IHSAN
(Pengertian Ihsan, Landasan Ihsan dan Aplikasi
Ihsan dalam Kehidupan Sehari - Hari)
MAKALAH INI DISAMPAIKAN PADA MATA KULIAH STUDI ISLAM 1
DOSEN: Dr.Hasani Ahmad Said, M.A.
Disusun oleh :
Ilham Octaviansyah
Nisa Nur Janah
MANAGEMENT INFORMASI PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYAHTULLAH
JAKARTA
1435 H./2014M.
IHSAN
(Pengertian Ihsan, Landasan Ihsan dan Aplikasi Ihsan dalam
Kehidupan Sehari - Hari)
I. Pendahuluan
Ihsan adalah puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi target seluruh
hambah Allah SWT. Ihsan menjadikan kita sosok yang mendapatkan kemuliaan dari-
Nya, Sebaliknya seorang hamba yang tidak mampu mencapai target ini akan
kehilangan kesempatan yang sangat mahal untuk menduduki posisi terhormat dimata
Allah SWT. Rasulullah SAW pun sangat menaruh perhatian akan hal ini, sehingga
seluruh ajaran-ajarannya mengarah kepada satu hal, yaitu mencapai ibadah yang
sempurna dan akhlak yang mulia.
Oleh karenanya, seorang muslim hendaknya tidak memandang ihsan itu hanya
sebatas akhlak yang utama saja, melainkan harus dipandang sebagai bagian dari
aqidah dan bagian terbesar dari keislamannya. Karena islam di bangun atas 3
landasan utama yaitu; iman, Islam dan Ihsan seperti yang telah diterangkan oleh
Rasulullah saw dalam haditsnya yang shahih. Hadist ini menceritakan saat Rasulullah
SAW menjawab pertanyaan Malaikat Jibril—yang menyamar sebagai seorang
manusia—mengenai Islam, iman, dan ihsan. Setelah Jibril pergi, Rasulullah saw.
bersabda kepada para sahabatnya :
د9ي2ن6ك4م2 ((. ك4م2 ي4ع6ل>م4 6ت6اك4م2 أ ب2ر9ي2ل4 ج9 إ9نHه4 مسلم ف6 رواه
“Inilah Jibril yang datang mengajarkan kepada kalian urusan agama kalian.”
Beliau menyebut ketiga hal di atas sebagai agama, dan bahkan Allah SWT
memerintahkan untuk berbuat ihsan pada banyak tempat dalam Al-Qur`an.
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (al-Baqarah: 195)
“Sesungguhnya Allah memerintahkanmu untuk berbuat adil dan kebaikan….”(an-
Nahl: 90)
II. Pembahasan
1. Pengertian Ihsan
Ihsan berasal dari kata ن% yang artinya adalah berbuat baik, sedangkan bentuk ح%س'
masdarnya adalah *ان -ح*س% -yang artinya kebaikan. Allah SWT berfirman dalam Al ,ا
Qur`an mengenai hal ini.
Jika kamu berbuat baik, (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri…” (al-Isra':
7)
”…Dan berbuat baiklah (kepada oraang lain) seperti halnya Allah berbuat baik
terhadapmu….” (al-Qashash:77)
Ibnu Katsir mengomentari ayat di atas dengan mengatakan bahwa kebaikan yang
dimaksud dalam ayat tersebut adalah kebaikan kepada seluruh makhluk Allah SWT.
Dengan demikian akhlak dan Ihsan adalah dua pranata yang berada pada suatu sistem
yang lebih besar yang disebut akhlaqul karimah1
Landasan Syar’i Ihsan.
Pertama; Al-Qur`an
Dalam Al-Qur`an, terdapat seratus enam puluh enam ayat yang berbicara tentang
ihsan dan implementasinya. Dari sini kita dapat menarik satu makna, betapa mulia
dan agungnya perilaku dan sifat ini, hingga mendapat porsi yang sangat istimewa
dalam Al-Qur`an. Berikut ini beberapa ayat yang menjadi landasan akan hal ini.
“Sesungguhnya Allah memerintahkanmu untuk berbuat adil dan kebaikan….”
(an-Nahl: 90)
“…serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia….” (al-Baqarah: 83)
1 WAHHAB, MUHAMMAD BIN ABDUL, 2004 , TIGA PRINSIP DASAR DALAM ISLAM,RIYADH: DARUSSALAM,HLM.23-24
“…Dan berbuat baiklah terhadap dua orang ibu bapak, kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, tetangga dekat maupun yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil
dan para hamba sahayamu….” (an-Nisaa`: 36)
Kedua; As-Sunnah.
Rasulullah SAW pun sangat memberi perhatian terhadap masalah ihsan ini. Sebab, ia
merupakan puncak harapan dan perjuangan seorang hamba. Bahkan, diantara hadist-
hadist mengenai ihsan tersebut, ada beberapa yang menjadi landasan utama dalam
memahami agama ini Rasulullah SAW menerangkan mengenai ihsan—ketika ia
menjawab pertanyaan Malaikat Jibril tentang ihsan dimana jawaban tersebut
dibenarkan oleh Jibril, dengan mengatakan :
اك6 . ي6ر6 إ9نHه4 ف6 اه4 ت6ر6 ت6ك4ن2 ل6م2 إ9ن2 ف6 اه4 ت6ر6 ك6أ6نHك6 الله6 ت6ع2ب4د6 أ6ن2
“Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan apabila engkau
tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Muslim)
Di kesempatan yang lain, Rasulullah bersabda:
, و6 ت2ل6ة6 ال2ق6 ن4و2 س9 ا6ح2 ف6 ت6ل2ت4م2 ق6 ا9ذ6ا ف6 ء ي2 ش6 ك4ل> ع6ل6ى ان6 س6 ح2 ا2ال9 ع6ل6ي2ك4م4 ك6ت6ب6 الله6 Hا9ن
ة6 الذHب2ح6 ن4و2 س9 ا6ح2 ف6 ت4م2 ذ6ب6ح2 ا9ذ6ا
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kebaikan pada segala sesuatu, maka jika
kamu membunuh, bunuhlah dengan baik, dan jika kamu menyembelih, sembelihlah
dengan baik…” (HR. Muslim)
Tiga Aspek Pokok Dalam Ihsan
Ihsan meliputi tiga aspek yang fundamental. Ketiga hal tersebut adalah ibadah,
muamalah, dan akhlak. Ketiga hal ini lah yang menjadi pokok bahasan kita kali ini.
1. IBADAH
Kita berkewajiban ihsan dalam beribadah, yaitu dengan menunaikan semua jenis
ibadah, seperti shalat, puasa, haji, dan sebagainya dengan cara yang benar, yaitu
menyempurnakan syarat, rukun, sunnah, dan adab-adabnya. Hal ini tidak akan
mungkin dapat ditunaikan oleh seorang hamba, kecuali jika saat pelaksanaan ibadah-
ibadah tersebut ia dipenuhi dengan cita rasa yang sangat kuat (menikmatinya), juga
dengan kesadaran penuh bahwa Allah senantiasa memantaunya hingga ia merasa
bahwa ia sedang dilihat dan diperhatikan oleh-Nya. Minimal seorang hamba
merasakan bahwa Allah senantiasa memantaunya, karena dengan ini lah ia dapat
menunaikan ibadah-ibadah tersebut dengan baik dan sempurna, sehingga hasil dari
ibadah tersebut akan seperti yang diharapkan.
Inilah maksud dari perkataan Rasulullah saw yang berbunyi,
“Hendaklah kamu menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika
engkau tak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.
Kini jelas arti dari ibadah itu sendiri sangatlah luas. Maka, selain jenis ibadah
yang kita sebutkan tadi, yang tidak kalah pentingnya adalah juga jenis ibadah lainnya
seperti jihad, hormat terhadap mukmin, mendidik anak, menyenangkan isteri,
meniatkan setiap yang mubah untuk mendapat ridha Allah, dan masih banyak lagi.
Oleh karena itulah, Rasulullah saw. menghendaki umatnya senantiasa dalam keadaan
seperti itu, yaitu senantiasa sadar jika ia ingin mewujudkan ihsan dalam ibadahnya.
Tingkatan Ibadah dan Derajatnya.
Berdasarkan nash-nash Al-Qur`an dan Sunnah, maka ibadah mempunyai tiga
tingkatan, yang pada setiap tingkatan derajatnya masing-masing seorang hamba tidak
dapat mengukurnya. Karena itulah, kita berlomba untuk meraihnya. Pada setiap
derajat, ada tingkatan tersendiri dalam surga. Yang tertinggi adalah derajat muhsinin,
ia menempati jannatul firdaus, derajat tertinggi di dalam surga. Kelak, para penghuni
surga tingkat bawah akan saling memandang dengan penghuni surga tingkat
tertinggi, laksana penduduk bumi memandang bintang-bintang di langit yang
menandakan jauhnya jarak antara mereka.
Adapun tiga tingkatan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Tingkat at-Takwa, yaitu tingkatan paling bawah dengan derajat yang berbeda-
beda.
2. Tingkat al-Bir, yaitu tingkatan menengah dengan derajat yang berbeda-beda.
3. Tingkat al-Ihsan, yaitu tingkatan tertinggi dengan derajat yang berbeda-beda
pula.
1. Tingkat Takwa.
Tingkat taqwa adalah tingkatan dimana seluruh derajatnya dihuni oleh mereka
yang masuk katagori al-Muttaqun, sesuai dengan derajat ketaqwaan masing-masing.
Takwa akan menjadi sempurna dengan menunaikan seluruh perintah Allah dan
meninggalkan seluruh larangan-Nya. Hal ini berarti meninggalkan salah satu perintah
Allah dapat mengakibatkan sangsi dan melakukan salah satu larangannya adalah
dosa. Dengan demikian, puncak takwa adalah melakukan seluruh perintah Allah dan
meninggalkansemualarangan-Nya.
Namun, ada satu hal yang harus kita pahami dengan baik, yaitu bahwa Allah
SWT Maha Mengetahui keadaan hamba-hamba-Nya yang memiliki berbagai
kelemahan, yang dengan kelemahannya itu seorang hamba melakukan dosa. Oleh
karena itu, Allah membuat satu cara penghapusan dosa, yaitu dengan cara tobat dan
pengampunan. Melalui hal tersebut, Allah SWT akan mengampuni hamba-Nya yang
berdosa karena kelalaiannya dari menunaikan hak-hak takwa. Sementara itu, ketika
seorang hamba naik pada peringkat puncak takwa, boleh jadi ia akan naik pada
peringkat bir atau ihsan.
Peringkat ini disebut martabat takwa, karena amalan-amalan yang ada pada
derajat ini membebaskannya dari siksaan atas kesalahan yang dilakukannya. Adapun
derajat yang paling rendah dari peringkat ini adalah derajat dimana seseorang
menjaga dirinya dari kekalnya dalam neraka, yaitu dengan iman yang benar yang
diterima oleh Allah SWT.
2. Tingkatal-Bir.
Peringkat ini akan dihuni oleh mereka yang masuk kategori al-Abrar. Hal ini
sesuai dengan amalan-amalan kebaikan yang mereka lakukan dari ibadah-ibadah
sunnah serta segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah SWT. hal ini
dilakukan setelah mereka menunaikan segala yang wajib, atau yang ada pada
peringkat sebelumnya, yaitu peringkat takwa.
Peringkat ini disebut martabat al-Bir (kebaikan), karena derajat ini merupakan
perluasan pada hal-hal yang sifatnya sunnah, sesuatu sifatnya semata-mata untuk
mendekatkan diri kepada Allah dan merupakan tambahan dari batasan-batasan yang
wajib serta yang diharamkan-Nya. Amalan-amalan ini tidak diwajibkan Allah kepada
hamba-hamba-Nya, tetapi perintah itu bersifat anjuran, sekaligus terdapat janji
pahala didalamnya.
Akan tetapi, mereka yang melakukan amalan tambahan ini tidak akan masuk
kedalam kelompok al-bir, kecuali telah menunaikan peringkat yang pertama, yaitu
peringkat takwa. Karena, melakukan hal pertama merupakan syarat mutlak untuk
naik pada peringkat selanjutnya.
Dengan demikian, barangsiapa yang mengklaim dirinya telah melakukan
kebaikan sedang dia tidak mengimani unsur-unsur qaidah iman dalam Islam, serta
tidak terhidar dari siksaan neraka, maka ia tidak dapat masuk dalam peringkat ini (al-
bir). Mengenai hal ini, Allah SWT berfirman dalam kitab-Nya.
“…Bukanlah kebaikan dengan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan
tetapi kebaikan itu adalah takwa, dan datangilah rumah-rumah itu dari pintu-
pintunya dan bertakwalah kepada Allah agar kalian beruntung.” (al-Baqarah: 189)
”Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar seruan orang yang menyeru kepada
iman, yaitu: Berimanlah kamu kepada Tuhanmu, maka kamipun beriman. Ya Tuhan
kami ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesahan-
kesalahan kami dan wafatkanlah kami bersama orang-orang yang banyak berbuat
baik.” (Ali ‘Imran: 193)
3. Tingkatan Ihsan
Tingkatan ini akan dicapai oleh mereka yang masuk dalam kategori Muhsinun.
Mereka adalah orang-orang yang telah melalui peringkat pertama dan yang kedua
(peringkat takwa dan al-bir). Ketika kita mencermati pengertian ihsan dengan
sempurna—seperti yang telah kita sebutkan sebelumnya, maka kita akan
mendapatkan suatu kesimpulan bahwa ihsan memiliki dua sisi:
1. Pertama, ihsan adalah kesempurnaan dalam beramal sambil menjaga
keikhlasan dan jujur pada saat beramal. Ini adalah ihsan dalam tata cara
(metode).
2. Kedua, ihsan adalah senantiasa memaksimalkan amalan-amalan sunnah
yang dapat mendekatkan diri kepada Allah, selama hal itu adalah sesuatu
yang diridhai-Nya dan dianjurkan untuk melakukannya.
Untuk dapat naik ke martabat ihsan dalam segala amal, hanya bisa dicapai melalui
amalan-amalan wajib dan amalan-amalan sunnah yang dicintai oleh Allah, serta
dilakukan atas dasar mencari ridha Allah.
2. MUAMALAH
Dalam bab muamalah, ihsan dijelaskan Allah SWT pada surah an Nisaa’ ayat
36, yang berbunyi sebagai berikut : “Sembahlah Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun dan berbuat baiklah kepada dua orang
ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat
maupun yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu…”
Kita sebelumnya telah membahas bahwa ihsan adalah beribadah kepada Allah
dengan sikap seakan-akan kita melihat-Nya, dan jika kita tidak dapat melihat-Nya,
maka Allah melihat kita. Kini, kita akan membahas ihsan dari muamalah dan siapa
saja yang masuk dalam bahasannya. Berikut ini adalah mereka yang berhak
mendapatkan ihsan tersebut:
1. Ihsan kepada kedua orang tua.
Allah SWT menjelaskan hal ini dalam kitab-Nya.
“Dan tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu tidak menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah
seorang diantara keduanya atau kedua-duanya berumr lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada
mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua
dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka
keduanya, sebagaimana mereka berdua mendidik aku diwaktu kecil.” (al-Israa': 23-
24)
Ayat di atas mengatakan kepada kita bahwa ihsan kepada ibu-bapak adalah sejajar
dengan ibadah kepada Allah.
Dalam sebuah hadist riwayat Turmuzdi, dari Ibnu Amru bin Ash, Rasulullah saw.
Bersabda :
ا9لد6ي2ن9 ا2لو6 ط9 خ2 س4 ف9ى الله9 خ2ط4 س4 و6 ال9د6ي2ن9 ا2لو6 ر9ض6ى ف9ى الله4 ر9ض6ى
“Keridhaan Allah berada pada keridhaan orang tua, dan kemurkaan Allah berada
pada kemurkaan orang tua.”
Dalil di atas menjelaskan bahwa ibadah kita kepada Allah tidak akan diterima,
jika tidak disertai dengan berbuat baik kepada kedua orang tua. Apabila kita tidak
memiliki kebaikan ini, maka bersamaan dengannya akan hilang ketakwaan,
keimanan, dan keislaman. Dan Akhlak kepada sesama manusia yang paling utama
kepada kedua orang tua, berakhlak kepada mereka adalah dengan berbakti kepada
keduanya, baik ketika hidup aupun setelah wafatnya, sebagimana hadits Nabi :
لHى ص6 اللHه9 ول9 س4 ر6 ن2د6 ع9 ن4 ن6ح2 ب6ي2ن6ا ال6 ق6 د9ي> اع9 Hالس ب9يع6ة6 ر6 ب2ن9 ال9ك9 م6 ي2د س6أ4 ب9ي
أ6 ع6ن2
ي6 ب6ق9 ه6ل2 اللHه9 ول6 س4 ر6 ي6ا ال6 ق6 ف6 ة6 ل6م6 س6 ب6ن9ي م9ن2 tل ج4 ر6 اء6ه4 ج6 إ9ذ2 لHم6 و6س6 ع6ل6ي2ه9 اللHه4
ار4 ت9غ2ف6 س2 و6اال9 ا م6 ع6ل6ي2ه9 ة4 ال6 Hالص ن6ع6م2 ال6 ق6 ا م6 ت9ه9 و2 م6 ب6ع2د6 ب9ه9 ا م6 ه4 6ب6ر| أ tء ي2 ش6 H6ب6و6ي أ ب9ر> م9ن2
ام4 إ9ك2ر6 و6 ا م6 ب9ه9 Hإ9ال ل4 ت4وص6 ال6 الHت9ي م9 ح9 Hالر ل6ة4 و6ص9 ا ب6ع2د9ه9م6 م9ن2 ا د9ه9م6 ع6ه2 اذ4 9ن2ف6 إ و6 ا م6 ل6ه4
) داود) ابو رواه ا م6 ه9 د9يق9 ص6
Dari Abu Usaid Malik bin Rabi’ah As-Sa’idy berkata : “Tatkala kami sedngan
bersama Rasulullah SAW, tiba-tiba datang seseorang dari Bani Salamah seraya
bertanya : “Ya Rasulallah apakah masih ada kesempatan untuk saya berbakti kepada
Ibu Bapak saya setekah keduanya wafat?” Nabi menjawab : “Ya, dengan mendoakan
keduanya, memohon ampun unyuknya, melaksanakan janjinya dan menyambung
silaturrahmi dari sanak saudarnya serta memuliakan teman-temannya
2. Ihsan kepada kerabat karib.
Ihsan kepada kerabat adalah dengan jalan membangun hubungan yang baik
dengan mereka, bahkan Allah SWT menyamakan seseorang yang memutuskan
hubungan silatuhrahmi dengan perusak dimuka bumi. Allah berfirman :
”Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan dimuka
bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan.?” (Muhammad: 22)
Silaturahmi adalah kunci untuk mendapatkan keridhaan Allah. Hal ini dikarenakan
sebab paling utama terputusnya hubungan seorang hamba dengan Tuhannya adalah
karena terputusnya hubungan silaturahmi. Dalam sebuah hadits qudsi, Allah
berfirman:
ا ل6ه6 و6ص6 م6ن2 ف6 م9ي اس2 م9ن2 ا ل6ه6 ت4 ق2 ق6 و6ش6 م6 ح9 Hالر ت4 ل6ق2 خ6 م6ن4 ح2 Hالر 6ن6ا أ و6 اللHه4 6ن6ا أ
ب6ت6ت|ه4 ا ق6ط6ع6ه6 و6م6ن2 ل2ت4ه4 و6ص6
“Aku adalah Allah, Aku adalah Rahman, dan Aku telah menciptakan rahim yang
Kuberi nama bagian dari nama-Ku. Maka, barangsiapa yang menyambungnya, akan
Ku sambungkan pula baginya dan barangsiapa yang memutuskannya, akan Ku
putuskan hubunganku dengannya.” (HR. Turmuzdi)
Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda, “Tidak akan masuk surga, orang yang
memutuskan tali silaturahmi.” (HR. Syaikahni dan Abu Dawud)
3. Ihsan kepada anak yatim dan fakir miskin
Diriwayatkan oleh Bukhari, Abu Dawud, dan Turmuzdi, bahwa Rasulullah saw
bersabda, “Aku dan orang yang memelihara anak yatim di surga kelak akan seperti
ini…(seraya menunjukkan jari telunjuk jari tengahnya).”
Diriwayatkan oleh Turmuzdi, Nabi saw. Bersabda :
ب6ي2ن9 م9ن2 ا ي6ت9يم� ب6ض6 ق6 م6ن2 ال6 ق6 لHم6 و6س6 ع6ل6ي2ه9 اللHه4 لHى ص6 Hب9يHالن Hأ6ن ع6بHاس اب2ن9 ع6ن2
ل6ه4 ر4 ي4غ2ف6 ال6 ذ6ن2ب�ا ي6ع2م6ل6 أ6ن2 Hإ9ال نHة6 ال2ج6 اللHه4 ل6ه4 أ6د2خ6 اب9ه9 ر6 و6ش6 ه9 ط6ع6ام9 إ9ل6ى ل9م9ين6 ال2م4س2
Dari Ibnu Abbas bahwasanya Nabi SAW bersabda : “Barangsiapa—dari Kaum
Muslimin—yang memelihara anak yatim dengan memberi makan dan minumnya,
maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga selamanya, selama ia tidak
melakukan dosa yang tidak terampuni.
4. Ihsan kepada tetangga dekat, tetangga jauh, serta teman sejawat.
Ihsan kepada tetangga dekat meliputi tetangga dekat dari kerabat atau tetangga
yang berada di dekat rumah, serta tetangga jauh, baik jauh karena nasab maupun
yang berada jauh dari rumah.
Adapun yang dimaksud teman sejawat adalah yang berkumpul dengan kita atas
dasar pekerjaan, pertemanan, teman sekolah atau kampus, perjalanan, ma’had, dan
sebagainya. Mereka semua masuk ke dalam kategori tetangga. Seorang tetangga kafir
mempunyai hak sebagai tetangga saja, tetapi tetangga muslim mempunyai dua hak,
yaitu sebagai tetangga dan sebagai muslim, sedang tetangga muslim dan kerabat
mempunyai tiga hak, yaitu sebagai tetangga, sebagai muslim dan sebagai kerabat.
Rasulullah saw. menjelaskan hal ini dalam sabdanya :
الHذ9ي و6 لHم6 و6س6 ع6ل6ي2ه9 اللHه4 لHى ص6 اللHه9 ول4 س4 ر6 ال6 ق6 ال6 ق6 ع4ود م6س2 ب2ن9 اللHه9 ع6ب2د9 ع6ن2
ه4 ار4 ج6 م6ن6ي6أ2 تHى ح6 ي4ؤ2م9ن4 و6ال6 ان4ه4 و6ل9س6 ل2ب4ه4 ق6 ل6م6 ي6س2 تHى ح6 tع6ب2د ل9م4 ي4س2 ال6 ب9ي6د9ه9 ي س9 ن6ف2
ه4 ائ9ق6 ب6و6
Dari Abdullah bin Mas’ud RA berkata, bersabda Rasulullah SAW : Demi Yang
jiwaku berada di tangan-NYA tidaklah selamat seorang hamba sampai hati dan
lisannya selamat (tidak berbuat dosa) dan tidaklah beriman (sempurna keimanannya)
seorang hamba sehingga tetangganya merasa aman dari gangguannya. (HR.Ahmad)
Pada hadits yang lain, Rasulullah bersabda :
ه4 ي6ع2ر9ف4 و6 و6ه4 tئ9ع ا ج6 ه4 ار4 ج6 و6 ب2ع6ان�ا ش6 با6ت6 م6ن2 ب9ي ي4ؤ2م9ن4 ال6
“Tidak beriman kepadaku barangsiapa yang kenyang pada suatu malam, sedangkan
tetangganya kelaparan, padahal ia megetahuinya.”(HR. ath-Thabrani)
5. Ihsan kepada ibnu sabil dan hamba sahaya.
Rasulullah saw. bersabda mengenai hal ini :
%/ ه4 ي2ف6 ض6 ل2ي4ك2ر9م2 ف6 ر9 خ9 اآل2 ال2ي6و2م9 و6 ب9اللHه9 ي4ؤ2م9ن4 ك6ان6 م6ن2
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah memuliakan
tamunya.” (HR. Jama’ah, kecuali Nasa’i)
Selain itu, ihsan terhadap ibnu sabil adalah dengan cara memenuhi kebutuhannya,
menjaga hartanya, memelihara kehormatannya, menunjukinya jalan jika ia meminta,
dan memberinya pelayanan.
ع6ن2 و أ6ع2ف4 ك6م2 اللHه9 ول6 س4 ر6 ي6ا ال6 ق6 ف6 لHم6 و6س6 ع6ل6ي2ه9 اللHه4 لHى ص6 النHب9ي> إ9ل6ى tل ج4 ر6 اء6 ج6
اللHه9 ول6 س4 ر6 ي6ا ال6 ق6 Hث4م لHم6 و6س6 ع6ل6ي2ه9 اللHه4 لHى ص6 اللHه9 ول4 س4 ر6 ع6ن2ه4 م6ت6 ف6ص6 اد9م9 ال2خ6
ة� Hر م6 ب2ع9ين6 س6 ي6و2م` Hك4ل ال6 ق6 ف6 اد9م9 ال2خ6 ع6ن2 و أ6ع2ف4 ك6م2
Pada riwayat yang lain, dikatakan bahwa seorang laki-laki datang kepada
Rasulullah saw. dan berkata, “Ya, Rasulullah, berapa kali saya harus memaafkan
hamba sahayaku?” Rasulullah diam tidak menjawab. Orang itu berkata lagi,
“Berapa kali ya, Rasulullah?” Rasul menjawab, “Maafkanlah ia tujuh puluh kali
dalam sehari.” (HR. Abu Daud dan at-Turmuzdi)
ع9د2ه4 ل2ي4ق2 ف6 ان6ه4 د4خ6 و6 ه4 Hر ح6 ل9ي6 و6 د2 و6ق6 ب9ه9 اء6ه4 ج6 Hث4م ه4 ط6ع6ام6 ه4 اد9م4 خ6 د9ك4م2 6ح6 أل9 ن6ع6 ص6 إ9ذ6ا
و2 6 أ أ4ك2ل6ة� ن2ه4 م9 ي6د9ه9 ف9ي ع2 ل2ي6ض6 ف6 ل9يال� ق6 ا وه� ف4 م6ش2 الطHع6ام4 ك6ان6 إ9ن2 ف6 ل2ي6أ2ك4ل2 ف6 ع6ه4 م6
أ4ك2ل6ت6ي2ن9
Dalam riwayat yang lain, Rasulullah saw bersabda, “Jika seorang hamba sahaya
membuat makanan untuk salah seorang diantara kamu, kemudian ia datang
membawa makanan itu dan telah merasakan panas dan asapnya, maka hendaklah
kamu mempersilahkannya duduk dan makan bersamamu. Jika ia hanya makan
sedikit, maka hendaklah kamu mememberinya satu atau dua suapan.” (HR. Bukhari,
Turmuzdi, dan Abi Daud)
Adapun muamalah terhadap pembantu atau karyawan dilakukan dengan
membayar gajinya sebelum keringatnya kering, tidak membebaninya dengan sesuatu
yang ia tidak sanggup melakukannya, menjaga kehormatannya, dan menghargai
pridainya. Jika ia pembantu rumah tangga, maka hendaklah ia diberi makan dari apa
yang kita makan, dan diberi pakaian dari apa yang kita pakai. Pada akhir pembahasan
mnegenai bab muamalah ini, Allah SWT menutupnya firman-Nya yang berbunyi :
”Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat lagi
mengingkari nikmat.” (al-Hajj: 38)
Ayat di atas merupakan isyarat yang sangat jelas kepada siapa saja yang tidak berlaku
ihsan. Bahkan, hal itu adalah pertanda bahwa dalam dirinya ada kecongkakan dan
kesombongan, dua sifat yang sangat dibenci oleh Allah SWT.
6. Ihsan dengan perlakuan dan ucapan yang baik kepada manusia.
م4ت2 ل9ي6ص2 ا6و2 ا ي2ر� خ6 ل2 ل2ي6ق4 ف6 ر9 خ9 اآل2 ال2ي6و2م9 و6 ب9اللHه9 ي4ؤ2م9ن4 ك6ان6 م6ن2
Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Kiamat,
hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Masih riwayat dari Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda :
ص%د%ق%ة0 و*ف- *لم%ع*ر' ا ق%و*ل'
“Ucapan yang baik adalah sedekah.”
Bagi manusia secara umum, hendaklah kita melembutkan ucapan, saling menghargai
dalam pergaulan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegahnya dari
kemungkaran, menunjukinya jalan jika ia tersesat, mengajari mereka yang bodoh,
mengakui hak-hak mereka, dan tidak mengganggu mereka dengan tidak melakukan
hal-hal dapat mengusik serta melukai mereka.
7. Ihsan dengan berlaku baik kepada binatang.
Berbuat ihsan terhadap binatang adalah dengan memberinya makan jika ia lapar,
mengobatinya jika ia sakit, tidak membebaninya diluar kemampuannya, tidak
menyiksanya jika ia bekerja, dan mengistirahatkannya jika ia lelah.
Bahkan, pada saat menyembelih, hendaklah dengan menyembelihnya dengan cara
yang baik, tidak menyiksanya, serta menggunakan pisau yang tajam.
Inilah sisi-sisi ihsan yang datang dari nash Al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw.
Beberapa contoh ihsan dalam hal muamalah
Pada Perang Uhud, orang-orang Quraisy membunuh paman Rasulullah saw,
yaitu Hamzah. Mereka mencincang tubuhnya, membelah dadanya, serta memecahkan
giginya, kemudian seorang sahabat meminta Rasulullah saw. berdoa agar mereka
diazab oleh Allah. Akan tetapi, Rasulullah malah berkata :
و2ن6 ي6ع2ل6م4 ال6 م2 ا9نHه4 ف6 م9ي2 و2 ق6 د9 اه2 Hم 6لHله4 ا
“Ya Allah, ampunilah mereka, karena mereka adalah kaum yang bodoh.”
Contoh kedua, suatu hari, Umar bin Abdul Aziz berkata kepada hamba sahaya
perempuannya, “Kipasilah aku sampai aku tertidur.” Lalu, hambanya pun
mengipasinya sampai ia tertidur. Karena sangat mengantuk, sang hamba pun tertidur.
Ketika Umar bangun, beliau mengambil kipas tadi dan mengipasi hamba sahayanya.
Ketika hamba sahaya itu terbangun, maka ia pun berteriak menyaksikan tuannya
melakukan hal tersebut. Umar kemudian berkata, “Engkau adalah manusia biasa
seperti diriku dan mendapatkan kebaikan seperti halnya aku, maka aku pun
melakukan hal ini kepadamu, sebagaimana engkau melakukannya padaku”.
Adapun ihsan, bisa diumpamakan sebagai hiasan rumah, bagaimana rumah tersebut
bisa terlihat mewah, terlihat indah, dan megah. Sehingga padat menarik perhatian dari
banyak pihak. Sama halnya dalam ibadah, bagaimana ibadah ini bisa mendapatkan
perhatian dari sang kholiq, sehingga dapat diterima olehnya. Tidak hanya asal
menjalankan perintah dan menjauhi larangannya saja, melainkan berusaha bagaimana
amal perbuatan itu bisa bernilai plus dihadapan-Nya. Sebagaimana yang telah
disebutkan diatas kedudukan kita hanyalah sebagai hamba, budak dari tuhan, sebisa
mungkin kita bekerja, menjalankan perintah-Nya untuk mendapatkan perhatian dan
ridlonya. Disinilah hakikat dari ihsan.[2]
3. AKHLAK
Ihsan dalam akhlak sesungguhnya merupakan buah dari ibadah dan muamalah.
Seseorang akan mencapai tingkat ihsan dalam akhlaknya apabila ia telah melakukan
ibadah seperti yang menjadi harapan Rasulullah dalam hadits yang telah
dikemukakan di awal tulisan ini, yaitu menyembah Allah seakan-akan melihat-Nya,
dan jika kita tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah senantiasa melihat
kita. Jika hal ini telah dicapai oleh seorang hamba, maka sesungguhnya itulah puncak
ihsan dalam ibadah. Pada akhirnya, ia akan berbuah menjadi akhlak atau perilaku,
sehingga mereka yang sampai pada tahap ihsan dalam ibadahnya akan terlihat jelas
dalam perilaku dan karakternya.
Jika kita ingin melihat nilai ihsan pada diri seseorang—yang diperoleh dari hasil
maksimal ibadahnya, maka kita akan menemukannya dalam muamalah
kehidupannya. Bagaimana ia bermuamalah dengan sesama manusia, lingkungannya,
pekerjaannya, keluarganya, dan bahkan terhadap dirinya sendiri. Berdasarkan ini
semua, maka Rasulullah saw mengatakan dalam sebuah hadits :
ق9 ال6 خ2 ا2أل6 ك6ار9م6 م6 4ت6م>م6 أل9 ب4ع9ث2ت4 ا 9نHم6 ا
“Aku diutus hanyalah demi menyempurnakan akhlak yang mulia.”
Ihsan adalah puncak prestasi dalam ibadah, muamalah, dan akhlak. Oleh
karena itu, semua orang yang menyadari akan hal ini tentu akan berusaha dengan
seluruh potensi diri yang dimilikinya agar sampai pada tingkat tersebut. Siapa pun
kita, apa pun profesi kita, dimata Allah tidak ada yang lebih mulia dari yang lain,
kecuali mereka yang telah naik ketingkat ihsan dalam seluruh sisi dan nilai hidupnya.
2[] http://serambisan3dotcom.wordpress.com/2012/02/20/MAKALAH-HADITS-TENTANG-IMAN-ISLAM-DAN-IHSAN/
Semoga kita semua dapat mencapai hal ini, sebelum Allah SWT mengambil ruh ini
dari kita. Wallahu a’lam bish-shawwab.
III. Penerapan Makna Ihsan dalam Kehidupan
Sikap ihsan ini harus berusaha kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Jika
kita berbuat amalan kataatan, maka perbuatan itu selalu kita niatkan untuk Allah.
Sebaliknya jika terbesit niat di hati kita untuk berbuat keburukan, maka kita tidak
mengerjakannya karena sikap ihsan yang kita miliki. Seseorang yang sikap ihsannya
kuat akan rajin berbuat kebaikan karena dia berusaha membuat senang Allah yang
selalu melihatnya. Sebaliknya dia malu berbuat kejahatan karena dia selalu yakin
Allah melihat perbuatannya.Ihsan adalah puncak prestasi dalam ibadah, muamalah,
dan akhlak seorang hamba. Oleh karena itu, semua orang yang menyadari akan hal ini
tentu akan berusaha agar sampai pada tingkat tersebut.
Siapa pun kita, di mata Allah tidak ada yang lebih mulia dari yang lain,
kecuali mereka yang telah naik ke tingkat ihsan dalam seluruh amalannya. Kalau kita
cermati pembahasan di atas, untuk meraih derajat ihsan, sangat erat kaitannya
dengan benarnya pengilmuan seseorang tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah.
Pembiasaan perilaku ihsan yang mempunyai pengaruh cukup besar dalam
membentuk perilaku, membina dan meningkatkan kualitas keimanan dan
pengetahuan dikalangan siswa. Pembiasaan bagi siswa ini lebih dituntut untuk
menekankan amaliah yang mendorong dalam berbuat baik, baik dalam perbuatan,
ucapan dan lainnya.
PENUTUP
Kesimpulan
Ihsan adalah puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi target seluruh
hamba Allah swt. Sebab, ihsan menjadikan kita sosok yang mendapatkan kemuliaan
dari-Nya. Sebaliknya, seorang hamba yang tidak mampu mencapai target ini akan
kehilangan kesempatan yang sangat mahal untuk menduduki posisi terhormat di mata
Allah swt. Rasulullah saw. pun sangat menaruh perhatian akan hal ini, sehingga
seluruh ajaran-ajarannya mengarah kepada satu hal, yaitu mencapai ibadah yang
sempurna dan akhlak yang mulia.
Ketika kita mencermati pengertian ihsan dengan sempurna—seperti yang
telah kita sebutkan sebelumnya, maka kita akan mendapatkan suatu kesimpulan
bahwa ihsan memiliki dua sisi: Pertama, ihsan adalah kesempurnaan dalam beramal
sambil menjaga keikhlasan dan jujur pada saat beramal. Ini adalah ihsan dalam tata
cara (metode). Kedua, ihsan adalah senantiasa memaksimalkan amalan-amalan
sunnah yang dapat mendekatkan diri kepada Allah, selama hal itu adalah sesuatu
yang diridhai-Nya dan dianjurkan untuk melakukannya.
Oleh karenanya, seorang muslim hendaknya tidak memandang ihsan itu hanya
sebatas akhlak yang utama saja, melainkan harus dipandang sebagai bagian dari
akidah dan bagian terbesar dari keislamannya. Karena, Islam dibangun di atas tiga
landasan utama, yaitu iman, Islam, dan ihsan, seperti yang telah diterangkan oleh
Rasulullah saw. dalam haditsnya yang shahih.
Ihsan adalah kesempurnaan dalam beramal sambil menjaga keikhlasan dan
jujur pada saat beramal. Ini adalah ihsan dalam tata cara (metode). Kedua, ihsan
adalah senantiasa memaksimalkan amalan-amalan sunnah yang dapat mendekatkan
diri kepada Allah, selama hal itu adalah sesuatu yang diridhai-Nya dan dianjurkan
untuk melakukannya. Untuk dapat naik ke martabat ihsan dalam segala amal, hanya
bisa dicapai melalui amalan-amalan wajib dan amalan-amalan sunnah yang dicintai
oleh Allah, serta dilakukan atas dasar mencari ridha Allah swt.
Bagi manusia secara umum, hendaklah kita melembutkan ucapan, saling
menghargai dalam pergaulan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegahnya dari
kemungkaran, menunjukinya jalan jika ia tersesat, mengajari mereka yang bodoh,
mengakui hak-hak mereka, dan tidak mengganggu mereka dengan tidak melakukan
hal-hal dapat mengusik serta melukai mereka.
Kesimpulannya, ihsan adalah puncak prestasi dalam ibadah, muamalah, dan
akhlak. Oleh karena itu, semua orang yang menyadari akan hal ini tentu akan
berusaha dengan seluruh potensi diri yang dimilikinya agar sampai pada tingkat
tersebut. Siapapun kita, apapun profesi kita, di mata Allah tidak ada yang lebih mulia
dari yang lain, kecuali mereka yang telah naik ketingkat ihsan dalam seluruh sisi dan
nilai hidupnya. Semoga kita semua dapat mencapai hal ini, sebelum Allah swt.
mengambil ruh ini dari kita.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.dakwatuna.com/2009/10/20/4358/ihsan-berbuat-yang-terbaik/
http://isna2464.blogspot.com/2012/12/perilaku-ihsan_5577.html
http://serambisan3dotcom.wordpress.com/2012/02/20/MAKALAH-HADITS-TENTANG-
IMAN-ISLAM-DAN-IHSAN/
WAHHAB, MUHAMMAD BIN ABDUL, 2004 , TIGA PRINSIP DASAR DALAM ISLAM,RIYADH:
DARUSSALAM,HLM.23-24
Top Related