TERPENOID
A. Tinjauan Senyawa Terpenoid
Terpenoid merupakan komponen-komponen tumbuhan yang mempunyai
bau dan dapat diisolasi dari minyak atsiri. Minyak atsiri yang berasal dari bunga
pada awalnya dikenal dari penentuan struktur secara sederhana, yaitu dengan
perbandingan atom hidrogen dan atom karbon dari suatu senyawa terpenoid
yaitu 8:5 dan dengan perbandingan tersebut dapat dikatakan bahwa senyawa
tersebut adalah golongan terpenoid (Lenny, 2006). Minyak atsiri bukanlah
senyawa murni akan tetapi merupakan campuran senyawa organik yang
kadangkala terdiri dari lebih 25 senyawa atau komponen yang berlainan.
Sebagian besar komponen minyak atsiri adalah senyawa yang hanya
mengandung karbon dan hidrogen atau karbon, hidrogen dan oksigen yang tidak
bersifat aromatik yang secara umum disebut terpenoid. Minyak atsiri adalah
bahan yang mudah menguap sehingga mudah dipisahkan dari bahan-bahan lain
yang terdapat dalam tumbuhan.
Semua senyawa terpenoid berasal dari molekul isoprena CH2=C(CH3)-
CH=CH2 dan kerangka karbonya (carbon skeleton) disusun dengan
menyambung dua atau lebih satuan isoprena tersebut (C5) seperti pada Gambar
1. Berdasarkan alasan tersebut, maka senyawa terpenoid seringkali dinyatakan
dengan istilah isoprenoid. Namun, senyawa isoprena sendiri tidak terdapat di
alam, senyawa yang sebenarnya terlibat adalah isopentenil pirofosfat,
CH2=C(CH3)-CH2-CH2-OPP. Hal ini menyebabkan ada sebagian senyawa
terpenoid yang tidak tersusun dari molekul isoprena tersebut (Tukiran, 2010).
Gambar 1. Struktur isopren
Klasifikasi terpenoid ditentukan dari unit isopren atau unit C-5 atau
penyusun senyawa tersebut. Secara umum, biosintesa dari terpenoid terjadi
dengan 3 reaksi dasar yaitu:
1) Pembentukan isoprena aktif berasal dari asam asetat melalui asam mevalonat.
2) Penggabungan kepala dan ekor dua unit isopren akan membentuk mono-,
seskui-, di-, sester-, dan poli-terpenoid.
3) Penggabungan ekor dan ekor dari unit C-15 atau C-20 menghasilkan
triterpenoid dan steroid.
Mekanisme dari tahap-tahap biosintesis terpenoid adalah asam asetat yang
telah diaktifkan oleh koenzim A melakukan kondensasi jenis Claisen
menghasilkan asam asetoasetat. Senyawa yang dihasilkan ini dengan asetil
koenzim A melakukan kondensasi jenis aldol mnghasilkan rantai karbon
bercabang sebagaimana ditemukan pada asam mevalonat
CH2OHCH2C(OHCH3)CH2COOH. Reaksi-reaksi berikutnya adalah fosforilasi,
eliminasi asam fosfat, dan dekarboksilasi menghasilkan iso-pentil pirofosfat
(IPP) yang selanjutnya berisomerisasi menjadi dimetil alil pirofosfat (DMAPP)
oleh enzim isomerase. IPP sebagai unit isopren aktif bergabung melalui ikatan
kepala ke ekor dengan DMAPP dan penggabungan ini merupakan langkah
pertama dari polimeraisasi isoprena untuk menghasilkan terpenoid.
Penggabungan ini terjadi karena serangan elektron dari ikatan rangkap IPP
terhadap atom karbon dari DMAPP yang kekurangan elektron diikuti oleh
penyingkiran ion pirofosfat yang menghasilkan geranil pirofosfat (GPP) yaitu
senyawa antara bagi semua senyawa monoterpenoid.
Penggabungan selanjutnya antara satu unit IPP dan GPP dengan
mekanisme yang sama menghasilkan farnesil pirofosfat (FPP) yang merupakan
senyawa antara bagi semua senyawa senyawa seskuiterpenoid. Senyawa
diterpenoid diturunkan dari geranil-geranil piofosfat (GGPP) yang berasal dari
kondensasi antara satu unit IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama.
Reaksi-reaksi selanjutnya dari senyawa antara GPP, FPP, dan GGPP untuk
menghasilkan senyawa-senyawa terpenoid satu persatu hanya melibatkan
beberapa jenis reaksi sekunder. Reaksi-reaksi sekunder tersebut antara lain
hidrolisis, siklisasi, oksidasi, reduksi, dan reaksi-reaksi spontan yang dapat
berlangsung dengan mudah dalam suasana netral dan pada suhu kamar, seperti
isomerisasi, dehidrasi, dekarboksilasi, dan sebagainya (Achmad, 1986).
Mekanisme biosintesis senyawa terpenoid dapat dilihat dalam Gambar 2.
Secara kimia, terpenoid umumnya larut dalam lemak dan hanya terdapat di
dalam sitoplasma sel tumbuhan. Biasanya terpenoid diekstraksi dari jaringan
tumbuhan dengan memakai eter minyak bumi, eter, atau kloroform, dan dapat
dipisahkan secara kromatografi pada silika gel atau alumina memakai pelarut di
atas tetapi sering kali terdapat kesukaran sewaktu mendeteksi dalam skala mikro
karena hampir semua senyawa terpenoid tidak berwarna dan tidak ada pereaksi
kromogenik yang peka (Harborne, 1987).
Berdasarkan mekanisme reaksi biosintesis senyawa terpenoid, maka
senyawa terpenoid dapat dikelompokkan menjadi seperti pada Tabel 1
Jenis senyawa Jumlah C Sumber
a. Monoterpenoid
Monoterpenoid merupakan senyawa essence dan memiliki bau yang spesifik
yang dibangun oleh 2 unit isopren atau dengan jumlah atom karbon 10.
sedangkan prinsip dasar penyusunannya tetap sebagai penggabungan kepala dan
ekor dari 2 unit isopren. Struktur monoterpenoid dapat berupa rantai terbuka
dan tertutup atau siklik.
b. Seskuiterpenoid
Seskuiterpen merupakan senyawa terpenoid yang dibangun oleh 3 unit
isopren yang terdiri dari kerangka asiklik dan bisiklik dengan kerangka
naftalen. Senyawa seskuiterpen ini mempunyai bioaktivitas yang cukup
besar, diantaranya adalah sebagai antifeedant, hormon, antimikroba,
antibiotik, toksin serta regulator pertumbuhan tanaman dan pemanis.
c. Diterpenoid
Senyawa diterpenoid merupakan senyawa yang mempunyai 20 atom
karbon dan dibangun oleh 4 unit isopren. Senyawa ini mempunyai
Monoterpenoid 10 Minyak atsiri
Seskuiterpenoid 15 Minyak atsiri
Diterpenoid 20 Resin pinus
Triterpenoid 30 Damar
Tetraterpenoid 40 Zat warna karoten
Politerpenoid
40 Karet alam
bioaktivitas yang cukup luas yaitu sebagai hormon pertumbuhan tanaman,
podolakton inhibitor pertumbuhan tanaman, antifeedant serangga, inhibitor
tumor, senyawa pemanis, antifouling, dan antikarsinogen.
d. Triterpenoid
Triterpenoid terdiri dari kerangka dengan 3 siklik 6 yang bergabung
dengan siklik 5 atau berupa 4 siklik 6 yang mempunyai gugus fungsi pada
siklik tertentu
ALKALOID
2.1 Pengertian Alkaloid
Alkaloid merupakan suatu basa organik yang mengandung unsur
Nitrogen (N) pada umumnya berasal dari tanaman, yang mempunyai efek
fisiologis kuat terhadap manusia. Kegunaan senyawa alkaloid dalam bidang
farmakologi adalah untuk memacu sistem syaraf, menaikkan tekanan darah,
dan melawan infeksi mikrobial (Pasaribu, 2009).
2.2 Klasifikasi Alkaloid
Alkaloida tidak mempunyai tatanam sistematik, oleh karena itu, suatu
alkaloida dinyatakan dengan nama trivial , misalnya kuinin, morfin dan stiknin.
Hampir semua nama trivial ini berakhiran in yang mencirikan alkaloida.
Klasifikasi alkaloida dapat dilakukan berdasarkan beberapa cara yaitu :
1. Berdasarkan jenis cincin heterosiklik nitrogen yang merupakan bagian
dari struktur molekul. Berdasarkan hal tersebut, maka alkaloida dapat
dibedakan atas beberapa jenis seperti alkaloida pirolidin, alkaloida
piperidin, alkaloida isokuinolin, alkaloida kuinolin dan alkaloida indol.
2. Berdasarkan jenis tumbuhan darimana alkaloida ditemukan. Cara ini
digunakan untuk menyatakan jenis alkaloida yang pertama-tama
ditemukan pada suatu jenis tumbuhan. Berdasarkan cara ini, alkaloida
dapat dibedakan atas beberapa jenis yaitu alkaloida tembakau, alkaloida
amaryllidaceae, alkaloida erythrine dan sebagainya. Cara ini mempunyai
kelemahan yaitu : beberapa alkaloida yang berasal dari suatu tumbuhan
tertentu dapat mempunyai struktur yang berbeda-beda.
3. Berdasarkan asal-usul biogenetik. Cara ini sangat berguna untuk
menjelaskan hubungan antara berbagai alkaloida yang diklasifikasikan
berdasarkan berbegai jenis cincin heterosiklik. Dari biosintesa alkaloida,
menunjukkan bahwa alkaloida berasal dari hanya beberapa asam amino
tertentu saja. Berdasarkan hal tersebut maka alkaloida dapat dibedakan
atas tiga jenis utama yaitu :
a. Alkaloida alisiklik yang berasal dari asam-asam amino ornitin dan lisin
b. Alkaloida aromatik jenis fenilalanin yang berasal dari fenil alanin, tirosin
dan 3,4-dihidrofenilalanin
c. Alkaloida aromatik jenis indol yang berasal dari triptopan.
Sebagian besar alkaloida mempunyai kerangka dasar polisiklik termasuk
cincin heterosiklik nitrogen serta mengandung substituen yang tidak terlalu
bervariasi.Atom nitrogen alkaloida hampir selalu berada dalam bentuk gugus
amin (-N) atau gugus amida (-CO-NR2) dan tidak pernah dalam bentuk gugus
nitro (NO2) atau gugus diazo. Sedang substituen oksigen biasanya ditemukan
sebagai gugus fenol (-OH), metoksil (-OCH3) atau gugus metilendioksi (-O-CH2-
O). Substituen-substituen oksigen ini dan gugus N-metil merupakan ciri
sebagian besar alkaloida.Pada alkaloida aromatik terdapat suatu pola
oksigenasi tertentu. Pada senyawa-senyawa ini gugus fungsi oksigen
ditemukan dalam posisi para atau posisi para dan meta dari cincin aromatik.
Sistem klasifikasi yang paling banyak diterima adalah menurut
Hegnauer, dimana alkaloida dikelompokkan atas :
1. Alkaloida Sesungguhnya
Alkaloida ini merupakan racun, senyawa tersebut menunjukkan
aktivitas fisiologis yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa, umumnya
mengandung nitrogen dalam cincin heterosiklik, diturunkan dari asam amino,
biasanya terdapat dalam tanaman sebagai garam asam organik.Beberapa
pengecualian terhadap aturan tersebut adalah kolkhisin dan asam aristolokhat
yang bersifat bukan basa dan tidak memiliki cincin heterosiklik dan alkaloida
quarterner yang bersifat agak asam daripada bersifat basa.
2. Protoalkaloida
Protoalkaloida merupakan amin yang relatif sederhana dimana nitrogen
asam amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklik.Protoalkaloida diperoleh
berdasarkan biosintesa dari asam amino yang bersifat basa.Pengertian amin
biologis sering digunakan untuk kelompok ini.
3. Pseudoalkaloida
Pseudoalkaloida tidak diturunkan dari prekursor asam amino.Senyawa
ini biasanya bersifat basa.Ada dua seri alkaloida yang penting dalam kelompok
ini yaitu alkaloida steroidal dan purin.
(Achmad. S.A, 1986)
Metoda klasifikasi alkaloid yang paling banyak digunakan adalah
berdasarkan struktur nitrogen yang dikandungnya yaitu:
1. Alkaloid heterosiklis, merupakan alkaloid yang atom nitrogennya berada
dalam cincin heterosiklis. Alkaloid ini dibagi menjadi: alkaloid pirolidin,
alkaloid indol, alkaloid piperidin, alkaloid piridin, alkaloid tropan, alkaloid
histamin, imidazol dan guanidin, alkaloid isokuinolin, alkaloid kuinolin,
alkaloid akridin, alkaloid kuinazolin, alkaloid izidin.
2. Alkaloid dengan nitrogen eksosiklis dan amina alifatis, seperti efedrina.
3. Alkaloid putressin, spermin dan spermidin, misalnya pausina.
4. Alkaloid peptida merupakan alkaloid yang mengandung ikatan peptida.
5. Alkaloid terpena dan steroidal, contohnya funtumina.
(Widi et al, 2007)
2.3 Jalur Sintesis Alkaloid Dalam Tumbuhan
A. Skema Umum Jalur Biogenetik Pembentukan Alkaloid
Pada dasarnya metabolit sekunder yang terdapat pada bahan alam
merupakan hasil metabolit primer yang mengalami reaksi yang spesifik
sehingga menghasilkan senyawa-senyawa tertentu. Berikut ini adalah bagan
yang menunjukkan hunbungan antara metabolit primer dengan metabolit
sekunder :
Bagan Hubungan Biosintesis Metabolit Primer Menjadi Metabolit
Sekunder
(Robbers et al, 1996)
B. Prinsip Dasar Pembentukan Alkaloid
Asam amino merupakan senyawa organik yang sangat penting, senyawa
ini terdiri dari amino (NH2) dan karboksil (COOH). Ada 20 jenis asam amino
esensial yang merulakan standar atau yang dikenal sebagai alfa asam amino
alanin, arginin, asparagin,asam aspartat, sistein, asam glutamat , glutamin,
glisin, histidine, isoleusin, leusin, lysin, metionin, fenilalanine, prolin, serine,
treonine, triptopan, tirosine, dan valin (Hendrix et al, 2008).
Dari 20 jenis asam amino yang disebutkan diatas, selain tirosin yang juga
merupakan pencetus terbentuknya alkaloid adalah histidin, lisin dan triptopan.
Berikut adalah rumus struktur masing-masing asam amino yang dimaksud :
FLAVONOID
2.1 Pengertian Senyawa Flavonoid
Flavonoid merupakan pigmen tumbuhankelompok fenol yang terdiri dari
15 atom karbon yang dengan warna kuning dan merah yang dapat
ditemukan pada tumbuhan seperti buah, sayuran, kacang, biji, batang,
bunga, herbal, rempah-rempah, serta produk pangan dan obat dari tumbuhan
seperti minyak zaitun, teh, cokelat, anggur merah, dan obat herbal. Senyawa
ini berperan penting dalam menentukan warna, rasa, bau, serta kualitas
nutrisi makanan.Tumbuhan umumnya hanya menghasilkan senyawa
flavonoid tertentu.
Flavanoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom
karbon, dimana dua cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propane
(C3) sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6.Flavonoid merupakan
golongan filifenol sehingga memiliki sifat kimia senyawa fenol, yaitu
1. Bersifat asam sehingga dapat larut dalam basa.
2. Merupakan senyawa polar karena memiliki sejumlah gugus hidroksil.
3. Sebagai antibakteri karena flavonoid sebagai derivat dari fenol dapat
menyebabkan rusaknya susunan dan perubahan mekanisme
permeabilitas dari dinding sel bakteri.
4. Sebagai antioksidan yaitu kemampuan flavonoid untuk menjalankan
fungsi antioksidan, bergantung pada struktur molekkulnya, posisi gugus
hidroksil memiliki peranan dalam fungsi antioksidan dan aktivitas
menyingkirkan radikal bebas.
2.2 Struktur dan Karakteristik Senyawa Flavonoid
Senyawa flavonoid adalah senyawa yang mengandung C15 terdiri atas dua
inti fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Struktur dasar
flavonoid dapat digambarkan sebagai berikut :
Kerangka dasar senyawa flavonoid
Cincin A adalah karakteristik phloroglusinol atau bentuk resorsinol
tersubstitusi.
Namun sering terhidroksilasi lebih lanjut :
Cincin B adalah karakteristik 4-, 3,4-, 3,4,5- terhidroksilasi
R = R = H, R = OH R = H, R = R = OH R = R = R = OH (juga, R = R
= R = H) (Sastrohamidjojo, 1996)
Cincin A selalu mempunyai gugus hidroksil yang letaknyasedemikian rupa
sehingga memberikan kemungkinan untuk terbentukcincin heterosiklis dalam
senyawa trisiklis.Pada cincin B jarang ditemukan pola oksigenasi terdapat tiga
gugus hidroksil atau cincin B tidak teroksigenasi atau teroksigenasi pada posisi
orto jarang ditemukan.
2.3 Klasifikasi Senyawa Flavonoid
Harborne ; Marby dkk; Markham (1967a; 1970; 1982 dalam Harborne 1987:
72) memberikan penjelasan bahwa Penggolongan jenis flafonoid dalam
jaringan tumbuhan mula-mula didasarkan kepada telaah sifat kelarutan dan
reaksi warna. Kemudian diikuti dengan pemeriksaan ekstrak tumbuhan yang
telah dihidrolisis secara kromatografi satu arah. Akhirnya, flavonoid dapat
dipisahkan dengan cara kromatografi. Komponen masinh-masing diidentifikasi
dengan membandingkan kromatografi dengan spektrum, dengn memakai
senyawa pembanding yang sudah dikenal. Senyawa baru yang ditemukan
sewaktu menelaah memerlukan pemeriksaan kimia dan spektrum yang lebih
terperinci.
Flavonoid dapat dikelompokkan berdasarkan keragaman pada rantai C3
yaitu :
1. Flavonol
Flafonol tersebar luas dalam tumbuhan, baik sebagai kopigmen antosianin
dalam daum bunga maupun dalam daun tumbuhan tinggi. Seperti antosianin,
mereka paling sering terdapat sebagai glosida (Harborne : 1987 )
Robinson (1995 dalam Doloksaribu 2009) menyatakan bahwa Flavonol
paling sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3-glikosida dan aglikon
flavonol yang umum yaitu kamferol, kuersetin, dan mirisetin yang berkhasiat
sebagai antioksidan dan antiimflamasi. Flavonol lain yang terdapat di alam
bebas kebanyakan merupakan variasi struktur sederhana dari flavonol. Larutan
flavonol dalam suasana basa dioksidasi oleh udara tetapi tidak begitu cepat
sehingga penggunaan basa pada pengerjaannya masih dapat dilakukan.
Struktur Flavonol
2. Flavon
Flavon berbeda dengan flavonol karena flavon tak terdapat penyulihan 3-
hidroksi. Hal tersebut berpengaruh pada serapan UV-nya, gerakan kromatografi
dan reaksi warnanya. Hanya ada dua aglikon flavon umum yaitu apigenin dan
luteolin, pola hidroksilasinya serupa dengan kemferol dan kuersetin.
Flavon terdapat juga sebagai glikosida tetapi jenis glikosidanya lebih sedikit
daripada jenis glikosida pada flavonol. Glikosida itu sendiri merupakan
senyawa yang menghasilkan satu atau lebih gula di antara hasil hidrolisisnya.
Untuk flavon jenis yang paling umum ialah 7-glikosida, contohnya luteoin 7-
glukosida. Terdapat juga flavon yang terikat pada gula melalui ikatan karbon-
karbon. Contohnya luteolin 8-C-glikosida.Flavon dianggap sebagai induk
dalam nomenklatur kelompok senyawa flavonoid.
Struktur Flavon
3. Isoflavon
Isoflavon merupakan isomer flavon, tetapi jumlahnya sangat sedikit.
Isoflavonoid dapat dibedakan dalam tiga kelas berdasarkan sifat fisiologinya
yaitu 7-4-dihidrroksiisoflavon (daidzein) dan 5,7,4-trihidroksiisoflavon
(genistein) merupakan estrogen alam lemah, terdapat dalam seamanggi,
Trifolium pratense. Isoflavon ini merupakan insektisida alam yang kuat
sehingga berfungsi sebagai pertahanan terhadap serangan penyakit.
Isoflavon sukar dicirikan karena reaksinya tidak khas dengan pereaksi
warna manapun.Kebanyakan isoflavon bila disinari dengan sinar UV akan
menunjukan warna merah senduduk tua dan bila diuapi dengan amonia
warnanya akan berubah menjadi coklat, sedangkan beberapa isoflavon
misalnya daidzeinmemberikan warna biru kuat dengan sinar UV bila diuapi
ammonia.
Struktur Isoflavon
4. Khalkon
Khalkon merupakan antoklor, yaitu pigmen fenol kuning. Hal tersebut dapat
dibuktikan dengan bila daun bunga berwarna kuning akan berubah menjadi
merah atau jingga bila diuapi oleh asap basa atau asap amonia. Bila dalam
kromatografi kertas, khalkon akan berwarna coklat kuat dibawah sinar UV.
Aglikon flavon dapat dibedakan dari glikosidanya, karena hanya pigmen dalam
bentuk glikosida yang dapat bergerak pada kromatografi kertas dalam
pengembang air.
Struktur Khalkon
5. Auron
Aron sama halnya dengan Khalkon yang merupakan antoklor. Auron berupa
pigmen kuning emas yang terdapat dalam bunga tertentu dan briofita.Dalam
larutan basa senyawa ini berwarna merah ros dan tampak pada kromatografi
kertas berupa bercak kuning, dengan sinar ultraviolet warna kuning kuat
berubah menjadi merah jingga bila diberi uap amonia.
Struktur Auron
6. Flavanon
Flavanon merupakan isomer khalkon. Flavanon terdistribusi luas di alam
seperti terdapat di dalam kayu, daun dan bunga.Flavanon glikosida merupakan
konstituen utama dari tanaman genus prenus dan buah jeruk; dua glikosida
yang paling lazim adalah neringenin dan hesperitin, terdapat dalam buah
anggur dan jeruk.Flavanon ini merupakan senyawa tak berwarna yang tidak
dapat diditeksi dalam kromatografi kecuali apabila dilakukan penyemprotan
kromogen.
Struktur Flavanon
7. Flavanonol
Senyawa ini berkhasiat sebagai antioksidan dan hanya terdapat sedikit sekali
jika dibandingkan dengan flavonoid lain. Sebagian besar senyawa ini diabaikan
karena konsentrasinya rendah dan tidak berwarna. (Doloksaribu, 2009)
Struktur Flavanonol
8. Katekin
Katekin terdapat pada seluruh dunia tumbuhan, terutama pada tumbuhan
berkayu.Senyawa ini mudah diperoleh dalam jumlah besar dari ekstrak kental
Uncaria gambir dan daun teh kering yang mengandung kira-kira 30% senyawa
ini.Katekin berkhasiat sebagai antioksidan. (Doloksaribu, 2009)
Struktur Katekin
9. Flavolan
Flavolan atau yang dulu disebut Leukoantosianidin merupakan senyawa
tanwarna, terutama terdapat pada tumbuhan berkayu. Senyawa ini jarang
terdapat sebagai glikosida, contohnya melaksidin, apiferol.
Struktur Flavolan
10. Antosianin
Antosianin merupakan penting dan paling tersebar luas dalam tumbuhan.
Pigmen berwarna kuat dan larut dalan air ini, adalah penyebab hampir semua
warna merah jambu, merah marak, merah, merah seduduk, ungu, dan biru
dalam daun bunga, daun dan buah pada tumbuhan tinggi. (Harborne : 1987)
Antosianidin memiliki 6 aglikon yang umum. Antosianidin merupakan
aglikon antosianin yang akan terbentuk bila antosianin dihidrolisis dengan
asam. Sianidin adalah aglikon yang paling umum yang berwarna merah
lembayung. Pelargon merupakan aglikon yang gugus hidroksilnya kurang satu
dibandingkan sianiding, sedangkan Defilnidin yang gugus hidroksilnya lebih
satu dari sianidin. Terdapat pula tiga jenis eter metil antosianidin yang umum
yaitu peonidin yang merupakan turunan sianidin.; serta petunidin dan malvidin
yang merupakan turunan dari delfinidin.
Struktur Antosianin
Menurut Harborne (1987), dikenal sekitar sepuluh kelas flavonoid dimana
semua flavonoid, menurut strukturnya, merupakan turunan senyawa induk
flavon dan semuanya mempunyai sejumlah sifat yang sama yakni:
Golongan flavonoida Penyebaran Ciri khas
Antosianin
Proantosianidin
pigmen bunga merah
marak,dan biru juga dalam
daun dan jaringan lain.
terutama tan warna, dalam
daun tumbuhan berkayu.
larut dalam air, maks
515-545 nm, bergerak
dengan BAA pada kertas.
menghasilkan antosianidin
(warna dapat diekstraksi
dengan amil alkohol ) bila
jaringan dipanaskan dalam
HCl 2M selama setengah
Flavonol
Flavon
Glikoflavon
Biflavonil
Khalkon dan auron
Flavanon
terutama ko-pigmen
tanwarna dalam bunga
sianik dan asianik;
tersebar luas dalam daun.
seperti flavonol
seperti flavonol
tanwarna; hampir
seluruhnya terbatas pada
gimnospermae.
pigmen bunga kuning,
kadang-kadang terdapat
juga dalam jaringan lain
jam.
setelah hidrolisis, berupa
bercak kuning murup pada
kromatogram Forestal bila
disinari dengan sinar UV;
maksimal spektrum pada
350 386 nm
setelah hidrolisis, berupa
bercak coklat redup pada
kromatogram Forestal;
maksimal spektrum pada
330-350 nm.
mengandung gula yang
terikat melalui ikatan C-C;
bergerak dengan
pengembang air, tidak
seperti flavon biasa.
pada kromatogram BAA
beupa bercak redup
dengan RF tinggi .
dengan amonia berwarna
merah ; maksimal
spektrum 370-410 nm.
Isoflavon
tanwarna; dalam daun dan
buah
( terutama dalam Citrus )
tanwarna; sering kali
dalam akar; hanya terdapat
dalam satu
suku,Leguminosae
berwarna merah kuat
dengan Mg / HCl; kadang
kadang sangat pahit .
bergerak pada kertas
dengan pengembang air;
tak ada uji warna yang
khas.