Keefektifan Traffic Management Centre dalam Menangani Masalah Lalu Lintas di Jakarta
Disusun Oleh:
Yosseane Widia Kristi
0806396600
Ilmu Admimnistrasi Fiskal
Departemen Ilmu Administrasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Indonesia
Depok, 2010
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Mobilitas penduduk menuju daerah perkotaan di Indonesia semakin meningkat
dengan pesat, ditunjukkan oleh angka pertumbuhan penduduk kota yang sangat tinggi,
utamanya terjadi pada periode tahun 1980-1990 (7,85 persen per tahun)1. Tingkat
pertumbuhan penduduk kota turun tajam menjadi 2,01 pada periode 1990-2000, tetapi jika
dilihat persentase penduduk yang tinggal di kota tampak semakin meningkat dengan pesat.
Sensus Penduduk Indonesia menunjukkan, persentase penduduk kota di Indonesia pada tahun
1980 hanya sebesar 22,38 persen, angka tersebut telah meningkat menjadi 35,91 persen pada
tahun 1990. Sepuluh tahun kemudian (2000), persentase penduduk kota di Indonesia telah
mencapai sebesar 42,43 (BPS, 1982, 1992 dan 2001).
Kota-kota besar, utamanya Jakarta merupakan daerah tujuan utama bagi pelaku
mobilitas penduduk. Pada periode tahun 1980-1990, pertumbuhan penduduk di Provinsi DKI
Jakarta mencapai 3,08 persen, kemudian turun menjadi 0,14 persen per tahun pada periode
tahun 1990-2000. Selain karena pengaruh turunnya angka fertilitas, migrasi keluar DKI
Jakarta (utamanya ke kota-kota sekitarnya) diperkirakan menjadi faktor utama penurunan
tingkat pertumbuhan penduduk. Namun, tingkat pertumbuhan penduduk yang sangat rendah
tersebut tidak selalu mengindikasikan kecilnya arus mobilitas penduduk menuju kota Jakarta.
Hal ini karena angka pertumbuhan penduduk tidak memperhitungkan fenomena mobilitas
penduduk non-permanen, padahal jumlah pelaku mobilitas ini diperkirakan cukup besar.
Tidak tersedia data statistik tentang mobilitas penduduk non-permanen, utamanya karena
pola migrasi ini tidak tercakup dalam sensus penduduk (Skeldon, 1997; ESCAP dan UNPF,
2002), padahal jumlah migran non-permanen di kota diperkirakan cukup signifikan. Sebagai
gambaran, dalam penelitiannya di DKI Jakarta, Lembaga Demografi-UI (seperti dikutip oleh
Toersilaningsih, 2003:6) menemukan perbedaan jumlah penduduk sekitar 1,2 juta jiwa antara
sumber sensus penduduk 1990 dan registrasi penduduk yang diselenggarakan pada bulan
yang sama dengan bulan pelaksanaan sensus. Perbedaan angka tersebut menggambarkan
1 Pertumbuhan penduduk kota dihasilkan oleh tiga faktor: pertumbuhan penduduk alami, perubahan status daerah yang semula dikategorikan perdesaan menjadi perkotaan, dan migrasi desa-kota (ESCAP dan UNPF, 2002). Migrasi desa-kota dapat dianggap menjadi faktor utama dalam mempengaruhi pertumbuhan penduduk kota ketika angka pertumbuhan penduduk mencapai > 2,5 persen per tahun, sedang jika angka pertumbuhan penduduk berada diantara 2,0-2,5 persen per tahun mengindikasikan bahwa pertumbuhan alami lebih dominan daripada migrasi, selanjutnya apabila angka pertumbuhan < 2,0 mengindikasikan bahwa net migrasi kota rendah, bahkan bisa negatif (Mamas, 2000:2).
2
cukup besarnya arus mobilitas penduduk non-permanen masuk kota Jakarta. Indikasi lain dari
besarnya arus mobilitas non-permanen terlihat dari jumlah pemegang kartu identitas
pendatang (KIP) yang cukup besar, yaitu 7.211 pada Bulan April 2004 (Suku Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Jakarta, 2004).
Kedatangan migran (baik permanen maupun non-permanen) di daerah perkotaan
berdampak positif maupun negatif, tergantung pada sudut pandang masing-masing pihak
terlibat. Dari sisi pelaku migrasi, melakukan mobilitas ke kota merupakan suatu hal yang
positif karena mereka dapat memperoleh penghasilan/upah yang lebih tinggi dibandingkan
dengan biaya perpindahan. Sebaliknya, arus migrasi ke kota yang cukup besar pada
umumnya dipandang negatif bagi kepentingan kota yang memerlukan peningkatan kualitas
dan kuantitas fasilitas sosial, lingkungan, keindahan dan ketertiban (Bandiyono, 2004:3).
Pelaku migrasi ke kota (utamanya kelompok pendatang dengan kualitas rendah)
menimbulkan berbagai masalah, antara lain berkembangnya kawasan permukiman kumuh,
degradasi lingkungan, kerawanan sosial dan tindak kriminal, dan permasalahan
pengangguran serta kemiskinan, lalu yang tak luput pula permasalahan dibidang sarana dan
prasarana transportasi.
Kepadatan penduduk yang terus bertambah, kebutuhan orang yang semakin banyak,
serta kemajuan teknologi yang semakin canggih membawa implikasi semakin ramainya
transportasi di jalanan. Transportasi adalah pergerakan manusia, barang, dan informasi dari
suatu tempat ke tempat lain dengan aman, nyaman, cepat, murah dan sesuai dengan
lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.2 Transportasi yang tertib, lancar,
aman, nyaman dan efisien merupakan pilihan yang ditetapkan dalam pengembangan sistem
transportasi. Pengembangan transportasi juga mengemban misi bahwa harus mampu
mengurangi kemacetan, kecelakaan dan mampu mengurangi gangguan/permasalahan lalu
lintas.
Permasalahan lalu lintas di Jakarta, sebagai salah satu kota tujuan dari mobilitas
penduduk, tidak akan bisa dilepaskan dari tipologi kota Jakarta. Berbeda dengan kota-kota
lain di Indonesia, kota Jakarta mempunyai kompleksitas yang sangat ruimit dan mempunyai
implikasi pada berbagai hal, baik itu masalah polilik, ekonomi, sosial, budaya, termasuk
dalam masalah transportasi.
Menyimak bagaimana tipologi Kota Jakarta, maka kita akan bisa melihat Kota Jakarta
dengan berbagai posisi yang akan sangat berpengaruh pada faktor-faktor lain dalam dinamika
kehidupan sosial polilik masyarakat. Pertama, statusnya sebagai ibu kola Negara menjadikan
2 Arif Budiarto dan Mahmudah, Rekayasa Lalu Lintas, Penerbit: UNS Press, 2007, hal. 1.
3
Jakarta sebagai pusat pemerintahan yang menyebabkan banyak kegiatan kenegaraan di Kota
Jakarta yang menuntut aturan protokoler, baik nasional, maupun internasional dan
pengamanan khusus, termasuk di bidang lalu lintas. Kedua, sebagai sentra politik Jakarta
memiliki pengaruh dalam penetapan berbagai kebijakan. Kebijakan tersebut, akan
memepengaruhi secara langsung maupun tidak langsung terhadap bidang lalu lintas, karena
selalu akan terkait dengan mobilitas orang dan barang. Ketiga, Sebagai sentra perekonomian
Indonesia, menyebabkan tingkat kepadatan dan kompleksitas masalah lalu lintas di Jakarta
tidak bisa di hindari. Hal ini karena adanya konsekuensi mobilitas yang membutuhkan
efesiensi dan efektifitas, sementara sarana dan prasarana lalu lintas tidak bisa mengantisipasi
secara normal tuntutan tersebut. Keempat, sebagai kota metropolitan, lalu lintas Jakarta
merupakan barometer mengenai perkembangan dan keteraturan akan sistem transportasi di
Indonesia. Sistem transportasi di Jakarta akan saling terkait dengan sistem transportasi daerah
– daerah disekitarnya. Keterkaitan ini dimulai dari perencanaan, penyediaan saran dan
prasarana lalu lintas, sampai pengaturan pemakai jalan, yang kesemuanya membutuhkan
keterpaduan dan kesamaan persepsi. Selanjutnya, sebagai kota metropolitan, Jakarta juga
tidak bisa menghindarkan diri sebagai salah satu faktor (bahkan menjadi faktor utama)
pemicu perkembangan wilayah disekitarnya. Hal ini menyebabkan, akan banyak aktifitas
warga di wilayah sekitar Jakarta pada jam – jam produktif justru berada di wilayah Kota
Jakarta. Dengan demikian kondisi ini akan menimbulkan konsekuensi bertambahnya
kepadatan kota Jakarta pada siang hari, termasuk kepadatan kendaraan yang menyebabkan
persoalan lalu lintas, yaitu kecelakaan, kemacetan,pelanggaran, polusi lingkungan dan
keselamatan. Hasil survey dari JICA yang mengingatkan akan terjadinya kemacetan total
tahun 2014 jika sejak sekaran tidak dilakukan langkah – langkah antisipasi, merupakan salah
satu petunjuk adanya kecenderungan peningkatan kepadatan lalu lintas.
Keempat kondisi tersebut dinamikanya akan selalu berkaitan dengan bagaimana pola
yang terjadi dalam penataan tata ruang, sarana dan prasarana, sistem transportasi, serta
bagaimana perilaku manusia berinteraksi dengan dinamika aktivitas masyarakat ibu kota.
Diperlukannya Menajemen lalu lintas yang baik dalam memecahkan solusi permasalahan lalu
lintas yang ada di Jakarta agar kenyamanan dalam berlalu lintas dapat tercapai. Manajemen
lalu lintas adalah pengelolaan dan pengendalian arus lalu lintas dengan melakukan optimasi
penggunaan prasarana yang ada melalui peredaman atau pengecilan tingkat pertumbuhan lalu
lintas, memberikan kemudahan kepada angkutan yang efisien dalam penggunaan ruang jalan
serta memperlancar pergerakan.3 Manajemen lalu lintas merupakan salah satu strategi
3 Diktat kuliah Rekayasa Lalu Lintas, Universitas Widyagama Malang, 2008, hal IX-1.
4
pengaturan lalu lintas yang memanfaatkan semaksimum mungkin prasarana dan sarana
transportasi yang ada. Dalam prakteknya tindakan manajemen tersebut tidak mudah
dilakukan khususnya di kota-kota besar di Indonesia termasuk di DKI Jakarta, karena masih
terdapat berbagai faktor yang lebih mendasar seperti aspek koordinasi, persepsi, interpretasi,
integrasi antar instansi terkait yang masih harus di perbaiki dan ditingkatkan dengan full
commitment. Disamping itu, jaringan jalan yang ada juga masih perlu ditingkatkan, dan
banyak dari jalan-jalan yang ada pembangunannya sub-standar (tidak memenuhi standar yang
seharusnya).
Salah satu bentuk perwujudan manajemen lalu lintas yang diterapkan oleh Dinas Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan Raya (DLLAJR) adalah pembentukan Traffic Management Centre
(TMC). Upaya nyata dari kepolisian dalam mengatasi masalah lalu lintas jalan raya
khususnya di wilayah Jakarta yang memberikan informasi baik mengenai registrasi
kendaraan bermotor, pelanggaran, kecelakaan lalu lintas dan lainnya sehingga masyarakat
dapat terbantu, dan informasi yang di peroleh benar benar akurat. Di sisi petugas kepolisian
sendiri akan semakin mempermudah dalam penyebaran personel dilapangan karena dapat
diketahui titik titik mana saja yang berpotensi mengakibatkan kemacetan. Pembentukan TMC
ini dirasakan manfaatnya oleh para masyarakat untuk mempermudah mendapatkan informasi-
informasi dan pelayanan yang dibutuhkan dalam hubungannya dengan masalah lalu lintas.
Akan tetapi program ini masih belum bisa mengurangi jumlah personel polisi lalu lintas yang
masih harus bertugas di jalan raya dan masalah ini pun masih dibicarakan secara lanjut,
dimana pengurangan jumlah personel polisi lalu lintas dapat mengakibatkan masalah-masalah
lain apabila sistem koordinasi masih belum tepat. Maka secara lebih lanjut program TMC
masih belum bisa mengatasi permasalahan lalu lintas di Jakarta.
1.2 Pokok Permasalahan
DKI Jakarta sebagai pusat pemerintahan, dimana pembangunan di segala bidang sangat
pesat apabila dibandingkan dengan kota-kota lain di Indonesia, merupakan kota sebagai
tujuan mobilitas penduduk. Diperlukannya penanganan yang baik akibat dari dampak-
dampak negatif mobilitas penduduk dari luar Jakarta, salah satunya yang perlu diperhatikan
adalah masalah dalam bidang transportasi dan lalu lintas. Jakarta yang letaknya sangat
diperhatikan sebagai kota pusat pemerintahan memiliki pengaruh yang kuat terhadap kota-
kota di Indonesia sehingga penerapan solusi yang tepat, secara tidak langsung akan
menyelesaikan masalah lalu lintas di Indonesia.
5
Pembentukan Traffic Management Centre oleh DLLAJR merupakan bentuk penanganan
masalah-masalah lalu lintas yang ada. Sistem yang diterapkan sudah sangat canggih dimana
teknologi yang digunakan telah mempermudah masyarakat untuk memeperoleh informasi-
informasi yang diperlukan dan pelayanan yang berhubungan dengan masalah lalu lintas.
Permasalahan lalu lintas di Jakarta tidak hanya mencakup pemberian informasi dan
pelayanan yang dibutuhkan oleh para masyarakat, masih banyak lagi prmasalahn yang harus
diselesaikan oleh DLLAJR. Sehingga menjadi pertanyaan bagi peneliti, sejauh mana
keefektifan TMC untuk mengurangi permasalahan lalu lintas di Jakarta yang dewasa ini
sudah sangat memprihatinkan?
1.3 Tujuan Penulisan
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan keefektifan Traffic
Management Centre untuk mengurangi masalah lalu lintas di Jakarta.
1.4 Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode pustaka, yaitu
metode yang dilakukan dengan mempelajari dan mengumpulkan data dari pustaka yang
berhubungan dengan alat, baik berupa buku maupun informasi di internet.
BAB II
KERANGKA TEORI
6
2.1 Teori Efektifitas
Pada dasarnya pengertian efektifitas yang umum menunjukkan pada taraf tercapainya
hasil, sering atau senantiasa dikaitkan dengan pengertian efisien, meskipun sebenarnya
ada perbedaan diantara keduanya. Efektifitas menekankan pada hasil yang dicapai,
sedangkan efisiensi lebih melihat pada bagaimana cara mencapai hasil yang dicapai itu
dengan membandingkan antara input dan outputnya. Istilah efektif (effective) dan efisien
(efficient) merupakan dua istilah yang saling berkaitan dan patut dihayati dalam upaya
untuk mencapai tujuan suatu organisasi.
Menurut Chester I. Barnard dalam Kebijakan Kinerja Karyawan menjelaskan bahwa
arti efektif dan efisien adalah sebagai berikut : “When a specific desired end is attained we
shall say that the action is effective. When the unsought consequences of the action are
more important than the attainment of the desired end and are dissatisfactory, effective
action, we shall say, it is inefficient. When the unsought consequences are unimportant or
trivial, the action is efficient. Accordingly, we shall say that an action is effective if it
specific objective aim. It is efficient if it satisfies the motives of the aim, whatever it is
effective or not”.4 (Bila suatu tujuan tertentu akhirnya dapat dicapai, kita boleh
mengatakan bahwa kegiatan tersebut adalah efektif. Tetapi bila akibat-akibat yang tidak
dicari dari kegiatan mempunyai nilai yang lebih penting dibandingkan dengan hasil yang
dicapai, sehingga mengakibatkan ketidakpuasan walaupun efektif, hal ini disebut tidak
efisien. Sebaliknya bila akibat yang tidak dicari-cari, tidak penting atau remeh, maka
kegiatan tersebut efisien. Sehubungan dengan itu, kita dapat mengatakan sesuatu efektif bila
mencapai tujuan tertentu. Dikatakan efisien bila hal itu memuaskan sebagai pendorong
mencapai tujuan, terlepas apakah efektif atau tidak).
Terdapat beberapa pendapat lain mengenai teori kefektifan, yakni :
- Sondang P. Siagian (2001 : 24) memberikan definisi sebagai berikut :
Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah
tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang
atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas menunjukan keberhasilan dari segi
tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati
sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya.
4 Prawirosentono, Suyadi, 1999. Kebijakan Kinerja Karyawan – Kiat Membangun. Organisasi Kompetitif Menjelang Perdagangan Bebas Dunia, BPFE, Jogjakarta. Halaman 27
7
- Abdurahmat (2003:92)
Efektivitas adalah pemanpaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah
tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah
pekerjaan tepat pada waktunya.
- Hidayat (1986) yang menjelaskan bahwa :
Efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target
(kuantitas,kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar presentase target yang
dicapai, makin tinggi efektifitasnya.
- Schemerhon John R. Jr. (1986:35) adalah sebagai berikut :
Efektifitas adalah pencapaian target output yang diukur dengan cara membandingkan
output anggaran atau seharusnya (OA) dengan output realisasi atau sesungguhnya (OS),
jika (OA) > (OS) disebut efektif.
- Prasetyo Budi Saksono (1984) adalah :
Efektifitas adalah seberapa besar tingkat kelekatan output yang dicapai dengan output
yang diharapkan dari sejumlah input.
2.2 Pengertian Masalah
Masalah adalah adanya kesenjangan antara das sollen/teori dengan das sein/fakta empiris;
antara yang ditetapkan sebagai kebijakan dengan implementasi kebijakan.5 Berikut
merupakan pengertian masalah menurut beberapa ahli dan kamus Bahasa Indonesia:
- Munurut kamus BBI, sesuatu yang harus diselesaikan.
- Menurut James Stoner, suatu situasi menghambat organisasi untuk mencapai satu atau
lebih tujuan.
- Menurut Prajudi Atmosudirjo, sesuatu yang menyimpang dari apa yang diharapkan,
direncanakan, ditentukan untuk dicapai sehingga merupakan rintangan menuju
tercapainya tujuan.
- Menurut Roger Kaufman, suatu kesenjangan yang perlu ditutup antara hasil yang
dicapai pada saat ini dan hasil yang diharapkan.
5 Utomo, Tri Widodo W., Perilaku Organisasi, Diktat Kuliah bagi Mahasiswa STIA LAN Bandung, 1998.
Halaman 11
8
- Menurut Dorothy Craig, situasi atau kondisi yang akan datang dan tidak diinginkan.
Jenis masalah
- Masalah sederhana (simple problem)
Masalah sederhana berciri-ciri berskala kecil, berdiri sendiri (kurang memiliki
sangkut paut dengan masalah lain), tidak langsung konsekuensi yang besar, serta
pemecahannya tidak memerlukan pemikiran luas dan mendalam. Biasanya merupakan
pemecahan masalah yang dilakukan secara individual. Dalam memecahkan masalah
sederhana teknik yang digunakan dilakukan atas dasar intuisi, pengalaman, kebiasaan
dan wewenang yang melekat pada jabatannya.
- Masalah rumit (complex problem)
Masalah rumit berciri-ciri berskala besar, tidak berdiri sendiri (memiliki kaitan
erat dengan masalah lain), mengandung konsekuensi yang besar, serta pemecahannya
memerlukan pemikiran yang tajam dan analitis. Biasanya pemecahan masalahnya
dilakukan secara kelompok yang melibatkan pimpinan dan seluruh staf pembantunya.
Dalam memecahkan masalah sederhana teknik yang digunakan dilakukan atas dasar
intuisi, pengalaman, kebiasaan dan wewenang yang melekat pada jabatannya. Dalam
masalah rumit (complex problem) terdapat dua jenis masalah, yakni masalah
terstruktur dan masalah yang tidak terstruktur. Masalah yang terstruktur adalah
masalah yang jelas faktor penyebabnya, bersifat rutin dan biasanya timbul berulang
kali sehingga pemecahannya dapat dilakukan dengan teknik pengambilan keputusan
yang bersifat rutin, repetitif dan dibakukan. Masalah yang tidak terstruktur adalah
penyimpangan dari masalah organisasi yang bersifat umum, tidak rutin, tidak jelas
faktor penyebab dan konsekuensinya, serta tidak repetitif kasusunya.
2.3 Konsep Lalu Lintas
Lalu lintas di dalam Undang-undang No 22 tahun 2009 didefinisikan sebagai gerak
Kendaraan dan orang di Ruang Lalu Lintas Jalan, sedang yang dimaksud dengan Ruang Lalu
Lintas Jalan adalah prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah Kendaraan, orang,
dan/atau barang yang berupa Jalan dan fasilitas pendukung.6
6 Undang-undang No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
9
Pemerintah mempunyai tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan yang
selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien melalui manajemen lalu
lintas dan rekayasa lalu lintas.
Tata cara berlalu lintas di jalan diatur dengan peraturan perundangan menyangkut
arah lalu lintas, perioritas menggunakan jalan, lajur lalu lintas, jalur lalu lintas dan
pengendalian arus di persimpangan.
Komponen lalu lintas
Gambar II.1 Komponen lalu lintas
Komponen sistem lalu lintas
Ada tiga komponen terjadinya lalu lintas yaitu manusia sebagai pengguna, kendaraan dan
jalan yang saling berinteraksi dalam pergerakan kendaraan yang memenuhi persyaratan
kelaikan dikemudikan oleh pengemudi mengikuti aturan lalu lintas yang ditetapkan
berdasarkan peraturan perundangan yang menyangkut lalu lintas dan angkutan jalan melalui
jalan yang memenuhi persyaratan geometrik.
1. Manusia sebagai pengguna
Manusia sebagai pengguna dapat berperan sebagai pengemudi atau pejalan kaki yang dalam
keadaan normal mempunyai kemampuan dan kesiagaan yang berbeda-beda (waktu reaksi,
konsentrasi dll). Perbedaan-perbedaan tersebut masih dipengaruhi oleh keadaan phisik dan
psykologi, umur serta jenis kelamin dan pengaruh-pengaruh luar seperti cuaca,
penerangan/lampu jalan dan tata ruang.
2. Kendaraan
Kendaraan digunakan oleh pengemudi mempunyai karakteristik yang berkaitan dengan
kecepatan, percepatan, perlambatan, dimensi dan muatan yang membutuhkan ruang lalu
lintas yang secukupnya untuk bisa bermanuver dalam lalu lintas.
3. Jalan
10
Jalan merupakan lintasan yang direncanakan untuk dilalui kendaraan bermotor maupun
kendaraan tidak bermotor termasuk pejalan kaki. Jalan tersebut direncanakan untuk mampu
mengalirkan aliran lalu lintas dengan lancar dan mampu mendukung beban muatan sumbu
kendaraan serta aman, sehingga dapat meredam angka kecelakaan lalu-lintas.
Faktor Korelatif Lalu Lintas
Dari beberapa penelitian dan pengkajian dilapangan faktor korelatif yang dapat
mempengaruhi stabilitas keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalulintas di jalan
raya merupakan interaksi serta kombinasi dua atau lebih faktor yang saling mempengaruhi
situasi lalulintas meliputi :
a. Faktor Manusia
Manusia sebagai pemakai jalan yaitu sebagai pejalan kaki dan pengendara kendaraan
baik kendaraan bermotor maupun kendaraan tidak bermotor. Interaksi antara faktor
Manusia, Kendaraan, Jalan dan Lingkungan sangat bergantung dari perilaku Manusia
sebagai pengguna jalan menjadi hal yang paling dominan terhadap Kamseltibcar
Lantas, hal ini sangat ditentukan oleh beberapa indikator yang membentuk sikap dan
perilakunya di Jalan raya berupa :
- Mental
Mental dan perilaku yang membudaya dari pengguna jalan merupakan salah
satu faktor utama yang sangat berpengaruh terhadap situasi lalu lintas. Etika, sopan -
santun, toleransi antar pengguna jalan, kematangan dalam pengendalian emosi serta
kepedulian pengguna jalan di jalan raya akan menimbulkan sebuah iteraksi yang
dapat mewarnai situasi lalu lintas berupa hasil yang positif seperti terciptanya
keamanan, keselamatan dan kelancaran lalu lintas maupun dampak negatif yang dapat
menimbulkan kesemrawutan, kemacetan, pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas,
sehingga mentalitas pengguna Jalan merupakan suatu hal yang pondamental dalam
mewujudkan situasi lalu lintas yang baik.
Mental dan perilaku pengguna jalan merupakan suatu cerminan budaya
berlalulintas, hal ini tidak dapat dibentuk secara instant oleh suatu lembaga tertentu,
baik itu lembaga pendidikan maupun lembaga lainnya, tetapi terbentuk secara
berkesinambungan mulai kehidupan sehari-hari dalam keluarga, lingkungan dan
situasi lalu lintas yang kasat mata secara keseharian selalu terlihat oleh pengguna
jalan sehingga membentuk kultur mentalitas berlalu lintas seseorang.
- Pengetahuan
11
Dalam menciptakan dan memelihara Keamanan, Keselamatan, Ketertiban
serta Kelancaran Lalu lintas, telah dilakukan pengaturan yang disesuaikan dengan
perkembangan situasi lalu lintas yang ada dengan mempertimbangkan perkembangan
teknologi di bidang transportasi baik yang berhubungan dengan kendaraan, sarana dan
prasarana jalan serta dampak lingkungan lainnya dalam bentuk suatu aturan yang
tegas dan jelas serta telah melalui roses sosialisai secara bertahap sehingga dapat
dijadikan pedoman dalam berinteraksi di jalan raya.
Setiap Pengguna Jalan wajib memahami setiap aturan yang telah dibakukan
secara formal baik dalam bentuk Undang-Undang, Perpu, Peraturan Pemerintah,
Perda dan aturan lainnya sehingga terdapat satu persepsi dalam pola tindak dan pola
pikir dalam berinteraksi di jalan raya. Perbedaan tingkat pengetahuan dan atau
pemahaman terhadap aturan yang berlaku mengakibatkan suatu kesenjangan yang
berpotensi memunculkan permasalahan dalam berlalu lintas, baik antar pengguna
jalan itu sendiri maupun antara pengguna jalan dengan aparat yang bertugas untuk
melaksanakan penegakkan hukum di jalan raya.
Selain pemahaman terhadap pengetahuan tentang peraturan perundang-
undangan yang berlaku, pengetahuan tentang karakteristik kendaraan merupakan
suatu hal yang tidak dapat diabaikan, setiap kendaraan memiliki karakteristik yang
berbeda dalam penanganannya, pengetahuan terhadap karakteristik kendaraan sangat
berpengaruh terhadap operasional kendaraan di jalan raya yang secara otomatis akan
berpengaruh pula terhadap situasi lalu lintas jalan raya, pengetahuan tentang
karakteristik kendaraan bisa didapat dengan mempelajari buku manual kendaraan
tersebut serta dengan mempelajari karakter kendaraan secara langsung(fisik).
- Keterampilan
Kemampuan dalam mengendalikan (Mengendarai/Mengemudi) Kendaraan
baik kendaraan bermotor maupun kendaraan tidak bermotor di jalan raya akan
berpengaruh besar terhadap situasi lalu lintas, keterampilan mengendalikan kendaraan
merupakan suatu keharusan yang mutlak demi keamanan, keselamatan, ketertiban dan
kelancaraan lalu lintas baik bagi pengemudi/- pengendara kendaraan tersebut maupun
pengguna jalan lainnya.
Lisensi terhadap kemampuan dalam mengendalikan kendaraan di wujudkan
secara formal melalui Surat Izin Mengemudi yang di keluarkan oleh SATPAS Polri
sesuai dengan peruntukan kendaraan bermotor yang dikemudikan/dikendarai oleh
12
pengguna jalan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 1993 tentang
Kendaraan dan Pengemudi Bab VII tentang Pengemudi.
Keterampilan mengendalikan (Mengendarai/Mengemudi) kendaraan baik
kendaraan bermotor maupun kendaraan tidak bermotor diperoleh melalui serangkaian
pelatihan sebelum mengajukan Lisensi keterampilannya (SIM), secara formal khusus
untuk kendaraan bermotor setiap pemohon SIM diwajibkan telah memiliki
ketrampilan mengemudikan kendaraan bermotor yang dapat diperoleh baik melalui
lembaga pendidikan dan pelatihan mengemudi maupun tidak melalui lembaga
pendidikan dan pelatihan mengemudi yang berarti pemohon telah melalui proses
pelatihan keterampilan sebelum dilanjutkan proses pengujian keterampilannya untuk
mendapatkan SIM.
b. Faktor Kendaraan
Kendaraan adalah satu alat yang dapat bergerak di jalan, terdiri dari kendaraan
bermotor atau kendaraan tidak bermotor, Kendaraan bermotor adalah kendaraan yang
digerakkan oleh peralatan teknik yang berada pada kendaraan itu. Kendaraan
merupakan salah satu faktor utama yang secara langsung terlibat dalam dinamika lalu
lintas jalan raya dengan dikendalikan oleh manusia, interaksi antara manusia dan
kendaraan dalam satu kesatuan gerak di jalan raya memerlukan penanganan khusus
baik terhadap mental, pengetahuan dan keterampilan pengemudi maupun kesiapan
(laik jalan) kendaraan tersebut untuk dioperasionalkan di jalan raya.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi situasi lalu lintas jalan raya yang
melibatkan kendaraan dapat di bagi dalam 2 (dua) faktor utama yaitu :
- Kuantitas Kendaraan
Pertambahan jumlah kendaraan bermotor setiap tahunnya menunjukan
angka yang signifikan, hal ini merupakan sebuah manifestasi dari Laju pembangunan
Nasional seiring dengan era globalisasi menuntut adanya percepatan dalam bidang
perekonomian dan keamanan tuntutan perkembangan di sektor lainnnya yang
mengharuskan adanya percepatan mobilitas untuk pencapaian hasil secara optimal,
apabila dipandang dari sisi ekonomi dan teknologi perindustrian memang hal ini
merupakan sebuah prestasi yang sangat baik tetapi setiap suatu perubahan atau
perkembangan di satu sektor akan menimbulkan dampak pada sektor yang lainnya,
apabila tidak segera di sikapi secara cepat dan akurat hal ini justruakan menimbulkan
dampak negatif pada sektor tertentu.
13
Persaingan ekonomi dan perindustrian dalam era pasar bebas memang
sudah mulai dirasakan, dimana sekarang semakin banyaknya produsen kendaraan
bermotor baik roda dua maupun roda empat atau lebih bahkan dewasa ini telah
muncul pula kendaraan yang digerakan secara mekanik tetapi dengan menggunakan
tenaga baterai, dengan banyaknya kompetitor dalam bidang otomotif memaksa setiap
produsen melakukan promo yang mampu menarik konsumen untuk membeli
produknya, segala upaya dilakukan baik dengan memberikan hadiah, potongan harga
bahkan dalam perkembangan terkini setiap dealer maupun ATPM telah bekerja sama
dengan persaingan usaha di bidang finasial yang tidak kalah ketatnya dalam bentuk
kredit angsuran kendaraan bermotor mulai dari bunga angsuran ringan sampai dengan
pemberian kemudahan uang muka yang sangat ringan bahkan ada yang
mempromosikan tanpa uang muka setiap konsumen telah dapat memiliki kendaraan
bermotor, persaingan usaha seperti ini memberikan kemudahan dan keringanan bagi
masyarakat konsumen disamping itu apabial ditinjau dari aspek kesejahteraan hal ini
memberikan kontribusi positif sehingga tidak dapat dielakan lagi dengan gencarnya
promo serta kemudahan baik biaya maupun fasilitas menimbulkan dampak semakin
tingginya kecepatan pertambahan jumlah kendaraan bermotor khususnya roda dua.
Tingginya tingkat angka pertambahan kendaraan bermotor apabila ditinjau
dari sektor keamanan dan keselamatan transportasi lalu lintas jalan raya menimbulkan
dampak permasalahan yang cukup serius, apaliagi bila dibandingan dengan
pertambahan panjang dan lebar ruas jalan yang sangat sedikit mengakibatkan semakin
rumit dampak permasalahan yang ditimbulkan. Dapat dirasakan oleh seluruh
pengguna jalan bahwa dari tahun ke tahun pertambahan lokasi dan ruas penggal jalan
raya yang rawan kepadatan, kemacetan dan kesemrawutan semakin bertambah
jumlahnya, situasi seperti ini tidak dapat dipecahkan oleh hanya satu instansi saja
tetapi memerlukan solusi pemecahan secara terpadu dari semua stake holder dan
pengguna jalan itu sendiri untuk dapat merumuskan solusi yang tepat dan dapat
diaplikasikan secara cepat untuk mampu mengatasi setiap permasalahan yang muncul
sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing serta peranserta masyarakat pengguana
jalan itu sendiri.
- Kualitas Kendaraan
Kendaraan bermotor saat ini dirancang telah mempertimbangkan aspek
keamanaan yang berhubungan dengan pemakai jalan dan angkutan barang dilain
14
pihak juga mempertimbangkan tentang gerak kendaraan itu sendiri dalam kaitannya
dengan arus lalu lintas. Kendaraan bermotor sebagai hasil produksi suatu pabrik, telah
dirancang dengan suatu nilai faktor keamanan untuk menjamin keselamatan bagi
pengendaranya. Kendaraan harus siap pakai, oleh karena itu kendaraan harus
dipelihara dengan baik sehingga semua bagian mobil berfungsi dengan baik, seperti
mesin, rem kemudi, ban, lampu, kaca spion, sabuk pengaman, dan alat-alat mobil.
Dengan demikian pemeliharaan kendaraan tersebut diharapkan dapat :
a). Mengurangi jumlah kecelakaan
b). Mengurangi jumlah korban kecelakaan pada pemakai jalan lainnya
c). Mengurangi besar kerusakan pada kendaraan bermotor
d).Kendaraan dapat tetap laik jalan
e).Komponen Kendaraan selalu dalam kondisi siap untuk dioperasionalkan secara
baik sesuai dengan kebutuhan pada saat dikendarai/dikemudikan.
Perbedaan pola pandang dan kepentingan dari setiap individu masyarakat
pengguna jalan mengakibatkan adanya perubahan spesifikasi kendaraan bermotor
sesuai dengan rancangan standard keamanan yang telah ditetapkan, dengan berbagai
alasan pola pandang dan kepentingan banyak kendaraan dilakukan modifikasi yang
mempengaruhi standard kelengkapan keamanan yang ada seperti penggantian spion
sepeda motor standard menjadi spion modifikasi yang hanya memenuhi syarat formal
tetapi tidak memenuhi syarat fungsi keamanannya bahkan banyak pula yang hanya
memasang spion sebelah saja (satu spion) ataupun tidak melengkapi spion sama
sekali, penggantian knalpot baik roda dua maupun roda empat dari standard menjadi
modifikasi yang memiliki tampilan dan suara berbeda dan cenderung memekakan
telinga bahkan dalam situasi tertentu dengan sengaja melepaskan knalpotnya,
penggantian struktur pegas/suspensi kendaraan dengan ketinggian ekstrimbaik yang
dibuat sangat tinggi atau dibuat sangat rendah, hal ini menimbulkan dampak ketidak
stabilan kendaraan serta mempengaruhi kelenturan dan sistem kejut dari fungsi pegas
sehingga pada saat pengereman tidak dapat dikendalikan secara baik, masih banyak
perubahan lain yang dilakukan sehingga mengakibatkan kualitas kendaraan bermotor
tidak lagi memenuhi spesifikasi keamananbaik bagi pengemudi/pengendaranya
maupun pengguna jalan lainnya termasuk lingkungan.
Selain perubahan secara fisik/modifikasi kendaraan, perawatan dan usia pakai
kendaraan sering kali menjadi permasalahan terhadap keamanan dan keselamatan
jalan raya, di lapangan kita sering menemukan asap knalpot yang mengeluarkan asap
15
yang jauh melebihi batas gas buang emisi tidak saja menyebabkan polusi udara tetapi
terhalangnya jarak pandang pengguna jalan lainnya, perawatan komponen mesin, rem,
bam, dan komponen lain sering kali menjadi penyebab utama terjadinya suatu
kemacetan, kesemrawutan bahkan kecelakan lalu lintas, kesadaran pengguna jalan
terhadap kepedulian pada laik jalan kendaraan bermotornya merupakan salah satu
faktor yang sangat penting dalam mewujudkan kamseltibcar lalu lintas.
c. Faktor Jalan
Transportasi di jalan sebagai salah satu moda transportasi tidak dapat
dipisahkan dari moda-moda transportasi lain yang ditata dalam sistem transportasi
nasional yang dinamis dan mampu mengadaptasi kemajuan di masa depan,
mempunyai karakteristik yang mampu menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan
dan memadukan moda transportasi lainnya, perlu lebih dikembangkan potensinya dan
ditingkatkan peranannya sebagai penghubung wilayah baik nasional maupun
internasional, sebagai penunjang, pendorong, dan penggerak pembangunan nasional.
Jaringan transportasi jalan merupakan serangkaian simpul dan/atau ruang kegiatan
yang dihubungkan oleh ruang lalu lintas sehingga membentuk satu kesatuan sistem
jaringan untuk keperluan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan, Jalan adalah
jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum. Sesuai dengan amanah dalam pasal 3
UU No. 14 Tahun 1992, Transportasi jalan diselenggarakan dengan tujuan untuk
mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan dengan selamat, aman, cepat, lancar, tertib
dan teratur, nyaman dan efisien, mampu memadukan moda transportasi lainnya,
menjangkau scluruh pelosok wilayah daratan, untuk menunjang pemerataan,
pertumbuhan dan stabilitas sebagai pendorong, penggerak dan penunjang
pembangunan nasional dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat,
Untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan yang terpadu dengan moda
transportasi lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ditetapkan jaringan
transportasi jalan yang menghubungkan antar daerah, jaringan transportasi jalan
didasarkan pada kebutuhan transportasi, fungsi, peranan, kapasitas lalu lintas, dan
kelas jalan.
Penanganan faktor jalan merupakan sebuah ranah yang memiliki
kompleksitas kepentingan serta tanggung jawab yang berada pada banyak pelibatan
instansi terkait, sehingga dalam penanganannya perlu dilakukan koordinasi yang
komprehensip antar instansi tersebut, dimana setiap instansi berkewajiban
16
memberikan masukan dengan dilengkapi dengan data dan fakta serta analisis sesuai
dengan bidang tugasnya untuk di jadikan bahan pertimbangan untuk merumuskan
solusi secara bersama.
Beberapa faktor yang berpotensi menimbulkan permasalahan terhadap
Keamanan, Keselamatan, Ketertiban dan Kelancaran lalu lintas antara lain :
1) Prasarana.
Jalan yang dioperasional harus dilengkapi dengan prasarana jalan
sebagaimana tercantum dalam Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang nomor 14
tahun 1992 menyatakan bahwa : “Untuk keselamatan, keamanan, ketertiban
dan kelancaran lalu lintas serta kemudahan bagi pemakai jalan, jalan wajib
dilengkapi dengan :
a) Rambu-rambu
b) Marka jalan
c) Alat pemberi isyarat lalu lintas
d) Alat pengendali dan alat pengamanan pemakai jalan
e) Alat pengawasan dan pengamanan jalan
f) ada fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan yang
berada di jalan dan di luar jalan.
2). Lokasi Jalan:
a) Dalam kota (di daerah pasar, pertokoan, perkantoran, sekolah,
perumahan),
b) luar kota (pedesaan, penghubung antar daerah)
3). Volume Lalu Lintas, berdasarkan pengamatan diketahui bahwa makin padat
lalu lintas jalan, makin banyak pula kecelakaan yang terjadi, akan tetapi
kerusakan tidak fatal, makin sepi lalu lintas makin sedikit kemungkinan
kecelakaan akan tetapi fatalitas akan sangat tinggi. Adanya komposisi lalu
lintas seperti tersebut diatas, diharapkan pada pengemudi yang sedang
mengendarai kendaraannya agar selalu berhati-hati dengan keadaan
tersebut.
4) Kelas Jalan, untuk keperluan pengaturan penggunaan dan pemenuhan
kebutuhan angkutan, jalan dibagi dalam beberapa kelas, Pembagian jalan
dalam beberapa kelas didasarkan pada kebutuhan transportasi, pemilihan
moda secara tepat dengan mempertimbangkan keunggulan karakteristik
masing-masing moda, perkembangan teknologi kendaraan bermotor,
17
muatan sumbu terberat kendaraan bermotor serta konstruksi jalan,
penetapan kelas jalan pada ruas-ruas jalan wajib dinyatakan dengan rambu-
rambu.
5) Fasilitas pendukung meliputi fasilitas pejalan kaki, parkir pada badan jalan,
halte, tempat istirahat, dan penerangan jalan. Fasilitas pejalan kali terdiri
dari trotoar; tempat penyeberangan yang dinyatakan dengan marka jalan
dan/atau rambu-rambu, jembatan penyeberangan dan terowongan
penyeberangan.
d. Faktor Lingkungan
- Lingkungan sebagai sumber informasi.
Manusia, kendaraan dan sistem lingkungan, lingkungan adalah info yang berharga
yang dapat digunakan bagi pengguna jalan. Observasi (penglihatan, sentuhan,
pendengaran) memungkinkan sesorang untuk menunjukkan kemampuan
mengemudinya kedalam keinginan kebiasaan pribadinya. Tujuan observasi ini adalah
untuk mendapatkan terus menerus dan mengalir sebanyak-banyaknya informasi
tentang jalan dan lingkungan, ini adalah sebagai dasar bagi keadaan yang diinginkan.
Dalam menentukan batas kecepatan yang tepat pada jalan, yang diperhatikan tidak
hanya antisipasinya tetapi juga masalah berhenti, menyalip dan pandangan, harus
mendapatkan perhatihan. Area ini yang mana beradaptasi dengan keadaan jalan
sehingga dapat diingat atau (mungkin) dibutuhkan para pemakai jalan, seperti pada
jalan persimpangan, pada bagian jalan yang pembentukkannya menyempit,
pandangan yang terhalang. Ini dapat menuntun kepada situasi abnormal dan situasi
tidak aman dan oleh karena itu hal ini tidak diinginkan bagi tingkah laku berlalu
lintas.
- Penglihatan
Pengguna jalan akan terus menerus mengantisipasi bidang jalan di depannya,
ketika pengaruh lalu lintas dari belakang terjadi atau akan terjadi. jalan akan terus
menerus saling mengikuti, hal ini akan menambah wawasan kita tentang jalan, dan
pada belokannya, sehingga memberikan informasi kepada pengguna jalan tentang
arah yang harus diikuti beserta dengan kecepatan yang harus digunakan.
18
Semua ini ditunjang oleh lajur, marka jalan, rambu, dan yang anehnya lagi bisa
pula digunakan elemen-elemen lainnya seperti tumbuh-tumbuhan. Kadang-kadang
digunakan seperti lampu jalan, perendam suara, pagar pengaman, yang dapat
memberikan fungsi pendukung. Perhatian harus diberikan sehingga elemen-elemen
ini tidak memberikan kesalahan atau kekeliruan informasi, yang mungkin kekurangan
informasinya terhadap situasi ataupun kondisi cuaca yang kurang baik dan atau pada
kegelapan.
- Sentuhan
Pengerasan ( halus/licin/tidak rata) pada jalan mempengaruhi pada pergerakan
kendaraan, tenaga diperlukan dari pengguna jalan saat melewati jalan tersebut dengan
kendaraannya. Hal ini sudah memberikan informasi tentang kondisi jalan dan keadaan
jalan yang diperkeras, setelah itu tidak hanya keadaan jalan, tetapi juga mengenai
menentukan kecepatannya. Cekungan atau lengkungan pada jalan juga dapat
mempengaruhi kecepatan daripada kendaraan bermotor dan perkembangan lalu lintas.
- Pendengaran
Suara, pendengaran secara langsung atau tidak langsung dapat memberikan
informasi tentang kendaraan, lalu lintas lain, keadaan permukaan jalan dan situasi
logkungan guna menentukan kegiatan dan antisipasi pengemudi.
- Kebisingan
Untuk mendapatkan pemukiman yang relatif nyaman dan aman dari bising akibat
lalu lintas kendaraan bermotor perlu adanya perencanaan pembuatan Bangunan
Peredam Bising pada daerah perumahan ditepi jalan. Hal ini perlu direncanakan lebih
serius dikarenakan apabila melihat situasi dan kondisi pemukiman, jalan dan
penambahan kendaraan bermotor yang pesat dan hampir tidak terkendali dikarenakan
tidak adanya peremajaan kendaraan bermotor, tingkat kebisingan kendaraan bermotor
perlu mendapatkan perhatian khusus.
- Cuaca
Karakteristik daerah / jalan di saat musim kemarau, saat musim hujan, saat terik
matahari, saat turun kabut dll dapat mempengaruhi para pengemudi dalam
mengendarai kendaraan bermotornya hal tersebut akan mengganggu pandangan jauh
19
dekat pandangan pengemudi, maka pengemudi saat terjadi kabut harus menyalakan
lampu sedangkan saat mata hari terik akan berpengaruh terhadap pandangan yang
silau maupun terjadi pelelehan aspal dan lainnya. Tempat-tempat tertentu akan tiba-
tiba turun kabut pada saat tertentu, tergenang air saat hujan, atau tergenang air saat di
tempat lain hujan (hujan kiriman), pasar kaget (pasar yang berada di pinggir jalan),
adanya fatamorgana saat terik matahari, faktor – faktor tersebut diatas akan akan
mempengaruhi kegiatan saat mengemudikan kendaraan antara lain jarak pandang
yang pendek, dan bila hujang dan terjadi banjir maka jalan jalan akan tergenang air
hujan dan akan menyebabkan terjadinya longsor.
2.4 Manajemen Lalu Lintas
Manajemen lalu lintas meliputi kegiatan perencanaan, pengaturan, pengawasan, dan
pengendalian lalu lintas. Manajemen lalu lintas bertujuan untuk keselamatan, keamanan,
ketertiban, dan kelancaran lalu lintas, dan dilakukan antara lain dengan :
a. usaha peningkatan kapasitas jalan ruas, persimpangan, dan/atau jaringan jalan;
b. pemberian prioritas bagi jenis kendaraan atau pemakai jalan tertentu;
c. penyesuaian antara permintaan perjalanan dengan tingkat pelayanan tertentu dengan
mempertimbangkan keterpaduan intra dan antar moda;
d. penetapan sirkulasi lalu lintas, larangan dan/atau perintah bagi pemakai jalan.
A. Kegiatan perencanaan lalu lintas
Kegiatan perencanaan lalu lintas meliputi inventarisasi dan evaluasi tingkat
pelayanan. Maksud inventarisasi antara lain untuk mengetahui tingkat pelayanan pada setiap
ruas jalan dan persimpangan. Maksud tingkat pelayanan dalam ketentuan ini adalah
merupakan kemampuan ruas jalan dan persimpangan untuk menampung lalu lintas dengan
tetap memperhatikan faktor kecepatan dan keselamatan. penetapan tingkat pelayanan yang
diinginkan. Dalam menentukan tingkat pelayanan yang diinginkan dilakukan antara lain
dengan memperhatikan : rencana umum jaringan transportasi jalan; peranan, kapasitas, dan
karakteristik jalan, kelas jalan, karakteristik lalu lintas, aspek lingkungan, aspek sosial dan
ekonomi.penetapan pemecahan permasalahan lalu lintas, penyusunan rencana dan program
pelaksanaan perwujudannya. Maksud rencana dan program perwujudan dalam ketentuan ini
antara lain meliputi: penentuan tingkat pelayanan yang diinginkan pada setiap ruas jalan dan
persimpangan, usulan aturan-aturan lalu lintas yang akan ditetapkan pada setiap ruas jalan
dan persimpangan, usulan pengadaan dan pemasangan serta pemeliharaan rambu rambu lalu
20
lintas marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, dan alat pengendali dan pengaman
pemakai jalan; usulan kegiatan atau tindakan baik untuk keperluan penyusunan usulan
maupun penyuluhan kepada masyarakat.
B. Kegiatan pengaturan lalu lintas meliputi
Kegiatan penetapan kebijaksanaan lalu lintas pada jaringan atau ruas-ruas jalan
tertentu. termasuk dalam pengertian penetapan kebijaksanaan lalu lintas dalam ketentuan ini
antara lain penataan sirkulasi lalu lintas, penentuan kecepatan maksimum dan/atau minimum,
larangan penggunaan jalan, larangan dan/atau perintah bagi pemakai jalan.
C. Kegiatan pengawasan lalu lintas
1. pemantauan dan penilaian terhadap pelaksanaan kebijaksanaan lalu lintas. Kegiatan
pemantauan dan penilaian dimaksudkan untuk mengetahui efektifitas dari
kebijaksanaan-kebijaksanaaan tersebut untuk mendukung pencapaian tingkat
pelayanan yang telah ditentukan. Termasuk dalam kegiatan pemanatauan antara lain
meliputi inventarisasi mengenai kebijaksanaan-kebijaksanaan lalu lintas yang berlaku
pada ruas jalan, jumlah pelanggaran dan tindakan-tindakan koreksi yang telah
dilakukan atas pelanggaran tersebut. Termasuk dalam kegiatan penilaian antara lain
meliputi penentuan kriteria penilaian, analisis tingkat pelayanan, analisis pelanggaran
dan usulan tindakan perbaikan.
2. tindakan korektif terhadap pelaksanaan kebijaksanaan lalu lintas. Tindakan korektif
dimaksudkan untuk menjamin tercapainya sasaran tingkat pelayanan yang telah
ditentukan. Termasuk dalam tindakan korektif adalah peninjauan ulang terhadap
kebijaksanaan apabila di dalam pelaksanaannya menimbulkan masalah yang tidak
diinginkan.
D. Kegiatan pengendalian lalu lintas
1. pemberian arahan dan petunjuk dalam pelaksanaan kebijaksanaan lalu lintas.
Pemberian arahan dan petunjuk dalam ketentuan ini berupa penetapan atau pemberian
pedoman dan tata cara untuk keperluan pelaksanaan manajemen lalu lintas, dengan
maksud agar diperoleh keseragaman dalam pelaksanaannya serta dapat dilaksanakan
sebagaimana mestinya untuk menjamin tercapainya tingkat pelayanan yang telah
ditetapkan.
21
2. pemberian bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat mengenai hak dan
kewajiban masyarakat dalam pelaksanaan kebijaksanaan lalu lintas.
Tujuan Manajemen Lalu Lintas
Tujuan dengan dilakukannya manajemen lalu lintas adalah:
a. mendapatkan tingkat efisiensi dari pergerakkan lalu llintas secara menyeluruh dengan
tingkat aksesbilitas yang tinggi dengan menyeimbangkan permintaan dengan sarana
penunjang yang tersedia.
b. Meningkatkan tingkat keselamatan dari pengguna yang dapat diterima oleh semua
pihak dan memperbaiki tingkat keselamatan tersebut sebaik mungkin.
c. Melindungi dan memperbaiki keadaan kondisi lingkungan di mana arus lalu lintas
tersebut berada.
d. Mampromosikan penggunaan energi secara efisien ataupun pengguna energi lain yang
dampak negatifnya lebih kecil dari pada energi yang ada.
2.5 Konsep Kebijakan Publik
Program Traffic Management Centre merupakan sebuah kebijakan publik yang
dibuat oleh DLLAJR. Thomas R. Dye mendefinisikan bahwa "Public policy is whatever
government chose to do or not. to do" (apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan
atau tidak dilakukan).7 Dari definisi ini, maka kebijakan publik meliputi segala sesuatu
yang dinyatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah. Di samping itu,
kebijakan publik adalah juga kebijakan-kebijakan yang dikembangkan/dibuat oleh badan-
badan dan pejabat-pejabat pemerintah.8
Pandangan lain dari kebijakan publik yaitu melihat kebijakan publik sebagai
keputusan yang mempunyai tujuan dan maksud tertentu, berupa serangkaian instruksi
dan pembuatan keputusan kepada pelaksana kebijakan yang menjelaskan tujuan dan
cara mencapai tujuan. Dengan mengikuti paham bahwa kebijakan negara itu adalah
serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai
tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh rakyat, maka M. Irfan
Islamy menguraikan beberapa elemen penting dalam kebijakan publik, yaitu: 9
7Thomas R. Dye, Understanding Public Policy, Englewood Cliffs, Prentice Hall, Inc., 1978, hal.3.8James E. Anderson, Public Policy Making, New York: Holt, Rinehart and Winston, 1979, hal.39lrfan Islamy, Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara, Jakarta, Bumi Aksara, 1997
22
Bahwa kebijakan publik itu dalam bentuk perdanya berupa penetapan tindakan-
tindakan pemerintah;
Bahwa kebijakan publik itu tidak cukup hanya dinyatakan tetapi dilaksanakan
dalam bentuk yang nyata;
Bahwa kebijakan publik, baik untuk melakukan sesuatu ataupun tidak
melakukan sesuatu itu, mempunyai dan dilandasi maksud dan tujuan tertentu;
dan
Bahwa kebijakan publik itu harus senantiasa ditujukan bagi kepentingan seluruh
anggota masyarakat.
Dalam hal ini teori kebijkan publik yang peniliti gunakan adalah teori kebijakan
publik menurut Thomas R. Dye yang menyatakan bahwa kebijkan publik adalah apa yang
dilakukan oleh pemerintah dan apa yang tidak dilakukan oleh pemerintah.
Proses Pembuatan Kebijakan Publik
Salah satu hal penting yang berkaitan dengan kebijakan publik adalah proses
pembuatan kebijakan publik. Menurut Thomas R. Dye Proses pembuatan kebijakan publik
merupakan proses politik yang melibatkan berbagai kepentingan dan sumber daya sehingga
akhir dari proses politik tersebut adalah produk subyektif yang diciptakan oleh pilihan-pilihan
sadar dari pelaku kebijakan:10 Proses atau tahap-tahap yang perlu dilalui untuk membuat
kebijakan adalah:11
10Redaksi, ”Proses Politik dalam Kebijakan Publik”, www.simpuldemokrasi.com, diunduh pada tanggal 14 Maret 2010 pukul 15.4511William N Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1999, hal. 44
23
1.AGENDA SETTING (PENYUSUNAN AGENDA)
3.ADOPSI KEBIJAKAN
5. PENILAIAN KEBIJAKAN
4.IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
2. FORMULA-SI KEBIJAKAN
Agenda setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas
kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk memaknai apa yang disebut
sebagai masalah publik dan prioritas dalam agenda publik dipertarungkan. Jika sebuah isu
berhasil mendapatkan status sebagai masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam
agenda publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih
daripada isu lain.
Dalam agenda setting juga sangat penting untuk menentukan suatu isu publik yang
akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Isu kebijakan (policy issues) sering disebut
juga sebagai masalah kebijakan (policy problem). Isu kebijakan biasanya muncul karena telah
terjadi silang pendapat di antara para aktor mengenai arah tindakan yang telah atau akan
ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai karakter permasalahan tersebut. Menurut
William Dunn, isu kebijakan merupakan produk atau fungsi dari adanya perdebatan baik
tentang rumusan, rincian, penjelasan maupun penilaian atas suatu masalah tertentu. Namun
tidak semua isu bisa masuk menjadi suatu agenda kebijakan.
Hanya ada beberapa kriteria isu yang bisa dijadikan agenda kebijakan publik, di
antaranya: 1. telah mencapai titik kritis tertentu jika diabaikan, akan menjadi ancaman yang
serius; 2. telah mencapai tingkat partikularitas tertentu berdampak dramatis; 3. menyangkut
emosi tertentu dari sudut kepentingan orang banyak (umat manusia) dan mendapat dukungan
media massa; 4. menjangkau dampak yang amat luas; dan 5. mempermasalahkan kekuasaan
dan keabsahan dalam masyarakat. Salah satu isu yang paling mendesaklah yang akan terpilih
dalam agenda kebijakan publik.
Tahap kedua ialah tahap formulasi kebijakan. Masalah yang masuk ke dalam agenda
kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tersebut
didefinisikan untuk kemudian dicari alternatif pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan
masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif yang ada. Dalam tahap perumusan kebijakan
ini, masing-masing alternatif akan bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang
diambil untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini, masing-masing aktor akan “bermain”
untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik.
24
Tahap ketiga merupakan tahap adopsi kebijakan. Tahap ini merupakan tahap lanjutan
dari tahap formulasi kebijakan, yakni memilih kebijakan. Dari sekian banyak alternatif
kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari
alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus
antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.
Tahap selanjutnya ialah implementasi kebijakan. Suatu program hanya akan menjadi
catatan-catatan elit jika tidak diimplementasikan. Pada tahap ini, berbagai kepentingan akan
saling bersaing, beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan dari para pelaksana,
namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelakasana.
Tahap yang terakhir ialah tahap penilaian kebijakan, kebijakan yang telah dijalankan
dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan
masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diiinginkan.
Oleh karena itu, maka ditentukan ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi dasar
untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan.
Konsep Implementasi Kebijakan Publik
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menggambarkan implementasi Perda Gerbang
Marhamah di Kabupaten Cianjur, sehingga konsep implementasi kebijakan sangat relevan
untuk menjelaskan pengertian implementasi dan apa saja yang mempengaruhi implementasi.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Charles O. Jones secara sederhanan, implementasi
adalah "getting the job done" dan "doing it". Artinya, implementasi kebijakan merupakan
suatu proses kebijakan yang dapat dilakukan dengan mudah, akan tetapi dalam
pelaksanaannya menuntut adanya syarat: adanya orang atau pelaksana, uang dan kemampuan
organisasi atau yang sering disebut dengan resources. Lebih lanjut, Jones merumuskan
batasan implementasi sebagai proses penerimaan sumber daya tambahan, sehingga dapat
mempertimbangkan apa yang harus dilakukan.12
Berbeda dengan Charles O. Jones, Ripley dan Franklin berpendapat bahwa
implementasi adalah apa yang terjadi setelah Undang-Undang ditetapkan yang memberikan
otoritas program, kebijakan, keuntungan atau suatu jenis keluaran yang nyata (tangible
output). Menurutnya, istilah implementasi merujuk pada sejumlah kegiatan yang mengikuti
pernyataan maksud tentang tujuan program dan hasil yang diinginkan oleh pejabat
pemerintah.12Djadja Sardjana, 2010, ”Kebijakan E-learning Perguruan Tinggi dalam Strategi Manajemen Pendidikan-Proses Pembuatan Kebijakan Publik, www.edukasi.kompasiana.com, diunduh pada tanggal 19 Mei 2010 pukul 23.00 WIB
25
Selanjutnya Van Meter dan Horn mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai
berikut: “Policy implementation encompasses those actions by public and private individuals
(and groups) that are directed at the achievement of goals and objectives set forth in prior
policy decisions“. Definisi tersebut memberikan makna bahwa implementasi kebijakan
adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu (dan kelompok) pemerintah
dan swasta yang diarahkan pada pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
Tindakan-tindakan ini, pada suatu saat berusaha untuk mentransformasikan keputusan-
keputusan menjadi pola-pola operasional, serta melanjutkan usaha-usaha tersebut untuk
mencapai perubahan, baik yang besar maupun yang kecil, yang diamanatkan oleh keputusan
kebijakan.
Van Meter dan Van Horn juga merumuskan model pendekatan implementasi
kebijakan yang disebut dengan a model of policy implementation. Model ini
mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linear dari keputusan
politik, pelaksana, dan kinerja kebijakan publik. Selain itu, model ini juga menjelaskan
bahwa kinerja kebijakan dipengaruhi oleh beberapa variabel yang saling terkait, yaitu:
1. Standar dan sasaran kebijakan/ukuran dan tujuan kebijakan
Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur keberhasilannya dari ukuran
dan tujuan kebijakan yang realistis dengan sosio kultur yang ada di level
pelaksana kebijakan. Ketika ukuran dan sasaran kebijakan terlalu ideal (utopis)
maka akan sulit direalisasikan. Van Meter dan Van Horn mengemukakan untuk
mengukur kinerja implementasi kebijakan tentunya menegaskan standar dan
sasaran tertentu yang harus dicapai oleh para pelaksana kebijakan . Kinerja
kebijakan pada dasarnya merupakan penilaian atas tingkat ketercapaian standar
dan sasaran tersebut. Standar dan tujuan kebijakan memiliki hubungan erat
dengan disposisi para pelaksana. Arah disposisi pelaksana terhadap standar dan
tujuan merupakan hal yang penting sebab bila meraka menolak atau tidak
mengerti apa yang menjadi kebijakan, bisa jadi mereka gagal dalam
melaksanakan kebijakan.
2. Sumber daya
Van Meter dan Van Horn menegaskan bahwa: “Sumber daya suatu kebijakan
tidak kalah pentingnya dengan komunikasi. Sumber daya kebijakan ini juga
harus tersedia dalam rangka untuk memperlancar administrasi implementasi
suatu kebijakan. Sumber daya ini terdiri atas dana atau insentif lain yang dapat
memperlancar suatu kebijakan. Kurang atau terbatasnya dana atau insentif lain
26
dalam implementasi kebijakan merupakan sumbangan besar terhadap gagalnya
implementasi kebijakan”
3. Karakteristik organisasi pelaksana
Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan informal
yang akan terlibat dalam implementasi kebijakan. Hal ini penting karena
implementasi kebijakan akan sangat dipengaruhi oleh ciri yang tepat serta cocok
dengan para agen pelaksananya. Hal ini berkaitan dengan konteks kebijakan yang
akan dilaksanakan pada beberapa kebijakan menuntut pelaksana kebijakan yang
ketat dan disiplin. Pada konteks lain, diperlukan agen pelaksana yang demokratis
dan persuasif. Selain itu cakupan wilayah menjadi pertimbangan penting dalam
menentukan agen pelaksana kebijakan.
4. Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan
Agar kebijakan dapat dilaksanakan dengan efektif, menurut Van Horn dan
Van Meter, apa yang menjadi standar kebijakan harus dipahami oleh para
individu. Yang bertanggung jawab atas pencapaian standar dan tujuan adalah
pelaksana sehingga harus ada komunikasi yang dilakukan dengan baik.
Komunikasi dalam kerangka penyampaian informasi kepada pelaksana kebijakan
tentang apa yang menjadi standar dan tujuan harus seragam dan konsisten dari
berbagai sumber informasi.
5. Disposisi atau sikap para pelaksana
Menurut Van Meter dan Van Horn, sikap penerimaan atau penolakan dari
agen pelaksana kebijakan atau kegagalan implementasi kebijakan publik sangat
mungkin terjadi karena kebijakan yang dilaksanakan bukan hasil warga setempat
yang mengenal betul permasalahan dan persoalan yang mereka hadapi. Akan
tetapi, kebijakan publik biasanya bersifat top down yang sangat mungkin
pengambil keputusan tidak mengetahui bahkan tak mempu menyentuh
kebutuhan, keinginan dan permasalahan yang harus diselesaikan”
6. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik
Hal terakhir yang harus diperhatikan guna menilai kinerja implementasi
kebijakan adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong
keberhasilan kebijakan publik. Lingkungan yang kondusif, sebaliknya
lingkungan yang tidak kondusif dapat menjadi masalah dalam kinerja
implementasi kebijakan.
27
Dengan demikian implementasi yang baik dapat dicapai apabila mencakup enam
unsur model implementasi kebijakan yang dipaparkan di atas.
Tahap-tahap Implementasi Kebijakan Publik
Selain itu untuk mencapai implementasi kebijakan yang ditetapkan, maka diperlukan
adanya tahap-tahap implementasi kebijakan. Menurut Van Meter dan Van Horn,13
implementasi kebijakan berjalan secara linear dari kebijakan publik, implementor dan kinerja
kebijakan publik. Variabel yang mempengaruhi kebijakan publik adalah aktivitas
implementasi dan komunikasi antar organisasi, karakteristik agen pelaksana atau
implementor, kondisi ekonomi, sosial, politik, kecenderungan pelaksana atau implementor.
Berikut ini merupakan tahapan-tahapan operasional implementasi sebuah kebijakan:
a. Tahapan interpretasi.
Tahapan ini merupakan tahapan penjabaran sebuah kebijakan yang bersifat
abstrak dan sangat umum ke dalam kebijakan atau tindakan yang lebih bersifat
manajerial dan operasional. Kebijakan abstrak biasanya tertuang dalam bentuk
peraturan perundangan yang dibuat oleh lembaga eksekutif dan legislatif, bisa
berbentuk Undang-Undang ataupun perda. Kebijakan manajerial biasanya
tertuang dalam bentuk keputusan eksekutif yang bisa berupa peraturan presiden
maupun keputusan kepala daerah, sedangkan kebijakan operasional berupa
keputusan pejabat pemerintahan bisa berupa keputusan/peraturan menteri
ataupun keputusan kepala dinas terkait. Kegiatan dalam tahap ini tidak hanya
berupa proses penjabaran dari kebijakan abstrak ke petunjuk pelaksanaan/teknis
namun juga berupa proses komunikasi dan sosialisasi kebijakan tersebut – baik
yang berbentuk abstrak maupun operasional – kepada para pemangku
kepentingan.
b. Tahapan pengorganisasian.
Kegiatan pertama tahap ini adalah penentuan pelaksana kebijakan (policy
implementor) yang setidaknya dapat diidentifikasikan sebagai berikut: instansi
pemerintah (baik pusat maupun daerah); sektor swasta; LSM maupun komponen
masyarakat. Setelah pelaksana kebijakan ditetapkan maka dilakukan penentuan
prosedur tetap kebijakan yang berfungsi sebagai pedoman, petunjuk dan
13Budi Winarno, Kebijakan publik: teori dan proses, Yogyakarta, Media Pressindo, 2008, hal. 155
28
referensi bagi pelaksana dan sebagai pencegah terjadinya kesalahpahaman saat
para pelaksana tersebut menghadapi masalah.
2.6 Traffic Management Centre
Traffic Management Centre (TMC) adalah sebuah pusat komunikasi, koordinasi,
komando, pengumpulan data, pengawasan dan pengendalian lalu lintas yang dikembangkan
oleh Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya14. TMC dibentuk sebagai upaya Ditlantas dalam
meningkatkan pelayanan kepada masyarkat, khususnya para pengguna jalan di Jakarta,
Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jadetabek). Selain itu dengan adanya TMC, maka
pengawasan dan pengendalian arus lalu lintas serta pelaksanaan tugas Ditlatas akan lebih
mudah, cepat dan professional. Didirikan pada tanggal 11 April 2005, TMC telah menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan tugas Ditlantas Polda Metro Jaya.
Secara umum TMC berfungsi sebagai :
a. Pelayanan "Quick Respons" secara professional terhadap masyarakat.
b. Analisa pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas.
c. Pusat informasi SIM, STNK, dan BPKB bagi Polri dan masyarakat.
d. Pusat informasi kegiatan dan kemacetan lalu lintas.
e. Pusat informasi hilang dan temunya kendaraan bermotor.
f. Pusat kendali operasional fungsi lalu lintas dalam mewujudkan keamanan, keselamatan,
ketertiban dan kelancaran lalu lintas.
g. Pusat pengendalian lalu lintas.
Program TMC
1. Pelayanan "Quick Respon Time" secara Profesional terhadap masyarakat.
2. Analisa Pelanggaran dan Kecelakaan Lalu Lintas (Black Spot).
3. Pusat Informasi SIM, STNK, BPKB bagi Polri dan Masyarakat.
4. Pusat Informasi kegiatan dan Kemacetan Lalu Lintas.
5. Pusat Informasi Hilang Temu Kendaraan Bermotor.
6. Pusat Kendali Patroli Ranmor dalam mewujudkan Keselamatan dan Kamtibcar
Lantas.
7. Pusat Informasi Kualitas Baku Mutu Udara.
8. Pusat Pengendalian Lalu Lintas.
14 Redaksi, “Traffic Management Centre”, www.tmcmetro.com, diunduh pada tanggal 5 Desember 2010 pukul 16.14 WIB
29
Teknologi TMC
Tugas para awak Ruangan Traffic Management Centre dititik beratkan sebagai Pusat
Komando dan Pengendalian Operasional Kepolisian bidang Lalu Lintas. Seluruh data dari
kewilayahan ditampung di ruangan ini yang kemudian diolah untuk siap disajikan. Dengan
adanya data yang telah siap disajikan ini diharapkan dapat membantu tugas-tugas Polri dalam
melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat.
Teknologi yang dimiliki Traffic Management Centre Dit Lantas Polda Metropolitan
Jakarta Raya adalah:
1. GPS (Global Positioning System)
2. CCTV (Closed Circuit TeleVision)
3. SMS (Short Messaging Service)
4. Internet Service (Website)
5. Identification Service (SIM, STNK & BPKB)
6. Traffic Accident Service (Pelayanan Informasi Laka Lantas )
7. Law Enforcement Service (Pelayanan Penegakkan Hukum)
8. Teleconference (eknologi Konferensi Jarak Jauh)
9. Faximile
10. Telp. Bebas Pulsa 112 (Hunting)
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Masalah Lalu Lintas di Jakarta
Sebagai pusat pemerintahan negara Indonesia, kota Jakarta menjadi sebuah kota yang
kental dengan urusan politik, hukum, ekonomi dan hal-hal lain yang menjadi masalah publik.
30
Tipologi akan kota Jakarta sebagai pusat pemerintahan menyebabkan dampak yang positif
maupun negatif. Dampak positifnya, Jakarta merupakan kota yang sangat pesat
pembangunannya diberbagai bidang seperti ekonomi, infrastruktur, kesejahteraan rakyat, dan
sebagainya. Sedangkan dampak negatif dari tipologi kota Jakarta salah satunya yaitu
kepadatan penduduk yang berakibat pada masalah-masalah lalu lintas. Masalah-masalah yang
timbul berkaitan dengan lalu lintas yakni kemacetan, keterbatasan infrastruktur, tingginya
kecenderungan penggunaan mobil pribadi, kondisi koneksitas antarmoda transportasi yang
tidak terintegrasi dan permasalahan lainnya.
Yang pertama adalah masalah kemacetan. Kemacetan yang terjadi dimana-mana
merupakan salah satu buktinya. Kemacetan di kota Jakarta semakin parah, bahkan kini sudah
tidak bisa terbendung lagi berakibat pada banyak hal, salah satunya adalah waktu tempuh
yang semakin hari semakin lama. Mengutip hasil penelitian yang dilakukan oleh JICA, Jalur
Kalideres ke Gajahmada misalnya, pada tahun 1985 waktu tempuh rata-rata yang diperlukan
untuk jarak 14,6 Km ini adalah 29,5 menit. Namun pada tahun 2000 sudah bertambah lama
menjadi 51,7 menit. Ini berarti terjadi perpanjangan waktu tempuh sampai 75 persen. Contoh
lain, jalur Ciledug ke Mayestik yang hanya berjarak 3,9 Km. Data pada tahun 1985, jarak ini
bisa ditempuh dalam waktu rata-rata 15,9 menit. Pada tahun 2000 waktu tempuhnya sudah
mencapai 25,0 menit. Ada kenaikan waktu tempuh sampai 57 persen, hanya dalam waktu
selisih lima tahun.
Jika mengacu pada hasil survai yang dilakukan oleh JICA, pada tahun 2002 dari
Jakarta ke Tangerang dan sebaliknya, setiap harinya rata-rata jumlah pejalanan harian adalah
847.750 perjalanan. Pada tahun 2010, sesuai dengan tren perkembangan penduduk,
diperkirakan bisa mencapai 1.078.663, dan pada tahun 2020 bisa mencapai 1.465.912. Yang
mengkhawatirkan adalah pada jalur dari Depok dan Bogor ke Jakarta. perkembangan yang
pesat di wilayah ini membuat jumlah perjalan harian meningkat drastic. Pada tahun 2002,
tercatat rata-rata 620.702 jumlah perjalanan. Angka ini pada tahun 2010 bisa mencapai rata-
rata 791.295 dan pada tahun 2020, lebih mengerikan, mencapai 1.148.528. permutasi
penggunaan kendaraan ke arah Jakarta, dari Tangerang, Depok dan Bogor, serta dari Bekasi,
setiap harinya akan menyesaki jalur-jalur di Kota Jakarta. survai yang dilakukan JICA
menunjukkan, pada tahun 2002 jumlah perjalanan harian rata-rata adalah 5.302.194. Pada
tahun 2010 diperkirakan menjadi 7.384.939, dan pada pada tahun 2020 menjadi 9.445.808.
Para pejabat DKI Jakarta dalam berbagai kesempatan selalu menyebut dengan mengacu pada
hasil survai oleh JICA, bahwa jika tidak dilakukan langkah-langkah strategis, paling lambat
pada tahun 2014, kemacetan total akan terjadi di Jakarta.
31
Masalah kedua adalah keterbatasan infrastruktur (sarana dan prasarana) transportasi
yang tidak sebanding dengan tingginya mobilitas masyarakat kota. Selain itu pergerakan
masyarakat dari wilayah pendukung seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi
(Debotabek), juga menambah permasalahan transportasi. Arus ini masih ditambah dengan
pergerakan dari Puncak dan Cianjur yang ikut memperparah kemacetan di Kota Jakarta.
Kondisi ini semakin diperparah dengan tata ruang kota yang tidak mendukung
pengembangan sistem transportasi perkotaan untuk masa depan dengan tetap
mempertimbangkan pengaruh serta peran serta wilayah sekitar Jakarta.
Dari segi ketersediaan prasarana, Jakarta sebagai kota metropolitan memiliki sistem
jaringan jalan lingkar, yaitu lingkar dalam (inner ring road) dan lingkar luar (outer ring
road). Sistem ini juga menjadi jaringan jalan arteri primer, jaringan radial yang melayani
kawasan di luar inner ring road menuju kawasan di dalam inner ring road dan jaringan jalan
berpola grid di wilayah pusat kota. Namun jaringan ini tidak terkoneksi dengan wilayah
penyangga yang berada di sekitar Kota Jakarta, yaitu Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi,
Puncak, dan Cianjur, padahal permutasi pengguna kendaraan setiap hari berasal dan menuju
daerah-daerah penyangga tersebut. Konsep pembangunan sarana dan prasarana harus selalu
mengacu pada pemikiran bahwa Jakarta dan sekitarnya adalah wilayah megapolitan.
Pernikiran mendasar ini penting agar pada setiap pengambilan keputusan selalu menjadikan
konsep megapolitan hal yang harus dijadikan pertimbangan utama.
Masalah ketiga yaitu masih tingginya kecenderungan penggunaan mobil pribadi.
Ketersediaan transportasi publik di Jakarta sangat beragam dan jumlahnya cukup banyak.
Moda transportasi yang tersedia mulai dari ojek sepeda, ojek sepeda motor, bemo, bajaj,
kancil, bus kota, angkutan kota, trans Jakarta (busway), Kereta Rel Listrik/Kereta Rel Diesel
(KRL/KRD) sampai monorel dan subway. Meskipun dari sisi jenis dan jumlah moda
angkutan publik sangat banyak dan beragam, keberadaan sarana transportasi itu dirasa belum
memadai. Hampir seluruh sarana transportasi publik yang ada itu hanya dipakai atau
digunakan golongan masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Masyarakat dari golongan
ekonomi menengah ke atas, masih belum meninggalkan kebiasaan mereka menggunakan
kendaraan pribadi. Golongan masyarakat ini dengan berbagai alasan, belum memanfaatkan
sarana transportasi publik yang ada. Terutama karena tingkat pelayanan angkutan publik yang
tidak nyaman dan tidak aman.
Masalah keempat adalah kondisi koneksitas antarmoda transportasi yang tidak
terintegrasi. Hal ini akibat koneksitas angkutan dalam kota dan luar kota yang masih terbatas.
sebagai contoh, yaitu arus mobilitas ke arah Bandara Internasional Soekarno-Hatta,
32
Cengkareng, Tangerang, dan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Jika dilihat tingkat
mobilitas masyarakat metropolitan dan daerah lainnya, keberadaan armada angkutan publik
ke bandara dan pelabuhan menjadi satu kebutuhan mutlak. Diperlukan suatu sistem
pengelolaan armada yang baik dan Baling terkoneksi ke beberapa titik-titik tertentu dalam
jumlah besar. Bahkan perlu dilakukan survei, pentingnya dibangun suatu jaringan transportasi
seperti KRL/KRD yang menghubungkan bandara atau pelabuhan. Keberadaan jaringan
transportasi khusus yang menghubungkan bandara atau pelabuhan, akan sangat mengurangi
kehilangan waktu calon penumpang pesawat dan kapal laut akibat kemacetan lalulintas.
Karena selama ini, time loss yang dirasakan masyarakat Jakarta sangat tinggi.
3.2 Manajemen Lalu Lintas
Persoalan lalu lintas yang sudah dibahas sebelumnya tentu saja akan menimbulkan
banyak masalah yang terkait dengan aktivitas masyarakat. Sementara itu polisi lalu lintas
dipandang sebagai pihak yang tidak bisa bekerja dengan baik karena tidak bisa mengatur lalu
lintas dengan memadai. Padahal, persoalan utamanya bukan hanya pada polisi lalu lintas,
tetapi pada berbagai instansi pemerintah yang masing-masing mempunyai kewenangan yang
berbeda yang semuanya akan terpusat pada manajemen lalu lintas. Untuk bisa terlaksananya
dengan baik proses manajemen lalu lintas, jelas akan melibatkan banyak unsur. Selain
berbagai instansi tingkat pusat dan di tingkat daerah akan juga melibatkan berbagai dings
terkait, seperti Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perhubungan, Dinas Lalu Lintas Angkutan
Jalan, Dinas Pendapatan Daerah, dan Dinas Pendidikan. Polisi lalu lintas tidak bisa bekerja
sendiri untuk mengatasi hal itu, karena kewenangannya yang sangat terbatas.
Melihat kondisi dan permasalahan lalu lintas di Kota Jakarta, dengan demikian
diperlukan penanganan khusus. Karenanya manajemen operasional lalu lintas yang
diterapkan harus didisain secara khusus agar bisa mengantisipasi dan menyesuaikan dengan
kondisi Kota Jakarta sesuai dengan konsep megapolitan yang penuh dengan kompleksitas dan
saling berpengaruh dengan wilayah-wilayah di sekitar Jakarta. Manajemen operasional lalu
lintas tidak bisa lepas dari manajemen transportasi, apalagi di Kota Jakarta. Pola
penanganannya pun harus berpijak dari konsep Jakarta sebagai poros dari megapolitan
dengan kawasan kota-kota di sekitarnya sebagai penyangga. Khusus untuk penangananan
yang merupakan kewenangan Ditlantas Polda Metro Jaya sudah berjalan dengan
menggunakan acuan megapolitan, yaitu dengan pengendalian lalu lintas dilakukan langsung
oleh Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, jadi sudah tidak lagi parsial pada masing-masing
wilayah (Polres).
33
Sesuai pertumbuhan penduduk yang sedemikian pesat, kemajuan perekonomian, serta
perkembangan kota-kota di sekitar Jakarta, kebijakan moda transportasi masa mendatang
idealnya terdiri dari berbagai tipe moda, yaitu busway, kereta api, light train atau monorel,
metro surface, serta metro subway. Keempat tipe moda ini harus saling berinteraksi, dan
semuanya mempunyai halte yang bersinggungan dengan terminal luar kota, baik untuk
kendaraan darat berupa bis dan kereta api, serta moda transportasi laut dan udara.
Jika melihat data statistik perbandingan pertumbuhan kendaraan dibandingkan luas
jalan, pada tahun 1994 masih sangat leluasa. Namun jika melihat tren pertambahan kendaraan
dan tidak ada penambahan luas jalan, maka pada tahun 2014 akan terjadi kelumpuhan total.
Untuk mengatasi hal tersebut solusinya pada manajemen transportasi dan manajemen lalu
lintas, agar permasalahan yang ada saat ini jangan sampai nanti berakibat pada kondisi yang
sama sekali tidak kita harapkan tersebut. Manajemen transportasi lebih menekankan pada
pengaturan sistem transportasi jalan.
Di sini terkait dengan berbagai aspek, seperti tata guna tanah, tata ruang, sistem
pendidikan masyarakat, kebijakan produksi kendaraan, kebijakan pembangunan jalan baru,
dan sebagainya. Aspek-aspek ini tentunya tidak bisa lepas dari asas transportasi jalan, yaitu
sebagai salah sate moda transportasi nasional yang harus diselenggarakan dengan
berdasarkan asas manfaat, usaha bersama, kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan,
kepentingan umum, keterpaduan, kesadaran hukum, dan percaya pada diri sendiri.
Dalam rangka mengatasi permasalahan transportasi, oleh Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta sudah sudah diantisipasi dengan penetapan Pola Transportasi Makro melalui
Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 84 Tahun 2004. Pola Transportasi Makro
(PTM) ini dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan dan penyediaan jasa transportasi
yang terpadu, tertib, lancar, aman, nyaman, dan efisien. Sesuai dengan konsep Megapolitan
Jakarta, pola transportasi makro ini harus terkoneksi antara Jakarta dengan kota-kota
penyangga di sekitar Jakarta. Koneksitas moda transportasi ini harus merupakan sistem yang
tertata rapi. Dengan sistem yang tertata rapi, maka nanti akan muncul fenomena baru, yaitu
kecenderungan untuk menggunakan transportasi publik.
Namun begitu yang tidak boleh dilupakan, penataan tersebut harus tetap memberikan
perhatian pada keselamatan sebagai tujuan utama. Aman, tertib dan lancar jika tidak
memberikan jaminan akan keselamatan tentu tidak akan ada gunanya. Data yang tidak dapat
kita sembunyikan, bahwa Indonesia masuk daftar negara paling buruk dalam bidang
keselamatan lalu lintas se- Asia Pasifik, di bawah Laos dan Nepal. Penelitian Asian Bank
Development (ADB) tersebut mengacu pada angka kecelakaan lalu lintas yang memakan
34
korban jiwa. Pada 2005 di wilayah Jakarta sekitarnya saja mencatat 4.156 peristiwa
kecelakaan dengan korban jiwa 1.118 orang. Jumlah itu meningkat pada 2006 sebanyak
4.407 peristiwa dengan korban jiwa 1.128 orang. Angka itu belum termasuk kecelakaan di
propinsi lainnya di Indonesia.
Inilah yang kemudian membuat kita semua sadar akan pentingnya tertib dalam
berlalu-lintas, yang kini terns digalakkan dalam rangka memberikan dukungan atas resolusi
PBB nomor A/Res/60/5 tanggal 26 Oktober 2005 mengenai Improving Global Road Safety.
Resolusi itu menyebutkan United Nation Economic and Social Commission for Asia the
Pasicif (ENESCAP) dan World Health Organization (WHO) bekerja sama mengadakan
kegiatan the first United Nations Global Road Safety Week in Asian and the Pacific Region.
Sasaran kegiatan kedua lembaga dunia itu adalah agar masyarakat pengguna jalan tertib dan
sopan dalam berlalu lintas, meningkatkan kualitas kinerja aparat, melakukan kerja sama
dengan pihak berwewenang, serta dilakukannya perbaikan infrastruktur dan perbaikan sistem
keselamatan lalu lintas.
3.3 Program Traffic Management Centre
Pembentukan Traffic Management Centre merupakan penjabaran kebijakan dan
strategi Kapolri tahun 2002-2004. Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Metropolitan
Jakarta Raya sebagai satu kesatuan Organisasi yang melaksanakan tugas Operasional di
bidang Lalu Lintas dalam pelaksanaan tugasnya harus dapat menjabarkan Kebijakan dan
Strategi Kapolri tersebut. Action Plan Kapolda Metropolitan Jakarta Raya yang akan
dilaksanakan oleh seluruh kesatuan dikewilayahan. Pelaksanaan Action Plan Kapolda
Metropolitan Jakarta Raya tersebut dilaksanakan dengan menyelenggarakan suatu sistem
manajemen penyelenggaraan keamanan di ibukota dalam rangka menyikapi perubahan-
perubahan sosial yang terjadi. Pelaksanaan ini harus dilakukan secara cepat, tepat, terprogram
dan sistematis serta bersifat sinergis dengan semangat Speed dan Professional serta penuh
rasa kebanggaan dalam memberikan pelayanan dan perlindungan bagi masyarakat untuk
mewujudkan program quick wins.
TMC berdiri sejak tahun 2005, waktu itu masih di gedung Lantas Pancoran dan baru
pindah ke Polda bulan Maret 2007. Bagi polisi, TMC sendiri merupakan sarana K3i
(Komando, Kendali, Koordinasi dan Informasi), artinya segala macam kegiatan operasional
lalu lintas itu dikendalikan dari pusat komando TMC ini. TMC tetap baik untuk mengurangi
persoalan di jalan raya serta titik – titik yang rawan kejahatan . Traffic Management Centre
Polda Metro Jaya mempunyai 25 komputer, 3 call center dan proyektor dengan teknologi
35
tinggi. Sistem ini bukan hanya mampu meningkatkan pelayanan masyarakat dan kontrol
terhadap para petugas di lapangan, tetapi juga mampu memperbaiki citra polisi, karena
dengan adanya TMC, jumlah polisi atau petugas terkait lainnya di jalan bisa dikurangi ke titik
terendah. Keadaan ini tentu akan memperbaiki citra polisi dan aparat terkait lainnya.
Prinsipnya, kini kian sedikit petugas di jalan, namun justru kian menguat kesan kota aman
dan tertib di balik kerja polisi dan aparat lain yang tak tampak.
Operasional TMC didukung oleh berbagai tekhnologi seperti CCTV, GIS, GPS,
Internet. Data base online, SMS, faximile, telepon, HT, Layar Monitor dan berbagai program
computer agar dari kegiatan TMC kegiatan K31 dapat diimplementasikan secara optimal
yaitu terjadinya quick respontime (kecepatan pengamanan, pelayanan masyarakat). Trust buil
(melayani managemen /citra posstif) dan sebagai petugas professional dan modern dalam
masyarakat yang demokratis.
3.4 Keefektifan TMC untuk mengurangi Masalah Lalu Lintas di jakarta
Sejak didirikannya TMC dari tahun 2005, tanggapan yang didapat dari selurruh
elemen masyarakat sangat positif. Banyak masyarakat yang menggunakan TMC sebagai
sarana informasi, pengaduan, dan sebagainya. Berdasarkan hasil wawancara dengan
Koordinator TMC tahun 2008, Komisaris Polisi, Sambodo Purnomo Yogo, TMC sangat
efektif dalam membantu masyarakat mengenai informasi-informasi dan pengaduan.
Setiap hari, kami mendapat keluhan, informasi, atau masukan dari rata-rata 2500
orang. Selama Januari-Desember 2007, tecatat 649.234 laporan diterima lewat SMS
(Short Massage Service) 1717. Sebanyak 96.051 laporan, masuk lewat telepon bebas
pulsa 112. Sebanyak 8.320 informasi masuk lewat situs www.lantas.metro.polri.go.id,
sedang 4.101 informasi, masuk lewat Radio Suara Metro, Polda Metro, sementara
346 laporan masyarakat lainnya masuk lewat faksimili 5709247.15
TMC berperan juga dalam menangani masalah kemacetan, dimana apabila sedang ada
kejadian yang membuat jalanan macet, TMC berperan untuk menginformasikan kepada
masyarakat melalui situs jejaring sosial seperti Facebook, Twitter, dan sebagainya, sehingga
warga yang ingin melintasi daerah yang macet bisa menghindari daerah tersebut. Seperti
yang dikatakan oleh Koordinator TMC tahun 2010, AKBP Aries Syahbudi.
15 Hasil Wawancara dengan Koordinator TMC, Komisaris Polisi, Sambodo Purnomo Yogo 2008, dikutip dari www.biskom.web.id
36
"Contohnya ketika ada acara pengajian yang melibatkan ribuan jamaah pengajian
sehingga menyebabkan kemacetan, TMC melalui jejaring sosial Twitter dan
Facebook menginformasikan kepada masyarakat sehingga masyarakat akan
menghindari lokasi pengajian tersebut dan terhindar dari kemacetan."16
Penginformasian lewat jejaring sosial ini sangat efektif, terbukti dengan jumlah
followers TMC di akun Twitter yaitu sebanyak 229.967.17 Jumlah ini bisa terus bertambah,
karena banyak warga yang membutuhkan informasi-informasi mengenai kondisi jalanan
untuk menghindari macet. Tidak hanya informasimengenai kondisi jalanan, akun Twitter
TMC ini juga sekaligus menginformasikan tentang rute SIM keliling, kegiatan-kegiatan
masyarakat yang dapat mengganggu lalu lintas, dan lain sebagainya yang berhubungan
dengan masalah-masalah lalu lintas.
Untuk menunjang penyebaran informasi dan layanan cepat, telah dipasang pula alat
geo positioning system (GPS) pada setiap mobil patroli polisi. Melalui alat ini, keberadaan
polisi bisa diketahui sehingga ketika ada laporan tentang kemacetan, kecelakaan, atau
peristiwa lainnya bisa langsung ditugaskan polisi yang terdekat dengan lokasi peristiwa. Tak
hanya itu, untuk memantau ruang gerak polisi, ada pula geo information system (GIS).
"GIS ini bermanfaat untuk menindaklanjuti laporan masyarakat. Misalnya, ada yang
melaporkan ada pungli saat dia lewat di jalan A, pada hari apa, jam berapa. Nah,
kita bisa cek, pada hari dan jam itu yang bertugas siapa. Asal ada keterangan dan
bukti yang jelas, kita bisa menindaklanjuti informasi itu,"18 kata salah satu petugas
TMC, Briptu Yoka Mulyadi.
Ke depannya, TMC juga menjajaki kerja sama dengan Badan Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika untuk menginformasikan cuaca dan gempa bumi. Polda Jawa
Barat juga menawarkan kerja sama untuk kepentingan pantauan arus di wilayah Puncak,
khususnya pada akhir pekan. Akan dipasang CCTV dan perangkat pendukung agar bisa
langsung online dengan TMC dan informasi bisa langsung dipublikasikan.
16 Hasil wawancara dengan Koordinator TMC, AKBP Aries Syahbudi 2010, dikutip dari www.suarakarya.com17 Hasil pengamatan peneliti tanggal 7 Desember 2010 pukul 13.3818Hasil wawancara dengan salah satu petugas TMC, Briptu Yoka Mulyadi 2010 dikutip dari www.suarakarya.com
37
3.5 Kebijakan yang Diambil Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
Sepertinya sudah harus ditetapkan kebijakan yang tegas, terhadap pola penanganan
masalah transportasi dengan kebijakan yang tepat. Penerapan sistem transportasi busway,
dengan armada Transjakarta, cukup memberikan solusi atas kemacetan pada jam-jam
tertentu, tetapi “kelonggaran aturan” yang ada dilapangan, meminimalisir capaian atas
penanganan masalah macet tersebut. Pembangunan jalur busway yang dikhususkan dan tidak
boleh dilalui oleh kendaraan lain, seharusnya menjadi keistimewaan, yang dijaga dan
dipertahankan. Sehingga Transjakarta benar-benar dirasakan sebagai solusi, setiap kendaraan
yang melaluinya harus diberikan sanksi yang tegas.
Pemberlakuan sistem portal (buka-tutup) busway, untuk mencegah pelanggaran
rambu oleh kendaraan lain, sebenarnya sudah baik, tetapi sayangnya hal itu tidak konsisten
dan berkelanjutan. Sehingga kendaraan lain masih saja dapat melaluinya, dan pada akhirnya
busway tidak maksimal menjadi solusi dari permasalahan macet di Jakarta.
Kita pahami bersama, ketika kebijakan penerapan sistem transportasi Transjakarta
dimulai, banyak kritik yang dilontarkan kepada Pemprov, mengurangi lahan hijau disekitar
jalan, karena pembangunan busway dengan lahan yang terbatas, terpaksa memakan sebagian
atau mungkin semua lahan hijau yang ada disekitar jalan. Hal ini dianggap dapat
meningkatkan polusi di Jakarta, karena tidak sedikit pohon-pohon yang harus ditebang.
Tetapi, jawaban Pemprov terhadap permasalahan polusi adalah, armada Transjakarta
menggunakan bahan bakar gas (BBG) yang ramah lingkungan. Sayangnya, ditengah
perjalanan, ternyata BBG menjadi bagian dari permasalahan efektifitas Transjakarta (harga
yang berbeda antara pasokan dari Pertamina dengan Perusahaan Gas Negara dibeberapa
SPBU, mendorong managemen Transjakarta memilih yang harganya lebih murah, sehingga
menimbulkan antrian panjang, dan mengurangi armada yang beroperasi. Pastinya memakan
waktu, karena cukup banyak armada yang mengisi BBG jauh diluar jalur koridor operasinya,
disebabkan pilihan SPBU tadi). Dan cukup disayangkan, karena belum ada upaya maksimal
dari Pemprov DKI untuk menyelesaikan permasalahan ini.
Ketika kebijakan pembangunan busway yang melalui kawasan Pondok Indah, yang
juga berkonsekuensi memakan jalur hijau ditetapkan, pun tidak terhindarkan terjadi kritik dan
penolakan oleh warga sekitar. Ketika itu Sutiyoso sebagai Gubernur dengan sikap yang
tenang dan tegas menyatakan, kita akan tetap melaksanakan kebijakan tersebut, karena ini
penting untuk publik. Saat ini, jalur Transjakarta tersebut, sudah dapat dilalui dengan cukup
lancar dan dirasakan manfaatnya bagi banyak warga Jakarta dan sekitarnya.
38
Saat ini, jika kita mau jujur, sistem transportasi Busway merupakan kebijakan
transportasi yang cukup efektif, selain anti macet (jika jalur busway hanya untuk armada
Transjakarta), cukup murah, ramah lingkungan, dan mencitrakan gaya transportasi perkotaan
dengan tampilan yang cukup bersih, tanpa pengamen, tanpa pedagang asongan dan pengemis.
Tetapi sangat disayangkan, jumlah armadanya terbatas, yang kemudian berdampak pada
pengurangan nilai. Anti macet, tetapi membuang banyak waktu untuk meng-antri.
Kurangnya armada Transjakarta, kemudian menimbulkan efek negatif, karena
mendorong setiap orang untuk terburu-buru, takut terlambat. Sehingga suasana didalam bus
menjadi sangat sesak, berdesak-desakan. Kondisi seperti ini, kemudian dimanfaatkan oleh
sebagian orang yang tidak bertanggungjawab untuk melakukan tindakan asusila (pelecehan
seksual), yang kebanyakan korbannya adalah kaum wanita. Selain itu, juga mendorong
terjadinya tindakan kriminal (pencopetan).
Dari berbagai keluhan yang ada, kebijakan lain atas operasionalisasi Transjakarta pun
dilakukan oleh Gubernur, diantaranya adalah Restrukturisasi dan reorganisasi Transjakarta,
dari status Badan Layanan Umum (BLU) menjadi BLU penuh, di mana BLU Transjakarta
akan menjadi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tersendiri. Disebut gubernur, hal ini
diperlukan untuk peningkatan kualitas pelayanan (busway) Transjakarta bagi warga Jakarta,
tentunya memberikan harapan baik. Pemerintah Provinsi DKI akan mengubah bentuk
organisasi BLU Transjakarta dan menetapkan Standar Pelayanan Minimum (SPM)
Transjakarta kepada publik, sebagai acuan penilaian dan kinerja BLU Transjakarta.[1] Dari
segala permasalahan yang ada selama ini, dengan kebijakan tersebut, setidaknya kita dapat
sedikit berharap, semoga ini menjadi satu langkah yang solutif. Karena menurut Gubernur,
hal ini adalah hasil kajian dari Institute for Transportation and Development Policy (ITDP).
Seiring berjalannya waktu, ternyata kepadatan lalulintas yang mencapai puncaknya
pada Juni-Juli 2010, mendorong Pemprov untuk memaksimalkan peranannya. Kemacetan
yang parah dan jalur busway yang lumpuh, karena banyak kendaraan lain yang masuk,
sedikit banyak mendorong upaya maksimal Pemprov DKI untuk membebaskan busway dari
kemacetan. Langkah yang dilakukan adalah sterilisasi jalur busway (buka-tutup portal)
dengan penindakan yang tegas bagi para pelanggarnya, dimulai pada 2 Agustus 2010.
Bahkan, sangat sensasionalnya, Dinas Perhubungan DKI Jakarta menjalin kerjasama dengan
Kapolda Metro Jaya dan Garnisun TNI. Hal ini bertujuan untuk menertibkan berbagai
pelanggaran yang marak terjadi di jalur busway, bahkan kendaraan milik TNI pun akan
dilarang masuk jalur busway.
39
Deputi Gubernur Bidang Transportasi, Dr. Sutanto Soehodho, M.Eng, menegaskan
bahwa, ada tiga aspek yang menjadi perhatian pemerintah dalam membenahi transportasi di
ibukota, dengan Pola Transportasi Makro (PTM), yakni infrastruktur jalan, pembenahan
sistem transportasi publik, dan manajemen transportasi (pemanfaatan infrastruktur jalan yang
sudah ada dengan optimal). Soal infrastruktur masih harus dilengkapi, agar terkoneksi dengan
jaringan yang sudah ada. Rencananya, tahun 2012 sudah dibangun tiga ruas jalan layang (fly
over) meliputi Antasari-Blok M, Dr. Satrio (Kp. Melayu-Tn. Abang), dan Kapten Tendean-
Cileduk Raya, tegasnya.
Saat ini, Pemprov telah mengupayakan pembangunan jalan tol Akses Tanjung Priok
(ATP), yang didanai oleh pemerintah pusat. Jalan tol ATP Rorotan-Cilincing, sepanjang 3,4
km mulai dibangun awal tahun 2009, dengan pembagian jalan laying 1,3 km dan jalan tanah
2,1 km. Selanjutnya (sudah terencana), akan dibangun ruas E2, Cilincing-Jampea (4,2 km),
W1 Jampea-Kampung Bahari (2,8 km), W2 Kampung Bahari-Harbour Toll Road (2,9 km)
dan NS Jampea-Kebon Bawang (1,7 km). Jalan tol ATP untuk memnuhi lalulintas ke
pelabuhan, jaln ini merupakan bagian dari jaringan Jabodetabek yang terkoneksi dengan
Jakarta Outer Ring Road (JORR). Semua jalan itu terhubung, antara tol pelabuhan, tol dalam
kota, dan tol Cibitung (yang merupakan bagian JORR II).
Pembangunan jalan ini diharapkan dapat mengurangi kemacetan dan memperlancar
arus ekspor-impor. Jalan tol ATP dilengkapi dengan intelegent transportation sistem,
sehingga setiap kendaraan yang melewati ruas jalan akan diketahui kecepatan dan beban
kendaraannya, yang informasinya disampaikan kepada pengguna jalan (pengendara) melalui
monitor. Sementara itu, keberadaan jalan tol JORR W2N, disiapkan untuk mempercepat
akses dari Jakarta Selatan menuju Kebun Jeruk-Ulujami dan langsung ke Bandara Soekarno-
Hatta, sekaligus untuk mengurangi kemacetan di jalan tol.
Persentasi ratio jalan di DKI Jakarta hanya 6,2% dari luas wilayah 650 km2, dan
pertumbuhan ruas jalan dibanding dengan jumlah kendaraan hanya 0,01% per tahun.
Sementara Singapura memiliki ruas jalan mencapai 14% dari luas wilayahnya, Kota Tokyo
18%, Paris dan New York lebih dari 20%.
Kebijakan Pemprov DKI Jakarta terkait dengan penyediaan transportasi publik, yaitu
akan membangun moda transportasi massal dengan jaringan kereta berbasis rel, yang disebut-
sebut Mass Rapid Transit (MRT). Selanjutnya, terkait dengan rencana pembenahan sistem
transportasi publik, Deputi Gubernur Bidang Transportasi, Dr. Sutanto Soehodho, M.Eng
memaparkan, akan mengubah operasional kereta lingkar kota (loop line). Pergerakan
penumpang dari arah timur (bekasi, dst) bisa diupayakan berhenti di Jatinegara saja, begitu
40
pun dari arah lainnya, bisa berhenti distasiun-stasiun yang bersinggungan, sehingga posisinya
sebagai feeder (pengumpan). Selanjutnya penumpang pindah MRT (subway) yang
frekuensinya lebih tinggi dan dengan daya angkut yang lebih besar, dengan angkutan dalam
kota yang akan disediakan.
BAB VI
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Perkembangan suatu kota sangat berkaitan pada faktor penduduknya, bergantung dari
daya dukung lahan, dan kemampuan daerah tersebut ditinjau dari segi pendanaan atau
41
anggaran biaya. Penataan kota menyangkut penempatan sarana yang diperuntukkan bagi
masyarakat, sehingga adanya spesifikasi ruang dan kegiatan kota, dengan sendirinya
menuntut adanya fasilitas yang memadai. Kota sebagai pusat kehidupan sebuah negara, harus
disadari bahwa diperlukan sarana dan prasarana perhubungan untuk mampu menjangkau
semua tempat yang dibutuhkan (pusat kegiatan) agar aktifitas masyarakat kota dapat berjalan
secara lebih akseleratif. Berbicara mengenai sarana dan prasarana perhubungan tidak dapat
dilepaskan dari permasalahan lalu lintas.
Lalu-lintas merupakan masalah penting di Jakarta karena lalu-lintas adalah sarana
untuk bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain, apabila lalu lintas terganggu atau terjadi
kemacetan maka mobilitas penduduk juga akan mengalami gangguan. Dampak dari
gangguan ini misalnya pemborosan bahan bakar, waktu dan polusi udara. Maka dari itu
diperlukannya perhatian khusus dalam penanganan masalah lalu lintas, khususnya di kota
Jakarta. Dalam hal ini, Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya
sebagai satu kesatuan Organisasi yang melaksanakan tugas Operasional di bidang Lalu Lintas
mendirikan TMC sebagai program untuk mengurangi masalah lalu lintas yang ada di Jakarta.
Sejak didirikannya TMC, telah terbukti secara efektif dapat mengurangi masalah lalu
lintas di Jakarta. Seperti membantu untuk menghindari kemacetan, informasi-informasi
kecelakaan, informasi SIM keliling dan sebagainya. Hal ini menunjukkan bentuk
keberhasilan dari kapolri dalam menanggulangi masalah lalu lintas. Bagi polisi sendiri,
keuntungan dengan berinteraksi di dunia maya memungkinkan mendapatkan berbagai
informasi dari partisipasi masyarakat. Dengan cara ini, informasi menjadi lebih kaya dan
beragam. Selain melalui Facebook dan Twitter, TMC juga sudah mengelola website
www.lantas.metro.polri.go.id sejak tahun 2005.
Keefektifan TMC untuk mengurangi masalah lalu lintas di Jakarta, terutama
kemacetan, tentu saja tidak dapat terlaksana secara efektif apabila tidak di dukung oleh
kepatuhan dari para pengguna jalan. Sesuai dengan yang dikatakan oleh Gubernur DKI
Jakarta, Fauzi Bowo.
"Dengan diluncurkannya twitter ini, kedisiplinan dan kesadaran masyarakat dalam
berlalulintas akan lebih tumbuh lagi. Karena sebaik apapun fasilitas yang ada,
apabila masyarakatnya tidak tertib dan disiplin terhadap aturan, maka fasilitas
tersebut akan sia-sia. Jadi mulai sekarang masyarakat saya imbau untuk lebih tertib
dan disiplin berlalu lintas."19
19 Hasil wawancara dengan Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, dikutip dari www.kompas.com
42
Maka dari itu, untuk menyelesaikan permasalahan lalu lintas di Jakarta diperlukan
kerja sama dari semua pihak terkait. Karena, masih banyak masalah-masalah yang berkaitan
dengan lalu lintas yang belum dapat diselesaikan, diantaranya masalah pembatasan mobil
pribadi, banjir di jalan raya, dan sebagainya.
4.2 Saran
Macet sepertinya sudah menjadi hal yang lumrah terjadi di Jakarta. Bahkan terkesan,
biasa saja dan sudah biasa. Ketika kita melaju di jalan-jalan Jakarta pada hari-hari libur kerja,
Sabtu dan Minggu (karena sebagai kota jasa, cukup banyak instansi/perusahaan yang tidak
meliburkan pegawainya di hari Sabtu dan Minggu), libur hari raya lebaran (masa-masa
mudik), dan suasana jalan pada malam hari (diatas jam 10, dengan catatan tidak turun hujan
sejak sore hari), sangat terasa sekali bahwa perjalanan di Jakarta sangatlah dekat, dan dapat
dicapai dengan waktu singkat. Akan tetapi, pada waktu-waktu sibuk (jam 7-9 pagi, “jam
berangkat kantor” dan jam 4-7 sore, “jam pulang kantor”), untuk mencapai jarak 1-2 km saja,
harus memakan waktu ½-1 jam, bahkan lebih. Belum lagi berlalulintas pada saat “jam sibuk”
diwaktu hujan turun, pastinya lalulintas padat merayap (karena kondisi jalan yang licin dan
berlubang, mendorong pengendara melambat), pastinya, tidak jarang terjadi “kelumpuhan”
lalulintas. Parahnya lagi, ditambah dengan permasalahan lampu jalan dan lampu lalulintas
mati, juga ancaman “genangan air” (istilah lain dari kata banjir yang biasa dipakai Gubernur,
Fauzi Bowo) yang dapat membuat kendaraan mogok. Ditambah lagi dengan petugas
kepolisian lalulintas yang “hilang” entah kemana, tidak ada pengatur jalan (dimana setiap
orang pasti bersikap ingin cepat sampai tujuan), menambah permasalahan lalu lintas di
Jakarta.
Pelaksanaan program TMC memang sudah efektif dalam mengurangi masalah lalu lintas
di Jakarta, meskipun begitu masih banyak masalah-masalah lain yang belum dapat
diselesaikan. Maka dari itu, penulis dari makalah ini memberikan masukan-masukan kepada
pihak-pihak yang terkait dalam masalah lalu lintas agar dapat berguna dimasa yang akan
datang.
1. Diperlukannya lebih banyak lagi penanganan dalam masalah-masalah yang belum
dapat diselesaikan oleh TMC, seperti banjir di jalan raya, pengurangan mobil pribadi,
angkutan umum yang belum layak, dan sebagainya.
43
2. Diperlukannya pelaksanaan manajemen lalu lintas yang baik, maka dibutuhkan
kebijakan publik yang tepat dalam mengurus masalah manajemen lalu lintas.
3. Program TMC mengakibatkan pengurangan personil polisi di jalan raya, hal ini belum
dirasakan efektif mengingat masih banyak para pengguna jalan yang tingkat
kepatuhannya masih rendah. Sehingga masih diperlukannya evaluasi terhadap
program TMC ini.
4. Kesadaran bersama dari segala pihak untuk mengurangi masalah lalu lintas di Jakarta.
Penanganan permasalahan lalu lintas kedepan akan semakin meningkat seiring
dengan laju pembangunan nasional dan perkembangan teknologi, pembenahan sistem per lalu
lintasan harus dilakukan dari sejak dini sebelum permasalahan yang muncul semakin
meningkat baik dari faktor manusia, jalan, kendaraan maupun lingkungannya harus disikapi
secara bersama antara stake holder yang bertanggung jawab serta berwenang dalam bidang
lalu lintas maupun peran serta aktif dari masyarakat pengguna jalan guna tetap terpeliharanya
situasi keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas dalam mendukung
terselenggaranya pembangunan nasional.
Masih banyak permasalahan yang belum terselesaikan, adanya analisa meningkatnya
tantangan permasalahan lau lintas kedepan dan hal lain yang memerlukan dedikasi, kinerja
dan semangat yang berkobar membutuhkan peran serta aktif dari semua lapisan untuk mampu
menunjukan kepada dunia bahwa Indonesia merupakan negara yang berbudaya dan memiliki
potensi sumber daya manusia yang handal, profesional dan proporsional.
DAFTAR PUSTAKA
Daftar Buku
Ahmad, Fajar. (2005). Pengaruh “Rumble Strips” terhadap Perilaku Pengemudi di
Perlintasan Kereta Api, Program Pasca sarjana Universitas Diponegoro.
44
Anderson, James. (1979). Public Policy Making. New York: Holt
Anggarasena, Bima. (2010). Strategi Penegakan Hukum dalam Rangka Meningkatkan
Keselamatan Lalu Lintas dan Mewujudkan Masyarakat Patuh Hukum. Program Pasca
sarjana Universitas Diponegoro.
Dunn, William N. (1999). Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Dye, Thomas. (1978). Understanding Public Policy. Englewood Cliffs: Prentice Hall, Inc.
FEMA, Decision Making and Problem Solving, Independent Study, 2005.
Ikhsan, Muhammad. (2009). Lalu Lintas dan Permasalahannya, Kuliah Umum DIR
LANTAS Polda DIY di MSTT, Pasca Sarjana UGM Yogyakarta.
Islamy, lrfan. (1997). Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi
Aksara.
Stoner, James A.F., dan Charles Wankel. (1993). Perencanaan dan Pengambilan Keputusan
Dalam Manajemen, Jilid I, Jakarta: Rineka Cipta.
Susilo, Djoko. (2008). Sinergisitas Antar Stakeholder Dalam Mengatasi Permasalahan Lalu
Lintas Di Wilayah Jabodetabek, Jakarta.
Utomo, Tri Widodo W. (1998). Perilaku Organisasi, Diktat Kuliah bagi Mahasiswa STIA
LAN Bandung.
Daftar Internet
Dharma, Agus. Kajian Masalah Transportasi yang Ditimbulkan oleh Pembangunan Lahan
Utama di DKI Jakarta. (www.gunadarma.ac.id, diunduh pada tanggal 6 Desember
2010 pada pukul 20.45 WIB).
45
Karuk, Mujiarto, 2009. Traffic Management Centre. (Online), (www.metro.polri.web.id,
diunduh pada tanggal 5 Desember 2010 pukul 21.15 WIB).
Redaksi, 2009. TMC Bantu Kurangi Kemacetan. (Online), (www.suarakarya.com, diunduh
pada tanggal 7 desember 2010 pukul 11.43 WIB).
Redaksi, 2010. Kemacetan di Jakarta. (Online) (www.pmiijakarta.com, diunduh pada
tanggal 11 Desember 2010 pukul 18.07 WIB).
Redaksi, 2010. TMC Tak Akan Berhenti Di FB Dan Twitter. (Online), (www.kompas.com, diunduh pada
tanggal 5 Desember 2010 pukul 20.56 WIB).
Redaksi. Lalu Lintas. (www.wikipedia.org, diunduh pada tanggal 6 Desember 2010 pukul
22.06 WIB)
Redaksi. Manajemen Lalu Lintas. (www.wikipedia.org, diunduh pada tanggal 6 Desember
2010 pukul 22.15 WIB)
Redaksi. Proses Politik dalam Kebijakan Publik. (Online), (www.simpuldemokrasi.com,
diunduh pada tanggal 14 Desember 2010 pukul 15.45 WIB).
Redaksi. Sambodo Purnomo Yogo: Dengan TI, Polisi Tingkatkan Citra dan Kinerja.
(Online), (www.biskom.web.id, diunduh pada tanggal 5 Desember 2010 pukul 21.00
WIB).
Sardjana, Djadja. 2010. Kebijakan E-learning Perguruan Tinggi dalam Strategi Manajemen
Pendidikan-Proses pembuatan Kebijakan Publik. (Online),
(www.edukasi.kompasiana.com, diunduh pada tanggal 14 Desember 2010 pukul 23.00
WIB).
Wesley, 2010. Ditlantas Polda Metro Jaya Luncurkan TMC Twitter Metro Community.
(Online), (www.metro-newz.com, diunduh pada tanggal 9 Desember 2010 pukul 22.05
WIB).
46