potensi tambang sulteng

87
DAFTAR ISI DAFTAR ISI i BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang B. Tujuan C. Sasaran 1-1 1-3 1-4 BA II METODE PENDEKAT AN 5 A. Acuan B. Bah an an !erala ta n C. Taha" #egiatan D. Lingk u" #egiatan $-1 $-1 $-1 $-4 BAB III #%&DISI FISI # 'ILA ( A) 3-1 A. #*ta !alu B. #a+u"aten D*nggala C. #a+u"aten !arig i ,*ut*ng D. #a+u"aten !*s* . #a+u"aten ,* r* a li F. #a+ u"aten Banggai /. #a+u"aten Ba nggai #e"ulauan ). #a +u "ate n T *li t*li I. #a+u"aten Bu*l 3-1 3-0 3-15 3-$3 3-35 3-45 3-51 3-55 3-2 BAB I )ASIL I&&T ARI SASI DA T A !%T&SI ,I &RAL A. !en ger tia n !*t ens i Su+er aa ,in era l B. !*tens i Su + eraa ,ineral #*t a !a lu C. !*t ens i Su+er aa ,inera l #a+u" ate n D* ngg ala D. !*t ens i Su+er a a ,inera l #a+u"ate n !ar igi ,*ut*ng . !*t ens i S u+ er aa ,inera l #a+u "at en !*s * F. !*tensi Su+ er aa ,ineral #a+u "at en ,*r*ali /. !*tens i Su+er aa ,ineral #a+u" aten Ba ngg ai ). !*tensi Su+ er aa ,i neral #a+ u"ate n Bang gai #e" ula uan I. !*tens i Su+eraa ,ineral #a+u"aten T*li t*li 6. !*tens i Su+eraa ,ineral #a+u" aten Bu*l 4-1 4-$ 4-$ 4-3 4-4 4-5 4- 4- 4-0 4-7 BAB !,BA)ASA& DA& #SI,!8LA& 5-1 A. !e+ahasan B. #esi"ulan 5-1 5-$ DAFTAR !8STA#A !-1 LA,!IRA&9 Data !*tensi an S"asial L-1 i

description

Inventarisasi

Transcript of potensi tambang sulteng

DAFTAR ISI

DAFTAR ISIi

BAB IPENDAHULUAN1

A. Latar Belakang

B. Tujuan

C. Sasaran1-1

1-3

1-4

BA II METODE PENDEKATAN 5

A. Acuan

B. Bahan dan Peralatan C. Tahap Kegiatan

D. Lingkup Kegiatan 2-1

2-1

2-1

2-4

BAB IIIKONDISI FISIK WILAYAH 3-1

A. Kota Palu

B. Kabupaten Donggala

C. Kabupaten Parigi Moutong

D. Kabupaten Poso

E. Kabupaten Morowali

F. Kabupaten Banggai

G. Kabupaten Banggai Kepulauan

H. Kabupaten Tolitoli

I. Kabupaten Buol 3-1

3-7

3-15

3-23

3-35

3-45

3-51

3-55

3-60

BAB IVHASIL INVENTARISASI DATA POTENSI MINERAL

A. Pengertian Potensi Sumberdaya Mineral

B. Potensi Sumberdaya Mineral Kota Palu

C. Potensi Sumberdaya Mineral Kabupaten Donggala

D. Potensi Sumberdaya Mineral Kabupaten Parigi Moutong

E. Potensi Sumberdaya Mineral Kabupaten Poso

F. Potensi Sumberdaya Mineral Kabupaten Morowali

G. Potensi Sumberdaya Mineral Kabupaten Banggai

H. Potensi Sumberdaya Mineral Kabupaten Banggai Kepulauan

I. Potensi Sumberdaya Mineral Kabupaten Tolitoli

J. Potensi Sumberdaya Mineral Kabupaten Buol 4-1

4-2

4-2

4-3

4-4

4-5

4-6

4-6

4-7

4-8

BAB VPEMBAHASAN DAN KESIMPULAN5-1

A. Pembahasan

B. Kesimpulan 5-1

5-2

DAFTAR PUSTAKA P-1

LAMPIRAN: Data Potensi dan Spasial L-1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bagi Propinsi Sulawesi Tengah, sektor pertambangan dinilai akan memegang peranan penting dalam pembangunan daerah. Hal ini disebabkan karena potensi sumberdaya bahan tambang yang dimiliki cukup besar.

Kegiatan pertambangan merupakan kegiatan yang sangat berpotensi merusak lingkungan karena sifat dasar kegiatan ini yang merubah bentang alam dan memanfaatkan sumberdaya alam yang tidak terbarukan. Karenanya, pengelolaan potensi ini harus dilakukan dengan cermat dan teliti. Namun pengelolaan seperti ini hanya dapat dilakukan bilamana didukung oleh konsep pengelolaan yang jelas dan data potensi yang akurat.

Sejalan dengan itu, arah kebijakan dan prioritas Program Pembangunan Daerah (PROPEDA) Propinsi Sulawesi Tengah menjelaskan bahwa optimalisasi pengelolaan sumberdaya alam, termasuk sumberdaya mineral, sebagai salah satu sumber penerimaan daerah dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa konstribusi penerimaan daerah yang bersumber dari pemanfaatan sumberdaya alam perlu dilakukan secara berkelanjutan melalui program kegiatan sebagai berikut:

1. Penyiapan data dasar sumberdaya alam

2. Peningkatan akses informasi sumberdaya alam

3. Manajemen sumber daya alam dan lingkungan hidup berbasis masyarakat

4. Penegakan hukum pengelolaan sumberdaya alam.

Pemanfaatan sumberdaya alam untuk kegiatan pembangunan telah berlangsung sejak lama dengan peningkatan yang pesat seiring dengan gerak pembangunan dan peningkatan jumlah penduduk. Keberadaan sumberdaya alam merupakan bagian yang menyatu dengan pembangunan itu sendiri dalam konteks pembangunan berkelanjutan, sehingga kebutuhan pemanfaatan sumberdaya alam menjadi bagian masa kini maupun dimasa mendatang.

Pemanfaatan sumberdaya alam cenderung lebih mengutamakan upaya peningkatan produksi, dimana eksploitasinya pada umumnya belum mengacu pada standar/kaidah pengelolaan yang tidak menganggu keseimbangan lingkungan. Berbagai kerusakan lingkungan yang terjadi pada umumnya disebabkan oleh kurangnya informasi mengenai keberadaan sumberdaya alam, sehingga ekploitasi berlangsung begitu saja sepanjang masih terdapat cadangan.

Kerusakan lingkungan hidup dapat diminimalisir dengan adanya suatu informasi yang akurat mengenai ketersediaan sumberdaya alam dan seberapa besar dari ketersediaan tersebut dapat dieksploitasi sehingga keseimbangan lingkungan hidup dapat dipertahankan. Salah satu bentuk informasi yang perlu disiapkan adalah Neraca Sumberdaya Alam Spasial Daerah (NSASD).

Gagasan penyusunan NASSD merupakan pemecahan atas kebutuhan yang mendesak tentang perlunya pertimbangan keseimbangan antara pemanfaatan sumberdaya alam di satu pihak serta kelestarian fungsi lingkungan dan sumberdaya alam di sisi lain.

Pada awalnya Neraca Sumber Daya Alam belum berbentuk informasi spasial, tetapi masih dalam bentuk data statistik. Pemuatan data spasial dalam penyusunan NSAD diberlakukan berdasarkan INMENDAGRI no. 39/1995 tentang penyusunan NKLD dan NSAD. Penyusunan Neraca Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup D(NSALHD) mencakup unsur alam, manusia dan aktivitasnya, serta dampak dari kegiatan manusia dalam memanfaatkan sumberdaya alam. Unsur alam dan proses kegiatan manusia akan mendapatkan dampak manfaat dan dampak sampingan. Keduanya saling interaksi dan interdependensi dalam satu sistem lingkungan hidup. Keselarasan sistem tersebut dalam suatu wilayah menjadi kebutuhan mahluk hidup di lingkunganya (mikro) maupun lingkungan luas (makro).

Penyusunan NSALHD meliputi kegiatan penyusunan Neraca Sumber Daya Alam Spasial Daerah (NSASD) yang mencakup unsur potensi cadangan sumber daya alam dan unsur pemanfaatan sumberdaya alam, sehingga keseimbangan lingkungan dapat dipantau atau di evaluasi melalui penyusunan NSASD. Penerapan hasil kegiatan ini diharapkan dapat membantu langkah-langkah Pemerintah Daerah dalam menusun kebijakan pengelolaan sumberdaya alam untuk pembangunan yang berkesinambungan.

Penyusunan NSASD kali ini hanya difokuskan pada sumberdaya mineral dengan pertimbangan bahwa infomasi mengenai cadangan, pemanfaatan dan saldo mineral yang dimiliki oleh Propinsi Sulawesi Tengah belum terpantau secara keseluruhan.

B. Tujuan

Tujuan penyusunan NSASD ini adalah:

1. Untuk mengetahui Perimbangan (Neraca) Potensi Sumberdaya Mineral selama periode waktu tertentu di Propinsi Sulawesi Tengah.

2. Untuk mengetahui data mutakhir tentang potensi/sebaran dan kondisi minerall di Propinsi Sulawesi Tengah.

3. Untuk mengetahui terjadinya kecenderungan perubahan potensi sumberdaya mineral dii Propinsi Sulawesi Tengah.

4. Untuk mengetahui nilai ekonomi (peluang nilai ekonomi) mineral yang ada dii Propinsi Sulawesi Tengah.

5. Menyajikan cadangan dan pemakaian mineral secara spasial dalam bentuk peta neraca sumberdaya mineral.

C. Sasaran

Sasaran penyusunan neraca sumberdaya mineral adalah tersedianya data tentang informasi sumberdaya mineral Propinsi Sulawesi Tengah spasial dalam bentuk sistem informasi geografis yang diharapkan dapat menjadi suatu masukan dalam proses perencanaan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

BAB II

METODE PENDEKATAN

A. Acuan

Pelaksanaan kegiatan ini mengacu pada petunjuk teknis penyusunan Neraca Sumberdaya Alam (Mineral) Spasial Propinsi Sulawesi Tengah.

B. Bahan dan Peralatan

Jenis bahan yang digunakan adalah:

1. Peta rupabumi digital skala 1 : 250.000

2. Peta geologi

3. Peta sebaran mineral.

Jenis peralatan yang digunakan adalah:

1. Seperangkat softwere/hardware: Arc Info dan Digitizer

2. Softwere Arc View

3. Plotter/printer colour ukuran Ao.

C. Tahap Kegiatan

Secara garis besar tahapan kegiatan meliputi inventaris data, input data, proses pengolahan data, analisis data dan penyajian informasi.

1. Inventarisasi Data

a. Kegiatan ini merupakan pengumpulan data dan peta yang telah ada dari instansi terkait.

b. Untuk data yang belum ada diinventarisir dari laporan-laporan penelitian terdahulu yang diperoleh dari berbagai sumber dan konfirmasi lapangan, termasuk informasi masyarakat.

Khusus untuk inventarisasi kondisi geologi dilakukan atas dasar peninjauan lapangan dan studi laporan-laporan terdahulu. Inventarisasi kondisi geologi wilayah studi menggunakan peta geologi skala 1 : 250.000 (PPPG Bandung, 1973 1995) sebanyak 12 lembar peta, analisis terhadap peta rupabumi skala 1 : 50.000 ((BAKOSURTANAL, 1991 dan 1992) sebanyak 74 lembar peta dan pengamatan lapangan. Inventarisasi dilakukan per wilayah administrasi kabupaten/kota.

Di samping peta-peta tersebut, beberapa data acuan juga digunakan, yaitu peta sebaran sumberdaya mineral logam Propinsi Sulawesi Tengah skala 1 : 750.000 (1 lembar) dan peta sebaran sumberdaya mineral non logam Propinsi Sulawesi Tengah skala 1 : 750.000 (1 lembar). Acuan penting lainnya juga mencakup peta-peta yang memperlihatkan batas-batas wilayah Kuasa Pertambangan dan Kontrak Karya ataupun peta-peta yang menunjukkan lokasi operasional kegiatan pertambangan.

Untuk pendataan spasial digunakan peta rupabumi skala 1 : 50.000 yang mencakup seluruh wilayah Propinsi Sulawesi Tengah. Pendataan dilakukan juga per wilayah administrasi kabupaten/kota.

2. Input Data

a. Membuat desain data yang akan dijadikan masukan, jenis data baik yang bersifat spasial dan numerik.

b. Pembuatan peta dasar dan peta tema di digitasi dengan menggunakan softewere Arc/Info yang disusun ke dalam layer-layer yang sudah baku.

c. Dalam pelaksanaan digitasi minimal digunakan 4 titik ikat (tic_id).

3. Pengolahan Data

Data yang diperlukan untuk penyusunan Neraca Sumberdaya Mineral terdiri dari data cadangan (potensi) dan data produksi (eksploitasi). Data yang diperlukan dalam penyusunan Neraca Sumberdaya Mineral meliputi:

a. Data cadangan setiap komoditi sumberdaya mineral (bahan galian).

b. Data produksi tahunan setiap komoditi mineral (bahan galian).

c. Harga setiap komoditi sumberdaya mineral (bahan galian) yang berlaku di pasaran.

Data tersebut dituangkan ke dalam format tabel lokasi dan cadangan sumber daya mineral. Selanjutnya mengisi data inventarisasi dan data produksi tahunan setiap komoditi sumberdaya mineral. Neraca sumber daya mineral yang disusun disajikan dalam bentuk tabel berisi aktiva dan pasiva dari setiap komoditi mineral. Pengisian dan perhitungan aktiva dan pasiva akan menghasilkan saldo akhir sumber daya mineral

4. Analisis Data

Dalam menganalisis data geografi pada softwere Sistem Informasi geografi (GIS) Arc / Info dilakukan dengan cara tumpang susun (overlay).

5. Penyajian Data / Informasi

a. Peta yang dihasilkan adalah Peta Neraca Sumberdaya Mineral Spasial Propinsi Sulawesi Tengah skala 1 : 250.000., atau disesuaikan dengan ukuran kertas Ao.

b. Penyajian peta dilakukan dengan menggunakan Softwere Arc View yang dibuat sesuai standar peta yang telah ada.

c. Informasi tersebut disajikan dalam bentuk cetak (paper print) dan di dalam softcopy (dengan media CD-ROM) serta deskripsi dan hasil analisis yang dikemas dalam bentuk buku laporan.

D. Lingkup Kegiatan

Sasaran penyusunan neraca sumberdaya mineral spasial skala 1 : 250.000 adalah seluruh wilayah Propinsi Sulawesi Tengah dan memprediksi potensi yang masih ada.

BAB III

KONDISI FISIK WILAYAH

Untuk mendapatkan rona wilayah studi yang relatif rinci, maka wilayah studi dibagi atas 9 daerah administrasi yang ada di Propinsi Sulawesi Tengah. Rona wilayah yang akan ditonjolkan di sini adalah kondisi geologi daerah yang bersangkutan. Karena kondisi ini terkait erat dengan keterdapatan sumberdaya mineral.

A. Kota Palu

1. Letak Geografis dan Batas Administrasi

Secara adminstratif, Kota Palu adalah Ibu Kota Propinsi Sulawesi Tenha yang terbagi atas 4 kecamatan dan 43 kelurahan. Kota Palu dengan wilayah seluas 395,06 km2 berada pada dataran Lembah Palu dan Teluk Palu yang secara geografis terletak antara 0o 36" - 0o 56" LS dan 119o 45" 121o 1" BT tepat berada di bawah garis katulistiwa, dengan ketinggian 0 700 meter di atas permukaan laut.

Secara administrasi dibatasi oleh:

a. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Donggala dan Teluk Palu

b. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Donggala dan Kecamatan Parigi di Kabupaten Parigi Moutong

c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Donggala

d. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Donggala.

2. Hubungan ke Wilayah Studi

Dari sisi aksesibilitas, seluruh kelurahan/desa yang terdapat di Kota Palu sudah dapat diakses dengan kendaraan baik roda dua maupun roda empat. Posisi sebagai ubukota propinsi merupakan salah satu penunjang ketersediaan prasarana transportasi ini.

3. Iklima. Suhu dan Kelembaban Udara

Kota Palu memiliki 2 musim yakni musim panas yang terjadi antara April September dan musim hujan pada Oktober Maret. Hasil pencatatan suhu udara pada 2002, suhu maximum tertinggi terjadi pada Oktober (35,9 oC) dan suhu udara maximum terendah pada Juni (31,1 oC). Sedangkan suhu udara minimum tertingggi terjadi pada Oktober yakni 24,3 oC dan suhu udara minimum terendah pada April dan Mei yang mencapai 22,6 oC.

Kelembaban udara antara 66 82%. Kelembaban udara rata-rata tertinggi terjadi pada Juni yang mencapai 82%, sedangkan kelelmbaban udara rata-rata terendah pada Oktober yakni 66%.

b. Curah Hujan dan Keadaan Angin

Curah hujan tertinggi pada 2002 terjadi pada April yakni 125 mm, dan pada Nopember 115 mm. Sedangkan curah hujan terendah pada Juli dan Oktober yakni 2 mm. Kecepatan angin rata-rata berkisar antara 5 7 knots, di mana kecepatan angin maksimum mencapai 15 hingga 21 knots. Arah angin pada 2002 masih berada apada posisi yang sama dengan tahun sebelumnya yaitu datang dari posisi 315o - 360o.

4. Kondisi Geologi

a. Fisiografi1) Morfologi

Wilayah Kota Palu dicirikan oleh bentuk utama berupa lembah dimana pusat Kota terletak di bagian tengah dari lembah tersebut. Letak ini pula yang berpengaruh terhadap sebaran populasi yang relatif memusat di bagian tengah lembah.

Orientasi lembah ini mengikuti arah utama jalur pegunungan di kedua sisinya, yaitu berarah relatif utara selatan. Secara geologis, orientasi fisiografi ini berhubungan dengan proses struktur yang terjadi serta jenis batuan yang menyusun Kota Palu, dimana sisi kiri dan kanan Kota Palu merupakan jalur patahan utama, yaitu patahan Palu-Koro serta wilayahnya disusun oleh batuan yang lebih keras dibanding material penyusun bagian lembah.

Morfologi Kota Palu terdiri atas tiga satuan utama, yaitu satuan morfologi dataran, satuan morfologi bergelombang dan satuan morfologi perbukitan.

Satuan morfologi dataran menyebar di bagian tengah Kota Palu dengan pusat Kota terletak di bagian tengah. Morfologi ini disusun utamanya oleh satuan aluvial dengan komposisi pasir, pasir lempungan, lanau dan pasir kerikilan.

Satuan morfologi bergelombang, terutama terletak di bagian timur, di sekitar Paboya serta di batas bagian barat daya, yaitu Kabonena. Penyusun utama morfologi ini berupa batuan konglomerat dari Formasi Molase Sarasin dan Sarasin serta material aluvial yang agak terkeraskan.

Satuan morfologi perbukitan merupakan morfologi yang membatasi Kota Palu dengan Kabupaten Donggala, dengan penyebaran utama di bagian barat atau sisi timur G. Gawalise. Morfologi ini dominan disusun oleh batuan dari Formasi Molase Sarasin dan Sarasin berupa Konglomerat.

2) Pola Aliran dan Karakteristik SungaiBerdasarkan pengamatan terhadap peta rupabumi dan peta situasi yang ada serta hasil pengamatan lapangan erhadap daerah saliran sungai, secara umum pola aliran sungai yeng terbentuk di Kota Palu adalah Pola Aliran Sungai Dendritik, dimana dicirikan oleh adanya pola yang tidak beraturan, dimana hal ini menjadi pula salah satu karakteristik dari wilayah yang disusun oleh material serupa.Dalam hal ini, material penyusun berupa aluvial serta konglomerat.

Sungai Palu yang merupakan induk atau tempat bermuaranya sungai-sungai yang ada di wilayah lembah menempati bagian tengah wilayah Kota Palu. Sungai ini merupakan sungai permanen. Adapun sungai-sungai lain yang utama di wilayah Kota Palu adalah Sungai Palupi, S. Paboya, S. Kawatuna, S. Taipa, S. Kayumalue, S. Tawaeli, S. Duyu, S. Watusampu dan S. Tipo. Kecuali sungai Kayumalue, sungai-sungai lainnya bersifat sungai tadah hujan. Stadium erosi sungai-sungai di atas adalah dewasa sampai tua.

b. Stratigrafi dan LitologiBerdasarkan hasil pegamatan lapangan dan studi terhadap laporan-laporan terdahulu,stratigrafi dan litologi yang meyusun wilayah Kota Palu terdiri :dari Kompleks Batuan Metamorf, Batuan Molase, Granit dan Granodiorit, Endapan Sungai dan pantai.

1) Komplek Batuan Metamorf

Batuan ini terdapat di sekitar perbatasan timur Kota Palu dengan Kabupaten Parigi Moutong, umumnya bersusunan sekis dan sebagian kecil genes. Batuan sekis pada umumnya terkekarkan dengan tingkat pelapukan permukaan yang lebih intensif dibanding batuan genes. Batuan lain penyusun formasi ini adalah kuarsit dan pualam. Umur formasi adalah Pra Tersier.

2) Formasi Tinombo

Formasi ini disusun oleh batuan-batuan berupa serpih, batupasir, batu lanau, konglomerat, batuan vulkanik, batugamping dan rijang, termasuk pula filit, batusabak dan kuarsit. Umur formasi Eosen - Oligosen. Di sekitar wilayah Kota Palu formasi ini terdapat di wilayah Palu barat bagian barat.

3) Batuan Vulkanik

Batuan gunung api umum umumnya bersifat andesitik, tersebar di banyak tempat namun tidak meluas. Ukuran kristal batuannnya umumnya halus. Juga terdapat batuan lain berupa lava, breksi andesit dan basal. Di sekitar wilayah Kota Palu dan kabupaten Donggala batuan ini terdapat di Lolioge yang selanjutnya menerus ke wilayah Kabupaten Donggala. Umur batuan diperkirakan menjemari dengan Formasi Tinombo, yaitu pada kala Eosen.

4) Batuan intrusi

Batuan intrusi yang terbentuk di Kota Palu berkomposisi granit-granodioritik. Penyebaran utama adalah di bagian barat (sisi timur G. Gawalise), di Watutela dan sekitar perbukitan Paboya. Sifat fisik batuan telah terkekarkan dan sebagian telah mengalmi pelapukan kuat.

5) Formasi Molase Sarasin dan Sarasin

Formasi ini terdiri dari konglomerat, batupasir, batulanau dan batulempung. Penyebarannya yang cukup luas adalah dibagian utara, timur, selatan dan barat. Batuan ini merupakan penyusun utama material di wilayah pinggiran Kota Palu. Sifat perlapisan pada batuan ini sangat buruk sampai dengan tidak nampak perlapisannya.

6) Aluvium dan Endapan Pantai

Material ini merupakan penyusun utama wilayah lembah Palu. Komposisi material penyusun berupa pasir, lanau, kerikil dan kerakal dengan komposisi/prosentasi ukuran material yang tidak seragam antara tempat satu dengan lainnya.

Satuan dan litologi batuan wilayah Kota Palu dirangkum dan ditabulasikan dalam Tabel 3.1 berikut.

Tabel 3.1 Satuan batuan di wilayah Kota Palu

No.UmurSatuanLitologi

1HolosenAluvium lumpur, lempung, pasir, kerikil dan kerakal

2Pliosen-PleistosenFormasi Molase Sulawesikonglomerat, batupasir, batulanau dan batulempung, batugamping koral, tufa, serpih hitam dan napal

3PliosenGranitgranit dan granodiorit

4EosenBatuan Vulkanikbersifat andesitik

5Eosen-OligosenFormasi Tinomboserpih, batupasir, batu lanau, konglomerat, batuan vulkanik, batugamping dan rijang, termasuk pula filit, batusabak dan kuarsit

6MesozoikumKompleks MetamorfSekis mika, sekis ampibolit, genes dan pualam.

Sumber: Sukamto (1973)

c. Struktur GeologiKota Palu, yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Donggala secara geologis juga termasuk wilayah yang sangat dipengaruhi oleh kegiatan tektonik yang menghasilkan struktur-struktur yang diantaranya mengontrol bentukan-bentukan ataupun timbulan permukaan bumi. Struktur-struktur baik lokal maupun regional dapat dijumpai, baik dengan mengamati peta topografi, kenampakan bentang alam, pengaruhnya pada singkapan dan gejala alam seperti mata air panas. Jalur patahan utama yang terbentuk dan masih aktif berlangsung adalah sesar Palu Koro.

Di samping struktur-struktur regional, juga terbentuk struktur geologi lokal berupa lipatan-lipatan kecil serta kekar-kekar yang terbentuk secara sporadis pada hampir seluruh jenis satuan batuan yang menyusun wilayah ini.

B. Kabupaten Donggala

1. Letak Geografis dan Batas Administrasi

Kabupaten Donggala dengan wilayah seluas 16.703,56 km2 terletak antara 0o 30" LU 2o 20" LS serta 119o 45 121o 45 BT.

Secara administrasi dibatasi oleh:

a. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tolitoli

b. Sebelah timur berbatasan dengan Kota Palu dan Kabupaten Parigi Moutong dan Kabupaten Poso

c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Poso

d. Sebelah barat berbatasan dengan Selat Makassar.

2. Hubungan Ke Wilayah Penelitian

Dari sisi aksesibilitas, lokasi-lokasi penelitian di wilayah Kabupaten Donggala yang sudah dapat diakses dengan lancar. Terdapat beberapa ruas jalan utama yaitu arah Palu-Surumana, Palu-Kulawi, Palu Palolo dan Palu-Pantai Barat. Adapun ruas-ruas jalan daerah untuk mencapai lokasi-lokasi di luar jalan utama sebagian besar sudah dapat diakses, sekurang-kurangnya dengan penggunaan kendaraan roda dua.

3. Iklim

a. Suhu dan Kelembaban Udara

Terdapat 2 musim di Kabupaten Donggala yakni musim panas yang terjadi antara April September dan musim hujan yang terjadi pada Oktober Maret.

Hasil pencatatan suhu udara pada 2001, suhu maximum tertinggi terjadi pada Juli (34,0 oC) dan suhu udara maximum terendah terjadi pada Nopember ( 31,6 oC). Sedangkan suhu udara minimum tertingggi terjadi pada Oktober yakni 23,8 oC dan suhu udara minimum terendah terjadi pada Juni yakni 22,1 oC.

Kelembaban udara antara 73 82%. Kelembaban udara rata-rata tertinggi terjadi pada Pebruari yang mencapai 82%, sedangkan kelelmbaban udara rata-rata terendah terjadi pada Juli dan Agustus yakni 73%.

b. Curah Hujan dan Keadaan AnginCurah hujan tertinggi pada 2001 terjadi pada bulan September yakni 110 mm dan pada Oktober 98 mm. Sedangkan curah hujan terendah pada Juni yakni 24 mm.

Curah hujan tertinggi pada tahun 2002 terjadi pada Januari yakni 367 mm dan pada Juni yakni 306 mm. Sedangkan curah hujan terendah pada Agustus yakni 7 mm.

Kecepatan angin rata-rata berkisar antara 5 6 knots dan kecepatan angin maksimum mencapai 16 hingga 20 knots. Arah angin pada tahun 2001 yaitu datang dari posisi 360o.

4. Kondisi Geologi

a. Fisiografi

1) Morfologi

Wilayah Kabupaten Donggala ditandai oleh sebaran wilayah pegunungan yang cukup dominan. Areal pegunungan yang cukup dominan ini terutama di bagian utara dan barat. Di kedua wilayah ini jalur pegunungan terbentuk memanjang hampir utara selatan. Adapun wilayah yang relatif bersifat dataran hanya menempati luasan yang relatif kecil, dengan luas maksimum areal dataran terletak di wilayah Parigi sampai dengan perbatasan dengan Kabupaten Poso.

Di bagian utara djumpai pegunungan dengan puncak tertinggi, yaitu G. Malino mencapai ketinggian 2500 m sedangkan di bagian barat puncak tertinggi, yaitu G. Gawalise dengan ketinggian 2093 m. Berdasarkan hasil studi terhadap laporan-laporan terdahulu, orientasi utama jalur pegunungan ini sangat berkaitan dengan jalur struktur utama yang terdapat di bagian tengah P. Sulawesi, yaitu jalur sesar Palu Koro dengan arah tenggara baratlaut.

Di bagian tengan wilayah Kabupaten Donggala, yaitu di Kecamatan Dolo dan Marawola, dijumpai kenampakan berupa ciri-ciri struktur yang membatasi satuan morfologi, dimana fisiografi endapan kipas sangat jelas dan membatasi morfologi perbukitan di sisi kanan kiri dengan areal dataran di bagian tengah. Morfologi graben sangat jelas, dan berkaitan dengan tektonik yang telah berlangsung di sepanjang jalu graben tersebut. Pada beberapa bagian di Kabupaten Donggala juga dijumpai terbentuknya dataran tinggi, di antaranya dataran Palolo.

Berdasarkan pada bentuk timbulan atau relief, morfologi Kabupaten Donggala dapat dibagi kedalam tiga satuan morfologi, yaitu morfologi dataran, morfologi perbukitan dan satuan morfologi pegunungan.

Satuan morfologi dataran. Sebaran morfologi ini umumnya pada wilayah pesisir, dataran pada kawasan lembah baik dataran rendah maupun yang bersifat dataran tinggi. Pada bagian pesisir yang paling luas terdapat sepanjang pesisir Parigi hingga Sausu, sedangkan pada pesisir barat yaitu sepanjang Tawaeli sampai dengan Sojol dan Banawa sampai Surumana dan Lalundu morfologi dataran relatif sempit. Di bagian lembah dengan morfologi dataran yang cukup luas terdapat di bagian lembah Palu yaitu di Kecamatan Biromaru, Dolo dan Marawola, dibatasi oleh gawir patahan disisi barat dan jalur pegunungan di sisi timur. Morfologi dataran ini juga terdapat di kecamatan Palolo. Wilayah yang dicakupi oleh morfologi ini merupakan wilayah yang paling potensil sehingga merupakan kawasan hunian/pemukiman dominan. Penyusun utama satuan ini adalah endapan aluvial dan sedimen molasse yang mempunyai kekompakan relatif rendah.

Satuan morfologi perbukitan. Sebaran morfologi ini disamping dipengaruhi oleh jenis batuannya juga berhubungan dengan struktur patahan yang umumnya berpola sejajar. Morfologi perbukitan yang dikontrol oleh jenis batuan yaitu litologi batugamping, batuan sedimen molase dan sedimen formasi Tinombo dengan litologi batulempung, batupasir, konglomerat, batusabak dan batuan volkanik.

Satuan morfologi pegunungan. Morfologi ini merupakan wilayah dengan luasan terbesar dibanding areal pada morfologi dataran dan perbukitan. Di bagian utara, arah punggungan pegunungan relatif timur-barat, di bagian tengah berarah utara-selatan dan di bagian selatan berarah utara baratlaut-tenggara. Elevasi tertinggi di bagian utara adalah 2500 m sedangkan dibagian selatan adalah 2093 m. Penyusun morfologi ini didominasi oleh batuan metamorf, granit dan batuan sedimen formasi Tinombo.

2) Pola Aliran dan Karakteristik Sungai Berdasarkan pengamatan terhadap peta topografi dan peta geologi, secara umum terdapat 2 kenampakan pola aliran sungai di wilayah ini. Kedua pola aliran ini sangat dipegaruhi oleh jenis batuan dan struktur yang terbentuk, yakni pola aliran dendritik dan paralel. Pola dendritik umumnya terbentuk di bagia utara, yaitu di wilayah pegunungan Tinombala dan Malino sedangkan pola paralel umumnya terbentuk di sisi kiri dan kanan graben Palu.

Ditinjau dari faktor topografi untuk akumulasi air, Sungai Palu diinterpretasi sebagai alur dengan akmulasi sungai terbanyak, dimana aliran yang bersumber dari Danau Lindu, Sungai Gumbasa dan sungai-sungai sepanjang jalur utara-selatan pegunugan Gawalise bermuara lembah Palu.

Stadium erosi sungai-sungai di wilayah ini juga dipengaruhi oleh jenis batuan di daerah aliran sungainya. Karenanya, aliran sungai yang melewati formasi aluvial dan batuan molase akan dicirikan oleh sungai dengan stadium dewasa sampai tua.

b. Stratigrafi dan Litologi

Berdasarkan hasil pegamatan lapangan dan studi terhadap laporan-laporan terdahulu, stratigrafi dan litologi yang meyusun wilayah Kabupaten Donggala terdiri dari Kompleks Batuan Metamorf, perselingan serpih, batupasir, konglomerat dan batuan volkanik dari Formasi Tinombo, Batuan Gunung Api, Batuan Molase, Granit dan Granodiorit, Endapan Danau serta Endapan Sungai dan Pantai.

1) Kompleks MetamorfPenyebaran batuan metamorf memanjang dari arah utara ke selatan dan mendominasi puncak punggungan timur Sulawesi bangian tengah dimana kabupaten Donggala terdapat. Dijumpai dua kenampakan fisik berbeda, dimana di bagian timur relatif padat, bersifat genesan dengan penjajaran mineral butiran dominan sedangkan di bagian barat pematang sangat bersifat sekis dengan dominasi mineral pipih.

Di jalur Pakuli sampai dengan Kulawi, batuan metamorf dijumpai berupa metamorfisme batuan asal, yaitu granit. Gejala ini sangat jelas pada jalur-jalur patahan. Umumnya ciri-ciri asal batuan granit masih dapat ditelusuri pada lokasi singkapan batuan.

2) Formasi TinomboPenyebaran batuan metamorf memanjang dari arah utara ke selatan dan mendominasi Formasi Tinombo. Formasi ini menindih batuan metamorf secara tidak selaras. Penyebarannya sangat luas di wilayah kabupaten Donggala baik di bagian timur maupun di bagian barat. Kenampakan khas formasi ini adalah perselingan lapisan batuan batupasir, batulempung, batulanau dengan sisipan lapisan batuan volkanik, batugamping. Umumnya batuan pada formasi ini bersifat rapuh. Pada beberapa tempat formasi ini telah mengalami metamorfisme, terutama di sekitar jalur-jalur patahan.

Di bagian barat Sidondo sampai Omu, yaitu di wilayah perbukitan, formasi ini tersingkap, disusun oleh batupasir, batulempung dan konglomerat. Sedangkan di bagian barat, yaitu dari Marawola sampai dengan baratdaya Kulawi formasi ini sangat dominan. Puncak tertinggi pada pegunungan di bagian barat kabupaten Donggala disusun oleh Formasi ini.

3) Batuan VulkanikSingkapan batuan ini dapat dijumpai secara jelas pada ruas jalan Lolioge sampai dengan Kabonga. Umumnya bersifat andesitik dan berukuran kristal yang halus.

4) Batuan IntrusiBatuan intrusi yang terbentuk di kabupaten Donggala berkomposisi Granit-Granodiorit. Batuan tersebar cukup luas, dan umumnya menempati areal dengan elevasi yang tinggi. Singkapan batuan ini diantaranya di Marawola, Dolo, Kulawi, Kamarora, dan Sibayu Sabang.

5) Batuan MolaseFormasi ini terdiri dari konglomerat, batupasir, batulanau dan batulempung. Penyebarannya yang cukup luas adalah dibagian utara, timur dan tengah Kabupaten Donggala. Di wilayah Banawa dan Sindue, batuan ini menjemari dengan batugamping koral. Di wilayah Malelali dijumpai singkapan batupasir berlapis tebal dengan ukuran butir terpilah. Sausu Batuan ini menindih formasi Tinombo secara tidak selaras. Secara fisik ikatan batuan dalam formasi ini kurang padat sehingga pada ruas-ruas jalan yang disusun formasi ini kelongsoran sangat umum dijumpai.

6) Batugamping KoralBatuan ini menyusun hampir keseluruhan pusat Kabupaten Donggala, yaitu pusat Kecamatan Banawa. Batuan ini umumnya bersifat sarang, dan di areal perbukitan dapat dijumpai kondisi fisik batugamping yang relatif padat. Batuan ini terbentuk menjemari dengan bagian atas Formasi Molase Sulawesi Sarasin dan Sarasin. Penyebaran batuan yaitu dari batas wilayah Kabonga Kecil ke utara dan meluas ke timur sampai ke Boneoge dan Pusat Pantai.

7) Endapan DanauPenyebaran satuan ini terdapat di kawasan Danau Lindu, terutama menyebar kearah timur dan selatan danau. Bagian lembah yang dikenal sebagai lembah/dataran Palolo juga tersusun oleh satuan ini,yang disusun oleh lempung, pasir dan kerikil.

8) Aluvium dan Endapan PantaiPenyebaran batuan ini di hampir sepanjang wilayah pantai yang meliputi Banawa bagian selatan, hampir seluruh bagian utara Lembah Palu, Kecamatan Tawaili Kecamatan Sirenja, Kecamatan Sirenja, Kecamatan Balaesang, Kecamatan Dampelas, sebagian kecil Kecamatan Sojol. Litologinya adalah kerikil, pasir, lumpur dan batugamping koral.

Satuan dan batuan litologi wilayah penelitian dirangkum dan ditabulasikan dalam Tabel 3.2 berikut.Tabel 3.2 Satuan batuan di wilayah Kabupaten Donggala

No.UmurSatuanLitologi

1HolosenAluvium Lumpur, lempung, pasir, kerikil dan kerakal

2Pleistosen-HolosenBatugamping TerumbuBatugamping koral

3PliosenGranitgranit dan granodiorit

4EosenBatuan Vulkanikbersifat andesitik

5Eosen-OligosenFormasi Tinomboserpih, batupasir, batu lanau, konglomerat, batuan vulkanik, batugamping dan rijang, termasuk pula filit, batusabak dan kuarsit

6MesozoikumKompleks MetamorfSekis mika, sekis ampibolit, genes dan pualam.

Sumber: Sukamto(1973), Ratman (1976) dan Simanjuntak (1991)

c. Struktur Geologi

Wilayah Kabupaten Donggala secara geologis termasuk wilayah yang sangat dipengaruhi oleh kegiatan tektonik yang menghasilkan struktur-struktur yang diantaranya mengontrol bentukan-bentukan ataupun timbulan permukaan bumi. Struktur-struktur baik lokal maupun regional dapat dijumpai, baik dengan mengamati peta topografi, kenampakan bentang alam, pengaruhnya pada singkapan dan gejala alam seperti mata air panas. Pada jalur-jalur patahan utama, efek penghancuran sangat jelas, seperti halnya teramati pada ruas jalan Pakuli Kulawi, dimana kondisi batuan granit yang secara genetis merupakan batuan masif tetapi efek di lapangan sangat terpatahkan dan termilonitisasi akibat pergeseran.

Pengamatan lapangan dan studi terhadap peta topografi wilayah bagian tengah Kabupaten Donggala memperlihatkan pengaruh kuat patahan Palu-Koro terhadap bentukan bentang alam. Struktur graben sangat jelas dengan adanya gawir-gawir di kedua sisi, lembah dan kelurusan topografi. Di sepanjang jalur patahan ini gejala off-set alur sungai cukup jelas.

Gempabumi yang disertai Tsunami di Tambu tahun 1968 disebabkan oleh adanya sesar normal di wilayah tersebut. Wilayah yang diterjang tsunami merupakan blok patahan yang turun. Besarnya pergeseran relatif yang teramati dari kedua blok yang bergeser tersebut adalah 5 meter (Soekamto, 1973).

Pada beberapa tempat di ruas jalan Sausu Tambarana dijumpai kerusakan teknis struktur jalan raya, dimana kejadian retakan pada badan jalan yang dapat diinterpretasikan sebagai salah satu akibat dari patahan.

C. Kabupaten Parigi Moutong 1. Letak Geografis dan Batas Administrasi

Kabupaten Parigi Moutong mempunyai luas wilayah sebesar 6.231,85 km2. Secara geografis Kabupaten Parigi Moutong terletak antara 00 27 34" LU 10 06 58" LS serta 1190 50 17" 1210 20 6 BT.

Secara administrasi dibatasi oleh:

a. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tolitoli dan Kabupaten Buol

b. Sebelah timur berbatasan dengan Teluk Tomini

c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Donggala dan Kabupaten Poso

d. Sebelah barat berbatasan dengan Kota Palu dan Kabupaten Donggala.

2. Hubungan ke Wilayah Studi

Dari sisi aksesibilitas, lokasi-lokasi penelitian di wilayah Kabupaten Parigi Moutong sudah dapat diakses dengan lancar. Ruas jalan utama yaitu Sausu Moutong merupakan ruas jalan Trans Sulawesi. Adapun akses menuju ke lokasi-lokasi kecamatan dan desa sebagian besar sudah dapat diakses dengan mengggunakan kendaraan roda empat.

3. Iklim

a. Suhu dan Kelembaban Udara

Terdapat 2 musim di Kabupaten Parigi Moutong yakni musim panas antara April September dan musim hujan pada Oktober Maret. Hasil pencatatan suhu udara pada 2002, suhu maximum tertinggi terjadi pada Oktober (35,9 oC) dan suhu udara maximum terendah terjadi pada Juni (31,1 oC). Sedangkan suhu udara minimum tertingggi terjadi pada Oktober yakni 24,3 oC dan suhu udara minimum terendah pada April dan Mei yang mencapai 22,6 oC.

Kelembaban udara antara 66 82%, di mana kelembaban udara rata-rata tertinggi terjadi pada Juni yang mencapai 82%, sedangkan kelelmbaban udara rata-rata terendah terjadi pada Oktober yakni 66%.

b. Curah Hujan dan Keadaan AnginCurah hujan tertinggi pada 2002 terjadi pada April yakni 125 mm, dan pada Nopember 115 mm. Sedangkan curah hujan terendah pada Juli dan Oktober yakni 2 mm.

Kecepatan angin rata-rata berkisar antara 5 7 knots, dimana kecepatan angin maksimum mencapai 15 hingga 21 knots. Arah angin pada 2002 yaitu datang dari posisi 315o.

4. Kondisi Geologi

a. Fisiografi

1) Morfologi

Wilayah Kabupaten Parigi Moutong ditandai oleh sebaran wilayah pegunungan yang cukup dominan. Areal pegunungan yang cukup dominan ini terutama di bagian utara dan barat. Pola punggungan pegunungan di bagian utara berarah timur-barat sedangkan di bagian selatan berarah utara-selatan. Orientasi pegunungan ini berkaitan dengan proses tektonik yang membentuk Pulau Sulawesi serta adanya struktur-struktur geologi yang dalam jangka panjang mengontrol bentuk alam. Fisiografi wilayah Kabupaten Parigi Moutong juga dikontrol oleh jenis batuan dan stadia morfologi.

Puncak tertinggi di bagian utara memp[unyai elevasi 2500 m, yaitu G. Malino di kecamatan Tomini, sedangkan puncak tertinggi di bagian selatan berelevasi 1786 m, yaitu G. Sinio di kecamatan Ampibabo.

Secara umum, perubahan fisografi dari dataran ke bentuk perbukitan dan pegunungan bergradasi secara teratur ataupun sangat sedikit dijumpai adanya lembah-lembah memanjang diantara jalur pegunungan.

Pada beberapa tempat yang berupakan batas morfologi pegunungan dan dataran sangat umum dijumpai endapan-endapan kipas. Kenampakan ini sangat jelas, terutama di wilayah kecamatan parigi dan Kecamatan Sausu.

Wilayah bagian utara Kabupaten Parigi Moutong, yaitu dari Toboli sampai dengan Moutong secara morfologi didominasi oleh pegunungan dan perbukitan, sedangkan dari arah Toboli sampai dengan Sausu areal dataran semakin luas, hal mana merupakan salah satu faktor bagi ketersediaan lahan pemukiman dan pertanian di bagian selatan kabupaten Parigi Moutong.

Berdasarkan pada bentuk timbulan atau relief, morfologi Kabupaten Parigi Moutong dapat dibagi kedalam 3 satuan morfologi, yaitu morfologi dataran, morfologi perbukitan dan satuan morfologi pegunungan.

Satuan morfologi dataran. Penyebaran morfologi ini umumnya pada wilayah pesisir, dengan panjang kearah batas morfologi perbukitan dan pegunungan bervariasi sempit sampai dengan sangat lebar, dengan dimensi lebar terbesar di daerah Laebago, sekitar 9,5 km. Sedangkan di wilayah Tomini Moutong morfologi dataran dengan lebar terbesar terdapat di wilayah Ongka, Kota Raya dan Lambunu, yaitu 10 km. Perbedaannya adalah bahwa sebaran morfologi dataran di bagian selatan lebih merata dibanding di bagian utara dengan sebaran dataran relatif hanya di wilayah Ongka, Kota Raya dan Lambunu.

Adapun di bagian tengah, wilayah dataran terlebar terdapat di kecamatan Ampibabo, yaitu sekitar 6 km. Di wilayah kabupaten Parigi Moutong ini morfologi dataran yang ter enclave sangat minim dijumpai. Batuan penyusun utama satuan moroflogi ini didominasi oleh aluvial sungai dan pantai.

Satuan morfologi perbukitan. Penyebaran morfologi ini di samping dipengaruhi oleh jenis batuannya juga berhubungan dengan struktur patahan yang umumnya berpola sejajar. Morfologi perbukitan yang dikontrol oleh jenis batuan yaitu litologi batugamping, diantaranya terbentuk di wilayah kecamatan Tomini dan Tinombo. Pengaruh struktur patahan dan kekar terhadap morfologi ini banyak dijumpai pada wilayah yang membatasi morfologi dataran dan pegunungan. Kenampakan morfologi ini sangat umum pada sisi-sisi kiri dan kanan jalur pegunungan di Kabupaten Parigi Moutong.

Penyusun satuan morfologi ini bervariasi, dari konglomerat, batu pasir, batuan volkanik dan sedimen laut dalam Formasi Tinombo dengan litologi batulempung, batupasir, konglomerat, batusabak dan batuan volkanik.

Satuan morfologi pegunungan. Morfologi pegunungan merupakan wilayah dengan luasan terbesar dibanding areal pada morfologi dataran dan perbukitan. Di bagian utara, arah punggungan pegunungan relatif timur-barat, di bagian tengah berarah utara-selatan dan di bagian selatan berarah utara baratlaut-tenggara. Elevasi tertinggi di bagian utara adalah 2500 m sedangkan dibagian selatan adalah 1786 m. Penyusun morfologi ini didominasi oleh batuan metamorf, granit dan batuan sedimen formasi Tinombo.

Berdasarkan pengamatan terhadap peta topografi dan peta geologi, secara umum terdapat dua kenampakan pola aliran sungai di kabupaten Parigi Moutong, dimana kedua pola ini sangat dipegaruhi oleh jenis batuan dan struktur yang terbentuk. Kedua pola aliran tersebut adalah pola aliran dendritik dan paralel. Pola dendritik umumnya terbentuk di bagia utara, yaitu di wilayah pegunungan Tinombala dan Malino sedangkan pola aliran paralel umumnya terbentuk di sisi kanan jalur pegunungan di barat Parigi.

Stadium erosi sungai-sungai di wilayah Parigi Moutong juga dipengaruhi oleh jenis batuan di daerah aliran sungai tersebut. Karenanya, daerah aliran sungai yang melewati formasi aluvial dan batuan molase akan dicirikan oleh sungai dengan stadium dewasa sampai tua

b. Stratigrafi dan LitologiBerdasarkan hasil pegamatan lapangan dan studi terhadap laporan-laporan terdahulu, stratigrafi dan litologi yang meyusun wilayah Kabupaten Parigi Moutong terdiri dari Kompleks Batuan Metamorf, Perselingan serpih, batupasir, konglomerat dan batuan volkanik dari Formasi Tinombo, Batuan Gunung Api, Batuan Molase, Granit dan Granodiorit, Endapan Danau dan Endapan Sungai dan pantai.

1) Kompleks Batuan Metamorf

Penyebaran batuan metamorf memanjang dari kecamatan Parigi kearah utara sampai dengan wilayah kecmatan Moutong,dan mendominasi puncak punggungan/ pematang Sulawesi bangian tengah dimana kabupaten Parigi Moutong terdapat. Kenampakan fisik batuan metamorf relatif padat, bersifat genesan dengan penjajaran mineral butiran dominan sedangkan di bagian barat pematang sangat bersifat sekis dengan dominasi mineral pipih.

2) Formasi Tinombo

Formasi ini menindih batuan metamorf secara tidak selaras. Penyebarannya sangat luas dan hampir menyusun semua bagian Kecamatan Tinombo. Demikian halnya di bagiaj utara (Moutong) luasannya sangat signifikan. Kenampakan khas formasi ini adalah perselingan lapisan batuan batupasir, batulempung, batulanau dengan sisipan lapisan batuan volkanik, batugamping. Umumnya batuan pada formasi ini bersifat rapuh. Pada beberapa tempat formasi ini telah mengalami metamorfisme, terutama di sekitar jalur-jalur patahan.

3) Batuan Volkanik

Batuan ini terdapat bersinggungan dengan Formasi Tinombo. Di Kecamatan Parigi Moutong singkapan batuan ini dapat dijumpai secara luas di wilayah Kasimbar. Umumnya bersifat andesitik dan berukuran kristal yang halus.

4) Batuan Intrusi

Batuan ini berkomposisi granit dan granodiorit. Batuan ini tersebar cukup luas, dan umumnya menempati wilayah dengan elevasi yang tinggi. Batuan ini menempati wilayah yang luas di bagian selatan Kecamaan Parigi.

5) Batuan Molasse

Formasi ini terdiri dari konglomerat, batupasir, batulanau dan batulempung. Penyebarannya yang cukup luas, memanjang dari Moutong bagian selatan, bagian timur Tomini, Ampibabo, dan bagian barat Parigi, dan Sausu. Batuan ini menindih formasi Tinombo secara tidak selaras. Secara fisik ikatan batuan dalam formasi ini kurang padat sehingga pada ruas-ruas jalan yang disusun formasi ini kelongsoran sangat umum dijumpai.

6) Aluvium dan Endapan PantaiSatuan Aluvium dan Endapan Pantai menempati wilayah dataran pada bagian timur kecmatan Parigi. Komposisi butiran umumnya bersusunan pasir, lanau, lempung dan sedikit kerikil. Wilayah pada satuan ini merupakan areal yang berpopulasi dan merupakan wilayah produktif Kecamatan Parigi di mana usaha pertanian persawahan dan perkebunan telah dijalankan secara intensif dan ekstensif. Dijumpai secara lokal di sekitar batas Palu Timur Kecamatan Parigi.

Satuan dan batuan litologi wilayah studi dirangkum dan ditabulasikan dalam Tabel 3.3 berikut.

Tabel 3.3 Satuan batuan di wilayah Kabupaten Parigi Moutong

No.UmurSatuanLitologi

1HolosenAluvium Lumpur, lempung, pasir, kerikil dan kerakal

2Pleistosen-HolosenBatugamping TerumbuBatugamping koral

3PliosenGranitgranit dan granodiorit

4EosenBatuan Vulkanikbersifat andesitik

5Eosen-OligosenFormasi Tinomboserpih, batupasir, batu lanau, konglomerat, batuan vulkanik, batugamping dan rijang, termasuk pula filit, batusabak dan kuarsit

6MesozoikumKompleks MetamorfSekis mika, sekis ampibolit, genes dan pualam.

c. Struktur Geologi

Wilayah Kabupaten Parigi Moutong secara geologis termasuk wilayah yang sangat dipengaruhi oleh kegiata tektonik yang menghasilkan struktur-struktur yang diantaranya mengontrol bentukan-bentukan ataupun timbulan permukaan bumi. Struktur-struktur baik lokal maupun regional dapat dijumpai, baik dengan mengamati peta topografi, kenampakan bentang alam, pengaruhnya pada singkapan dan gejala alam seperti mata air panas. Pada jalur-jalur patahan utama, efek penghancuran sangat jelas, seperti halnya teramati pada ruas jalan Sausu Tambarana. Jalur ini termasuk salah satu wilayah kritis akan adanya patahan. Pada beberapa tempat di ruas jalan Sausu Tambarana dijumpai kerusakan teknis struktur jalan raya, dimana kejadian retakan pada badan jalan dapat diinterpretasikan sebagai salah satu akibat dari patahan. Demikian pula halnya dengan peristiwa gempabumi yang pernah melanda wilayah Sausu, yang merupakan salah satu manifestasi proses patahan.

Arah utama patahan di Kabupaten Parigi Moutong adalah baratlaut tenggara. Patahan-patahan terjadi berupa patahan turun, datar dan naik (sungkup). Pengamatan lapangan dan studi terhadap peta topografi wilayah bagian tengah Kabupaten Parigi Moutong memperlihatkan pengaruh kuat sesar Palu Koro terhadap bentukan bentang alam. Struktur graben sangat jelas dengan adanya gawir-gawir di kedua sisi, lembah dan kelurusan topografi. Di sepanjang jalur sesar ini gejala off-set alur sungai cukup jelas. Pada beberapa tempat di ruas jalan Sausu Tambarana dijumpai kerusakan teknis struktur jalan raya, di mana kejadian retakan pada badan jalan yang dapat diinterpretasikan sebagai salah satu akibat dari patahan.

D. Kabupaten Poso

1. Letak Geografis dan Batas Administrasi

Wilayah Kabupaten Poso mempunyai luas wilayah sekitar 14.433,76 km2 atau 21,22% dari luas daratan Propinsi Sulawesi Tengah. Berdasarkan Peta Rupabumi (skala 1 : 50.000) dan Peta Administrasi Kabupaten, Kabupaten Poso terletak pada koordinat: 00 06 56 030 32 41 LS dan 1200 5 25 1230 06 17 BT.

Secara administrasi dibatasi oleh:

a. Sebelah utara berbatasan dengan Teluk Tomini

b. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Banggai dan Kabupaten Morowali

c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Luwu Utara Propinsi Sulawesi Selatan

d. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Parimo dan kabupaten Donggala.

2. Hubungan ke Wilayah Studi

Dari sisi aksesibilitas, wilayak Kabupaten Poso secara keseluruhan seluruh kecamatan dapat dijangkau dengan kendaraan roda 2 dan 4, kecuali Pulau Una-Una dan Togian yang harus ditempuh dengan menggunakan alat transportasi laut. Khusus akses ke kecamatan Lore Selatan, kondisi sebagian ruas jalan yang ada masih relatif sulit untuk dilalui pada saat musim hujan.

Jaringan perhubungan yang tersedia adalah jalan propinsi dan kabupaten dan jalan-jalan desa dengan kondisi jalan baik dan memadai dengan perkerasan permukaan aspal dan sebagian masih pengerasan.

3. Iklim

a. Suhu dan Kelembaban Udara

Berdasarkan pengamatan pada 2001, secara umum rata-rata suhu udara maksimum minimum berada pada 31,77 oC dan 22,4 oC. Suhu udara di daerah pantai dan kepulauan rata-rata diperkirakan sekitar 26 oC dan di pedalaman dan dataran tinggi antara 18 23 oC.

Kelembaban udara rata-rata berkisar antara 82 89%. Rata-rata penyinaran matahari setiap bulan sejak lima tahun terakhir berkisar antara 40 98%. Data pada 2001 kelembaban terendah sekitar 40% terjadi pada Pebruari dan kelembaban tertinggi sekitar 94% terjadi pada Oktober.

b. Curah Hujan dan Keadaan Angin

Rata-rata jumlah curah hujan selama 1997 2001 relatif rendah setiap tahunnya, di mana setiap bulan berkisar antara 30 188 mm. Pada 2001 curah hujan tertinggi terjadi pada April yakni 376 mm, sedangkan terrendah 47 mm pada Agustus.

Pada umumnya kecepatan angin rata-rata selama 1997 2001 berkisar 1 4 knot. Kecepatan angin maksimum setiap bulan pada 2001 berkisar antara 9 18 knot

4. Kondisi Geologia. Fisiografi

1) Morfologi

Secara morfologi, wilayah Kabupaten Poso dapat dibagi menjadi 4 satuan morfologi, yaitu dataran, perbukitan, pegunungan dan daerah karst.

Satuan Morfologi Dataran. Satuan morfologi ini secara dominan meliputi daerah daerah Poso Pesisir bagian utara, Poso Kota, Lage bagian tengah dan Tojo bagian barat laut. Wilayah-wilayah ini umumnya bermofologi dataran rendah, sedangkan dataran tinggi terdapat di daerah-daerah Pamona Selatan, Pamona Utara, Dataran Tinggi Wanga dan sekitarnya di Lore Utara.

Satuan Morfologi Perbukitan. Satuan morfologi ini, dengan ketinggian antara 200 600 m di atas muka laut, terdapat di bagian utara dan tengah selatan Kabupaten Poso. Di utara terbentang di dua daereah, yaitu memanjang utara-selatan dari Pabengko sampai D. Poso, dan memanjang barat-timur dari Tagolu sampai Betaua dan menerus sampai Bongkakoi di kecamatan Ulubongka. Di bagian tengah-selatan, satuan morfologi perbukitan ini terdapat di Taripa sampai dengan Kamba. dekat secara dominan meliputi daerah daerah Poso Pesisir .

Satuan Morfologi Pegunungan. Satuan morfologi pegunungan bagian terbesar Kabupaten Poso. Ketinggian satuan ini berkisar antara 600 sampai dengan elevasi tertinggi yaitu G. Katopasa yang berelevasi 2.835 m di atas muka laut.

Wilayah yang termasuk dalam satuan ini meliputi deret pegungan Takolekaju, Tineba dan Tokorondo. Pegunungan Takolekaju memanjang utara-selatan dari Pontana sampai Gintu, pegunungan Tineba berarah baratlaut-tenggara dari Bora sampai Sedoa dan pegunungan Tokorondo memanjang utara-selatan dari Tokorondo sampai Kamba. Di bagian tengah terdapat Pegunungan Pompangeo dan di bagian timur terdapat pegunungan dengan arah utara-selatan yang memanjang dari Marowo sampai Tambayoli (Kabupaten Morowali).

Satuan Morfologi Karst. Satuan morfologi krast, di mana faktor utama pembentuknya adalah batuan karbonat umumnya menempati bagian tengah dan timur Kabupaten Poso, yaitu dari Poso sampai Ratadana, Kecamatan Poso Pesisir di daerah Tokorondo selatan, bagian timur Kec. Ulubongka dan bagian utara Kec. Ampana Kota dan Ampana Tete. Morfologi ini juga secara mudah dapat dikenali pada daerah-daearah seperti Betaua, Tongku dan pegunungan sekitar D. Poso.

Wilayah karst ini dicirikan oleh permukaan yang kasar dan terpisah-pisah, berlereng tajam dan menunjukkan sifat-sifat batuan karbonat yang berongga.

2) Pola Aliran dan Karakteristik Sungai Sungai-sungai di Kabupaten Poso sebagian besar bermuara ke utara, yaitu Teluk Tomini. Sungai-sungai terbesar adalah S. Poso, S. Lariang, S. Malei, S. Puna, S. Tambarana, S. Kilo, S. Merando, S. Uekuli, S. Tojo, S. Sansarino, S. Balingara dan S. Bongka. Penampang morfologi sngai-sungai ini umumnya U dimana pada beberapa bagian menunjukkan wilayah dataran banjir yang luas seperti sungai Puna dan sungai Tambarana.

Di samping pola aliran sungai dominan yang berpola dendritik, juga pola-pola aliran sungai paralel dan rektangular serta trelis dapat dianalisa berdasarkan pola morfologi pada rupabumi.

b. Stratigrafi dan LitologiSecara regional di wilayah Kabupaten Poso terdapat tiga mandala geologi, yaitu Mandala Geologi Sulawesi Barat, Mandala Geologi Sulawesi Timur dan Mandala Geologi Banggai Sula. Ketiga mandala geologi ini bersentuhan secara tektonik satu sama lain (Simanjuntak dkk, 1991).

Mandala Geologi Sulawesi Barat dicirikan oleh batuan vulkanik dan granit Tersier yang menerobos batuan sedimen flysch yang berumur Mesozoikum.

Mandala Geologi Sulawesi Timur dicirikan oleh himpunan batuan metamorf, ultrabasa, basa, dan batuan sedimen laut dalam. Mandala Geologi Banggai-Sula dicirikan oleh batuan sedimen pinggiran benua klastik, sedimen yang berumur Mesozoikum dan Tersier Awal.

Stratigrafi batuan wilayah ini disusun berdasarkan umur dari tua ke muda sebagaii berikut.

1) Formasi Tokala

Di wilayah Kabupaten Poso satuan ini terdapat di bagian timur, yaitu di kecamatan-kecamatan Ulubongka dan Amapana Kota, dan merupakan bagian dari Mandala Geologi Banggai Sula. Litlogi yang menyusun formasi ini terdiri dari batugamping, napal, batupasir, serpih, argilit, breksi dan konglomerat. Di Ulubongka, fisik satuan ini sangat padat, memperlihatkan alu-alur tipis kalsit dalam batuan karbonat berwarna merah dengan sifat marmeran.

Berdasarkan kandungan fosil koral dan moluska, formasi ini diduga berumur Trias Akhir. Hubungan dengan formasi diatasnya merupakan hubungan tidak selaras. Tebal formasi diperkirakan lebih dari 500 m.

2) Batuan UltrabasaBatuan penyusun satuan ini terdiri dari harzburgit, lherzolit, wehrlit, dunit, piroksenit, websterit dan serpentinit. Gabungan batuan ultrabasa dan basa dengan sedimen pelagos Mesozoikum Formasi Matano merupakan tuntunan ofiolit yang secara regional disebut Jalur Ofiolit Sulawesi Timur (Simanjuntak dkk, 1991).

Di wilayah Kabupaten Poso batuan ini termasuk Mandala Geologi Sulawesi Timur dan tersingkap secara luas di Kecamatan Tojo, Ulubongka dan Ampana Kota. Umur Batuan ultra basa ini diduga tidak lebih tua dari Kapur Awal (Simanjuntak, 1986).

3) Kompleks PompangeoLitologinya adalah berbagai jenis sekis, genes, meta kuarsit, meta gamping, marmer, filit, batusabak, grafit, serpentinit, basal malih dan gabro malih; setempat terdapat breksi dan milonit. Umur satuan ini belum dapat dipastikan, tetapi berdasarkan himpunan batuan diduga berasal dari batuan sedimen pelagos yang lebih tua dari kapur. Umur pemalihan juga tak diketahui, namun diduga tidak lebih tua dari Kapur Akhir.

Satuan ini tersebar luas, diantaranya di Pamona Utara, Tojo, pegunungan Pompangeo dan bagian selatan Poso Pesisir. Tebal satuan sulit dipastikan, diduga ribuan meter.

Komplek Pompangeo yang terdapat di Mandala Geologi Sulawesi Timur ini diperkirakan tertindih tak selaras oleh Formasi Matano, serta bersentuhan tektonik dengan Formasi Tetambahu dan Formasi Lamusa; dan berupa sesar naik dengan batuan granit, gunungapi Tersier dan Formasi Latimojong di bagian barat, serta merupakan alas sedimen molasa Formasi Puna, Formasi Napu, Formasi Poso dan Formasi Tomata. Komplek ini disebut Metamorphic Rocks oleh De Roever (1934) dan Sekis oleh Sukamto (1975).

4) Batugamping MarmeranLitologi satuan ini terdiri dari marmer, batugamping terdaunkan dan baugamping kristalin dan masih merupakan bagian dari Mandala Geologi Sulawesi Timur. Satuan ini menyebar cukup luas di sekitar D. Poso dan umumnya berupa singkapan-singkapan dalam batuan sekis dan genes. Penyebaran satuan yang disusun oleh marmer secara jelas dapat diamati di lokasi-lokasi Tentena, Kelei, Sulewana, Sulewana dan Sawidago. Umur satuan ini belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga berasal dari sedimen pelagos, yaitu kalsilutit yang berumur lebih tua dari Kapur.

5) Formasi MatanoFormasi ini termasuk bagian dari Mandala Geologi Sulawesi Timur. Litologinya adalah perselingan batugamping kalsilutit dengan rijang, bersisipan batulempung napalan dan argilit.

Akibat kegiatan tektonik yang berulang maka semua batuan dalam satuan ini terlipat kuat, sebagian membentuk struktur antiklin dan sinklin. Di wilayah Kabupaten Poso formasi ini terdapat di Kec. Pamona Selatan, yaitu di bagian selatan yang merupakan batas dengan Kabupaten Luwu Utara. Berdasarkan kandungan fosil dalam rijang dan batugamping, diperkirakan umur formasi ini adalah Kapur Atas (Budiman, 1980).

6) Formasi LatimojongLitologinya adalah sedimen ragam flysch, terdiri dari perselingan batusabak, filit, batupasir wake, kuarsit, batugamping dan argilit dengan sisipan konglomerat, rijang dan lava; pada umumnya termalihkan lemah. Formasi ini merupakan bagian dari mandala Geologi Sulawesi Barat. Satuan ini menempati pegunungan bagian barat, yaitu bagian barat Peg. Tokorondo, bagian utara Lore Utara dan dan bagian timur Lore Selatan. Tebal satuan diperkirakan melebihi 1.000 m (Simandjuntak dkk., 1981).

7) Formasi SalodikLitologi formasi ini berupa batugamping kalkarenit, kalsirudit, batugamping terumbu, dan bersisipan napal.i dari marmer, batugamping terdaunkan dan baugamping kristalin. Di wilayah Kabupaten Poso, satuan ini terdapat di bagian selatan dari kecamatan Tojo, Ulubongka, Amapana kota dan Ampana Tete. Salah satu bentuk khas dari topografi satuan ini adalah bentuk topografi kars dengan perbukian yang saling terpisah. Tebal formasi diperkirakan sampai melebihi 1000 m, dengan umur formasi adalah Eosen-Oligosen (Bison drr, 1982).

8) Batuan Vulkanik TinebaBatuan vulkanik ini terdapat pada Mandala Geologi Sulawesi Barat, dengan litologi satuan terdiri dari lava andesit-hornblenda, basal, latit kuarsa dan breksi. Batuan ini merupakan hasil peleleran batuan vulkanik bawah laut, yang diduga berumur Miosen Awal - Miosen Tengah atau mungkin akhir Paleogen karena diterobos oleh batuan granitik yang berumur Miosen Akhir Pliosen.

Di wilayah kabupaten Poso penyebaran satuan ini adalah di bagian selatan Lore Selatan serta bagian tengah Lore Utara.Tebal satuan diperkirakan tidak kurang dari 500 m.

9) Formasi BongkaGugusan batuan dalam formasi ini merupakan batuan sedimen klastika yang diendapkan setelah tubrukan antara Mandala Banggai Sula dan Mandala Sulawesi Timur yang terjadi pada kala Miosen Tengah dan dikelompokkan kedalam Kelompok Molase Sulawesi, dimana Formasi Bongka termasuk salah satu diantaranya.

Formasi Bongka terdiri dari konglomerat, batupasir, serpih, napal, batugamping, tufa dan batubara yang terdapat di beberapa tempat berupa lensa di bagian atas. Ciri utama satuan ini terhadap morfologi adalah bentuk morfologi bergelombang. Di Kabupaten Poso Formasi ini menyebar luas di daerah Tojo bagian timur, dominan di Kec. Ulubongka dan menyebar luas sampai ke Balingara di batas dengan Kabupaten Banggai. Tebal satuan diperkirakan sekitar 750 m, dengan umur Formasi Miosen Atas Pliosen.

10) Formasi PosoLitologi formasi ini terdiri dari batugamping, napal, batupasir tufaan dan konglomerat, dan merupakan bagian dari Mandala Geologi Sulawesi Barat. Penyebaran satuan di kabupaten Poso sangat luas mencakup bagian timur Poso Pesisir, bagian barat Lage sampai dengan bagian utara Tentena. Tebal satuan diperkirakan sekitar 500 m dengan umur formasi Pliosen (Budiman, 1981).

11) Formasi PunaLitologinya adalah konglomerat, batupasir, lanau, serpih, batulempung gampingan dan batugamping. Di wilayah Kabupaten Poso Formasi ini merupakan penyusun utama bagian tengah Kec. Lore Utara seperti Wuasa dan Watutau. Morfologi satuan ditandai oleh kedataran dan kelandaian topografi.

Formasi ini tersebar memanjang relatif uatara selatan dan membatasi batuan metamorf di barat dan aluvial di timur. Tebal satuan diperkirakan sekitar 800 m. Formasi Puna menindih tak selaras Komplek Pompangeo dan Batugamping malih, serta tertindih tak selara oleh endapan permukaan. Kandungan fosil dalam formasi menunjukkan umur Pliosen (Budiman, 1981).

12) Granit KambunoLitologinya adalah Granit dan granodiorit. Granit, putih berbintik hitam; berbutir sedang sampai kasar, berhablur penuh, umumnya bertekstur porfir dan sedikit berbutir. Fenokris terdiri dari plagioklas, ortoklas, kuarsa, horenblenda dan biotit, tersebar di dalam masa dasar kuarsa, biotit, horenblenda dan mineral lempung. Batuan ini umumnya masih segar. Setempat menunjukkan kekar tiang. Ditemukan berbagai jenis granit di antaranya granit biotit, granit hornblenda-biotit, mikroleukogranit dan mikro granit hornblenda-biotit.

Granodiorit, putih berbintik hitam; porfir dan sedikit fanerik, berhablur penuh, hipidiomorf, berbutir sedang. Minieral terdiri dari hablur sulung plagioklas jenis oligoklas, ortoklas, kuarsa dan horenblenda; di dalam masa dasar epidot, serisit, magnetik, kuarsa dan mineral lempung. Batuan ini umumnya segar, setempat memperlihatkan kekar tiang. Granit Kambuno diduga berumur Pliosen. Satuan ini tersingkap dalam areal yang relatif kecil di pegunungan di bagian barat pehunungan Tineba yang juga merupakan batas dengan Kecamatan Lore Utara.

13) Batugamping TerumbuBatugamping koral, warna dominan putih kelabu, putih kekuningan dan kecoklatan, umumnya berongga, setempat padat dan keras dan tidak berlapis. Batuan ini menjemari dengan batuan sedimen molase, diantaranya Formasi Bongka, Formasi Poso dan Formasi Puna. Penyebaran satuan di antaranya bagian utara Poso Kota, bagian barat Tokorondo dan bagian timur Ulubongka serta bagian utara Ampana Kota. Tebal satuan diperkirakan mencapai 100 m, dengan kandungan fosil yang menunjukkan umur Pliosen Holosen.

14) Endapan DanauMaterial penyusun berupa lempung, lanau, pasir dan kerikil, Di kabupaten Poso endapan ini terdapat di sekitar D. Poso, Wuasa di Lore Utara dan Lembah Bada di Lore Selatan. Tebal satuan beberapa meter sampai puluhan meter, dengan umur satuan adalah Pliosen sampai Holosen.

15) AluviumLitologinya adalah lumpur, lempung, lanau, pasir, kerikil dan kerakal; berupa endapan sungai, rawa dan pantai. Sebaran diantaranya S. Puna, S. Tambarana dan S. Poso, dengan tebal satuan beberapa meter sampai puluhan meter.

Satuan dan batuan litologi wilayah penelitian dirangkum dan ditabulasikan dalam Tabel 3.4.Tabel 3.4 Satuan batuan di wilayah Kabupaten Poso

No.UmurSatuanLitologi

1HolosenAluvium Lumpur, lempung, pasir, kerikil dan kerakal

2PleistosenHolosenEndapan DanauLempung, lanau, pasir, kerikil

3Pliosen-HolosenBatugamping TerumbuBatugamping Koral

4PliosenGranit Kambuno Granit dan granodiorit

5Pliosen-PlistosenFormasi Napu Konglomerat, batupasir, lempung dan gambut

6PliosenFormasi Posobatugamping, napal, batupasir tufaan dan konglomerat

7Miosen Atas-Plio-senFormasi Bongkakonglomerat, batupasir, serpih, napal, batugamping, tufa dan batubara

8Miosen BawahPlio-senBatuan Vulkanik TinebaLava andesit-hornblenda, basal, latit kuarsa dan breksi

9Eosen-OligosenFormasi Salodikbatugamping kalkarenit, kalsirudit, batugamping terumbu, dan bersisipan napal.i dari marmer, batugamping terdaunkan dan baugamping kristalin

Tabel 3.4 (Lanjutan)

10Kapur-EosenFormasi LatimojongPerselingan batusabak, filit, grewake, batugamping, argilit, batulanau dengan sisipan konglomerat, rijang dan batuan gunungapi

11KapurFormasi Matanoperselingan batugamping kalsilutit dengan rijang, bersisipan batulempung napalan dan argilit

12Kapur-PaleosenBatugamping marmeranPualam, batugamping terdaunkan dan batugamping hablur

13Kapur-PaleosenKomplek PompangeoSekis, genes, meta kuarsit, filit, batusabak, grafit, serpentinit, basal malih dan gabro malih, setempat breksi dan milonit

14 Kapur-OligosenBatuan UltrabasaHarzburgit, lherzolit, wherlit, dunit, piroksenit, websterit dan serpentinit.

15TriasFormasi TokalaBatugamping, napal, batupasir, serpih dan argilit.

Sumber: Simandjuntak, dkk., 1991

c. Struktur GeologiStruktur geologi yang terdapat di wilayah ini adalah, lipatan, kekar dan sesar. Jenis sesar yang dapat dikenali berupa sesar sungkup, sesar turun dan sesar mendatar. Adapun sesar yang dapat dikenal adalah sesar Poso (sesar sungkup) yang berarah timurlaut baratdaya, sesar Uekuli (sesar sungkup) yang berarah tenggara-baratlaut, Juga terlihat beberapa sesar dengan dimensi yang lebih kecil, dengan arah relatif sejajar dengan arah kedua sesar sungkup, yaitu timurlaut-baratdaya di bagian barat dan tenggara-baratlaut di bagian timur.

Lipatan yang terbentuk di daerah ini terdiri dari tiga jenis, yaitu lipatan lemah dan terbuka, lipatan tertutup dan lipatan tumpang-tindih. Struktur geologi lainnya yang sangat umum dan terdapat pada hampir semua batuan adalah struktur kekar. Arah pengkekaran umumnya umumnya tidak beraturan, kecuali pada zone-zone yang dekat dengan struktur utama.

E. Kabupaten Morowali

5. Letak Geografis dan Batas Administrasi

Kabupaten Morowali mempunyai luas daratan sekitar 15.490,12 km2 atau sekitar 22,77% luas Propinsi Sulawesi Tengah. Berdasarkan Peta Rupabumi (skala 1 : 50.000) dan Peta Administrasi Kabupaten, Kabupaten Morowali terletak pada koordinat: 010 31 12 030 46 48 LS dan 1210 02 24 1230 15 36 BT.Secara administrasi dibatasi oleh:

e. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Banggai

f. Sebelah timur berbatasan dengan Teluk Tolo dan Laut Maluku

g. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Luwu Utara Propinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten Kolaka Propinsi Sulawesi Tenggara

h. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Poso.

6. Hubungan Ke Wilayah Studi

Dari sisi aksesibilitas, wilayah Kabupaten Morowali bagian utara, tengah, timur dan barat merupakan wilayah yang sudah terakses dan dapat dijangkau dengan kendaraan roda 2 dan 4. Wilayah bagian tenggara, yaitu sebagian wilayah Kecamatan Bungku Selatan untuk saat ini aksesibilitas masih terhambat oleh kondisi jalan yang belum sepenuhnya dapat dilalui kendaraan roda 4. Pada 2 kecamatan, yaitu Bungku Selatan dan Menui Kepulauan sebagian desa merupakan pulau-pulau yang terpisah dari daratan utama pulau Sulawesi, sehingga pencapaiannya hanya dapat dilakukan dengan angkutan laut.

7. Iklim

a. Suhu dan Kelembaban Udara

Berdasarkan pengamatan pada tahun 2001, secara umum rata-rata suhu udara maksimum minimum berada pada 31,77 0C dan 22,4 0C. Suhu uadar di daerah pantai da kepulauan rata-rata diperkirakan sekitar 26 0C dan di daerah pedalaman dan dataran tinggi antara 18 23 0C. Kelembaban udara rata-rata berkisar antara 82 89%. Rata-rata penyinaran matahari setiap bulan sejak lima tahun terakhir berkisar antara 40 98%. Data pada tahun 2001 kelembaban terendah sekitar 40% terjadi pada bulan Pebruari dan kelembaban tertnggi sekitar 94% terjadi pada Oktober.

b. Curah Hujan dan Keadaan Angin

Rata-rata jumlah curah hujan selama 1997 2001 relatif rendah setiap tahunnya. Setiap bulan berkisar antara 30 188 mm. Pada tahun 2001 curah hujan tertinggi terjadi pada April yakni 376 mm, sedangkan terendah 47 mm pada Agustus.

Pada umumnya kecepatan angin rata-rata selama atahun 1997 2001 berkisar 1 4 knot. Kecepatan angin maksimum setiap bulan pada tahun 2001 berkisar 9 18 knot.

8. Kondisi Geologi

d. Fisiografi

1) Morfologi

Secara morfologi, wilayah Kabupaten Morowali dapat dibagi menjadi 5 satuan morfologi, yaitu dataran, bergelombang, perbukitan, pegunungan dan wilayah karst.

Satuan Morfologi Dataran. Satuan morfologi ini secara dominan meliputi daerah pesisir pantai Bungku Barat dari Emea sampai Wosu yang secara umum merupakan areal hunian dan persawahan/perkebunan. Sebagian satuan morfologi dataran juga terdapat di Kecamatan Mori Atas, yaitu di sekitar Tomata. Termasuk pula dalam morfologi dataran ini adalah dua kawasan di kabupaten Morowali, yaitu bagian selatan Baturube dan bagian timur Kolonodale. Di bagian timur Kolonodale, yaitu wilayah lembah luas di sekitar D. Tiu, morfologi dataran dengan fisik berupa rawa/genangan yang cukup luas. Sedangkan di selatan Baturube, wilayah dataran diselingi rawa mecakup wilayah yang luas yang sebagian merupakan kawasan hutan mangrove.

Satuan Morfologi Bergelombang. Satuan morfologi ini, dengan kenampakan utama bergelombang menyebar luas di bagian timur Kabupaten Morowali, memanjang relatif timur-barat dari Lembontonara sampai Ensa. Sebagian wilayah Kecamatan Lembo, yaitu Lembo bagian selatan juga ditandai dengan morfologi bergelombang ini.

Satuan Morfologi Perbukitan. Satuan morfologi ini, dengan ketinggian antara 160 600 m dpl, terdapat di bagian utara yaitu di Bungku Utara, bagian tengah di sekitar Kolonodale dan Masara, di Bungku Barat tersebar relatif tenggara-baratlaut dari Wosu sampai Bungku Tengah. Bentukan morfologi ini berkaitan dengan variasi jenis batuan penyusun morfologi, dimana salah satu indikasi beda litologi adalah berubahnya bentang alam.

Satuan Morfologi Pegunungan. Satuan morfologi pegunungan merupakan bagian terbesar morfologi yang terdapat di Kabupaten Morowali. Ketinggian satuan ini berkisar antara 600 2.563 m dpl, yaitu G. Kayoga.

Wilayah-wilayah yang termasuk dalam satuan ini meliputi pegunungan Wanaripalu, Pompangeo, Tometindo, Morokompa dan pegunungan Verbeek. Pegunungan Wanaripalu yang terletak di bagian barat, pegunungan Pompangeo di utara dan pegunungan Tometindo di bagian tengah Morowali berarah memanjang relatif utara-selatan. Sedangkan pegunungan Morokompa dan Verbeek yang terdapat di bagian tengah dan tenggara berarah relatif tenggara-barat laut.

Satuan Morfologi Karst. Satuan morfologi krast, dimana faktor utama pembentuknya adalah batuan karbonat umumnya menempati bagian tengah dan tenggara Kabupaten Morowali, Di bagian tengah, morfologi memanjang dari Wawopada sampai perbukitan karst di sekitar Teluk Tomori, sedangkan di bagian tenggara dijumpai setempat-setempat di barat Wosu sampai Nombo.

Wilayah karstt ini dicirikan oleh permukaan yang kasar dan terpisah-pisah, berlereng tajam dan menunjukkan sifat-sifat batuan karbonat yang berongga.

2) Pola Aliran dan Karakteristik Sungai Sungai-sungai di Kabupaten Morowali bermuara di teluk-teluk yang secara regional termasuk wilayah Teluk Tolo. Sungai-sungai terbesar adalah S. Laa, S. Tiu, S. Tirogan, S. Karaopa, S. Lanona, S. Sumara dan S. Ipi. Penampang morfologi sungai-sungai ini umumnya U. Sungai Sumara merupakan sungai yang menunjukkan wilayah dataran banjir yang luas.

Di samping pola aliran sungai dominan yang berpola dendritik, juga pola-pola aliran sungai paralel dan rektangular serta trelis dapat dianalisa berdasarkan pola morfologi pada rupabumi.

e. Stratigrafi dan Litologi

Secara regional di wilayah Kabupaten Morowali terdapat dua mandala geologi, yaitu Mandala Geologi Sulawesi Timur dan Mandala Geologi Banggai Sula. Kedua mandala geologi ini bersama dengan Mandala Geologi Sulawesi Barat besentuhan secara tektonik satu sama lain (Simanjuntak dkk, 1991).

Mandala Geologi Sulawesi Timur dicirikan oleh himpunan batuan metamorf, ultrabasa, basa, dan batuan sedimen laut dalam. Mandala Geologi Banggai-Sula dicirikan oleh batuan sedimen pinggiran benua klastik, sedimen yang berumur Mesozoikum dan Tersier Awal.

Stratigrafi batuan wilayah ini disusun berdasarkan umur dari tua ke muda sebagaii berikut.

16) Formasi Tokala

Di Kabupaten Morowali satuan ini terdapat di timur sampai dengan tenggara, yaitu di sebelah barat Wosu yang memanjang ke arah tenggara sampai dengan batas dengan Propinsi Sulawesi Tenggara. Formasi Tokala merupakan bagian dari Mandala Geologi Banggai-Sula. Litlogi yang menyusun formasi ini terdiri dari batugamping, napal, batupasir, serpih, argilit, breksi dan konglomerat.

Berdasarkan kandungan fosil koral dan moluska, formasi ini diduga berumur Trias Akhir. Hubungan dengan formasi diatasnya merupakan hubungan tidak selaras. Tebal formasi diperkirakan lebih dari 500 m.

17) Formasi Tetambahu

Di Kabupaten Morowali satuan ini terdapat di sekitar Kolonodale, yaitu di Giliana, Koya, P. Tokodimba dan pegunungan Towi. Formasi ini merupakan bagian dari Mandala Geologi Banggai-Sula. Litologinya terdiri dari perselingan batugamping, napal dan batupasir dengan sisipan gamping rijangan. Berdasarkan kandungan fosilnya, Formasi Tetambahu diduga berumur Jura Akhir. Tebal satuan diperkirakan sekitar 500 m.

18) Formasi Nanaka

Litologi satuan ini terdiri dari perselingan batupasir kuarsa dengan dengan batupasir lempungan serta konglomerat pada bagian bawahnya. Formasi Nanaka merupakan bagian dari Mandala Geologi Banggai Sula.

Di Kabupaten Morowali satuan ini terdapat pada pulau-pulau kecil di Teluk Tomori sebelah timur Kolonodale. Umur satuan ini diperkirakan Jura, dengan ketebalan satuan melebihi 500 m (Simanjuntak, 1991).

19) Formasi Masiku

Batuan penyusun formasi ini terdiri dari batusabak, serpih, filit, batupasir, batugamping dengan buncah gamping rijangan. Di Kabupaten Morowali satuan ini terdapat di daerah Bahombelu, Tinompo, Korowalelo dann Korompeli. Formasi Masiku merupakan bagian dari Mandala Geologi Banggai-Sula. Fosil penunjuk untuk Formasi ini tidak ditemukan. Diduga umur formasi adalah Jura Akhir dan mempunyai ketebalan sekitar 500 m.

20) Batuan Ultrabasa

Batuan penyusun satuan ini terdiri dari harzburgit, lherzolit, wehrlit, dunit, piroksenit, websterit dan serpentinit. Gabungan batuan ultrabasa dan basa dengan sedimen pelagos Mesozoikum Formasi Matano merupakan tuntunan ofiolit yang secara regional disebut Jalur Ofiolit Sulawesi Timur (Simanjuntak dkk, 1991).

Di kabupaten Morowali batuan ini termasuk kedalam Mandala Geologi Sulawesi Timur dan merupakan penyusun dominan litologi di wilayah kabupaten. Batuan tersingkap secara luas dan dapat dijumpai di semua kecamatan yang ada di Kabupaten Morowali. Umur Batuan ultra basa ini diduga tidak lebih tua dari Kapur Awal (Simanjuntak, 1986).

21) Kompleks Pompangeo

Litologinya adalah berbagai jenis sekis, genes, meta kuarsit, meta gamping, marmer, filit, batusabak, grafit, serpentinit, basal malih dan gabro malih; setempat terdapat breksi dan milonit.

Umur satuan ini belum dapat dipastikan, tetapi berdasarkan himpunan batuan diduga berasal dari batuan sedimen pelagos yang lebih tua dari kapur. Umur pemalihan juga tak diketahui, namun diduga tidak lebih tua dari Kapur Akhir. Satuan ini tersebar luas di utara Kecamatan Mori Atas dan Kecamatan Lembo. Tebal satuan sulit dipastikan, diduga ribuan meter.

Komplek Pompangeo yang terdapat di Mandala Geologi Sulawesi Timur ini diperkirakan tertindih tak selaras oleh Formasi Matano, serta bersentuhan tektonik dengan Formasi Tetambahu dan Formasi Lamusa; dan berupa sesar naik dengan batuan granit, gunungapi Tersier dan Formasi Latimojong di bagian barat, serta merupakan alas sedimen molasa Formasi Puna, Formasi Napu, Formasi Morowali dan Formasi Tomata. Komplek ini disebut Metamorphic Rocks oleh De Roever (1934) dan Sekis oleh Sukamto (1975).

22) Batugamping Marmeran

Litologi satuan ini terdiri dari marmer, batugamping terdaunkan dan baugamping kristalin dan masih merupakan bagian dari Mandala Geologi Sulawesi Timur.

Satuan ini menyebar cukup luas di daerah Mori Atas seperti di Ensa, Tomata dan Peleru. Umumnya terdapat berupa singkapan-singkapan dalam batuan sekis dan genes. Penyebaran satuan yang disusun oleh marmer secara jelas dapat diamati di lokasi-lokasi selatan Tomata dan utara Peleru.

Umur satuan ini belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga berasal dari sedimen pelagos, yaitu kalsilutit yang berumur lebih tua dari Kapur.

23) Formasi Matano

Formasi ini termasuk bagian dari Mandala Geologi Sulawesi Timur, dengan litologi satuan terdiri perselingan batugamping kalsilutit dengan rijang, bersisipan batulempung napalan dan argilit. Akibat kegiatan tektonik yang berulang maka semua batuan dalam satuan ini terlipat kuat, sebagian membentuk struktur antiklin dan sinklin.

Di Kabupaten Morowali formasi tersebar sangat luas, hampir di semua kecamatan. Penyebarannya antara lain daerah Tomata, Beteleme, Kolonodale dan jalur pegunungan di sebelah barat Bungku Barat serta pegunungan di bagian barat Bungku Selatan. Berdasarkan kandungan fosil dalam rijang dan batugamping, diperkirakan umur formasi ini adalah Kapur Atas (Budiman, 1980).

24) Formasi Salodik

Litologi formasi ini berupa batugamping kalkarenit, kalsirudit, batugamping terumbu, dan bersisipan napal.i dari marmer, batugamping terdaunkan dan baugamping kristalin.

Di Kabupaten Morowali, satuan ini terdapat setempat di sebelah barat Bente Kecamatan Bungku Tengah. Salah satu bentuk khas dari topografi satuan ini adalah bentuk topografi karst dengan perbukian yang saling terpisah. Tebal formasi diperkirakan sampai melebihi 1000 m, dengan umur formasi adalah Eosen-Oligosen (Bison dkk, 1982).

25) Formasi Bongka

Gugusan batuan dalam formasi ini merupakan batuan sedimen klastika yang diendapkan setelah tubrukan antara Mandala Banggai Sula dan Mandala Sulawesi Timur yang terjadi pada kala Miosen Tengah dan dikelompokkan kedalam Kelompok Molase Sulawesi, dimana Formasi Bongka termasuk salah satu diantaranya.

Formasi Bongka terdiri dari konglomerat, batupasir, serpih, napal, batugamping, tufa dan batubara yang terdapat di beberapa tempat berupa lensa di bagian atas. Ciri utama satuan ini terhadap morfologi adalah bentuk morfologi bergelombang. Di Kabupaten Morowali formasi ini menyebar luas di sebelah barat wilayah Kecamatan Bungku Utara. Tebal satuan diperkirakan sekitar 750 m, dengan umur Formasi Miosen Atas Pliosen.

26) Formasi Tomata

Litologi formasi ini terdiri dari batugamping, napal, batupasir tufaan dan konglomerat, dan merupakan bagian dari Mandala Geologi Sulawesi Barat.

Penyebaran satuan di kabupaten Morowali sangat luas mencakup bagian barat Morowali di Kecamatan Mori Atas sampai dengan daerah selatan Beteleme. Penyebaran yang cukup luas juga terdapat di Bungku Barat dan Bungku Selatan. Tebal satuan diperkirakan sekitar 500 m dengan umur formasi Pliosen (Budiman, 1981).

27) Formasi Larona

Litologi formasi ini terdiri dari konglomerat, batupasir, batulempung dengan sisipan tufa, dan merupakan bagian dari Mandala Geologi Banggai Sula.

Penyebaran satuan tidak luas dan di Kabupaten Morowali hanya terdapat di Pegunungan Morokompa di sebelah selatan Tompira Kecamatan Petasia. Tebal satuan diperkirakan sekitar 500 m dengan umur formasi Miosen Akhir - Pliosen.

28) Aluvium

Litologinya adalah lumpur, lempung, lanau, pasir, kerikil dan kerakal; berupa endapan sungai, rawa dan pantai. Sebaran utama adalah daerah pesisir pantai yang memanjang dari Solonsa sampai Bungku dan di pesisir daerah Labota. Tebal satuan beberapa meter sampai puluhan meter.

Satuan dan batuan litologi wilayah penelitian dirangkum dan ditabulasikan dalam Tabel 3.5 berikut.Tabel 3.5 Satuan batuan di wilayah Kecamatan Morowali

No.UmurSatuanLitologi

1HolosenAluvium Lumpur, lempung, pasir, kerikil dan kerakal

2PliosenFormasi Laronakonglomerat, batupasir, batulempung dengan sisipan tufa

3Miosen BawahPlio-senFormasi Tomatabatugamping, napal, batupasir tufaan dan konglomerat

4Miosen Atas-Plio-senFormasi Bongkakonglomerat, batupasir, serpih, napal, batugamping, tufa dan batubara

5Eosen-OligosenFormasi Salodikbatugamping kalkarenit, kalsirudit, batugamping terumbu, dan bersisipan napal.i dari marmer, batugamping terdaunkan dan baugamping kristalin

6KapurFormasi Matanoperselingan batugamping kalsilutit dengan rijang, bersisipan batulempung napalan dan argilit

7Kapur-PaleosenBatuan Marmeranmarmer, batugamping terdaunkan dan baugamping kristalin

8Kapur-PaleosenKompleks Pompangeosekis, genes, meta kuarsit, meta gamping, marmer, filit, batusabak, grafit, serpentinit, basal malih dan gabro malih; setempat terdapat breksi dan milonit

9Kapur-OligosenBatuan Ultrabasaharzburgit, lherzolit, wehrlit, dunit, piroksenit, websterit dan serpentinit

10Jura AkhirFormasi Masikubatusabak, serpih, filit, batupasir, batugamping dengan buncah gamping rijangan

11Jura AkhirFormasi Nanakaperselingan batupasir kuarsa dengan dengan batupasir lempungan serta konglomerat pada bagian bawahnya

12Jura AkhirFormasi Tetambahuperselingan batugamping, napal dan batupasir dengan sisipan gamping rijangan

13TriasFormasi TokalaBatugamping, napal, batupasir, serpih dan argilit.

Sumber: Simandjuntak, dkk., 1991

f. Struktur Geologi

Struktur geologi wilayah penelitian sangat erat kaitannya dengan kerangka tektonik Pulau Sulawesi yang merupakan persentuhan 3 mandala geologi, yakni Mendala Geologi Sulawesi Timur, Mendala Geologi Sulawesi Barat dan Mandala Geologi Banggai Sula.

Struktur geologi yang terdapat di wilayah ini adalah lipatan, kekar dan sesar. Jenis sesar yang dapat dikenali berupa sesar sungkup, sesar turun dan sesar mendatar. Adapun sesar yang dapat dikenal adalah sesar Morowali, dan sesar Uekuli dan zone sesar sejajar di Bungku Barat. Sesar-sesar tersebut berarah tenggara-baratlaut. Di Bungku juga terlihat beberapa sesar dengan dimensi yang lebih kecil, dengan arah relatif sejajar dengan arah kedua sesar sungkup, yaitu timurlaut baratdaya di bagian barat dan tenggara-baratlaut di bagian timur.

Lipatan yang terbentuk di daerah ini terdiri dari tiga jenis, yaitu lipatan lemah dan terbuka, lipatan tertutup dan lipatan tumpang-tindih. Struktur geologi lainnya yang sangat umum dan terdapat pada hampir semua batuan adalah struktur kekar. Arah pengkekaran umumnya umumnya tidak beraturan, kecuali pada zone-zone yang dekat dengan struktur utama.

F. Kabupaten Banggai

1. Letak Geografis dan Batas Administrasi

Kabupaten Banggai mempunyai luas 9.672,70 km2. Secara geografis terletak pada koordinat: 00 30" 20 20" LS dan 1220 23" 1240 20" BT.

Secara administrative dibatasi oleh:

a. Di sebelah utara berbatasan dengan Teluk Tomini

b. Di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Morowali dan Teluk Tolo

c. Di sebelah timur dengan Kabupaten Banggai Kepulauan dan Laut Maluku

d. Di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Poso. 2. Hubungan Ke Wilayah Studi

Dari sisi aksesibilitas, wilayak Kabupaten Banggai secara keseluruhan seluruh kecamatan dapat dijangkau dengan kendaraan roda 2 dan 4. Jaringan perhubungan yang tersedia adalah jalan propinsi dan kabupaten dan jalan-jalan desa dengan kondisi jalan baik dan memadai dengan perkerasan permukaan aspal dan sebagian masih pengerasan.

3. Iklim

a. Suhu dan Kelembaban Udara

Iklim di Kabupaten Banggai dipengaruhi oleh 2 musim secara tetap yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Pada tahun 2002 suhu terendah terjadi pada Juni sampai Agustus. Demikian pula dengan kelembaban udara tertinggi juga terjadi pada bulan tersebut.

b. Curah Hujan dan Keadaan Angin

Pada tahun 2002 hujan terjadi sepanjang bulan kecuali September dan Oktober dengan rata-rata curah hujan 100,30 mm. Rata-rata hari hujan sebanyak 12,1 hari, sedangkan jumlah hari hujan terbanyak pada bulan Juni yaitu 25 hari sedangkan pada September dan Oktober hujan hanya 0 2 hari.

Kecepatan angin pada musim hujan relatif kecil daripada musim panas, dan sebaliknya. Demikian pula arah angin terbanyak menunjukkan angka yang hampir sama sehingga sulit dibedakan antara musim panas dan musim hujan.

4. Kondisi Geologia. Fisiografi

Secara morfologi, wilayah Kabupaten Banggai dapat dibagi menjadi 4 satuan morfologi, yaitu dataran, perbukitan, pegunungan dan karst.

Satuan Morfologi Dataran. Satuan morfologi ini secara dominan meliputi daerah selatan Kabupaten Banggai yaitu dari Nambo - Toili dengan luasan terbesar di sekitar Toili. Wilayah lain dengan dataran cukup signifikan adalah Bunta, Bantayan sampai dengan Bonebubakal, wilayah di utara yaitu Mayayap sampai Samaku.

Satuan Morfologi Perbukitan. Satuan morfologi ini terdapat di Bunta yang memanjang ke timur yaitu Siuna, bagian selatan daerah-daerah Samaku, Boalemo sampai dengan balantak dan Bonebubakal..

Satuan Morfologi Pegunungan. Satuan ini mencakup bagian terbesar Kabupaten Banggai, di antaranya Pegunungan Batui dan , Pegunungan Balantak. Elevasi tertinggi di Pegunungan Batui adalah 2.255 m dpl.

Satuan Morfologi Karst. Satuan morfologi krast, pembentuk utamanya adalah batuan karbonat terdapat di sekitar Salodik, Pagimana, Lamala dan Balantak. Dearah-daerah karst ini dicirikan oleh permukaan yang kasar dan terpisah-pisah, berlereng tajam dan menunjukkan sifat-sifat batuan karbonat yang berongga.

b. Stratigrafi dan LitologiSecara regional di batuan penyusun wilayah Kabupaten Banggai terdiri dari ketiga mandala geologi di Sulawesi, yaitu Mandala Geologi Sulawesi Barat, Mandala Geologi Sulawesi Timur dan Mandala Geologi Banggai-Sula.

Stratigrafi batuan wilayah ini disusun berdasarkan umur dari tua ke muda sebagaii berikut.

1) Formasi Meluhu

Litologinya berupa Batusabak, batupasir malih, serpih, filit dan sedikit sekis. Tersingkap di sekitar S. Kaumbanga dan Bunta, hulu S. Toima, umumnya membentuk perbukitan. Formasi ini diduga berumur Trias. Tebal formasi diperkirakan mencapai 750 m.

2) Formasi Tokala

Litologinya berupa batugamping, napal, batupasir, serpih dan argilit. Satuan ini tersebar di Pegunungan Tokala, Boba, Ondolean dan sekitar G. Balutumpu. Kandungan fosil pada formasi ini menunjukkan umur Trias Akhir. Tebal satuan diperkirakan melebihi 900 m.

3) Batuan Ultrabasa

Batuan penyusun satuan ini terdiri dari harzburgit, lherzolit, wehrlit, dunit, piroksenit, websterit dan serpentinit. Gabungan batuan ultrabasa dan basa dengan sedimen pelagos Mesozoikum Formasi Matano merupakan tuntunan ofiolit yang secara regional disebut Jalur Ofiolit Sulawesi Timur (Simanjuntak dkk, 1991).

Di kabupaten Banggai batuan ini termasuk kedalam Mandala Geologi Sulawesi Timur dan tersingkap di Siuna dan selatan Poh. Umur batuan ultra basa ini diduga tidak lebih tua dari Kapur Awal (Simanjuntak, 1986).

4) Formasi Nanaka

Terdiri dari perselingan batupasir kuarsa dengan batupasir lempungan serta konglomerat di bagian bawahnya. Singkapan batuan terletak di S. Sabuko dan hulu S. Balaang. Lensa-lensa batubara dijumpai dalam formasi ini. Singkapan yang luas terdapat di bagian selatan Luwuk sampai Batui. Satua ini membentuk morfologi kasar. Umur formasi Umur formasi Jura Tengah-Jura Akhir, dengan ketebalan diperkirakan > 300 m.

5) Formasi Nambo

Litologi satuan ini berupa napal dan serpih. Di Kabupaten Banggai formasi ini tersingkap dengan baik di sepanjang S. Nambo dan di hulu S. Kanohan di selatan Luwuk. Umur formasi Jura Tengah-Jura Akhir, dengan ketebalan diperkirakan melebihi 300 m.

6) Formasi Matano

Terdiri dari kalsilutit, argilit dan sisipan rijang. Sebarannya meliputi daerah Baloa dan Asaan serta sebelah utara Balantak. Tebal formasi diduga melebihi 1500 m. Umur formasi Kapur Akhir.

7) Formasi Salodik

Litologi berupa batugamping kalkarenit, kalsirudit, batugamping terumbu, dan bersisipan napal.i dari marmer, batugamping terdaunkan dan batugamping kristalin.

Di Kabupaten Banggai, satuan ini tersebar mulai dari Balantak ke arah baratdaya, hulu S. Matindok dan memanjang ke timurlaut. Tebal formasi diperkirakan sampai melebihi 1000 m, dengan umur formasi adalah Eosen-Miosen Tengah.

8) Formasi Poh

Litologi formasi ini berupa napal, putih kecoklatan-putih kelabu, padat dan agak keras. Di Kabupaten Banggai satuan ini terdapat di hulu S. Matindok, hulu S. Batui, hulu S. Bantayan yang memanjang sampai Poh dan Pagimana. Tebal formasi lebih kuranf 1300 m adalah Oligosen-Miosen Akhir.

9) Formasi Lonsio

Terdiri dari perselingan antara lava basal, breksi vulkanik, konglomerat dan batupasir vulkanik klastik, bersisipan batulanau gampingan dan tufa. Penyebaran antara lain di Tanjung Lonsio, S. Bombon dan Binsil. Tebal formasi diperkirakan tidak kurang dari 700 1.000 m, dengan umur formasi adalah Miosen Tengah.

10) Formasi Bongka

Formasi Bongka terdiri dari konglomerat, batupasir, serpih, napal, batugamping, tufa dan batubara yang terdapat di beberapa tempat berupa lensa di bagian atas.

Ciri utama satuan ini terhadap morfologi adalah bentuk morfologi bergelombang. Di Kabupaten Banggai formasi ini terdapat di Bunta dan bagian timur Pagimana da Pegunungan Tokala. Tebal satuan diperkirakan melebihi 1000 m dengan umur Formasi Miosen Atas Pliosen.

11) Formasi Kintom

Litologinya berupa batugamping konglomerat, batupasir dengan sisipan napal. Sebarannya memanjang timurlaut-baratdaya mulai hulu S. Nambo sampai ke daerah Longgolian. Juga terdapat di daerah Biak, Poh dan Bantayan. Tebalnya tidak kurang dari 1200 m, dengan umur formasi Miosen Akhir Pliosen.

12) Batugamping Terumbu

Batugamping koral dengan sisipan napal. Tersingkap antara lain di sepanjang pantai Batui, Pagimana, Bunta, Balantak dan Bonebubakal. Tebal satuan berkisar 50 400 m, dengan kandungan fosil yang menunjukkan umur Pliosen-Holosen.

13) Aluvium

Litologinya adalah lumpur, lempung, lanau, pasir, kerikil dan kerakal; berupa endapan sungai, rawa dan pantai. Umumnya di sepanjang pantai dan daerah aliran sungai.

Satuan dan batuan litologi wilayah penelitian dirangkum dan ditabulasikan dalam Tabel 3.6 berikut.

Tabel 3.6 Satuan batuan di wilayah Kecamatan Banggai

No.UmurSatuanLitologi

1HolosenAluvium Lumpur, lempung, pasir, kerikil dan kerakal

2Pliosen-PleistosenBatugamping TerumbuBatugamping koral

3Miosen Akhir-PliosenFormasi KintomKonglomerat, batupasir dan sisipan napal

4Miosen Akhir-PliosenFormasi Bongkabatugamping, napal, batupasir tufaan dan konglomerat

5Miosen TengahFormasi LonsioPerselingan lava basal, breksi vulkanik, konglomerat dan batupasir vulkanik klastika, bersisipan batulanau gampingan dan tufa.

6Oligosen - Miosen AkhirFormasi PohPerselingan napal dan batugamping, dengan batupasir di bagian bawah.

Tabel 3.6 (Lanjutan)

7Eosen-OligosenFormasi Salodikbatugamping kalkarenit, kalsirudit, batugamping terumbu, dan bersisipan napal.i dari marmer, batugamping terdaunkan dan batugamping kristalin

8Kapur AkhirFormasi MatanoKalsilutit, argilit dan sisipan rijang

9Jura Tengah-Jura AkhirFormasi NamboNapal dan serpih

10JuraFormasi NanakaBatupasir kuarsa, batupasir lempungan dan konglomerat di bagian bawah.

11 Kapur-OligosenBatuan UltrabasaHarzburgit, lherzolit, wherlit, dunit, piroksenit, websterit dan serpentinit.

12TriasFormasi TokalaBatugamping, napal, batupasir, serpih dan argilit.

13TriasFormasi MeluhuBatusabak, batupasir malih, serpih, filit dan sedikit sekis

c. Struktur Geologi

Struktur geologi Kabupaten Banggai di sebagian lokasi termasuk kompleks, dimana dicirikan oleh tektonika beru