EMPIEMA
1. Definisi
Ada beberapa pengertian mengenai empiema, yaitu:
A. Empiema adalah keadaan terkumpulnya nanah (pus) didalam ronggga pleura dapat
setempat atau mengisi seluruh rongga pleura.
B. Empiema adalah penumpukan cairan terinfeksi atau pus pada cavitas pleura
C. Empiema adalah penumpukan materi purulen pada areal pleural
Secara garis besar, empiema adalah suatu efusi pleura eksudat yang disebabkan oleh infeksi
langsung pada rongga pleura yang menyebabkan cairan pleura menjadi purulen atau keruh. Pada
empiema terdapat cairan pleura yang mana pada kultur dijumpai bakteri atau sel darah putih >
15.000 / mm3 dan protein > 3 gr/ dL.
2. Etiologi
Sebelum antibiotik berkembang, pneumokokus (Streptococus pneumoniae)
dan Streptococus b hemolyticus (Sterptococus pyogenes) adalah penyebab empiema yang
terbesar di bandingkan sekarang. Basil gram negatif seperti Escherichia coli, Pseudomonas
aeruginosa, Proteus species dan Klebsiella pneumoniae merupakan grup yang terbesar dan
hampir 30 % dijumpai pada hasil isolasi setelah berkurangnya kejadian empiema sebagai
komplikasi pneumonia pneumokokus.
Staphylococcus aureus merupakan organisme penyebab infeksi yang paling sering
menyebabkan empiema pada anak-anak, terutama pada bayi sekitar 92 % empiema pada anak-
anak di bawah 2 tahun. Bakteri gram negatif yang lain Haemophilus influenzae adalah penyebab
empiema pada anak-anak.
Empiema juga dapat disebabkan organisme yang lain seperti empiema tuberkulosis yang
sekarang jarang dijumpai pada negara berkembang. Empiema jarang disebabkan oleh jamur,
terutama pada penderita yang mengalami penurunan daya tahan tubuh
(Immunocompromised).Aspergillus species dapat menginfeksi rongga pleura dan dapat
menyebabkan empiema dan ini terkadang terjadi pada penderita yang mengalami penurunan
daya tahan tubuh yang dapat menyebabkan penyakit paru-paru dan pleura yang serius walaupun
jarang. Untuk terjadinya infeksi paru-paru, kuman pathogen harus dapat melewati saluran
pernapasan bawah. Kebanyakan orang dewasa telah memiliki antibodi untuk beberapa jenis virus
yang umum, dan kebanyakan infeksi virus bersifat ringan.
3. Patofisiologi
Infeksi paru dapat menyebabkan terjadinya empiema. Infeksi adalah komplikasi yang
paling sering terjadi. Sumber infeksi yang paling jarang termasuk sepsis abdomen, yang mana
pertama sekali dapat membentuk abses subfrenik sebelum menyebar ke rongga pleura melalui
aliran getah bening. Abses hati yang disebabkan Entamoeba histolytica mungkin juga terlibat
dan infeksi pada faring, tulang thoraks atau dinding thoraks dapat menyebar ke pleura, baik
secara langsung maupun melalui jaringan mediastinum.
Pleura dan rongga pleura dapat menjadi tempat sejumlah gangguan yang dapat
menghambat pengembangan paru atau alveolus atau keduanya. Reaksi ini dapat disebabkan oleh
penekanan pada paru akibat penimbunan udara, cairan, darah atau nanah dalam rongga pleura.
Penimbunan eksudat disebabkan oleh peradangan atau keganasan pleura, dan akibat peningkatan
permeabelitas kapiler atau gangguan absorbsi getah bening. Eksudat dan transudat dibedakan
dari kadar protein yang dikandungnya dan berat jenis. Transudat mempunyai berat jenis <1,015
dan kadar proteinnya kurang dari 3%; eksudat mempunyai berat jenis dan kadar protein lebih
tinggi, karena banyak mengandung sel. Penimbunan cairan dalam rongga pleura disebut efusi
pleura.
Infeksi oleh organisme-organisme patogen menyebabkan jaringan ikat pada membran
pleura menjadi edema dan menghasilkan suatu eksudasi cairan yang mengandung protein yang
mengisi rongga pleura yang dinamakan pus atau nanah. Jika efusi mengandung nanah, keadaan
ini disebut empiema.
4. Manifestasi Klinis
Sesak napas adalah gejala yang paling utama. Pada empiema gejala lain yang timbul
adalah panas, menggigil, dan penurunan berat badan. Gejala empiema yang timbul tergantung
dari terbentuknya atau tidaknya fistula ke bronkus, yakni berupa fistula bronkopleura. Bila tidak
terjadi fistula, maka gejalanya akan tetap berat, sementara itu apabila telah terjadi fistula maka
gejalanya akan lebih ringan.
Adapun gejala klinis yang dapat timbul adalah sebagai berikut, antara lain:
A. Sering dijumpai demam
B. Malaise dan kehilangan berat badan pada empiema kronis
C. Penderita sering mengeluh adanya nyeri pleura (Pleuritic pain)
D. Dispnea dapat disebabkan akibat kompresi atau penekanan pada paru-paru oleh cairan
empiema
E. Batuk sering dijumpai dan adanya fistula bronkopleural yang disertai dengan sputum
yang purulen yang dapat dibatukkan.
5. Komplikasi
Secara umum, empiema bisa merupakan komplikasi dari: Pneumonia,infeksi pada cedera
di dada, pembedahan dada, pecahnya kerongkongan,dan abses di perut.
Adapun komplikasi secara khusus yang dapat timbul dari empiema adalah sebagai berikut:
A. Bila yang terbesar terbentuk karena bersatunya alveoli yang pecah sehingga dapat
memperburuk fungsi dari pernapasan.
B. Pneumotoraks yang disebabkan oleh karena pecahnya bula kadang-kadang dapat
berubah menjadi ventil pneumotoraks
C. Kagagalan pernapasan dank or pulmonale merupakan komplikasi terakhir dari
empiema. Kematian justru terjadi setelah terjadinya kegagalan pernapasan. Pada
tipe pink puffer, walaupun pasien tampak sangat sesak akan terapi O2 dan CO2 darah
masih dalam batas normal.
D. Terjadinya penurunan berat badan yang hebat, terutama pada usia muda.
E. Infeksi pleura mengarah ke sepsis, perlu diadakan evaluasi pepsis secara menyeluruh,
misalnya foto dada.
F. Sepsis, yang mana pertama sekali dapat membentuk abses subfrenik sebelum
menyebar ke rongga pleura melalui aliran getah bening
6. Pemeriksaan Diagnostik
Pada pemeriksaan fisik, dengan bantuan stetoskop akan terdengar adanya penurunan
suara pernapasan dan suara pernapasan terdengar ronchi.Untuk membantu memperkuat
diagnosis, dilakukan pemeriksaan berikut
A. Rontgen dada/foto thoraks
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis
efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan. Dengan foto thoraks posisi lateral
dekubitus dapat diketahui adanya cairan dalam rongga pleura sebanyak paling sedikit 50 ml,
sedangkan dengan posisi AP atau PA paling tidak cairan dalam rongga pleura sebanya 300 ml.
B. CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan
adanya pneumonia, abses paru atau tumor.
C. USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya
sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
D. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan
terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui
sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh
pembiusan lokal).
E. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan biopsi, dimana
contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa. Pada sekitar 20% penderita,
meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat
ditentukan.
F. Analisa cairan pleura
G. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang
terkumpul.
7. Penatalaksanaan
Sasaran penatalaksanaan adalah mengalirkan cavitas pleura hingga mencapai ekspansi
paru yang optimal. Dicapai dengan drainase yang adekuat, antibiotika (dosis besar ) dan atau
streptokinase.
Drainase cairan pleura atau pus tergantung pada tahapan penyakit dengan :
A. Aspirasi jarum ( Thorasentesis ),jika cairan tidak terlalu kental.
B. Drainase tertutup dengan WSD (Underwater seal), indikasi bila nanah sangat
kental,pnemothoraks.
C. Drainase dada terbuka untuk mengeluarkan pus pleural yang mengental dan debris
serta mesekresi jaringan pulmonal yang mendasari penyakit
D. Dekortikasi, jika imflamasi telah bertahan lama.
E. Pengobatan. Obat golongan antibiotik yang dipakai adalah Klindamisin dengan dosis
3×600 mg IV, lalu 4×300 mg oral/hari. Obat injeksi diganti oral jika kondisi klien tidak panas
lagi dan merasa baikan. Atau penggunaan kombinasi obat yang sama efektifnya dengan
Klindamisin adalah Penicilin 12-18 juta unit/hari + metronidazol 2 gram/hari selama 10 hari.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN EMPIEMA
A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh
(Boedihartono, 1994 : 10).
1. Riwayat atau adanya faktor resiko
1. PPOM
2. Perokok berat
3. Imobilisasi fisik lama
4. Pemberian makanan melalui selang secara terus menerus.
5. Obat-obat imunosupresif (kemoterapi, kortikosteroid).
6. Penyakit yg melemahkan (AIDS, kanker)
7. Menghirup atau aspirasi zat iritan
8. Terpapar polusi udara terus menerus
9. Terpasang selang intrakostal.
10. Penurunan tingkat kesadaran (stupor, letargi, pra-koma, koma).
2. Pemeriksaan Fisik
1) Demam tinggi dan menggigil (awitan tiba-tiba atau berbahaya).
2) Nyeri dada pleuritik
3) Takipnea dan takikardi
4) mikoplasma, viral dan stafilokokus akan terlihat infiltrat kemerahan.
5) Kultur sputum menunjukkan adanya bakteri
6) Sinar X menunjukkan konsolidasi lobar pada pasien dengan pneumonia pneumokokus,
legionella, klebsiela, dan H.Influenza dan pada pneumonia
7) Pewarnaan garam jika infeksi disebabkan oleh bakteri gram negatif atau gram posistif.
8) Bronkoskopi
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun
potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994 : 17). Berdasarkan pada
semua data pengkajian, diagnosa keperawatan utama pasien dapat mencakup yang berikut ini:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d peningkatan produksi sputum, obesitas.
2. Ketidakefektifan pola napas b/d dispnea, ansietas, posisi tubuh.
3. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membrane kapiler-alveolar, ketidakseimbangan
perfusi-ventilasi.
4. Nyeri pleuritik b.d empiema.
5. Hypertermi b.d infeksi saluran pernapasan.
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, intoleransi makanan,
hilangnya nafsu makan, mual/ muntah.
7. Ansietas b.d nyeri pleuritik, dan ketidaktahuan.
8. Intoleransi aktivitas b.d perubahan respon pernapasan terhadap aktivitas.
C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
Diagnosa 1 : Ketidakefektifan bersihan Jalan Napas b.d peningkatan produksi sputum, obesitas.
Tujuan :
1. Mengidentifikasi/menunjukkan perilaku mencapai bersihan jalan napas.
2. Menunjukkan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih, tidak ada dispnea, sianosis.
3. Mendemonstrasikan batuk efektif.
INTERVENSI DAN RASIONALISASI
NO. TINDAKAN / INTERVENSI RASIONAL
Takipnea, pernapasan dangkal, dan
gerakan dada tak simetris sering
terjadi karena ketidaknyamanan
gerakan. Gerakan dinding dada
dan atau cairan paru.
1. Kaji frekuensi atau kedalaman
pernapasan dan gerakan dada
2. Auskultasi area paru, catat area
penurunan/tak ada aliran udara dan
bunyi napas adventisius, missal
krekels mengi.
Penurunan aliran darah terjadi
pada area konsolidasi dengan
cairan. Bunyi napas bronchial
(normal pada bronkus) dapat
terjadi juga pada area konsolidasi.
Krekels, rongkhi, dan mengi
terdengar pada inspirasi dan atau
ekspirasi pada respon terhadap
pengumpulan cairan, secret kental,
dan spasme jalan napas/obstruksi
3. Penghisapan sesuai dengan indikasi Merangsang batuk atau
pembersihan jalan napas secara
mekanik pada pasien yang tak
mampu melakukan karena batuk
tak efektif atau penurunan tingkat
kesadaran.
4. Berikan cairan sedikitnya 2.500
ml/hari, tawarkan air hangat.
Cairan (khususnya yang hangat)
memobilisasi dan mengeluarkan
sekret.
5. Ajarakan metode batuk efektif dan
terkontrol
Batuk tidak terkontrol akan
melelahkan klien.
Kolaborasi
6. Pemeriksaan sputum pasien di
laboratorium
Sputum yang di periksa guna
untuk mengetahui adanya penyakit
lain
Diagnosa 2 :
Ketidakefektifan pola napas b.d dispnea, ansietas, posisi tubuh.
Tujuan :
1. Menunjukkan pola pernapasan efektif, dibuktikan dengan status pernapasan yang tidak
berbahaya : ventilasi dan status tanda vital
2. Menunjukkan status pernapasan : ventilasi tidak terganggu, ditandai dengan indicator
gangguan sebagai berikut :
Kedalaman inspirasi dan kemudahan bernapas.
Ekspansi dada simetris.
Tidak adanya penggunaan otot bantu.
Bunyi napas tambahan tidak ada.
Napas pendek tidak ada.
INTERVENSI DAN RASIONALISASI
NO. TINDAKAN / INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan.
Catat penggunaan otot aksesori, napas
bibir, ketidakmampuan bicara.
Berguna dalam evaluasi
derajat distress pernapasan
dan atau kronisnya proses
penyakit
2. Auskultasi bunyi napas, catat area
penurunan aliran udara dan atau bunyi
tambahan
Bunyi napas mungkin
redup karena penurunan
aliran udara atau area
konsolidasi. Adanya mengi
mengindikasikan spasme
bronkus / tertahannya
secret.
3. Palpasi fremitus Penurunan tekanan vibrasi
diduga ada pengumpulan
cairan atau udara terjebak.
4. Anjurkan klien untuk tidak memikirkan
hal-hal yang menyebabkan ansietas
Salah saut faktor penyebab
hiperventilasi adalah
ansietas.
5. Pertimbangkan penggunaan kantung kertas
saat ekspirasi latih individu bernapas
perlahan dan efektif
Meningkatkan kemampuan
kontrol individu terhadap
proses ekspirasi
Kolaborasi
6. Pemberian oksigen dari dokter Agar pernapasan dapat
berjalan dengan baik
7. Jaga posisi pasien agar tetap semifowler Posisi semifowler dapat
mempermudah pasien
dalam bernafas efektif
Diagnosa 3 :
Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane kapiler-alveolar, ketidakseimbangan perfusi-
ventilasi.
Tujuan :
Menyatakan nyeri hilang/terkontrol, Menunjukkan rileks, istirahat/tidur, daan peningkatan
aktivitas dengan tepat, Mencapai fungsi paru yang maksimal, Menutarakan pentingnya latihan
paru setiap hari.
INTERVENSI DAN RASIONALISASI
NO. TINDAKAN / INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau perubahan tanda vital. Perubahan frekuensi jantung atau
TD menunjukkan bahwa pasien
mengalami nyeri, khususnya bila
alasan lain untuk perubahan tanda
vital telah terlihat.
2. Jika tidak dapat berjalan, tetapkan
suatu aturan untuk turun dari
tempat tidur, duduk di kursi
beberapa hari sekali
Meningkatkan kemampuan
ekspansi paru. Jika klien dalam
posisi duduk, kemampuan ekspansi
paru akan meningkat.
3. Bantu reposisi, setiap jam jika
mungkin
Membantu drainase postural,
mencega depresi jaringan paru atau
dada untuk pernapasan.
4. Dorong klien untuk melakukan
latihan napas dalam dan latihan
batuk terkontrol 5 kali setiap jam
Meningkatkan ekspansi paru dan
asupan oksigen kedalam paru dan
sistem peredaran darah.