Judul :Tapak-tapak Wisata Alam SultengPenulis :Adha NadjemuddinEditor :Belum adaIsi : 42 halamanUkuran luar : 14 x 19 cmUkuran isi :11x 16 cmDesain Sampul :Mohammad FitrahFoto :Dari InternetPenerbit :Dibuat SendiriTahun PembuatanPalu, Maret 2011@Hak cipta dilindungi undang-undang
DaftarIsi
Halaman Sampul …………………………………………Pengantar Penulis ……………………………………….
Surga yang Tenang di Lingayan ………………………………………………...
Loli Indah, Inspirasi dari Taman Selecta ………………………………
ke Bambahano, Singgah di Danau Dampelas ……………………………..
Sentuhan Tangan Cengyang Mencengangkan …………………………………...
Lain Sabang,Lain Pula Keindahannya ……………………………….
Referensi …………………………………………………Tentang Penulis ………………………………………….
PengantarPenulis
Sungguh melimpah keindahan alam yang
diberikan sang pencipta untuk seluruh mahluk-Nya,
kadang manusialah yang tak pernah bersyukur atas
limpahan itu karena kecongkakannya. Sebagian dari
keindahan alam itu sudah saya jelajahi, sehingga
menambah dan mempekuat keyakinan saya betapa
kita harus bersyukur kepada-Nya.
Buku berjudul “Tapak-tapak Wisata alam
Sulteng” ini berisi potret terkecil dari seluruh
keindahan alam di Sulawesi Tengah, tetapi karena
keterbatasan penulis jualah sehingga atmosfir
keindahan alam itu belum mampu dihadirkan secara
utuh di hadapan pembaca. Penyajian tulisan ini lebih
pada hasil reportase di lapangan tentang apa yang
dilihat, diamati, dirasakan, dan didengar oleh penulis.
Sebagian pembaca kemungkinan sudah pernah
menjenguk beberapa objek wisata dalam tulisan ini,
tetapi tidak menutup kemungkinan cara atau sudut
I II
pandang kita yang berbeda dalam melihat objek
wisata itu. Jika pembaca memiliki sudut pandang
yang lain, bisa jadi jauh lebih menarik dari apa yang
saya amati.
Bagi pembaca yang belum pernah sama sekali
ke sana, semoga melalui buku ini Anda bisa
merasakan atmosfir keindahannya sehingga pembaca
pun tertarik untuk mengunjunginya. Idealnya buku
ini juga didukung dengan foto panorama alam yang
pernah saya amati.
Saya tertarik menuangkan cerita dalam tulisan
dari apa yang saya rekam karena tidak ada yang bisa
memastikan apakah objek wisata itu masih akan
bertahan pada puluhan tahun mendatang atau justru
jauh lebih memesona dari hari ini.
Bangkai kapal yang mendarat di tengah
pemukiman penduduk Aceh akibat dorongan dahsyat
Tsunami 26 Desember 2004 kini menjadi objek alam
yang mengagumkan. Dia terbentuk tanpa didesain
lebih awal oleh manusia. Demikian salah satu rahasia
dari keajaiban alam ini sehingga manusiapun perlu
mengakrabkan diri dan merawatnya sebelum alam itu
bosan bersahabat dengan manusia.
Selain dipersembahkan kepada pembaca, buku
ini juga saya persembahkan kepada dua putra/putri
saya Mohammad Fitrah dan Shavira Nurullita.
Keduanya sering saya tinggal bersama ibunya,
Widyawati, demi tugas sebagai pewarta yang setiap
saat memberi kabar dan berbagi kepada publik.
Wassalam….
II III
Surga yang Tenangdi Lingayan
ulan malam itu baru saja
menampakkan cahayanya, bertengger
di sela-sela pegunungan. Cahayanya
menyinari seantero Pulau Lingayan, sebuah pulau
yang eksotis seluas 210 hektare di belahan selatan
Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah. Cahaya dewi
malam itu ikut menerangi lautan yang teduh di
sekeliling pulau. Pantulan cahaya itu juga
menampakkan gerakan dayung dan laju sampan
nelayan dari kejauhan. Sampan berderet itu segera
mendarat di bibir pantai.
Pulau-pulau kecil yang mengitari Lingayan dan
dermaga pendaratan ikan yang menjulur ke laut lepas
juga ikut terang. Pemandangan ini kian melengkapi
keeksotisan pulau Lingayan di malam hari. Mungkin
suasana itu bisa menjadi surga bagi mereka yang
ingin menyepi di sana, tetapi periuk bagi masyarakat
Lingayan karena di pulau itulah tumpuan hidup
mereka yang sebagian besar menyandarkan
kelangsungan hidupnya dari melaut. Itulah sebabnya
pemerintah daerah membangun dermaga pendaratan
ikan sepanjang kurang lebih 100 meter menjulur ke
laut.
Bagi warga Lingayan, dermaga itu memiliki
dua fungsi. Sebagai pendaratan ikan dan tempat
santai di malam hari. Sesaat sebelum warga
merebahkan badan di rumah, mereka menyempatkan
diri ke dermaga. Sekadar mengepulkan asap rokok,
sambil memantau suasana laut, atau sekadar mengisi
malam sambil bersenda gurau Ada pula nelayan yang
baru datang mengail.
Tamu-tamu dari luar yang sedikit bermodal,
biasanya menyempatkan diri membakar ikan segar di
tengah malam. Mereka membeli ikan dari nelayan
yang baru saja menyandarkan sampannya di pantai.
Sungguh nyaman rasanya. “Ada yang datang ke sini
B
1 2
hanya untuk makan ikan segar. Biasanya mereka
bakar di pinggir pantai,” kata Bakhtiar, penduduk
Lingayan.
Dermaga yang panjangnya lebih dari 100
meter, awalnya dibangun untuk pendaratan ikan bagi
para nelayan, tetapi jarang difungsikan karena airnya
dangkal. Di malam hari terutama saat bulan terang,
dermaga itu berubah fungsi menjadi tempat
nongkrong penduduk setempat. Ada juga yang datang
memancing dari dermaga, ditemani secangkir kopi.
Jika tamunya dari luar pulau, kadang membawa
minuman kaleng kesukaannya.
Pulau Lingayan adalah satu dari tiga pulau
terluar di Tolitoli. Tahun 2009, pulau ini didiami 64
kepala keluarga dari berbagai suku. Hampir seluruh
penduduknya bekerja sebagai nelayan. Pulau ini juga
terkenal dengan ikan batunya yang segar.
Pulau terluar Indonesia di Kabupaten Tolitoli
ini, memiliki keindahan alam yang eksotis. Butiran
pasir pantainya kecil mengkilap. Terasa halus
disentuh jemari. Pantainya juga belum tercemar
limbah rumah tangga atau limbah pabrik. Jika ada
limbah plastik seperti botol air mineral yang
berserakan, tidak akan bertahan lama. Limbah itu
dipungut nelayan setempat untuk dijadikan
pelampung pukat atau alat pancing lainnya.
Di sekitar pulau Lingayan, terdapat belasan
pulau-pulau kecil. Sebelum sampai ke Lingayan,
pengunjung akan melihat lebih dulu dua pulau kecil
seluas lapangan tenis yang diapit daratan Tolitoli dan
Lingayan. Lekukan tebing pulau itu tampak jelas.
Batunya cadas. Di atasnya ditumbuhi pepohonan
keras dan pohon kelapa yang rindang. Di pulau itu
juga terdapat gua, tetapi sangat jarang orang yang
berani masuk ke dalamnya. Entah kenapa.
Selain pulau-pulau kecil dan butiran pasirnya
yang khas, alam bawah laut Lingayan juga
menyimpan keindahan. Aneka ragam karang dan
ikan hias laut bisa dijumpai di sini. Bisa dijadikan
tempat diving bagi para petualang bawah laut.
3 4
Berdasarkan administrasi pemerintahan, Pulau
Lingayan masih bagian dari Desa Ogotua, Kecamatan
Dampal Utara. Letaknya di sebelah selatan Tolitoli
dan bagian utara Kota Palu. Menuju ke pulau ini,
dapat ditempuh dalam waktu 1,5 jam dari Tolitoli
melalui darat. Bisa juga ditempuh melalui laut. Dari
Palu, memakan waktu kurang lebih lima jam melalui
darat. Sebelum menyeberang ke Lingayan, Anda akan
tiba di Desa Ogotua, desa induk dari Lingayan. Untuk
menyeberang ke Lingayan cukup dengan
menggunakan perahu ketinting dari daratan Ogotua.
Tidak ada perahu sewa, tetapi bisa ikut nelayan
jika kebetulan ada yang menyeberang. Waktu
tempuhnya kurang dari 30 menit. Jaraknya pun
cukup dekat, kurang dari dua kilometer.
“Biasanya ada nelayan dari Lingayan ke Ogotua
beli beras atau datang mengambil air bersih. Bisa
menumpang dengan mereka,” kata Bahtiar.
Jika tidak ada yang kebetulan menyeberang,
Anda bisa meminta jasa kepada masyarakat di
daratan Ogotua. Biaya pengantaran tergantung
kesepakatan. Di sana banyak perahu yang berjejer,
umumnya menggunakan mesin ketinting.
Pulau Lingayan bisa dikelilingi dengan berjalan
kaki menyusuri bibir pantainya. Beberapa titik
tertentu berbatu. Namun lebih banyak yang berpasir.
Deru ombak kecil berkejaran yang memecah
sepanjang pantai menambah keindahan suasana
perjalanan mengelilingi pulau itu.
Dalam kondisi dan waktu tertentu, ombak laut
lepas yang memecah Lingayan kerap menggunung
sehingga cocok untuk kegiatan berselancar. “Kalau
ada yang senang main selancar bisa juga datang ke
sini,” kata Usman, tokoh masyarakat Lingayan.
Saya, Pak Usman dan Bahtiar menyempatkan
diri mengelilingi pulau ini. Sepanjang perjalanan
banyak yang menarik perhatian saya salah satunya
bisa pula mengintip aktivitas burung Molong
(sebutan masyarakat lokal) pada species burung
sejenis Maleo yang bertelur di semak-semak. Badan
5 6
dan ukuran telur Molong kurang lebih sama dengan
burung Maleo. Maleo adalah satu species burung
yang dilindungi pemerintah. “Burung Molong ini
berprilaku aneh. Setiap bertelur suaranya seperti bayi
menangis,” kata Usman menceritakan keanehan
burung species sejenis Maleo itu.
Molong biasanya bertelur pada pagi, sore dan
siang hari. Burung ini bertelur di pasir di bawah
semak-semak yang jauh dari gangguan manusia atau
binatang buas lain. Molong kini menjadi binatang
langka karena speciesnya semakin berkurang.
Binatang berwarna hitam itu diburuh masyarakat
karena daging dan telurnya enak dikonsumsi. “Untuk
menangkap burung ini pemburu biasanya memasang
perangkap,” kata Usman.
Mengelilingi pulau Lingayan juga bisa menikmati
pemandangan laut lepas yang berhadapan dengan
Kalimantan. Jika air surut, kesempatan bermain di atas
gurun pasir yang halus nan berkilau. Jika terasa haus,
bisa meminta air kelapa muda kepada petani.
Perjalanan Anda bisa juga dilengkapi dengan
memandang budi daya rumput. Laut Lingayan yang
teduh dan bersih dari limbah, dimanfaatkan
masyarakat untuk budi daya rumput laut. Kadar dan
kelembaban airnya cocok untuk rumput laut jenis
cottonii. Rumput laut di pulau Lingayan terbilang
berkualitas. Batangnya besar dan bersih. Tetapi
karena dikelola secara konvensional, hasilnya kurang
memuaskan. Rumput laut hasil panen nelayan
setempat hanya dijemur di atas pasir beralas daun
kelapa.
Keindahan Lingayan hingga kini belum
tersentuh sebagai wisata bahari alternatif. Pulau itu
masih tetap manja dengan kondisi alamnya sendiri.
Tidak ada kasebo di sana. Tak ada kapal hias apalagi
kapal cepat. Yang banyak sampan nelayan tradisional.
Padahal pulau ini bisa menjadi "surga" persinggahan
bagi mereka yang suka bermain dengan alam.***
7 8
Loli Indah,Inspirasi dari Taman Selecta
aman rekreasi Loli Indah tidak asing lagi
bagi masyarakat Kota Palu dan
Donggala. Taman rekreasi ini sudah
tersohor sejak era tahun 1980-an. Belum lengkap
rasanya hari libur ketika itu jika belum mengunjungi
tempat ini. Oleh pendirinya, lokasi rekreasi di bahu
gunung Loli ini dibangun dari inspirasi taman
rekreasi Selecta, Kota Baru, Malang.
Sepasang suami istri, Haji Radi (69) dan Cabo
(67) adalah keluarga saudagar kaya dari Donggala
pada era 1970 hingga 1980-an. Haji Radi saudagar
kopra, sementara Cabo memegang bisnis angkutan.
Sepasang suami istri ini sering bolak-balik Surabaya-
Donggala untuk kepentingan bisnis kopra. Dulu
Donggala sangat terkenal sebagai pusat bisnis kopra.
Hampir seluruh perdagangan kopra di Sulawesi
Tengah terpusat di Donggala. Gudang-gudang
bersejarah rangka baja peninggalan penjajahpun
menjadi gudang kopra. Hampir sekampung Banawa,
pusat ibu kota Donggala menyeruak bau kopra.
Setiap ke Surabaya, Haji Radi selalu berkunjung
ke Selecta. Ia memperhatikan arus pengunjung dan
fasilitas yang tersedia di sana. Dia juga
memperhatikan letak Selecta yang dikelilingi Gunung
Arjuno, Welirang dan Anjasmoro. Struktur gunung
sekitarnya ikut menambah keindahan Selecta yang
berdiri tahun 1930-an itu. Haji Radi ternyata terpikat.
Naluri bisnisnya pun ikut menggetarkan pikirannya.
Tahun 1981, Haji Radi mewujudkan impiannya
membangun Loli menjadi sebuah taman rekreasi yang
memikat.
Taman rekreasi seluas tiga hektare itu diberi
nama Loli Indah. Loli adalah nama sebuah desa
berbatasan Kota Palu dan Kabupaten Donggala. Loli
Indah Kini masih bertahan di tengah tumbuhnya
T
9 10
pusat-pusat wisata alternatif dengan fasilitas modern
di dalam Kota Palu dan sekitarnya.
Taman rekreasi Loli Indah pernah mencapai
kejayaannya tahun 1980-an hingga akhir 1990-an.
Tahun itu, Loli Indah adalah satu-satunya taman
rekreasi pertama yang menyediakan kolam renang di
Palu. Era tahun 2000-an belasan kolam renang telah
hadir, tetapi Loli Indah masih tetap menjadi
primadona dengan dukungan alamnya yang khas.
"Sejak saya bangun tahun 1981, alhamdulillah
sampai sekarang masih dikunjungi orang walaupun
tidak seramai tahun 80-an dan 90-an," kata Haji Radi
mengawali percakapannya.
Kiri-kanan dan belakang Loli Indah dikelilingi
bukit. Di depannya terdapat pemandangan hamparan
laut. Namun kini mulai terhalang oleh bangunan
rumah penduduk yang kian padat. Anda bisa
menikmati keindahan laut, jika sedikit mengambil
posisi bagian barat dari lokasi ini.
Suara jengkrik melengking bak di hutan
belantara menjadi satu ciri khas dari sekian banyak
keindahan Loli Indah. Pepohonan yang rimbun masih
memberi kesejukan bagi pengunjung. Ada pohon
kamboja, akasia, mangga, dan ketapang sebagai
tempat bernaung dan parkiran kendaraan tanpa
pungutan retribusi.
Pepohonan itu sekaligus penyejuk belasan
rumah panggung ukuran 2 x 2 meter. Rumah-rumah
berdinding setengah dada itu disewa hanya Rp5.000
sekali pakai. Cocok untuk keluarga menikmati hari-
hari libur. Di sana tersedia aliran listrik, bisa
membawa alat elektronik seperti laptop atau radio.
Capek berbaring Anda bisa menyeburkan diri ke
dalam kolam renang.
Di Loli Indah tersedia dua kolam renang. Satu
kolam untuk orang dewasa berukuran 25 x 15 meter
dengan kedalam mencapai dua meter. Satu kolam lagi
untuk anak-anak berukuran 9 x 11 meter kedalaman
kurang satu meter. Airnya dingin, bersumber dari
11 12
gunung Loli, sekitar 500 meter dari areal taman
rekreasi itu. "Air dari gunung masuk ke kolam
menggunakan pipa. Kolam selalu kami bersihkan
dengan alat khusus sehingga kesehatannya terjamin,"
kata Haji Radi.
Mandi di kolam ini biayanya relatif lebih
murah di banding kolam renang lainnya di Palu.
Sekali masuk hanya Rp5.000 perorang. Pengunjung
sudah bisa mandi sepuasnya. Kolam renang anak-
anak lebih murah lagi, hanya Rp3.000 perorang.
"Mungkin ini sudah kolam renang paling tua dan
paling murah di Palu," kata Haji Radi.
Tiket masuk ke lokasi ini pun cukup murah.
Hanya Rp1.000 perorang. Jika pengunjung membawa
sepeda motor juga hanya dikenakan biaya Rp1.000.
Di puncak taman rekreasi itu, terdapat jejeran
warung. Di sana pengunjung bisa menikmati pisang
goreng, mie, kopi atau teh hangat. Selepas berenang
pengunjung bisa memesan pisang goreng dengan
sambel yang lumayan membuat bibir bergetar karena
pedisnya. "Kalau lapar Bapak bisa pesan kaledo di
desa. Bisa di makan di tempat ini," kata salah seorang
petugas.
Kaledo adalah makanan khas masyarakat Palu
dan Donggala. Makanan ini terbuat dari tulang kaki
sapi. Setelah dimasak hasilnya seperti sup. Makanan
ini biasanya dicampur asam jawa mentah, bumbu
cabe rawit, garam, jeruk nipis. Kalau mau lebih
wangi bisa ditambah dengan bawang goreng khas
Palu. Kaledopun bisa disantap di Loli Indah.
Pendiri taman rekreasi ini melengkapi areal
wisata itu dengan bangunan aula yang bisa
menampung 100 orang. Cocok untuk pertemuan
resmi ataupun kegiatan rapat organisasi atau kantor.
Sewanya murah, hanya Rp350 ribu sekali pakai. Ada
jaringan listrik dan soundsistem. Tak jauh dari sini,
terdapat sebuah mushallah. Kapasitasnya kira-kira 50
orang jamaah. Musallah ini berada di ketinggian
membelakangi dua kolam renang. Tiba waktu shalat,
pengunjung bisa langsung shalat di mushallawah itu.
13 14
Meski tidak ada koteks, tapi ada juga yang
memilih bermalam di taman rekreasi ini. Haji Radi
bukannya tidak mau membangun koteks. Hanya saja
ia khawatir koteks itu justru menjadi tempat maksiat.
"Saya ini sudah tua. Saya mau memakan makanan
yang halal dan sumbernya jelas. Untuk apa bangun
koteks kalau hanya dijadikan tempat maksiat,"
katanya.
Sang pengembang wisata Loli Indah itu
memang sudah berumur 69 tahun. Sebelum
mengembangkan Loli Indah, tahun 1970-an, Haji
Radi adalah pedagang kopra terkenal di Kabupaten
Donggala. Ia kerap bolak-balik Donggala-Surabaya.
Saat di Surabaya itulah, Haji Radi kerap berkunjung
ke Selecta, sebuah taman rekreasi di Kota Baru, Jawa
Timur yang didirikan oleh seorang warga negara
Belanda, Ruyter de Wildt, tahun 1930. Haji Radi
mengaku menikmati keindahan kolam renang Selecta
yang luas, taman bunga, play ground, dan berkano
ria di kolam beton. Dari sinilah, Haji Raji terinspirasi
membangun Loli Indah. "Awalnya dari sana (Selecta)
sehingga saya membangun Loli Indah," katanya.
Setelah membangun Loli Indah, haji Radi
akhirnya berhenti bisnis kopra. Ia terus merawat dan
mengembangkan Loli Indah hingga menjadi sebuah
pusat wisata eksotis yang terus bertahan hingga saat
ini.
Mengunjungi Loli Indah dapat ditempuh
dengan mobil ataupun roda dua. Dari Kota Palu
jaraknya 15 kilometer atau hanya selisih tiga
kilometer lebih dekat dari Banawa, ibukota
Kabupaten Donggala. Wisata ini luasnya kurang lebih
tiga hektare.
Perjalanan dari Palu ke Loli Indah tak terasa
jauh sebab dalam perjalanan juga tersedia wisata
industri pertambangan batu pecah. Pengunjung dapat
melihat batu pecah yang bergunung dan aktivitas
pemuatan ke tongkang-tongkang besar berkapasitas
ribuan ton. Sesekali Anda juga bisa melihat penduduk
memecah batu dengan kekuatan tangannya.
15 16
Menurut Haji Radi, Loli Indah akan
dikembangkan lagi sesuai tuntutan zaman. Dia
berharap, Loli Indah itu akan dikembangkan oleh
cucunya yang sedang menyelesaikan pendidikan di
Yogyakarta. Haji Radi hanya punya satu orang putri,
Namanya Haja Lisda. Ia menikah dengan seorang
pegawai Pertamina bernama Haji Bintang. Bintang
pernah bertugas di Luwuk Banggai dan Kalimantan.
Tahun 2009 bertugas di Palembang.
Lisda dan Bintang dikaruniai tiga orang
putra/putri. Anak tertuanya sedang kuliah di
Jogyakarta, anak keduanya kuliah di Makassar di
fakultas kedokteran salah satu universitas. Anak
ketiganya, sedang bersama Haji Radi di Donggala dan
menempuh pendidikan formal di SMA Donggala.
"Saya berharap taman rekreasi ini dikembangkan lagi
cucu saya," katanya.
Hampir setiap hari-hari libur, Haji Radi
bersama istrinya, Cabo, datang ke taman wisata ini. Ia
dibantu enam karyawan dengan tugas kerja masing-
masing. Ada yang urus kolam renang, instalasi listrik
dan air, bagian kebersihan, dan penjagaan tiket
masuk. Sang istri kerap masih kerja dibagian
penjagaan pintu masuk kolam renang.
Jika Haji Radi dulu pengusaha kopra, istrinya
berusaha dibidang angkutan umum. Keduanya
berhenti berbisnis setelah membangun Loli Indah,
seiring dengan usia mereka yang kian menua. Meski
kelak mereka telah tiada, karyanya telah terukir
megah di pundak gunung Loli. Mereka kelak akan
bergembira, seperti halnya kegembiraan tamu yang
sedang bertamasya di Loli Indah.***
17 18
ke Bambahano, Singgah di Danau Dampelas
ktivitas masyarakat di Kecamatan
Dampelas, Kabupaten Donggala,
Minggu pagi, berdenyut lagi. Hari itu
hari ketiga pascalebaran Idul Fitri 1431 Hijriah. Ada
yang masih melanjutkan kunjungan silaturahmi
dalam momen lebaran Idul Fitri, ada pula yang sibuk
mempersiapkan diri bertamasya bersama keluarga,
teman, dan kekasih.
Hari itu muda-mudi, tidak sedikit pula yang
sudah berkeluarga dan anak-anak tumpah-ruah di
pusat-pusat wisata. Mereka melepas lelah setelah
sebulan lamanya berpuasa.
Di Kecamatan Dampelas banyak pilihan tempat
bertamasya. Ada Danau Dampelas dan Bayabi di Desa
Talaga, Pantai Majang di Desa Rerang, Ogo Dampelas,
Tanjung Dampelas dan Bambahano di Desa Sabang.
Masing-masing lokasi wisata itu menawarkan pesona
alam yang berbeda satu sama lainnya.
Batu cadas yang di atasnya ditumbuhi
pepohonan keras, pasir putih mengkilap, ombak
bergulung, tiupan angin, artefak tapak kaki, karang
bawah laut, pohon rindang nan tawaran kuliner
tradisional dapat dijumpai di Bambahano, 150
kilometer arah pantai barat Kota Palu. "Di sini cocok
olahraga air seperti ski terutama saat teduh. Bagus
juga untuk bola pantai karena pasirnya halus dan
bersih," kata Kiki, warga setempat.
Bambahano adalah dua suku kata dari bahasa
Dampelas. "Bamba" artinya muara. "Hano" artinya
danau. Bambahano berarti muara danau.
Saat air laut surut, air danau Dampelas ikut
mengalir ke laut. Itulah sebabnya masyarakat Sabang
menyebutnya sebagai muara danau. Jarak pantai dan
danau kurang dari satu kilometer diantarai hutan dan
semak belukar. Dalam hutan itu terdapat ekosistem
A
19 20
flora dan fauna seperti burung belibis dan tanaman
pemakan serangga sehingga dapat dijadikan
ekowisata untuk kepentingan penelitian. Keunikan
itulah salah satu alasan orang berkunjung ke
Bambahano. Selain menyebur ke laut, juga bisa
membilas badan dengan air danau. Jika air pasang,
rasa air di sana payau.
Lokasi wisata ini bentuknya seperti tanjung.
Posisinya di tepi pantai. Sekitar 40 meter dari darat,
terdapat dua gumpalan batu besar menyerupai pulau
kecil. Di atasnya ditumbuhi pepohonan keras tahan
air asin. Menyeberang ke batu itu bisa dengan
berjalan kaki jika air dalam posisi surut. Banyak
pengunjung berpose dengan latar tebing batu cadas.
"Kalau air pasang, kelihatan dua batu itu seperti
pulau kecil tidak berpenghuni," kata Kiki.
Menurut Kiki, karang bawah laut di sekitarnya
sebagian masih terawat. Sejak akhir tahun 1980-an,
pemerintah desa di Sabang sudah melarang
mengambil batu karang di sekitarnya. Meski masih
ada aktivitas pengambilan karang untuk material
pembangunan rumah tapi jauh dari lokasi itu.
Wisata Bambahano itu pertama kali dibuka
oleh Pengurus Karang Taruna Desa Sabang sekitar
tahun 2005 lalu. Mereka terdorong membuka akses
ke lokasi itu karena misteri alamnya. Sekelompok
generasi muda yang tergabung dalam Karang Taruna
membuka semak belukar di sana. Pohon-pohon kecil
mereka tebang. Pohon besar nan rindang disisakan
untuk tempak berteduh. "Jadilah dia seperti sekarang
ramai dikunjungi orang terutama musim lebaran,"
kata Kiki. "Beberapa tahun lalu saya lihat ada orang
bule datang ke sini untuk sebuah penelitian," katanya.
Dua tahun setelah dibukanya lokasi itu,
pemerintah Kabupaten Donggala, di bawah
kepemimpinan Bupati Adam Ardjad Lamarauna
mengaspal jalan menuju lokasi itu. Jaraknya sekitar
1,5 kilometer dari jalan trans Sulawesi. Kini
Kendaraan roda dua dan empat bisa didaratkan
langsung ke bibir pantai Bambahano.
21 22
Jarak tempuh dari Kota Palu ke Bambahano
kurang lebih 150 kilometer arah pantai barat.
Biasanya ditempuh tiga jam paling lama dengan
kecepatan rata-rata 50 kilometer per jam.
Belakangan ini jalan dan jembatan di jalur
pantai barat Donggala tembus ke Kabupaten Tolitoli
sejak tahun 2010 sudah mulus. Lebar bahu jalannya
rata-rata enam meter. Melesat dengan kendaraan
roda duapun tak terasa segera sampai ke Bambahano.
Menuju Bambahano bisa dengan kendaraan
umum atau kendaraan pribadi. Menggunakan
kendaraan pribadi bisa berangkat dari Palu kapan
pun. Pagi-pagi lebih baik sehingga bisa tiba di
Bambahano pagi pula. Sore bisa kembali lagi setelah
seharian bercengkrama dengan keindahan alam di
sana. Bagi yang ingin bermalam, di sana ada tempat
beristirahat meski belum representatif. Tetapi ada
pilihan penginapan di Desa Sabang.
Sebelum masuk ke Bambahano, Anda lebih
dulu bertemu dengan Danau Dampelas atau danau
Talaga yang teduh di bawah kaki gunung Sitangke
sebagai zona penyangga danau itu. Di sana
pengunjung bisa melepaskan lelah sesaat di pinggir
jalan dekat danau. Jika membawa kail, bisa
menumpang mancing ikan tawar, setelah itu
melanjutkan perjalanan. Tidak lebih dari 20 menit
sampai ke Bambahano. Sekali jalan, Anda bisa
menikmati dua pesona alam yang unik, danau
Dampelas dan pesona laut Bambahano.
Keunikan Mitologi
Menurut Budayawan Hapri Ika Poigi,
keberadaan Bambahano tidak terlepas dari mitologi
Sawerigading dan Nahadiya Dampelas. Awalnya
danau dan laut di teluk itu menyatu, tetapi karena
perseteruan Sawerigading dan Nahadiyah Dampelas,
sehingga teluk itu tertutup dan terbentuklah danau
Dampelas. "Makanya di Bambahano itu ada artefak
23 24
kaki yang besar di atas batu," kata magister Fakultas
Budaya Universitas Gadjah Mada itu.
Jika air laut surut artefak kaki--warga di
Dampelas menyebutnya kaki Sawerigading-- dapat
dilihat jelas. Tapak kaki itu menempel di atas batu
lengkap dengan lima jarinya.
Dampelas kata Hapri adalah salah satu suku
bangsa yang berdiri sendiri. Memiliki ciri tersendiri
sebagai suku bangsa seperti bahasa, budaya dan adat
istiadat. "Dampelas itu bukan sub etnis atau bagian
dari etnis tertentu tetapi Dampelas adalah sebuah
suku bangsa yang keberadaannya tidak terlepas dari
mitologi Nahadiya Dampelas," kata Hapri.
Di Dampelas terdapat beberapa lokasi wisata
yang bisa dijadikan destinasi pariwisata diantaranya
adalah danau Dampelas dan Bambahano. Dua tempat
ini memiliki daya tarik yang dapat membentuk sistem
yang sinergi dalam menciptakan dan memotivasi
kunjungan wisatawan.
Menurut Hapri, danau Dampelas dan
Bambahano dapat dikembangkan sebagai objek
wisata yang berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan. Selain pesona alam di sana juga terdapat
ekowisata untuk kepentingan penelitian. "Tempat ini
sebetulnya unik karena hanya di sana ada danau yang
bersebelahan dengan laut ditambah lagi ekosistem
flora dan faunanya. Apalagi ditambah dengan budaya
lokal masyarakat Dampelas, lengkap sekali untuk
destinasi pariwisata," kata Hapri.
Dosen pada Universitas Tadulako ini
mengatakan, pemerintah daerah tampaknya belum
fokus mengembangkan daerah tersebut sebagai
potensi wisata yang memiliki keunggulan. Pemerintah
kata Hapri mestinya sudah bisa melakukan gebrakan
iven untuk memperkenalkan wisata danau Dampelas
dan Bambahano salah satunya melalui festival danau
Dampelas.***
25 26
Sentuhan Tangan Cengyang Mencengangkan
ew England Journal of Medicine,
mempublikasikan temuan penting
manfaat mandi air panas.
Penderita diabetes yang menghabiskan waktu selama
setengah jam berendam dalam air suam dapat
menurunkan tingkat gula darah sebesar 13 persen.
Mungkin ini yang menginspirasi masyarakat di
Tolitoli sehingga rajin mengunjungi pusat
permandian air panas di Buntuna.
Permandian ini dikelola swasta. Setiap hari
libur tempat ini ramai dikunjungi orang, hanya untuk
menikmati air panas atau sekadar melepaskan
kepenatan bersama keluarga.
“Permandian Lorenz” nama pusat permandian
itu. Letaknya hanya sekitar lima kilometer arah
selatan kota Tolitoli, tepatnya di desa Buntuna,
Kecamatan Baolan. Menuju ke tempat ini aksesnya
sangat mudah, bisa dengan angkutan kota ataupun
dengan kendaraan pribadi. Tapi umumnya yang
datang ke tempat ini menggunakan kendaraan
pribadi roda dua ataupun roda empat. Area parkirnya
luas dan terletaknya tak jauh dari jalan trans
Sulawesi.
Dulu tempat ini tidak begitu dikenal, namun
sejak dibukanya permandian itu tahun 2007 lalu
nama Buntuna menjadi dikenal setelah seorang warga
keturunan Tionghoa bernama Ceng, menyulap lokasi
itu menjadi pusat wisata perkotaan. Ceng mengaku
melirik tempat ini karena ada air panas yang keluar
dari perut bumi. Ceng tidak hanya mengandalkan air
panas itu untuk menarik pengunjung, ia juga
membuat dua kolam renang yang cukup luas. Satu
khusus untuk anak-anak, satunya lagi untuk orang
dewasa. “Karena sudah mendesak dan saya tidak tahu
beri nama apa, sehingga saya beri saja nama Lorenz,”
N
27 28
kata Ceng menjelaskan ihwal berdirinya permandian
Lorenz itu.
Meskipun pengelolanya memberi nama Lorenz,
tetapi orang lebih mengenal permandian Buntuna.
Pusat permandian air panas di Tolitoli ini grand
openingnya digelar awal tahun 2007 bersamaan
dengan pergantian malam tahun baru 2006 ke 2007.
Sejak itulah nama Permandian Lorenz menjadi
terkenal. Tapi sebagian besar masyarakat
menyebutnya dengan permandian Buntuna. “Saya
juga tidak mengerti kenapa saya harus berikan nama
Lorenz, ini hanya kebetulan saja,” jelas Ceng yang
juga pengusaha angkutan sewa/rental ini.
Untuk masuk ke arena permandian ini setiap
orang dewasa dikenakan tarif Rp10.000,-. Dengan
harga itu, pengunjung sudah bisa menikmati air
panas dan sejuknya air kolam renang. Di sini juga
tersedia pisang goreng yang bisa dipesan kapan saja.
Pisangnya enak, sambelnya pedas. Bisa dicicipi jika
lelah berenang.
Air panas yang bersumber dari perut bumi di
Buntuan sudah dikelola secara modern, sehingga
setiap orang ingin mandi bersama keluarganya sudah
tertutup dari pandangan orang lain. Di atas tanah tak
jauh dari sumber air panas dibuatkan satu gedung
khusus. Bentuk arsitekturnya bulat, lalu disekat
menjadi tiga bagian. Masing-masing bagian memiliki
pintu sendiri, sehingga bisa ditutup rapat saat
pengunjung mandi.
Di dalam ruangan yang luasnya sekitar 3 x 3
meter itu sudah ditegel. Terdapat bak lonjong yang
bisa menampung ratusan liter air. Pengunjung tinggal
memutar kran saja. Jika airnya dirasa sudah cukup,
bisa langsung merendam badan sehingga serasa
mandi di rumah sendiri.
Agar sirkulasi air lancar, pengelola membuat
satu pembuangan. Dengan pembuangan ini air bisa
diganti kapan saja sesuka pengunjung. “Air panas itu
bersumber dari mata air panas, lalu kami sedot
dengan mesin sehingga bisa mengalir dengan lancar,”
29 30
kata Wayan Suwiyantara, salah seorang mantan
karyawan pengelola air panas Buntuna itu.
Wayan mengaku terlibat sejak awal dalam
pembuatan permandian air panas tersebut. Karena
itulah katanya, dia mengetahui persis teknik dan
desain dari pusat permandian air panas yang kini
makin digemari masyarakat Tolitoli ini.
Menurut dia, suhu air panas Buntuna ini cukup
tinggi sehingga untuk bisa mandi sebagian
pengunjung harus menunggu hingga suhu panasnya
sedikit turun.
Hampir semua lapisan masyarakat, mulai dari
pejabat, pengusaha, pelajar, dan pekerja swasta sudah
pernah merasakan indahnya air panas Buntuna.
Selain sebagai tempat wisata, air panas ini juga
diyakini bisa mengobati sejumlah penyakit seperti
gatal-gatal, kudis, kurap, dan rematik. Konon
kabarnya, air panas ini juga bisa membakar lemak
sehingga tidak sedikit kalangan ibu datang mandi di
tempat ini.
Tamu dari luar daerah yang datang ke Tolitoli
sebagian diantaranya berkunjung ke tempat ini. Salah
satunya adalah Firdaus Dulgani, seorang warga di
Kompleks Sumir, Pondok Gede, Banten. Firdaus yang
kebetulan datang berlibur ke Tolitoli mengaku
tertegun melihat tempat wisata air panas Buntuna ini.
Di Jakarta sendiri katanya, jika ingin mandi air panas
yang mengandung zat blerang ia kerap ke Bogor
dengan perjalanan yang cukup jauh dibanding
permandian air panas Buntuna yang hanya sekitar
lima kilometer dari pusat kota Tolitoli.
Hal yang sama juga diakui Umar Alatas, wakil
ketua DPRD Tolitoli 2004-2009. Dia mengaku
hampir setiap hari libur ia menyempatkan diri
berkunjung ke permandian Buntuna ini. Tujuannya
hanya untuk mandi air panas dan berenang di kolam
permandian.
Agar lokasi ini terjaga dari kotoran dan tetap
steril, pihak pengelola tidak mengizinkan pengunjung
menggunakan alas kaki selama di lokasi permandian
31 32
yang luasnya hampir setengah dari lapangan sepak
bola ini. Masih banyak “harta karun” wisata di
Tolitoli hingga kini belum tergarap secara maksimal
sehingga kurang dikunjungi wisatawan domestik
apalagi manca negara. Permandian air panas Buntuna
adalah satu dari sekian banyak “harta karun” wisata
yang masih mengendap di bumi ini.***
33 34
Lain Sabang Lain Pula Keindahannya
ore itu langit di Tolitoli, tampak cerah
setelah sebelumnya angin kencang dan
hujan lebat menyiram bumi Tolitoli.
Meskipun terdapat genangan air di sana-sini, namun
barisan ribuan pohon cengkeh yang berjejer rapi
pada semua bukit di pegunungan Tolitoli tampak
semakin hijau dan menambah indahnya
pemandangan daerah produsen cengkeh terbesar di
Indonesia ini.
Di Tanjung Sabang, Kecamatan Galang, sore itu
deburan ombak pantai memukul kesunyian sebuah
tempat wisata pantai di desa itu. Tidak ada
kedengaran dentuman musik ataupun bunyi
kendaraan seperti biasanya di sejumlah tempat wisata
lainnya.
Kesunyian di kawasan wisata sedikit terusik
oleh deru suara mobil Avanza yang melesat ke pusat
wisata Tanjung Sabang sekitar 15 kilometer arah
Utara kota Tolitoli yang beberapa orang dan sangkar
burung Elang Laut.
Enam ekor burung Elang Laut milik Iskandar
Dahlan, seorang pecinta satwa di Tolitoli, diangkut ke
pusat wisata itu. Satwa langka yang masuk kategori
dilindungi ini akan segera dilepas dan menghirup
udara bebas di Tanjung Sabang. "Saya memilih tempat
ini karena merupakan objek wisata. Siapa tahu
mereka bisa berkembang biak dengan nyaman di
lokasi ini," kata Iskandar, beberapa saat sebelum
melepas satwa yang sudah dipeliharanya selama
enam bulan.
Tanjung Sabang Tolitoli adalah obyek wisata
yang sudah lama dikenal penduduk lokal. Sebelum
Pemkab setempat menetapkannya sebagai objek
wisata, tempat itu dulunya dipakai sebagai lokasi
camping anak-anak Pramuka dan OSIS. Luas lokasi
S
35 36
yang sudah tertata kira-kira dua hektar dengan
panjang pantainya yang berpasir bersih beberapa
ratus meter.
Untuk menuju ke tempat itu tidak lebih dari
dua kilometer dari desa Sabang. Jalannya bagus
karena diaspal, meskipun belum semulus jalan dalam
kota.
Menurut H. Abdul Rahman, anggota DPRD
Tolitoli, pada tahun 2006 lalu jalan menuju ke lokasi
itu dianggarkan dalam APBD. Tujuannya agar akses
menuju objek wisata pantai ini semakin mudah.
"Anggarannya memang tidak seberapa, tetapi
sedikitnya telah membantu kelancaran akses masuk-
keluar para wisatawan," kata Rahman tanpa merinci
anggaran yang dimaksud.
Di dalam lokasi ini juga sudah dibangun
sejumlah fasilitas tempat istirahat meskipun tidak
semewah umumnya tempat wisata. Selain itu juga
terdapat rumah adat yang kerap dijadikan tempat
menginap atau sekadar beristirahat bagi wisatawan
domestik.
Agar tertata rapi, di sana juga dibangun jalan-
jalan setapak dengan menggunakan paving block
yang menghubungkan satu tempat dengan tempat
lainnya. Lokasi wisata ini terbilang aman karena jauh
dari jangkauan penduduk desa, sehingga sangat
bagus bagi para wisatawan yang menginginkan
ketenangan.
Di pintu masuk obyek wisata tersebut dibangun
pula sebuah pos penjagaan. Sekelilingnya dipagari
kawat berduri, sehingga setiap orang yang masuk-
keluar bisa dideteksi oleh petugas. Juga, beberapa
meter dari pintu masuk dipasangi portal, sehingga
kendaraan yang masuk, bisa melapor kepada petugas
jaga.
Di bagian barat objek wisata ini, sejauh mata
memandang terhampar lautan bebas yang
berhadapan dengan Pulau Kalimantan di bagian
Timur. Pemandangan hanya sedikit terhalang dengan
37 38
sebuah pulau kecil yang luasnya tidak kurang dari
ukuran lapangan sepak bola. Jarak pulau ini dengan
daratan Pulau Sulawesi hanya sekitar 250 meter,
sehingga bisa dijangkau dengan mendayung sampan.
Pulau kecil tersebut justru menambah keindahan
Tanjung Sabang.
"Kalau lokasi ini ditata dan dikelola secara
profesional, saya yakin tidak kalah dengan objek
wisata pantai lainnya yang ada di Indonesia," kata
Iskandar, sesaat melepas enam ekor burung elang laut
kesayangannya di tempat itu.
Selain pulau kecil, teluk Sabang juga tampak
dengan keindahan pantainya yang bersih. Kebersihan
pantai ini masih terawat. Pengelolanya menyiapkan
tempat sampah khusus. Jika air laut surut, wisatawan
yang berwisata di tempat ini memungkinkan untuk
main bola di hamparan pasir empuk.
Tidak kalah menarik ialah kesegaran ikan laut
di Teluk Sabang. Hambali Mansyur, tokoh pemuda
setempat, mengatakan umumnya ikan yang dipancing
dari teluk ini adalah ikan karang seperti baronang,
katambak, sunu (Napoleon), dan Tongkol. "Biasanya
orang-orang yang datang membeli ikan segar
langsung dari nelayan, membakarnya sendiri di
pesisir pantai," kata Hambali.
Pantai wisata Tanjung Sabang memang masih
asri nan hijau. Selain terdapat hamparan pasir putih
bersih, juga di belakangnya terdapat pegunungan dan
kayu-kayu besar yang rindang sehingga menambah
kesejukan wisatawan untuk menikmati anugerah
besar yang diberikan Sang Pencipta. Tetapi,
sayangnya, keindahan panorama alam Tanjung
Sabang belum dilirik oleh wisatawan mancanegara.
Pantai wisata Tanjung Sabang lebih banyak
dikunjungi wisatawan lokal yang datang setiap hari
Minggu atau pada hari libur lain, sehingga
memerlukan sentuhan pemerintah daerah dan
pengusaha pariwisata untuk mengembangkannya
menjadi salah satu objek wisata handal di Provinsi
Sulawesi Tengah.***
39 40
Top Related