8/3/2019 TEK Desember 2011
1/20
8/3/2019 TEK Desember 2011
2/20
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGANKEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN
VOLUME 1 NOMOR 12 - DESEMBER 2011
DAFTAR ISI
Editorial 1
Perkembangan Ekonomi Makro
Perkembangan Ekspor Impor 2
Perkembangan Inflasi 3
Fitch Rating Indonesia Investment Grade 4
Perkembangan Ekonomi Internasional
Laporan Sidang PBB Komisi Ekonomi dan Sosial di Asia Pacific(United Nations and Social Commision for Asia and Pacific) 5
Dampak Banjir Thailand 6
Perkembangan APBN
Observasi Kebijakan Fiskal Tahun 2012 7
Mitigasi Dampak Krisis Global dalam APBN 2012 8
Perkembangan Kebijakan dan Regulasi
Ekonomi
Sekilas Tentang Potensi dan Tantangan Pembangunan Sumber DayaMineral 9
Implementasi Indonesia National Single Window 10
Laporan Bank Dunia: East Asia and Pacific Economic Update: Navigating
Turbulence, Sustaining Growth 11
Harapan dan Permasalahan dari Sosialisasi KUR TKI Tahun 2011 12
Perkembangan Sektor Keuangan Liputan LKM: Lembaga Perkreditan Desa Bali 14
Perkembangan Penyaluran KUR Realisasi Penyaluran KUR per 30 Nopember 2011 15
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Evaluasi Realisasi APBD Triwulan II-2011 16
Daftar Istilah
REDAKSI
Pembina
Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian
Pengarah
Sekretaris Kementerian
Koordinator Bidang
Perekonomian
Deputi Ekonomi Makro dan
Keuangan
Koordinator
Bobby H. Rafinus
Kontributor Tetap
Edi Prio Pambudi
M. Edy Yusuf
Mamay Sukaesih
Tri Kurnia Ayu
Rista Amallia Windy Pradipta
Arin Puspa Nugrahani
Ruth Nikijuluw
Akbar Suwardi
Ahmad Fikri Aulia
Alexcius Winang
Andi
Komite Kebijakan KUR
Kontributor Edisi Ini
A. Heri Susanto Kedeputian ESDM dan
Kehutanan
Kedeputian Industri dan
Perdagangan
Tim Pemantauan dan
Pengendalian Inflasi
Tinjauan Ekonomi dan Keuangandapat didownload pada websitewww.ekon.go.id
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan diterbitkan dalam rangka meningkatkan pemahaman pimpinan daerah terhadap
perkembangan indikator ekonomi makro dan APBN, sebagai salah satu Direktif Presiden pada retreat di Bogor, Agustus 2010
http://www.ekon.go.id/http://www.ekon.go.id/http://www.ekon.go.id/8/3/2019 TEK Desember 2011
3/20
EDITORIAL
Selamat! Setelah 14 tahun berjuang memperbaiki iklim
investasi, Indonesia akhirnya memperoleh kembali
posisi investment grade untuk pinjaman dalam mata
uang asing maupun lokal dari pemeringkat Fitch pada
tanggal 15 Desember 2011. Posisi ini diraih bersamaan
dengan pengumuman penurunan rating Perancis dan
beberapa bank terkemuka Amerika Serikat serta
kemungkinan merosotnya peringkat beberapa negara
Eropa lain.
Pemberian peringkat seyogyanya merupakan sasaran
antara, bukan tujuan, dari upaya peningkatan investasi
di sektor riil yang penting bagi akselerasi pertumbuhan
ekonomi yang berkualitas. Sisa waktu menuju 2015
semakin pendek untuk menunjukan kesanggupanmencapai Millenium Development Goals dan
memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN. Keduanya
menjadi tolok ukur penting kinerja Indonesia dalam
percaturan ekonomi internasional.
Penilaian pemeringkat Fitch dan lembaga pemeringkat
lain terhadap kinerja ekonomi suatu negara sejatinya
berpangkal dari dua indikator ekonomi, yaitu defisit
anggaran negara dan rasio utang terhadap PDB.
Kedua indikator ini menunjukkan kondisi
perekonomian yang sehat apabila rasio utang terhadap
PDB kurang dari 60% dan defisit anggaran tidak
melebihi -3% GDP. Bagi negara maju yang memiliki
cadangan devisa besar, rasio utang terhadap PDB
dapat ditoleransi menjadi maksimal 90%.
Kondisi beberapa negara maju tersebut mengajarkan
pentingnya Indonesia mengendalikan pinjaman luar
negeri melalui penerbitan Surat Berharga Negara
(SBN) meskipun peringkat investasi membaik. Peran
pembiayaan defisit APBN melalui penerbitan SBN
semakin meningkat. Defisit APBN-P 2011 yang
mencapai Rp. 150,8 triliun dibiayai dari penerbitanSBN sebesar Rp. 126,6 triliun. Kepemilikan SBN
domestik oleh pihak asing mencapai sekitar 31% pada
akhir September 2011. Hal yang melegakan adalah
sekitar 65% SBN yang dimiliki asing bertenor jangka
panjang (lebih dari 5 tahun). Meskipun hal tersebut
menunjukkan tingginya kepercayaan asing terhadap
prospek ekonomi Indonesia , kiranya peran investor
domestik perlu ditingkatkan dalam penyediaan danajangka panjang.
Kedisiplinan menjaga defisit anggaran bukanlah
penghambat akselerasi pertumbuhan. Komposisi
anggaran yang lebih memberikan ruang bagi belanja
modal kiranya menjadi kunci. Penggunaan anggaran
yang condong kepada belanja pegawai dan
operasional hanya meningkatkan permintaan
domestik. Penguatan investasi sebagai sumber
pertumbuhan yang terjadi selama dua tahun terakhir
ini perlu terus dijaga agar pertumbuhan ekonomi
mencapai 7% pada tahun 2014. Untuk itu sinergi
anggaran belanja APBN 2012 dan APBD 2012 yang
mendorong pembangunan infrastruktur sudah
merupakan keharusan. Mari mulai laksanakan MP3EI
di tahun 2012, jangan tunda ! (BHR)
Indikator Nov2011Okt2011 Indikator
Okt2011
Sept2011
Inflasi (% yoy) 4,15% 4,42% Utang Pemerintah* (USD milyar) 200,12 198,90
Indeks Harga Saham Gabungan 3.715,08 3.569,78 Ekspor (USD miliar) $16,80 $17,54
Harga Minyak ICP (USD per barel) 112,94 109,25 Impor (USD miliar) $15,65 $15,17
Indeks Harga Perdagangan Besar 184,94 184,64 Wisatawan Mancanegara (ribu orang) 656,0 650,1
Cadangan Devisa* (USD milyar) $114,503 $113,96 Suku Bunga Kredit Modal Kerja Bank (%) 12,36 12,39
Nilai Tukar Petani 105,64 105,51 Belanja Negara APBN 2012 (Rp. Tr)* 1.435,4
Nilai Tukar (Rp/USD) 9.170 8835 Pendapatan Negara dan Hibah APBN 2012 (Rp. Tr)* 1.311,4
Pertumbuhan Ekonomi Tw.III-2011 (%) 6,50 PDB Nominal Tw III-2011 (Rp. Triliun) 1.923,6
Tingkat Pengangguran (Aug. 2011) (%) 6,56 Defisit NPI Tw III-2011 (USD miliar) 3,96
*kumulatif , NPI : Neraca Pembayaran Indonesia,
Indikator Ekonomi
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Desember 2011 1
8/3/2019 TEK Desember 2011
4/20
Perkembangan Ekonomi Makro
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Desember 2011 2
PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR
Neraca perdagangan Indonesia Oktober 2011 mencapai
nilai terendah sepanjang tahun 2011 yaitu US$ 1,2 miliar.
Selama periode Januari-Oktober 2011 surplus
perdagangan Indonesia mencapai US$ 23,3 miliar dengan
surplus nonmigas sebesar US$ 22,6 miliar dan surplusmigas sebesar US$0,7 miliar.
Kinerja ekspor Indonesia hingga Oktober 2011 masih
menguat. Kurun waktu Januari-Oktober 2011 ekspor
mencapai US$ 169 miliar atau tumbuh 34,9% (yoy) yang
terdiri dari ekspor nonmigas sebesar 30,4% (yoy) dan
migas sebesar 56,2% (yoy). Namun demikian, secara
bulanan, total ekspor kembali turun sebesar 4,2% (mtm)
setelah pada bulan sebelumnya turun 4,5% (mtm).
Penurunan ekspor terjadi pada komoditas migas sebesar
26,3% (mtm) dengan penurunan terbesar terjadi pada
komoditas gas sebesar 29,2% (mtm).
Barang-barang industri mendominasi ekspor nonmigas
Indonesia selama periode Januari-Oktober 2011.
Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor pertambangan
sebesar 36,1% (yoy) diikuti oleh industri 30,3% (yoy) dan
pertanian 2,6% (yoy). Sektor pertambangan menunjukkan
kinerja yang baik dilihat dari pertumbuhan ekspor hingga
Oktober 2011 yang lebih tinggi dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya. Sebaliknya, pertumbuhan
ekspor sektor pertanian jauh lebih rendah dibandingkan
periode yang sama tahun 2010 (grafik 1).
Berdasarkan jenis komoditas, nilai ekspor 10 komoditas
utama nonmigas mengalami peningkatan. Komoditas
yang mengalami pertumbuhan nilai ekspor terbesar
adalah karet dan barang dari karet sebesar 66,6% (yoy)
untuk periode Januari-Oktober 2011. Secara bulanan,
peningkatan ekspor terbesar Oktober 2011 terjadi pada
mesin-mesin atau pesawat mekanik yaitu 65,4% (mtm).
Dilihat dari nilai ekspor, nilai ekspor terbesar komoditas
nonmigas antara lain bahan bakar mineral, lemak dan
minyak hewan/nabati, serta karet dan barang dari karet.
Impor selama Januari-Oktober 2011 telah mencapaiUS$145,7 miliar atau naik 33% (yoy). Kenaikan tertinggi
adalah impor migas sebesar 54% (yoy) diikuti impor
nonmigas sebesar 27,8% (yoy). Bahan baku/penolong
masih mendominasi impor Indonesia (grafik 2). Selama
Januari-Oktober 2011, impor bahan baku/penolong
mencapai US$108,2 miliar atau naik 36,1% (yoy). Impor
barang modal dan konsumsi juga mengalami peningkatan
masing-masing 19,5% dan 39,8% (yoy). Namun demikian,
bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2010,
kenaikan impor ketiga barang tersebut pada tahun 2011
ternyata lebih rendah. Pertumbuhan terendah terjadi pada
impor barang modal.
Selama Januari-Oktober 2011, Cina menjadi negara
utama tujuan ekspor nonmigas dengan pangsa pasar
12,7% dan mengalami peningkatan 61,4% (yoy). Jepang
dan Amerika masih menjadi negara tujuan ekspor
nonmigas dengan pangsa pasar 11,3% dan 9,8%.
Diversifikasi pasar tujuan ekspor nonmigas Indonesia
terus berlangsung. Ekspor nonmigas Indonesia ke India
berada pada posisi keempat dengan pangsa pasar
8,28% dan meningkat 44% (yoy). Meskipun bukan
merupakan negara utama tujuan ekspor, selama Januari-Oktober 2011, ekspor ke Taiwan dan Australia meningkat
cukup signifikan masing-masing 33,4% (yoy) dan 40,1%
(yoy). Dari sisi impor, telah terjadi pergeseran negara
asal impor non migas Indonesia dimana terjadi lonjakan
impor dari India 65,4%, Perancis 45,9%, dan Thailand
42,8% (yoy). Sementara China tetap merupakan negara
asal impor utama dengan pangsa sebesar 18,5% yang
meningkat 30,2% (yoy).
Dalam menghadapi krisis keuangan global, salah satu
upaya pokok yang harus dimasukkan dalam garis besar
kebijakan perekonomian yaitu meningkatkan daya saing
ekspor. Kementerian Perdagangan telah mempersiapkan
empat pilar utama arah kebijakan perdagangan,
diantaranya (1) Penguatan Pasar Dalam Negeri , salah
satunya melalui menjadikan pasar domestik sebagai
guaranteed market bagi produk dalam negeri (2)
Menjaga pertumbuhan ekspor, melalui strategi
diversifikasi pasar eskpor, optimalisasi peran perwakilan
perdagangan di luar dan kemampuan komunikasi aparat
(3) Stabilisasi Pasokan dan Harga Barang Pokok (4)
Penguatan Organisasi. (TKA)
2
1
8/3/2019 TEK Desember 2011
5/20
Perkembangan Ekonomi Makro
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Desember 2011 3
PERKEMBANGAN INFLASI
Secara umum tekanan inflasi masih mengikuti tren
menurun, meskipun pada November 2011 meningkat
dibanding bulan sebelumnya. Inflasi IHK tercatat
0,34% (mtm) atau 4,15% (yoy), setelah bulan
sebelumnya mengalami deflasi sebesar -0,12% (mtm)atau 4,42% (yoy).
Setelah mengalami deflasi dalam dua bulan terakhir,
kelompok volatile foodmulai memberikan tekanan inflasi
seiring kenaikan harga yang signifikan terutama beras
dan cabai merah. Inflasi kelompok volatile food pada
bulan November 2011 tercatat sebesar 0,72% (mtm)
atau 4,76% (yoy). Kendati di akhir tahun produksi
domestik beberapa komoditas pangan utama
mengalami penurunan, pasokan komditas pangan dari
impor secara umum membantu menahan tekanan
harga pangan lebih lanjut.
Secara spasial, inflasi bahan pangan cukup tinggi
terutama terjadi di Jawa dan Jakarta. Kenaikan harga
tersebut dipicu oleh produksi di beberapa daerah
penghasil di Jawa yang mulai berkurang karena kondisi
cuaca dan siklus musiman (memasuki musim tanam
beras). Tambahan pasokan impor beras yang cukup
besar ini membantu pelaksanaan kebijakan penyaluran
RASKIN dan Operasi Pasar (OP) dan dapat menahan
akselerasi kenaikan harga beras lebih lanjut. Kenaikan
harga beras mencapai sekitar 1,1% (mtm) dengan
sumbangan pada inflasi sebesar 0,06% (mtm). Denganmempertimbangkan bahwa bobot inflasi Jawa yang
cukup besar, perkembangan inflasi sub-kelompok
padi-padian khususnya komoditas beras di Jawa yang
cenderung lebih tinggi dan berpotensi berlanjut di
bulan Desember perlu mendapat perhatian khusus.
Oleh karena itulah upaya stabilisasi harga pangan
perlu difokuskan di wilayah Jawa.
Inflasi volatile foodbulan November juga bersumber dari
komoditas perishable yaitu cabai seiring musim
penghujan yang mengalami penurunan produksi,
sehingga memberikan sumbangan inflasi cukup
tinggi (0,09%, mtm). Beberapa komoditas bumbu
terutama bawang merah dan bawang putih masih
terus mengalami penurunan harga, sehingga dapat
menahan tekanan inflasi kelompok volatile food.
Penurunan harga bawang merah dan bawang putih
menyumbang deflasi masing-masing sebesar 0,01%karena pasokan yang melimpah baik dari panen di
daerah sentra produksi dan tambahan pasokan impor.
Penurunan harga komoditas tersebut diperkirakan
semakin terbatas karena level harganya sudah cukup
rendah.
Tekanan inflasi inti masih cukup moderat karena
ditopang oleh kondisi supply-demand domestik yang
kondusif dan ekspektasi yang membaik, walaupun
tekanan dari eksternal seperti harga emas yang
meningkat dan nilai tukar yang sedikit terdepresiasi.
Inflasi inti mencapai 0,31% (mtm) atau 4,44% (yoy),
setelah bulan lalu tercatat 0,12% (mtm) atau 4,43%
(yoy). Sampai saat ini, sisi penawaran komoditas inti
diperkirakan masih memadai untuk merespon dinamika
permintaan. Hal ini terindikasi dari kapasitas utilisasi
industri manufaktur yang masih dalam level yang
moderat yaitu dibawah 75%.
Ekspektasi inflasi juga menunjukkan tren yang membaik
seperti yang dirilis oleh Hasil Consensus Forecast
November menunjukkan bahwa ekspektasi inflasi tahun
2011 dan 2012 cenderung turun masing-masing turundari 5,50% menjadi 5,40% dan dari 5,70% menjadi
5,30%. Ekspektasi inflasi yang membaik juga terlihat di
pasar keuangan sebagaimana tercermin pada yield
spread obligasi yang terpantau menurun. Namun,
ekspektasi inflasi di sektor riil khususnya pada level
pedagang masih menunjukkan adanya sedikit
peningkatan. Tekanan eksternal inflasi bulan November
sedikit meningkat, meskipun masih terbatas pada
kenaikan harga emas. Kenaikan harga emas global
sekitar 4,1% (mtm), sementara emas perhiasan
domestik naik lebih tinggi mencapai 5,1% (mtm).
Disagregasi Inflasi 3 Consensus Forecast4
8/3/2019 TEK Desember 2011
6/20
Resiko
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Desember 2011 4
Perkembangan Ekonomi Makro
Inflasi Inti, Emas Perhiasan & Inti Kecuali Emas
Respon kenaikan harga domestik yang lebih besar
tersebut ditengarai selain disebabkan oleh kecenderungan
nilai tukar Rupiah yang melemah (1,50%, mtm) juga
karena permintaan yang masih tinggi. Jika komoditas
emas tidak diperhitungan, inflasi inti (kecuali emas)
tercatat cukup rendah yakni 0,14% (mtm) atau secaratahunan 3,75% (yoy).
Kelompok administered prices mencatat inflasi yang
rendah karena tidak ada pemicu berupa kebijakan
administered prices strategis. Inflasi administered
prices cukup rendah, yaitu 0,15% (mtm) atau 2,83%
(yoy), relatif stabil dibandingkan dengan bulan
sebelumnya (0,16%, mtm dan 2,91%, yoy).
Sumbangan inflasi terutama berasal dari komoditas
rokok kretek dan bahan bakar rumah tangga yang
masing-masing menyumbang minimal sebesar 0,01%.
Sumbangan inflasi dari komoditas rokok tersebut lebihrendah dibanding rata-rata historisnya yaitu sekitar 0,03%.
Mencermati perkembangan inflasi sampai dengan
November yang cenderung rendah dan kemungkinan
berlanjut pada Desember, maka inflasi IHK untuk
keseluruhan tahun 2011 diperkirakan bisa ke bawah dari
rentang sasaran inflasi 5% 1%. Pada sisi eksternal,
perekonomian dunia yang melambat berdampak pada
tren penurunan harga global, sehingga menurunkan
tekanan imported inflation.
Selain itu, tekanan inflasi yang rendah juga disebabkan
oleh pasokan pangan yang memadai, pertama pasokan
impor diperkirakan meningkat dan kedua, pasokan
domestik meningkat terutama sub-kelompok aneka
daging serta tekanan inflasi administered prices masih
minimal. Namun demikian, terdapat beberapa risiko
yang berpotensi meningkatkan tekanan inflasi di
Desember seperti tekanan depresiasi nilai tukar
Rupiah, potensi lebih buruknya cuaca yang dapat
menurunkan produksi terutama bahan pangan dan
menghambat arus distribusi, serta kelangkaan BBM di
sejumlah daerah terutama di luar Jawa karena kuota
BBM bersubsidi yang sudah habis.
(Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi)
Setelah penantian panjang selama 14 tahun, ekonomi
Indonesia kembali meraih peringkat layak investasi
menurut penilaian Fitch. Fitch Rating menaikkanperingkat surat utang Indonesia dari BB+ menjadi BBB-
atau investment grade level. Kinerja perekonomian
Indonesia yang tinggi dan tahan terhadap krisis menjadi
alasan Fitch menaikkan peringkat, tetapi masih terdapat
sejumlah permasalahan struktural yang disoroti. Eropa
dan AS justru mengalami penurunan peringkat utang.
Dengan kenaikan ini, Indonesia dianggap mampu untuk
melunasi utang dan memberi dampak positif kepada
perekonomian melalui aliran dana yang masuk ke
Indonesia.
Beberapa alasan peningkatan peringkat versi Fitch.
Pertumbuhan PDB Indonesia melebihi proyeksi Fitch
yang memperkirakan rata-rata PDB Indonesia tumbuh
tidak lebih dari 6% hingga tahun 2013. Indonesia dapat
mempertahankan keseimbangan eksternal dan tidak
bergantung pada pendanaan eksternal jangka pendek
sehingga membuat likuiditas eksternal lebih kuat. Selain
itu, tren rasio utang terus turun dari 26% pada tahun
2010 menjadi 25% pada tahun 2011. Namun, kondisi
struktural di Indonesia saat ini jauh di bawah rata-rata
negara Investment Grade yaitu: pendapatan perkapita
sebesar USD 3,600 dari rata-rata USD 9,800;
penerimaan fiskal terhadap PDB 17% dari rata-rata 33%;
pasar keuangan yang dangkal sehingga jika terjadi
sentimen negatif membuat pasar modal kering secara
cepat; infrastruktur yang belum cukup memadai untuk
menunjang sektor riil; dan masalah korupsi dimana IPK
masih 3 dari rata-rata 5,8.
Investment Grade diperkirakan akan meningkatkan FDI
sebesar 1% terhadap PDB atau sekitar USD 9 miliar.
Aliran dana ini akan meningkatkan likuiditas, sehingga
membuka peluang bagi perbankan untuk menurunkansuku bunga. Cost of borrowingmenjadi lebih rendah dan
dapat dimanfaatkan sektor riil melalui pengembangan
infrastruktur dengan tujuan pertumbuhan di sektor
manufaktur. Selain itu, Investment Grade membuat
volatilitas Rupiah lebih mudah untuk dikendalikan karena
sifat capital inflow berubah dari jangka pendek menjadi
spekulatif jangka panjang. (AFA)
Fitch Rating: Indonesia Investment
Grade
5
8/3/2019 TEK Desember 2011
7/20
Perkembangan Ekonomi Internasional
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Desember 2011 5
memperoleh manfaat dari pekerja migran secara
mutualisme. Pekerja migran bagi negara pengirim
memberikan manfaat remitansi dan mengentaskan
kemiskinan secara mutualisme, sedangkan bagi negara
penerima memperoleh manfaat tenaga kerja untuk turut
menggerakan perekonomian. Dengan masuknya
pembahasan pekerja migran di tingkat PBB diharapkanperlindungan hak-hak bagi pekerja migran dapat
diperjuangkan secara lebih intensif. Intervensi Indonesia
terkait pekerja migran ini mendapat tentangan dari
delegasi India karena dianggap sebagi isu yang tidak
terlalu relevan dan penting bagi semua negara anggota
UNESCAP. Sementara dukungan mengalir dari Iran dan
Pakistan. China pun turut memberikan jalan tengah agar
isu pekerja migran tetap dapat diakomodasi dalam
agenda pembahasan sidang UNESCAP.
Secara keseluruhan, sidang kedua UNESCAP sepakat
untuk memberi fasilitas pada koordinasi antar wilayahdalam rangka menciptakan keseimbangan pertumbuhan
ekonomi melalui peningkatan permintaan domestik dan
daya tahan terhadap gejolak ekonomi baik akibat krisis di
kawasan utara maupun bencana alam di kawasan
selatan. Dampak banjir di Thailand dan Phillippine yang
signifikan pada perlambatan ekonomi pun diungkap
dalam sidang memancing empati dari semua negara
anggota.
Di tengah sidang kedua, UNESCAP mengundang
ekonom AS pemenang Nobel 1999, Prof. Robert Mundell
yang terkenal dengan karya keseimbangan agregat danobservasi mendalam pada dinamika nilai tukar. Prof.
Mundell menjelaskan dalam sesi distinguished lecture
bahwa dinamika ekonomi telah mengubah polarisasi
mata uang yang menjadi rujukan nilai tukar. Nilai emas di
pasar yang berlipat dari nilai rujukan untuk nilai tukar
memicu gejolak ekonomi dan saat ini kekuatan ekonomi
Asia seperti China akan menambah polarisasi nilai tukar
dunia, tidak hanya Dollar dan Euro tetapi juga Renmimbi.
EP2
LAPORAN SIDANG PBB KOMISI EKONOMI
DAN SOSIAL DI ASIA PASIFIC
(UNITED NATION ECONOMIC AND SOCIAL
COMMISION FOR ASIA AND PACIFIC)
DAMPAK BANJIR THAILAND
Awal Desember 2011, salah satu komite UNESCAP
(United Nation Economic and Social Commision for Asia
and Pacific), lembaga PBB yang fokus pada isu kebijakan
makroekonomi, pengentasan kemiskinan dan
pembangunan inklusif di kawasan Asia-Pasifik menggelar
sidang 2-tahunan kedua (second session) di United
Nation Conference Center (UNCC) Bangkok, Thailand.
Beberapa isu krusial dibahas dalam 2 hari sidang meliputi
(1) tantangan kebijakan merespon dinamika kondisi
ekonomi global yang melambat dan bencana alam di
kawasan Asia Tenggara, (2) kebijakan pengentasan
kemiskinan dan pembangunan inklusif untuk mengatasi
inflasi, (3) mempercepat pencapaian MDG di kawasan,
dan (4) isu sesuai kebutuhan negara anggota sepertikawasan tak berpantai (landlocked) yang memerlukan
akses logistik.
Sidang dihadiri oleh 43 perwakilan negara dan berbagai
lembaga internasional seperti IMF, ADB, WorldBank, dan
sebagainya menekankan spirit korporasi dalam
mengadopsi respon kebijakan dan pandangan dari
negara-negara anggota yang akan diteruskan pada
sidang-sidang PBB level di atasnya tahun depan. Sidang
pun menyepakati 7 bahasan termasuk agenda sidang
ketiga yang akan digelar 2 tahun mendatang. Dalam
sidang tersebut, tim delegasi Indonesia yang diwakili oleh
Kementeriaan Koordinator Bidang Perekonomian dan
perwakilan tetap pada UNESCAP dari Kantor Kedubes RI
di Bangkok terpilih sebagai vice-chair.
Intervensi pemerintah Indonesia dalam sidang kedua
UNESCAP ada dua hal. Pertama, memperluas cakupan
pembangunan sektor pertanian yang disepakati menjadi
salah satu program utama untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi domestik melalui keseimbangan antar daerah.
Indonesia mengusulkan pembangunan sektor pertanian
mencakup pula perikanan, hortikultura dan peternakan
karena ketiga hal tersebut termasuk sektor menjadi mata
pencaharian negara-negara kawasan tropis dan
kepulauan seperti di Asia-Pasifik. Nelayan, petani dan
peternak Indonesia juga perlu mendapat perhatian karena
sumber kemiskinan seringkali terjadi di kawasan tersebut
karena berlaku pola kerja musiman. Seperti misalnya
gangguan cuaca ekstrim yang menghalangi nelayan
melaut menghambat kesempatan memperoleh
penghasilan, sehingga perlu memberikan tambahan
ketrampilan.
Intervensi kedua dari Indonesia adalah menjadikan isupekerja migran sebagai agenda pembahasan di sidang
ketiga UNESCAP tahun 2013. Alasan dari intervensi ini
adalah menarik perhatian negara anggota yang
memperoleh manfaat dari pekerja migran secara
Sejak Juli 2011, Thailand menghadapi banjir terbesar
selama 70 tahun terakhir. Angin topan dan hujan yang
terus menerus dalam triwulan III dan IV-2011 telah
menyebabkan banjir tidak hanya melanda sebagian
besar kawasan di Thailand tetapi juga negara ASEAN
lainnya seperti Kamboja, Laos, Filipina dan Vietnam.
Namun, volume dan dampak banjir terbesar dirasakan
oleh Thailand. Temuan awal kerugian yang dialamiThailand akibat banjir US $ 45,7 miliar. Sekitar 90%
kerugian dialami oleh sektor swasta.
8/3/2019 TEK Desember 2011
8/20
Perkembangan Ekonomi Internasional
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Desember 2011 6
UNESCAP memperkirakan banjir Thailand menyebabkan
penurunan PDB 2011 sekitar -1,3%, penurunan
keseimbangan transfer berjalan -0,8% terhadap PDB dan
mendorong inflasi 0,1% pada negara tersebut. Sedangkan
Bank Dunia memperkirakan penurunan PDB 2011
sebesar -1,1%. Selain itu, Bank Dunia juga
memperkirakan proses pemulihan membutuhkan waktu
sekitar 2 tahun. Sehingga, pemulihan paska banjir pada
tahun 2012 dan 2013 akan berkontribusi pada
pertumbuhan ekonomi masing-masing 0,2% dan 0,9%.
Tabel 1. Proyeksi Dampak Ekonomi dari Banjir 2011
Negara PDB Transfer Berjalan
(% PDB)
Inflasi
Thailand -1,3 -0,8 0,1
Laos -0,3 Tidak signifikan (TS) 0,3
Filipina -0,3 TS 0,2
Myanmar -0,3 TS TS
Kamboja -0,2 -0,1 0,2
Vietnam TS TS 0,1Sumber: Proyeksi ESCAP
Banjir yang melanda Thailand diantaranya mempengaruhi
sektor pertanian, manufaktur, pariwisata, rumah tangga
dan investasi. Asia Tenggara terutama Thailand
merupakan produsen beras terbesar yaitu 20% produksi
global dan 60% ekspor global. Banjir di kawasan tersebut
diperkirakan menyebabkan penurunan produksi beras
regional 7% dan global 1,4%. Bank Dunia memperkirakansektor pertanian Thailand mengalami kerugian sekitar US
$ 1,3 miliar.
Sektor manufaktur merupakan sektor yang mengalami
kerugian terbesar. Bank Dunia memperkirakan kerugian
sektor ini sebesar US $ 32 miliar. Hal ini disebabkan banjir
yang melanda kawasan Timur Thailand, Provinsi Rayong
tepatnya kawasan industri Ayutthaya. Banjir Thailand
diantaranya diperkirakan mempengaruhi harga komputer
dan otomotif. Karena Thailand merupakan negara
produser hard disk drive terbesar kedua di dunia dan
memproduksi sekitar 1,8 juta unit kendaraan dan autopartsper tahun.
Dampak banjir juga menimpa sektor pariwisata karena
belum teratasi sepenuhnya pada triwulan IV yang
merupakan puncak kunjungan wisatawan. Selain itu,
banjir juga melanda kawasan tujuan pariwisata utama
seperti Bangkok dan Ayutthaya. Jumlah wisatawan pada
triwulan IV 2011 diperkirakan turun sebesar 15-20%.
Kerugian sektor pariwisata Thailand menurut perkirakan
Bank Dunia sekitar US $ 3 miliar.
Biaya banjir juga dirasakan oleh unit rumah tangga. Selain
korban jiwa dan luka, kerugian material juga tidak sedikit.
Kerugian material mencakup biaya kerusakan perabot
rumah tangga dan biaya kebersihan dan perbaikan banjir.
Kerugian material yang dirasakan rumah tangga
diperkirakan sekitar US $2,7 miliar.
Banjir juga mempengaruhi iklim investasi Thailand.
Selama ini, Thailand merupakan salah satu negara
dengan iklim investasi yang menjanjikan. BerdasarkanSurvei Doing Business 2012, Thailand menempati posisi
17 dari 183 negara. Namun, kerusakan akibat banjir
khususnya kerusakan infrastruktur dapat mengganggu
iklim investasi. Selain itu, risiko banjir di masa depan
dapat menurunkan minat investasi terutama investasi
asing.
Luapan banjir tampak mulai surut sejak November 2011.
Namun proses rekonstruksi dari kerusakan banjir baru
dimulai. Bank Dunia memperkirakan proses rekonstruksi
Thailand membutuhkan waktu sekitar 36 bulan. BankDunia juga memperkirakan sektor swasta dan pemerintah
membutuhkan sekitar THB 798 miliar mencakup konsumsi
pemerintah sebesar THB 389 miliar selama tahun fiskal
2012-2014. Sehingga diperkirakan pada tahun fiskal
2013, konsumsi pemerintah untuk rekonstruksi banjir
sekitar 8,8% dari total pendapatan pemerintah. Besarnya
biaya rekonstruksi tersebut juga bertujuan untuk
meningkatkan ketahanan terhadap risiko banjir di masa
depan.
Sebagai upaya pemulihan ekonomi paska banjir, pada
akhir bulan November 2011 Bank Sentral Thailandmemangkas suku bunga. Penurunan suku bunga
sebanyak 25 basis poin menjadi 3,25%. Menurut Bank
Sentral Thailand, penurunan suku bunga merupakan
upaya mengembalikan kepercayaan pelaku usaha. Selain
itu, penurunan suku bunga juga bertujuan untuk
mendorong pertumbuhan kredit.
Sebagai upaya membantu pemulihan ekonomi Thailand,
Bank Dunia dan GFDRR (Global Facility for Disaster
Reduction and Recovery) bekerjasama dengan pihak
pemerintah dan swasta di Thailand melakukan prosesrekonstruksi sejak 25 November 2011. Upaya pemulihan
jangka pendek diantaranya berupa transfer uang tunai
kepada pihak yang paling membutuhkan seperti petani
serta peningkatan akses kredit bagi sektor manufaktur.
Sedangkan dalam jangka panjang, rekonstruksi
mencakup pembangunan infrastruktur termasuk
perencanaan kota, sistem antisipasi banjir dan sistem
peringatan awal bencana banjir. (RA)
8/3/2019 TEK Desember 2011
9/20
Perkembangan APBN
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Desember 2011 7
pemakaian batubara sebagai input pembangkit listrik.
Sedangkan untuk pos transfer ke daerah juga mengalami
peningkatan, khususnya untuk Dana Alokasi Khusus
yang sebelumnya hanya 3,2% dari total transfer ke
daerah menjadi 5,6% di tahun 2012.Selanjutnya, dalam
rangka membiayai defisit anggaran, kebijakan umum
pembiayaan yang akan ditempuh ialah mengutamakan
pembiayaan yang bersumber dari dalam negeri, mencari
sumber pembiayaan yang berisiko rendah, mengurangi
rasio utang terhadap PDB, serta memanfaatkan utang
untuk kegiatan produktif.
Tantangan serta Upaya Mitigasi Krisis
Salah satu permasalahan fiskal yang dihadapi Indonesia
ialah daya serap anggaran yang masih belum optimal,
yaitu berkisar rata rata hanya 87,7% untuk belanja
kementerian/lembaga. Oleh sebab itu, berbagai faktor
penyebab seperti masalah internal kementerian sertarumitnya mekanisme pengadaan akan segera diatasi.
Tabel 2. Ringkasan Postur APBN 2012
Tabel 3. Asumsi Makro APBN 2012 dan Proyeksi APBN 2012
Asumsi makro APBN2012
Proyeksi APBN2012
- Pertumbuhan ekonomi6,5 - 6,7 persen
- Pendapatan NegaraRp 1300 triliun
- Inflasi 5,3 persen - Defisit 1,53 persendari PDB atau Rp 124triliun
- Bunga SPN 6,5 persen 6 persen
- Nilai tukar Rp 8,800 perdollar
- Harga minyak USD 90
per barrel- Lifting 950 ribu barrel
per hari
2011
A. PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH 1.169,9 1.292,9 1.311,4 18,5 141,5
I. PENERIMAAN DALAM NEGERI 1.165,3 1.292,1 1.310,6 18,5 145,3
1. PENERIMAAN PERPAJAKAN 878,7 1.019,3 1.032,6 13,2 153,9
Tax Ratio (% thd PDB IHK) 12,2 12,55 12,72 0,16 0,56
2. PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK 286,6 272,7 278,0 5,3 (8,6)
II. PENERIMAAN HIBAH 4,7 0,8 0,8 0,0 (3,8)
B. BELANJA NEGARA 1.320,8 1.418,5 1.435,4 16,9 114,7
I BELANJA PEMERINTAH PUSAT (K/L & Non K/L) 908,2 954,1 965,0 10,9 56,8
A. Belanja K/L 461,5 476,6 508,4 31,7 46,9
B. Belanja Non K/L 446,7 477,5 456,6 (20,9) 9,9Tambahan Anggaran 0,0 0,0 12,5 12,5 12,5
- Non Pendidikan 0,0 0,0 9,1 9,1 9,1
- Pendidikan untuk K/L 0,0 0,0 3,4 3,4 3,4
II. TRANSFER KE DAERAH 412,5 464,4 470,4 6,0 57,9
1. Dana Perimbangan 347,5 394,1 400,0 5,8 52,4
a. Dana Bagi Hasil 96,8 98,5 100,1 1,6 3,3
b. Dana Alokasi Umum 225,5 269,5 273,8 4,3 48,3
2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian 65,0 70,2 70,4 0,2 5,5
C. DEFISIT ANGGARAN (A - B) (150,8) (125,6) (124,0) 1,6 26,8
% Defisit Terhadap PDB - IHK (2,1) (1,55) (1,53) 0,02 0,56
D. PEMBIAYAAN (I + II) 150,8 125,6 124,0 (1,6) (26,8)
I. PEMBIAYAAN DALAM NEGERI 153,6 125,9 125,9 0,0 (27,7)
II. PEMBIAYAAN LUAR NEGERI (neto) (2,8) (0,3) (1,9) (1,6) 0,9
1. Penarikan Pinjaman LN (bruto) 56,2 56,0 54,3 (1,7) (1,9)
a.l Pinjaman Program 19,2 16,9 15,3 (1,6) (3,9)
2. Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN (47,2) (47,3) (47,3) 0,0 (0,0)
KELEBIHAN/(KEKURANGAN) PEMBIAYAAN 0,0 0,0 (0,0) (0,0) (0,0)
Selisih thd
APBN-P 2011
2012
URAIANAPBN-P RAPBN APBN
Selisih thd
RAPBN
Pada dasarnya, sama seperti kebijakan lainnya, kebijakan
fiskal juga bertujuan untuk mencapai kesejahteraan rakyat.
Dalam pengimplementasiannya, kebijakan fiskal jugaberfungsi sebagai stabilisator dengan keputusannya
apakah akan menerapkan kebijakan yang ekspansif atau
kontraktif. Di tengah ancaman timbulnya dampak rambatan
krisis global, maka kebijakan fiskal di tahun 2012 akan
cenderung bersifat ekspansif dengan cara
mengoptimalkan belanja sehingga dapat menstimulus
permintaan agregat.
Arah APBN 2012
Arah kebijakan fiskal yang dicanangkan oleh Kementerian
Keuangan untuk tahun 2012 adalah memberikan
dorongan terhadap perekonomian seraya memelihara
stabilitas ekonomi, dengan tetap menjaga
keberlangsungan fiskal. Visi ini kemudian didukung
dengan strategi utama yaitu meningkatkan kualitas belanja
negara dengan cara mendorong efisiensi belanja
pemerintah pusat serta transfer ke daerah dan dengan
pengendalian defisit APBN yang ditargetkan akan berada
pada kisaran 1,5% dari PDB. Strategi lainnya yang juga
dilakukan adalah mengoptimalkan pendapatan negara
dengan tetap mempertimbangkan iklim dunia usaha serta
mengusahakan pengurangan utang secara bertahap dan
mencari sumber pembiayaan yang berisiko rendah.
Di sisi penerimaan, pemerintah menargetkan akan
mendapatkan penerimaan sebesar Rp. 1.300 triliun
dimana 80%-nya (Rp. 1.302) berasal dari penerimaan
perpajakan. Untuk mencapai target tersebut, pemerintah
telah merencanakan sejumlah kebijakan perpajakan
diantaranya melakukan esktensifikasi perpajakan (melalui
sensus pajak nasional) dan intensifikasi melalui law
enforcement.
Untuk sisi belanja negara, pada tahun 2012 belanja negara
meningkat sekitar 10% (Rp. 114,6 triliun) dengan proporsibelanja pusat sebesar 67,2% dan transfer daerah sebesar
32,8%. Kegiatan belanja secara umum akan diarahkan
kepada pembangunan infrastruktur untuk mendukung
program MP3EI, peningkatan kemampuan pertahanan
serta perluasan program perlindungan sosial. Kenaikan
belanja secara total ini pun diikuti pos belanja pemerintah
pusat, belanja kementerian/lembaga serta belanja modal
yang naik cukup signifikan yaitu sebanyak Rp. 28,2 triliun
yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi
Indonesia. Sebaliknya, belanja subsidi di tahun depan
direncanakan akan menurun dari angka Rp. 237 triliunmenjadi Rp. 208,9 triliun. Penurunan alokasi belanja
subsidi ini dicapai melalui rencana pembatasan konsumsi
BBM bersubsidi serta peningkatan pasokan gas dan
OBSERVASI KEBIJAKAN FISKAL
TAHUN 2012
8/3/2019 TEK Desember 2011
10/20
8/3/2019 TEK Desember 2011
11/20
Perkembangan Kebijakan dan Regulasi Ekonomi
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Desember 2011 9
Penerimaan negara dari mineral terdiri dari penerimaan
negara bukan pajak dan penerimaan dari pajak.
Besarnya royalti mineral tergantung pada Peraturan
Pemerintah No.45 tahun 2003 dan untuk Kontrak Karya
sesuai dengan yang tertera di kontrak. Untuk pajak
badan besarnya 35% dari keuntungan perusahaan.
Penerimaan negara dari batubara yaitu, berupa
Penerimaan Negara Bukan Pajak (royalti/dana hasil
produksi batubara-DHPB dan iuran tetap) dan
Penerimaan Pajak. Royalti/DHPB untuk perusahaan
perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara
(PKP2B) besarnya 13,5% dari hasil produksi batubara,
sedangkan untuk IUP lebih kecil yaitu 3-7% (sesuai
kualitas) dari hasil produksi. Untuk pajak badan
besarnya 35 45% dari keuntungan perusahaan.
Sumber: DJMB 2011
tidak banyak, yaitu dibawah 20% dilakukan di smelter
Gresik. Bijih besi (IUP) dan Nikel (IUP) sebagian besar
diekspor berupa bijih, sedangkan bauksit seluruhnya
diekspor berupa bijih.
Sumber Daya dan Cadangan Batubara Indonesia Tahun 2010
Total Sumberdaya = 105,187 Miliar TonTotal Cadangan = 21,131 Miliar Ton ( 20,09% dari sumberdaya)Sumber Data: Badan Geologi, 2010
SEKILAS TENTANG POTENSI DAN
TANTANGAN PEMBANGUNAN SUMBER
DAYA MINERAL
Sumber daya mineral Indonesia walaupun prospektif tetapi
sebenarnya jumlahnya terbatas. Eksplorasi Sumber daya
mineral terus diusahakan untuk mengetahui danmenambah jumlah cadangannya. Begitu juga dengan
produksi terutama tembaga, emas, perak, timah, nikel,
besi, bauksit terus meningkat. Produksi mineral terutama
dilakukan oleh perusahaan Kontrak Karya (KK) dan Izin
Usaha Pertambangan (IUP). Untuk sumber daya (potensi)
batubara Indonesia saat ini 105,2 miliar ton (MT) dengan
cadangannya sendiri mencapai 21,13 MT. Untuk tahun
2011 direncanakan produksi batubara Indonesia sebesar
327 juta ton dan terus meningkat setiap tahun. Kebutuhan
batubara dalam negeri saat ini sebesar 24% dari produksi,
selebihnya sebesar 76% untuk ekspor. Produksi batubaraberasal dari BUMN sebesar 4%, Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) sebesar
77%, dan KP/IUP sebesar 19%.
Mineral pembawa aluminium, antara lain bauksit menyebar
di Kalimantan Barat, Bangka, Belitung dan Bintan dan
cadangannya menduduki nomor tujuh didunia. Sedangkan
untuk endapan kaya nikel dan magnesium oksida terdapat
di sebagian kepulauan Sulawesi, Maluku (Pulau Gag,
Buton, dan Gebe). Potensi Nikel Indonesia merupakan
12% cadangan dunia. Sementara itu endapan emas
tersebar dari pegunungan di Sumatera, Jawa, NusaTenggara, Sulawesi, Halmahera dan Papua. Untuk
endapan tembaga terdapat di Nusa Tenggara dan Papua.
Cadangan potensi beberapa sumber daya mineral
Indonesia dapat dilihat pada tabel 3 berikut.
Tabel 4. Sumber Daya dan Cadangan Mineral Indonesia
Produksi mineral dalam hal ini tembaga sebagian besar
berupa konsentrat untuk tujuan ekspor. Sedangkan
konsentrat yang pengolahan dan pemurnian dalam negeri
6
7
8/3/2019 TEK Desember 2011
12/20
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Desember 2011 10
Perkembangan Kebijakan dan Regulasi Ekonomi
National Single Window(NSW) semua negara dimulai dari
inisiatif Customs antar negara dalam forum WCO,
ditujukan untuk memperbaiki proses customs releasedan
clearance of cargoes di semua negara. Untuk memenuhi
kesepakatan tersebut beberapa negara menindak lanjuti
dengan mengembangkan layanan NSW di negaranya.
Dalam menindaklanjuti NSW di ASEAN, maka disepakatipengembangan ASEAN Single Window (ASW), dengan
basis semua negara ASEAN akan mengembangkan NSW
di masing-masing negara untuk bisa bergabung
Tantangan
Pembangunan sumber daya mineral dan batubara
menghadapi berbagai permasalahan dan tantangan.
Tumpang tindih pertambangan dengan perkebunan masih
sulit untuk penyelesaiannya, meskipun wilayah
pertambangan lebih dahulu melakukan perjanjian PKP2B.Beberapa tantangan antara lain pengolahan batu bara
masih kurang berkembang dan pelaksanaan good mining
practicedan pengawasan pengusahaan pertambangan di
daerah belum optimal.
Selain itu, infrastruktur untuk pertambangan masih belum
memadai. Perusahaan tambang yang letaknya ditengah
(jauh dari pantai) akan terkendala transportasi. Ada
beberapa perusahaan tambang masih menggunakan
jalan umum, sehingga kegiatan transportasi sering
terganggu. Permasalahan utama pembuatan jalan dan
fasilitas lain untuk pertambangan, selain jauh dari pantai, juga sulitnya melakukan pembebasan lahan karena
tumpang tindih dengan perkebunan dan peruntukan
lainnya. Terbatasnya jumlah dan kapasitas infrastruktur
untuk kegiatan pertambangan akibat tidak adanya grand
plan antar daerah untuk suatu kawasan, sehingga
beberapa perusahaan tidak dapat melakukan kegiatan
pertambangan karena sulit untuk membangun
infrastruktur. (Kedeputian ESDM dan Kehutanan,
Kemenko Perekonomian)
IMPLEMENTASI INDONESIA NATIONAL
SINGLE WINDOW
mengoperasikan ASW. Layanan Single Window, secara
fisik adalah layanan OSS/One Stop Service, yang dalam
hal ini sudah ditambah dengan fasilitas layanan virtual
yang bisa dijalankan melalui internet.
Untuk melaksanakan layanan single window, diperlukan
kegiatan sistem layanan yang harus memenuhi syaratminimal "3 single". Pertama, Single Submission of data,
yang artinya dalam proses internal harus dipergunakan
data akurat sejak dimasukkan dan diproses
berkesinambungan tanpa ada proses yang tidak dapat
dijejaki dengan jejak audit, dan juga data yang sudah ada
didalam sistem informasi pemerintah harus dapat
dipergunakan dalam layanan bersama tanpa harus
mengulang proses pendataannya. Hal ini berdampak
harus ada interrelasi penggunaan data bersama antar
semua lembaga negara, mulai dari data KTP hingga data
perijinan dari semua, sehingga tidak diperlukan lagi
penyerahan dokumen atau entry data yang sudah dimiliki
oleh Pemerintah tanpa batasan entitas kementerian
lembaga. Dengan penggunaan Teknologi Informasi dan
Komunikasi TIK), maka masalah kerahasiaan data pelaku
usaha yang dengan proses manual biasa menjadi issue,
maka dengan terapan standar NSW dapat dilakukan
pengamanan akses data yang lebih sempurna, karena
data antar kementerian lembaga dapat di verifikasi antar
sistem hanya oleh mereka yang berhak, tanpa isinya
dapat diketahui atau dibocorkan secara mudah tanpa jejak
oleh pejabat pelaksana proses. Dengan pendekatan tata
kelola TIK maka peraturan tentang kerahasiaan informasi
yang membatasi akses antar kementerian lembaga
sebenarnya tidak lagi layak guna.
Kedua, Single & synchronous processing, yaitu proses
yang terjadi tanpa memandang batasan antar
kementerian/ lembaga (harus sinkron) sehingga tidak
terjadi duplikasi proses dan layanan karena proses hanya
dijalankan oleh masing-masing kementerian/lembaga
sesuai tupoksinya. Ketiga, Single Decision Making,
diartikan dengan dalam proses layanan semua pembuatan
keputusan memiliki kewenangan yang tunggal, sehingga
duplikasi dalam tupoksi, kewenangan, aturan harus
dihindarkan dan ditiadakan sehingga keputusan mudah
dibuat, baik oleh sistem maupun pejabat pelaksana dalam
menjalankan proses layanan single window.
Dalam melaksanakan NSW, beberapa negara punya
pendekatan berbeda, bagi mereka yang system informasi
layanan publiknya sudah baik, maka NSW dapat
dilaksanakan sendiri oleh Customs yang mendapat hak
akses untuk memperoleh semua informasi yang
diperlukan dari sistem layanan yang ada di kementerian/
lembaga non customs. Namun bagi Indonesia, yangsecara fisik layanan komputer dilaksanakan dengan
prosedur manual, dan masih belum memiliki kesatuan
standar data dan sistem informasi pemerintahan, maka
8/3/2019 TEK Desember 2011
13/20
Perkembangan Kebijakan dan Regulasi Ekonomi
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Desember 2011 11
untuk menjalankan NSW diperlukan perbaikan dua
kelompok informasi pendukung utama untuk
terlaksananya layanan customs clearance & Cargo
release yaitu sistem informasi perijinan perdagangan,
sistem informasi peredaran dan perlindungan (BPOM dan
Karantina), dan system informasi logistik /pergerakan
barang di area pelabuhan.
Kedua kelompok informasi tersebut dikenal sebagai
Trade Net yang berupa informasi perijinan atas barang-
barang import & export, dan PortNet yaitu informasi
pergerakan barang di Bandar Udara dan Pelabuhan.
Untuk menjalankan TradeNet adalah tidak mudah, karena
pada awal NSW banyak yang tidak memenuhi syarat
karena duplikasi aturan dll, yang membutuhkan
harmonisasi data dan proses antar kementerian/lembaga,
dan harmonisasi merupakan hal rutin yang harus
dijalankan setiap terjadi pembuatan aturan perijinan
karena akan mempengaruhi proses layanan TradeNet
dan NSW.
Untuk menjalankan PortNet juga tidak mudah, karena
sebagian besar informasi tidak berada dalam kendali
kementerian/lembaga, namun banyak diproses dan
disimpan oleh para operator di Bandara dan Pelabuhan,
sehingga untuk konsolidasi informasi perlu kemitraan
komunitas pelabuhan. Indonesia pada tahun 2008
menjadi Negara pertama yang menjalankan NSW
sekaligus bersama dengan TradeNet dan PortNet agar
NSW bisa jalan, yang kemudian menjadi model reformasilayanan publik di beberapa negara lain yang memiliki
kondisi yang sama.
Perkembangan lanjut NSW di beberapa negara termasuk
Indonesia, meluas bukan hanya custom facilitation tapi
berkembang menjadi Trade facilitation, sehingga tidak
lagi dibatasi atas kegiatan customs, namun semua
kegiatan terkait dengan kemudahan proses layanan
perdagangan termasuk didalamnya layanan logistik.
Sejak diberlakukannya NSW yang menjadi key success
factor adalah melaksanakan reformasi birokrasi secara
nyata berbasis teknologi informasi. (Kedeputian Industridan Perdagangan, Kemenko Perekonomian)
LAPORAN BANK DUNIA:
East Asia and Pacific Economic Update:
Navigating Turbulence, Sustaining Growth
Pada tanggal 1 Desember 2011, Kedeputian Bidang
Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kemenko
Perekonomian mengadakan Forum Diagnosa Ekonomi(FDE). FDE kali ini membahas Laporan Bank Dunia
East Asia and Pacific Economic Update: Navigating
Turbulence, Sustaining Growth dengan pembicara
Ekaterina Vostroknutova (Senior Economist East Asia
and Pacific Region). Laporan tersebut menjelaskan
perkembangan ekonomi selama enam bulan terakhir,
respon kebijakan, dan kerentanan ekonomi negara-
negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik (ATP) serta
prioritas ekonomi jangka panjang.
Pertumbuhan perekonomian negara-negara kawasan
ATP diperkirakan sekitar 8,2% pada tahun 2011 danmenurun hingga 7,8% pada tahun 2012. Angka
pertumbuhan tersebut terutama dipengaruhi oleh
perkiraan pertumbuhan Cina 9,1% untuk 2011 dan 8,4%
untuk 2012. Sedangkan pertumbuhan ekonomi kawasan
ATP tanpa Cina diperkirakan tumbuh 4,7% pada tahun
2011 dan 5,3% pada tahun 2012. Perekonomian
Indonesia diperkirakan tumbuh lebih cepat dari rata-rata
perekonomian kawasan yaitu 6,4% pada tahun 2011
dan 6,3% pada tahun 2012.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi berbagai negara
kawasan ATP diakibatkan melemahnya permintaan dari
dalam dan luar negeri. Permintaan domestik menurun
seiring dengan kebijakan normalisasi bidang fiskal dan
moneter.. Kondisi ini sejalan dengan produksi sektor
industri yang menurun di negara-negara dengan tingkat
PDB menengah.
Gejolak ekonomi di Eropa dan Amerika serta sentimen
negatif atas perekonomian global menyebabkan
permintaan eksternal kawasan ATP menurun. Ekspansi
ekspor Cina, khususnya sejak bergabung dengan WTO,
mulai menurun. Sebaliknya, tingkat impor Cina terus
meningkat hingga mengejar tingkat impor Eropa
sebagai importir terbesar kedua. Bahkan pemerintah
Cina berjanji untuk menjaga tingkat impor untuk
8
8/3/2019 TEK Desember 2011
14/20
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Desember 2011 12
Perkembangan Kebijakan dan Regulasi Ekonomi
seperti tingkat upah dan hubungan industrial. Sedangkan
tingkat investasi dipengaruhi oleh belanja modal
pemerintah dan perbaikan iklim investasi untuk
mendorong investasi swasta. Khusus di Indonesia,
tingkat investasi terhadap PDB masih dapat ditingkatkan.
Bersamaan dengan hal tersebut, reformasi birokrasidibutuhkan untuk menarik minat investasi sektor swasta.
(RA)
mendorong perekonomian global tahun 2012. Hal
tersebut memberikan dampak positif khususnya bagi
negara-negara kawasan ATP. Namun, porsi impor Cina
dari Indonesia relatif kecil dibandingkan negara kawasan
ATP lainnya. Impor barang konsumsi dari Indonesia
hanya 1,2% dari total impor barang konsumsi Cina.Risiko dampak langsung gejolak ekonomi Amerika dan
Eropa terhadap tingkat ekspor negara-negara kawasan
ATP relatif rendah. Karena sebagian besar perdagangan
terjadi antar negara kawasan ATP. Tingkat ekspor
barang-barang manufaktur khususnya elektronik,
otomotif dan garmen relatif terjaga. Hal tersebut
berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi negara-
negara eksportir manufaktur kawasan ATP.
Meskipun demikian, berdasarkan data historis, gejolak
ekonomi global berisiko menurunkan tingkat ekspor
kawasa ATP hingga 20%. Hal tersebut sejalan dengan
meningkatnya tingkat interdependensi negara-negara
dengan pasar global. Di saat yang bersamaan, negara-
negara eksportir komoditas energi dan tambang tumbuh
lebih cepat dari negara lainnya. Namun demikian perlu
melakukan antisipasi mengingat harga komoditas di
pasar internasional mulai menurun (meskipun harganya
masih tinggi).
Gejolak ekonomi dan sentimen negatif tidak hanya
mempengaruhi perdagangan tetapi juga pasar finansial
internasional. Sebagian negara mencanangkankebijakan normalisasi bidang moneter. Namun Indonesia
merupakan negara pertama yang memangkas suku
bunga acuan pada September 2011 dari 6,5% menjadi
6%. Sedangkan otoritas moneter pada umumnya
menahan laju pertumbuhan kredit untuk mengendalikan
inflasi. Karena inflasi negara-negara kawasan ATP
masih rendah namun tampak mengalami tren meningkat.
Pada September 2011, cadangan devisa semua negara
menurun akibat penarikan kembali investasi luar negeri
dalam bentuk portofolio. Berkaitan dengan hal tersebut
pemerintah harus mendorong minat penduduk terhadapportofolio domestik untuk menekan dominasi asing.
Sehingga risiko capital outflow saat terjadi gejolak
ekonomi dapat diminimalisasi.
Dalam menghadapi tantangan gejolak perekonomian
global, saran kebijakan Bank Dunia bagi pemerintah
mencakup jangka pendek dan panjang. Kebijakan
jangka pendek pemerintah terutama berupa stimulus
fiskal untuk mengatasi penurunan permintaan eksternal
sekaligus mendorong konsumsi sebagai komponen
PDB. Sedangkan dalam jangka panjang, agenda
pemerintah khususnya diarahkan untuk mendorongtingkat produktivitas dan investasi. Produktivitas faktor
produksi khususnya tenaga kerja diantaranya
dipengaruhi oleh kebijakan bidang ketenagakerjaan
HARAPAN DAN PERMASALAHAN DARI
SOSIALISASI KUR TKI TAHUN 2011
Akhirnya selesai sudah rangkaian pelaksanaan
sosialisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk Tenaga
Kerja Indonesia (TKI) tahun 2011 yang diselenggarakan
di empat wilayah di tanah air (Flores Timur- lihat tulisan
sebelumnya di Volume 1 Nomor 8 Agustus 2011- ;Indramayu; Banyuwangi; dan Banyumas) dan lima
negara tujuan TKI yaitu Korea Selatan, Malaysia
(Penang), Macau, Hongkong dan Singapura (penutup
sosialisasi). Untuk pelaksanaan di dalam negeri,
Kemenko Perekonomian bekerjasama dengan Bank BNI,
Bank BRI, dan Bank Mandiri dalam penyelenggaraan
sosialisasi dimaksud. Sedangkan untuk pelaksanaan
sosialisasi di luar negeri, dilakukan lewat kerjasama
antara Kemenko Perekonomian, perwakilan Indonesia di
luar negeri dan perbankan nasional (BNI, Bank Rakyat
Indonesia, Bank Mandiri).Seperti telah disampaikan dalam tulisan sebelumnya,
KUR TKI adalah skema KUR yang disalurkan kepada TKI
untuk memenuhi pembiayaan yang menjadi tanggung
jawabnya dalam proses penempatan ke luar negeri.
Tujuan utama KUR TKI diantaranya adalah mengurangi
beban jumlah hutang yang harus dibayar oleh TKI serta
membantu keuangan keluarganya sebelum mendapatkan
remitansi. Hal ini mengingat suku bunga yang
dibebankan kepada TKI relatif rendah yaitu maksimal 22
persen effektif per tahun (setara dengan sekitar 12% flat
per tahun) untuk pinjaman sampai dengan Rp 20 juta danmaksimal 14 persen effektif per tahun (setara dengan
sekitar 7% flat per tahun) untuk pinjaman di atas Rp 20
juta sampai dengan Rp 500 juta.
Meskpiun tema besar dalam sosialisasi ini adalah KUR
TKI, namun dalam pelaksanaan sosialisasi itu sendiri,
disampaikan juga materi mengenai pelayanan
perbankan dan produk lainnya untuk TKI serta ketentuan
penempatan dan perlindungan TKI. Narasumber
sosialisasi terdiri dari para pejabat Kemenko
Perekonomian, BI dan perbankan nasional (Bank BNI,
Bank BRI dan Bank Mandiri), serta Kementerian TenagaKerja dan Transmigrasi dan Badan Nasional Penempatan
dan Perlindungan TKI.
8/3/2019 TEK Desember 2011
15/20
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Desember 2011 13
Perkembangan Kebijakan dan Regulasi Ekonomi
Dari pemantauan selama sosialisasi di sembilan lokasi
tersebut, nampak sekali antusiasme dari para peserta
baik dari kalangan calon TKI dan purna TKI (saat
sosialisasi di dalam negeri), maupun TKI kita yang
sedang berada diperantauan (saat sosialisasi di negara
tujuan TKI). Disamping itu dukungan dari pimpinan
daerah setempat (Bupati Flores Timur, Bupati Indramayu,
Bupati Banyuwangi dan Bupati Banyumas) sangat
membantu sehingga sosialisasi dapat berlangsung
dengan lancar. Dukungan yang sama juga didapatkan
dari perwakilan Republik Indonesia (KBRI di Seoul, KJRIdi Johor, KJRI di Hongkong dan KBRI Singapura).
Dari pelaksanaan sosialisasi terjaring beberapa
permasalahan dan harapan dari TKI dan pemangku
kepentingan terkait yang perlu segera ditindak lanjuti
diantaranya adalah :
- Sampai saat ini masih ada pihak yang mengirimkan
TKI dengan data diri TKI yang tidak sebenarnya;
- KUR TKI harus benar-benar dapat membantu
pembiayaan penempatan TKI apalagi dengan
direlaksasikannya beberapa aturan KUR TKI (SOPKUR TKI yang baru sudah diluncurkan pada tanggal
5 Oktober 2011) dimana diantaranya bank tidak lagi
menggunakan struktur biaya penempatan sebagai
acuan dalam pemberian kredit kepada TKI;
- Produk perbankan bagi TKI masih belum banyak
yang tahu;
- Gaji Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT)
seharusnya dibayarkan melalui perbankan;
- Program penempatan lewat G to P (government to
private) yang saat ini dirintis di Penang, Malaysia,
seyogyanya dapat menjadi contoh programpenempatan TKI lainnya dan dapat diberikan KUR
TKI;
- Jika TKI belum mendapatkan KTKLN sementara
yang bersangkutan berada di luar negeri maka untuk
memudahkan mereka pulang ke tanah air
seyogyanya dapat dibuatkan KTKLN di negara TKI
bekerja. Hal ini bisa dilakukan dengan mengirim
petugas dari BNP2TKI untuk membantu dalampenerbitan KTKLN dimaksud;
- Pada umumnya TKI menginginkan kemudahan
dalam menabung sehingga diharapkan perbankan
nasional dapat membuka cabangnya di negara TKI
bekerja yang lokasinya mudah dijangkau TKI;
- Perlu penghapusan sponsor/calo dalam perekrutan
TKI karena jika tidak maka biaya perekrutan masih
tetap akan mahal.
Permasalahan dan harapan tersebut perlu mendapat
perhatian dan segera ditindaklanjuti oleh instansi-
instansi terkait sehingga tujuan mulia meningkatkanharkat dan martabat TKI dapat terwujud. (MEY)
Suasana sosialisasi KUR TKI yang dilakukan di Singapura pada tanggalpada tanggal 27-28 November 2011
Sambungan halaman 14 Liputan LKM: Lembaga
Perkreditan Desa Bali
Selanjutnya perbedaan LPD dengan BUMDes adalah
pada wilayah kerja. BUMDes didirikan oleh Pemerintah
Desa sedangkan LPD didirikan oleh komunitas desa
adat.
Disamping adanya alasan perbedaan dengan LKM
formal, banyak pihak yang mengira bahwa keengganan
untuk bertransformasi menjadi LKM formal adalah untuk
menghindari pajak. Menanggapi hal tersebut, ahli
ekonomi Prof. Dr. I Wayan Ramantha menegaskan
bahwa LPD bukan lembaga ekonomi berorientasi
keuntungan finansial semata. LPD sudah seharusnya
tidak dikenakan pajak karena fungsi sosial-keagamaan.
Masyarakat desa adat tidak pernah menerima
keuntungan finansial langsung dari LPD. Semuainfrastruktur yang dimiliki LPD telah diupayakan sendiri
dan tidak ada dana dari Pemerintah. Selain itu, muncul
kekhawatiran berkurangnya kontribusi LPD pada desa
adat.
Apa yang diharapkan oleh LPD dalam pengembangan
ke depan adalah pengakuan LPD sebagai lembaga
keuangan formal khusus yang tidak dapat disamakan
dengan LKM. LPD mengharapkan adanya sinkronisasi
peraturan Pemerintah Pusat dengan Peraturan Daerah.
Selain itu, LPD juga mengharapkan adanya aturan dan
mekanisme yang dapat dijadikan pegangan pada saatkrisis. (TKA/AHS/MS)
8/3/2019 TEK Desember 2011
16/20
Perkembangan Sektor Keuangan
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Desember 2011 14
Memang tidak mudah melakukan transformasi LKM non
formal yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia menjadi
LKM formal berbadan hukum. Keberadaan sebagian LKM
berkembang sesuai dengan karakteristik masyarakat
setempat. Sebagai contoh adalah Lembaga Perkreditan
Desa (LPD) Bali. LPD di Bali sudah didirikan sejak tahun
1984. Pendirian LPD didasari oleh kesadaran untuk
memperkokoh budaya Bali melalui penguatan aspek
ekonomi masyarakat adat. Dan salah satu caranya adalah
pendirian lembaga keuangan berbasis adat dan budaya.
Sejak tahun 1984 hingga 2011, telah berdiri 1.405 unit
LPD di seluruh Provinsi Bali. Dari total desa adat
sebanyak 1.473, masih ada 68 desa adat yang belum
memiliki LPD. Modal awal pendirian LPD bersumber dari
Desa Adat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten. Untuk dapat berkembang selama 27 tahun
bukanlah yang mudah. Tidak sedikit LPD yang ditutupkarena kualitas dan pengetahuan pengurus yang kurang.
Namun demikian sebagian besar LPD terus berkembang.
Salah satunya adalah LPD Kuta yang berdiri dengan
modal awal Rp.31,6 juta. Pada tahun 2010, LPD ini telah
memiliki aset sebesar Rp. 222,9 miliar dengan
keuntungan Rp. 9,3 miliar. LPD Kuta dibina oleh
Pemerintah Daerah, Bank Pembagunan Daerah Bali,
Pembina Lembaga Perkreditan Desa Kecamatan
(PLPDK), dan Badan Kerja Sama (BKS) LPD.
Bagi masyarakat Bali, LPD ini merupakan lembaga
keuangan yang bersifat khusus karena dimiliki oleh
komunitas adat dengan jiwa sosio-religious. LPD berperan
sebagai penyokong pembiayaan adat dan budaya di
tingkat desa adat karena disadari kebutuhan dana yang
besar untuk kegiatan adat dan budaya. Dari hasil
pertemuan dengan Nyoman Arnaya (Ketua PLPDK) dan
beberapa pengurus LPD Bali disampaikan sejumlah aspek
yang menunjukkan kekhususan LPD. Kekhususan
tersebut yang menjadi penyebab kesulitan LPD
bertransformasi menjadi LKM sesuai SKB di atas.
Perbedaan LPD dengan BPR adalah pada aspek
pemilikannya. Bank dapat dimiliki oleh perorangan,sedangkan LPD merupakan lembaga keuangan milik
seluruh masyarakat desa adat. Dari segi tata kelola, bank
mengutamakan keuntungan financial, sementara target
utama LPD adalah terpenuhinya pembiayaan adat dan
budaya di desa adat.
Perbedaan LPD dengan koperasi adalah pada aspek
keanggotaan. Koperasi dibentuk oleh kumpulan anggota
dengan kewajiban membayar simpanan wajib dan
simpanan sukarela. Sementara LPD tidak dibangun dari
dasar keanggotaan serta tidak ada kewajiban bagimasyarakat desa adat untuk membayar simpanan.
(bersambung ke halaman 13 TKA/AHS/MS)
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia sejak
lama berperan aktif dalam melayani kebutuhan
keuangan masyarakat berpendapatan rendah baik dalam
sektor formal maupun informal. LKM juga berperan
dalam pembiayaan kewirausahaan mikro, kecil dan
menengah agar dapat memberikan kontribusi semakin
besar pada perekonomian. Namun demikian, ada banyak
faktor yang menghambat pengembangan LKM
diantaranya ketidakpastian hukum dan peraturan, biaya
dan risiko yang tinggi untuk menjangkau konsumen kecil,
serta kurangnya kecukupan akses modal untuk
memenuhi permintaan pembiayaan usaha masyarakat
berpendapatan rendah.
Banyak LKM saat ini belum mempunyai status hukumsesuai ketentuan yang ada. Hal tersebut menyebabkan
kegiatannya menghimpun dana masyarakat melanggar
peraturan perundangan yang berlaku. Dalam rangka
perlindungan dana masyarakat dan penguatan keuangan
mikro maka diterbitkan Surat Keputusan Bersama tahun
2009 yang ditandatangani oleh Menteri Keuangan,
Menteri Koperasi dan UMKM, Menteri Dalam Negeri dan
Bank Indonesia tentang Strategi Pengembangan LKM.
Melalui SKB ini LKM didorong memenuhi status badan
hukum yang jelas, dengan pilihan menjadi Bank
Perkreditan Rakyat, Koperasi, Badan Usaha Milik Desa,dan Perusahaan Modal Ventura. Dengan badan hukum
yang jelas, LKM dapat dibina sesuai ketentuan yang ada
dan meningkatkan akses keuangan masyarakat pada
sektor keuangan.
LIPUTAN LKM:
LEMBAGA PERKREDITAN DESA BALI
Tinjauan lapangan ke LPD Kuta pada tanggal 8 Desember
2011
8/3/2019 TEK Desember 2011
17/20
Perkembangan Penyaluran KUR
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Desember 2011 15
REALISASI PENYALURAN KUR PER 30
NOPEMBER 2011
Akselerasi penyaluran KUR masih terus berlangsung
hingga November 2011. Total realisasi penyaluran KUR
sejak diluncurkannya KUR tahun 2007 hingga November
2011 tercatat Rp 60,8 trilliun. Dana KUR tersebutdisalurkan kepada 5.575.370 debitur dengan rata-rata
kredit Rp 10,9 juta/debitur. Sedangkan tingkat NPL
tercatat 2,50%.
Enam bank pelaksana yang terdiri atas BRI, BNI, Bank
Mandiri, BTN, BUKOPIN, dan Bank Syariah Mandiri telah
menyalurkan Rp 55,2 trilliun. Dana tersebut telah
disalurkan ke 5.504.051 debitur, dengan rata-rata kredit
Rp 10 juta/debitur dan NPL sebesar 2,33%.
Sedangkan 13 BPD menyalurkan KUR Rp 5,6 trilliun,
dengan jumlah debitur sebanyak 71.319. Rata-rata kredittersebut sebesar Rp 79 juta dengan tingkat NPL lebih
tinggi yaitu sebesar 3,47%. Sebagian besar skema KUR
melalui BPD merupakan KUR ritel. Di sisi lain, sebagian
besar skema KUR melalui enam Bank Pelaksana
khususnya BRI merupakan KUR mikro.
Sumber : Komite Kebijakan KUR
Dari keenam Bank Pelaksana, BRI merupakan bank
penyalur KUR terbesar. BRI telah menyalurkan hingga
Rp 38 trilliun dana kepada sekitar 5.247.946 debitur.
Sebagian besar dana KUR tersebut merupakan KUR
mikro senilai Rp 28,7 trilliun. KUR mikro BRI disalurkan
kepada 5.184.896 debitur. Sehingga rata-rata KUR mikro
sebesar Rp 5,6 juta dengan nilai NPL 2.19%. Sedangkan
KUR ritel BRI sebesar Rp 9,2 trilliun dengan rata-rata Rp
147,2 juta dan NPL sebesar 3,2%.
Secara sektoral , sebagian besar dana KUR diserap
sektor hilir seperti perdagangan besar dan eceran. Total
plafon sektor tersebut mencapai Rp 37 trilliun dengan
jumlah debitur sebanyak 4.050.317 orang. Sedangkanrata-rata kredit sektor tersebut adalah sebesar Rp 9,1
juta/debitur. Sebagian besar KUR pada sektor
perdagangan merupakan KUR mikro.
Sumber : Komite Kebijakan KUR
Sektor pertanian, perburuan dan kehutanan merupakan
sektor terbesar kedua dengan total plafon Rp 9,6 trilliun
dan debitur sebanyak 739.530.
Penyaluran KUR secara geografis terkonsentrasi di pulau
Jawa. Realisasi penyaluran KUR pada lima provinsi di
Pulau Jawa mencapai Rp 30,2 trilliun dengan jumlah
debitur sebanyak 3.313.175. Dari 33 provinsi, Jawa Timur
merupakan provinsi dengan jumlah plafon tertinggi yaitu
Rp 9,4 trilliun dan jumlah debitur 969.174. Namun jumlah
debitur tertinggi berada pada provinsi Jawa Tengah
sebanyak 1.273.886 debitur.
Panyaluran plafon KUR diluar pulau Jawa masih belum
optimal. Bangka Belitung dan Maluku Utara merupakan
provinsi dengan penyaluran KUR masing-masing
sebesar Rp 158 milliar dan Rp 268 milliar. BPD
diharapkan lebih aktif menyalurkan KUR pada tahun 2012
agar terjadi pemerataan penyaluran KUR sesuai dengan
potensi daerah. (WP)
9
10
Sambungan halaman 16 Evaluasi Realisasi APBD
Triwulan II-2011
Hal ini karena belanja modal sendiri bila ditambahkan
dengan komponen belanja barang dan jasa, akan
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi daerah, selain kontribusi dari
sektor swasta, rumah tangga, dan luar negeri. Ini berarti,
semakin tinggi realisasi rasio belanja modal terhadap
total belanja daerah, akan semakin baik pengaruhnya
dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya,
semakin rendah penyerapan belanja modal maka
semakin kecil perannya dalam mendorong pertumbuhan
ekonomi daerah.
8/3/2019 TEK Desember 2011
18/20
Perkembangan Ekonomi & Keuangan Daerah
Data realisasi APBD hingga Triwulan II/2011 menunjukkan
bahwa secara nasional (gabungan provinsi, kabupaten,
dan kota) realisasi pendapatan masih lebih tinggi
(50,75%) dibandingkan dengan realisasi belanja (29,98%).Sejalan dengan itu, realisasi pendapatan provinsi dan
kabupaten juga masih jauh melampaui realisasi
belanjanya. Bahkan realisasi pendapatan provinsi pada
periode yang sama (50,76%) hampir mencapai 2 kali lipat
dari realisasi belanjanya (28,08%). Dari 367 daerah yang
menyampaikan data realisasi APBD Triwulan II/2011 ke
Kemendagri, daerah yang berhasil mencapai realisasi
pendapatan tertinggi ialah Kabupaten Bengkalis dengan
realisasi sebesar 77,8%. Sedangkan daerah yang
realisasi pendapatan terendah adalah Kabupaten Nias
Utara dengan tingkat realisasi sebesar 8,98%. Dari sisibelanja, provinsi Gorontalo merupakan unit daerah
dengan tingkat realisasi belanja paling tinggi dan
Kabupaten Supriori ialah daerah dengan penyerapan
belanja paling rendah.
Secara agregat, realisasi pendapatan daerah
kabupaten/kota yang tertinggi berasal dari Pendapatan
Asli Daerah (53,87%), diikuti oleh Dana Perimbangan
(53,18%), dan lain-lain pendapatan yang sah (32,10%).
Tren yang sama juga terjadi di tingkat provinsi, dimana
Pendapatan Asli Daerah menjadi sumber pendapatan
tertinggi, yang kemudian diikuti oleh Dana Perimbangandan lain-lain pendapatan yang sah. Berbeda halnya
dengan realisasi pendapatan di level agregat maupun
level provinsi, komponen pendapatan yang realisasinya
mencapai tertinggi untuk kabupaten/kota adalah Dana
Perimbangan (53,93%), diikuti oleh Pendapatan Asli
Daerah (51,31%), dan yang terendah adalah lain-lain
pendapatan yang sah (32,85%).
Pada periode yang sama, realisasi belanja daerah (secara
agregat) yang terbesar digunakan untuk belanja pegawai
(39,97%), diikuti oleh belanja barang dan jasa (28,25%).
Realisasi belanja yang terendah adalah realisasi belanjamodal (9,99%). Kondisi yang sama terjadi pada provinsi
dan kabupaten/kota, dimana belanja pegawai masih
menjadi komponen tertinggi dalam realisasi belanja
daerah. Sebaliknya belanja modal justru baru mencapai
realisasi terendah dalam komponen belanja daerah. Jika
melihat data triwulan I/2011, memang sudah tampak
rendahnya realisasi belanja modal. Pada periode tersebut,
belanja modal hanya terealisasi 2,34%. Lambatnya
perkembangan penggunaan belanja modal pada Triwulan
I dan II tahun 2011 tersebut kemungkinan terjadi karena
beberapa faktor, antara lain: 1) keterlambatan penetapanAPBD; 2) proses lelang yang belum selesai; 3)
permasalahan teknis lain yang mengakibatkan belanja
daerah baru dapat direalisasikan setelah adanya
EVALUASI REALISASI APBD
TRIWULAN II-2011
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Desember 2011 16
perubahan APBD (perubahan APBD rata-rata dilakukan
pada bulan Agustus-September).
Tabel 5. Realisasi APBD
Realisasi APBD(%)
Triwulan II/2010 Triwulan II/2011
Nas Prop Kab Nas Prop Kab
PENDAPATAN 52,08 51,34 52,38 50,57 50,76 50,69
Pendapatan AsliDaerah
55,29 56,56 52,31 53,87 56,05 51,31
DanaPerimbangan
51,29 45,09 52,57 53,18 48,67 53,93
Lain-lain 49,64 48,40 49,99 32,10 28,44 32,85
BELANJA 32,72 26,88 35,08 29,98 28,08 30,60
Pegawai 44,42 37,81 45,87 39,97 39,05 40,12
Barang & Jasa 28,05 29,12 27,32 28,25 27,89 28,44
Modal 12,99 12,73 13,13 9,99 10,81 9,75
Lain-Lain 30,58 33,87 28,26 30,58 30,03 31,14
Sumber : Dirjen Perimbangan Keuangan, Kemenkeu
Selanjutnya jika dibandingkan dengan periode yang sama
tahun 2010 (lihat tabel), secara nasional, terjadi
penurunan dalam realisasi pendapatan dan belanja.
Realisasi pendapatan triwulan II/2011 turun 1,52% dari
triwulan II/2010. Penurunan realisasi belanja daerah
secara agregat ini dapat dikatakan karena realisasi
pendapatan propinsi, dan juga realisasi pendapatan
kabupaten/kota memang relatif lebih rendah dibandingkan
periode yang sama tahun 2010. Relatif turunnya realisasi
pendapatan daerah, baik secara agregat, di provinsi,
maupun di kabupaten tersebut dikarenakan utamanya
karena penurunan realisasi Pendapatan Asli Daerah dan
realisasi lain-lain pendapatan yang sah. Secara agregat,
realisasi Pendapatan Asli Daerah triwulan II/2011 turun
1,42% dibandingkan periode yang sama tahun 2010.
Berbeda halnya dengan komponen PAD dan lain-lain
pendapatan yang sah, komponen pendapatan berupa
Dana Perimbangan meningkat, baik secara agregat (dari
51,29% ke 53,18%), maupun realisasi di provinsi (dari
45,09% ke 48,67%) dan realisasi kabupaten/kota (dari
52,57% ke 53,93%).
Demikian halnya dengan realisasi belanja triwulan II/2011
yang juga turun 2,74% dari periode yang sama tahun
2010. Realisasi belanja pegawai, secara agregat turun
dari 44,42% ke 39,97%. Dari 3 komponen belanja daerah
yang utama, realisasi belanja modal menunjukkan tren
menurun dalam kedua periode, baik secara agregat (dari
12,99% ke 9,99%), maupun realisasi di provinsi (dari
12,73% ke 10,81%) dan kabupaten/kota (dari 13,13% ke
9,75%).
Dengan mencermati perkembangan realisasi pendapatan
dan belanja daerah Triwulan II/2011, maka percepatanrealisasi belanja modal Triwulan selanjutnya hendaknya
menjadi fokus pemerintah. (bersambung ke halaman 15
APN
8/3/2019 TEK Desember 2011
19/20
DAFTAR ISTILAH
Kebijakan Fiskal adalah kebijakan ekonomi yang digunakan pemerintah untuk mengelola atau
mengarahkan perekonomian ke kondisi yang lebih baik atau yang diinginkan dengan cara
mengendalikan penerimaan dan pengeluaran pemerintah
Kebijakan Fiskal Kontraktif adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih
besar dari pada pengeluarannya
Kebijakan Fiskal Ekspansif adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar
dari pemasukan guna member stimulus pada perekonomian
Kebijakan Moneter adalah kebijakan dengan mengendalikan perekonomian dengan mengatur
jumlah uang beredar
Moral persuasionadalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan
memberikan imbauan kepada pelaku ekonomi
Reserve Requirement Ratioadalah penetapan rasio cadangan wajib juga dapat mengubah
jumlah uang beredar. Jika rasio cadangan wajib diperbesar, maka kemampuan bank memberikan
kredit akan lebih kecil dibandingkan sebelumnya
SELAMAT TAHUN BARU 2012
Redaksi Tinjauan Ekonomi dan Keuangan
8/3/2019 TEK Desember 2011
20/20
Untuk informasi lebih lanjut hubungi :
Redaksi Tinjauan Ekonomi dan Keuangan
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Gedung Sjafruddin Prawiranegara (d.h. Gd. PAIK II) Lantai 4
Jalan Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta, 10710
Telepon. 021-3521843, Fax. 021-3521836
Email : [email protected]
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan dapat didownload pada website www.ekon.go.id
ISSN 2088-3153
mailto:[email protected]:[email protected]Top Related