SUBJECTIVE WELL-BEING IBU YANG MEMILIKI PERAN GANDA
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I
pada Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi
Oleh :
RESTY APRILIANA
F 100 130 147
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
1
SUBJECTIVE WELL-BEING IBU YANG MEMILIKI PERAN GANDA
Abstrak
Pada umumnya, seorang ayah memiliki peran yaitu bekerja mencari nafkah untuk
keluarganya dan ibu memiliki peran mengatur dan mengurus rumah tangga.
Sekarang banyak ibu yang bekerja untuk membantu suami mencukupi
perekonomian keluarganya.Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui dan
mendeskripsikan subjective well being ibu yang memiliki peran ganda. Penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 6
ibu yang memiliki peran ganda yaitu ibu yang bekerja diluar dan menjadi ibu
rumah tangga di wilayah desa X, kabupaten Karanganyar.Teknik pemilihan
subjek yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik purposive sampling.
Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara. Hasil
penelitian yang diperoleh adalah ibu yang memiliki peran ganda dapat
menjalankan perannya sebagai ibu bekerja dan sebagai ibu serta istri untuk anak
dan suaminya. Dengan adanya tujuan hidup masing-masing subjek seperti ingin
melihat anak-anaknya sukses sekolah sampai tahap tinggi, ingin anaknya
mendapat pekerjaan yang mapan dan hidup enak, ingin melihat anak-anaknya
segera menikah membuat subjek terus berusaha agar tujuan hidup tersebut
tercapai. Selain itu, aktifitas subjek mengisi waktu luangnya di kantor, rumah,
akhir pekan, kegiatan dilingkungan tempat tinggalnya dapat membuat subjek
terhibur dan refresh. Faktor yang mempengaruhi subjective well being pada
subjek adalah tujuan hidup, rasa syukur, senang, bahagia, nyaman, berpikir
positif, emosi yang terkontrol, dukungan dari keluarga serta orang tua, hubungan
positif dengan pasangan dan anak, memiliki waktu berkualitas bersama keluarga,
serta menghabiskan waktu luang bersama keluarga dan mengikuti kegiatan
dilingkungan tempat tinggalnya.
Kata Kunci: Subjective Well-being, Peran ganda, Ibu.
Abstract
In general, a father has a role that is working to earn a living for his family and
mother has the role of organizing and managing the household. Now many
mothers who work to help her husband to fulfill his family's economy. The
purpose of this research is to know and describe the subjective well being mothers
who have multiple roles. This research uses qualitative approach. Subjects in this
study amounted to 6 mothers who have dual roles of mothers who work outside
and become housewives in the village area X, district Karanganyar.Teknik subject
selection this study is a purposive sampling technique. Data collection used in this
research is interview. The results obtained are mothers who have multiple roles
can perform their role as working mother and as mother and wife for child and
2
husband. With the purpose of life of each subject such as wanting to see his
children succeed school to high stage, wanting his son to get a job that is well
established and good life, want to see his children soon get married subject keep
trying to achieve the purpose of life is achieved. In addition, subject activities to
fill his spare time in the office, home, weekend, activities in the environment
where he lives can make the subject entertained and refreshed. Factors that affect
subjective well being in the subject are life goals, gratitude, joy, happiness,
comfort, positive thinking, controlled emotions, support from family and parents,
positive relationships with spouses and children, have quality time with family,
Leisure time with family and follow activities in the environment where he lived.
Keywords: Subjective Well-being, The dual role, Mother.
1. PENDAHULUAN
Sebagai manusia pasti menginginkan sebuah kebahagiaan namun juga kadangkala
akan mengalami suatu kesedihan. Bahagia bukanlah suatu kebetulan atau
keberuntungan semata. Orang-orang yang terlihat senang sebenarnya telah
memutuskan agar dirinya bahagia di lingkungan apapun. Membagikan
kebahagiaan kepada orang lain merupakan hal yang penting untuk dilakukan.
(Solopos,2016). Pada saat ini kita mengenal yang namanya kesejahteraan
subjektif atau yang sering dikenal dengan Subjective well-being. Menurut Diener,
Suh, & Oishi ( Eid dan Larsen,2008) Subjective well-being adalah menilai bahwa
kehidupan selalu positif dan selalu merasa baik, merasa puas dengan kehidupanya
dan merasakan bahagia.
Kodrat seorang ayahlah yang bekerja mencari nafkah namun manjadi ibu
sekaligus bekerja kadangkala menjadi tuntutan, di saat kebutuhan ekonomi rumah
tangga yang selalu meningkat. Juga menjadi kebutuhan di saat seorang ibu ingin
mengaktualisasi diri sesuai dengan ilmu dan keahlian yang dimilikinya. (Suara
merdeka,2012). Fenomena wanita bekerja sudah sering dijumpai pada kehidupan
dimasyarakat. Sejak dulu, wanita sudah bekerja untuk membantu perekonomian
rumah tangganya. Jenis pekerjaannya beraneka ragam seperti di perkantoran,
pasar, perkebunan dan lain-lain (Tabloid Nakita,2016). Banyak hal yang
mengakibatkan istri memilih untuk kerja. Salah satunya karena ingin membantu
3
ekonomi keluarga. Ada juga istri kerja untuk membantu perekonomian saat suami
di PHK. Istri bekerja pasti menimbulkan akibat tertentu. Apalagi apabila istri
harus bekerja full time. Misal, waktu istri belum bekerja, rumah selalu tertata
sesuai tempatnya dan bersih. Namun setelah istri memutuskan untuk kerja, tidak
ada waktu lagi untuk mengerjakannya. Setelah pulang dari kerja, kondisinya
sudah capek dan istri lebih langsung memegang anak daripada membersihkan
rumah. Pada kenyataannya peran ganda memberikan konsekuensi yang berat. Di
satu sisi wanita mencari nafkah untuk membantu suami bahkan pada kasus
tertentu wanita lebih bisa diandalkan dalam menafkahi dan disisi lain wanita harus
bisa melaksanakan tanggung jawabnya sebagai istri dan ibu. Walaupun demikian
peran ganda wanita bukan pilihan yang tidak mungkin diambil dan hal tersebut
sering berdampak kepada sikapnya terhadap kerja (Tabloid Nova,2010).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Marretih (2013) dikatakan bahwa
disisi lain akan muncul kesadaran terhadap tugas utamanya sebagai ibu dari anak-
anak, sebagai istri dari suami untuk memenuhi tugas utama tersebut para ibu yang
bekerja berusaha semaksimal mungkin membagi waktu, membuat komitmen
terhadap keluarga dan pekerjaannya, karena keluarga dan pekerjaan memiliki arti
penting bagi kehidupan. Para responden mengorbankan kepentingan-kepentingan
pribadi yang lain dan berusaha untuk selalu “ada” buat keluarganya. Satu hal yang
disyukuri adalah merasa benar-benar terbantu dengan hadirnya orang-orang dekat,
seperti orangtua atau mertua, saudara atau bahkan pembantu yang meringankan
tugas pengasuhan anak ketika seorang ibu bekerja. Dua sisi kehidupan inilah yang
menjadi sumber dilema para ibu yang bekerja. Di sinilah para ibu yang bekerja
berusaha semaksimal mungkin membagi waktu, membuat komitmen terhadap
keluarga dan pekerjaannya, karena keluarga dan pekerjaan memiliki arti penting
bagi kehidupannya.
Compton (2005) berpendapat bahwa subjective well-being terbagi dalam
dua variabel utama: kebahagiaan dan kepuasan hidup. Kebahagiaan berkaitan
dengan keadaan emosional individu dan bagaimana individu merasakan diri dan
dunianya. Kepuasan hidup cenderung disebutkan sebagai penilaian global tentang
kemampuan individu menerima hidupnya.
4
Diener, Suh, & Oishi (dalam Eid & Larsen,2008) menyatakan subjective
well being merupakan penilaian bahwa kehidupan itu positif dan merasa baik:.
"demikian seseorang bisa disebut mempunyai subjective well being yang tinggi,
jika individu mengalami kepuasan dalam hidup dan sesekali sukacita, dan tidak
sering mendapati emosi yang tidak disenangi seperti sedih atau marah. Seseorang
disebut memiliki subjective well being yang rendah, jika tidak mudah puas dengan
kehidupan, mendapati sukacita yang sedikit serta kasih sayang dan suka merasa
emosi yang negatif seperti marah atau cemas.
Diener (dalam Larsen & Eid, 2008) membagi komponen subjective well-
being menjadi 2, yaitu komponen kognitif dan komponen afektif. Komponen
kognitif adalah evaluasi kepuasan hidup dari hidup seseorang. Evaluasi terhadap
kepuasan hidup dapat dibagi menjadi evaluasi terhadap kepuasan hidup secara
global (life satisfaction) dan evaluasi terhadap kepuasan pada domain tertentu.
Sedangkan komponen afektif dalam subjective well-being yang dimaksud adalah
reaksi individu terhadap kejadian-kejadian dalam hidup yang meliputi emosi
(afek) yang menyenangkan dan emosi (afek) yang tidak menyenangkan.
Komponen afektif subjective well-being dapat dibagi menjadi afek positif
(positive affect) dan afek negatif (negatife affect).
Ryff (1995) membagi aspek subjective well-being menjadi:
a. Penerimaan diri
Penerimaan diri bukan berarti bersikap positif atau pasrah, akan tetapi pemahaman
yang jelas akan peristiwa yang terjadi sehingga dapat memberikan tanggapan
secara efektif.
b. Hubungan positif dengan sesama
Hubungan positif yang baik merupakan sesuatu yang diperlukan, tapi tidak cukup
untuk membuat subjective well-being seseorang tinggi. Artinya, hubungan sosial
yang tidak membuat seseorang mempunyai subjective well-being yang tinggi,
namun seseorang dengan subjective well-being yang tinggi mempunyai ciri-ciri
berhubungan sosial yang baik.
5
c. Autonomi
Ciri utama dari seorang individu yang memiliki autonomi yang baik antara lain
dapat menentukan segala sesuatu seorang diri (self determining) dan mandiri.
Selain itu, orang teresebut memiliki ketahanan dalam menghadapi tekanan sosial,
dapat mengatur tingkah laku dari dalam diri, serta dapat mengevaluasi diri dengan
standard personal.
d. Penguasaan lingkungan
Seseorang yang baik dalam dimensi penguasaan lingkungan memiliki keyakinan
dan kompetensi dalam mengatur lingkungan sehingga mampu memilih dan
menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai pribadi.
e. Tujuan dalam hidup
Seseorang yang mempunyai komitmen dalam mengejar tujuan hidupnya dia akan
dapat memahami makna hidup dan mampu mengatasi masalah.
Menurut Pavot dan Diener (dalam Linely dan Joseph, 2004), faktor-faktor
yang mempengaruhi subjective well-being adalah sebagai berikut:
a. Sikap menerima (acceptance). Sikap menerima orang lain dipengaruhi
oleh sikap menerima diri yang timbul dari penyesuaian pribadi maupun
penyesuaian sosial yang baik.
b. Kasih sayang (affection). Cinta atau kasih sayang penting dalam
penyesuaian diri. Kurangnya cinta atau kasih sayang akan mempengaruhi
kebahagiaan individu.
c. Prestasi (achievement). Prestasi berhubungan dengan tercapainya tujuan
individu. Apabila tujuan ini tidak realistis maka akan timbul kegagalan dari
individu yang bersangkutan akan merasa tidak puas serta tidak bahagia.
Arivia (2000) menyebutkan bahwa peran ganda wanita adalah saat dimana
wanita menjalankan peran sebagai pegawai dan pada saat bersamaan wanita
tersebut juga merawat anak dan mengurus rumah tangganya.
Subjective well-being ibu yang memiliki peran ganda adalah evaluasi
secara kognitif dan afektif yang mencangkup pemenuhan dan kepuasan seorang
ibu yang bekerja diluar rumah dan sebagai ibu rumah tangga yang berusia 40-60
tahun.
6
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Herdiansyah (2015) menjelaskan
penelitian kualitatif yaitu mengamati tingkah laku manusia dengan terjun
langsung ke lapangan, bertemu dan berinteraksi secara intensif dengan subjek
penelitian serta menjadi bagian dari dinamika kehidupan subjek. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif dimaksudkan untuk memperoleh informasi,
melalui wawancara.
Teknik pemilihan informan yang digunakan pada penelitian ini adalah
purposive sampling. Herdiansyah (2015) mengemukakan bahwa purposive
sampling adalah teknik dalam non-probability sampling yang berdasarkan kepada
ciri-ciri yang dimiliki oleh informan yang dipilih karena ciri-ciri tersebut sesuai
dengan tujuan penelutian yang akan dilakukan. Jumlah sampel yang diambil
adalah 5 ibu di Karanganyar. Peneliti memilih informan tersebut berdasarkan ciri-
ciri yaitu, ibu yang memiliki peran ganda berusia 40-60 tahun yang tinggal
didaerah Karanganyar, memiliki anak, memiliki suami yang bekerja, tinggal
hanya dengan suami dan anak.
Metode yang digunakan untuk memperoleh data dari penelitian ini adalah
wawancara. Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara semi
terstruktur, Herdiansyah (2015) menjelaskan ciri-ciri wawancara semi terstruktur
yaitu pertanyaan terbuka, namun ada batasan tema dan alur pembicaraan. Durasi
wawancara dapat diprediksi, Fleksibel namun terkontrol (pada pertanyaan atau
jawaban), Terdapat pegangan wawancara (guideline interview) yang dibuat
sebagai tujuan dalam alur, urutan, dan penggunaan kata. wawancara bertujuan
untuk mengerti suatu fenomena.
Sarwono (2006) menjabarkan untuk meningkatkan validitas penelitian
kualitatif dengan melakukan hal-hal sebagai berikut: memperluas harapan-harapan
awal, berfokus kepada referensi sumber data lain, membuat kutipan ekstensif yang
berdasarkan catatan lapangan dan hasil dari wawancara, serta data archive dalam
rekaman video atau audio, merujuk pada data penelitian lain, dan melakukan
pengecekan. Hal-hal yang perlu dilakukan oleh peneliti dalam meningkatkan
7
reliabilitas data, yaitu: mempelajari rekaman video atau audio dengan melakukan
beberapa kali.
Tabel 1. Informan Penelitian
Subjek Usia Pend. Pekerjaan
istri
Pekerjaan
suami
Lama
Bekerja
Lama
bekerja
dalam
sehari
Jml
Anak
STRW 47
th SMA
PNS
pegawai
PNS
pegawai
kesbanglimas
24 thn 9 jam
sehari 1
AB 44
th
D3
akutansi
Pegawai
bank
PNS
Pegawai
kelurahan
21 thn 9 jam
sehari 3
PL 41
th
S1
Manajemen
Swasta
accounting
Swasta
Fotografer 5 thn
8,5 jam
sehari 1
DH 42
th
S1
Hukum
Swasta
Marketing
Swasta
Marketing 15 thn
8 jam
sehari 2
SYRSR 40
th
S2
Teknik
Sipil
Dosen Swasta 17 thn 9 jam
sehari 1
ES 46
th
S1
Manajemen
Pegawai
bank
PNS
Guru SMA 21 thn
9 jam
sehari 2
3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami dan mendeskripsikan
subjective well being ibu yang memiliki peran ganda. Adapun aspek dari
Subjective well-being adalah penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain,
otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, pengembangan diri, kasih sayang
dan prestasi.
Pada aspek penerimaan diri dengan indikator mampu mengakui dan
menerima aspek yang ada pada dirinya. Dua dari enam subjek memandang
dirinya bahwa seorang yang selalu bersyukur, Menurut penelitian Wirawan (2010)
rasa syukur atas segala sesuatu yang telah dimiliki oleh individu akan tetap
mampu mengembangkan kebahagiaannya. Pada aspek hubungan positif dengan
orang lain dengan indikator percaya hubungan dengan orang lain. Empat dari
enam subjek mengatakan bahwa apabila terjadi perselisihan pendapat dengan
suami akan diselesaikan dengan duduk kemudian berdiskusi bersama dengan
8
menjaga komunikasi antar anggota keluarga. Hal ini sesuai dengan teori yang
dipaparkan oleh De vito (dalam Islami,2016), bahwa komunikasi yang efektif
adalah komunikasi yang meliputi kelima aspek yaitu keterbukaan, empati,
dukungan, sifat positif, dan kesamaan. Dengan menjaga komunikasi yang efektif
akan membentuk keluarga yang bahagia.
Pada aspek otonomi dengan indikator memilih sesuatu sendiri dan mandiri.
Keenam subjek tidak ada yang memaksa subjek untuk berperan ganda, satu dari
enam subjek memiliki salah satu motivasi adalah ingin anaknya menjadi anak
yang mandiri. Hal ini sejalan dengan pendapat Hock (dalam Geofanny,2016)
bahwa ibu yang bekerja mendorong anaknya untuk melakukan self sufficient
(mencukupi diri), mandiri, dan melatih anak untuk bertanggung jawab terhadap
tugas-tugasnya sendiri.
Pada aspek penguasaan lingkungan dengan indikator dapat mengendalikan
berbagai aktifitas eksternal yang berada dilikingkunganya termasuk mengatur dan
mengendalikan situasi kehidupan sehari-hari. Keenam subjek dapat
mengendalikan berbagai aktifitas dilingkungannya, subjek mengikuti beberapa
kegiatan dilingkungan rumahnyaseperti arisan pkk, pengajian,dan senam pagi.
Menurut Abdullah (1997) sebab pada umumnya perempuan mempunyai lima
macam kegiatan yaitu: kegiatan sehari-hari berkaitan dengan rumah tangga,
kegiatan mencari nafkah pada industri rumah tangga, kegiatan mencari nafkah
pada kesempatan yag ada, kegiatan sosisal dari masyarakat, dan kegiatan
individual dan istirhat, keenam subjek masih dapat mengikuti kegiatan sosial
dimasyarakat.
Pada aspek tujuan hidup dengan indikator mempunyai komitmen dalam
mengejar tujuan hidupnya. Lima dari enam subjek memiliki tujuan hidup yaitu
ingin melihat anak-anaknya hidup bahagia dan sukses. Hal tersebut sesuai dengan
teori Diener (2000) menyatakan bahwa orang merasa lebih bahagia dan puas atas
hidupnya ketika orang tersebut lebih optimis tentang masa depannya. Ketika
subjek memiliki tujuan hidup, subjek akan berjuang dan bekerja dengan ikhlas
serta senantiasa bahagia agar tujuan hidup tersebut tercapai. Usaha yanga sudah
dilakukan sudah mendukung dalam pencapaian tujuan hidup tersebut seperti
9
menemani anak belajar, memasukkan anak ke bimbingan belajar apabila tidak
bisa sepenuhnya dapat menemani anak belajar, dan menabung.
Pada aspek pengembangan diri dengan indikator tidak melihat orang lain
untuk mendapatkan persetujuan, tetapi mengevaluasi diri dengan menggunakan
standart pribadi. Keenam subjek mengalami perubahan setelah memiliki anak saar
bekerja yaitu memiliki tanggung jawab lebih, lebih sibuk, dan lebih kompromi
dengan waktu. Namun hal tersebut tidak membuat subjek berhenti bekerja. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Abdullah (1997) peran perempuan disektor
publik berpengaruh dalam rumah tanggany, perempuan menjadi terbebani tugas
ganda yaitu harus bertanggung jawab atas pekerjaanya disektor publik maupun di
sektor domestik. Namun keadaan tersebut hanya terjadi saat baru merasakan
memiliki anak ketika bekerja, keterbiasaan akan membuat subjek tidak terbebani
karena subjek dapat mengatasi masalah tersebutr seperti subjek haruas menjemput
anak, subjek mengatasinya dengan menggunakan waktu istirahatnya saat bekerja
untuk menjemput anaknya.
Pada aspek kasih sayang dengan indikator cinta atau kasih sayang penting
dalam penyesuaian diri dan indikator kebahagiaan individu. Keenam subjek
berusaha berada disisi anaknya ketika sakit. Subjek lebih memprioritaskan
keluarganya dibanding pekerjaannya. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat
Munandar (1985) mengatakan bahwa ada beberapa dampak negatif dari ibu
bekerja, antara lain: ibu tidak ada di saat-saat penting ketika anak sangat
membutuhkannya, misalnya saat anak sakit, dan apabila ibu atau istri menjadi
terlalu lelah bekerja akan membuat dirinya tidak mempunyai energi lagi untuk
bermain dengan anak, serta menemani suami dalam kegiatan tertentu. Perasaan
bersalah juga timbul pada wanita karir yang telah berkeluarga karena kurang dapat
memberikan perhatian dan waktu pada anak
Pada aspek prestasi dengan indikator kegagalan dari individu yang
bersangkutan akan merasa tidak puas serta tidak bahagia. satu dari enam subjek
memiliki faktor menjalankan seorang ibu yang berperan ganda adalah ingin
mengaktualisasikan kemampuannya dan membantu suami dalam mencari nafkah.
Hal ini sejalan dengan pendapat Maslow (dalam Iskandar, 2016) bahwa
10
kebutuhan aktualisasi diri yaitu kebutuhan untuk mengalami pemenuhan diri,
yang merupakan kategori kebutuhan tertinggi. Kebutuhan ini diantaranya adalah
kebutuhan untuk mengembangkan potensi yang ada pada diri sendiri secara
menyeluruh, meningkatkan kemampuan diri, dan menjadi orang yang lebih baik.
Dengan mengaktualisasikan diri subjek dapat mengembangkan potensinya dan
dapat memenuhi kebutuhan keluarganya
Pada penelitian ini peneliti menemukan temuan baru bahwa pekerjaan
swasta dengan pekerjaan negeri akan mempengaruhi subjective well-being ibu
yang memiliki peran ganda, karena subjek yang bekerja swasta akan lebih
menyiapkan untuk kehidupan masa tuanya sejak dini. Sebagai contoh seperti
memiliki kontrakan rumah dan memiliki tabungan yang lebih. Berbeda dengan
pegawai negeri, subjek tidak terlalu memikirkan masa tuanya sebab sudah ada
jaminan masa tua seperti pensiunan.
Banyak sedikitnya anak akan mempengaruhi subjective well-being ibu
yang memiliki peran ganda seperti memiliki lebih dari satu anak akan saling
bekerja sama dalam mengatasi pekerjaan rumah misalnya anak pertama
mengantar adik keduanya sekolah lalu ibunya mengantar anak ketiganya ke
sekolah. Mereka saling membagi tugas pekerjaan rumah, berbeda dengan
memiliki anak satu. Ibu dan ayah yang harus berbagi tugas pekerjaan rumah.
Suami mendukung subjek bekerja karena subjek dapat membantu
perekonomian keluarganya, agar anak-anaknya dapat mandiri, dan suami
mengetahui bahwa subjek sejak dulu senang bekerja.
Faktor-faktor yang mampu mempengaruhi subjective well-being pada ibu
yang memiliki peran ganda ada dua, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor
internal adalah merasa senang dan bahagia, nyaman , selalu bersyukur, memiliki
tujuan, memandang kehidupan dengan selalu merasa cukup dan selalu berpikiran
positif, memprioritaskan keluarga, memiliki tujuan hidup agar anaknya sukses.
mampu membagi waktu bekerja dengan meluangkan akhir pekan dengan jalan-
jalan bersama suami dan anak-anaknya, diwaktu luang dirumah digunakan untuk
memasak dengan anak-anaknya, diwaktu luang ditempat kerja digunakan untuk
mengobrol dengan rekan kerjanya, mengikuti kegiatan dilingkungan tempat
11
tinggalnya. Sedangkan faktor eksernalnya adalah memiliki dukungan suami ,
anak-anaknya dan orang tuanya, Hal tersebut didukung pendapat dari Keyes,
Shmotkin dan Ryff (2002) bahwa subjective well-being adalah evaluasi kehidupan
seorang individu mengenai kepuasan akan hidupnya serta keseimbangan antara
afeksi positif dan negatif.
4. PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diungkapkan
pada penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ibu yang memiliki
peran ganda yaitu ibu bekerja dan ibu rumah tangga dengan bekerja subjek tidak
selalu bergantung dan meminta untuk membeli barang yang diinginkan kepada
suami. Bersyukur dapat mengembangkan kebahagiaan pada ibu yang berperan
ganda. Subjek menyelesaikan permasalahan dengan suaminya dengan berdiskusi
bersama dan menjaga komunikasi antar anggota keluarga karena komunikasi yang
efektif akan membentuk keluarga yang bahagia. Anak-anak subjek lebih
mencurahkan isi hatinya kepada ibunya. Saat subjek bekerja untuk mengetahui
keadaan anak-anak dan suaminya dengan menelepon untuk mengetahui kabarnya
hal tersebut merupakan solusi praktis ditengah keterbatasan waktu yang dimiliki
untuk berinteraksi bersama keluarganya.
Semua keluarga menyetujui subjek bekerja, dengan dukungan tersebut
subjek akan merasa puas dalam bekerja. Waktu luang dirumah dihabiskan subjek
bersama keluarga seperti jalan-jalan dan kuliner bersama keluarga, hal tersebut
akan terasa kebahagiaan dalam perkawinan karena akan membuat saling
memahami satu sama lain. Aktifitas dilingkungan tempat tinggalnya seperti yang
diikuti subjek yaitu arisan pkk, pengajian dan senam pagi sebagai bukti bahwa
subjek masih dapat mengikuti kegiatan sosial dimasyarakat.Subjek memiliki
tujuan hidup yaitu ingin melihat anak-anaknya hidup bahagia dan sukses karena
hal tersebut merupakan suatu kebahagiaan apabila dapat tercapai, tujuan hidup
tersebut membuat subjek menjadi lebih optimis untuk mencapainya.Subjek
bekerja karena ingin mengaktualisasikan kemampuannya dan membantu suami
12
dalam mencari nafkah. Dengan mengaktualisasikan diri subjek dapat
mengembangkan potensinya dan dapat memenuhi kebutuhan keluarganya.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi subjective well-being ibu yang
memiliki peran ganda adalah rasa syukur terhadap apa yang telah didapatkan, rasa
ikhlas, dukungan dari keluarga , senang dan bahagia, nyaman , memiliki tujuan,
memandang kehidupan dengan selalu merasa cukup dan selalu berpikiran positif,
memprioritaskan keluarga, memiliki tujuan hidup agar anaknya sukses.
hubungan positif dengan pasangan dan anak, kasih sayang keluarga, dukungan
suami, anak, dan orang tua, waktu berkualitas bersama keluarga, serta
menghabiskan waktu luang dengan jalan-jalan, kulineran, serta memasak bersama
suami dan anak-anak. Waktu luang dikantor untuk komunikasi dengan rekan
kerja. Serta mengikuti kegiatan dilingkungan tempat tinggalnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah,I. (1997). Sangkan Peran Gender. Pustaka Pelajar: Yogyakarta
Arivia, G. (2000). Suara Ibu Peduli: Catatan Perjalanan Suara Ibu Peduli.
Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan.
Compton, W. C. (2005). Introduction to Positive Psychology. USA: Thomson
Learning
Diener, E. (2000). Subjective Well-Being, The Science of Happiness and a
Proposal for a National Index. American Psychologist , 55 (1) 34-43.
Eid, M. & Larsen R.J. (2008). The Science of Subjective Well-Being. London: The
Guilford Perss
Geoffany, R. (2016). Perbedaan Kemandirian Anak Usia Dini Ditinjau Dari Ibu
Bekerja Dan Ibu Tidak Bekerja. Psikoborneo, 4(4), 711 – 721.
Handayani, E. (2016,Maret,6). Lima Kunci Kebahagiaan Anda Ada di Sini!.
Solopos. Diunduh dari http://www.solopos.com/2016/03/06/serba-lima-
lima-kunci-kebahagiaan-anda-ada-di-sini-698178 (diakses 29 September
2016)
Herdiansyah, H. (2015). Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu Psikologi.
Jakarta: Salemba Humanika
13
Ipoel. (2016,Januari,3). Mama, Jangan Merasa Bersalah Menjadi Ibu Bekerja.
Tabloid Nakita. Diunduh dari http://tabloid-nakita.com (diakses 29
September 2016)
Iskandar. (2016). Implementasi Teori Hirarki Kebutuhan Abraham Maslow
Terhadap Peningkatan Kinerja Pustakawan. Jurnal Khizanah Al-Hikmah,
4(1),24-34.
Islami, F. C. (2016). Komunikasi Antara Ibu Bekerja Dan Remaja. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Universitas Surabaya, 5(1),1-7.
Keyes, C. L., Shmotkin, D., dan Ryff, C. D. (2002). Optimizing Well-Being: The
Empirical Encounter of Two Traditions. Journal of Personality and
Social Psychology , 82 (6), 1007–1022.
Linley, P.A & Joseph S. 2004. Positive Psychology in Practice. New Jersey: John
Wiley & Sons. Inc
Marretih, A. K. (2013). Work-Family Conflict Pada Ibu Bekerja . Sosial
Budaya,10(1),27-37
Mubarok. (2012,Agustus,1). Suami Makn Gaji Istri. Suara Merdeka. Diunduh
darihttp://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/08/01/1
94582/Suami-Makan-Gaji-Istri (diakses 29 September 2016)
Munandar, U. 1985. Mengembangkan Bakat dan Kreatifitas Anak Sekolah,
Petunjuk Bagi Para Guru dan Orang Tua. Jakarta : Gramedia.
Prianggoro, H. (2010,Maret,19). Problema Istri Bekerja. Tabloid Nova. Diunduh
dari http://tabloidnova.com/Keluarga/Pasangan/Problema-Istri-Bekerja
(diakses 29 September 2016)
Ryff, C.D., & Keyes, C.L.M., (1995). The Structure of Psychological Well-Being
Revisited. Journal of Personality and Social Psychology, 69(4),719-717
Sarwono, J. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta:
Graha Ilmu
Wirawan, H. E. (2010). Kebahagiaan Menurut Dewasa Muda Indonesia. (online).
Jakarta: Universitas Tarumanegara. Diakses pada 19 Juni 2017.
Top Related