1.1 Definisi Tuberkuloma
Tuberkuloma merupakan lesi granulomatosa kronik dimana berasal dari fokus
infeksi tuberkulosis didalam otak oleh karena penyebaran secara hematogen dari
bagian tubuh lain terutama dari paru, lesi dapat berbentuk soliter atau multipel.
Tuberkuloma sering multiple dan paling banyak berlokasi pada fosa posterior pada anak dan
orang dewasa tetapi dapat juga ditemukan pada hemisfer serebri.1
Tuberkuloma merupakan lesi pada jaringan otak berupa masa padat yang
merupakan kumpulan jaringan nekrotik akibat infeksi kuman TB (Mycobacterium
tuberkulosis) dan memerlukan diagnosis yang lebih baik berupa biopsi stereotatik
meliputi pemeriksaan histopatologi, dimana terdapat nekrosis kaseous sentral yang
dikelilingi oleh histiosit epiteloid dan sel Langhans giant. Mycobacterium
tuberculosis ditunjukkan dengan reaksi histokimia menggunakan metode Erlich
Ziehl-Nielsen’s. Adanya eksudasi inflamasi dan basili biasanya lebih sedikit
ditemukan pada tuberkuloma supratentorial yang disertai dengan kista, fibrosa dan
kalsifikasi.2
1.2 Etiologi Tuberkuloma
Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman yang
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 µm dan tebal 0,3 – 0,6 µm dan
digolongkan dalam basil tahan asam (BTA). Penyebab dan sifat tuberkuloma ini
kurang dimengerti, tetapi tuberkuloma ini tidak menggambarkan kegagalan
pengobatan dengan obat. Fenomen ini harus dipikirkan kapanpun anak dengan
meningitis tuberkulosa memburuk atau berkembang tanda-tanda dan gejal-gejala
klinis yang terjadi kadang-kadang berat. Lesi ini dapat menetap selama berbulan
bulan atau bahkan bertahun-tahun.3,4
1.3 Faktor Risiko Tuberkuloma
Faktor risiko dari tuberkuloma diantaranya adalah sistem imun yang lemah,
keadaan sosial ekonomi yang rendah, hygiene masyarakat yang rendah, dan faktor
genetik. 3,4 Tuberkuloma dapat terjadi pada berbagai usia, namun 86 % penderita
tuberkuloma intrakranial berusia dibawah 25 tahun di negara berkembang.
Sebaliknya di Amerika, tuberkuloma terjadi lebih sering pada usia lebih dari 20
tahun.
Pada pasien ini ditemukan adanya sumber infeksi penyakit TB paru pada orang
dewasa, yaitu Bude yang tinggal disebelah rumah pasien dan sudah meninggal tiga
tahun yang lalu karena penyakit tersebut. Faktor sosial ekonomi berperan dalam
berkembangnya penyakit ini di lingkungan tempat tinggal pasien, selain hygiene yang
kurang baik. Selama beberapa bulan terakhir, anak belum pernah mengalami
gangguan kesehatan yang serius yang dapat mempengaruhi status imun pasien.
1.4 Manifestasi Klinis Tuberkuloma
Manifestasi klinis mbak rini..... daftar pustaka 5 dan 6
Manifestasi klinis dari tuberkuloma intrakranial bermacam-macam, yang
tersering adalah peningkatan tekanan intrakranial, papiledema, terjadi lateralisasi
berupa hemiparesis. Manifestasi klinis dari tuberkuloma dapat terjadi beberapa
minggu atau bulan sebelum didiagnosis, yaitu 2 minggu sampai 3 bulan.7
Gambaran klinis tuberkuloma serebral tanpa meningitis tergantung dari lokasi
anatomis. Gejala konstitusionalnya bervariasi. Sebagian besar mengeluh nyeri kepala,
demam, dan penurunan berat badan. Kejang, baik fokal maupun umum merupakan
manifestasi yang paling sering terjadi. Tanda neurologis fokal lebih jarang terjadi,
tetapi abnormalitas motorik dan serebral serta papil edema paling sering terjadi.
Tuberkuloma tidak dapat dibedakan dengan SOL serebral hanya dengan gambaran
klinis saja.4
Tuberkulosis SSP ditemukan dalam tiga bentuk yaitu meningitis, tuberkuloma,
dan araknoiditis spinalis. Fokus tuberkel tersebar di meningen dan otak, terbentuk
pada saat penyebaran hematogen selama masa inkubasi infeksi TB primer, kecuali
penyebaran hematogen kuman dalam jumlah besar bisa langsung menyebabkan TB
primer seperti TB milier dan meningitis TB. Meningitis TB dapat juga merupakan
reaktivasi fokus TB (TB pasca-primer) bertahun-tahun setelah pembentukannya pada
fase infeksi TB primer. Trauma kepala yang bisa menjadi pencetus reaktivasi
disangkal pada penderita.1,2
Pada awal gejala klinis pada pasien ini ditemukan didapatkan adanya keluhan
pusing disertai dengan perasaan berputar, dan penurunan berat badan. Kadang anak
mengalami mual dan muntah, namun tidak disertai dengan pandangan kabur ataupun
nyeri kepala yang merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Kemudian anak
mengalami lateralisasi berupa hemiparesis, yaitu pada tangan dan kaki kiri terasa
lemas disertai dengan perasaan tebal, tanpa adanya kejang. Keluhan-keluhan ini
menggambarkan adanya suatu kelainan bagian kepala yang mengarah pada
tuberkuloma walaupun keluhan ini juga dapat pada kelainan lainnya seperti adanya
SOL pada serebral.
1.5 Diagnosis Tuberkuloma Perbedaan Klinis dan Pemeriksaan Imaging
Kejadian tuberkulosis masih merupakan masalah utama di negara berkembang,
sedangkan di negara maju, kejadiannya kurang dari 50% di Amerika Serikat.
Pengobatan yang segera merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
penyembuhan dan adanya neurologik sequel. Salah satu bentuk dari tuberculosis
intracranial adalah meningitis tuberculosis, dapat juga berupa masa granuloma solid.
Di Negara berkembang kejadiannya berkisar antara 15%-30%. Di Negara maju,
tuberkuloma terjadi sekitar 15%-18% dari tumor intrakranial.7
MRI memiliki peranan penting dalam diagnosis tuberkuloma. Gambaran
Tuberkuloma bermacam-macam, Adanya lesi dengan nekrosis di bagian sentral
menunjukkan hiperintensitas di bagian tengah dan hipointensitas di bagian perifer.
Namun, lesi solid berupa hipointensitas T2W1 akibat granulasi jaringan dan kompresi
jaringan glial yang bergeser ke bagian tengah. Bentuk cincin yang hipointensitas dan
hiperintensitas memembentuk deposisi lapisan jaringan granulasi.7
MRI merupakan salah satu cara penegakkan diagnosis tuberkuloma di otak,
batang otak, dan spinal cord. Sama seperti bacterial meningitis, MRI lebih sensitive
dibandingkan dengan CT Scan, dalam melihat adanya penyangatan (enhancement) di
basal membran otak. Intrakranial tuberkuloma merupakan penyakit yang berpotensi
dapat disembuhkan. Penggunaan neuroimaging memberikan kemudahan dalam
pengenalan kasus yang sulit.7
Pada CT Scan terlihat gambaran granuloma tuberkulosa merupakan low
attenuation dengan kontras yang meningkat pada kapsulnya. Biasanya dikelilingi
oedema dan lesi dapat multiple. Pada tuberkuloma kadang terdapat kalsifikasi.
Diagnosa preoperative biasanya diapresiasikan hanya setelah pengenalan focus
tuberkulosa pada tempat lain ditubuh.7
Pasien ini telah dirawat di RS Roemani dan dilakukan pemeriksaan CT scan
kepala, dikatakan tidak tampak adanya kelainan. Keluhan berkurang selama
perawatan dan disarankan MRI. Anak kemudian dilakukan rawat jalan sambil
dilakukan pemeriksaan MRI. Hasil MRI kepala didapatkan gambaran tuberkuloma.
Selama dirumah anak kembali mengalami kelemahan pada tangan dan kaki kiri,
karena keluhan nya anak dibawa kembali control ke RS Roemani, disarankan untuk
rawat inap, karena ruangan penuh, kemudian anak dirujuk ke RS Kariadi Semarang.
1.6 Diagnosis Tuberkuloma Pemeriksaan Imaging dan Pemeriksaan Patologis
Tuberkuloma intrakranial berasal sebagai kumpulan tuberkel kecil yang
bergabung terdiri dari central nekrosis kaseosa dikelilingi oleh zona fibroblast, sel
epithelioid, sel Langhans raksasa, dan limfosit. Intrakranial tuberculoma biasanya
isointens terhadap gray matter cerebral pada gambaran T1dan T2. Gambaran MRI
dari tuberculoma intrakranial biasanya relatif isointense terhadap gray matter di
T1dan T2 tampak sebagai kumpulan cincin enhancement. 8
Pada penelitian yang dilakukan Kyoung dkk, dalam membandingkan pola
intensitas sinyal MR dan pola enhancement tuberkuloma intrakranial dengan
gambaran histopatologisnya didapatkan pada gambaran T1, granuloma tampak sedikit
hiperintense dikelilingi oleh tepi yang sebagian atau seluruhnya hipointens dengan
pusat isointens atau campuran antara isointens dan hiperintens pada 5 pasien dan
isointens homogen pada1 pasien. Secara histologi, zona isointens pada pusat atau
intensitas campuran berhubungan dengan nekrosis kaseasi ditambah infiltrat seluler
sekitarnya. Tepi hiperintens dan hipointens berhubungan dengan lapisan serat
kolagen dan lapisan infiltrat inflamasi seluler. Pada gambaran T2, seluruh bagian
granuloma tampak isointens heterogen atau hipointens dengan sedikit fokus
hipointens pada 5 pasien, dan pada 1 pasien tampak pusat hiperintens tepi hipointens.
Pada gambaran T2 lapisan histologis tidak dibedakan.8
Pada gambaran T1 post kontras, ada cincin enhancement dalam tuberculoma
pada semua pasien yang berhubungan dengan lapisan kolagen dan inflamasi sel.
Kesimpulannya kombinasi pola intensitas dan cincin enhancement dari lesi
merupakan karakteristik khas tuberkuloma, dan mungkin berperan penting dalam
membedakan tuberkuloma intrakranial dari lesi otak lain yang memiliki gambaran
cincin enhancement. Intensitas sinyal dan gambaran cincin enhancement mungkin
memainkan peran penting dalam membedakan tuberkuloma intrakranial dari lesi lain
di otak.8
Pada hasil pemeriksaan MRI didapatkan gambaran lesi multiple bulat pada T2
dan Flair tampak hiperintens dan pada T1 tampak slight hipo dan isointens, lesi
disertai perifokal edem. Lesi terletak pada cortex-white matter junction supratentorial,
pada centrum semiovale dan corona radiata kanan kiri, lesi juga tampak pada
pedunkulus cerebellar kiri dan cerebellum kiri. Gambaran ini sesuai dengan bentuk
tuberkuloma.
1.7 Lumbal Punksi pada Tuberkuloma
Pemeriksaaan lumbal punksi dapat membantu dalam penegakkan diagnosis
tuberkuloma intrakranial. Kelainan berupa peningkatan kadar protein dan pleositosis
limfositik disertai rendahnya glukosa LCS. Diperlukan teknik pemeriksaan lain
berupa pemeriksaan laboratoris, radiologi, MRI, maupun biopsi. Evaluasi cairan
serebrospinal dengan lumbal punksi tidak selalu memungkinkan pada pasien-pasien
dengan tuberkuloma sistem saraf pusat. Hal ini disebabkan sering terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial yang merupakan kontraindikasi lumbal punksi.1,2
Profil LCS pada tuberkuloma mungkin menunjukkan hasil yang normal.
Pemeriksaan cairan serebrospinal (LCS) pada tuberkuloma tanpa meningitis dapat
juga menunjukkan peningkatan protein total pada sebagian besar pasien dan
pleositosis 10-100 sel/mm3 pada 50%. Pada penelitian yang melakukan pemeriksaan
LCS pada 63 pasien dengan tuberkuloma, sebanyak 49 (84%) menunjukkan
pleositosis (65% dengan predominan mononuclear dan 35% dengan predominan
neutrofilik). Protein LCS meningkat pada 55 (88%) pasien, dan glukosa turun pada
48 (83%) pasien.9 Basil tahan asam jarang ditemukan pada LCS pasien dengan
tuberkuloma serebral jika dibandingkan dengan meningitis tuberkulosa. Pemeriksaan
jaringan biasanya diperlukan untuk mengkonfirmasi diagnosis.9 Biopsi jaringan
memberikan informasi diagnostik yang lebih tinggi dibandingkan pemeriksaan LCS
untuk mendiagnosis tuberkuloma. Biopsi otak stereotaktik harus dipertimbangkan
untuk diagnosis tuberkuloma jika pemeriksaan lain gagal untuk mengkonfirmasi
tuberculosis ekstraneural aktif. 9
Pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan lumbal pungsi oleh karena tidak
didapatkan adanya keluhan menigitis pada perjalanan penyakitnya.
1.8 Tata Laksana Tuberkuloma
Tata laksana TB pada anak merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan
antara pemberian medikamentosa, penanganan gizi, dan pengobatan penyakit
penyerta. Selain itu , penting untuk dilakukan pelacakan sumber infeksi, dan bila
ditemukan sumber infeksi juga harus dilakukan pengobatan.10-12
Obat TB utama (first line, lini pertama) saat iniadalah rifampisin (R), isoniazid
(H), pirazinamid (Z), etambutol (E), dan streptomisin (S). Rifampisin dan isoniazid
merupakan obat pilihan utama dan ditambah dengan pirazinamid, etambutol, dan
streptomisin. Terapi TB sesuai dengan konsep baku, yaitu 2 bulan fase intensif
dengan 4-5 OAT (isoniazid, rifampisin, pirazinamid, streptomisin dan etambutol),
dilanjutkan dengan 2 OAT (isoniazid dan rifampisin) hingga 12 bulan. Steroid yang
dipakai adalah prednison dengan dosis 1-2 mg/kgbb/hari, selama 4-6 minggu, setelah
itu dilakukan tappering off selama 4-6 minggu sesuai dengan lamanya pemberian
regimen. 10-12
Tuberkuloma otak pada anak-anak berkisar 5% - 8% dari space occupying
lession (SOL) intrakranial di negara berkembang. Computed tomography (CT)
membantu membuat diagnosis dini dan memantau hasil pengobatan. Dengan
pemantauan tersebut tindakan eksisi bedah berkurang. Namun gambaran tuberkuloma
pada CT dapat menyerupai lesi intrakaranial lain seperti glioma sehingga tindakan
eksisi diperlukan jika didapatkan keraguan atau tidak didapatkan perbaikan dengan
pengobatan medis. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan
tuberkuloma : 10-12
1. Tuberkuloma merupakan 5% -6% SOL di negara sedang berkembang.
2. Tuberkuloma dapat terjadi dalam setiap kelompok usia, tetapi sedikit lebih
sering pada anak-anak daripada dewasa dan lebih umum di fossa posterior.
3. Sekitar 30% dari pasien dengan tuberkuloma memiliki riwayat kontak TBC
atau penyakit tuberkulosis di bagian tubuh lainnya.
4. Tuberkuloma terjadi pada anak-anak yang memiliki kekebalan sistemik
cukup kuat untuk mencegah meningitis TB tetapi tidak cukup kuat untuk
mencegah pembentukan tuberkuloma.
5. Pemeriksaan EEG dan ventriculogram tidak menunjukkan patologi penyakit.
Angiogram karotis menunjukkan tuberkuloma sebagai lesi avaskular.
Di negara berkembang seorang anak yang dicurigai tuberkuloma dimulai terapi
anti-TB dan dilakukan pengamatan. Kebijakan terapi medis dengan obat
antituberkulosis untuk mengobati infeksi dan mengurangi edema serta tekanan
intrakranial. Pada lesi supra-tentorial, obat-obatan seperti furosemid, steroid dan
gliserol oral dapat diberikan. Sedangkan pada lesi infratentorial dilakukan ventricular
puncture atau VP shunt. Setelah mengurangi intrakranial tekanan, perkembangan
anak diamati. Jika didapatkan perbaikan, terapi antituberkulosis diberikan dan
perkembangan penyakit tetap diobservasi. Jika dalam waktu 3-4 minggu tidak ada
perbaikan yang signifikan, operasi disarankan dan eksisi tuberkuloma dilakukan.10-12
Setelah diagnosa Tuberkuloma ditegakkan, pasien ini direncanakan
mendapatkan terapi OAT dengan Rifampisin, Pirazinamid, INH dan Etambutol
selama 2 bulan pada fase intensif awal. Namun setelah satu minggu pemberian,
keluhan pasien dirasakan tidak ada perubahan, bahkan semakin memburuk terutama
keluhan neurologis akhirnya pemakaian Etambutol sebagai terapi awal OAT diganti
dengan Streptomisin secara intramuskular. Selain OAT, pasien juga mendapatkan
kortikosteroid berupa Prednison selama 6 minggu untuk kemudian di tapering off.
Pada pasien ini juga tidak memerlukan terapi operasi untuk Tuberkuloma, mengingat
klinis pasien yang masih baik. Untuk kelainan kulit kepala, pasien mendapatkan
preparat lotion permetrin yang dioleskan saat akan tidur selain disarankan untuk
rambut dibersihkan dengan shampo tiap hari.
1.9 Prognosis Tuberkuloma
Tuberkuloma sebagai lesi desak ruang merupakan salah satu manifestasi
meningitis tuberkulosis yang biasanya terdapat pada anak di bawah usia 10 tahun.
Tuberkuloma bukan mengindikasikan kegagalan terapi tetapi kemungkinan
disebabkan oleh reaksi inflamasi atau imunologis.13
Meningitis TB bila tidak diobati akan berakibat fatal. Prognosis yang baik
terdapat pada pasien dengan stadium 1, dan umumnya prognosis yang buruk terdapat
pada pasien dengan stadium 3. Gejala sisa neurologis mayor diantaranya hidrosefalus,
parese tipe spastik, kejang, paraplegia, dan gangguan sensorik dari ekstremitas.
Komplikasi ophthalmologic lanjut meliputi atrofi dan kebutaan. Gangguan
pendengaran dan keseimbangan dapat muncul akibat proses penyakit dan pengobatan
streptomicin. Gejala sisa neurologis minor termasuk kelumpuhan saraf kranial,
nystagmus, ataksia, gangguan koordinasi ringan. Cacat intelektual dapat ditemukan
pada sekitar dua pertiga dari penderita. Anak-anak berusia kurang dari 3 tahun
memiliki prognosis lebih buruk dibanding anak yang lebih tua, dimungkinkan
berhubungan dengan pengenalan gangguan yang lebih mudah pada usia yang lebih
tua.14
Pada studi Wasay M,dkk mendapatkan 41% dari 102 kasus tuberkuloma
intrakranial mengalami perbaikan komplit. Didapatkan pula tuberkuloma dapat
menghilang, berkurang atau bertambah dalam jumlah maupun ukuran ataupun tetap
tidak berubah setelah pengobatan lengkap. Perbaikan klinis yang lengkap didapatkan
pada beberapa pasien mekipun dengan lesi menetap, disamping itu terdapat pula
pasien yang tidak membaik meskipun terjadi penyembuhan sempurna dari
tuberkuloma. Didapatkan pula adanya koma saat perjalanan penyakit dan gambaran
milier pada rontgen dada merupakan prediktor prognois yang buruk.9
Sedangkan pada studi Hejazi N,dkk dalam studi pada 34 kasus tuberkuloma
intrakranial mnunjukkan 53% pasien sembuh sempurna, 37% membaik dengan
gangguan neurologis ringan dan 10% meninggal. Didapatkan pula bahwa intervensi
bedah dapat diperlukan pada keadaan komplikasi akut dari meningitis tuberkulosis
seperti prosedur shunting bila didapatkan hidrosefalus. Jika lesi terbesar tidak berada
pada lokasi yang memiliki risiko dapat dilakukan pembedahan total. Dengan
kombinasi pengobatan dan pembedahan didapatkan luaran yang memuaskan pada
sebagian besar kasus.15
Prognosa pasien ini adalah ad bonam pada quo ad vitam, dan dubia ad bonam
pada quo ad sanam dan ad fungsionam.
2.0 Gizi Kurang
Arti sebenarnya malnutrisi adalah gizi salah yang mencakup keadaan gizi
kurang atau gizi lebih. Secara umum gizi kurang disebabkan oleh kekurangan energi
atau protein. Anak dengan defisiensi protein biasanya disertai pula dengan defisiensi
energi atau nutrien yang lain, karena itu istilah yang lazim dipakai adalah malnutrisi
energi protein.16 WHO mendefinisikan malnutrisi sebagai ketidakseimbangan seluler
antara suplai nutrien dan energi dengan kebutuhan tubuh untuk pertumbuhan,
pemeliharaan dan fungsi-fungsi spesifik.17 Gizi kurang timbul akibat kurang
adekuatnya masukan protein dan kalori, banyak ditemukan di negara miskin dan
dunia ketiga, karena peran berbagai faktor, seperti faktor genetik dan lingkungan
yang sifatnya multifaktorial dan kompleks. Selain pengaruh berbagai faktor tersebut,
masukan kalori yang kurang dapat pula terjadi sebagai akibat kesalahan pemberian
makan, penyakit metabolik, kelainan kongenital, infeksi kronik atau kelainan organ
dan tubuh lainnya. Kejadian tersering berhubungan dengan infeksi terutama infeksi
saluran pencernaan.16,17,18
Untuk menentukan status gizi terlebih dahulu diperoleh informasi dari
anamnesis mengenai riwayat diet, berat badan lahir, keadaan fisik ayah dan ibu.
Pemeriksaan fisik secara inspeksi untuk menilai kondisi fisik yaitu bentuk tubuh
dengan melihat proporsi kepala, tubuh dan anggota gerak berkaitan dengan kelainan
bawaan atau penyakit seperti hepatomegali, splenomegali, edema, hidrosefalus,dan
sebagainya. Pemeriksaan penunjang meliputi antropometri : Berat badan (BB),
Panjang badan (PB), BB/umur, PB/umur, BB/PB, Lingkar kepala (LK), Lingkar
Lengan Atas (LLA).18
Untuk kondisi tertentu seperti didapatkan pembesaran organ (hepatomegali,
splenomegali, hidrosefalus dan lain-lain) maka penentuan status gizi menggunakan
Mid Arm Muscle Circumference (MAMC). MAMC dihitung dengan rumus:
MAMC = MAC (cm)- (0,314 X TSF (mm))
Keterangan:
MAC : Mid arm circumference
TSF : Triceps skin fold
Hasil perhitungan MAMC kemudian dibandingkan dengan tabel standar dan
dikatakan gizi kurang bila MAMC <persentil 5.19
Pada saat masuk status gizi penderita adalah : gizi kurang, ditentukan
berdasarkan MAMC yang kurang dari persentil 5. Pada anamnesis didapat asupan
makanan dengan kualitas yang kurang, serta saat usia 8 bulan anak sudah
mendapatkan makanan keluarga. Pada pasien ini terdapat riwayat pemberian
makanan tambahan terlalu dini dan pemberian ASI cukup baik yaitu sampai usia 2
tahun.
Pengelolaan
2.2.Gizi Kurang
Pengelolaan gizi kurang pada penderita ini dengan mencukupi kebutuhan
kalori, cairan dan elektrolit. Diperlukan kalori 25-30% di atas kebutuhan kalori anak
yang normal untuk tumbuh kejar. Diberikan diet 3 x nasi, 3 x 250 cc susu dengan
total kalori 2099,5 Kkal, protein 50 g, dan cairan 1594 cc per hari (kecukupan kalori
103%, protein 116%, cairan 111%).
Daftar Pustaka
1. Abuhamed M, Bo X, Yan C. Central Nervous System Tuberculomas: A
Review Article. American J. Infect. Dis.2008; 4 (2): 168-73
2. Gusmao FA, Marques HH, Marques-Dias MJ, Ramos SR. Central nervous
system tuberculosis in children. Arq Neurosiqulatr 2001;59(1):71-6
3. Ramamurthi B, Ramamurthi R, Vasudevan MC. Changing concepts in the
treatmen of tuberculomas of the brain. Child’s Nerv Syst 1986;2:242-3.
4. Thwaites G, Fisher M, Hemingway C, Scott G, Solomon T, Innes J. British
infection society guidelines for the diagnosis and treatment of tuberculosis of
the central nervous system in adults and children. Journal of Infection. 2009;
59: 167-87
5.
6.
7. Boluk A, Turk U, Aribas E, Kokrek Z. Intracranial Tuberculoma: clinical and
MRI findings. Turgut Ozal Tip Merkezi Dergizi. Turki. 1998:180-184.
8. Kyoung TK, Chang KH, Kim CJ, Goo JM, Kook MC, Han MH. Tuberculoma
Intrakranial: Perbandingan antara MRI dengan Temuan Patologis. Am J
Neuroradial 1995; 16:1903-1908
9. Wasay M, Moolani MK, Zaheer J, Kheleani BA, Smego RA, Sarwari AR.
Prognostic indicators in patients with intracranial tuberculoma: a review of 102
cases. JPMA. 2004;54:83
10. UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia. Tata laksana. Dalam:
Rahajoe NN, Basir D, Kartasasmita CB, penyunting. Pedoman nasional
tuberkulosis anak. Edisi ke-2. UKK Respirologi PP IDAI;2007.h.47-66.
11. Rahajoe NN, Setiawati L. Tata laksana TB. Dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B,
Setyanto DB, penyunting. Buku ajar respirologi anak cetakan I. Ikatan Dokter
Anak Indonesia; 2008.h.214-7.
12. Bhagwati SN, Parulekar GD. Management of intracranial tuberculoma in
children. Child’s Nerv Syst 1986;2:32-4.
13. David RB. Clinical pediatric neurology, third edition.New York: Demos
medical publishing;2009.h.235.
14. Menkes JH, Sarnat HB, Maria BL. Textbook of Child Neurology.Edisi ke-7.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006.h.448.
15. Hejazi N, Hassler W. Multiple intracranial tuberculomas with atypical response
to tuberculostatic chemotherapy: literature and case report.
Infection.1997;25(4):233-9.
16. Waterlow JC. Protein energy malnutrition. London: Arnold Edward, 1992 : 1-
12.
17. Grigsby DG. Malnutrition. EMedicine Journal 2002 March;3 (3).
18. Samsudin, Soedibjo S. Penilaian keadaan gizi dan pertumbuhan : cara,
kegunaan dan keterbatasan. Dalam : Samsudin (penyunting). Masalah gizi
ganda dan tumbuh kembang anak. Jakarta: Badan Penerbit FKUI, 1995 : 149-
58.
19. Gibson RS. Principles of nutritional assessment. New York: Oxford University
Press, 1990: 187-204.
20.
Top Related