Telaah Kritis Jurnal
Menononton Televisi Berhubungan Dengan Keterlambatan Perkembangan Bahasa
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia
Disusun Oleh:
Nama : Syariifuddin Irfan Adi Kusuma, S.Ked.
NIM : 08711068
Pembimbing : dr. Melita Widyastuti, Sp.A., M.Kes.
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH NGAWI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2014
1
Artikel Penelitian
Menononton Televisi Berhubungan Dengan Keterlambatan Perkembangan Bahasa
Divisi Pertumbuhan dan Perkembangan, Departemen Ilmu Kesehatan Anak, King
Chulalongkorn Memorial Hospital, Fakultas Kedokteran, Universitas Chulalongkorn, Bangkok,
Thailand
Penulis : Weerasak Chonchaiya, Chandhita Pruksananonda
Jurnal : Acta Paediatrica
Publikasi : 03 April 2008
2
ABSTRAK
Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui dampak menonton televisi terhadap perkembangan
bahasa.
Metode Penelitian : Penelitian kasus-kontrol yang mengikutsertakan 56 pasien baru dengan
keterlambatan bahasa dan 110 anak normal, berusia 15-48 bulan. Keterlambatan bahasa
didiagnosis dengan meninjau tolak ukur capaian (milestones) bahasa dan Denver-II. Variabel
menonton televisi dan karakteristik anak/orangtua antara kedua kelompok diwawancarai. Data
dianalisis dengan uji ANOVA dan uji chi-square. Odds ratio (OR) yang disesuaikan dan interval
kepercayaan (IK) 95% dihitung dari model regresi logistik multivariat.
Hasil Penelitian: Empat puluh enam anak laki-laki dan 10 anak perempuan; rerata [±SB
(Simpang Baku)] usia, 2,11 ± 0,47 tahun dari kelompok kasus dan 59 anak laki-laki dan 51 anak
perempuan; rerata [±SB] usia, 2,23 ± 0,80 dari kelompok kontrol diikutsertakan. Anak-anak
yang mengalami keterlambatan bahasa pada umumnya mulai menonton televisi lebih awal pada
usia 7,22 ± 5,52 bulan vs 11,92 ± 5,86 bulan, nilai p < 0,001 dan juga menghabiskan lebih
banyak waktu menonton televisi dibandingkan anak normal (3,05 ± 1,90 jam per hari vs 1,85 ±
1,18 jam per hari, nilai p < 0,001). Anak-anak yang mulai menonton televisi pada usia < 12
bulan dan menonton televisi > 2 jam per hari tercatat sekitar enam kali lebih mungkin untuk
mengalami keterlambatan bahasa.
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara onset dini dan frekuensi tinggi menonton televisi
dengan keterlambatan bahasa.
3
PENDAHULUAN
Penyebab keterlambatan perkembangan bahasa sangat kompleks, merepresentasikan
suatu interaksi yang erat antara perkembangan biologis anak dan lingkungan. Beberapa faktor
seperti pendengaran, kemampuan kognitif, organ bicara dan faktor lingkungan dapat
berkontribusi terhadap keterlambatan perkembangan bahasa. Meskipun beberapa dari kondisi ini
dapat terjadi secara tersendiri, namun pada umumnya terdapat kombinasi disfungsi dari faktor
yang saling terkait.
Anak-anak kecil, tidak hanya di Amerika Serikat tetapi juga di Thailand, menonton
televisi dalam jumlah yang menakjubkan, menghabiskan lebih banyak waktu di depan layar
daripada aktivitas lainnya kecuali tidur. American Academy of Pediatrics (AAP)
merekomendasikan anak-anak ≥ 2 tahun harusnya menghabiskan waktu menonton televisi < 2
jam dalam sehari dan anak-anak < 2 tahun dianjurkan untuk tidak menonton televisi.
Rekomendasi ini sering diabaikan oleh para pengasuh. Anderson melaporkan bahwa televisi
mengganggu waktu bermain dan interaksi anak dengan orangtua, namun memberikan kebutuhan
sistem bicara dan sistem bahasa terhadap paparan dini lingkungan verbal yang kaya dan
beragam. Dari pengamatan kami, kami menemukan bahwa anak-anak yang mengalami
keterlambatan bahasa di klinik perkembangan kami, tampaknya menonton televisi selama bayi
usia dini.
Hubungan antara onset dan frekuensi menonton televisi dan tolak ukur capaian
perkembangan bahasa masih jarang diteliti. Linebarger dan Walker menemukan bahwa isi dan
jenis program televisi memiliki dampak yang beragam terhadap perkembangan bahasa pada
anak. Oleh karena itu, kami rasa perlu untuk meneliti risiko menonton televisi dan faktor risiko
lain yang mungkin mempunyai dampak terhadap perkembangan bahasa.
METODE
Peserta Penelitian
Sebuah penelitian pendahuluan telah dilakukan untuk mengetahui odds ratio dari
hubungan antara menonton televisi dan keterlambatan perkembangan bahasa. Penelitian
pendahuluan tersebut menunjukkan bahwa anak-anak yang mulai menonton televisi pada usia
kurang dari 12 bulan dan menonton televisi lebih dari 2 jam setiap harinya, memiliki
kecenderungan untuk mengalami keterlambatan bahasa enam kali lebih besar dibandingkan
dengan anak-anak yang mulai menonton televisi setelah usia 12 bulan dan atau menonton televisi
4
lebih dari 2 jam dalam setiap harinya. Jumlah akhir peserta penelitian setelah dilakukan
penghitungan adalah 30 anak dalam setiap kelompok.
Dari bulan September 2005 sampai dengan bulan Agustus 2006, 110 pasien baru dengan
keterlambatan bahasa yang datang ke klinik perkembangan dan 110 anak-anak normal, berusia
antara 15 dan 48 bulan, di King Chulalongkorn Memorial Hospital, Bangkok, Thailand
dievaluasi. Lima puluh empat dari 110 pasien baru didiagnosis dengan Autistic Spectrum
Disorder (ASD) berdasarkan kriteria DSM IV, anak-anak tersebut dieksklusi dari penelitian ini.
Dengan demikian, terdapat 56 pasien baru dengan keterlambatan bahasa yang dimasukkan dalam
penelitian ini. Kami mengeksklusi peserta penelitian yang memiliki keterlambatan bahasa karena
ASD, penyebab genetik yang diketahui, gangguan pendengaran, palsi serebral, gangguan
neurologis dan keterlambatan perkembangan global.
Anak-anak yang normal dipilih dengan sampling acak sederhana dari semua anak yang
datang ke klinik perawatan anak mingguan. Para pengasuh dari masing-masing kelompok
diwawancarai oleh dokter anak subspesialis tumbuh kembang selama kunjungan dan / atau
melalui survei telepon guna melengkapi data. Persetujuan orangtua didapatkan dari semua
peserta penelitian.
Diagnosis Keterlambatan Perkembangan Bahasa
Anak didiagnosis dengan keterlambatan bahasa berdasarkan adanya tanda-tanda klinis
awal gangguan berbahasa dan berbicara. Keterlambatan sebanyak 25% atau lebih pada anak
berusia 16-24 bulan, dianggap sebagai suatu keterlambatan yang signifikan. Sebagai contoh,
seorang anak berusia 24 bulan yang berfungsi seperti anak berusia 18 bulan dapat dianggap
memiliki keterlambatan bahasa secara klinis yang signifikan.
Anamnesis, pemeriksaan fisik, pengukuran lingkar kepala, pengamatan terhadap
keaktifan anak, bahasa, kemampuan kognitif, kemampuan bersosialisasi, perilaku hiperaktif,
perhatian dan skrining pendengaran dilakukan oleh dokter anak subspesialis tumbuh kembang.
Selain itu, penilaian perkembangan anak dilakukan dengan menggunakan Denver-II oleh dokter
anak subspesialis tumbuh kembang yang telah menerima pelatihan khusus yang diikuti dengan
pendemonstrasian kompetensi mereka dalam penggunaan instrumen penelitian. Dugaan
keterlambatan bahasa ditetapkan berdasarkan adanya paling tidak dua peringatan atau setidaknya
satu keterlambatan item bahasa pada Denver-II. Semua metode diagnostik tersebut digunakan
5
untuk memenuhi diagnosis perkembangan keterlambatan bahasa (kelompok kasus) dan
pencapaian bahasa yang normal (kelompok kontrol).
Protokol wawancara terdiri dari pertanyaan seputar anak (subyek penelitian), lingkungan
rumah/orangtua/keluarga dan karakteristik waktu/televisi.
Tingkat perkembangan bahasa (tahun) ditentukan dengan usia pada persentil ke 75 th tolak
ukur pencapaian perkembangan bahasa normal yang dapat dicapai anak dalam uji Denver-II.
Definisi neologisme adalah anak memiliki ucapan idiosinkratik yang persisten atau jargoning
yang imatur.
Pola pengasuhan anak ditentukan berdasarkan kepekaan orangtua terhadap kebutuhan
anak, harapan terhadap pengendalian diri anak, dan jenis disiplin. Protokol pola pengasuhan anak
yang telah dikumpulkan melalui wawancara ditunjukkan dalam Lampiran (Appendix). Kami
benar-benar memahami bahwa hal ini bersifat sangat subjektif, namun, pertimbangan yang
cermat diberikan terhadap pola asuh tertentu yang kemungkinan besar akan cocok dengan setiap
kasus.
Semua protokol wawancara dikaji ulang dan diselesaikan oleh peneliti yang sama untuk
memudahkan konsistensi di antara semua peserta.
Persetujuan Etis
Persetujuan etis telah diperoleh oleh Komite Etika Penelitian King Chulalongkorn
Memorial Hospital (No.432/2005).
Analisis Data
Data dianalisis menggunakan SPSS® versi 11,5. Semua nilai variabel kuantitatif dalam
setiap kelompok dinyatakan sebagai rerata dan simpang baku. Uji perbandingan rerata yang
digunakan adalah: one-way ANOVA, uji Mann-Whitney, uji Robust dan uji Kruskal-Wallis
tergantung pada distribusi data, perbedaan simpang baku di setiap kelompok komparatif dan
jumlah kelompok komparatif. Analisis odds ratio dilakukan untuk membandingkan probabilitas
anak dengan dan tanpa keterlambatan bahasa yang telah terpapar faktor risiko sebagaimana yang
telah didefinisikan sebelumnya.
Untuk semua variabel risiko biner (kategorik), odds ratio dihitung dengan menggunakan
regresi logistik tanpa syarat. Setiap analisis statistik ini menyediakan sebuah hasil uji chi-square.
Untuk mengetahui hubungan antara semua variabel risiko yang signifikan dan perkembangan
bahasa, maka regresi logistik multivariat dilakukan. Mengingat banyaknya variabel, analisis
6
disesuaikan untuk beberapa perbandingan berdasarkan model regresi logistik multivariat.
Adjusted Odds ratio dan interval kepercayaan 95% yang berkaitan dihitung dari model regresi
logistik. Perbedaan signifikan terjadi antara dua kelompok apabila interval kepercayaan untuk
odds ratio tidak menyertakan odds ratio = 1,0.
HASIL
Sampel kami meliputi 56 anak yang mengalami keterlambatan bahasa dan 110 kontrol
yang memiliki perkembangan bahasa normal. Rasio laki-laki perempuan pada kelompok
keterlambatan bahasa adalah 4,6 : 1, namun pada kelompok kontrol 1,16 : 1. Rerata usia 2,11 ±
0,47 tahun pada kelompok kasus dan 2,23 ± 0,80 tahun pada kelompok kontrol yang mana tidak
berbeda signifikan secara statistik (nilai p 0,747). Rerata tingkat perkembangan bahasa pada
kelompok kasus adalah 1,39 ± 0,47 tahun. Rerata tingkat perkembangan pada kelompok kontrol
adalah 2,56 ± 0,99 tahun. Anak yang mengalami keterlambatan bahasa biasanya mulai menonton
televisi pada rerata usia 7,22 ± 5,52 bulan dan menghabiskan 3,05 ± 1,90 jam per hari menonton
televisi. Sebagai perbandingan, anak-anak yang memiliki perkembangan bahasa yang normal
mulai menonton televisi pada usia rata-rata 11,92 ± 5,86 bulan, yang secara signifikan lebih
lambat dibandingkan kelompok kasus, (nilai p <0,001), dan menghabiskan 1,85 ± 1,18 jam per
hari menonton televisi yang secara signifikan kurang dari kelompok kasus, (nilai p <0,001).
Pengasuh dalam kelompok kasus menghabiskan 7,03 ± 3.01 jam per hari dan melakukan
percakapan sebanyak 3,62 ± 2,19 jam per hari dengan anak-anak mereka. Ini jauh lebih kecil
dibandingkan kelompok kontrol (nilai p <0,001). Anak-anak dalam kelompok kontrol biasanya
menghabiskan 9,26 ± 2,26 jam per hari dan melakukan percakapan sebanyak 5,80 ± 2,23 jam per
hari dengan pengasuh mereka. Karakteristik kasus dan kontrol ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel. 1 Karakteristik Kasus dan Kontrol (rerata ± SB)
Variabel Grup Kasus (rerata ± SB)
N=56
Kontrol (rerata ± SB)
N=110
Nilai P
Karakteristik Anak
Usia (tahun) 2,11 ± 0,47 2,23 ± 0,80 0,747
Berat Lahir (gram) 3115,36 ± 505,51 2994,00 ± 548,06 0,085
Lama Menyusui (bulan) 5,50 ± 7,61 5,68 ± 7,93 0,803
Kata Pertama (bulan) 17,38 ± 0,47 11,91 ± 2,01 <0,001
Tingkat Perkembangan Bahasa (tahun) 1,39 ± 0,47 2,56 ± 0,99 <0,001
Perbedaan Antara Tingkat Perkembangan -0,72 ± 0,37 0,33 ± 0,33 <0,001
7
Bahasa dan UK (tahun)
Karakteristik Orangtua
Usia Ayah (tahun) 36,57 ± 5,76 35,24 ± 6,76 0,112
Pendapatan Ayah (Baht) 24 874,55 ± 30 908,10 21 614,35 ± 18 181,18 0,785
Usia Ibu (tahun) 32,66 ± 4,43 31,73 ± 5,90 0,238
Pendapatan Ibu (Baht) 15 052,73 ± 16 802,89 12 000,46 ± 13 050,35 0,159
Karakteristik Waktu
Onset Menonton Televisi (bulan) 7,22 ± 5,52 11,92 ± 5,86 <0,001
Menonton Televisi per hari (jam) 3,05 ± 1,90 1,85 ± 1,18 <0,001
Menghabiskan Waktu Bersama Anak per hari
(jam)
7,03 ± 3,01 9,26 ± 2,26 <0,001
Waktu Berbincang per hari (jam) 3,62 ± 2,19 5,80 ± 2,23 <0,001
Keterangan:
UK: Usia Kronologis
Menghabiskan Waktu Bersama Anak per hari: Jumlah total waktu yang dihabiskan
pengasuh melakukan aktivitas interaktif dengan anak-anak mereka setiap hari seperti
membantu mereka untuk menyikat gigi, mandi, berpakaian, bercerita, membaca untuk
mereka, berbicara dengan dan mendengarkan mereka tentang kegiatan sehari-hari, makan
dengan mereka, mengajar dan mendorong mereka untuk berbicara, dll.
Beberapa Risiko Tersendiri Untuk Terjadinya Keterlambatan Bahasa
Tabel 2 menunjukkan jumlah dan persentase anak-anak dengan atau tanpa keterlambatan
bahasa yang memiliki variabel risiko kategorik masing-masing serta Odds ratio dan interval
kepercayaan 95% yang berkaitan. Semua faktor berikut sangat berkaitan untuk memprediksi
keterlambatan bahasa pada anak. Jenis kelamin laki-laki (OR = 3,98), dilahirkan dengan operasi
Caesar (OR = 2,26), anak yang temperamental (OR = 2,08), anak yang memiliki neologisme
(OR = 3,29), riwayat keluarga keterlambatan perkembangan (OR = 7.79), pola asuh yang lalai
(OR = 7,56), pengasuh selain ibu (OR = 2,91), pendidikan ayah ≤ sekolah tingkat dasar (OR =
4,91), menghabiskan waktu < 6 jam per hari dengan anak (OR = 6,73) dan berbincang < 2 jam
per hari antara pengasuh dan anak (OR = 7,68) mempunyai odds ratio yang signifikan secara
statistik.
Kami menemukan bahwa terdapat beberapa variabel yang menarik, seperti tidak
melakukan aktivitas interaktif selama menonton televisi (OR = 6.74), onset menonton televisi <
8
12 bulan (OR = 3,14), dan menghabiskan > 2 jam per hari menonton televisi (OR = 3,94) , yang
juga memiliki korelasi dengan keterlambatan bahasa.
Hampir semua program televisi, yang ditonton oleh subyek penelitian merupakan siaran
televisi langsung. Meskipun sebagian besar program-program televisi nonadult yang ditonton
oleh subyek penelitian pada kedua kelompok penelitian adalah kartun, namun sebagian besar
program kartun di Thailand diciptakan untuk anak yang lebih dewasa. Selain itu, sebagian
orangtua, 90,9% pada kelompok kontrol dan 94,6% pada kelompok kasus tidak memilih media
pendidikan bagi anak-anak mereka.
Tabel 2. Variabel risiko kelompok kasus dan kelompok kontrol, Odds Ratio (OR) dan IK 95%
Variabel Kasus
N =56
Kontrol
N = 110
Nilai P OR IK 95%
Karakteristik Anak 46 (82,1%) 59 (53.6%) <0.001 3.98 1.82–8.67
Gender laki-laki 10 (17,9%) 19 (17.3%) 0.925 0.96 0.41–2.23
Faktor risiko prenatal 33 (58,9%) 59 (53.6%) 0.517 1.24 0.65–2.38
Kelahiran pertama 4 (7,1%) 9 (8.2%) 0.814 0.86 0.25–2.94
Lahir operasi Caesar 31 (55,4%) 39 (35.5%) 0.014 2.26 1.17–4.35
Riwayat penyakit medis 23 (41,1%) 47 (42.7%) 0.838 1.07 0.56–2.06
Tempramental 36 (64,3%) 51 (46.4%) 0.029 2.08 1.07–4.04
Neologisme 45 (80,4%) 61 (55.5%) <0.002 3.29 1.54–7.02
Karakteristik Orangtua dan Keluarga
Tidak ada dukungan keluarga 15 (26,8%) 42 (38.2%) 0.144 0.59 0.29–1.20
Jumlah anggota keluarga (>3) 45 (80,4%) 78 (70.9%) 0.189 0.60 0.27–1.30
Riwayat keluarga keterlambatan
perkembangan
37 (66,1%) 22 (20.0%) <0.001 7.79 3.78–16.07
Pola asuh yang lalai 17 (30,4%) 6 (5.5%) <0.001 7.56 2.78–20.56
Pengasuh selain ibu 36 (64,3%) 42 (38.2%) 0.001 2.91 1.49–5.69
Jumlah bahasa komunikasi > 1 dalam
keluarga
27 (48,2%) 57 (51.8%) 0.661 1.16 0.61–2.20
Edukasi ayah (≤ Sekolah Dasar) 14 (25,0%) 7 (6.4%) 0.001 4.91 1.85–13.01
Edukasi ibu (≤ Sekolah Dasar) 10 (17,9%) 11 (10.0%) 0.150 1.96 0.78–4.93
Karakteristik Televisi dan Waktu
Tidak ada aktivitas interaktif selama
menonton televisi
32 (57,1%) 18 (16.5%) <0.001 6.74 3.24–14.02
Menonton program televisi dewasa 34 (60,7%) 49 (44.5%) 0.049 1.92 1.00–3.70
9
Onset menonton televisi usia < 12 bulan 39 (69,6%) 46 (42.2%) 0.001 3.14 1.58–6.23
Menonton televisi per hari (> 2 jam) 34 (60,7%) 31 (28.2%) <0.001 3.94 2.00–7.76
Menghabiskan waktu dengan anak per hari
(< 6 jam)
21 (37,5%) 9 (8.2%) <0.001 6.73 2.82–16.08
Waktu berbincang per hari (< 2 jam) 15 (26,8%) 5 (4.5%) <0.001 7.68 2.62–22.50
Adjusted Odds Ratio
Guna mengkaji dampak masing-masing faktor risiko secara tersendiri sementara
mengendalikan faktor risiko yang lain, kami melakukan analisis menggunakan regresi logistik
multivariat. Tabel 3 menunjukkan adjusted odds ratio dan IK 95% dari semua variabel dalam
regresi logistik yang mungkin dapat mempengaruhi terjadinya keterlambatan bahasa.
Dari penelitian kami, kami menyimpulkan bahwa faktor risiko yang paling signifikan
yang mungkin dapat mempengaruhi terjadinya keterlambatan bahasa adalah orangtua yang lalai
(OR = 35,06), anak yang dilahirkan dengan operasi Caesar (OR = 10,03), riwayat keluarga
dengan keterlambatan perkembangan atau keterlambatan bahasa (OR = 9,22), tidak melakukan
aktivitas interaktif selama menonton televisi (OR = 8,47), pendidikan ayah ≤ sekolah tingkat
dasar (OR = 8,10), anak yang memiliki neologisme yang persisten (OR = 5,86), onset menonton
televisi saat usia < 12 bulan dan menonton televisi > 2 jam per hari (OR = 5,70), jenis kelamin
laki-laki (OR = 3,45) dan menonton program dewasa (OR = 3,23), berurutan.
Tabel 3. Variabel dalam regresi logistik yang mempengaruhi terjadinya keterlambatan
perkembangan bahasa
Variabel Signifikasi Adjusted
odds ratio
IK 95%
Batas bawah Batas atas
Onset menonton televisi saat usia < 12 bulan dan
menonton televisi > 2 jam per hari
0,002 5,70 1,85 17,61
Menonton program dewasa 0,037 3,23 1,07 9,72
Tidak melakukan aktivitas interaktif selama
menonton televisi
< 0,001 8,47 2,63 27,29
Jenis kelamin laki-laki 0,042 3,45 1,05 11,42
Riwayat keluarga dengan keterlambatan
perkembangan atau keterlambatan bahasa
< 0,001 9,22 2,97 28,57
Anak yang dilahirkan dengan operasi Caesar < 0,001 10,03 2,78 36,25
Orangtua yang lalai < 0,001 35,06 5,51 222,95
Pendidikan ayah ≤ sekolah tingkat dasar 0,007 8,10 1,76 37,17
10
Neologisme 0,007 5,86 1,63 21,16
DISKUSI
Saat ini lebih banyak anak kecil yang menonton televisi dibandingkan dengan masa lalu.
Kami menemukan bahwa anak-anak yang mengalami keterlambatan bahasa cenderung mulai
menonton televisi sekitar 10 bulan sebelum mereka dapat mengucapkan kata bermakna pertama
mereka. Hal ini berlawanan dengan anak-anak yang memiliki perkembangan bahasa yang
normal. Anak-anak pada kelompok kontrol cenderung mulai menonton televisi setelah mereka
bisa mengucapkan kata pertama mereka. Anak-anak yang mulai menonton televisi pada usia <
12 bulan dan menonton televisi > 2 jam setiap harinya sekitar enam kali lebih mungkin
mengalami keterlambatan bahasa. Tampaknya terdapat hubungan negatif antara perkembangan
bahasa dan menonton televisi, terutama ketika usia < 2 tahun. Hal ini mengonfirmasi penelitian
Linebarger dan Walker, Nelson, Zimmerman dan Christakis Meltzoff.
Yang mengejutkan, hanya terdapat satu anak perempuan (0,6% dari semua anak-anak)
dalam penelitian kami yang belum menonton televisi selama kunjungan pertama di usianya 18
bulan. Hasil ini merupakan jumlah yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan yang dilaporkan
dalam penelitian Rideout, Vandewater, dan Wartella, yakni persentase anak-anak < 3 tahun yang
tidak menonton televisi di hari-hari biasa berkisar antara 21% sampai 48%.
Anak normal dalam penelitian kami menonton televisi melebihi rekomendasi AAP,
setinggi 95,5-100% pada anak-anak yang mengalami keterlambatan bahasa dibandingkan dengan
36,18% pada anak-anak umum dalam studi yang dilakukan oleh Certain. Oleh karena itu, temuan
ini sepertinya mengisyaratkan bahwa sebagian besar anak-anak Thailand dalam penelitian kami
cenderung menonton televisi pada usia yang lebih dini dan durasi yang lebih lama dibandingkan
dengan rekomendasi AAP. Anak-anak mungkin kurang kesempatan untuk melakukan kegiatan
yang lebih bermanfaat seperti keterampilan bermain dan interaksi sosial. Para pengasuh mungkin
tidak mengetahui atau tidak khawatir tentang efek samping dari menonton televisi pada anak-
anak mereka. Kerugian dari menonton televisi ini mirip dengan penelitian oleh DeLoache
(National Research Council dan Institute of Medicine).
Hampir 60% dari anak-anak yang memiliki keterlambatan bahasa dalam penelitian kami
ditinggalkan untuk menonton televisi sendiri. Kami juga menemukan bahwa jika anak-anak
11
menonton televisi sendirian, mereka 8,47 kali lebih mungkin untuk mengalami keterlambatan
bahasa bila dibandingkan dengan anak-anak yang berinteraksi dengan pengasuh mereka ketika
menonton televisi. Hasil ini mirip dengan penelitian yang dilakukan oleh Tanimura et al., yang
menemukan bahwa kualitas dan kuantitas dari ucapan-ucapan orangtua kepada anak-anak
mereka menurun ketika menonton televisi. Peningkatkan risiko keterlambatan bahasa ini akibat
dari anak-anak kecil yang masih sangat dini belajar lebih sedikit dari televisi dibandingkan dari
pengalaman kehidupan nyata.
Televisi dapat mengganggu dan mengalihkan perhatian ketika seorang anak mencoba
untuk melakukan kegiatan lain seperti bermain dengan mainan atau berinteraksi dengan anggota
keluarga. Hal ini tampaknya memiliki dampak negatif pada dinamika dan proses interaktif dari
perkembangan milestone bahasa pada anak-anak. Interaksi pengasuh dengan anak pada
kelompok anak normal secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kasus. Hal
ini dapat mengisyaratkan bahwa perkembangan bahasa dibangun pada interaksi dini dengan
pengasuh dan kemudian ditambah dengan hadirnya lingkungan percakapan yang beragam.
Terdapat peserta penelitian laki-laki yang lebih banyak pada kelompok kasus. Hal ini
mungkin akibat dari keterlambatan bahasa lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan
dengan anak perempuan. Selain itu, Certain menemukan bahwa anak laki-laki maupun
perempuan menonton televisi melebihi pedoman AAP. Ini merupakan alasan mengapa kami
tidak menemukan jumlah gender yang sesuai di antara kedua kelompok. Oleh karena itu, peserta
dalam penelitian kami memiliki variabel latar belakang penting yang sama termasuk usia anak,
usia orangtua, pendapatan dan pendidikan ibu, yang dapat membatasi kemungkinan adanya bias
dalam menafsirkan hasil penelitian ini.
Selain menonton televisi, pola asuh yang lalai merupakan faktor risiko terkuat dalam
penelitian kami sehubungan dengan keterlambatan bahasa akibat kurangnya interaksi anak
dengan pengasuh. Ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Carol Scheffner Hammer et
al. Faktor-faktor penting lainnya seperti urutan kelahiran, lingkungan keluarga multibahasa,
berat badan lahir rendah, tidak terlibatnya pembantu rumah tangga dalam perawatan anak,
pendidikan ibu, status sosial ekonomi dan masalah perilaku pada anak tidak berhubungan secara
bermakna dengan keterlambatan bahasa dalam penelitian kami. Hal ini mungkin atau mungkin
tidak signifikan serupa dengan faktor risiko yang dilaporkan dalam penelitian lain. Sebagian
besar faktor risiko keterlambatan bahasa, yang hadir sebelum diagnosis keterlambatan bahasa,
12
lebih kecil kemungkinannya untuk dicegah. Namun, pengaruh lingkungan dan faktor-faktor
pembinaan seperti pola asuh yang authoritative, kelayakan interaksi orangtua dengan anak dan
mengikuti rekomendasi AAP tentang menonton televisi harus ditingkatkan.
Terdapat keterbatasan dari Denver-II dalam skrining untuk keterlambatan bahasa karena
sensitivitas (0,56-0,83) dan spesifisitasnya (0,43-0,80) yang relatif rendah sampai sedang.
Denver-II mungkin gagal untuk mengidentifikasi beberapa anak-anak dengan gangguan bahasa
ekspresif.
Kami juga tidak memilki standar pengukuran untuk menentukan variabel penting lainnya,
misalnya, temperamen, masalah perilaku, aktivitas interaktif dan pols pengasuhan karena
variabel-variabel ini dikumpulkan hanya melalui wawancara orangtua saja.
Terdapat pula keterbatasan dalam penelitian kasus-kontrol karena sifat retrospektif dari
desain tersebut, yang memungkinkan terjadinya bias pewawancara dan keterbatasan subyek
dalam mengingat. Namun, pewawancara mengikuti protokol standar dan menanyakan semua
pertanyaan dengan terlebih dahulu menjelaskan definisi dari istilah yang terkandung dalam
setiap pertanyaan. Selain itu, pola menonton televisi harus diteliti lebih jauh dengan wawancara
mendalam dalam rangka untuk lebih memahami dorongan individual, keluarga, dan sosial
budaya yang mempengaruhi anak untuk menonton televisi. Sebuah studi prospektif longitudinal
diperlukan untuk menguji dampak menonton televisi pada perkembangan bahasa.
Tampaknya terdapat hubungan antara onset dini dan frekuensi tinggi menonton televisi
dengan keterlambatan bahasa. Hal ini mungkin bukan sebab dan akibat yang langsung. Namun,
televisi merupakan media yang kompleks dan membutuhkan maturasi otak serta keterampilan
kognitif untuk menguraikan, yang pada umumnya berkembang setelah usia 2 atau 3 tahun. Lebih
jauh lagi, menonton televisi mungkin menjadi salah satu pemicu yang penting yang memiliki
dampak negatif pada perkembangan bahasa anak. Dalam sudut pandang lain, jika anak-anak
memiliki keterlambatan bahasa mereka akan cenderung untuk menonton televisi lebih banyak,
yang bisa menjadi efek yang memperburuk perkembangan bahasa mereka. Dokter dan
profesional lain mungkin perlu mencantumkan jumlah dan onset menonton televisi “di radar
mereka” ketika berinteraksi dengan orangtua dan anak-anak pada masa perkembangan bahasa.
13
LAMPIRAN
Protokol Pola Pengasuhan Anak
Kami melakukan wawancara mendalam di Thailand. Berdasarkan pada pola pengasuhan
anak, kami telah menyusun ulang dalam bahasa Inggris guna memperjelas pertanyaan-
pertanyaan yang ada. Kami mengikuti konsep Baumrind mengenai pola pengasuhan anak.
Bentuk pola pengasuhan tersebut digunakan untuk mengetahui variasi normal pada upaya
orangtua untuk mengendalikan dan mensosialisasikan anak-anak mereka (Baumrind).
Pengelompokkan orangtua berdasarkan tinggi atau rendahnya tuntutan orangtua dan tanggap atau
tidaknya orangtua terhadap anak-anaknya menciptakan suatu tipologi dari empat pola
pengasuhan: otoriter (Authoritarian), otoritatif (Authoritative), memanjakan (Indulgent), dan
lalai (Neglectful). Kami mewawancarai para pengasuh utama mengenai deskripsi tersebut, dari
item pertama hingga keempat dengan menyamarkan tipologi asli dari pola pengasuhan. Pada
akhirnya, kami membiarkan mereka memilih pola asuh tertentu yang kemungkinan besar akan
sesuai pada setiap kasus.
1. Orangtua otoriter sangat menuntut dan direktif, namun tidak responsif. Mereka berorientasi
terhadap kepatuhan dan status, serta mengharapkan perintah mereka untuk ditaati tanpa
alasan apapun. Para orangtua ini memberikan lingkungan yang tertata dan terstruktur dengan
aturan-aturan yang sangat jelas dipaparkan.
2. Orangtua otoritatif memberikan tuntutan namun meraka juga tanggap terhadap anak-anak
mereka. Mereka mengawasi dan menanamkan standar yang jelas bagi perilaku anak-anak
mereka. Mereka tegas, namun tidak mengganggu dan tidak restriktif. Metode pendisiplinan
mereka adalah dengan memberikan dukungan bukan hukuman. Mereka ingin anak-anak
mereka untuk bersikap tegas serta bertanggung jawab secara sosial, dan dapat mengatur diri
sendiri juga mampu berkerjasama.
3. Orangtua yang memanjakan (serba membolehkan atau tidak mengarahkan) jauh lebih
tanggap dibandingkan menuntut. Mereka toleran dan tidak kaku, tidak mengharuskan
perilaku yang matang, memungkinkan pengaturan diri yang cukup besar, dan menghindari
konfrontasi.
4. Orangtua yang lalai (Neglectful) tidak tanggap dan juga tidak menuntut terhadap anak-anak
mereka. Pada kasus yang ekstrem, pola pengasuhan ini dapat meliputi orangtua yang
14
menolak, mengabaikan, serta lalai, meskipun sebagian besar orangtua dalam tipe ini masih
dalam batas wajar.
Selain itu, orangtua diwawancarai mengenai praktik kedisiplinan mereka. Secara spesifik,
mereka ditanya tentang seberapa sering mereka melakukan hal-hal sebagai berikut: memberikan
waktu untuk anak menyendiri, menegur atau membentak anak-anak mereka, mengambil hak
istimewa, memukul anak mereka dengan tangan, memukul dengan suatu benda, dan
membicarakan mengenai masalah yang ada. Lebih jauh lagi, kami mengamati kepekaan orangtua
terhadap kebutuhan anak dan interaksi mereka selama sesi berlangsung untuk mengukur pola
pengasuhan anak mereka secara spesifik.
Karakteristik
Pola Asuh
Orangtua
Otoriter
(Authoritarian)
Orangtua
Otoritatif
(Authoritative)
Orangtua yang
Memanjakan
(Indulgent)
Orangtua yang
Lalai
(Neglectful)
Pengendalian Tegas, sangat
menuntut, direktif.
Tegas terhadap
tindakan mereka
Sedikit Tidak terlibat
Hukuman Sering Rasional Sedikit Tidak terlibat
Pertukaran
Verbal
Terbatas Luas Sangat terlibat Tidak terlibat
Pengasuhan Terbatas Hangat Sangat terlibat Tidak terlibat
15
TELAAH KRITIS
Worksheet Critical Appraisal Jurnal Harm
Validitas
1. Apakah kelompok pasien didefinisikan dengan
jelas, serupa untuk semua aspek penting selain dari
perlakuan yang diberikan?
Ya Kelompok pasien didefinisikan
dengan jelas, yakni anak berusia
15-48 bulan yang mengalami
keterlambatan bahasa (yang
didiagnosis melalui skrining
klinis dan Denver-II) pada
kelompok kasus dan anak normal
berusia 15-48 bulan pada
kelompok kontrol. Namun,
terdapat beberapa aspek selain
aspek yang diteliti (me-nonton
televisi) yang berbeda secara
signifikan antara kedua
kelompok.
2. Apakah perlakuan dan outcome klinis diukur
dengan cara yang sama pada kedua kelompok?
Ya Outcome klinis diukur dengan
cara yang sama, yakni dengan
skrining klinis dan pemeriksaan
perkem-bangan menggunankan
Denver-II.
3. Apakah pengamatan terhadap pasien lengkap dan
cukup panjang?
Tidak Pengamatan outcome Penelitian
merupakan penelitian retrospektif.
4. Apakah penelitian memenuhi kriteria hubungan sebab-akibat?
a) Apakah jelas bahwa pajanan faktor risiko
mendahului timbulnya outcome?
Tidak Penelitian bersifat retrospektif,
sehingga tidak dapat dipastikan
apakah pajanan faktor risiko
mendahului timbulnya outcome.
b) Apakah ada hubungan dengan peningkatan
dosis?
Tidak
Jelas
Disebutkan dengan jelas bahwa
menonton televisi > 2 jam
berhubungan dengan keterlam-
batan bahasa. Namun, apakah
16
menonton televisi 4 jam lebih
berisiko dibandingkan dengan
menonton televisi 3 jam tidak
dipaparkan.
c) Apakah terdapat bukti positif dari sebuah
penelitian dechallenge-rechallenge?
Tidak Tidak dilakukan penelitian
dechallenge-rechallenge.
d) Apakah hubungan yang ada konsisten
(mendukung penelitian yang lain)?
Ya Penelitian ini mendukung bebe-
rapa penelitian yang telah di-
lakukan sebelumnya (dipaparkan
dalam DISKUSI).
e) Apakah hubungan yang ada tersebut dapat
dijelaskan secara biologis?
Tidak Disebutkan bahwa menonton tele-
visi tidak secara langsung me-
nyebabkan keterlambatan bahasa
namun melalui serangkaian
proses yang kompleks.
Importance
1. Seberapa besar hubungan sebab akibat yang
didapat?
Keterlambatan
Bahasa
Total
Ya TidakMenonton TV usia < 12 bulan
Ya 39 17 56
Tidak
46 54 110
Total 85 71 156
OR = 3,192
NNH (Number Needed to Harm) = 3,5
Odds ratio 3,192 memiliki arti bahwa anak
yang menonton televisi sebelum usia 12
bulan sebanyak 3 kali lipat lebih sering
mengalami keterlambatan bahasa.
NNH 3,5 memiliki arti bahwa setiap 3 hingga
4 anak yang menonton televisi sebelum usia
12 bulan akan muncul 1 anak dengan keter-
lambatan bahasa.
2. Seberapa presisi perkiraan risiko?
17
Keterlambatan
Bahasa
Total
Ya TidakMenonton TV > 2 jam setiap hari
Ya 34 22 56
Tidak
31 79 110
Total 65 101 166
OR = 3,94
NNH (Number Needed to Harm) = 3,12
Odds ratio 3,94 memiliki arti bahwa anak
yang menonton televisi > 2 jam setiap
harinya sebanyak 3 hingga 4 kali lipat lebih
sering mengalami keterlambatan bahasa.
NNH 3,12 memiliki arti bahwa setiap 3 anak
yang menonton televisi > 2 jam setiap
harinya akan muncul 1 anak dengan
keterlambatan bahasa.
Applicable
1. Apakah pasien kita berbeda dengan pasien pada
penelitian?
Tidak Pada praktek klinis kita sehari-
hari, sering kita jumpai anak
berusia 15-48 bulan dengan atau-
pun tanpa keterlambatan perkem-
bangan bahasa. Selain itu, Indo-
nesia juga merupakan negara ber-
kembang serupa dengan Thailand,
sehingga kemungkinan karak-
teristik anak dan pola asuh orang-
tua mereka juga serupa.
2. Apakah hal yang merugikan tersebut merupakan
risiko dari pasien kita?
Ya Pada praktek klinis sehari-hari,
sering kita jumpai anak berusia di
bawah 2 tahun yang sudah mulai
menonton televisi.
18
Kesimpulan Telaah Kritis Jurnal
Penelitian ini menunjukkan bahwa anak berusia 15 sampai 48 bulan yang menonton
televisi sejak usia < 12 bulan dan/atau menonton televisi > 2 jam setiap harinya, berisiko 3
sampai 4 kali lipat lebih tinggi untuk mengalami keterlambatan bahasa. Namun, penelitian ini
merupakan penelitian kasus-kontrol yang bersifat retrospektif, sehingga tidak dapat dipastikan
bahwa hubungan menonton televisi dan keterlambatan bahasa tersebut merupakan hubungan
sebab-akibat. Oleh karena itu, menurut kami masih diperlukan penelitian yang lebih lanjut
mengenai hubungan menonton televisi dengan kejadian keterlambatan bahasa yang
menggunakan desain penelitian prospektif longitudinal.
19