkungan. Seorang peraih hadiah Nobel Kimia tahun 2001 bernama Ryoji Noyori menyatakan
bahwa terdapat 3 kunci perkembangan Green Chemistry, yaitu penggunaan Supercritical Carbon Dioxide
sebagai pelarut, larutan Hidrogen Peroksida untuk proses oksidasi yang bersih (clean oxidation), dan
penggunaan Hidrogen dalam sintesis kiral (chiral synthesis).
Pertama, yang dimaksud dengan Supercritical Carbon Dioxide adalah karbon dioksida (CO 2) yang
berada dalam fase cair (liquid phase),yang berada di atas ataupun pada temperatur dan tekanan kritis.
Yaitu pada temperatur 31,1oC ke atas dan tekanan 73,3 atm. Zat ini banyak dimanfaatkan sebagai
pelarut dalam industri,dikarenakan oleh zat ini memiliki kandungan racun yang rendah dan memiliki
tidak memiliki dampak lingkungan yang berarti. Selain itu, rendahnya temperatur dari proses dan
stabilitas CO2 memungkinkannya berfungsi sebagai pelarut layaknya aqua distilata. Yang kedua adalah
Hidrogen Peroksida (H2O2), yang merupakan suatu senyawa yang lazim digunakan sebagai dalam proses
pemutihan kertas (paper-bleaching) dan desinfektan. Hidrogen Peroksida merupakan salah satu
senyawa yang tergolong ke dalam oksidator kuat. Melalui proses katalisasi, dapat dihasilkan radikal
hidroksil (-OH) yang memiliki potensial oksidasi dibawah Fluor (F). Keunggulan Hidrogen Peroksida
dibandingkan senyawa yang lain adalah, senyawa ini tidak meninggalkan residu yang berbahaya. Selain
itu, kekuatan oksidatornya dapat disesuaikan (adjustable). Ketiga adalah sintesis kiral (chiral synthesis),
yang merupakan suatu proses sintesis organik yang menghasilkan suatu senyawa dengan elemen
kiralitas yang diinginkan. Ada tiga jenis pendekatan kepada sintesis kiral, salah satunya adalah Katalisasi
Asimetris (Assymetric Catalysis). Pada intinya, teknik yang dikembangkan oleh William S. Knowles, Ryoji
Noyori, dan K. Barry Sharpless ini menunjukkan bahwa langkah dari penelitian skala kecil menuju ke arah
aplikasi industri dapat terjadi secara singkat. Selain itu, penemuan mereka sangat bermanfaat bagi
pengembangan industri farmasi / obat-obatan.
Dahulu kita hanya mengenal minyak dan gas bumi serta batu bara sebagai bahan bakar, namun
kesadaran terhadap menurunnya cadangan minyak dunia, naiknya pemanasan global dan pencemaran
udara akibat pembakaran material tadi mengubah pandangan dunia untuk mulai memikirkan sumber
energi alternatif. Maka kini ilmuwan dan praktisi industri mulai menjajagi kemungkinan sumber energi
lain yang terbaharukan dan menghasilkan lebih sedikit emisi gas rumah kaca (terutama karbon dioksida,
CO2), misalnya sinar matahari, panas bumi, angin, gelombang, biofuel, dan tentu saja gas hidrogen.
Proses perlakuan terhadap biomass demi mendapatkan hidrogen menjadi salah satu obyek
pengembangan yang paling dinamis sekaligus menantang. Biomass adalah material organik yang
terbaharukan, sehingga dapat dikatakan cadangannya tidak pernah habis. Beberapa tahun silam
teknologi pengolahan biomass yang dikenal sebagai gasifikasi biomas (gasification of biomass),
reforming dalam air superkritis (reforming in supercritical water), dan reforming dalam air (aqueous
phase reforming) telah diperkenalkan dengan harapan industri dapat segera mengadopsinya.
Kenyataannya tidaklah mudah, karena kedua teknologi yang disebutkan pertama membutuhkan kondisi
yang cukup ekstrem (temperatur dan tekanan tinggi) serta biaya investasi alat dan operasi yang sangat
tinggi. Pilihan ketiga sebenarnya cukup memenuhi syarat untuk segera diterapkan karena bisa
dikerjakan pada kondisi lebih lembut namun membutuhkan proses optimasi supaya lebih baik.
Seorang pemerhati lingkungan hidup bernama Emil Salim memaparkan dalam sebuah Seminar
Nasional Kimia 2007 di Universitas Indonesia, bahwa energi terbarukan merupakan bagian dari konsep
kimia hijau untuk menerapkan pembangunan yang berkelanjutan. Prinsip kimia hijau tersebut bisa
dalam bentuk meminimalkan sisa limbah, bahkan limbah tersebut dapat didaur ulang kembali.
Pemanfaatan energi terbarukan merupakan langkah paling konkret untuk mewujudkan kimia hijau.
Tenaga nuklir seharusnya menjadi simpanan yang baru diapakai kalau memang sudah benar-benar tidak
ada lagi sumber daya energi yang kita miliki. Menurut Ketua Forum Biodiesel Indonesia, Tatang Hernas
Soerawidjaja, saat ini pemerintah belum memiliki visi pengembangan energi terbarukan secara jelas. Hal
ini mengakibatkan ketidakpastian ekonomi.
sepanjang tahun 2000-an, dunia akademi dan penelitian di Indonesia mengalami gegap gempita
euforia biodiesel. Memang biodiesel sangat menjanjikan sebagai bahan bakar pilihan disamping bahan
bakar turunan minyak bumi. Biodiesel juga diandalkan sebagai bahan bakar yang lebih ramah lingkungan
karena lebih rendah buangan polutan CO, SOx, partikel halus, smog, bahkan polisiklik aromatik
hidrokarbon (PAH) saat dibakar dibanding minyak diesel turunan minyak bumi. Teknologi pembuatannya
mudah dan murah, kaum ilmuwan dan industri Indonesia juga sudah siap, lahan tersedia serta ragam
bahan baku melimpah. Bahkan kabar terbaru menyebutkan bahwa Jepang sudah bersiap membangun
pabrik biodiesel di Indonesia yang artinya aplikasi biodiesel di wilayah Indonesia sudah mendekati fasa
industrialisasi dan komersialisasi. Akan tetapi sampai saat ini pun wacana mengenai biodiesel pun belum
menjadi teknologi yang meluas penggunaannya di masyarakat.
Seiring berkembangnya waktu, kesadaran para pelaku industri akan konsep ini semakin
berkembang. Hampir setiap industri di negara-negara maju mulai menerapkan konsep kerja ini karena
bagaimanan pun adanya green chemistry menuntun kepada green industries karena penerapannya
ditujukan terutama di dalam sektor industri. Di Indonesia, masalah industri hijau menjadi salah satu
yang diatur dalam draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Perindustrian. Dengan adanya peraturan ini,
para perusahaan industri diwajibkan untuk mengupayakan pengembangan industrinya menuju industri
yang ramah lingkungan. Pelaksanaan pengembangan industry hijau meliputi tahap perencanaan,
pengembangan, dan kemudian pelaksanaannya. Penerapan industri hijau di antaranya dengan
menggunakan bahan baku dari material yang ramah lingkungan, desain barang yang ramah lingkungan,
menerapkan teknologi dan proses dengan sumber daya yang efisien, pengurangan emisi rumah kaca,
serta transportasi yang ramah lingkungan.
Contoh industri yang telah beralih ke deretan industri hijau adalah penyuling minuman Scotch
Whiskey. Menurut laporan WWF Internasional, Scotch Whiskey Association (sebuah konsorsium
penyuling dari Skotlandia) telah mengutarakan komitmennya untuk menurunkan level emisi gas rumah
kaca sebanyak 807 pada 2050. Langkah tersebut setara dengan penarikan 235 ribu unit mobil dari
jalanan. Selain itu, mereka berniat mengolah cairan sisa penyulingan untuk pemanasdari sumber energy
terbarukan. Scotch Whiskey adalah sejenis whiskey yang secara spesifik dibuat di Skotlandia. Para
penyuling tersebut setuju untuk mengurangi emisi mereka setelah mempelajari bahwa ketajaman rasa
minuman tersebut rupanya sering terpengaruh oleh kondisi lingkungan setempat, khususnya dalam hal
mutu air bersih dan kondisi bulir sereal yang mereka suling. Dari contoh ini kita dapat melihat bahwa
eco-products atau produk yang ramah lingkungan berpotensi diterima di pasaran karena kelebihannya
dari segi kesehatan yang lebih terjamin.
Biarpun masyarakat luas telah menyadari pentingnya perlindungan terhadap alam, tanpa dukungan
dari pemerintah teknologi hijau tidak akan tumbuh. Lewat insentif yang disediakan oleh pemerintah,
akan muncul kelompok-kelompok yang siap menghasilkan teknologi yang pro lingkungan dan akhirnya
menumbuhkan juga ragam bisnis yang sudah ada.
Korea selatan pun melihat pentingnya mendukung kolaborasi penelitian dan pembangunan bagi
industri teknologi hijau. Mereka memantau bahwa jenis industry ini menampung hampir 75% dari
pekerjaan riset yang ada di antara perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pembangunan, serta
kalangan bisnis. Para pemerintah provinsi pun mulai mencari tahu potensi keunggulannya. Masing-
masing ingin menyelaraskan kapasitas diri dengan selera pasar supaya dapat mengembangkan variasi
industri yang sudah ada.
Pemerintah di provinsi-provinsi wilayah Gyeongsang (sebelah tengah-tenggara Korea Selatan) sama-
sama mengunggulkan industri pembangkit listrik tenaga angin dan sel surya. Ada juga yang melebarkan
industri energi biologis dan material ramah lingkungan. Provinsi Chungcheongbuk-do memiliki berbagai
pabrik sel surya besar hingga menguasai 60% jenis industri ini di seluruh Korea Selatan. Bahkan,
gubernur Lee Si Jon melancarkan rencana pembangunan daerah khusus sel surya di wilayah kota
Chungju. Dukungan pemerintah seperti ini sangat penting bagi industri swasta Korea Selatan yang sudah
banyak berinvestasi di bidang sel surya, seperti LG yang sudah berinvestasi puluhan triliun rupiah di
provinsi Gyeongsangbuk-do demi bisa membangun instalasi industri baterai mereka di sana. Teknologi
baterai dan sel surya ini saling bergantung satu sama lain. Selain LG, Samsung juga merupakan salah satu
perusahaan Korea Selatan yang terkenal yang telah mengembangkan telefon genggam bertenaga surya.
Tanpa dukungan pemerintah, pengembangan-pengembangan Korea Selatan tidak akan dapat
mengalahkan tekanan persaingan dari Jepang dan Eropa yang sudah terlebih dahulu menggeser industry
sel surya Amerika Serikat (kekalahan ini diakui oleh Presiden Barrack Obama pada akhir bula Mei 2010
lalu).
gambar 1. Samsung Blue Earth.
(Sumber : http://www.mobilewhack.com)
Negara Jerman yang biarpun sudah terkenal maju, saat ini sedang melebarkan keuntungan tarif bagi
kerjasama asing untuk tujuan penelitian dan pembangunan teknologi hijau. Ini selaras dengan ide Uni
Eropah yang sedang ingin membantu generasi mendatang bisa menguasai bisnis teknologi hijau untuk
menambah pundi-pundi senilai 2.280 triliun rupiah pertahun pada 2030.
Di Indonesia, bagi industri-industri yang menerapkan prinsip teknologi hijau ini, tersedia sejenis
penghargaan yang berupa kemudahan dari pemerintah agar harga produknya dapat kompetitif di
pasaran. Industri yang menghasilkan produk yang dinilai dapat mereduksi pencemaran lingkungan akan
memperoleh berbagai insentif agar lebih berkembang dan berdaya saing di pasar ekspor. Insentif yang
diberikan akan didahulukan bagi eco-product (produk ramah lingkungan) yang menjadi unggulan. Hal ini
dijanjikan oleh Menteri Perindustrian M.S Hidayat dalam acara pemberian Penghargaan Industri Hijau
2010. Selain itu, Direktur Jendral Industri Logam Tekstil Mesin dan Aneka (ILMTA) Kamenperin Ansari
Bukhari mengatakan untuk pengadaan mesin, peralatan, dan barang modal yang berkaitan dengan
usaha mereduksi pencemaran lingkungan akan dibebaskan dari beban bea masuk. Penghargaan ini
merupakan salah satu wujud dari upaya pemerintah untuk mendorong industri agar menerapkan prinsip
ramah lingkungan. Melalui Penghargaan Industri Hijau 2010, diharapkan para produsen menyadari
pentingnya produk ramah lingkungan, sebab ketika kerusakan lingkungan terjadi, sumber daya alam
yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku mulai berkurang dan dapat menghambat kinerja
perusahaan.
Gambar 2. Pemberian Penghargaan Industri Hijau. (Sumber : http://www.detikfinance.com)
Saat ini, produk-produk ramah lingkungan menjadi tujuan global (tertuang dalam Agenda 21
hasil dari KTT Bumi dan telah menjadi kesepakatan WTO tentang Environmental Good). Dalam rangka
mempromosikan produk-produk ramah lingkungan ini, diadakanlah Eco-Products International Fair
(EPIF) yang dimotori oleh Asian Productivity Organization (APO) dan para pengusaha Jepang yang
tergabung dalam Green Productivity Adversory Committee (GPAC) dengan tujuan khusus untuk
memperkenalkan teknologi dan jasa serta infrastruktur sosial yang mendukung program mitigasi
perubahan iklim di dalam rangka mengurangi efek rumah kaca. EPIF adalah pameran dan konferensi
lingkungan hidup terbesar di Asia yang telah digelar sejak 2004. EPIF pertama kali digelar di Malaysia
(2004), selanjutnya di Thailand (2005), Singapura (2006), Vietnam (2008), Filipina (2009), dan Indonesia
(2010). Di dalam pameran ini, pengunjung disuguhi wawasan mengenai pentingnya teknologi ramah
lingkungan, produk-produk ramah lingkungan, memahami lingkungan serta bagaimana menjaganya.
Sebetulnya, kampanye 'hijau' bukan hal baru di Indonesia. Namun, sosialisasi yang dilakukan tidak
terlalu gencar sehingga banyak masyarakat yang tidak tahu dan sedikit sekali yang tergerak untuk
mengambil langkah memelihara lingkungan. Pameran ini juga mendorong para pelaku usaha agar dalam
menjalankan setiap kegiatan usahanya selalu memperhatikan lingkungan hidup agar bisa bersaing di
pasar global. Pemanfaatkan teknologi ramah lingkungan dan menghasilkan green products dapat
memperkuat eksistensi perusahaan dan mendorong perusahaan agar tetap berkembang.
Jepang yang sangat berperan di dalam pengadaan pameran tersebut, memiliki industri-industri
andalan yang terkenal di tingkat internasional, seperti Kao, Panasonic, Sanyo, Sharp, Toshiba, dll. Pada
EPIF, Kao mengangkat tema eco together dan mengumandangkan pesan Enriching lives in harmony with
nature. Kao memamerkan produk-produk yang mempromosikan aktivitas peduli lingkungan. Contoh
produknya antara lain produk-produk dengan sistem refill, barang-barang rumah tangga yang terkenal di
Jepang, usaha pengurangan limbah dalam produk pembersih, serta pengembangan dalam deterjen yang
tidak banyak mengandung fosfat. Selain Kao, perusahaan-perusahaan Jepang yang agresif di bidang
industri hijau adalah Toshiba yang berencana untuk membuat baterai untuk kendaraan-kendaraan
listrik, Mitsubishi yang terlibat dalam pembuatan polisilikon dan panel surya, Panasonic, Sanyo, Sharp,
dan Kyocera yang mengembangkan dan mengekspansi usahanya dalam bidan panel surya dan segmen
baterai. Jepang juga telah berdiri di garis depan dalam mengembangkan teknologi transportasi bersih
dengan Toyota yang telah memproduksi mobil hibrida komersial pertama bernama Toyota Prius yang
dapat digerakkan dengan bensin dan listrik. Mobil ini disertifikasi sebagai Kendaraan Emisi Super Ultra
Rendah oleh Badan Sumber Daya Udara California, sedangkan model 2004-nya disertifikasi sebagai
Kendaraan Teknologi Maju Emisi Nol (Advanced Technology Partial Zero Emission Vehicle).
Gambar 3. Toyota Prius
(Sumber : http://www.wikipedia.com)
Selain Toyota yang memiliki Prius, Nissan juga memiliki Leaf yang merupakan mobil listrik murni dan
bukan hybrid. Prototipenya didasarkan pada Nissan Tiida (Versa di AS) platform, tetapi menggunakan
motor listrik 80 kW (110 hp) / 280 N · m (£ 210 · ft) dengan baterai 24kWh lithium-ion baterai yang
memiliki jarak jangkau 100 mil (160 km). Nissan mengklaim bahwa mobil tersebut memiliki kecepatan
tertinggi lebih dari 140 km / h (87 mph). Baterai dapat diisi dengan voltase 480 Volt, 220 Volt dan 110
Volt. Dengan 480 Volt, dengan kapasitas 80% dibutuhkan waktu sekitar 30 menit. Dengan 220 Volt
seperti listrik di rumah -rumah yang ada di Indonesia dibutuhkan waktu 4 jam. , dan di Amerika Utara
dan Jepang menggunakan standar rumah tangga 110 volt membutuhkan waktu lebih lama yaitu 16 jam.
Nissan leaf juga dilengkapi peralatan yang canggih dimana mobil terhubung ke pusat data global. Sistem
tersebut memberikan dukungan, informasi, dan hiburan untuk pengemudi 24 jam sehari. Dasbor
terdapat monitor yang menampilkan daya mobil yang tersisa, di samping menampilkan pilihan stasiun
pengisian dekatnya.
Gambar 4. Nissan Leaf
(Sumber : http://www.wordpress.com)
Setiap Negara mengembangkan keunggulan-keunggulannya dalam berbagai bidang demi
mewujud-nyatakan industri hijau. Hal ini memacu industri-industri di dunia untuk berlomba menemukan
inovasi-inovasi baru maupun dari teknologi yang sudah ada. Dengan adanya penemuan-penemuan baru
ataupun pengembangan-pengembangan teknologi yang semakin ramah lingkungan, diharapkan dapat
meminimalisir terjadinya degradasi yang terjadi di alam. Tidak perlu menunggu untuk melihat sejauh
apa kerusakan yang dapat timbul di alam, tetapi mencegah terjadinya kerusakan mulai saat ini adalah
jauh lebih baik. Yang harus kita ingat adalah : Kita tidak mewarisi bumi dari orang tua kita, tapi kita
meminjam bumi ini dari anak-anak kita.
Top Related