BAB I
PENDAHULUAN
Keracunan adalah salah satu kasus darurat yang paling sering terjadi pada
anak-anak di bawah usia 5 tahun. Dan hampir selalu terjadi di rumah. Bagian
terbesar dari kasus ini adalah menelan racun. Untungnya, kasus menelan racun ini
sudah menurun selama dua decade terakhir karena semaakin membeiknya
kemasan produk juga semakin banyaknya pusat-pusat pengendalian keracunan
Keracunan adalah masuknya zat racun ke dalam tubuh baik melalui saluran
pencernaan, saluran nafas, atau melalui kulit atau mukosa yang menimbulkan
gejala klinis.
Tertelan bahan toksik masih menjadi masalah besar dalam masyarakat,
dapat mengancam nyawa bahkan menyebabkan kematian. Tertelan bahan toksik
merupakan penyebab tersering keracunan pada anak umur kurang dari enam
tahun. Berdasarkan AAPC (American Association of Poison Control Centers),
terdapat 1,08 juta bahan ingestion toksik pada anak kurang dari 6 tahun yang
dilaporkan ke pusat penanganan keracunan pada tahun 1998. Menurut komisi
perlindungan konsumen di amerika, setidaknya 85.000 anak dirawat dengan
keracunan di unit gawat darurat pada tahun yang sama.4,10
Agen penyebab keracunan pada anak, antara lain obat-obatan, produk
rumah tangga termasuk detergen dan pemutih, desinfektan, produk bahan bakar
minyak, pestisida, opium dan produk jamu-jamuan. Beberapa penelitian
menyebutkan penyebab tersering keracunan pada anak adalah obat-obatan.
Penelitian lain menyebutkan produk rumah tangga seperti detergen, pemutih dan
bahan bakar minyak sebagai penyebab tersering dari keracunan.4,5,9,10
The Toxic Exposure Surveilance System of The American Ascociation of
Poison Centers melaporkan bahwa tertelannya bahan toksik merupakan rute
paling sering dari keracunan. Bahan yang paling sering tertelan antara lain :
kosmetik dan produk pembersih tubuh, bahan pembersih, obat analgesik.
tanaman, obat batuk dan pilek, benda asing, bahan topikal, pestisida, vitamin dan
hidrokarbon. 4,10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi7,10,12
Bahan kaustik adalah zat kimia yang bersifat asam atau basa kuat yang
merusak jaringan melalui reaksi kimia. Basa merusak jaringan melalui reaksi
kimia dengan menerima proton, sedangkan asam bereaksi dengan
menyumbangkan proton. Zat yang mengandung pH < 7 disebut asam, sedangkan
zat dengan pH >14 disebut basa. Zat yang mengandung pH <2 dianggap sebagai
asam kuat, sedangkan zat dengan pH>12 dianggap sebagai basa kuat.
2.2. Epidemiologi/Insidens
Berdasarkan US Poison Center, keracunan bahan kaustik dilaporkan
200.000 kasus per tahun, paling banyak disebabkan oleh bahan pembersih rumah
tangga, terutama yang mengandung soda (sodium hidroksida). Di Italia, dari
Desember 2005– Juli 2008, terdapat 148 anak yang masuk rumah sakit akibat
tertelan bahan kaustik. Keracunan bahan kaustik pada anak yang disebabkan oleh
asam asetat prevalensinya lebih tinggi di Asia Timur, dibandingkan negara-negara
lain karena penggunaan bahan ini sebagai perasa makanan.4,5,9,10,14
Keracunan bahan kaustik pada anak biasanya karena kecelakaan atau tidak
disengaja. Sekitar 80% tertelannya bahan kaustik terjadi pada anak umur kurang
dari lima tahun, paling sering dalam bentuk cair. Sedangkan pada anak remaja dan
dewasa lebih sering disengaja sebagai usaha melukai diri sendiri. Hal ini
menyebabkan tingginya mortalitas akibat keracunan bahan kaustik. Di negara-
negara berkembang, bahan kaustik murah dan mudah didapat sehingga sering
digunakan untuk usaha bunuh diri.5,7,12
Pembersih saluran air (sodium hidroksida) dan pembersih toilet (asam
hidroklorida) merupakan agen yang paling berbahaya. Sekitar 10% tertelan bahan
toksik menyebabkan kerusakan yang berat yang memerlukan perawatan. 7,12,13
2.3. Klasifikasi
Berdasarkan sifatnya, bahan kaustik dibagi atas dua jenis,yakni bahan
yang bersifat basa (pH > 7) dan yang bersifat asam (pH < 7).7,12
2.4. Penyebab
Bahan kaustik banyak terdapat di perlengkapan rumah tangga, produk
kecantikan, bahan pembersih, dikemas dalam bentuk yang menarik dan mudah
dijangkau oleh anak-anak.
Bahan kaustik yang bersifat basa antara lain: 7,12,13
Natrium hidroksida dan Kalium hidroksida sering digunakan sebagai
pembersih saluran air, pembersih oven, tablet Clini dan pembersih gigi.
Kalsium hidroksida banyak terdapat plester atau semen.
Natrium dan kalsium hipoklorit paling sering ditemukan di alat pemutih
rumah tangga dan cairan klor.
Amonia digunakan sebagai bahan pembersih dan detergen.
Posfat secara umum banyak terdapat di detergen dan cairan pembersih
Bahan kaustik yang bersifat asam antara lain: 7,12,13
Asam sulfat, biasanya digunakan pada pembersihtoilet, pembersih saluran
air, pembersih logam, batrei.
Asam nitrat sering digunakan sebagai pembersih logam.
Asam hidroflourida biasanya digunakan sebagai pembersih karat,
pembersih keramik, kaca.
Asam hidroklorida biasanya digunakan sebagai pembersih toilet,
pembersih kolam renang dan alat-alat laboratorium.
Asam posfor sering digunakan sebagai pembersih logam.
Asam asetat sering digunakan dalam percetakan, desinfektan, dan sebagai
pelurus rambut.
2.5. Patofisiologi
Tertelan bahan kaustik memberikan dua tipe kerusakan.
2.5.1. Tertelan bahan basa 1,5,7,12,13
Produk basa menyebabkan kerusakan jaringan dengan liquefaction
necrosis melalui safonifikasi jaringan lemak sel sehingga terjadi degradasi protein,
sehingga penetrasi cedera yang ditimbulkan lebih dalam. Kerusakan sel terjadi
karena emulsifikasi dan disrupsi dari membran sel. Ion hidroksida dari zat basa
bereaksi dengan jaringan kolagen, menyebabkan edema jaringan, sehingga terjadi
trombosis vena kecil dan produksi panas. Kerusakan jaringan berat terjadi segera
setelah ingesti alkali pada daerah yang kontak pertama kali dengan bahan ingesti,
yakni epitel skuamous pada orofaring, hipofaring dan esofagus. Esofagus adalah
daerah paling sering terlibat dan abdomen adalah daerah yang paling jarang
terlibat. Edema jaringan terjadi segera, dapat bertahan sampai 48 jam dan dapat
menyebabkan obstruksi jalan napas. Setelah 2-4 minggu kemudian, terbentuk
jaringan parut yang semakin tebal, sehingga dapat menyebabkan striktur.
2.5.2. Tertelan bahan asam 1,5,7,12,13
Bahan asam merusak jaringan dengan jalan nekrosis koagulasi sehingga
terjadi denaturasi protein jaringan superfisial, bahkan dapat timbul
eschar atau gumpalan. Eschar dapat melindungi jaringan dibawahnya dari
kerusakan yang lebih dalam. Berbeda dengan basa, abdomen merupakan organ
yang paling sering terlibat pada ingesti bahan asam, produksi panas dan eschar
lebih dalam sepanjang esofagus sampai ke abdomen.
2.6. Manifestasi klinis
Perbedaan potensi bahan kaustik tergantung pada kekuatan molar, pH dan
beberapa bahan kimia lainnya. Besarnya kerusakan yang ditimbulkan tidak hanya
bergantung pada bahan kimia spesifik yang terlibat, tetapi juga pada jumlah dan
konsentrasi bahan kaustik, lama kontak, jenis bahan kimia (cair atau padat) dan
Vulnerable dari jaringan yang terpapar.
2.7. Diagnosis
2.7.1. Anamnesis
Gejala yang sering ditemukan pada pasien yang tertelan bahan kaustik
antara lain sesak, kesulitan menelan (disfagia), nyeri pada daerah mulut dan nyeri
menelan, nyeri dada, nyeri perut serta mual muntah.5,7,11
2.7.2. Pemeriksaan Fisis
Kulit atau mukosa yang terpapar dapat menghasilkan luka bakar yang luas
dan dalam. Gejala yang timbul dapat berupa: 7,11
Gejala/tanda obstruksi saluan napas yang dapat berupa : stridor, disfonia
atau afonia, respiratory distress, takipnu, hiperpnea dan batuk.
Tanda lain yang mengindikasikan terjadinya trauma antara lain : takikardi,
luka bakar pada daerah orofaring, keluar air liur, peritonitis akut.
Hematemesis
Tanda cedera berat berupa gangguan kesadaran, gejala peritonitis,
perforasi, stridor, hipotensi dan syok.
2.7.3. Pemeriksaan Penunjang
2.7.3.1. Laboratorium7,11
pH dari bahan yang tertelan pH kurang dari 2 atau lebih dari 12,5
mengindikasikan potensi kerusakan jaringan yang lebih berat. Meskipun
demikian, pH yang berada dalam range diatas juga tidak menyingkirkan
kemungkinan terjadinya kerusakan yang signifikan. b) pH dari saliva : pH
yang tinggi ataupun rendah dapat mengkonfirmasi kasus yang meragukan,
meskipun demikian, pH netral juga tidak dapat menyingkirkan ingesti
bahan kaustik.
Pemeriksaan darah lengkap, kadar elektrolit, ureum dan kreatinin, dan
analisa gas darah dapat sebagai dasar untuk menilai dan merupakan
indikator toksisitas sistemik.
Pemeriksaan fungsi hati dan DIC untuk menegakkan diagnosis dan untuk
mengkonfirmasi kerusakan yang berat akibat dari ingesti bahan asam.
Urinalisis dan pemantauan urine output
2.7.3.2. Pemeriksaan Radiologis
Foto rontgen toraks Semua kasus tertelan bahan kaustik harus dibuat foto
tegak, untuk melihat pneumomediastinum atau tanda yang mendukung
mediastinitis, efusi pleura, pneumoperitoneum, aspirasi pneumonitis atau
benda asing.7,11
Foto polos abdomen : untuk melihat pneumoperitoneum, ascites atau
benda asing. Jika memungkinkan, foto dengan kontras untuk melihat ada
tidaknya perforasi saluran cerna.7,11
CT-scan dapat melihat udara ekstralumen yang mungkin tidak terlihat
pada foto polos.
Endoskopi Semua pasien yang mengalami keracunan kaustik seharusnya
dilakukan tindakan endoskopi meskipun beberapa peneliti menyimpulkan
bahwa tidak ada hubungan antara gejala klinis yang timbul dengan
kerusakan esofagus yang ditemukan pada endoskopi. The National
Poison Unit merekomendasikan pemeriksaan endoskopi saluran cerna
atas sebaiknya dilakukan dalam 24 jam pertama setelah tertelan bahan
kaustik untuk menilai luasnya kerusakan esofagus baik pada pasien
asimptomatis maupun pasien dengan gejala ringan. Endoskopi ulangan
biasanya dilakukan untuk memonitor perubahan yang timbul atau untuk
terapi. Striktur esofagus dan atau stenosis pilorik biasanya timbul pada
14-21 hari setelah tertelannya bahan kaustik. Kebanyakan striktur
bermanifestasi dalam waktu 2 bulan pertama. Ini dapat ditandai dengan
adanya persisten drooling atau penurunan berat badan karena intake
nutrisi yang tidak adekuat. 1,5,6,7,8,13
Berdasarkan Zargar Endoscopic Classification Scheme for caustic
mucosal injury, inflamasi dan kerusakan jaringan dapat dilihat pada
endoskopi dapat dibagi atas :
- Grade 0 : tidak ada kerusakan
- Grade 1 : edema dan hiperemis pada mukosa
- Grade 2A : ulserasi superfisial, eksudat, membran keputihan,
pseudomembran, melepuh, erosi, perdarahan dan rapuh.
- Grade 2B : grade IIA disertai ulserasi sirkumferensial. Grade 3A :
nekrosis yang tersebar dan kecil
- Grade 3B : nekrosis yang luas 1,13
-
2.8. Diferensial diagnosis 7,13
Luka bakar Luka bakar dapat disebabkan bahan kimia, panas, gas,
dan biasanya yang terpapar bukan hanya saluran cerna, tetapi kulit
dan mata juga paling sering terpapar. 2. Perdarahan gastrointestinal
karena sebab yang lain.
2.9. Tata Laksana
Kemampuan untuk mengurangi mortalitas dan morbiditas pada anak yang
tertelan bahan toksik tergantung pada reaksi yang timbul dan intervensi yang
diberikan. 2,5,7
2.9.1. Perawatan prehospital
Identifikasi produk spesifik, apakah bahan yang tertelan bersifat
kaustik,konsentrasi dan bahan aktif yang terkandung didalamnya,
serta volume dan jumlah bahan yang tertelan.
Waktu penanganan, lama kontak dengan bahan kaustik sangat
mengentukan tindakan dalam penanganan keracunan.
Tindakan menginduksi muntah atau berusaha menetralisir bahan yang
tertelan dengan menggunakan asam atau basa yang lemah sangat
tidak dianjurkan.
Pemberian karbon aktif juga tidak efektif.
Dilusi dapat dilakukan segera setelah tertelan bahan alkali yang
bersifat padat atau granul untuk melepaskan partikel yang melekat di
mukosa mulut atau esofagus
2.9.2. Perawatan di rumah sakit (IRD & PICU) 2,5,7,13
Semua pasien yang diduga mengalami keracunan ingesti yang bersifat
kaustik menjadi prioritas utama untuk mendapatkan evaluasi dan penanganan
yang sesuai. Hal ini termasuk evaluasi jalan napas dan tanda vital termasuk
monitor jantung dan akses intravena.
Kontrol jalan napas Resiko terjadinya edema jalan napas sangat tinggi,
sehingga perlu tindakan cepat untuk menilai jalan napas pasien dan
kesadaran pasien. Intubasi endotrakea dan krikotirotomi harus tersedia.
Pengosongan lambung dan dekontaminasi
- Pemberian obat untuk merangsang muntah (misalnya Ipecac) sangat
tidak dianjurkan karena resiko untuk terpapar kembali bahan kaustik
sehingga mengakibatkan perforasi
- Bilas lambung (gastric lavage) dengan menggunakan pipa orogastrik
baik pada bahan kaustik basa maupun asam tidak dianjukan, karena
beresiko untuk terjadinya perforasi esofagus dan aspirasi.
- Pada keracunan bahan yang bersifat asam dalam jumlah banyak,
penghisapan cairan melalui nasogastric tube (NGT) dapat bermanfaat
jika diberikan secara cepat.
- Pemberian karbon aktif masih merupakan kontraindikasi relatif
karena absorbsi yang rendah, juga dapat mempengaruhi hasil dari
endoskopi.
Dilusi bahan yang tertelan dapat dilakukan dengan memberikan air dalam
jumlah kecil pada keracunan basa yang bersifat padat atau granul jika
dilakukan dalam waktu 30 menit setelah terpapar. Jika tertelan bahan yang
bersifat asam, dilusi dengan air tidak bisa dilakukan karena akan
menghasilkan panas yang berlebihan.
Tindakan neutralisir keracunan bahan yang bersifat asam dengan bahan
alkali yang lemah atau sebaliknya tidak dianjurkan, karena resiko produksi
panas yang berlebihan.
Cairan intravena dan darah diperlukan jika terjadi perdarahan yang
signifikan atau muntah yang hebat.
Obat-Obatan 7,12,13
Terapi obat-obatan hanya sebagai terapi penunjang pada penanganan
ingesti kaustik, tidak ditemukan bukti bahwa obat-obatan memiliki efek terhadap
kerusakan jaringan dan mencegah terjadinya stenosis. Obat-obatan sebaiknya
diberikan setelah dilakukan endoskopi. Obat-obatan yang dapat diberikan adalah
kortikosteroid, PPI (Proton Pump Inhibitor),dan antibiotik. Tabel pedoman
pemberian obat-obatan pada ingesti bahan kausti5
- Kortikosteroid Steroid dapat digunakan pada pasien yang mengalami
keracunan alkali karena efek dari anti inflamasi dan reduksi dari simpanan
kolagen sehingga jaringan parut yang terbentuk lebih sedikit. Meskipun
demikian, bukti klinis dari pemberian steroid masih belum jelas. Beberapa
ahli mengatakan steroid direkomendasikan pada luka bakar derajat dua
selama terapi itu cepat diberikan (<48 jam). Pada luka bakar derajat 3,
pemberian steroid merupakan kontraindikasi karena dapat meningkatkan
resiko perforasi. Dexametasone 1mg/kgbb/hari lebih efektif dibanding
prednisone 2mg/kgbb/hari dalam mengurangi derajat stenosis. 5,7,13
- Antibiotik Penggunaan antibiotik spektrum luas dapat diterima sebagai
profilaksis pada penanganan luka bakar berat akibat keracuan bahan kimia.
Cefalosporin generasi ketiga atau ampicilin sulbactam dapat
dipertimbangkan.5,7,13
- Antasida, H2 Bloker, PPI Profilaksis strees ulcer dengan antasida, H2
bloker atau Proton pump inhibitor (PPI) harus diberikan untuk mengurangi
kerusakan esofagus akibat paparan dari asam lambung.5,7,13
- Analgesik, narkotik Analgesik narkotik diberikan untuk mengurangi nyeri
karena ingesti bahan tersebut. Yang sering digunakan adalah morfin.5,7
Nutrisi Pemberian nutrisi yang tepat harus diupayakan pada pasien dengan
kerusakan esofagus yang berat. Setelah melakukan endoskopi, beberapa
pasien dengan kerusakan pada esofagus atau jalan napas atas akan
mengalami gastrostomy untuk pemberian makanan. Beberapa center
menyarankan pemberian cepat dengan nutrisi parenteral ketika didapatkan
kerusakan yang semakin luas. Untuk itu dapat dilakukan long term venous
access seperti CVP.5,7,13
Busi esofagus dan Esophageal Balloon Dilatation (EBD) untuk
penatalaksanaan striktur/stenosis esofagus.1,5,8,14 Dilatasi esofagus biasanya
dilakukan segera dalam 4-6 minggu setelah tertelan bahan kaustik, setelah
terjadi penyembuhan pada mukosa esofagus. Ini dapat dilakukan
dengan pneumatic dilatation atau dengan menggunakan cincin, dengan
interval 3-6 minggu, dan diharapkan terjadi ekspansi 2-4 mm. Meskipun
demikian, refractory stenosis masih dapat terjadi, tetapi setidaknya dapat
mengurangi gejala disfagia.
Topikal Mitomycin C setelah tindakan dilatasi dapat memperlambat
proliferasi dari fibroblastik dan stenosis relaps. Dapat diberikan dengan
dosis 0,1 mg/ml selama 5 menit.5
2.10. Komplikasi
2.10.1. Komplikasi Tahap Awal 2,7
Obstruksi Jalan Napas Edema jalan napas dapat terjadi segera - 48 jam
setelah terpapar bahan kaustik yang bersifat basa.
Perforasi gastroesofagus
Mediastinitis, perikarditis, pleuritis, fistula trakeoesofageal dan peritonitis
Perdarahan saluran cerna dapat terjadi segera setelah terpapar kaustik. 5.
Henti jantung karena hipokalsemia yang terjadi tiba-tiba akibat tertelan
bahan yang mengandung hidrogen flourida. 6. Syok akibat kehilangan
cairan dan perdarahan saluran cerna.
2.10.2. Komplikasi Tahap Lanjut 2,6,7,8,14
Striktur esofagus Striktur esofagus dapat terjadi selama 2-4 minggu setelah
ingesti bahan kaustik. Diperkirakan 70% dari anak yang tertelan bahan
kaustik berat dapat mengalami striktur esofagus. 2. Karsinoma sel
skuamosa, dapat terjadi 1-4% dan timbul 40 tahun setelah terpapar.
2.11. Prognosis
Prognosis pasien bergantung pada :
kerusakan jaringan yang terjadi, yang ditentukan oleh pH, volume, dan
konsentrasi dari agen, kemampuan penetrasi jaringan. 2. Penatalaksanaan
termasuk terapi dasar, simptomatik dan suportif 3. Tindakan antisipasi
terhadap komplikasi yang dapat terjadi.2,7
2.12. Konsultasi 2,7,13,14
Tindakan pembedahan dilakukan bila ditemukan tanda perforasi,
mediastinitis dan peritonitis.
Tindakan endoskopi seharusnya dilakukan pada :
- Anak kecil
- Anak lebih besar dan dewasa yang memberikan gejala
- Pasien dengan gangguan kesadaran/status mental
- Pasien yang secara sengaja menelan bahan kaustik
- Pasien yang cedera karena alasan lain ( menelan bahan toksik dalam
jumlah banyak atau dengan konsentrasi tinggi)
Konsultasi dengan Pusat Kontrol Keracunan (Poison Control Center) jika
ditemukan bahan kaustik yang tidak familiar.
Konsultasi psikiatri jika kondisi pasien stabil dan tertelan bahan kaustik
merupakan tindakan yang disengaja.
2.13. Pencegahan 2,7
Terhadap orang tua: bahan kaustik seharusnya disimpan dalam wadah asli
yang jauh dari jangkauan anak-anak.
Konsentrasi kandungan bahan kimia pada perlengkapan rumah tangga
harus dikurangi, hal ini membutuhkan kebijaksanaan khusus dari
perusahaan dan pemerintah
2.14. Kontroversi
2.14.1. Pemberian Steroid 5,13
Pemberian steroid masih merupakan kontroversi. De Jong et al
mendemonstrasikan efektifitas dari steroid dalam mengurangi perluasan stenosis
dan perlunya mendapatkan terapi endoskopi. Anderson dalam penelitiannya
menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam kepuasan pasien yang
mendapatan terapi steroid dibandingkan dengan resiko terjadinya stenosis.
2.14.2 Antibiotik5,7,13
Pemberian antibiotik masih merupakan kontroversi. Beberapa center
merekomendasikan pemberian antibiotik jika didapatkan adanya tanda-tanda
perforasi saluran cerna
2.14.3. Endoskopi 5,7,13,14
Endoskopi sesegera mungkin dilakukan bila didapatkan pasien dengan
dugaan tertelan bahan yang bersifat kaustik. Hanya saja waktu untuk dilakukan
endoskopi ulangan masih menjadi kontroversi, sehingga disarankan untuk tidak
melakukan endoskopi ulangan pada fase sub akut karena resiko perforasi lebih
sering terjadi akibat penggunaan endoskopi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Abaskharoun RD, WT Depew, L.C. Hookey. Nonsurgical Management of
Severe Esophageal and Gastric Injury Following Alkali Ingestion. Can J
Gastroenterol 2007;21(11): 757-760.
2. Anonim, Poisoning Treatment and Conditions. http.dsprud.com.2009.
diakses Januari 2011.
3. Anonim. Poisoning Emergency Phones and Links what to do. Global
Crisis Solution Center, January 2009. 4. Assar S. et al. Acute Poisoning in
Children. Pak J Med Sci2009;25(1):51-54.
4. Betalli P. Et al. Update on Management of Caustic and Foreign Body
Ingestion in Children. Hindawi Publishing Corporation Diagnostic and
Therapeutic Endoscopy Volume 2009.
5. Contini Sandro, Deen S.A. and Sparpignato P. Oesophageal Corrosove
injuries in Children: a forgotten social and health challenge in developing
countries. Bulletin of the World Health Organization 2009;87:950-954.
6. Kardon M. E, MD, Caustic Ingestion. http:medicine-net.2007, diakses
Januari 2011.
7. Lee H.J. et al, A single Center Experience of Self-Bougienage on
Stricture Recurrence After Surgery for Corrosive Esophageal Strictures in
Children, Yonsei Med J51(2): 202-205,2010.
8. Manzar et al. The study of Etiological and Demographic Characteristics of
Acute Household Accidental Poisoning in Children- a Consecutive case
series Study From Pakistan. BMC Pediatrics 2010.
9. Shannon M., Ingestion of Toxic Substances by Children. The New
England Journal of Medicine, January, 2000.
10. Turner A. Robinson P., Respiratory and Gastrointestinal Complication of
Caustic Ingestion in Children. Emergency Medical Journal 2005;22:359-
361.
11. Woolf A.D. et all. 2008. Poisoning and The Critically Ill Child
12. , Textbook of Pediatric Intensive Care Third editition, Williams &
Wilkins, p.1341-1343.
13. Weigert A, Black A. Caustic Ingestion in Children, Continuing Education
in Anaesthesia, Critical Care &Pain Vol 5 number I .2005
14. Youn B.J et al, Balloon dilatation for Corrosive Esophageal Strictures in
Children: Radiologic and Clinical Outcomes. Korean J. Radiol
2010;11:203-210