TELAAH KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM JANGKAU, SINERGI, DAN …

15
TELAAH KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM JANGKAU, SINERGI, DAN GUIDELINE (JARING) TERHADAP KESEJAHTERAAN (Studi Pada: Nelayan Sendang Biru, Kabupaten Malang) JURNAL ILMIAH Disusun Oleh: Rivani Vinola Dewi 145020101111030 JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2018

Transcript of TELAAH KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM JANGKAU, SINERGI, DAN …

Page 1: TELAAH KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM JANGKAU, SINERGI, DAN …

TELAAH KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM JANGKAU,

SINERGI, DAN GUIDELINE (JARING) TERHADAP

KESEJAHTERAAN

(Studi Pada: Nelayan Sendang Biru, Kabupaten Malang)

JURNAL ILMIAH

Disusun Oleh:

Rivani Vinola Dewi

145020101111030

JURUSAN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2018

Page 2: TELAAH KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM JANGKAU, SINERGI, DAN …
Page 3: TELAAH KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM JANGKAU, SINERGI, DAN …

TELAAH KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM JANGKAU, SINERGI, DAN

GUIDELINE TERHADAP KESEJAHTERAAN

(Studi Pada: Nelayan Sendang Biru, Kabupaten Malang)

Rivani Vinola Dewi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang

Email : [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini di latar belakangi adanya permasalahan keterbatasan modal serta akses kredit bagi

nelayan terhadap perbankan. Sehingga pada tahun 2015 saat program kredit Jangkau, Sinergi, dan

Guideline (JARING) baru diluncurkan diharapkan dapat membantu adanya permasalahan tersebut.

Sedangkan di sisi lain sebuah program pasti memiliki kendala yang terjadi di lapangan. Oleh karena

itu, adanya berbagai pandangan mengenai program diharapkan dapat memberikan jawaban terkait

implementasi program terhadap kesejahteraan para nelayan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui implementasi program JARING terhadap kesejahteraan para nelayan di Dusun Sendang

Biru, Kabupaten Malang. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan

pendekatan interpretif. Penelitian ini menghasilkan bahwa sektor formal yang dibuat oleh

pemerintah nyatanya belum dapat membantu para nelayan. Akan tetapi faktor informal yaitu

pengambek (sebutan pemberi modal di Sendang Biru) juga tidak dapat membantu karena bunga yang

relatif tinggi. Langkah yang dilakukan untuk dapat membuat masyarakat nelayan menjadi bankable

adalah dengan melakukan penyuluhan dan sosialisasi serta membantu nelayan untuk dapat

memperoleh surat-surat tanah atau kapal yang dapat dipakai sebagai jaminan dalam meminjam

kredit kepada perbankan.

Kata Kunci: Telaah Kritis, Program JARING, Kesejahteraan Nelayan

A. PENDAHULUAN

Pengalaman bangsa Indonesia di masa lalu dalam membangun wilayah pesisir dan lautan

menunjukkan hasil yang kurang optimal dan cenderung menuju kearah yang tidak berkelanjutan.

Hal ini dapat terlihat pada tahun 2014, sektor kelautan dan perikanan hanya menyumbang sekitar

3,5% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) (OJK, 2015). Masyarakat nelayan seringkali

tersisihkan dari pembangunan sebab prioritas kebijakan pemerintah lebih berfokus kepada sektor

pertanian atau daratan. Hal ini menjadi permasalahan serius yang harus segera diselesaikan melihat

luas laut Indonesia yang merupakan negara maritim yang memiliki potensi yang luar biasa pada

sektor kelautan dan perikanan. Penelitian Mubyarto et. al. (1993) mengatakan bila dibandingkan

dengan komunitas lain, masyarakat pesisir atau masyarakat nelayan ini dapat digolongkan sebagai

lapisan social yang “termiskin”. Kemudian pendapat lain mengatakan bahwa indeks kemiskinan

(Poverty Headcount Indeks) untuk masyarakat pesisir sebesar 32,14 yang artinya 32,14 persen dari

masyarakat pesisir miskin tergolong sangat miskin. (Data Semeru, 2002 dalam penelitian Rostin)

Gambar 1.1 Diagram Jumlah Keluarga Pra Sejahtera, Sejahtera I, dan Sejahtera II di 6

Kecamatan Kabupaten Malang tahun 2016

Sumber: Kabupaten Malang dalam Angka tahun 2017

05

10152025

Page 4: TELAAH KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM JANGKAU, SINERGI, DAN …

Hal tersebut juga dirasakan oleh nelayan di Dusun Sendang Biru, Desa Sumbermanjing

Wetan, Kabupaten Malang. Dimana kemiskinan masih melanda wilayah tersebut. Terbukti dari 6

Kecamatan Sektor Perikanan di Kabupaten Malang, Desa Sumbermanjing Wetan menempati

keluarga pra sejahtera, sejahtera I, dan sejahtera II paling tinggi dibandingkan kecamatan lainnya.

Gambar 1.2 Persentase Jumlah Produksi Ikan pada 6 Kecamatan Sektor Perikanan

Kabupaten Malang tahun 2017

Sumber: Hasil Olahan Penulis, 2018 (Dinas Perikanan Kabupaten Malang)

Akan tetapi nelayan Sendang Biru juga memiliki potensi produksi perikanan tangkap yang

lebih besar dibanding 6 kecamatan sektor perikanan lainnya, Desa Sumbermanjing Wetan, yang

merupakan tempat Dusun Sendang Biru berada menempati jumah terbesar sekitar 5504,165

ton/tahun. Kecamatan Sumbermanjing Wetan juga menyumbangkan kontribusi produksi tangkap

ikan terbesar dengan persentase 79 persen dibandingkan kecamatan lain yang juga memproduksi

tangkap ikan. Dengan produktivitas yang tinggi dan penghasil ikan terbanyak, potensi masyarakat

nelayan Sendang Biru sudah sepantasnya keluar dari rantai kemiskinan yang mengikat.

Pada dasarnya, sudah terdapat beberapa bantuan yang datang ke Sendang Biru, diantaranya

adalah PEMP (Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir) yaitu koperasi yang dibangun untuk

permodalan para nelayan, dimana pihak yang mengurus adalah warga itu sendiri. Akan tetapi hal

tersebut masih belum berjalan dengan baik di Dusun Sendang Biru. Terdapat beberapa faktor yang

diantaranya ialah bunga sekitar 2 persen, terdapatnya agunan, dan kurangnya sosialisasi serta

pembinaan sehingga keuangan permodalan tidak dapat berjalan dengan baik.

Hal ini mendorong pemerintah Kementerian Kelautan dan Perikanan bekerjasama dengan

Kementerian Keuangan membuat sebuah program baru dengan mengajak Otoritas Jasa Keuangan

yang mengajak Perbankan, organisasi formal, untuk dapat membantu permodalan para nelayan di

Indonesia, begitupun di Dusun Sendang Biru Kabupaten Malang. Program tersebut bernama

Jangkau, Sinergi, dan Guideline (JARING) yang diresmikan di Sendang Biru pada tahun 2015.

Berdasarkan uraian permasalahan diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana

“TELAAH KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM JANGKAU, SINERGI, DAN GUIDELINE

TERHADAP KESEJAHTERAAN (Studi pada: Nelayan Sendang Biru, Kabupaten Malang)”

B. KAJIAN PUSTAKA

Pemberdayaan Masyarakat Ekonomi

Winarni dalam Ambar Teguh (2004: 79) mengungkapkan bahwa pemberdayaan meliputi

tiga hal, yaitu pengembangan (enabling), memperkuat potensi atau daya (empowering), dan

terciptanya kemandirian. Berdasarkan pendapat ini, berarti pemberdayaan tidak saja terjadi pada

masyarakat yang tidak memiliki kemampuan, akan tetapi pada masyarakat yang memiliki daya yang

masih terbatas, dapat dikembangkan hingga mencapai kemandirian.

79%

3%

10%3%2%3%

Sumawe A. Gading Tirtoyudo Bantur Gedangan Donomulyo

Page 5: TELAAH KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM JANGKAU, SINERGI, DAN …

Pemberdayaan masyarakat merupakan aspek pembangunan, hakikat pembangunan

nasional seperti yang dipaparkan oleh Onny. S. Prijono (1996: 97) pemberdayaan masyarakat

ekonomi adalah pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat seutuhnya, dengan kata lain

memberdayakan masyarakat mengandung makna mengembangkan, memandirikan,

menswadayakan, dan memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap

kekuatan-kekuatan penekanan di segala bidang dan sektor kehidupan. Pembangunan nasional juga

mengandung arti melindungi dan membela dengan berpihak pada yang lemah, untuk mencegah

terjadinya persaingan yang tidak seimbang dan ekploitasi atas yang lemah, menurut Sudjana (2001:

256) pentingnya pembangunan masyarakat yang menitikberatkan sektor ekonomi ialah agar

masyarakat dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk melalui pertumbuhan sektor ini, tanpa

mengabaikan peranan sektor-sektor lainya, dan sekaligus dapat menurunkan tingkat kemiskinan

penduduk. Disimpulkan bahwa konsep dasar pemberdayaan pada dasarnya yaitu upaya suatu

kelompok masyarakat untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian sehingga masyarakat

dapat mengaplikasikan potensi atau kemampuan yang sudah dimiliki dalam rangka tujuan hidup

yang lebih sejahtera.

Pemberdayaan memiliki tujuan untuk membuat masyarakat menjadi mandiri, dan dapat

memperbaiki segala aspek, dalam arti memiliki potensi agar mampu menyelesaikan masalah-

masalah yang mereka hadapi dan sanggup memenuhi kebutuhanya dengan tidak menggantungkan

hidup mereka pada bantuan pihak luar baik pemerintah maupun non pemerintah.

Tipologi Pembangunan Top-Down vs Bottom-Up Planning

Perencanaan pembangunan dengan pendekatan Top-Down vs Bottom-Up planning akan

menjamin adanya keseimbangan-keseimbangan antara prioritas nasional dengan aspirasi lokal

dalam perencanaan pembangunan daerah (Kuncoro, 2004). Riyadi dan Bratakusumah (2003)

memaparkan, perencanaan pembangunan dapat diartikan sebagai: Suatu proses perumusan

alternatif-alternatif atau keputusan-keputusan yang didasarkan pada data-data dan fakta-fakta yang

akan digunakan sebagai bahan untuk melaksanakan suatu rangkaian kegiatan/aktivitas

kemasyarakatan, baik yang bersifat fisik (material) maupun nonfisik (mental dan spiritual) dalam

rangka mencapai tujuan yang lebih baik”.

Proses perencanaan merupakan suatu prosedur dan tahapan dari perencanaan itu

dilaksanakan. Secara hierarki, prosedur perencanaan itu dilakukan atas dasar prinsip Top-Down

Planning, yaitu proses perencanaan yang dilakukan oleh pemimpin tertinggi (pemerintah) kemudian

atas dasar keputusan tersebut dibuat suatu perencanaan di tingkat yang lebih rendah (masyarakat).

Prinsip lainnya adalah Bottom-Up Planning yang merupakan perencanaan yang awalnya dilakukan

di tingkat yang paling rendah dan selanjutnya disusun rencana organisasi di atasnya sampai dengan

tingkat pusat atas dasar rencana dari bawah.

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir

Adanya pemberdayaan yang memperhatikan berbagai permasalahan sosial, ekonomi, dan

lingkungan yang dihadapi oleh masyarakat pesisir diharapkan dapat mampu membuat masyarakat

pesisir keluar dari lingkaran kemiskinan. Seperti yang dipaparkan oleh Kusnadi (2006) dimana

pemberdayaan masyarakat pesisir diharapkan dapat memperkuat kapasitas dan otonomi mereka

dalam mengelola potensi sumber daya pesisir, laut, pulau-pulau kecil secara optimal dan

berkelanjutan sebagai jalan untuk menjamin kelangsungan hidup mereka dan generasinya.

Kondisi Rumah Tangga Nelayan

Menurut Kinseng (2014: 92) dalam nelayan terdapat beberapa pola hubungan untuk

menggabarkan relasi yang terjadi diantaranya:

a. hubungan kelas buruh dengan kelas pemilik

Buruh nelayan sangat bergantung kepada kelas pemilik, contohnya dalam sistem bagi hasil

buruh nelayan hanya mendapatkan berapa pun yang nelayan pemilik berikan meskipun

pemilik tersebut tidak transparan dalam menjelaskan berapa jumlah keuntungan yang

sebenarnya pantas ia dapatkan. Scott (dalam Kinseng 2014:95) memaparkan bahwa buruh

nelayan juga tidak akan memprotes karena adanya hubungan patron-client antara kelas

buruh dengan pemilik dimana pemilik bertindak sebagai patron dan buruh nelayan sebagai

klient, ketika buruh nelayan dalam kesulitan dana pihak pemilik bertindak untuk

memberikan bantuan yang berkaitan dengan kegiatan produksi ataupun diluar kegiatan

Page 6: TELAAH KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM JANGKAU, SINERGI, DAN …

produksi. Bantuan tersebut biasanya berupa dana kesehatan ketika keluarga buruh nelayan

sakit, biaya untuk kehidupan sehari-hari, pulang kampung, dan sebagainya.

b. hubungan kelas pemilik dan kelas pemodal

Sebagian nelayan memiliki hubungan keterikatan dengan kelas pemodal. Kelas pemodal

memiliki peranan dan modal yang sangat besar pengaruhnya. Hal ini berawal ketika kelas

pemilik atau nelayan tidak memiliki modal untuk membeli mesin serta peralatan untuk

melaut dan memilih untuk meminjam kepada pemilik modal. Bukan hanya meminjamkan

modal terkait produksi nelayan, nelayan yang sudah bergantung juga meminjam untuk

keperluan sehari-harinya yang dimana kita ketahui bahwa musim panen ikan tidak terjadi

setiap saat.

Kesejahteraan

Badan Pusat Statistik (2008) memaparkan bahwa kesejahteraan bersifat subyektif,

sehingga ukuran kesejahteraan bagi tiap individu atau keluarga berbeda satu sama lain. Pada

prinsipnya kesejahteraan berkaitan erat dengan kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar tersebut berupa

kecukupan dan mutu pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, lapangan pekerjaan, dan

kebutuhan dasar lainnya. Apabila kebutuhan dasar individu atau keluarga sudah dapat terpenuhi,

maka dapat dikatakan bahwa tingkat kesejahteraan individu atau keluarga tersebut sudah tercapai.

Kebutuhan dasar sangat erat kaitannya dengan kemiskinan, apabila kebutuhan dasar dari individu

atau keluarga tersebut belum terpenuhi maka dapat dikatakan bahwa individu atau keluarga tersebut

berada di bawah garis kemiskinan.

C. METODE PENELITIAN

Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk menelaah kritis implementasi program

Jangkau, Sinergi, dan Guideline (JARING) di Dusun Sendang Biru, Kabupaten Malang, maka

penelitian ini menggunakan penelitian pendekatan kualitatif. Penelitian kualititatif dipilih karena

lebih sensitif dalam mendapatkan penjelasan dari informan.

Metode yang sesuai digunakan dalam penelitian ini ialah pendekatan interpretif. Menurut

Newman (1997) pendekatan interpretif merupakan pendekatan yang berupaya untuk mencari

penjelasan tentang peristiwa-peristiwa sosial atau budaya yang didasarkan pada perspektif dan

pengalaman orang yang diteliti. Pendekatan interpretif merupakan sebuah sistem sosial yang

memaknai perilaku secara detail dengan langsung mengobservasi.

Unit analisis pada penelitian ini berfokus pada implementasi program Jangkau, Sinergi, dan

Guideline (JARING). Berdasarkan unit analisis tersebut maka pihak-pihak yang akan dijadikan

informan dalam penelitian ini adalah:

a. Dinas Perikanan Kabupaten Malang yang mengetahui segala aturan serta kebijakan

program sebagai informan kunci.

b. Perbankan (Bank Rakyat Indonesia unit Sendang Biru) salah satu dari perbankan yang

memberikan pendanaan bagi program kredit Jangkau, Sinergi, dan Guideline (JARING).

c. Masyarakat nelayan Sendang Biru, baik yang mengikuti atau tidak mengikuti program

kredit Jangkau, Sinergi, dan Guideline (JARING) sebagai informasi tambahan untuk

membantu peneliti mendapatkan tambahan informasi terkait program.

Dalam penelitian ini, pengumpulan data menggunakan berbagai cara, antara lain

wawancara, observasi, dan dokumentasi. Untuk menguji kredibiltas data, peneliti memutuskan

untuk menggunakan triangulasi sumber.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Persepsi Dinas Perikanan Kabupaten Malang dan Perbankan (BRI) Terkait Implementasi

Program

Dalam kegiatan wawancara, peneliti berhasil mendapatkan penjelasan terkait pertimbangan

yang dipilih oleh informan tentang implementasi program Jangkau, Sinergi, dan Guideline

(JARING) di lapangan.

Page 7: TELAAH KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM JANGKAU, SINERGI, DAN …

Perbedaan Antara Aturan dan Implementasi Program

Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 Tentang Fasilitas

Penjaminan Kredit Usaha Rakyat Menteri Keuangan dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Republik Indonesia Nomor 73/PERMEN-KP/2016 Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Kredit

Usaha Rakyat Sektor Kelautan dan Perikanan, bahwa pada peraturan yang ditetapkan oleh

pemerintah nelayan dapat mengambil kredit kepada bank tanpa agunan karena pemerintah menjadi

perwakilan penjamin dengan syarat pinjaman Kredit Usaha Mikro. Hal ini dilakukan untuk

memudahkan para nelayan dalam mendapatkan akses untuk modal melaut. Dengan adanya akses

yang mudah untuk melaut, diharapkan nelayan akan dapat keluar dari ketergantungannya kepada

para pengambek sehingga dapat menghasilkan lingkungan ekonomi yang baik serta produktivitas

ekonomi yang maksimal.

Namun pada kenyataannya nelayan justru tidak dapat mengakses kredit yang ada dengan

baik. Hal ini dikarenakan agunan yang ditetapkan untuk nelayan nyatanya tidak dirasakan oleh

masyarakat sekitar dikarenakan perbankan masih tetap mengisyaratkan agunan untuk setiap

pinjaman kredit yang dilakukan oleh nelayan. KUR Mikro sektor kelautan dan perikanan yang

mengharuskan adanya agunan menimbulkan kendala lain bagi masyarakan nelayan dimana

masyarakat yang benar-benar membutuhkan akses permodalan kesulitan mendapatkan kepercayaan

dari pihak perbankan.

Menurut informan kunci, yaitu Bu Inang selaku perwakilan dari Dinas Perikanan

Kabupaten Malang mengatakan bahwa memang tidak ada agunan dalam proses pinjaman KUR

mikro untuk para nelayan, akan tetapi pihak perbankan salah satunya BRI unit Sendang Biru tetap

mengharuskan adanya agunan dikarenakan kantor pusat BRI tetap menerapkan kebijakan

peminjaman dengan agunan sebagai syarat untuk mengakses permodalan.

Persepsi Masyarakat Nelayan Terkait Implementasi Program Jangkau, Sinergi, dan Guideline

(JARING)

Persepsi masyarakat nelayan dibagi menjadi tiga bagian diantaranya:

Nelayan Speed (kecil) yang Cenderung Tidak Dijangkau oleh Program Jangkau, Sinergi, dan

Guideline (JARING)

Pengaruh pendidikan dan serta bergantungnya nelayan kepada pengambek menjadi

penyebab nelayan tidak memperoleh informasi dengan baik, mereka menganggap bahwa

keberadaan pengambek sudah cukup untuk dapat memenuhi permodalan mereka, sehingga

informasi asimetris kerap kali diterima oleh masyarakat nelayan kecil. Dari beberapa informan yang

merupakan nelayan speed atau bisa dikatakan nelayan kecil, mereka justru tidak mengetahui adanya

program Jangkau, Sinergi, dan Guideline (JARING). Padahal faktanya program Jangkau, Sinergi,

dan Guideline (JARING) ini ditujukan untuk nelayan kecil menengah seperti juga yang diungkapkan

oleh Bu Inang selaku Kepala Seksi Pelayanan Usaha Perikanan Dinas Perikanan Kabupaten Malang.

Dalam hal ini, dapat terlihat bahwa pengetahuan masyarakat terkait program Jangkau,

Sinergi, dan Guideline (JARING) masih bisa dikatakan sedikit. Bahwa hanya beberapa persen dari

total keseluruhan masyarakat nelayan yang mengetahui dan mengikuti program Jangkau, Sinergi,

dan Guideline (JARING). Pada saat peluncuran program dan sosialisasi masih banyak juga

masyarakat yang belum diundang untuk mengikuti acara sehingga banyak masyarakat nelayan yang

masih belum memahami program Jangkau, Sinergi, dan Guideline (JARING) secara baik.

Nelayan yang Memperoleh Program Jangkau, Sinergi, dan Guideline (JARING) Merasa

Kurang Berdampak VS Merasa Berdampak

Menurut Bapak Ngudi Sugiharto selaku nelayan mandiri Sendang Biru, harga pasar

sepenuhnya tidak dapat mandiri selama masih adanya monopoli pasar disana:

“Sekarang sudah mulai banyak yang berani, sudah ada beberapa. Tapi ya sama jukung

juga.masih tetap kerjasama juga sama pengambek. Yang ikut orang sudah jarang. Tapi

tetap ga bisa lepas dari pengambek. Tapi ya gitu ikan di monopoli semua harga di

monopoli.” (Bapak Ngudi, Nelayan Mandiri Sendang Biru)

Secara keseluruhan nelayan Sendang Biru tetap menggunakan pengambek walau mereka

mampu membeli kapal karena adanya pengaruh harga ikan yang kuat dengan atau tanpa adanya

pengambek:

Page 8: TELAAH KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM JANGKAU, SINERGI, DAN …

“Kalo nelayan sendang biru 99% saya jamin pasti pake pengambek semua yang 1% cuma

saya yang ga pake pengambek karna istri saya pedagang. Di Sendang Biru ini banyak

kelemahannya. Kalo kita ga punya pengambek, ikan yang kita tangkep sama dengan kapal-

kapal lain, tengkulak (pengambek) itu ga mau beli. Yang kedua masalah harga. Kita

(nelayan kecil/jukung) ga bisa nentukan harga, kita ngikut aja. Nelayan udah ga bisa apa-

apa. Itu bener-bener kasihan betul. Ga bisa dijual, ga bisa ikut lelang, pasrah harus pake

pengambek. Nelayan besar (semacam sekoci) masih bisa ikut lelang tergantung harga

lelang, kalau jukung (nelayan kecil) ya harus ikut pengambek.” (Bapak Ngudi, Nelayan

Mandiri Sendang Biru)

Program Jangkau, Sinergi, dan Guideline (JARING) dirancang untuk membantu nelayan

dalam hal permodalan yang dirasa masih belum berjalan maksimal, karena keadaan nelayan yang

masih belum sepenuhnya dapat dan mampu memberdayakan masyarakat nelayan Sendang Biru

untuk dapat keluar dari kantong-kantong kemiskinan yang selama ini selalu disematkan pada mata

pencaharian nelayan. Sejalan dengan pernyataan Bapak Ngudi Sugiharto yang mengatakan:

“Kalau menurut saya kurang berpengaruh, karna walaupun mereka punya kapal (dari hasil

kredit ataupun uang sendiri) mereka tetap kerjasama dengan pengambek. Karna tetep kalah

sama monopoli harga pasar. Tetap saja walau kita beli kapal sendiri tetep harus ada

pengambek, karna ada permainan harga pasar. Monopoli (harga) ikan di pasaran. Tetep

saja butuh pengambek rantai jahat itu ga tau cara menghilangkannya.”

Pada dasarnya kesejahteraan menurut Badan Pusat Statistik (2008) adalah bersifat

subyektif, sehingga ukuran kesejahteraan bagi tiap individu atau keluarga berbeda satu sama lain.

Pada prinsipnya kesejahteraan berkaitan erat dengan pendapatan yang diperoleh oleh para nelayan.

Terdapat beberapa narasumber dari para nelayan yang sudah mendapatkan pinjaman merasa bahwa

program Jangkau, Sinergi, dan Guideline (JARING) ini masih belum berdampak nyata pada

perekonomian, yang juga akan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat nelayan. Hal ini dapat

terjadi karena mereka menganggap masih adanya campur tangan pihak pedagang atau pengambek

terhadap harga pasar di Sendang Biru.

Seperti yang dikatakan oleh Kuncoro, 2004 bahwa perencanaan pembangunan dengan

pendekatan Top-Down vs Bottom-Up planning akan menjamin adanya keseimbangan-keseimbangan

antara prioritas nasional dengan aspirasi lokal dalam perencanaan pembangunan daerah. Pemerintah

yang merupakan bagian dari atas (top) membentuk program dengan memikirkan banyak

pertimbangan dan untuk dapat mensejahterakan masyarakat (down) adanya pemberdayaan Top

Down diharapkan dapat membantu masyarakat nelayan Sendang Biru untuk dapat memberdayakan

dirinya akan tetapi penting juga untuk melihat pendapat atau pandangan masyarakat mengenai

program Jangkau, Sinergi, dan Guideline (JARING) yang sudah 3 tahun berjalan.

Pendapat lain dikatakan juga oleh Bapak Anjasworo selaku Nelayan mandiri di Sendang

Biru. Dalam pemaparannya, Bapak Anjasworo merasa program Jangkau, Sinergi, dan Guideline

(JARING) sangat berdampak bagi dirinya. Dengan adanya program Jangkau, Sinergi, dan Guideline

(JARING) Bapak Anjasworo dapat melakukan pinjaman dengan bunga yang rendah sehingga dapat

membantu Bapak Anjasworo membeli 2 kapal slerek (kapal dengan jumlah 1 slerek sebanyak 50

ABK).

“Kalau saya BRI sangat membantulah apalagi dengan program OJK kemaren itu. Wong

kita kena juga cuma 0,4 (bunga).”

Program Jangkau, Sinergi, dan Guideline (JARING) dirasa memiliki perspektif yang

berbeda-beda menurut pandangan masyarakat, mereka yang merasa terbantu dapat memberdayakan

dirinya dengan baik, sedangkan yang merasa tidak terbantu masih terus berjuang untuk

memberdayakan dirinya menjadi lebih baik lagi.

“Program KUR ini baguslah kalo menurut saya. Tapi pendapat orang kan macem-macem.

Kalau secara umum saya senang dengan KUR ini.” (Bapak Anjasworo, Nelayan Mandiri

Sendang Biru)

Page 9: TELAAH KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM JANGKAU, SINERGI, DAN …

Dengan adanya program ini, walau belum dirasakan banyak orang namun dapat

memberikan dampak yang bagus terhadap masyarakat yang pola pikirnya maju dan mau

berkembang untuk memberdayakan dirinya. Sehingga dalam hal ini pemberdayaan bukan hanya

didorong oleh pemerintah namun masyarakat juga harus memiliki kesadaran untuk mau

berkembang.

Pada dasarnya pemberdayaan dilakukan untuk memandirikan masyarakat agar tidak

bergantung secara terus menerus kepada pemerintah. Hal inilah menjadi kendala besar yang

dihadapi karena tidak mudah mengubah karakter masyarakat. Maka dari itu program pemberdayaan

seperti ini membutuhkan proses yang panjang untuk mencapai tujuannya. Beberapa bantuan telah

diberikan oleh pemerintah yang dibutuhkan dalam pemberdayaan masyarakat melalui program

Jangkau, Sinergi, dan Guideline (JARING) yaitu antara lain sebagai berikut:

1. Adanya bantuan pinjaman kredit dengan bunga yang rendah

2. Sosialisasi kepada masyarakat nelayan Sendang Biru

Sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah dan OJK memberikan masyarakat pengetahuan

dan juga lahan untuk mereka menyampaikan aspirasi dan pendapat masyarakat mengenai hambatan-

hambatan yang dihadapi selama menjadi nelayan di Sendang Biru.

“Tapi saya rasa kalo BRI apalagi kemaren ada OJK sangat membantu ya. bahkan kami

sempet waktu diundang OJK di balai pertemuan saya juga menyampaikan (pendapat) saya,

saya juga wakil nelayan karna saya paling muda dan saya juga punya 2 unit slerek

memikirkan anggota 100 orang.” (Bapak Anjasworo, Nelayan Mandiri Sendang Biru)

Sejalan dengan program bantuan pemerintah, salah satu nelayan mandiri yang dapat

memberdayakan dirinya, Bapak Anjasworo juga berpendapat hal yang sama terkait bantuan yang

dilakukan pemerintah terhadap masyarakat nelayan Sendang Biru.

“Kalau saya BRI sangat membantulah apalagi dengan program OJK kemaren itu. Kalau

saya rasa, saya dari nol dari anggota. Trus kami juga punya pola pikir untuk maju akhirnya

punya sekoci dari sekoci langsung punya pemikiran untuk beli slerek. Jadi kalo kita

kekurangan ya disini ada BRI. Bahkan untuk pengurus BRI enak-enak kok menurut saya.

Apalagi kalau tunggakan seandainya kita telat orang kan biasanya penyampaiannya tidak

enak, tapi kalau BRI bertanyanya dengan baik “Pak Anjas mohon maaf apakah sudah

membayar” program KUR ini baguslah kalo menurut saya secara umum. Tapi pendapat

orang kan macem-macem.” (Bapak Anjasworo, Nelayan Mandiri Sendang Biru)

Pelaksanaan proses dan pencapaian tujuan pemberdayaan dapat dicapai melalui penerapan

pendekatan pemberdayaan yang dapat disingkat menjadi 5P, yaitu: Pemungkinan, Penguatan,

Perlindungan, Penyokongan dan Pemeliharaan (Suharto, 1997: 218-219).

Dimana pemungkinan harus terjadi dengan cara membentuk relasi yang bersahabat antara

nelayan dengan perbankan. Penguatan yang artinya memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang

dimiliki oleh nelayan. Perlindungan yaitu melindungi kelompok-kelompok lemah untuk dapat

memberdayakan dirinya dan keluar dari kantong-kantong kemiskinan yang ada di Sendang Biru.

Penyokongan yang berarti adanya bantuan dan dorongan dari pemerintah dan pihak yang berwenang

untuk dapat membantu masyarakat Sendang Biru keluar dari kemiskinan yang ada, serta

pemeliharaan yang berarti memelihara kondisi yang aman dan damai sehingga produktivitas

ekonomi dan distribusi ekonomi dapat berjalan dengan baik di Sendang Biru. Ketika 5P ini telah

dan mampu dijalankan maka pemberdayaan telah terjadi di Sendang Biru.

Terdapat beberapa pandangan atau perspektif dari beberapa orang yang peneliti observasi,

namun secara keseluruhan program ini diterima secara baik dan positif oleh masyarakat nelayan

Sendang Biru. Hal ini terbukti dari pernyataan perwakilan BRI unit Sendang Biru:

“Untuk yang ikut KUR ini sekarang jumlahnya sekitar 3.000an. Kebanyakan nelayan sama

tani. Itu aja. Wilayan sini nelayan, kalo wilayah timur sana tani cengkeh sama kopi.”

(Ahsan, Staff BRI unit Sendang Biru).

Dalam hal ini dapat terlihat jumlah masyarakat yang ikut program KUR Jangkau, Sinergi,

dan Guideline (JARING) sebanyak 3.000 jiwa yang terdaftar di BRI unit Sendang Biru dari total

jumlah nelayan Sendang Biru sebesar 3.251 jiwa.

Page 10: TELAAH KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM JANGKAU, SINERGI, DAN …

Pengambek Dijangkau Oleh Program Jangkau, Sinergi, dan Guideline (JARING)

Ditengah banyaknya masyarakat nelayan Sendang Biru yang tidak mendapatkan bantuan,

pengambek Sendang Biru justru mendapatkan bantuan pinjaman dari bank. Hal ini terjadi karena

pada prinsipnya Bank juga ingin mengejar profit, sehingga misinya tidak sejalan dengan pemerintah

yang ingin mensejahterakan masyarakat nelayan. Bapak Nuril Selaku pengambek menjelaskan

bahwa dulu pihaknya dihubungi oleh pihak perbankan untuk ditawari pinjaman kredit:

“Dulu karyawannya (pihak bank) sendiri yang menawarkan sendiri. Saya ikut dan ambil di

BNI. Pihak BNI yang datang kesini.” (Bapak Nuril Pengambek Sendang Biru)

Salah satu informan, Bapak Jonny selaku pengambek juga mengatakan bahwa dirinya

mengetahui pinjaman dari sosialisasi yang diadakan yang selama ini justru jarang diikuti oleh

masyarakat nelayan keci yang belum paham terkait pinjaman tersebut. Bapak Jonny seperti juga

dengan Bapak Nuril juga mendapatkan program JARING dari pihak bank dan sosialisasi:

“Setiap bank kan ngasih pemberitahuan di bidang pengusaha, setiap tahun kan ada

sosialisasi makanya dari situ saya tahu. Ada produk KUR bantuan pemerintah jadi lebih

ringan daripada swasta gitu.” (Bapak Jonny Pengambek Sendang Biru)

Pihak perwakilan dari BRI juga mengatakan bahwa ada penilaian nasabah untuk menilai

performanya dalam membayar cicilan setiap bulannya. Sehingga setiap nasabah yang membayar

dengan teratur dan tidak jatuh tempo akan mendapatkan penilaian baik dan akan ditawarkan kredit

kembali oleh pihak perbankan.

“Ketika mbak ini sama mbak itu minjem, mbak bayarnya sesuai, nggak macet, tepat waktu,

trus mbak itu 1-3 bulan bayarnya sesuai tapi bulan-bulan berikutnya dia macet. Kira-kira

sampeyan kapok nggak minjemin uang ke dia?”

“Sama juga dengan bank. Kalo sampeyan bayarnya bagus berarti nilai performa mbaknya

juga baik, tentu bank akan menawarkan jasa kredit lagi ke mbak bahkan sebelum kredit

mbak yang sebelumnya habis. Karena dirasa mbak dapat dipercaya dan memegang

tanggung jawab. Tapi kalo mbak yang satunya, yang macet itu, mungkin dia bisa pinjam

tapi nggak langsung jadi, dalam arti prosesnya jauh lebih ribet. Seperti itu mbak.”

Adanya informasi dan pemberitahuan kepada pengambek membuat akses pengambek

menjadi lebih mudah untuk mendapatkan pinjaman kredit di Bank, sehingga tanpa disadari

dampaknya ialah nelayan akan terus tetap bergantung kepada pengambek dalam hal mencari

pinjaman yang praktis dan mudah walau tanpa disadari rantai tersebut menjadi tidak pernah terputus.

Namun seperti yang kita ketahui, adanya informasi yang diperoleh oleh pengambek

dikarenakan angsuran kredit yang mereka bayar selalu tepat waktu setiap bulannya. Berbeda dengan

nelayan yang memiliki banyak resiko baik kendala internal maupun eksternal dalam melaut,

menjadikan nelayan sulit untuk dapat membayar cicilan tepat waktu di tengah iklim globalisasi yang

membuat cuaca menjadi tidak menentu setiap harinya.

Telaah Kritis Implikasi Program Jangkau, Sinergi, dan Guideline (JARING)

Program Jangkau, Sinergi, dan Guideline (JARING) yang dibuat oleh Kementerian

Kelautan dan Perikanan serta Kementerian Keuangan yang mengajak Otoritas Jasa Keuangan

mengajak Perbankan untuk bekerjasama merupakan suatu usaha peningkatan pelayanan pemerintah

untuk masyarakat nelayan yang memang sejak dahulu telah menjadi kantong-kantong kemiskinan.

Apalagi di era globalisasi saat ini, sudah saatnya masyarakat nelayan menjadi masyarakat yang

bankable sehingga akan semakin mudahnya nelayan untuk mengakses permodalan bagi usaha

melautnya.

Prosedur Program Jangkau, Sinergi, dan Guideline (JARING)

Mengenai prosedur Jangkau, Sinergi, dan Guideline (JARING), sesuai yang tertulis di bab

dua yakni top down planning merupakan suatu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah agar

masyarakat nelayan dapat keluar dari kemiskinan. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Bu Inang selaku

Kepala Seksi Pelayanan Usaha Perikanan Dinas Perikanan Kabupaten Malang:

Page 11: TELAAH KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM JANGKAU, SINERGI, DAN …

“Program JARING itu merupakan program yang bertujuan untuk memfasilitasi usaha-

usaha perikanan nelayan, terutama titik beratnya nelayan untuk memberikan akses

permodalan.

Biasanya kami mencarikan nelayannya, mencarikan siapa-siapa saja yang membutuhkan

permodalan. Kita kumpulkan kelompok-kelompok, lalu kita undang perbankannya. Kita

juga ikut memilih perbankan yang punya program, walaupun banyak perbankan ikut

program program JARING belum tentu juga mereka punya program yang ramah untuk

nelayan.

untuk KUR kurang dari 20 juta tidak memerlukan jaminan, sedangkan bank tetap meminta

jaminan, disitu yang sampe sekarang masih mbundeli, nggak ada yang mau rugi. DPR pun

sudah menegur, kenapa seperti ini, tetapi perbankan tetap diam. Bantuan yang diberikan

pemerintah hanya subsidi bunganya, sedangkan bank tetap tidak mau rugi, ketika nanti

macet kemana uangnya pergi, bank tidak mau menanggung hal tersebut.”

Dalam pemaparan Bu Inang, prosedur dari program Jangkau, Sinergi, dan Guideline

(JARING) adalah dengan mengumpulkan nelayan-nelayan yang sekiranya dapat membayar biaya

angsuran kredit serta mencarikan perbankan yang dapat memberikan fasilitas kredit yang ringan

bagi para nelayan.

“Pada dasarnya prosedurnya sudah sesuai, akan tetapi memang belum ada pengawasan di

lapangan yang memantau setiap saat. Kalau terkait kunjungan atau sosialisasi kita tetap

selalu adakan tiap tahun.”

Dari pemaparan yang disampaikan oleh Bu Inang selaku perwakilan dari Dinas Perikanan

Kabupaten Malang, dapat dilihat bahwa prosedur yang ada sudah sesuai akan tetapi belum ada

pengawasan untuk memantau program di lapangan. Sehingga terkadang program juga tidak dapat

tepat sasaran kepada para nelayan kecil sampai nelayan menengah.

Prosedur lainnya yang ditangkap nelayan yang mengikuti program Jangkau, Sinergi, dan

Guideline (JARING) berpendapat:

“Sebenarnya kalau kita sudah mengumpukan syarat-syarat yang diperlukan, gampang kok

cairnya mbak. Ndak ribet. Seng jadi masalah yo kalo kita ndak melengkapi persyaratan

yang diperlukan. Iku seng fatal dan bikin suwi.” (Bu Susi, nelayan speed (kecil) Sendang

Biru)

Dari beberapa wawancara yang peneliti lakukan terdapat beberapa kesimpulan bahwa

prosedur program Jangkau, Sinergi, dan Guideline (JARING) memiliki kemudahan ketika

masyarakat nelayan telah mengumpulkan persyaratan serta membayar angsuran kredit tiap bulannya

secara tepat waktu akan tetapi belum adanya pengawasan program menjadi kekurangan yang

mengakibatkan sering terjadi asimetri informasi dan tidak ketepatannya sasaran program terhadap

para nelayan.

Sasaran Program Jangkau, Sinergi, dan Guideline (JARING)

Pada hakikatnya, sasaran pemerintah untuk program kredit Jangkau, Sinergi, dan Guideline

(JARING) ialah masyarakat nelayan kecil dan menengah. Akan tetapi berdasakan informasi yang

peneliti dapatkan di lapangan, masyarakat nelayan kecil masih banyak yang tidak mengetahui

adanya program terbukti dari pernyataan Bapak Sumaji selaku nelayan speed Sendang Biru:

“JARING? JARING apa itu? Nggak ada. Nggak pernah denger. Nggak ada bantuan

apapun. Kita modal sendiri. Kita minjem ke warung-warung (pengambek). Bantuan yang

datang biasanya paling alat-alat pancing aja. Kalau nelayan kecil-kecil kayak gini jarang

ada yang tahu program ini.”

Bapak Sumaji yang juga merupakan nelayan speed dengan perahu kecil yang hanya dapat

menampung 1-2 orang dan bisa dikategorikan nelayan kecil mengaku tidak mengetahui mengenai

program JARING, hal ini juga diperkuat oleh pendapat Bu Inang selaku Kepala Seksi Pelayanan

Usaha Perikanan Dinas Perikanan Kabupaten Malang:

Page 12: TELAAH KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM JANGKAU, SINERGI, DAN …

“memang sampai saat ini banyak masyarakat yang belum tahu, tapi kadang mereka

memang yang nggak ingin tahu. Dan dari pihak perbankan sebenarnya sudah cukup baik

SDMnya tapi memang nggak ada pegawai khusus untuk menangani program JARING

ini… bank tetap nggak mau ngambil resiko. Soalnya kan biasanya kebijakan dari atas selalu

ada target, dan ketika ada kredit macet kan itu juga bisa merugikan mereka, apalagi pegawai

perbankan sekarang rata-rata pegawai kontrak, kalo ada kredit macet mereka yang

nanggung pilihan terburuknya mereka bisa dipecat. Jelas yang menanggung resiko besar

itu perbankan. Jadi resiko itu bisa jadi beban pribadi pegawai, jadi sebenarnya pelaku-

pelaku ini juga sulit untuk percaya atau mengambil resiko yang terlalu tinggi untuk nelayan

yang dirasa masih kurang.”

Dalam beberapa aspek sasaran untuk program JARING untuk nelayan speed yaitu nelayan

kecil (berisikan 1-2 orang) belum dapat tercapai dengan baik, akan tetapi untuk nelayan menengah

yaitu nelayan sekoci dengan isi dalam awak kapal mencapai 5 orang, mereka mampu keluar dari

pengambek dan dapat memberdayakan dirinya. Sehingga jika ditelisik lebih jauh program Jangkau,

Sinergi, dan Guideline (JARING) memang masih belum dapat membuat kelompok nelayan kecil

dapat keluar dari kemiskinan.

Upaya Dinas Perikanan Kabupaten Malang dan Perbankan dalam Mengurangi Hambatan

Program Jangkau, Sinergi, dan Guideline (JARING)

Pada pelaksanaannya, Dinas Perikanan Kabupaten Malang dan Bank Rakyat Indonesia

(BRI) melakukan upaya untuk dapat membuat Program Jangkau, Sinergi, dan Guideline (JARING)

berjalan dengan baik dan memberikan dampak. Beberapa upaya yang dilakukan adalah sebagai

berikut.

Upaya Dinas Perikanan Kabupaten Malang dalam Mengurangi Hambatan Program Jangkau,

Sinergi, dan Guideline (JARING)

Melihat dari banyaknya hambatan-hambatan yang terjadi selama proses berjalannya

pelaksanaan program JARING di Sendang Biru, upaya yang dilakukan oleh Dinas Perikanan

Kabupaten Malang diantaranya ialah upaya untuk memberikan agunan untuk akses permodalan

dengan cara membantu masyarakat nelayan mengurus hak atas tanah yang dimiliki oleh masyarakat

nelayan. Surat ha katas tanah ini nantinya diharapkan dapat menjadi bekal nelayan untuk melakukan

kredit kepada perbankan yang akan membantu permodalan nelayan dalam melaut. Dimana dalam

hal ini Dinas Perikanan Kabupaten Malang berperan dalam menciptakan kondisi yang

memungkinkan bagi para nelayan untuk dapat mengakses modal. Yang dimana dalam

pendekatannya Dinas Perikanan Kabupaten Malang berperan dalam pendekatan pemberdayaan

pemungkinan dalam 5P. (Suharto, 2005:67).

Selain dengan mengupayakan pengurusan sertifikasi hak atas tanah, Dinas Perikanan

Kabupaten Malang juga membantu para nelayan dengan mencarikan program kredit dengan bunga

yang relatif kecil serta persyaratan yang tidak sulit agar masyarakat nelayan dapat merasa terbantu

dengan adanya bantuan permodalan. Bahkan Dinas Perikanan Kabupaten Malang juga membantu

mengupayakan angsuran yang ringan bagi nelayan.

“Biasanya kami yang carikan nelayannya. Siapa-siapa saja yang membutuhkan

permodalan. Baru kita undang perbankan. Kita juga milih perbankan yang ramah.

Walaupun mereka mengikuti program JARING belum tentu mereka memiliki program

yang ramah.” (Bu Inang, Kepala Seksi Pelayanan Usaha Perikanan Dinas Perikanan)

Selain itu, Dinas Perikanan Kabupaten Malang juga membantu mengupayakan agar para

nelayan dapat mengakses kredit dengan menggunakan jaminan surat-surat kapal. Berdasarkan

sumber dari Perwakilan Bank Rakyat Indonesia Unit Sendang Biru, mereka dapat menggunakan

agunan berupa surat-surat kapal untuk dapat memperoleh pinjaman.

Setelahnya, Dinas Perikanan Kabupaten Malang, Otoritas Jasa Keuangan, serta Perbankan

terus melakukan upaya sosialisasi dan pelatihan untuk dapat membentuk masyarakat nelayan yang

bankable.

Page 13: TELAAH KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM JANGKAU, SINERGI, DAN …

Upaya Bank Rakyat Indonesia dalam Mengurangi Hambatan Program Jangkau, Sinergi, dan

Guideline (JARING)

Selain Dinas Perikanan Kabupaten Malang, Bank Rakyat Indonesia Unit Sendang Biru juga

ikut serta membantu mengupayakan program ini terus berjalan dan terus diketahui oleh masyarakat

nelayan. Upaya yang dilakukan Bank Rakyat Indonesia (BRI) dengan cara memberikan penyuluhan

sosialisasi guna memberikan pemahaman mengenai inklusi keuangan sehingga masyarakat nelayan

dapat mengerti alur kredit dan menjadi masyarakat yang bankable. Dengan bertambahnya

pengetahuan masyarakat, diharapkan perbankan dapat menyentuh masyarakat pesisir khususnya

masyarakat nelayan yang memang selalu menjadi wilayah kantong-kantong kemiskinan.

“Kita biasanya dari kalo ada kunjungan, dari kantor pusat sana juga ngadain sosialisasi dan

ada agen BRILink juga.

Ada juga KUR baru dari pemerintah, yang bunganya hanya 0,4% ini programnya Pak

Jokowi, bunganya rendah juga tapi untuk saat ini sesinya udah abis ya. Dan nggak tahu

juga apakah program ini akan terus ada karena kan kita juga akan pilpres tahun depan.”

(Bapak Ahsan, Perwakilan BRI Unit Sendang Biru)

Jika di selisik lebih jauh, perbankan memiliki peran sebagai penguatan dimana ia

berperan memberikan sosialisasi serta permodalan bagi nelayan agar dapat membuka akses

nelayan dalam memberdayakan dirinya. (Suharto: 1997). Dari beberapa informasi yang

peneliti dapatkan, terdapat beberapa program KUR yang ramah terhadap nelayan dan juga

beberapa upaya yang dilakukan oleh perbankan untuk dapat mendorong masyarakat

nelayan menjadi lebih bankable. Sehingga ke depannya diharapkan perekonomian

masyarakat nelayan Sendang Biru akan lebih maju dan dapat mengubah image

perekonomian nelayan menjadi lebih baik.

Implementasi Program Jangkau, Sinergi, dan Guideline (JARING)

Pada dasarnya konsep dari program JARING yang disediakan oleh sektor formal yaitu

perbankan dengan bunga yang rendah seharusnya dapat memudahkan para nelayan, akan tetapi

karena beberapa faktor program JARING belum dapat berjalan secara maksimal. Faktor yang

dihadapi diantaranya ialah pengetahuan masyarakat nelayan yang masih rendah mengenai

perbankan, nelayan yang mengetahui namun takut untuk mengambil bagian untuk menjadi nasabah

di perbankan sehingga para nelayan lebih memilih untuk meminjam permodalan melalui sektor

informal yaitu para pengambek yang mengambil bunga berkali-kali lipat lebih tinggi dari sektor

formal. Hal ini dapat terjadi dikarenakan masyarakat nelayan yang tidak ingin pusing mengenai

syarat-syarat yang diminta oleh pihak perbankan yang berbeda sekali dengan sistem pengambek

yang bersifat kekeluargaan (dalam arti kapanpun nelayan butuh pinjaman pengambek siap untuk

menyediakan).

Sosialisasi juga dilakukan oleh pihak perbankan maupun Dinas Perikanan Kabupaten

Malang, namun hal itu belum dapat berjalan dengan baik karna partisipasi masyarakat nelayan juga

masih relatif rendah, hal ini juga terjadi karena faktor sumber daya manusia di Sendang Biru yang

merupakan para nelayan juga rendah, sehingga untuk membangun kesadaran terkait pentingnya

perbankan untuk permodalan masyarakat nelayan dirasa kurang.

E. KESIMPULAN

Kesimpulan

Hasil dan pembahasan yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya menghasilkan

kesimpulan bahwa dalam implementasi program Program Jangkau, Sinergi, dan Guideline

(JARING) belum berjalan dengan baik, hal ini dikarenakan keterbatasan sumber daya manusia di

wilayah pesisir yang masih belum memahami sistem perbankan yang memberikan bunga yang lebih

meringankan untuk para nelayan. Dibawah ini merupakan penjabaran atas implementasi yang belum

berjalan dengan baik, yaitu:

1. Terdapat perbedaan informasi serta kebijakan yang diterima oleh Dinas Perikanan

Kabupaten Malang dengan Perbankan mengenai keberadaan agunan. Dimana pada

Page 14: TELAAH KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM JANGKAU, SINERGI, DAN …

kebijakan yang berlaku tidak ada agunan untuk para nelayan dengan pinjaman mikro

(pinjaman sebesar 20-25 juta) akan tetapi pada perbankan Bank Rakyat Indonesia (BRI)

tetap memberikan aturan tentang adanya agunan yang membuat komunikasi antara Dinas

Perikanan Kabupaten Malang dengan Perbankan kurang searah.

2. Nelayan speed atau nelayan kecil dengan muatan 1-2 orang masih banyak yang tidak

mengetahui mengenai program Jangkau, Sinergi, dan Guideline (JARING).

3. Sasaran yang masih belum tepat dimana pengambek yang adalah masyarakat yang mampu

dan merupakan pemberi modal bagi masyarakat nelayan dengan bunga yang tinggi juga

mengikuti program Jangkau, Sinergi, dan Guideline (JARING).

4. Sektor formal sampai saat ini, masih belum mampu memberikan permodalan bagi para

nelayan, sedangkan sektor informal yaitu pengambek juga tidak dapat membantu karena

bunga yang ditetapkan sangat tinggi.

5. Dalam implikasinya, program Jangkau, Sinergi, dan Guideline (JARING) ini memberikan

banyak dampak hal positif maupun negatif. Di antaranya:

a. pemberian program Jangkau, Sinergi, dan Guideline (JARING) dapat membantu

mengatasi permodalan yang sering dihadapi nelayan setiap tahunnya. Sehingga

masyarakat nelayan dapat mandiri dan tidak bergantung kepada pengambek para

pengambek yang memberikan bunga yang tinggi.

b. Bantuan program program Jangkau, Sinergi, dan Guideline (JARING) juga membuka

peluang usaha masyarakat nelayan yang nantinya juga akan dapat membuka lapangan

pekerjaan bagi masyarakat Sendang Biru.

c. Sehingga secara garis besar ketika masyarakat dapat memberdayakan dirinya dan

membuka peluang usaha maka kesejahteraan masyarakat di wilayah pesisir akan

meningkat.

Saran

Berdasarkan rumusan masalah dan fakta yang peneliti dapat selama penelitian, maka

peneliti dapat memberikan saran sebagai berikut:

1. Diharapkan pemerintah dapat membuat standar yang lebih jelas terkait pelaksanaan

program Jangkau, Sinergi, dan Guideline (JARING) agar dapat menjadi tolak ukur sejauh

mana ketercapaian program Jangkau, Sinergi, dan Guideline (JARING).

2. Perlu adanya perbaikan kebijakan mengenai program JARING yang masih belum berjalan

dengan baik di Sendang Biru, sehingga nelayan tetap bisa mengandalkan sektor formal

(perbankan) dengan bunga rendah tanpa harus bergantung pada sektor informal

(pengambek) yang memang jauh lebih mudah namun dengan bunga yang lebih tinggi.

3. Perlu adanya peningkatan sumber daya finansial yang lebih untuk menunjang keberhasilan

program serta untuk menunjang sarana dan prasarana agar produktivitas usaha perikanan

dapat berjalan dengan optimal dan maksimal.

4. Perlu adanya peningkatan kerjasama antara pemerintah dan pihak perbankan agar

pelaksanaan program dapat berjalan optimal, khususnya dari pihak perbankan yang

memegang resiko paling tinggi.

5. Perlu adanya forum komunikasi atau sosialisasi (Bottom Up) yang jelas dan secara berkala

dilakukan antara masyarakat nelayan Sendang Biru, pemerintah, dan juga perbankan

sehingga dapat membahas kendala yang dialami selama pelaksanaan program Jangkau,

Sinergi, dan Guideline (JARING) berjalan dan untuk memberikan arahan kepada

masyarakat nelayan Sendang Biru yang belum memahami konsep program Jangkau,

Sinergi, dan Guideline (JARING) agar sektor kelautan dan perikanan bisa berkembang di

Sendang Biru.

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama kami mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa serta

berbagai pihak yang telah membantu baik orang tua, saudara-saudara bahkan teman-teman sehingga

panduan ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih khusus kami sampaikan kepada Asosiasi

Page 15: TELAAH KRITIS IMPLEMENTASI PROGRAM JANGKAU, SINERGI, DAN …

Dosen Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya dan Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya yang memungkinkan jurnal ini bisa diterbitkan.

DAFTAR PUSTAKA

Ambar Teguh Sulistyani, 2004, Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan. Yogyakarta: Graha

Ilmu.

BPS. 2017. Kabupaten Malang dalam Angka. https://bps.go.id/. Diakses pada 5 Maret 2018.

Dinas Perikanan Kabupaten Malang, 2018. Data Produksi dan Nelayan 2013-2016.

Kabupaten Malang dalam Angka tahun 2017. https://www.bps.go.id/. Diakses pada 5 Maret 2018.

Kinseng, Rilus A. 2014. Konflik Nelayan. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Kuncoro, Mudrajad, Ph. D. 2004. Otonomi & Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan,

Strategi, dan Peluang. Jakarta: Erlangga.

Kusnadi, (2006). Filosofi Pemberdayaan Masyarakat Pesisir. Bandug: Humaniora.

Mubyarto, 1993. Dua Puluh Tahun Penelitian Pedesaan. Yogyakarta: Penertbit Aditya Media.

Newman, W L. 1997. Social Research Methods Qualitative and Quantitative Approache. Boston:

Allyn & Bacon.

Otoritas Jasa Keuangan. 2016. Program JARING OJK Permudah Aktivitas Nelayan Nusantara.

https://www.ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/info-terkini/Pages/Program-Jaring-OJK-

Permudah-Aktivitas-Nelayan-Nusantara.aspx diakses pada 9 Desember 2017.

Prijono, Onny S. 1996. Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan, dan Implementasi. Jakarta: Centre for

Strategic and International Studies.

Riyadi dan Bratakusumah, D.S., 2003, Perencanaan Pembangunan Daerah: Strategi Menggali

Potensi Dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Rostin. 2012. Pengaruh Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) dan Modal Sosial

Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Pesisir di Provinsi Sulawesi Tenggara. Disertasi

Program Doktor pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang.

Sudjana. (2001). Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Suharto, Edi 199). Pembangunan, Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial: Spektrum Pemikiran,

Bandung:Lembaga Studi Pembangunan-STKS.

Suharto, Edi. 2005. Analisis Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.